PENILAIAN KRITERIA
GREEN BUILDING
ASPEK SUMBER
DAN SIKLUS MATERIAL, KUALITAS SERTA
KENYAMANAN UDARA PADA GEDUNG
ANDI HAKIM NASOETION REKTORAT IPB
KIRANA AYU PRATIWI SIDIK
TEKNIK SIPIL DAN LINGKUNGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
▸ Baca selengkapnya: enam aspek penilaian dan evaluasi ubd memiliki lima kriteria khasanah keilmuan
(2)(3)PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Penilaian Kriteria
Green Building Aspek Sumber dan Siklus Material, Kualitas serta Kenyamanan Udara pada Gedung Andi Hakim Nasoetion Rektorat IPB adalah benar karya saya dengan arahan dari pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.
Bogor, Agustus 2015
Kirana Ayu Pratiwi Sidik
ABSTRAK
KIRANA AYU PRATIWI SIDIK. Penilaian Kriteria Green Building Aspek Sumber dan Siklus Material, Kualitas serta Kenyamanan Udara pada Gedung Andi Hakim Nasoetion Rektorat IPB Dibimbing oleh YUDI CHADIRIN dan ERIZAL.
Konsep bangunan hijau merupakan sebuah isu penting dalam desain arsitektur. IPB sebagai salah satu kampus di Indonesia yang memprioritaskan masalah-masalah lingkungan seharusnya telah menerapkan konsep green building, akan tetapi pada kenyataannya belum ada satupun bangunan di IPB yang memiliki sertifikat green building dari GBCI. Tujuan dari penelitian ini adalah melakukan analisis kesesuaian dan penilaian pada Gedung AHN Rektorat IPB berdasarkan kriteria green building dalam aspek sumber dan siklus material, kualitas serta kenyamanan udara berdasarkan GBCI dan memberikan rekomendasi perbaikan yang dapat dilakukan. Penilaian dilakukan menggunakan Greenship Rating Tools versi 1.0 yang disusun oleh GBCI. Terdapat dua jenis data dalam penelitian ini, yaitu data primer dan sekunder. Ada delapan poin penilaian dalam aspek sumber dan siklus material, terdiri dari tiga poin prasyarat dan lima poin angka. Ada sembilan poin penilaian dalam aspek kualitas dan kenyamanan udara, terdiri dari satu poin prasyarat dan delapan poin angka. Hasil penilaian terhadap penerapan
green building pada Gedung AHN Rektorat IPB adalah aspek kualitas dan kenyamanan udara atau IHC mencapai 35% (7 dari 20 poin) sedangkan aspek sumber dan siklus material atau MRC mencapai 25% (3 dari 12 poin). Total perolehan Gedung AHN Rektorat IPB mencapai 36,75% (43 dari 117 poin), sehingga memperoleh peringkat perunggu. Gedung rektorat perlu melakukan evaluasi salah satunya adalah melengkapi SOP dan surat pernyataan komitmen manajemen puncak yang menjadi syarat dan prasayarat green building.
Kata kunci: bangunan hijau, GBCI, material, kenyamanan udara, kualitas udara.
ABSTRACT
KIRANA AYU PRATIWI SIDIK. Assessment Criteria Of Green Building Aspects Material Source And Cycle, Air Quality And Comfort In Andi Hakim Nasoetion Building Of IPB Rectorate. Supervised by YUDI CHADIRIN dan ERIZAL.
two types of data in this study which is primary and secondary data. There were eight points of assessment on material source and cycle aspect which is three points of requirements and five value points. There were nine points of assessment on air quality and comfort which is one points of requirements and eight value points. The results of the assessment showed that green building implementation on AHN building of IPB Rectorate includings air quality and comfort (IHC) was reaching 35% (7 of 20 points). The results of the assessment on material source and cycle (MRC) was reaching 25% (3 of 12 points). The total accomplishment of AHN building of IPB Rectorate was reaching 36,75% (43 of 117 points), makes it granted bronze category. Rectorate building need to evaluate and fulfil its requirement to become a green building. Some of the requirement were to complete the SOP and letter of commitment of the top management about the green building initiative.
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknik
pada
Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan
PENILAIAN KRITERIA
GREEN BUILDING
ASPEK SUMBER
DAN SIKLUS MATERIAL, KUALITAS SERTA
KENYAMANAN UDARA PADA GEDUNG
ANDI HAKIM NASOETION REKTORAT IPB
KIRANA AYU PRATIWI SIDIK
DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL DAN LINGKUNGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Judul penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Februari 2015 ini ialah Penilaian Kriteria Green Building Aspek Sumber dan Siklus Material, Kualitas serta Kenyamanan Udara pada Gedung Andi Hakim Nasoetion Rektorat IPB.
Terima kasih penulis ucapkan kepada:
1. Bapak Dr. Yudi Chadirin, S.TP., M.Agr dan Bapak Dr. Ir. Erizal, M.Agr. selaku pembimbing yang selalu membimbing dan mengarahkan penulis dalam meyelesaikan skrips ini.
2. Orang tua dan kakak-kakak penulis yang selalu mendukung dan mendoakan penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
3. Dhanu Prakoso yang selalu membantu, menyemangati dan menemani penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
4. Teman-teman tim penelitian Desi Eva Fatra L.T. dan Iriani Mustika Furi yang telah bekerjasama menyelesaikan penelitian untuk skripsi ini.
5. Teman-teman Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan Institut Pertanian Bogor angkatan 48 (SIL 48) untuk setiap semangat, doa dan dukungannya. 6. Staf Tata Usaha Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan dan Staf Tata
Usaha Fakultas Teknologi Pertanian yang telah membantu dalam hal administrasi.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat dan memberikan kontribusi yang nyata terhadap perkembangan ilmu pengetahuan di bidang Teknik Sipil dan Lingkungan.
Bogor, Agustus 2015
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL vi
DAFTAR GAMBAR vi
DAFTAR LAMPIRAN vi
PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Perumusan Masalah 1
Tujuan Penelitian 2
Manfaat Penelitian 2
Ruang Lingkup Penelitian 2
TINJAUAN PUSTAKA 3
METODE 5
Waktu dan Tempat 5
Metode Pelaksanaan 5
HASIL DAN PEMBAHASAN 7
Kualitas dan Kenyamanan Udara 7
Sumber dan Siklus Material 13
SIMPULAN DAN SARAN 16
Simpulan 16
Saran 17
DAFTAR PUSTAKA 17
LAMPIRAN 18
DAFTAR TABEL
1. Peringkat Green Building untuk Existing Building 4
2. Butir-butir penilaian GBCI 5
3. Data hasil pengukuran kualitas udara di Gedung AHN Rektorat IPB 9 4. Data hasil pengukuran tingkat kebisingan di Gedung AHN Rektorat IPB 11
5. Daftar material ramah lingkungan 14
DAFTAR GAMBAR
1. Presentase tingkat kenyamanan pengguna Gedung AHN Rektorat IPB 12
DAFTAR LAMPIRAN
1. Data hasil pengukuran laju udara ventilasi di Gedung AHN Rektorat
IPB 18
2. Data hasil pengukuran tingkat pencahayaan di Gedung AHN Rektorat
IPB 20
3. Hasil analisis kriteria green building aspek kualitas dan kenyamanan
udara pada Gedung AHN Rektorat IPB 22
4. Contoh surat pernyataan yang memuat kebijakan manajemen puncak mengenai pembelanjaan material ramah lingkungan 26 5. Contoh surat pernyataan yang memuat kebijakan manajemen puncak
mengenai pengelolaan sampah berdasarkan pemilahan 27
6. Contoh SOP pemilahan sampah 28
7. Rekomendasi bak kompos 29
8. Contoh SOP pengelolaan limbah B3 30
9. Hasil analisis kriteria green building aspek sumber dan siklus material
pada Gedung AHN Rektorat IPB 36
1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Konsep bangunan hijau merupakan sebuah isu penting dalam desain arsitektur. Bangunan harus dirancang atas dasar pemikiran yang berwawasan lingkungan dan berdasarkan kepedulian tentang konservasi lingkungan dengan penekanan pada efisiensi energi dan pola keberlanjutan. Dalam dunia arsitektur muncul fenomena sick building syndrome yaitu permasalahan kesehatan dan ketidak nyamanan karena kualitas udara dan polusi udara dalam bangunan yang ditempati yang mempengaruhi produktivitas penghuni, adanya ventilasi udara yang buruk, dan pencahayaan alami kurang. Hal ini disebabkan oleh beberapa hal, misalnya: emisi ozon mesin fotokopi, polusi dari perabot dan panel kayu, asap rokok, dsb.
Kualitas udara dalam ruangan sangat bergantung pada sistem ventilasi yang dirancang. Bangunan harus mampu menyediakan ventilasi yang memadai dan menyuplai udara bersih dari luar. Selain itu, selama proses desain dan konstruksi berlangsung pemilihan bahan bangunan dan produk/fasilitas dengan emisi nol atau rendah akan saat penting dilakukan guna meningkatkan kualitas udara dan kenyamanan bangunan. Material bahan bangunan yang tepat berperan besar dalam menghasilkan bangunan berkualitas ramah lingkungan. Tidak hanya kualitas udara dan material yang harus diperhitungkan. Tingkat kebisingan, pencahayaan, kebersihan, jumlah bakteri, dan ruangan yang bebas dari hama penggangu juga merupakan hal yang sangat penting untuk diperhitungkan untuk meningkatkan kenyamanan ruang.
