Asuhan Keperawatan denganPrioritas
Masalah Kebutuhan Dasar Oksigenasi
Di RSU dr. Pirngadi Medan
Karya Tulis Ilmiah (KTI)
Disusun dalam Rangka Menyelesaikan
Program Studi DIII Keperawatan
Oleh
Exodus Maruba Barutu
112500068
PROGRAM STUDI DIII
KEPERAWATAN FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Lembar Pengesahan
KARYA TULIS ILMIAH
Asuhan Keperawatan dengan Prioritas Masalah Kebutuhan Dasar Oksigenasi
di RS. dr. Pirngadi Medan
Medan, Juni 2014
Pembimbing
(Salbiah, S.Kp, M.Kep)
NIP: 19751013 200112 2 002
Penguji
(Diah Arruum, S.Kep, Ns, M.Kep)
NIP: 19771124 200312 2 002
Prodi DIII Keperawatan Ketua,
(Nur Afi Darti, S.Kp, M.Kep)
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan
berkat-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah dengan judul
“Asuhan Keperawatan dengan Prioritas Masalah Gangguan Oksigenasi di RSUD dr.
Pirngadi Medan”, yang merupakan salah satu syarat dalam menyelesaikan pendidikan
DIII Keperawatan Universitas Sumatera Utara.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan Karya Tulis Ilmiah ini masih banyak
kekurangan dan jauh dari kesempurnaan karena keterbatasan pengetahuan kemampuan
serta pengalaman penulis. Karena itu penulis sangat mengharapkan adanya kritik serta
saran dari semua pihak yang bersifat membangun guna dijadikan pedoman bagi penulis
dikemudian hari.
Pada kesempatan ini penulis menyampaikan terimakasih yang sebesar-besarnya
kepada Ibu Salbiah, S.Kp, M.Kep Selaku dosen pembimbing yang telah banyak
meluangkan waktu, tenaga serta memberikan petunjuk, arahan dan bimbingan selama
proses penyusunan hingga selesainya Karya Tulis Ilmiah ini. Dalam kesempatan yang
sama pula penulis sampaikan ucapan terimakasih kepada Diah Arrum, S.Kp, M.Kep.,
selaku dosen penguji. Terkhusus buat ayah dan ibu tercinta yang selalu memotivasi saya
dalam study saya dan yang pasti selalu berdoa untuk saya. Terimakasih juga kepada
kakak Sarmauli, Cicha, Lusi, bang Tua, bang Hendra, Nurkolila, Yani,dan Ribka
Aritonang. Trimakasih buat motivasi, waktu, dan doa nya.
Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada :
1. dr. Dedi Ardinata, M.Kes. selaku Dekan Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera
Utara.
2. Erniyati, S.Kp., MNS. selaku Pembantu Dekan I Fakultas Keperawatan Universitas
Sumatera Utara.
3. Evi Karota Bukit, SKp., MNS selaku Pembantu Dekan II Fakultas Keperawatan
Universitas Sumatera Utara.
4. Ikhsanuddin A. Harahap, SKp., MNS. selaku Pembantu Dekan III Fakultas
Keperawatan Universitas Sumatera Utara.
5. Nur Afi Darti, SKp., M.Kep. selaku Ketua Program Studi DIII Keperawatan Universitas
6. Mula Tarigan, SKp., M.Kes selaku Sekretaris Program Studi DIII Keperawatan
Universitas Sumatera Utara.
7. Seluruh Dosen Fakultas Keperawatan khususnya jurusan DIII Keperawatan Universitas
Sumatera Utara.
8. Pegawai Ruang Tulip 3 yang memberi izin dan bimbingan serta kerjasama dalam
mengambil kasus.
9. Serta Teman-Teman : Ribka Aritonang, Elita, Siska, Elisa, Herti, Rianty, Eunike,
Natalina, Ayu, Sarah, Nurkholila, Nurhayani, Anas, Zulhamly, Amarullah, Zulfadly,
Dana, Hafiz, dan Muhammad Abduh yang telah banyak memberi semangat, doa dan
dukungan dalam menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah ini.
Akhir kata, penulis mengharapkan Karya Tulis Ilmiah ini dapat bermanfaat bagi
penulis dan bagi semua pihak yang memerlukan.
Medan, 19 Juni 2014
Penulis
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN ... i
KATA PENGANTAR ... ii
DAFTAR ISI ... iii
BAB I PENDAHULUAN ... 1
A.Latar Belakang ... .1
B.Tujuan ... 2
C.Manfaat ... 3
BAB II PENGELOLAN KASUS ... 5
A.Konsep Dasar Gangguan Oksigenasi ... 5
1. Definisi Oksigenasi ... 5
2. Manfaat Oksigenasi bagi Tubuh ... 5
3. Sistem Tubuh yang Berperan dalam Kebutuhan Oksigenasi ... 6
4. Proses Oksigenasi ... 7
5. Faktor-Faktor yang Memengaruhi Kebutuhan Oksigen ... 10
6. Pengaturan Pernapasan ... 14
7. Metode Pemenuhan Kebutuhan Oksigen ... 14
8. Asuhan Keperawatan ... 16
B.Asuhan Keperawatan Kasus... 20
1. Pengkajian ... 20
2. Analisa Data dan Rumusan Masalah ... 22
3. Diagnosis Keperawatan ... 25
4. Perencanaan Keperawatan ... 26
5. Implementasi dan Evaluasi Keperawatan ... 30
BAB III PENUTUP ... 33
A.Kesimpulan ... 33
B.Saran... 34
DAFTAR PUSTAKA ... 35
LAMPIRAN
Lampiran 1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Manusia sebagai makhluk holistik merupakan makhluk yang utuh atau paduan dari
unsur biologis, psikologis, sosial, dan spiritual. Sebagai makhluk bioligis, manusia
tersusun atas sistem organ tubuh yang digunakan untuk mempertahankan hidupnya,
mulai dari lahir, tumbuh kembang, hingga meninggal. Sebagai makhluk psikologis,
manusia mempunyai struktur kepribadian, tingkah laku sebagai manifestasi kejiwaan,
dan kemampuan berpikir serta kecerdasan. Sebagai makhluk sosial, manusia perlu
hidup bersama orang lain, saling bekerja sama untuk memenuhi kebutuhan dan tuntutan
hidup, mudah dipengaruhi norma yang ada. Sebagai makhluk spiritual, manusia
memiliki keyakinan, pandangan hidup, dan dorongan hidup yang sejalan dengan
keyakinan yang dianutnya (Hidayat, 2009).
Keperawatan memandang manusia sebagai makhluk holistik yang meliputi
bio-psiko-sosio-spiritual-kultural. Ini menjadi prinsip keperawatan bahwa asuhan
keperawatan yang diberikan harus memerhatikan aspek tersebut. Klien yang dirawat di
rumah sakit harus mendapatkan perhatian bukan hanya aspek biologis, tetapi juga
aspek-aspek yang lain. Sebagai makhluk holistik, manusia utuh dilihat dari aspek
jasmani dan rohani, unik, serta berusaha untuk memenuhi kebutuhannya, dapat
mengembangkan potensi yang dimilikinya, terus-menerus menghadapi perubahan
lingkungan, dan berusaha beradaptasi dengan lingkungan (Asmadi, 2008).
Kebutuhan dasar manusia merupakan unsur-unsur yang dibutuhkan oleh manusia
dalam mempertahankan keseimbangan fisiologis maupun psikologis, yang tentunya
bertujuan untuk mempertahankan kehidupan dan kesehatan. Kebutuhan dasar manusia
menurut Abraham Maslow dalam Teori Hierarki Kebutuhan menyatakan bahwa setiap
manusia memiliki lima kebutuhan dasar, yaitu kebutuhan fisiologis (makan, minum),
keamanan, cinta, harga diri, dan aktualisasi diri (Potter dan Patricia, 1997).
Kebutuhan fisiologis memiliki prioritas tertinggi dalam hirarki Maslow. Seorang
individu yang memiliki beberapa kebutuhan yang tidak terpenuhi secara umum lebih
dulu mencari pemenuhan kebutuhan fisiologis (Maslow, 1970). Misalnya, seseorang
yang kekurangan makanan, keselamatan, dan cinta biasanya mencari makanan sebelum
mencari cinta. Kebutuhan fisiologis merupakan hal yang perlu atau penting untuk
nutrisi, temperatur, eliminasi, tempat tinggal, istirahat, dan seks (Potter dan Perry,
2005).
Kebutuhan fisiologis merupakan kebutuhan primer yang menjadi syarat dasar bagi
kelangsungan hidup manusia guna memelihara homeostasis tubuh. Sebagai syarat dasar,
kebutuhan fisiologis ini mutlak terpenuhi. Jika tidak, ini dapat berpengaruh terhadap
kebutuhan yang lain. Sebagai contoh, seseorang yang tidak mampu memenuhi
kebutuhan oksigen dapat mangalami ketidaknyamanan atau bahkan kematian. Peran
perawat disini adalah membantu klien memenuhi kebutuhan fisiologis mereka.
Kebutuhan fisiologis tersebut meliputi oksigen, air, makanan, eliminasi, istirahat dan
tidur, penanganan nyeri, pengaturan suhu tubuh, seksual, dan lain-lain (Asmadi,2008).
Oksigen merupakan salah satu komponen gas dan unsur vital dalam proses
metabolisme untuk mempertahankan kelangsungan hidup seluruh sel-sel tubuh. Dalam
proses metabolisme aerobik, tubuh menggunakan oksigen sebagai bahan bakar dan akan
memproduksi karbondioksida sebagai hasil sampingan, peningkatan produksi
karbondioksida ini dapat menyebabkan kematian jaringan bahkan dapat mengancam
kehidupan. Otak merupakan organ yang sangat sensitif terhadap kekurangan oksigen.
