LAMPIRAN
Lampiran 1 Data Sekunder Kelemahan Sistem Pengendalian Intern
No Kabupaten/Kota TAHUN
2009 2010 2011 2012 2013 2014
1 Kab. Asahan 5 13 11 9 7 0
2 Kab. Batubara 9 6 0 8 14 0
3 Kab. Dairi 5 9 9 11 10 0
4 Kab. Deli Serdang 10 6 14 6 14 0
5 Kab. Humbang Hasundutan 7 9 4 5 10 0
6 Kab. Karo 11 9 0 10 8 0
7 Kab. Labuhanbatu 8 8 5 6 7 0
8 Kab. Labuhanbatu Selatan 0 7 8 8 7 0
9 Kab. Labuhanbatu Utara 0 0 9 13 13 9
10 Kab. Langkat 14 6 0 7 8 0
11 Kab. Mandailing Natal 8 4 9 5 9 9
12 Kab. Nias 7 9 0 10 10 0
13 Kab. Nias Barat 0 7 0 8 0 8
14 Kab. Nias Selatan 7 7 0 6 0 15
15 Kab. Nias Utara 0 9 0 8 0 5
16 Kab. Padang Lawas 7 8 0 6 0 11
17 Kab. Padang Lawas Utara 8 10 0 5 0 0
18 Kab. Pakpak Bharat 7 5 7 11 2 0
19 Kab. Samosir 9 12 5 5 0 0
20 Kab. Serdang Bedagai 5 12 7 10 7 0
21 Kab. Simalungun 10 7 5 5 9 0
22 Kab. Tapanuli Selatan 14 8 15 9 7 0
23 Kab. Tapanuli Tengah 10 7 14 8 6 0
24 Kab. Tapanuli Utara 4 6 7 6 11 0
25 Kab. Toba Samosir 7 6 9 6 14 9
26 Kota Binjai 4 6 11 6 8 0
27 Kota Gunung Sitoli 0 7 0 10 0 0
28 Kota Medan 6 5 7 6 10 0
29 Kota Padangsidimpuan 5 7 13 10 4 0
30 Kota Pematangsiantar 9 11 6 11 14 0
31 Kota Sibolga 7 6 2 6 6 0
32 Kota Tanjungbalai 4 6 14 11 11 19
Lampiran 2 Data Sekunder Temuan Kepatuhan
No Kabupaten/Kota TAHUN
2009 2010 2011 2012 2013 2014
1 Kab. Asahan 24 11 20 18 12 0
2 Kab. Batubara 14 13 0 10 15 0
3 Kab. Dairi 13 18 13 20 7 0
4 Kab. Deli Serdang 10 8 9 13 11 0
5 Kab. Humbang Hasundutan 16 16 12 16 12 0
6 Kab. Karo 14 20 0 16 17 0
7 Kab. Labuhanbatu 9 10 14 12 9 0
8 Kab. Labuhanbatu Selatan 0 8 10 11 14 0
9 Kab. Labuhanbatu Utara 0 15 19 21 17 13
10 Kab. Langkat 17 14 0 16 20 0
11 Kab. Mandailing Natal 14 10 7 7 6 11
12 Kab. Nias 15 10 0 12 6 0
13 Kab. Nias Barat 0 10 0 21 9 16
14 Kab. Nias Selatan 14 14 0 14 21 15
15 Kab. Nias Utara 0 12 0 12 14 9
16 Kab. Padang Lawas 18 14 0 18 18 18
17 Kab. Padang Lawas Utara 20 0 0 11 12 0
18 Kab. Pakpak Bharat 19 17 7 28 14 0
19 Kab. Samosir 15 10 10 19 14 0
20 Kab. Serdang Bedagai 19 12 10 13 12 0
21 Kab. Simalungun 19 23 12 13 17 0
22 Kab. Tapanuli Selatan 15 9 11 10 14 0
23 Kab. Tapanuli Tengah 16 0 11 10 11 0
24 Kab. Tapanuli Utara 17 10 17 13 24 0
25 Kab. Toba Samosir 15 0 17 8 0 14
26 Kota Binjai 20 24 17 20 15 0
27 Kota Gunung Sitoli 0 0 0 20 17 0
28 Kota Medan 21 12 10 12 20 0
29 Kota Padangsidimpuan 11 23 16 12 9 0
30 Kota Pematangsiantar 32 24 14 16 19 0
31 Kota Sibolga 6 0 5 14 11 0
32 Kota Tanjungbalai 13 5 11 34 15 13
Lampiran 3 Data Sekunder Opini Audit
No Kabupaten/Kota TAHUN
2009 2010 2011 2012 2013 2014
1 Kab. Asahan 0 0 0 0 0 1
2 Kab. Batubara 0 0 0 0 0 0
3 Kab. Dairi 0 0 0 0 0 0
4 Kab. Deli Serdang 0 0 0 0 0 0
5 Kab. Humbang Hasundutan 0 0 0 0 0 0
6 Kab. Karo 0 0 0 0 0 0
7 Kab. Labuhanbatu 0 0 0 0 0 0
8 Kab. Labuhanbatu Selatan 0 0 0 0 0 0
9 Kab. Labuhanbatu Utara 0 0 0 0 0 0
10 Kab. Langkat 0 0 0 0 1 1
11 Kab. Mandailing Natal 0 0 0 0 0 0
12 Kab. Nias 0 0 0 0 0 1
13 Kab. Nias Barat 0 0 0 0 0 0
14 Kab. Nias Selatan 0 0 0 0 0 1
15 Kab. Nias Utara 0 0 0 0 0 0
16 Kab. Padang Lawas 0 0 0 0 0 1
17 Kab. Padang Lawas Utara 0 0 0 0 0 0
18 Kab. Pakpak Bharat 0 0 0 0 0 1
19 Kab. Samosir 0 0 0 0 0 0
20 Kab. Serdang Bedagai 0 0 1 1 1 1
21 Kab. Simalungun 0 0 0 0 0 0
22 Kab. Tapanuli Selatan 0 0 0 0 0 1
23 Kab. Tapanuli Tengah 0 0 1 0 0 1
24 Kab. Tapanuli Utara 0 0 0 0 0 0
25 Kab. Toba Samosir 0 0 0 0 0 1
26 Kota Binjai 0 0 0 0 0 1
27 Kota Gunung Sitoli 0 0 0 0 0 0
28 Kota Medan 0 0 0 0 0 0
29 Kota Padangsidimpuan 0 0 0 0 0 0
30 Kota Pematangsiantar 0 0 0 0 0 0
31 Kota Sibolga 0 0 0 0 0 0
32 Kota Tanjungbalai 0 0 0 0 0 0
Lampiran 4 Hasil Pengujian SPSS
Statistik Deskriptif Sampel Descriptive Statistics
N Minimum Maximum Mean Std. Deviation
KELEMAHAN SPI 198 0 19 6,25 4,381
TEMUAN KEPATUHAN 198 0 34 10,98 7,449
Valid N (listwise) 198
Pengujian -2 Log Likelihood Step 0 Iteration Historya,b,c
Iteration -2 Log likelihood
Coefficients
Constant
Step 0 1 151,399 -1,515
2 146,351 -1,914
3 146,256 -1,979
4 146,256 -1,981
5 146,256 -1,981
Pengujian -2 Log Likelihood Step 1 Model Summary
-2 Log likelihood
Cox & Snell R
Square Nagelkerke R Square
123,952a ,107 ,204
Pengujian Nagelkerke R Square Model Summary
Step -2 Log likelihood
Cox & Snell R Square
Nagelkerke R Square
1 123,952a ,107 ,204
Pengujian Hosmer and Lemeshow Hosmer and Lemeshow Test
Step Chi-square df Sig.