Indonesia telah memiliki standar Greenship yang berada di bawah lembaga sertifikasi nasional Green Building Council Indonesia (GBCI) sebagai lembaga independen penyedia jasa sertifikasi bangunan ramah lingkungan. Manfaat dari adanya sertifikasi green building selain sebagai bentuk usaha penaatan lingkungan juga memberikan keuntungan yaitu peningkatan citra dan persepsi masyarakat yang pada akhirnya menjadikan nilai market/investasi lebih dibandingkan dengan gedung konvensional (GBCI 2012). IPB sebagai salah satu kampus di Indonesia yang memprioritaskan masalah-masalah lingkungan seharusnya telah menerapkan konsep green building pada pembangunan gedung-gedungnya, akan tetapi pada kenyataannya belum ada satupun bangunan di IPB yang memiliki sertifikat green building dari GBCI. Oleh karena itu, sangat penting dilakukan penelitian untuk mengetahui sejauh mana bangunan gedung di IPB memenuhi kriteria green building tersebut.
Perumusan Masalah
Penelitian mengenai penilaian kriteria green building aspek sumber dan siklus material, kualitas serta kenyamanan udara pada Gedung Andi Hakim Nasoetion (AHN) Rektorat IPB berdasarkan permasalahan latar belakang yang telah dibahas meliputi:
2
2. Material bahan bangunan seperti apa yang dapat digunakan agar menghasilkan bangunan berkualitas ramah lingkungan.
3. Faktor-faktor pendukung kenyamanan ruang, seperti kualitas udara, pencahayaan, kebisingan, dan lain sebagainya.
Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Melakukan analisis kesesuaian dan penilaian pada Gedung AHN Rektorat IPB berdasarkan kriteria green building dalam aspek sumber dan siklus material berdasarkan GBCI.
2. Melakukan analisis kesesuaian dan penilaian pada Gedung AHN Rektorat IPB berdasarkan kriteria green building dalam aspek kualitas dan kenyamanan udara berdasarkan GBCI.
3. Memberikan rekomendasi perbaikan yang dapat dilakukan pada Gedung AHN Rektorat IPB agar sesuai dengan kriteria green building.
Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini adalah untuk mengetahui nilai Gedung AHN Rektorat IPB dalam sistem penerapan greenship GBCI dan menjadi contoh penerapan bagi gedung-gedung lain yang ada dikawasan kampus IPB.
Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian dilakukan dengan ruang lingkup sebagai berikut:
1. Green Building aspek sumber dan siklus material, kualitas serta kenyamanan udara ditinjau berdasarkan Greenship Rating Tools Existing Building versi
1.0.
2. Analisis kualitas udara ruangan yang menunjukkan adanya introduksi udara luar minimal sesuai dengan SNI 03-6572-2001 tentang Tata Cara Ventilasi dan Sistem Pengkondisian Udara pada Bangunan Gedung.
3. Analisis sumber pencemar udara berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan RI nomor 1405/Menkes/SK/XI/2002 tentang Persyaratan Kesehatan Lingkungan Kerja Perkantoran dan Industri dan SNI 19‐0232‐2005 tentang Nilai Ambang Batas (NAB) Zat Kimia di Udara Tempat Kerja. Parameter yang dianalisis ,yaitu Asam sulfida (H2S), Amonia (NH3), Karbon monoksida
(CO), Nitrogen dioksida (NO2), Sulfur dioksida (SO2), debu total, Volatile
Organic Compound (VOC), formaldehida, dan asbes.,
4. Analisis tingkat pencahayaan (iluminasi) di setiap ruang kerja berdasarkan SNI 03 6197-2000 tentang Konservasi Energi pada Sistem Pencahayaan. 5. Analisis tingkat bunyi di ruang kerja berdasarkan SNI 03‐6386‐2000 tentang
3
TINJAUAN PUSTAKA
Green Building
Gedung atau bangunan mempunyai pengaruh yang begitu besar terhadap kehidupan manusia di dunia. Bangunan tersebut bisa memperkaya suatu komunitas, kesehatan, mendukung kegiatan dan bisnis. Bangunan juga mempunyai pengaruh pada budaya dan lingkungan. Green building tidaklah bisa hanya diartikan sebagai bangunan atau gedung hijau. Secara umum green building construction diartikan sebagai pembangunan struktur bangunan dengan proses atau tahapan yang berorientasi terhadap lingkungan dan sumber daya yang efisien di seluruh life-cycle bangunan itu sendiri, mulai dari penentuan langkah untuk mendesain, konstruksi, operasi, pemeliharaan, renovasi dan dekonstruksi. Sepintas bangunan ini dapat dilihat dari bentuk, fungsi dan tingkat pemakaian energi dalam operasionalnya.
Bangunan hijau (green building) mengacu pada struktur dan menggunakan proses yang bertanggung jawab terhadap lingkungan dan sumber daya yang efisien di seluruh siklus hidup bangunan, dari penentuan tapak sampai desain, konstruksi, operasi, pemeliharaan, renovasi, dan pembongkaran. Green building
adalah konsep untuk „bangunan berkelanjutan‟ dan mempunyai syarat tertentu,
yaitu lokasi, sistim perencanaan dan perancangan, renovasi dan pengoperasian, yang menganut prinsip hemat energi serta harus berdampak positif bagi lingkungan, ekonomi dan sosial (Sudarwani 2012).
Sistem RatingGreen Building di Indonesia (Greenship)
Greenship adalah sebuah perangkat penilaian yang disusun oleh Green Building Council Indonesia (GBCI) untuk menentukan apakah suatu bangunan dapat dinyatakan layak bersertifikat "bangunan hijau" atau belum. Greenship
bersifat khas Indonesia seperti halnya perangkat penilaian di setiap negara yang selalu mengakomodasi kepentingan lokal setempat. Program sertifikasi Greenship
diselenggarakan oleh Komisi Rating GBCI secara kredibel, akuntabel dan penuh integritas. Penyusunan Greenship ini didukung oleh World Green Building Council, dan dilaksanakan oleh Komisi Rating dari GBCI. Greenship sebagai sebuah sistem rating terbagi atas enam aspek yang terdiri dari :
Tepat guna lahan (appropriate site development/ASD)
Efisiensi energi & refrigeran (energy efficiency & refrigerant/EER)
Konservasi air (water conservation/WAC)
Sumber & siklus material (material resources & cycle/MRC)
Kualitas udara & kenyamanan udara (indoor air health & comfort/IHC)
4
terbangun (existing building/EB). Tahap penilaian greenship terdiri dari dua tahap, yaitu pengakuan desain (desain recognition/DR) dan penilaian akhir (final assessment/FA). Ada empat peringkat dalam penilaian green building, yaitu :
Tabel 1 Peringkat Green Building untuk Existing Building
Predikat Poin Terkecil
Poin Persentase (%)
Platinum 86 73
Emas 67 57
Perak 54 46
Perunggu 41 35
Sumber : Green Bulding Council Indonesia. (2012)
Aspek Sumber dan Siklus Material
Material yang digunakan untuk membangun harus diperoleh dari alam, dan merupakan sumber energi terbarukan yang dikelola secara berkelanjutan. Material diperoleh secara lokal untuk mengurangi biaya transportasi. Material dipakai menggunakan green specification yang termasuk ke dalam daftar life cycle analysis seperti energi yang dihasilkan, daya tahan material, minimalisasi limbah, penggunaan kayu bersertifikat, dan kemampuan untuk dapat didaur ulang.
Dalam pembangunan dengan konsep green building pada dasarnya menggunakan bahan-bahan yang ramah lingkungan dan dapat didaur ulang. Hal ini bertujuan untuk meminimalisir tingkat pembuangan sampah serta komponen yang hemat biaya dan juga memanfaatkan bahan-bahan sisa bangunan yang masih bisa didaur ulang atau dipakai lagi. Daur ulang adalah proses pengolahan dimana sebelumnya barang tersebut tidak terpakai kemudian diolah/dirangkai sehingga barang tersebut menjadi barang yang memiliki nilai.
Daya tahan material bahan bangunan harus tetap diuji kelayakannya, namun tetap mengandung unsur ramah lingkungan dan bahan daur ulang sehingga dapat mengurangi produksi sampah. Untuk pemenuhan bahan-bahan yang ramah lingkungan dianjurkan untuk tidak memakai bahan-bahan yang merusak ozon serta tidak memakai bahan-bahan yang membuat keadaan dalam bangunan menjadi panas. Penggunaan bahan-bahan material bekas yang masih bisa terpakai, contohnnya kayu, lantai, kusen, dll.
Aspek Kualitas dan Kenyamanan Udara
Berkaitan dengan kualitas udara, Green building harus menggunakan material dan produk-produk non-toxic yang akan meningkatkan kualitas udara dalam ruangan dan mengurangi tingkat asma, alergi dan sick building syndrome.
Green building menggunakan material yang bebas emisi dan tahan untuk mencegah kelembaban yang menghasilkan spora dan mikroba lainnya. Kualitas udara dalam ruangan juga harus didukung dengan menggunakan sistem ventilasi yang efektif dan bahan-bahan pengontrol kelembaban.