Otak masih mampu menoleransi kekurangan oksigen antara tiga sampai lima menit.
Apabila kekurangan oksigen berlangsung lebih dari lima menit, dapat terjadi kerusakan
sel otak secara permanen (Kozier dan Erb, 1998).
Penyampaian oksigen kedaam tubuh ditentukan oleh sistem respirasi,
kardiovaskuler, dan keadaan hematologi. Kemampuan oksigenasi pada jaringan sangat
dipengaruhi oleh fungsi jantung untuk memompa darah sebagai transpor oksigen.
Berdasarkan pengkajian yang dilakukan di RSUD Pirngadi Medan, khususnya
pengkajian yang dilakukan di ruangan Tulip 3 diperoleh data klien dengan diagnosa
medis gagal jantung yaitu kelainan fungsi jantung yang bertanggung jawab atas
kegagalan jantung memompa darah pada kecepatan yang dengankebutuhan jaringan
yang melakukan metabolisme atau kemampuan jantung untuk memenuhikebutuhan inti
memerlukan peningkatan abnormal tekanan pengisian dan ditemui kondisi klinis yang
menyertai yakni bibir pucat, kelemahan, dan kulit yang pucat dan pucat pada
ekstremitas.
Klien dengan gagal jantung (CHF) diidentikkan dengan kelemahan, mudah letih saat
melakukan kegiatan dan sesak sehingga adanya batasan aktivitas pada pasien
Pada saat melakukan pengkajian keperawatan didapatkan data subjektif yakni pasien
mengeluhkan sesak napas saat melakukan aktifitas dan kelemahan. Saat dilakukan
observasi diperoleh data yakni pasien terbaring lemah diatas tempat tidur dan
menggunakan alat bantu oksigen. Berdasarkan data tersebut penulis mengangkat
diagnosa utama yakni intoleransi aktivitas dimana ini dianggap menjadi prioritas utama
pada pasien ini.
Berdasarkan temuan klinis tersebut, penulis merasa betapa pentingnya pemenuhan
oksigenasi pada pasien Tn.P. yang sedang mengalami sesak napas dan keletihan
sehingga menarik penulis untuk membahas dan menyusun proses keperawatan
penatalaksanaan oksigenasi yang dialami oleh klien.
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Tulisan ini bertujuan untuk memberikan asuhan keperawatan kepada pasien
dengan diagnosa keperawatan gangguan oksigenasi, khususnya pada Tn. P di
RSU dr. Pirngadi Medan.
2. Tujuan Khusus
a) Mampu melakukan pengkajian Keperawatan pada Tn. P
b) perawat mampu melakukan analisa data sesuai hasil pengkajian
c) Perawat mampu merumuskan diagnosa keperawatan pada Tn. P
d) Perawat mampu melakukan perencanaan tindakan keperawatan pada Tn. P
e) Perawat mampu melakukan intervensi keperawatan pada Tn. P
f) Perawat mampu melakukan evaluasi tindakan keperawatan pada Tn.
C. Manfaat Penulisan
1. Bagi Pendidikan Keperawatan
Menjadi bahan bacaan bagi mahasiswa keperawatan serta menambah wawasan
dalam memahami penerapan langkah-langkah asuhan keperawatan dalam upaya
peningkatan mutu pelayanan keperawatan khususnya bagi pasien dengan masalah
kebutuhan dasar gangguan oksigenasi.
2. Bagi Praktik Keperawatan
Menjadi bahan bacaan dalam menentukan asuhan keperawatan pada pasien
3. Bagi Pasien dan Keluarga
Untuk memperoleh pengetahuan tentang cara merawat dan memenuhi kebutuhan
oksigenasi.
4. Bagi Penulis
Memperoleh pengetahuan dan pengalaman dalam melaksanakan asuhan
BAB II
PENGELOLAAN KASUS
A. Konsep Dasar Gangguan Oksigenasi
Kebutuhan dasar manusia merupakan unsur-unsur yang dibutuhkan oleh manusia
dalam mempertahankan keseimbangan fisiologis maupun psikologis, yang tentunya
bertujuan untuk mempertahankan kehidupan dan kesehatan. Kebutuhan dasar manusia
menurut Abraham Maslow dalam Teori Hierarki Kebutuhan menyatakan bahwa setiap
manusia memiliki lima kebutuhan dasar, yaitu kebutuhan fisiologis (makan, minum),
keamanan, cinta, harga diri, dan aktualisasi diri (Potter dan Patricia, 1997).
Kebutuhan fisiologis merupakan kebutuhan primer yang menjadi syarat dasar bagi
kelangsungan hidup manusia guna memelihara homeostasis tubuh. Sebagai syarat dasar,
kebutuhan fisiologis ini mutlak terpenuhi. Jika tidak, ini dapat berpengaruh terhadap
kebutuhan yang lain. Sebagai contoh, seseorang yang tidak mampu memenuhi
kebutuhan oksigen dapat mangalami ketidaknyamanan atau bahkan kematian. Peran
perawat disini adalah membantu klien memenuhi kebutuhan fisiologis mereka.
Kebutuhan fisiologis tersebut meliputi oksigen, air, makanan, eliminasi, istirahat dan
tidur, penanganan nyeri, pengaturan suhu tubuh, seksual, dan lain-lain (Asmadi,2008).
1. Definisi Oksigenasi
Oksigen adalah salah satu komponen gas dan unsur vital dalam proses
metabolisme untuk mempertahankan kelangsungan hidup seluruh sel-sel tubuh.
Secara normal elemen ini diperoleh dengan cara menghirup oksigen ruangan setiap
kali bernapas (Tarwoto dan Wartonah, 2006).
Kebutuhan oksigenasi merupakan kebutuhan dasar manusia yang digunakan untuk
kelangsungan metabolisme sel tubuh mempertahankan hidup dan aktifitas berbagai
organ atau sel (Hidayat, 2006).
2. Manfaat Oksigenasi bagi Tubuh
Kebutuhan tubuh terhadap oksigenasi merupakan kebutuhan yang sangat
mendasar dan mendesak. Tanpa oksigen dalam waktu tertentu, sel tubuh akan
mengalami kerusakan yang menetap dan menimbulkan kematian. Otak merupakan
organ yang sangat sensitive terhadap kekurangan oksigen. Otak masih mampu
oksigen berlangsung lama dari lima menit, dapat terjadi kerusakan sel otak secara
permanen (Asmadi, 2008).
3. Sistem Tubuh yang Berperan dalam Kebutuhan Oksigenasi
Menurut Hidayat (2006), sistem tubuh yang berperan dalam kebutuhan oksigenasi
terdiri atas saluran pernapasan bagian atas, bagian bawah, dan paru.
3.1 Saluran pernapasan bagian atas
Menurut Hidayat (2006), saluran pernapasan bagian atas berfungsi menyaring,
menghangatkan, dan melembabkan udara yang terhirup. Saluran pernapasan ini
terdiri atas:
3.1.1 Hidung
Hidup terdiri atas nares anterior (saluran dalam lubang hidung) yang memuat
kelenjar sebaseus dengan ditutupi bulu yang kasar dan bermuara ke rongga
hidung dan rongga hidung yang dilapisi oleh selaput lender yang mengandung
pembuluh darah. Proses oksigenasi diawali dengan penyaringan udara yang
masuk melalui hidung oleh bulu yang ada dalam vestibulum (bagian rongga
hidung), kemudian dihangatkan serta dilembabkan (Hidayat, 2006).
3.1.2 Faring
Menurut Hidayat (2006), faring merupakan pipa yang memiliki otot,
memanjang dari dasar tengkorak sampai esophagus yang terletak di belakang
nasofaring (di belakang hidung), di belakang mulut (orofaring), dan di belakang
laring (laringo faring).
3.1.3 Laring (tenggorokan)
Laring merupakan saluran pernapasan setelah faring yang terdiri atas bagian
dari tulang rawan yang diikat bersama ligament dan membran, terdiri atas dua
lamina yang bersambung di garis tengah (Hidayat, 2006).
3.1.4 Efiglotis
Efiglotis merupakan katup rawan yang bertugas membantu menutup laring
pada saat proses menelan (Hidayat, 2006).
3.2 Saluran pernapasan bagian bawah
Menurut Hidayat (2006), saluran pernapasan bagian bawah berfungsi
3.2.1 Trakea
Trakea atau disebut sebagai batang tenggorok, memiliki panjang kurang lebih
Sembilan sentimeter yang dimulai dari laring sampai kira-kira ketinggian
vertebra torakalis kelima. Trakea tersusun atas enam belas sampai dua puluh
lingkaran tidak lengkap berupa cincin, dilapisi selaput lender yang terdiri atas
epithelium bersilia yang dapat mengeluarkan debu atau benda asing (Hidayat,
2006).
3.2.2 Bronkus
Bronkus merupakan bentuk percabang atau kelanjutan dari trakea yang terdiri
atas dua percabangan kanan dan kiri. Bagian kanan lebih pendek dan lebar
daripada bagian kiri yang memiliki tiga lobus atas, tengah, dan bawah,
sedangkan bronkus kiri lebih panjang dari bagian kanan yang berjalan dari lobus
atas dan bawah (Hidayat, 2006).
3.2.3 Bronkiolus
Bronkiolus merupakan saluran percabangan setelah bronkus (Hidayat, 2006).
4. Proses Oksigenasi
Menurut Hidayat (2006) dan Lusianah (2012), proses pemenuhan kebutuhan
oksigenasi tubuh terdiri atas tiga tahap, yaitu ventilasi, difusi gas, dan transportasi
gas.
