• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Karakteristik Keluarga dan Pola Asuh terhadap Status Gizi Balita pada Ibu Menikah Dini di Wilayah Kerja Puskesmas Keude Geureubak Kecamatan Banda Alam Kabupaten Aceh Timur Tahun 2013

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Pengaruh Karakteristik Keluarga dan Pola Asuh terhadap Status Gizi Balita pada Ibu Menikah Dini di Wilayah Kerja Puskesmas Keude Geureubak Kecamatan Banda Alam Kabupaten Aceh Timur Tahun 2013"

Copied!
182
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH KARAKTERISTIK KELUARGA DAN POLA ASUH TERHADAP STATUS GIZI BALITA PADA IBU MENIKAH

DINI DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS KEUDE GEUREUBAK KECAMATAN BANDA ALAM

KABUPATEN ACEH TIMUR TAHUN 2013

TESIS

Oleh

USWATUN HASANAH ANAS 117032108/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

(2)

THE INFLUENCE OF FAMILY CHARACTERISTICS AND CARING PATTERN ON THE NUTRITIONAL STATUS OF CHILDREN

UNDER FIVE YEARS IN EARLY MARRIED MOTHERS IN THE WORKING AREA OF KEUDE GEUREUBAK

HEALTH CENTER, BANDA ALAM SUBDISTRICT, ACEH TIMUR DISTRICT,

IN 2013

THESIS

By

USWATUN HASANAH ANAS 117032108/IKM

MAGISTER OF PUBLIC HEALTH STUDY PROGRAM FACULTY OF PUBLIC HEALTH

UNIVERSITY OF SUMATERA UTARA MEDAN

(3)

PENGARUH KARAKTERISTIK KELUARGA DAN POLA ASUH TERHADAP STATUS GIZI BALITA PADA IBU MENIKAH

DINI DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS KEUDE GEUREUBAK KECAMATAN BANDA ALAM

KABUPATEN ACEH TIMUR TAHUN 2013

TESIS

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat

untuk Memperoleh Gelar Magister Kesehatan (M.Kes) dalam Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat minat Studi Administrasi dan Kebijakan Gizi Masyarakat

pada Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara

Oleh

USWATUN HASANAH ANAS 117032108/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

(4)

Judul Tesis : PENGARUH KARAKTERISTIK KELUARGA DAN POLA ASUH TERHADAP STATUS GIZI BALITA PADA IBU MENIKAH DINI DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS KEUDE GEUREUBAK KECAMATAN BANDA ALAM KABUPATEN ACEH TIMUR TAHUN 2013 Nama Mahasiswa : Uswatun Hasanah Anas

Nomor Induk Mahasiswa : 117032108

Program Studi : S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat

Minat Studi : Administrasi dan Kebijakan Gizi Masyarakat

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Dr. Ir. Evawany Y Aritonang, M.Si) (

Ketua Anggota

dr. Arifin Siregar, M.S)

Dekan

(Dr. Drs. Surya Utama, M.S)

(5)

Telah diuji

pada tanggal : 27 Agustus 2013

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Dr. Ir. Evawany Y Aritonang, M.Si Anggota : 1. dr. Arifin Siregar, M.S

(6)

PERNYATAAN

PENGARUH KARAKTERISTIK KELUARGA DAN POLA ASUH TERHADAP STATUS GIZI BALITA PADA IBU MENIKAH

DINI DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS KEUDEU GEUREUBAK KECAMATAN BANDA ALAM

KABUPATEN ACEH TIMUR TAHUN 2013

TESIS

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Medan, September 2013

(7)

ABSTRAK

Ibu yang menikah di usia dini jauh lebih sulit memahami permasalahan gizi terutama dalam pemenuhan gizi balita. Gizi merupakan salah satu penentu kualitas sumber daya manusia. Kekurangan gizi akan menyebabkan kegagalan pertumbuhan fisik dan perkembangan kecerdasan. Balita merupakan kelompok konsumen pasif yang belum dapat mengambil dan memilih makanan yang sesuai dengan kebutuhan gizi sehingga pada usia ini balita sangat rentan terhadap berbagai masalah gizi.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh karakteristik keluarga dan pola asuh terhadap status gizi balita pada ibu menikah dini di wilayah kerja Puskesmas Keude Geureubak Kecamatan Banda Alam Kabupaten Aceh Timur Tahun 2013. Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan jenis penelitian observasional dengan desain potong lintang. Sampel dalam penelitian ini adalah ibu menikah dini yang mempunyai balita usia 0-59 bulan sebanyak 104 responden. Teknik pengumpulan data diperoleh melalui observasi dan wawancara dengan kuesioner. Analisis deskriptif dilakukan pada semua variabel, dan untuk menganalisis pengaruh karakteristik keluarga dan pola asuh terhadap status gizi balita dilakukan dengan uji regresi logistik berganda.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa status gizi balita yang normal 50,9% dan kurus 49,1%. Ada pengaruh antara pengetahuan (p=0,029), pola asuh makan (p=0,001), pola asuh diri (p=0,001) dan pola asuh kesehatan (p=0,001) terhadap status gizi balita 0-59 bulan. Variabel yang paling dominan dalam mempengaruhi status gizi balita adalah pola asuh makan dengan nilai Exp (B) 27,420 artinya dapat disimpulakan bahwa pola asuh makan balita yang tidak baik akan mempunyai kemungkinan 27 kali lebih besar untuk menderita status gizi kurang dibanding balita yang mempunyai pola asuh makan baik.

Disarankan kepada Puskesmas Keude Geureubak, Kepala Kecamatan dan Kantor Urusan Agam agar bekerjasama melakukan penyuluhan tentang dampak menikah dini sehingga dapat menekan angka pernikahan dini dan status gizi kurang.

(8)

ABSTRACT

Early married women will be difficult to understand nutrition problem, especially in fulfilling the nutrition for children under five years old. Nutritional constitutes one of the determinants for the quality of human resources. Malnutrition will cause the failure in physical growth and intelligence development. Children under five years old constitute a group of passive consumers who do not know how to take and hoose food which meets the need for nutritional; therefor, they are vulnerable to various nutrition problems.

The objective of the research was to know the influence of family characteristic and caring pattern on the nutritional status of children under five years old in early married mothers in the working area of Keude Geureubak Puskesmas, Banda Alam Subdistrict, East Aceh District, in 2013. The research used quantitative approach with observational type and cross sectional design. The samples consisted of 104 early married mothers who had 0 to 59 month old babies as respondents. The data collection techniques gained through observation an interviews with questionnaires. The descriptive analysis was performed on all variables, and to analyze the influence of family characteritics and carring pattern on the nutrition status of children under five years old with multiple logistic regression.

The result of the research showed that carring pattern on the nutritional status of children under five years old normals were 50,9% and straighs were 49,1%. There were the influences of knowledge (0,029), eating caring pattern (p=0.001), self caring pattern (p=0.001), and health caring pattern (p=0,001) on nutritional status of 0 to 59 month old babies. The average nutritional status of children under five years old was normal although some of them lacked of nutrition. The factor which had the most dominant influence on the nutritional status of children under five years old was eating caring pattern with the value of Exp (B) 27.420 which could be concluded that bad eating caring pattern of children under five yaers old would 27 times of probability to suffer malnutrition, compared to children under five years old who had good eating caring pattern.

It is recommended for Keude Geureubak Health Center, head subdistrict, and Public Religion Office, to give the sollution together about the effect from early married. So, can decrease the early marriage and malnutrition.

(9)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat ALLAH SWT, atas segala Rahmat dan KaruniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini yang berjudul : “Pengaruh Karakteristik Keluarga dan Pola Asuh terhadap Status Gizi Balita pada Ibu Menikah Dini di Wilayah Kerja Puskesmas Keude Geureubak Kecamatan Banda Alam Kabupaten Aceh Timur Tahun 2013”.

Penulis menyadari dalam penulisan tesis ini tidak terlepas dari bantuan dan dukungan berbagai pihak, baik secara moril maupun materil. Oleh karena itu pada kesempatan ini penulis menyampaikan banyak terima kasih yang tidak terhingga kepada :

1. Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, M.Sc, (CTM), Sp.A(K), selaku Rektor Universitas Sumatera Utara.

2. Dr. Drs. Surya Utama, M.S, selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara

(10)

4. dr. Arifin Siregar, M.S, selaku Pembimbing Kedua yang telah meluangkan waktu dan memberi motivasi, bimbingan, arahan, petunjuk hingga selesainya penulisan tesis ini.

5. Dr. Ir. Zulhaida Lubis, M.Kes dan Ernawati Nasution, S.K.M, M.Kes, selaku Tim Penguji yang telah bersedia menguji dan memberikan masukan guna penyempurnaan tesis ini.

6. Seluruh staf pengajar Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara, yang telah memberikan ilmu pengetahuan yang sangat bermanfaat selama penulis mengikuti pendidikan.

7. Kepala Puskesmas dan Kepala camat Keude Geureubak Kecamatan Banda Alam Kabupaten Aceh Timur yang telah memberikan izin penelitian sehingga penelitian ini dapat terlaksana dengan baik.

8. Seluruh responden yang telah bersedia berpartisipasi dalam penelitian ini.

9. Teristimewa untuk Ayahanda Drs. Agus Thahir Nasution dan Ibunda Aminah Lubis yang telah memberikan motivasi, semangat, dukungan serta perjuangan untuk ananda baik moril maupun materil, dan terus mendoakan agar dapat menyelesaikan pendidikan tinggi untuk masa depan yang lebih baik. Semoga ALLAH SWT memberikan berkat umur yang panjang, sehat selalu dan dilimpahkan rezeki.

(11)

11.Suami tercinta drg. Muhammad Iqbal Tanzil atas keikhlasan, pengertian, pengorbanan, motivasi dan doanya sehingga penulis dapat menyelesaikan studi ini.