5 Minimalkan atau hindarkan penggunaan material VOC (volatile organic compound) untuk mengurangi bau yang tersebar ke seluruh ruangan.
METODE
Waktu dan Tempat
Penelitian ini akan dilaksanakan dari bulan Februari hingga Mei 2015. Gedung yang akan menjadi target penilaian kriteria green building adalah Gedung Andi Hakim Nasoetion (AHN) Rektorat IPB yang bertempat di Jalan Lingkar Akademik, Kampus IPB Dramaga, Bogor.
Metode Pelaksanaan
Penilaian dilakukan dengan menggunakan sistim rating, yaitu suatu alat berisi butir-butir dari aspek penilaian yang disebut rating dan setiap butir rating
mempunyai nilai. Apabila suatu bangunan berhasil melaksanakan butir rating, maka bangunan itu akan mendapatkan poin nilai dari butir tersebut. Ada dua jenis penilaian dalam rating tool ini, yaitu nilai angka dan nilai prasyarat (P). Bila jumlah semua poin nilai yang berhasil dikumpulkan mencapai suatu jumlah yang ditentukan, maka bangunan tersebut dapat disertifikasi untuk tingkat sertifikasi tententu (GBCI 2012). Butir-butir penilaian yang harus diperhitungkan dari masing-masing aspek adalah sebagai berikut :
Tabel 2 Butir-butir penilaian GBCI
KODE RATING NILAI
MAKS KODE RATING
NILAI MAKS MATERIAL RESOURCES AND CYCLE
(MRC) INDOOR HEALTH AND COMFORT (IHC)
P 1 Fundamental Refrigerant P P 1 No Smoking Campaign P P 2 Material Purchasing Policy P IHC 1 Outdoor Air Introduction 2
P 3 Waste Management Policy P IHC 2 Environmental Tobacco
Smoke Control 2 MRC 1 Non ODS Usage 2 IHC 3 CO2 and CO Monitoring 2
MRC 2 Material Purchasing Practice 3 IHC 4 Physical and Chemical
Pollutants 6
MRC 3 Waste Management Practice 4 IHC 5 Biological Pollutant 3
MRC 4 Hazardous Waste
Management 2
IHC 6 Visual Confort 1
IHC 7 Acoustic Level 1
MRC 5 Management of Used Good 1 IHC 8 Building User Survey 3
NILAI TOTAL 12 NILAI TOTAL 20
Sumber : Green Bulding Council Indonesia. (2012)
6
laju udara ventilasi, kualitas udara, tingkat pencahayaan, dan tingkat kebisingan. Menurut Satwiko (2009) laju udara ventilasi berdasarkan perbedaan tekanan angin dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut:
Q = Cv.A.V (1)
Keterangan:
Q = Laju ventilasi (m3/detik) A = Luas bukaan inlet (m2) V = Kecepatan angin (m/detik)
Cv = Efektivitas bukaan (Cv dianggap sama dengan 0,5~0,6 untuk angin frontal dan 0,25~0,35 untuk arah angin yang diagonal) untuk luas area bukaan inlet dan outlet yang sama.
Pengukuran kecepatan angin dilakukan dengan menggunakan anemometer merek MASTECH type MS6252A. Pada penggunaan ventilasi mekanis harus diketahui pertukaran udara per jamnya dengan menggunakan rumus sebagai berikut:
ACR = 60 x CFM / V (2) Keterangan:
ACR = Pertukaran udara per jam
CFM = Laju udara dalam ruang (feet3/menit) V = Volume ruangan (feet3)
Pengukuran kualitas udara dilakukan dengan bantuan Gas Sampler Impinger
merek BINALAB type CS-596-AC. Pengukuran kualitas udara dalam ruang dilakukan secara acak dengan titik sampel pada lobi utama dan beberapa ruang kerja. Pengukuran dilakukan minimal 1 titik sampel per 1000 m2 atau jumlah maksimal penilaian sampel adalah 25 titik untuk satu gedung. Pengambilan sampel udara di lapangan dilanjutkan dengan pengujian di laboratorium. Pengukuran tingkat pencahayaan menggunakan alat digital, yaitu Luxmeter merek KRISBOW type KW06-291. Pengukuran tingkat kebisingan menggunakan Sound Level Meter merek KRISBOW type KW06-291, dilakukan secara acak sebanyak lima titik sampel dari minimal setiap satu ruang per dua lantai. Pengukuran dilakukan dalam rentang waktu 11 jam (selama jam kerja). Pembacaan alat disetiap titik dilakukan per lima detik selama 10 menit disetiap rentang waktu pengukuran yang telah ditetapkan. Data hasil pengukuran diolah dengan menggunakan rumus sebagai berikut :
Leq (1 menit) = 10 log
(3)
Leq (10 menit) = 10 log
(4)
Ls = 10 log
(5)
Keterangan :
Leq = Tingkat kebisingan (dBA)
L1,L2,…,L10 = Tingkat kebisingan setiap 5 detik dalam 1 menit (dBA)
Ls = Tingkat kebisingan siang hari (dBA)
7 La = Tingkat kebisingan pada pukul 06.00-09.00 (dBA)
Lb = Tingkat kebisingan pada pukul 09.00-11.00 (dBA) Lc = Tingkat kebisingan pada pukul 11.00-17.00 (dBA)
Data sekunder diperoleh dari pengumpulan surat-surat pernyataan mengenai kebijakan manajemen puncak, dokumentasi kampanye lingkungan, dokumen pembelanjaan material, Standar Prosedur Operasi (SOP), dan lain sebagainya. Pengumpulan data juga dilakukan melalui wawancara dengan pihak terkait apabila data sekunder tidak dapat diperoleh dalam bentuk dokumen namun telah terlaksana. Survei dilakukan untuk memastikan bahwa SOP dan kebijakan yang dibuat telah ada tindak nyatanya. Dilakukan pula survei pada pengguna gedung mengenai tingkat kenyamanan gedung tersebut untuk mendukung data penelitian.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kualitas dan Kenyamanan Udara
Aspek kualitas dan kenyamanan udara terdiri atas 1 rating prasyarat dan 8
rating biasa dengan total nilai maksimal adalah 20 poin. Hasil penilaian terhadap
rating yang ada pada greenship untuk aspek ini, antara lain: Tanda-Tanda Dilarang Merokok (No Smoking Campaign)
Ada 2 hal yang menjadi prasyarat dalam aspek ini. Pertama, adanya surat pernyataan yang memuat komitmen dari manajemen puncak untuk mendorong minimalisasi aktifitas merokok dalam gedung. Kedua, adanya kampanye dilarang merokok yang mencakup dampak negatif dari merokok terhadap diri sendiri dan lingkungan dengan minimal pemasangan kampanye tertulis secara permanen di setiap lantai, antara lain berupa: stiker, poster, email. Poin prasyarat ini sudah terpenuhi oleh pihak Rektorat IPB. Surat edaran larangan merokok telah dibuat, kampanye larangan merokok juga telah dilakukan oleh pihak rektorat dengan menyebarkan selebaran peringatan dan memasang sticker tanda dilarang merokok pada setiap ruangan. Poster mengenai bahaya rokok juga dipasang di beberapa sudut untuk menegaskan bahaya dari rokok.
Introduksi Udara Luar Ruangan (Outdoor Air Introduction)
8
ketidakcukupan suplai udara dikarenakan saat pengukuran kecepatan angin sebesar 0.42 m/detik dibawah kecepatan angin normal rata-rata, yaitu 0.58 m/detik.
Pada Lampiran 1 ditampilkan pula kondisi laju udara di lobi lantai 6 saat kecepatan angin normal dan maksimal dalam kondisi 15 jendela, 3 pintu, dan 20 ventilasi terbuka dengan luas bukaan masing-masing sebesar (1,17x0,95) m2/jendela, (2,1x0,95) m2/pintu, dan (0,95x0,95) m2/ventilasi. Adapula perbandingan kondisi laju udara di Ruang Biro Keuangan (lt.3) saat pengukuran dan kecepatan angin normal dalam kondisi 7 jendela dan 10 ventilasi terbuka dengan luas bukaan masing-masing sebesar (1,17x0,95) m2/jendela dan (0,95x0,95) m2/ventilasi. Namun dari kedua ruangan tersebut hanya lobi lantai 6 saat kecepatan angin maksimal yang sesuai dengan baku mutu sedangkan yang lainnya belum sesuai. Oleh karena itu, hanya lobi lantai 6 saja yang dapat menggunakan ventilasi alami, sedangkan untuk Ruang Biro Keuangan (lt.3) harus menggunakan ventilasi mekanis untuk memenuhi kebutuhan udara bersih dalam ruanagan. Gedung rektorat mendapatkan nilai 2 untuk poin ini.
Pemantauan Lingkungan Terhadap Asap Tembakau (Environmental
Tobacco Smoke Control)
Pada tolok ukur, aturan dilarang merokok harus diberlakukan di seluruh area gedung dan tidak menyediakan bangunan/area khusus di dalam gedung untuk merokok. Apabila menyediakan area khusus merokok di luar gedung harus berjarak minimal 5 m dari pintu masuk, tempat masuknya udara segar dan bukaan jendela dengan tindak lanjut prosedur pemantauan, dokumentasi dan sistem tanggap terhadap larangan merokok. Jika memenuhi persyaratan tersebut akan mendapatkan nilai 2. Di dalam gedung rektorat telah diberlakukan aturan dilarang merokok diseluruh areal gedung akan tetapi area khusus merokok di luar gedung belum tersedia hingga sekarang. Gedung rektorat mendapatkan nilai 2 untuk poin ini.