4.1 Ventilasi
Ventilasi merupakan proses keluar dan masuknya oksigen dari atmosfer ke
dalam alveoli atau dari alveoli ke atmosfer (Hidayat, 2006). Masuknya atmosfer ke
dalam alveoli dan keluarnya karbondioksida dari alveoli ke atmosfer yang terjadi
saat respirasi (inspirasi-ekspirasi). Proses ventilasi terjadi karena adanya perbedaan
tekanan antara atmosfer dan alveolus paru (Lusianah, 2012).
Menurut Asmadi, 2008 efektivitas mekanisme ventilasi paru-paru dipengaruhi
oleh beberapa faktor antara lain:
4.1.1 Konsentrasi oksigen atmosfer
Konsentrasi oksigen sanagt menentukan terhadap fungsi pernapasan.
Konsentari oksigen atmosfer di daratan tinggi lebih rendah dibangdingkan
dengan konsentrasi di bawah permukaan laut. Kurangnya konsentrasi oksigen di
dalam tubuh seseorang akan memunculkan tanda-tanda hipoksia (Asmadi,
4.1.2 Kondisi jalan nafas
Udara pernapasan keluar masuk tubuh melalui organ-organ respirasi yang
merupakan jalan napas. Kondisi jalan napas ini sangat menentukan terhadap
efektivitas ventilasi. Jalan napas yang tidak paten (baik) dapat menyebabkan
mekanisme ventilasi menjadi tidak efektif. Penyebab ketidakpatenan jalan napas
antara lain disebabkan oleh obstruksi mekanik seperti benda asing pada
trakheobronkhial, mukus yang tertahan, lidah yang menutupi jalan napas, dan
reaksi alergi yang menyebabkan bronkospasme seperti pada asma (Asmadi,
2008).
4.1.3 Kemampuan compliance dan recoil paru-paru
Compliance merupakan kemampuan paru untuk mengembang. Recoil adalah
kembalinya paru-paru ke posisi semula setelah compliance. Kemampuan
compliance dan recoil ini sangat berpengaruh dalam menentukan efektif
tidaknya proses ventilasi. Kemampuan ini bisa tidak sempurna disebabkan
antara lain oleh kerusakan jaringan paru seperti edema, tumor, parase/paralise,
serta kifosis (Asmadi, 2008).
4.1.4 Pengaturan pernapasan
Banyak sedikitnya oksigen yang masuk dan karbondioksida yang keluar dari
paru-paru dalam proses ventilasi dipengaruhi pula oleh irama, kedalaman, dan
frekuensi pernapasan. Irama pernapasan yang teratur menyebabkan terjadinya
keseimbangan antara jumlah oksigen yang dihirup dengan karbondioksida yang
dikeluarkan dari paru-paru. Namun bila sebaliknya, misalnya pada orang yang
lari ketakutan, irama napasnya menjadi tidak teratur sehingga mengakibatkan
oksigen dihirup sedikit. Kedalaman pernapasan juga memengaruhi terhadap
ventilasi paru-paru. Kedalaman pernapasan ini mengindikasikan kemampuan
inspirasi paru-paru. Frekuensi pernapasan merupakan jumlah compliance dan
recoil paru-paru dalam satu menit. Pada seseorang yang frekuensi
pernapasannya di bawah frekuensi normal, maka oksigen yang dihirup juga akan
sedikit sehingga tubuh kekurangan oksigen (Asmadi, 2008).
Irama, frekuensi, dan kedalaman pernapasan ini sangat bergantung pada
kerja pusat pengaturan pernapasan yang terdapat pada medulla dan pons. Pusat
pernapasan inilah yang mengatur kerja paru-paru. Ada tiga pusat pneumotaksis.
Ketiga pusat pengaturan pernapasan ini akan dibahas pada bahasan selanjutnya
4.2 Difusi
Difusi merupakan proses pertukaran gas oksigen dengan karbondioksidaantara
alveoli dengan darah pada membran kapiler alveolar paru (Lusianah, 2012).
Menurut Asmadi, 2008 kecepatan difusi tersebut ditentukan oleh beberapa faktor
diantaranya:
4.2.1 Ketebalan Membran
Semakin tebal membrane alveolus, maka proses difusi semkin sulit. Tebalnya
membrane alveolus misalnya oleh karena edema paru. Akibatnya gas-gas
pernapasan harus berdifusi tidak hanya melalui membrane alveolus, melainkan
melalui cairan tersebut (Asmadi, 2008).
4.2.2 Luas Permukan Membran Alveolus
Penurunan luas permukaan paru akan mengakibatkan kemampuan
paru-paru untuk berdifusi pun menurun. Hal tersebut berarti semakin luas permukaan
membrane alveolus maka semakin banyak gas-gas pernapasan yang berdifusi
dan begitu pula sebaliknya. Penurunan luas permukaan paru akan mengganggu
pertukaran gas pernapasan (Asmadi, 2008).
4.2.3 Perbedaan Tekanan antara Kedua Sisi Membran
Perbedaan tekanan antara kedua sisi membran merupakan perbedaan antara
tekanan parsial gas dalam alveolus dan tekanan gas dalam darah. Bila tekanan
gas dalam alveolus lebih besar daripada tekanan gas dalam darah, maka terjadi
difusi dari alveolus ke dalam darah dan begitu sebaliknya. Tekanan gas yang
tinggi dalam alveolus adalah tekanan oksigen sedangkan tekanan yang tinggi
pada kapiler darah adalah tekanan karbondioksida. Hal tersebut akan
mengakibatkan oksigen berdifusi ke kapiler darah dan karbondiksida. Hal
tersebut akan mengakibatkan oksigen berdifusi ke kapiler darah dan
karbondioksida berdifusi ke alveolus (Asmadi, 2008).
4.3 Tranfortasi Gas
Transfortasi gas merupakan proses pendistribusian O2 kapiler ke jaringan
tubuh dan CO2 jaringan tubuh kapiler. Pada proses transportasi, O2 akan berikatan
dengan Hb membentuk Oksihemoglobin (97%) dan larut dalam plasma (3%),
sedangkan CO2 akan berikantan dengan Hb membentuk karbominohemoglobin
(30%), larut dalam plasma (5%), dan sebagian menjadi HCO3 yang berada dalam
Transfortasi gas dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu curah jantung
(kardiak output), kondisi pembuluh darah, latihan (exercise), perbandingan sel
darah dengan darah secara keseluruhan (hematokrit) serta eritrosit dan kadar Hb
(Hidayat, 2006). Faktor-faktor yang mempengaruhi transportasi gas menurut
Hidayat (2006) sependapat dengan pendapat menurut Lusianah (2012).
5. Faktor-Faktor yang Memengaruhi Kebutuhan Oksigen
Kebutuhan tubuh terhadap oksigen tidak tetap. Sewaktu-waktu tubuh memerlukan
oksigen yang banyak oleh karena suatu sebab. Kebutuhan oksigen dalam tubuh
dipengaruhi beberapa faktor, diantaranya:
5.1 Faktor fisiologi
Setiap kondisi yang mempengaruhi fungsi kardiopulmonar secara langsung
akan mempengaruhi kemampuan tubuh untuk memenuhi kebutuhan oksigen.
Klasifikasi umum gangguan jantung meliputi ketidakseimbangan konduksi,
kerusakan fungsi valvular, hipoksia miokard, kondisi-kondisi kardiomiopati, dan
hipoksia jaringan perifer. Gangguan pernapasan meliputi hiperventilasi,
hipoventilasi, dan hipoksia (Potter dan Perry, 2005).
Sedangkan menurut Tarwoto dan Wartonah (2006), faktor fisiologi meliputi:
5.1.1 Menurunnya kapasitas pengingatan oksigen seperti anemia
5.1.2 Menurunnya konsentrasi oksigen yang diinspirasi seperti pada obstruksi
saluran napas bagian atas
5.1.3 Hipovolemia sehingga tekanan darah menurun mengakibatkan transfor
oksigen menurun
5.1.4 Meningkatnya metabolism seperti adanya infeksi, demam, ibu hamil,
luka, dan lain-lain
5.1.5 Kondisi yang mempengaruhi pergerakan dinding dada seperti pada
kehamilan, obesitas, muskulus skeleton yang abnormal, penyakit kronik seperti
TBC paru.
5.2 Faktor perkembangan
Tahap perkembangan klien dan proses penuaan yang normal mempengaruhi
5.2.1 Bayi prematur
Bayi prematur beresiko terkena penyakit membrane hialin, yang disebabkan
kurangnya pembentukan surfaktan. Kemampuan paru untuk mensintesis
surfaktan berkembang lambat pada masa kehamilan, yakni pada sekitar bulan
ketujuh, dan bayi preterm tidak memiliki surfaktan.
5.2.2 Bayi dan toddler
Bayi dan toddler beresiko terkena mengalami infeksi saluran napas atas
sebagai hasil pemaparan yang sering pada anak-anak lain dan pemaran asap
dari rokok yang diisap orang lain. Selain itu, selama proses pertumbuhan gigi,
beberapa bayi berkembang kongesti nasal, yang memungkinkan pertumbuhan
bakteri dan meningkatnya potensi terjadinya infeksi saluran pernapasan (Potter
dan Perry, 2005).
5.2.3 Anak usia sekolah dan remaja
Anak usia sekolah dan remaja terpapar pada infeksi pernapasan dan
faktor-faktor resiko pernapasan, misalnya menghisap asap rokok dan merokok.
Individu yang mulai merokok pada usia remaja dan meneruskannya sampai
usia dewasa pertengahan mengalami peningkatan resiko penyakit
kardiopulmonar dan kanker paru (Potter dan Perry, 2005).
5.2.4 Dewasa muda dan dewasa pertengahan
Individu usia dewasa pertengahan dan dewasa muda terpapar pada banyak
faktor resiko kardiopulmonar, seperti: diet yang tidak sehat, kurang latihan
fisik, obat-obatan, dan merokok. Dengan mengurangi faktor-faktor yang dapat
dimodifikasi ini, akan menurunkan resiko menderita penyakit jantung dan
pulmonary (Potter dan Perry, 2005).