12.Teman-teman stambuk 2011 jangan pernah lupakan hari-hari kita bersama-sama dan jangan pernah menyerah.

13.Seluruh teman-teman mahasiswa Ilmu Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara khususnya minat studi administrasi dan kebijakan gizi masyarakat yang telah menyumbangkan masukan dan saran serta kritikan untuk kesempurnaan tesis ini.

Penulis menyadari bahwa tesis ini masih banyak kekurangan. Untuk itu, penulis mengharapkan saran yang bersifat membangun dari semua pihak. Akhirnya, penulis berharap semoga tesis ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Amin.

Medan, September 2013 Penulis

(12)

RIWAYAT HIDUP

Penulis bernama Uswatun Hasanah Anas, perempuan berumur 28 tahun, dilahirkan di Medan pada tanggal 10 Oktober 1985, anak ketujuh dari delapan bersaudara. Penulis beragama Islam, tinggal di Jalan AR. Hakim Gg. Kolam Lr. Jenggot No. 53A Provinsi Sumatera Utara. Penulis merupakan anak dari pasangan Drs. Agus Thahir Nasution dan Aminah Lubis dan telah menikah dengan drg. Muhammad Iqbal Tanzil.

(13)

DAFTAR ISI

2.2. Faktor-faktor yang Memengaruhi Pernikahan Dini ... 13

2.3. Risiko Pernikahan Dini ... 15

2.4. Faktor-faktor Karakteristik Keluarga ... 16

2.4.1.Pendidikan ... 16

2.6.1.Faktor-faktor yang Memengaruhi Status Gizi ... 36

2.6.2.Penilaian Status Gizi ... 38

2.6.3.Pengaruh Karakteristik Keluarga dengan Pola Asuh . 41 2.6.4.Pengaruh Pola Asuh dengan Status Gizi ... 42

2.7. Landasan Teori ... 43

(14)

BAB 3. METODE PENELITIAN ... 47

3.5. Variabel dan Definisi Operasional ... 55

3.6. Metode Pengukuran ... 57

3.7. Metode Analisis Data ... 62

BAB 4. HASIL PENELITIAN ... 65

4.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 65

4.2. Analisis Univariat ... 66

4.3. Deskripsi Karakteristik Balita ... 68

4.4. Pola Asuh ... 69

4.5. Status Gizi ... 73

4.5.1. BB/U ... 73

4.5.2. TB/U ... 74

4.5.3. BB/TB ... 74

4.6. Hubungan Karakteristik Keluarga Dengan Pola Asuh Makan ... 75

4.7. Hubungan Karakteristik Keluarga Dengan Pola Asuh Diri ... 77

4.8. Hubungan Karakteristik Keluarga dengan Pola Asuh Kesehatan ... 80

4.9. Hubungan Karakteristik Keluarga dengan Status Gizi Balita ... 82

4.10.Hubungan Pola Asuh dengan Status Gizi Balita ... 85

4.10.1. Hubungan Pola Asuh Makan dengan Status Gizi Balita ... 85

4.10.2. Hubungan Pola Asuh Diri dengan Status Gizi Balita ... 85

4.10.3. Hubungan Pola Asuh Kesehatan dengan Status Gizi Balita ... 86

4.11.Pengaruh Karakteristik Keluarga dan Pola Asuh terhadap Status Gizi Balita ... 87

BAB 5. PEMBAHASAN ... 90

5.1. Pengaruh Karakteristik Keluarga terhadap Status Gizi Balita ... 90

5.2. Pengaruh Pola Asuh terhadap Status Gizi Balita ... 93

(15)

BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN ... 106

6.1. Kesimpulan ... 106

6.2. Saran ... 107

(16)

DAFTAR TABEL

No Judul Halaman

2.1. Pola Pemberian Makanan Balita ... 28

2.2. Penilaian Status Gizi Berdasarkan Antropometri BB/U, TB/U, BB/TB menurut WHO 2005 ... 39

3.1. Jenis dan Cara Pengumpulan Data ... 50

3.2. Hasil Uji Validitas dan Reabilitas Instrumen Pengetahuan ... 52

3.3. Hasil Uji Validitas dan Reabilitas Instrumen Pola Asuh Makan ... 53

3.4. Hasil Uji Validitas dan Reabilitas Instrumen Pola Asuh Diri ... 54

3.5. Hasil Uji Validitas dan Reabilitas Instrumen Pola Asuh Kesehatan .... 55

3.6. Metode Pengukuran dari Variabel-variabelPenelitian ... 61

4.1. Distribusi Frekuensi Karakteristik Keluarga di Wilayah Kerja Puskesmas Keude Geureubak Kecamatan Banda Alam ... 68

4.2. Distribusi Frekuensi Karakteristik Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Keude Geureubak Kecamatan Banda Alam ... 69

4.3 Distribusi Frekuensi Tingkat Kecukupan energi dan Protein Di Wilayah Kerja Puskesmas Keude Geureubak Kecamatan Banda Alam ... 71

4.4. Distribusi Frekuensi Pola Asuh Balita Di Wilayah Kerja Puskesmas Keude Geureubak Kecamatan Banda Alam ... 73

4.5. Distribusi Frekuensi Status Gizi Balita Menurut BB/U Di Wilayah Kerja Puskesmas Keude Geureubak Kecamatan Banda Alam ... 73

4.6. Distribusi Frekuensi Status Gizi Balita Menurut TB/U Di Wilayah Kerja Puskesmas Keude Geureubak Kecamatan Banda Alam ... 74

4.7. Distribusi Frekuensi Status Gizi Balita Menurut BB/U Di Wilayah Kerja Puskesmas Keude Geureubak Kecamatan Banda Alam ... 74

(17)

4.9. Hubungan Karakteristik Keluarga dengan Pola Asuh Diri Balita Di Wilayah Kerja Puskesmas Keude Geureubak Kecamatan Banda

Alam ... 79

4.10. Hubungan Karakteristik Keluarga dengan Pola Asuh Kesehatan Balita Di Wilayah Kerja Puskesmas Keude Geureubak Kecamatan Banda Alam ... 82

4.11. Hubungan Karakteristik Keluarga dengan Status Gizi Balita Di Wilayah kerja Puskesmas Keude Geureubak Kecamatan Banda Alam ... 84

4.12 Hubungan Pola Asuh Makan dengan Status Gizi Balita ... 85

4.13. Hubungan Pola Asuh Diri dengan Status Gizi Balita ... 86

4.14 Hubungan Pola Asuh Kesehatan dengan Status Gizi Balita ... 86

(18)

DAFTAR GAMBAR

(19)

DAFTAR LAMPIRAN

No Judul Halaman

1. Pedoman A. Data Karakteristik Responden dan Karakteristik Balita ... 113

2. Pedoman B. Data Pengetahuan Gizi Ibu ... 115

3. Pedoman C. Data Tindakan Pola Asuh ... 117

4. Pedoman D. Formulir Food Frequency ... 123

5. Pedoman E. Formulir Food Recall... 124

6. Hasil Uji Validitas dan Reabilitas ... 125

7. Hasil Statistik ... 134

8. Master Data Penelitian ... 160

9. Pengantar Lembar Persetujuan ... 163

10. Formulir Lembar Persetujuan ... 164

(20)

ABSTRAK

Ibu yang menikah di usia dini jauh lebih sulit memahami permasalahan gizi terutama dalam pemenuhan gizi balita. Gizi merupakan salah satu penentu kualitas sumber daya manusia. Kekurangan gizi akan menyebabkan kegagalan pertumbuhan fisik dan perkembangan kecerdasan. Balita merupakan kelompok konsumen pasif yang belum dapat mengambil dan memilih makanan yang sesuai dengan kebutuhan gizi sehingga pada usia ini balita sangat rentan terhadap berbagai masalah gizi.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh karakteristik keluarga dan pola asuh terhadap status gizi balita pada ibu menikah dini di wilayah kerja Puskesmas Keude Geureubak Kecamatan Banda Alam Kabupaten Aceh Timur Tahun 2013. Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan jenis penelitian observasional dengan desain potong lintang. Sampel dalam penelitian ini adalah ibu menikah dini yang mempunyai balita usia 0-59 bulan sebanyak 104 responden. Teknik pengumpulan data diperoleh melalui observasi dan wawancara dengan kuesioner. Analisis deskriptif dilakukan pada semua variabel, dan untuk menganalisis pengaruh karakteristik keluarga dan pola asuh terhadap status gizi balita dilakukan dengan uji regresi logistik berganda.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa status gizi balita yang normal 50,9% dan kurus 49,1%. Ada pengaruh antara pengetahuan (p=0,029), pola asuh makan (p=0,001), pola asuh diri (p=0,001) dan pola asuh kesehatan (p=0,001) terhadap status gizi balita 0-59 bulan. Variabel yang paling dominan dalam mempengaruhi status gizi balita adalah pola asuh makan dengan nilai Exp (B) 27,420 artinya dapat disimpulakan bahwa pola asuh makan balita yang tidak baik akan mempunyai kemungkinan 27 kali lebih besar untuk menderita status gizi kurang dibanding balita yang mempunyai pola asuh makan baik.

Disarankan kepada Puskesmas Keude Geureubak, Kepala Kecamatan dan Kantor Urusan Agam agar bekerjasama melakukan penyuluhan tentang dampak menikah dini sehingga dapat menekan angka pernikahan dini dan status gizi kurang.

(21)

ABSTRACT

Early married women will be difficult to understand nutrition problem, especially in fulfilling the nutrition for children under five years old. Nutritional constitutes one of the determinants for the quality of human resources. Malnutrition will cause the failure in physical growth and intelligence development. Children under five years old constitute a group of passive consumers who do not know how to take and hoose food which meets the need for nutritional; therefor, they are vulnerable to various nutrition problems.