1 5,647 7 ,582
Pengujian Durbin-Watson
Model R R Square
Adjusted R Square
Std. Error of the
Estimate Durbin-Watson
1 ,336a ,113 ,104 ,310 2,195
Pengujian Variables in the Equation
B S.E. Wald Df Sig. Exp(B)
Step 1a X1 -,184 ,081 5,127 1 ,024 ,832
X2 -,053 ,043 1,533 1 ,216 ,948
Pengujian Regresi Logistik Secara Simultan Omnibus Tests of Model Coefficients
Chi-square df Sig.
Step 1 Step 22,304 2 ,000
Block 22,304 2 ,000
DAFTAR PUSTAKA
Defera, Cris. 2013. Pengaruh Kelemahan Sistem Pengendalian Intern dan Ketidakpatuhan pada Ketentuan Perundag-Undangan terhadap Penentuan Opini Laporan Keuangan Pemerintah Daerah di Indonesia Tahun 2008 – 2011. Skripsi. Program Studi Akuntansi. Universitas Atma Jaya Yogyakarta. Yogyakarta. hal. 94-95.
Fatimah, Sari, dan Rasulli. 2014. Pengaruh Sistem Pengendalian Intern, Kepatuhan Terhadap Peraturan Perundang-Undangan, Opini Audit Tahun Sebelumnya Dan Umur Pemerintah Daerah Terhadap Penerimaan Opini Wajar Tanpa Pengecualian Pada Laporan Keuangan Pemerintah Daerah Di Seluruh Indonesia. Jurnal Akuntansi (Media Riset Akuntansi & Keuangan); Vol 3, No 1 (2014); 1-15. Pekanbaru.
Ghozali, Imam. 2006. Apikasi Analisis Multivariate dengan Program SPSS. Semarang: Badan Penerbit Univeritas Diponegoro.
Haryanto, Sahmuddin, dan Arifuddin, 2007. Akuntansi Sektor Publik. Edisi Pertama: Universitas Diponegoro. Semarang.
Husein, Umar. 2008. Metode Penelitian Untuk Skripsi dan Tesis Bisnis. Jakarta. PT Rajagrafindo Persada.
Kawedar, Warsito. 2010. Opini Audit dan Sistem Pengendalian Intern (Studi Kasus di Kabupaten PWJ yang Mengalami Penurunan Opini Audit). Universitas Dipenegoro. Semarang.
Kumorotomo, W. 2005.Akuntabilitas Birokrasi Publik. Pustaka Pelajar : Yogyakarta.
Kurniawan, Teguh. 2009. Peranan Akuntabilitas Publik dan Partisipasi Masyarakat dalam Pemberantasan Korupsi di Pemerintahan. Bisnis &
Birokrasi, Jurnal Ilmu Administrasi dan Organisasi.Vol.16(2):116-121.
LAN-BPKP. 2001. Akuntabilitas dan Good Governance. LAN-RI, Jakarta.
Loina, Lalolo Krina P. 2003. Indikator & Alat Ukur Prinsip
Akuntabilitas,Transparansi & Partisipasi. Sekretariat Good Public Governance Bappenas. Jakarta.
Mahmudi. (2010). Manajemen Kinerja Sektor Publik, Edisi Kedua, UPP STIM YKPN, Yogyakarta.
Mulyana, Budi. 2006. Pengaruh Penyajian Neraca Daerah dan Aksesibilitas Laporan Keuangan terhadap Transparansi dan Akuntabilitas Pengelolaan Keuangan Daerah. Jurnal Akuntansi Pemerintahan. Vol.2(1):1-13.
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 21 Tahun 2011 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah (PPKD).
Peraturan Pemerintah No. 60 Tahun 2008 Tentang Sistem Pengendalian Internal.
Peraturan Pemerintah No. 71 Tahun 2010 Tentang Standar Akuntansi Pemerintahan.
Safitri. 2014. Pengaruh Sistem Pengendalian Internal dan Temuan Kepatuhan
Terhadap Opini Audit Pada Pemerintah Daerah. Skripsi. Universitas
Dipenogoro. Semarang.
Sekaran, Uma. 2006, Metodologi Penelitian untuk Bisnis, Edisi 4, Buku 1, Jakarta: Salemba Empat.
Setiawan, Wahyu. 2012. Pengaruh Akuntabilitas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) terhadap Tingkat Korupsi Pemerintah Daerah di Indonesia. Jurnal Online. Universitas Diponegoro. Semarang.
Sipahutar dan Khairani. 2013. Analisis Perubahan Opini LHP BPK RI Atas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah Kabupaten Empat Lawang. STIE MDP. Palembang.
Tugiman, Hiro. 2006. Standar Profesional Audit Internal. Yogyakarta: Kanisius.
Ulum, Ihyaul. MD., 2004. Akuntansi Sektor Publik: Sebuah Pengantar. Universitas Muhammadiyah Malang: Malang.
Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 Penjelasan Pasal 16 Ayat 1 Tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Negara.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 15 tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa Keuangan.
Undang-Undang Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 23E Ayat 1 Tentang Badan Pemeriksa Keuangan.
Bab III
METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini merupakan penelitian kausal (causal), Umar (2008:5)
menyebutkan desain kausal berguna untuk menganalisis bagaimana suatu variabel
mempengaruhi variabel lain, dan juga berguna pada penelitian yang bersifat
eksperimen dimana variabel independennya diperlakukan secara terkendali oleh
peneliti untuk melihat dampaknya pada variabel dependennya secara langsung.
3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian
Tabel 3.1 Waktu Penelitian
No. Kegiatan
Sept Okt Nov –
Mar Apr Mei Jun Jul Agst 1. Pengajuan
Judul
2. Perencanaan Daftar Isi
3. Penyetujuan Proposal
4. Penulisan Proposal
5. Seminar Proposal
6. Penulisan Skripsi
7. Sidang
Penulis mengumpulkan dan menganalisis data-data yang dibutuhkan
dalam penelitian ini dari berbagai macam sumber seperti dari internet,
berhubungan dengan penelitian ini. Penelitian ini dilakukan pada kabupaten/kota
di Provinsi Sumatera Utara. Waktu penelitian dimulai dari proses penentuan judul
penelitian pada bulan September 2015 hingga penelitian ini selesai dilakukan.