Kontrol CO2 dan CO (CO2 and CO Monitoring)
Berdasarkan tolok ukur untuk ruangan‐ruangan dengan kepadatan tinggi (seperti ballroom/ruang serba guna, ruang rapat umum, ruang kerja umum, pasar swalayan/supermarket) dilengkapi dengan instalasi sensor gas CO2 sehingga
konsentrasi CO2 di dalam ruangan tidak lebih dari 1.000 ppm. Apabila terdapat
ruang parkir tertutup di dalam gedung harus dilengkapi dengan instalasi sensor pengukur gas CO sehingga konsentrasi CO di dalam ruangan tidak lebih dari 23 ppm. Jika memenuhi salah satu atau kedua poin tersebut, mendapatkan nilai 2.
Gedung rektorat tidak dilengkapi dengan instalasi sensor gas karbon dioksida (CO2). Hal ini terkendala oleh biaya karena harga instalasi tersebut cukup
mahal. Instalasi sensor gas karbon monoksida (CO) pun tidak ada dikarenakan gedung rektorat sendiri tidak menggunakan ruang parkir tertutup didalam gedung sehingga pemakaian instalasi tersebut belum diperlukan. Berdasarkan kondisi tersebut, poin ini mendapatkan nilai 0.
Polutan Fisik dan Kimia (Physical and Chemical Pollutants)
9 1. Apabila hasil pengukuran kualitas udara dalam ruang memenuhi standar gas pencemar sesuai dengan Keputusan Menteri Kesehatan RI nomor 1405/Menkes/SK/XI/2002 tentang Persyaratan Kesehatan Lingkungan Kerja Perkantoran dan Industri akan mendapatkan nilai 2.
2. Kadar debu total ruang sesuai Kepmenkes No. 1405/Menkes/SK/XI/2002 akan mendapatkan nilai 1.
3. Kadar Volatile Organic Compound (VOC) sesuai dengan SNI 19‐0232‐2005 tentang Nilai Ambang Batas (NAB) Zat Kimia di Udara Tempat Kerja, akan mendapatkan nilai 1.
4. Apabila memenuhi butir 1, 2 dan 3, dan kadar formaldehida sesuai dengan SNI 19‐0232‐2005, akan mendapatkan nilai 1.
5. Apabila memenuhi butir 1, 2 dan 3, dan kadar asbes sesuai Kepmenkes No. 1405/Menkes/SK/XI/2002 akan mendapatkan nilai 1.
Nilai maksimal yang akan diperoleh jika semua syarat terpenuhi adalah 6. Pada penelitian ini, pengukuran hanya dilakukan untuk tiga parameter, yaitu Nitrogen dioksida (NO2), Sulfur dioksida (SO2), dan Amonia (NH3).
Tabel 3 Data hasil pengukuran kualitas udara di Gedung AHN Rektorat IPB
No Ruangan Parameter Konsentrasi (mg/m
3)
Ket. Terukur Baku Mutu*
1 Lobby Basement (Lt. 1)
*diolah dari Keputusan Menteri Kesehatan RI nomor 1405/Menkes/SK/XI/2002 tentang Persyaratan Kesehatan Lingkungan Kerja Perkantoran dan Industri.
Pada Tabel 3, terlihat hasil uji laboratorium yang telah dilakukan menunjukkan bahwa konsentrasi NO2, SO2, dan NH3 sangat kecil dan berada
10
telah ditetapkan agar kualitas udara Gedung AHN Rektorat IPB selalu terkontrol. Gedung rektorat mendapatkan nilai 0 untuk poin ini.
Polutan Biologis (Biological Pollutants)
Terdapat dua tolok ukur dalam poin ini. Pertama, pembersihan filter, coil pendingin dan alat bantu VAC (Ventilation and Air Conditioning) sesuai dengan jadwal perawatan berkala mendapatkan nilai 1. Kedua, melakukan pengukuran jumlah bakteri dengan jumlah maksimal kuman 700 koloni /m3 udara dan bebas kuman patogen pada ruangan akan mendapatkan nilai 2. Gedung rektorat telah melakukan perawatan berkala setiap 3 bulan sekali atau pada kondisi tertentu namun belum melakukan pengukuran jumlah bakteri sehingga mendapatkan nilai 1 untuk poin ini.
Kenyamanan Visual (Visual Comfort)
Tolok ukur pada poin ini adalah hasil pengukuran menunjukkan tingkat pencahayaan (iluminasi) di setiap ruang kerja sesuai dengan SNI 03‐ 6197‐2000 tentang Konservasi Energi pada Sistem Pencahayaan. Jika syarat tersebut terpenuhi akan mendapatkan nilai 1. Pengukuran tingkat pencahayaan ini dilakukan pada tiga titik yang berbeda untuk setiap ruangnya. Data hasil pengukuran disajikan pada Lampiran 2. Berdasarkan data tersebut terlihat jelas perbedaan tingkat pencahayaan yang cukup jauh antar ruang di gedung rektorat.
Beberapa ruangan menggunakan lampu sebagai sumber pencahayaannya seharian penuh dan adapula yang memanfaatkan sinar matahari selama setengah hari kerja bahkan seharian penuh sehingga dapat mengurangi penggunaan listrik untuk lampu. Perbedaan tersebut dikarenakan bentuk dari gedung rektorat yang tidak memungkinkan untuk semua ruangan bisa mendapatkan cahaya matahari secara merata. Hal lain yang mempengaruhi adalah adanya gedung-gedung lain dan pepohonan yang berada disekitar gedung rektorat yang menghalangi cahaya masuk kedalam ruangan. Beberapa titik pengukuran menunjukkan tingkat pencahayaan yang tidak sesuai dengan baku mutu, yaitu 1 titik di lobby basement
(lt.1), 1 titik di Ruang Biro Umum (lt.1), 1 titik di Ruang Dit. AP (lt.1), 2 titik di
lobby utama (lt.2), dan 2 titik di Ruang WR RK (lt.2).
Hal tersebut dikarenakan ruangan tersebut tidak mendapatkan cahaya alami yang cukup sehingga dari pagi hingga sore hari harus menggunakan lampu sebagai sumber cahaya. Namun, cahaya dari lampu yang digunakan pun belum mencapai standar dikarenakan posisi lampu yang tidak strategis ataupun daya lampu tidak memadai dan tidak sesuai dengan ukuran ruangan. Untuk Ruang Dit. AP (lt.1) dan Ruang WR RK (lt.2) faktor yang mempengaruhi ketidakcukupan cahaya adalah karena jenis lampu yang digunakan berdaya rendah yaitu lampu esensial 18 watt berbeda dengan ruang kerja lainnya yang menggunakan lampu berdaya tinggi yaitu lampu TL 40 watt. Sedangkan untuk Ruang Biro Umum (lt.1),
lobby basement (lt.1), dan lobby utama (lt.2) ketidakcukupan cahaya dikarenakan adanya penghalang dari segi partisi maupun kolom gedung yang menyebabkan cahaya menyebar tidak merata.
11 yang memiliki daya yang lebih tinggi yaitu lampu TL 40 watt atau lampu esensial 23 watt.
Tingkat Akustik (Acoustic Level)
Tolok ukur pada poin ini adalah hasil pengukuran menunjukkan tingkat bunyi di ruang kerja sesuai dengan SNI 03‐6386‐2000 tentang Spesifikasi Tingkat Bunyi dan Waktu Dengung dalam Bangunan Gedung dan Perumahan (Kriteria Desain yang direkomendasikan). Jika memenuhi syarat SNI 03‐6386‐2000 akan mendapatkan nilai 1.
Tabel 4 Data hasil pengukuran tingkat kebisingan di Gedung AHN Rektorat IPB
No Ruangan Waktu Dengung dalam Bangunan Gedung dan Perumahan.
Hasil pengukuran tingkat kebisingan dalam ruang pada Tabel 4 menunjukkan bahwa hanya ruangan Dit. Sarpras yang memenuhi standar tingkat bunyi yang dianjurkan walaupun mendekati titik maksimal yaitu sebesar 44,6 dBA. Ruang Biro Umum dan lobby lantai 6 telah melewati batas maksimal yaitu sebesar 48,7 dBA dan 50.6 dBA. Pada data diatas, ruang Dit. Sarpras (Lt.3) dan Biro Umum (Lt.1) mengacu pada baku mutu untuk ruang kantor (umum), sedangkan untuk Lobby (Lt.6) mengacu pada baku mutu untuk koridor dan lobi. Gedung rektorat mendapatkan nilai 0 untuk poin ini.
