• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penilaian Kriteria Green Building Pada Bangunan Gedung Rumah Sakit Universitas Sumatera Utara

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Penilaian Kriteria Green Building Pada Bangunan Gedung Rumah Sakit Universitas Sumatera Utara"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

1

Penilaian Kriteria Green Building Pada Bangunan Gedung

Rumah Sakit Universitas Sumatera Utara

Nanda Firnando1, Syahrizal2 dan Andi Putra Rambe3 1

Departemen Teknik Sipil, Universitas Sumatera Utara (USU) Jl. Perpustakaan, Kampus USU Medan 20155 INDONESIA

E-mail: nandafirnando@ymail.com

2

Staf Pengajar Departemen Teknik Sipil, Universitas Sumatera Utara (USU) Jl. Perpustakaan, Kampus USU Medan 20155 INDONESIA

E-mail: rizal_ar@ymail.com

3

Staf Pengajar Departemen Teknik Sipil, Universitas Sumatera Utara (USU) Jl. Perpustakaan, Kampus USU Medan 20155 INDONESIA

E-mail: Andyputrarambe@gmail.com

Abstrak

Isu yang sedang dihadapi oleh masyarakat global pada saat ini adalah isu pemanasan global yang diyakini oleh peneliti disebabkan oleh kegiatan pembangunan. Saat ini, setiap rangkaian kegiatan pembangunan mempunyai potensi dampak negatif terhadap lingkungan sehingga diperlukan kesadaran dan pengetahuan bagi pelaku konstruksi dalam meminimalkan pengaruh negatif tersebut. Salah satu solusi yang dapat dilakukan para pelaku konstruksi dalam membangun diantaranya adalah menerapkan konsep Green Building.

Dengan Adanya program Eco-campus yang sedang berkembang di Indonesia sebagai dukungan terhadap peduli lingkungan, memacu berbagai perguruan tinggi untuk mewujudkannya, termasuk di Universitas Sumatera Utara (USU). Meski di awal pembangunan bangunan-bangunan di USU tidak dirancang sesuai kriteria green building, namun secara sekilas penerapan konsep tersebut dapat dilihat meski hasilnya belum maksimal seperti yang diharapkan. Oleh karena itu, perlu dilakukan evaluasi terhadap bangunan untuk mengetahui sudah sejauh mana penerapan kriteria green building pada bangunan tersebut agar dapat dijadikan langkah awal program Eco-campus kedepannya.

Penulisan penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hasil pengukuran kriteria green building berdasarkan standar Greenship-GBCI pada gedung dengan cara melakukan pengamatan langsung dan wawancara verifikasi. Berdasarkan data yang terkumpul dan perhitungan yang telah dilakukan pada Gedung Rumah Sakit USU terhadap 41 kriteria Greenship, gedung memperoleh total poin sebesar 48 poin dari 117 poin maksimal. Dengan demikian, gedung dianggap telah memenuhi kriteria sebagai gedung terbangun yang menerapkan konsep Green Building sesuai perangkat penilaian dari GBCI Dan memiliki nilai standar minimum pemenuhan rating sebesar 47 poin untuk peringkat Perak (Silver).

Kata Kunci: Bangunan Hijau, Greenship-GBCI, Gedung Rumah Sakit USU

Abstract

The issues being faced by the global community at this point is the issue of

global warming that is believed by researchers due to development activities. Currently,

each set of development activities have the potential negative impact on the environment

so that the necessary awareness and knowledge for the construction actors in minimizing

the negative effects. One solution could be the construction actors in building them is to

apply the concept of Green Building.

With the presence of Eco-campus program that is growing in Indonesia in

support of environmental awareness, spur universities to make it happen, including in

North Sumatra University (USU). Although at the beginning of the construction of

buildings at USU are not designed according to the criteria of green building, but at a

glance the application of the concept can be seen though the results have not been up as

expected. Therefore, it is necessary to evaluate the building to determine the extent to

(2)

2

which the application of the criteria of green building in the building that can be used as

an initial step Eco-campus program in the future.

Writing this study aims to determine the measurement result based on the

criteria of green building standards Greenship-GBCI to the building by means of direct

observation and interviews verification. Based on the data collected and calculations have

been carried out on the building's Hospital Greenship USU against 41 criteria, buildings

earn points total of 48 points out of a maximum 117 points. Thus, the building is deemed

to have met the criteria as the building awoke to apply the concept of Green Building

appropriate assessment tools of GBCI and has a value of minimum standards compliance

rating of 47 points to rank Silver (Silver).

Keywords: Green Buildings, Greenship-GBCI, USU Hospital Building

1. PENDAHULUAN

Belakangan ini, tingkat kesadaran global terhadap lingkungan hidup semakin besar. Salah satu yang menjadi perhatian, termasuk di Indonesia, adalah isu pemanasan global. Penyebab pemanasan global diantaranya adalah efek rumah kaca, yaitu suatu fenomena dimana gelombang pendek radiasi matahari menembus dan berubah menjadi gelombang panjang ketika mencapai permukaan bumi yang kemudian sebagian gelombang tersebut memantul kembali ke atmosfer. Namun tidak seluruh gelombang yang dipantulkan itu dilepaskan ke luar angkasa. Hal ini bukan dikarenakan adanya bangunan-bangunan kaca yang terlalu banyak di daerah perkotaan, tapi lebih dikarenakan oleh emisi karbon yang terlalu banyak di angkasa sehingga menyulitkan panas memantul kembali ke luar angkasa. Efek rumah kaca sebenarnya dibutuhkan oleh makhluk hidup yang ada di bumi, karena tanpanya planet ini akan menjadi sangat dingin, namun sebaliknya, apabila gas-gas dari efek rumah kaca tersebut telah berlebihan di atmosfer maka akan mengakibatkan pemanasan global.

Sebagai informasi, secara global Indonesia berada di urutan ke lima dalam menghasilkan emisi gas rumah kaca atau sekitar 4,63% (World Resources Institue, 2005). Meski emisi gas rumah kaca itu tidak sepenuhnya berasal dari dampak pembangunan, namun upaya dalam meminimalkan fenomena tersebut harus tetap dioptimalkan dalam industri konstruksi. Saat ini, di kota-kota besar seperti Kota Medan sedang marak oleh berbagai aktivitas pembangunan guna mendukung pembangunan ekonomi sehingga membutuhkan banyak bangunan baru untuk mengembangkan ekonominya. Contohnya pembangunan pusat-pusat bisnis, gedung perkantoran, gedung pendidikan, dan sebagainya. Apabila pembangunan infrastruktur - infrastruktur tersebut terus dibangun tanpa mempertimbangkan atau memperhatikan kondisi lingkungan seperti ketepatan penggunaan lahan, pemakaian energi (listrik) dan air serta penggunaan material bangunan tentu akan berdampak pada kualitas hidup di sekitarnya. Hal tersebutlah yang dianggap memiliki peran besar terhadap meningkatnya pemanasan global, sehingga kesadaran dan pengetahuan pelaku konstruksi terhadap pengaruh keberadaan bangunan itu sangat dibutuhkan.

