• Tidak ada hasil yang ditemukan

Probabilitas Diagnosa Keperawatan dan Diagnosa Kolaborasi Pada Pasien Skizofrenia di RSJ Medan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Probabilitas Diagnosa Keperawatan dan Diagnosa Kolaborasi Pada Pasien Skizofrenia di RSJ Medan"

Copied!
61
0
0

Teks penuh

(1)

Probabilitas Diagnosa Keperawatan dan Diagnosa Kolaborasi

Pada Pasien Skizofrenia di RSJ Medan

SKRIPSI

Oleh

Anggi Handayani Purba 111101023

FAKULTAS KEPERAWATAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)
(3)
(4)

DAFTAR ISI

1.Diagnosa keperawatan ... 6

1.1 Pengkajian Dignosa ... 7

2.2. Sampel Penelitian dan tehnik sampling ... 24

3. Lokasi dan Waktu penelitia ... 25

4. Pertimbangan Etik ... 25

5. Instrumen Penelitian ... 26

5.1 Kuesioner Data Demografi ... 26

5.2 Kuesioner Kepatuhan Pengobatan ... 26

5.3 Kuesioner Lokus Kendali ... 27

(5)

6.1 Kesimpulan ... 44

6.2 Saran ... 45

DAFTAR PUSTAKA ... 46

LAMPIRAN 1. Lembar Penjelasan Penelitian ... 47

2. Lembar Persetujuan Menjadi Responden ... 48

3. Instrumen Penelitian ... 49

5. Surat Izin Keperawatan USU ... 51

6. Surat pengambilan data ... 52

7. Surat relib RS Haji Medan ... 53

8. Surat selesai RS Haji Medan ... 54

9. Surat izin penelitian RSJ medan ... 54

10. Lembar perssetujuan validitas ... 57

11. Hasil penelitian ... 59

13. Jadwal tetntatif ... 60

14. Lembar bukti bimbingan ... 61

15. Taksasi dana ... 62

(6)
(7)
(8)
(9)
(10)

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1Latar belakang

Berbagai tekanan akibat krisis ,ternyata dapat memicu gangguan kejiwaan pada

seseorang. Akibatnya, bila gangguan jiwa ini di biarkan saja, maka akan berlanjut pada

penyakit skizofrenia. Padahal jika penyakit ini terlambat di obati, akan memburuk bahkan

terjadi hingga seumur hidup. Di Indonesia pasien skizofrenia kurang mendapat perhatian.

Apalagi, dalam kondisi krisis ekonomi, keadaan mereka semakin tidak mendapat

perhatian dari berbagai pihak, yang pada kenyataannya pada kehidupan sehari- hari,

tingkat stres semakin tinggi. Skozofrenia harus segera di atasi karena penyakit ini dapat

mempengaruhi kinerja seseorang dan kesempatan kerja. Apalagi ada stigma yang masih

kuat di masyarakat, yang terkait dengan gangguan kejiwaan (Yulianti, 2008).

Oleh karena itu, masyarakat perlu memahami tentang skizorenia, sehingga jika ada

anggota keluarganya yang mengalami gangguan ini dapat segera di atasi. Semakin dini

ditangani, semakin besar kemungkinan dan kesempatan pasien dapat kembali berfungsi

dengan baik (Yulianti, 2008).

Skizofrenia berasal dari ketidak seimbangan kimia otak yang disebut

neurotransmitter, yaitu kimia otak yang memungkinkan neuron– neuron berkomunikasi

satu sama lain. Beberapa ahli mengatakan bahwa skizofrenia berasal dari aktifitas

neurotransmitter dopamine yang berlebihan di bagia tertentu otak atau di karenakan

sensitivitas yang abnormal terhadap dopamine. Banyak ahli yang berpendapat bahwa

dopamine yang berlebihan saja tidak cukup untuk skizofrenia. Beberapa neurotransmitter

lain seperti serotonin dan nerepinephrine tampaknya juga memainkan peranan yang

(11)

Dari pemaparan diatas telah di bahas tentang skizofrenia, faktor penyebab, serta

minimnya peran keluarga dalam mengasuh pasien skizofrenia, untuk itu maka perlu di

perlukannya proses keperawatan, sebagai kerangka berpikir dan kerangka dalam

merawat pasien tersebut, hal ini dilakukan untuk memperbaiki status kesehatan klien,

dalam hal ini, keperawatan sebagai proses berpikir, telah di perkenalkan sejak tahun 1955

oleh Hall pada tahun 2004 proses keperawatan (nursing process) yang di tetapkan sebagai

series of steps oleh ANA (American nursing Association) (Wilkinson, 2007), yang terdiri

dari pengkajian, penetapan diagnosa, perencanaan hasil, perencanaan intervensi,

implementasi dan evaluasi.

Pada prakteknya kegiatan proses keperawatan tidaklah selalu berurutan tetapi bisa

dikerjakan pada waktu bersamaan. Salah satu kegiatan yang penting dalam proses

keperawatan adalah pengkajian keperawatan. Pengkajian keperawatan ini sangat penting

karena dari pengkajian keperawatan tersebut maka perawat akan mampu menentukan apa

masalah keperawatan diagnosa keperawatan dan masalah kolaboratif serta komplikasi

yang dialami oleh pasien dan membuat perencanaan dalam merawat pasien. Meski begitu

pengalaman menunjukkan bahwa sering sekali perawat mengalami kesulitan dalam

menentukan diagnosa keperawatan secara spesifik yang dialami oleh penderita tersebut,

hal ini mungkin karena pengkajian keperawatan yang tidak terstruktur dengan benar,

dan berdasarkan dari pengkajian yang dilakukan oleh perawat yang tidak mempunyai

urutan dan terstuktur dengan baik terkait dengan diagnosa keperawatan sering terjadi,

meskipun perawat mempunyai data tertentu tetapi perawat kebingungan untuk

menentukan data tersebut mendukung diagnosa keperawatan yang mana. Atau

sebaliknya perawat mempunyai prediksi pasien mempunyai diagnosa tertentu tetapi

tidak tahu data apa yang perlu dikaji untuk mendukung diagnosa tersebut muncul

(12)

Maka dari itu di perlukan pemahaman mendalam mengenai „diagnostic reasoning’

yang merupakan elemen tepenting untuk mengidentifikasi masalah yang di alami oleh

pasien dalam praktek keperawatan (King, 2006).

Lunney (2012) menyebutkan bahwa pengetahuan mengenai diagnosa, definisinya

dan batasan karakteristiknya (tanda dan gejala) merupakan pengetahuan yang sangat luas

dan kompleks, dan hampir tidak mungkin bagi perawat untuk mengingat semua informasi

yang ada, sehingga beliau menyarankan agar perawat mengetahui bagaimana mengakses

informasi yang diperlukan tersebut. Kemampuan untuk menemukan informasi yang

relevan ini menjadi satu hal yang penting karena akan mendukung kemampuan dalam

menentukan diagnosa (Harjai & Tiwari, 2009).

1.2Perumusan masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka perumusan masalah dalam penelitian ini

adalah Bagaimana Probabilitas Diagnosa Keperawatan dan Diagnosa Kolaborasi pada

Pasien Skizofrenia Rumah Sakit Jiwa (RSJ) Medan.

1.3Pertanyaan penelitian

Adapun pertanyaan penelitian ini adalah :

a. Bagaimana probabilitas diagnosa keperawatan pada pasien Skizofrenia di Rumah

Sakit Jiwa (RSJ) Medan?

b. Bagaimana probabilsitas diagnosa kolaborasi pada pasien Skozofrenia RSJ

(13)

1.4Tujuan penelitian

Adapun tujuan umum penelitian ini adalah :

1.4.1 Untuk mengidentifikasi probabilitas diagnosa keperawatan pada pasien

Skozofrenia RSJ Medan.

