• Tidak ada hasil yang ditemukan

GAMBARAN TINGKAT PENGETAHUAN PERAWAT IGD TENTANG PENANGANAN PASIEN PADA CEDERA KEPALA DI RS PKU MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "GAMBARAN TINGKAT PENGETAHUAN PERAWAT IGD TENTANG PENANGANAN PASIEN PADA CEDERA KEPALA DI RS PKU MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA"

Copied!
111
0
0

Teks penuh

(1)

KARYA TULIS ILMIAH

GAMBARAN TINGKAT PENGETAHUAN PERAWAT IGD TENTANG

PENANGANAN PASIEN PADA CEDERA KEPALA DI RS PKU MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

Diajukan untuk Memenuhi Sebagai Syarat Memperoleh Derajat Sarjana Ilmu Keperawatan pada Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan

Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Disusun Oleh :

DITHA HANDAYANI SITORESMI PRABOWO 20120320015

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

(2)

KARYA TULIS ILMIAH

GAMBARAN TINGKAT PENGETAHUAN PERAWAT IGD TENTANG PENANGANAN PASIEN PADA CEDERA KEPALA DI RS PKU

MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

Diajukan untuk Memenuhi Sebagai Syarat Memperoleh Derajat Sarjana Ilmu Keperawatan pada Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan

Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Disusun Oleh :

DITHA HANDAYANI SITORESMI PRABOWO 20120320015

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

(3)

ii

PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN

Saya yang bertanda tangan dibawah ini:

Nama : Ditha Handayani Sitoresmi Prabowo

NIM : 20120320015

Program Studi : Ilmu Keperawatan

Fakultas : Kedokteran dan Ilmu Kesehatan

Menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa Karya Tulis Ilmiah yang penulis tulis ini benar-benar merupakan hasil karya penulis sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan manapun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks yang dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir Karya Tulis Ilmiah ini.

Apabila dikemudian hari terbukti atau dapat dibuktikan Karya Tulis Ilmiah ini hasil jiplakan, maka penulis bersedia menerima sanksi atas perbuatan tersebut.

Yogyakarta, 30 Juni 2016 Yang membuat pernyataan,

(4)

iii

Halaman Motto

Berangkat dengan penuh keyakinan, berjalan dengan penuh

keikhlasan, istiqomah dalam menghadapi cobaan.

Allah pasti akan mengangkat orang-orang yang beriman dan

berpengetahuan diantaramu beberapa tingkat lebih tinggi

(Surat Al-Mujadala Ayat 11)

Barang siapa keluar untuk mencari ilmu maka dia berada di

jalan Allah. (HR. Ahmad)

Hai orang-orang beriman, jadikanlah sabar dan shalatmu

sebagai penolongmu, sesungguh Allah berserta orang-orang

yang sabar. (Al-Baqarah:153)

Jadilah seperti karang di lautan yang kuat dihantam ombak

dan kerjakanlah hal yang bermanfaat untuk diri sendiri dan

orang lain, karena hidup hanyalah sekali. Ingat hanya pada

Allah apapun dan dimanapun kita berada kepada Dia-lah

tempat meminta dan memohon.

Jadi diri sendiri, Cari Jati Diri, dan Dapatkan Hidup Yang

Mandiri. Optimis, karena Hidup Terus Mengalir dan

Kehidupan Terus Berputar. Sesekali Lihat Ke Belakang untuk

melanjutkan Perjalanan Yang Tiada Berujung.

(5)

iv

HALAMAN PERSEMBAHAN

1. Dengan mengucapkan syukur Alhamdulillahirobbal’alamiin, saya panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan kelancaran dan kemudahan sehingga saya dapat menyelesaikan karya tulis ini dengan baik.

2. Untuk Ibu Azizah Khoiriyati, S.Kep., Ns., M.Kep selaku dosen pembimbing saya, terima kasih untuk ilmu yang selalu diberikan pada saya, selalu menyempatkan waktu untuk membimbing saya dengan kesabaran dan memberikan kritik saran serta masukan untuk saya.

3. Terima kasih kepada orang tua saya Bapak Dandang Prabowo S.sos dan Ibu Eny Suratmini SKM yang telah membimbing saya, memberikan arahan dengan setulus hati, semangat, nasehat, mendukung dalam mengerjakan karya tulis ini, motivasi dan sebait doa yang tidak pernah putus-putus disetiap sholat wajib dan sholat malam dan telah merangkul diriku supaya tidak boleh berputus asa.

4. Kakak kandungku Donny Wicaksono Prabowo S.Pd yang selalu memberikan semangat, dukungan, senyuman, kadang bikin marah, jengkel. semangat selalu buat kakak ku

5. Terima kasih kepada Paklek Parjianto SKM dan Bulek Sumarsi, S.Kep., Ns., MMR yang telah membimbing saya, memberikan dukungan, semangat, dan motivasi.

6. .Teman-teman PSIK 2012 dan teman-teman skill lab dari semester satu sampai terakhir, terima kasih buat kalian untuk keceriannya, senyumannya, dan kerjasamanya

(6)

v

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Puji syukur penulis panjatkan atas kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan rahmat dan karunia-NYA sehingga peneliti dapat menyusun penelitian karya tulis ilmiah (KTI) dapat terselesaikan sebagaimana yang diharapkan. Shalawat serta salam tak lupa terlantun kepada junjungan Nabi Muhammad Salallahu Alaihi Wassalam yang telah menjadi suri teladan dan khalifah terbaik.

Karya Tulis Ilmiah ini yang berjudul : “Gambaran Tingkat Pengetahuan Perawat tentang Penanganan Cedera Kepala di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta”. disusun sebagai memenuhi persyaratan untuk memperoleh gelar Sarjana Keperawatan pada Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

Karya tulis ilmiah ini tidak akan berarti apapun tanpa bantuan semua pihak yang berada di sekitar peneliti. Pada kesempatan ini peneliti menyampaikan ucapan terima kasih kepada:

1. Ibu Sri Sumaryani, S.Kep., Ns., M.Kep., Sp.Mat, HNC, selaku Ketua Prodi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

2. Ibu Azizah Khoiriyati., S. Kep., Ns., M.Kep, selaku pembimbing dalam menyusun proposal Karya Tulis Ilmiah. Proposal ini tidak akan berarti tanpa bimbingan dan ketulusan Ibu dalam membimbing kami.

3. Ibu Nur Chayati., Ns., M.Kep, selaku penguji dalam sidang proposal Karya Tulis Ilmiah. Proposal ini tidak akan lebih baik tanpa ketulusan ibu dalam menguji penulis

(7)

vi

5. Terima Kasih Teman-teman PSIK UMY angkatan 2012, selama ini kita sama-sama berjuang dari awal mataf sampai kita menyusun skripsi dengan senang maupun duka, kita yakin bahwa suatu saat indah pada waktunya dan kita semua lulus wisuda ditahun ini 2016 berkumpul di Sportorium UMY, Aamiin YaAllah Aamiin Ya Robal’alamiin.

Peneliti menyadari sepenuhnya bahwa penulisan proposal ini masih jauh dari kesempurnaan. Kritik dan saran yang bersifat membangun dari semua pembaca untuk kesempurnaan penulis

Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

Yogyakarta, 24 Juni 2016

(8)

vii DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PENGESAHAN KTI ... Error! Bookmark not defined. PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN ... ii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... iii

KATA PENGANTAR ... v

DAFTAR ISI ... vii DAFTAR TABEL ... Error! Bookmark not defined. DAFTAR GAMBAR ... Error! Bookmark not defined. DAFTAR SINGKATAN ... Error! Bookmark not defined. BAB IPENDAHULUAN

A. Latar Belakang ... Error! Bookmark not defined. B. Rumusan Masalah ... Error! Bookmark not defined. C. Tujuan Penelitian ... Error! Bookmark not defined. D. Manfaat Penelitian ... Error! Bookmark not defined. E. Penelitian Terkait ... Error! Bookmark not defined. BAB IITINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Pustaka ... Error! Bookmark not defined. 1. Pengetahuan ... Error! Bookmark not defined. 2. Cedera Kepala ... Error! Bookmark not defined. 3. Perawat ... Error! Bookmark not defined. B. Kerangka Konsep ... Error! Bookmark not defined. BAB IIIMETODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian ... Error! Bookmark not defined. B. Populasi dan Sampel ... Error! Bookmark not defined. C. Lokasi dan Waktu Penelitian ... Error! Bookmark not defined. D. Variable Penelitian ... Error! Bookmark not defined. E. Definisi Operasional... Error! Bookmark not defined. F. Instrumen Penelitian... Error! Bookmark not defined. G. Cara Pengumpulan Data ... Error! Bookmark not defined. H. Uji Validitas dan Reliabilitas ... Error! Bookmark not defined. I. Pengolahan Data... Error! Bookmark not defined. J. Analisis Data ... Error! Bookmark not defined. K. Etik Penelitian ... Error! Bookmark not defined. BAB IVHASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Gambaran Wilayah... Error! Bookmark not defined. B. Hasil Penelitian ... Error! Bookmark not defined. C. Pembahasan ... Error! Bookmark not defined. D. Kekuatan dan Kelemahan Penelitian ... Error! Bookmark not defined. BAB VPENUTUP

