PERBEDAAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH DAN KOMUNIKASI MATEMATIS ANTARA SISWA YANG
DIBERI PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE TPS DENGAN NHT DI SMPN 4 PERCUT
TESIS
Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan dalam Memperoleh Gelar Megister Pendidikan pada
Program Studi Pendidikan Matematika
Oleh:
MINTA ITO SIMAMORA
NIM: 8136172053
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS NEGERI MEDAN
Lembar Pengesahan Tesis
PERBEDAAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH DAN KOMUNIKASI MATEMATIS ANTARA SISWA YANG
DIBERI PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE TPS DENGAN NHT DI SMPN 4 PERCUT
TESIS
Disusun dan diajukan oleh:
MINTA ITO SIMAMORA
NIM: 8136172053
Menyetujui: Tim Pembimbing
Pembimbing I Pembimbing II
Prof. Dr. Asmin, M.Pd NIP. 195708041985031002
Dr. Yulita Molliq Rangkuti, M.Sc NIP. 19760122 200912 2 001
Mengetahui: Ketua Program Studi Pendidikan Matematika
i
ABSTRAK
MINTA ITO SIMAMORA. Perbedaan Kemampuan Pemecahan Masalah dan Komunikasi Matematis Antara Siswa yang Diberi Pembelajaran Kooperatif Tipe TPS dengan NHT di SMP Negeri 4 Percut. Tesis. Medan: Program Studi Pendidikan Matematika Program Pascasarjana Universitas Negeri Medan (UNIMED). 2016.
Kata Kunci : Pembelajaran Kooperatif Tipe Think Pair Share (TPS) Number Head Together (NHT), Kemampuan Pemecahan Masalah dan Kemampuan Komunikasi Matematis
Penelitian ini bertujuan untuk: (1) menganalisis apakah terdapat perbedaan yang signifikan terhadap kemampuan pemecahan masalah matematis antara siswa yang diberi pembelajaran kooperatif tipe TPS dengan NHT. (2) menganalisis apakah terdapat perbedaan yang signifikan terhadap kemampuan komunikasi matematis
antara siswa yang diberi pembelajaran kooperatif tipe TPS dengan NHT. (3) menganalisis apakah terdapat interaksi yang signifikan antara pembelajaran
ii
ABSTRACT
MINTA ITO SIMAMORA. Differences Ability Mathematical Problem Solving and Communication Between Students Given Cooperative Learning TPS with NHT in SMP Negeri 4 Percut. Thesis. Mathematics Education Graduate Program, State University of Medan (UNIMED). 2016.
Keywords: Cooperative Learning Think Pair Share (TPS) Number Head Together (NHT), Problem Solving Ability and Mathematical Communications Capabilities
vi 1.1 Latar Belakang Masalah ...1
1.2 Identifikasi Masalah ...11
1.3 Batasan Masalah ...12
1.4 Rumusan Masalah ...12
1.5 Tujuan Penelitian ...13
1.6 Manfaat Penelitian ...14
1.7 Definisi Operasional ...15
BAB II. KAJIAN TEORITIS 2.1 Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis ...17
2.1.1. Pemecahan Masalah Matematis ...17
2.1.2. Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis ...18
2.2 Kemampuan Komunikasi Matematis ...23
2.2.1. Komunikasi Matematis ...23
2.2.2. Kemampuan Komunikasi Matematis ...24
2.3 Model Pembelajaran Kooperatif ...29
2.4 Model Pembelajaran Kooperatif Tipe TPS ...33
2.5 Model Pembelajaran Kooperatif Tipe NHT ...37
vii
2.7 Model Pembelajaran Kooperatif Tipe NHT dalam Pemecahan
Masalah dan Komunikasi Matematis ... 41
2.8 Kemampuan Awal dalam Belajar Matematika ... 42
2.9 Teori Belajar Pendukung ... 44
2.10 Penelitian yang Relevan ... 48
2.11 Kerangka Konseptual ... 50
2.11.1. Perbedaan Kemampuan Pemecahan Masalah antara Siswa yang diberi Pembelajaran kooperatif Tipe TPS dengan NHT ... 50
2.11.2. Perbedaan Kemampuan Komunikasi Matematis antara Siswa yang diberi Pembelajaran kooperatif Tipe TPS dengan NHT ... 52
2.11.3. Interaksi antara Pembelajaran Matematika (TPS, NHT) dengan Kemampuan Awal (tinggi, sedang, rendah) terhadap Kemampuan Pemecahan Masalah dan Komunikasi Matematis ... 54
2.12 Hipotesis Penelitian ... 55
BAB III. METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian...56
3.2 Tempat dan Waktu Penelitian ...56
3.3 Populasi dan Sampel Penelitian ...57
3.3.1. Populasi Penelitian ...57
3.7.1. Tes Kemampuan Awal Matematika (KAM) ...63
3.7.2. Tes Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis ...65
viii
3.8 Perangkat Pembelajaran ... 70
3.9 Uji Coba Instrumen ... 70
3.9.1. Analisis Validitas Butir Soal ... 71
3.9.2. Analisis Reabilitas Tes ... 74
3.9.3. Tingkat Kesukaran Butir Soal ... 76
3.9.4. Daya Pembeda Butir Soal ... 79
3.10 Teknik Analisis Data... 81
3.10.1. Analisis Statistik Inferensial ... 82
3.11 Prosedur Penelitian ... 89
3.12 Jadwal Kegiatan Penelitian ... 93
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Penelitian ... 95
4.1.1. Deskripsi Kemampuan Awal Matematika ... 96
4.1.1.1. Uji Normalitas Data Kemampuan Awal Matematika (KAM) Siswa ... 98
4.1.1.2. Uji Homogenitas Data Kemampuan Awal Matematika (KAM) Siswa ... 99
4.1.2. Deskripsi Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Siswa ... 101
4.1.2.1. Uji Normalitas Data Posttest Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis ... 102
4.1.2.2. Uji Homogenitas Data Posttest Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis ... 103