12
Survei Pengguna Bangunan (Building User Survey)
Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam poin ini, yaitu
- Mengadakan survei kenyamanan pengguna gedung antara lain meliputi suhu udara, tingkat pencahayaan ruang, kenyamanan suara, kebersihan gedung dan keberadaan hama pengganggu (pest control). Responden minimal sebanyak 30% dari total pengguna gedung tetap. Mendapatkan nilai 1
- Memenuhi poin 1, dan jika hasil survei menyatakan 60% total responden merasa nyaman mendapatkan nilai 1 atau memenuhi poin 1, dan jika hasil survei menyatakan 80% total responden merasa nyaman mendapatkan nilai 2. - Apabila memenuhi poin 1, dan jika hasil survei pertama menyatakan kurang
dari 60% total responden merasa nyaman, tetapi melakukan tindak lanjut berupa perbaikan dan kemudian melakukan survei kedua sehingga hasil survei menyatakan minimal 80% total responden merasa nyaman. Bernilai 1
Berdasarkan Gambar 1 terlihat bahwa 74,3% pengguna gedung merasa nyaman, dan 25,7% sisanya merasa tidak nyaman. Grafik tersebut diperoleh dari hasil pengisian kuisioner oleh 100 responden (31,8%) dari total 318 pengguna tetap gedung rektorat. Ketidaknyamanan tersebut dikarenakan adanya hama pengganggu, yaitu tikus yang berkeliaran dibeberapa ruang kerja. Hal tersebut telah mendapat tindak lanjut diantaranya penggunaan penjerat dan lem tikus namun tidak kunjung menyelesaikan masalah. Oleh karena itu, gedung rektorat mendapatkan nilai 2. Rekomendasi terkait poin ini adalah menutup celah-celah yang menjadi jalan masuk tikus kedalam ruangan, merapihkan tumpukan berkas-berkas dan kabel yang menjadi incaran tikus, dan melakukan pembasmian agar jumlah tikus tidak semakin meningkat dengan menggunakan alat penjerat dan racun tikus.
Hasil assessment terhadap aspek kualitas dan kenyamanan udara atau IHC menunjukkan bahwa Gedung AHN Rektorat IPB telah memenuhi 35% dari rating
yang ditetapkan greenship atau mendapatkan 7 dari 20 poin. Hasil ini menunjukkan bahwa Gedung AHN Rektorat IPB belum banyak menerapkan
green building aspek kualitas dan kenyamanan udara. Aspek ini sangat penting diaplikasikan karena sangat erat hubungannya dengan kesehatan dan kenyamanan pekerja yang berada dalam Gedung AHN Rektorat IPB. Sehingga diperlukan strategi untuk mengimplementasikan kategori IHC tersebut. Hasil analisis keseluruhan kategori IHC berdasarkan greenship ditunjukkan pada Lampiran 3.
25,7 %
74,3 %
13 Sumber dan Siklus Material
Aspek sumber dan siklus material terdiri atas 3 rating prasyarat dan 5 rating
biasa dengan total nilai maksimal adalah 12 poin. Hasil penilaian terhadap rating
yang ada pada greenship untuk aspek ini, antara lain: Pendingin Utama (Fundamental Refrigerant)
Poin ini adalah poin prasyarat yang pertama. Tolok ukur pada poin ini adalah menggunakan refrigerant non-CFC dan bahan pembersih yang memiliki nilai Ozone Depleting Potential (OPD) kecil yaitu < 1. Gedung rektorat memenuhi syarat ini karena dalam merancang MV AC (Mechanical Ventilation and Air Conditioning) menggunakan refrigerant tipe R22 yang memiliki nilai ODP sebesar 0,05.
Kebijakan Pembelian Bahan (Material Purchasing Police)
Poin ini adalah poin prasyarat kedua. Tolok ukur pada poin ini adalah adanya surat pernyataan yang memuat kebijakan manajemen puncak yang memprioritaskan pembelanjaan semua material yang ramah lingkungan. Prasyarat ini belum terpenuhi oleh pihak rektorat. Dalam hal pembelanjaan material, masih terkendala dalam memilah produk ramah lingkungan. Hal ini dikarenakan pihak luar/vendor tidak menyertakan spesifikasi material produk yang menyatakan material tersebut ramah lingkungan. Rekomendasi untuk poin ini adalah pembuatan surat pernyataan seperti terlampir pada Lampiran 4.
Kebijakan Pengelolaan Limbah (Waste Management Policy)
Poin ini adalah poin prasyarat terakhir. Tolok ukur dalam poin ini meninjau dua hal. Pertama, adanya surat pernyataan yang memuat komitmen manajemen puncak yang mengatur pengelolaan sampah berdasarkan pemisahan, yaitu sampah organik, sampah anorganik, dan sampah yang mengandung B3. Kedua, adanya kampanye dalam rangka mendorong perilaku pemilahan sampah terpisah minimal dengan pemasangan kampanye tertulis secara permanen disetiap lantai, antara lain berupa sticker, poster, dan email. Kedua persyaratan tersebut belum terpenuhi oleh pihak rektorat. Oleh karena itu, disarankan kepada pihak rektorat untuk segera melakukan kampanye tertulis dan membuat surat komitmen manajemen puncak seperti yang terlampir pada Lampiran 5.
Penggunaan Bebas Ods (Non Ods Usage)
Tolok ukur poin ini adalah seluruh sistem pendingin ruangan menggunakan
refrigerant yang memiliki ODP 0 (non CFC dan non HCFC). Jika poin ini terpenuhi akan mendapatkan nilai 2. Gedung rektorat menggunakan refrigerant
14
Praktek Pembelian Bahan (Material Purchasing Practice)
Tolok ukur dalam poin ini adalah adanya dokumen yang menjelaskan pembelanjaan material sesuai dengan kebijakan dalam prasyarat 2, dengan ketentuan penilaian sebagai berikut :
- Paling sedikit 3 dari material yang ditetapkan pada “Daftar material ramah
lingkungan” dalam 6 bulan terakhir mendapatkan nilai 1; atau
- Paling sedikit 5 dari material yang ditetapkan pada “Daftar material ramah
lingkungan” dalam 6 bulan terakhir mendapatkan nilai 2; atau
- Paling sedikit 7 dari material yang ditetapkan pada “Daftar material ramah
lingkungan” dalam 6 bulan terakhir mendapatkan nilai 3.
Tabel 5 Daftar material ramah lingkungan
No. Syarat Material
a. 80% produksi regional berdasarkan total pembelanjaan material keseluruhan.
b. 30% bersertifikat SNI/ISO/ecolabel berdasarkan total pembelanjaan material keseluruhan.
c. 5% material yang dapat didaur ulang berdasarkan total pembelanjaan material keseluruhan.
d. 10% material bekas (reuse) berdasarkan total pembelanjaan material keseluruhan.
e. 2% material terbarukan (renewable) berdasarkan total pembelanjaan material keseluruhan.
f. 30% material modular atau pre fabrikasi berdasarkan total pembelanjaan material keseluruhan.
g. 100% kayu bersertifikat berdasarkan total pembelanjaan material kayu keseluruhan.
h. 2,5% lampu yang tidak mengandung merkuri dari total unit pembelanjaan lampu.
i. Insulasi yang tidak mengandung styrene.
j. Plafond atau partisi yang tidak mengandung asbestos.
k. Produk kayu komposit dan agrifiber beremisi formaldihida rendah. l. Produk cat dan karpet yang beremisi VOC rendah.
Sumber : Green Bulding Council Indonesia. (2012)
Gedung rektorat mendapatkan nilai 1 untuk poin ini. Hal tersebut dikarenakan seluruh material merupakan produk regional yang memenuhi poin a, menggunakan plafond gypsum non-asbestos dan partisi triplex sesuai dengan poin j, dan menggunakan cat vinilex berkadar VOC rendah sesuai poin l. Gedung rektorat tidak lagi membeli material kayu sehingga poin g dan k tidak ada. Lampu yang digunakan merupakan lampu yang mengandung merkuri belum beralih ke lampu LED. Sedangkan untuk poin lainnya tidak dapat diketahui karena pembelanjaan material dilakukan oleh pihak luar/vendor dan tidak menyertakan spesifikasi material produk yang menyatakan ramah lingkungan. Rekomendasi untuk poin ini adalah melakukan pembelanjaan material menggunakan daftar material ramah lingkungan sebagai acuan, baik pembelanjaan yang dilakukan oleh IPB maupun oleh pihak ketiga.
Praktek Pengelolaan Limbah (Waste Management Practice) Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam poin ini, yaitu
15 2. Jika telah melakukan pemilahan sampah organik dan anorganik, melakukan pengelohan sampah organik secara mandiri atau bekerja sama dengan badan resmi pengolahan limbah organik. Mendapatkan nilai 1.
3. Jika telah melakukan pemilahan sampah organik dan anorganik, melakukan pengelohan sampah anorganik secara mandiri atau bekerja sama dengan badan resmi pengolahan limbah anorganik yang memiliki prinsip 3R (Reduce, Reuse, Recycle). Mendapatkan nilai 1.
4. Adanya upaya pengurangan sampah kemasan yang terbuat dari Styrofoam dan
non-food grade plastic. Mendapatkan nilai 1.
5. Adanya upaya penanganan sampah dari kegiatan renovasi ke pihak ketiga minimal 10% dari total anggaran renovasi dalam 6 bulan terakhir. Mendapatkan nilai 1.
