• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan Intensitas Serangan Dengan Estimasi Kehilangan Hasil Akibat Serangan Hama Penggerek Buah Kopi Hypothenemus Hampei Ferr. (Coleoptera: Scolytidae) Di Kabupaten Simalungun

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Hubungan Intensitas Serangan Dengan Estimasi Kehilangan Hasil Akibat Serangan Hama Penggerek Buah Kopi Hypothenemus Hampei Ferr. (Coleoptera: Scolytidae) Di Kabupaten Simalungun"

Copied!
76
0
0

Teks penuh

(1)

LAMPIRAN

Lampiran 1. Rataan Persentase Intensitas Serangan

No. Desa Kecamatan Titik Sampel Ke- Total

Huluan Raya 49.09 80.72 50.69 29.55 23.86 233.91 46.78 3 B. Hinalang Purba 10.00 11.73 14.61 8.59 6.57 51.5 10.30 4 Sp. Hinalang Purba 5.41 7.45 6.52 8.65 6.06 34.09 6.81 5 B. Sinombah Dolok Silau 10.56 9.18 17.57 10.50 8.69 56.50 11.30 6 Nagori Bosi Dolok Silau 17.00 20.95 14.96 17.68 13.41 84.00 16.80 7 Saribudolok Silimakuta 9.09 8.02 15.54 10.79 7.96 51.4 10.28

8

Silimakuta 12.74 17.24 15.24 15.66 14.86 75.74 15.14 Total 146.54 184.04 161.57 133.86 101.99 728 145.60 Rata-rata 14.65 18.40 16.15 13.38 10.19 72.80 14.56

Lampiran 2. Rataan Persentase Kehilangan Hasil

Lampiran 2.1. Rataan persentase kehilangan hasil menurut warna buah di Kabupaten Simalungun (Merah)

Total 102.6 106.46 87.74 128.19 112.20 537.19 107.4

(2)

Lampiran 2.2. Rataan persentase kehilangan hasil menurut warna buah di

Total 99.30 82.80 67.33 110.5 67.50 427.02 85.40 Rata-rata 9.93 8.28 6.73 11.02 6.73 42.70 8.54

(3)

Lampiran 3. Rataan Kepadatan Populasi Hama PBKo

Lampiran 3.1. Rataan kepadatan populasi hama PBKo menurut warna buah di Kabupaten Simalungun (Merah)

(4)

Lampiran 3.3. Rataan kepadatan populasi hama PBKo menurut warna buah di

7 Saribudolok Silimakuta 4.32 8.44 1.76 3.28 17.8 8 Bangun Saribu Silimakuta 5.44 2.48 0 0.64 8.56

9 Tamba Saribu Pem. Silimakuta 4.74 2.28 0 0.48 7.5 10 Mardinding Pem. Silimakuta 5.68 2.28 0 0.52 8.48

Total 46.08 38.32 3.52 18.98 106.9

Rata-rata 4.608 3.832 0.352 1.898 10.69

Lampiran 4. Analisis Data Regressi Linier Berganda

Lampiran 4.1. Analisis data hubungan intensitas serangan terhadap persentase kehilangan hasil

Lampiran 4.1.1 Analisis data hubungan intensitas serangan terhadap persentase kehilangan hasil pada buah warna merah

Model Summary

The independent variable is IntensitasSerangan.

ANOVA

Sum of Squares df Mean Square F Sig.

Regression 1.146 1 1.146 .095 .766

Residual 96.510 8 12.064

Total 97.655 9

(5)

Coefficients

Unstandardized Coefficients Standardized

Coefficients

t Sig.

B Std. Error Beta

IntensitasSerangan -.030 .097 -.108 -.308 .766

(Constant) 11.179 1.790 6.247 .000

Lampiran 4.1.2. Analisis data hubungan intensitas serangan terhadap persentase kehilangan hasil pada buah warna kuning

Model Summary

The independent variable is IntensitasSerangan.

ANOVA

Sum of Squares df Mean Square F Sig.

Regression .008 1 .008 .001 .970

Residual 41.957 8 5.245

Total 41.964 9

The independent variable is IntensitasSerangan.

Coefficients

Unstandardized Coefficients Standardized

Coefficients

t Sig.

B Std. Error Beta

IntensitasSerangan .002 .064 .014 .038 .970

(Constant) 8.505 1.180 7.208 .000

Lampiran 4.1.3. Analisis data hubungan intensitas serangan terhadap persentase kehilangan hasil pada buah warna hijau

(6)

R R Square Adjusted R

Square

Std. Error of the

Estimate

.268 .072 -.044 2.168

The independent variable is IntensitasSerangan.

ANOVA

Sum of Squares df Mean Square F Sig.

Regression 2.911 1 2.911 .620 .454

Residual 37.589 8 4.699

Total 40.500 9

The independent variable is IntensitasSerangan.

Coefficients

Unstandardized Coefficients Standardized

Coefficients

t Sig.

B Std. Error Beta

IntensitasSerangan -.048 .061 -.268 -.787 .454

(Constant) 7.085 1.117 6.343 .000

Lampiran 4.2. Analisis data hubungan intensitas serangan terhadap kepadatan populasi

Lampiran 4.2.1. Analisis data hubungan intensitas serangan terhadap kepadatan popualsi buah warna merah

Model Summary

The independent variable is IntensitasSerangan.

ANOVA

Sum of Squares df Mean Square F Sig.

Regression 1.518 1 1.518 .125 .732

Residual 96.815 8 12.102

Total 98.333 9

(7)

Coefficients

Unstandardized Coefficients Standardized

Coefficients

t Sig.

B Std. Error Beta

IntensitasSerangan .034 .097 .124 .354 .732

(Constant) 12.103 1.792 6.752 .000

Lampiran 4.2.2. Analisis data hubungan intensitas serangan terhadap kepadatan popualsi buah warna kuning

Model Summary

The independent variable is IntensitasSerangan.

ANOVA

Sum of Squares Df Mean Square F Sig.

Regression 1.437 1 1.437 .364 .563

Residual 31.574 8 3.947

Total 33.011 9

The independent variable is IntensitasSerangan.

Coefficients

Unstandardized Coefficients Standardized

Coefficients

t Sig.

B Std. Error Beta

IntensitasSerangan .034 .056 .209 .604 .563

(Constant) 9.916 1.024 9.688 .000

Lampiran 4.2.3. Analisis data hubungan intensitas serangan terhadap kepadatan popualsi buah warna hijau

(8)

R R Square Adjusted R

Square

Std. Error of the

Estimate

.089 .008 -.116 4.529

The independent variable is IntensitasSerangan.

ANOVA

Sum of Squares Df Mean Square F Sig.

Regression 1.309 1 1.309 .064 .807

Residual 164.089 8 20.511

Total 165.398 9

The independent variable is IntensitasSerangan.

Coefficients

Unstandardized Coefficients Standardized

Coefficients

t Sig.

B Std. Error Beta

IntensitasSerangan -.032 .127 -.089 -.253 .807

(Constant) 11.155 2.333 4.781 .001

Lampiran 4.3. Data hubungan kepadatan populasi terhadap persentase kehilangan hasil

Lampiran 4.3.1. Data hubungan kepadatan populasi (merah) terhadap persentase kehilangan hasil (merah)

The independent variable is KPopulasiMerah.

ANOVA

Sum of Squares Df Mean Square F Sig.

Regression 50.423 1 50.423 8.540 .019

Residual 47.233 8 5.904

Total 97.655 9

(9)

Coefficients

Unstandardized Coefficients Standardized

Coefficients

t Sig.

B Std. Error Beta

KPopulasiMerah .716 .245 .719 2.922 .019

(Constant) 1.718 3.183 .540 .604

Lampiran 4.3.2. Data hubungan kepadatan populasi (kuning) terhadap persentase kehilangan hasil (kuning)

Model Summary

The independent variable is KPopulasiKuning.

ANOVA

Sum of Squares Df Mean Square F Sig.

Regression .309 1 .309 .059 .814

Residual 41.655 8 5.207

Total 41.964 9

The independent variable is KPopulasiKuning.

Coefficients

Unstandardized Coefficients Standardized

Coefficients

t Sig.

B Std. Error Beta

KPopulasiKuning -.097 .397 -.086 -.244 .814

(Constant) 9.548 4.195 2.276 .052

(10)

.045 .002 -.123 2.248

The independent variable is KPopulasiHijau.

ANOVA

Sum of Squares Df Mean Square F Sig.

Regression .082 1 .082 .016 .902

Residual 40.418 8 5.052

Total 40.500 9

The independent variable is KPopulasiHijau.

Coefficients

Unstandardized Coefficients Standardized

Coefficients

t Sig.

B Std. Error Beta

KPopulasiHijau -.022 .175 -.045 -.127 .902

(11)

Lampiran 5. Lampiran Gambar

Lampiran 5.1. Gambar lahan penelitian

(12)

Lampiran 5.2. Foto pengambilan sampel

(13)

Lampiran 5.3. Pelaksanaan di laboratorium

(14)

Lampiran 5.4. Supervisi

(15)

(16)

DAFTAR PUSTAKA

AAK. 1991. Budidaya Tanaman Kopi. Penerbit Kanisius.Yogyakarta.

Agustian, A. 2008. Penerapan Pengendalian Hama Terpadu pada Kopi di Jawa Timur. Pusat Penelitian Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian. Bogor.

Warta Penelitian dan Pembangunan Pertanian Vol. 30, No. 6 Hlm. 10-13.

Arif, M.C.W., Mesin, T., R. Saragih dan F. Rahmadani. 2011. Panduan Sekolah Lapang Budidaya Kopi Konservasi, Berbagi Pengalaman dari Kabupaten Dairi Provinsi Sumatera Utara. Conservation International Indonesia. Jakarta.