The objective of the research was to know the influence of family characteristic and caring pattern on the nutritional status of children under five years old in early married mothers in the working area of Keude Geureubak Puskesmas, Banda Alam Subdistrict, East Aceh District, in 2013. The research used quantitative approach with observational type and cross sectional design. The samples consisted of 104 early married mothers who had 0 to 59 month old babies as respondents. The data collection techniques gained through observation an interviews with questionnaires. The descriptive analysis was performed on all variables, and to analyze the influence of family characteritics and carring pattern on the nutrition status of children under five years old with multiple logistic regression.

The result of the research showed that carring pattern on the nutritional status of children under five years old normals were 50,9% and straighs were 49,1%. There were the influences of knowledge (0,029), eating caring pattern (p=0.001), self caring pattern (p=0.001), and health caring pattern (p=0,001) on nutritional status of 0 to 59 month old babies. The average nutritional status of children under five years old was normal although some of them lacked of nutrition. The factor which had the most dominant influence on the nutritional status of children under five years old was eating caring pattern with the value of Exp (B) 27.420 which could be concluded that bad eating caring pattern of children under five yaers old would 27 times of probability to suffer malnutrition, compared to children under five years old who had good eating caring pattern.

It is recommended for Keude Geureubak Health Center, head subdistrict, and Public Religion Office, to give the sollution together about the effect from early married. So, can decrease the early marriage and malnutrition.

(22)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

WHO (2005) menyatakan sekitar seperlima penduduk dunia adalah remaja berusia 10-19 tahun, dan 900 juta berada di negara berkembang. Berdasarkan data Departemen Kesehatan (Depkes) Republik Indonesia tahun 2006, remaja Indonesia (usia 10-19 tahun) berjumlah sekitar 43 juta jiwa atau 19,61 persen dari jumlah penduduk. Pada tahun 2008, jumlah remaja di Indonesia diperikirakan sudah mencapai 62 juta jiwa.

Badan Pusat Statistik tahun 2010 menyatakan jumlah anak usia remaja di Indonesia sebanyak 63,4 juta yang terdiri dari laki-laki sebanyak 32.164.436 jiwa (50,70 persen) dan perempuan sebanyak 31.279.012 jiwa (49,30 persen). Besarnya jumlah penduduk kelompok remaja ini sangat mempengaruhi pertumbuhan penduduk di masa yang akan datang. Kelompok remaja perlu mendapat perhatian serius mengingat mereka masih termasuk dalam usia sekolah dan akan memasuki umur reproduksi. Apabila tidak dipersiapkan dengan baik remaja sangat berisiko terhadap kehidupan seksual pranikah. Kehidupan remaja yang telah aktif secara seksual, meski tidak selalu merupakan pilihan sendiri, di berbagai daerah kira-kira separuh dari mereka telah menikah.

(23)

bahagia berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa (UU No. 1 1974). Pernikahan dini adalah sebuah bentuk ikatan/pernikahan yang salah satu atau kedua pasangan berusia di bawah 18 tahun atau sedang mengikuti pendidikan sekolah menengah.

Survei Data Kependudukan Indonesia (SDKI) 2007, di beberapa daerah mencatat bahwa sepertiga dari jumlah pernikahan dilakukan oleh pasangan usia di bawah 16 tahun. Di Jawa Timur, Kalimantan Selatan, Jambi dan Jawa Barat, angka kejadian pernikahan dini berturut-turut 39,4 persen, 35,5 persen, 30,6 persen, dan 36 persen. Bahkan sejumlah pedesaan, pernikahan seringkali dilakukan segera setelah anak mendapatkan haid pertama (Kertamuda, 2009). Menurut data laporan Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) di Indonesia tahun 2008, sebanyak 34,5 persen dari 2.049.000 perkawinan yang terjadi setiap tahun merupakan perkawinan usia dini.

(24)

menurut UU nomor 23 Tahun 2002, usia di bawah 18 tahun termasuk dalam kategori anak. Deklarasi Hak Manusia 1945 secara eksplisit menentang pernikahan anak, namun ironisnya, praktek pernikahan usia dini masih berlangsung diberbagai belahan dunia dan hal ini merefleksikan perlindungan hak asasi kelompok usia muda terabaikan (IHEU, 2005). Implementasi Undang-undangpun seringkali tidak efektif dan terpatahkan oleh adat istiadat serta tradisi yang mengatur norma sosial suatu kelompok masyarakat. Oleh karena itu, Badan Kordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) mewanti-wanti agar tidak menikah diusia muda. Usia muda artinya, usia yang belum matang secara medis dan psikologinya. Usia menikah ideal untuk perempuan adalah 20-35 tahun dan untuk pria 20-40 tahun (Indarini, 2011).

Perkawinan pada usia muda tidak disarankan dari sudut pandang kesehatan karena berkaitan dengan kesiapan organ reproduksi seorang calon ibu. Seorang perempuan yang belum mencapai usia 18 tahun pertumbuhan organ tubuh terutama organ reproduksinya seperti rahim belum matang untuk ber-reproduksi dan pertumbuhan panggul juga belum maksimal sehingga apabila hamil merupakan kehamilan yang berisiko. Di sisi lain, perempuan yang menikah pada usia dini dan masih termasuk dalam kategori kelompok umur anak, belum siap secara mental untuk menghadapi masa kehamilan dan persalinan (Afifah, 2011).

(25)

status gizi anak. Faridatul (2006) mewawancarai 10 dari orangtua yang menikah dini dan mempunyai anak usia 1-5 tahun, hasil wawancara didapatkan bahwa 7 orang (70 persen) tidak mengetahui dampak kesehatan apabila menikah dini dan tidak tahu bagaimana memberikan pola asuh yang baik dan benar terhadap anaknya.

Terdapat hubungan antara status kesehatan ibu saat hamil dengan perkembangan janin dan bayi yang dilahirkannya. Lawn (2001) mengemukakan bahwa “dalam banyak hal kesehatan bayi baru lahir berhubungan erat dengan kematian ibu.” Sedangkan Roystone dan Amstrong (1989) mengemukakan bahwa umumnya faktor yang menjadi resiko terhadap ibu juga meningkatkan resiko terhadap anaknya.

Salah satu faktor yang memengaruhi status kesehatan anak dan ibu adalah usia saat kehamilan dan bersalin. Kehamilan dan persalinan pada usia muda merupakan kehamilan yang berisiko terjadinya kematian maternal dan kelangsungan hidup anaknya. Kehamilan dan persalinan pada usia muda terjadi karena adanya perkawinan pada usia dini. Perempuan yang menikah pada usia dini akan mempunyai waktu paparan lebih panjang terhadap risiko untuk hamil, sehingga menikah pada usia dini juga berdampak secara tidak langsung pada tingkat fertilitas di masyarakat (Kusumaryani dan Merry, 2008).

(26)

rata-rata lebih pendek dan bayi dengan BBLR memiliki kemungkinan 5-30x lebih tinggi untuk meninggal. BBLR, di bawah 2,5 kg juga dipengaruhi kurangnya gizi saat hamil dan umur ibu yang belum menginjak 20 tahun. Sementara cacat bawaan dipengaruhi oleh kurangnya pengetahuan ibu tentang kehamilan.

Usia menikah yang terlalu muda, sangat sulit memperoleh keturunan yang berkualitas. Hal ini disebabkan kurangnya kematangan ibu dalam mengasuh bayi, usia ibu yang terlalu muda sehingga berpengaruh terhadap psikologi anak. Seorang ibu yang terlalu muda dalam mengasuh anak, sebenarnya belum siap secara mental. Sifat-sifat keremajaan masih mendominasi dalam diri, belum mempunyai pikiran yang matang terhadap masa depan sehingga berpengaruh terhadap perkembangan anak yang sering ditandai dengan status gizi anak yang tidak baik (Faridatul, 2006).

(27)

Masalah gizi yang terjadi di Indonesia dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti faktor ekonomi. Menurut Suhardjo (1996) kemiskinan merupakan salah satu penyebab terjadinya gizi kurang yang berkaitan dengan pendapatan keluarga. Pendapatan akan menentukan daya beli terhadap pangan dan fasilitas lain yang dapat mempengaruhi status gizi balita. Kemampuan pendapatan keluarga dapat mempengaruhi daya beli terhadap pangan dan berdampak terhadap pola konsumsi. Artinya, dengan pendapatan yang tinggi maka pola konsumsi keluarga juga akan baik.

Berbeda dengan faktor ekonomi yang dilihat dari pendapatan, ternyata banyak dari masyarakat kita yang memiliki pendapatan tinggi tapi belum mampu menyediakan makanan yang bergizi untuk keluarganya. Hal ini disebabkan oleh faktor lain yaitu kurangnya pengetahuan si ibu dalam menyediakan makanan yang bergizi. Semakin baik pengetahuan gizi ibu maka akan semakin baik dalam menyediakan makanan yang bergizi untuk anggota keluarganya terutama balita. Melalui pendidikan gizi yang diberikan kepada ibu diharapkan tercipta pola asuh yang baik dan sehat.

(28)

karena diperlukan kekuatan fisik dan psikososial. Seorang ibu yang menikah terlalu dini juga sulit untuk memahami tentang masalah gizi terutama dalam pemenuhan gizi balita. Widayani (2003) menemukan korelasi yang positif antara pola asuh ibu dengan status gizi anak.

Ditinjau dari sudut masalah kesehatan dan gizi, maka balita termasuk dalam golongan masyarakat kelompok rentan gizi, yaitu kelompok masyarakat yang paling mudah terkena kelainan gizi, sedangkan pada saat ini mereka sedang mengalami proses pertumbuhan yang relatif pesat. Akibat dari kurang gizi ini kerentanan terhadap penyakit-penyakit infeksi dapat menyebabkan meningkatnya angka kematian balita (Soegeng, 2004).

