• Tidak ada hasil yang ditemukan

Gambaran Tipe Wajah dan Bentuk Lengkung Gigi pada Siswa SMA Panca Budi Medan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Gambaran Tipe Wajah dan Bentuk Lengkung Gigi pada Siswa SMA Panca Budi Medan"

Copied!
64
0
0

Teks penuh

(1)

DAFTAR PUSTAKA

1. Ibrahimagic L et al. Relation between the face and the tooth form. CollAntropol. 2001; 619-26 (24).

2. Khera AK, Singh GK, Sharma VP, Singh A. Relationship between dental arch dimensions and vertical facial morphology in class I subjects. The Journal of Indian Orthodontic Society. 2012; 316-324 (46).

3. Anwar N, Fida M. Variability of arch forms in various vertical facial patterns. Journal of the College of Physicians and Surgeon Pakistan. 2010; 565-570 (20).

4. Franco FCM, Araujo TM, Vogel CJ, Quintao CCA. Brachycephalic, dolichocephalic, and mesocephalic: Is it appropriate to describe the face using skull pattern. Dental Press Journal of Orthodontics. 2013; 159-63 (18).

5. Al-Zubair NM. Establishment of Yemeni dental arch form. Orthodontic Journal of Nepal. 2013; 22-26 (3).

6. Budiardjo SB. Perubahandankarakteristik lengkung gigi selama periode tumbuh kembang serta faktor yang memperngaruhi. Jurnal Ilmiahdan Teknologi Kedokteran Gigi. 2003; 73-77 (1).

7. Olmez S, Dogan S. Comparison of the arch forms and dimensions in various malocclusions of the Turkish population. Journal of Stomatology. 2011; 158-164 (1).

8. Forster CM, Sunga E, Chung CH. Relationship between dental arch width and vertical facial morphology in untreated adults. European Journal of Orthodontics. 2008; 288-294 (30).

9. Dmitrienko SV. Domenyuk DA, Kochkonyan AS, Karslieva AG, Dmitrienko DS. Modern classification of dental arches. 2014; 14-16 (4).

(2)

11.Paranhos LR, Lima CS, Silva RHA, Daruge Junior E, Torres FC. Correlation between maxillary central incisor crown morphology and mandibulardental arch form in normal occlusion subjects. Braz Dent J. 2012; 149-153 (2).

12.Singh G. Textbook of Orthodontics. 2nd ed. New Delhi: Jaypee, 2007: 67-8.

13.Riahdo J. 2011. Pengaruhretraksi anterior

terhadapbibirataspadaperawatanortodontidenganpencabutan premolar pertamaatas. Tesis. Medan: FakultasKedokteran Gigi, Universitas Sumatera

Utara.

14.Enlow DH, Hans MG. Essentials of facial growth. W.B. Saunders Company. Philadelphia, 1996: 129-45.

15.Bishara SE. Textbook of Orthodontic. Philaddelphia: W.B. Saunders Company, 2001: 66-71.

16.Martins LF, Vigorito JW. Photometric analysis applied in determining facial type. Dental Press Journal of Orthodontics. 2012; 71-5 (17).

17.Samawi S. A Short guide to clinical digital photography in orthodontics. Jordan: Sdoc, 2008: 5-18.

18.Shafique A. Saleem T, Chattha MR. Arch form analyses: A comparison of two different methods. Pakistan Oral & Dental Journal. 2001; 347-51 (31). 19.Jacobson A. Radiographic cephalometry from basics to videoimaging.

Alabama: Quintessence Publishing Co, 1995: 281-7.

20.Louly F, Nouer PRA, Janson G, Pinzan A. Dental arch dimensions in the mixed dentition: a study of Brazilian children from 9 to 12 years of age. J Appl Oral Sci. 2011: 169-74 (19).

21.Riberio JS, Ambrosio AR, Pinto AS, Shimizu IS, Shimizu RH. Evaluation of transverse changes in the dental arches according to growth pattern: a longitudinal study. Dental Press Journal of Orthodontics. 2012: 66-73 (17). 22.Paranhos LR et al. Dental arch morphology in normal occlusions. Braz J Oral

Sci. 2011: 65-68 (10).

(3)

24.McLaughin, Bennelt JC. Arch form considerations for stability and esthetics. Rev EspOrtod. 1999: 46-63 (29).

25.Muhamad AH, Nezar W, Azaaldeen A. The curve of dental arch in normal occlusion. Open Science Journal of Clinical Medicine. 2015: 47-54 (3).

26.Otham SA et al. Comparison of arch form between ethnic Malays and Malaysian Aborogines in Penisular Malaysia. Korean Association of Orthodontics. 2012; 47-54 (42).

27.Shrestha RM.Polynomial analysis of dental arch form of Nepalese adult subjects. Orthodontic Journal of Nepal. 2013; 7-13 (3).

28.Heidari Z, Sagheb HRM, Mugahi MHN. Morphological evaluation of head and face in 18-25 years old women in Southeast of Iran. J. Med. Sci. 2006: 400-404 (3).

29.Ogah SA, Olege FE, Dunmade AD, Lawal IA. Facial Index as seen at the University of Horin Teaching Hospital (UITH). Asian Journal of Multidisiplinary Studies. 2014: 20-22 (2).

30.Kanan U, Gandotra A, Desai A, Andani R. Variation in Facial Index of Gujarati Males. International Journal of Medical and Health Sciences. 2012: 27-31 (1).

31.Saleem T, Shafique A. Mandibular arch form analyses: a comparison beteween results of two different methods. Pakistan Oral & Dental Journal. 2012: 556-560 (32).

32.Mohammad A, Koralakunte PR. Gender identification and morphologic classification of tooth, arch and palatal forms in Saudi population. J Pharm Bioallied Sci. 2015: 486-490 (7).

33.Khatri JM, Madaan JB. Evaluation of arch form among patients seeking orthodontic treatments. The Journal of Indian Orthodontic Society. 2012: 325-328 (4).

(4)

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1 Desain Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan desain cross-sectional, yaitu melihat gambaran rata-rata tipe wajah dengan bentuk lengkung gigi yang terdapat pada siswa SMA Panca Budi Medan.

3.2 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di sekolah SMA Panca Budi yang bertempat di Jl. Gatot Subroto Km. 4,5 Medan pada bulan Oktober 2015 – Maret 2016.

3.3 Populasi Penelitian

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa SMA Panca Budi Medan pada usia ≥ 15 tahun yang masih aktif bersekolah.

3.4 Sampel Penelitian

Pada penelitian ini sampel dipilih dengan metode purposive sampling yaitu berdasarkan kriteria inklusi dan eksklusi. Adapun kriteria inklusi dan eksklusi dalam pemilihan sampel adalah sebagai berikut:

3.4.1 Kriteria Inklusi

Kriteria inklusi penelitian ini adalah sebagai berikut: a. Siswa yang masih aktif bersekolah

b. Usia ≥ 15 tahun

c. Belum pernah mendapat perawatan ortodonti d. Gigi permanen lengkap sampai M2

e. Tidak memakai gigitiruan

(5)

g. Relasi molar Kelas I Angle dengan overjet dan overbite normal 2-4 mm (oklusi normal)

3.4.2 Kriteria Eksklusi

Kriteria eksklusi penelitian ini adalah sebagai berikut: a. Memiliki keasimetrisan wajah

b. Sampel menolak untuk berpartisipasi

3.4.3 Besar Sampel

Penentuan besar sampel dilakukan dengan rumus:

�= �

P = Proporsi tipe wajah dengan bentuk lengkung penelitian sebelumnya 74%

N = Jumlah populasi siswa SMA Panca Budi Medan d = Derajat kepercayaan yang diinginkan = 11% = 0,11

� = 1,96

2 0,74 (10,74) 455 0,112(4551) + 1,9620,74 0,26

� = 55,03≈56

(6)

3.5 Variabel Penelitian

a. Pengukuran tipe wajah dengan analisa dari fotografi berdasarkan facial index, titik-titik yang digunakan dalam facial index antara lain

 Na (Soft tissue nasion), yaitu titik tengah dari pangkal hidung pada sutura

nasofrontal, yang merupakan aspek paling cekung.

 Zy (Zygomaticum), yaitu titik paling pinggir pada setiap lengkung

zygomaticum.

 Me (Soft tissue menton), yaitu titik paling bawah dari tengah dagu. (Gambar 8)

Pengukuran tipe wajah dapat dilakukan dengan cara membagikan tinggi wajah yang diukur dari nasion (hidung) ke menton (dagu) dengan jarak zygomaticum kanan-kiri. Kemudian hasilnya dikali dengan 100. Hasil perhitungan facial index(Martin and Saller)disesuaikan dengan ketentuan sebagai berikut:

Euryprosopic (79.0-83.9)  Mesoprosopic (84.0-87.9)  Leptoprosopic (88.0-92.9)

b. Pengukuran bentuk lengkung gigi menggunakan Orthoform template(3M Unitek)

Pengklasifikasian bentuk lengkung berdasarkan tiga bentuk yaitu:

Tapereddiperoleh dengan peletakan orthoform template berbentuk

taperedpadamidline model gigi dan sesuai.

Ovoid diperoleh dengan peletakan orthoform template berbentuk

(7)

Square diperoleh dengan peletakan orthoform template berbentuk

squarepadamidline model gigi dan sesuai. (Gambar 13)

c. Usia adalah lama hidup seseorang dari lahir sampai dengan sekarang yang diukur dalam tahun.

d. Siswa SMA adalah setiap siswa laki-laki maupun perempuan yang sedang berada pada sekolah menengah atas.