Barrera, J.F. 2008. Coffee Pests and Their Management. In: Capinera J.L, editor.

Encyclopedia of Entomology. 2nd ed. Springer. pp. 961-998.

Borror, D. J., Triplehorn, C. A and Johnson, N. F. 1992. An Introduction to the

Study of Insect. Saunders College Publishing, a division of Holl, Reinhart

and Winston, Inc. Ohio.

Burbano, E., Wright, M., Donald, E., Bright and Vega, F. E. 2010. New Record for the Coffee Berry Borer, Hypothenemus hampei, in Hawaii. J. Insect

Science: Vol. 11. Article 117.

Bustillo, A. E., Cárdenas, R., Villalba D., Benavides P., Orozco J., Posada,F. J. 1998. Manejo integrado de la broca del café, Hypothenemus hampei (Ferrari) en Colombia. Cenicafé. Editorial Feriva, Cali, Colombia. 134 pp. Damon A. 2000. A Review of the Biology and Control of the Coffee Borer,

Hypothenemus hampei Ferrari (Coleoptera:Scolytidae). Bulletin of Entomological Research 90: 453-465.

Departemen Pertanian. 2006. Survey Produksi Kopi di Indonesia.

Ernawati, Rr., Ratna, W. A dan Slameto. 2008. Teknologi Budidaya Kopi

Poliklonal. Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi

Pertanian. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Lampung. Hawai‘i Department of Agriculture. 2010. CBB survey map of Hawai‘i Island.

Available online: http://hawaii.gov/hdoa/pi/ppc/coffee-cherry-borer-folder/coffee-cherry-borer-information-page.

Hindayana, D., Dewi, J., Djoko, P., Gregory., Gusti, N. R. P., James, M., Kasumbogo, U., Maruddin, S., Paul, M dan Ryatno. 2002. Musuh Alami,

Hama dan Penyakit Tanaman Kopi. Proyek Pengendalian Hama Terpadu

(17)

Jaramillo, J. , Borgemeister, C and Baker, P. 2006. Coffee Berry Borer

Hypothenemus hampei (Coleoptera: Curculionidae): Searching for

Sustainable Control Strategies. Bulletin of Entomological Research 96: 223-233.

Kusureng, M. A dan Rismayani. 2010. Intensitas Serangan Kumbang Bubuk Buah (Stephanoderes Hampei) pada Pertanaman Kopi di desa bulukmase, Kecamatan Sinjai Selatan, Kabupaten Sinjai, Sulawesi Selatan. Prosiding

Seminar Ilmiah dan Pertemuan Tahunan PEJ danPFJ XX Komisariat Daerah Sulawesi Selatan, 27 Mei 2010. Hlm. 220-224.

Laila, M. S. E., Agus, N dan Saranga, N. P. 2011. Aplikasi Hama Terpadu untuk Pengendalian Hama Bubuk Buah Kopi (Hypothenemus hampei). J.

Fitomedika Vol. 7 (3) :162-166.

Maharani, J. S. F. X. Susilo, I Gede, S dan Joko, P. 2013. Keterjadian Penyakit Tersebab Jamur pada Hama Penggerek Buah Kopi (PBKo) di Pertanaman Kopi Agroforestri. Lampung. J. Agrotek Tropika Vol 1, No. 1. Hlm 86-91 Januari 2013.

Messing, R. H. 2012. Article The Coffee Berry Borer (Hypothenemus hampei) Invades Hawaii: Preliminary Investigations on Trap Response and Alternate Hosts. Insects 2012, 3, 640-652.

Najiyati, S dan Danarti. 2004. KOPI Budi Daya dan Penanganan

Pascapanen. Edisi Revisi. Penebar Swadaya. Jakarta.

. . 2006. KOPI Budi Daya dan Penanganan

Pascapanen. Edisi Revisi. Penebar Swadaya. Jakarta.

Porat, E. 2008. Menakar Manfaat Predator di Kawasan Wanatani Kopi. Yayasan Tunas Jaya. Manggarai, NTT.

Prastowo, B. , Elna, Karmawati. , Rubijo. , Siswanto. , Chandra, I. , dan S.J. Munarso. 2010. Budidaya dan Pasca Panen Kopi. Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan. Bogor.

Rojas, M. G., Ramos, A. M and Harrington, T. C. 1999. Association Between

Hypothenemus hampei (Coleoptera: Scolytidae) and Fusarium solani

(Moniliales: Tuberculariaceae) Ann. Entomol. Soc. Am. 92(1): 98-100. Syahnen, Yenni. A dan Ida, R. T. U.S. 2010. Rintisan Metode Pengamatan

Hama Penggerek Buah Kopi (Hypothenemus hampei Ferr.) di Kabupaten Dairi Propinsi Sumatera Utara. Laboratorium Lapangan Balai Perbenihan

(18)

Vega, F.E. 2008. Coffee berry borer, Hypothenemus hampei (Ferrari) (Coleoptera: Curculionidae: Scolytinae) In: Capinera, J.L, editor. Encyclopedia of

Entomology, 2nd ed. Springer. pp. 959-960.

Vega, F. E., Infante, F. Castillo, A., Jaramillo, J . 2009. The Coffee Berry Borer,

Hypothenemus hampei (Ferrari) (Coleoptera: Curculionidae): a short

review, with recent findings and future research directions. Terrestrial

Arthropod Reviews 2: 129-147.

Wiryadiputra, S. 2006. Penggunaan Perangkap Dalam Pengendalian Hama Penggerek Buah Kopi (PBKo, Hypothenemus hampei)Pelita Perkebunan

2006, 22(2), 101—118.

Zahro ’in, E dan Yudi, Y. 2013. Tingkat Seranga Penggerek Buah Kopi (PBKo)

Hypothenemus hampei Ferr. di Propinsi Jawa Timur pada September

(19)

BAHAN DAN METODE

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian dilakukan mulai bulan Juni sampai dengan September 2014. Penelitian ini dilaksanakan di sepuluh desa yang berada di lima kecamatan di kabupaten Simalungun dengan ketinggian tempat berkisar dari 1086 mdpl sampai dengan 1405 mdpl. Pengamatan dilakukan di Laboratorium Hama Tumbuhan Program Studi Agroekoteknologi Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan.

Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan adalah tanaman kopi Arabica (Coffea arabica), Hama PBKo H. hampei , label, karet dan plastik.

Alat yang digunakan di kebun kopi adalah ember/wadah, timbangan analitik, pisau scalpel, cawan, loup/kaca pembesar, mikroskop, kalkulator dan kamera.

Populasi dan Sampel

Populasi adalah keseluruhan objek yang diteliti sedangkan sampel adalah sebagian kecil objek yang diteliti. Populasi dari penelitian ini adalah kebun kopi yang dibagi dalam 10 daerah di 5 kecamatan dan sampel penelitian ini adalah 10% dari keseluruhan populasi tanaman kopi pada setiap kebun yang diambil pada lima titik.

Metode Penelitian

Metode penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah metode

purposive sampling di lima kecamatan yang memiliki pertanaman kopi yang

(20)

lokasi pengamatan dengan masing-masing sebanyak lima titik pengambilan sampel.

Pelaksanaan Penelitian

1. Pelaksanaan Lapangan

Pemilihan Lokasi Kebun

Pemilihan lokasi kebun pada masing-masing desa dilakukan untuk menentukan kebun yang akan dilakukan sebagai tempat penelititan. Kebun yang dipilih berada kecamatan Pematang Silimakuta tepatnya di desa Mardinding (1393 mdpl) dan desa Tamba Saribu (1396 mdpl), kecamatan Silimakuta tepatnya di desa Bangun Saribu (1378 mdpl) dan desa Saribudolok (1400 mdpl), Kecamatan Purba tepatnya di desa Hinalang (1357 mdpl) dan desa Simpang Hinalang (1405 mdpl), Kecamatan Dolok Silau tepatnya di desa Bosi Sinombah (1262 mdpl) dan desa Nagori Bosi (1215 mdpl) dan Kecamatan Raya tepatnya di desa Marihat Raya (1258 mdpl) dan desa Dolok Huluan (1086 mdpl) di Kabupaten Simalungun.

Penentuan Titik Pengambilan Sampel

Areal pertanaman kopi dibagi atas 5 (lima) petak pengambilan sampel berdasarkan arah mata angin yaitu : Utara (T1), Selatan (T2), Timur (T3), Barat (T4) dan Tengah (T5). Masing-masing titik terdiri dari beberapa pohon dengan jumlah populasi sebanyak 10% dari seluruh populasi kebun kopi yang terbagi dalam 5 titik pengambilan sampel. Setiap pohon sampel terdiri dari 4 ranting pengamatan.

(21)

Pemberian label dilakukan pada setiap ranting yang menjadi bagian sampel pengamatan. Label yang akan ditandai diikat dengan menggunakan karet pada bagian ranting yang menjadi sampel

Pengamatan/Pengambilan Data Intensitas Serangan

Pengambilan data dilakukan dengan menghitung buah kopi pada ranting yang menjadi sampel kemudian menentukan nilai intensitas serangan.

2. Pelaksanaan Laboratorium

Identifikasi Hama

Sampel yang dibawa ke Laboratorium Hama diidentifikasi dengan cara mengamati buah kopi yang terserang dengan menggunakan alat bantu loupe dan mikroskop.

Perhitungan persentase kehilangan hasil

Buah kopi yang telah dibawa ke laboratorium dilakukan perhitungan persentase kehilangan hasil dengan cara menimbang berat utuh buah kopi yang terserang, kemudian menimbang kembali buah kopi setelah hama yang berada di dalam dikeluarkan dari biji kopi.

