UJI CEMARAN MIKROBA
PADA SERBUK SIMPLISIA OBAT TRADISIONAL
TUGAS AKHIR
OLEH:
SELVI RAMADANI
NIM 122410127
PROGRAM STUDI DIPLOMA III
ANALIS FARMASI DAN MAKANAN
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
UJI CEMARAN MIKROBA
PADA SERBUK SIMPLISIA OBAT TRADISIONAL
TUGAS AKHIR
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Ahli Madya Pada Program Studi Diploma III Analis Farmasi dan Makanan
Fakultas FarmasiUniversitas Sumatera Utara
OLEH:
SELVI RAMADANI NIM 122410127
PROGRAM STUDI DIPLOMA III
ANALIS FARMASI DAN MAKANAN
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kehadirat Allah yang Maha Kuasa yang telah
melimpahkan rahmat, karunia dan ridho-Nya, sehingga penulis dapat
menyelesaikan tugas akhir ini., yang berjudul “UJI CEMARAN MIKROBA
PADA SERBUK OBAT TRADISIONAL”. Tugas akhir ini diajukan sebagai
salah satu syarat untuk memperoleh gelar Ahli Madya Analisis Farmasi dan
Makanan pada Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara. Penulis tugas akhir
ini didasarkan pada Praktek Kerja Lapangan yang diperoleh di Laboratorium
Mikrobiologi Balai Besar Pengawasan Obat dan Makanan di Medan.
Pada penyusunan Tugas Akhir ini, penulis banyak mendapat bantuan dan
bimbingan dari berbagai pihak, untuk itu penulis mengucapkan terimakasih yang
sebesar-besarnya kepada:
1. Bapak Prof. Dr. Sumadio Hadisahputra, Apt., selaku Dekan Fakultas Farmasi
USU.
2. Ibu Prof. Dr. Julia Reveny, M.Si., Apt., selaku Wakil Dekan I Fakultas Farmasi
Universitas Sumatera Utara.
3. Bapak Prof. Dr. Jansen Silalahi, M.App.Sc., Apt., selaku ketua program studi
Diploma III Analis Farmasi dan Makanan Fakultas farmasi USU.
4. Ibu Sri Yuliasmi, S.Farm., M.Si., Apt., yang telah membimbing dan
mengarahkan penulis dalam penyusunan Tugas akhir ini.
5. Ibu Prof. Dr. Julia Reveny, M.Si., Apt., selaku Dosen Pembimbing Akademik
penulis selama melaksanakan pendidikan pada Program Diploma III Analis
6. Bapak dan Ibu dosen beserta seluruh staf di Fakultas Farmasi USU.
7. Bapak Drs. Alibata Harahap, Apt., selaku Kepala Balai Besar POM di Medan.
8. Ibu Lambok Oktavia SR, M.Kes., Apt., selaku Manajer Mutu Balai Besar POM
di Medan, yang memberikan izin tempat pelaksanaan Praktek Kerja Lapangan.
9. Seluruh Staf Pegawai Balai Besar POM di Medan.
Terlebih kepada orangtua penulis, Ayahanda Selamet dan Ibunda Rasmiati
serta seluruh keluarga yang telah memberikan dukungan yang tiada batas kepada
penulis sehingga Tugas Akhir ini dapat diselesaikan.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan Tugas Akhir ini tidak luput dari
kekurangan dan kelemahan. Harapan kritik dan saran yang bersifat membangun
sangat penulis harapkan demi kesempurnaan tulisan ini. Akhirnya penulis
berharap semoga Tugas Akhir ini bermanfaat bagi kita semua.
Medan, Juni 2015 Penulis,
UJI CEMARAN MIKROBA
PADA SERBUK SIMPLISIA OBAT TRADISIONAL
ABSTRAK
Peningkatan mutu suatu obat tradisional dilakukan untuk menyediakan obat tradisional yang memenuhi persyaratan antara lain bebas dari mikroba yang merugikan konsumen. Pengukuran kuantitatif mikroba dilakukan dengan penentuan jumlah sel mikroba. Pengujian ini bertujuan untuk mengetahui apakah cemaran mikroba yang terdapat pada sediaan serbuk obat tradisional memenuhi persyaratan cemaran mikroba yang telah ditetapkan dalam SNI 19-2897-1992.
Penentuan cemaran mikroba pada sediaan serbuk obat tradisional dilakukan dengan uji angka lempeng total (ALT) dan angka kapang khamir (AKK). Pertumbuhan koloni bakteri dan angka kapang khamir setelah cuplikan diinokulasikan pada lempeng agar dengan cara yang sesuai, diinkubasi pada suhu 35-370C untuk pertumbuhan bakteri dan pada suhu 20-250C untuk pertumbuhan angka kapang khamir.
Diperoleh hasil angka lempeng total dan angka kapang khamir dari serbuk simplisia obat tradisional yaitu 11 × 103 koloni/gram dan 21 × 102 koloni/gram. Sampel serbuk obat tradisional yang diuji memenuhi persyaratan sesuai dengan
SNI 19-2897-1992 yaitu jumlah angka lempeng bakteri maksimal 1 × 106
koloni/gram dan angka kapang khamir maksimal 1 × 104 koloni/gram.
DAFTAR ISI
2.2.3. Faktor-Faktor Penentu Kualitas Simplisia ... 6
2.2.4. Serbuk Simplisia Nabati ... 10
2.3. Mikroorganisme ... 11
4.1. Hasil ... 23
4.2. Pembahasan ... 24
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 27
5.1. Kesimpulan ... 27
5.2. Saran ... 27
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1. Keterangan Sampel ... 29
Lampiran 2. Data dan Perhitungan ... 30
Lampiran 3. Bagan Alir Angka Lempeng Total ... 31
Lampiran 4. Bagan Alir Angka Kapang Khamir ... 32
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 3.1 Media Pengujian ... 19
Tabel 4.1 Data Uji Angka Lempeng Total ... 23
UJI CEMARAN MIKROBA
PADA SERBUK SIMPLISIA OBAT TRADISIONAL
ABSTRAK
Peningkatan mutu suatu obat tradisional dilakukan untuk menyediakan obat tradisional yang memenuhi persyaratan antara lain bebas dari mikroba yang merugikan konsumen. Pengukuran kuantitatif mikroba dilakukan dengan penentuan jumlah sel mikroba. Pengujian ini bertujuan untuk mengetahui apakah cemaran mikroba yang terdapat pada sediaan serbuk obat tradisional memenuhi persyaratan cemaran mikroba yang telah ditetapkan dalam SNI 19-2897-1992.