Adapun jadwal penelitian digambarkan dalam tabel 3.1 diatas.
3.3 Populasi dan Penentuan Sampel
Populasi dan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah
Pemerintah Daerah di Sumatera Utara sebanyak 33 Kabupaten/Kota yang ada.
Penentuan sampel dalam penelitian ini adalah pemerintahan Kabupaten/Kota di
Sumatera Utara yang melampirkan Laporan Keuangan Pemerintah Daerah
(LKPD) tahun 2009-2014. Adapun teknik pengambilan sampel yang dilakukan
dalam penelitian ini adalah sampling jenuh, sehingga semua populasi dijadikan
sampel pada penelitian ini.
3.4 Jenis dan Sumber Data
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder. Data
sekunder merupakan data yang tidak diusahakan sendiri pengumpulannya oleh
peniliti atau data yang diperoleh secara tidak langsung melalui keterangan,catatan,
dokumentasi, website/situs resmi yang dikeluarkan oleh suatu instansi. Data yang
digunakan adalah Laporan Keuangan Pemerintah Daerah Tahun 2009-2014.
Sumber data selanjutnya adalah Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester I dan II yang
diperoleh peneliti dari situs BPK
3.5 Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel
Variabel yang digunakan penulis dalam penelitian ini adalah variabel
3.5.1 Variabel Terikat
Variabel terikat merupakan variabel yang menjadi fokus utama peneliti di
dalam penelitian ini. Melalui analisis terhadap variabel terikat adalah mungkin
untuk menemukan jawaban atas suatu masalah (Sekaran, 2006:116). Variabel
terikat dalam penelitian ini adalah opini audit atas laporan keuangan
kabupaten/kota di Sumatera Utara.
Opini Audit
Opini Audit Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia (BPK RI) terdiri
dari empat opini yaitu Wajar Tanpa Pengecualian (WTP/unqualified opinion),
Wajar Dengan Pengecualian (WDP/Qualified opinion), Tidak Wajar (TW/Adverse
opinion) dan Tidak Memberikan Pendapat (TMP/Disclaimer opinion). Variabel
ini diukur dengan menggunakan variabel dummy. Variabel dijadikan dua kategori
yaitu kategori unqualified dan non unqualified. Kategori unqualified yang terdiri
dari Wajar Tanpa Pengecualian (WTP/unqualified opinion) diberi nilai dummy 1,
selain dari itu diberi nilai dummy 0.
3.5.2 Variabel Bebas
Variabel bebas adalah variabel yang dapat mempengaruhi variabel terikat
secara positif atau negatif (Sekaran 2006:117). Apabila setiap unit kenaikan
variabel bebas diikuti oleh kenaikan variabel terikat maka variabel bebas
mempengaruhi variabel terikat secara positif. Begitu juga sebaliknya, apabila
setiap unit penurunan variabel bebas diikuti oleh penurunan variabel terikat maka
variabel bebas mempengaruhi variabel terikat secara negatif. Variabel bebas di
a. Kelemahan Sistem Pengendalian Intern
Kelemahan Sistem Pengendalian Intern Laporan Keuangan Pemerintah Daerah.
Hasil evaluasi Sistem Pengendalian Intern (SPI) oleh BPK menunjukkan
kasus-kasus kelemahan sistem pengendalian intern yang dapat dikelompokkan sebagai
kelemahan sistem pengendalian akuntansi dan pelaporan, kelemahan sistem
pengendalian pelaksanaan anggaran pendapatan dan belanja, serta kelemahan
struktur pengendalian intern. Variabel kelemahan sistem pengendalian intern
LKPD diukur dengan menghitung jumlah kasus kelemahan system pengendalian
intern atas LKPD yang dilaporkan BPK.
b. Temuan Kepatuhan
Kepatuhan Terhadap Ketentuan Peraturan Perundang-Undangan Laporan
Keuangan Pemerintah Daerah. Hasil pemeriksaan atas laporan keuangan
pemerintah daerah mengenai kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan
mengungkapkan ketidakpatuhan terhadap ketentuan peraturan
perundang-undangan yang mengakibatkan kerugian daerah, potensi kerugian daerah,
kekurangan penerimaan, administrasi, ketidak ekonomisan, ketidak efisienan, dan
ketidak efektifan. Variabel ketidak patuhan terhadap ketentuan peraturan
perundang-undangan LKPD diukur dengan menghitung jumlah kasus ketidak
patuhan terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan atas LKPD yang
Tabel 3.2
Defenisi Operasional Variabel
No Variabel Defenisi Operasioan Pengukuran Skala Variabel Independen
1 Kelemahan Sistem Pengendalian
Intern (X1)
Hasil evaluasi Sistem Pengendalian Intern (SPI) oleh BPK menunjukkan kasus-kasus kelemahan sistem pengendalian intern yang dapat dikelompokkan sebagai kelemahan sistem pengendalian akuntansi dan pelaporan, kelemahan sistem pengendalian pelaksanaan anggaran pendapatan dan belanja, serta kelemahan struktur pengendalian intern. Besarnya tingkat kelemahan sistem pengendalian intern dilihat dari jumlah kasus kelemahan sistem
pengendalian intern atas LKPD yang dilaporkan BPK.
Rasio
2 Temuan
Kepatuhan (X2)
Kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan mengungkapkan ketidakpatuhan terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengakibatkan kerugian daerah, potensi kerugian daerah, kekurangan penerimaan, administrasi, ketidakekonomisan, ketidakefisienan, dan ketidakefektifan. Besarnya jumlah temuan kepatuhan dilihat dari jumlah kasus ketidakpatuhan terhadap ketentuan perundang-undangan atas LKPD yang dilaporkan BPK Rasio Variabel Dependen
3 Opini Audit Atas Laporan
Keuangan
Opini audit Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia
Kategori
unqualified yang
terdiri dari Wajar
Kabupaten/Kota di Sumatera
Utara (Y)
(BPK RI) terdiri dari empat opini yaitu Wajar Tanpa Pengecualian (WTP/unqualified opinion), Wajar Dengan Pengecualian (WDP/Qualified
opinion), Tidak Wajar
(TW/Adverse opinion) dan Tidak Memberikan Pendapat (TMP/Disclaimer opinion). Tanpa Pengecualian (WTP/unqualified
opinion) diberi nilai dummy 1, selain
dari itu diberi nilai
dummy 0.
3.6 Metode Analisis
Pengujian data dalam penelitian ini menggunakan bantuan software spss 22 for windows.