(9)

viii

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Kisi-kisi kuesioner tingkat pengetahuan perawat ... 56 Tabel 2. Interpretasi Nilai r Reliabilitas Menurut Arikunto, (2010) ... 61 Tabel 3. Distribusi frekuensi karakteristik berdasarkan responden

berdasarkan usia, jenis kelamin, pendidikan terakhir, pengalaman menjadi perawat, informasi penanganan cedera kepala,

pengalaman mengikuti pelatihan, tahun pelatihan ... 68 Tabel 4. Distribusi frekuensi gambaran tingkat pengetahuan perawat

sesuai per item pertanyaan berdasarkan pengertian cedera kepala, klasifikasi, pemeriksaan penunjang dan tingkat pengetahuan

(10)

ix

DAFTAR GAMBAR

(11)

x

DAFTAR SINGKATAN

Depkes : Departemen Kesehatan IGD : Instalansi Gawat Darurat Kemenkes : Kementerian Kesehatan

PPGD :Penanggulangan Penderita Gawat Darurat PERDOSSI : Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia RISKESDAS : Riset Kesehatan Dasar

RS : Rumah Sakit

(12)

xi

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Lembar permohonan menjadi responden Lampiran 2. Lembar persetujuan menjadi responden

Lampiran 3. Lembar kuesioner gambaran tingkat pengetahuan perawat IGD tentang penanganan pasien cedera kepala di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta

Lampiran 4. Lembar Uji Validitas Lampiran 5. Lembar Uji Reliabilitas Lampiran 6. Lembar Analisa Data Lampiran 7. Surat izin Etik Penelitian

Lampiran 8. Surat izin Studi Pendahuluan RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta dan RS PKU Muhammadiyah Gamping

Lampiran 9. Surat izin Uji Validitas RSUD Wates

(13)

xii

The Illustration of The Knowledge Level of ER Nurses on Handling

Patient with Traumatic Brain Injury at PKU Muhammadiyah

Hospital Yogyakarta.

Gambaran Tingkat Pengetahuan Perawat IGD tentang Pasien

Cedera Kepala di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta

Ditha Handayani Sitoresmi Prabowo1, Azizah Khoiriyati, S.Kep.,Ns., M.Kep2

1

Mahasiswa Program Studi Ilmu Keperawatan FKIK UMY, 2Dosen Program Studi Ilmu Keperawatan FKIK UMY

ABSTRACT

Background : Traumatic Brain Injury is the most important severe injury on the nerve system, lining of the brain, cranial nerve including fracture on the skull, damage on soft tissue in the head and face that are both primary and secondary damage. Traumatic brain injury had become health, social, economic matter that caused death and permanent dissability in mature age. Experts mentioned that the rate of road accident in Indonesia was still quite high, that was 90%. The objective of the research was finding out the illustration of the knowledge level of ER nurses on handling patient with traumatic brain injury at PKU Muhammadiyah Hospital Yogyakarta and PKU Muhammadiyah Gamping Hospital.

The Methode of the research was descriptive quantitative with Cross Sectional. The sample collecting was Total Sampling. The total number of respondents were 38 ER nurses. The research was from April until June 2016. The validity test used was Content Validity Index (CVI) and Pearson Product Moment that was r count ≥ r table (0,3202) and the reliability test used Kuder-Richardson (KR 20) that was r ≥ 0,6. The data analysis used descriptive with the result of frequency and percentage.

The Result : indicated that the majority of the respondents who were in the early maturity (20-40 years old) or (74%), male (53%), with D III degree (71%), had 6-10 and more than 10 years experience as ER nurse (34%), information on traumatic brain injury handling was majority from printed or electronic media (60%), mostly had PPGD training experience (95%) and the number of the training year was majority in 2012 (60%). The result of the research indicated that there were 13respondents (34%) in high category knowledge level and 17 respondents (45%) were in medium category knowledge level.

The Conclusion was that the illustration of the knowledge level of ER nurses on handling patient with traumatic brain injury at PKU Muhammadiyah Hospital Yogyakarta and PKU Muhammadiyah Gamping Hospital was categorized as medium.

(14)

xiii

INTISARI

Latar Belakang: Cedera Kepala (Traumatic Brain Injury) merupakan cedera akut yang terpenting pada susunan saraf pusat, selaput otak, saraf cranial termasuk fraktur tulang kepala, kerusakan jaringan lunak pada kepala dan wajah baik terjadi kerusakan primer maupun kerusakan sekunder. Cedera kepala menjadi masalah kesehatan, sosial, ekonomi yang menyebabkan kematian dan disabilitas permanen pada usia dewasa. Para ahli menyebutkan bahwa angka insiden kecelakaan jalan di Indonesia masih cukup tinggi, yakni ada 90%.Tujuanini adalah untuk mengetahui gambaran tingkat pengetahuan perawat IGD tentang penanganan pasien pada cedera kepala di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta dan RS PKU Muhammadiyah Gamping.

Metoda adalah penelitian deskripstif kuantitatif dengan Cross Sectional.Teknik pengambilan sampel adalah Total Sampling. Responden berjumlah 38 perawat IGD dilakukan bulan April-Juni 2016. Uji validitas menggunakan Content validity index ( CVI) dan Pearson Product Moment yaitu r hitung ≥r tabel (0,3202) dan uji reliabilitas menggunakan Kuder-Richardson (KR 20) yaitu r ≥ 0,6. Analisa data menggunakan deskriptif dengan hasil frekuensi dan prosentase.

Hasil menunjukkan bahwa mayoritas responden adalah usia dewasa awal (20-40 tahun (74%), berjenis kelamin laki-laki (53%), berpendidikan DIII (71%), pengalaman menjadi perawat IGD selama 6-10 tahun dan > 10 tahun (34%), informasi penanganan cedera kepala adalah mayoritas media cetak atau elektronik (60%), pengalaman mengikuti pelatihan adalah mayoritas PPGD (95%) dan tahun pelatihan adalah mayoritas tahun 2012 (60%). Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada13 responden (34%) memiliki tingkat pengetahuan pada kategori tinggi dan 17 responden (45%) termasuk kategori sedang

(15)
(16)
(17)

The Illustration of The Knowledge Level of ER Nurses on Handling Patient

with Traumatic Brain Injury at PKU Muhammadiyah Hospital Yogyakarta.

Gambaran Tingkat Pengetahuan Perawat IGD tentang Pasien Cedera

Kepala di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta

Ditha Handayani Sitoresmi Prabowo1, Azizah Khoiriyati, S.Kep.,Ns., M.Kep2

1

Mahasiswa Program Studi Ilmu Keperawatan FKIK UMY, 2Dosen Program Studi Ilmu Keperawatan FKIK UMY dissability in mature age. Experts mentioned that the rate of road accident in Indonesia was still quite high, that was 90%. The objective of the research was finding out the illustration of the knowledge level of ER nurses on handling patient with traumatic brain injury at PKU Muhammadiyah Hospital Yogyakarta and PKU Muhammadiyah Gamping Hospital.

The Methode of the research was descriptive quantitative with Cross Sectional. The sample collecting was Total Sampling. The total number of respondents were 38 ER nurses. The research was from April until June 2016. The validity test used was Content Validity Index (CVI) and Pearson Product Moment that was r count ≥ r table (0,3202) and the reliability test used Kuder-Richardson (KR 20) that was r ≥ 0,6. The data analysis used descriptive with the result of frequency and percentage.

The Result : indicated that the majority of the respondents who were in the early maturity (20-40 years old) or (74%), male (53%), with D III degree (71%), had 6-10 and more than 10 years experience as ER nurse (34%), information on traumatic brain injury handling was majority from printed or electronic media (60%), mostly had PPGD training experience (95%) and the number of the training year was majority in 2012 (60%). The result of the research indicated that there were 13respondents (34%) in high category knowledge level and 17 respondents (45%) were in medium category knowledge level.

The Conclusion was that the illustration of the knowledge level of ER nurses on handling patient with traumatic brain injury at PKU Muhammadiyah Hospital Yogyakarta and PKU Muhammadiyah Gamping Hospital was categorized as medium.

(18)

INTISARI

Latar Belakang: Cedera Kepala (Traumatic Brain Injury) merupakan cedera akut yang terpenting pada susunan saraf pusat, selaput otak, saraf cranial termasuk fraktur tulang kepala, kerusakan jaringan lunak pada kepala dan wajah baik terjadi kerusakan primer maupun kerusakan sekunder. Cedera kepala menjadi masalah kesehatan, sosial, ekonomi yang menyebabkan kematian dan disabilitas permanen pada usia dewasa. Para ahli menyebutkan bahwa angka insiden kecelakaan jalan di Indonesia masih cukup tinggi, yakni ada 90%.Tujuanini adalah untuk mengetahui gambaran tingkat pengetahuan perawat IGD tentang penanganan pasien pada cedera kepala di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta dan RS PKU Muhammadiyah Gamping.

Metoda adalah penelitian deskripstif kuantitatif dengan Cross Sectional.Teknik pengambilan sampel adalah Total Sampling. Responden berjumlah 38 perawat IGD dilakukan bulan April-Juni 2016. Uji validitas menggunakan Content validity index ( CVI) dan Pearson Product Moment yaitu r hitung ≥r tabel (0,3202) dan uji reliabilitas menggunakan Kuder-Richardson (KR 20) yaitu r ≥ 0,6. Analisa data menggunakan deskriptif dengan hasil frekuensi dan prosentase.

