• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERBEDAAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH DAN KOMUNIKASI MATEMATIS ANTARA SISWA YANG DIBERI PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE TPS DENGAN NHT DI SMP NEGERI 4 PERCUT.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PERBEDAAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH DAN KOMUNIKASI MATEMATIS ANTARA SISWA YANG DIBERI PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE TPS DENGAN NHT DI SMP NEGERI 4 PERCUT."

Copied!
38
0
0

Teks penuh

(1)

PERBEDAAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH DAN KOMUNIKASI MATEMATIS ANTARA SISWA YANG

DIBERI PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE TPS DENGAN NHT DI SMPN 4 PERCUT

TESIS

Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan dalam Memperoleh Gelar Megister Pendidikan pada

Program Studi Pendidikan Matematika

Oleh:

MINTA ITO SIMAMORA

NIM: 8136172053

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS NEGERI MEDAN

(2)

Lembar Pengesahan Tesis

PERBEDAAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH DAN KOMUNIKASI MATEMATIS ANTARA SISWA YANG

DIBERI PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE TPS DENGAN NHT DI SMPN 4 PERCUT

TESIS

Disusun dan diajukan oleh:

MINTA ITO SIMAMORA

NIM: 8136172053

Menyetujui: Tim Pembimbing

Pembimbing I Pembimbing II

Prof. Dr. Asmin, M.Pd NIP. 195708041985031002

Dr. Yulita Molliq Rangkuti, M.Sc NIP. 19760122 200912 2 001

Mengetahui: Ketua Program Studi Pendidikan Matematika

(3)
(4)
(5)
(6)
(7)

i

ABSTRAK

MINTA ITO SIMAMORA. Perbedaan Kemampuan Pemecahan Masalah dan Komunikasi Matematis Antara Siswa yang Diberi Pembelajaran Kooperatif Tipe TPS dengan NHT di SMP Negeri 4 Percut. Tesis. Medan: Program Studi Pendidikan Matematika Program Pascasarjana Universitas Negeri Medan (UNIMED). 2016.

Kata Kunci : Pembelajaran Kooperatif Tipe Think Pair Share (TPS) Number Head Together (NHT), Kemampuan Pemecahan Masalah dan Kemampuan Komunikasi Matematis

Penelitian ini bertujuan untuk: (1) menganalisis apakah terdapat perbedaan yang signifikan terhadap kemampuan pemecahan masalah matematis antara siswa yang diberi pembelajaran kooperatif tipe TPS dengan NHT. (2) menganalisis apakah terdapat perbedaan yang signifikan terhadap kemampuan komunikasi matematis

antara siswa yang diberi pembelajaran kooperatif tipe TPS dengan NHT. (3) menganalisis apakah terdapat interaksi yang signifikan antara pembelajaran

(8)

ii

ABSTRACT

MINTA ITO SIMAMORA. Differences Ability Mathematical Problem Solving and Communication Between Students Given Cooperative Learning TPS with NHT in SMP Negeri 4 Percut. Thesis. Mathematics Education Graduate Program, State University of Medan (UNIMED). 2016.

Keywords: Cooperative Learning Think Pair Share (TPS) Number Head Together (NHT), Problem Solving Ability and Mathematical Communications Capabilities

(9)

vi 1.1 Latar Belakang Masalah ...1

1.2 Identifikasi Masalah ...11

1.3 Batasan Masalah ...12

1.4 Rumusan Masalah ...12

1.5 Tujuan Penelitian ...13

1.6 Manfaat Penelitian ...14

1.7 Definisi Operasional ...15

BAB II. KAJIAN TEORITIS 2.1 Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis ...17

2.1.1. Pemecahan Masalah Matematis ...17

2.1.2. Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis ...18

2.2 Kemampuan Komunikasi Matematis ...23

2.2.1. Komunikasi Matematis ...23

2.2.2. Kemampuan Komunikasi Matematis ...24

2.3 Model Pembelajaran Kooperatif ...29

2.4 Model Pembelajaran Kooperatif Tipe TPS ...33

2.5 Model Pembelajaran Kooperatif Tipe NHT ...37

(10)

vii

2.7 Model Pembelajaran Kooperatif Tipe NHT dalam Pemecahan

Masalah dan Komunikasi Matematis ... 41

2.8 Kemampuan Awal dalam Belajar Matematika ... 42

2.9 Teori Belajar Pendukung ... 44

2.10 Penelitian yang Relevan ... 48

2.11 Kerangka Konseptual ... 50

2.11.1. Perbedaan Kemampuan Pemecahan Masalah antara Siswa yang diberi Pembelajaran kooperatif Tipe TPS dengan NHT ... 50

2.11.2. Perbedaan Kemampuan Komunikasi Matematis antara Siswa yang diberi Pembelajaran kooperatif Tipe TPS dengan NHT ... 52

2.11.3. Interaksi antara Pembelajaran Matematika (TPS, NHT) dengan Kemampuan Awal (tinggi, sedang, rendah) terhadap Kemampuan Pemecahan Masalah dan Komunikasi Matematis ... 54

2.12 Hipotesis Penelitian ... 55

BAB III. METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian...56

3.2 Tempat dan Waktu Penelitian ...56

3.3 Populasi dan Sampel Penelitian ...57

3.3.1. Populasi Penelitian ...57

3.7.1. Tes Kemampuan Awal Matematika (KAM) ...63

3.7.2. Tes Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis ...65

(11)

viii

3.8 Perangkat Pembelajaran ... 70

3.9 Uji Coba Instrumen ... 70

3.9.1. Analisis Validitas Butir Soal ... 71

3.9.2. Analisis Reabilitas Tes ... 74

3.9.3. Tingkat Kesukaran Butir Soal ... 76

3.9.4. Daya Pembeda Butir Soal ... 79

3.10 Teknik Analisis Data... 81

3.10.1. Analisis Statistik Inferensial ... 82

3.11 Prosedur Penelitian ... 89

3.12 Jadwal Kegiatan Penelitian ... 93

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Penelitian ... 95

4.1.1. Deskripsi Kemampuan Awal Matematika ... 96

4.1.1.1. Uji Normalitas Data Kemampuan Awal Matematika (KAM) Siswa ... 98

4.1.1.2. Uji Homogenitas Data Kemampuan Awal Matematika (KAM) Siswa ... 99

4.1.2. Deskripsi Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Siswa ... 101

4.1.2.1. Uji Normalitas Data Posttest Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis ... 102

4.1.2.2. Uji Homogenitas Data Posttest Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis ... 103

4.1.3. Deskripsi Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa ... 105

4.1.3.1. Uji Normalitas Data Posttest Kemampuan Komunikasi Matematis ... 106

4.1.3.2. Uji Homogenitas Data Posttest Kemampuan Komunikasi Matematis ... 107

4.1.4. Uji Hipotesis ... 108

(12)