3.7 Alat dan Bahan Penelitian

3.7.1 Alat a. Masker b. Sarung tangan

c. Tiga serangkai (sonde, pinset, kaca mulut) d. Sendok cetak

e. Rubber bowl

f. Spatel g. Kursi

h. Kain ukuran 0,95 x 1,10 m sebagai latar belakang i. Tripod

j. Kamera merk Nikon D 7000 k. Meteran

l. Kaliper

m. Penggaris besi ukuran 15 cm n. Orthoform template

(8)

3.7.2 Bahan a. Alginate b. Dental stone

c. Hasil cetakan foto frontal pasien d. Model cetakan gigi RA dan RB

Gambar 14. (a) Tiga serangkai, (b) Sendok cetak, (c) Rubber bowl&spatel, (d) Kursi, (e) Kain biru 0,95 m x 1,10 m, (f) Tripod, (g) Kamera Nikon D 7000, (h) Meteran, (i) Kaliper, (j) Penggaris besi 15 cm, (k) Pulpen & pensil, (l) Pengghapus, (m) Kalkulator, (n) Alginate, (o) Dental stone, (p) Masker & Sarung tangan, (q) Ortoform template.

f

g h i j k

m n o

l

a b c d e

p

(9)

3.8 Pengumpulan Data

1. Pengambilan data dilakukan setelah mendapatkan persetujuan dari pihak sekolah SMA Panca Budi Medan dan mendapat surat ethical clearance dari komisi etik FK USU.

2. Sampel dipilih dengan teknik purposive sampling sesuai dengan kriteria inklusi dan eksklusi.

3. Menjelaskan kepada siswa-siswa tentang penelitian yang akan dilakukan. 4. Peneliti mempersiapkan alat untuk melakukan pemeriksaan intra oral dengan cara siswa-siswi duduk pada kursi yang telah disediakan. Pemeriksaan intra oral berupa relasi gigi M1, jumlah gigi, karies, dan keadaan malposisi gigi.

5. Hasil pemeriksaan dicatat dalam lembar kuesioner dan lembar tersebut dipegang oleh peneliti.

6. Membagikan surat informed consent kepada siswa-siswi yang memenuhi kriteria.

7. Peneliti mengatur jadwal pengumpulan data dengan pihak sekolah.

8. Pengumpulan data dilakukan dengan dua tahap, yaitu pengukuran tipe wajah pada foto frontal dan model lengkung gigi siswa.

3.8.1 Pengukuran Tipe Wajah

Subjek penelitian yang sesuai kriteria diminta untuk melakukan pengambilan foto frontal di Klinik Gigi SMA Panca Budi sesuai dengan jadwal yang telah ditentukan atas persetujuan antara pihak sekolah dan peneliti. Proses pengambilan foto-foto siswa dilakukan bersamaan dengan pencetakan yaitu selama 4 hari dengan pengambilan sampel 20 siswa sehari. Adapun langkah-langkah dalam proses pengambilan dan pencetakan foto, antara lain:

(10)

b. Subjek penelitian diminta untuk melepaskan kaca mata, syal, ataupun benda-benda lain yang dapat menghalangi wajah dan sekitarnya.

c. Subjek penelitian diminta untuk duduk di kursi yang telah ditentukan dengan posisi badan yang tegak.

d. Kamera diatur dalam posisi portrait dan tinggi kamera disesuaikan dengan tinggi kepala pasien yakni dengan mengatur lengan tripod tersebut.

e. Subjek penelitian diinstruksikan untuk melihat lurus ke lensa kamera (NHP) serta bibir dalam keadaan istirahat.

f. Operator memperhatikan median line subjek harus tegak lurus dengan lantai dan garis khayal interpupil berada dalam posisi sejajar.

g. Foto mencakup seluruh bagian kepala, leher dan sekitarnya. h. Tekan tombol capture.

i. Proses pencetakan dilakukan dengan menggunakan kertas foto merk Kodak Briliance dengan ukuran 7,5 cm x 10,5 cm.

j. Untuk mendapatkan data yang valid, terlebih dahulu dilakukan uji intra operator, yaitu pengukuran 10 foto frontal wajah yang sama dilakukan sebanyak dua kali. Jika hasil perhitungan pertama dan kedua tidak terdapat perbedaan bermakna maka operator layak untuk melakukan pengukuran tersebut.

k. Dalam satu hari, pengukuran foto hanya dilakukan pada 10 foto frontal untuk menghindari kelelahan mata peneliti sewaktu membaca skala yang terdapat pada kaliper sehingga data yang diperoleh lebih akurat.

(11)

Gambar 15. Penentuan titik Facial Index

3.8.2 Pengukuran Bentuk Lengkung Gigi

Pengumpulan data untuk pengukuran bentuk lengkung gigi pada penelitian inidilakukan sesuai jadwal yang telah ditentukan atas persetujuan antara pihak sekolah dan peneliti. Pengumpulan data kedua ini dilakukan bersamaan dengan pengambilan foto yaitu dalam 4 hari dengan pengambilan sampel sebanyak 20 siswa dalam sehari. Adapun langkah-langkah dalam pengumpulan data ini adalah sebagai berikut:

a. Pencetakan rahang atas dan rahang bawah pada subjek penelitian yang telah terpilih sesuai dengan kriteria inklusi dan eksklusi dengan menggunakan alginate dan sendok cetak.

b. Perbandingan powder dan liquid menggunakan sendok takar dan gelas ukur sesuai dengan takaran pabrik supaya sesuai dengan ukuran rahang yang akan dicetak.

c. Pengisian dental stone pada setiap cetakan rahang atas dan rahang bawah subjek penelitian.

Na

Me

(12)

d. Penempatan orthoform template pada bagian atas midline lengkung gigi. Penempatannya pada insisal gigi anterior, pada tonjol kaninus, dan pada tonjol bukal gigi posterior setiap cetakan model gigi.

e. Bentuk lengkung dipilih sesuai dengan template yang paling cocok.

f. Untuk mendapatkan data yang valid, dilakukan uji intra operator, yaitu pengukuran 10 model cetakan gigi atas dan rahang bawah yang sama dilakukan sebanyak dua kali. Apabila hasilnya tidak terdapat perbedaan bermakna, maka operator layak untuk melakukan pengukuran tersebut.

g. Dalam satu hari, pengukuran hanya dilakukan pada sebanyak 10 model gigi untuk menghindari kelelahan mata peneliti waktu menentukan bentuk lengkung gigi.

h. Hasil pengukuran dicatat kemudian datanya diolah dan dianalisis.

Gambar 16. Penentuan bentuk lengkung (a) square, (b) ovoid dan (c) tapered

(13)

3.9 Pengolahan dan Analisis Data

3.9.1 Pengolahan Data

Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan program komputerisasi.

3.9.2 Analisis Data

a. Dihitung rata-rata dari masing-masing tipe wajah siswa tersebut berdasarkan jenis kelamin.

b. Dihitung rata-rata dari masing-masing bentuk lengkung gigi siswa tersebut berdasarkan jenis kelamin.

c. Dihutung rata-rata dari tipe wajah dengan bentuk lengkung gigi siswa tersebut.

3.10 Etika Penelitian

Etika penelitian dalam penelitian ini mencakup: 1. Lembar persetujuan (informed consent)

Peneliti memberikan lembar penjelasan yang berisi prosedur penelitian serta manfaatnya dan lembar persetujuan kepada responden.

2. Ethical Clearance

(14)

BAB 4

HASIL PENELITIAN

Sampel penelitian berjumlah 62 foto frontal wajah siswa-siswi SMA Panca Budi Medan dan 62 buah model gigi rahang atas serta rahang bawah. Sampel terdiri dari 37 orang laki-laki dan 25 orang perempuan. Foto frontal dan model gigi diper oleh melalui pengambilan foto dan pencetakan rahang secara langsung pada siswa-siswi SMA Panca Budi Medan yang bersedia mengikuti penelitian ini serta memenuhi kriteria yang telah ditetapkan.

Setiap pengulangan pengukuran belum tentu memberikan hasil yang sama. Oleh karena itu, terlebih dahulu dilakukan uji intra operator terhadap 10 sampel. Hasil uji intra operator tidak menunjukkan perbedaan yang bermakna pada pengukuran pertama dan pengukuran kedua maka operator dinyatakan layak untuk melakukan pengukuran tersebut.

Berdasarkan pengukuran yang telah dilakukan pada foto frontal wajah dan model gigi, dapat dilihat prevalensi tipe wajah, bentuk lengkung dan hubungan antara tipe wajah dan bentuk lengkung.

Tabel 1. Gambaran tipe wajah pada siswa-siswi SMA Panca Budi Medan

(15)

Tabel 1 menunjukkan bahwa tipe wajah siswa-siswi pada SMA Panca Budi Medan adalah euryprosopic sebanyak 63%, mesoprosopic sebanyak 27% dan

leptoprosopic sebanyak 10%. Tipe wajah yang paling dominan adalah euryprosopic.