Adapun tujuan khusus penelitian ini adalah :

1.4.2 Untuk mengidentifikasi probabilitas diagnosa kolaborasi pada pasien

Skozofrenia di Rumah Sakit Jiwa( RSJ) Medan.

1.5Manfaat penelitian

1. Bagi Pendidikan Keperawatan

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi dan memperkaya

pengetahuan tentang probabilitas diagnosa keperawatan dan diagnosa kolaborasi

pada pasien Skozofrenia di RSJ Medan.

2. Bagi Pelayanan Keperawatan

Penilitian ini diharapkan dapat memberikan tambahan pengetahuan kepada

setiap perawat dalam proses menegakkan diagnosa keperawatan dan diagnosa

kolaborasi.

3. Bagi Peneliti Keperawatan

Menjadi bahan masukan bagi peneliti selanjutnya yang ingin mengadakan

(14)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Diagnosa Keperawatan

2.1.1 Pengertian Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan merupakan keputusan klinik tentang respon individu,

keluarga dan masyarakat tentang masalah kesehatan aktual atau potensial, dimana

berdasarkan pendidikan dan pengalamannya, perawat secara akuntabilitas dapat

mengidentifikasi dan memberikan intervensi secara pasti untuk menjaga, menurunkan,

membatasi, mencegah dan merubah status kesehatan klien (Herdman, 2012).

Diagnosa keperawatan merupakan suatu bagian integral dari suatu proses

keperawatan. Hal ini merupakan komponen dari langkah - langkah analisa, dimana perawat

melakukan identifikasi terhadap respon-respon individu terhadap masalah-masalah kesehatan

yang aktual dan potensial. Dibeberapa negara diagnosa diidentifikasikan dalam tindakan

praktik keperawatan sebagai suatu tanggung jawab legal dari perawat yang professional.

Diagnosa keperawatan memberikan dasar petunjuk untuk memberikan terapi yang pasti di

mana perawat yang bertanggung jawab di dalamnya (Kim, 1984).

Diagnosa keperawatan di tetapkan berdasarkan analisis dan interprestasi data yang di

peroleh dari pengkajian klien. Diagnosa keperawatan memberikan gambaran tentang

kesehatan yang nyata (aktual) dan kemungkinan akan terjadi, dimana pengambilan

keputusannya dapat di lakukan dalam batas wewenang perawat.

Diagnosa keperawatan juga sebagai suatu bagian dari proses keperawatan yang di

(15)

memberikan suatu dasar luas untuk mengevaluasi praktik dan mereflesikan pengakuan

hak-hak manusia yang menerima asuhan keperawatan (Am, 1980).

2.1.2 Pengkajian Diagnosa

Menurut (Nurjannah, 2012) dalam menentukan diagnosa keperawatan yang mungkin

muncul pada pasien, untuk itu maka diperlukan pengkajian keperawatan untuk

mempermudah perawat dalam menentukan diagnosa yang di alami oleh pasien, maka dari itu

perlu dilakukan langkah-langkah pengkajian berikut dalam menentukan diagnosa :

 Pengkajian tanda vital

 Pengkajian untuk keamanan

 Pengkajian untuk situasi khusus Pengkajian untuk klien hamil

 Pengkajian untuk sistem gastrointestinal

 Pengkajian untuk sisstem perkemihan

 Pengkajian aktifitas, istirahat dan mobilitas/Pergerakan

 Pengkajian kenyamanan, kulit, dan integritas jaringan

 Pengkajian untuk nutrisi

 Pengkajian kondisi psikologi

 Pengkajian untuk kognitif dan persepsi

 Pengkajian untuk spiritual, values, dan religious

 Pengkajian untuk tingkah laku

 Pengkajian untuk seksualitas dan aspek sosial

 Pengkajian bayi/anak

 Pengkajian Caregiver

(16)

 Pengkajian Keluarga

 Pengkajian lingkungan

Pengkajian terkait karakteristik

2.1.3. Jenis Diagnosa keperawatan

Penentuan diagnosa kesperawatan, bagaimanapun lebih sulit dan kompleks dari pada

penentuan diagnosa medis. Hal itu dikarenakan data dari hasil pengkajian tidak selalu

menjadi data batasan karakteristik (S) dalam format PES pada diagnosa keperawatan, tetapi

juga bisa menjadi etiologi (E) pada format PES. Data ini bahkan bisa berfungsi sebagai label

diagnosa itu sendiri (Herdman, 2012). Diagnosa keperawatan menurut Carpenito (2001)

dapat di bedakan menjadi diagnosa keperawatan syndrome dan kolaborasi, Sedangkan

menurut Herdman (2012) diagnosa keperawatan dapat dibedakan menjadi diagnosa

keperawatan aktual, resiko, kemungkinan, dan kesejahteraan. Diagnosa keperawatan

menurut Carpenito (2001) dan Herdman (2012) dapat di jelaskan sebagai berikut :

1. Aktual : suatu diagnosa keperawatan yang menggambarkan penilaian klinis yang harus di

validasi oleh perawat karena adanya batasan karakteristik mayor. Jenis keperawatan

tersebut memiliki empat komponen : dimulai dari label, defenisi, karakteristik dan faktor

yang berhubungan. Label yang di berikan juga harus singkat dan jelas, hal itu bertujuan

untuk mempermudah dalam membantu membedakan diagnosa yang ada agar dapat di

bedakan antara diagnosa yang satu dengan diagnosa yang lainnya. Syarat untuk

menegakkan suatu diagnosa keperawatan maka di perlukan adanya Problem, etiology,

(17)

1. Problem (Masalah)

Tujuan penulisan pernyataan masalah adalah menjelaskan status kesehatan atau

masalah kesehatan klien secara singkat dan sejelas mungkin. Karena pada bagian ini

dari diagnosa keperawatan mengidentifikasi apa yang tidak sehat tentang klien dan

apa yang harus di rubah tentang status kesehatan klien dan juga memberikan

pedoman terhadap tujuan dari asuhan keperawatan. Dengan menggunakan standar

diagnosa dari Herdman mempunyai keuntungan yang signifikan yaitu :

a. Untuk membantu perawat untuk berkomunikasi antara yang satu dengan yang

lainnya dengan menggunakan istilah yang di mengerti secara umum.

b. Sebagai metode untuk mengidentifikasi perbedaan masalah keperawatan yang ada

dengan masalah medis.

c. Semua perawat dapat bekerjasama dalam menguji dan mendefenisikan kategori

diagnosa dalam mengidentifikasi kriteria pengkajian dan intervensi keperawatan

dalam meningkatkan asuhan keperawatan.

2. Etiologi (Penyebab)

Etiologi (penyebab) adalah faktor faktor klinik dan personal yang dapat merubah

status kesehatan atau mempengaruhi perkembangan masalah. Etiologi

mengidentifikasi fisiologis, psikologis, sosiologis, dan spiritual serta faktor-faktor

lingkungan yang di percaya berhubungan dengan masalah baik sebagai penyebab

maupun faktor resiko. Karena etiologi mengidentifikasi faktor yang mendukung

terhadap faktor masalah kesehatan klien, maka etiologi sebagai pedoman atau sasaran

langsung dari intervensi keperawatan. Jika terjadi kesalahan dalam menentukan

(18)

3. Symptom (tanda atau gejala)

Merupakan identifikasi data objektif dan subjektif sebagai tanda dari masalah

keperawatan memerlukan kriteria evaluasi.

2. Resiko : diagnosa keperawatan resiko menggambarkan penilaian klinis dimana individu

maupun kelompok lebih rentan mengalami masalah yang sama di bandingkan orang lain

di dalam situasi yang sama atau serupa. Syarat untuk menegakkan diagnosa resiko ada

unsur PE (Problem and Etiologi ) dan untuk penggunaan batasan karakteristik yaitu

“resiko dan resiko tinggi “ tergantung dari tingkat kerentanan/keparahan suatu masalah.