ix

4.1.4.2. Uji Hipotesis Kedua ... 110

4.1.4.3. Uji Hipotesis Ketiga ... 111

4.1.4.4. Uji Hipotesis Keempat ... 113

4.2. Pembahasan Penelitian ... 116

4.2.1. Faktor Pembelajaran... 116

4.2.2. Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis ... 123

4.2.3. Kemampuan Komunikasi Matematis ... 124

4.2.4.Interaksi Antara Pembelajaran dan Kemampuan Awal Matematika Siswa terhadap Kemampuan Pemecahan Masalah dan Komunikasi Matematis Siswa ... 127

4.3. Keterbatasan Penelitian ... 129

BAB V. SIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN 5.1. Kesimpulan ... 133

5.2. Implikasi ... 134

5.3. Saran ... 136

(13)

x

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 2.1. Fase-Fase Pembelajaran Kooperatif ... 32

Tabel 2.2. Tahap-Tahap Model Pembelajaran Kooperatif Tipe TPS ... 35

Tabel 3.1. Pemilihan Kelas Sampel Penelitian ... 59

Tabel 3.2. Desain Penelitian ... 60

Tabel 3.3. Keterkaitan Antara Variabel Bebas, Variabel Terikat dan Variabel Kontrol. ... 60

Tabel 3.4. Kriteria Pengelompokan Kemampuan Siswa Berdasarkan KAM ... 65

Tabel 3.5. Kisi- Kisi Tes Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis ... 66

Tabel 3.6. Rubrik Penskoran Tes Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis ... 67

Tabel 3.7. Kisi-Kisi Tes Kemampuan Komunikasi Matematis ... 68

Tabel 3.8. Rubrik Penskoran Tes Kemampuan Komunikasi Matematis ... 69

Tabel 3.9. Interpretasi Validitas Instrumen Tes ... 72

Tabel 3.10. Validasi Uji Coba Butir Soal Tes Kemampuan Awal Matematika ... 73

Tabel 3.11. Validasi Uji Coba Butir Soal Posttest Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis. ... 73

Tabel 3.12. Validasi Uji Coba Butir Soal Posttest Kemampuan Komunikasi Matematis ... 74

Tabel 3.13. Interpretasi Reabilitas Instrumen Tes ... 75

Tabel 3.14. Kriteria Indeks Kesukaran Butir Soal ... 77

Tabel 3.15. Hasil Analisis Tingkat Kesukaran Butir Soal Tes KAM ... 77

Tabel 3.16. Hasil Analisis Tingkat Kesukaran Butir Soal Tes Kemampuan Pemecahan Masalah Matemati ... 78

Tabel 3.17. Hasil Analisis Tingkat Kesukaran Butir Soal Tes Kemampuan Komunikasi Matematis ... 78

Tabel 3.18. Kriteria Daya Pembeda Butir Soal ... 80

Tabel 3.19. Hasil Analisis Daya Pembeda Butir Soal Tes KAM ... 80

Tabel 3.20. Hasil Analisis Daya Pembeda Butir Soal Tes Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis ... 81

Tabel 3.21. Hasil Analisis Daya Pembeda Butir Soal Tes Kemampuan Komunikasi Matematis ... 81

Tabel 3.22. Keterkaitan Rumusan Masalah, Hipotesis, Data, Alat Uji dan Uji Statistik ... 88

Tabel 3.23. Waktu Pelaksanaan Kegiatan Penelitian ... 93

(14)

xi

Tabel 4.2. Hasil Uji Normalitas Nilai Kemampuan Awal Matematis ... 98 Tabel 4.3. Hasil Uji Homogenitas Nilai Kemampuan Awal

Matematis Siswa ... 99 Tabel 4.4. Sebaran Sampel Penelitian ... 100 Tabel 4.5. Hasil Uji Normalitas Data Posttest Kemampuan

Pemecahan Masalah Matematis ... 103 Tabel 4.6. Hasil Uji Homogenitas Data Posttest Kemampuan

Pemecahan Masalah Matematis ... 104 Tabel 4.7. Hasil Uji Normalitas Data Posttest Kemampuan Komunikasi

Matematis ... 107 Tabel 4.8. Hasil Uji Homogenitas Varians Posttest Kemampuan

Komunikasi Matematis ... 108 Tabel 4.9. Hasil Perhitungan ANAVA Manual Posttest Kemampuan

Pemecahan Masalah Matematis ... 109 Tabel 4.10. Hasil Perhitungan ANAVA Manual Posttest Kemampuan

Komunikasi Matematis ... 111 Tabel 4.11. Rangkuman Hasil Pengujian Hipotesis Penelitian

Kemampuan Pemecahan Masalah dan Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa pada Taraf

(15)

xii

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1.1. Jawaban Tes Kemampuan Pemecahan Masalah

Matematis Siswa ... 5 Gambar 1.2. Jawaban Tes Kemampuan Komunikasi Matematis

Siswa ... 7 Gambar 3.1. Prosedur Penelitian ... 90 Gambar 4.1. Diagram Rerata KAM (tinggi, sedang, dan rendah)

Kelas Eksperimen 1 dan Eksperimen 2 ... 97 Gambar 4.2. Diagram Rerata Posttest Kemampuan Pemecahan

Masalah Matematis Siswa Berdasarkan Indikator ... 101 Gambar 4.3. Diagram Rerata Posttest Kemampuan Komunikasi

Matematis Siswa Berdasarkan Indikator ... 105 Gambar 4.4. Perbandingan Kemampuan Pemecahan Masalah

Matematis Siswa Berdasarkan Pembelajaran

dan KAM ... 114 Gambar 4.5. Perbandingan Kemampuan Komunikasi Matematis

(16)

1 BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Pendidikan merupakan bentuk perwujudan kebudayaan manusia yang

dinamis dan sarat perkembangan. Sehingga perubahan atau perkembangan

pendidikan adalah hal yang memang seharusnya terjadi sejalan dengan perubahan

budaya kehidupan. Perubahan dalam arti perbaikan pendidikan pada semua

tingkat terus-menerus dilakukan sebagai antisipasi kepentingan masa depan.