Tabel 2. Gambaran tipe wajah berdasarkan jenis kelamin padasiswa-siswi SMA Panca Budi Medan

No. TipeWajah Laki-laki Perempuan

Jumlah

(16)

Tabel 3. Gambaranbentuklengkunggigipadasiswa-siswi SMA Panca Budi Medan No. BentukLengkung Gigi Jumlah

n RA= 62 n RB= 62

Persentase (%)

Total

1 Square RahangAtas 19 30,6 41

RahangBawah 22 35,5

2 Ovoid RahangAtas 27 43,5 46

RahangBawah 19 30,6

3 Tapered RahangAtas 16 25,8 37

RahangBawah 21 33,9

Tabel 3 menunjukkan bahwa secara deskriptif bentuk lengkung gigi pada siswa-siswi SMA Panca Budi Medan yang paling dominan pada rahang atas adalah bentuk ovoid (43,5%) diikuti oleh bentuk square (30,6%) serta bentuk tapered

(25,8%). Sedangkan pada rahang bawah bentuk lengkung gigi yang paling dominan adalah bentuk square (35,5%) diikuti oleh bentuk tapered (33,9%) serta bentuk ovoid

(17)

TABEL 4. Gambaranbentuklengkunggigiberdasarkanjeniskelaminpadasiswa-siswi

Laki-laki Perempuan Total

Jumlah

Tabel 4 menunjukkan distribusi bentuk lengkung gigi rahang atas maupun rahang bawah berdasarkan jenis kelamin. Bentuk lengkung gigi laki-laki rahang atas adalah square (41%), ovoid (38%) dan tapered (21%), sedangkan pada rahangbawah adalah square (43%), tapered (33%) dan ovoid (24%). Bentuk lengkung gigi perempuan rahang atas adalah ovoid (52%), tapered (32%) dan square (16%), sedangkan pada rahang bawahnya adalah ovoid (40%), tapered (36%) dansquare

(18)

Tabel 5. Gambaran tipe wajah dengan bentuk lengkung gigi rahang atas pada siswa-siswi SMA Panca Budi Medan

No. TipeWajah BentukLengkung Gigi

Square Ovoid Tapered

Jumlah % Jumlah % Jumlah %

1 Euryprosopic 14 22,6 15 24,2 10 16,1

2 Mesoprosopic 5 8,1 8 12,9 4 6,5

3 Leptoprosopic - 0 4 6,5 2 3,2

Tabel 5 menunjukkan tipe wajah euryprosopic memiliki bentuk lengkung gigi

ovoid (24,2%) yang paling dominan.Tipewajahmesoprosopic memiliki persentase tertinggi terhadap bentuk lengkung ovoid (12,9%). Sedangkan tipe wajah

leptoprosopic memiliki persentase tertinggi dengan bentuk lengkung ovoid(6,5%).

Tabel 6. Gambaran tipe wajah dengan bentuk lengkung gigi rahang bawah pada siswa-siswi SMA Panca Budi Medan

No. TipeWajah BentukLengkung Gigi

Square Ovoid Tapered

Jumlah % Jumlah % Jumlah %

1 Euryprosopic 15 24,2 9 14,5 15 24,2

2 Mesoprosopic 7 11,3 7 11,3 3 4,8

3 Leptoprosopic - 0 3 4,8 3 4,8

Tabel 6 menunjukkan bahwa pada rahang bawah tipe wajah euryprosopic

(19)
(20)

BAB 5

PEMBAHASAN

Penilaian terhadap tipe wajah seorang pasien pada awal penentuan diagnosis sangat penting karena hal tersebut berpengaruh besar terhadap hasil perawatan ortodonti yang ingin dicapai.Berdasarkan penelitian sebelumnya, posisi dari jaringan keras secara pasti telah terbukti mempengaruhi penampilan jaringan lunak. Oleh karena itu, penentuan tipe wajah dapat juga melalui fotomeri dari jaringan lunak. Pada penelitian Martin terhadap 64 orang Brazil menunjukkan bahwa fotomeri (Facial Index) dalam penentuan tipe wajah terbukti dapat dipercaya bila dibandingkan metode sefalometri (Vert Index).16 Pada penelitian ini menggunakan metode fotometri (Facial Index).

Penentuan bentuk lengkung gigi telah banyak diperkenalkan oleh para ahli baik secara kuantitatif maupun kualitaitf. Secara umum, pengukuran kualitatif terhadap bentuk lengkung gigi dapat digambarkan sebagai ovoid, tapered dan square. Sedangkan secara kuantitatif banyak menggunakan evaluasi matematika yang melibatkan pengukuran titik referensi tertentu dan menganalisis berbagai fungsi aljabar dengan menetapkan empat sampai lima jenis bentuk lengkung gigi. Metode tersebut mengembangkan data yang banyak serta membutuhkan kalibrasi rumit dengan peralatan tertentu.18 Pada penelitian ini penentuan bentuk lengkung gigi menggunakan orthoform templateyang terdiri dari tiga bentuk yaitu ovoid, square dan

tapered. Penggunaan orthoform template lebih mudah dalam pengaplikasian dibandingkan dengan metode kuantitatif yang membutuhkan peralatan tertentu serta melibatkan perhitugan matematika.

(21)

mesoprosopic 27,4%. Tipe wajah yang paling sedikit adalah leptoprosopic 9,7%. Hasil yang sama juga ditemukan pada penelitian oleh Heidari terhadap dua kelompok orang aborigin Sistani dan Baluchi yang menunjukkan tipe euryprosopic paling dominan yaitu 50,8% pada Sistani dan 37% pada kelompok Baluchi.28

Secara umum morfologi tipe wajah dipengaruhi oleh bentuk kepala, jenis kelamin, dan usia12,14 Seseorang dengan bentuk kepala brachycephalic cenderung memiliki wajah euryprosopic, bentuk kepala mesocephalic memiliki tipe wajah

mesoprosopic dan bentuk kepala dolicocephalic memiliki tipe wajah

leptoprosopic.15Tipe wajah setiap individu terhadap individu lainnya sangat bervariasi. Hal ini disebabkan oleh adaptasi struktur kranial terhadap pertumbuhan dan perkembangan dari otak, adaptasi fungsi terhadap lingkungan sekitarnya serta genetik dari seseorang. Meskipun tipe wajah setiap orang berbeda, seseorang mampu mengenal ribuan wajah karena ada kombinasi unik dari kontur nasal, bibir, rahang dan sebagainya. Bagian-bagian yang dianggap mempengaruhi wajah adalah tulang pipi, supraorbital, hidung, maksila, mandibula, mulut, dagu mata, dan dahi.14

Gambaran tipe wajah berdasarkan jenis kelamin dimana tipe wajah

euryprosopicyang memiliki persentase tertinggi yaitu laki-laki 54,1% dan perempuan 76%. Tipe wajah mesoprosopic pada laki-laki adalah 37% dan tipe wajah

leptoprosopic pada laki-laki memiliki peresentase paling rendah yaitu 8,1%. Sedangkan pada perempuan memiliki persentase tipe wajah mesoprosopic dan

(22)

Secara morfologi bentuk lengkung gigi sangat penting untuk dipertimbangkan dalam suatu perawatan ortodonti. Para ahli telah mulai mempelajari morfologi bentuk lengkung gigi lebih dari satu abad yang lalu untuk memperoleh posisi gigi, estetik, fungsi dan stabilitas jangka panjang yang tepat.22 Banyak peneliti dan klinisi mencoba untuk mendeskripsikan dan mengklasifikasikan bentuk lengkung gigi sejak dulu. Bentuk lengkung gigi dipercaya merupakan konfigurasi dari tulang pendukung, proses erupsi gigi, aktivitas otot-otot sekitar serta tekanan-tekanan dari fungsi intraoral.23

Gambaran bentuk lengkung gigi pada siswa-siswi SMA Panca Budi Medan yang paling dominan pada rahang atas adalah bentuk ovoid (43,5%) diikuti oleh bentuk square (30,6%) serta bentuk tapered (25,8%). Sedangkan pada rahang bawah bentuk lengkung gigi yang paling dominan adalah bentuk square (35,5%) diikuti oleh bentuk tapered (33,9%) serta bentuk ovoid (30,6%). Hasil penelitian Saleem pada rahang bawah dengan menggunakan dua metode penentuan bentuk lengkung gigi menunjukkan bahwa yang paling dominan adalah bentuk ovoid, diikuti dengan

square dan tapered31dan hasil penelitian Paranhos menunjukkan bentuk lengkung dimulai dari yang paling dominan adalah ovoid, square dan tapered pada rahang bawah.22Sedangkan pada penelitian Olmez pada 600 individu menunjukkan hasil bahwa bentuk lengkung yang paling dominan dimulai dengan bentuk tapered, ovoid

dan square pada rahang bawah. Perbedaan tersebut dapat disebabkan oleh banyak faktor seperti jumlah sampel penelitian yang lebih banyak, ras dan genetik.

Gambaran bentuk lengkung gigi berdasarkan jenis kelamin pada siswa-siswi SMA Panca Budi Medan. Bentuk lengkung gigi laki-laki rahang atas adalah square

(41%), ovoid (38%) dan tapered (21%), sedangkan pada rahang bawah adalah square

(23)

berbanding terbalik dengan hasil penelitian Mohammad dan Koralakunte dimana pada laki-laki bentuk lengkung yang dominan adalah ovoid 42% dan pada perempuan yang dominan adalah square 44%.32Sedangkan pada penelitian Khatri dinyatakan bahwa perempuan lebih banyak memiliki bentuk lengkung ovoid dan tapered.33

Faktor yang mempengaruhi perubahan lengkung gigi antara lain genetikdan lingkungan. Menurut Van Der Linden, faktor yang mempengaruhi perubahan dan karakteristik lengkung gigi adalah fungsi rongga mulut, kebiasaan oral dan otot-otot rongga mulut. Fungsi rongga mulut baik pada masa neonatal dan postnatal berpengaruh terhadap perubahan bentuk lengkung gigi. Kebiasaan oral yang mempengaruhi bentuk lengkung gigi antara lain menghisap ibu jari atau jari-jari tangan, bernafas melalui mulut dan tongue thrusting. Peran kebiasaan oral terhadap perubahan dan karakteristik bentuk lengkung gigi tergantung dari frekuensi, intensitas dan lama durasi. Begitu juga otot orofasial dan pengunyahan juga berperan terhadap perubahan dan karakteristik bentuk lengkung gigi.6 Selain dari faktor-faktor tersebut, ras dari seorang individu juga berperan cukup besar. Ras banyak dipengaruhi dari faktor lingkungan seperti berubahnya kebiasaan makan makanan yang lebih keras menjadi makanan yang lebih lunak.