Gedung rektorat sudah memiliki SOP mengenai pengelolaan sampah, namun dalam SOP tersebut hanya membahas mengenai pengumpulan dan penyaluran sampah dari sumber (areal kampus IPB) sampai ke TPA tanpa melakukan proses pemilahan terlebih dahulu. Poin 2 sampai 4 belum terpenuhi. Poin 5 mengenai upaya penanganan sampah, sekitar 80% dilakukan oleh pihak ketiga seperti pengumpulan, pengangkutan, dan pendaurulangan material yang masih dapat digunakan, sedangkan untuk material yang sudah tidak dapat digunakan lagi dibuang ke TPA oleh pihak kebersihan IPB. Oleh karena itu, Gedung AHN Rektorat IPB mendapatkan nilai 1 untuk poin ini. Saran yang dapat diberikan adalah membuat SOP pengelolaan limbah seperti yang terlampir pada Lampiran 6, melakukan upaya pengurangan sampah kemasan yang terbuat dari
styrofoam dan non-food grade plastic, pembuatan bak kompos untuk pengolahan sampah organik seperti pada Lampiran 7, dan melakukan kerjasama dengan pihak ketiga pengelola sampah anorganik seperti perusahaan pendaur ulang, pengrajin barang bekas, dan lain sebagainya.
Manajemen Limbah Berbahaya (Hazardous Waste Management)
Tolok ukur pada poin adalah adanya SOP, pelatihan, dan laporan manajemen pengelolaan limbah B3 antara lain lampu, baterai, tinta printer, dan kemasan bekas bahan pembersihdalam 6 bulan terakhir. Pihak rektorat belum memenuhi poin ini sehingga mendapatkan nilai 0. Belum ada SOP khusus mengenai limbah B3. Limbah B3 padat maupun cair dikumpulkan pada tempat penampungan sementara lalu diberikan pada pihak ketiga yaitu PPLI. Saran yang dapat diberikan kepada pihak rektorat adalah membuat SOP pengelolaan limbah seperti yang terlampir pada Lampiran 8, mengadakan pelatihan kepada staf-staf khusus yang akan mengelola limbah B3 tersebut minimal pelatihan cara pengemasan dan penyimpanan sementara limbah B3, dan membuat laporan manajemen pengelolaan agar kegiatan pengelolaan limbah B3 lebih terkontrol dan terlaksana sesuai prosedur.
Pengelolaan Barang Bekas (Management Of Used Good)
16
Milik IPB. Peraturat tersebut mengatur tentang tata cara dan ketentuan penghapusan, pelelangan, dan tindak lanjut penghapusan barang inventaris milik IPB. Barang-barang yang di hapuskan atau di lelang adalah barang bergerak (kendaraan) dan/atau tidak bergerak (furniture, elektronik, dan suku cadang) yang masih dapat dimanfaatkan kembali ataupun dalam keadaan rusak. Kegiatan tersebut selalu dikontrol dan dilaporkan dalam bentuk Laporan Pelaksanaan Penghapusan dan Tindak Lanjut Penghapusan. Oleh karena itu, gedung Rektorat mendapatkan nilai 1.
Hasil assessment terhadap aspek sumber dan siklus material atau MRC menunjukkan bahwa Gedung AHN Rektorat IPB telah memenuhi 25% dari rating
yang ditetapkan greenship atau mendapatkan 3 dari 12 poin. Hasil ini menunjukkan bahwa Gedung AHN Rektorat IPB masih sangat kurang dalam menerapkan green building aspek sumber dan siklus material. Aspek ini sangat penting diaplikasikan karena aspek ini sangat erat kaitannya dalam menjaga kualiatas udara dan lingkungan disekitar Gedung AHN Rektorat IPB. Sehingga diperlukan strategi untuk mengimplementasikan kategori MRC tersebut. Hasil analisis keseluruhan kategori MRC berdasarkan greenship ditunjukkan pada Lampiran 9.
Penilaian terhadap empat aspek lainnya juga telah dilakukan dengan hasil sebagai berikut : aspek tepat guna lahan (appropriate site development/ASD) mencapai 56,25% (9 dari 16 poin), efisiensi energi & refrigeran (energy efficiency & refrigerant/EER) mencapai 30,56% (11 dari 36 poin), konservasi air (water conservation/WAC) mencapai 25% (5 dari 20 poin), dan manajemen lingkungan bangunan (building & enviroment management/BEM) mencapai 61,5% (8 dari 13 poin). Total perolehan poin dari keenam aspek penilaian adalah 36,75% (43 dari 117 poin), sehingga Gedung AHN Rektorat IPB mendapatkan peringkat perunggu dalam sistem penilaian green building GBCI.
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Hasil assessment terhadap penerapan green building pada Gedung AHN Rektorat IPB adalah aspek kualitas dan kenyamanan udara atau IHC memenuhi 35% dari total rating atau mendapatkan 7 dari 20 poin sedangkan aspek sumber dan siklus material atau MRC memenuhi 25% dari total rating atau mendapatkan 3 dari 12 poin. Gedung AHN Rektorat IPB mencapai 36,75% (43 dari 117 poin), sehingga mendapatkan peringkat perunggu dalam sistem penilaian green building
GBCI. Berdasarkan hasil tersebut terlihat bahwa penerapan aspek green building
masing sangat kurang. Evaluasi untuk aspek IHC dan MRC dapat dilakukan oleh pihak Rektorat IPB melalui beberapa rekomendai berikut, yaitu
- Melengkapi SOP dan surat pernyataan komitmen manajemen puncak yang menjadi syarat dan prasayarat green building;
- Menggunakan bahan material ramah lingkungan;
17 - Mengganti lampu berdaya rendah dengan lampu yang memiliki daya yang
lebih tinggi untuk meningkatkan kualitas pencahayaan.
- Pada ruangan dengan tingkat kebisingan diatas baku mutu disarankan untuk menggunakan material kedap suara didalam ruang kerja, membuat ruangan khusus untuk tamu/pengunjung, dan meletakkan tanaman diantara gedung dan jalan.
- Menutup celah-celah yang menjadi jalan masuk tikus kedalam ruangan, merapihkan tumpukan berkas-berkas dan kabel yang menjadi incaran tikus, dan melakukan pembasmian agar jumlah tikus tidak semakin meningkat dengan menggunakan alat penjerat dan racun tikus.
Saran
Perlu dilakukan kajian yang lebih rinci dari setiap kategori yang telah ditetapkan untuk mewujudkan green building di Gedung AHN Rektorat IPB. Pada
assassement berikutnya disarankan untuk melakukan pengukuran jumlah bakteri dan kualitas udara dengan parameter yang lebih lengkap sesuai dengan rating tool greenship. Data primer yang pengambilannya dalam waktu yang relatif cepat dan tanpa biaya seperti pengukuran pencahayaan, laju udara ventilasi, dan kebisingan, sebaiknya dilakukan lebih dari sekali untuk mendapkan hasil yang lebih akurat.
DAFTAR PUSTAKA
[BSN] Badan Standarisasi Nasional. 2000. SNI 03‐6386‐2000. Spesifikasi Tingkat Bunyi dan Waktu Dengung dalam Bangunan Gedung dan Perumahan.
[BSN] Badan Standarisasi Nasional. 2000. SNI 03 6197-2000. Konservasi Energi pada Sistem Pencahayaan.
[BSN] Badan Standarisasi Nasional. 2001. SNI 03‐6572‐2001. Tata Cara Ventilasi dan Sistem Pengkondisian Udara pada Bangunan Gedung.
[BSN] Badan Standarisasi Nasional. 2005. SNI 19‐0232‐2005. Nilai Ambang Batas (NAB) Zat Kimia di Udara Tempat Kerja.
Green Bulding Council Indonesia. Ringkasan Tolok Ukur Version 1.0. GBCI. Jakarta. 2012.
Iqbal et al. 2014. Rancangan Aplikator Kompos untuk Tebu Lahan Kering. Jurnal Keteknikan Pertanian Vol. 28.
Kementeri Kesehatan Republik Indonesia. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1405/Menkes/SK/XI/2002 tentang Persyaratan Kesehatan Lingkungan Kerja Perkantoran dan Industri. 2002.
Satwiko, Prastowo. 2009. Fisika Bangunan. Yogyakarta: ANDI.
18
Lampiran 1 Data hasil pengukuran laju udara ventilasi di Gedung AHN Rektorat IPB
Laju Udara Ventilasi Mekanis
No Ruangan Pengkondisian Udara pada Bangunan Gedung.
** AC 1 PK CFM 381 dan AC 2 PK CFM 579
Berdasarkan persamaan (2), contoh perhitungannya sebagai berikut :
ACR Biro Umum (Lt.1) = 60 x ((2 x 381) + (2 x 579)) feet3/menit / 8418,92 feet3 = 60 x 1920 feet3/menit / 8418,92 feet3
19 Lampran 1 Lanjutan
Laju udara ventilasi No Ruangan Kapasitas
Ruang
V (m/detik)
Laju udara ventilasi Kebutuhan udara*
*diolah dari SNI 03‐6572‐2001 tentang Tata Cara Ventilasi dan Sistem Pengkondisian Udara pada Bangunan Gedung.