Dalam menangani kondisi itu, muncul konsep green building sebagai solusi. Green building adalah konsep bangunan dimana struktur dan prosesnya dibangun secara bertanggung jawab terhadap lingkungan dan sumber daya dengan seefisien mungkin di seluruh siklus bangunan, mulai dari saat memilih tempat, mendesain, melakukan konstruksi, menggunakan, memelihara, merenovasi hingga menata ulang bangunan guna mengurangi bahkan menghilangkan dampak negative keberadaan bangunan terhadap lingkungan hidup sekitarnya tanpa mengurangi kualitas lingkungan dan kualitas hidup manusia. Konsep ini tidak diaplikasikan untuk bangunan baru saja, namun juga dapat diaplikasikan untuk bangunan yang sudah terbangun. Artinya, bangunan ini dibangun dengan tidak terkonsep green sejak awal meski tanpa disadari pengaplikasian standar green building sudah diterapkan pada bangunan. Memaksimalkan penerapan konsep.

(3)

3

2. LANDASAN TEORI

2.1 Definisi dan Terminologi Green Building

Menurut Green Building Council Indonesia/GBCI (2010), green building adalah bangunan yang dimana sejak mulai dalam tahap perencanaan, pembangunan, pengoperasian hingga dalam operasional pemeliharaannya memperlihatkan aspek-aspek dalam melindungi, menghemat, serta mengurangi penggunaan sumber daya alam, menjaga mutu dari kualitas udara di ruangan, dan memperhatikan kesehatan penghuninya yang semuanya berpegang pada kaidah pembangunan yang berkesinambungan.

Menurut Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 8 Tahun 2010 tentang Kriteria dan Sertifikasi Bangunan Ramah Lingkungan Bab I Pasal 1, bangunan ramah lingkungan (green building) adalah suatu bangunan yang menerapkan prinsip lingkungan dalam perancangan, pembangunan, pengoperasian, dan pengelolaannya dan aspek penting penanganan dampak perubahan iklim.Prinsip lingkungan yang dimaksud adalah prinsip yang mengedepankan dan memperhatikan unsur pelestarian fungsi lingkungan.

.

2.2

Sistem Rating Greenship untuk Gedung Terbangun Versi 1.0 (Greenship Rating

Tools for Existing Building Version 1.0)

Penyusunan Greenship ini didukung oleh World Green Building Council dan dilaksanakan oleh Komisi Rating dari GBCI, terdiri dari 6 (enam) kategori dengan total kriteria prasyarat sebanyak 10 kriteria dan kriteria kredit sebanyak 41 kriteria. Enam kategori Greenship yang dimaksud, yaitu:

1. Tepat Guna Lahan (Appropriate Site Development/ ASD)

2. Efisiensi dan Konservasi Energi (Energy Efficiency and Conservation/ EEC) 3. Konservasi Air (Water Conservation/ WAC)

4. Sumber dan Siklus Material (Material Resources and Cycle/ MRC)

5. Kesehatan dan Kenyamanan dalam Ruang (Indoor Health and Comfort/ IHC) 6. Manajemen Lingkungan Bangunan (Building Environment Management/ BEM)

2.3 Sistem Rating

Menurut GBCI (2010), rating adalah bagian dari kategori, berisi muatan apa saja yang dinilai, tolok ukur apa saja yang harus dipenuhi, dan berapa nilai poin yang terkandung di dalamnya. (Selanjutnya rating disebut kriteria).

Menurut GBCI (2012), ada 3 (tiga) jenis kriteria berbeda yang terdapat dalam Greenship, yaitu:

a. Kriteria prasyarat adalah kriteria yang ada di setiap kategori dan harus dipenuhi sebelum dilakukannya penilaian lebih lanjut berdasarkan kriteria kredit dan kriteria bonus. Apabila salah satu prasyarat tidak dipenuhi, maka kriteria kredit dan kriteria bonus dalam kategori yang sama dari gedung tersebut tidak dapat dinilai. Kriteria prasyarat ini tidak memiliki nilai seperti kriteria lainnya.

b. Kriteria kredit adalah kriteria yang ada di setiap kategori dan tidak harus dipenuhi. Pemenuhan kriteria ini tentunya disesuaikan dengan kemampuan gedung tersebut. Bila kriteria ini dipenuhi, gedung yang bersangkutan mendapat nilai dan apabila tidak dipenuhi, gedung yang bersangkutan tidak akan mendapat nilai.

c. Kriteria bonus adalah kriteria yang hanya ada pada kategori tertentu yang memungkinkan pemberian nilai tambahan. Hal ini dikarenakan selain kriteria ini tidak harus dipenuhi, pencapaiannya dinilai cukup sulit dan jarang terjadi di lapangan.

2. METODOLOGI PENELITIAN

Adapun Data Primer yang di butuhkan dapat di peroleh dengan cara pengamatan langsung bangunan Rumah Sakit Universitas Sumatera Utara dan menggunakan alat ukur seperti GPS dan Four In One serta dengan cara Wawancara terhadap narasumber yaitu dengan Dr. Achmad Delianur Naution, ST,MT. (Direktur Sarpras Medik & Pelayanan Penunjang RS USU), Secara keseluruhan flowchart penelitianya adalah:

(4)

4

Gambar 2.1 Diagram Alir Penelitian

Kesimpulan dan Saran Pengolahan dan Analisis Data - Peralatan pengukuran (Four in One)

- Software (Microsoft Excel 2010, Autocad2007) Studi Literatur

Pemilihan Strategi Penelitian

Penyusunan Instrumen Penelitian

Survey Pendahuluan

Pengumpulan Data

Data Primer

- Pengamatan dan pengukuran di lapangan (berdasarkan metode terlampir)

- Wawancara personel

Data Sekunder - Dokumen pendukung

Hasil Penelitian - Software (Microsoft Excel

2010, Autocad 2007)

Penilaian Kriteria Green Building Pada Bangunan Gedung (Studi Kasus: Gedung RS-USU)

(5)

5

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Kondisi Eksisting Gedung Rumah Sakit Universitas Sumatera Utara (Gedung RS USU)

Gedung RS USU terletak di pusat kota, Jl. Dr. T. Mansur, Medan, Sumatera Utara, berseberangan dengan Kampus Universitas Sumatera Utara, disebarang nya adalah komplek Taman Hewan USU, Bank BNI, dan Gedung Auditorium. Bangunan gedung ini termasuk ke dalam kategori bangunan terbangun (existing building) karena telah berdiri lebih dari 5 tahun.Gedung yang memiliki 5 lantai pada bangunan utama ini memiliki luas lantai keseluruhan kurang lebih 52.200 m2 ini diresmikan oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI pada tahun 2016.

4.2 Syarat Kelayakan Bangunan

Sebuah gedung harus memenuhi kelayakan sebelum dilakukan proses penilaian. Kelayakan ini ditetapkan di dalam Greenship untuk Gedung Terbangun berdasarkan pada Undang-Undang maupun peraturan yang telah ditetapkan oleh pemerintah. Yang harus dipenuhi tersebut antara lain:

4.2.1 Luas Gedung RS-USU

Luas Gedung RS USU keseluruhan adalah 52.200 m2dengan perincian seperti pada Tabel 4.1 berikut ini:

Tabel 4.1. Luas Gedung R.S USU Lantai Luas (m2) I 11.000 II 10.000 III 10.000 IV 10.000 V 9.200

Sumber: Data Sekunder, 2016

4.2.2 Fungsi Gedung Sesuai dengan Peruntukan Lahan Berdasarkan RT/RW setempat

Berdasarkan Undang-Undang No. 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung, Pasal 6 ayat (1) Pemerintah mewajibkan bangunan gedung dengan fungsi sosial dan budaya harus sesuai dengan peruntukan lokasi yang diatur dalam Peraturan Daerah tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten/Kota.