Penentuan cemaran mikroba pada sediaan serbuk obat tradisional dilakukan dengan uji angka lempeng total (ALT) dan angka kapang khamir (AKK). Pertumbuhan koloni bakteri dan angka kapang khamir setelah cuplikan diinokulasikan pada lempeng agar dengan cara yang sesuai, diinkubasi pada suhu 35-370C untuk pertumbuhan bakteri dan pada suhu 20-250C untuk pertumbuhan angka kapang khamir.
Diperoleh hasil angka lempeng total dan angka kapang khamir dari serbuk simplisia obat tradisional yaitu 11 × 103 koloni/gram dan 21 × 102 koloni/gram. Sampel serbuk obat tradisional yang diuji memenuhi persyaratan sesuai dengan
SNI 19-2897-1992 yaitu jumlah angka lempeng bakteri maksimal 1 × 106
koloni/gram dan angka kapang khamir maksimal 1 × 104 koloni/gram.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Tumbuhan adalah keseragaman hayati yang selalu ada disekitar kita, baik
itu yang tumbuh secara liar maupun yang sengaja dibudidayakan. Sejak zaman
dahulu, tumbuhan sudah digunakan sebagai tanaman obat, walaupun
penggunaannya disebarkan secara turun-temurun maupun dari mulut ke mulut.
Dewasa ini, didukung dengan penelitian ilmiah, tumbuhan secara fungsional tidak
lagi dipandang sebagai bahan konsumsi maupun penghias saja, tetapi juga sebagai
tanaman obat yang multifungsi. Mengingat biaya pengobatan yang tidak
terjangkau oleh semua orang, pengobatan alamiah dengan tanaman obat
tradisional. Bahkan untuk fungsinya sebagai tanaman obat sudah dikomersialkan
sebagai lahan income yang sangat menguntungkan (Yuniarti, 2008).
Pemeriksaan lengkap terhadap mutu simplisia antara lain adalah
pemeriksaan organoleptik (meliputi pemeriksaan warna, bau, rasa dari bahan),
pemeriksaan makroskopik dan mikroskopik (meliputi pemeriksaan ciri-ciri bentuk
luar spesifik dari bahan (morfologi) mapun ciri-ciri spesifik dari bentuk
anatominya, pemeriksaan fisika dan kimiawi (meliputi tetapan fisika yaitu indeks
bias, titik lebur, dan kelarutan serta reaksi-reaksi identifikasi kimiawi seperti
warna dan pengendapan), dan uji biologi (meliputi penetapan angka kuman,
pencemaran, dan percobaan terhadap binatang) (Gunawan, 2010).
Simplisia nabati dan simplisia hewani tidak boleh mengandung organisme
lain maupun kotoran hewan. Simplisia tidak boleh menyimpang bau dan warna,
tidak boleh mengandung lendir, atau menunjukkan adanya kerusakan. Sebelum
diserbukkan simplisia harus dibebaskan dari pasir, debu, atau pengotoran lain
yang berasal dari tanah maupun benda anorganik asing. Simplisia nabati atau
simplisia hewani harus dihindarkan dari serangga atau cemaran atau mikroba
dengan pemberian bahan atau penggunaan cara yang sesuai, sehingga tidak
meninggalkan sisa yang membahayakan kesehatan. Gejala yang paling umum dari
cemaran mikroba pada obat tradisional adalah sakit perut, muntah, dan diare
(Ditjen POM, 2008).
Untuk meningkatkan mutu suatu obat tradisional, maka pembuatan obat
tradisional haruslah dilakukan dengan sebaik-baiknya mengikutkan pengawasan
menyeluruh yang bertujuan untuk menyediakan obat tradisional yang senantiasa
memenuhi persyaratan yang berlaku. Keamanan dan mutu obat tradisional
tergantung dari bahan baku, bangunan, prosedur, dan pelaksanaan pembuatan,
peralatan yang digunakan, pengemasan termasuk bahan serta personalia yang
terlibat dalam pembuatan obat tradisional (Ditjen POM, 1994).
Berdasarkan hal tersebut diatas maka penulis tertarik untuk menguji
cemaran mikroba pada sediaan serbuk obat tradisional. Adapun pengujian
dilakukan selama penulis melakukan Praktek Kerja Lapangan (PKL) di Balai
Besar Pengawas Obat dan Makanan (BBPOM) di Medan. Analisis penetapan
cemaran mikroba pada sediaan serbuk obat tradisional dilakukan dengan metode
angka lempeng total (ALT) dan angka kapang khamir (AKK), karena antara lain
1.2 Tujuan
Untuk mengetahui apakah cemaran mikroba yang terdapat pada sediaan
serbuk obat tradisional memenuhi persyaratan cemaran mikroba yang telah
ditetapkan dalam SNI 19-2897-1992.
1.3 Manfaat
Manfaat yang diperoleh dari penetapan cemaran mikroba pada sediaan
serbuk obat tradisional adalah agar dapat mengetahui cemaran mikroba yang
terdapat pada sediaan serbuk obat tradisional memenuhi persyaratan SNI
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Obat Tradisional
Obat tradisional (OT) merupakan salah satu warisan budaya bangsa
Indonesia yang telah digunakan selama berabad-abad untuk pemeliharaan dan
peningkatan serta pencegahan dan pengobatan penyakit. Berdasarkan bukti secara
turun temurun dan pengalaman (empiris), OT hingga kini masih digunakan oleh
masyarakat di Indonesia dan di banyak negara lain. Sebagai warisan budaya
bangsa yang telah terbukti banyak memberi kontribusi pada pemeliharaan
kesehatan (Ditjen POM, 2008).