Berdasarkan persamaan (1), contoh perhitungannya sebagai berikut : Q Biro keuangan (lt.3) = 0,35 x 1,1115 m2 x 0,75 m/detik
= 0.2918 m3/detik = 0,0049 m3/menit Laju udara ventilasi pada kondisi lain
Ruangan Kapasitas
*Kecepatan angin rata-rata Kabupaten Bogor. Sumber : Buku Putih Sanitasi Kabupaten Bogor **Kecepatan angin maksimal di area Gedung AHN Rektorat IPB
21 Lampiran 2 Lanjutan
No Ruangan Titik
Tingakat Pencahayaan
(lux) Sumber
Cahaya Ket.
Terukur Baku Mutu*
13 R. Arsip (Lt.4)
1 333.00 150 Alami SESUAI
2 287.47 150 Campuran SESUAI
3 265.21 150 Campuran SESUAI
14 LPPM (Lt.5)
1 359.14 350 Campuran SESUAI
2 396.16 350 Campuran SESUAI
3 688.30 350 Alami SESUAI
15 Dit. Riset & Inovasi (Lt.5)
1 504.69 350 Campuran SESUAI
2 479.48 350 Campuran SESUAI
3 447.71 350 Campuran SESUAI
16
LPPM bag. Program
(Lt.5)
1 439.01 350 Campuran SESUAI
2 402.54 350 Campuran SESUAI
3 429.10 350 Campuran SESUAI
17 Lobby (Lt.6)
1 879.30 100 Alami SESUAI
2 947.30 100 Alami SESUAI
3 308.00 100 Alami SESUAI
22 Lampiran 3 Hasil analisis kriteria green building aspek kualitas dan kenyamanan udara pada Gedung AHN Rektorat IPB
KODE RATING TOLOK UKUR NILAI EVALUASI REKOMENDASI
NILAI MAKS. HASIL
P 1 No Smoking
Campaign
Adanya surat pernyataan yang memuat komitmen dari manajemen puncak untuk mendorong minimalisasi aktifitas merokok dalam gedung.
P
P
Terpenuhi
Adanya kampanye dilarang merokok yang mencakup dampak negatif dari merokok terhadap diri sendiri dan lingkungan dengan minimal pemasangan kampanye tertulis secara permanen di setiap lantai, antara lain berupa: stiker, poster,
email .
P Terpenuhi
IHC 1 Outdoor Air
Introduction
Kualitas udara ruangan yang menunjukan adanya introduksi udara luar minimal sesuai dengan SNI 03‐6572‐2001 tentang Tata Cara Ventilasi dan Sistem Pengkondisian Udara pada Bangunan Gedung.
2 2 2
IHC 2
Environmental Tobacco Smoke
Control
Dilarang merokok di seluruh area gedung dan tidak menyediakan bangunan/area khusus di dalam gedung untuk merokok. Apabila menyediakan area khusus merokok di luar gedung harus berjarak minimal 5 m dari pintu masuk, tempat masuknya udara segar dan bukaan jendela dengan tindak lanjut prosedur pemantauan, dokumentasi dan sistem tanggap terhadap larangan merokok.
23 Lampiran 3 Lanjutan
KODE RATING TOLOK UKUR NILAI EVALUASI REKOMENDASI
NILAI MAKS. HASIL
IHC 3 CO2 and CO Monitoring
Ruangan‐ruangan dengan kepadatan tinggi (seperti ballroom/ruang serba guna, ruang rapat umum, ruang kerja umum, pasar swalayan/supermarket) dilengkapi dengan instalasi sensor gas karbon dioksida (CO
2) yang memiliki mekanisme untuk mengatur jumlah ventilasi udara luar sehingga konsentrasi CO
2 di dalam ruangan tidak lebih dari 1.000 ppm. Sensor diletakkan 1,5 m di atas lantai dekat
return air grille.
2
2 0
Menyediakan sensor CO
2 untuk ruangan‐ruangan dengan kepadatan tinggi (seperti ballroom/ruang serba guna, ruang rapat umum, ruang kerja umum, pasar swalayan/supermarket) dan menyediakan sensor CO jika ada parkir tertutup di dalam gedung Atau
Ruang parkir tertutup di dalam gedung dilengkapi dengan instalasi sensor gas karbon monoksida (CO) yang memiliki mekanisme untuk mengatur jumlah ventilasi udara luar sehingga konsentrasi CO di dalam ruangan tidak lebih dari 23 ppm. Sensor diletakkan 50 cm di atas lantai dekat exhaust grille.
2
Apabila hasil pengukuran kualitas udara dalam ruang memenuhi standar gas pencemar sesuai Keputusan Menteri Kesehatan RI nomor 1405/Menkes/SK/XI/2002 tentang Persyaratan Kesehatan Lingkungan Kerja Perkantoran dan Industri.
2
6
0
Melakukan pengukuran kualitas udara untuk lima parameter sesuai dengan ketentuan.
2 Kadar debu total ruang sesuai Kepmenkes No.
1405/Menkes/SK/XI/2002. 1 0
Melakukan pengukuran dan pemantauan kadar debu total.
3
Kadar Volatile Organic Compound (VOC) sesuai dengan SNI 19‐0232‐2005 tentang Nilai Ambang Batas (NAB) Zat Kimia di Udara Tempat Kerja.
1 0
Melakukan pengukuran dan pemantauan kadar VOC.
4 Apabila memenuhi butir 1,2, dan 3; dan kadar formaldehida
sesuai SNI 19-0232-2005. 1 0
Melakukan pengukuran dan pemantauan kadar formaldehida.
5 Apabila memenuhi butir 1,2, dan 3; dan kadar asbes sesuai
Kepmenkes No. 1405/Menkes/SK/XI/2002. 1 0
24 Lampiran 3 Lanjutan
KODE RATING TOLOK UKUR NILAI EVALUASI REKOMENDASI
NILAI MAKS. HASIL
IHC 5 Biological
Pollutant
Pembersihan filter, coil pendingin dan alat bantu VAC (Ventilation and Air Conditioning) sesuai dengan jadwal perawatan berkala untuk mencegah terbentuknya lumut dan jamur sebagai tempat berkembangnya mikroorganisme. Jadwal perawatan sesuai dengan standar panduan pabrik.
1
3 1
Melakukan pengukuran dan pemantauan jumlah bakteri.
Melakukan pengukuran jumlah bakteri dengan jumlah maksimal kuman 700 koloni /m3 udara dan bebas kuman patogen pada ruangan yang ditentukan GBCI (berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan RI No.1405/Menkes/SK/XI/2002 tentang Persyaratan Kesehatan Lingkungan Kerja Perkantoran dan Industri).
2
IHC 6 Visual Confort
Hasil pengukuran menunjukkan tingkat pencahayaan (iluminasi) di setiap ruang kerja sesuai dengan SNI 03 6197-2000 tentang Konservasi Energi pada Sistem Pencahayaan.
1 1 0
- Merubah tata letak lampu agar tidak terhalang partisi untuk sampai ke meja kerja ataupun terhalang kolom gedung untuk sampai ke sudut-sudut lobi;
- Mengganti lampu berdaya rendah dengan lampu yang memiliki daya yang lebih tinggi yaitu lampu TL 40 watt atau lampu esensial 23 watt.
IHC 7 Acoustic Level
Hasil pengukuran menunjukkan tingkat bunyi di ruang kerja sesuai dengan SNI 03‐6386‐2000 tentang Spesifikasi Tingkat Bunyi dan Waktu Dengung dalam Bangunan Gedung dan Perumahan (Kriteria Desain yang direkomendasikan).
1 1 0
- Menggunakan material kedap suara didalam ruang kerja;
- Membuat ruangan khusus untuk tamu/pengunjung; dan
25 Lampiran 3 Lanjutan
KODE RATING TOLOK UKUR NILAI EVALUASI REKOMENDASI
NILAI MAKS. PEROLEHAN
IHC 8 Building User
Survey
1 Mengadakan survei kenyamanan pengguna gedung antara lain meliputi suhu udara, tingkat pencahayaan ruang, kenyamanan suara, kebersihan gedung dan keberadaan hama pengganggu (pest control). Responden minimal sebanyak 30% dari total pengguna gedung tetap.
1
3
1
- Menutup celah-celah yang menjadi jalan masuk tikus kedalam ruangan;
- Merapihkan tumpukan berkas-berkas dan kabel yang menjadi incaran tikus; dan melakukan pembasmian agar jumlah tikus tidak semakin meningkat dengan menggunakan alat penjerat dan racun tikus. 2A Memenuhi poin 1, dan jika hasil survei
menyatakan 60% total responden merasa nyaman.
1
1 atau
2B Memenuhi poin 1, dan jika hasil survei menyatakan 80% total responden merasa nyaman.
2
Apabila memenuhi poin 1, dan jika hasil survei pertama menyatakan kurang dari 60% total responden merasa nyaman, tetapi melakukan tindak lanjut berupa perbaikan dan kemudian melakukan survei kedua sehingga hasil survei menyatakan minimal 80% total responden merasa nyaman.