Tipe wajah yang paling dominan pada rahang atas adalah euryprosopic

dengan bentuk lengkung gigi ovoid(24,2%) hanya memiliki sedikit perbedaan dengan tipe wajah euryprosopic dengan bentuk lengkung gigi square (22,6%). Tipe wajah

mesoprosopic memiliki persentase tertinggi terhadap bentuk lengkung ovoid (12,9%) dan tipe wajah leptoprosopicjuga paling dominan dengan bentuk lengkung

(24)

Hasil penelitian Haider dan Fakhri pada 72 individu Iraqi menyatakan bahwa bentuk lengkung gigi yang paling sering dijumpai adalah bentuk tipe sedang (ovoid) dengan tipe wajah mesoprosopic, diikuti oleh bentuk lengkung lebar (square) dengan tipe wajah euryprosopic, dan bentuk lengkung sempit (tapered) dengan tipe wajah

leptoprosopic. Pada penelitian ini juga dinyatakan adanya hubungan antara tipe wajah dan bentuk lengkung gigi.10Ricketts dkk. (1982), Enlow dan Hans (1966), dan Wagner dan Chung (2005) menyatakan bahwa individu yang memiliki wajah panjang cenderung memiliki dimensi lengkung gigi yang cenderung sempit sedangkan individu yang memiliki wajah pendek memiliki dimensi lengkung gigi yang cenderung lebih lebar.8 Sedangkan hasil penelitian Paranhos menunjukkan individu dengan tipe wajah brachyfacial lebih dominan dengan bentuk lengkung ovoid, tipe wajah mesofacial dan dolicofacial lebih dominan dengan bentuk lengkung square.34

Perbedaan hasil penelitian ini terdapat pada rahang atas dimana tipe wajah

euryprosopic lebih dominan dengan bentuk lengkung gigi ovoiddan tipe wajah

leptoprosopic lebih dominan dengan bentuk lengkung ovoidbila dibandingkan dengan hasil penelitian lainnya yang kebanyakan menyatakan tipe wajah

(25)

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

1. Tipe wajah yang paling dominan pada siswa-siswi SMA Panca Budi Medan secara keseluruhan adalah tipe wajah euryprosopic. Dengan distribusi tipe wajah

euryprosopic 62,9%, mesoprosopic 27,4% dan leptoprosopic 9,7%.

2. Tipe wajah berdasarkan jenis kelamin baik pada laki-laki maupun perempuan adalah tipe wajah euryprosopic dengan persentase laki-laki 54,1% dan perempuan 76% diikuti oleh tipe wajah mesoprosopic dengan persentase laki-laki 37,8% dan perempuan 12%. Tipe wajah leptoprosopic memiliki persentase yang paling rendah yaitu laki-laki 8,1% dan perempuan 12%.

3. Bentuk lengkung pada siswa-siswi SMA Panca Budi Medan yang paling dominan pada rahang atas adalah bentuk ovoid 43,5% diikuti oleh bentuk square

30,6% serta bentuk tapered 25,8%. Sedangkan pada rahang bawah bentuk lengkung gigi yang paling dominan adalah bentuk square 35.5% diikuti oleh bentuk tapered

33,9% serta bentuk ovoid 30,6%.

4. Bentuk lengkung gigi laki-laki pada SMA Panca Budi Medan adalahsquare

dengan rahang atas 41% dan rahang bawah 43%, bentuk ovoid dengan rahang atas 38% dan rahang bawah 24% dan bentuk tapered dengan rahang atas 21% dan rahang bawah 33%. Sedangkan bentuk lengkung gigiperempuan pada SMA Panca Budi Medan adalah: square dengan rahang atas 16% dan rahang bawah 24%, bentuk ovoid

(26)

5. Tipe wajah euryprosopic didominasi oleh bentuk lengkung gigi ovoid24,2% pada rahang atas dan square 33,87% pada rahang bawah. Tipe wajah mesoprosopic

paling banyak didomiasi oleh bentuk lengkung ovoid yaitu 12,9% dan tipe wajah

leptoprosopic memiliki peresentasi tertinggi dengan bentuk lengkung ovoid 6,5% padarahang atas. Sedangkan pada rahang bawah tipe wajah mesoprosopic dengan bentuk lengkung square dan ovoid memiliki persentase yang sama yaitu 11,3% dan tipe wajah leptoprosopicmemiliki peresentase yang sama denganbentuk lengkung

ovoid dan tapered yaitu 4,8%.

6.2 Saran

1. Perlu dilakukan penelitian lebih lenjut dengan menggunakan jumlah sampel yang lebih besar agar didapatkan validitas hasil penelitian yang lebih tinggi.

2. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan menggunakan metode kuantitatif dalam penentuan bentuk lengkung gigi agar mengurangi sifat subjektif dalam penelitian.

(27)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

Dalam diagnosa suatu perawatan baik perawatan ortodonti maupun perawatan medis lainnya tidak cukup hanya pada satu aspek dari kondisi pasien. Kebutuhan dan prioritas pasien akan kebutuhan perawatan merupakan pertimbangan utama dalam perencanaan dan diagnosa perawatan, akan tetapi seorang ortodontis tidak boleh langsung mengambil suatu kesimpulan dari keadaan tersebut selama pemeriksaan awal. Diagnosa perawatan ortodonti harus sesuai dengan kondisi pasien secara menyeluruh baik keadaan objektif maupun subjektif. Adapun sumber-sumber yang dapat mendukung dalam diagnosa suatu perawatan yaitu, data anamnesa, pemeriksaan klinis mencakup ekstraoral dan intraoral, analisa rekam diagnostik mencakup model gigi, radiografi, dan fotografi.Pemeriksaan ekstra oral mencakup pemeriksaan profil wajah, sedangkan pada pemeriksaan intra oral dilakukan pemeriksaan pada lidah, frenulum, ginggiva, tonsil, dan palatum.12

2.1 Tipe Wajah

Ortodontis sangat menyadari bahwa hampir seluruh pasien yang datang mendapat perawatan ortodonti dengan motivasi untuk memperbaiki estetis wajah atau profilnya. Angle mengatakan bahwa aspek terbesar dalam perawatan ortodonti adalah perbaikan profil wajah. Simun juga menyebutkan bahwa kebanyakan pasien datang untuk perawatan ortodonti memiliki keinginan untuk memperbaiki estetis wajah.13 Oleh karena itu, pengetahuan tentang tipe wajah sangat penting dalam bidang ortodonti.

(28)

seseorang mampu mengenal ribuan wajah karena ada kombinasi unik dari kontur nasal, bibir, rahang dan sebagainya. Bagian-bagian yang dianggap mempengaruhi wajah adalah tulang pipi, supraorbital, hidung, maksila, mandibula, mulut, dagu mata, dan dahi.14

Perubahan tipe wajah berdasarkan usia dibagi menjadi tiga tahap, yaitu pada usia 5-10 tahun, 10-15 tahun, dan 15-25 tahun. Perubahan tipe wajah terjadi kira-kira 40% pada usia 5-10 tahun, 40% lagi pada usia 10-15 tahun, dan terjadi proses pencarian keseimbangan ketika mencapai usia setelah 15 tahun. Perubahan yang signifikan terjadi lebih besar pada usia 5-10 tahun dan 10-15 tahun bila dibandingkan dengan usia 15-25 tahun. Perubahan pada perempuan terjadi lebih awal bila dibandingkan dengan laki-laki.15

Struktur morfologi tipe wajah ada hubungannya dengan bentuk lengkung gigi seseorang. Pada kasus pasien dengan tipe wajah euryprosopic dengan bentuk lengkung gigi yang lebar dan persegi memiliki gigi berjejal yang tidak terlalu parah dapat dilakukan perawatan dengan ekspansi. Sedangkan pada kasus pasien dengan tipe wajah leptoprosopic sering memiliki bentuk lengkung yang sempit. Oleh karena itu perawatan yang dianjurkan adalah dengan melakukan ekstraksi.12

(29)

2.1.1 Fotografi Ortodonti

Fotografi dalam ortodonti akan memberikan gambaran tentang profil lunak dari pasien dan kemudahan bagi seorang ortodontis dalam melakukan perencanaan perawatan ortodonti. Dalam bidang ortodonti ada minimal sembilan fotografi yang diambil, yaitu lima foto intraoral dan empat foto ekstraoral.17

Foto intraoral terdiri dari foto pandangan anterior gigi dalam keadaan oklusi, foto pandangan bukal gigi geligi sebelah kanan dalam keadaan oklusi, foto pandangan bukal gigi geligi sebelah kiri, foto pandangan oklusal gigi geligi rahang atas, dan foto pandangan oklusal gigi geligi rahang bawah. Sedangkan dalam foto ekstra oral, terdiri dari foto frontal wajah dengan bibir dalam keadaan istirahat, foto frontal wajah dalam keadaan bibir tersenyum , foto profil wajah sebelah kanan dengan bibir dalam keadaan istirahat , dan foto profil wajah 45̊ dengan bibir dalam keadaan tersenyum.17

(30)

Gambar 1. Fotografi intra oral. (1) Foto pandangan anterior gigi dalam keadaan oklusi, (2) Foto pandangan bukal gigi geligi sebelah kanan dalam keadaan oklusi, (3) Foto pandangan bukal gigi geligi sebelah kiri dalam keadaan oklusi, (4) Foto oklusal rahang atas, (5) Foto oklusal rahang bawah.17

Gambar 2. Fotografi ekstra oral . ( 1) Foto frontal wajah dengan bibir dalam keadaan istirahat , (2)Foto frontal wajah dengan bibir tersenyum, (3) Foto profil wajah sebelah kanan dengan bibir dalam keadaan istirahat , (4) Foto profil wajah 45̊ dengan bibir tersenyum17

1 2 3

4 5

(31)

Menurut American Board of orthodontics, ada beberapa ketentuan dalam pengambilan foto ekstra oral, yaitu:15

a. Memperlihatkan kualitas hasil cetakan foto baik yang hitam putih maupun berwarna

b. Posisi kepala pasien telah diposisikin secara tepat pada ketiga bidang dan bidang Frankfurt Horizontal

c. Latar belakang bebas dari gangguan

d. Kualitas pencahayaan menunjukkan kontur wajah tanpa adanya bayangan e. Telinga untuk manfaat orientasi

f. Mata terbuka dan pandangan lurus ke depan serta kacamata dilepas15

Adapun beberapa teknik yang digunakan dalam pengambilan foto ekstra oral antara lain:17

a. Foto frontal wajah (bibir dalam keadaan istirahat)