Perhitungan populasi hama

Sampel yang telah dibawa diteliti kembali di laboratorium untuk dilakukan perhitungan populasi PBKo di dalam buah agar diperoleh pengumpulan data.

3. Peubah Amatan

a. Intensitas serangan H. hampei

Intensitas serangan PBKo dihitung dengan cara :

(22)

- Dipilih 4 cabang pada setiap pohon dengan posisi cabang berada di bagian tengah pohon.

- Diamati intensitas serangan buah kopi pada setiap sampel. Masing-masing pada minggu ke-1, ke-4 dan minggu ke-7

- Data pada minggu terakhir digunakan sebagai data utama - Dihitung intensitas serangan hama PBKo yang diamati, dengan

menggunakan rumus:

A = Jumlah buah kopi yang terserang B = Jumlah keseluruhan buah kopi

b. Persentase Kehilangan Hasil

Pengambilan data dilakukan dengan menimbang berat utuh buah kopi yang terserang, kemudian menimbang kembali buah kopi setelah hama yang berada di dalam dikeluarkan dari biji kopi. Masing-masing kebun terdiri dari 50 buah kopi berwarna merah, 50 buah kopi berwarna kuning dan 50 buah kopi berwarna hijau yang terbagi dalam 5 titik pengamatan sampel. Ditimbang buah kopi tersebut dan dihitung persentase kehilangan berat dengan menggunakan rumus:

A - B A Keterangan :

(23)

P = Persentase kehilangan berat (%) A = Berat buah utuh (g)

B = Berat buah setelah hama dikeluarkan (g)

c. Kepadatan Populasi

Rata-rata kepadatan populasi pada buah berwarna hijau

Rata-rata kepadatan populasi pada buah berwarna kuning

Rata-rata kepadatan populasi pada buah berwarna merah

Kepadatan populasi dilakukan dengan cara mengitung 150 buah kopi yang sudah terserang hama PBKo atau 50 buah / masing-masing warna buah yang tersebar pada 5 (lima) titik pengambilan sampel. Hal serupa dilakukan pada kebun penelitian lainnya.

d. Analisis Data (Regresi Linear)

Pemeriksaan regresi antara variabel x dan variabel y digunakan koefisien regresi linier sederhana sebagai berikut:

Y = a + bX

Keterangan :

Y = variabel tidak bebas X = variabel bebas a = konstanta

b = koefisien regresi / slop

(24)

I. Regresi Antara Intensitas Serangan dengan Persentase Kehilangan Hasil Untuk menganalisis regresi antara intensitas serangan dengan persentase kehilangan hasil ditentukan 2 variabel yaitu intensitas serangan sebagai variabel bebas (x) dan persentase kehilangan hasil sebagai variabel tidak bebas (y).

II. Regresi Antara Intensitas Serangan dengan Kepadatan Populasi

Untuk menganalisis regresi antara intensitas serangan dengan kepadatan populasi ditentukan 2 variabel yaitu intensitas serangan sebagai variabel bebas (x1) dan persentase kehilangan hasil sebagai variabel tidak bebas (y).

III. Regresi Kepadatan Populasi dengan Persentase Kehilangan Hasil

(25)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Intensitas Serangan Hama PBKo Hypothenemus hampeii Ferr.

Rataan Intensitas Serangan di Kabupaten Simalungun sangat beragam. Hal ini dapat dilihat dari Tabel 1.

Tabel 1. Rataan persentase intensitas serangan hama PBKo

No. Desa Kecamatan Total Rata-rata

(26)

intensitas serangan >10%. Tingat serangan sebesar 20% dapat mengakibatkan penurunan produksi sekitar 10% (Zahro’in dan Yudi, 2013).

Desa

Gambar 5. Histogram Intensitas Serangan Hama PBKo

Berdasarkan gambar yang disajikan dapat terlihat jelas bahwa intensitas serangan sangat signifikan pada desa Dolok Huluan, sedangkan untuk desa lainnya tidak terlalu signifikan, karena tidak ada perbedaan tingkat intensitas serangan yang tinggi pada desa lainnya. Hal ini dapat disebabkan karena adanya pengaruh ketinggian tempat dalam pengambilan sampel, dimana ketinggian tempat pada desa Dolok Huluan mencapai 1086 mdpl sedangakan desa lainnya berkisar antara 1200-1400 mdpl. Hal ini sesuai dengan literatur Riyatno (1990) yang menyatakan bahwa ketinggian tempat akan berpengaruh terhadap perkembangan hama PBKo. Pada ketinggian antara 400–1.000 m dpl dapat terserang berat sedangkan pada ketinggian 1.500 m dpl tidak mengalami serangan yang berarti.

Faktor lain yang menyebabkan tinggi rendahnya intensitas intensitas serangan PBKo adalah suhu dan ketinggian tempat. Semakin tinggi suhu suatu daerah, maka semakin baik daya berkembang dari Hama PBKo. Sedangkan

0

(27)

semakin rendah suhu, maka semakin rendah daya berkembang dari Hama. Hal ini sesuai dengan pernyataan Rojas et al (1999) yang menyatakan bahwa. Periode perkembangan PBKo berlangsung 30, 42, dan 49 hari pada suhu masing masing 26, 23.4, dan 28.oC.

Persentase Kehilangan Hasil

Persentase kehilangan hasil menunjukkan bahwa kehilangan hasil tertinggi terdapat pada buah berwarna merah dan kemudian menjadi semakin rendah pada buah berwarna kuning dan buah berwarna hijau.

Tabel 2. Rataan Persentase Kehilangan Hasil

No. Desa Kecamatan

Rataan persentase

kehilangan hasil Total Merah Kuning Hijau

(28)

Vega et al (2009) yang mengatakan bahwa mengenai preferensi warna, telah dilakukan penelitian di laboratorium dengan menggunakan buah berwarna hijau, kuning, merah dan hitam. Berdasarkan hasil, diketahui bahwa preferensi hama PBKo lebih tinggi pada buah kopi berwarna merah dan hitam.

Gambar 6. Histogram persentase kehilangan hasil

Berdasarkan gambar dapat diketahui persentase kehilangan hasil bervariasi. Pada buah berwarna merah, persentase kehilangan hasil tertinggi terdapat pada desa Mardinding Kecamatan Pematang Silimakuta dan yang terendah pada desa Bosi Sinombah Kecamatan Dolok Silau. Pada buah berwarna kuning, persentase kehilangan hasil tertinggi terdapat pada desa Mardinding dan yang terendah pada desa Bandar Hinalang Kecamatan Purba. Sedangkan pada buah yang berwarna hijau, persentase kehilangan hasil tertinggi pada desa Mardinding Kecamatan Pematang Silimakuta dan yang terendah sebesar terdapat di Desa Bandar Hinalang Kecamatan Purba dan Desa Bosi Sinombah Kecamatan Dolok Silau. Berdasarkan data, dapat dilihat bahwa Desa mardinding memiliki persentase kehilangan hasil tertinggi pada semua warna buah sedangkan

0,00 5,00 10,00 15,00 20,00

(29)

persentase kehilangan hasil terendah terdapat pada desa Bandar Hinalang Kecamatan Purba dan Desa Bosi Sinombah Kecamatan Dolok Silau.

Berdasarkan gambar diatas, dapat dilihat bahwa rataan persentase kehilangan hasil di kabupaten Simalungun belum termasuk dalam serangan berat. Hal ini dikarenakan berdasarkan data, rataan persentase kehilangan hasil masih dibawah 20%. Apabila serangan dapat mencapai angka tersebut merupakan serangan yang sudah sangat berat yang dapat menurunkan produksi kopi secara keseluruhan. Arief et al (2011) menyatakan bahwa, serangan PBKo dapat menurunkan mutu kopi dan penurunan produksi hingga 20 – 30% bahkan tidak jarang petani yang gagal panen.

Kepadatan Populasi Hama PBKo Hypothenemus hampeii

Kepadatan populasi di kabupaten Simalungun menunjukkan bahwa kepadatan populasi di kabupaten Simalungun sangat beragam. Hal ini dapat dilihat dari tabel 3.

Tabel 3. Kepadatan Populasi Hama PBKo Hypothenemus hampei

(30)

Berdasarkan tabel diatas, diketahui bahwa jumlah kepadatan populasi hama di kabupaten Simalungun sangat bervariasi. Hal ini ditunjukkan dengan jumlah populasi hama yang terdapat pada masing-masing desa sangat bervariasi yaitu antara 6,32 – 19,04. Hal ini menunjukkan bahwa selisih perbedaan jumlah populasi yang sangat tinggi yaitu sekitar 12,5 sehingga semakin tinggi juga jumlah populasi rata-rata. Selain itu, stadia serangga juga berpengaruh terhadap jumlah hama yang terdapat pada masing-masing buah kopi.

(31)

menggerek dengan meletakkan telur pada buah kopi yang selanjutnya akan berkembang menjadi imago baru di dalam buah. Pada buah berwarna kuning dan merah berturut-turut, diketahui bahwa fase telur bukan menjadi stadia serangga dengan populasi terbanyak, tetapi stadia larva. Hal ini sesuai dengan literatur Vega et al (2009) yang menyatakan bahwa Di lapangan, ketika serangga mulai menggerek buah kopi berwarna hijau merupakan satu faktor yang menentukan tingkat keberhasilan hama dalam menggerek namun kandungan bahan kering harus lebih dari 20 %.