4.1.3. Deskripsi Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa ... 105
4.1.3.1. Uji Normalitas Data Posttest Kemampuan Komunikasi Matematis ... 106
4.1.3.2. Uji Homogenitas Data Posttest Kemampuan Komunikasi Matematis ... 107
4.1.4. Uji Hipotesis ... 108
ix
4.1.4.2. Uji Hipotesis Kedua ... 110
4.1.4.3. Uji Hipotesis Ketiga ... 111
4.1.4.4. Uji Hipotesis Keempat ... 113
4.2. Pembahasan Penelitian ... 116
4.2.1. Faktor Pembelajaran... 116
4.2.2. Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis ... 123
4.2.3. Kemampuan Komunikasi Matematis ... 124
4.2.4.Interaksi Antara Pembelajaran dan Kemampuan Awal Matematika Siswa terhadap Kemampuan Pemecahan Masalah dan Komunikasi Matematis Siswa ... 127
4.3. Keterbatasan Penelitian ... 129
BAB V. SIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN 5.1. Kesimpulan ... 133
5.2. Implikasi ... 134
5.3. Saran ... 136
x
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 2.1. Fase-Fase Pembelajaran Kooperatif ... 32
Tabel 2.2. Tahap-Tahap Model Pembelajaran Kooperatif Tipe TPS ... 35
Tabel 3.1. Pemilihan Kelas Sampel Penelitian ... 59
Tabel 3.2. Desain Penelitian ... 60
Tabel 3.3. Keterkaitan Antara Variabel Bebas, Variabel Terikat dan Variabel Kontrol. ... 60
Tabel 3.4. Kriteria Pengelompokan Kemampuan Siswa Berdasarkan KAM ... 65
Tabel 3.5. Kisi- Kisi Tes Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis ... 66
Tabel 3.6. Rubrik Penskoran Tes Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis ... 67
Tabel 3.7. Kisi-Kisi Tes Kemampuan Komunikasi Matematis ... 68
Tabel 3.8. Rubrik Penskoran Tes Kemampuan Komunikasi Matematis ... 69
Tabel 3.9. Interpretasi Validitas Instrumen Tes ... 72
Tabel 3.10. Validasi Uji Coba Butir Soal Tes Kemampuan Awal Matematika ... 73
Tabel 3.11. Validasi Uji Coba Butir Soal Posttest Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis. ... 73
Tabel 3.12. Validasi Uji Coba Butir Soal Posttest Kemampuan Komunikasi Matematis ... 74
Tabel 3.13. Interpretasi Reabilitas Instrumen Tes ... 75
Tabel 3.14. Kriteria Indeks Kesukaran Butir Soal ... 77
Tabel 3.15. Hasil Analisis Tingkat Kesukaran Butir Soal Tes KAM ... 77
Tabel 3.16. Hasil Analisis Tingkat Kesukaran Butir Soal Tes Kemampuan Pemecahan Masalah Matemati ... 78
Tabel 3.17. Hasil Analisis Tingkat Kesukaran Butir Soal Tes Kemampuan Komunikasi Matematis ... 78
Tabel 3.18. Kriteria Daya Pembeda Butir Soal ... 80
Tabel 3.19. Hasil Analisis Daya Pembeda Butir Soal Tes KAM ... 80
Tabel 3.20. Hasil Analisis Daya Pembeda Butir Soal Tes Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis ... 81
Tabel 3.21. Hasil Analisis Daya Pembeda Butir Soal Tes Kemampuan Komunikasi Matematis ... 81
Tabel 3.22. Keterkaitan Rumusan Masalah, Hipotesis, Data, Alat Uji dan Uji Statistik ... 88
Tabel 3.23. Waktu Pelaksanaan Kegiatan Penelitian ... 93
xi
Tabel 4.2. Hasil Uji Normalitas Nilai Kemampuan Awal Matematis ... 98 Tabel 4.3. Hasil Uji Homogenitas Nilai Kemampuan Awal
Matematis Siswa ... 99 Tabel 4.4. Sebaran Sampel Penelitian ... 100 Tabel 4.5. Hasil Uji Normalitas Data Posttest Kemampuan
Pemecahan Masalah Matematis ... 103 Tabel 4.6. Hasil Uji Homogenitas Data Posttest Kemampuan
Pemecahan Masalah Matematis ... 104 Tabel 4.7. Hasil Uji Normalitas Data Posttest Kemampuan Komunikasi
Matematis ... 107 Tabel 4.8. Hasil Uji Homogenitas Varians Posttest Kemampuan
Komunikasi Matematis ... 108 Tabel 4.9. Hasil Perhitungan ANAVA Manual Posttest Kemampuan
Pemecahan Masalah Matematis ... 109 Tabel 4.10. Hasil Perhitungan ANAVA Manual Posttest Kemampuan
Komunikasi Matematis ... 111 Tabel 4.11. Rangkuman Hasil Pengujian Hipotesis Penelitian
Kemampuan Pemecahan Masalah dan Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa pada Taraf
xii
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1.1. Jawaban Tes Kemampuan Pemecahan Masalah
Matematis Siswa ... 5 Gambar 1.2. Jawaban Tes Kemampuan Komunikasi Matematis
Siswa ... 7 Gambar 3.1. Prosedur Penelitian ... 90 Gambar 4.1. Diagram Rerata KAM (tinggi, sedang, dan rendah)
Kelas Eksperimen 1 dan Eksperimen 2 ... 97 Gambar 4.2. Diagram Rerata Posttest Kemampuan Pemecahan
Masalah Matematis Siswa Berdasarkan Indikator ... 101 Gambar 4.3. Diagram Rerata Posttest Kemampuan Komunikasi
Matematis Siswa Berdasarkan Indikator ... 105 Gambar 4.4. Perbandingan Kemampuan Pemecahan Masalah
Matematis Siswa Berdasarkan Pembelajaran
dan KAM ... 114 Gambar 4.5. Perbandingan Kemampuan Komunikasi Matematis
1 BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Pendidikan merupakan bentuk perwujudan kebudayaan manusia yang
dinamis dan sarat perkembangan. Sehingga perubahan atau perkembangan
pendidikan adalah hal yang memang seharusnya terjadi sejalan dengan perubahan
budaya kehidupan. Perubahan dalam arti perbaikan pendidikan pada semua
tingkat terus-menerus dilakukan sebagai antisipasi kepentingan masa depan.