Foto pertama yang harus dilakukan, ini merupakan foto yang termudah dalam teknik pengambilan fotografi ekstra oral. Namun, ada beberapa ketentuan yang perlu diperhatikan dalam pengambilan foto ini. Pertama, framing foto frontal ini harus mencakup bagian kepala dan leher pasien. Posisi pasien harus duduk dengan tegak dan mata harus menatap lurus pada lensa kamera sehingga dapat diperoleh keadaan

(32)

b. Foto frontal wajah (bibir tersenyum)

Teknik pengambilan foto ini hampir sama dengan foto frontal wajah dengan bibir dalam keadaan istirahat, hanya saja pasien diinstruksikan untuk tersenyum. Foto ini memperlihatkan keadaan proporsi jaringan lunak wajah pasien selama tersenyum. Foto frontal wajah dapat dilihat pada gambar 4.

c. Foto profil (bibir dalam keadaan istirahat)

Setelah pengambilan foto frontal, pasien diinstruksikan untuk menghadap ke kiri dan bibir dalam keadaan istirahat sehingga profil sebelah kanan wajah menghadap ke operator. Posisi kepala pasien dalam keadaan natural head position

(NHP). Posisi kepala pasien yang salah dapat memberikan informasi yang salah mengenai pola skeletalnya. Foto profil wajah dapat dilihat pada gambar 4.

d. Foto profil 45̊ (bibir terseyum)

Pada posisi foto profil , pasien diinstruksikan untuk memutarkan kepalanya ke kanan (kurang lebih ¾ putaran dari posisi foto profil ). Kemudian pasien diintruksikan untuk melihat ke lensa kamera dan tersenyum . Foto profil 45̊ dapat dilihat pada gambar 4.

Gambar 3. (1) Framing, (2) Garis imajiner vertikal wajah, (3) garis imajiner interpupil17

(33)

2.1.2Pengukuran Tipe Wajah

Dalam menganalisis tipe wajah dengan fotografi, ada beberapa titik yang harus ditentukan terlebih dahulu . Titik yang dibutuhkan dalam pengukuran tersebut dapat dilihat pada gambar 5. Adapun titik-titik tersebut adalah sebagai berikut:19

a. Na (Soft tissue nasion), yaitu titik tengah dari pangkal hidung pada suturanasofrontal, yang merupakan aspek paling cekung.

b. Zy (Zygomaticum), yaitu titik paling tepi pada setiap lengkung

zygomaticum.

c. SN (Subnasal), yaitu titik paling bawah dari bagian tengah hidung. d. Me (Soft tissue menton), yaitu titik paling bawah dari tengah dagu.

e. Sto (Stomion), yaitu titik pertemuan bibir atas dan bibir bawah pada garis tengah wajah.

f. B (Soft tissue B point), yaitu bagian paling cekung dari jaringan lunak dagu pada garis tengah wajah.

g. Cd (Condylion), yaitu bagian paling tengah atas dari kondilus mandibula. h. Go (Gonion), yaitu bagian yang paling pinggir dari sudut mandibula.

Gambar 4. (1) Foto frontal bibir tersenyum, (2) Foto profil, (3) Foto profil 45° bibir tersenyum17

(34)

Pengukuran tipe wajah dapat menggunakan fotografi ekstraoral yaitu, foto frontal yang diperoleh dari arah frontal pasien dan foto lateral atau foto profil yang diperoleh dari arah lateral pasien.19

2.1.2.1 Pengukuran Tipe Wajah dengan Foto Frontal Wajah

Pengukuran tipe wajah dengan foto frontal dapat dilakukan dengan empat rumus, yaitu:19

a. Facial Index

Facial Index dapat diperoleh dengan cara membagikan tinggi wajah yang diukur dari nasion (hidung) ke menton (dagu) dengan jarak zygomaticum kanan-kiri. Kemudian hasilnya dikali dengan 100. Garis-garis yang diukur dapat dilihat pada gambar 6.

(35)

Facial Index = Tinggi Wajah (Na-Me) x 100 Lebar Wajah ( Zy-Zy)

Hasil perhitungan facial index dapat disesuaikan dengan ketentuan tipe wajah

euryprosopicdengan nilai untuk wanita 80 ± 4 dan pria 84 ± 4, tipe wajah

mesoprosopic degan nilai untuk wanita 86 ± 4 dan pria 88 ± 4, tipe wajah

leptoprosopic dengan nilai untuk wanita 90 ± 4 dan pria 94 ± 4.

b. Upper Facial Index

Upper Facial Index dapat diperoleh dengan cara membagikan tinggi wajah bagian atas (Na-Sto) dengan lebar wajah (Zy-Zy). Kemudian hasilnya dikali dengan 100. Garis-garis yang diukur dapat dilihat pada gambar 6.

Upper Facial Index = Tinggi Wajah Bagian Atas (Na-Sto) x100

Lebar Wajah (Zy-Zy)

Hasil perhitungan upper facial index dapat disesuaikan dengan ketentuan tipe wajah euryprosopic dengan nilai untuk wanita 49 ± 3dan pria 50 ± 3, tipe wajah

mesoprosopic degan nilai untuk wanita 53 ± 3 dan pria 54 ± 3, tipe wajah

leptoprosopic dengan nilai untuk wanita 57 ± 3 dan pria 58 ± 3.

c. Lower Facial Index

Lower Facial Index dapat diperoleh dengan membagikan tinggi wajah bagian bawah (Sn-Me) dengan lebar wajah (Zy-Zy). Kemudian hasilnya dikali dengan 100. Garis-garis yang diukur dapat dilihat pada gambar 6.

Hasil perhitungan lower facial index dapat disesuaikan dengan ketentuan tipe wajah euryprosopic dengan nilai untuk wanita 47 ± 4 dan pria 49 ± 4, tipe wajah

mesoprosopic degan nilai untuk wanita 52 ± 4 dan pria 54 ± 4, tipe wajah

leptoprosopic dengan nilai untuk wanita 57 ± 4dan pria 59 ± 4.

Lower Facial Index = Tinggi Wajah Bagian Bawah (Sn-Me) x 100

(36)

d. Chin Index

Chin Index dapat diperoleh dengan cara membagikan tinggi dagu (B’-Me) dengan lebar wajah (Zy-Zy). Kemudian hasilnya dikalikan dengan 100. Garis-garis yang diukur dapat dilihat pada gambar 6.

Chin Index = Tinggi Dagu (B’-Me) X 100

Lebar Wajah (Zy-Zy)

Hasil perhitungan chin index dapat disesuaikan dengan ketentuan tipe wajah

euryprosopic dengan nilai untuk wanita dan pria sama yaitu 19 ± 2, tipe wajah

mesoprosopic degan nilai untuk wanita dan pria sama yaitu 22 ± 2, tipe wajah

leptoprosopic dengan nilai untuk wanita dan pria sama yaitu 25 ± 2.

Gambar 6. Pengukuran foto frontal (1) Facial Index

(2) Upper Facial Index (3) Lower Facial Index (4) Chin Index19

1 2

(37)

2.1.2.2 Pengukuran Tipe Wajah dengan Foto Lateral Wajah

Pengukuran tipe wajah dengan foto lateral wajah dapat dilakukan dengan dua rumus, yaitu:19

a. Chin-face Height Index

Chin-face Height Index dapat diperoleh dengan cara membagikan tinggi dagu (B’-Me) dengan tinggi wajah (Na-Me). Kemudian hasilnya dikali dengan 100. Garis-garis yang diukur dapat dilihat pada gambar 7.

Chin-face Height Index = Tinggi Dagu (B’-Me) x 100

Tinggi Wajah (Na-Me)

Hasil perhitungan dari chin-face index dapat disesuaikan dengan ketentuan tipe wajah euryprosopic dengan nilai untuk wanita 23,5 ± 2 dan pria 22 ± 2, tipe wajah mesoprosopic degan nilai untuk wanita 22,5 ± 2 dan pria 25 ± 2, tipe wajah

leptoprosopic dengan nilai untuk wanita 27,5 ± 2 dan pria 27 ± 2. b. Mandibular Anterior/ Posterior Height Index

Mandibular Anterior/ Posterior Height Index dapat diperoleh dengan membagikan tinggi mandibula bagian depan (Sto-Me) dengan Tinggi mandibula bagian belakang (Cd-Go). Kemudian hasilnya dikali dengan 100. Garis-garis yang diukur dapat dilihat pada gambar 7.