Gambaran status gizi balita di Provinsi Nangroe Aceh Darussalam pada tahun 2010 menurut data Riset Kesehatan Daerah berdasarkan Berat Badan per Umur adalah 6,3 persen sangat kurus, 7,9 persen kurus, 69,9 persen normal dan 16,2 persen gemuk.

(29)

wawancara yang dilakukan peneliti pada survei awal pada ibu yang memiliki balita kurang gizi ini semuanya kurang memberikan ASI atau tidak ASI eksklusif. Ibu-ibu ini juga menyatakan bahwa anaknya susah makan dan mereka kurang memahami kebutuhan nutrisi untuk pertumbuhan dan perkembangan anaknya. Ibu sering memberikan makanan yang disukai anaknya saja tanpa memperhatikan kandungan zat gizi di dalamnya. Kondisi sosial ekonomi ternyata juga berpengaruh terhadap pola asuh kepada anaknya.

Berdasarkan uraian diatas, maka peneliti tertarik untuk mengangkat topik pengaruh karakteristik keluarga dan pola asuh (pola asuh makan, pola asuh diri dan pola asuh kesehatan) terhadap status gizi balita dari ibu yang menikah dini di wilayah kerja Puskesmas Keude Geureubak Kecamatan Banda Alam Kabupaten Aceh Timur Tahun 2013.

1.2. Permasalahan

(30)

1.3. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh karakteristik keluarga dan pola asuh terhadap status gizi balita dari ibu yang menikah dini di wilayah kerja Puskesmas Keude Geureubak Kecamatan Banda Alam Kabupaten Aceh Timur Tahun 2013.

1.4. Hipotesis

1. Ada pengaruh karakteristik keluarga (pendidikan, pekerjaan, pendapatan dan pengetahuan) terhadap pola asuh

2. Ada pengaruh karakteristik keluarga (pendidikan, pekerjaan, pendapatan dan pengetahuan) terhadap status gizi balita.

3. Ada pengaruh pola asuh (asuh makan, asuh diri dan asuh kesehatan) terhadap status gizi balita.

1.5. Manfaat Penelitian

(31)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pernikahan Dini

Pernikahan adalah hubungan yang sah dari dua orang yang berlainan jenis kelamin. Sahnya hubungan tersebut berdasarkan atas hukum perdata yang berlaku, agama atau peraturan-peraturan lain yang dianggap sah dalam negara bersangkutan (Lembaga Demografi FEUI, 2007). Menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974, pernikahan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Secara umum pernikahan adalah ikatan yang mengikat dua insan lawan jenis yang masih remaja dalam suatu ikatan keluarga (Luthfiyani, 2008). Pernikahan dini adalah pernikahan yang dilakukan oleh seorang laki-laki dan seorang wanita yang umur keduanya masih dibawah batasan minimum yang diatur oleh Undang-Undang (Rohmah, 2009).

(32)

(BKKBN) batasan usia remaja adalah 10 sampai 21 tahun. Remaja adalah suatu masa dimana individu dalam proses pertumbuhannya terutama fisiknya yang telah mencapai kematangan. Dengan batasan usia berada pada 11-24 tahun dan belum menikah (Sarwono, 2004).

Remaja pada umumnya dibagi menjadi tiga tingkatan, yaitu remaja awal (11-15 tahun), remaja menengah (16-18 tahun), dan remaja akhir (19-20 tahun). Seorang remaja mencapai tugas-tugas perkembangannya dapat dipisahkan menjadi tiga tahap secara berurutan (Marcia, 1991 dalam Sprinthall dan Collins, 2002 :

a. Masa Remaja Awal

Remaja awal adalah remaja dengan usia 11-15 tahun. Pada masa ini remaja mengalami perubahan fisik yang sangat drastis, misal pertambahan berat badan, tinggi badan, panjang organ tubuh dan pertumbuhan fisik yang lainnya. Pada masa remaja awal memiliki karakteristik sebagai berikut lebih dekat dengan teman sebaya, lebih bebas, lebih banyak memperhatikan keadaan tubuhnya dan mulai berpikir abstrak.

b. Masa Remaja Menengah

(33)

rasa cinta yang mendalam, mengembangkan kemampuan berpikir abstrak, dan berkhayal tentang aktifitas seks.

Remaja pada usia ini sangat tergantung pada penerimaan dirinya di kelompok yang sangat dibutuhkan untuk identitas dirinya dalam membentuk gambaran diri.

c. Masa Remaja Akhir

Masa remaja akhir adalah masa remaja dengan usia 18-20 tahun. Pada fase remaja kelompok akhir ini, fokus pada persiapan diri untuk lepas dari orangtua menjadi kemandirian yang ingin dicapai, membentuk pribadi yang bertanggungjawab, mempersiapkan karir ekonomi, dan membentuk ideology pribadi. Karakteristik dalam kelompok ini adalah sebagai berikut pengungkapan identitas diri, lebih selektif dalam mencari teman sebaya, mempunyai citra jasmani dirinya, dapat mewujudkan rasa cinta, dan mampu berpikir abstrak.

(34)

2.2. Faktor-faktor yang Memengaruhi Pernikahan Dini

Adapun faktor-faktor yang menjadi penyebab berlangsungnya pernikahan dini antara lain :

1. Pendidikan

Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.

Pendidikan secara umum dapat didefenisikan adalah suatu usaha pembelajaran yang direncanakan untuk mempengaruhi individu ataupun kelompok sehingga mau melaksanakan tindakan-tindakan untuk menghadapi masalah-masalah dan meningkatkan kesehatannya. Berkaitan dengan defenisi tersebut, maka pendidikan dibedakan atas tiga jenis yaitu pendidikan formal, pendidikan informal, dan pendidikan nonformal.

Pendidikan formal adalah jalur pendidikan yang terstruktur dan berjenjang yang terdiri at dan negeri dan pendidikan formal berstatus swasta.

(35)

sebagai calon ibu, atau kepala keluarga dan calon ayah, yang lebih banyak berperan mengurus rumah tangga dan anak yang akan hadir. Pola lainnya yaitu karena biaya pendidikan yang tak terjangkau, anak berhenti sekolah dan kemudian dinikahkan untuk mengalihkan beban tanggungjawab orangtua menghidupi anak tersebut kepada pasangannya (UNICEF, 2006). Dari berbagai penelitian didapatkan bahwa terdapat korelasi antara tingkat pendidikan yang rendah dan usia saat menikah.

2. Ekonomi

Motif ekonomi, harapan tercapainya keamanan sosial dan finansial setelah menikah menyebabkan banyak orangtua menyetujui pernikahan usia dini (UNICEF, 2001). Secara umum, pernikahan anak lebih sering dijumpai di kalangan keluarga miskin, meskipun terjadi pula di kalangan keluarga ekonomi atas. Di banyak negara, pernikahan anak seringkali terkait dengan kemiskinan. Sayangnya, pernikahan gadis ini juga menikah dengan dengan pria berstatus ekonomi tak jauh berbeda, sehingga menimbulkan kemiskinan baru.

3. Sosial Budaya

(36)

- Adat Istiadat

Di banyak daerah di Indonesia ada semacam anggapan jika anak gadis yang telah dewasa belum berkeluarga dipandang merupakan aib keluarga. Untuk mencegah aib tersebut, para orangtua berupaya secepat mungkin menikahkan anak gadis yang dimilikinya, yang pada akhirnya mendorong terjadinya pernikahan dini.

Desa Pantai Utara Pulau Jawa, suatu daerah yang penduduknya biasa menikahkan anak gadisnya di usia muda, biarpun tak lama kemudian bercerai. Di daerah tersebut perempuan yang berumur 17 tahun apabila belum kawin dianggap perawan tua yang tidak laku. Tak jauh beda di Kabupaten Bantul, perempuan usia dibawah 20-an tak menikah maka dianggap perempuan tak laku.

- Pandangan dan kepercayaan

Dibanyak daerah masih ditemukan adanya pandangan dan kepercayaan yang salah, misalnya kedewasaan seseorang dinilai dari status pernikahan, adanya anggapan bahwa status janda lebih baik daripada perawan tua, adanya anggapan bahwa kejantanan seseorang dinilai dari seringnya melakukan pernikahan.

2.3. Risiko Pernikahan Dini

(37)

anak keluar dari rumah, semakin meningkatnya perceraian, faktor ekonomi sehingga kemiskinan meningkat karena belum siap secara ekonomi, dan kebebasan anak dari orangtua meningkat karena telah menikah mereka akan keluar dari desanya mencari pekerjaan, beberapa kasus menyebutkan mereka bekerja sebagai penyanyi karauke bahkan ada yang menjadi wanita penghibur.

Faktor kesehatan yang terjadi, biasanya terjadi pada pasangan wanita saat mengalami kehamilan dan persalinan. Kehamilan mempunyai dampak negatif terhadap kesejahteraan seorang remaja. Sebenarnya ia belum siap mental untuk hamil, namun karena keadaaan ia terpaksa menerima kehamilan dengan risiko.

Rianti (2004) melakukan penelitian terhadap 127 orangtua yang melakukan pernikahan berusia <20 tahun menyimpulkan bahwa hampir sebagian besar orangtua (84,11 persen) kurang memperhatikan kesehatan dan pendidikan anaknya, 72,43 persen orangtua cenderung mengabaikan keinginan anaknya dan membatasi semua aktivitas anak dengan mengancam serta memarahinya dan 81,66 persen orangtua pesimistis terhadap anaknya.