Gambar 7. Histogram rataan kepadatan populasi hama PBKo di Kabupaten

Simalungun

Berdasarkan gambar diatas, dapat dilihat bahwa terdapat perbedaan jumlah populasi hama pada masing masing stadia serangga. Jumlah populasi tertinggi terdapat pada stadia larva dengan rata-rata jumlah populasi berkisar antara 5,27 – 3,83, sedangkan jumlah populasi terendah terdapat pada stadia pupa dengan rata-rata jumlah populasi berkisar antara 0,35 – 1,46. Hal ini dapat terjadi karena pada buah yang terserang, kumbang sudah lama berkembang biak dalam buah kopi sehingga telur yang sudah diletakkan sebelumnya sudah berkembang menjadi

0

Rataan Kepadatan Populasi

(32)

larva, selanjutnya kumbang tetap meletakkan telurnya selama masih ada makanan yang cukup bagi perkembangan serangga. Hindayana et al (2002) menyebutkan bahwa Apabila diukur menurut tingkat kematangan, kumbang betina menyerang buah kopi yang terbentuk dari umur 8 minggu setelah berbunga sampai waktu panen. Buah yang sudah tua merupakan buah yang paling disukai oleh hama tersebut.

Analisis Data (Regresi Linear)

Hubungan Intensitas Serangan (IS) terhadap Persentase Kehilangan Hasil (PKH) Hasil Pendugaan model ‘pengaruh intensitas serangan (IS) terhadap persentase kehilangan hasil (PKH)” diperoleh sebagai berikut:

Gambar 8 menunjukkan hubungan intenistas serangan (IS) dengan persentase kehilangan hasil (PKH) pada buah berwarna merah memiliki hubungan yang sangat rendah dan bersifat negatif dengan nilai signifikasi melampaui uji statistic = 0,05 (tingkat kepercayaan 95%)

Gambar 8. Hubungan intensitas serangan dengan kehilangan hasil pada buah

berwarna merah

IS (x) PKH

(y)

Y = 11,179 – 0,030 X

R2= 0,012

(33)

Gambar 9 menunjukkan hubungan intenistas serangan (IS) dengan persentase kehilangan hasil (PKH) pada buah berwarna kuning memiliki nilai hubungan terendah dan bersifat positif dengan nilai signifikasi melampaui uji statistik = 0,05 (tingkat kepercayaan 95%)

Gambar 9. Hubungan intensitas serangan dengan kehilangan hasil pada buah

berwarna kuning

Gambar 10 menunjukkan bahwa hubungan intenistas serangan (IS) dengan persentase kehilangan hasil (PKH) pada buah berwarna hijau memiliki hubungan yang sangat rendah dan bersifat negatif dengan nilai signifikasi melampaui uji statistic = 0,05 (tingkat kepercayaan 95%) sehingga diperoleh hasil pendugaan regresi linear sebagai berikut:

Y = 8,505 + 0,002 X

R2= 0,000

P = 0,970

IS (x) PKH

(34)

Gambar 10. Hubungan intenistas serangan dengan kehilangan hasil pada buah

warna hijau

Hasil pendugaan model regresi linear menunjuukan bahwa R2 pada masing masing warna buah yaitu 1,2%, 0% dan 7,2%, artinya dapat menjelaskan bahwa R2 variabel persentase kehilangan hasil secara bersama-sama mampu menerangkan variasi variable intensitas serangan 1,2%, 0% dan 7,2%. Hal ini menunjukkan bahwa nilai hubungan regresi antara intensitas serangan (IS) dan persentase kehilangan hasil (PKH) sangat rendah. Dengan kata lain, intensitas serangan tidak memiliki hubungan yang sangat kuat terhadap persentase kehilangan hasil, baik pada buah kopi berwarna merah, kuning dan hijau. Jadi, semakin tinggi atau semakin rendah nilai intensitas serangan tidak berpengaruh nyata dengan persentase kehilangan hasil.

IS (x) PKH

( y)

Y = 7,085 – 0,048 X

R2= 0,072

(35)

Hasil bahwa koefisien regresi pada masing-masing hasil uji F/P tidak signifikan secara statistik, dimana nilai sig 0 > a = 5%. Hal ini dapat diakibatkan karena nilai standar erornya jauh lebih rendah dibanding nilai koefisien yang didapat. Sehingga dapat dikatakan bahwa hubungan antara intensitas serangan (IS) terhadap persentase kehilangan hasil (PKH) tidak signifikan. Tanda koefisien yang negatif untuk persentase kehilangan hasil (PKH) hijau memberikan arti bahwa hubungan antara PKH dengan intensitas seragan bersifat negatif. Sebaliknya tanda koefisien yang positif pada PKH kuning dan merah memberikan arti bahwa hubungan antara PKH dengan intensitas serangan bersifat positif.

Faktor yang menyebabkan terjadinya hubungan yang bersifat negatif pada beberapa analisis regresi intensitas tehadap PKH pada buah berwarna hijau dapat disebabkan oleh faktor stadia serangga yang terdapat di dalam buah kopi, dimana pada buah berwarna hijau, jumlah telur menjadi lebih dominan, sehingga tidak banyak buah kopi yang digerek pada saat hama masih dalam fase telur. Dalam hal ini, tinggi rendahnya persentase intensitas serangan yang terjadi, tidak memiliki hubungan sama sekali terhadap persentase kehilangan hasil buah kopi berwarna hijau.

Pengaruh Intensitas Serangan (IS) terhadap Kepadatan Populasi (KP)

Hasil pendugaan model “ pengaruh intensitas (IS) serangan terhadap kepadatan populasi (KP)” diperoleh sebagai berikut:

(36)

Gambar 11. Hubungan intensitas serangan dengan kepadatan populasi hama

pada buah berwarna merah

Gambar 12 menunjukkan hubungan intenistas serangan (IS) dengan persentase kepadatan populasi (KP) pada buah berwarna kuning memiliki hubungan yang sangat rendah dan bersifat positif dengan nilai signifikasi melampaui uji statistik = 0,05 (tingkat kepercayaan 95%)

KP (y)

IS (x)

Y = 12,103 + 0,034 X

R2= 0,015

(37)

Gambar 12. Hubungan intensitas serangan dengan kepadatan populasi hama

pada buah berwarna kuning

Gambar 13 menunjukkan hubungan intenistas serangan (IS) dengan persentase kepadatan populasi (KP) pada buah berwarna hijau memiliki hubungan yang sangat rendah dan bersifat negatif dengan nilai signifikasi melampaui uji statistik = 0,05 (tingkat kepercayaan 95%)

KP (y)

IS (x)

Y = 9,916 + 0,034 X

R2= 0,044

(38)

Gambar 13. Hubungan intensitas serangan dengan kepadatan populasi hama

pada buah berwarna hijau

Hasil perhitungan menunjuukan bahwa R2 pada masing masing warna buah, yaitu 1,5%, 4,4% dan 0,8%. Hal ini dapat menjelaskan bahwa R2 variabel Persentase kepadatan populasi secara bersama-sama mampu menerangkan variasi variable intensitas serangan 1,5%, 4,4% dan 0,8%. Jadi, berdasarkan hasil analisis regresi, dapat dikatakan bahwa intensitas serangan (IS) tidak memiliki hubungan yang sangat kuat terhadap kepadatan populasi (KP) baik pada buah berwarna merah, kuning, maupun hijau. Artinya, tinggi rendahnya nilai intensitas serangan tidak memiliki hubungan yang kuat perngaruhnya dengan kepadatan populasi hama.

Disamping itu juga didapat bahwa koefisien regresi pada masing-masing hasil uji F/P tidak signifikan secara statistik, dimana nilai signifikan > a = 5%. Hal ini dapat diakibatkan karena nilai standar erornya jauh lebih rendah dibanding

KP (y)

IS (x)

Y = 11,155 – 0,032 X

R2= 0,008

(39)

nilai koefisien yang didapat. Tanda koefisien yang positif untuk kepadatan populasi (KP) merah dan kuning memberikan arti bahwa pengaruh antara KP dengan Intensitas seragan bersifat positif. Sebaliknya tanda koefisien yang positif pada PKH hijau memberi arti bahwa pengaruh antara KP dengan intensitas serangan bersifat positif.

Faktor yang menyebabkan terjadinya hubungan yang bersifat negatif pada analisis regresi intensitas tehadap kepadatan populasi hama pada buah kopi berwarna hijau pada dapat disebabkan oleh faktor jumlah dan stadia serangga yang terdapat di dalam buah kopi, dimana pada buah berwarna hijau, intensitas serangan tidak memiliki hubungan sama sekali dengan kepadatan populasi hama. Hal ini dikarenakan jumlah hama dan stadia hama yang terdapat pada buah kopi tidak memiliki hubungan yang signifikan.

Pengaruh Kepadatan Populasi (KP) terhadap Persentase Kehilangan Hasil (PKH) Hasil pendugaan model “ pengaruh kepadatan populasi (KP) terhadap persentase kehilangan hasil (PKH) diperoleh sebagai berikut:

(40)

Gambar 14. Hubungan kepadatan populasi hama dengan kehilangan hasil

pada buah berwarna merah

Gambar 15 menunjukkan hubungan kepadatan populasi (KP) dengan persentase kehilangan hasil (PKH) pada buah berwarna kuning memiliki hubungan yang sangat rendah dan bersifat negatif dengan nilai signifikasi melampaui uji statistik = 0,05 (tingkat kepercayaan 95%)

PKH (y)

KP(x)

Y = 1,718 + 0,716 X

R2= 51,6

(41)

Gambar 15. Hubungan kepadatan populasi hama dengan kehilangan hasil

pada buah berwarna kuning

Gambar 16 menunjukkan hubungan kepadatan populasi (KP) dengan persentase kehilangan hasil (PKH) pada buah berwarna hijau memiliki hubungan yang sangat rendah dan bersifat negatif dengan nilai signifikasi melampaui uji statistik = 0,05 (tingkat kepercayaan 95%).