Hasil menunjukkan bahwa mayoritas responden adalah usia dewasa awal (20-40 tahun (74%), berjenis kelamin laki-laki (53%), berpendidikan DIII (71%), pengalaman menjadi perawat IGD selama 6-10 tahun dan > 10 tahun (34%), informasi penanganan cedera kepala adalah mayoritas media cetak atau elektronik (60%), pengalaman mengikuti pelatihan adalah mayoritas PPGD (95%) dan tahun pelatihan adalah mayoritas tahun 2012 (60%). Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada13 responden (34%) memiliki tingkat pengetahuan pada kategori tinggi dan 17 responden (45%) termasuk kategori sedang

Kesimpulan adalah Gambaran tingkat pengetahuan perawat IGD tentang penanganan pada pasien cedera kepala di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta dan RS PKU Muhammadiyah Gamping mayoritas dalam dikategorikan sedang.

(19)
(20)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Cedera kepala istilah antara lain Traumatic Brain Injury adalah suatu cedera akut pada susunan saraf pusat, selaput otak, saraf cranial termasuk fraktur tulang kepala, kerusakan jaringan lunak pada kepala dan wajah baik terjadi trauma secara langsung (kerusakan primer) maupun tidak langsung (kerusakan sekunder) (Setiawan, 2010). Cedera kepala merupakan suatu masalah kesehatan, sosial dan ekonomi yang paling penting diseluruh dunia dan penyebab utama dengan kematian dan disabilitas permanen pada usia dewasa (Roozenbeek et al, 2013 dalam Kusumasewi, 2014). Kasus pasien dengan cedera kepala dapat menimbulkan masalah pada mental, kognitif, fisik dan sosial (Travena & Cameron, 2011). Salah satu penyebab paling sering terjadinya cedera kepala adalah kecelakaan lalu lintas, dimana yang banyak terjadi pada pria dibandingkan dengan wanita (Aghakhani et al., 2013).

(21)

diperkirakan terdapat 1,4 juta kasus cedera kepala, dengan lebih dari 1,1 juta yang datang ke Unit Gawat Darurat (World Health Organization, 2010).

Pada kasus cedera kepala di IGD suatu rumah sakit orang yang berperan dalam melakukan pertolongan pertama yaitu perawat. Peran perawat sangat dominan dalam

melakukan penanganan k

asus cedera kepala (Sekar, 2015).

Kecelakaan lalu lintas ini

mengakibatkan berbagai cedera, yaitu cedera kepala, thoraks dan ektremitas.Berdasarkan data Lampiran Keputusan Menteri Kesehatan Nomor:263/Menkes/SK/II/2010 beberapa dari provinsi tercatat prevalensi cedera kepala secara Nasional yaitu Provinsi Kepulauan Riau (18.9%), Papua Barat (18.0%), NAD (17.9%), Papua (16.8%), Sumatra Selatan (16.7%), Jambi (16.5%), DIYogyakarta (16.4%) dan Sulawesi Utara (16.1%). Data dari Polda DIY bahwa jumlah kejadian kecelakaan lalu lintas di wilayah DIY tahun 2012 cukup tinggi antara lain Kabupaten Sleman sebanyak 1.548, Bantul sebanyak 1.420, Yogyakarta sebanyak 678, Gunung Kidul sebanyak 453 dan Kulon Progo sebanyak 323 kejadian (Dinkes, 2013).

Peristiwa kecelakaan lalu lintas di provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta mengatakan bahwa cukup tinggi dalam enam tahun terakhir. Data Kepolisian menunjukkan bahwa, kasus kecelakaan di DIY, setiap tahunnya meningkat tiga kali lipat sebanyak 130 meninggal dunia 12% akibat kecelakaan lalu lintas (Dinkes, 2013). Laporan Kepolisian menunjukkan bahwa 88% kematian diakibatkan oleh cedera kepala (Dinkes, 2013). Menurut data dariKepolisian Republik Indonesia (2011) tercatat bahwa jumlah kecelakaan mencapai 108.696 dengan 31.195 korban meninggal dan 35.285 mengalami luka berat, dan 55,1% cedera kepala.

Menurut penelitian dari Instalasi Gawat Darurat RS Panti Nugroho pada bulan Mei – Juli 2005 mengatakan bahwa tingkat populasi cedera kepala di Yogyakarta didapatkan

(22)

dan 7 kasus cedera kepala berat (9%) (Jovan, 2007). Menurut laporan tahunan Instalasi Rawat Darurat RSUP Sardjito tahun 2006, angka kejadian cedera kepala adalah sebesar 75% (Barmawi,2007).

Penanganan yang dilakukan oleh perawat di Instalasi Gawat Darurat (IGD) merupakan tindakan yang bertujuan untuk menyelamatkan jiwa penderita dengan cepat, tepat dan benar. Penanganan yang dilakukan saat terjadi cedera kepala adalah menjaga jalan nafas penderita, mengontrol pendarahan dan mencegah syok, imobilisasi penderita, mencegah terjadinya komplikasi dan cedera sekunder. Pada setiap keadaan yang tidak normal dan membahayakan harus segera diberikan dalam tindakan resusitasi (Wahjoepramono, (2005).

Penelitian yang dilakukan oleh Kusuma, (2008) di Instalasi Gawat Darurat Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Yogyakarta memberikan informasi bahwa 58,83℅

penanganan cedera kepala oleh perawat secara keseluruhan adalah baik, cedera kepala berat dikategorikan cukup 100℅, cedera kepala sedang dikategorikan baik 62,5℅ dan

cedera kepala ringan dikategorikan baik 71,43℅. Waktu tercepat perawat dalam menangani pasien cedera kepala adalah 50,71 menit pada cedera kepala ringan, terlama pada cedera kepala berat yaitu 90 menit.

Penelitian yang dilakukan oleh Arsani, (2011) di Instalasi Gawat Darurat RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta bahwa tingkat pengetahuan perawat dalam kategori baik sebesar 16,7℅ dan cukup sebesar 83,3℅ dengan perbandingan jumlah perawat SPK

(11,1℅), D-3 (77,8℅) dan S-1 (11,1℅). Kemampuan penatalaksanaan keperawatan

(23)

Penelitian yang dilakukan oleh Ruslan, Intang, A., dan Bahar B., (2014) di ruang Instalasi Gawat Darurat RSUD H Padjonga Daeng Ngalle Kabupaten Takalar didapatkan sebagian besar perawat IGD RSUD H. Padjonga Dg. Ngalle Kabupaten Takalar memiliki tingkat pengetahuan tentang penanganan pasien trauma kapitis cukup baik yaitu 72,5% (29 orang) dan untuk penilaian status kesadaran (GCS) masih relatif kurang yaitu 57,5% (23 orang). Kesimpulan dalam penelitian ini adalah tingkat pengetahuan sebagian besar perawat terhadap penanganan pasien (airway, breathing, circulation) trauma capitis dikategorikan cukup baik dan untuk penilaian tingkat kesadaran (GCS) masih relatif kurang.

Firman Allah yang diturunkan oleh Al-qur’an juga sudah dijelaskan bahwa antara sesama manusia berkewajiban untuk saling tolong menolong, tak terkecuali dalam hal untuk menyelamatkan jiwa seseorang, seperti yang telah dituangkan dalam Q.S. at-Taubah : 71, yang berbunyi :

“Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebahagian mereka (adalah) menjadi penolong bagi sebahagian yang lain. mereka menyuruh (mengerjakan) yang ma'ruf, mencegah dari yang munkar, mendirikan shalat, menunaikan zakat dan mereka taat pada Allah dan Rasul-Nya. mereka itu akan diberi rahmat oleh Allah; Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana”.

Firman Allah dalam dan Q.S. Al-Baqarah : 45-46, yang berbunyi :

“Dan mohonlah pertolongan (kepada Allah) dengan sabar dan shalat. Dan (shalat) itu sungguh berat, kecuali bagi orang-orang yang khusuk, (yaitu) mereka yang yakin, bahwa mereka akan menemui Tuhannya dan bahwa mereka akan kembali kepada-Nya”.

(24)

Tugas peran seorang perawat yaitu untuk merawat pasien agar mempercepat proses penyembuhan. Salah satu perawat yang bertugas di IGD adalah perawat yang dituntut untuk tindakan kegawat daruratan secara cepat, tepat, dantanggap khususnya penanganan pasien pada cedera kepala (Sekar,2015). Oleh karena itu, perawat diharapkan memiliki pengetahuan yang baik dalam menangani pasien dengan cedera kepala agar tidak terjadi komplikasi. Dimana pengetahuan dipengaruhi oleh beberapa faktor, meliputi faktor internal dan eksternal (Budiman & Riyanto, 2013).

Budiman & Riyanto, (2013) menjelaskan bahwa faktor internal dan eksternal yang mempengaruhi pengetahuan dalam penanganan pasien pada cedera kepala antara lain umur dari seseorang, pendidikan, pekerjaan, pengalaman yang kurang baik pada seseorang akan membuat seseorang berusaha melupakannya, lingkungan juga mempengaruhi perkembangan, perilaku maupun kelompok dan sosial budaya dapat mempengaruhi dari perilaku dalam menerima informasi.

Pendidikan dapat membawa wawasan atau pengetahuan dari seseorang, semakin tinggi pendidikan seseorang maka semakin mudah pula mereka menerima informasi, dan akhirnya semakin banyak pula pengetahuan yang dimilikinya. Sebaliknya ketika seseorang mempunyai tingkat pendidikan yang rendah, maka akan menghambat perkembangan sikap seseorang terhadap penerimaan, informasi dan nilai-nilai yang baru diperkenalkan (Mubarak, W.I., Chayatin, N., Rozikin, k. & Supradi, 2007).