3.6.1 Statistik Deskriptif
Statistika deskriptif memberikan gambaran secara umum mengenai karakter
variabel penelitian. Parameter yang digunakan dalam penelitian ini adalah nilai
rata-rata, standar deviasi dan kisaran skor (maksimum dan minimum) yang
ditampilkan dalam tabel statistik deskriptif.
3.6.2 Menilai Kelayakan Model Regresi
Regresi logistik merupakan suatu bentuk model regresi yang dimodifikasi.
Karakteristik model logistik sudah tidak sama lagi dengan model regresi
sederhana atau berganda. Dengan begitu penentuan signifikansi secara statistik
regresi logistik berbeda dengan regresi berganda. Untuk menguji model regresi
logistik yang digunakan layak atau tidak dapat digunakan uji -2 log likelihood.
Block Number = 0, dimana model hanya memasukkan konstanta dengan nilai -2
Log likelihood, dengan pada saat Block Number = 1, dimana model memasukkan
konstanta dan variabel bebas. Apabila nilai -2Log likelihood Block Number = 0 >
nilai -2Log likelihood Block Number = 1, maka menunjukkan model regresi yang
baik. Log likehood pada regresi logistik mirip dengan pengertian “Sum of Square
Error” pada model regresi, sehingga penurunan log likehood menunjukkan model
yang semakin baik.
3.6.3 Menilai Koefisien Determinasi
Setelah mengetahui kelayakan regresi menggunakan uji -2 Log likelihood,
selanjutnya dilakukan pengujian untuk menguji seberapa jauh semua variabel
bebas yang dimasukkan dalam model mempunyai pengaruh terhadap variabel
terikat atau seberapa besar variasi dari variabel terikat dapat dijelaskan oleh
variabel bebas. Uji yang dilakukan untuk menilai koefisien determinasi adalah uji
Negelkerke R Square (Pseudo R-Square).
3.6.4 Menilai Keseluruhan Model
Keseluruhan model (overall model fit) pada model regresi sederhana atau
berganda dapat dilihat dari R² ataupun F test, sedangkan penilaian keseluruhan
model dalam regresi logistik dapat dilihat dari pengujian Hosmer and Lemeshow’s
Goodness of Fit Test. Pengujian ini untuk menilai model yang dihipotesiskan agar
data empiris cocok atau sesuai dengan model. Jika nilai statistik chi square pada
Hosmer and Lemeshow’s Goodness of Fit Test sama dengan atau kurang dari 0,05
maka hipotesis nol ditolak, sedangkan jika nilainya lebih besar dari 0,05 maka
observasinya atau dengan kata lain model dapat diterima karena sesuai dengan
data observasinya (Ghozali, 2006:233).
H0: Tidak terdapat perbedaan yang nyata antara klasifikasi yang
diprediksi dengan klasifikasi yang diamati.
Ha: Terdapat perbedaan yang nyata antara klasifikasi yang diprediksi
dengan klasifikasi yang diamati.
3.6.5 Uji Autokorelasi
Dalam penelitian ini, dilakukan uji autokorelasi karena data dalam penelitian
ini bersifat time series. Uji autokorelasi dilakukan untuk mengetahui apakah
dalam model regresi linear ada korelasi antara kesalahan pengganggu pada
periode t dengan kesalahan pengganggu pada periode t-1 (sebelumnya). Jika
terjadi korelasi, maka dinamakan ada problem autokorelasi. Autokorelasi muncul
karena observasi yang berurutan sepanjang waktu berkaitan satu sama lainnya.
Pengujian asumsi ketiga ini, dilakukan dengan menggunakan uji Durbin Watson
(Durbin-Watson Test), yaitu untuk menguji apakah terjadi korelasi serial atau
tidak dengan menghitung nilai d statistik. Salah satu pengujian yang digunakan
untuk mengetahui adanya autokorelasi adalah dengan memakai uji statistik
Durbin Watson (DW test). Jika nilai Durbin Watson berada diantar -2 sampai +2
berarti tidak ada autokorelasi. Nilai Durbin Watson yang diperoleh dibandingkan
dengan nilai tabel dengan menggunakan nilai signifikansi 5%. Jika nilai Durbin
Watson > batas atas (du), dan kurang dari jumlah variabel independen–batas atas
(du), maka dapat disimpulkan bahwa terima Ho, yang berarti tidak terdapat
3.7 Pengujian Hipotesis
Berdasarkan rumusan masalah dan kerangka pemikiran yang telah
diuraikan sebelumnya, model regresi logistik yang digunakan adalah:
Y = ln � ��
�−��� = a + b1X1 + b2X2
Dimana :
ln = Logaritma Natural
�̂ = Fungsi Eksponen
X1 = Kelemahan Sistem Pengendalian Intern
X2 = Temuan Kepatuhan
Y = Opini Audit
a = Konstanta
b = Koefisien Regresi
Selanjutnya untuk mengetahui pengaruh antara variabel-variabel independen
terhadap opini audit atas laporan keuangan maka dilakukan pengujian-pengujian
hipotesis penelitian terhadap variabel-variabel dengan pengujian sebagai berikut:
3.7.1 Uji Wald (Parsial)
Pengujian regresi logistik secara parsial menggunakan uji Wald dengan
melihat tabel variables in the equation. Pengujian regresi logistik secara parsial
dilakukan dengan memasukkan seluruh variabel independen dan variabel
dependen. Hasil pengujian ini dapat membantu kita mengetahui pengaruh
masing-masih variabel independen terhadap variabel dependen. Pengujian ini dilakukan
pengambilan keputusannya adalah apabila nilai signifikansi < 0,05 maka hipotesis
yang menyatakan variabel bebas berpengaruh terhadap variabel terikat diterima.
H0: Kelemahan sistem pengendalian intern dan temuan kepatuhan
berpengaruh secara parsial terhadap opini audit atas laporan keuangan
Kabupaten/Kota di Sumatera Utara.
Ha: Kelemahan sistem pengendalian intern dan temuan kepatuhan tidak
berpengaruh secara parsial terhadap opini audit atas laporan keuangan
Kabupaten/Kota di Sumatera Utara.
3.7.2 Uji Omnibus Test of Model Coefficient
Setelah pengujian regresi logistik secara parsial, selanjutnya akan dilakukan
pengujian regresi logistik secara simultan (bersama-sama). Pengujian regresi
logistik secara simultan disebut Omnibus Test of Model coefficient. Dalam
pengujian ini semua variabel bebas yaitu kelemahan sistem pengendalian intern
dan temuan kepatuhan diuji secara bersama-sama. Pengujian ini bertujuan untuk
melihat apakah kedua variabel bebas secara bersama-sama berpengaruh terhadap
opini audit atas laporan keuangan kabupaten/kota di Sumatera Utara. Dasar
pengambilan keputusannya adalah jika nilai signifikansi lebih besar dari pada 0,05
maka H0 diterima sedangkan jika nilai signifikansi lebih kecil dari 0,05 maka H0
ditolak.