PK H (y)

KP (x)

Y = 9,5498 – 0,097 X

R2= 0,07

(42)

Gambar 16. Hubungan kepadatan populasi hama dengan kehilangan hasil

pada buah berwarna hijau

Berdasarkan tabel diatas, dapat diketahui bahwa pada persentase kehilangan hasil Merah (KP-PKH Merah), R Square (R2) yang diperoleh sebesar 51,6 %. Analisis ini menunjukkan variable persentase kehilangan hasil merah mampu menerangkan variasi variable pendapatan sebesar 51,6 % dan sisanya sebesar 48,4 % dipengaruhi oleh variable lain. Hal ini dapat dikatakan bahwa kepadatan populasi (KP) hama memiliki hubungan yang kuat terhadap persentase kehilangan hasil (PKH). Berdasarkan uji F/P yang telah dilakukan, diperoleh nilai F hitung yang signifikan (signifikansi sebesar 0,019 > 0,05). Artinya bahwa semua variable bebas (KP) yang dimasukkan kedalam model secara bersama-sama berpengaruh terhadap variable terikat (PKH). Tanda koefisien positif untuk

PKH (y)

KP(x)

Y = 6,629 – 0,022 X R2= 0,02

(43)

PKH merah dengan KP merah bersifat positif, semakin tinggi PKH Merah maka KP Merah semakin tinggi, dan sebaliknya.

Pada table hubungan KP dengan PKH Kuning dan Hijau menunjukkan bahwa R2 yaitu 0,7% dan 0,2%, berarti variabel kepadatan populasi kuning dan hijau dapat menjelaskan 0,7% dan 0,2% variasi dari varibel persentase kehilangan hasil kuning dan hijau. Jadi, dapat dikatakan bahwa kepadatan populasi (KP) terhadap persentase kehilangan hasil (PKH) memiliki hubungan yang sangat rendah, dimana semakin tinggi atau semakin rendah nilai (KP) tidak mempengaruhi nilai dari (PKH). Disamping itu juga didapat bahwa koefisien regresi tidak signifikan secara statistik, dimana nilai sig > a = 5%. Hal ini dimungkinkan karena nilai standar erornya jauh lebih tinggi dibandingkan nilai koefisien yang didapat. Tanda koefisien yang negatif untuk persentase kehilangan hasil memberikan arti bahwa pengaruh antara persentase kehilangan hasil denga kepadatan populasi hijau dan kuning bersifat negatif.

(44)
(45)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

1. Intensitas serangan tertinggi terdapat di desa Dolok Huluan sebesar 46,78% dan terendah terdapat di desa Bangun Saribu sebesar 5,42%.

2. Rataan intensitas serangan di Kabupaten Simalungun sangat bervariasi dengan selisih sampai dengan 40%.

3. Persentase kehilangan hasil tertinggi terdapat pada warna merah sebesar 10,74 % dan yang terendah pada warna kuning dan hijau sebesar 2,15% dan 0,43%.

4. Rataan persentase kehilangan hasil di kabupaten simalungun belum termasuk dalam serangan berat karena rataan persentase kehilangan hasil masih dibawah 20%.

5. Kepadatan populasi tertinggi terdapat pada stadia larva antara 5,27 – 3,83 dan populasi terendah terdapat pada stadia pupa dengan antara 0,35 – 1,46. 6. Hubungan kepadatan populasi dengan persentase kehilangan hasil pada

buah merah memiliki nilai R2 yang paling tinggi yaitu 51,6 % dengan signifikansi < 0.05

7. Kepadatan populasi memiliki hubungan yang kuat terhadap persentase kehilangan hasil, sedangkan intensitas serangan memiliki hubungan yang rendah dengan kepadatan populasi dan persentase kehilangan hasil.

Saran

(46)

TINJAUAN PUSTAKA

Serangga Hypothenemus hampei Ferr. (Coleoptera : Scolytidae).

Penggerek Buah Kopi (PBKo) Hypothenemus hampei (Ferrari), adalah hama kopi yang paling serius di seluruh dunia, hama ini menyebabkan kerusakan ekonomi yang parah di setiap wilayah komersial di mana kopi tumbuh. Selama bertahun-tahun, petani kopi Hawaii telah berhasil mengembangkan program pengendalian hama sehingga menyebabkan terjadinya penurunan hama. Namun, invasi terbaru dari kumbang kopi PBKo dari daerah Pulau Kona mengancam secara serius dan berdampak pada industri kopi seluruh Kepulauan Hawaii. Serangannya hingga sekitar 8.000 hektar, dengan kehilangan pendapatan petani sekitar 30 juta dolar. Tanaman kopi merupakan tanaman terbesar keempat di negara tersebut (Messing, 2012).

Serangga H. hampei hanya menyerang dan berkembangbiak pada berbagai jenis kopi. Serangga dewasa berwarna hitam kecoklatan. Panjang tubuh serangga betina 2 mm, sedang jantan lebih kecil yaitu 1.2 mm, perbandingan antara betina dan jantan rata-rata 10 : 1. Serangga jantan tidak bisa terbang, sedangkan serangga betina terbang di sore hari dari pukul 16.00 sampai 18.00 dengan umur rata-rata 103 hari dan 150 hari. Serangga masuk dari ujung buah baik biji yang masih di pohon maupun yang telah jatuh ke tanah. Pengendalian harus dilakukan bila intensitas serangan >10% (Prastowo et al, 2010).

(47)

buah kopi yang sedang terbentuk dari 8 minggu setelah berbunga sampai waktu panen. Buah yang sudah tua paling disukai. Kumbang betina terbang dari pagi hingga sore (Hindayana et al, 2002).

H. hampei menyebabkan kerugian ekonomi yang sangat serius dan dapat

mempengaruhi ekonomi lebih dari 20 juta keluarga pedesaan di dunia. Pada sektor perkebunan, dilaporkan bahwa investasi di tingkat perkebunan berada pada tingkat yang sangat merugikan, misalnya di negara Uganda 80%, Kolombia 60%, Jamaika 58-85%, Tanzania 90%, Malaysia 50-90% dan Meksiko 60% (Jaramilo et al, 2006).

Kumbang dan larva hama ini menyerang buah kopi yang sudah cukup keras dengan cara membuat liang gerekan dan hidup di dalamnya, sehingga menimbulkan kerusakan yang cukup parah (Gambar 1). Bahkan, hama ini tidak hanya menyerang buah dikebun, tetapi juga menyerang buah dalam penyimpanan (Najiyati dan Danarti, 2004).

Kondisi saat ini menunjukan bahwa hama penggerek buah kopi merupakan hama yang sangat merugikan para petani, serangan PBKo dapat menurunkan mutu dan produksi kopi hingga 20 – 30%, bahkan tidak jarang menyebabkan petani gagal panen. Hama PBKo merupakan kumbang yang berukuran kecil berwarna hitam. Kumbang tersebut umumnya menyerang buah yang mulai masak dan meninggalkan telur di dalamnya hingga telur tersebut menjadi ulat yang akan menyerang buah kopi (Arief et al, 2011).

H. hampei betina bertelur 2 hari setelah kopulasi. Periode perkembangan

(48)

PBKo ditemukan 13 betina dan satu jantan. Namun, rata-rata perbandingan rasio nisbah kelamin dilaporkan sebesar 10 betina banding 1 jantan. Serangga jantan tidak mampu untuk terbang dan tetap berada dalam buah kopi sepanjang hidupnya. Namun, seranga betina bukanlah serangga partenogenesis karena

serangga betina PBKo juga memerlukan pembuahan untuk menghasilkan telur (Rojas et al, 1999).

Kerusakan oleh hama ini disebabkan oleh bubuk buah yang disebut

H. hampeii. Bubuk yang besarnya ± 1,5 mm, berwarna cokelat tua. Hidupnya

selalu menyembunyikan diri (AAK, 1991).

Biologi H. hampei Ferr.

Kumbang betina meletakkan antara 31 sampai 119 telur dalam buah kopi tergantung tingkat kematangan masing-masing kopi. Siklus hidup serangga ini dimulai dari fase telur, larva, pupa (fase pupa berlangsung singkat) dan imago. Rata rata umur siklus hidupnya yaitu telur (4 hari), Larva (15 hari), dan pupa (7 hari) dan berkembang pada suhu 27 °C (Damon, 2000).

(Sumber :: Vega, 2008).

Gambar 1 : Telur Hypothenemus hampei Ferr.

(49)

Telurnya menetas dalam waktu sekitar 8 hari, lalu berubah menjadi larva berwarna putih dan bermulut cokelat (Najiyati dan Danarti, 2006). Telur menetas menjadi larva yang menggerek biji kopi (Hindayana et al, 2002).

(Sumber : www.google.com/search?q=telur+pbko&client). Gambar 2 : Larva Hypothenemus hampei Ferr.

Larva H. hampei berwarna putih kekuningan, tanpa kaki, dengan bentuk tubuh menyerupai huruf " C " (Gambar 3). larva instar terakhir berukuran 1,88-2,30 mm (Vega, 2008). Perkembangan larva berlangsung sekitar 14-28 hari, hal ini sangat tergantung dengan keadaan iklim.(AAK, 1991).

Ketika larva menjadi kepompong (pupa) merupakan masa istirahat dalam keadaan tenang yang berlangsung selama 5-15 hari. Selesai masa istirahat, pupa berubah menjadi imago, dan mengadakan perkawinan di dalam biji. Tiga minggu setelah keluar dari biji kopi, serangga betina mulai bertelur lagi, masa ini berlangsung sampai lebih dari dua bulan. Dalam biji kopi yang telah berjatuhan pun mereka dapat berkembang biak (AAK, 1991).