Menurut Trianto (2009: 1) bahwa pendidikan yang mampu mendukung
pembangungan di masa mendatang adalah pendidikan untuk mengembangkan
potensi siswa, sehingga yang bersangkutan mampu menghadapi dan memecahkan
problema yang dihadapi. Konsep pendidikan terasa semakin penting ketika
seseorang harus memasuki kehidupan di masyarakat dan dunia kerja, karena yang
bersangkutan harus mampu menerapkan apa yang dipelajari di sekolah untuk
menghadapi problema yang dihadapi dalam kehidupan sehari-hari saat ini
maupun yang akan datang.
Salah satu cara untuk mengembangkan kemampuan tersebut adalah melalui
kualitas pendidikan matematika. Matematika mempunyai peranan yang sangat
penting dalam mengantisipasi tantangan masa depan yang semakin rumit dan
kompleks. Oleh karena itu pembelajaran matematika memiliki struktur dan
keterkaitan yang kuat dan jelas antar konsepnya, sehingga memungkinkan siswa
terampil berpikir rasional. Soedjadi (1991: 33) mengemukakan bahwa matematika
2
Ujian Nasional (UN). Pendidikan matematika harus diarahkan kepada
menumbuhkembangkan kemampuan yang transferabel dalam kehidupan siswa
kelak.
Matematika sebagai salah satu sarana berpikir ilmiah sangat diperlukan
untuk menumbuh kembangkan kemampuan berpikir logis, sistematis dan kritis.
Demikian pula matematika merupakan pengetahuan dasar yang diperlukan untuk
menunjang keberhasilan dalam menempuh pendidikan yang lebih tinggi, bahkan
diperlukan oleh semua orang dalam kehidupan sehari-hari.
Upaya meningkatkan kualitas pendidikan terus dilakukan. Namun, mutu
pendidikan belum menunjukkan hasil yang sebagaimana yang diharapkan. Kenyataan ini terlihat dari hasil belajar yang diperoleh siswa masih sangat rendah,
khususnya mata pelajaran matematika.
Keluhan terhadap rendahnya hasil belajar matematika siswa dari jenjang
pendidikan terendah sekolah dasar sampai perguruan tinggi tidak pernah hilang.
Rendahnya hasil belajar matematika siswa tampak pada ketidaklulusan siswa
yang sebagian besar disebabkan tidak tercapainya nilai batas lulus yang telah
ditetapkan.
Trianto (2009: 6) menjelaskan bahwa kenyataan di lapangan siswa hanya
menghapal konsep dan kurang mampu menggunakan konsep tersebut jika
menemukan masalah dalam kehidupan nyata yang berhubungan dengan konsep
yang dimiliki. Lebih jauh lagi bahkan siswa kurang mampu menentukan masalah
3
Rendahnya hasil belajar matematika dapat ditinjau dari lima aspek dalam
pembelajaran matematika secara umum yang dirumuskan oleh National Council of Teachers of Mathematic (NCTM: 2000) :
“Menggariskan peserta didik harus mempelajari matematika melalui pemahaman dan aktif membangun pengetahuan yang dimiliki sebelumnya. Untuk mewujudkan hal itu, pembelajaran matematika dirumuskan lima tujuan umum yaitu: pertama, belajar untuk berkomunikasi; kedua, belajar untuk bernalar; ketiga, belajar untuk memecahkan masalah; keempat, belajar untuk mengaitkan ide; dan kelima, pembentukan sikap positif terhadap matematika”.
Dalam kehidupan sehari-hari, kita tidak terlepas dari sesuatu yang namanya
masalah, sehingga pemecahan masalah merupakan fokus utama dalam
pembelajaran matematika. Pemecahan masalah matematika merupakan hal yang
sangat penting, sehingga menjadi tujuan umum pengajaran matematika bahkan
sebagai jantungnya matematika, lebih mengutamakan proses daripada hasil dan
sebagai fokus dari matematika sekolah dan bertujuan untuk membantu dalam
mengembangkan berpikir secara matematis. Tidak semua pertanyaan merupakan
suatu masalah. Suatu pertanyaan akan menjadi masalah hanya jika pertanyaan itu
menunjukkan adanya suatu tantangan yang tidak dapat dipecahkan oleh prosedur
rutin yang sudah diketahui oleh siswa. Apabila kita menerapkan pengetahuan
matematika, keterampilan atau pengalaman untuk memecahkan suatu dilema atau
situasi yang baru atau yang membingungkan, maka kita sedang memecahkan
masalah. Untuk menjadi seorang pemecah masalah yang baik, siswa
membutuhkan banyak kesempatan untuk menciptakan dan memecahkan masalah
dalam bidang matematika dan dalam konteks kehidupan nyata.
Namun kenyataan di lapangan proses pembelajaran matematika yang
4
pengembang strategi pembelajaran di kelas. Siswa mengalami kesulitan dalam
belajar matematika, khususnya dalam menyelesaikan soal yang yang berhubungan
dengan kemampuan pemecahan masalah matematis sebagaimana diungkapkan
Sumarmo (2005: 32) bahwa kemampuan siswa dalam menyelesaikan masalah
matematika pada umumnya belum memuaskan. Kesulitan yang dialami siswa
paling banyak terjadi pada tahap melaksanakan perhitungan dan memeriksa hasil
perhitungan. Sehubungan dengan itu, dalam penelitian Husna (2013: 87)
mengungkapkan bahwa perolehan skor pretes untuk kemampuan pemecahan
masalah matematis pada kelas eksperimen mencapai rerata 6,30 yang tergolong
masih rendah.