Dalam perjalanan sejarahnya, dengan didorong dan ditunjang oleh
perkembangan iptek serta kebutuhan upaya kesehatan modern, OT telah banyak
mengalami perkembangan. Perkembangan yang dimaksud mencakup aspek
pembuktian dan keamanannya, jaminan mutu, bentuk sediaan, cara pemberian,
pengemasan, dan penampilan serta teknologi produksi. Untuk mendorong
peningkatan pemanfaatan OT Indonesia sekaligus menjamin pelestarian jamu,
Indonesia memprogamkan pengembangan secara berjenjang ke dalam kelompok
jamu, obat herbal terstandar, dan fitofarmaka (Ditjen POM, 2008).
2.2 Simplisia
2.2.1 Pengertian Simplisia
Pengetahuan tentang tanaman berkhasiat obat ini sudah lama dimiliki oleh
Dan Pemanfaatan tanaman obat Indonesia akan terus meningkat mengingat
kuatnya keterkaitan bangsa Indonesia terhadap tradisi kebudayaan memakai jamu.
Bagian-bagian tanaman yang digunakan sebagai bahan obat yang disebut
simplisia. Istilah simplisia dipakai untuk menyebut bahan-bahan obat alam yang
masih berada dalam wujud aslinya atau belum mengalami perubahan bentuk
(Gunawan, 2010).
Simplisia atau herbal adalah bahan alam yang telah dikeringkan yang
digunakan untuk pengobatan dan belum mengalami pengolahan, kecuali
dinyatakan lain suhu pengeringan simplisia tidak lebih dari 600C (Ditjen POM,
2008).
Simplisia merupakan bahan awal pembuatan sediaan herbal. Mutu sediaan
herbal sangat dipengaruhi oleh mutu simplisia yang digunakan. Oleh karena itu,
sumber simplisia, cara pengolahan, dan penyimpanan harus dapat dilakukan
dengan cara yang baik. Simplisia adalah bahan alam yang digunakan sebagai
bahan sediaan herbal yang belum mengalami pengolahan apapun dan kecuali
dinyatakan lain simplisia merupakan bahan yang telah dikeringkan (Ditjen POM,
2005).
2.2.2 Penggolongan Simplisia
Simplisia dibagi menjadi tiga golongan, yaitu:
a. Simplisia nabati
Simplisia nabati adalah simplisia yang berupa tumbuhan utuh, bagian
tumbuhan atau eksudat tumbuhan. Eksudat tumbuhan adalah isi sel yang secara
atau zat nabati lain yang dengan cara tertentu dipisahkan dari tumbuhannya
(Ditjen POM, 1995).
b. Simplisia hewani
Simplisia hewani adalah simplisia berupa hewan utuh atau zat-zat berguna
yang dihasilkan oleh hewan. Contohnya adalah minyak ikan dan madu (Gunawan,
2010).
c. Simplisia pelikan atau mineral
Simplisia pelikan atau mineral adalah simplisia berupa bahan pelikan atau
mineral yang belum diolah atau telah diolah dengan cara sederhana. Contohnya
serbuk seng dan serbuk tembaga (Gunawan, 2010).
2.2.3 Faktor-faktor Penentu Kualitas Simplisia
Menurut Gunawan (2010), kualitas simplisia dipengaruhi oleh dua faktor
antara lain sebagai berikut:
a. Bahan Baku Simplisia
Berdasarkan bahan bakunya, simplisia bisa diperoleh dari tanaman liar dan
atau dari tanaman yang dibudidayakan. Tumbuhan liar umumnya kurang baik
untuk dijadikan bahan simplisia jika dibandingkan dengan hasil budidaya, karena
simplisia yang dihasilkan mutunya tidak seragam.
b. Proses Pembuatan Simplisia
Dasar pembuatan simplisia meliputi beberapa tahapan, yaitu:
1) Pengumpulan bahan baku
Kadar senyawa aktif dalam suatu simplisia berbeda-beda yang tergantung
tumbuhan atau bagian tumbuhan pada saat panen, waktu panen dan lingkungan
tempat tumbuh. Waktu panen sangat erat hubungannya dengan pembentukan
senyawa aktif di dalam bagian tumbuhan yang akan dipanen. Waktu panen yang
tepat pada saat bagian tumbuhan tersebut mengandung senyawa aktif dalam
jumlah yang terbesar. Senyawa aktif akan terbentuk secara maksimal di dalam
bagian tumbuhan atau tumbuhan pada umur tertentu. Berdasarkan garis besar
pedoman panen, pengambilan bahan baku tanaman dilakukan sebagai berikut:
− Biji
Pengambilan biji dapat dilakukan pada saat mulai mengeringnya buah atau
sebelum semuanya pecah.
− Buah
Panen buah bisa dilakukan saat menjelang masak (misalnya Piper nigrum),
setelah benar-benar masak (misalnya adas), atau dengan cara melihat perubahan
warna/ bentuk dari buah yang bersangkutan (misalnya jeruk, asam, dan pepaya).
− Bunga
Panen dapat dilakukan saat menjelang penyerbukan, saat bunga masih kuncup
(seperti pada Jasminum sambac, melati), atau saat bunga sudah mulai mekar
(misalnya Rosa sinensis, mawar).
− Daun atau herba
Panen daun atau herba dilakukan pada saat proses fotosintesis berlangsung
maksimal, yaitu ditandai dengan saat-saat tanaman mulai berbunga atau buah
mulai masak. Untuk mengambil pucuk daun, dianjurkan dipungut pada saat warna
− Kulit batang
Tumbuhan yang pada saat panen diambil kulit batang, pengambilan dilakukan
pada saat tumbuhan telah cukup umur. Agar pada saat pengambilan tidak
mengganggu pertumbuhan, sebaiknya dilakukan pada musim yang
menguntungkan pertumbuhan antara lain menjelang musim kemarau.
− Umbi lapis
Panen umbi dilakukan pada saat umbi mencapai besar maksimum dan
pertumbuhan pada bagian di atas berhenti. Misalnya bawang merah (Allium cepa).
− Rimpang
Pengambilan rimpang dilakukan pada saat musim kering dengan tanda-tanda
mengeringnya bagian atas tumbuhan. Dalam keadaan ini rimpang dalam keadaan
besar maksimum.
− Akar
Panen akar dilakukan pada saat proses pertumbuhan berhenti atau tanaman
sudah cukup umur. Panen yang dilakukan terhadap akar umumnya akan
mematikan tanaman yang bersangkutan.
2) Sortasi basah
Sortasi basah adalah pemilihan hasil panen ketika tanaman masih segar.