Menurut Trianto (2009: 1) bahwa pendidikan yang mampu mendukung

pembangungan di masa mendatang adalah pendidikan untuk mengembangkan

potensi siswa, sehingga yang bersangkutan mampu menghadapi dan memecahkan

problema yang dihadapi. Konsep pendidikan terasa semakin penting ketika

seseorang harus memasuki kehidupan di masyarakat dan dunia kerja, karena yang

bersangkutan harus mampu menerapkan apa yang dipelajari di sekolah untuk

menghadapi problema yang dihadapi dalam kehidupan sehari-hari saat ini

maupun yang akan datang.

Salah satu cara untuk mengembangkan kemampuan tersebut adalah melalui

kualitas pendidikan matematika. Matematika mempunyai peranan yang sangat

penting dalam mengantisipasi tantangan masa depan yang semakin rumit dan

kompleks. Oleh karena itu pembelajaran matematika memiliki struktur dan

keterkaitan yang kuat dan jelas antar konsepnya, sehingga memungkinkan siswa

terampil berpikir rasional. Soedjadi (1991: 33) mengemukakan bahwa matematika

(17)

2

Ujian Nasional (UN). Pendidikan matematika harus diarahkan kepada

menumbuhkembangkan kemampuan yang transferabel dalam kehidupan siswa

kelak.

Matematika sebagai salah satu sarana berpikir ilmiah sangat diperlukan

untuk menumbuh kembangkan kemampuan berpikir logis, sistematis dan kritis.

Demikian pula matematika merupakan pengetahuan dasar yang diperlukan untuk

menunjang keberhasilan dalam menempuh pendidikan yang lebih tinggi, bahkan

diperlukan oleh semua orang dalam kehidupan sehari-hari.

Upaya meningkatkan kualitas pendidikan terus dilakukan. Namun, mutu

pendidikan belum menunjukkan hasil yang sebagaimana yang diharapkan. Kenyataan ini terlihat dari hasil belajar yang diperoleh siswa masih sangat rendah,

khususnya mata pelajaran matematika.

Keluhan terhadap rendahnya hasil belajar matematika siswa dari jenjang

pendidikan terendah sekolah dasar sampai perguruan tinggi tidak pernah hilang.

Rendahnya hasil belajar matematika siswa tampak pada ketidaklulusan siswa

yang sebagian besar disebabkan tidak tercapainya nilai batas lulus yang telah

ditetapkan.

Trianto (2009: 6) menjelaskan bahwa kenyataan di lapangan siswa hanya

menghapal konsep dan kurang mampu menggunakan konsep tersebut jika

menemukan masalah dalam kehidupan nyata yang berhubungan dengan konsep

yang dimiliki. Lebih jauh lagi bahkan siswa kurang mampu menentukan masalah

(18)

3

Rendahnya hasil belajar matematika dapat ditinjau dari lima aspek dalam

pembelajaran matematika secara umum yang dirumuskan oleh National Council of Teachers of Mathematic (NCTM: 2000) :

“Menggariskan peserta didik harus mempelajari matematika melalui pemahaman dan aktif membangun pengetahuan yang dimiliki sebelumnya. Untuk mewujudkan hal itu, pembelajaran matematika dirumuskan lima tujuan umum yaitu: pertama, belajar untuk berkomunikasi; kedua, belajar untuk bernalar; ketiga, belajar untuk memecahkan masalah; keempat, belajar untuk mengaitkan ide; dan kelima, pembentukan sikap positif terhadap matematika”.

Dalam kehidupan sehari-hari, kita tidak terlepas dari sesuatu yang namanya

masalah, sehingga pemecahan masalah merupakan fokus utama dalam

pembelajaran matematika. Pemecahan masalah matematika merupakan hal yang

sangat penting, sehingga menjadi tujuan umum pengajaran matematika bahkan

sebagai jantungnya matematika, lebih mengutamakan proses daripada hasil dan

sebagai fokus dari matematika sekolah dan bertujuan untuk membantu dalam

mengembangkan berpikir secara matematis. Tidak semua pertanyaan merupakan

suatu masalah. Suatu pertanyaan akan menjadi masalah hanya jika pertanyaan itu

menunjukkan adanya suatu tantangan yang tidak dapat dipecahkan oleh prosedur

rutin yang sudah diketahui oleh siswa. Apabila kita menerapkan pengetahuan

matematika, keterampilan atau pengalaman untuk memecahkan suatu dilema atau

situasi yang baru atau yang membingungkan, maka kita sedang memecahkan

masalah. Untuk menjadi seorang pemecah masalah yang baik, siswa

membutuhkan banyak kesempatan untuk menciptakan dan memecahkan masalah

dalam bidang matematika dan dalam konteks kehidupan nyata.

Namun kenyataan di lapangan proses pembelajaran matematika yang

(19)

4

pengembang strategi pembelajaran di kelas. Siswa mengalami kesulitan dalam

belajar matematika, khususnya dalam menyelesaikan soal yang yang berhubungan

dengan kemampuan pemecahan masalah matematis sebagaimana diungkapkan

Sumarmo (2005: 32) bahwa kemampuan siswa dalam menyelesaikan masalah

matematika pada umumnya belum memuaskan. Kesulitan yang dialami siswa

paling banyak terjadi pada tahap melaksanakan perhitungan dan memeriksa hasil

perhitungan. Sehubungan dengan itu, dalam penelitian Husna (2013: 87)

mengungkapkan bahwa perolehan skor pretes untuk kemampuan pemecahan

masalah matematis pada kelas eksperimen mencapai rerata 6,30 yang tergolong

masih rendah.