(25)

PKU Muhammadiyah Gamping menjelaskan bahwa kasus cedera kepala setiap tahunnya selalu mengalami peningkatkan drastis.

Dengan permasalahan data diatas maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “Gambaran Tingkat Pengetahuan Perawat tentang Penanganan Pasien Pada Cedera Kepala di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas, maka dapat dirumuskan masalah penelitian yaitu “Bagaimana gambaran tingkat pengetahuan perawat tentangpenanganan cedera kepala pada pasien di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta?” C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui gambaran tingkat pengetahuan perawat tentang penanganan pasien pada cedera kepala di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta Unit I dan Unit II 2. Tujuan Khusus.

a. Mengetahui gambaran karakteristik data demografi responden yang meliputi usia, jenis kelamin, pendidikan dan masa kerja di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta dan RS PKU Muhammadiyah Gamping

b. Mengetahui gambaran tingkat pengetahuan responden berdasarkan usia

c. Mengetahui gambaran tingkat pengetahuan responden berdasarkan tingkat pendidikan

d. Mengetahui gambaran tingkat pengetahuan responden berdasarkan pengalaman bekerja

(26)

D. Manfaat Penelitian

1. Bagi Instansi Rumah Sakit

Dapat digunakan sebagai bahan dalam meningkatkan pelayanan kesehatan penanganan cedera kepala.

2. Bagi Ilmu Keperawatan

Dapat memberikan pengembangan ilmu pengetahuan tentang penanganan cedera kepala dengan baik.

3. Bagi penulis

Dapat memperoleh pengetahuan tentang penanganan cedera kepala dan mengaplikasikan ilmu-ilmu pengetahuan yang telah dipelajariselama pendidikan. E. Penelitian Terkait

1. Penelitian oleh Arsani, (2011) dengan judul penelitian “Hubungan tingkat pengetahuan dengan kemampuan penatalaksanaan keperawatan cedera kepala oleh

perawat di IGD RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta”Metode yang digunakan

adalah deskriptif kuantitatif dengan pendekatan cross sectional. Hasil penelitian didapatkan bahwa tingkat pengetahuan perawat dalam kategori baik 16,7℅ dan cukup 83,3℅ dengan perbandingan jumlah SPK (11,1℅), D-3 (77,8℅) dan S-1 (11,1℅).

Kemampuan dengan penatalaksanaan keperawatan cedera kepala oleh perawat kategori baik (27,8℅) dan cukup (72,2℅). Hasil hubungan antara tingkat pengetahuan

(27)

2. Penelitian oleh Ruslan, Intang, dan Bahar, (2014) dengan judul “Gambaran tingkat pengetahuan perawat dalam penanganan pasien trauma kapitis di ruang Instalasi

Gawat Darurat RSUD H Padjonga Daeng Ngalle Kabupaten Takalar”.Penelitian ini

merupakan penelitian deskriptif dengan metode survey.Pengambilan sampel menggunakan teknik total samplingyaitu sebanyak 40 orang. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan kuesioner.Analisis data mencakup analisis univariat dengan mendeskripsikan distribusi frekuensi dari masing-masing variabel. Hasil penelitian didapatkan bahwa sebagian besar perawat IGD RSUD H. Padjonga Dg. Ngalle Kabupaten Takalar memiliki tingkat pengetahuan tentang penanganan pasien trauma kapitis cukup baik yaitu 72,5% (29 orang) dan untuk penilaian status kesadaran (GCS) masih relatif kurang yaitu 57,5% (23 orang). Kesimpulan bahwa tingkat pengetahuan sebagian besar perawat terhadap penanganan pasien (airway, breathing, circulation) trauma capitis dikategorikan cukup baik dan untuk penilaian tingkat kesadaran (GCS) masih relatif kurang. Perbedaan ini adalah penelitian Ruslan, Andi Intang, dan Burhanuddin Bahar menggunakan deskriptif dengan metode survey, populasi dan sampel di RSRSUD H. Padjonga Dg. Ngalle Kabupaten Takalar sedangkan penelitian peneliti menggunakan deskriptif kuantitatif dengan pendekatan cross sectional, populasi dan sampel di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta dan RS PKU Muhammadiyah Gamping.

3. Penelitian olehTrismiati, (2012) dengan judul “Hubungan pengetahuan tentang cidera kepala dan peran perawat dalam penanganan Pasien Cidera Kepala di Unit

Gawat Darurat Rumah Sakit Qadr kota Tangerang”.Metode yang digunakan adalah

(28)

Keperawatan (100%) dan lama bekerja 1-5 tahun (40%). Skor pengetahuan : kurang 44% dan baik 56%. Sedangkan skor peran : kurang 44% dan baik 56%. Uji statistic menunjukkan( χ2 sebesar 6.579 dengan ρ value sebesar 0.017 < α= (0.05).Perbedaan

(29)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Pustaka 1. Pengetahuan

a. Pengertian

Pengetahuan adalah hasil dari tahu yang berasal melalui proses setelah seseorang menggunakan sensoris dan pengindraan terhadap suatu objek tertentu, khususnya melalui pancaindra manusia, yakni indra penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa, dan raba (Nursalam & Efendi, 2008; Notoatmodjo, 2010). Pengetahuan atau kognitif merupaka domain yang terpenting dan berpengaruh dalam membentuk tindakan seseorang (Efendi & Makhfudli, 2010)

b. Tingkat pengetahuan didalam domain kognitif

Pengetahuan merupakan pedoman yang sangat penting dalam segala membentuk tindakan seseorang (Notoatmojo, 2010). Pengetahuan yang tercakup dalam domain kognitif mempunyai 6 tingkatan, yaitu:

1) Tahu (know)

Tahu adalah mengingat suatu materi yang telah dipelajari termasuk mengingat kembali (recall) terhadap suatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari. Oleh sebab itu, tahu ini merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah.

2) Memahami (comprehension)

(30)

menyebutkan contoh, menyimpulkan saja, akan tetapi seseorang tersebut harus menginterpretasikannya.

3) Aplikasi (application)

Aplikasi adalah kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi riil (sebenarnya). Hal ini ditandai dengan seseorang dapat menggunakan prinsip, hukum-hukum, rumus, metode yang telah diketahui tersebut pada situasi yang lain.

4) Analisa (analysis)

Analisa adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek kedalam komponen-kompenen, tetapi masih dalam suatu struktur organisasi tersebut, dan masih ada kaitannya satu sama lain.

5) Sintesis (synthesis)

Sintesis adalah suatu kemampuan seseorang untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian didalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. Dengan kata lain sintesis itu suatu kemampuan untuk menyusunformasi-formasi yang ada.

6) Evaluasi (evaluation)

Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan penilaian terhadap suatu materi atau objek penilaian-penilaian itu berdasarkan suatu kriteria yang ditentukan sendiri.

c. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pengetahuan

(31)

1) Faktor Internal, meliputi: a) Umur

Dengan bertambahnya umur seseorang maka tingkat pengetahuan akan berkembang sesuai dengan pengetahuan yang didapat Budiman &Riyanto (2013). Dengan bertambahnya umur maka taraf fikir seseorang akan lebih matang dan dewasa.

b) Pendidikan

Pendidikan dapat menambah wawasan atau pengetahuan seseorang. Jika seseorang mempunyai tingkat pendidikan yang lebih tinggi akan mempunyai pengetahuan yang lebih luas dibandingkan dengan tingkat pendidikan yang lebih rendah (Budiman &Riyanto, 2013). Sedangkan menurut Wawan (2010) mengatakan bahwa pada seseorang yang mempunyai pendidikan rendah akan mengalami hambatan terhadap penerimaan informasi dan pengenalan nilai-nilai baru.

c) Pekerjaan

Dengan adanya pekerjaan maka seseorang memerlukan banyak waktu untuk menyelesaikan pekerjaan yang dianggap penting. Masyarakat yang sibuk akan memiliki waktu sedikit untuk memperoleh informasi, sehingga tingkat pengetahuan yang dimiliki menjadi kurang (Wawan, 2010).

d) Pengalaman

(32)

mendalam dan membekas dalam emosi jiwanya, yang pada akhirnya dapat membentuk sikap yang positif (Budiman &Riyanto, 2013).

2) Faktor Eksternal, meliputi: a) Lingkungan

Lingkungan adalah seluruh kondisi yang ada disekitar manusia dan pengaruhnya dapat mempengaruhi perkembangan dan perilaku orang atau kelompok (Wawan& Dewi, 2011).

b) Sosial budaya

Suatu sistem sosial budaya yang ada pada masyarakat dapat mempengaruhi dari perilaku dalam menerima informasi (Wawan& Dewi, 2011).

d. Cara Memperoleh Pengetahuan

Menurut Wawan & Dewi (2011), cara memperoleh pengetahuan yaitu : 1) Cara kuno memperoleh pengetahuan

a) Cara coba salah (trialand error)

Cara ini dilakukan dengan menggunakan kemungkinan dalam memecahkan masalah dan jika kemungkinan tersebut tidak dapat berhasil maka dicoba kemungkinan yang lain sampai masalah tersebut dapat terselesaikan.

b) Cara kekuasaan (otoritas)

(33)

dahulu atau membuktikan kebenarannya baik berdasarkan fakta yang empiris maupun dengan pendapat sendiri.

c) Pengalaman Pribadi

Pengalaman pribadipun dapat digunakan sebagai upaya memperoleh pengetahuan. Hal ini dilakukan dengan cara mengulang kembali pengalaman yang pernah di peroleh dalam memecahkan permasalahan yang dihadapi masa lalu.

d) Melalui jalan pikiran

Dengan adanya perkembangan kebudayaan umat manusia, maka manusia juga ikut berkembang melalui jalan pikirannya. Manusia mampu menggunakan penalaran dalam mendapatkan pengetahuan.