(50)

(Sumber : www.pensoft.net). Gambar 3 : Pupa Hypothenemus hampei Ferr.

Pra – pupa mirip dengan larva, tapi warnanya putih susu , tubuhnya kurang melengkung dan tidak makan (Gambar 4). Pupa berwarna putih susu dan kuning tua. Banyak karakteristik serangga dewasa yang dapat terlihat dalam tahap ini. Pupa memiliki ukuran yang bervariasi dari 1,84-2,00 mm (Vega, 2008).

Serangga dewasa memanjang dengan tubuh silinder yang sedikit melengkung ke arah belakang abdomen. Panjangnya sekitar 1,50-1,78mm tubuhnya hitam kilat, kadang berwarna kekuningan ketika muncul dari pupa (Vega, 2008).

(Sumber : Vega, 2008).

Gambar 4 : Imago Hypothenemus hampei Ferr. (a: betina, b: jantan) a

b

(51)

Penggerek buah kopi H. hampei merupakan kumbang yang berukuran 0,7-1,7 mm, berbadan bulat dengan kepala berbentuk segitiga yang ditutupi oleh rambut-rambut halus. Kumbang ini biasanya akan bertelur dalam lubang gerekan. (Najiyati dan Danarti, 2006). Serangga ini memiliki bulu-bulu yang tersebar di bagian kepala dan tubuh. Serangga betina memiliki ukuran dua kali lebih besar dari serangga jantan (Gambar 4). Serangga betina sangat mudah dibedakan dari serangga jantan karena ukurannya yang lebih besar. Serangga dewasa mencari perlindungan di buah kopi berwarna hitam dan buah yang kering. Serangga betina dewasa muncul secara besar-besaran dari buah kopi yang telah tua saat awal musim penghujan dan mulai menyerang buah dari awal panen (Vega, 2008).

Kumbang betina menggerek ke dalam biji kopi dan bertelur sekitar 30-50 butir. Larva menjadi kepompong di dalam biji. Dewasa (kumbang) keluar dari kepompong. Jantan dan betina kawin di dalam buah kopi, kemudian sebagian betina terbang ke buah lain untuk masuk, lalu bertelur lagi. Jantan tidak bisa terbang sehingga tetap di dalam buah tempat lahirnya sepanjang hidup (Hindayana et al, 2002).

Gejala Serangan

Gejala serangannya dapat terjadi pada buah kopi yang muda maupun tua (masak), buah gugur mencapai 7-14% atau perkembangan buah menjadi tidak normal dan busuk (Ernawati et al, 2008).

(52)

PBKo menyerang buah kopi berwarna hijau, buah yang sudah matang dan buah yang kering atau buah yang biasanya terdapat lubang pada bagian apikalnya. Lubang gerekan terletak di pusat lingkaran buah dimana gerekannya dapat diamati melalui lubang tersebut. Serangannya mampu menyebabkan kehilangan hasil dan mempengaruhi mutu biji. Semua varietas kopi komersial telah diserang oleh serangga ini (Barera, 2012).

Pengendalian

Sebuah usaha pengelolaan hama terpadu telah digunakan terhadap penggerek buah kopi. Usaha utama adalah budidaya yang baik, pengendalian hayati, penggunaan perangkap berupa atraktan dan pengendalian secara kimia dengan menggunakan insektisida sintetis (Barera, 2012).

Saat ini pengendalian hama PBKo yang telah diterapkan oleh petani, yaitu dengan cara sanitasi (petik bubuk, rampasan, lelesan), penggunaan agens hayati dengan jamur Beauveria bassiana dan menggunakan pestisida nabati. Cara pengendalian dengan sanitasi terutama dilakukan di perkebunan besar karena cara tersebut memerlukan disiplin tinggi dan serentak. Penerapan pada perkebunan rakyat menuntut kedisplinan yang tinggi dan hanya bisa dilakukan pada pertanaman kopi yang masa panennya pendek (Wiryadiputra, 2006).

(53)

pupuk bokasi sebagai sumber hara sekaligus untuk memperbaiki tekstur dan struktur tanah; dan (e) pemetikan (panen) sesuai anjuran, yaitu petik lesehan, petik merah/tua, dan petik racutan (Agustian, 2008).

Pada bagian kebun kopi yang bernaungan, daerah yang lebih lembab atau di perbatasan kebun, jika tidak dikendalikan, serangan PBKo dapat menyebar ke seluruh kebun. Dalam buah tua dan kering yang tertinggal setelah panen, dapat ditemukan lebih dari 100 PBKo. Karena itu penting sekali membersihkan kebun dari semua buah yang tertinggal (Hindayana et al, 2002).

Pelestarian musuh alami pada tanaman kopi telah dilakukan untuk mengendalikan populasi hama penyakit di kebun. Dalam pengendalian hama penyakit, petani tidak menggantungkan pada penggunaan pestisida kimiawi, tetapi melalui pengamatan ekosistem dan membuat kondisi lingkungan agar tidak sesuai bagi perkembangbiakan hama dan penyakit (Agustian, 2008).

Saat ini banyak petani kopi mengandalkan aplikasi insektisida untuk mengendalikan H. hampei. Insektisida endosulfan dan klorpirifos merupakan dua jenis insektisida sintetis yang paling umum digunakan untuk melawan H. hampei . Insektisida ini sangat beracun dan dapat menyebabkan kerugian terhadap lingkungan (Jaramilo et al, 2006).

Bioekologi

(54)

hama penggerek buah kopi sebagai akibat dari suhu musiman yang lebih tinggi diprediksi di daerah produksi kopi (Vega et al, 2009).

Biologi dasar dan ekologi H. hampei telah ekstensif ditinjau. Kumbang betina ( panjang 1.4 - 1.6mm ) menyerang buah kopi yang berumur sekitar delapan minggu setelah berbunga sampai dengan buah panen ( > 32 minggu ). Serangga membuat lubang/menggerek buah pada bagian dalam endosperm buah kopi, menyebabkan dua jenis kerusakan, yaitu jatuhnya buah muda lebih awal, dan kerugian kualitatif/kuantitatif pada buah kopi. Dinamika populasi dan pola infestasi oleh H. hampei erat kaitannya dengan faktor iklim seperti curah hujan dan kelembaban relatif, serta fisiologi tanaman kopi. Kandungan bahan kering dari buah kopi adalah faktor yang paling menentukan serangan oleh H. hampei dan kecepatan penetrasi ke dalam buah kopi (Jaramilo et al, 2006)

(55)

penyimpanan. Serangga dewasa mencari perlindungan dalam buah hitam, buah kering (Barera, 2012).

Preferensi

Beberapa penelitian telah diilakukan untuk mengetahui tingkat kesukaan serangga PBKo. Mengenai preferensi warna, telah dilakukan penelitian di laboratorium dengan menggunakan buah berwarna hijau, kuning, merah dan hitam. Berdasarkan hasil, diketahui bahwa preferensi hama PBKo lebih tinggi pada buah kopi berwarna merah dan hitam (Vega, et al, 2009). Apabila diukur menurut tingkat kematangan, kumbang betina menyerang buah kopi yang terbentuk dari umur 8 minggu setelah berbunga sampai waktu panen. Buah

yang sudah tua merupakan buah yang paling disukai oleh hama tersebut. (Hindayana et al, 2002 ; Jaramilo et al, 2006).

(56)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Tanaman kopi (Coffea spp.) sebagian besar merupakan perkebunan rakyat dengan penerapan teknologi budidaya yang masih terbatas. Bila penerapan teknologi budidaya di perkebunan kopi rakyat tersebut diperbaiki, produksinya bias ditingkatkan. Teknologi yang dianjurkan untuk diterapkan adalah teknologi budidaya kopi poliklonal (Ernawati et al, 2008).

Produksi kopi petani rakyat Indonesia dari tahun ke tahun terus mengalami peningkatan, tahun 2004 total produksi sebesar 640 365 ton dengan produktivitas sebesar 683.13 kg/ha dan tahun 2008 total produksi mencapai 698 016 ton dengan produktivitas sebesar 729 kg/ha (Prastowo et al, 2010).

Sampai saat ini kopi masih menjadi salah satu komoditas ekspor penting pada sub sektor perkebunan Indonesia yang mempunyai peranan sangat besar sebagai penghasil devisa negara dan sumber pendapatan petani. Serangga hama Penggerek Buah Kopi (PBKo) Hypothenemus hampei Ferr. (Coleoptera: Scolytidae) merupakan hama yang sudah tidak asing lagi dan banyak ditemukan menyerang buah kopi di beberapa wilayah di Indonesia. Keberadaan hama ini dapat menurunkan produksi dan kualitas hasil secara nyata karena menyebabkan banyak biji kopi berlubang. Kehilangan hasil oleh hama PBKo dapat mencapai lebih dari 50% apabila serangannya tinggi dan tidak dilakukan tindakan pengendalian secara tepat. Tingkat serangan sebesar 20% dapat mengakibatkan penurunan produksi sekitar 10% (Zahro’in dan Yudi, 2013).

(57)

peningkatan hasil di beberapa tahun terakhir, namun beberapa hambatan yang sering muncul dalam budidaya tanaman kopi adalah munculnya berbagai serangan hama seperti serangga PBKo Hypothenemus hampei. Serangga ini dapat menurunkan produksi kopi baik dari segi kualitas dan kuantitas. Hal ini menjadi kekhawatiran petani akan keberlangsungan produksi kopi.