Sortasi dilakukan terhadap:
− Tanah atau kerikil,
− Rumput-rumputan
− Bahan tanaman lain atau bagian lain dari tanaman yang tidak digunakan, dan
3) Pencucian
Pencucian simplisia dilakukan untuk membersihkan kotoran yang melekat,
terutama bahan-bahan yang berasal dari dalam tanah dan juga bahan-bahan yang
tercemar peptisida. Cara sortasi dan pencucian sangat mempengaruhi jenis dan
jumlah mikroba awal simplisia. Misalnya jika air yang digunakan untuk
pencucian kotor, maka jumlah mikroba pada permukaan bahan simplisia dapat
bertambah dan air yang terdapat pada permukaan bahan tersebut dapat
mempercepat pertumbuhan mikroba. Bakteri yang umum terdapat dalam air
adalah Pseudomonas, Bacillus, Streptococcus, Enterobacter, dan Escherichia.
4) Pengubahan bentuk
Pada dasarnya tujuan pengubahan bentuk simplisia adalah untuk memperluas
permukaan bahan baku. Semakin luas permukaan maka bahan baku akan semakin
cepat kering. Perajangan dapat dilakukan dengan pisau, dengan alat mesin
perajangan khusus sehingga diperoleh irisan tipis atau potongan dengan ukuran
yang dikehendaki.
5) Pengeringan
Proses pengeringan simplisia, terutama bertujuan sebagai berikut:
− Menurunkan kadar air sehingga bahan tersebut tidak mudah ditumbuhi
kapang dan bakteri.
− Menghilangkan aktivitas enzim yang bisa menguraikan lebih lanjut
kandungan zat aktif .
− Memudahkan dalam hal pengolahan proses selanjutnya (ringkas, mudah
6) Sortasi kering
Sortasi kering adalah pemilihan bahan setelah mengalami proses pengeringan.
Pemilihan dilakukan terhadap bahan-bahan yang terlalu gosong atau bahan yang
rusak.
7) Pengepakan dan penyimpanan
Setelah tahap pengeringan dan sortasi kering selesai maka simplisia perlu
ditempatkan dalam suatu wadah tersendiri agar tidak saling bercampur antara
simplisia satu dengan lainnya (Gunawan, 2010).
2.2.4 Serbuk Simplisia Nabati
Serbuk simplisia nabati adalah bentuk serbuk dari simplisia nabati, dengan
ukuran derajat kehalusan tertentu. Sesuai dengan derajat kehalusannya, dapat
berupa serbuk sangat kasar, kasar, agak kasar, halus, dan sangat halus. Serbuk
simplisia nabati tidak boleh mengandung fragmen jaringan dan benda asing yang
bukan merupakan komponen asli dari simplisia yang bersangkutan antara lain
telur nematoda, bagian dari serangga dan hama serta sisa tanah (Ditjen POM,
1995).
Serbuk adalah campuran homogen dua atau lebih obat yang diserbukkan.
Pada pembuatan serbuk kasar, terutama simplisia nabati, digerus lebih dulu
sampai derajat halus tertentu setelah itu dikeringkan pada suhu tidak lebih dari
600C (Anief, 2007).
Untuk simplisia nabati tidak boleh menggunakan bagian pertama yang
terayak, tetapi harus terayak habis dan dicampur homogen, karena zat berkhasiat
digerus halus dan diayak maka muka daun yang terayak dulu, setelah itu baru urat
daun dapat terayak (Anief, 2007).
2.3 Mikroorganisme
Mikroorganisme atau mikroba adalah organisme hidup yang berukuran
sangat kecil dan hanya dapat diamati dengan menggunakan mikroskop.
Mikroorganisme ada yang tersusun atas satu sel (uniseluler) dan ada yang
tersusun atas beberapa sel (multiseluler). Walaupun mikroorganisme uniseluler
hanya tersusun atas satu sel, namun mikroorganisme tersebut menunjukkan semua
karakteristik organisme hidup, yaitu bermetabolisme, bereproduksi,
berdiferensiasi, melakukan komunikasi, melakukan pergerakan, dan berevolusi
(Pratiwi, 2008).
2.3.1 Bakteri
Bakteri adalah kelompok mikroorganisme yang sangat penting karena
pengaruhnya yang membahayakan maupun menguntungkan. Mereka tersebar luas
di lingkungan sekitar kita. Mereka dijumpai di udara, air dan tanah, dalam usus
binatang, pada lapisan yang lembab pada mulut, hidung atau tenggorokan, pada
permukaan tubuh atau tumbuhan (Gaman, 1992).
Bakteri adalah mikroorganisme bersel tunggal yang tidak terlihat oleh
mata, tetapi dengan bantuan mikroskop, mikroorganisme tersebut akan nampak.
Ukuran bakteri berkisar antara 0,5 sampai 10 µ dan lebar 0,5 sampai 2,5 µ
tergantung dari jenisnya. Walaupun terdapat beribu jenis bakteri, tetapi hanya
− Bentuk bulat atau cocci (tunggal = coccus)
− Bentuk batang atau bacilli (tunggal = bacillus)
− Bentuk spiral atau spirilli (tunggal = spirillium)
− Bentuk kroma atau vibrios (tunggal =vibrio) (Buckle, 1985).
Bakteri bereproduksi memperbanyak diri secara aseksual yaitu dengan
suatu proses yang disebut pembelahan biner. Bahan inti memperbanyak diri dan
membagi menjadi dua bagian yang terpisah dan kemudian sel membagi diri,
menghasilkan dua buah sel anak dengan ukuran yang sama (Gaman, 1992).
Berikut adalah contoh beberapa bakteri patogen serta jenis penyakit yang
ditimbulkan bakteri ke dalam tubuh manusia:
− Shigella dysentriae, penyebab penyakit disentri
− Salmonella typhii, penyebab penyakit demam tifoid
− Vibrio cholerae, penyebab penyakit cholera (Hasyimi, 2010).