Hal ini juga diperkuat dari hasil observasi dan wawancara awal yang
dilakukan peneliti di SMP Negeri 4 Percut Sei Tuan. Saat peneliti mewawancarai
Ibu Hadijah salah satu guru matematika kelas VIII di SMP Negeri 4 Percut pada
awal bulan November 2014. Beliau mengatakan bahwa siswa SMP Negeri 4
Percut pada saat ulangan kompetensi dasar, para siswa masih mengalami kesulitan
dalam memahami dan menyelesaikan soal-soal berbentuk pemecahan masalah dan
komunikasi matematis termasuk pada materi sistem persamaan linier dua variabel
khususnya dalam bentuk soal cerita dan soal non rutin. Hal ini berdasarkan nilai
rata-rata hasil ulangan siswa yaitu 64,7 masih di bawah nilai KKM yang ditetapkan.
Nilai KKM yang ditetapkan oleh sekolah adalah 75. Selain itu, selama peneliti
melakukan pengamatan, peneliti mengamati bahwa para siswa cenderung pasif
dalam mengikuti proses pembelajaran matematika di dalam kelas. Siswa
cenderung merasa takut dan cemas saat mengemukakan pendapatnya, bahkan para
5
Dari penjelasan di atas diharapkan siswa dapat menyelesaikan masalah
apapun yang terdapat pada pelajaran matematika dan dapat menghubungkannya
dengan kehidupan nyata siswa. Adapun contoh soal kemampuan pemecahan
masalah matematis yang diberikan yaitu :
Berikut ini merupakan salah satu jawaban siswa dari soal tersebut.
Gambar. 1.1. Jawaban Tes Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Siswa
Pada soal tersebut siswa merasa kesulitan menghubungkan masalah yang
disajikan dengan konsep yang ada, karena pemahaman siswa hanya sebatas
membaca soal yang ada tanpa memahaminya. Berdasarkan jawaban siswa tersebut
menunjukkan banyak siswa mengalami kesulitan untuk memahami maksud soal
tersebut, merumuskan apa yang diketahui serta yang ditanyakan dari soal tersebut,
merencanakan penyelesaian soal tersebut serta strategi penyelesaian dari jawaban Pada toko “ AGUNG “ Maya membeli 3 buku dan 2 pulpen
6
yang dibuat siswa belum benar. Hal ini sangat berpengaruh terhadap kemampuan
siswa dalam menyelesaikan masalah. Berdasarkan hasil tes yang diperoleh bahwa
dari 27 siswa hanya 6 siswa yang dapat menjawab soal tersebut dengan benar,
sedangkan 21 siswa yang tidak dapat menjawab soal tersebut dengan benar. Hal
ini menunjukkan bahwa kemampuan pemecahan masalah siswa masih rendah.
Di samping kemampuan pemecahan masalah matematis siswa, kemampuan
komunikasi matematis siswa juga rendah. Sebagaimana ditunjukkan oleh Ansari
(2012: 70) “Hasil penelitian komunikasi matematika hasil observasi dilapangan
yang dilakukan terhadap siswa kelas X dibeberapa SMA Negeri NAD juga
menunjukkan bahwa rata-rata siswa terlihat kurang terampil berkomunikasi untuk
menyampaikan informasi seperti menyatakan ide, mengajukan pertanyaan dan
menaggapi pendapat orang lain. Mereka cenderung bersifat pasif atau pendiam
ketika guru mengajukan pertanyaan untuk mengecek pemahaman siswa dan siswa
juga masih terlihat malu-malu atau segan untuk bertanya ketika guru menyediakan
waktu untuk bertanya”.
Hal ini juga diperkuat oleh Suryadi (Marlina, 2014: 85) menyebutkan bahwa
kemampuan siswa Indonesia dalam komunikasi matematis sangat jauh di bawah
negara-negara lain, sebagai contoh untuk permasalahan matematik yang
menyangkut kemampuan komunikasi matematis, siswa Indonesia yang berhasil
menjawab benar hanya 5% dan jauh di bawah negara seperti Singapura, Korea,
dan Taiwan yang mencapai lebih dari 50%. Selanjutnya, hasil tes yang diberikan
kepada siswa kelas VIII SMPN 4 Percut menunjukkan bahwa kemampuan
7
menyelesaikan soal yang mengukur kemampuan komunikasi matematis berikut
ini.
Berikut ini merupakan salah satu jawaban siswa dari soal tersebut.
Gambar. 1.2. Jawaban Tes Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa
Pada soal tersebut siswa diminta untuk menuliskan kalimat soal diatas
dalam bentuk persamaan dengan peubah x dan y serta diperoleh buku untuk
peubah x dan pensil untuk peubah y. Selanjutnya, siswa diminta untuk
menyelesaikan persamaan tersebut dan diperoleh dengan cara menggunakan
metode eliminasi dalam SPLDV. Kemudian siswa diminta untuk menentukan
harga untuk 4 buku dan 3 pensil. Setelah itu, siswa diminta untuk memeriksa Harga sebuah buku dan sebuah pensil Rp. 5.500,- harga 2 buku
dan 3 buah pensil Rp. 12.500;
a. Nyatakan kalimat diatas dalam bentuk persamaan dengan peubah x dan y!
b. Selesaikan persamaan itu!
8
kembali hasil yang diperoleh pada pertanyaan c dan diperoleh harga untuk 4 buku
dan 3 pensil adalah Rp. 20.500,-
Jawaban siswa tersebut menunjukkan bahwa siswa tidak dapat menyatakan
hal-hal yang diketahui dan ditanyakan dari soal tersebut secara lengkap.