Menurut data statistik perkebunan dari dinas perkebunan kabupaten simalungun tahun 2014, disebutkan bahwa pada tahun 2013, terdapat 9 dari 31 kecamatan yang memiliki luas dan produksi kopi yang paling tinggi dibandingkan kecamatan lainnya. Kecamatan-kecamatan tersebut adalah Kecamatan Silimakuta, Kecamatan Pematang Silimakuta, Kecamatan Purba, Kecamatan Dolok Pardamean, Kecamatan Girsang Sip. Bolon, Kecamatan Dolok Panribuan, Kecamatan Panei, Kecamtan Raya dan Kecamatan Dolok Silau (data terlampir). Sedangkan kecamatan lainnya merupakan kecamatan yang memiliki luas dan produksi yang cukup rendah, dimana terdapat kecamatan yang luas dan produksinya rendah hingga terdapat kecamatan yang tidak terdapat tanaman kopi.

Menurut Kusureng dan Rismayani (2010), sistem pertanian monokultur menjadi faktor utama penyebab tingginya intensitas serangan H. hampei. Pertanaman kopi yang tidak memiliki naungan atau penggunaan tanaman lain sebagai pohon pelindung juga merupakan salah satu faktor yang paling mendukung. Sedangkan Syahnen et al. (2010) menyebutkan bahwa tanaman kopi yang rimbun dengan pemangkasan yang tidak sempurna serta banyaknya gulma semakin mendukung keberlangsungan hidup dan peningakatan populasi hama PBKo di lapangan karena sesuai dengan kebutuhan hidup PBKo.

(58)

Pada ketinggian antara 400–1.000 m dpl dapat terserang berat sedangkan pada ketinggian 1.500 m dpl tidak mengalami serangan yang berarti (Riyatno, 1990). Ternyata serangan hama PBKo ini juga cukup tinggi hingga pada daerah dengan ketinggian 1.300 m dpl. Berarti serangan hama PBKo cukup tinggi pada daerah dengan ketinggian <1.500 m dpl sedangkan pada daerah dengan ketinggian >1.500 serangan PBKo rendah, meskipun secara statistik tidak ada pengaruh ketinggian tempat terhadap serangan hama PBKo (Syahnen et al, 2010).

Berdasarkan uraian diatas, pemulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang hubungan intensitas serangan dan estimasi kehilangan hasil pada tanaman kopi akibat serangan hama penggerek buah kopi Hypothenemus Hampei

Ferr. di Kabupaten Simalungun.

Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara intensitas serangan dengan estimasi kehilangan hasil pada tanaman kopi akibat serangan hama penggerek buah kopi Hypothenemus hampei Ferr. (Coleoptera: Scolytidae) di Kabupaten Simalungun serta mengetahui preferensi hama PBKo H. hampei terhadap berbagai warna buah kopi.

Hipotesis Penelitian

- Terdapat hubungan antara intensitas serangan dengan kehilangan hasil

- Terdapat variasi intensitas serangan yang terdapat di masing masing daerah pengamatan/pengambilan sampel.

- Kepadatan populasi hama pada masing-masing umur/warna berbanding lurus terhadap kehilangan hasil.

(59)

- Sebagai salah satu syarat untuk dapat melakukan penelitian di Program Studi Agroekoteknologi Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan.

(60)

ABSTRACK

Rahutdin P Purba, "The relationship intensity of attack Estimated loss due to attacks by Coffee Fruit Borer Hypothenemus hampei Ferr. (Coleoptera: Scolytidae) in Simalungun " supervised by Darma Bakti and Suzanna F Sitepu. The objectives of the research to determine the relationship of the intensity of damage and estimate yield losses due to borer attack the coffee borer beetle Hypothenemus hampeii Ferr. (Coleoptera: Scolytidae) in Simalungun. This research used a survey method with multiple linear regression analysis is a regression between the intensity of the percentage loss of yield, the regression between the intensity of the attack with the density of population and regression between population density of the percentage yield loss.

The results showed that the population density of pests on red fruit had a significant relationship to the percentage of yield loss in the red fruit, but the intensity of the attacks did not have a significant relationship to population density and the percentage of yield loss. The highest attack intensity (46.78%) was in the Dolok Huluan and the lowest (5.42%) was in Bangun Saribu. The highest percentage of yield loss (17.25%) was in Simpang Hinalang and the lowest (8.45%) was in Bosi Sinombah. The highest population density (17.80) found in red fruits and the lowest (6.32) was also found in red fruits.

(61)

ABSTRAK

Rahutdin P Purba, ”Hubungan Intensitas Serangan dengan Estimasi Kehilangan Hasil Akibat Serangan Hama Penggerek Buah Kopi Hypothenemus

Hampei Ferr. (Coleoptera: Scolytidae) di Kabupaten Simalungun” dibawah

bimbingan Darma Bakti dan Suzanna F Sitepu. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan intensitas serangan dengan estimasi kehilangan hasil akibat serangan hama penggerek buah kopi Hypothenemus hampeii Ferr. (Coleoptera : Scolytidae) di Kabupaten Simalungun.

Penelitian ini menggunakan metode survei dengan analisis regresi linier berganda yaitu regresi antara intensitas serangan dengan persentase kehilangan hasil, regresi antara intensitas serangan dengan kepadatan populasi dan regresi antara kepadatan populasi dengan persentase kehilangan hasil.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa kepadatan populasi hama pada buah warna merah memiliki hubungan yang signifikan terhadap persentase kehilangan hasil pada buah warna merah, tetapi intensitas serangan tidak memiliki hubungan yang signifikan terhadap kepadatan populasi dan persentase kehilangan hasil. Intensitas serangan tertinggi (46,78%) terdapat di Desa Dolok Huluan dan yang terendah (5,42%) terdapat di Desa Bangun Saribu . Persentase kehilangan hasil tertinggi (17,25%) terdapat di Desa Simpang Hinalang dan terendah (8,45%) terdapat di Desa Bosi Sinombah. Kepadatan Populasi tertinggi (17,80) terdapat pada buah berwarna merah dan terendah (6,32) juga terdapat pada buah merah.

(62)

HUBUNGAN INTENSITAS SERANGAN DENGAN ESTIMASI KEHILANGAN HASIL AKIBAT SERANGAN HAMA PENGGEREK BUAH KOPI Hypothenemus hampei Ferr.

(Coleoptera: Scolytidae) DI KABUPATEN SIMALUNGUN

SKRIPSI

OLEH:

RAHUTDIN P PURBA 100301165

AGROEKOTEKNOLOGI

PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

(63)

HUBUNGAN INTENSITAS SERANGAN DENGAN ESTIMASI KEHILANGAN HASIL AKIBAT SERANGAN HAMA PENGGEREK BUAH KOPI Hypothenemus hampei Ferr.

(Coleoptera: Scolytidae) DI KABUPATEN SIMALUNGUN

SKRIPSI

OLEH:

RAHUTDIN P PURBA 100301165

AGROEKOTEKNOLOGI

Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Dapat Memperoleh Gelar Sarjana di Program Studi Agroekoteknologi Fakultas Pertanian

Universitas Sumatera Utara, Medan.

PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

(64)

JUDUL : Hubungan Intensitas Serangan Dengan Estimasi Kehilangan Hasil Akibat Serangan Hama Penggerek Buah Kopi Hypothenemus Hampei …Ferr. (Coleoptera: Scolytidae) Di Kabupaten Simalungun

NAMA : RAHUTDIN P PURBA

NIM : 100301165

Diketahui Oleh: Komisi Pembimbing

Ketua Komisi Pembimbing Anggota Komisi Pembimbing

(Prof. Dr. Ir. Darma Bakti, MS) (Ir. Suzanna F. Sitepu, M.Si) Ketua Pembimbing Anggota Pembimbing

PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

(65)

ABSTRACK

Rahutdin P Purba, "The relationship intensity of attack Estimated loss due to attacks by Coffee Fruit Borer Hypothenemus hampei Ferr. (Coleoptera: Scolytidae) in Simalungun " supervised by Darma Bakti and Suzanna F Sitepu. The objectives of the research to determine the relationship of the intensity of damage and estimate yield losses due to borer attack the coffee borer beetle Hypothenemus hampeii Ferr. (Coleoptera: Scolytidae) in Simalungun. This research used a survey method with multiple linear regression analysis is a regression between the intensity of the percentage loss of yield, the regression between the intensity of the attack with the density of population and regression between population density of the percentage yield loss.

The results showed that the population density of pests on red fruit had a significant relationship to the percentage of yield loss in the red fruit, but the intensity of the attacks did not have a significant relationship to population density and the percentage of yield loss. The highest attack intensity (46.78%) was in the Dolok Huluan and the lowest (5.42%) was in Bangun Saribu. The highest percentage of yield loss (17.25%) was in Simpang Hinalang and the lowest (8.45%) was in Bosi Sinombah. The highest population density (17.80) found in red fruits and the lowest (6.32) was also found in red fruits.

(66)

ABSTRAK

Rahutdin P Purba, ”Hubungan Intensitas Serangan dengan Estimasi Kehilangan Hasil Akibat Serangan Hama Penggerek Buah Kopi Hypothenemus

Hampei Ferr. (Coleoptera: Scolytidae) di Kabupaten Simalungun” dibawah

bimbingan Darma Bakti dan Suzanna F Sitepu. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan intensitas serangan dengan estimasi kehilangan hasil akibat serangan hama penggerek buah kopi Hypothenemus hampeii Ferr. (Coleoptera : Scolytidae) di Kabupaten Simalungun.