5.2.5 Dewasa tua dan lansia
Sistem pernapasan dan sistem jantung mengalami perubahan sepanjang
proses penuan. Ventilasi dan transfer gas menurun seiring peningkatan usia.
Perubahan osteoporosis pada rangka thoraks dan kifosis pada vertebra biasanya
terjadi seiring penuan. Perubahan ini membuat paru-paru tidak mampu
mengembang sepenuhnya, sehingga menyebabkan kadar oksigenasi lebih
5.3 Faktor lingkungan
Lingkungan juga mempengaruhi oksigenasi. Insiden penyakit paru lebih tinggi
di daerah yang berkabut dan di daerah perkotaan daripada di daerah perkotaan.
Tempat kerja juga dapat meningkatkan resiko terkena panyakit paru seperti
bekerja di pertekstilan, tempat produksi peralatan yang anti terbakar, di
pergilingan, tempat produksi cat, plastic, dan beberapa perusahan kontruksi
(Potter dan Perry, 2005).
Pada lingkungan yang panas tubuh berespon dengan terjadinya vasodilatasi
pembuluh darah perifer, sehingga darah banyak mengalir ke kulit. Hal tersebut
mengakibatkan panas banyak dikeluarkan melalui kulit. Respon demikian
menyebabkan curuh jantung meningkat dan kebutuhan oksigen pun meningkat.
Sebaliknya pada lingkungan yang dingin, pembuluh darah mengalami kontriksi
dan penurunan tekanan darah sehingga menurunkan kerja jantung dan kebutuhan
oksigen (Asmadi, 2008).
5.4 Faktor perilaku
Perilaku atau gaya hidup, baik secara langsung maupun tidak langsung
mempengaruhi kemampuan tubuh dalam memenuhi kebutuhan oksigen.
Faktor-faktor perilaku atau gaya hidup yang mempengaruhi fungsi pernapasan meliputi
nutrisi, latihan fisik, merokok, penyalahgunaan substansi, dan stress (Potter dan
Perry, 2005). Faktor-faktor menurut Potter dan Perry (2005) sependapat dengan
pendapat menurut Tarwoto dan Wartonah (2006).
5.4.1 Nutrisi
Nutrisi merupakan fungsi kardiopulmonar dalam beberapa cara. Misalnya:
a) Obesitas mengakibatkan penurunan ekspansi paru dan peningkatan berat
badan dapat meningkatkan kebutuhan oksigen untuk memenuhi kebutuhan
metabolism tubuh (Potter dan Perry, 2005 dan Tarwoto dan Wartonah, 2006).
b) Klien yang kekurangan gizi atau gizi buruk mengalami kelemahan otot
pernapasan dan menurunnya kerja (ekskursi) pernapasan sehingga efisiensi
batuk menurun yang menyebabkan resiko terjadinya retensi sekresi paru
(Potter dan Perry, 2005). Gizi buruk juga menyebabkan anemia sehingga daya
ikat oksigen berkurang (Tarwoto dan Wartonah, 2006).
c) Diet tinggi karbohidrat berperan penting dalam peningkatan beban
karbondioksida pada klien yang mengalami retensi karbondioksida. Apabila
karbondioksida, dan diekskresikan melalui paru-paru (Potter dan Perry, 2005).
Diet tinggi lemak menimbulkan arteriosklerosis (Tarwoto dan Wartonah,
2006).
5.4.2 Latihan fisik
Latihan fisik meningkatkan aktifitas metabolisme tubuh dan kebutuhan
oksigen. Frekuensi dan kedalaman pernapasan meningkat, kemampuan
individu untuk menghirup lebih banyak oksigen dan mengeluarkan kelebihan
karbondioksida (Potter dan Perry, 2005).
5.4.3 Merokok
Menurut Potter dan Perry (2005), merokok dapat menyebabkan penyakit
jantung, penyakit paru obstruksi kronik, dan kanker paru. Merokok dapat
memperburuk penyakit arteri koroner dan pembuluh darah perifer. Nikotin
yang diinhalasi menyebabkan vasokontriksi pembuluh darah perifer dan
pembuluh darah koroner, meningkatkan tekanan darah dan menurunkan aliran
darah ke pembuluh darah perifer. Resiko kanker paru 10 kali lebih kuat pada
individu yang merokok daripada individu yang tidak merokok. Perokok pasif
lebih mudah terkena kanker paru daripada perokok aktif.
5.4.4 Penyalahgunaan substansi
Penggunaan alkohol dan obat-obatan lain secara berlebihan akan
mengganggu oksigenasi jaringan dengan dua cara. Pertama, individu yang
kronis menyalahgunakan substansi. Kondisi ini seringkali memiliki asupan
nutrisi yang buruk. Kondisi menyebabkan penurunan asupan makanan-kaya
besi yang kemudian menyebabkan penurunan produksi hemoglobin. Kedua,
penggunaan alkohol dan obat-obatan tertentu secara berlebihan. Kondisi ini
mendepresi pusat pernapasan, menurunkan frekuensi dan kedalaman
pernapasan dan jumlah oksigen yang diinhalasi. Penyalahgunaan substansi,
baik dengan cara merokok (mengisap) atau dengan cara inhalasi (menghirup),
misalnya substansi berupa bongkahan kokain atau uap yang berasal dari cat
atau kaleng lem, mengakibatkan cedera langsung pada jaringan sehingga
menyebabkan kerusakan paru maupun kerusakan oksigenasi yang permanen
6. Pengaturan Pernapasan
Menurut Asmadi, 2008 ada tiga pusat pengendalian/pengaturan pernapasan
normal yaitu:
6.1 Pusat Respirasi
Terletak pada formatio retikularis medula oblongata sebelah kaudal. Pusat
respirasi ini terdiri atas pusat inspirasi dan pusat ekspirasi.
6.2 Pusat Apneustik
Terletak pada pons bagian bawah. Mempunyai pengaruh tonik terhadap pusat
inspirasi. Pusat apneustik ini dihambat oleh pusat pneumotaksis dan impuls aferen
vagos dari reseptor paru-paru . bila pengaruh pneumotaksis dan vagus dihilangkan,
maka terjadi apneustik.
6.3 Pusat Pneumotaksis
Terletak pada pons bagian atas. Bersama-sama vagus menghambat pusat
upneustik secara periodik. Pada hiperpnea, pusat pneumotaksis ini merangsang pusat
respirasi.
7. Metode Pemenuhan Kebutuhan Oksigen
Menurut Asmadi, 2008 kebutuhan oksigen dapat dipenuhi dengan beberapa
metode, antara lain:
7.1 Inhalasi Oksigen (Pemberian Oksigen)
Terdapat dua sistem inhalasi oksigen yaitu sistem aliran rendah dan sistem aliran
tinggi.
7.2 Sistem aliran rendah (low flow oxygen system) ditujukan pada klien yang
memerlukan oksigen dan masih bisa bernapas sendiri dengan pola pernapasan yang
normal. Sistem ini diberikan untuk menambah konsentrasi udara ruangan. Pemberian
oksigen diantaranya dengan menggunakan nasal kanul, sungkup muka sederhana,
sungkup muka kantong (rebreathing) dan sungkup muka dengan kantong
(nonrebreathing).
7.3 Sistem aliran tinggi (high flow oxygen system), teknik ini menjadikan
konsentrasi oksigen lebih stabil dan tidak dipengaruhi tipe pernapasan, sehingga
dapat menambah konsentrasi oksigenasi lebih tepat. Misalnya melalui sungkup muka
7.4 Fisioterapi dada
Fisioterapi dada merupakan suatu rangkaian tindakan keperawatan yang terdiri
atas perkusi, vibrasi, dan postural drainage.
7.5 Perkusi atau disebut dengan clapping adalah pukulan kuat, bukan berarti
sekuat-kuatnya, pada dinding dada dan punggung dengan tangan dibentuk seperti
mangkuk. Tujuan dari teknik ini adalah untuk dapat melepaskan secret yang melekat
pada dinding bronkus.
7.6 Vibrasi adalah getaran kuat secara serial yang dihasilkan oleh tangan perawat
yang diletakkan datar pada dinding dada klien. Vibrasi digunakan setelah perkusi
untuk meningkatkan turbulensi udara ekspirasi dan melepaskan mucus yang kental.
Sering dilakukan bergantian dengan perkusi.
7.7Postural drainage adalah salah satu intervensi untuk melepaskan sekresi dari
berbagai segmen paru-paru dengan menggunakan pengaruh gaya gravitasi. Waktu
yang terbaik untuk melakukannya yaitu sekitar satu jam sebelum sarapan pagi dan
sekitar satu jam sebelum tidur pada malam hari. Postural drainage harus lebih sering
dilakukan apabila lender klien berubah warna menjadi kehijauan dan kental atau
ketika klien menderita demam.
7.8 Napas Dalam dan Batuk
Napas dalam yaitu bentuk latihan napas yang terdiri atas pernapasan abdominal
(diafragma) dan purse lips breathing. Batuk efektif yaitu latihan batuk untuk
mengeluarkan secret.
7.9Suctioning (Penghisapan Lendir)
Suctioning adalah suatu metode untuk melepaskan sekrsei yang berlebihan pada
jalan napas. Suctioning dapat diterapkan pada oral, nasofaringeal, tracheal, serta
endotrakheal atau trakheostomi tube. Tujuan dari suctioning adalah untuk membuat
suatu jalan napas yang paten dengan menjaga kebersihannya dan sekresi yang
berlebihan.