Hal ini juga diperkuat dari hasil observasi dan wawancara awal yang

dilakukan peneliti di SMP Negeri 4 Percut Sei Tuan. Saat peneliti mewawancarai

Ibu Hadijah salah satu guru matematika kelas VIII di SMP Negeri 4 Percut pada

awal bulan November 2014. Beliau mengatakan bahwa siswa SMP Negeri 4

Percut pada saat ulangan kompetensi dasar, para siswa masih mengalami kesulitan

dalam memahami dan menyelesaikan soal-soal berbentuk pemecahan masalah dan

komunikasi matematis termasuk pada materi sistem persamaan linier dua variabel

khususnya dalam bentuk soal cerita dan soal non rutin. Hal ini berdasarkan nilai

rata-rata hasil ulangan siswa yaitu 64,7 masih di bawah nilai KKM yang ditetapkan.

Nilai KKM yang ditetapkan oleh sekolah adalah 75. Selain itu, selama peneliti

melakukan pengamatan, peneliti mengamati bahwa para siswa cenderung pasif

dalam mengikuti proses pembelajaran matematika di dalam kelas. Siswa

cenderung merasa takut dan cemas saat mengemukakan pendapatnya, bahkan para

(20)

5

Dari penjelasan di atas diharapkan siswa dapat menyelesaikan masalah

apapun yang terdapat pada pelajaran matematika dan dapat menghubungkannya

dengan kehidupan nyata siswa. Adapun contoh soal kemampuan pemecahan

masalah matematis yang diberikan yaitu :

Berikut ini merupakan salah satu jawaban siswa dari soal tersebut.

Gambar. 1.1. Jawaban Tes Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Siswa

Pada soal tersebut siswa merasa kesulitan menghubungkan masalah yang

disajikan dengan konsep yang ada, karena pemahaman siswa hanya sebatas

membaca soal yang ada tanpa memahaminya. Berdasarkan jawaban siswa tersebut

menunjukkan banyak siswa mengalami kesulitan untuk memahami maksud soal

tersebut, merumuskan apa yang diketahui serta yang ditanyakan dari soal tersebut,

merencanakan penyelesaian soal tersebut serta strategi penyelesaian dari jawaban Pada toko “ AGUNG “ Maya membeli 3 buku dan 2 pulpen

(21)

6

yang dibuat siswa belum benar. Hal ini sangat berpengaruh terhadap kemampuan

siswa dalam menyelesaikan masalah. Berdasarkan hasil tes yang diperoleh bahwa

dari 27 siswa hanya 6 siswa yang dapat menjawab soal tersebut dengan benar,

sedangkan 21 siswa yang tidak dapat menjawab soal tersebut dengan benar. Hal

ini menunjukkan bahwa kemampuan pemecahan masalah siswa masih rendah.

Di samping kemampuan pemecahan masalah matematis siswa, kemampuan

komunikasi matematis siswa juga rendah. Sebagaimana ditunjukkan oleh Ansari

(2012: 70) “Hasil penelitian komunikasi matematika hasil observasi dilapangan

yang dilakukan terhadap siswa kelas X dibeberapa SMA Negeri NAD juga

menunjukkan bahwa rata-rata siswa terlihat kurang terampil berkomunikasi untuk

menyampaikan informasi seperti menyatakan ide, mengajukan pertanyaan dan

menaggapi pendapat orang lain. Mereka cenderung bersifat pasif atau pendiam

ketika guru mengajukan pertanyaan untuk mengecek pemahaman siswa dan siswa

juga masih terlihat malu-malu atau segan untuk bertanya ketika guru menyediakan

waktu untuk bertanya”.

Hal ini juga diperkuat oleh Suryadi (Marlina, 2014: 85) menyebutkan bahwa

kemampuan siswa Indonesia dalam komunikasi matematis sangat jauh di bawah

negara-negara lain, sebagai contoh untuk permasalahan matematik yang

menyangkut kemampuan komunikasi matematis, siswa Indonesia yang berhasil

menjawab benar hanya 5% dan jauh di bawah negara seperti Singapura, Korea,

dan Taiwan yang mencapai lebih dari 50%. Selanjutnya, hasil tes yang diberikan

kepada siswa kelas VIII SMPN 4 Percut menunjukkan bahwa kemampuan

(22)

7

menyelesaikan soal yang mengukur kemampuan komunikasi matematis berikut

ini.

Berikut ini merupakan salah satu jawaban siswa dari soal tersebut.

Gambar. 1.2. Jawaban Tes Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa

Pada soal tersebut siswa diminta untuk menuliskan kalimat soal diatas

dalam bentuk persamaan dengan peubah x dan y serta diperoleh buku untuk

peubah x dan pensil untuk peubah y. Selanjutnya, siswa diminta untuk

menyelesaikan persamaan tersebut dan diperoleh dengan cara menggunakan

metode eliminasi dalam SPLDV. Kemudian siswa diminta untuk menentukan

harga untuk 4 buku dan 3 pensil. Setelah itu, siswa diminta untuk memeriksa Harga sebuah buku dan sebuah pensil Rp. 5.500,- harga 2 buku

dan 3 buah pensil Rp. 12.500;

a. Nyatakan kalimat diatas dalam bentuk persamaan dengan peubah x dan y!

b. Selesaikan persamaan itu!

(23)

8

kembali hasil yang diperoleh pada pertanyaan c dan diperoleh harga untuk 4 buku

dan 3 pensil adalah Rp. 20.500,-

Jawaban siswa tersebut menunjukkan bahwa siswa tidak dapat menyatakan

hal-hal yang diketahui dan ditanyakan dari soal tersebut secara lengkap.

Berdasarkan hasil tes diperoleh bahwa dari 27 siswa hanya 7 siswa yang dapat

menjawab soal tersebut dengan benar, sedangkan 20 siswa yang tidak dapat

menjawab soal tersebut dengan benar. Hal ini menunjukkan bahwa kemampuan

komunikasi matematis siswa masih rendah.