2.4. Faktor-faktor Karakteristik Keluarga

Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi status gizi anak dari hasil pernikahan dini, antara lain sebagai berikut :

2.4.1. Pendidikan

(38)

tertarik terhadap informasi gizi dan banyak diantara mereka yang memperoleh informasi tersebut dari media cetak, khususnya majalah dan koran. Apriadji (1986) menyatakan bahwa faktor pendidikan mennetukan mudah tidaknya seseorang dalam menyerap dan memahami pengetahuan gizi yang diperoleh. Dalam kepentingan gizi keluarga, pendidikan amat diperlukan agar seseorang lebih tanggap terhadap adanya masalah gizi dalam keluarga dan bisa mengambil tindakan secepatnya.

Penelitian di Indonesia menunjukkan bahwa ibu dengan tingkat pendidikan dan penghasilan lebih tinggi mendapat paparan media masa lebih tinggi juga (BKKBN, 1986). Di Indonesia, seseorang dengan tingkat pendidikan lebih tinggi lebih mudah mengakses berbagai masalah populer termasuk masalah gizi.

Tingkat pendidikan ibu erat kaitannya dengan keadaan gizi anak. Hal ini disebabkan ibu rumah tangga mempunyai peranan penting dalam menentukan dan mengatur keuangan,. Semakin tinggi pendidikan ibu maka semakin baik status gizi anak (Hasanah, 2012). Namun seseorang dengan pendidikan rendah belum tentu kurang mampu memilih makanan yang memenuhi persyaratan gizi dibandingkan orang lain yang berpendidikan lebih tinggi, karena sekalipun pendidikannya rendak, jika orang tersebut rajin mendengarkan atau melihat informasi mengenai gizi, bukan mustahil pengetahuan gizinya akan lebih baik.

(39)

tingkat pendapatan yang relatif tinggi pula sehingga pola konsumsi rumah tangga yang bersangkutan juga akan berubah.

Widjaya (2000) mengungkapkan bahwa kecenderungan semakin tinggi pendidikan formal yang diterima oleh seseorang, semakin tinggi pula status sosial ekonominya dan semakin otoritatif pola asuhnya. Hal ini disebabkan mereka lebih terbuka terhadap pembaharuan karena lebih seriang mendapatkan informasi dari media cetak maupun media massa.

2.4.2. Pengetahuan

Pengetahuan atau kognitiff merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang (overt behavior). Pengetahuan merupakan hasil tahu dan terjadi setelah seseorang melakukan penginderaan terhadap objek tertentu (Notoadmodjo, 2003).

Latar belakang pendidikan seseorang merupakan salah satu unsur penting yang dapat mempengaruhi keadaan gizinya karena dengan tingkat pendidikan yang lebih tinggi diharapkan pengetahuan dan informasi tentang gizi yang dimiliki menjadi lebih baik. Sering masalah gizi timbul karena ketidaktahuan atau kurang informasi tentang gizi yang memadai (Berg, 1986).

(40)

berpendidikan dan cukup pengetauan tentang nilai gizi makanan atau pertimbangan fiziologik lebih menonjol dibandingkan dengan kebutuhan psikis. Masyarakat awam yang tidak mempunya cukup pengetahuan gizi, akan memilih makanan yang paling menarik dan tidak mengadakan pilihan berdasarkan zat gizi makanan (Paath, 2005)

Pengetahuan merupakan hasil tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu (Notoadmodjo, 2007). Pengetahuan gizi yang baik akan menyebabkan seseorang mampu menyusun menu yang baik untuk dikonsumsi. Pengetahuan yang dimiliki oleh seorang ibu akan mempengaruhi dalam pengambilan keputusan dan juga akan berpengaruh terhadap perilaku ibu. Ibu dengan pengetahuan gizi yang baik kemungkinan memberikan gizi yang cukup bagi bayinya (Proverawati dan Asfuah, 2009). Semakin banyak pengetahuan gizi seseorang maka akan semakin memperhitungkan jenis dan jumlah makanan yang diperolehnya untuk dikonsumsi (Sediaoetama, 2000).

(41)

Suhardjo (2003), menyatakan suatu hal yang meyakinkan tentang pentingnya pengetahuan gizi didasarkan pada tiga kenyataan: 1. Status gizi yang cukup adalah penting bagi kesehatan dan kesejahteraan, 2. Setiap orang hanya akan cukup gizi jika makanan yang dimakannya mampu menyediakan zat gizi yang diperlukan untuk pertumbuhan tubuh yang optimal, pemeliharaan dan energi, 3. Ilmu gizi memberikan fakta-fakta yang perlu sehingga masyarakat dapat belajar menggunakan pangan dengan baik bagi perbaikan gizi.

Secara umum, di negara berkembang, ibu memainkan peranan penting dalam memilih dan mempersiapkan pangan untuk dikonsumsi anggota keluarganya. Walaupun seringkali para ibu bekerja di luar, mereka tetap mempunyai andil besar dalam kegiatan pemilihan dan penyiapan makanan dan mengidentifikasi pola pengambilan keputusan dalam keluarga (Hardinsyah, 2007).

Pengetahuan ibu tentang gizi adalah apa yang diketahui ibu tentang pangan sehat, pangan sehat untuk golongan usia tertentu (misalnya anak, ibu hamil dan menyusui) dan cara ibu memilih, mengolah dan menyiapkan pangan dengan benar. Pengetahuan ibu rumahtangga tentang bahan pangan akan mempengaruhi perilaku pemilihan pangan dan ketidaktahuan dapat menyebabkan kesalahan dalam pemilihan dan pengolahan pangan. Pengetahuan tentang gizi dan pangan yang harus dikonsumsi agar tetap sehat, merupakan faktor penentu kesehatan seseorang (Notoatmodjo, 2007).

(42)

massa lebih tinggi juga (National Board for Family Planning (BKKBN) and Community System Foundation, 1986). Di Indonesia, seseorang dengan tingkat pendapatan lebih tinggi relatif lebih mudah mengakses televise dan mereka yang tinggal di daerah perkotaan lebih mudah mengakses berbagai majalah populer. Oleh karena itu, tingkat pendidikan orang tua, pendapatan rumahtangga dan wilayah tempat tinggal (desa atau kota) diasumsikan mempengaruhi kondisi individu seseorang/rumahtangga untuk terpapar media massa

Kurangnya pengetahuan di bidang memasak, konsumsi anak, keragaman bahan makanan dan keragaman jenis masakan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi status gizi balita. Untuk dapat menyusun menu, seseorang perlu memiliki pengetahuan mengenai bahan makanan dan zat gizi, kebutuhan zat gizi seseorang serta pengetahuan hidangan dan pengolahannya. Umumnya ini dilakukan oleh seorang ibu (Santoso, Anne Lies Ranti, 2004).

2.4.3. Pendapatan

Pendapatan diindikasikan menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi terhadap baik dan buruknya serta rendah dan tingginya konsumsi pangan. Konsumsi pangan banyak dipengaruhi oleh pendapatan, pendidikan, kepercayaan, kebiasaan dan keadaan lingkungan Levinson (1974) dalam Suhardjo (1984).

(43)

daya lahan dan pekarangan. Keluarga dengan pendapatan terbatas kemungkinan besar kurang dapat memenuhi kebutuhan makanannya terutama untuk memenuhi kebutuhan gizi dalam tubuhnya (Fikawati dan Shafiq, 2012).

Hukum Engle menyatakan bahwa semakin tinggi pendapatan, persentase pengeluaran untuk makanan semakin kecil walaupun secara absolute meningkat. Umumnya peningkatan pendapatan diikuti oleh peningkatan konsumsi pangan hewani atau makanan-makanan kaleng (Suhardjo, 1984).

Keterbatasan penghasilan keluarga turut menentukan mutu makanan yang disajikan. Tidak dapat disangkal bahwa penghasilan keluarga turut menentukan hidangan yang disajikan untuk keluarga sehari-hari, baik kualitas maupun jumlah makanan (Proverawati dan Asfuah, 2009). Rendahnya pendapatan menjadi indikasi rendahnya pangan yang dikonsumsi. Hal ini yang sering menyebabkan terjadinya kasus gizi kurang diakibatkan rendahnya kuantitas dan kualitas pangan yang dikonsumsi.

Dalam Worsley (2003) disebutkan bahwa pendapatan per kapita secara luas terkait dengan konsumsi makanan individu dan indeks total makanan berbagai kelompok. Umumnya, rumah tangga berpenghasilan rendah memiliki makanan yang kurang bervariasi daripada rumah tangga dengan pendapatannya tinggi.

(44)

2.5. Pola Asuh

Peranan ibu dalam pola pengasuhan anak berupa sikap dan praktek pengasuhan ibu dalam kedekatannya dengan anak, merawat, cara memberi makan, serta kasih sayang. Pengasuhan anak adalah suatu fungsi penting pada berbagai kelompok sosial dan kelompok budaya. Peranan ibu dalam pola pengasuhan anak juga meliputi pemenuhan kebutuhan dasar anak seperti pemberian makan, mandi, menyediakan dan memakai pakaian buat anak. Termasuk didalamnya adalah monitoring kesehatan anak, menyediakan obat, dan membawanya ke petugas kesehatan profesional ( O’Connel 1992 dan Bahar 2002).

Sesuai dengan yang diajukan oleh Mosley dan Chen 1988 dalam (Bahar, 2002) pengasuhan anak meliputi aktivitas perawatan terkait gizi atau penyiapan makanan dan menyusui, pencegahan dan pengobatan penyakit, memandikan anak, membersihkan pakaian anak, membersihkan rumah. Pola asuh terhadap anak merupakan hal yang sangat penting karena akan memengaruhi proses tumbuh kembang balita. Pola pengasuhan anak berkaitan erat dengan keadaan ibu terutama kesehatan, pendidikan, pengetahuan, sikap dan praktik tentang pengasuhan anak (Suharsih, 2001). Dalam berbagai penelitian menunjukkan bahwa kepribadian orangtua sangat menentukan pola interaksi ibu dan anak. Pengaruh struktur dan watak ibu yang mengasuh anak balita mempunyai efek yang sangat besar dalam hubungan ibu dan anak.