Berdasarkan Peraturan Daerah Kota Medan No. 13 Tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Medan Tahun 2011 - 2031, Pasal 14 ayat (6) butir (g), lahan peruntukan yang ada di lokasi tapak area Gedung RS USU sudah memenuhi syarat tata ruang sebagai pusat pendidikan.

4.2.3 Kepemilikan Rencana Upaya Pengelolaan Lingkungan (UKL)/ Upaya Pemantauan Lingkungan (UPL)

Berdasarkan Undang-Undang No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup Pasal 34 bahwa setiap jenis usaha yang tidak termasuk mengubah bentang alam dan mengeksploitasi sumber daya alam harus memiliki Usaha Pengelolaan Lingkungan dan Usaha Pemantauan Lingkungan (UKL-UPL). Area bangunan dari komplek Gedung R.S. USU memiliki dokumen lingkungan, baik AMDAL ataupun UKL UPL.

4.2.4 Kesesuaian Gedung Terhadap Standar Ketahanan Gempa

Berdasarkan Undang-Undang No. 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung, Pasal 18 ayat (1) persyaratan kemampuan struktur bangunan gedung yang stabil dan kokoh sampai dengan kondisi pembebanan maksimum dalam mendukung beban muatan hidup dan beban muatan mati, serta kemampuan untuk mendukung beban muatan yang timbul akibat perilaku alam, seperti gempa bumi. Struktur utama pada Gedung RS USU adalah beton bertulang, dirancang sebagai bangunan tahan gempa, dengan struktur pondasi menggunakan pondasi sarang laba- laba.

(6)

6

4.2.5 Kesesuaian Gedung Terhadap Standar Keselamatan untuk Kebakaran

Berdasarkan Undang-Undang No. 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung, Pasal 17 ayat (1) persyaratan keselamatan bangunan gedung meliputi persyaratan kemampuan bangunan gedung untuk mendukung beban muatan, serta kemampuan bangunan gedung dalam mencegah dan menanggulangi bahaya kebakaran dan bahaya petir. Kemampuan bangunan gedung juga meliputi pengamanan terhadap bahaya kebakaran melalui sistem proteksi pasif dan/atau proteksi aktif.

Sistem proteksi aktif yang tersedia di dalam Gedung R.S. USU adalah alarm kebakaran, sistem hidran, dan pemadam api ringan (APAR). Namun, saat ini yang masih berfungsi hanya pemadam api ringan di setiap lantai gedung

.

4.2.6 Kesesuaian Gedung Terhadap Standar Aksesibilitas Penyandang Cacat

Berdasarkan Undang-Undang No. 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung, Pasal 31 mengenai penyediaan fasilitas dan aksesibilitas bagi penyandang cacat dan lanjut usia merupakan keharusan bagi semua bangunan gedung, kecuali rumah tinggal. Peraturan ini diperjelas dalam Peraturan Menteri No. 30/PRT/M/2006 tentang Pedoman Teknis Fasilitas dan Aksesibiltas pada Bangunan Gedung dan Lingkungan. Berikut adalah fasilitas di dalam gedung dapat dilihat pada tabel 4.2.

Tabel 4.2. Prinsip Penerapan Fasilitas Bangunan Bagi Kaum Difabel di Gedung RS USU

No. Pedoman Teknis dan Aksesibilitas Penerapan di Gedung RS USU

1. Ukuran dasar ruang Sudah memenuhi standar

2. Pintu Hanya beberapa pintu memenuhi standar

3. Ram Sudah memenuhi standar

4. Tangga Sudah memenuhi standar

5. Lift Sudah memenuhi standar

6. Lift tangga Tidak ada

7. Toilet Sudah memenuhi standar

8. Pancuran Sudah memenuhi standar

9. Westafel Sudah memenuhi standar

10. Telepon Sudah memenuhi standar

11. Perlengkapan dan peralatan kontrol Sudah memenuhi standar

12. Perabot Sudah memenuhi standar

13. Rambu dan marka Sudah memenuhi standar

Berdasarkan hasil pengamatan di lokasi, dapat disimpulkan bahwa Gedung RS USU sudah aksesibel untuk diakses oleh kaum difabel. Setelah dilakukan analisis kelayakan bangunan berdasarkan Perangkat Penilaian Greenship untuk Gedung Tebangun, diperoleh hasil dalam matriks seperti tabel 4.3 berikut :

Tabel 4.3. Prinsip Penerapan dalam Pembangunan Tapak Gedung RS USU

No. Kriteria Layak Tidak

Layak

1. Luas minimum gedung adalah 2500 m2 -

2. Fungsi gedung sesuai dengan peruntukan lahan berdasarkan RTRW  -

3. Memiliki dokumen lingkungan, AMDAL, dan/atau UKL-UPL  -

4. Kesesuaian gedung terhadap standar keselamatan untuk kebakaran  -

5. Kesesuaian gedung terhadap standar ketahanan gempa -

(7)

7

4.3. Analisis Prasyarat Perangkat Penilaian Greenship Untuk Gedung Terbangun

Prasyarat (Prerequisite) dalam penilaian Green Building adalah kriteria yang wajib dipenuhi dan diaplikasikan dalam suatu bangunan. Dalam Greenship, apabila kriteria ini tidak dapat dipenuhi, maka kriteria dan tolok ukur yang ada dalam suatu kategori tidak dapat dievaluasi dan proses penilaian Green Building tidak bisa diteruskan. Terdapat 9 (sembilan) prasyarat dalam Greenship untuk Gedung Terbangun yang mewakili 6 (enam) kategori.

Berikut ini adalah matriks hasil wawancara dengan Dr. Achmad Delianur Naution, ST,MT. (Direktur Sarpras Medik & Pelayanan Penunjang RS USU), terkait Prasyarat Perangkat Penilaian Greenship untuk Gedung Terbangun terhadap Gedung RS USU (Tabel 4.4) :

Tabel 4.4. Matriks Prasyarat Perangkat Penilaian Greenship untuk Gedung Terbangun

No Kategori Prasyarat Memenuhi

Ya Tidak

1 ASD P1 Adanya surat pernyataan yang memuat komitmen manajemen puncak

mengenai pemeliharaan eksterior bangunan, manajemen hama terpadu/integrated pest management (IPM), dan gulma serta manajemen habitat sekitar tapak dengan menggunakan bahan-bahan tidak beracun.

 

P2 Adanya surat pernyataan yang memuat komitmen manajemen puncak

untuk melakukan berbagai tindakan dalam rangka mencapai pengurangan pemakaian kendaraan bermotor pribadi, contohnya car pooling, feeder bus, voucher kendaraan umum dan diskriminasi tarif parkir.

 

Adanya kampanye dalam rangka mendorong pengurangan pemakaian kendaraan bermotor pribadi dengan minimal pemasangan kampanye tertulis secara permanen di setiap lantai, antara lain berupa: stiker, poster, email.