Selain itu, proses pembelajaran membutuhkan metode yang tepat, karena

setiap siswa memiliki kemampuan yang berbeda-beda. Kesalahan menggunakan

metode dapat menghambat tercapainya tujuan pendidikan yang diinginkan bahkan

hal tersebut dapat mempengaruhi kemampuan pemecahan masalah dan

komunikasi matematis siswa. Dari beberapa model pembelajaran, ada model

pembelajaran yang dapat memicu peningkatan kemampuan pemecahan masalah

dan komunikasi matematis siswa dalam menyelesaikan soal-soal matematika yaitu

model pembelajarn kooperatif. Pada dasarnya, pembelajaran kooperatif adalah

suatu proses sederhana tetapi bebeda dengan pembelajaran konvensional. Dalam

pembelajaran ini siswa harus dapat mengembangkan keterampilan dan

pemahamannya untuk bekerjasama dalam menyelesaikan permasalahan yang

diberikan oleh guru. Di sini yang paling penting adalah siswa berbagi ide dan

bekerjasama untuk mencapai tujuan bersama. Setiap anggota tim memainkan

perana penting dalam penyelesaian masalah. Mereka harus belajar bahwa

(24)

9

Dari beberapa pembelajaran kooperatif, ada dua pembelajaran kooperatif

yang menarik dan dapat membantu siswa dalam kemampuan pemecahan masalah

dan komunikasi matematis. Pembelajaran tersebut adalah pembelajaran kooperatif

tipe TPS dan NHT. Pembelajaran kooperatif tipe TPS adalah pembelajaran yang menekankan penggunaan struktur tertentu yang dirancang untuk mempengaruhi

interaksi siswa dengan cara menuntut siswa berpikir sendiri serta bekerja sama

dengan orang lain untuk memahami suatu konsep sesuai dengan masalah yang

disajikan.

Sebagai langkah awal adalah Think yaitu berfikir, setiap siswa diberi kesempatan untuk membaca, memahami dan memikirkan kemungkinan jawaban

dan membuat catatan tentang hal-hal yang tidak dipahaminya. Hal ini dilakukan

agar setiap siswa memiliki ide-ide dalam penyelesaian masalah yang disajikan.

Pada tahap ini secara individu siswa harus berusaha menganalisis masalah,

dimana hasil pemikiran tersebut harus bisa dijelaskannya kepada teman

kelompoknya. Kemudian Pair yaitu berpasangan dimana pada tahap ini siswa mendiskusikan hasil pemikiran sendiri dengan pasangan kelompoknya yang sudah

ditentukan. Dalam tahap ini siswa harus bisa menentukan metode penyelesaian

yang lebih tepat dari banyaknya argumen yang ada dalam menyelesaikan masalah.

Menyatukan semua informasi yang diperoleh dari pasangannya membantu siswa

menemukan ide yang tepat dalam menyelesaikan masalah. Hasil akhir dari kerja

pasangan akan didiskusikan pada tahap Share yaitu berbagi, dimana guru meminta pada setiap pasangan kelompok untuk berbagi dengan seluruh kelas

tentang apa yang telah didiskusikan dengan pasangannya. Pada tahap Share ini

(25)

10

diperolehnya dari pasangan yang lain untuk mendapatkan ide yang tepat dalam

menyelesaikan masalah. Setiap tahapan dalam pembelajaran kooperatif tipe TPS

ini, siswa dilatih dan dibiasakan memahami setiap persoalan dengan lebih teliti

sebelum mengambil kesimpulan.

Sedangkan pembelajaran kooperatif tipe NHT adalah pembelajaran dalam

kelompok-kelompok kecil yang terdiri dari 3-5 anggota dan masing-masing

anggota diberi nomor. Dalam pembelajaran ini guru melibatkan aktivitas siswa

dengan berpikir bersama kelompok untuk menelaah materi dan menyelesaikan

pertanyaan yang diberikan oleh guru, selain itu adanya penomoran masing-masing

anggota mendorong siswa untuk lebih bertanggungjawab dalam menyelesaikan

pertanyaan dari guru karena bisa jadi nomor siswa yang dipanggil oleh guru untuk

menyampaikan hasil diskusi kelompoknya.

Beberapa penelitian yang telah dilakukan berkaitan dengan model

pembelajaran kooperatif tipe NHT menunjukkan bahwa model pembelajaran

tersebut memberikan efektivitas yang lebih baik dibandingkan dengan model

pembelajaran yang lain. Penelitian oleh Robertus Margana (Nurrofiq, 2014: 623)

menyimpulkan bahwa penggunaan pembelajaran kooperatif tipe NHT

menghasilkan prestasi belajar matematika yang lebih baik daripada pembelajaran

langsung. Hal ini menunjukkan bahwa model pembelajaran kooperatif tipe NHT

bisa menjadi alternatif dalam usaha untuk meningkatkan prestasi belajar

matematika siswa.

Dari kedua pembelajaran kooperatif di atas, dimana setiap tahapan

pembelajaran kooperatif tipe TPS dengan NHT berpotensi meningkatkan

(26)

11

memahami bahasa dan simbol matematika untuk menyelesaikan suatu

permasalahan yang jauh berbeda dengan konsep awal yang dipahami siswa.

Berdasarkan latar belakang dan kelebihan model pembelajaran tersebut, penulis

ingin mengetahui apakah ada perbedaan kemampuan pemecahan masalah dan

komunikasi matematis antara siswa yang diberi pembelajaran kooperatif tipe TPS

dengan NHT.

1.2. Identifikasi Masalah

Berdasarkan uraian pada latar belakang di atas, dapat diidentifikasi beberapa

permasalahan, sebagai berikut :

1.Hasil belajar matematika siswa masih rendah.

2.Kemampuan pemecahan masalah matematis siswa masih rendah, sehingga

siswa kurang mampu untuk memahami masalah, merencanakan penyelesaian,

menyelesaikan masalah, dan melakukan pengecekan.

3.Kemampuan komunikasi matematis siswa masih rendah, sehingga siswa

kurang mampu menyatakan suatu situasi, gambar, menggeneralisasi dan

mengungkapkan kembali suatu uraian matematika dalam bahasa sendiri.

4.Minat siswa dalam belajar matematika masih rendah.

5.Guru belum menggunakan pembelajaran yang memperhatikan kemampuan

awal matematika siswa.