Mandibular Anterior/

Posterior Height Index =

Tinggi Mandibula Bagian Depan (Sto-Me)

x 100 Tinggi Mandibula Bagian Belakang (Cd-Go)

(38)

2.2 Lengkung Gigi

Menurut Barber, lengkung gigi merupakan suatu garis lengkung imajiner yang menghubungkan sederetan gigi pada rahang atas dan rahang bawah.6,18 Lebar, panjang dan kedalaman dari suatu lengkung gigi mempunyai implikasi yang besar dalam bidang ortodonti yang memengaruhi diagnosis dan perencanaan perawatan. Dimensi lengkung gigi berubah banyak seiring dengan periode masa pertumbuhan dan perkembangan yang intensif dan sedikit berubah ketika sudah dewasa.20 Oleh karena itu, telah diteliti bahwa perubahan dimensi lengkung rahang pada periode tumbuh kembang selain berhubungan dengan genetik juga dipengaruhi oleh pergerakan gigi, perbedaan ukuran gigi sulung dengan permanen, perkembangan oklusi, serta fungsi rongga mulut.6,20

Perubahan dimensi lengkung gigi telah dipelajari sejak tahun1890, ketika pertama kali Zygmondy menggunakan tiga set model dari sampel individu berusia 6-17 tahun mengukur panjang lengkung gigi. Clinch dan Sillman yang pertama kali melakukan pengamatan pada proses perkembangan gigi sejak kelahiran. Banyak penulis telah menginvestigasi bahwa perubahan secara transversal terjadi terbesar dalam masa perkembangan gigi dan oklusi adalah lebar jarak interkaninus dan lebar

Gambar 7. Pengukuran foto lateral(1) Chin-face Height Index (2)

MandibulaAnterior/Posterior Height Index19

(39)

jarak intermolar. Penelitian tentang perkembangan lengkung gigi pada anak usia 5-8 atau 9 tahun dengan pengukuran lebar jarak interkaninus menunjukkan bahwa terjadi pertambahan ukuran jarak interkaninus yang cepat yaitu, 4 mm pada maksilla dan 3 mm pada mandibula. Penelitian lain menyatakan bahwa karakteristik oklusi pada gigi desidui daoat memprediksi oklusi gigi permanen. Hal tersebut dapat dibuktikan dari kelahiran sampai usia 13 tahun terjadi pertambahan lebar jarak interkaninus pada maksila dan mandibula, tetapi setelah umur 13 tahun dideteksi bahwa tidak ada perubahan yang signifikan.21

Prinsip dasar dalam perawatan ortodonti adalah untuk memperbaiki, interseptif dan mencegah adanya kelainan posisi gigi dan deformitas dentofasial. Filosofi ortodonti dahulu menyatakan ekspansi lengkung gigi tanpa mempertimbangkan keseimbangan antara struktur stomatognasi dapat dilakukan. Sedangkan filosofi ortodonti selanjutnya menemukan bahwa ekspansi lengkung gigi yang melewati batas akan mengakibatkan ketidakstabilan dari lengkung gigi tersebut. Oleh karena itu, keharmonisan antara gigi, struktur tulang dan otot sangat penting untuk diperhatikan agar lengkung gigi setelah perawatan ortodonti dapat lebih stabil.22

2.2.1 Klasifikasi Lengkung Gigi

Dimensi dan morfologi lengkung gigi memiliki implikasi yang besar dalam bidang ortodonti.21 Pada awal tahun 1900-an sejumlah peneliti telah mencoba untuk mendeskripsikan dan mengklasifikasikan bentuk dari lengkung gigi.23,24Bentuk lengkung gigi dipercayai merupakan konfigurasi dari tulang pendukung, erupsi gigi, otot-otot sekitar mulut dan tekanan fungsional intraoral.23 Dahulu, bentuk lengkung gigi dideskripsikan secara kualitatif yaitu bentuk elip, parabola, bentuk U, dll. Deskripsi tersebut kurang adekuat, sehingga muncul tuntutan pendeskripsian bentuk lengkung secara kualitatif baik dengan metode linear maupun non linear.

(40)

metode matematika non-linear yang dapat menetukan bentuk dari lengkung gigi tersebut. Ada beberapa pendeskripsian bentuk lengkung gigi yang popular, yaitu:23

1. Lengkung Gigi Bonwill-Hawley

Lengkung gigi Bonwill-Hawley berasal dari bentuk segitiga sama sisi, dimana jarak antar kondilus sebagai dasar dari segitiga. Keenam gigi anterior disusun dalam lengkung lingkaran. Radius dari lingkaran tersebut ditentukan dari penjumlahan lebar mesiodistal gigi-gigi tersebut.25 Lengkung gigi Bonwill-Hawley dapat dilihat pada gambar 8.

2. Lengkung Gigi Catenary

Kurva Catenary adalah kurva yang terbentuk dari lengkung berupa rantai yang ditekan pada kedua ujungnya. Panjang dari lengkung rantai dan jarak antara kedua ujung yang menentukan bentuk dari suatu lengkung.25 Lengkung gigi Catenary dapat dilihat pada gambar 9.

(41)

3. Lengkung Gigi Brader

Tahun 1972 Brader mengemukakan bahwa keseimbangan tekanan dari otot jaringan lunak mulut bertanggung jawab atas bentuk lengkung gigi manusia , dan bentuk yang terbaik diperkirakan dengan porsi terbatas dari kurva trifocal ellipses.25 Gambar lengkung gigi Brader dapat dilihat pada gambar 10.

Gambar 9. Lengkung gigi Catenary25

(42)

2.2.2 Pengukuran Bentuk Lengkung Gigi

Pendeskripsian setiap bentuk lengkung gigi sangat bervariasi, mulai dari bentuk geometri sampai ke fungsi matematika. Bagaimanapun setiap penentuan bentuk lengkung gigi memiliki kelebihan dan kekurangan. Metode konvensional mudah dilakukan namun kurang memiliki bukti matematika dan selalu terdiri dari faktor-faktor yang mengarah pada pemahaman yang beragam karena tergantung pada pemeriksaan visual pribadi. Sedangkan metode kuantitatif banyak menggunakan evaluasi matematika yang melibatkan pengukuran titik referensi tertentu dan menganalisis berbagai fungsi aljabar dengan menetapkan empat sampai lima jenis bentuk lengkung gigi. Metode tersebut mengembangkan data yang banyak serta membutuhkan kaliberasi rumit dengan peralatan tertentu.18

2.2.3Metode Pengukuran Bentuk Lengkung Gigi 1. Orthoform template

Orthoform template digunakan untuk mengukur bentuk tipe lengkung gigi seseorang secara kualitatif. Cara melakukan pengukurannya yaitu dengan meletakkan

orthoform template pada midline model cetakan lengkung gigi rahang atas dan rahang bawah. Orthoform template dipilih yang paling cocok dengan model cetakan lengkung gigi.26 Gambar orthoform trmplate dapat dilihat pada gambar 11.

Gambar 11. Orthoform tempalate bentuk (1) tapered, (2) square, (3) ovoid.26

(43)

Menurut Raberin , bentuk lengkung gigi dapat diukur secara transversal san sagital. Pengukuran transeversal lengkung gigi terdiri dari lebar jarak interkaninus

(

L33) diukur dari jarak antara kedua tonjol gigi kaninus, lebar jarak intermolar (L66)

diukur dari jarak antara kedua tonjol mesio bukal gigi molar pertama, dan lebar jarak intermolar posterior (L77) diukur dari jarak antara kedua tonjol disto bukal gigi molar

kedua. Pengukuran sagital terdiri dari kedalaman kaninus (L31) diukur pertengahan

insisivus sentralis ke garis jarak interkaninus, rata-rata panjang lengkung (L61) diukur

dari pertengahan insisivus sentralis ke garis jarak intermolar, dan total panjang lengkung (L71) diukur dari pertengahan insisivus sentralis ke garis jarak intermolar

posterior.27 Pengukuran lengkung gigi Raberin dapat dilihat pada gambar 12.

Keenam dimensi secara transversal dan sagital dapat mengkarakteristikkan bentuk suatu lengkung gigi. Adapun rasio yang menentukan bentuk lengkung gigi yaitu: L31/L33, L61/L66, L71/L77, L33/L66, dan L61/L71. Perbandingan rasio tersebut dapat

disesuaikan dengan ketentuan sebagai berikut: bentuk narrow bila 3 rasio sagital/ transversal positif, bentuk wide bila 3 rasio sagital/transversal negatif, bentuk mid bila tidak ada rasio yang berbeda signifikan dari rata-rata, bentuk pointed bila hanya rasio L31/L33 lebih besar dari rata-rata, dan bentuk flat bila hanya rasio L31/L33 lebih rendah

dibawah rata-rata.27 Bentuk lengkung gigi menurut Raberin dapat dilihat pada gambar 13.

(44)

2.2.4 Faktor-Faktor yang Memengaruhi Bentuk Lengkung Gigi

Menurut Van Der Linden, faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan dan karakteristik lengkung gigi adalah sebagai berikut:6

a. Fungsi rongga mulut

Fungsi rongga mulut dibedakan atas masa neonatal dan postnatal. Fungsi rongga mulut masa neonatal antara lain infantile suckling dan swallowing, pemeliharaan jalan nafas, menangis, batuk dan gagging. Sedangkan fungsi rongga mulut postnatal adalah untuk mengunyah, ekspresi wajah, berbicara, penelanan matur, dan posisi rahang sesuai regulasi neural.

b. Kebiasaan oral

Kebiasaan oral seperti mengisap ibu jari atau jari-jari tangan, bernafas melalui mulut, dan tongue thrusting dapat memengaruhi bentuk lengkung gigi. Kebiasaan oral terjadi pada awal kehidupan, peran kebiasaan oral terhadap perubahan dan karakteristik lengkung gigi tergantung dari frekuensi, intensitas, lama durasi.

c. Otot rongga mulut

Otot orofasial dan pengunyahan yang memiliki peran terhadap bentuk lengkung gigi. Gangguan otot cenderung dihubungkan dengan kelainan neuromaskuler, genetik, dan penyakit.