1 0
26
Lampiran 4 Contoh surat pernyataan yang memuat kebijakan manajemen puncak mengenai pembelanjaan material ramah lingkungan
MANAJEMEN PUNCAK
PEMBELANJAAN MATERIAL RAMAH LINGKUNGAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Institut Pertanian Bogor sebagai salah satu perguruan tinggi terkemuka di Indonesia. Membenarkan bahwa pemilihan material bahan bangunan yang tepat berperan besar dalam menghasilkan bangunan berkualitas ramah lingkungan. Material yang baik dan berkualitas tidak merusak kualitas lingkungan sekitar
Kebijakan ini disusun dengan tujuan untuk menciptakan bangunan yang ramah lingkungan di area kampus IPB. Oleh karena itu, diberlakukan ketentuan berikut :
1. Pembelanjaan semua material haruslah yang bersifat ramah lingkungan, yaitu : a. Produksi regional;
b. Bersertifikat SNI/ISO/ecolabel;
c. Material yang dapat didaur ulang (recycle); d. Material bekas (reuse);
e. Material terbarukan (renewable); f. Material modular atau pre fabrikasi; g. Kayu bersertifikasi;
h. Lampu yang tidak mengandung merkuri; i. Insulasi yang tidak mengandung styrene;
j. Plafond atau partisi yang tidak mengandung asbestos;
k. Produk kayu komposit dan agrifiber beremisi formaldehyde rendah; dan l. Produk cat dan karpet yang berimisi voc rendah.
2. Pembelanjaan material baik oleh IPB maupun pihak ketiga haruslah berpatokan pada poin 1.
Demikian kebijakan ini dibuat untuk dipatuhi bersama, terima kasih.
Bogor,
27 Lampiran 5 Contoh surat pernyataan yang memuat kebijakan manajemen puncak
mengenai pengelolaan sampah berdasarkan pemilahan
MANAJEMEN PUNCAK
PENGELOLAAN DAN PEMILAHAN SAMPAH
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Institut Pertanian Bogor sebagai salah satu perguruan tinggi terkemuka di Indonesia. Membenarkan bahwa sampah merupakan material sisa yang tidak diinginkan setelah berakhirnya suatu proses. Keberadaan sampah yang tidak terkontrol dapat mengurangi keindahan dan menjadi sumber penyakit. Oleh karena itu, diperlukan pengelolaan sampah secara menyeluruh, terpadu, dan berkesinambungan.
Kebijakan ini disusun dengan tujuan untuk menciptakan lingkungan Gedung AHN Rektorat IPB yang bersih dan sehat dengan pengelolaan sampah yang baik dan benar. Oleh karena itu, diberlakukan ketentuan berikut :
1. Menyediakan tempat sampah untuk jenis sampah yang berbeda, yaitu : a. Sampah organik (hijau);
b. Sampah anorganik (kuning); dan c. Sampah B3 (merah).
2. Memberikan label keterangan jenis sampah pada masing-masing wadah. 3. Setelah pengumpulan, sampah organik dapat diolah menjadi kompos, sampah
anorganik yang masih berguna dapat diberikan ke pihak ketiga untuk didaur ulang, sampah anorganik yang sudah tidak bernilai ekonomis dapat dibuang ke TPA, dan sampah B3 dapat di angkut ke TPS LB3 IPB untuk di proses lebih lanjut.
Demikian kebijakan ini dibuat untuk dipatuhi bersama, terima kasih.
Bogor,
28
Lampiran 6 Contoh SOP pemilahan sampah
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
DOKUMEN LEVEL
Prosedur Operasional Baku
KODE :
JUDUL
PENGELOLAAN DAN PEMILAHAN SAMPAH
TANGGAL DIKELUARKAN
AREA
Direktorat Biro Umum NO.REVISI :
SOP PENGELOLAAN DAN PEMILAHAN SAMPAH PENGERTIAN
Proses pemilahan sampah yaitu suatu tatacara yang dilakukan untuk memisahkan sampah yang berbeda jenis ke tempat yang berbeda, jenis sampah, yaitu sampah organik, anorganik, dan B3. Proses pengelolaan sampah adalah pengumpulan sampah berdasarkan jenisnya di unit kerja - Pengolahan sampah organik menjadi pupuk kompos - Pembuangan sampah non organik dari unit kerja TPA Cikabayan lalu ke TPA Galuga- Pengumpulan sampah B3 di TPS LB3 IPB lalu di serahkan ke pihak ketiga (PPLI).
TUJUAN
Sebagai pedoman dan tata cara pembuangan sampah bagi unit yang melaksanakan pengelolaan sampah, dan semua unit kerja mengetahui proses pengelolaan dan ikut melakukan proses pemilahan sampah yang setiap hari diproduksi.
RUANG LINGKUP 1. Lingkup kegiatan :
a. Pengumpulan sampah di masing-masing unit kerja dari tempat pembuangan akhir (TPA) masing-masing unit kerja oleh petugas kebersihan init kerja;
b. Pengangkutan sampah dari TPA unit kerja ke TPA Cikabayan; c. Pemilahan sampah organik dan non organik;
d. Pengangkutan sampah non organik dari TPA Cikabayan ke TPA Galuga oleh Dinas Kebersihan Kabupaten Bogor.
2. Lingkup Pengelolaan :
a. Pengumpulan sampah di lingkungan unit kerja dilaksanakan dan menjadi tanggungjawab unit kerja masing-masing;
b. Butir 1.b.c.d. adalah tanggungjawab Dit. Biro Umum. PROSEDUR PEMILAHAN
1. Di dalam maupun di luar ruangan disediakan tempat sampah yang berbeda untuk sampah organik (hijau), anorganik (kuning), dan B3 (merah).
29 Lampiran 7 Rekomendasi bak kompos
Bak Komposter Tipe Tanam
Bak Komposter Kubus
Dimensi bak penampung kompos menurut Iqbal (2014) ditentukan dengan jumlah beban angkut maksimal yang dikehendaki yaitu 780 kg atau dengan volume 2,3 m3. Berikut dimensi detail dari bak penampung kompos:
30
Lampiran 8 Contoh SOP pengelolaan limbah B3
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
DOKUMEN LEVEL
Prosedur Operasional Baku
KODE :
JUDUL
IZIN TEMPAT PENYIMPANAN SEMENTARA LIMBAH BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN
(TPS LB3)
TANGGAL DIKELUARKAN
AREA
Direktorat Biro Umum NO.REVISI :
Petunjuk :
1. Pemohon mengajukan surat kepada Kepala Badan Lingkungan Hidup Daerah Kota Bogor dilengkapi dengan : Dokumen Lingkungan, Akte Pendirian Universitas, dan Izin Lokasi.
2. Tim Verifikasi BLHD Kota Bogor melakukan verifikasi ke lapangan, dengan memeriksa:
Jenis limbah B3 yang dikelola Jumlah limbah B3
Karakteristik per jenis limbah bahan berbahaya dan beracun (LB3)
Desain kontruksi tempat pengelolaan limbah bahan berbahaya dan beracun dengan Syarat :
o Bangunan diberi papan nama
o Pemberian simbol Limbah B3 sesuai dengan karakteristik limbah B3 yang disimpan
o Limbah B3 terlindungi dari hujan dan matahari (mempunyai atap) o Ada ventilisasi
o Ada SOP Penyimpanan
Flowsheet lengkap proses pengelolaan LB3
Uraian jenis dan specifikasi teknis pengelolaan dan peralatan yang digunakan.
Perlengkapan sistem tanggap darurat, yaitu ada Apart, SOP Tanggap darurat, dan Kotak P3K.
Tata letak saluran drainase untuk pengumpulan limbah bahan berbahaya dan beracun. Memiliki saluran dan bak penampungan tumpahan (jika menyimpan Limbah B3) serta lantainya kedap air
3. Setelah Pemohon melengkapi persyaratan yang diajukan oleh Tim Verifikasi dari BLHD Kota Makassar, maka pemohon menghubungi kembali Tim Verifikasi BLHD Kota Makassar, untuk melakukan verifikasi ulang.
4. Tim verifikasi kembali melakukan evaluasi untuk mengetahui apakah syarat yang telah ditentukan telah dipenuhi oleh pemohon.
31 Lampiran 8 Lanjutan
DASAR HUKUM TPS LB3
1. Peraturan pemerintah republik indonesia nomor 74 tahun 2001 tentang pengelolaan limbah bahan berbahaya dan beracun
2. Peraturan pemerintah republik indonesia nomor 18 tahun 1999 tentang pengelolaan limbah bahan beracun
3. Peraturan pemerintah republik indonesia nomor 85 tahun 1999 tentang perubahan atas peraturan pemerintah nomor 18 tahun 1999 tentang pengelolaan limbah bahan berbahaya dan beacun.
4. Peraturan menteri negara lingkungan hidup nomor 33 tahun 2009 tentang tata cara pemulihan lahan terkontaminasi limbah bahan berebahaya dan beracun 5. Peraturan menteri negara lingkungan hidup nomor 30 tahun 2009 tentang tata
laksana perizinan dan pengawasan pengelolaan limbah bahan beracun serta pengawasan pemulihan tentang akibat pencemaran limbah bahan berbahaya dan beracun olegh pemerintah daerah
6. Tata laksana pengawasan pelaksanaan pemulihan akibat pencemaran limbah bahan berbahaya dan beracun peraturan menteri negara lingkungan hidup nomor: 02 tahun 2008 tentang pemanfaatan limbah bahan berbahaya dan beracun
7. Peraturan menterinegara lingkungan hidup nomor 03 tahun 2008 tentang tata cara pemberian simbol dan label bahan berbahaya dan beracun