2.3.2 Fungi
Fungi atau cendawan adalah organisme heterotrofik, mereka memerlukan
senyawa organik untuk nutrisinya. Bila mereka hidup dari benda organik mati
yang terlarut, mereka disebut saprofit. Saprofit menghancurkan sisa-sisa
tumbuhan dan hewan yang kompleks, menguraikannya menjadi zat-zat kimia
yang lebih sederhana, yang kemudian dikembalikan ke dalam tanah, dan
selanjutnya meningkatkan kesuburannya. Jadi mereka dapat sangat
menguntungkan bagi manusia. Sebaliknya mereka juga dapat merugikan kita
bilamana mereka membusukkan kayu, tekstil, makanan, dan bahan-bahan lain
Organisme yang digolongkan kedalam jamur meliputi:
A. Khamir
Khamir terutama merupakan organisme yang bersifat saprofitik terdapat
pada daun-daun, bunga-bunga dan eksudat dari tanaman. Serangga bertindak
sebagai perantara memindahkan khamir dari satu tanaman ke tanaman lain.
Khamir dapat diisolasi dari tanah, tetapi cenderung untuk tidak berkembang
subur, populasinya dipenuhi oleh khamir yang terdapat pada buah-buahan atau
daun-daun yang membusuk (Buckle, 1985).
Khamir (yeast = ragi), yaitu fungi bersel satu (uniseluler), sel-sel
berbentuk bulat- lonjong atau memanjang, berkembang biak dengan membentuk
tunas. Membentuk koloni yang basah dan berlendir serta tidak bergerak. Ukuran
khamir antara 5-10 mikron, 5 atau 10 kali dari bakteri (Hasyimi, 2010).
Hampir semua khamir memperbanyak diri secara aseksual dengan suatu
proses sederhana yaitu dengan budding (pembentukan tunas). Pada suatu tempat
tertentu pada sel, sitoplasma membengkak keluar dari dinding sel. Tonjolan atau
“bud” membesar dan akhirnya memisah membentuk sel khamir yang baru
(Gaman, 1992).
Khamir mempunyai peranan penting dalam industri makanan. Untuk
kegiatannya dalam makanan banyak dimanfaatkan dalam pembuatan bir anggur,
minuman keras, dan juga roti dengan produk makanan terfermentasi.
Pertumbuhan khamir dapat mengakibatkan kerusakan bahan pangan. Beberapa
jenis khamir pembusuk yang dikenal adalah Saccharomyces rouxii,
B. Kapang
Kapang berlawanan dengan bakteri dan khamir, seringkali dapat dilihat
dengan mata. Sifat pertumbuhan yang khas adalah berbentuk spora dan biasanya
terlihat pada kertas-kertas koran yang basah, kulit yang sudah usang, dinding
basah, buah-buahan yang membusuk serta bahan pangan lain seperti keju dan
selai. Pertumbuhannya dapat berwarna hitam, putih atau berbagai macam warna.
Secara biokimia, kapang bersifat aktif karena terutama merupakan organisme
saprofit. Organisme dapat memecah bahan-bahan organik kompleks yang lebih
sederhana termasuk pembusukan daun-daun dan lain-lain dalam tanah. Kegiatan
yang sama dapat mengakibatkan pembusukan pangan yang banyak terjadi
dimana-mana (Buckle, 1985).
Tubuh suatu kapang pada dasarnya terdiri dua bagian yaitu miselium dan
spora. Miselium merupakan kumpulan beberapa filamen yang dinamakan hifa.
Setiap hifa lebarnya 5 sampai 10 µ, dibandingkan dengan sel bakteri yang
biasanya berdiameter 1 µ. Miselium reproduksi bertanggung jawab untuk
pembentukan sporan dan biasanya tumbuh meluas ke udara dari medium.
Miselium suatu kapang dapat merupakan jaringan yang terjalin lepas atau dapat
merupakan struktur padat yang terorganisasi, seperti pada jamur (Pelczar, 1986).
Reproduksi kapang yang terpenting adalah dengan spora aseksual. Pada
jamur yang tidak memiliki septa, spora biasanya terbentuk dalam suatu wadah
spora yang disebut sporangium, pada bagian ujung hifa. Hampir semua jamur
yang bersepta memperbanyak diri dengan pembentukan spora tanpa maupun
udara. Bila mereka jatuh dalam suatu substrat (makanan) yang cocok, mereka
akan berkecambah dan membentuk pertumbuhan jamur yang baru. Beberapa jenis
jamur juga menghasilkan spora seksual, dengan penggabungan dua hifa (Gaman,
1992).
Kapang dapat bersifat patogenik dan menyebabkan penyakit pada
manusia. Beberapa kapang merupakan penyebab berbagai infeksi pernafasan dan
kulit pada manusia (Buckle, 1985).
2.4 Metode Hitungan Cawan
Metode hitungan cawan didasarkan pada anggapan bahwa setiap sel yang
dapat hidup akan berkembang menjadi satu koloni. Jumlah koloni yang muncul
pada cawan merupakan satu indeks jumlah mikroba yang hidup terkandung dalam
sampel. Hal yang perlu dikuasai dalam hal ini adalah teknik pengenceran. Setelah
inkubasi, jumlah koloni masing-masing cawan diamati (Waluyo, 2010).
Metode ini merupakan metode perhitungan jumlah sel tampak (visible) dan
didasarkan pada asumsi bahwa bakteri hidup akan tumbuh, membelah, dan
memproduksi satu koloni tunggal. Satuan perhitungan yang dipakai adalah CFU
(colony forming unit) dengan cara membuat seri pengenceran sampel dan
menumbuhkan sampel pada media padat. Pengukuran dilakukan pada plate
dengan jumlah koloni berkisar 25-250 atau 30-300 (Pratiwi, 2008).
Prinsip dari metode hitungan cawan adalah bila sel mikrobe yang masih
hidup ditumbuhkan pada medium, maka mikrobe tersebut akan berkembang biak
menggunakan mikroskop. Metode ini merupakan cara yang paling sensitif untuk
menentukan jumlah jasad renik, dengan alasan:
− Hanya sel mikrobe yang hidup yang dapat dihitung
− Beberapa jasad renik dapat dihitung sekaligus
− Dapat digunakan untuk isolasi dan identifikasi mikrobe, karena koloni yang
terbentuk mungkin berasal dari mikrobe yang mempunyai penampakan
spesifik (Waluyo, 2010).