 

2 EEC P1 Adanya surat pernyataan yang memuat komitmen dari manajemen

puncak yang mencakup: adanya audit energi, target penghematan dan action plan berjangka waktu tertentu oleh tim energi.

 

Adanya kampanye dalam rangka mendorong penghematan energi dengan minimal pemasangan kampanye tertulis secara permanen di setiap lantai, antara lain berupa: stiker, poster, email.

 

P2 Memperlihatkan IKE listrik selama 6 bulan terakhir sampai lebih kecil

dari IKE listrik standar acuan yang ditentukan oleh GBC INDONESIA (Perkantoran 250 kWh/m2.tahun, Mall 450 kWh/m2.tahun dan Hotel atau Apartemen 350 kWh/m2.tahun).

 

Memperlihatkan adanya penghematan energi 5% atau lebih pada 6

bulan terakhir. 

3 WAC P1 Adanya surat pernyataan yang memuat komitmen dari manajemen

puncak yang mencakup: adanya audit air, target penghematan dan action plan berjangka waktu tertentu oleh tim konservasi air.

 

Adanya kampanye dalam rangka mendorong konservasi air dengan minimal pemasangan kampanye tertulis secara permanen di setiap lantai, antara lain berupa: stiker, poster, email.

 

4 MRC P1 Menggunakan Refrigeran non-CFC dan Bahan Pembersih yang

memiliki nilai Ozone Depleting Potential (ODP) kecil, < 1

 

Apabila masih menggunakan CFC sebagai refrigerant, diperlukan adanya Audit dan rencana phase out dalam penggunaan CFC sebagai refrigeran dalam kurun waktu 3 tahun mendatang serta mengurangi konsumsi CFC dari kebocoran dan kerusakan mesin pendingin yang dinyatakan dalam Refrigerant Management System Plan atau RMS Plan.

(8)

8

P2 Adanya surat pernyataan yang memuat kebijakan manajemen puncak

yang memprioritaskan pembelanjaan semua material yang ramah lingkungan dalam daftar di bawah ini:

a. Produksi regional

b. Bersertifikat SNI/ISO /ecolabel

c. Material yang dapat didaur ulang (recycle) d. Material Bekas (reuse)

e. Material Terbarukan (renewable) f. Material modular atau Pre fabrikasi g. Kayu bersertifikasi

h. Lampu yang tidak mengandung merkuri

 

P3 i. Insulasi yang tidak mengandung styrene

j. Plafond atau Partisi yang tidak mengandung asbestos

k. Produk kayu komposit dan agrifiber beremisi formaldehyde rendah l. Produk cat dan karpet yang beremisi VOC rendah

P3

Adanya surat pernyataan yang memuat komitmen manajemen puncak yang mengatur pengelolaan sampah berdasarkan pemisahan antara: (a). Sampah Organik; (b). Sampah Anorganik, dan (c). Sampah yang Mengandung B3

 

Adanya kampanye dalam rangka mendorong perilaku pemilahan sampah terpisah dengan minimal pemasangan kampanye tertulis secara permanen di setiap lantai, antara lain berupa: stiker, poster, email.

 

5 IHC P1

Adanya surat pernyataan yang memuat komitmen dari manajemen puncak untuk mendorong minimalisasi aktifitas merokok dalam gedung.

 

Adanya kampanye dilarang merokok yang mencakup dampak negatif dari merokok terhadap diri sendiri dan lingkungan dengan minimal pemasangan kampanye tertulis secara permanen di setiap lantai, antara lain berupa: stiker, poster, email.

 

6 BEM P1

Adanya Rencana operation & maintenance yang mendukung sasaran pencapaian rating‐rating GREENSHIP EB, dititikberatkan pada: system mekanikal & elektrikal, sistem plambing dan kualitas air, pemeliharaan eksterior & interior, purchasing dan pengelolaan sampah Mencakup : Struktur organisasi, Standar Prosedur Operasi dan pelatihan, program kerja, anggaran, laporan berkala minimum tiap 3 bulan.

 

4.4. Analisis Kesesuaian Kriteria dalam Greenship di Gedung RS USU

Analisis kesesuaian diperoleh dengan cara membandingkan hasil daftar periksa (checklist) dengan kondisi green yang ada dalam Greenship yang digunakan. Setelah dilakukan penyesuaian lalu diperoleh poin untuk setiap kriterianya untuk kemudian dijumlahkan hasilnya menjadi total poin dan akan diperoleh kategori peringkat dalam Greenship.

4.4.1. Kategori Tepat Guna Lahan

Dalam kategori tepat guna lahan, terdapat 8 (delapan) kriteria yang memiliki total nilai maksimum sebesar 16 poin.

Tabel 4.9. Ringkasan Kategori Tepat Guna Lahan (ASD)

No. Kriteria Memenuhi Poin

Ya Tidak

ASD 1

Terdapat minimal 5 jenis fasilitas umum dalam jarak

pencapaian jalan utama sejauh 1500 m dari tapak.   1

Menyediakan fasilitas pejalan kaki yang aman, nyaman dan bebas dari perpotongan akses kendaraan bermotor untuk menghubungkan minimal 3 fasilitas umum diatas dan atau dengan stasiun transportasi masal.

  0

Adanya halte atau stasiun transportasi umum dalam jangkauan 300 m dari gerbang lokasi bangunan dengan

perhitungan di luar jembatan penyeberangan dan ramp.  

(9)

9 ASD

2

Adanya pengurangan pemakaian kendaraan pribadi bermotor dengan implementasi dari salah satu opsi: car pooling, feeder bus, voucher kendaraan umum, atau diskriminasi tarif parkir.

  0

ASD 3

Adanya parkir sepeda yang aman sebanyak 1 unit parkir per

30 pengguna gedung tetap.   0

Apabila memenuhi butir 1 di atas dan menyediakan 2 tempat ganti baju khusus dan kamar mandi khusus pengguna sepeda untuk setiap 25 tempat parkir sepeda.

  0

ASD 4

Adanya area lansekap berupa vegetasi (softscape) yang bebas dari bangunan taman (hardscape) yang terletak di atas permukaan tanah seluas minimal 30% luas total lahan.

  1

Penambahan nilai 1 poin untuk setiap penambahan 10% luas

tapak untuk penggunaan area lansekap.   1

Penggunaan tanaman lokal yang berasal dari nursery lokal

dengan jarak maksimal 1000 km dan tanaman produktif.   1

ASD 5

Menggunakan bahan yang nilai albedo rata‐rata minimal 0,3 sesuai dengan perhitungan pada area atap gedung yang tertutup perkerasan.

  1

Menggunakan bahan yang nilai albedo rata‐rata minimal 0,3 sesuai dengan perhitungan pada area non atap yang tertutup perkerasan.

  0

ASD 6

Pengurangan beban volume limpasan air hujan dari luas lahan ke jaringan drainase kota sebesar 50% total volume hujan harian yang dihitung berdasarkan perhitungan debit air hujan pada bulan basah.

  0

ASD 7

Memiliki dan menerapkan SPO pengendalian terhadap hama penyakit dan gulma tanaman dengan menggunakan bahan‐ bahan tidak beracun.

  1

Penyediaan habitat satwa non peliharaan minimal 5% dari keseluruhan area tapak bangunan, berdasarkan area aktifitas

hewan (home range).  