Dan faktor yang terkait untuk diagnosa keperawatan resiko merupakan faktor yang sama

dengan keperawatan aktual seperti yang sudah dibahas sebelumnya di diagnosa

keperawatan aktual.

3. Kemungkinan : diagnosa kemungkinan adalah diagnosa keperawatan yang memerlukan

data tambahan, hal tersebut bertujuan untuk mencegah timbulnya suatu diagnosa yang

bersifat sementara, dan dalam menentukan suatu diagnosa keperawatan yang bersifat

sementara bukanlah menunjukan suatu kelemahan atau keraguan dalam menentukan

suatu diagnosa, akan tetapi merupakan suatu proses penting dalam keperawatan.

4. Kesejahteraan : diagnosa keperawatan kesejahteraan merupakan penilaian klinis tentang

keadaan individu, keluarga atau masyarakat dalam transisi dari tingkat sejahtera tertentu

menjadi tingakat sejahtera yang lebih tinggi (Herdman, 2007).

5. Syndrome : diagnosa syndrome merupakan kumpulan gejala diagnosa keperawatan,

karena terdiri dari diagnosa keperawatan aktual dan resiko yang di perkirakan ada karena

situasi atau peristiwa tertentu. Dan didalam diagnosa syndrome terdapat etiologi dan

faktor pendukung lainnya yang bertujuan untuk mempermudah dalam menegakkan suatu

(19)

Meskipun begitu ada juga beberapa data yang mempunyai banyak diagnosa

keperawatan adalah „tekanan darah‟ yang ditemukan dalam diagnosa keperawatan „Activity

Intolerance, „Anxiety „ , ‘Decreased Cardiac Output ‘, ‘Fear, ‘Deficient Fluid Volume’,’

Excess Fluid Volume’, ‘Acute pain ‘, ‘ineffective Tissue Perfusion ‘ dan ‘dysfunctional

Ventilator Weaning Response „ ( Herdman, 2012). Kenyataan ini menunjukan adanya

diagnosa banding yang perlu dicermati oleh perawat meskipun hanya dengan satu tanda dan

gejala saja. Dalam proses „Diagnostic Reasoning’ dalam keperawatan, mengidentifikasi

kemungkinan diagnosa (Possible diagnoses) merupakan bagian penting dari proses

Diagnostic Reasoning’ (Westfall, 1986). Informasi mengenai kemungkinan apa diagnosa

keperawatan dan masalah kolaborasinya perlu di sadari oleh perawat sehingga akan

memunculkan proses berpikir lebih lanjut untuk dapat mengkonfirmasi berbagai

kemungkinan diagnosa tersebut melalui pengkajian fokus.

2.1.4 Diagnosa Kolaborasi

Diagnosa kolaborasi merupakan suatu masalah keperawatan dimana perawat perlu

membuat suatu keputusan klinik yang akurat dan tepat terkait dengan perubahan

patofisiologis pada status kesehatan klien. Telah diketahui bahwa tanda dan gejala yang

didapatkan dalam pengkajian dapat menjadi milik diagnosa keperawatan atau kolaboratif.

Tetapi pada kenyataannya ini tampak tidak terlalu diperhatikan dalam proses „diagnostic

reasoning‟. Referensi yang ada biasanya juga memisahkan dua hal ini, contohnya Carpenito

(2006 Carpenito , 2008) adalah referensi yang membedakan diagnosa keperawatan dan

diagnosa kolaborasi dalam dua topik yang berbeda. Kenyataan pembagian data tersebut

sangat penting sekali diketahui perawat. Salah satu contoh kegunaan pengetahuan ini adalah

apabila perawat tahu data mana saja yang hanya akan memunculkan diagnosa potensial

(20)

kesehatan professional yang ikut berkepentingan terhadap data ini. Hal ini dikarenakan

diagnosa potensial komplikasi merupakan‟ grey area „ dimana perawat bersentuhan dengan

medis. Tim medis akan melihat seorang perawat cakap apabila perawat mampu dalam hal

diagnosa potensial komplikasi. Tentunya ini berbeda dengan diagnosa keperawatan yang

betul-betul milik perawat dan intervensinya pun mandiri oleh perawat. Diagnosa kolaborasi

dapat berlangsung secara optimal, jika semua anggota profesi mempunyai keinginan untuk

bekerjasama. Perawat dan dokter saling bekerja sama dan saling ketergantungan antara satu

dengan yang lain, di mana perawat dan dokter berkontribusi dalam perawatan individu,

keluarga dan masyarakat. Perawat sendiri merupakan sebagai anggota yang membawa

perspektif dalam tim inter disiplin. Perawat memfasilitasi dan membantu pasien untuk

mendapatkan pelayanan kesehatan dari praktek profesi kesehatan lain. Inti dari suatu

hubungan kolaborasi yaitu adanya perasaan saling ketergantungan (interdefensasi) untuk

kerjasama dan bekerjasama. Bekerjasama dalam suatu kegiatan dapat memfasilitasi

kolaborasi yang baik. Kerjasama mencerminkan proses koordinasi pekerjaan agar tujuan atau

target yang telah di tentukan dapat tercapai (Carpenito, 2006).

Didalam diagnosa keperawatan kolaborasi yang perlu di perhatikan yaitu tanggung

jawab dari keperawatan, mulai dari mendiagnosa, mengintervensi serta meperhatikan

kemajuan yang dialami oleh klien. Dalam hal ini perawat tidak sendiri, melainkan

melakukan kolaborasi dengan dokter dan praktisi kesehatan lainnya untuk memantau

kestabilan fisiologis dari klien, kemudian untuk melihat perlu atau tidaknya dilakukan

tindakan (Carpenito, 1983).

2.1.5 Penegakkan diagnosa keperawatan

Lunney (2012) menyebutkan bahwa pengetahuan mengenai diagnosa, defenisi dan

(21)

tidak mungkin bagi perawat untuk mengingat semua informasi yang ada, sehingga

pentingnya bagi perawat untuk mengakses informasi yang diperlukan tersebut. Kemampuan

untuk menemukan informasi yang relevan ini menjadi suatu hal yang penting karena akan

mendukung kemampuan dalam menentukan diagnosa (harjai dan Tiwari, 2009). ISDA (

Intans’s Screening Diagnoses Assessment) dapat dipertimbangkan sebagai sarana untuk

mengakses informasi tersebut dan memberikan petunjuk kemungkinan diagnosa keperawatan

atau diagnosa potensial yang mungkin terdapat pada klien. ISDA juga lebih komprehensif

karena tidak hanya menskrining diagnosa keperawatan tetapi juga menskreening diagnosa

potensial komplikasi ( Nurjannah, 2010).

Sedangkan langkah – langkah penegakakan diagnosa yaitu dengan menuliskan

Problem, Etiology (PE) dan Problem, Etiology, Sympthom (PES) untuk format diagnosa

resiko dan aktual, kemudian catat diagnosa keperawatan diagnosa keperawatan resiko dan

aktual kedalam masalah atau format diagnosa, lalu gunakan diagnosa NANDA, pastikan dari

data pengkajian untuk menentukan diagnosa, masukkan pernyataan diagnosa kedalam daftar

masalah, gunakan diagnosa untuk pedoman perencanaan, implmentasi dan evaluasi.

Penegakan diagnosa yang akurat merupakan langkah awal yang sangat penting untuk

membuat rencana asuhan keperawatan yang tepat kepada klien. Meskipun begitu terkadang

perawat terlalu percaya diri mengenai keakuratan penilaian yang mereka lakukan dan hal ini

dapat berkembang menjadi ketidak akuratan dalam membuat diagnosa. Banyak hal yang

mempengaruhi keakuratan menegakan diagnosa. Studi yang dilakuakan oleh Nurjannah et al

(2013) meneliti keakuratan penegakan diagnosa keperawatan dengan kolaboratif dengan

membandingkan dua metode dalam menegakkan diagnosa yaitu metode 4 tahap (Wilkinson,

2007) dan 6 tahap (6 steps of diagnostic reasoning method) (Nurjannah & Warsini, 2013).