Berdasarkan hasil tes diperoleh bahwa dari 27 siswa hanya 7 siswa yang dapat
menjawab soal tersebut dengan benar, sedangkan 20 siswa yang tidak dapat
menjawab soal tersebut dengan benar. Hal ini menunjukkan bahwa kemampuan
komunikasi matematis siswa masih rendah.
Selain itu, proses pembelajaran membutuhkan metode yang tepat, karena
setiap siswa memiliki kemampuan yang berbeda-beda. Kesalahan menggunakan
metode dapat menghambat tercapainya tujuan pendidikan yang diinginkan bahkan
hal tersebut dapat mempengaruhi kemampuan pemecahan masalah dan
komunikasi matematis siswa. Dari beberapa model pembelajaran, ada model
pembelajaran yang dapat memicu peningkatan kemampuan pemecahan masalah
dan komunikasi matematis siswa dalam menyelesaikan soal-soal matematika yaitu
model pembelajarn kooperatif. Pada dasarnya, pembelajaran kooperatif adalah
suatu proses sederhana tetapi bebeda dengan pembelajaran konvensional. Dalam
pembelajaran ini siswa harus dapat mengembangkan keterampilan dan
pemahamannya untuk bekerjasama dalam menyelesaikan permasalahan yang
diberikan oleh guru. Di sini yang paling penting adalah siswa berbagi ide dan
bekerjasama untuk mencapai tujuan bersama. Setiap anggota tim memainkan
perana penting dalam penyelesaian masalah. Mereka harus belajar bahwa
9
Dari beberapa pembelajaran kooperatif, ada dua pembelajaran kooperatif
yang menarik dan dapat membantu siswa dalam kemampuan pemecahan masalah
dan komunikasi matematis. Pembelajaran tersebut adalah pembelajaran kooperatif
tipe TPS dan NHT. Pembelajaran kooperatif tipe TPS adalah pembelajaran yang menekankan penggunaan struktur tertentu yang dirancang untuk mempengaruhi
interaksi siswa dengan cara menuntut siswa berpikir sendiri serta bekerja sama
dengan orang lain untuk memahami suatu konsep sesuai dengan masalah yang
disajikan.
Sebagai langkah awal adalah Think yaitu berfikir, setiap siswa diberi kesempatan untuk membaca, memahami dan memikirkan kemungkinan jawaban
dan membuat catatan tentang hal-hal yang tidak dipahaminya. Hal ini dilakukan
agar setiap siswa memiliki ide-ide dalam penyelesaian masalah yang disajikan.
Pada tahap ini secara individu siswa harus berusaha menganalisis masalah,
dimana hasil pemikiran tersebut harus bisa dijelaskannya kepada teman
kelompoknya. Kemudian Pair yaitu berpasangan dimana pada tahap ini siswa mendiskusikan hasil pemikiran sendiri dengan pasangan kelompoknya yang sudah
ditentukan. Dalam tahap ini siswa harus bisa menentukan metode penyelesaian
yang lebih tepat dari banyaknya argumen yang ada dalam menyelesaikan masalah.
Menyatukan semua informasi yang diperoleh dari pasangannya membantu siswa
menemukan ide yang tepat dalam menyelesaikan masalah. Hasil akhir dari kerja
pasangan akan didiskusikan pada tahap Share yaitu berbagi, dimana guru meminta pada setiap pasangan kelompok untuk berbagi dengan seluruh kelas
tentang apa yang telah didiskusikan dengan pasangannya. Pada tahap Share ini
10
diperolehnya dari pasangan yang lain untuk mendapatkan ide yang tepat dalam
menyelesaikan masalah. Setiap tahapan dalam pembelajaran kooperatif tipe TPS
ini, siswa dilatih dan dibiasakan memahami setiap persoalan dengan lebih teliti
sebelum mengambil kesimpulan.
Sedangkan pembelajaran kooperatif tipe NHT adalah pembelajaran dalam
kelompok-kelompok kecil yang terdiri dari 3-5 anggota dan masing-masing
anggota diberi nomor. Dalam pembelajaran ini guru melibatkan aktivitas siswa
dengan berpikir bersama kelompok untuk menelaah materi dan menyelesaikan
pertanyaan yang diberikan oleh guru, selain itu adanya penomoran masing-masing
anggota mendorong siswa untuk lebih bertanggungjawab dalam menyelesaikan
pertanyaan dari guru karena bisa jadi nomor siswa yang dipanggil oleh guru untuk
menyampaikan hasil diskusi kelompoknya.
Beberapa penelitian yang telah dilakukan berkaitan dengan model
pembelajaran kooperatif tipe NHT menunjukkan bahwa model pembelajaran
tersebut memberikan efektivitas yang lebih baik dibandingkan dengan model
pembelajaran yang lain. Penelitian oleh Robertus Margana (Nurrofiq, 2014: 623)
menyimpulkan bahwa penggunaan pembelajaran kooperatif tipe NHT
menghasilkan prestasi belajar matematika yang lebih baik daripada pembelajaran
langsung. Hal ini menunjukkan bahwa model pembelajaran kooperatif tipe NHT
bisa menjadi alternatif dalam usaha untuk meningkatkan prestasi belajar
matematika siswa.
Dari kedua pembelajaran kooperatif di atas, dimana setiap tahapan
pembelajaran kooperatif tipe TPS dengan NHT berpotensi meningkatkan
11
memahami bahasa dan simbol matematika untuk menyelesaikan suatu
permasalahan yang jauh berbeda dengan konsep awal yang dipahami siswa.
Berdasarkan latar belakang dan kelebihan model pembelajaran tersebut, penulis
ingin mengetahui apakah ada perbedaan kemampuan pemecahan masalah dan
komunikasi matematis antara siswa yang diberi pembelajaran kooperatif tipe TPS
dengan NHT.