0

ASD 8

Melakukan peningkatan kualitas hidup masyarakat sekitar gedung dengan melakukan salah satu dari tindakan berikut: perbaikan sanitasi, penyediaan tempat beribadah, WC umum, kaki lima dan pelatihan pengembangan masyarakat.

  1

Membuka akses pejalan kaki ke minimal 2 orientasi menuju

bangunan tetangga tanpa harus melalui area publik.   1

4.4.2. Kategori Efisiensi dan Konservasi Energi

Dalam kategori efisiensi dan konservasi energi, terdapat 7 (tujuh) kriteria yang memiliki total nilai maksimum sebesar 36 poin.

Tabel 4.13. Ringkasan Efisiensi dan Konservasi Energi (EEC)

No. Kriteria Memenuhi Poin

Ya Tidak

EEC 1

IKE listrik gedung menunjukkan nilai di bawah IKE listrik standar acuan dalam 6 bulan terakhir, maka setiap 3% penurunan akan mendapat 1 poin tambahan sampai

maksimal 16 poin. (Perkantoran 250 kWh/m2.tahun)

 - 9

EEC 2

Pernah melakukan komisioning ulang atau retrokomisioning dengan sasaran peningkatan kinerja (KW/TR) pada peralatan

utama MVAC dalam kurun waktu 1 tahun sebelumnya. 

- 2

Adanya komisioning berkelanjutan secara berkala dalam

(10)

10 Bila poin di atas terpenuhi maka ada tambahan poin untuk

testing, komisioning ulang atau retrokomisioning dengan sasaran peningkatan kinerja (KW/TR) pada Sistem MVAC (AHU, pompa, cooling tower) secara keseluruhan.

 - 1

EEC 3

Melakukan penghematan dengan lampu yang memiliki daya untuk pencahayaan lebih hemat 20% dari daya pencahayaan

yang tercantum dalam SNI. - 

0

Menggunakan minimum 50% ballast frekuensi tinggi

(elektronik) pada ruang kerja umum. -  0

Melakukan efisiensi peralatan yang memakai sistem AC

yang dioperasikan dengan listrik. -  0

EEC 4

Penyediaan kWh meter yang meliputi: sistem tata udara, sistem tata cahaya dan kotak kontak, sistem beban lainnya,

dan ruang yang tidak dikecualikan atau dikondisikan. - 

0

Adanya pencatatan rutin bulanan hasil pantau dan koleksi data pada kWh meter. Pencatatan dilakukan selama

minimum 6 bulan terakhir. - 

0

Mengapresiasi penggunaan energi dalam bentuk Display

Energy yang ditempatkan di area publik. -  0

Menerapkan dukungan teknologi untuk memonitoring dan

mengontrol peralatan gedung melalui teknologi EMS -  0

EEC 5

Panduan pengoperasian dan pemeliharaan seluruh sistem

AC (chiller, Air Handling Unit, cooling tower).  - 1

Jika butir 1 sudah terpenuhi, maka ditambah dengan adanya Panduan pengoperasian dan pemeliharaan secara berkala seluruh sistem peralatan lainnya (sistem transportasi dalam gedung, sistem distribusi air bersih dan kotor (pompa) dan

 - 1

pembangkit listrik cadangan .

Adanya laporan bulanan selama minimum 6 bulan terakhir untuk kegiatan pengoperasian dan pemeliharaan sistem gedung secara tertib sesuai dengan format yang tercantum dalam panduan pengoperasian dan pemeliharaan.

 - 1

EEC 6

Jika 0.25 % dari maximum power demand dihasilkan oleh energi terbarukan atau 2 kWp energi terbarukan yang

terpasang. - 

0 EEC

7

0.25 % penurunan CO2 Emission Reduction Measures dari

original emission.  - 3

4.4.3. Konservasi Air

Dalam kategori konservasi air, terdapat 8 (delapan) kriteria yang memiliki total nilai maksimum sebesar 20 poin.

Tabel 4.14. Ringkasan Konservasi Air (WAC)

No. Kriteria Memenuhi Poin

Ya Tidak

WAC 1

Adanya sub‐meter konsumsi air pada sistem area publik,

area komersil dan utilitas bangunan. - 

0 WAC

2

Adanya standar prosedur operasi dan pelaksanaannya mengenai pemeliharaan dan pemeriksaan sistem plambing secara berkala untuk mencegah terjadinya kebocoran dan pemborosan air dengan menunjukan neraca air dalam 6 bulan terakhir untuk sertifikasi perdana.

 - 1

WAC 3

Untuk gedung dengan konsumsi air 20% diatas SNI, setiap

(11)

11 WAC

4

Menunjukkan bukti laboratorium 6 bulan terakhir dari air

sumber primer yang sesuai dengan kriteria air bersih.  - 1

WAC 5

Menggunakan air daur ulang dengan kapasitas yang cukup untuk kebutuhan make up water cooling tower. Tolok Ukur ini hanya berlaku bagi gedung yang menggunakan cooling tower pada sistem pendinginnya.

-  0

100% kebutuhan irigasi tidak bersumber dari sumber air

primer gedung (PDAM dan air tanah). -  0

Menggunakan air daur ulang dengan kapasitas yang cukup untuk kebutuhan flushing WC, sesuai dengan standar WHO

untuk medium contact (< 100 Fecal Coliform /100 ml). - 

0

Mempunyai sistem air daur ulang yang keluarannya setara dengan standar air bersih sesuai Permenkes No.416 tahun 1990 tentang Syarat‐syarat dan Pengawasan Kualitas Air untuk memenuhi kebutuhan air bersih.

-  0

WAC 6

Menggunakan sistem filtrasi yang menghasilkan air minum yang sesuai dengan Permenkes No. 492 tahun 2010 tentang Persyaratan Kualitas Air Minum minimal di setiap dapur atau pantry.

 - 1

WAC 7

Konsumsi air yang menggunakan deep well maksimum

≤20% dari konsumsi air secara keseluruhan.  - 2

WAC 8

≥50% dari total unit keran air pada area publik

menggunakan fitur auto stop.  - 2

4.4.4. Siklus dan Sumber Daya Material

Dalam kategori siklus dan sumber daya material, terdapat 5 (lima) kriteria yang memiliki total nilai maksimum sebesar 12 poin.

Tabel 4.15. Ringkasan Siklus dan Sumber Material (MRC)

No. Kriteria Memenuhi Poin

Ya Tidak

MRC 1

Menggunakan seluruh sistem pendingin ruangan dengan bahan refrigerant yang memiliki ODP = 0 (non CFC dan

non HCFC). 

- 2

MRC 2

Daftar Material yang Ramah Lingkungan

a. 80% Produksi regional berdasarkan total pembelanjaan material keseluruhan.

b. 30% Bersertifikat SNI / ISO / ecolabel berdasarkan total pembelanjaan material keseluruhan.

c. 5% Material yang dapat didaur ulang (recycle) berdasarkan total pembelanjaan material keseluruhan. d. 10% Material Bekas (reuse) berdasarkan total

pembelanjaan material keseluruhan.

e. 2% Material Terbarukan (renewable) berdasarkan total pembelanjaan material keseluruhan.

f. 30% Material modular atau Pre fabrikasi berdasarkan total pembelanjaan material keseluruhan.