6.Guru belum menggunakan pembelajaran yang melibatkan siswa aktif dalam

(27)

12

1.3. Batasan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah dan identifikasi masalah di atas, maka

perlu adanya batasan masalah agar penelitian ini lebih terfokus pada permasalahan

yang akan diteliti. Batasan masalah dalam penelitian ini adalah perbedaan

kemampuan pemecahan masalah dan komunikasi matematis siswa serta interaksi

antara kemampuan awal matematis siswa dan model pembelajaran terhadap

kemampuan pemecahan masalah dan komunikasi matematis siswa SMP Negeri 4

Percut Sei Tuan melalui pembelajaran kooperatif tipe TPS dengan NHT.

1.4. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah, identifikasi masalah, batasan masalah

di atas, terdapat beberapa faktor yang menjadi perhatian peneliti untuk dikaji dan

dianalisis lebih lanjut dalam penelitian ini adalah:

1. Apakah terdapat perbedaan yang signifikan terhadap kemampuan pemecahan

masalah matematis antara siswa yang diberi pembelajaran kooperatif tipe TPS

dengan NHT?

2. Apakah terdapat perbedaan yang signifikan terhadap kemampuan komunikasi

matematis antara siswa yang diberi pembelajaran kooperatif tipe TPS dengan

NHT?

3. Apakah terdapat interaksi yang signifikan antara pembelajaran matematika

(TPS, NHT) dengan kemampuan awal (tinggi, sedang, rendah) terhadap

(28)

13

4. Apakah terdapat interaksi yang signifikan antara pembelajaran matematika

(TPS, NHT) dengan kemampuan awal (tinggi, sedang, rendah) terhadap kemampuan komunikasi matematis siswa?

1.5. Tujuan Penelitian

Secara umum penelitian ini bertujuan untuk memperoleh gambaran tentang

perbedaan model pembelajaran kooperatif tipe TPS dan model pembelajaran

NHTterhadap kemampuan pemecahan masalah dan komunikasi matematis siswa.

Sedangkan secara khusus penelitian ini bertujuan untuk :

1. Menganalisis apakah terdapat perbedaan yang signifikan terhadap kemampuan

pemecahan masalah matematis antara siswa yang diberi pembelajaran

kooperatif tipe TPS dengan NHT.

2. Menganalisis apakah terdapat perbedaan yang signifikan terhadap kemampuan

komunikasi matematis antara siswa yang diberi pembelajaran kooperatif tipe

TPS dengan NHT.

3. Menganalisis apakah terdapat interaksi yang signifikan antara pembelajaran

matematika (TPS, NHT) dengan kemampuan awal (tinggi, sedang, rendah) terhadap kemampuan pemecahan masalah matematis siswa.

4. Menganalisis apakah terdapat interaksi yang signifikan antara pembelajaran

(29)

14

1.6. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan akan memberikan informasi dalam memperbaiki

proses pembelajaran matematika dengan menerapkan pembelajaran kooperatif

tipe TPS dengan NHT. Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat :

1. Untuk Guru Matematika dan Sekolah

Memberi alternatif atau variasi model pembelajaran matematika untuk

dikembangkan agar menjadi lebih baik dalam pelaksanaannya dengan cara

memperbaiki kelemahan dan kekurangannya serta mengoptimalkan pelaksanaan

hal-hal yang telah dianggap baik sehingga dapat menjadi salah satu upaya untuk

meningkatkan prestasi belajar siswa dalam mata pelajaran matematika secara

umum dan meningkatkan kemampuan pemecahan masalah dan komunikasi

matematis secara khusus.

2. Untuk Kepala Sekolah

Memberikan izin kepada setiap guru untuk mengembangkan model-model

pembelajaran untuk meningkatkan kemampuan pemecahan masalah dan

komunikasi matematis pada khususnya dan hasil belajar matematika siswa pada

umumnya.

3. Untuk Siswa

Penerapan pembelajaran kooperatif tipe TPS dengan NHT selama penelitian

pada dasarnya memberi pengalaman baru dan mendorong siswa terlibat aktif

dalam pembelajaran agar terbiasa melakukan keterampilan-keterampilan

melakukan pemecahan masalah dan komunikasi matematis dan hasil belajar siswa

meningkat juga pembelajaran matematika menjadi lebih bermakna dan

(30)

15

4. Bagi Peneliti

Memberikan sumbangan pemikiran kepada peneliti lain tentang perbedaan

kemampuan pemecahan masalah dan komunikasi matematika siswa melalui

pembelajaran kooperatif tipe TPS dengan NHT.

1.7. Definisi Operasional

Untuk menghindari terjadinya perbedaan penafsiran terhadap istilah-istilah

yang terdapat pada rumusan masalah dalam penelitian ini, perlu dikemukakan

definisi operasional sebagai berikut :

1. Kemampuan pemecahan masalah matematis adalah kemampuan siswa

dalam menyelesaikan masalah matematika dengan memperhatikan proses

menemukan jawaban berdasarkan langkah-langkah pemecahan masalah, yaitu

: (1) memahami masalah, (2) merencanakan penyelesaian/memilih strategi

penyelesaian yang sesuai, (3) melaksanakan penyelesaian menggunakan

strategi yang direncanakan, dan (4) memeriksa kembali kebenaran jawaban

yang diperoleh.

2. Kemampuan komunikasi matematis yang dimaksud adalah kemampuan

komunikasi secara tulisan atau tertulis yang diukur berdasarkan kemampuan

siswa dalam menjawab soal tes kemampuan komunikasi matematik berbentuk

uraian yang terdiri dari tiga kemampuan: (1) menyatakan masalah kehidupan

sehari-hari ke dalam simbol atau bahasa matematis, (2) menginterpretasikan

gambar ke dalam model matematika, (3) menuliskan informasi dari

(31)

16

3. Pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Share (TPS) adalah jenis

pembelajaran kooperatif yang dirancang untuk mempengaruhi pola interaksi

siswa. Model pembelajaran dengan mengacu pada 3 tahap, yaitu: (1) Think

(berpikir), (2) Pair (berpasangan), (3) Share (berbagi).

4. Pembelajaran kooperatif tipe Number Head Together (NHT) adalah pembelajaran kooperatif yang melibatkan lebih banyak siswa dalam review

berbagai materi yang dibahas dalam sebuah pelajaran dan untuk memeriksa

pemahaman mereka tentang pelajaran itu (Arends, 2008: 16).