Selain keuntungan-keuntungan tersebut di atas, metode hitungan cawan
juga mempunyai kelemahan sebagai berikut:
− Hasil perhitungan tidak menunjukkan jumlah sel yang sebenarnya, karena
beberapa sel yang berdekatan mungkin membentuk koloni
− Medium dan kondisi inkubasi yang berbeda mungkin menghasilkan jumlah
yang berbeda pula
− Mikrobe yang ditumbuhkan harus dapat tumbuh pada medium padat dan
membentuk koloni yang kompak, jelas, tidak menyebar
− Memerlukan persiapan dan waktu inkubasi relatif lama sehingga perhitungan
koloni dapat dihitung (Waluyo, 2010).
Metode hitungan cawan dibedakan atas dua cara, yakni metode tuang
(pour plate) dan metode permukaan (surface/spread plate). Pada metode tuang,
sejumlah sel (1 ml atau 0,1 ml) dari pengenceran yang dikehendaki dimasukkan
ke dalam cawan petri, kemudian ditambahkan agar-agar cair steril yang telah
didinginkan sebanyak 15-20 ml dan digoyangkan supaya sampelnya menyebar.
kemudian sebanyak 0,1 ml sampel yang telah diencerkan dipipet pada permukaan
agar-agar tersebut. Kemudian diratakan dengan batang gelas melengkung yang
steril. Jumlah koloni dalam sampel dapat dhitung sebagai berikut:
(Waluyo, 2007).
Perbandingan perhitungan dari larutan sel kontrol yang dilakukan secara
penuangan maupun penyebaran telah dilakukan. Telah ditemukan bahwa
umumnya metoda penyebaran di atas permukaan media agar (spread plate
methode) menghasilkan perhitungan jumlah koloni yang lebih banyak
dibandingkan dengan metode tuang. Perbedaan ini mungkin sehubungan dengan
suhu pencairan agar yang digunakan dalam metoda tuang yang mungkin dapat
membunuh beberapa sel dalam inokulum (Buckle, 1985).
Media agar adalah media yang digunakan pada metode pour plate dan
spread plate, dimana metode tersebut adalah metode yang cocok untuk hitungan
cawan. Dengan menggunakan media agar koloni dapat diamati secara langsung,
tanpa bantuan mikroskop. Teknik pengenceran dilakukan supaya didapat koloni
yang sesuai untuk perhitungan, yaitu kisaran 30-300 koloni. Sehingga bisa
dihitung dan hasilnya akurat. Suhu inkubasi yang digunakan metode ini yaitu pada
kisaran suhu tertentu karena setiap mikroba memiliki karakteristik suhu yang
berbeda-beda untuk tetap hidup dan berkembang biak. Suhu inkubasi sendiri
ditentukan dari suhu optimum pertumbuhan mikroba supaya mikroba dapat
tumbuh dengan baik. Sehingga apabila suhu dinaikkan atau diturunkan dari suhu
semula maka akan mengganggu pertumbuhan mikroba (Fardiaz, 1992).
Koloni per ml atau per gram = Jumlah koloni per cawan × 1
BAB III
METODOLOGI PENGUJIAN
3.1 Tempat dan Waktu Pengujian
Pengujian penetapan cemaran mikroba (angka lempeng total dan angka
kapang khamir) pada serbuk simplisia obat tradisional dilakukan di Laboratorium
Mikrobiologi, Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan (BBPOM) di Medan
Jalan Willem Iskandar, Pasar V Barat I No. 2 Medan pada tanggal 02 - 07
Februari 2015.
3.2 Sampel
Sampel yang digunakan adalah sediaan serbuk simplisia obat tradisional
yang berasal dari Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan (BBPOM) di Medan.
3.3 Alat
Alat yang digunakan adalah autoklaf, batang pengaduk, beaker glass,
bunsen, cawan petri bertutup, erlenmeyer, gelas ukur, inkubator, kapas, karet,
kertas ph, kertas perkamen, laminar air flow (LAF), mixer tube, oven, pipet ukur,
rak tabung, tabung reaksi, tali, dan timbangan analitik.
3.4 Bahan
Bahan yang digunakan adalah kloramfenikol, Pepton Dilutions Fluid
(PDF), Plate Count Agar (PCA), Potato Dextrose Agar (PDA), dan Triphenyl
3.5 Prosedur
3.5.1 Sterilisasi alat
Alat dicuci bersih dengan merendam di dalam air sabun selama 24 jam,
lalu dibilas. Dihapus bekas spidol dengan larutan aceton. Setelah bersih alat gelas
ditiriskan atau dikeringkan dalam handuk. Setelah kering dibungkus dengan kertas
lalu sterilisasi kering dengan memasukkan ke dalam oven dan dipanaskan pada
suhu 180oC selama 2 jam, sedangkan alat yang mempunyai presisi disterilisasi
basah dengan memasukkan kedalam autoklaf dan dipanaskan pada suhu 1210C
selama 15 menit.
3.5.2 Pembuatan Media
Pembuatan media yang digunakan untuk seluruh parameter dalam
pengujian sampel obat tradisional yaitu:
Tabel 3.1 Media Pengujian
Nama Media Berat (gram) Aquadest (ml)
Plate Count Agar (PCA) 22,5 1000
Potato Dextrose Agar (PDA) 39,0 1000
Peptone Dilution Fluid (PDF) 1 1000
Serbuk media ditimbang lalu dimasukkan ke dalam erlenmeyer, kemudian
dilarutkan dalam akuades. Pembuatan 300 ml media PDA, ditimbang serbuk PDA
sebanyak 11.7 gram, dengan perhitungan sebagai berikut:
39,0 g
Pembuatan 300 ml media PCA, ditimbang serbuk PCA sebanyak 6,75 gram,
dengan perhitungan sebagai berikut:
22,5 g
1000 ml × 300 ml = 6,75 g
Pembuatan 261 ml media PDF, ditimbang serbuk PDF sebanyak 0,261 gram,
dengan perhitungan sebagai berikut:
1 g
1000 ml × 261 ml = 0,261 g
Ditambahkan kloramfenikol sebanyak 30 mg untuk 300 ml PDA dan TTC
sebanyak 3 mg untuk 300 ml PCA. Ditutup ujung erlenmeyer dengan
menggunakan kapas dan kertas perkamen, lalu dihomogenkan. Media dipanaskan
hingga larut/jernih. Media disterilisasi didalam autoklaf dengan suhu 1210C
selama 15 menit.