 - 3

Adanya dokumen yang menjelaskan pembelanjaan material sesuai dengan kebijakan di atas (minimal 3).

MRC 3

Adanya Standar Prosedur Operasi, Pelatihan dan Laporan untuk mengumpulkan dan memilah sampah berdasarkan jenis organik dan anorganik dalam 6 bulan terakhir untuk sertifikasi perdana.

(12)

12 Jika telah melakukan pemilahan organik dan anorganik,

melakukan pengolahan sampah organik secara mandiri atau bekerja sama dengan badan resmi pengolahan limbah organik.

 - 1

Jika telah melakukan pemilahan organik dan anorganik, melakukan pengolahan sampah anorganik secara mandiri atau bekerja sama dengan badan resmi pengolahan limbah anorganik yang memiliki prinsip 3R (Reduce, Reuse, Recycle).

 - 1

Adanya upaya pengurangan sampah kemasan yang terbuat

dari styrofoam dan nonfood grade plastic. -  0

Adanya upaya penanganan sampah dari kegiatan renovasi ke pihak ketiga minimal 10% dari total anggaran renovasi

dalam 6 bulan terakhir untuk sertifikasi perdana*. - 

0

MRC 4

Adanya Standar Prosedur Operasi, Pelatihan dan Laporan manajemen pengelolaan limbah B3 antara lain: lampu, batere, tinta printer dan kemasan bekas bahan pembersih dalam 6 bulan terakhir untuk sertifikasi perdana.

-  0

MRC 5

Adanya Standar Prosedur Operasi dan laporan penyaluran barang bekas yang masih dapat dimanfaatkan kembali berupa furniture, elektronik, dan suku cadang melalui donasi atau pasar barang bekas dalam 6 bulan terakhir untuk sertifikasi perdana*.

-  0

4.4.5. Kenyamanan dan Kesehatan Dalam Ruang

Dalam kategori kenyamanan dan kesehatan dalam ruang, terdapat delapan kriteria yang memiliki total nilai maksimum sebesar 20 poin.

Tabel 4.20. Ringkasan Kenyamanan dan Kesehatan dalam Ruang (IHC)

No. Kriteria Memenuhi Poin

Ya Tidak

IHC 1

Kualitas udara ruangan menunjukan adanya introduksi udara

luar minimal sesuai dengan SNI 03‐6572‐2001  - 1

IHC 2

Memasang tanda “Dilarang Merokok Di Seluruh Area Gedung” dan tidak menyediakan bangunan/area khusus di

dalam gedung untuk merokok.  -

1

IHC 3

Ruangan‐ruangan dengan kepadatan tinggi (seperti ballroom/ruang serba guna, ruang rapat umum, ruang kerja umum) dilengkapi dengan instalasi sensor gas karbon dioksida (CO2).

-  0

Ruang parkir tertutup di dalam gedung dilengkapi dengan instalasi sensor gas karbon monoksida (CO) yang memiliki mekanisme untuk mengatur jumlah ventilasi udara luar

-  0

sehingga konsentrasi CO di dalam ruangan tidak lebih dari 23 ppm. Sensor diletakkan 50 cm di atas lantai dekat exhaust grille.

-  0

IHC 4

Pengukuran kualitas udara dalam ruang dilakukan secara random dengan titik sampel pada lobi utama, ruang kerja atau ruangan yang disewa tenant. Pengukuran dilakukan

minimal 1 titik sampel per 1000 m2 atau jumlah maksimal

penilaian sampel adalah 25 titik untuk satu gedung.

(13)

13 IHC

5

Pembersihan filter, coil pendingin dan alat bantu VAC (Ventilation and Air Conditioning) sesuai dengan jadwal perawatan berkala untuk mencegah terbentuknya lumut dan jamur sebagai tempat berkembangnya mikroorganisme. Jadwal perawatan sesuai dengan standar panduan pabrik.

 - 1

Melakukan pengukuran jumlah bakteri dengan jumlah 3 maksimal kuman 700 koloni /m3 udara dan bebas kuman patogen pada ruangan yang ditentukan GBC INDONESIA

(berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan RI

No.1405/Menkes/SK/XI/2002 tentang Persyaratan

Kesehatan Lingkungan Kerja Perkantoran dan Industri).

-  0

IHC 6

Hasil pengukuran menunjukkan tingkat pencahayaan (iluminasi) di setiap ruang kerja sesuai dengan SNI 03‐6197‐ 2000 tentang Konservasi Energi pada Sistem Pencahayaan.

-  0

IHC 7

Hasil pengukuran menunjukkan tingkat bunyi di ruang kerja sesuai dengan SNI 03‐6386‐2000 tentang Spesifikasi Tingkat Bunyi dan Waktu Dengung dalam Bangunan Gedung dan Perumahan

 - 1

IHC 8

Mengadakan survei kenyamanan pengguna gedung antara lain meliputi suhu udara, tingkat pencahayaan ruang, kenyamanan suara, kebersihan gedung dan keberadaan hama pengganggu (pest control). Responden minimal sebanyak 30% dari total pengguna gedung tetap.

-  0

4.4.6. Manajemen Lingkungan Bangunan

Dalam kategori manajemen lingkungan bangunan, terdapat 5 (lima) kriteria yang memiliki total nilai maksimum sebesar 13 poin, Setelah dianalisis, diperoleh hasil bahwa dari semua kriteria dan tolok ukur yang sudah diterapkan, kondisi eksisting manajemen lingkungan bangunan pada Gedung RS USU belum ada penerapannya. Pada sebagian kriteria bisa dilakukan kajian apabila gedung akan didaftarkan untuk dinilai. Oleh karena itu, untuk kategori manajemen lingkungan bangunan, Gedung RS USU tidak memperoleh poin,

Tabel 4.21. Ringkasan Manajemen Lingkungan Bangunan (BEM)

No. Kriteria Memenuhi Poin

Ya Tidak

BEM 1

Aplikasi inovasi dengan meningkatkan kualitas bangunan secara kuantitatif, contoh: ASD 4, EEC 1, WAC 3, dan IHC 4 sehingga terjadi peningkatan efisiensi melebihi batas maksimum yang ditentukan pada rating yang bersangkutan.

-  0

Aplikasi inovasi dengan melakukan pendekatan manajemen seperti mendorong perubahan perilaku, contoh ASD 2 dan ASD 8 dan MRC 2, 3 dan 4, sehingga terjadi peningkatan efisiensi pada rating lain.

-  0

BEM 2

Tersedianya dokumen Design Intent dan Owner's Project

Requirement berikut perubahan‐perubahannya yang terjadi

selama masa revitalisasi dan operasional.

-  0

Tersedianya dokumen As Built Drawing, spesifikasi teknis dan manual untuk operasional dan pemeliharaan peralatan (genset, transportasi dalam gedung, AC dan cooling tower) berikut perubahan-perubahannya yang terjadi selama masa revitalisasi dan operasional.