2) Cara Modern

Cara ini disebut dengan istilah metode ilmiah ataupun lebih popular disebut metodelogi penelitian (research methodology) dan akhirnya lahir suatu cara untuk melakukan penelitian.

e. Cara Mengukur Pengetahuan

Menurut Sugiyono (2013), Pengetahuan dapat diukur melalui wawancara atau angket yang menanyakan tentang isi materi suatu objek yang dapat diukur dari hasil subjek penelitian atau responden.

Selanjutnya hasil penelitian akan dikelompokkan menjadi tiga kategori yaitu baik, cukup dan kurang. Pembagian tingkatan pengetahuan menggunakan rumus dari Nursalam (2009), yaitu

(34)

2) Sedang : Jika jawab benar 56℅ -75℅ 3) Kurang : Jika jawab benar ≤55℅ 2. Cedera Kepala

a. Pengertian

Cedera kepala merupakan trauma mekanik terhadap kepala, baik secara langsung maupun tidak langsung yang menyebabkan gangguan fungsi neurologis, yaitu gangguan fisik, kognitif, fungsi psikososial bersifat temporer atau permanen (PERDOSI, 2006).Cedera kepala dapat didefinisikan sebagai keadaan non kongenital dan non degeneratif yang terjadi pada otak dan disebabkan oleh energi atau kekuatan mekanik dari luar. Risiko yang mengalami cedera kepala adalah gangguan temporer atau permanen dalam fungsi kognitif, fisik, dan fungsi psikososial disertai adanya penurunan atau kehilangan kesadaran (Dawodu, 2013; Perdossi, 2006).

b. Klasifikasi

Menurut Smeltzer dan Bare (2002), Klasifikasi Cedera Kepala, yaitu 1) Cedera Kulit Kepala

Kulit kepala mengandung banyak pembuluh darah sehingga akan berdarah jika mengalami cedera. Luka pada kulit kepala juga merupakan tempat masuknya infeksi intra kranial.

2) Fraktur Tengkorak

(35)

fraktur terbuka maka duramater akan rusak dan bila fraktur tertutup maka durameter tidak akan rusak.

3) Cedera Otak

Cedera Otak dibagi menjadi : a) Komosio serebral

Komosio serebral adalah gangguan fungsi otak tanpa adanya kerusakan struktur anatomi jaringan otak akibat dari cedera kepala (Padila, 2012). Sedangkan secara klinis didapatkan penderita pernah ataupun tidak sadar selama kurang dari 15 menit disertai sakit kepala, pusing, mual-muntah adanya amnesi retrograde ataupun antegrade. Pada pemeriksaan radiologis CT scan tidak didapatkan adanya kelainan (Padila, 2012). b) Kontusio serebral

Kontusio serebral merupakan cedera kepala berat dimana otak mengalami memar dengan kemungkinan adanya daerah hemoragi. Gejala yang muncul pada kontusio akan lebih khas. Pasien terbaring kehilangan gerakan, denyut nadi lemah, pernafasan dangkal, kulit dingin dan pucat. Pasien dapat diusahakan untuk bangun tetapi akan segera masuk kembali ke dalam keadaan tidak sadar.

c) Hemoragi intra cranial

Hematoma (pengumpulan darah) yang terjadi di dalam kubah intra kranial adalah akibat paling serius dari cedera kepala. Efek utama ini adalah seringkali lambat sampai hematoma tersebut yang akan menyebabkan distorsi dan herniasi otak serta peningkatan TIK.

(36)

Epidural hematoma adalah pengumpulan darah di dalam ruang epidural, terletak diantara tengkorak dan durameter. Keadaan ini sering diakibatkan oleh fraktur tulang tengkorak yang menyebabkan arteri maningeal tengah putus atau rusak (laserasi).

e) Subdural hematoma (SDH)

Subdural hematoma yaitu pengumpulan darah diantara durameter dan dasar otak dan merupakan akibat terjadi putusnya pembuluh darah kecil (vena) yang menjembatani pada ruang subdural. Disamping itu, menurut Patricia, (2013) menjelaskan bahwa jika pasien hematoma subdural akut dapat memperlihatkan gejala dalam24-48 jam setelah cedera karena adanya akumulasi dara dari vena lebih lambat. Gejala meliputi sakit kepala yang memburuk, defisit neurologis fokal, abnormalitas pupil unilateral dan penurunan tingkat kesadaran, sedangkan hematoma subdural kronis dapat mengalami perdarahan minor awal yang tidak menimbulkan gejala.

f) Perdarahan subdural kronik (SDH kronik)

(37)

darah sehingga terakumulasinya cairan hipertonis yang dilapisi membran semi permeabel. Gejala klinis yang dapat ditimbulkan oleh SDH kronis antara lain sakit kepala, bingung, kesulitan berbahasa dan gejala yang menyerupai TIA (Transient Ischemic Attack) dan dapat terjadi defisit neorologi yang berfariasi seperti kelemahan otorik dan kejang.

g) Perdarahan intra cerebral atau intracerebral hematom (ICH)

Intracerebral hematom adalah area perdarahan yang homogen dan konfluen yang terdapat didalam parenkim otak. Intra cerebral hematom bukan disebabkan oleh benturan antara parenkim otak dengan tulang tengkorak, tetapi disebabkan oleh gaya akselerasi dan deselerasi akibat trauma yang menyebabkan pecahnya pembuluh darah kortikal dan subkortikal.

Cedera kepala berdasarkan beratnya cedera, dapat diklasifikasi penilaiannya berdasarkan skor Glasgow Coma Scale(GCS) dan dikelompokkan menjadi (Permana, 2013), yaitu :

1) Minimal = simple head injury

Nilai GCS, yaitu 15 (normal), dengan kesadaran baik, tidak adanya tanda amnesia, pemeriksaan radiologi sebagai dasar indikasi sehingga hanya perawatan luka dan tidak perlu adanya mondok. Pesan dari anggota keluarga adalah hanya melihat atau observasi kesadaran seseorang yang mengalami cedera kepala.

2) Cedera Kepala Ringan (CKR)

(38)

menit, disertai adanya gejala klinik seperti mual, muntah, sakit kepala atau vertigo. Vital sign dalam batas normal, tidak adanya defisit neurologi pada pemeriksaan radiologis seperti foto schedel, head CT scan. Hal ini pasien mondok untuk observasi akan adanya lucid interval, dimana kesadarannya semakin menurun atau dapat ditemukan lateralisasi dengan diikuti GCS selama setiap 30 menit, pupil, defisit neurologi.

3) Cedera Kepala Sedang(CKS)

Nilai GCS yaitu 9-13, terjadi kehilangan kesadaran selama > 10 menit tetapi <6 jam dan tidak ditemukan defisit neurologis menunjukkan amnesia pasca cedera selama ≤ 7 hari (positif atau negatif). Disertai gangguan kardiopulmonal dapat diperiksa dan diatasi gangguan airway, breathing, circulation oleh fiksasi cervical. Pemeriksaan radiologis adalah foto schedel dan head CT scan. Pasien mondok dengan observasi ketat untuk melihat dari GCS, pupil dan defisit neurologis.

4) Cedera Kepala Berat (CKB)

Nilai GCS yaitu < 8, terjadi kehilangan kesadaran > 6 jam atau terjadi amnesia pasca cedera selama >7 hari jam, dan ditemukan defisit neurologis disertai cedera multipel selama adanya gangguan cerebral diikuti oleh gangguan sistemik yang mempunyai survey primer dan riwayat SAMPLE. HCTS adalah 40℅ massa intrakranial (hematom), midline shift > 5 mm atau

hematom > 25 cc dan tindakan operasi segera 60℅ massa intrakranial

(39)

Menurut Swasanti (2014), penyebab cedera kepala sebagai berikut: 1) Kecelakaan kerja

2) Kecelakaan lalu lintas dengan kendaraan bermotor 3) Jatuh atau tertimpa benda berat (benda tumpul) 4) Serangan atau kejahatan (benda tajam)

5) Pukulan (kekerasan, akibat luka tembak) 6) Kecelakaan olahraga

d. Komplikasi

Komplikasi yang terjadi pada cedera kepala menurut Wijaya (2013), yaitu : 1) Epilepsi Pasca Trauma

Epilepsi pasca trauma adalah suatu kelainan dimana kejang beberapa waktu setelah otak mengalami cedera karena benturan di kepala. Kejang ini terjadi sekitar 10℅ penderita yang mengalami cedera kepala hebat tanpa adanya luka tembus dan pada sekitar 40℅ penderita yang memiliki luka tembus di kepala.

2) Afasia

Afasia adalah hilangnya kemampuan untuk menggunakan bahasa karena terjadinya cedera pada area bahasa dan otak. Penderita tidak mampu memahami atau mengekspresikan kata-kata. Bagian otak yang mengendalikan fungsi bahasa adalah Lobus Temprolis sebelah kiri dan bagian lobus frontalis di sebelahnya.