1.2. Identifikasi Masalah
Berdasarkan uraian pada latar belakang di atas, dapat diidentifikasi beberapa
permasalahan, sebagai berikut :
1.Hasil belajar matematika siswa masih rendah.
2.Kemampuan pemecahan masalah matematis siswa masih rendah, sehingga
siswa kurang mampu untuk memahami masalah, merencanakan penyelesaian,
menyelesaikan masalah, dan melakukan pengecekan.
3.Kemampuan komunikasi matematis siswa masih rendah, sehingga siswa
kurang mampu menyatakan suatu situasi, gambar, menggeneralisasi dan
mengungkapkan kembali suatu uraian matematika dalam bahasa sendiri.
4.Minat siswa dalam belajar matematika masih rendah.
5.Guru belum menggunakan pembelajaran yang memperhatikan kemampuan
awal matematika siswa.
6.Guru belum menggunakan pembelajaran yang melibatkan siswa aktif dalam
12
1.3. Batasan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah dan identifikasi masalah di atas, maka
perlu adanya batasan masalah agar penelitian ini lebih terfokus pada permasalahan
yang akan diteliti. Batasan masalah dalam penelitian ini adalah perbedaan
kemampuan pemecahan masalah dan komunikasi matematis siswa serta interaksi
antara kemampuan awal matematis siswa dan model pembelajaran terhadap
kemampuan pemecahan masalah dan komunikasi matematis siswa SMP Negeri 4
Percut Sei Tuan melalui pembelajaran kooperatif tipe TPS dengan NHT.
1.4. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah, identifikasi masalah, batasan masalah
di atas, terdapat beberapa faktor yang menjadi perhatian peneliti untuk dikaji dan
dianalisis lebih lanjut dalam penelitian ini adalah:
1. Apakah terdapat perbedaan yang signifikan terhadap kemampuan pemecahan
masalah matematis antara siswa yang diberi pembelajaran kooperatif tipe TPS
dengan NHT?
2. Apakah terdapat perbedaan yang signifikan terhadap kemampuan komunikasi
matematis antara siswa yang diberi pembelajaran kooperatif tipe TPS dengan
NHT?
3. Apakah terdapat interaksi yang signifikan antara pembelajaran matematika
(TPS, NHT) dengan kemampuan awal (tinggi, sedang, rendah) terhadap
13
4. Apakah terdapat interaksi yang signifikan antara pembelajaran matematika
(TPS, NHT) dengan kemampuan awal (tinggi, sedang, rendah) terhadap kemampuan komunikasi matematis siswa?
1.5. Tujuan Penelitian
Secara umum penelitian ini bertujuan untuk memperoleh gambaran tentang
perbedaan model pembelajaran kooperatif tipe TPS dan model pembelajaran
NHTterhadap kemampuan pemecahan masalah dan komunikasi matematis siswa.
Sedangkan secara khusus penelitian ini bertujuan untuk :
1. Menganalisis apakah terdapat perbedaan yang signifikan terhadap kemampuan
pemecahan masalah matematis antara siswa yang diberi pembelajaran
kooperatif tipe TPS dengan NHT.
2. Menganalisis apakah terdapat perbedaan yang signifikan terhadap kemampuan
komunikasi matematis antara siswa yang diberi pembelajaran kooperatif tipe
TPS dengan NHT.
3. Menganalisis apakah terdapat interaksi yang signifikan antara pembelajaran
matematika (TPS, NHT) dengan kemampuan awal (tinggi, sedang, rendah) terhadap kemampuan pemecahan masalah matematis siswa.
4. Menganalisis apakah terdapat interaksi yang signifikan antara pembelajaran
14
1.6. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan akan memberikan informasi dalam memperbaiki
proses pembelajaran matematika dengan menerapkan pembelajaran kooperatif
tipe TPS dengan NHT. Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat :
1. Untuk Guru Matematika dan Sekolah
Memberi alternatif atau variasi model pembelajaran matematika untuk
dikembangkan agar menjadi lebih baik dalam pelaksanaannya dengan cara
memperbaiki kelemahan dan kekurangannya serta mengoptimalkan pelaksanaan
hal-hal yang telah dianggap baik sehingga dapat menjadi salah satu upaya untuk
meningkatkan prestasi belajar siswa dalam mata pelajaran matematika secara
umum dan meningkatkan kemampuan pemecahan masalah dan komunikasi
matematis secara khusus.
2. Untuk Kepala Sekolah
Memberikan izin kepada setiap guru untuk mengembangkan model-model
pembelajaran untuk meningkatkan kemampuan pemecahan masalah dan
komunikasi matematis pada khususnya dan hasil belajar matematika siswa pada
umumnya.
3. Untuk Siswa
Penerapan pembelajaran kooperatif tipe TPS dengan NHT selama penelitian
pada dasarnya memberi pengalaman baru dan mendorong siswa terlibat aktif
dalam pembelajaran agar terbiasa melakukan keterampilan-keterampilan
melakukan pemecahan masalah dan komunikasi matematis dan hasil belajar siswa
meningkat juga pembelajaran matematika menjadi lebih bermakna dan
15
4. Bagi Peneliti
Memberikan sumbangan pemikiran kepada peneliti lain tentang perbedaan
kemampuan pemecahan masalah dan komunikasi matematika siswa melalui
pembelajaran kooperatif tipe TPS dengan NHT.
1.7. Definisi Operasional
Untuk menghindari terjadinya perbedaan penafsiran terhadap istilah-istilah
yang terdapat pada rumusan masalah dalam penelitian ini, perlu dikemukakan
definisi operasional sebagai berikut :
1. Kemampuan pemecahan masalah matematis adalah kemampuan siswa
dalam menyelesaikan masalah matematika dengan memperhatikan proses
menemukan jawaban berdasarkan langkah-langkah pemecahan masalah, yaitu
: (1) memahami masalah, (2) merencanakan penyelesaian/memilih strategi
penyelesaian yang sesuai, (3) melaksanakan penyelesaian menggunakan
strategi yang direncanakan, dan (4) memeriksa kembali kebenaran jawaban
yang diperoleh.