-  0

BEM 3

Adanya satu struktur yang terintegrasi di dalam struktur operasional dan pemeliharaan gedung yang bertugas

menjaga penerapan prinsip sustainability/green building. - 

(14)

14 Minimal terlibat seorang Greenship Profesional dalam

operational & maintenance bekerja penuh waktu (full time). -  0

BEM 4

Untuk bangunan yang dipakai sendiri, memiliki SPO dan Training yang mencakup upaya‐upaya untuk memenuhi kriteria‐kriteria dalam GREENSHIP untuk Gedung Terbangun minimum 1 rating dalam tiap kategori ASD, EEC, WAC, IHC dan MRC.

-  0

BEM 5

Adanya jadwal berkala minimum tiap 6 bulan dan program pelatihan dalam pengoperasian dan pemeliharaan untuk tapak, energi, air, material dan HSES (Health Safety Environmental and Security).

-  0

Adanya bukti pelaksanaan pelatihan untuk tapak, energi, air, material dan program HSES berikut dengan evaluasi dari

pelatihan tersebut. - 

0

5. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 KESIMPULAN

Berdasarkan hasil analisis dari pembahasan dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: 1. Gedung RS USU memenuhi enam syarat kelayakan bangunan, diantaranya: luas minimum

gedung, kesesuaian gedung terhadap RTRW, memiliki dokumen lingkungan, AMDAL, dan /atau UKL - UPL, Kesesuaian gedung terhadap standar aksesibilitas difabel, kesesuaian gedung terhadap standar keselamatan untuk kebakaran dan ketahanan gempa.

2. Gedung RS USU memenuhi sebagian prasyarat dari setiap kategori Greenship, diantaranya: untuk Kategori Tepat Guna Lahan memenuhi satu dari dua prasyarat, kategori Efisiensi dan Konservasi Energi telah memenuhi satu dari dua prasyarat, kategori Efisiensi dan Konservasi Air telah memenuhi satu dari dua prasyarat,untuk kategori Sumber dan Siklus Material telah memenuhi satu dari tiga prasyarat yang ada, dan kategori Kesehatan dan Kenyamanan dalam Ruang telah memenuhi satu dari dua prasyarat

3. Dari 41 kriteria yang ada dalam kategori Greenship, Gedung RS USU memperoleh total poin sebesar 48 poin dari 117 poin maksimal, sehingga bisa dikatakan bangunan Green menurut Greenship. Adapun untuk poin 48 termasuk dalam peringkat Perunggu.

5.2 SARAN

Untuk Memperoleh Peringkat emas bahkan platinum, ada beberapa hal yang harus di tingkatkan/dilengkapi, yaitu: KriteriaTepat Guna Lahan, Kriteria Efisiensi dan Konservasi Energi, Kriteria Konservasi Air, Kriteria Sumber dan Siklus Material, Kriteria Kesehatan dan Kenyamanan dalam Ruang, dan terakhir Kriteria Manajemen Lingkungan Bangunan, sehingga point dari Kriteria tersebut memperoleh nilai yang maksimal.

(15)

15

DAFTAR PUSTAKA

Badan Standarisasi Nasional. 2000. SNI 03-6197-2000 tentang Konservasi Energi pada Sistem Pencahayaan. Badan Standarisasi Nasional, Jakarta.

Badan Standarisasi Nasional. 2000. SNI 03-6196-2000 tentang Prosedur Audit Energi Pada Pembangunan Gedung. Badan Standarisasi Nasional, Jakarta.

Badan Standarisasi Nasional. 2000. SNI 0363862000 tentang Spesifikasi Tingkat Bunyi dan Waktu Dengung dalam Bangunan Gedung dan Perumahan. Badan Standarisasi Nasional, Jakarta.

Badan Standarisasi Nasional. 2001. SNI 0365722001 tentang Tata Cara Ventilasi dan Sistem Pengkondisian Udara pada Bangunan Gedung. Badan Standarisasi Nasional, Jakarta. Badan Standarisasi Nasional. 2002. SNI 03-2453-2002 tentang Tata Cara Perencanaan Sumur

Resapan Air Hujan untuk Lahan Pekarangan. Badan Standarisasi Nasional, Jakarta. Badan Standarisasi Nasional. 2004. SNI 16-7062-2004 tentang Pengukuran Intensitas

Penerangan di Tempat Kerja. Badan Standarisasi Nasional, Jakarta.

Badan Standarisasi Nasional. 2005. SNI 0370652005 tentang Tata Cara Pelaksanaan Sistem Plambing. Badan Standarisasi Nasional, Jakarta.

Badan Standarisasi Nasional. 2009. SNI 03-6390-2011 tentang Konservasi Energi pada Sistem Tata Udara Bangunan Gedung. Badan Standarisasi Nasional, Jakarta.

Badan Standarisasi Nasional. 2000. SNI 03-6197-2000 tentang Konservasi Energi pada Sistem Pencahayaan. Badan Standarisasi Nasional, Jakarta.

Badan Standarisasi Nasional. 2000. SNI 03-6196-2000 tentang Prosedur Audit Energi Pada Pembangunan Gedung. Badan Standarisasi Nasional, Jakarta.

Badan Standarisasi Nasional. 2000. SNI 0363862000 tentang Spesifikasi Tingkat Bunyi dan Waktu Dengung dalam Bangunan Gedung dan Perumahan. Badan Standarisasi Nasional, Jakarta.

Badan Standarisasi Nasional. 2001. SNI 0365722001 tentang Tata Cara Ventilasi dan Sistem Pengkondisian Udara pada Bangunan Gedung. Badan Standarisasi Nasional, Jakarta. Darmanto, Dedy. 2013. Penilaian Kriteria Green Building pada Gedung Rektorat ITS. Skripsi

Program Studi Teknik Sipil. Surabaya: Institut Teknologi Sepuluh November.

Darmanto, Dedy dan Wiguna, I Putu Artama. 2013. Penilaian Kriteria Green Building pada Gedung Rektorat ITS. [Online]. Jurnal Teknik Pomits Vol. 2 (2), 5 halaman. Tersedia: Ervianto, Wulfram I. 2012. Selamatkan Bumi Melalui Konstruksi Hijau: Perencanaan,

Pengadaan, Konstruksi & Operasi. Yogyakarta: Penerbit ANDI.

Firmansyah, Rudi. 2015. Studi Ruang Terbuka Hijau Sebagai Wadah Aktivitas Sosial Mahasiswa. Studi Kasus: Taman Biro Pusat Administrasi USU. Skripsi Program Studi Teknik Arsitektur. Medan: Universitas Sumatera Utara.

Ervianto. I, Wulfram. 2010. Studi Penerapan Green Building pada Industri Konstruksi di Daerah Istimewa Yogyakarta. [Online]. Jurnal Penelitian dan Pengembangan Pemerintah Provinsi DIY Vol. II (2), 10 halaman. Tersedia:

https://www.academia.edu/4839115/Studi_Penerapan_Green_Building_Pada_Industri_K onstruksi_di_Daerah_Istimewa_YogyakartaDiakses pada tanggal 19 Maret 2014.

Green Building Council Indonesia. 2010. Panduan Penerapan Perangkat Penilaian Bangunan Hijau GREENSHIP Versi 1.0. Jakarta: Green Building Council Indonesia. Tersedia. Green Building Council Indonesia. 2011. Greenship Rating Tools untuk Gedung Terbangun Versi

1.0. Jakarta: Green Building Council Indonesia. Tersedia:

http://www.gbcindonesia.org/2012-08-01-03-25-31/2012-08-02-03-43-34/summary. Diakses pada tanggal 8 Maret 2014.