5. Kemampuan awal siswa adalah kecakapan matematika yang sudah dimiliki

siswa sebelum mempelajari materi selanjutnya diukur melalui pemberian tes

mengenai materi yang telah dipelajari oleh siswa. Dari hasil tes tersebut maka

siswa akan dikelompokkan menjadi siswa yang memiliki kemampuan awal

(32)

133 BAB V

KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis, temuan dan pembahasan yang telah

dikemukakan pada bab sebelumnya, dapat diambil beberapa kesimpulan yang

berkaitan dengan faktor pembelajaran, kemampuan awal matematis, kemampuan

pemecahan masalah matematis, dan kemampuan komunikasi matematis.

Kesimpulan-kesimpulan tersebut adalah:

1. Tidak terdapat perbedaan kemampuan pemecahan masalah matematis antara

siswa yang diberi pembelajaran kooperatif tipe TPS dengan NHT. Rata-rata

kemampuan pemecahan masalah matematis siswa yang diberi

pembelajaran TPS adalah 28,64 sedangkan rata-rata kemampuan

pemecahan masalah matematis siswa yang diberi pembelajaran NHT

adalah 22,20.

2. Tidak terdapat perbedaan kemampuan komuniksi matematis antara siswa

yang diberi pembelajaran kooperatif tipe TPS dengan NHT. Rata-rata

kemampuan komuniksi matematis siswa yang diberi pembelajaran TPS

adalah 13,40 sedangkan rata-rata kemampuan komuniksi matematis

siswa yang diberi pembelajaran NHT adalah 11,72.

3. Tidak terdapat interaksi antara pembelajaran dengan kemampuan awal

matematis siswa terhadap kemampuan pemecahan masalah matematis

(33)

134

NHT) dan kemampuan awal matematis siswa (tinggi, sedang dan rendah)

tidak memberikan pengaruh secara bersama-sama yang signifikan terhadap

kemampuan pemecahan masalah matematis. Dengan

21

4. Tidak terdapat interaksi antara pembelajaran dengan kemampuan awal

matematis siswa terhadap kemampuan komunikasi matematis siswa. Hal ini

juga diartikan bahwa interaksi antara pembelajaran (TPS dan NHT) dan

kemampuan awal matematis siswa (tinggi, sedang dan rendah) tidak

memberikan pengaruh secara bersama-sama yang signifikan terhadap

kemampuan komunikasi matematis. Dengan Fhitung0,056Ftabel 3,21

maka H0 diterima.

5.2 Implikasi

Fokus utama dalam penelitian ini adalah menganalisis perbedaan

kemampuan pemecahan masalah dan komunikasi matematis siswa antara yang

diberi pembelajaran kooperatif tipe TPS dengan siswa yang diberi pembelajaran

kooperatif tipe NHT. Tahapan yang dilakukan dalam pembelajaran ini, diawali

dengan pemberian tantangan atau masalah kontekstual bagi siswa, kemudian

mereka menyelesaikannya dengan penggunaan pengetahuan informal yang

dimiliki dalam kelompoknya masing-masing, selanjutnya berdiskusi secara

klasikal sebagai tahap refleksi. Jika interaksi siswa tidak muncul sebagaimana

yang diharapkan, seperti ketidakmampuan siswa mengaitkan konsep-konsep

(34)

135

dapat memberikan bantuan secara tidak langsung. Bantuan tersebut yaitu dengan

memberikan pertanyaan-pertanyaan kepada siswa, sehingga terjadi interaksi

antara siswa dengan siswa, siswa dengan guru dan siswa dengan konteks masalah

atau lingkungan.

Untuk melihat interaksi siswa dengan siswa dalam kelompoknya, maka

pembagian kelompok dilakukan peneliti dengan memperhatikan kemampuan awal

matematis (KAM) siswa. Dalam peningkatan kemampuan pemecahan masalah

dan komunikasi matematis berdasarkan KAM, dengan model pembelajaran TPS

dan NHT berpengaruh pada semua kategori KAM. Beberapa penyebabnya adalah

sebagai berikut: Pertama, bahan ajar yang dirancang lebih menarik dalam bentuk

masalah kontekstual yang nyata atau dapat dibayangkan dan terjangkau oleh

imajinasi siswa atau masalah yang berkaitan dengan kehidupan sehari-hari sangat

sesuai bagi siswa kelompok KAM sedang dan KAM rendah. Hal ini

dimungkinkan karena melalui pemodelan informal inilah proses matematisasi

horizontal dalam pembelajaran matematika membantu siswa kelompok KAM

sedang dan KAM rendah.

Kedua, peran guru (intervensi) dalam model pembelajaran kooperatif tipe

TPS dan NHT sebagai fasilitator, mediator, dan partner mendampingi siswa dalam

membentuk pengetahuan dengan melakukan negosiasi secara eksplisit, intervensi,

kooperatif, penjelasan, pembenaran setuju dan tidak setuju, pertanyaan atau

refleksi dan evaluasi. Scaffolding yang diberikan oleh guru seperti diatas lebih sangat dibutuhkan bagi siswa kelompok KAM sedang dan KAM rendah

(35)

136

komunikasi matematis siswa, model pembelajaran kooperatif tipe TPS dan NHT

juga berpengaruh pada semua kategori KAM.

Dari hasil penelitian yang ditemukan maka proses pembelajaran

matematika dengan model pembelajaran kooperatif tipe TPS dan NHT, telah

berhasil kemampuan pemecahan masalah dan komunikasi matematis siswa secara

signifikan pada kelompok kemampuan matematis tinggi, sedang dan rendah.

Selain itu hasil penelitian juga menunjukan bahwa kemampuan pemecahan

masalah dan komunikasi dengan model pembelajaran kooperatif tipe TPS lebih

baik daripada model pembelajaran kooperatif tipe NHT.