2. Kemampuan komunikasi matematis yang dimaksud adalah kemampuan
komunikasi secara tulisan atau tertulis yang diukur berdasarkan kemampuan
siswa dalam menjawab soal tes kemampuan komunikasi matematik berbentuk
uraian yang terdiri dari tiga kemampuan: (1) menyatakan masalah kehidupan
sehari-hari ke dalam simbol atau bahasa matematis, (2) menginterpretasikan
gambar ke dalam model matematika, (3) menuliskan informasi dari
16
3. Pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Share (TPS) adalah jenis
pembelajaran kooperatif yang dirancang untuk mempengaruhi pola interaksi
siswa. Model pembelajaran dengan mengacu pada 3 tahap, yaitu: (1) Think
(berpikir), (2) Pair (berpasangan), (3) Share (berbagi).
4. Pembelajaran kooperatif tipe Number Head Together (NHT) adalah pembelajaran kooperatif yang melibatkan lebih banyak siswa dalam review
berbagai materi yang dibahas dalam sebuah pelajaran dan untuk memeriksa
pemahaman mereka tentang pelajaran itu (Arends, 2008: 16).
5. Kemampuan awal siswa adalah kecakapan matematika yang sudah dimiliki
siswa sebelum mempelajari materi selanjutnya diukur melalui pemberian tes
mengenai materi yang telah dipelajari oleh siswa. Dari hasil tes tersebut maka
siswa akan dikelompokkan menjadi siswa yang memiliki kemampuan awal
133 BAB V
KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis, temuan dan pembahasan yang telah
dikemukakan pada bab sebelumnya, dapat diambil beberapa kesimpulan yang
berkaitan dengan faktor pembelajaran, kemampuan awal matematis, kemampuan
pemecahan masalah matematis, dan kemampuan komunikasi matematis.
Kesimpulan-kesimpulan tersebut adalah:
1. Tidak terdapat perbedaan kemampuan pemecahan masalah matematis antara
siswa yang diberi pembelajaran kooperatif tipe TPS dengan NHT. Rata-rata
kemampuan pemecahan masalah matematis siswa yang diberi
pembelajaran TPS adalah 28,64 sedangkan rata-rata kemampuan
pemecahan masalah matematis siswa yang diberi pembelajaran NHT
adalah 22,20.
2. Tidak terdapat perbedaan kemampuan komuniksi matematis antara siswa
yang diberi pembelajaran kooperatif tipe TPS dengan NHT. Rata-rata
kemampuan komuniksi matematis siswa yang diberi pembelajaran TPS
adalah 13,40 sedangkan rata-rata kemampuan komuniksi matematis
siswa yang diberi pembelajaran NHT adalah 11,72.
3. Tidak terdapat interaksi antara pembelajaran dengan kemampuan awal
matematis siswa terhadap kemampuan pemecahan masalah matematis
134
NHT) dan kemampuan awal matematis siswa (tinggi, sedang dan rendah)
tidak memberikan pengaruh secara bersama-sama yang signifikan terhadap
kemampuan pemecahan masalah matematis. Dengan
21
4. Tidak terdapat interaksi antara pembelajaran dengan kemampuan awal
matematis siswa terhadap kemampuan komunikasi matematis siswa. Hal ini
juga diartikan bahwa interaksi antara pembelajaran (TPS dan NHT) dan
kemampuan awal matematis siswa (tinggi, sedang dan rendah) tidak
memberikan pengaruh secara bersama-sama yang signifikan terhadap
kemampuan komunikasi matematis. Dengan Fhitung0,056Ftabel 3,21
maka H0 diterima.
5.2 Implikasi
Fokus utama dalam penelitian ini adalah menganalisis perbedaan
kemampuan pemecahan masalah dan komunikasi matematis siswa antara yang
diberi pembelajaran kooperatif tipe TPS dengan siswa yang diberi pembelajaran
kooperatif tipe NHT. Tahapan yang dilakukan dalam pembelajaran ini, diawali
dengan pemberian tantangan atau masalah kontekstual bagi siswa, kemudian
mereka menyelesaikannya dengan penggunaan pengetahuan informal yang
dimiliki dalam kelompoknya masing-masing, selanjutnya berdiskusi secara
klasikal sebagai tahap refleksi. Jika interaksi siswa tidak muncul sebagaimana
yang diharapkan, seperti ketidakmampuan siswa mengaitkan konsep-konsep
135
dapat memberikan bantuan secara tidak langsung. Bantuan tersebut yaitu dengan
memberikan pertanyaan-pertanyaan kepada siswa, sehingga terjadi interaksi
antara siswa dengan siswa, siswa dengan guru dan siswa dengan konteks masalah
atau lingkungan.
Untuk melihat interaksi siswa dengan siswa dalam kelompoknya, maka
pembagian kelompok dilakukan peneliti dengan memperhatikan kemampuan awal
matematis (KAM) siswa. Dalam peningkatan kemampuan pemecahan masalah
dan komunikasi matematis berdasarkan KAM, dengan model pembelajaran TPS
dan NHT berpengaruh pada semua kategori KAM. Beberapa penyebabnya adalah
sebagai berikut: Pertama, bahan ajar yang dirancang lebih menarik dalam bentuk
masalah kontekstual yang nyata atau dapat dibayangkan dan terjangkau oleh
imajinasi siswa atau masalah yang berkaitan dengan kehidupan sehari-hari sangat
sesuai bagi siswa kelompok KAM sedang dan KAM rendah. Hal ini
dimungkinkan karena melalui pemodelan informal inilah proses matematisasi
horizontal dalam pembelajaran matematika membantu siswa kelompok KAM
sedang dan KAM rendah.