Penelitian ini menggunakan metode survei dengan analisis regresi linier berganda yaitu regresi antara intensitas serangan dengan persentase kehilangan hasil, regresi antara intensitas serangan dengan kepadatan populasi dan regresi antara kepadatan populasi dengan persentase kehilangan hasil.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa kepadatan populasi hama pada buah warna merah memiliki hubungan yang signifikan terhadap persentase kehilangan hasil pada buah warna merah, tetapi intensitas serangan tidak memiliki hubungan yang signifikan terhadap kepadatan populasi dan persentase kehilangan hasil. Intensitas serangan tertinggi (46,78%) terdapat di Desa Dolok Huluan dan yang terendah (5,42%) terdapat di Desa Bangun Saribu . Persentase kehilangan hasil tertinggi (17,25%) terdapat di Desa Simpang Hinalang dan terendah (8,45%) terdapat di Desa Bosi Sinombah. Kepadatan Populasi tertinggi (17,80) terdapat pada buah berwarna merah dan terendah (6,32) juga terdapat pada buah merah.

(67)

RIWAYAT HIDUP

Rahutdin P Purba, lahir pada tanggal 20 Mei 1992 di Saribudolok,

Kabupaten Simalungun, Provinsi Sumatera Utara. Anak Kelima dari 6 bersaudara dari ayah M. Purba dan ibu J. Sagala.

Pendidikan formal yang pernah ditempuh :

- Tahun 2004 lulus dari Sekolah Dasar Donbosco di Saribudolok

- Tahun 2007 lulus dari Sekolah Menengah Pertama Bunda Mulia di Saribudolok

- Tahun 2010 lulus dari Sekolah Menengah Atas Duynhoven di Saribudolok - Tahunm 2010 diterima sebagai mahasiswa di Program studi

Agroekoteknologi melalui jalur SNMPTN. Pengalaman Kegiatan Akademis :

- Anggota Ikatan Mahasiswa Perlindungan Tanaman (IMAPTAN) tahun 2013-2014

- Anggota Himpunan Mahasiswa Agroekoteknologi (HIMAGROTEK) tahun 2010-2014

- Anggota Marching Band Universitas Sumatera Utara (MB USU) tahun 2012-2013

- Anggota UKM Badminton Universitas Sumatera Utara tahun 2013-2014 - Tahun 2013 dan 2014 sebagai Asisten Laboratorium Dasar Perlindungan

Tanaman Sub Hama, Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara

(68)

- Tahun 2014 sebagai Asisten Laboratorium Pengelolaan Hama dan Penyakit Terpadu, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara

- Tahun 2014 sebagai Asisten Laboratorium Hama Perkebunan, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara

(69)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat kasih dan karuniaNya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini tepat pada waktunya.

Skripsi yang berjudul ” Hubungan Intensitas Serangan dengan

Estimasi Kehilangan Hasil Akibat Serangan Hama Penggerek Buah Kopi

Hypothenemus Hampei Ferr. (Coleoptera: Scolytidae) di Kabupaten

Simalungun” merupakan salah satu syarat untuk dapat untuk dapat menyusun

skripsi di Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada Komisi Pembimbing Prof. Dr. Ir. Darma Bakti, M.S. selaku Ketua dan Ir. Suzanna Fitriany Sitepu, M.Si. selaku Anggota yang telah memberikan

bimbingan dan arahan kepada Penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh sebab itu penulis mengharapkan saran dan kritik demi kesempurnaan skripsi ini. Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih.

Medan, Oktober 2014

(70)

DAFTAR ISI

Penentuan Titik Pengambilan Sampel ... 16

Pemberian Label ... 17

Pengamatan dan Pengambilan Data ... 17

Pelaksanaan Laboratorium ... 17

Identifikasi Hama ... 17

(71)

Perhitungan Populasi hama ... 17

Peubah Amatan ... 17

Intensitas serangan H. hampei pada pohon yang diamati .. 17

Persentase Kehilangan Hasil ... 18

Kepadatan Popualsi ... 19

Analisis Data (Regresi Linear) ... 19

HASIL DAN PEMBAHASAN Persentase Intensitas Serangan hama PBKo H. hampeii di Kabupaten Simalungun ... 21

Persentase KehilanganHasil di Kabupaten Simalungun ... 23

Kepadatan Populasi di Kabupaten Simalungun ... 25

Analisis Data (Regresi Linear Berganda) ... 28

Hubungan Intensitas Serangan denganPersentase Kehilangan Hasil 28 Hubungan Intensitas Serangan dengan Kepadatan Populasi ... 31

Hubungan Kepadatan Populasi dengan Persentase kehilangan Hasil 35 KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... 41

Saran ... 41

(72)

DAFTAR TABEL

No. Halaman

(73)

DAFTAR GAMBAR

No. Halaman

1. Telur Hypothenemus hampeii Ferr... 7

2. Larva Hypothenemus hampeii Ferr. ... 8

3. Pupa Hypothenemus hampeii Ferr. ... 9

4. Imago Hypothenemus hampeii Ferr. ... 9

5. Histogram Intensitas Serangan di Kabupaten Simalungun ... 22

6. Histogram Persentase Kehilangan Hasil di Kabupaten Simalungun ... 24

7. Histogram Rataan Kepadatan Populasi Hama PBKo di Kabupaten Simalungun ... 27

8. Hubungan intensitas serangan dengan kehilangan hasil pada buah berwarna merah ... 28

9. Hubungan intensitas serangan dengan kehilangan hasil pada buah berwarna kuning ... 29

10. Hubungan intenistas serangan dengan kehilangan hasil pada buah warna hijau ... 30

11. Hubungan intensitas serangan dengan kepadatan populasi hama pada buah berwarna merah ... 32

12. Hubungan intensitas serangan dengan kepadatan populasi hama pada buah berwarna kuning ... 33

(74)
(75)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Lampiran Halaman

1. Rataan Persentase Intensitas Serangan ... 45 2. Rataan Persentase Kehilangan Hasil ... 45 3. Rataan persentase kehilangan hasil menurut warna buah di

Kabupaten Simalungun (Merah) ... 45 4. Rataan persentase kehilangan hasil menurut warna buah di Kabupaten

Simalungun (Kuning) ... 46 5. Rataan persentase kehilangan hasil menurut warna buah di Kabupaten

Simalungun (Hijau) ... 46 6. Rataan Kepadatan Populasi Hama PBKo ... 47 7. Rataan kepadatan populasi hama PBKo menurut warna buah

di Kabupaten Simalungun (Merah) ... 47 8. Rataan kepadatan populasi hama PBKo menurut warna buah di

Kabupaten Simalungun (Kuning) ... 47 9. Rataan kepadatan populasi hama PBKo menurut warna buah

di Kabupaten Simalungun (Hijau) ... 48 10. Analisis Data Regresi Linear ... 48 11. Analisis data hubungan intensitas serangan terhadap persentase

kehilangan hasil... 48 12. Analisis data hubungan intensitas serangan terhadap persentase

(76)

kehilangan hasil pada buah warna kuning ... 49

14. Analisis data hubungan intensitas serangan terhadap persentase kehilangan hasil pada buah warna hijau ... 49

15. Analisis data hubungan intensitas serangan terhadap kepadatan Populasi ... 50

16. Analisis data hubungan intensitas serangan terhadap kepadatan popualsi buah warna merah ... 50

17. Analisis data hubungan intensitas serangan terhadap kepadatan popualsi buah warna kuning ... 51

18. Analisis data hubungan intensitas serangan terhadap kepadatan popualsi buah warna hijau ... 51

19. Data hubungan kepadatan populasi terhadap persentase kehilangan Hasil ... 52

20. Data hubungan kepadatan populasi (merah) terhadap persentase kehilangan hasil (merah) ... 52

21. Data hubungan kepadatan populasi (kuning) terhadap persentase kehilangan hasil (kuning) ... 53

22. Data hubungan kepadatan populasi (hijau) terhadap persentase kehilangan hasil (hijau) ... 53

23. Lampiran Gambar ... 55

24. Gambar lahan penelitian ... 55

25. Foto Pengambilan sampel ... 56

26. Pelaksanaan di laboratorium ... 57

Gambar

Tabel 1. Rataan  persentase  intensitas  serangan hama PBKo  No. Desa   Kecamatan  Total
Gambar 5. Histogram Intensitas Serangan Hama PBKo  Berdasarkan gambar yang disajikan dapat terlihat jelas bahwa  intensitas
Tabel 2. Rataan Persentase Kehilangan Hasil
Gambar 6. Histogram persentase kehilangan hasil
+7

Referensi

Dokumen terkait

The International Archives of the Photogrammetry, Remote Sensing and Spatial Information Sciences, Volume XL-5/W4, 2015 3D Virtual Reconstruction and Visualization of

Evaluasi Penawaran dilaksanakan berdasarkan Dokumen Pengadaan Nomor : 011/DPU- Drai/VII/2017 tanggal 03 Juli 2017, Berita Acara Penjelasan Dokumen Pengadaan, dan

Some authors developed in the past years a robust background in laser scanning acquisition and architectural analysis (Guidi and Bianchini, 2007, Clini et al., 2014), other works for

Evaluasi Penawaran dilaksanakan berdasarkan Dokumen Pengadaan Nomor : 012/DPU- Drai/VII/2017 tanggal 03 Juli 2017, Berita Acara Penjelasan Dokumen Pengadaan, dan

Bahasa Pemrograman yang digunakan adalah bahasa pemrograman Microsoft Visual Basic 6.0 yang dilengkapi dengan tampilan grafis sehingga, memudahkan pemakai dapat menjalankan

Hendro Gunawan, MA

Dalam pembuatan aplikasi sistem pakar untuk mendiagnosa penyakit kedokteran umum ini digunakan perangkat lunak Borland Delphi 6.0, yang mendukung database dan

Hendro Gunawan, MA