(22)

method terbukti telah meningkatkan kemungkinan penegakan diagnosa yang lebih akurat

(Nurjannah et al, 2013).

2.1.6 Skizofrenia

Skizofrenia adalah istilah yang di gunakan untuk menggambarkan suatu gangguan

psikiatrik mayor yang di tandai dengan adanya perubahan persepsi, pikiran, afek dan perilaku

seseorang (Hawari, 2007). Skizofrenia juga dapat diartikan sebagai tanda dan gejala dari 2

aspek campuran yaitu gejala positif dan gejala negatif yang dapat berlangsung selama 1

bulan(untuk jangka waktu yang pendek dalam proses penyembuhan) (Gejala positif pasien

skizofrenia berupa delusi, halusinasi, kekacauan pikiran, gelisah serta perilaku aneh. Gejala

negatif adalah perasaan (afek) tumpul atau mendatar, menarik diri atau isolasi diri dari

pergaulan, pendiam, sulit di ajak bicara, apatis atau acuh tak acuh, sulit berpikir abstrak dan

inisiatif (Sadock, 2003).

2.1.7. Tanda dan Gejala Skizofrenia

a. Gejala karakteristik : 2 atau lebih dari yang ada di bawah ini yang terjadi selama 1

bulan periode ( jika pengobatan yang dilakukan tidak tepat) :

 Delusi

 Halusinasi

 Pembicaraan disorganisasi

 Timbulnya masalah perilaku

 Gejala negatif , alogia (ketidak mampuan berbicara), avolisi ( ketidak

mampuan mempertahankan aktivitas)

b. Disfungsi sosial : pada waktu gejala itu datang dan menyerang pada area utama,

(23)

suatu hubungan sosial, tidak perduli pada perawatan diri,di bawah ini sebelum

menuju terjadinya gangguan (ketika gangguan terjadi pada masa anak-anak,

remaja, maka hal ini dapat mempengaruhi hubungan sosial, akademik dan prestasi)

c. Durasi : tanda dan gejala yang terjadi secara terus menerus yang berlangsung

selama kurang lebih sekitar 6 bulan. 6 bulan periode ini harus termasuk 1 bulan (

jika pengobatan tidak tepat) yang mana di temukan pada kritera A (contohnya,

pada gejala tahap aktif) dan mungkin termasuk pada periode prodmal dan residual.

Selama periode prodmal dan residual tanda gangguan negatif bisa saja mungkin

muncul 2 atau lebih gangguan.

D. Bukan gejala dari Skizoaktif dan gangguan mood: skizoaktif dan gangguan mood

disorder dapat terlihat dari raut wajahnya yang disebabkana karena (1) salah satu

tanda dan gejala seperti depresi mayor, manic, atau episode campuran terjadi

secara bersamaan dengan gejala aktif, (2) jikalau episode mood telah terjadi

selama gejala fase aktif, total durasinya relatif singkat, ini terjadi selama periode

residual.

E. penggunaan obat/bahan kimia : gangguan pada psikologi efek dari bahan kimia

(penyalaah gunaan narkoba, dan obat-obatan) atau penggunaan obat umum lainnya.

2.1.7 Tipe-Tipe Skozofrenia

Berdasarkan American Psychchiatric Association skizofrenia dapat dibedakan

menjadi 5 bagian yaitu:

A. Skizofrenia Tipe paranoid :

Gejala umum dari skizofrenia paranoid yaitu adanya delusi kebesaran dan

(24)

tipe sizofrenia paranoid dapat dibedakan menjadi 2 kriteria yaitu :

a. Biasanya delusi frequensinya lebih panjang dibandingkan dengan halusinasi.

b. Tidak ada salah satu dari tanda dan gejala ini : bicara tidak teratur, perilaku tidak

disorganisasi, afek datar.

B. Tipe Disroganisasi

Gejala umum dari skozofrenia tipe disorganisasi yaitu : bicara tidak teratur,

perilaku tidak teratur, afek datar, bicara kacau balau dengan disertai sikap yang tidak

tepat dengan situasi dengan tertawa tanpa alasan.

C. Tipe Katatonik

Gejala umum pada skizofrenia katatonik yaitu : ditandai dengan melibatkan

imobilitas motorik, aktivitas motorik yang berlebihan seperti negativisme, bisu

(mutisme), postur aneh, agitasi, pingsan.

D. Tipe Tak Terbedakan

Tidak memenuhi kriteria skizofrenia sehingga tidak dapat dibedakan kedalam

salah satu tipe.

E. Tipe Residual

Gejala umum dari skizofrenia tipe residual yaitu : mengalami satu episode skizofrenia

dengan gejala psikotik yang menonjol dan diikuti episode lain tanpa gejala psikotik.

2.1.7 Terapi (Pengobatan)

Terapi psikofarmaka :

Adapun obat psikofarmaka yang ideal yaitu yang memenuhi syarat antara lain

sebagai berikut :

(25)

b. Dapat menghilangkan dalam waktu relatif singkat baik gejala positif

maupun gejala negatif skizofrenia

c. Tidak ada efek samping, kalaupun ada relatif kecil

d. Lebih cepat memulihkan fungsi kognitif (daya pikir dan daya ingat)

e. Memperbaiki pola tidur

f. Tidak menyebabkan lemas otot

Adapun obat yang akan diberikan pada pasien skizofrenia golongan

pertama yaitu:

Chlorpromazine HCL, Trifluoperazine HCL, Thioridazine HCL,

Haloperidol.

Sedangkan obat yang akan diberikan pada pasien skizofrenia golongan

kedua yaitu:

Risperidone,Clozapine, Quetiapine, Olanzapine, Zatetine,

Aripiparazole.

Untuk golongan obat skizofrenia baik golongan pertama maupun

kedua pada pemakaian jangka panjang umumnya menyebabkan

pertambahan berat badan. Obat golongan pertama khususnya berkhasiat

dalam mengatasi gejala-gejala positif skizofrenia, sehingga meninggalkan

gejala-gejala negatif skizofrenia. Sementara itu pada penderita skizofrenia

dengan gejala negatif pemakain golongan petrama kurang memberikan

respons. Selain itu obat golongan pertama tidak memberikan efek yang

baik pada pemulihan fungsi kognitif (kemampuan berpikir dan mengingat)

penderita. Selain itu obat golongan pertama sering menimbulkan efek

samping berupa gejala ekstra piramidal ( extrapyramidal symptoms/EPS).

(26)

mempunyai kelebihan antara lain : gejala positif maupun negatif dapat

dihilangkan, efek samping EPS sangat minimal atau boleh dikatakan tidak

ada, memulihkan kognitif.