(45)

2.3 Hubungan Tipe Wajah dengan Bentuk Lengkung Gigi

Banyak penelitian yang telah dilakukan untuk membuktikan apakah ada hubungan anatara tipe wajah dan bentuk lengkung gigi dan ternyata penelitian-penelitian tersebut membuktikan bahwa ada hubungannya serta hal tersebut sangat mempengaruhi rencana perawatan ortodonti. Ricketts dkk., Enlow dan Hans, dan Wagner dan Chung meyatakan bahwa individu yang memiliki wajah panjang cenderung memiliki dimensi lengkung gigi yang cenderung sempit sedangkan individu yang memiliki wajah pendek memiliki dimensi lengkung gigi yang cenderung lebih lebar.8 Hasil penelitian Haider dan Fakhri pada 72 individu Iraqi menyatakan bahwa tipe wajah yang paling umum pada kedua gender adalah tipe wajah mesoprosopic, diikuti oleh euryprosopic, dimana tipe wajah yang paling jarang dijumpai adalah tipe wajah leptoprosopic. Sedangkan, bentuk lengkung gigi yang paling sering dijumpai pada kedua gender adalah bentuk tipe sedang (ovoid) dengan tipe wajah mesoprosopic, diikuti oleh bentuk lengkung lebar (square), dan bentuk lengkung sempit (tapered).10Pada penelitian Kageyama dkk. menyatakan bahwa individu dengan wajah brachyfacial dan hypodivergent cenderung memiliki bentuk lengkung gigi yang lebar (square) dibandingkan dengan tipe wajah yang lainnya.E.H Angle membuktikan bahwa tipe wajah dolichochephalic lebih sering memiliki lengkung yang sempit (tapered) dan panjang, sedangkan pada tipe wajah

(46)
(47)

2.5 KERANGKA KONSEP

Tipe Wajah

- Euryprosopic - Mesoprosopic - Leptoprosopic

Bentuk Lengkung Gigi

- Square - Ovoid - Tapered

Pengukuran Tipe Wajah: Facial Index

Penentuan Bentuk Lengkung:

(48)

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Penampilan wajah mempunyai efek sosial dan psikologi yang penting terhadap kepribadian manusia, dan tipe wajah seseorang juga merupakan salah satu penentu dalam pemilihan perawatan kasus ortodonti, karena tipe wajah dapat mempengaruhi sistem penjangkaran, prediksi pertumbuhan struktur maksilofasial dan keberhasilan suatu perawatan ortodonti.1,2Adapun hal terpenting dalam mendiagnosa dan merencanakan suatu perawatan ortodonti adalah pemahaman terhadap hubungan antara struktur kraniofasial dan dimensi lengkung. Banyak penelitian berusaha menjelaskan tentang struktur kraniofasial, lebar lengkung gigi dan bentuk lengkung gigi.Rickkets melaporkan bahwa ada hubungan antara tipe wajah dan lengkung gigi.3

Penentuan tipe wajah dalam beberapa aspek perawatan ortodonti sangat penting untuk penentuan rencana perawatan dan prognosisnya.Struktur morfologi fasial berhubungan erat dengan faktor-faktor seperti, ruang faringeal, anatomi otot mastikatori, anatomi dentoalveolar dan tipe oklusi.Selain itu, bentuk fasial juga dapat mengindikasikan arah dari pertumbuhan kraniofasial serta harus menjadi pertimbangan dalam pemilihan biomekanik ortodonti. Terminologi paling umum yang digunakan untuk mendeskripsikan struktur kraniofasial yang kompleks dari antropometri adalah cranial index (brachycephalic, mesocephalic dan

(49)

gigi setelah perawatan.3Oleh karena itu, faktor-faktor yang mempengaruhi bentuk lengkung gigi seperti fungsi rongga mulut, kebiasaan oral, dan otot rongga mulut seorang pasien juga perlu diketahui oleh seorang ortodontis.6Chuck (1932) mengklasifikasikan bentuk lengkung menjadi tapered, ovoid dan square. Bentuk lengkung tersebut juga dapat dibagi menjadi sempit, normal dan lebar.7

Ricketts dkk. (1982), Enlow dan Hans (1996), dan Wagner dan Chung (2005) meyatakan bahwa individu yang memiliki wajah panjang cenderung memiliki dimensi lengkung gigi yang cenderung sempit sedangkan individu yang memiliki wajah pendek memiliki dimensi lengkung gigi yang cenderung lebih lebar.8Hasil penelitian Kageyama dkk., menyatakan bahwa individu dengan wajah brachyfacial

dan hypodivergent cenderung memiliki bentuk lengkung gigi yang lebar (square) dibandingkan dengan tipe wajah yang lainnya. Pada penelitian yang dilakukan pada 100 orang Pakistan yang belum melakukan perawatan ortodonti oleh Nabila dan Fida menunjukkan bahwa tipe wajah yang paling dominan adalah euryprosopic dengan bentuk lengkung gigi square sebanyak 50%. 3

Penelitian dan observasi klinis menyatakan bahwa bentuk lengkung gigi pada manusia sangat bervariasi.Angle (2005) mengajukan sebuah pernyataan bahwa konsep dari bentuk lengkung yang ideal harus berhubungan dengan tipe wajah. Selama itu, telah dibuktikan bahwa tipe wajah dolichochephalic lebih sering memiliki lengkung yang sempit (tapered) dan panjang, sedangkan pada tipe wajah

brachychephalic memiliki lengkung yang pendek dan lebar (square).9Hasil penelitian Haider dan Fakhri pada 72 individu Iraqi menyatakan bahwa tipe wajah yang paling umum pada kedua gender adalah tipe wajah mesoprosopic, diikuti oleh euryprosopic, dimana tipe wajah yang paling jarang dijumpai adalah tipe wajah leptoprosopic. Sedangkan, bentuk lengkung gigi yang paling sering dijumpai pada kedua gender adalah bentuk tipe sedang (ovoid) dengan tipe wajah mesoprosopic, diikuti oleh bentuk lengkung lebar (square), dan bentuk lengkung sempit (tapered).10

(50)

kehidupan sosial seseorang.Selain itu, hal tersebut dapat berdampak pada kepercayaan diri seseorang.11Berdasarkan uraian diatas, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang gambaran tipe wajah dan bentuk lengkung gigi untuk melihat gambaran rata-rata dan variasi dari tipe wajah dan bentuk lengkung gigi tersebut. Penelitian ini dilakukan pada siswa-siswi SMA Panca Budi Medan.

1.2Rumusan Masalah

1. Bagaimanakah gambaran rata-rata tipe wajah dan bentuk lengkung gigi pada siswa-siswi SMA Panca Budi Medan?

2. Bagaimanakah gambaranrata-rata tipe wajah pada siswa-siswi SMA Panca Budi Medan berdasarkan jenis kelamin?

3. Bagaimanakah gambaranrata-rata bentuk lengkung gigi pada siswa-siswi SMA Panca Budi Medan berdasarkan jenis kelamin?

1.3Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui gambaran rata-rata tipe wajah dan bentuk lengkung gigi pada siswa-siswi SMA Panca Budi Medan.

2. Untuk mengetahui gambaran rata-rata tipe wajah pada siswa-siswi SMA Panca Budi Medan berdasarkan jenis kelamin.

3. Untuk mengetahui gambaran rata-rata bentuk lengkung gigi pada siswa-siswi SMA Panca Budi Medan berdasarkan jenis kelamin.

1.4Manfaat Penelitian

1.Memberikan informasi mengenai gambaranrata-rata tipe wajah dan bentuk lengkung gigi yang dilakukan pada siswa SMA Panca Budi Medan sehingga dapat membantu dalam menegakkan diagnosa dan perencanaan perawatan ortodonti.

(51)

FakultasKedokteran Gigi DepartemenOrtodonsia

Tahun 2016

Joselin

Gambaran Tipe Wajah dan Bentuk Lengkung Gigi pada Siswa SMA Panca Budi Medan

x + 50halaman

Penampilan tipe wajah mempunyai efek sosial dan psikologi yang penting terhadap kepribadian manusia sehingga penentuan tipe wajah perlu menjadi pertimbangan dalam penentuan rencana perawatan ortodonti. Bentuk lengkung gigi berkaitan dengan pertumbuhan sehingga dapat mempengaruhi hasil dari perawatan. Tujuan penelitian ini adalahuntukmengetahui gambaran rata-ratatipe wajah dan bentuk lengkung gigi pada siswa-siswi SMA Panca Budi Medan. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan metode purposive sampling. Penelitian ini menggunakan sampel berjumlah 62 foto frontal dan 62 model gigi rahang atas maupun rahang bawah yang terdiri dari 37 sampel laki-laki dan 25 sampel perempuan. Tipe wajah diukur dengan menggunakan rumus facial index, sedangkan bentuk lengkung gigi ditentukan dengan menggunakan orthoform template. Hasilpenelitiandiperolehtipewajahsiswa-siswi SMA Panca Budi Medan secarakeseluruhanadalaheuryprosopic62,9%, mesoprosopic27,4%, danleptoprosopic

(52)

padarahangatasberbentukovoidsedangkanrahangbawahadalahsquare.Gambaran yang paling dominan pada kesesuaian tipe wajah dengan bentuk lengkung gigi dapat dilihat pada rahang bawah adalah tipe wajah euryprosopic dengan bentuk lengkung ovoid

sedangkan pada rahang bawah adalah tipe wajah euryprosopic dengan bentuk lengkung square.Kesimpulannya adalah tipe wajah dan bentuk lengkung gigi pada siswa-siswi SMA Panca Budi Medan didominasi oleh tipe wajah euryprosopic dan bentuk lengkung gigi ovoid.

(53)

GAMBARAN TIPE WAJAH DAN BENTUK LENGKUNG

GIGI PADA SISWA SMA PANCA BUDI MEDAN

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi

syarat memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Gigi

Oleh: JOSELIN NIM : 120600153

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(54)

FakultasKedokteran Gigi DepartemenOrtodonsia

Tahun 2016

Joselin

Gambaran Tipe Wajah dan Bentuk Lengkung Gigi pada Siswa SMA Panca Budi Medan

x + 50halaman

Penampilan tipe wajah mempunyai efek sosial dan psikologi yang penting terhadap kepribadian manusia sehingga penentuan tipe wajah perlu menjadi pertimbangan dalam penentuan rencana perawatan ortodonti. Bentuk lengkung gigi berkaitan dengan pertumbuhan sehingga dapat mempengaruhi hasil dari perawatan. Tujuan penelitian ini adalahuntukmengetahui gambaran rata-ratatipe wajah dan bentuk lengkung gigi pada siswa-siswi SMA Panca Budi Medan. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan metode purposive sampling. Penelitian ini menggunakan sampel berjumlah 62 foto frontal dan 62 model gigi rahang atas maupun rahang bawah yang terdiri dari 37 sampel laki-laki dan 25 sampel perempuan. Tipe wajah diukur dengan menggunakan rumus facial index, sedangkan bentuk lengkung gigi ditentukan dengan menggunakan orthoform template. Hasilpenelitiandiperolehtipewajahsiswa-siswi SMA Panca Budi Medan secarakeseluruhanadalaheuryprosopic62,9%, mesoprosopic27,4%, danleptoprosopic

(55)

padarahangatasberbentukovoidsedangkanrahangbawahadalahsquare.Gambaran yang paling dominan pada kesesuaian tipe wajah dengan bentuk lengkung gigi dapat dilihat pada rahang bawah adalah tipe wajah euryprosopic dengan bentuk lengkung ovoid

sedangkan pada rahang bawah adalah tipe wajah euryprosopic dengan bentuk lengkung square.Kesimpulannya adalah tipe wajah dan bentuk lengkung gigi pada siswa-siswi SMA Panca Budi Medan didominasi oleh tipe wajah euryprosopic dan bentuk lengkung gigi ovoid.