8. Asuhan keperawatan
8.1 Pengkajian
Untuk mengidentifikasi masalah oksigenasi dan mengumpulkan data guna
menyusun suatu rencana keperawatan, perawat perlu melakukan pengkajian
keperawatan. Menurut Potter dan Perry, (2005) pengkajian keperawatan tentang
sumber-sumber yakni: Riwayat kerperawatan fungsi kardiopulmonal normal klien dan fungsi
kardiopulmonal saat ini, kerusakan fungsi sirkulasi dan fungsi pernapasan pada masa
yang lalu, serta tindakan klien yang digunakan untuk mengoptimalkan
oksigenasi.Pemeriksaan fisik status kardiopulmonal klien, termasuk inspeksi, palpasi,
perkusi, dan auskultasi. Peninjauan kembali hasil pemeriksaan laboratorium dan hasil
pemeriksaan diagnostik, termasuk hitung darah lengkap, elektrokardiogram (EKG),
dan pemeriksaan fungsi pulmonar, sputum, dan oksigenasim seperti arteri gas darah
(AGD) atau oksimetri nadi. Pendapat yang diungkapkan oleh Potter dan Perry
tersebut di dukung juga oleh pendapat Tarwoto dan Wartonah (2006), dimana
pengkajian keperawatan harus mencakup: pernapasan yang pernah dialami, riwayat
penyakit pernapasan, riwayat kardiovaskuler, dan gaya hidup pasien.
Pemeriksaan fisik dilakukan untuk mengkaji tingkat oksigenasi jaringan klien
yang meliputi evaluasi keseluruhan sistem kardiopulmonar. Pemeriksaan fisik
dilakukan dengan teknik inspeksi, palpasi, auskultasi, dan perkusi ( Potter dan Perry,
2005). Data pemeriksaan fisik yang mungkin ditemukan pada pengkajian oksigenasi
menurut Tarwowo-Wartonnah (2006) dan Potter dan Perry (2005) hanya sedikit
perbedaan. Pengkajian inspeksi status kardiopulmonar perlu mengidentifikasi pada
mata adanya xantelasma, askus kornea, konjuntiva pucat, konjungtiva pada sianosis,
terdapat petekia di konjungtiva. Pada mulut perlu dikaji membran mukosa yang
sianosis dan bernapas menggunakan mulut. Pemeriksaan vena di leher perlu dilihat
adanya distensi atau pembengkakan. Pemeriksaan pada hidung perlu dilihat
penggunaan cuping hidung atau penggunaan pernapasan hidung. Pemeriksaan pada
kulit perlu diperisa sianosis perifer, sianosis pusat, turgor kulit yang berkurang,
edema dependen, dan edema periorbital. Pada ujung jari dan bantalan kuku perlu
diperiksa sianosis, hemoragi pada tulang metakarpal, dan jari tabuh ( clubbing finger
). Pengkajian dilakukan pada pola pernapasan. Pola pernapasan yang perlu dikaji
yakni takipnea, bradipnea, apnea, hipernea, kussmaul, cheynestokes, biot, dan
apneustik ( Potter dan Perry, 2005 ). Pengkajian pada gerakan dinding dada dilihat
retraksi-melesak ke dalam jaringan lunak dada antara dan di sekitar kartilaginosa dan
tulang-tulang iga, seperti di ruang intraklavikular, di trakea, dan di daerah
substernum semakin memburuk disertai ketubuhan untuk meningkatkan usaha
inspirasi. Pernapasan paradoks-bernapas dengan tidak sinkron, terdapat kontraksi
dada selama inspirasi dan ekspansi selama ekspirasi, peningkatan diameter
pemeriksaan dada menurut Tarwoto-Wartonah (2006) meliputi retraksi otot bantu
pernapasan, pergerakan tidak simetris antara dada kiri dan kanan, tactil fremitus,
thrills, suara napas tidak normal, dan bunyi perkusi dullnes, hiperesonan.
Untuk mendapatkan data yang lebih akurat maka dilakukan lah pemeriksaan
diagnostik/penunjang. Pemeriksaan penunjang menurut Tarwoto-Wartonah (2006)
dan Potter dan Perry (2005) tidak jauh berbeda. Pemeriksaan untuk menentukan
keadekuatan sistem konduksi jantung dapat dilakukan melalui elektrokardiogram,
monitor holter, pemeriksaan stres latihan, pemeriksaan elektrofisioogis. Pemeriksaan
untuk menentukan kontraksi miokard dan aliran darah dilakukan ekokardiografi,
skintigrafi, kateterisasi jantung dan angiografi. Pemeriksaan untuk mengukur
keadekuatan ventilasi dan oksigenasi dilakukan tes fungsi paru-paru dengan
spirometri, kecepatan aliran ekspirasi puncak, pemeriksaan gas darah arteri,
oksimetri, dan hitung darah lengkap. Untuk memvisualisasi struktur sistem
pernapasan dilakkukan pemeriksaan sinar-X pada dada, bronkoskopi, dan
pemindaian paru. Pemeriksaan untuk menentukan sel-sel abnormal atau infeksi
dalam saluran pernapasan dilakukan pemeriksaan kultur tenggorok, spesimen
sputum, pemeriksaan kulit, dan torasentesis.
8.2 Analisa data
Data dasar adalah kumpulan data yang berisikan mengenai status kesehatan klien,
kemampuan klien mengelola kesehatan terhadap dirinya sendiri dan hasil konsultasi
dari medis atau profesi kesehatan lainnya. Pada saat melakukan pengkajian terdapat
beberapa tanda yang ditemukan yakni, penemuan dari keluhan pasien yaitu pasien
mengeluhkan dispnea (kesulitan bernapas) dan juga dari data yang kita lihat yaitu
adanya suara napas tambahan, perubahan pada irama dan frekuensi pernapasan,
batuk tidak ada atau tidak efektif, sianosis, kesulitan untuk berbicara, pernurunan
suara napas, ortopnea, gelisah, sputum berlebihan, dan mata terbelalak, gas darah
yang tidak normal, hipoksia, perubahan status mental, usaha napas ditandai dengan
napas cuping hidung, penggunaan otot aksesorius, pernapasan bibir mencucu gas
darah abnormal, gas darah arteri yang tidak normal, pH arteri tidak normal, warna
kulit tidak normal, karbon dioksida menurun, diaforesis, hiperkapnia, hiperbarbia,
8.3 Diagnosa Keperawatan
Menurut NANDA (2005), Tarwoto-Wartonah (2006) menyebutkan bahwa
terdapat empat diagnosa yang dapat diangkat sebagai diagnosa yang berhubungan
dengan masalah oksigenasi, yaitu:
1. Gangguan pertukaran gas
2. Ketidakefektifan pola napas
3. Ketidakefektifan bersihan jalan napas
4. Menurunnya perfusi jaringan tubuh
8.4 Perencanaan Keperawatan
1) Ketidakefektifan bersihan jalan napas
Intervensi keperawatan
a) Kaji keefektifan pemberian oksigen, frekuensi, kedalaman, dan upaya
pernapasana
b) Kaji faktor yang berhubangan dengan nyeri, batuk tidak efektif, mukus
kental, dan keletihan
c) Pantau status oksigen pasien
d) Instruksikan kepada pasien tentang batuk dan teknik napas dalam untuk
memudahkan pengeluaran sekret
e) Anjurkan aktifitas fisik untuk memfasilitasi pengeluaran sekret
f) Atur posisi pasien yang memungkinkan untuk pengembangan maksimal
rongga dada
g) Berikan pasien dukungan emosi
h) Kolaborasi dengan ahli terapi pernapasan
2) Ketidakefektifan pola napas
Intervensi keperawatan
a) Pantau adanya pucat dan sianosis
b) Observasi dan dokumentasi ekspansi dada bilateral pada pasien yang
terpasang ventilator
c) Pantau kecepatan, irama, kedalaman dan upaya pernapasan
d) Pantau pernapasan yang berbunyi seperti mendengkur
e) Pantau pola pernapasan: bradipnea, takipnea, hiperventilasi, pernapasan
f) Auskultasi suara napas, perhatiakn area penurunan/ tidak adanya ventilasi
dan adanya suara napas tambahan
g) Pantau peningkatan kegelisahan, ansietas, dan lapar udara
h) Informasikan kepada pasien dan keluarga tentang teknik relaksasi untuk
memperbaiki pola pernapasan
i) Ajarkan teknik batuk efektif
j) Konsultasi dengan ahli terapi pernapasan untuk memastikan keadekuatan
fungsi ventilator mekanis
3) Gangguan pertukaran gas
Intervensi keperawatan
a) Kaji suara paru: frekuensi napas, kedalaman, dan usaha napas, dan produksi
sputum sebagai indicator keefektifan penggunaan alat penunjang
b) Pantau saturasi oksigen dengan oksimetri nadi
c) Pantau hasil gas darah
d) Observasi terhadap sianosis, terutama membrane mukosa mulut
e) Auskultasi bunyi jantung
f) Ajarkan kepada pasien teknik napas dalam dan relaksasi
g) Ajarkan tentang batuk efektif
h) Lakukan oral hygine secara teratur
i) Atur posisi pasien untuk memaksimalkan potensial ventilasi
B. Asuhan Keperawatan Kasus
1. Pengkajian Pasien di Rumah Sakit
Berdasarkan penugasan sesuai dengan jadwal mahasiswa praktek di rumah sakit
Pirngadi Medan, pada tanggal 2 Juni - 6 Juni 2014 di ruangan Tulip 3. Pada
penugasan tersebut di temukan seorang pasien Tn. P dengan masalah medis CHF
(gagal jantung) pasien tersebut diangkat oleh penulis menjadi pasien kelolaan.