3.5.3 Homogenisasi sampel
Sebanyak 10 g sampel ditimbang secara aseptis pada kertas perkamen, lalu
dimasukkan ke dalam erlenmeyer. Ditambahkan media PDF sebanyak 90 ml,
kemudian dihomogenkan.
3.5.4 Pengenceran
a. Angka lempeng total
Disiapkan 5 tabung reaksi atau lebih yang masing-masing telah diisi
dengan 9 ml PDF. Dari suspensi pengenceran 10-1 dipipet 1 ml ke dalam tabung
yang berisi 9 ml pengencer PDF hingga diperoleh pengenceran 10-2. Dibuat
b. Angka kapang khamir
Disiapkan 3 buah tabung yang masing-masing telah diisi 9 ml PDF. Dari
hasil homogenisasi sampel, dipipet 1 ml ke dalam tabung PDF pertama, dikocok
homogen hingga diperoleh pengenceran 10-1. Dibuat pengenceran selanjutnya
hingga 10-6.
3.5.5 Inokulasi dan Inkubasi
a. Angka lempeng total
Dari setiap pengenceran dipipet 1 ml ke dalam cawan petri dan dibuat
duplo. Ke dalam setiap cawan petri dituangkan 15 ml media PCA suhu 45±10C.
Cawan petri segera digoyang dan diputar sedemikian rupa hingga suspensi
tersebar merata. Untuk mengetahui sterilitas media dan pengencer dibuat uji
kontrol (blanko). Pada satu cawan diisi 1 ml pengencer dan media agar dan pada
cawan yang lain hanya diisi media. Setelah media memadat, cawan diinkubasi
pada suhu 35-370C selama 24-48 jam.
b. Angka kapang khamir
Dimasukkan 15 ml media PDA pada masing-masing cawan petri dari
setiap tingkat pengenceran secara duplo. Dibiarkan media PDA tersebut memadat.
Dari tiap pengenceran dipipet 0,5 ml ke permukaan lempeng media PDA yang
telah memadat, masing-masing dibuat duplo, segera suspensi disebar secara
merata dengan menggunakan pipa bengkok. Untuk mengetahui sterilitas media
dan pengencer dilakukan uji blanko. Pada satu lempeng PDA diteteskan 0,5 ml
pengencer disebar ratakan dan untuk uji media digunakan satu lempeng PDA
3.4.6 Pengamatan
a. Angka Lempeng Total
Pengamatan dan perhitungan koloni bakteri dilakukan selama 24-48 jam.
b. Angka Kapang Khamir
Pengamatan dan perhitungan koloni kapang/khamir dilakukan mulai hari
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
Berdasarkan pengujian yang dilakukan yaitu uji cemaran mikroba pada
serbuk simplisia obat tradisional antara lain penentuan angka lempeng total (ALT)
dan angka kapang khamir (AKK) yang dikerjakan secara duplo (dua kali
pengujian), diperoleh hasil yaitu bakteri yang terkandung dari simplisia pada uji
angka lempeng total adalah 11×103 koloni/gram dan kandungan kapang/khamir
pada uji angka kapang khamir adalah 21×102 koloni/gram.
Tabel 4.1 Data Uji Angka Lempeng Total
Tanggal Volume Pengenceran
(ml)
Tabel 4.2 Data Uji Angka Kapang Khamir
Tanggal Volume Pengenceran
(ml)
Media Inkubasi Pengamatan Suhu
Berdasarkan syarat yang dicantumkan pada SNI 19-2897-1992 bahwa
angka bakteri pada uji angka lempeng total (ALT) dalam obat tradisional adalah
1×106 koloni/gram dan angka kapang/khamir pada uji angka kapang khamir
(AKK) dalam obat tradisional adalah 1×104 koloni/gram, sedangkan angka bakteri
yang diperoleh adalah 11×103 koloni/gram dan angka kapang/khamir adalah
21×102 koloni/gram, maka serbuk simplisia obat tradisional tersebut telah
memenuhi syarat karena angka bakteri dan kapang/khamir yang diperoleh lebih
rendah daripada syarat yang telah ditetapkan.
Dari hasil pengamatan setiap pengenceran AKK menunjukkan bahwa
jumlah koloni yang tumbuh beraturan. Untuk pengenceran 10-1 sampai 10-6 sudah
pada media PDA semakin sedikit pada pengenceran yang semakin tinggi.
Sedangkan hasil pengamatan ALT, dapat dilihat bahwa jumlah koloni yang
tumbuh tidak beraturan. Jumlah koloni pada pengenceran 10-3 lebih banyak
daripada pengenceran 10-2. Hal ini disebabkan karena kemungkinan pengerjaan
yang kurang proporsional, kemungkinan seperti:
− Akibat proses pembuatan sampel yang kurang memperhatikan unsur sanitasi
dan higiene
− Adanya kontaminasi mikroba pada saat praktikum
− Proses pemipetan pengenceran yang kurang tepat.
Perhitungan angka lempeng total diambil dari suatu pengenceran yang
menunjukkan jumlah koloni antara 30-300. Jumlah koloni rata-rata dari kedua
cawan dihitung, lalu dikalikan dengan faktor pengencerannya. Sedangkan
perhitungan angka kapang dan khamir diambil dari suatu pengenceran yang
menunjukkan jumlah koloni antara 10-150. Jumlah koloni dari kedua cawan
dihitung lalu dikalikan dengan faktor pengencerannya. Bila pada cawan petri dari
dua tingkat pengenceran yang berurutan menunjukkan jumlah antara 10-150,
maka dihitung jumlah koloni dan dikalikan faktor pengenceran, kemudian diambil
angka rata-ratanya (Ditjen POM, 2006).
Keamanan produk terutama pada makanan, minuman, kosmetik, sediaan
obat atau obat tradisional (jamu) merupakan suatu tuntutan yang telah
dikemukakan sejak munculnya gangguan kesehatan manusia akibat adanya
cemaran mikroorganisme. Produk yang tercemar mikroorganisme tersebut dapat
makanan atau obat tradisional (jamu) dikatakan rusak apabila terjadi perubahan
warna, perubahan bentuk (pecah, terdapat kristal, lembab), perubahan rasa,
perubahan bau, dan penguraian. Umumnya kelembapan sangat mempercepat
perubahan dan kerusakan obat, sehingga perlu diperhatikan tempat penyimpanan
untuk obat yang perlu disimpan di tempat yang kering (Gaman, 1992).