Terapi Psikoterapi :

Psikoterapi ini banyak macam ragamnya tergantung dari kebutuhan dan latar belakang

penderita sebelum sakit (pramorbid), sebagai contoh misalnya :

a. Psikoterapi Suportif

Jeniss psikoterapi ini dimaksudkan untuk memberikan dorongan, semangat

dan motivasi agar penderita tidak merasa putus asa dan ssemangat

juangnya dalam menghadapi hidup ini tidak kendur dan menurun.

b. Psikoterapi Re-edukatif

Jenis psikoterapi ini dimaksudkan untuk memberikan pendidikan ulang

yang maksudnya memperbaiki kesalahan pendidikan waktu lalu dan juga

dengan pendidikan ini dimaksudkan mengubah pola pendidikan lama

dengan yang baru sehingga penderita lebih adaptif terhadap dunia luar.

c. Psikoterapi Re-konstruksi

Jenis psikoterapi ini dimaksudkan untuk memperbaiki kembali kepribadian

yang telah mengalami keretakan menjadi kepribadian utuh seperti semula

sebelum sakit.

d. Psikoterapi kognitif

Jenis psikoterapi ini dimaksudkan untuk memulihkan kembali fungsi

kognitif ( daya pikir dan daya ingat ) rasional sehingga penderita mampu

membedakan nilai nilai moral etika, mana yang baik dan buruk, mana

(27)

BAB 3

KERANGKA KONSEPTUAL

3.1 Kerangka Konseptual

Kerangka konsep merupakan abstraksi yang terbentuk oleh generalisasi dari hal hal

yang khusus. Oleh karena konsep merupakan abstraksi, maka konsep tidak dapat langsung

diamati atau diukur. Konsep hanya dapat diamati melalui konstruk atau yang lebih di kenal

dengan nama variabel. Jadi variable adalah simbol atau lambang yang menunjukkan nilai

atau bilangan dari konsep. Variabel adalah sesuatu yang bervariasi (Notoatmodjo, 2012).

Tujuan pembuatan kerangka konseptual pada penelitian probabilitas diagnosa

keperawatan dan diagnosa kolaborasi adalah untuk mengidentifikasi probabilitas diagnosa

keperawatan pada pasien Skizofrenia RSJ Medan. Dan dapat di gambarkan dengan skema

sebagai berikut :

Skema 1 : kerangka konseptual probabilitas diagnosa keperawatan dan kolaborasi

Keterangan

= variabel yang di teliti - Diagnosa

keperawatan

Resiko Aktual Kesejahteraan

(28)

3.2 Defenisi Operasional

Definisi operasional menurut Saryono (2011) adalah mendefinisikan variabel secara

operasional berdasrkan karakteristik yang di amati, sehingga memungkinkan peneliti untuk

melakukan observasi, atau pengukuran secara cermat terhadap suatu objek atau fenomena.

Adapun definisi operasional dari penelitian ini sebagai berikut:

(29)

BAB 4

METODOLOGI PENELITIAN

4.1 Desain penelitian

Sesuai dengan permasalahan yang diteliti, maka desain penelitian kuantitafif dengan

jenis penelitian yang digunakan merupakan desain penelitian studi kasus yang bertujuan

untuk mengidentifikasi probabilitas diagnosa keperawatan dan diagnosa kolaborasi

Skizofrenia di Rumah Sakit Jiwa Medan.

4.2 Populasi dan Sampel

4.2.1 Populasi

Populasi adalah subjek (misalnya manusia, klien) yang memenuhi kriteria yang telah

ditetapkan (Nursalam, 2009). Populasi dalam penelitian ini adalah pasien Rumah Sakit Jiwa

Provinsi Sumatera Utara di Ruang Pusuk Buhit dan Dolok Martimbang yang telah kooperatif.

Populasi yang diambil dalam penelitian ini berjumlah 59 orang.

4.2.2 Sampel

Kriteria pasien yang menjadi sampel pada penelitian ini adalah pasien Skizofrenia

yang berada di ruangan tenang yaitu ruang Pusuk Buhit dan dolok martimbang yang sudah

kooperatif. Teknik sampel yang di pakai adalah stratified random sampling, yaitu tekhnik

pengambilan populasi dengan cara mengidentifikasi karakteristik umum dari anggota

populasi, kemudian menentukan strata atau lapisan dari jenis karakteristik unit tersebut

(Notoadmodjo, 2010). Untuk menentukan jumlah sampel digunakan formula sederhana

untuk menentukan jumlah sampel (Notoadmodjo, 2005) yaitu:

(30)

n

=

= 37

Responden

Keterangan : n = Jumlah sampel

N = Jumlah populasi

d= Koefisien error (0,05)

untuk jumlah pasien berdasarkan ruangan dengan metode penelitian staratified random

sampling adalah :

Ruang Pusuk Buhit :

= 18 Orang

Ruang Dolok Matimbang : =

= 19 Orang

Jumlah sampel : = 19+18

= 37 Orang

4.3 Lokasi dan waktu penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Rumah Sakit Jiwa Pemerintah Provinsi Sumatera Utara

di Jl. Tali Air 21 Padang Bulan, Medan. Dan penelitian ini di lakukan bulan Februari sampai

dengan April 2015, dimana jumlah sampel sebanyak 37 orang yang mewakili sebagai

respondennya. Adapun pertimbangan pemilihan rumah sakit ini adalah untuk mendapatkan

(31)

serta Rumah Sakit Pendidikan sehingga merupakan tempat yang mendukung untuk

mengadakan penelitian.

4.4 Pertimbangan etik

Dalam melakukan penelitian ini, peneliti terlebih dahulu mengajukan permohonan

pada bagian pendidikan Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara untuk melakukan

studi pendahuluan dalam penyusunan skripsi ini. Kemudian, dengan surat pengantar tersebut

peneliti akan memberikan kuesioner kepada responden yang akan di teliti dengan terlebih

dahulu menanyakan ketersediaan responden untuk berpartisipasi dalam pengisian kuisioner

dan menjelaskan maksud dan tujuan penelitian kepada responden dengan mempertimbangkan

tiga aspek penting terkait dengan etik yang meliputi Informed consent, Anonimity (tanpa

nama) dan Confidentiality (kerahasiaan).

Jika responden bersedia untuk berpartisipasi dalam penelitian ini, maka peneliti akan

memberikan surat persetujuan (Informed consent) untuk ditandatangani. Bila responden

tidak bersedia menandatangani Informed consent, responden dapat menyampaikan

persetujuan secara lisan. Tetapi apabila responden menolak untuk berpartisipasi dalam

penelitian ini, peneliti tidak akan memaksa dan tetap menghormati hak responden. Peneliti

memberi kuesioner kepada responden yang bersedia, dalam menjaga kerahasiaan identitas

responden, maka peneliti tidak mencantumkan nama (Anonimity), tetapi hanya menuliskan

kode atau inisial pada lembar pengumpulan data. Peneliti menjamin kerahasiaan

(Confidentiality) responden dan data – data responden hanya di gunakan untuk kepentingan

penelitian dan hanya data – data tertentu saja yang akan di sajikan sebagai hasil penelitian.

4.5. Instrumen Penelitian

Instrumen yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah panduan pengkajian

(32)

(Nurjannah, 2013). Adapun point yang dikaji berdasarkan ISDA yang terkait dengan

keperawatan jiwa adalah terdiri dari pengkajian tanda vital,pengkajian fungsi tubuh,

aktifitas, istirahat dan pergerakan, pengkajian kenyamanan, kulit dan integritas jaringan,

pengkajian nutrisi, pengkajian kondisi psikologi, pengkajian status emosi, kognitif

dan persepsi, pengkajian pandangan nilai dan spiritual.

4.6 Validitas

4.6.1 Validitas

Validitas adalah suatu ukuran yang menunjukan tingkat – tingkat ke validan atau

kesahinan suatu instrument. Suatu instrumen yang valid atau sehih mempunyai validitas

yang tinggi, sebaliknya instrumen yang kurang valid berarti memiliki validitas rendah

(Arikunto, 2010). Validitas ini selanjutnya dikonsultasikan kepada dosen yang berkompeten

dibidangnya untuk menilai apakah kuisioner valid atau tidak dan nilai content validity index

(CVI) adalah 0,8 ( Nursalam, 2007).