Pengkajian keperawatan pertama kali dilakukan pada tanggal 2 Juni 2014 pada
pasien Tn. P di ruang Tulip 3 kamar 703 dengan diagnosa medis CHF (gagal
jantung). Pengkajian dilakukan pada pukul 15.00 WIB terkait biodata pasien,
keluhan utama, riwayat kesehatan sekarang, riwayat kesehatan masa lalu, riwayat
kesehatan keluarga, dan pengkajian fisik. Saat pengkajian didapat data pasien adalah
Tn. P yang tinggal di perumnas marindal, Medan. Alasan utama klien mencari
bantuan kesehatan adalah karena sesak napas yang berat saat beraktifitas dan
kelemahan yang dirasakan semenjak 1minggu terakhir. Pada saat melakukan
pengkajian, klien berada pada kesadaran somnolen dimana klien tampak sadar saat
berbicara dan seperti tertidur saat selesai bicara, kulit klien tampak pucat dan
ekstremitas dingin, bibir pucat, dan kelemahan.Pada pukul 15.40 pengkajian
keperawatan dihentikan Karena keadaan klien yang kurang baik.
Pengkajian ulang dilakukan kepeda pasien pada saat melakukan injeksi tepatnya
pukul 17.30, pengkajian tersebut mengenai sesak yang dirasakan. Hasil yang di dapat
yaitu klien sesak napas saat melakukan aktifitas ringan, sesaknya hilang saat di
pasang oksigen, riwayat penyakit pernapasan terdahulu tidak ada, kulit klien tampak
pucat, batuk tidak ada, klien tampak terbaring lemah di tempat tidur, dan
mengeluhkan kelemahan. Berdasarkan temuan tersebut diangkat masalah
keperawatan ketidakefektifan pola pernapasan dan intoleransi aktivitas. Pada pukul
19.30 WIB dilakukan evaluasi terhadap intervensi tersebut. Hasil yang didapatkan
yaitu pasien merasa lebih nyaman lagi saat diberi posisi semi fowler dan pemberian
terapi oksigen, sesak yang dirasakan klien tidak seberat sebelumnya, pembatasan
penggunaan energi dapat dilakukan dan klien mengatakan bahwa kebutuhan saat ini
terpenuhi oleh bantuan keluarganya.
Tanggal 3 Juni 2014 pukul 15.00 WIB melakukan evaluasi terhadap intervensi
yang dilakukan. Saat melakukan evaluasi kondisi pasien ditemukan data tambahan
yaitu keluhan pasien yang lemah saat beraktifitas. Klien mengatakan tenaganya tidak
merasa cepat lelah bahkan saat makan klien merasa lelah. Dari hasil pengkajian
tersebut diangkat diagnosa keperawatan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh.
Kemudian dilakukan pengkajian nutrisi dengan hasil asupan makanan tidak adekuat,
berat badan turun dari 108 kg menjadi 74 kg, penyebab ketidak inginan makannya
karena adanya mual-muntah, nyeri abdomen yang dirasakan dan kelemahan. Pada
pukul 19.30 dilakukan evaluasi terhadap intervensi yang diberikan, dengan hasil
pembatasan penggunaan energi dapat dilakukan dan klien mengatakan bahwa
kebutuhan saat ini terpenuhi oleh bantuan keluarganya.
Pada tanggal 4 Juni 2014 tepatnya pukul 09.00 WIB dilakukan evaluasi terhadap
intervensi yang dilakukan sebelumnya dan ditemukan keluhan istri klien Ny. G
bahwa Tn. P dalam beberapa hari belakangan ini sulit untuk makan sehingga
dilakukan intervensi yang dapat meningkatkan keinginan makan klien. Pada pukul
13.00 klien mengeluhkan sesak napas, berat badan menurun dari 108 kg menjadi 74
kg, tanda vital, dan pola makan klien 3 kali sehari yakni pagi, siang, dan malam.
Hasil pemeriksaan tanda-tanda vital yaitu tekanan darah 156/71, heart rate
90x/menit, rerpiratrory rate 28x/menit. Pada pukul 14.20 dilakukan evaluasi
terhadap intervensi yang dilakukan dengan hasil diet tidak habis, mual masih ada dan
sesak klien sudah berkurang.
Tanggal 5 Juni 2014 pukul 09.00 WIB saat ingin melakukan evaluasi tindakan,
klien tampak tidur lemah di atas tempat tidur. Saat ditanya kepada Ny. G klien saat
ini sedang pingsan karena kadar gula darahnya turun, dan dokter jaga sudah
melakukan pemeriksaan kadar gula darah dengan hasil 150 mg/Dl. ny. G mengatakan
sudah lama kadar gula darahnya tidak turun dan kadar gula darah biasanya > 200
mg/Dl. pada pukul dilakukan intervensi kepada pasien dengan diagnosa nutrisi
kurang dari kebutuhan tubuh. Pada pukul 14.00 dilakukan evaluasi terhadap
intervensi yang dilakukan.
Pada tanggal 6 juni 2014 pukul 09.10 WIB klien diantarkan ke poli jantung untuk
melakukan pemeriksaan EKG (elektrokardiogram). Tanggal 06 juni 2014 pukul
09.10 WIB melakukan re-evaluasi terhadap rencana yang sudah dibuat dan
ditemukan data baru dimana klien mengatakan muncul batuk yang berdahak tapi sulit
untuk dikeluarkan dan mual. Keadaan ini mulai muncul pada hari kamis yakni sore
hari. Dari data tersebut diangkat diagnosa bersihan jalan napas tidak efektifdan
dilakukan intervensi kepada klien. Pukul 11.00 klien selesai melakukan pemeriksaan
kepada pasian dengan diagnosa ketidakefektifan bersihan jalan napas. Pada pukul
14.00 WIB dilakukan evaluasi terhadap intervensi yang dilakukan.
2. Analisa data
Berdasarkan hasil pengkajian yang dilakukan pada tanggal 2 – 6 juni 2014, dari
data-data yang diperoleh dilakukan analisa data dengan mengelompokkan data objek
dan data subjek.
Tabel analisa data
No Data Etiologi Masalah
keperawatan
1. DS:
-Klien mengatakan
sesak saat beraktifitas
-klien mengatakan
lemas
-klien mengatakan
kehilangan tenaga
untuk mengangkat
tubuhnya
DO:
-klien berbaring di
tempat tidur
-klien melakukan
aktifitas di tempat tidur
-saat melakukan
aktifitas klien dibantu
oleh keluarga
Gagal jantung
Jantung gagal memompa
Suplai darah menurun
Metabolisme anaerob
Asidosis metabolik
Penimbunan asam laktat
dan penurunan ATP
Fatique
Intoleransi aktifitas
( pemenuhan ADL )
2. DS:
Klien mengeluh sesak
napas dan gangguan
penglihatan
Gagal jantung
Gagal pemompaan
jantung
Pola napas tidak
DO:
Kesadaran klien
somnolen, warna kulit
tidak normal yakni pucat,
ketidak normalan
frekuensi, irama, dan
kedalaman pernapasan,
suara napas tambahan,
perubahan pada irama dan
frekuensi pernapasan, dan
batuk tidak ada.
Tekanan diastole naik
Bendungan atrium kanan
hepar
hepatomegali
mendesak diafragma
sesak napas
pola napas tidak efektif
3. DS:
- Klien menolak untuk
makan
- Merasa cepat kenyang
- Berat badan turun dari
110 kg menjadi 74 kg
DO:
-Kurangnya minat
terhadap makanan
-Membran mukosa
pucat
Gagal jantung
Tekanan sitem vena naik
Tekanan vena jugularis
naik
Hipertensi vena
Bendungan vena bilateral
Pembengkakan hati
Kongesti vena saluran
cerna
Mual muntah anoreksia
Pemenuhana nutrisi
4. Ds:
-Dispnea
-Klien mengatakan tidak
bisa mengeluarkan
sekret
Do:
- Gelisah
- Sputum berlebihan
- Sputum kental
- Suara napas tambahan
- Perubahan pada irama
dan frekuensi
pernapasan
Gagal jantung
Gagal pemompaan
jantung
backward failurun
LEVD naik
Tekanan pulmonalis
meningkat
tekanan paru meningkat
Edema paru
Ronki basah
Iritasi mukosa paru
Reflek batuk turun
Penumpukan sekret
Gangguan bersihan jalan
napas
Bersihan jalan napas
3. Diagnosa keperawatan
Masalah keperawatan kemudian dirumuskan dalam bentuk diagnosa
keperawataan berdasarkan keterkaitan dan faktor-faktor yang menandai masalah
yaitu data subjek dan data objek yang telah di kaji. Dari hasil perumusan diangkat
diagnosa keperawatan yang utama yakni intoleransi aktivitas yang berhubungan
dengan curah jantung yang rendah. Ini dijadikan prioritas karena gagal jantung (chf)
identik dengan kelemahan dan ini menjadi salah satu ciri khas dari gagal jantung.
Intoleransi aktivitas ini diangkat berdasarkan keluhan klien yang menyatakan
kelemahan, berkurangnya tenaga, dan munculnya sesak napas saat klien melakukan
aktivitas. Munculnya tanda – tanda tersebut dikarenakan ketidak mampuan jantung
untuk memenuhi oksigen dalam tubuh yang mengakibatkan penumpukan
karbondioksida yang mengakibatkan proses anaerob meningkat.