Ho: Kelemahan sistem pengendalian intern dan temuan kepatuhan
berpengaruh secara simultan terhadap opini audit atas laporan
Ha: Kelemahan sistem pengendalian intern dan temuan kepatuhan tidak
berpengaruh secara simultan terhadap opini audit atas laporan
BAB IV
ANALISIS DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Sampel Penelitian
Tujuan dari dilakukannya penelitian ini untuk mengetahui pengaruh
kelemahan sistem pengendalian intern dan temuan kepatuhan terhadap opini audit
atas laporan keuangan Kabupaten/Kota di Sumatera Utara. Populasi yang
digunakan dalam penelitian ini adalah seluruh pemerintahan Kabupaten/Kota di
Sumatera Utara periode 2009-2014.
4.2 Statistik Deskriptif
Uji Statistik deskriptif dilakukan untuk mengetahui gambaran umum
mengenai variabel bebas (kelemahan sistem pengendalian intern dan opini audit)
yang digunakan dalam penelitian ini. Hasil uji statistik deskriptif dalam penelitian
ini meliputi nilai minimum, nilai maksimum, mean, dan standar deviasi untuk
setiap variabel yang disajikan dalam tabel berikut:
Tabel 4.1
Statistik Deskriptif Sampel Descriptive Statistics
N Minimum Maximum Mean Std. Deviation
KELEMAHAN SPI 198 0 19 6,25 4,381
TEMUAN KEPATUHAN 198 0 34 10,98 7,449
Valid N (listwise) 198
Berdasarkan Tabel 4.1 menunjukkan bahwa variabel kelemahan sistem
pengendalian intern diperoleh nilai minimum sebesar 0, nilai maksimum sebesar
19, nilai rata-rata sebesar 6,25, dan nilai standar deviasi sebesar 4,381. Pada
variabel temuan kepatuhan nilai minimum sebesar 0, nilai maksimum sebesar 34,
nilai rata-rata sebesar 10,98, dan nilai standar deviasi sebesar 7,449.
4.3 Menilai Kelayakan Model Regresi
Pengujian regresi logistik yang pertama adalah dengan menggunakan uji
-2 log likelihood. Pengujian ini bertujuan untuk mengetahui apakah model regresi
logistik yang digunakan telah layak atau tidak. Hasil pengolahan data SPSS dapat
dilihat pada tabel di bawah ini:
Tabel 4.2
Pengujian -2 Log Likelihood Step 0 Iteration Historya,b,c
Iteration -2 Log likelihood
Coefficients
Constant
Step 0 1 151,399 -1,515
2 146,351 -1,914
3 146,256 -1,979
4 146,256 -1,981
5 146,256 -1,981
Sumber Data: Lampiran.
Pada tabel 4.2 menunjukkan nilai dari hasil pengujian -2 log likelihood
yang terdiri dari 2 tahap yaitu tahap pertama (step 0) Berdasarkan tabel 4.2 dapat
Tabel 4.3
Pengujian -2 Log Likelihood Step 1 Model Summary
Step -2 Log likelihood
Cox & Snell R Square
Nagelkerke R Square
1 123,952a ,107 ,204
Sumber Data: Lampiran
Pada tabel 4.3 menunjukkan nilai dari hasil pengujian -2 log likelihood
pada tahap kedua (step 1). Pada step 1 nilai -2 log likelihood sebesar 123,952. Hal
ini menunjukkan terjadi penurunan pada nilai -2 log likelihood, sehingga dapat
ditarik kesimpulan bahwa model regresi logistik yang digunakan layak dan
penambahan variabel bebas kedalam model memperbaiki model fit.
4.4 Menilai Koefisien Determinasi
Setelah pengujian -2 log likelihood selesai dilakukan, maka selanjutnya
dilakukan pengujian Nagelkerke R Square. Pengujian ini dilakukan untuk melihat
seberapa besarkah variasi dari variabel terikat (opini audit atas laporan keuangan
Kabupaten/Kota di Sumatera Utara) dapat dijelaskan oleh variabel-variabel bebas
yang diteliti (total kekayaan daerah, kompetisi politik, dan tingkat kependudukan).
Hasil pengujian Nagelkerke R Square dapat dilihat pada tabel berikut ini :
Tabel 4.4
Pengujian Nagelkerke R Square Model Summary
Step -2 Log likelihood
Cox & Snell R Square
Nagelkerke R Square
1 123,952a ,107 ,204
Berdasarkan tabel 4.4 di atas, nilai Nagelkerke R Square adalah sebesar
0,204. Hal ini menunjukkan bahwa variasi variabel terikat (opini audit atas
laporan keuangan Kabupaten/Kota di Sumatera Utara) dapat dijelaskan oleh
variabel-variabel bebasnya (kelemahan sistem pengendaliann intern dan temuan
kepatuhan) sebesar 20,4% sedangkan sisanya sebesar 79,6% dijelaskan oleh
variabel lain diluar variabel bebas yang diteliti.
4.5 Menilai Keseluruhan Model
Pengujian yang dilakukan selanjutnya adalah pengujian Hosmer and
Lemeshow. Pengujian ini dilakukan untuk menguji hipotesis 0 bahwa data empiris
cocok atau sesuai dengan model (tidak terdapat perbedaan model dengan data
sehingga model dapat dikatakan fit). Jika nilai pengujian Hosmer and Lemeshow
test sama dengan atau kurang dari 0,05 maka hipotesis 0 ditolak yang berarti
terdapat perbedaan yang signifikan antara model dengan nilai observasinya,
sehingga model tidak dapat memprediksi nilai observasinya. Sebaliknya, jika nilai
pengujian Hosmer and Lemeshow lebih besar dari 0,05 maka model dapat
memprediksi nilai observasinya atau dapat dikatakan model dapat diterima karena
sesuai dengan nilai observasinya sehingga hipotesis 0 diterima. Berikut adalah
hasil pengujian Hosmer and Lemeshow:
Tabel 4.5
Pengujian Hosmer and Lemeshow Hosmer and Lemeshow Test
Step Chi-square df Sig.
1 5,647 7 ,582
Berdasarkan tabel diatas, maka didapatkan nilai signifikansi statistik
Hosmer and Lemeshow Goodness of Fit Test sebesar 0,582 yang nilainya lebih
besar dari 0,05. Hal ini menunjukkan bahwa model dapat diterima karena mampu
memprediksi nilai observasinya atau sesuai dengan data observasinya.