(56)

PERNYATAAN PERSETUJUAN

Skripsi ini telah disetujui untuk dipertahankan dihadapan tim penguji

Medan, 10 Maret2016

Pembimbing: Tandatangan

Mimi Marina Lubis, drg.,Sp.Ort

(57)

TIM PENGUJI SKRIPSI

Skripsiinitelahdipertahankandihadapantimpenguji Padatanggal 10 Maret 2016

TIM PENGUJI

KETUA : Mimi Marina Lubis, drg., Sp.Ort ANGGOTA : 1. Muslim Yusuf, drg., Sp. Ort (K)

(58)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Gigi pada Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara.

Dalam penulisan skripsi ini, penulis banyak mendapat banyak bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak.Untuk itu, dengan segala kerendahan hati dan penghargaan yang tulus, penulis menyampaikan rasa terimakasih kepada:

1. Prof. Nazruddin, drg.,C.Ort., Ph.D., Sp.Ort., selaku Dekan Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara.

2. Erna Sulistyawati, drg.,Sp.Ort (K) selaku Ketua Departemen Ortodonsia Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara.

3. Hilda Fitria Lubis, drg.,Sp.Ort., selaku coordinator skripsi di Departemen Ortodonsia FakultasKedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara.

4. Mimi Marina Lubis, drg.,Sp.Ort., selaku pembimbing yang telah meluangkan banyak waktu, tenaga, pikiran, kesabaran dan dukungan kepada penulis sehingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik.

5. Muslim Yusuf, drg.,Sp.Ort., selaku penguji skripsi yang telah memberikan saran dan masukan kepada penulis.

6. Erliera, drg.,Sp.Ort., selaku penguji skripsi yang telah memberikan saran dan masukan kepada penulis.

7. Seluruh staf pengajar dan pegawai Departemen Ortodonsia Universitas Sumatera Utara atas bantuan dan motivasinya.

(59)

9. Maya Fitria, SKM.,M.Kes., sebagai pengajar di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara atas bantuannya kepada penulis dalam analisis statistik.

10. Orang tua dan keluarga tersayang yang telah memberikan motivasi dan semangat dalam pengerjaan skripsi ini.

11. Sahabat-sahabat penulis yaitu Calvin, Angeline, Christinawaty, Ivan, Carven, Prajoko, Kevin, Andrean, David dan semuanya yang tidak dapat disebutkan satu per satu yang selalu membantu dalam segala hal.

12. Teman-teman seperjuangan skripsi di Departemen Ortodonsia yaitu Ivana, Olda dan teman-teman angkatan 2012 lainnya yang tidak dapat disebutkan satu per satuatasdukungan dan bantuan selama pengerjaanskripsi.

Penulis menyadari bahwa masih terdapat banyak kekurangan dalam penulisan skripsi ini. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritikdan saran yang bersifatmembangundarisemuapihak.

Akhir kata penulis mengharapkan semoga skripsi ini dapat memberikan sumbangan pikiran yang berguna bagi Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara, khususnya di Departemen Ortodonsia.

Medan,10 Maret 2016 Penulis,

(60)

DAFTAR ISI

2.1.1 FotografiOrtodonti 6

2.1.2 PengukuranTipeWajah 10

2.1.2.1PengukuranTipeWajahdenganFoto Frontal Wajah 11 2.1.2.2 PengukuranTipeWajahdenganFoto Lateral Wajah 14

2.2 Lengkung Gigi 15

2.2.1 KlasifikasiLengkung Gigi 16

2.2.2 PengukuranBentukLengkung Gigi 19

2.2.3 MetodePengukuranBentukLengkung Gigi 19

2.2.4 Faktor-Faktor yang MempengaruhiBentukLengkung Gigi 21 2.3 HubunganTipeWajahdanBentukLengkung Gigi 22

2.4 KerangkaTeori 23

(61)

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

3.1 DesainPenelitian 25

3.2 TempatdanWaktuPenelitian 25

3.3 PopulasiPenelitian 25

3.4 Sample Penelitian 25

3.4.1 KriteriaInklusi 25

3.4.2 KriteriaEksklusi 26

3.4.3 BesarSampel 26

3.5 VariabelPenelitian 27

3.6 DefinisiOperasional 27

3.7 AlatdanBahanPenelitian 28

3.7.1 Alat 28

3.7.2 Bahan 29

3.8 Pengumpulan Data 30

3.8.1 PengukuranTipeWajah 30

3.8.2 PengukuranBentukLengkung Gigi 32

3.9 PengolahandanAnalisis Data 34

3.9.1 Pengolahan Data 34

3.9.2 Analisis Data 34

3.10 EtikaPenelitian 34

BAB 4 HASIL PENELITIAN 35

BAB 5 PEMBAHASAN 40

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan 45

6.2 Saran 46

DAFTAR PUSTAKA 47

(62)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1 Prevalensitipewajahpadasiswa-siswi SMA Panca Budi

Medan 35

2 Prevalensitipewajahberdasarkanjeniskelaminpadasiswa-siswi

SMA Panca Budi Medan 36

3 Prevalensibentuklengkunggigipadasiswa-siswi SMA Panca

Budi Medan 37

4 Prevalensibentuklengkunggigiberdasarkanjeniskelaminpada

siswa-siswi SMA Panca Budi Medan 38

5 Prevalensitipewajahdenganbentuklengkunggigirahang

ataspadasiswa-siswi SMA Panca Budi Medan 39

6 Prevalensitipewajahdenganbentuklengkunggigirahang

(63)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1 Fotografi intra oral 7

2 Fotografiekstra oral 7

3 Teknikpengambilanfoto frontal dalamkeadaanbibiristirahat 9 4 Teknikpengambilanfoto frontal wajahdanfotoprofil 10

5 Titik-titikdalampengukurantipewajah 11

6 Pengukuranfoto frontal 13

7 Pengukuranfoto lateral 15

8 LengkunggigiBonwill-Hawley 17

9 Lengkunggigi Catenary 18

10 LengkunggigiBrader 18

11 Orthoform Template 19

12 PengukuranlengkunggigiRaberin 20

13 BentuklengkunggigiRaberin 21

14 Alatdanbahanpenelitian 29

15 PenentuantitikFacial Index 32

(64)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran

1 Hasil uji intraoperator

2 Hasil pengukuran tipe wajah dan bentuk lengkung 3 Hasilperhitunganstatistikpenelitian

4 Lembarkuesioner

5 Lembarpenjelasankepadacalonsubjekpenelitian

6 Lembarpersetujuansetelahpenjelasan (informed consent)

7 Suratpersetujuankomisietiktentangpelaksanaanpenelitianbidangkesehatan 8 Suratizinpenelitiandaridinaspendidikankota Medan

9 Suratizinpenelitianmenggunakanfasilitasklinik SMA Panca Budi Medan 10 Suratketeranganizinpenelitiandari SMA Panca Budi Medan

Gambar

Gambar 15. Penentuan titik Facial Index
Gambar 16. Penentuan bentuk lengkung (a) square, (b) ovoid dan (c) tapered
Tabel 1. Gambaran tipe wajah pada siswa-siswi SMA Panca Budi Medan
Tabel 2. Gambaran tipe wajah berdasarkan jenis kelamin padasiswa-siswi SMA
+7

Referensi

Dokumen terkait

Zakiah Novrida : Ukuran Dan Bentuk Lengkung Gigi Rahang Bawah Pada Mahasiswa Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara, 2007... Zakiah Novrida : Ukuran Dan Bentuk

Tipe garis lengkung senyum pada siswi perempuan SMA Harapan 1 Medan adalah tipe garis lengkung senyum konveks (curved) dengan persentase 90,47%, diikuti tipe garis lengkung

Hubungan Tipe Wajah dan Ukuran Lebar Lengkung Gigi mahasiswa suku Tamil India-Malaysia Fakultas Kedokteran Gigi USU ....

Tipe wajah ditentukan melalui rumus facial index, sedangkan ukuran lebar lengkung gigi didapatkan dari hasil pengukuran jarak interkaninus, interpremolar dan intermolar.. Data

16 Namun, penelitian mengenai tipe wajah dan juga lebar lengkung gigi pada masyarakat suku Tamil India-Malaysia masih sangat sedikit dilakukan, padahal suatu standar estetik

34,41 Nelson pada tahun 1922 menyatakan pada dasarnya setiap manusia memiliki segitiga estetis yaitu hubungan bentuk yang sama pada wajah, gigi, dan lengkung rahang, pada

Tipe garis lengkung senyum pada siswi perempuan SMA Harapan 1 Medan adalah tipe garis lengkung senyum konveks ( curved ) dengan persentase 90,47%, diikuti tipe garis lengkung

Bentuk lengkung gigi rahang bawah pada orang Papua yang paling banyak yaitu bentuk mid (45,8%); hal tersebut karena adanya keseimbangan ukuran lengkung gigi dalam