1. Tanggal 2 Juni 2014 ditegakkan diagnosa keperawatan:
a) Intoleransi aktivitas berhubungan dengan curah jantung yang rendah
b) Tidak efektifnya pola pernapasan berhubungan dengan menurunnya
ekspansi paru
2. Tanggal 3 Juni 2014 ditegakkan diagnosa keperawatan
a) Tidak efektifnya pola pernapasan berhubungan dengan menurunnya
ekspansi paru
b) Intoleransi aktivitas berhubungan dengan curah jantung yang rendah
c) Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kelemahan
3. Tanggal 4 Juni 2014 ditegakkan diagnosa keperawatan:
a). Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan nafsu makan
menurun
4. Tanggal 6 Juni 2014 ditegakkan diagnosa keperawatan:
a). Ketidakefektifan jalan napas b/d ketidakseimbangan jumlah produksi
4. Perencanaan Keperawatan
Setelah melakukan pengkajian keperawatan, dari data yang diperoleh dilakukan
analisa dan menemukan masalah-masalah keperawatan kemudian dirumuskan dalam
diagnosa keperawatan. Pada saat itu juga perawat melakukan perencanaan tindakan
keperawatan untuk memberi asuhan keperawatan kepada Ny.W. Perencanaan
keperawatan dan rasional dari setiap diagnosa dapat dilihat di tabel berikut:
Tabel 2.2. Diagnosa keperawatan dan perencanaan keperawatan
Diagnosa
keperawatan
Perencanaan Keperawatan
Dx.1: Tujuan :
- Klien dapat menoleransi aktivitas yang biasa dilakukan
- Mendemonstrasikan penghematan energi
Kriteria hasil:
1. Toleransi aktivitas
2. Klien menunjukkan ketahanan dalam beraktifitas
3. Mengelola penghematan energi
4. Kebugaran fisik
5. Energi psikomotorik
6. Perawatan diri
Intervensi Rasional
1. Kaji tingkat kelemahan
pasien
2. Memberi anjuran
tentang dan bantuan
dalam aktivitas fisik
3. Mengatur penggunaan
energi
4. Memanipulasi
1. Mengetahui tingkat
ketergantungan klien
2. Mengatasi cedera
3. Mengurangi penggunaan
energi berlebihan
lingkungan sekitar
pasien
5. Menggunakan aktivitas
atau protokol latihan
6. Membantu klien untuk
melakukan AKS
pasien
5. Mengembalikan kekuatan
otot
6. Memenuhi kebutuhan
AKS pasien
Dx.2: Tujuan: pola pernapasan efektif
Kriteria Hasil:
a. Status ventilasi dan pernapasan yang tidak terganggu
b. Tidak ada penyimpangan tanda vital dari rentang normal
c. Kepatenan jalan napas
Rencana Tindakan Rasional
1. Berikan oksigenasi sesuai
program
2. Mempertahankan oksigen
aliran rendah dengan nasal
kanul, masker atau sungkup
dengan kecepagan aliran 3
l/menit
3. Monitor jumlah pernapasan
penggunaan otot bantu
pernapasaan tanda vital, dan
warna kulit.
4. Posisi pasien fowler
5. Laksanakan program
pengobatan
6. Konsultasi dengan ahli
terapi pernapasan untuk
1. Mempertahankan oksigen
arteri
2. Mempertahankan
keadekuatan oksigen
3. Mengetahui status pernapasan
4. Meningkatkan pengembangan
paru
5. Meningkatkan pernapasan
6. Perlu adaptasi baru dengan
memastikan keadekuatan
fungsi ventilator mekanis
7. Pendidikan kesehatan :
a. Perubahan gaya hidup
b. Menghindari alergen
c. Teknik bernapas
b. Teknik relaksasi
7. Perlu adaptasi baru dengan
kondisi sekarang
Dx.3: Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan intake
nutrisi pasien sesuai dengan kebutuhan tubuh dan nafsu makan
pasien kembali normal
Kriteria hasil:
1. Intake nutrisi sesuai kebutuhan tubuhn
2. Mual dan muntah pasien berkurang/hilang.
3. Nafsu makan pasien kembali normal
Intervensi Rasional
1. Kaji status nutrisi pasien
2. Kaji bersama pasien
penyebab penurunan nafsu
makan
3. Lakukan pengkajian pola
makan pasien.
4. Timbang berat badan sesuai
indikasi
5. Anjurkan pasien untuk
menjaga kebersihan mulut
yang baik
1. Untuk mengetahui status
nutrisi pasien
2. Untuk memudahkan dalam
intervensi
3. Mengetahui kebiasaan makan
pasien dan mengetahui
kemungkinan kesalahan pola
makan pasien.
4. Meningkatkan nafsu makan
pasien
5. Mengetahui status nutrisi
pasien untuk pemberian
6. Ukur intake makanan
dalam 24 jam.
7. Beri pasien makan tapi
sering dan diselingi dengan
air hangat.
8. Diskusikan kepada pasien
tentang pentingnya asupan
nutrisi untuk proses
kesembuhan.
6. Mengetahui kelebihan atau
kekurangan intake makanan.
7. Hal ini membantu
meningkatkan nafsu makan
pasien dan mengurangi rasa
mual dan muntah.
8. Untuk meningkatkan
pengetahuan pasien tentang
nutrisi dan memotivasi pasien
untuk mau makan.
Dx. 4 Tujuan: kepatenan jalan napas
Kriteria hasil :
1. Kemudahan bernapas
2. Frekuensi dan irama pernapasan
3. Pergerakan sputum keluar dari jalan napas
4. Pergerakan sumbatan keluar dari jalan napas
Intervensi Rasional
1. Kaji status pernapasan klien
(suara napas, adanya batuk,
sesak, sianosis)
2. Atur posisi semi fowler atau
fowler.
3. Ajarkan napas dalam dan
batuk efektif
4. Berikan oksigen sesuai
program dan cek kelancaran
1. Untuk mengetahui area yang
mengalami penurunan
ventilasi, akumulasi sekret,
dan penurunan difusi oksigen
paru
2. Memudahkan ventilasi paru
3. Memudahkan keluarnya
sekret
4. Memperbaiki oksigenasi
aliran oksigen
5. Anjurkan aktivitas fisik atau
ambulasi tiap dua jam
6. Berikan pasien dukungan
emosi.
7. Kolaborasi dengan ahli terapi
pernapasan
8. Anjurkan pasien oral hygine
9. Berikan pendidikan
kesehatan tentang efek merokok
5. Meningkatkan pergerakan
sekresi
6. Mengatasi kecemasan pasien
dan agar pasien bisa lebih
tenang
7. Untuk menurunkan sesak
napas
8. Memberikan rasa nyaman
9. Mencegah komplikasi
paru-paru
5. Implementasi dan Evaluasi Keperawatan
Dari intervensi yang telah ditetapkan maka dilakukan tindakan keperawatan
kepada pasien sesuai dengan diagnosa keperawatan (secara lengkap di Lampiran 2).
Untuk diagnosa pertama yaitu intoleransi aktivitas yang ditegakkan tanggal 2 Juni
2014, dilakukan tindakan keperawatan dari intervensi yang telah ditetapkan.
Tindakan yang dilakukan adalah pukul 16.00 mengkaji kemampuan pasien untuk
berpindah dari tempat tidur, berdiri, ambulasi, dan melakukakan AKS dan AKSI,
menganjurkan klien untuk meminta pertolongan, mengatur penggunaan energi, 16.30
berkolaborasi dengan keluarga dalam memanipuasi lingkungan sekitar pasien, dan
membantu klien untuk melakukan AKS (tabel 2.2). terdapat intervensi yang tidak
dilakukan yaitu penggunaan aktifitas atau protokol latihan karena keadaan klien
masih sangat lemah dan asupan nutrisi untuk pemenuhan energi tidak terpenuhi
secara adekuat dan akan di lakukan pada hari berikutnya. Pada pukul 18.30
melakukan evaluasi terhadap intervensi yang telah dilakukan dan hasilnya pasien
merasa lingkungannya sudah aman untuk beraktifitas.
Untuk diagnosa kedua yaitu tidak ketidakefektifan pola pernapasan yang
ditegakkan tanggal 2 Juni 2014, dilakukan tindakan keperawatan kepada pasien dari
melakukan pengkajian identitas, keluhan utama, riwayat kesehatan sekarang, dan
masa lalu, dan riwayat kesehatan keluarga, pukul 17.40 mengkaji status pernapasan
klien, memberikan oksigen 3 l/menit menggunakan nasal kanul, pukul 17.50
mengatur posisi klien semi fowler, dan 19.30 melakukan evaluasi terhadap intervensi
yang diberikan siang tadi. Pada saat implemementasi, tidak semua intervensi yang
ada dilakukan kepada pasien (tabel 2.2). Adapun intervensi yang dilakukan adalah
nomor 1-4 dan yang tidak dilakukan nomor 6-7. Alasan tidak dilakukannya
intervensi nomor 6 yakni konsultasi dengan ahli terapi pernapasan tidak dilakukan
karena tidak bisa bertemu dengan dokter atau ahli terapi pernapasan dan nomor 7
tidak dilakukan karena intervensi ini masih butuh persiapan akan teori yang terkait
sehingga dijadikan intervensi yang akan dilakukan pada keesokan harinya.
Setelah dilakukan tindakan keperawatan tanggal 3 Juni 2014 diagnosa pertamadan
kedua telah teratasi namun masih tetap kontrol kebutuhan pemenuhan AKS klien dan
mempertahankan oksigen aliran rendah menggunakan nasal kanul 3 l/menit. Pada
pukul 15.00 dilakukan evaluasi terhadap tindakan sebelumnya. Pada pukul 16.00
dilakukan pengkajian tanda-tanda vital, mengatur posisi klien semi fowler,
memberikan oksigen 3 l/menit,dan pada pukul 16.45 klien diajarkan pernapasan
pursed-lip, pukul 17.00 mengatur posisi klien semi fowler, dan mempertahankan
oksigen aliran rendah menggunakan nasal kanul dengan kecepatan aliran 3
l/menit.Pada pukul 19.30 dilakukan evaluasi terhadap intervensi yang dilakukan hasil
yang didapatkan yaitu klien mengatakan sesaknya sudah berkurang dengan
tanda-tanda vital: TD= 145/70mmHg, HR= 80x/menit, RR= 20x/menit, Temp= 36C, klien
tampak lebih tenang.