4.6 Uji Autokorelasi
Dalam penelitian ini, dilakukan uji autokorelasi karena data dalam
penelitian ini bersifat time series. Uji autokorelasi dilakukan untuk mengetahui
apakah dalam model regresi linear ada korelasi antara kesalahan pengganggu pada
periode t dengan kesalahan pengganggu pada periode t-1 (sebelumnya). Jika
terjadi korelasi, maka dinamakan ada problem autokorelasi. Autokorelasi muncul
karena observasi yang berurutan sepanjang waktu berkaitan satu sama lainnya.
Pengujian asumsi ketiga ini, dilakukan dengan menggunakan uji Durbin Watson
(Durbin-Watson Test), yaitu untuk menguji apakah terjadi korelasi serial atau
tidak dengan menghitung nilai d statistik. Berikut adalah tabel pengujian
Autokorelasi:
Tabel 4.6
Pengujian Durbin-Watson
Model R R Square
Adjusted R Square
Std. Error of the
Estimate Durbin-Watson
1 ,336a ,113 ,104 ,310 2,195
Sumber Data: Lampiran
Pada tabel diatas didapatkan nilai Durbin-Watson sebesar 2,195. Nilai
batas atas (du), maka dapat disimpulkan bahwa tidak terjadi autokorelasi dalam
penelitian ini.
4.7 Uji Wald
Langkah selanjutnya adalah menguji regresi logistik secara parsial atau
menguji pengaruh masing-masing variabel bebas terhadap variabel terikatnya
dengan melihat tabel variables in the equation. Pengujian hipotesis regresi
logistik dilakukan dengan memasukkan seluruh variabel bebas (kelemahan sistem
pengendalian intern dan temuan kepatuhan) dan juga variabel terikat (opini audit
atas laporan keuangan Kabupaten/Kota di Sumatera Utara).
Pengujian ini dilakukan dengan menggunakan metode enter dengan
tingkat signifikansi sebesar 5%. Dasar pengambilan keputusannya adalah apabila
nilai signifikansi < 0,05 maka hipotesis yang menyatakan variabel bebas
berpengaruh terhadap variabel terikat diterima, sedangkan apabila nilai
signifikansi > 0,05 maka hipotesis yang menyatakan variabel bebas berpengaruh
terhadap variabel terikat ditolak. Hasil pengujian regresi logistik secara parsial
dapat dilihat pada tabel dibawah ini:
Tabel 4.7
Pengujian Variables in the Equation
B S.E. Wald Df Sig. Exp(B)
Step 1a X1 -,184 ,081 5,127 1 ,024 ,832
X2 -,053 ,043 1,533 1 ,216 ,948
Constant -,677 ,318 4,536 1 ,033 ,508
Berdasarkan hasil pengujian regresi logistik tersebut maka dapat diketahui
persamaan logistik linear sebagai berikut:
Y = ln � ��
�−��� = -0,677 + -0,184 X1 + -0,053 X2 Dimana :
ln = Logaritma Natural
�̂ = Fungsi Eksponen
X1 = Kelemahan Sistem Pengendalian Intern
X2 = Temuan Kepatuhan
Y = Opini Audit
a = Konstanta
Berdasarkan hasil pengujian regresi logistik pada tabel 4.7 diatas, hasil
pengujian hipotesis untuk mengetahui pengaruh kelemahan sistem pengendalian
intern dan temuan kepatuhan terhadap opini audit atas laporan keuangan
Kabupaten/Kota di Sumatera Utara dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Berdasarkan tabel 4.7 dapat diketahui dimana variabel bebas yang
pertama yaitu kelemahan sistem pengendalian intern (X1) berpengaruh
positif terhadap opini audit atas laporan keuangan Kabupaten/Kota di
Sumatera Utara. Hal ini ditunjukkan dengan nilai probabilitas
signifikansi sebesar 0,024 (<0,05). Dengan demikian maka hipotesis 1
yang menyatakan bahwa kelemahan sistem pengendalian intern terhadap
opini audit atas laporan keuangan Kabupaten/Kota di Sumatera Utara
2. Berdasarkan tabel 4.7 dapat diketahui dimana variabel bebas yang kedua
yaitu temuan kepatuhan (X2) berpengaruh negatif terhadap opini audit
atas laporan keuangan Kabupaten/Kota di Sumatera Utara. Hal ini
ditunjukkan dengan nilai probabilitas signifikansi sebesar 0,216 (>0,05).
Dengan demikian maka hipotesis 2 yang menyatakan bahwa temuan
kepatuhan berpengaruh terhadap opini audit atas laporan keuangan
Kabupaten/Kota di Sumatera Utara ditolak.
4.8 Uji Omnimbus Test of Model Coefficient
Setelah dilakukan pengujian regresi logistik secara parsial, maka
langkah selanjutnya adalah melakukan pengujian regresi logistik secara
simultan untuk mengetahui pengaruh variabel bebas (kelemahan sistem
pengendalian intern dan temuan kepatuhan) secara bersama-sama. Pengujian
regresi logistik secara bersama-sama atau simultan disebut dengan Omnimbus
Test of Model Coefficient. Dalam pengujian ini semua variabel bebas yaitu
kelemahan sistem pengendalian intern dan temuan kepatuhan di uji secara
bersama-sama. Pengujian ini dimaksudkan untuk mengetahui apakah
variabel-variabel bebas yang digunakan dalam penelitian ini secara
bersama-sama berpengaruh terhadap variabel terikatnya yaitu opini audit atas laporan
keuangan Kabupaten/Kota di Sumatera Utara. Dasar pengambilan
keputusannya adalah jika nilai signifikansi lebih besar daripada 0,05 maka
hipotesis 3 ditolak sedangkan apabila nilai signifikansi lebih kecil daripada
0,05 maka hipotesis 3 diterima. Hasil pengujian regresi logistik secara
Tabel 4.8
Pengujian Regresi Logistik Secara Simultan Omnibus Tests of Model Coefficients
Chi-square df Sig.
Step 1 Step 22,304 2 ,000
Block 22,304 2 ,000
Model 22,304 2 ,000
Sumber Data: Lampiran
Dari tabel 4.7 diatas dapat dilihat bahwa nilai signifikansi adalah sebesar
0,000. Nilai tersebut <0,05, maka dapat disimpulkan bahwa hipotesis 3 yang
menyatakan bahwa kelemahan sistem pengendalian intern dan temuan kepatuhan
berpengaruh secara simultan terhadap opini audit atas laporan keuangan
Kabupaten/Kota di Sumatera Utara diterima.
4.9 Pembahasan dan Hasil
4.9.1 Pengaruh Kelemahan Sistem Pengendalian Intern (X1) Terhadap Opini Audit (Y)
Berdasarkan tabel 4.6 dapat diketahui dimana variabel bebas yang
pertama yaitu kelemahan sistem pengendalian intern (X1) berpengaruh positif
terhadap opini audit atas laporan keuangan Kabupaten/Kota di Sumatera Utara.