Green Building Council Indonesia (2012). Greenship untuk Gedung Baru Versi 1.1.Jakarta: Green Building Council Indonesia. Tersedia: http://www.gbcindonesia.org/2012-08-01-03-25-31/2012-08-02-03-43-34/summary. Diakses pada tanggal 8 Maret 2014.

Green Building Council Indonesia. 2015. Home – About GBC Indonesia. Tersedia: http://www.gbcindonesia.org/ . Diakses selama tahun 2015.

Hardjono, R.D. 2009. Pengelolaan Gedung Perkantoran Dengan Konsep Green Building di Surabaya. Skripsi Program Studi Manajemen. Surabaya: Universitas Kristen Petra.

(16)

16 Http://www.portalgaruda.org/download_article.php?article=89247&val=4186. Diakses pada

tanggal 8 Maret 2014.

Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor: Kep-48/MENLH/11/1996 tentang Baku Tingkat Kebisingan

Komalasari, Rahayu Indah. 2014. Kajian Green Building Gedung Pascasarjana B Universitas Diponegoro Semarang. Thesis Program Magister Ilmu Lingkungan. Semarang: Universitas Diponegoro.

Komalasari, Rahayu Indah., Purwanto, dan Suharyono. 2013. Kajian Green Building Berdasarkan Kriteria Tepat Guna Lahan (Appropriate Site Development) pada Gedung Pascasarjana B Universitas Diponegoro Semarang. [Online]. Prosiding Seminar Nasional Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan, 7 halaman. Tersedia: eprints.undip.ac.id/40696/1/065-Rahayu_Indah_Komalasari.pdf. Diakses pada tanggal 14 April 2014.

Kriss, Jacob. 2014. What is green building?. Tersedia: http://www.usgbc.org/articles/what-green-building. Diakses pada tanggal 18 November 2014.

Laboratorium Survei dan Geopasial Fakultas Teknik USU. Peta Kampus Universitas Sumatera Utara. Medan: Laboratorium Survei dan Geopasial Fakultas Teknik USU.

Pedoman Pelaksanaan Konservasi Energi dan Pengawasannya di Lingkungan Departemen Pendidikan Nasional

Peraturan Daerah Kota Medan No. 13 Tahun 2011 tentang RTRW Kota Medan Tahun 2011-2031 Peraturan Gubernur Provinsi DKI Jakarta No. 38 Tahun 2012 tentang Bangunan Gedung Hijau Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 08 Tahun 2010 tentang Kriteria dan

Sertifikasi Bangunan Ramah Lingkungan

Peraturan Menteri Pekerja Umum No. 30/ PRT/ M/ 2006 tentang Pedoman Teknis Fasilitas dan Aksesibilitas pada Bangunan Gedung dan Lingkungan

Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 5/PRT/M/2008 mengenai Ruang Terbuka Hijau (RTH) Pasal 2.3.1 tentang Kriteria Vegetasi untuk Pekarangan

Pratiwi, Widhi AK., Hermana, Joni. 2013. Analisis Pengurangan Emisi CO2 Melalui Manajemen Penggunaan Listrik dan Ketersediaan Ruang Terbuka Hijau di Gedung Perkantoran Pemerintah Kota Surabaya. [Online]. Jurnal Teknik Pomits Vo. 2 (3), 4 halaman. Tersedia: http://ejurnal.its.ac.id/index.php/teknik/article/viewFile/5181/1543. Diakses pada tanggal 6 September 2015.

Team. 2007. ASHRAE 62.1-2007 Ventilation for Acceptable Indoor Air Quality. ASHRAE, USA. UI Green Metric. 2015. Overall Ranking 2014. Tersedia:

http://greenmetric.ui.ac.id/overall-ranking/ . Diakses pada tanggal 18 April 2015.

Undang-Undang No. 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung

Undang-Undang No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup USAID Indonesia. 2014. Panduan Penghematan Energi di Gedung Pemerintah. Jakarta: USAID

Indonesia.Tersedia: http://www.iced.or.id/wp-content/uploads/2015/11/Panduan-Penghematan-Energi-di-Gedung-Pemerintah.pdf. Diakses pada tanggal 15 Juni 2015. Wakhidah, Friskarindi Noor., Utomo, Christiono. 2014. Pengukuran Kesesuaian Kriteria Green

Building Pada Gedung Magister Manajemen Teknologi ITS. [Online].Jurnal Teknik Pomits Vol. 3 (2), 4 halaman. Tersedia:

http://ejurnal.its.ac.id/index.php/teknik/article/view/6984/0. Diakses pada tanggal 4November 2014.

World Resources Institute. 2005. World Resource 2005: The Wealth of the Poor-Managing Ecosystems to Fight Poverty. Washington: World Resource Institute. Tersedia: http://pdf.wri.org/wrr05_full_hires.pdf. Diakses pada tanggal 8 Maret 2014.

Yin, P.D. 2002. Studi Kasus Desain dan Metode. Jakarta: Rajawali Press

Yudelson, Jerry. 2007. Green Building A to Z; Understanding The Language of Green Building. New Society Publisher, Canada.

Gambar

Tabel 4.1.    Luas Gedung R.S USU         Lantai     Luas (m 2 )  I  11.000  II  10.000  III  10.000  IV  10.000  V  9.200
Tabel 4.2.  Prinsip Penerapan Fasilitas Bangunan Bagi Kaum Difabel di                      Gedung RS USU
Tabel 4.4.    Matriks Prasyarat Perangkat Penilaian Greenship untuk Gedung Terbangun
Tabel 4.9.    Ringkasan Kategori Tepat Guna Lahan (ASD)
+5

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan penjabaran tabel 1.1, maka peneliti melakukan penelitian dengan judul “ Evaluasi Kriteria Kelayakan Green Building Pada Gedung Fakultas Kedokteran

Tujuan dari penelitian ini adalah melakukan analisis kesesuaian dan penilaian pada Gedung AHN Rektorat IPB berdasarkan kriteria green building dalam aspek sumber dan

Menurut SNI 03-6196-2000 tentang Prosedur Audit Energi Pada Pembangunan Gedung, Intensitas Konsumsi Energi (IKE) listrik adalah pembagian antara konsumsi energi

Pada penelitian ini dilakukan penilaian green building pada satu gedung Apartemen Sentra Timur untuk mengetahui apakah Tower Abu-abu sudah menerapkan konsep green building

Dengan mengucap syukur ke Hadirat Allah SWT karena dengan rahmat, nikmat dan petunjuk-Nya usulan kegiatan Penelitian Pascasarjana dengan judul Penilaian Kriteria Green Building

Kriteria green building yang terdapat dalam Perangkat Penilaian Greenship Untuk Gedung Terbangun Versi 1.0 terdiri dari 41 kriteria kredit yang ditentukan oleh GBCI

Metode penelitian dilakukan secara bertahap, pertama dipilih kriteria utama bangunan gedung berdasarkan jawaban responden sesuai dengan standar kriteria GBCI dengan metode

Penilaian Kriteria Green Building Pada Pembangunan Gedung IsDB Project Berdasarkan Skala Indeks Menggunakan Greenship Versi 1.2 Studi Kasus: Gedung Engineering Biotechnology Universitas