3) Pemeriksaan Penunjang

(40)

a) CT-Scan atau MRI (tanpa kontras) : mengidentifikasi luasnya lesi, perdarahan, determinan ventrikuler, dan perubahan jaringan otak.

b) EEG (Elektroensefalografi) : melihat keberadaan dan perkembangan gelombang patologis.

c) Foto rontgen : mendeteksi perubahan strukur tulang (fraktur), perubahan struktur garis (perdarahan/edema), fragmen tulang.

d) PET (Pasitron Emisson Tomography) : mendeteksi perubahan aktifitas metabolisme otak.

e) Angiografi serebral : menunjukkan kelainansirkulasi serebral seperti pergeseran jaringan otak sekunder menjadi edema, perdarahan, dan trauma.

f) Kadar elektrolit : mengoreksi keseimbangan elektrolit sebagai peningkatan tekanan intrakranial (TIK).

e. Penanganan Pada Cedera Kepala

Penderita yang mengalami cedera kepala memerlukan penilaian dan pengelolaan yang cepat dan tepat untuk menyelamatkan jiwa. Waktu ini berperan penting karena, diperlukan cara yang mudah, cepat dan tepat. Proses awal dikenal dengan disebutinitial assesment (PPGD, 2009).

(41)

penanganan awal yang diberikan ke penderita adalahuntuk mempertahankan hidup, mencegah kondisi menjadi lebih buruk dan meningkatkan pemulihan.

Penanganan yang dilakukan terjadi pada cedera kepala yaitu menjaga jalan nafas, mengontrol pendarahan dan mencegah terjadinya syok, imobilisasi, mencegah terjadinya komplikasi serta cedera sekunder. Pada setiap keadaan yang tidak normal ini dapat membahayakan dan harus segera diberikan tindakan resusitasi (Wahjoepramono, 2005).

Menurut Krisanty (2009) menjelaskan bahwaseseorang yang akan memberikan penanganan awal harus segera mengkaji sesuatu, dengan menentukan diagnosis untuk setiap korban yang membutuhkan perhatian dari yang lainnya, serta tidak menunda pengiriman korban ke Rumah Sakit dengan keadaan kondisi yang serius. Penanganan cedera kepala harus segera dilakukan penanganan yang cepat sehingga dapat mencegah terjadinya cedera sekunder sesuai dengan fisiologi dan patofisiologi cerebral (Pramono, 2006).

Penanganan cedera kepala tergantung pada tingkat keparahan yaitu cedera kepala ringan, sedang, dan berat. Adapun urutan kejadian yang diatas dapat diterapkan dengan praktek dalam keseharian secara terus menerus.

f. Persiapan

Koordinasi yang baik antara dokter di rumah sakit dengan petugas di lapangan akan menguntungkan penderita. Sebaiknya rumah sakit telah diberitahukan sebelum pasien mulai diangkut dari tempat kejadian sehingga rumah sakit dapat mempersiapkan peralatan dan tim trauma saat penderita datang di rumah sakit (Pusbankes 118, 2015).

(42)

Fase Pra-Rumah Sakit meliputi koordinasi dengan yang baik antara dokter-perawat dengan rumah sakit tujuan yang disesuaikan kondisi penderita, jenis perlukaan dan petugas lapangan lainnya, penjagaan jalan napas, control perdarahan, dan imobilisasi penderita, terdapat pemberitahuan terhadap rumah sakit sebelum penderita mulai diangkut dari tempat kejadian, pengumpulan keterangan yang akan dibutuhkan rumah sakit seperti waktu kejadian, penyebab kejadian, mekanisme kejadian dan riwayat pada penderita (Pusbankes 118, 2015)..

b) Fase Rumah Sakit

Fase Rumah Sakit meliputi perencanaan sebelum penderita tiba, menggunakan alat perlindungan diri, kesiapan perlengkapan dan ruangan resusitasi, perlengkapan airwaytelah dipersiapkan, dicoba, diberikan cairan kristaloid telah dihangatkan, diletakkan pada tempat yang mudah dijangkau, disiapkan, serta diberitahukan oleh tenaga laboratorium dan radiologi (Pusbankes 118, 2015).

2) Pada tahap rumah sakit, yaitu : Triase

(43)

Berdasarkan (Pusbankes 118, 2015), mempunyai 2 jenis keadaan triase yang dapat terjadi yaitu

1) Multiple Casualties

Jumlah penderita dan beratnya trauma tidak melampaui kemampuan rumah sakit. Hal ini, penderita dengan adanya masalah yang mengancam jiwa dan multi trauma akan mendapatkan prioritas penanganan (Musliha, 2010).

2) Mass Casualties

Jumlah penderita dan beratnya trauma melampaui kemampuan rumah sakit. Penderita kemungkinan survival yang terbesar, membutuhkan waktu, perlengkapan dan tenaga yang paling sedikit akan mendapatkan prioritas lebih dahulu (Musliha, (2010).

Penanganan Menurut Perdossi, (2006), tergantung derajat beratnya cedera, yaitu

1) Minimal

Tirah baring, elevasi bed bagian kepala lebih tinggi sekitar 30 derajat. Istirahat di rumah. Diberikan nasehat agar kembali ke rumah sakitjika ada tanda-tanda perdarahan epidural, sertapenderita mulai terlihat mengantuk (kesadaran mulai turun-gejala lucid interval).

2) Cedera Otak Ringan (Komosio Serebri)

Tirah baring, elevasi bed bagian kepala lebih tinggi sekitar 30 derajat. Observasi di rumah sakit 2 hari. Adanya Keluhan hilang, mobilisasi dengan gejala, seperti anti vertigo, anti emetik, analgetika dan antibiotika.

(44)

Untuk kesadaran menurun, seperti lakukan resusitasi, bebaskan

jalannafas(Airway),jaga fungsi pernafasan (Breathing),Circulation (tidak

terjadi hipotensi, sistolik >90 mmHg, nadi, suhu (tidak terjadi pireksia). Keseimbangan cairan, elektrolit dan nutrisi dengan kalori >50℅ normal.

Jaga kebersihan gas darah, kebersihan kandung kemih perlu pasang kateter, kelancaran jalur intravena, ubah posisi untuk cegah dekubitus, posisi kepala ditinggikan 30 derajat, pasang selang nasogastrik pada hari ke 2, kecuali kontra indikasi yaitu fraktur basis kranii, infus cairan isotonis dan berikan oksigen sesuai indikasi

b) Terapi Khusus (1) Medikamentosa

Mengatasi tekanan tinggi intrakranial. Pengobatan yang diberikan pada cedera kepala adalah obat-obatan golongan deksamethasone (dosis awal 10 mg dan dilanjutkan 4 mg setiap 6 jam), berikan manitol 20℅(dosis 1-3 mg/kgBB/hari) bertujuan untuk mengatasi edema

serebri, seperti analgetik, anti emetik, antipiretik. Antibiotika diberikan jika ada perdarahan lambung (Pusbankes 118, (2015).

(2) Rehabilitasi

Mobilisasi bertahap dilakukan setelah keadaan klinik stabil, Neurorestorasi dan Neurorehabilitasi diberikan secara dengan kebutuhan.

Penanganan cedera kepala di Instalasi Gawat Darurat mempunyai urutan prosedur, yaitu :

(45)

Semua prosedur penanganan gawat darurat dengan kejadian trauma, maka langkah pertama yang dilakukan sejak detik pertama pasien masuk instalasi gawat darurat adalah pemeriksaan secara cepat dan efisien disebut sebagai primary survey. Dasar dari pemeriksaan primary survey adalah ABCD, yaitu Airway (jalan nafas), Breathing (pernafasan), Circulation (sirkulasi darah), Disability (status neurologi) (Wahjoepramono, (2005). 2) Airway ( Menjaga Jalan Nafas) dengan kontrol servikal

AirwayManajemen merupakan suatu hal yang terpenting dalam melakukan resusitasi dan membutuhkan ketrampilan khusus dengan penanganan keadaan gawat darurat. Oleh sebab itu, hal yang pertama harus segera dinilai adalah kelancaran jalan nafas, meliputi pemeriksaan jalan nafas yang dapat disebabkan oleh benda asing, fraktur manibula atau maksila, fraktur laring (Dewi, 2013 dalamSetyawan, 2015).

Adapun gangguan jalan nafas (airway) terjadi dikarenakan lidah yang jatuh kebelakang. Ketika cedera tidak ada di daerah cervikal, dengan posisi kepala ekstensi, jika tidak membantu maka akan dilakukan pemasangan pipa orofaring atau pipa endotrakeal dan dilakukan pembersihan dibagian mulut dengan adanya lendir, darah, muntahan, atau gigi palsu (Wahjoepramono, (2005). Gangguan airway ini juga dapat timbul secara mendadak dan total, perlahan-lahan dan secara berulang (Dewi, 2013dalamSetyawan, 2015 ).

(46)

usaha untuk membebaskan jalan nafas harus segera melindungi pada vertebra servikal.

Hal ini dapat dimulai dengan melakukan chin lift atau jaw thrust. Pada pasien yang dapat berbicara, dianggap bahwa jalan nafasnya bersih, walaupun penilaian terhadap airway harus tetap dilakukan. Pasiendengan gangguan kesadaran atau Glasgow Coma Scale< 8 ini memerlukan pemasangan airwaydefinitif. Adanya gerakan motorik yang tidak bertujuan dalam mengindikasikan diperlukan pada airway definitif.