5.3 Saran

Berdasarkan kesimpulan dan implikasi penelitian, maka berikut ini

beberapa saran yang perlu mendapat perhatian dari semua pihak yang

berkepentingan terhadap penggunaan pembelajaran kooperatif dalam proses

pembelajaran matematika. Saran-saran tersebut adalah sebagai berikut :

1. Kepada Guru

a. Pembelajaran kooperatif tipe TPS dan NHT pada pembelajaran

matematika yang menenkankan kemampuan pemecahan masalah dan

komunikasi matematis siswa dapat dijadikan sebagai salah satu alternatif

untuk menerapkan pembelajaran matematika khususnya dalam

mengajarkan materi SPLDV.

b. Penelitian ini menunjukkan bahwa model pembelajaran kooperatif dapat:

(1) meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematis, (2)

(36)

137

tingkat kemampuan awal matematis siswa (tinggi, sedang dan rendah), (4)

dapat membuat siswa terlibat aktif dalam pembelajaran. Dengan demikian,

model pembelajaran kooperatif sangat potensial untuk diterapkan dalam

pembelajaran matematika.

c. Dalam model pembelajaran kooperatif guru berperan sebagai fasilitator

dan moderator. Oleh karena itu, guru matematika yang akan menerapkan

model pembelajaran kooperatif perlu memperhatikan hal-hal berikut: (a)

tersedianya bahan ajar yang dirancang lebih menarik dalam bentuk

masalah kontekstual yang berfungsi sebagai informal matematika (model

off) yang dapat mengantarkan sampai ke formal matematika (model for) dalam proses belajar. (b) diperlukan pertimbangan bagi guru dalam

melakukan intervensi sehingga usaha siswa untuk mencapai

perkembangan aktualnya lebih optimal. (c) perlu mempertimbangkan

pengetahuan yang dimiliki siswa dan memiliki berbagai kemungkinan

penyelesaian dari permasalahan yang disajikan. Ini dimaksudkan agar guru

dapat berimprovisasi dalam menanggapi berbagai pertanyaan dari siswa.

d. Dalam setiap pembelajaran guru sebaiknya menciptakan suasana

belajar yang memberi kesempatan kepada siswa untuk

mengungkapkan gagasan-gagasan matematika dalam bahasa dan

cara mereka sendiri, dan bahan ajar yang dirancang lebih menarik dalam

bentuk masalah kontekstual yang nyata atau dapat dibayangkan dan

(37)

138

kehidupan sehari-hari sehingga dalam belajar matematika siswa

menjadi berani berargumentasi, lebih percaya diri dan kreatif.

e. Dalam model pembelajaran kooperatif, keberhasilan siswa dalam suatu

proses pembelajaran tidak cukup hanya melalui tes tertulis tetapi

diperlukan alat evaluasi yang mampu mengevaluasi seluruh kegiatan siswa

selama proses pembelajaran, misalnya menilai aktivitas belajar siswa

seperti mengajukan pertanyaan dan yang merespon pendapat teman atau

guru yang relevan khususnya ketika diskusi kelas dalam proses

pembelajaran.

2. Kepada Lembaga Terkait

a. Pendekatan model pembelajaran kooperatif dapat dijadikan sebagai salah

satu alternatif dalam kemampuan pemecahan masalah dan komunikasi

siswa pada pokok bahasan sistem persamaan linear dua variabel sehingga

dapat dijadikan masukan bagi sekolah untuk dikembangkan sebagai

strategi pembelajaran yang efektif untuk pokok bahasan matematika yang

lain.

b. Karena model pembelajaran kooperatif dapat meningkatkan kemampuan

pemecahan masalah dan komunikasi siswa, maka diharapkan dukungan

dari instansi terkait untuk mensosialisasikan penggunaan model

pembelajaran kooperatif di sekolah melalui MGMP matematika, pelatihan

(38)

139

3. Kepada Peneliti Lanjutan

a. Kemampuan matematika yang diteliti dalam penelitian ini adalah

kemampuan pemecahan masalah dan komunikasi matematis siswa kelas

VIII pada materi sistem persamaan linear dua variabel, untuk itu bagi para

peneliti selanjutnya dapat menerapkan model pembelajaran kooperatif

pada kelas dan materi yang berbeda serta aspek kemampuan yang lain.

b. Bagi peneliti yang hendak melakukan penelitian dengan model

pembelajaran kooperatif, hendaknya melakukan penelitian pada populasi

yang lebih besar agar hasilnya dapat mengeneralisasi penggunaan model

Gambar

Tabel  4.2.  Hasil Uji Normalitas Nilai Kemampuan Awal Matematis  ........  98 Tabel  4.3
Gambar  1.1.   Jawaban Tes Kemampuan Pemecahan Masalah
Gambar. 1.1. Jawaban Tes Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Siswa
Gambar. 1.2. Jawaban Tes Kemampuan Komunikasi Matematis  Siswa
+2

Referensi

Dokumen terkait

Oleh karena itu, didorong oleh pelaksanaan serta untuk dapat meningkatkan kualitas pelayanan kepada masyarakat, Kementerian Dalam Negara Republik

Hasil analisis bivariat menunjukkan adanya hubungan yang signifikan antara penyediaan sarana air bersih, sarana sanitasi dan pengetahuan penduduk dengan perilaku dan

Tujuan perencanaan riset pasar adalah untuk mendapatkan informasi yang akurat.. dan tepat untuk menjadi agen/reseller dari produk Sampo Herbal tersebut. Menyusun Biaya Perencanaan

Keempat, BI rate hanya berpengaruh secara parsial terhadap harga saham di enam Indeks Sektoral BEI, yaitu Indeks Sektor Properti dan Real Estate , Indeks Sektor

Berdasarkan perbedaan bendi di Kota Pariaman dengan delman di Yogyakarta dapat diketahui bahwa bendi Kota Pariaman belum membuat penumpang nyaman dan dilihat

Berdasarkan hasil penelitian diketahui temperatur maksimum sebesar 58,4 o C, nilai maksimum dari rata–rata efisiensi kolektor sebesar 0,825 %, dan efisiensi sistem sebesar 35,907

Setelah diadakan perhitungan dengan metode EOQ, maka dapat diketahui dengan jelas jumlah material yang harus dipesan, waktu untuk melakukan pemesanan dan total

Stuktur Kelompok Senyawa Contoh Spesifik Nama Kegunaan O eter CH3CH2OCH2CH3 Dietil eter Obat bius pada..