Kedua, peran guru (intervensi) dalam model pembelajaran kooperatif tipe
TPS dan NHT sebagai fasilitator, mediator, dan partner mendampingi siswa dalam
membentuk pengetahuan dengan melakukan negosiasi secara eksplisit, intervensi,
kooperatif, penjelasan, pembenaran setuju dan tidak setuju, pertanyaan atau
refleksi dan evaluasi. Scaffolding yang diberikan oleh guru seperti diatas lebih sangat dibutuhkan bagi siswa kelompok KAM sedang dan KAM rendah
136
komunikasi matematis siswa, model pembelajaran kooperatif tipe TPS dan NHT
juga berpengaruh pada semua kategori KAM.
Dari hasil penelitian yang ditemukan maka proses pembelajaran
matematika dengan model pembelajaran kooperatif tipe TPS dan NHT, telah
berhasil kemampuan pemecahan masalah dan komunikasi matematis siswa secara
signifikan pada kelompok kemampuan matematis tinggi, sedang dan rendah.
Selain itu hasil penelitian juga menunjukan bahwa kemampuan pemecahan
masalah dan komunikasi dengan model pembelajaran kooperatif tipe TPS lebih
baik daripada model pembelajaran kooperatif tipe NHT.
5.3 Saran
Berdasarkan kesimpulan dan implikasi penelitian, maka berikut ini
beberapa saran yang perlu mendapat perhatian dari semua pihak yang
berkepentingan terhadap penggunaan pembelajaran kooperatif dalam proses
pembelajaran matematika. Saran-saran tersebut adalah sebagai berikut :
1. Kepada Guru
a. Pembelajaran kooperatif tipe TPS dan NHT pada pembelajaran
matematika yang menenkankan kemampuan pemecahan masalah dan
komunikasi matematis siswa dapat dijadikan sebagai salah satu alternatif
untuk menerapkan pembelajaran matematika khususnya dalam
mengajarkan materi SPLDV.
b. Penelitian ini menunjukkan bahwa model pembelajaran kooperatif dapat:
(1) meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematis, (2)
137
tingkat kemampuan awal matematis siswa (tinggi, sedang dan rendah), (4)
dapat membuat siswa terlibat aktif dalam pembelajaran. Dengan demikian,
model pembelajaran kooperatif sangat potensial untuk diterapkan dalam
pembelajaran matematika.
c. Dalam model pembelajaran kooperatif guru berperan sebagai fasilitator
dan moderator. Oleh karena itu, guru matematika yang akan menerapkan
model pembelajaran kooperatif perlu memperhatikan hal-hal berikut: (a)
tersedianya bahan ajar yang dirancang lebih menarik dalam bentuk
masalah kontekstual yang berfungsi sebagai informal matematika (model
off) yang dapat mengantarkan sampai ke formal matematika (model for) dalam proses belajar. (b) diperlukan pertimbangan bagi guru dalam
melakukan intervensi sehingga usaha siswa untuk mencapai
perkembangan aktualnya lebih optimal. (c) perlu mempertimbangkan
pengetahuan yang dimiliki siswa dan memiliki berbagai kemungkinan
penyelesaian dari permasalahan yang disajikan. Ini dimaksudkan agar guru
dapat berimprovisasi dalam menanggapi berbagai pertanyaan dari siswa.
d. Dalam setiap pembelajaran guru sebaiknya menciptakan suasana
belajar yang memberi kesempatan kepada siswa untuk
mengungkapkan gagasan-gagasan matematika dalam bahasa dan
cara mereka sendiri, dan bahan ajar yang dirancang lebih menarik dalam
bentuk masalah kontekstual yang nyata atau dapat dibayangkan dan
138
kehidupan sehari-hari sehingga dalam belajar matematika siswa
menjadi berani berargumentasi, lebih percaya diri dan kreatif.
e. Dalam model pembelajaran kooperatif, keberhasilan siswa dalam suatu
proses pembelajaran tidak cukup hanya melalui tes tertulis tetapi
diperlukan alat evaluasi yang mampu mengevaluasi seluruh kegiatan siswa
selama proses pembelajaran, misalnya menilai aktivitas belajar siswa
seperti mengajukan pertanyaan dan yang merespon pendapat teman atau
guru yang relevan khususnya ketika diskusi kelas dalam proses
pembelajaran.
2. Kepada Lembaga Terkait
a. Pendekatan model pembelajaran kooperatif dapat dijadikan sebagai salah
satu alternatif dalam kemampuan pemecahan masalah dan komunikasi
siswa pada pokok bahasan sistem persamaan linear dua variabel sehingga
dapat dijadikan masukan bagi sekolah untuk dikembangkan sebagai
strategi pembelajaran yang efektif untuk pokok bahasan matematika yang
lain.
b. Karena model pembelajaran kooperatif dapat meningkatkan kemampuan
pemecahan masalah dan komunikasi siswa, maka diharapkan dukungan
dari instansi terkait untuk mensosialisasikan penggunaan model
pembelajaran kooperatif di sekolah melalui MGMP matematika, pelatihan
139
3. Kepada Peneliti Lanjutan
a. Kemampuan matematika yang diteliti dalam penelitian ini adalah
kemampuan pemecahan masalah dan komunikasi matematis siswa kelas
VIII pada materi sistem persamaan linear dua variabel, untuk itu bagi para
peneliti selanjutnya dapat menerapkan model pembelajaran kooperatif
pada kelas dan materi yang berbeda serta aspek kemampuan yang lain.
b. Bagi peneliti yang hendak melakukan penelitian dengan model
pembelajaran kooperatif, hendaknya melakukan penelitian pada populasi
yang lebih besar agar hasilnya dapat mengeneralisasi penggunaan model