4.6 Rencana pengumpulan data

Prosedur pengumpulan data dimulai dengan mengajukan permohonan izin

pelaksanaan penelitian ke bagian pendidikan Fakultas Keperawatan USU. Setelah

mendapatkan surat pengantar dari fakultas, maka peneliti mengirim surat tersebut ke Rumah

Sakit Jiwa Medan. Peneliti mulai melaksanakan penelitian dengan mendatangi responden

dan menjelaskannya kepada responden tentang prosedur dan manfaat penelitian. Kemudian

peneliti meminta kesediaan responden untuk mengikuti penelitian dengan menandatangani

lembar persetujuan responden. Setelah responden bersedia, peneliti melakukan pengkajian

kepada responden dengan pertama peneliti memeriksa TTV oleh si responden, kemudian

(33)

semua pertanyaan dalam kuesioner yang di ajukan oleh si penelitu. Setelah responden selesai

menjawab semua pertanyaan dan Setelah kuesioner terkumpul, maka peneliti akan

menganalisis data.

4.7 Analisa data

Data yang diperoleh dari hasil pengisian kuesioner diolah dengan menggunakan

komputer dengan langkah – langkah sebagai berikut : Editing, memeriksa kelegkapan

identitas dan memberikan tanda serta memastikan bahwa semua jawaban sudah diisi.

Tabulasi merupakan kegiatan menggambarkan jawaban responden dengan cara tertentu.

Tabulasi juga memberikan skor (scoring) terhadap item – item yang perlu diberi skor,

mengubah jenis data, disesuaikan atau dimodifikasi dengan teknik analisis yang akan

digunakan, memberikan kode (coding) dalam hubungan dengan pengolahan data jika akan

menggunakan komputer

4.8. Statistika Univariat

Statistika univariat adalah suatu prosedur untuk menganalisa data dari satu variabel

yang bertujuan untuk mendeskripsikan suatu hasil penelitian (Arikunto, 2010). Pada

penelitian ini analisa data dengan metode statistika univariat digunakan untuk menganalisa

data demografi dan variabel probabilitas, diagnosa keperawatan dan diagnosa kolaborasi pada

(34)

BAB 5

HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Hasil Penelitian

Bab ini menerangkan tentang hasil penelitian mengenai probabilitas diagnosa

keperawatan dan kolaborasi pada pasien skizofrenia di rumah sakit jiwa medan. Melalui

pengumpulan data pada 37 responden. Penyajian data meliputi deksriptif karakteristik

responden, dan diagnosa yang mungkin muncul pada pasien skizofrenia.

5.1.1 Deskripsi Karakteristik Responden

Deskripsi karakteristik responden dari jenis kelamin, umur, pekerjaan, dan status

pernikahan. Dan dari hasil penelitian menunjukan bahwa dari 37 orang (100,0 %) responden

yang berjenis kelamin laki-laki berumur 20-30 tahun 37,8%, laki-laki berumur 31-40 tahun

37,8 %, laki laki berumur 41-50 tahun 18,9 %, dan laki-laki berumur 51-60 tahun berumur

5,4 %. Kemudian dari hasil penelitian pada data demografi menunjukan bahwa petani 35,1

%, wiraswasta 27,0 %, dll 37,8 %. Dan dari hasil penelitian pada data demografi menunjukan

hasil bahwa yang belum menikah 35,1 %, dan menikah 64,9%.

Tabel. 1 Distribusi Karakteristik Responden

(35)

Belum Menikah

Tabel 5.1.2. Distribusi Frekuensi dan Persentasi Diagnosa yang Sering Muncul pada Pasien Skizofrenia di RSJ Medan. (n=37)

No Diagnosa Frekuensi (n) Persentase (%)

1. Aktual

Gangguan Ventilasi Spontan 1 2,7

Gangguan Pertukaran Gas 1 2,7

Inkontensia Aliran Berlebih 1 2,7

Inkontensia Urin Fungsional 1 2,7

Konfusi Akut 1 2,7

Insomnia 1 2,7

Disfungsional Proses Keluarga 1 2,7

(36)

6.1 Pembahasan

Dari data hasil penelitian yang didapatkan, pembahsan dilakukan untuk menjawab

pertanyaan penelitian tentang Probabiulitas Diagnosa Keparwatan dan Diagnosa Kolaborasi

pada pasien Skiozfrenia di RSJ Medan. Pada penelitian ini diperoleh hasil bahwa dioagnosa

yang paling sering muncul pada pasien skizofrenia adalah gangguan rasa nyaman dengan 22

kasus (59,4%) dan inkontinensia sebanyak 19 kasus (51,3%). Hal ini sejalan dengan

penelitian yang dilakukan Fortinash dan Holoday-Worret (2000) menyatakan bahwa terdapat

beberapa diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada kasus-kasus Skizofrenia, seperti

gangguan komunikasi verbal, isolasi sosial, gangguan sensori persepsi, perubahan proses

pikir, resiko kekerasan yang ditujukan pada diri sendiri, resiko kekerasan yang ditujukan

pada orang lain dan defisit perawatan diri (mandi/berpakaian/makan/toileting). Hal ini

kemudian ditambahkan oleh Stuart dan Laraia (1998) yang menyatakan bahwa penderita

Skizofrenia dan gangguan psikotik bisa memunculkan diagnosa keperawatan seperti cemas,

gangguan identitas personal, gangguan interaksi sosial, koping inefektif, manajemen terapi

tidak efektif.

Dari hasil yang di peroleh didapati hasi yang paling sering muncul yaitu gangguan

rasa nyaman 10 kasus (27,0%) pada diagnosa aktual, kemudian untuk diagnosa yang sering

muncul pada diagnosa resiko dengan 11 kasus (37,8), dan kolaboratif dengan 17 kasus (45,9).

Penelitian terkait dengan probabilitas dioagnosa keperawatan dengan masalah

keperawatan yang terdapat pada pasien diruangan rawat inap umumnya adalah penelitian

berfokus pada diagnosa medis dan label diagnosa medis yang lain. Masih sangat jarang

adanya penelitian yang khusus meneliti apa sebenarnya masalah keperawatan pada pasien

dengan diagnosa medis tertentu. Penelaahan literature sampai dengan saat ini hanya

(37)

suatu penyakit yang perlu dipertimbangkan dalam asuhan keperawatan. Sehingga diagnosa

keperawatan atau kolaboratif yang dituliskan perawat merupakan hal yang mungkin muncul

berdasarkan gejala yang di tunjukkan oleh penyakit yang dialami pasien. Hal ini juga terkait

dengan ilmu keperawatan itu sendiri yang merawat mansia berdasarkan respon yang di

tunjukannya.

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan tujuan untuk mengidentifikasi

probabilitas diagnosa keperawatan dan diagnosa kolaborasi pada pasien skizofrenia di rumah

sakit jiwa medan, dengan 37 orang responden yang terlibat dalam penelitian ini. Pada

penelitian ini didapati hasil bahwa diagnosa yang paling sering muncul pada pasien

skizofrenia adalah gangguan rasa nyaman dan defisit perawatan diri.

Diagnosa keperawatan merupakan keputusan klinik tentang respon individu,

keluarga dan masyarakat tentang masalah kesehatan aktual atau potensial, dimana

berdasarkan pendidikan dan pengalamannya, perawat secara akuntabilitas dapat

mengidentifikasi dan memberikan intervensi secara pasti untuk menjaga, menurunkan,

membatasi, mencegah dan merubah status kesehatan klien (Herdman, 2012).

Penelitian terkait dengan probabilitas diagnosa keperawatan dengan masalah

keperawatan yang terdapat pada pasien di ruangan rawat inap umumnya adalah penelitian

berfokus pada diagnosa medis pada pasien depresi, skizofrenia, dan label diagnosa medis

yang lain. Masih sangat jarang adanya penelitian yang khusus meneliti apa sebenarnya

masalah keperawatan pada pasien dengan diagnosa medis tertentu. Penelaahan literature

sampai dengan saat ini hanya menemukan satu artikel yang spesifik meneliti fenomena

keperawatan di ruang rawat psikiatri (Fraunfelder, et al. 2011). Padahal banyak literature

menunjukkan bahwasanya diagnosa medis suatu penyakit adalah hal yang perlu

dipertimbangkan dalam asuhan keperawatan. Sehingga diagnosa keperawatan atau

(38)

gejala yang ditunjukkan oleh penyakit. Hal ini juga terkait dengan ilmu keperawatan itu

sendiri yang merawat manusia berdasarkan respon yang ditunjukkannya.