Obat yang rusak, daya terapinya tidak hanya turun, tetapi bahkan dapat
menyebabkan efek yang membahayakan kesehatan. Kandungan senyawa aktifnya
dapat teroksidasi atau terurai membentuk senyawa lain yang mungkin bersifat
lebih toksik atau lebih beracun dibandingkan zat aslinya. Kerusakan obat akibat
cemaran mikroorganisme ini dapat terjadi pada setiap tahap produksi, sehingga
proses monitoring bahan baku berupa material maupun air, ekstrak, hingga produk
jadi mutlak diperlukan (Pratiwi, 2008).
Untuk mencapai kualitas tanaman obat yang setinggi-tingginya maka
diupayakan cara-cara sebagai berikut:
1) Pengumpulan bahan baku (panen) dilakukan dari sumber yang jelas serta
pada waktu dan cara yang tepat
2) Penyediaan dan pengerjaan bahan dilakukan melalui prosedur baku,
3) Pengawetan dan penyimpanan dilakukan secara tepat terhadap bahan yang
sudah bersih, kering, dan tidak bercampur bahan lain serta dijaga dari
pencemaran debu, basah, lembap, jamur, kotoran serangga, dan gangguan
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Uji cemaran mikroba pada serbuk simplisia obat tradisional dengan
metode angka lempeng total (ALT) adalah 11×103 koloni/gram dan angka kapang
khamir (AKK) adalah 21×102 koloni/gram, maka dapat disimpulkan bahwa
sampel serbuk simplisia memenuhi persyaratan cemaran mikroba yang ditetapkan
pada SNI 19-2897-1992.
5.2 Saran
Disarankan pada pengujian selanjutnya untuk melakukan uji parameter
lainnya terhadap produk serbuk simplisia seperti uji MPN Coliform, uji angka
Escerichia coli, uji angka Staphylococcus aureus, dan uji angka Salmonella. Hal
tersebut sangat dibutuhkan untuk mengetahui lebih lanjut layak atau tidaknya
DAFTAR PUSTAKA
Anief, M. (2007). Farmasetika. Yogyakarta: UGM Press. Halaman: 85-87.
Buckle, K. A. (1985). Ilmu Pangan. Cetakan Kesatu. Jakarta: Penerbit UI Press. Halaman 51.
Ditjen POM. (1995). Farmakope Indonesia. Edisi Ketiga. Jakarta: Departemen Kesehatan RI. Halaman: 111.
Ditjen POM. (2005). Penyiapan Simplisia Untuk Sediaan Herbal. Jakarta: Departemen Kesehatan RI. Halaman: 1.
Ditjen POM. (2006). Metode Analisis. Jakarta: Departemen Kesehatan RI. Halaman: 5, 8.
Ditjen POM. (2008). Farmakope Herbal Indonesia. Edisi Kesatu. Jakarta: Departemen Kesehatan RI. Halaman: 5, 25-26.
Fardiaz, S. (1992). Mikrobiologi Pangan I. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. Halaman: 118, 123-127.
Gaman, P. M dan Sherrington, K. B. (1992). Ilmu Pangan. Edisi Kedua. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Halaman: 232-239.
Gunawan, D dan Mulyani, S. (2010). Ilmu Obat Alam (Farmakognosi). Jilid I. Jakarta: Penebar Swadaya. Halaman: 9-14.
Hasyimi, H. M. (2010). Mikrobiologi dan Parasitologi. Jakarta: Trans Info Media. Halaman: 104.
Pelczar, M. J. (1986). Dasar-Dasar Mikrobiologi I. Cetakan Pertama. Jakarta: Universitas Indonesia Press. Halaman: 190-192.
Pratiwi, S. T. (2008). Mikrobiologi Farmasi. Jakarta: Erlangga. Halaman: 2, 109.
Waluyo, L. (2007). Mikrobiologi Umum. Malang: Universitas Muhammadiyah Malang Press. Halaman: 97-98.
Waluyo, L. (2010). Teknik Dan metode Dasar Dalam Mikrobiologi. Malang: Universitas Muhammadiyah Malang Press. Halaman: 209-213.
Lampiran 1. Keterangan Sampel
Uji Cemaran Mikroba Pada Serbuk Simplisia Obat Tradisional
Nama Sampel : Obat Tradisional
Jenis Sampel : Serbuk Simplisia
Nomor Kode Contoh : 014
Pabrik : -
Waktu Daluarsa : -
Nomor Registrasi : -
Nomor Bets : -
Wadah/Kemasan : Plastik/10 gram
Pemerian : Bentuk : Serbuk
Rasa : Pahit
Warna : Coklat muda
Lampiran 2. Data Dan Perhitungan
a. Angka Lempeng Total
Angka lempeng total = CI + CII
b. Angka Kapang Khamir
Lampiran 3. Bagan Alir Angka Lempeng Total
10 gram sampel + 90 ml PDF, dihomogenkan
10-1
10-2 10-3 10-4 10-5 10-6
@1ml
Ditambahkan @cawan petri 15 ml media PCA + TTC 1%
Blanko
1 ml 1 ml 1 ml 1 ml
1 ml
Diinkubasi pada suhu 35-370C selama 24-48 jam dengan posisi terbalik
Dihomogenkan, lalu dibiarkan media membeku
Lampiran 4. Bagan Alir Angka Kapang Khamir
10 gram sampel + 90 ml PDF, dihomogenkan
10-1
Diinkubasi pada suhu 20-250C
Lampiran 5. Gambar Alat dan Bahan
Sampel Serbuk Simplisia Obat Tradisional
Lampiran 5. (Lanjutan)
Pengamatan Angka Lempeng Total Hari Ke-2
Pengamatan Angka Kapang Khamir Hari Ke-3
Lampiran 5. (Lanjutan)
Media Plate Count Agar (PCA) Media Pepton Dilution Fluid (PDF)
Lampiran 5. (Lanjutan)
Hot Plate Pipet Volume
Lampiran 5. (Lanjutan)
Oven Inkubator