(45)

kesehatan-asuhan merupakan faktor-faktor yang berperan dalam menunjang pertumbuhan dan perkembangan anak yang optimal. Engle et all (1997) mengungkapkan bahwa pola asuh dimanifestasikan dalam 6 hal, yaitu : 1. Perhatian atau dukungan terhadap wanita seperti pemberian waktu istirahat yang tepat atau peningkatan asupan makanan selama hamil, 2. Pemberian ASI dan makanan pendamping anak, 3. Rangsangan psikososial terhadap anak dan dukungan untuk perkembangan mereka, 4. Persiapan dan penyimpanan makanan, 5. Praktek kebersian/hygiene sanitasi lingkungan, dan 6. Perawatan keluarga dalam keadaan sakit meliputi praktek kesehatan di rumah dan pola pencarian pelayanan kesehatan.

Pengasuhan anak meliputi pula hal-hal seperti cara memandikan, disiplin buang air, disiplin makan, adat istiadat penyapihan, cara menggendong bayi, dan mengajar sopan santun. Pola pengasuhan merupakan cara orang tua mendidik dan membesarkan anak dipengaruhi oleh banyak faktor, diantaranya adalah faktor budaya, agama, kebiasaan, dan kepercayaan, serta kepribadian orang tua (orang tua sendiri atau orang yang mengasuh anak). Selain dan faktor tersebut pola pengasuhan sangat dipengaruhi oleh kepribadian orang tua, terutama pengetahuan, sikap dan tindakan. Pada umumnya bila orang tua semasa kecil dididik secara keras dan berdisiplin tinggi, maka ia pun akan mendidik anaknya juga dengan cara demikian.

(46)

yang utuh terdiri dari ayah dan ibu, 4. Adanya keseimbangan dalam pendidikan anak dalam suasana damai dilandasi kasih sayang dan penerimaan.

Hasil penelitian yang dilakukan Hafrida (2004) menyatakan bahwa ada kecenderungan dengan semakin baiknya pola pengasuhan anak, maka proporsi gizi baik pada anak juga semakin besar. Tetapi sebaliknya di negara Timur seperti di Indonesia, keluarga besar masih lazim dianut dan peran ibu seringkali dipegang oleh beberapa orang lainnya seperti nenek, keluarga dekat lain dan bukan pembantu. Tetapi ternyata anak yang dididik dalam keluarga besar tersebut dapat tumbuh dengan kepribadian yang baik. Jadi yang lebih penting nilainya adalah suasana damai dan kasih sayang dalam keluarga (Nadesul, 1995).

2.5.1. Asuh Makan

(47)

Pengasuhan makanan anak fase 6 bulan pertama adalah pemenuhan kebutuhan anak oleh ibu dalam bentuk pemberian ASI atau makanan pendamping/pengganti ASI pada anak. Dinyatakan cukup bila diberi ASI semata sejak lahir sampai usia 4-6 bulan dengan frekuensi kapan saja anak minta dan dinyatakan kurang bila tak memenuhi kriteria tersebut. Pengasuhan makanan anak pada fase 6 bulan kedua adalah pemenuhan kebutuhan makanan untuk bayi yang dilakukan ibu, dinyatakan cukup bila anak diberikan ASI plus makanan lumat yang terdiri dari tepung-tepungan dicampur susu, dan atau nasi (berupa bubur atau nasi biasa) bersama ikan, daging atau putih telur lainnya ditambah sayuran (dalam bentuk kombinasi atau tunggal) diberi dalam frekuensi sama atau lebih 3 x per hari, dan kurang bila tidak memenuhi kriteria tersebut (Bahar, 2002). Pemberian MP-ASI harus dilakukan secara bertahap dan bervariasi, mulai dari bentuk bubur, sari buah, buah segar, makanan lumat, makanan lembek dan akhirnya makanan padat (Agus, 2001).

(48)

Hasil penelitian Widodo (2005), mengungkapkan bahwa di Indonesia jenis MP-ASI yang umum diberikan kepada bayi sebelum usia 4 bulan adalah pisang 57,3 persen. Disamping itu akibat rendahnya sanitasi dan higiene MP-ASI memungkinkan terjadinya kontaminasi oleh mikroba, sehingga meningkatkan resiko infeksi yang lain pada bayi. Ada perbedaan antara proporsi berat badan bayi yang diberi ASI Eksklusif dan yang diberi MP-ASI dibawah usia 4 bulan, sedangkan berdasarkan panjang badan tidak ada perbedaan.

Makanan yang baik untuk bayi dan balita harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut :

1. Memenuhi kecukupan energi dan semua zat gizi yang sesuai dengan umur

2. Susunan hidangan disesuaikan dengan pola menu seimbang, bahan makanan yang tersedia di tempat tinggal, kebiasaan makan dan selera terhadap makanan tersebut.

3. Bentuk dan porsi makanan disesuaikan dengan daya terima, toleransi dan keadaan faal bayi/anak.

4. Memperhatikan kebersihan perorangan dan lingkungan

(49)

Penyajian makanan untuk balita diperlukan kreatifitas ibu agar makanan terlihat menarik sehingga dapat menimbulkan selera makan anak balita. Penyajian makanan yang akan diberikan kepada anak balita harus memperhatikan porsi atau takaran konsumsi makan serta frekuensi makan yang dianjurkan dalam sehari. Waktu pemberian makan untuk balita sebaiknya disesuaikan dengan waktu pada umunmnya. Pemberian makanan dibagi menjadi tiga waktu makan yaitu pagi hari pada pukul 07.00-08.00, siang hari pada pukul 12.00-13.00, dan malam hari pada pukul 18.00-19.00. Pemberian makanan selingan yaitu antara dua waktu makan yaitu pukul 10.00-11.00 dan pukul 16.00-17.00 seperti tercantum dalam tabel di bawah ini :

Tabel 2.1 Pola Pemberian Makanan Balita

Umur Bentuk Makanan Frekuensi

(50)

Tabel 2.1 (Lanjutan)

Umur Bentuk Makanan Frekuensi

4 – 6 tahun 1 – 3 piring nasi/pengganti 2 – 3 potong lauk hewani 1 – 2 potong lauk nabati 1 – 1 ½ mangkuk sayur 2 – 3 potong buah-buahan 1 – 2 gelas susu

3 kali sehari ditambah 2 kali makanan selingan

Sumber : Depkes RI, 2006

Selain takaran dan frekuensi makanan untuk balita, ada juga anjuran pemberian makanan untuk balita berdasrkan Depkes RI (2006), yaitu :

1. Umur 0-6 bulan, anjuran pemberian makanan yaitu :

a. Beri ASI setiap kali bayi menginginkan minimal 8 kali sehari yaitu pagi, siang dan malam

b. Jangan berikan makanan atau minuman selain ASI

c. Susu bayi dengan payudara kanan dan kiri secara bergantian 2. Umur 6-12 bulan, anjuran pemberian makanan yaitu :

a. Teruskan pemberian ASI sampai usia 2 tahun

b. Umur 6-9 bulan, kenalkan makanan pendamping ASI dalam bentuk lumat dimulai dari bubur susu sampai nasi tim lumat, 2 kali sehari. Setiap kali makan diberikan sesuai umur:

- 6 bulan: 6 sendok makan - 7 bulan: 7 sendok makan - 8 bulan: 8 sendok makan

(51)

d. Umur 9-12 bulan, beri makanan pendamping ASI, dimulai dari bubur nasi, sampai nasi tim, 3 kali sehari. Setiap kali makan diberikan sesuai umur :

- 9 bulan: 9 sendok makan - 10 bulan: 10 sendok makan - 11 bulan: 11 sendok makan

e. Pada makanan pendamping ASI, tambahan telur atau ayam atau ikan atau tempe atau tahu atau daging sapi atau wortel atau bayam atau kacang hijau atau santan atau minyak.

f. Bila menggunakan makanan pendamping ASI dari pabrik, baca cara memakainya, batas umur dan tanggal kadaluwarsa

g. Beri makanan selingan 2 kali sehari diantara waktu makan, seperti: bubur kacang hijau, pisang, biskuit, nagasari, dan sebagainya

h. Beri buah-buahan atau sari buah seperti air jeruk manis, air tomat saring, dan sebagainya.

i. Mulai mengajari bayi minum dan makan menggunakan gelas dan sendok

3. Umur 1- 2 tahun, anjuran pemberian makanan yaitu : a. Beri ASI setiap kali balita menginginkan

b. Beri nasi lembek 3 kali sehari

(52)

d. Beri makanan selingan 2 kali sehari diantara waktu makan, seperti: bubur kacang hijau, pisang, biskuit, nagasari, dan sebagainya

e. Beri buah-buahan atau sari buah. f. Bantu anak untuk makan sendiri

4. Umur 2-3 tahun, anjuran pemberian makanan yaitu :

a. Beri makanan yang biasa dimakan oleh keluarga 3 kali sehari yang terdiri dari nasi, lauk pauk, sayur dan buah

b. Beri makanan selingan 2 kali sehari diantara waktu makan, seperti: bubur kacang hijau, pisang, biskuit, nagasari, dan sebagainya

c. Jangan berikan makanan yang manis dan lengket diantara waktu makan. 5. Umur 3-5 tahun anjuran pemberian makanannya sama dengan anjuran

pemberian makanan umur 2-3 tahun

Memberi makan pada anak harus dengan kesabaran dan ketekunan, sebaiknya menggunakan cara-cara tertentu seperti dengan membujuk anak. Jangan memaksa anak, bila dipaksa akan menimbulkan emosi pada anak sehingga anak menjadi kehilangan nafsu makan (Pudjiadi, 2005).