Bahkan, Carson (2000) menyatakan bahwa diagnosa medis erat kaitannya dengan

diagnosa keperawatan. Sebagai contoh, pada kasus skizofrenia, Carson (2000) menuliskan

beberapa diagnosa keperawatan terkait kondisi psikotik yang dialami oleh penderita

skizofrenia seperti gangguan komunikasi verbal, koping keluarga tidak efektif, koping

individu tidak efektif, gangguan identitas personal, perubahan peran, gangguan interaksi

sosial, defisit perawatan diri.

Menurut (Lee, 2007) skizofrenia berpusat pada neurotransmiter dan reseptor yang

berpusat pada terapi pengembangan, sebagian besar obat yang diberikan dopamin, serotonin

dan glutamat. Sementara itu seperti terapi yang terbukti efektif dalam uji coba jangka

pendek, sebagian besar individu menghentikan pengobatan dari waktu ke waktu karena

kurangnya efektivitas atau efek obat, akan tetapi tidak semua pasien merespon sama dengan

pengobatan ini. Selama dua dekade terakhir, telah terkumpul bahwa fosfolipid yang

mempunyai peranan penting dalam struktur dan fungsi membran pada penderita skozofrenia,

Selain itu, studi terbaru telah menyoroti pertumbuhan yang keprihatinan atas potensi obat

antipsikotik, terutama clozapine dan olanzapine, hal ini menyebabkan efek samping seperti

hiperglikemia.

Maka dari itu, sangat masuk akal jika kemudian Herdman (2012) menyatakan bahwa

perawat adalah seseorang “diagnosticians” yang harus mempunyai kemampuan untuk

melakukan penilaian secara klinik. Hal ini sangat diperlukan dalam mrrancang suatu asuhan

keperawatan berkualitas dengan kemampuan perawat dalam menentukan diagnosa

(39)

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

Berdasarkan hasil analisa dan pembahasan pada bab 5, dapat diambil kesimpulan dan

saran mengenai Probabilitas diagnosa keperawatan dan diagnosa kolaborasi pada pasien

skizofrenia di rsj medan.

1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan terhadap 37orang responden dapat

diambil kesimpulan tentang probabilitas diagnosa keperawatan dan kolaborasi pada pasien

skizofrenia di rumah sakit jiwa medan. Dengan diagnosa aktual yaitu (64,9%). Sebagian

besar usia responden berusia 20-30 tahun (37,8%) dan mayoritas berjenis kelamin laki-laki

(100%). Dengan mayoritas bekerja sebagai petani (35,1%).

Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai informasi bagi peneliti selanjutnya untuk

melakukan penelitian probabilitas diagnosa keperawatan dan kolaborasi pada pasien

skizofrenia, agar mengetahui diagnosa apa saja yang mungkin muncul pada pasien

skizofrenia.

2. Saran

2.1Untuk Pendidikan Keperawatan

Melalui institusi pendidikan perlu diinformasikan kepada mahasiswa tentang

bagaimana cara untuk mengetahui diagnosa keperawatan pada pasien skizofrenia.

2.2Untuk Pelayanan Keperawatan

Hasil Penelitian ini dapat memberikan informasi untuk memudahkan peneliti lain

untuk melihat diagnosa keperawatan.

(40)

Penelitian ini dilakukan dirumah sakit jiwa medan, dimana penelitian ini untuk

melihat diagnosa keperawatan pada pasien skizofrenia. Untuk itu, penelitian berikutnya

diharapkan peneliti dapat meneliti mengidentifikasi diagnosa keperawatan dan kolaboratif

(41)

DAFTAR PUSTAKA

Carpenito, L. J. ( 2006). Nursing Diagnosis Application to Clinical Practice. Amerika: united States of America

cholowski, K., M & Chan, L., K,S 1992. Diagnostic reasoning among second-year nursing students. Journal of Advanced Nursing

Diagnostic and Sstatistical manual of Mental Disorder, Fourth Edition, Text Revision. Washington, DC, American Phsyciatric Associaton, 2000.

Fraunfelder, F, Muller-Staub, M, Needham, I & Van Achterberg 2011, “Nursing phenomena in inpatient psychiatry”, Journal of Psychiatric and Mental Health Nursing

Herdman, T., H (ed.) 2012. NANDA International Nursing Diagnoses: Definitions & Classification, 2012 2014: Oxford: Wiley-Blackwel

Lunney M. 2008. Critical Needs to Address Accuracy of Nurses‟ Diagnoses. The Online Journal of Issues in Nursing, 13, 1-13

Nurjannah, I. 2012. Intan’s Screening Diagnoses Assessment (ISDA) [Online]. Yogyakarta: Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran UGM. Available:

http://keperawatan.ugm.ac.id/berita-psik-fk-ugm/13-berita-psik-fk-ugm/7-intans-screening-diagnoses-assesment-isda.html [Accessed 16 April 2012].

Notoadmodjo, (2010), Metodologi Penelitian kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta

Stuart, G & Laraia, M 1998, “Pocket guide to psychiatric nursing”, Mosby, USA

Wilkinson, Judith. (2007). Practice Hall Nursing Diagnostic Hand and Book Nic Interventions and Noc Outcomes

(42)
(43)
(44)
(45)
(46)

GET

FILE='E:\anggii spss\data angggii.sav'. DATASET NAME DataSet0 WINDOW=FRONT. NEW FILE.

DATASET NAME DataSet2 WINDOW=FRONT.

FREQUENCIES VARIABLES=Aktual Resiko kesejahteraan kolaboratif

/ORDER=ANALYSIS.

FREQUENCIES VARIABLES=Aktual Resiko kesejahteraan kolaboratif

/ORDER=ANALYSIS.

FREQUENCIES VARIABLES=Aktual Resiko kesejahteraan kolaboratif

/ORDER=ANALYSIS.

Frequencies

Notes

Output Created 28-Aug-2015 14:57:29

Comments

Input Active Dataset DataSet2

Filter <none>

Weight <none>

Split File <none>

N of Rows in Working Data File 37

Missing Value Handling Definition of Missing User-defined missing values are treated as

missing.

(47)

Syntax FREQUENCIES VARIABLES=Aktual

Resiko kesejahteraan kolaboratif

/ORDER=ANALYSIS.

Resources Processor Time 00:00:00.031

Elapsed Time 00:00:00.015

[DataSet2]

Statistics

Aktual Resiko kesejahteraan kolaboratif

N Valid 37 37 0 37

Missing 0 0 37 0

Frequency Table

Aktual

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid GVS 1 2.7 2.7 2.7

(48)

GIK 7 18.9 18.9 24.3

RELOKASISTRESS 1 2.7 2.7 27.0

KONSTIPASI 1 2.7 2.7 29.7

KERUSAKANGIGI 7 18.9 18.9 48.6

MUAL 1 2.7 2.7 51.4

GEU 1 2.7 2.7 54.1

INKONTINENSIAURIN 1 2.7 2.7 56.8

IAB 1 2.7 2.7 59.5

IUB 1 2.7 2.7 62.2

IUF 1 2.7 2.7 64.9

KONFUSIAKUT 1 2.7 2.7 67.6

INSOMNIA 1 2.7 2.7 70.3

DPK 1 2.7 2.7 73.0

GGNRASANYAMAN 10 27.0 27.0 100.0

Total 37 100.0 100.0

Resiko

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

(49)

RESIKOCEDERA 11 29.7 29.7 45.9

RESIKOINFEKSI 14 37.8 37.8 83.8

RESIKOBUNUHDIRI 3 8.1 8.1 91.9

RESIKOMUTILASIDIRI 3 8.1 8.1 100.0

Total 37 100.0 100.0

kesejahteraan

Frequency Percent

Missing System 37 100.0

kolaboratif

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid PVD 7 18.9 18.9 18.9

PKC 13 35.1 35.1 54.1

DN 17 45.9 45.9 100.0

(50)

Frequencies

Notes

Output Created 28-Aug-2015 14:56:12

Comments

Input Active Dataset DataSet2

Filter <none>

Weight <none>

Split File <none>

N of Rows in Working Data File 37

Missing Value Handling Definition of Missing User-defined missing values are treated as

missing.