Teknik-teknik dalam mempertahankan airway: a) Head tilt

Ketika pasien tidak sadar, sebaiknya dibaringkan dalam posisi terlentang dan horizontal, kecuali pada pembersihan jalan nafas dimana bahu dan kepala penderita harus segera direndahkan dengan posisi semilateral untuk memudahkan drainase lendir, muntah atau benda asing. Kepala diekstensikan dengan cara meletakkan satu tangan di bawah leher penderita pada dahi depan penderita sambil mendorong atau menekanke belakang. Posisi ini tetap dipertahankan dengan berusaha dalam memberikan inflasi bertekanan positif secara intermittena (Alkatri, 2007). b) Chin lift

(47)

bawah untuk membuka mulut, ibu jari juga diletakkan di belakang gigi seri (incisor)bagianbawah secara bersamaan, dagu secara hati-hati diangkat. Manuver chin lift akan menyebabkan hiperekstensi leher.

Manuver dapat berguna pada korban yang mengalami trauma karena tidak membahayakan oleh pasien dengan patahnya ruas tulang leher atau mengubah patah tulang tanpa cedera spinal menjadi patah tulang dengan cedera spinal.

c) Jaw thrust

Ketika penolong berada disebelah atas kepala penderita, kedua tangan pada mandibula, jari kelingking dan manis kanan maupun kiri berada pada angulus mandibula, jari tengah serta telunjuk kanan maupun kiri yang berada pada mentum mandibula. Selain itu, mandibula ini diangkat ke atas melewati molar pada maxila (Arifin, 2012).

d) Oropharingeal Airway (OPA)

Salah satu pada indikasi yaituAirway orofaringeal digunakan untuk membebaskan jalan nafas pada pasien yang kehilangan refleks jalan nafas bagian bawah (Krisanty, 2009). Diantaranya teknik ini yaitu posisikan kepala pasien lurus dengan tubuh, pilih ukuran pipa orofaring sesuai dengan pasien. Dalam hal ini dilakukan dengan cara menyesuaikan ukuran pipa orofaring dari tragus (anak telinga) sampai ke sudut bibir. Masukkan pada pipa orofaring dengan tangan kanan.

(48)

sambil mendorong pada pangkal pipa orofaring secara hati-hati sampai bagian yang keras dari pipa orofaring. Periksa dan pastikan jalan nafas bebas, (Lihat, rasa, dengar). Fiksasi pipa orofaring dengan cara diplester di bagian pinggir atas maupun bawah pangkal pipa dan rekatkan plester sampai ke pipi pasien (Arifin, 2012).

e) Nasopharingeal Airway

Salah satu pada indikasi airway nasopharingeal ini disukai dibandingkan dengan airway orofaring pada pasien dalam memberikan respon, oleh karena itu, dapat diterima dan lebih kecil kemungkinan dapat merangsang muntah (ATLS, 2004).Diantaranya teknik ini yaitu posisikan kepala pasien lurus dengan tubuh, Pilihlah ukuran pipa nasofaring sesuai dengan cara menyesuaikan ukuran pada pipa nasofaring dari lubang hidung sampai tragus (anak telinga).

Pada pipa nasofaring akan diberikan pelicin dengan jelly (gunakan kasa yang sudah di beri jelly). setelah itu, masukkan pipa naso-faring dengan cara tangan kanan memegang pangkal pipa nasofaring, lengkungan menghadap ke arah mulut bagian bawah. Masukkan ke dalam rongga hidung secara perlahan sampai batas pangkal pipa dandipastikan jalan nafasnya bebas (lihat, dengar, rasa) (Arifin, 2012).

Jika pernafasannya membaik, jaga agar jalan nafas tetap terbuka dan periksa dengan cara harus dinilai Menurut Pusbankes 118, (2015) :

(49)

(2) Dengar (Listen) yaitu mendengar adanya suara pernafasan pada auskultasi kedua paru, vesikuler normal atau suara menghilang, adanya rhonkhi yang menjadi petunjuk kelainan intra-thorakal.

(3) Rasakan (Feel) yaitu merasakan adanya hembusan nafas. f) Breathing

Oksigen terpenting bagi kehidupan. Sel-sel tubuh memerlukan pasokan konstan O2 digunakan untuk menunjang reaksi kimiawi penghasil

energi dan menghasilkan CO2 yang harus dikeluarkan secara terus menerus

(Dewi, 2013). Terbukanya airway yaitu langkah awal yang tepenting untuk pemberian oksigenkonsenterasi tinggi (nonrebreather mask 11-12 liter/menit). Oksigenasi menunjukkan pengiriman oksigen sesuai ke jaringan ini untuk memenuhi kebutuhan metabolik, efektivitas ventilasi dapat dinilai secara klinis (Krisanty, 2009).

(50)

itu, nilai PaO2 yang direkomendasikan >75 mmHg dan kadar PaCO2 yaitu

35-38 mmHg (Arifin, (2013).

Ketika pernafasan tidak adekuat, ventilasi dengan menggunakan teknik bag-valve-face-maskini cara yang lebih efektif jika dilakukan oleh dua orang dimana kedua tangan dari salah satu petugas (ATLAS, 2004)

Adapun cara untuk melakukan pemasangan face-mask(Arifin, 2012) :

(1) Posisikan kepala lurus dengan tubuh

(2) Pilih ukuran yang sesuai ketika sungkup muka dapat menutupi hidung dan mulut pasien, tidak ada kebocoran

(3) Letakkan sungkup muka bagian yang lebar di bagian mulut

(4) Jari kelingking tangan kiri penolong diposisikan pada angulus mandibula, jari manis dan tengah memegang rumus mandibula, ibu jari dan telunjuk memegang serta memfiksasi sungkup muka.

(5) Gerakan tangan kiri ke penolong untuk mengekstensikan seikit kepala pasien

(6) Pastikan tidak ada kebocoran dari sungkup muka yang telah dipasangkan

(7) Jika kesulitan, gunakan dengan kedua tangan secara bersama-sama (tangan kanan dan kiri memegang mandibula dan sungkup muka bersama-sama

(51)

(9) Jika yang digunakan AMBU-BAG, maka tangan kiri memfiksasi sungkup muka, sedangkan tangan kanan digunakan untuk memegang bag (kantong) resevoir sekaligus pompa nafas bantu (squeeze-bag).

Pusbankes 118, (2015), Ventilasi dengan bag Valve Mask (BVM) memiliki konsentrasi oksigen pada pemakaian BVM, yaitu :

(1) (Tanpa tambahan oksigenyaitu oksigen dari udara kamar (21%) (2) Tambahkan oksigen yaitu maksimal tergantung aliran oksigen (50℅) (3) Kantong cadangan yaitu penderita rusaha bernafas dengan diberikan

nafas bantuan (assisted ventilation) (100℅). g) Circulation (kontrol perdarahan)

Perdarahan merupakan salah satu penyebab kematian setelah truma (Krisanty, 2009). Gangguan sirkulasi (circulation) terjadi karena cedera otak, dan faktor ekstra kranial. Gangguan ini terjadi kondisi hipovolemia yang mengakibatkan pendarahan luar, atau ruptur organ dalam abdomen, trauma dada, tamponade jantung atau pneumothoraks dan syok septik. (Wahjoepramono, (2005).

Pada shock hipovolemik ini dibatasi dengan tekanan darah kurang dari 90 mmHg dan dapat mengalami penurunan tekanan darah yang berpengaruh terhadap tingkat kinerja otak (Arifin, 2013) Oleh sebab itu, hal yang pertama harus segera dinilai adalah mengetahui sumber perdarahan eksternal dan internal, tingkat kesadaran, nadi dan periksa warna kulit dan tekanan darah (Greenberg 2005 dalam Arsani, 2011& ATLS 2004), yaitu:

(52)

(2)Warna Kulit, yaitu berupa wajah yang keabu-abuan dan kulit ekstremitas yang pucat merupakan tanda hipovolemia.

(3)Nadi adalah pemeriksaan nadi yang dilakukan pada nadi terbesar seperti a. femoralis dan a. karotis (kanan kiri), untuk kekuatan nadi, kecepatan dan irama.

Dalam keadaan darurat yang tidak tersedia alat-alat, maka secara cepat dapat memperkirakan tekanan darah dengan meraba pulsasi (Dewi, 2013), yaitu :

(1) Ketika teraba pulsasi pada arteri radial, maka tekanan darah minimal 80 mmHg sistol

(2) Ketika teraba pulsasi pada arteri brachial, maka tekanan darah minimal 70 mmHg sistol

(3) Ketika teraba pulsasi pada arteri femoral, maka tekanan darah minimal 70 mmHg sistol

(4) Ketika teraba pulsasi pada arteri carotid, maka tekanan darah minimal 60 mmHg sistol

Pengelolaan dalam mengontrol perdarahan, Greenberg dalam Arsani, 2011 antara lain :

(1) Penekanan langsung pada sumber perdarahan eksternal

Perdarahan eksternal segera dihentikan dengan penekanan pada luka. Cairan resusitasi yang dipakai yaitu Ringer Laktat atau NaCl 0,9℅

(53)

cedera otak dibanding edema pada otak akibat adanya pemberian cairan yang berlebihan.

(2) Kenali perdarahan internal, kebutuhan untuk intervensi bedah serta konsultasi pada ahli bedah

(3) Pasangkan kateter IV 2 jalur ukuranterbesar sekaligus mengambil sampel darah untuk pemeriksaan rutin, kimia darah, tes kehamilan (pada wanita usia subur), golongan darah dan cross-match serta Analisa Gas Darah (BGA).