(53)

2.5.2. Asuh Diri

Sulistijani (2001) mengatakan bahwa lingkungan yang sehat perlu diupayakan dan dibiasakan tetapi tidak dilakukan dalam sekaligus, harus perlahan-lahan dan terus menerus. Lingkungan sehat terkait dengan keadaan bersih, rapi dan teratur. Oleh karena itu, anak perlu dilatih untuk mengembangkan sifat-sifat sehat seperti berikut : 1. Mandi 2 kali sehari, 2. Cuci tangan sebelum dan sesudah makan, 3. Makan teratur 3 kali sehari, 4. Menyikat gigi sebelum tidur dan 5. Buang air kecil pada tempatnya/WC.

Anwar (2000) menyatakan asuh diri meliputi perilaku ibu memelihara kebersihan rumah, hygiene makanan, dan sanitasi lingkungan. Pemberian nutrisi tanpa memperhatikan kebersihan akan meningkatkan risiko balita mengalami infeksi, seperti diare. Hasil penelitian Widodo (2005) mengungkapkan akibat rendahnya sanitasi dan hygiene pada pemberian MP ASI memungkinkan terjadinya kontaminasi oleh mikroba, sehingga meningkatkan risiko atau infeksi lain pada balita. Sumber infeksi lain adalah permainan dan lingkungan yang kotor.

2.5.3. Asuh Kesehatan

(54)

Status kesehatan anak dapat ditempuh dengan cara memperhatikan keadaan gizi, kelengkapan imunisasinya, kebersihan diri anak dan lingkungan dimana dia berada serta upaya ibu dalam mencari pengobatan jika anak tersebut sakit (Zeitlin, all 1990).

Perilaku ibu dalam menghadapi anak balita yang sakit dan pemantauan kesehatan terprogram adalah pola pengasuhan kesehatan yang sangat mempengaruhi status gizi balita. Balita yang mendapatkan imunisasi, lebih rendah mengalami resiko penyakit. Anak balita yang dipantau status gizinya di Posyandu melalui kegitan penimbangan akan lebih mudah mendapatkan informasi akan adanya gangguan status gizi pada balita. Sakit yang lama akan mempengaruhi nafsu makan balita yang berakibat pada rendahnya asupan gizi.

2.6. Status Gizi

Status gizi adalah gambaran keseimbangan antara asupan gizi dan kebutuhan gizi seseorang. Status gizi baik apabila asupan dan kebutuhan gizi seimbang, tetapi sebaliknya status gizi kurang adalah ketidakseimbangan antara asupan dan kebutuhan gizi (Indonesian Nutrition Network Forum, 2005), menurut Supriasa (2002) status Gizi adalah ekspresi dari keadaan keseimbangan dalam bentuk variabel tertentu atau

perwujudan dari nutrisi dalam bentuk variabel tertentu. Pendapat Adriani (2012),

status gizi adalah keadaan kesehatan berhubungan dengan penggunaan makanan oleh

(55)

Menurut Gibson (1998) dalam Tunif (2008) status gizi adalah tanda-tanda atau tampilan yang diakibatkan oleh keseimbangan antara pemasukan zat gizi dan pengeluaran oleh tubuh yang dibutuhkan untuk kelangsungan hidup. Status gizi masyarakat yang utama digambarkan pada status gizi balita dan ibu hamil. Oleh karena itu sasaran utama dari program perbaikan gizi makro berdasarkan siklus kehidupan dimulai dari wanita usia subur, ibu hamil, bayi baru lahir, balita dan anak sekolah. Menurut DEPKES (2002), status gizi merupakan tanda-tanda penampilan seseorang akibat keseimbangan antara pemasukan dan pengeluaran zat gizi yang berasal dari pangan yang dikonsumsi pada suatu saat berdasarkan pada kategori dan indikator yang digunakan

(56)

Depkes (2001), penentuan status gizi balita yang relatif lebih mudah adalah dengan menggunakan indikator berat badan menurut umur (BB/U) dipakai dalam Kartu Menuju Sehat (KMS) untuk memantau pertumbuhan anak secara perorangan. KMS yang digunakan di posyandu pada dasarnya adalah penerapan pengukuran status gizi anak balita.

Berat badan adalah salah satu parameter yang memberikan gambaran masa tubuh masa sekarang ataupun masa lalu. Tinggi badan bertambah seiring dengan bertambahnya umur. Pertumbuhan tinggi badan tidak sama dengan berat badan, tinggi badan kurang sensitif terhadap masalah kurang gizi dalam jangka waktu yang pendek. Indikator BB/U mencerminkan status gizi saat ini, sedangkan indikator TB/U lebih mencerminkan status gizi masa lalu dan rendahnya nilai z-score berdasarkan TB/U dikatakan sebagai indikator kekurangan gizi kronik (Martianto, Riyadi & Ariefiani, 2011).

(57)

2.6.1. Faktor-faktor yang Memengaruhi Status Gizi

UNICEF (1998) mengemukakan bahwa faktor-faktor penyebab kurang gizi dapat dilihat dari penyebab langsung, penyebab tidak langsung, pokok permasalahan, dan akar masalah. Faktor penyebab langsung meliputi makanan tidak seimbang dan penyakit infeksi, sedangkan faktor penyebab tidak langsung meliputi ketahanan pangan di keluarga, pola pengasuhan anak, pelayanan kesehatan dan kesehatan lingkungan. Adapun yang menjadi pokok permasalahan dalam masalah kurang gizi adalah kurangnya pemberdayaan terhadap wanita, rendahnya pendidikan, pengetahuan dan keterampilan. Adapun akar masalah Keadaan kurang gizi terjadi karena krisis ekonomi, politik dan sosial dalam masyarakat, sehingga menyebabkan terjadinya permasalahan kekurangan pangan, kemiskinan dan tingginya angka inflasi dan pengangguran.

Almatsier (2001) menyatakan status gizi dipengaruhi oleh konsumsi makanan dan penggunaan zat-zat gizi di dalam tubuh. Bila tubuh memperoleh cukup zat-zat gizi dan digunakan secara efisien akan tercapai status gizi optimal yang memungkinkan pertumbuhan fisik, perkembangan otak, kemampuan kerja, dan kesehatan.

(58)

berperan penting sehingga balita dapat terpenuhi kebutuhan gizi yang sesuai (Burhanuddin, 2006).

Faktor yang memengaruhi status gizi telah diperkenalkan UNICEF dan telah digunakan untuk menilai status gizi yang dikutip dalam materi Aksi Pangan dan Gizi Nasional (Depkes RI, 2000) sebagai berikut:

1. Makanan anak dan penyakit infeksi yang diderita anak. Penyebab kurang baiknya status gizi tidak hanya disebabkan makanan yang kurang tetapi juga karena penyakit anak. Anak yang mendapatkan makanan yang baik tetapi sering mengalami sakit maka akan dapat mempengaruhi status gizinya, sebaliknya anak yang tidak memperoleh makanan yang cukup dan seimbang daya tahan tubuhnya dapat melemah. Dalam keadaan ini anak akan mudah terserang penyakit dan kurang nafsu makan sehingga anak kekurangan makanan. Akhirnya berat badan anak menurun. Apabila keadaan ini terus berlangsung anak akan menjadi kurus dan timbullah masalah kurang gizi.

(59)

2.6.2. Penilaian Status Gizi

Penilaian status gizi adalah upaya untuk menginterpretasikan semua informasi yang diperoleh melalui penilaian dalam antropometri, konsumsi makan, biokimia, dan klinik. Antropometri sebagai indikator dalam penilaian status gizi dapat dilakukan dengan mengukur beberapa parameter. Menurut Supriasa (2002), parameter antropometri yang bermanfaat dan sering dipakai adalah umur, berat badan, tinggi badan, lingkar lengan atas, lingkar kepala dan lipatan kulit.

Menurut Depkes RI, 2005 ada beberapa cara menilai status gizi yaitu dengan pengukuran antropometri, klinis, biokimia, dan biofisik yang disebut dengan penilain gizi secara langsung. Pengukuran status gizi anak berdasarkan antropometri adalah jenis pengukuran yang paling sederhana, praktis dan mudah karena dapat dilakukan dalam jumlah sampel yang besar. Indeks antropometri yang digunakan adalah Berat Badan berdasarkan Umur (BB/U), Tinggi Badan berdasarkan Umur (TB/U), dan Berat Badan berdasarkan Tinggi Badan (BB/TB) dibandingkan dengan nilai rujukan WHO-NCHS.

(60)

Tabel 2.2 Penilaian Status gizi berdasarkan indeks antropometri BB/U, TB/U dan BB/TB menurut WHO 2005

No Indeks yang dipakai Status Gizi Keterangan

1 BB/U Gizi Buruk

Sumber : SK Menkes 2010 tentang Standard Antropometri Penilaian Status Gizi Anak

(61)

Ketentuannya adalah bahwa satu tahun adalah duabelas bulan dan satu bulan adalah 30 hari (Depkes, 2004).

Soetjiningsih (1995) menyatakan bahwa terdapat fluktuasi yang wajar dalam sehari sebagai akibat dari adanya masukan (intake) makanan dan minuman dengan keluaran (output) melalui urin, fases, keringat dan nafas. Besarnya fluktuasi tergantung pada kelompok umur dan bersifat sangat individual, yang berkisar antara 100-200 gram sampai 500-1000 gram, bahkan lebih. Cara paling baik dalam mengukur berat badan anak adalah dengan menggunakan timbangan gantung (dacin).

Berat badan merupakan salah satu ukuran yang memberikan gambaran massa tubuh, termasuk cairan tubuh. Berat badan sangat peka terhadap perubahan yang mendadak, baik karena penyakit infeksi maupun konsumsi makanan yang menurun. Berat badan harus selalu dipantau agar dapat memberikan informasi yang memungkinkan intervensi gizi sedini mungkin guna mengatasi kecenderungan perubahan berat badan yang tidak dikehendaki (Adriani, 2012).