Cases Used Statistics are based on all cases with valid

data.

Syntax FREQUENCIES VARIABLES=Aktual

Resiko kesejahteraan kolaboratif

/ORDER=ANALYSIS.

Resources Processor Time 00:00:00.031

(51)

[DataSet2]

Statistics

Aktual Resiko kesejahteraan kolaboratif

N Valid 37 37 0 37

Missing 0 0 37 0

Frequency Table

Aktual

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid GVS 1 2.7 2.7 2.7

GPG 1 2.7 2.7 5.4

GIK 7 18.9 18.9 24.3

RELOKASISTRESS 1 2.7 2.7 27.0

KONSTIPASI 1 2.7 2.7 29.7

KERUSAKANGIGI 7 18.9 18.9 48.6

MUAL 1 2.7 2.7 51.4

GEU 1 2.7 2.7 54.1

(52)

IAB 1 2.7 2.7 59.5

IUB 1 2.7 2.7 62.2

IUF 1 2.7 2.7 64.9

KONFUSIAKUT 1 2.7 2.7 67.6

INSOMNIA 1 2.7 2.7 70.3

DPK 1 2.7 2.7 73.0

GGNRASANYAMAN 10 27.0 27.0 100.0

Total 37 100.0 100.0

Resiko

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid RESIKOKEJANG 6 16.2 16.2 16.2

RESIKOCEDERA 11 29.7 29.7 45.9

RESIKOINFEKSI 14 37.8 37.8 83.8

RESIKOBUNUHDIRI 3 8.1 8.1 91.9

RESIKOMUTILASIDIRI 3 8.1 8.1 100.0

(53)

kesejahteraan

Frequency Percent

Missing System 37 100.0

kolaboratif

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid PVD 7 18.9 18.9 18.9

PKC 13 35.1 35.1 54.1

DN 17 45.9 45.9 100.0

Total 37 100.0 100.0

Frequencies

Notes

Output Created 28-Aug-2015 14:55:11

Comments

Input Active Dataset DataSet2

Filter <none>

(54)

Split File <none>

N of Rows in Working Data File 37

Missing Value Handling Definition of Missing User-defined missing values are treated as

missing.

Cases Used Statistics are based on all cases with valid

data.

Syntax FREQUENCIES VARIABLES=Aktual

Resiko kesejahteraan kolaboratif

/ORDER=ANALYSIS.

Resources Processor Time 00:00:00.016

Elapsed Time 00:00:00.015

[DataSet2]

Statistics

Aktual Resiko kesejahteraan kolaboratif

N Valid 37 37 0 37

(55)

Frequency Table

Aktual

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid GVS 1 2.7 2.7 2.7

GPG 1 2.7 2.7 5.4

GIK 7 18.9 18.9 24.3

RELOKASISTRESS 1 2.7 2.7 27.0

KONSTIPASI 1 2.7 2.7 29.7

KERUSAKANGIGI 7 18.9 18.9 48.6

MUAL 1 2.7 2.7 51.4

GEU 1 2.7 2.7 54.1

INKONTINENSIAURIN 1 2.7 2.7 56.8

IAB 1 2.7 2.7 59.5

IUB 1 2.7 2.7 62.2

IUF 1 2.7 2.7 64.9

KONFUSIAKUT 1 2.7 2.7 67.6

INSOMNIA 1 2.7 2.7 70.3

DPK 1 2.7 2.7 73.0

(56)

Aktual

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid GVS 1 2.7 2.7 2.7

GPG 1 2.7 2.7 5.4

GIK 7 18.9 18.9 24.3

RELOKASISTRESS 1 2.7 2.7 27.0

KONSTIPASI 1 2.7 2.7 29.7

KERUSAKANGIGI 7 18.9 18.9 48.6

MUAL 1 2.7 2.7 51.4

GEU 1 2.7 2.7 54.1

INKONTINENSIAURIN 1 2.7 2.7 56.8

IAB 1 2.7 2.7 59.5

IUB 1 2.7 2.7 62.2

IUF 1 2.7 2.7 64.9

KONFUSIAKUT 1 2.7 2.7 67.6

INSOMNIA 1 2.7 2.7 70.3

DPK 1 2.7 2.7 73.0

GGNRASANYAMAN 10 27.0 27.0 100.0

(57)

Resiko

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid RESIKOKEJANG 6 16.2 16.2 16.2

RESIKOCEDERA 11 29.7 29.7 45.9

RESIKOINFEKSI 14 37.8 37.8 83.8

RESIKOBUNUHDIRI 3 8.1 8.1 91.9

RESIKOMUTILASIDIRI 3 8.1 8.1 100.0

Total 37 100.0 100.0

kesejahteraan

Frequency Percent

(58)

kolaboratif

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid PVD 7 18.9 18.9 18.9

PKC 13 35.1 35.1 54.1

DN 17 45.9 45.9 100.0

(59)

TAKSASI DANA

3. Analisa Data dan Pengumpulan Laporan

1. Kertas A4 2 rim 80gr

4. Biaya Tak Terduga Rp.100.000

(60)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Anggi handayani Purba

Tempat/Tanggal Lahir : Aek Pamienke, 22 Agustus 1993

Jenis Kelamin : perempuan

Agama : Islam

Alamat : Jln. Djamin ginting, Gang Sahabat

Riwayat Pendidikan : 1. SDN 11117504

2. SMP Negeri 1 aek natas

3. SMA Negeri 1 Aek Nata

3. Fakultas Keperawatan USU 2011 sampai sekarang

Email : AnggiHandayani76@gmail.com

(61)

Gambar

Tabel. 1 Distribusi Karakteristik Responden
Tabel 5.1.2. Distribusi Frekuensi dan Persentasi Diagnosa yang Sering Muncul pada Pasien Skizofrenia di RSJ Medan

Referensi

Dokumen terkait

Seperti yang ditemukan pada kenyataan yang terjadi di Universitas Airlangga dan Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur, yaitu: Sebagian besar

Berbeda dengan indhang yang merasuk pada penari lengger, pada babak ebeg-ebegan indhang yang datang bukanlah indhang yang baik, tetapi indhang jahat/brangasan

Pasien dengan RMS embryonal yang terjadi di daerah yang memiliki prognosis baik (Stage I), atau pada daerah dengan prognosis buruk tapi dengan reseksi komplet

Pihak Pertama berjanji akan mewujudkan target kineija yang seharusnya sesuai iampiran perjanjian ini, dalam rangka mencapai target kinerja jangka menengah seperti yang lelah

Hasil simulasi menunjukkan bahwa akurasi yang tinggi dan stabil dicapai saat ukuran random forest lebih dari 500 dan ukuran contoh peubah penjelas sebesar

Pokja ULP Provinsi Jawa Barat akan melaksanakan Pelelangan Sederhana dengan pascakualifikasi untuk paket pekerjaan pengadaan Jasa Lainnya secara elektronik sebagai

: Apakah mereka diciptakan tanpa sesuatu pun ataukah mereka yang menciptakan (diri mereka sendiri)' Ataukah mereka telah menciptakan langit dan bumi itu' Sebenarnya mereka

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena dengan segala rahmat dan anugerah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Tugas Akhir beserta laporan