Hal ini ditunjukkan dengan nilai probabilitas signifikansi sebesar 0,024 (<0,05).
Dengan demikian maka hipotesis 1 yang menyatakan bahwa kelemahan sistem
pengendalian intern terhadap opini audit atas laporan keuangan Kabupaten/Kota
di Sumatera Utara diterima.
Hasil tersebut pada dasarnya mendukung hipotesis pertama dalam
Khairani (2013) yang menunjukkan bahwa efektivitas sistem pengendalian intern
menjadi pertimbangan BPK RI dalam memberikan opini. Selain itu, Defera
(2013) telah membuktikan dari beberapa kelemahan sistem pengendalian intern
tersebut hanya kelemahan sistem pengendalian akuntansi dan pelaporan yang
selalu berpengaruh negatif pada seluruh pemerintah daerah di Indonesia dalam
penentuan opini laporan keuangan pemerintah daerahnya.
Sedangkan hasil penelitiannya yang menunjukkan bahwa variabel selain
kelemahan SPAP yang dinilai tetap berpengaruh dalam penentuan opini laporan
keuangan pemerintah daerah namun sangat bergantung pada karakteristik
masing-masing regional di Indonesia.
4.9.2 Pengaruh Temuan Kepatuhan (X2) Terhadap Opini Audit (Y) Berdasarkan tabel 4.7 dapat diketahui dimana variabel bebas yang
kedua yaitu temuan kepatuhan (X2) berpengaruh negatif terhadap opini audit atas
laporan keuangan Kabupaten/Kota di Sumatera Utara. Hal ini ditunjukkan dengan
nilai probabilitas signifikansi sebesar 0,216 (>0,05). Dengan demikian maka
hipotesis 2 yang menyatakan bahwa temuan kepatuhan berpengaruh terhadap
opini audit atas laporan keuangan Kabupaten/Kota di Sumatera Utara ditolak.
Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian yang telah
dilakukan oleh Fatimah, Sari & Rasuli (2014) dimana mereka telah membuktikan
bahwa temuan kepatuhan berpengaruh negatif terhadap opini audit atas laporan
keuangan. Auditor mengeluarkan opini audit dengan mempertimbangkan empat
kriteria yang salah satunya adalah temuan kepatuhan entitas terhadap peraturan
penelitiannya juga mengungkapkan adanya pelanggaran yang material atas
peraturan perundang-undangan serta ketidaksesuaian penyajian laporan keuangan
sesuai peraturan yang berlaku. Peningkatan tingkat materialitas atas pelanggaran
BAB 5
KESIMPULAN, KETERBATASAN, DAN SARAN 5.1 Kesimpulan
Adapun tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui
apakah kelemahan sistem pengendalian intern dan temuan kepatuhan berpengaruh
baik secara parsial maupun simultan terhadap opini audit atas laporan keuangan
Kabupaten/Kota di Sumatera Utara. Kesimpulan yang dapat diperoleh dari
penelitian ini adalah:
1. Hasil pengujian kelemahan sistem pengendalian intern dan temuan
kepatuhan secara bersama-sama berpengaruh positif terhadap opini audit
atas laporan keuangan Kabupaten/Kota di Sumatera Utara.
2. Hasil pengujian kelemahan sistem pengendalian intern berpengaruh
positif terhadap opini audit atas laporan keuangan Kabupaten/Kota di
Sumatera Utara.
3. Hasil pengujian temuan kepatuhan berpengaruh negatif terhadap opini
audit atas laporan keuangan Kabupaten/Kota di Sumatera Utara.
4. Nilai Nagelkerke R Square di dalam penelitian ini adalah sebesar 0,204.
Hal ini menunjukkan bahwa variasi variabel terikat (opini audit atas
laporan keuangan Kabupaten/Kota di Sumatera Utara) dapat dijelaskan
oleh variabel-variabel bebasnya (kelemahan sistem pengendaliann intern
dan temuan kepatuhan) sebesar 20,4% sedangkan sisanya sebesar 79,6%
5.2 Keterbatasan
Penulis menyadari bahwa di dalam penelitian ini masih memiliki
keterbatasan yang perlu diperbaiki oleh peneliti-peneliti selanjutnya. Adapun
keterbatasan-keterbatasan tersebut antara lain:
1. Penelitian ini hanya dilakukan di Provinsi Sumatera Utara sehingga objek
penelitian hanya 33 Kabupaten/Kota.
2. Faktor yang diteliti dalam penelitian ini hanya menggunakan 2 variabel
bebas saja yaitu kelemahan sistem pengendalian intern dan temuan
kepatuhan.
3. Koefisien determinasi (Nagelkerke R square) adalah sebesar 0,204 untuk
penilaian model penelitian yang berarti variabilitas variabel dependen
yang dapat dijelaskan oleh variabel independen adalah sebesar 20,4
persen, sedangkan sisanya sebesar 79,6 persen dijelaskan oleh
variabel-variabel lain di luar model penelitian.
5.3 Saran
Adapun saran yang dapat diberikan penulis untuk para peneliti selanjutnya
adalah:
1. Para peneliti selanjutnya diharapkan dapat memperluas objek penelitian
sehingga dapat lebih meningkatkan generalisasi hasil penelitian.
2. Para peneliti selanjutnya diharapkan dapat menggunakan lebih dari satu
3. Para peneliti selanjutnya juga diharapkan dapat menambah
variabel-variabel lainnya seperti penyajian LKPD, umur pemerintahan daerah, dan
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Akuntabilitas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah 2.1.1 Akuntabilitas
Akuntabilitas mengandung arti pertanggungjawaban, baik oleh
orang-orang maupun badan-badan yang dipilih, atas pilihan-pilihan dan
tindakan-tindakannya (Mulyana, 2006). Widodo (2001:30) “akuntabilitas adalah
perwujudan kewajiban untuk mempertanggung jawabkan keberhasilan atau
kegagalan pelaksanaan misi organisasi dalam mencapai tujuan dan sasaran yang
telah ditetapkan melalui media pertanggung jawaban yang di lakukan secara
periodik”.
Menurut Tokyo Declaration of Guidelines on Public Accountability dalam
LAN RI dan BPKP (2001) akuntabilitas publik adalah kewajiban-kewajiban dari
individu-individu atau penguasa yang dipercaya untuk mengelola sumber daya
publik serta yang berkaitan dengan itu, guna menjawab hal-hal yang menyangkut
pertanggung jawaban fiskal, manajerial, dan program atau kegiatan.