(62)

keadaan gizi masa lalu dan sekarang yang terdiri dari gemuk, normal, kurus dan kurus sekali (Indonesian Nutrition Network Forum, 2005).

Status gizi anak dapat diklasifikasikan menjadi :

1. Status gizi baik, yaitu keadaan dimana asupan zat gizi sesuai penggunaan untuk aktivitas tubuh. Adanya keseimbangan antara perkembangan dengan berat badan dan umur si anak. Anak-anak dikategorikan berstatus gizi baik dan sehat menurut Departemen Kesehatan RI, dalam Soegeng dan Lies (2003) adalah sebagai berikut : a. Tumbuh dengan normal, b. Tingkat perkembangan sesuai dengan tingkat umurnya, c. Mata bersih dan bersinar, d. Bibir dan lidah tampak segar, e. Nafsu makan baik, f. Kulit dan rambut tampak bersih dan tidak kering, g. Mudah menyesuaikan diri dengan lingkungannya.

2. Status gizi lebih, yaitu suatu keadaan diakibatkan kelebihan dalam mengonsumsi makanan. Keadaan ini sangat berkaitan dengan kelebihan energi dalam makanan yang dikonsumsi terhadap kebutuhannya. Orang-orang yang kelebihan berat badan diakibatkan karena jaringan lemak yang tidak aktif. Kondisi ini meningkatkan beban kerja terutama kerja jantung (Djaeni, 2000).

(63)

2.6.3. Pengaruh Karakteristik Keluarga dan Pola Asuh

Hasil penelitian Suranadi dan Dewi (2009) menunjukkan bahwa peningkatan besar keluarga beruhubungan positif terhadap status gizi balita. Keluarga yang memiliki banyak anak maka perhatian ibu dalam mengasuh anak akan berkurang dan sedikit.

Hasil penelitian Anindita (2010) didapat sebagai berikut, pendidikan akan mempengaruhi pada tingkat pengetahuan dan sikap yang akhirnya berpengaruh terhadap tindakan dan pola asuh kepada balita. Pola asuh akan berpengaruh terhadap status gizi balita. Oleh karena itu, pendidikan tinggi disertai dengan pengetahuan akan gizi tinggi maka akan berpengaruh positif terhadap pola asuh dan status gizi balita.

Penelitian Supriatin (2004), dengan judul analisis faktor-faktor yang mempengaruhi pola asuh makan dan hubungannya dengan status gizi balita. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa karakteristik keluarga (besar keluarga, umur orangtua, pendidikan orangtua, tingkat pengetahuan gizi ibu, umur anak dan jarak kelahiran anak), yang berpengaruh terhadap pola asuh makan dengan menggunakan uji regresi linier berganda yaitu pendidikan ibu. Pendidikan ibu yang tinggi disertai dengan pengetahuan yang baik maka akan berdampak positif terhadap pola asuh makan yang baik terhadap balita.

2.6.4. Pengaruh Pola Asuh dengan Status Gizi

(64)

perkembangan anak. Pola asuh yang tidak sesuai dapat menyebabkan anak tidak mau makan, atau tidak mengonsumsi makanan yang seimbang, dan mudah terserang penyakit yang kemudian berpengaruh terhadap status gizi (Soekirman, 2000).

Menurut penelitian Hafrida (2004) menyatakan dari 40 ibu yang diteliti, terdapat 30 (75 persen) ibu dengan pola asuh yang baik mempunyai status gizi anak yang baik pula, dan 10 (25 persen) ibu dengan pola asuh yang tidak baik dengan status gizi anak kurang. Dengan demikian dapat disimpulkan jika pola asuh anak dalam keluarga baik tentunya tingkat konsumsi pangan anak semakin baik sehingga mempengaruhi status gizi anak.

2.7. Landasan Teori

Status gizi adalah keadaan tubuh yang tidak seimbang antara asupan gizi dengan kebutuhan. Ketersediaan gizi pada tingkat seluler dibutuhkan untuk pertumbuhan, pemeliharaan dan menjalankan fungsi tubuh. Status gizi kurang biasanya disebabkan asupan gizi yang tidak seimbang serta penyakit infeksi.

(65)

yang sangat penting karena akan mempengaruhi proses tumbuh kembang balita. Pola pengasuhan ibu yang diberikan kepada anaknya berkaitan erat dengan keadaan ibu itu sendiri, terutama pendidikan, kesehatan, pengetahuan serta keterampilan ibu tentang pengasuhan anak (Suharsi, 2001).

(66)

Dampak KURANG GIZI

Penyebab langsung

Makan

Tidak Seimbang Penyakit Infeksi

Penyebab

Pengangguran , inflas,i kurang pangan dan kemiskinan

Krisis Ekonomi, Politik dan Sosial

(67)

2.8 Kerangka Konsep

Gambar 2.2. Kerangka Konsep Penelitian

Variabel yang dianalisis dalam penelitian ini adalah variabel karakteristik keluarga yang dilihat dari pendidikan ibu, pekerjaan, pendapatan keluarga, dan pengetahuan ibu, serta variabel pola asuh yang dilihat dari pola asuh makan, pola asuh diri dan pola asuh kesehatan. Variabel karakteristik keluarga merupakan variabel yang berpengaruh terhadap pola asuh dan status gizi balita, dan variabel pola asuh merupakan variabel yang berpengaruh terhadap status gizi balita.

Karakteristik Keluarga - Pendidikan - Pekerjaan - Pendapatan - Pengetahuan

Pola Asuh

- Asuh Makan - Asuh Diri - Asuh Kesehatan

(68)

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan jenis penelitian observasional dengan desain potong lintang (cross sectional study) dimana variabel independen dan variabel dependen diukur dalam waktu bersamaan.

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan di wilayah kerja Puskesmas Keudeu Geureubak Kecamatan Banda Alam Kabupaten Aceh Timur pada tahun 2013. Pemilihan tempat dilakukan dengan pertimbangan di Puskesmas Keude Geureubak Kecamatan Banda Alam Kabupaten Aceh Timur, masih banyak ditemukan remaja (110 orang) yang melakukan pernikahan dini (15-19 tahun). Wilayah kerja Puskesmas Keude Geureubak Kecamatan Banda Alam Kabupaten Aceh Timur saat ini terdiri dari 16 desa. Waktu penelitian dilakukan mulai dari pembuatan proposal tesis pada bulan Januari 2013 sampai bulan Juli 2013. Pengambilan data dilakukan pada bulan Mei-Juni.

3.3. Populasi dan Sampel

(69)

Menurut Sugiono (2009), populasi merupakan seluruh subjek atau objek dengan karakteristik tertentu yang akan diteliti, bukan hanya objek atau subjek yang dipelajari saja tetapi seluruh karakteristik atau sifat yang dimiliki subjek atau objek tersebut. Populasi juga diartikan sebagai kumpulan orang, individu, atau objek yang akan diteliti sifat-sifat atau karakteristiknya.

Sampel merupakan bagian dari populasi yang diteliti jumlahnya. Teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik purposive sampling, yaitu pengambilan sampel yang dilakukan tidak berdasarkan strata, kelompok atau acak tetapi berdasarkan pertimbanagan/tujuan penelitian.

Sampel adalah seluruh wanita yang melakukan pernikahan dini (15-19) tahun yang memiliki balita (0-59 bulan) berjumlah 104 balita.

Adapun kriteria sampel adalah sebagai berikut :

- Jika dalam satu keluarga mempunyai anak balita usia 0-59 bulan lebih dari satu anak, maka yang dijadikan sampel adalah anak dengan usia yang lebih muda.

3.4. Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

(70)

pendapatan dan pengetahuan) serta pola asuh (pola asuh makan, pola asuh diri dan pola asuh kesehatan).

2. Data sekunder yaitu data yang diperoleh dari instansi-instansi terkait yakni data yang meliputi jumlah populasi dan gambaran tempat penelitian yang diambil dari Puskesmas Keude Geureubak dan Kantor Kecamatan Banda Alam meliputi berbagai data sosial ekonomi penduduk serta literatur-literatur penunjang lainnya.

Gambar

Tabel 2.1 Pola Pemberian Makanan Balita
Tabel 2.1 (Lanjutan)
Tabel 2.2     Penilaian Status gizi berdasarkan indeks antropometri BB/U, TB/U
Gambar 2.1. Bagan Faktor Penyebab Kurang Gizi (Disesuaikan dari UNICEF,1998 dalam Soekirman 1999/2000 dan Baliwati 2004
+7

Referensi

Dokumen terkait

Variabel terikat dari penelitian ini adalah motivasi belajar dan model Teams Games Tournament (TGT) matematika dengan pokok bahasan keliling dan luas daerah persegi, persegi

Distributor Alat Penetas Telor Ayam Untuk Pemesanan Silakan SMS : 081 945

Peningkatan Produksi, Produktivitas dan Mutu Tanaman Rempah dan

Berdasarkan uraian tersebut, peneliti tertarik untuk mengangkat permasalahan ini sebagai skripsi dengan judul: “Pengaruh Atribut Produk dan Persepsi Harga Terhadap

Rumusan masalah apakah keputusan investasi berpengaruh terhadap nilai perusahaan yang tergabung perusahaan dalam Jakarta Islamic Index. Apakah keputusan pendanaan

Jadi untuk seterusnya, perlu dikembangkan lebih lanjut, dengan mengunakan rancang bangun model sistem pendeteksian pelanggaran lampu merah ini membantu Polisi

Produk Industri Kehutanan (ETPIK) oleh Direktur Jenderal. Perusahaan industri kehutanan yang dapat diakui sebagai ETPIK adalah perusahaan industri kehutanan yang telah

Puji syukur dan terima kasih penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan kasihnya penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini dengan