Untuk diagnosa ketiga yaitu nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh yang ditegakkan
tanggal 4 Juni 2014, pukul 09.00 dilakukan intervensi yang direncakan sebelumnya
yaitu penganjuran klien untuk melakukan aktivitas ringan. Setelah diangkat diagnosa
maka dilakukan pukul 10.00 WIB mengkaji status nutrisi pasien, mendiskusikan
bersama pasien tentang penyebab penurunan nafsu makan, menganjurkan pasien
untuk menjaga kebersihan mulut yang baik, menganjurkan makan dalam jumlah
kecil dan sering secara teratur dan menyelingi dengan air hangat (Tabel 2.2).
Terdapat intervensi yang tidak dilakukan yakni intervensi nomor 4 yaitu timbang
berat badan sesuai indikasi, karena keterbatasan alat yang tersedia di rumah sakit.
Setelah dilakukan intervensi klien sudah mulai mau makan dan makanan yang
Pada tanggal 5 Juni 2014 pukul 09.00 WIB dilakukan pengukuran kadar gula
darah kepada klien. Pukul 11.20 WIB setelah klien bangun diberikan minum minum
teh manis dan makan buah sawo. Dari pengukuran didapatkan hasil gula darah turun
yakni 170mg/Dl dan klien sudah mulai sadar. Pada pukul 12.00 dilakukan
pemeriksaan KGD dengan hasil 200mg/Dl.
Pada tanggal 6 Juni 2014 pukul 09.10 WIB klien dibawa ke poli jantung untuk
melaksanakan pemeriksaan elektrokardiogram (EKG). Pukul 13.00 mengkaji status
pernapasan klien, mengatur posisi fowler atau semi fowler, mengajarkan teknik
napas dalam dan batuk efektif. Pada intervensi (tabel 2.2) ada yang tidak dilakukan
yakni nomor 5 karena intervensi sudah dilakukan sebelumnya.
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan
Oksigenasi berkaitan dengan sistem pernapasan dalam tubuh kita. Dimana
oksigenasi adalah pemenuhan kebutuhan jaringan tubuh terhadap oksigen untuk
kelangsungan metabolisme sel tubuh dalam mempertahankan hidup dan aktifitas
berbagai sel atau organ (Hidayat, 2006)
Setelah dialakukan pengkajian pada pasien Tn. P, dilakukan analisa data untuk
memperoleh diagnosa keperawatan, diagnosa keperawatan yang diangkat :
1. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan curah jantung yang rendah
2. Tidak efektifnya pola pernapasan berhubungan dengan menurunnya ekspansi
paru
3. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan nafsu makan menurun
4. Ketidakefektifan jalan napas berhubungan dengan ketidakseimbangan jumlah
produksi sputum
Diagnosa utama yang diangkat adalah Intoleransi aktivitas karena gagal jantung
(chf) identik dengan kelemahan dan ini menjadi salah satu ciri khas dari gagal
jantung. Intoleransi aktivitas ini diangkat berdasarkan keluhan klien yang
menyatakan kelemahan, berkurangnya tenaga, dan munculnya sesak napas saat klien
melakukan aktivitas. Munculnya tanda – tanda tersebut dikarenakan ketidak
mampuan jantung untuk memenuhi oksigen dalam tubuh yang mengakibatkan
penumpukan karbondioksida yang mengakibatkan proses anaerob meningkat. Jadi
masalah intoleransi harus dikontrol oleh perawat apabila menemukan pasien dengan
gangguan jantung.
Setelah dilakukan asuhan keperawatan, dari empat diagnosa yang diperoleh tidak
dapat diatasi secara tuntas. Diagnosa keperawatan intoleransi aktivitas tidak teratasi
dan masih perlu pengontrolan ketat oleh perawat dan keluarga klien, diagnosa
keperawatan tidak efektifnya pola pernapasan teratasi sebagian, diagnosa nutrisi
kurang dari kebutuhan tubuh juga belum teratasi, dan diagnosa ketidakefektifan jalan
napas belum teratasi karena diagnosa ini muncul pada akhir dinas namun akan
B. Saran
Diharapkan kepada perawat untuk lebih memperhatikan gangguan oksigenasi yang
dialami oleh klien dalam memberikan asuhan keperawatan dan sebaiknya meningkatkan
kratifitas dalam merencanakan dan merawat pasien. Dimulai dari pengkajian yang tepat
untuk mendapatkan data yang akurat sehingga kriteria hasil tercapai dan kebutuhan
dasar klien terpenuhi. Dengan asuhan keperawatan yang tepat penatalaksanaan
Daftar Pustaka
Asmadi, 2008. Teknik Prosedural Keperawatan, Konsep dan Aplikasi Kebutuhan Dasar
Klien. Jakarta: Salemba Medika
Asmadi, 2008. Konsep Dasar Keperawatan. Jakarta: EGC
Hidayat, A. Aziz Alimul, 2009. Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia-Aplikasi Konsep
dan Proses Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika
Lusianah dkk, 2012. Prosedur Keperawatan. Jakarta: TIM
Potter dan Perry, 2005. Fundamental Keperawatan, Konsep, Proses, dan Praktik. Edisi 4. Jakarta: EGC
Tarwoto dan Wartonah, 2006. Kebutuhan Dasar Manusia dan Proses Keperawatan. Edisi 3. Jakarta: Salemba Medika
Wilkinson dan Ahren, 2011. Buku Saku Diagnosis Keperawatan, Intervensi NIC,
Lampiran 1
A. Asuhan Keperawatan Kasus
Pengkajian dalam laporan Karya Tulis Ilmiah ini menggunakan format yang telah
ditentukan seperti berikut ini.
FORMAT PENGKAJIAN PASIEN DI
RUMAH SAKIT UMUM DR.PIRNGADI MEDAN
I. BIODATA
IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. P
Jenis Kelamin : LK
Umur : 58 thn
Status Perkawinan : Menikah
Agama : Islam
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Pensiunan
Alamat : Perumahan gading kista 2 Marindal,Medan
Tanggal Masuk RS : 01/06/2014 (06.00)
No. Register : 00.81.10.40
Ruangan/ kamar : Tulip 3/704
Golongan darah : O
Tanggal pengkajian : 02/06/2014
Tanggal operasi : -
Diagnosa Medis : Congestive Heart Failure (CHF)
II.KELUHAN UTAMA
Klien mengeluhkan kesulitan saat bernapas, merasakan nyeri, lemas saat
beraktifitas ringan, klien juga mengatakan kurang selera makan karena merasa mual tapi
tidak ada muntah, dan klien juga merasa sesak napas saat istrahat dan melakukan
III. RIWAYAT KESEHATAN SEKARANG A.Provocative/Palliative
1. Apa Penyebabnya
Klien merasakan nyerinya ketika klien melakukan aktivitas.
2. Hal-Hal Yang Memperbaiki Keadaan
Keadaan klien membaik ketika diberikan oksigen.
B.Quantity/Quality
1. Bagaimana Dirasakan
Klien mengatakan nyerinya seperti tertindih.
2. Bagaimana Dilihat
Klien tampak lemas dan meringis kesakitan dengan skala : 4
C.Region
1. Dimana Lokasinya
Klien mengatakan lokasinya di seluruh lapang dada.
2. Apakah Menyebar
Klien mengatakan nyerinya tidak menyebar
D.Severity
Keadaan ini mengganggu aktivitas klien karena hampir semua aktivitas klien
dilakukan di tempat tidur dan dibantu oleh keluarga.
E.Time
Klien mengatakan nyeri yang dialami timbul ketika klien melakukan aktifitas
ringan.
IV. RIWAYAT KESEHATAN MASA LALU A. Penyakit yang pernah dialami
Klien mengatakan pernah mengalami penyakit hipertensi semenjak 25 tahun
yang lalu, dan di diagnosa penyakit diabetes milleitus tipe II sejak 10 tahun yang lalu,
dan pernah dirawat di rumah sakit dengan diagnosa hepatomegali semenjak 5 tahun
yang lalu.
B. Pengobatan/tindakan yang pernah dilakukan
Tn. P adalah pasien pasien berulang yang sudah pernah dirwat di RS. Pirngadi
C. Pernah dirawat/dioperasi
Sudah pernah dilakukan operasi sebanyak 12 kali yaitu operasi pengangkatan luka
V. RIWAYAT KESEHATAN KELUARGA A. Orang tua
Ibu klien memiliki riwayat diabetes miellitus. Ayah klien mengalami penyakit
hipertensi dan lever.
B. Saudara kandung
klien memiliki 12 saudara kandung
C. Penyakit keturunan yang ada
klien mengatakan penyakit keturunan yang ada yaitu lever dan diabetes meillitus.
D. Anggota keluarga yang meninggal
Ayah dan Ibu klien sudah meninggal begitu juga dengan ke 7 saudaranya.
E. Penyebab meninggal
Keluarga klien meninggal karena sakit diabetes meillitus, lever, dan penyakit
jantung.
VI. RIWAYAT KEADAAN PSIKOSOSIAL A. Persepsi pasien tentang penyakitnya
klien mengatakan ia yakin jika penyakitnya akan sembuh
B. Konsep diri:
- Gambaran diri : Pasien mengatakan bahwa tubuhnya lemas.
- Ideal diri :Pasien mengatakan bahwa dirinya sangat bersemangat
untuk sembuh
- Harga diri : pasien tidak merasakan malu akan penyakitnya
Peran diri : Pasien mengatakan bahwa dia adalah seorang yang
masih memiliki tugas untuk berdakwah
- Identitas : Pasien adalah seorang kepala keluarga.
C. Keadaan emosi
Setelah dilakukannya pengkajian keadaan emosi pasien yang dilihat terkontrol.
D. Hubungan social
- Orang yang berarti: orang yang paling berarti untuk saat ini adalah istrinya - Hubungan dengan keluarga: Pasien mengatakan hubungan dengan keluarga