(4) Berikan cairan kristaloid telah dihangatkan dengan tetesan tercepat, pasangkan PSAG/bidai pneumatik untuk mengontrol perdarahan pada pasien fraktur pelvis.

(5) Fraktur pelvis yang mengancam nyawa, cegah adanya hipotermia dengan posisi tidur yaitu kepala diposisikan datar, cegah head down (kepala lebih rendah dari leher) karena dapat menyebabkan bendungan vena di kepala serta menaikkan tekanan intracranial.

h) Disability

Menjelang akhir primary survey dilakukan evaluasi terhadap keadaan neurologis secara cepat (ATLS, 2004). Selain itu,Pemeriksaan neurologis secara cepat yaitu dengan menggunakan metode AVPU (Allert, Voice respone, Pain respone, Unrespone) (Pusbankes 118, (2015).Hal ini yang dinilai yaitu tingkat kesadaran dengan memakai skor GCS/PTS, ukuran dan reaksi pupil (Musliha, (2010).

(54)

bahwa nilai pupil dilihat dari besarnya isokor, reflek cahaya, awasi adanya tanda-tanda lateralisasi, evaluasi maupun Re-evaluasi airway, oksigenasi, ventilasi serta circulation.

i) Exposure

Pada exposure merupakan bagian terakhir dari primary survey,pasien harus dibuka keseluruhan pakaiannya untuk melakukan pemeriksaan thoraks kemudian diberikan selimut hangat, cairan intravena yeng telah dihangatkan dan ditempatkan pada ruangan cukup hangat ini dilakukan pada saat dirumah sakit (Musliha, 2010). Periksa punggung dengan memiringkan pasien dengan cara long roll(Dewi 2013). Pemeriksaan seluruh bagian tubuh harus segera dilakukan tindakan agar mencegah terjadinya hiportermia.

Dalam pemeriksaan penunjang ini dilakukan pada survey primer, yaitu pemeriksaan saturasi oksigen dengan pulse oxymetri, foto thoraks, dan foto polos abdomen. Tindakan lainnyaseperti pemasangan monitor EKG, kateter dan NGT Pusbankes 118, (2015).

3) Secondary Survey

(55)

penunjang ini dapat dilakukan pada fase meliputi foto thoraks (Pusbankes 118, (2015).

Penanganan klinis mempunyai tahap yang menggunakan prosedur 5B,menurut Wahjoepramono (2005), yaitu :

a) Breathing

Perhatikan adanya frekuensi dan jenis pernafasan, pembebasan obstruksi jalan nafas, oksigenasi yang cukup, atau adanya hiperventilasi jika diperlukan.

b) Blood

Pada pengukuran tekanan darah dan pemeriksaan laboratorium seperti Hb dan leukosit.

c) Brain

Langkah awal penilaian ditentukan pada respon mata, motorik, dan verbal (GCS). Ketika memburuk perlu pemeriksaan keadaan pupil serta gerakan bola mata.

d) Bladder

Kandung kemih segera dikosongkan dengan pemasangan kateter. e) Bowel

Usus yang penuh cenderung akan meningkatkan tekanan intrakranial dan pemeriksaan.

4) Re-evaluasi penderita

(56)

kemudian monitoring tanda-tanda vital maupun jumlah urin, dan pemakaian analgesik yang tepat.

5) Transfer ke pusat rujukan yang lebih baik.

a) Penderita dapat dirujuk jika rumah sakit tidak mampu menangani pasien karena adanya keterbatasan SDM maupun fasilitas serta keadaan pasien yang masih dimungkinkan untuk dirujuk.

b) Tentukan indikasi rujukan, prosedur rujukan dan kebutuhan penderita selama dalam komunikasi dengan dokter pada pusat rujukan yang dituju. 3. Perawat

a. Pengertian Perawat

Menurut Yuniati (2013), perawat adalah tenaga professional di bidang perawatan kesehatan yang terlibat dalam kegiatan perawatan, perlindungan dan pemulihan orang yang terluka atau penderita penyakit akut maupun kronis, pemeliharaan kesehatan dan penanganan keadaan darurat yang mengancam nyawa. Dalam hal ini, keperawatan juga diartikan sebagai disiplin professional yang menerapkan banyak bentuk pengetahuan dan ketrampilan berpikir kritis dalam setiap situasi pasien melalui penggunaan model keperawatan dalam proses keperawatan (Potter & Perry, 2005).

b. Fungsi Perawat

Menurut Kusnanto (2004)Dalam menjalankan perannya, perawat akan melakukan berbagai 3 fungsi yaitu ;

(57)

Fungsi Mandiri (independen) adalah aktivitas keperawatan yang dilaksanakan atas inisiatif perawat itu sendiri dengan dasar pengetahuan dan ketrampilan. Dalam hal ini, perawat menentukan bahwa klien membutuhkan intervensi keperawatan yang pasti, salah satunya adalah mendelegasikan pada anggota keperawatan yang lain, dan bertanggung jawab atas keputusan dan tindakannya. Adapun berbagai tindakan independen (Mandiri) yang dilakukan oleh perawat, antara lain pada saat membuka jalan nafas seperti reposisi, head tilt, chin lift, jaw thrust, Oropharingeal Airway (OPA), Nasopharingeal

Airway, memberikan oksigen (O2), memberikan kebutuhan metabolik,

perhatikan kontrol servikal in-line immobilisasi dengan buka leher, dan dada penderita, lakukan inspeksi dan palpasi leher dan thoraks, perkusi dan auskultasi thoraks, pemasangan face-mask, Tingkat kesadaran, warna kulit, nadi (NIC, 2008)

2) Fungsi Dependen

Fungsi dependen adalah fungsi ketergantungan yang merupakan perawat melakukan aktivitas sesuai dengan instruksi dokter.

3) Fungsi Interdependen

(58)

sumber perdarahan eksternal, kenali perdarahan internal, pasangkan kateter IV 2 jalur ukuran terbesar, cairan kristaloid, pasangkan PSAG atau bidai pneumatik (NIC, 2008).

c. Peran Perawat

Menurut Aziz (2004), menjelaskan bahwa perawat merupakan salah satu profesi kesehatan yang memberikan pelayanan kesehatan secara profesional dan komprehensif menyangkup semua aspek bio, psiko, sosial dan spiritual.Peran perawat dalam melakukan perawatan menurut konsorsium ilmu kesehatan tahun 1989 terdiri dari peran sebagaipemberi asuhan keperawatan, advokat klien, pendidik, koordinator, kolaborator, konsultan dan peneliti.

Dalam hal ini, peneliti juga merupakan bagian integral dari pemberi pelayanan kesehatan yang berdasarkan pada ilmu dan kiat keperawatan serta ditujukan kepada klien sebagai individu, keluarga dan masyarakat sebagai berikut :

1) Care giver atau Pemberi asuhan keperawatan

Perawat memberikan asuhan keperawatan profesional kepada pasien diantaranya pengkajian, diagnosa, intervensi, implementasi hingga evakuasi. Perawat juga dapat melakukan observasi yang kontinyu terhadap kondisi pasien, melakukan pendidikan kesehatan, memberikan informasi terkait dengan kebutuhan pasien sehingga masalah pasien dapat teratasi (Susanto, 2012).

2) PeranClient advocate atau Advokator

Gambar

Gambar 1. Skema Kerangka Konsep Penelitian
Tabel 1. Kisi-kisi kuesioner tingkat pengetahuan perawat tentang penanganan cedera kepala
Tabel 2. Interpretasi Nilai r Reliabilitas Menurut Arikunto, (2010)
Tabel 3.  Distribusi Frekuensi Karakteristik berdasarkan Responden di IGD RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta dan Gamping (n=38)
+5

Referensi

Dokumen terkait

Beban kerja penting diketahui sebagai dasar untuk mengetahui kapasitas kerja perawat di Unit Instalasi Gawat Darurat Rumah Sakit Muhammadiyah Bandung supaya ada

medication error terjadi dari 194 pasien di instalasi gawat darurat. Stroke murupakan keadaan gawat darurat yang memerlukan penanganan dengan cepat dan tepat. Deteksi dini

Dengan ini saya bersedia menjadi responden pada penelitian dengan judul “ Gambaran pengkajian perawat dalam penanganan ABCD di Instalasi Gawat Darurat Rumah Sakit Tipe

Dalam penelitian ini waktu tanggap kategori lambat banyak terjadi pada pasien dengan jenis kasus non trauma yang kebanyakan masuk dalam klasifikasi kegawatan

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Faktor Yang Memengaruhi Pengetahuan Perawat Dalam Penanganan Pasien Cedera Kepala (eidura hematom) di Instalansi Gawat Darurat

Dalam penelitian ini waktu tanggap kategori lambat banyak terjadi pada pasien dengan jenis kasus non trauma yang kebanyakan masuk dalam klasifikasi kegawatan

Tingkat pendidikan, pengetahuan, lama kerja dan pelatihan tidak berhubungan dengan Response Time perawat pada penanganan pasien gawat darurat di IGD RSUP Prof.. Saran kepada

iii LEMBAR PENGESAHAN Yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan bahwa Skripsi yang berjudul: GAMBARAN TINGKAT RESILIENSI PERAWAT INSTALASI GAWAT DARURAT SELAMA MASA PANDEMI