Akuntabilitas adalah ukuran yang menunjukan apakah aktivitas birokrasi
publik atau pelayanan yang dilakukan oleh pemerintah sudah sesuai dengan
norma dan nilai- nilai yang dianut oleh rakyat dan apakah pelayanan publik
tersebut mampu mengakomodasi kebutuhan rakyat sesungguhnya (Kumorotomo
2005:3-4). Mardiasmo (2002:20) menjelaskan “pengertian akuntabilitas sebagai
kewajiban pemegang amanah (agent) untuk memberikan pertanggungjawaban,
menjadi tanggung jawabnya kepada pihak pemberi amanah (principal) yang
memiliki hak untuk meminta pertanggung jawaban tersebut”.
Ulum (2004:40) “tuntutan akuntabilitas publik mengharuskan
lembaga-lembaga sektor publik untuk lebih menekankan pada pertanggung jawaban
horisontal (horizontal accountability) bukan hanya pertanggungjawaban vertikal
(vertical accountability)". Pertanggung jawaban perlu dilakukan melalui media
yang selanjutnya dapat dikomunikasikan kepada pihak internal maupun pihak
eksternal (publik) secara periodik maupun insidental sebagai suatu kebijakan
hukum dan bukan hanya suka rela. Lembaga Administrasi Negara (LAN) dan
Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP, 2001) membedakan
akuntabilitas dalam tiga macam akuntabilitas, yaitu :
1. Akuntabilitas Keuangan, merupakan pertanggung jawaban mengenai
integritas keuangan, pengungkapan dan ketaatan terhadap peraturan
perundang-undangan. Sasarannya adalah laporan keuangan yang mencakup
penerimaan, penyimpanan dan pengeluaran keuangan instansi pemerintah.
Komponen pembentuk akuntabilitas keuangan terdiri atas: integritas
keuangan, pengungkapan, dan ketaatan terhadap Peraturan
Perundang-undangan.
2. Akuntabilitas Manfaat, pada dasarnya memberi perhatian pada hasil-hasil dari
kegiatan pemerintahan. Hasil kegiatannya terfokus pada efektivitas, tidak
sekedar kepatuhan terhadap prosedur. Bukan hanya output, tapi sampai
outcome. Outcome adalah dampak suatu program atau kegiatan terhadap
hanya mengukur dari hasil tanpa mengukur dampaknya terhadap masyarakat,
sedangkan outcome mengukur output dan dampak yang dihasilkan.
Pengukuran outcome memiliki dua peran yaitu restopektif dan prospektif.
Peran restopektif terkait dengan penilaian kinerja masa lalu, sedangkan peran
prospektif terkait dengan perencanaan kinerja di masa yang akan datang.
3. Akuntabilitas Prosedural, memfokuskan kepada informasi mengenai tingkat
kesejahteraan sosial. Diperlukan etika dan moral yang tinggi serta dampak
positif pada kondisi sosial masyarakat. Akuntabilitas prosedural yaitu
merupakan pertanggungjawaban mengenai aspek suatu penetapan dan
pelaksanaan suatu kebijakan yang mempertimbangkan masalah moral, etika,
kepastian hukum dan ketaatan pada keputusan politik untuk mendukung
pencapaian tujuan akhir yang telah ditetapkan.
Akuntabilitas dalam konteks organisasi sektor publik terdiri dari dua
macam (Mardiasmo 2002:20-21) yaitu:
1. Akuntabilitas vertikal (vertical accountability). Pertanggungjawaban atas
pengelolaan dana kepada otoritas yang lebih tinggi, misalnya
pertanggungjawaban unit-unit kerja (dinas) kepada pemerintah daerah,
pertanggung jawaban pemerintah daerah kepada pemerintah pusat.
2. Akuntabilitas horisontal (horizontal accountability). Pertanggung jawaban
horisontal adalah pertanggung jawaban kepada masyarakat luas baik secara
langsung maupun melalui lembaga perwakilan rakyat.
Akuntabilitas publik yang harus dijalankan oleh organisasi sektor publik
terdapat empat dimensi akuntabilitas yang harus dipenui oleh organisasi sektor
publik, yaitu:
1. Akuntabilitas kejujuran dan akuntabilitas hukum (accountability for
probityand legality). Terkait dengan penyalahgunaan jabatan (abuse of
power), sedangkan akuntabilitas hukum terkait dengan jaminan adanya
kepatuhan terhadap aturan hukum dan aturan lain yang diisyaratkan dalam
penggunaan sumber dana publik.
2. Akuntabilitas proses (process accountability). Terkait apakah prosedur yang
digunakan dalam melaksanakan tugas sudah cukup baik dalam hal kecukupan
sistem informasi akuntansi, sistem informasi manajemen, dan prosedur
administrasi.
3. Akuntabilitas program (program accountability). Terkait dengan
pertimbangan apakah tujuan yang ditetapkan dapat dicapai atau tidak, dan
apakah telah mempertimbangkan alternatif program yang memberikan hasil
yang optimal dengan biaya minimal.
4. Akuntabilitas kebijakan (policy accountability). Terkait dengan
pertanggungjawaban baik pusat maupun daerah atas kebijakan-kebijakan yang
diambil pemerintah terhadap DPR/DPRD dan masyarakat luas.
Loina (2003) prinsip akuntabilitas publik adalah suatu ukuran yang
menunjukkan seberapa besar tingkat kesesuaian penyelenggaraan pelayanan
dengan ukuran nilai-nilai atau norma-norma eksternal yang dimiliki oleh para
menurutnya, berdasarkan tahapan sebuah program, akuntabilitas dari setiap
tahapan adalah :
1. Pada tahap proses pembuatan sebuah keputusan, beberapa indikator untuk
menjamin akuntabilitas publik adalah :
a. Pembuatan sebuah keputusan harus dibuat secara tertulis dan tersedia bagi
setiap warga yang membutuhkan
b. Pembuatan keputusan sudah memenuhi standar etika dan nilai-nilai yang
berlaku, artinya sesuai dengan prinsip-prinsip administrasi yang benar
maupun nilai-nilai yang berlaku di stakeholders.
c. Adanya kejelasan dari sasaran kebijakan yang diambil, dan sudah sesuai
dengan visi dan misi organisasi, serta standar yang berlaku.
d. Adanya mekanisme untuk menjamin bahwa standar telah terpenuhi,
dengan konsekuensi mekanisme pertanggung jawaban jika standar tersebut
tidak terpenuhi.
e. Konsistensi maupun kelayakan dari target operasional yang telah
ditetapkan maupun prioritas dalam mencapai target tersebut
2. Pada tahap sosialisasi kebijakan, beberapa indikator untuk menjamin
akuntabilitas publik adalah :
a. Penyebarluasan informasi mengenai suatu keputusan, melalui media
massa, media nirmassa, maupun media komunikasi personal.
b. Akurasi dan kelengkapan informasi yang berhubungan dengan cara-cara
c. Akses publik pada informasi atas suatu keputusan setelah keputusan dibuat
dan mekanisme pengaduan masyarakat.
d. Ketersediaan sistem informasi manajemen dan monitoring hasil yang telah
dicapai oleh pemerintah.
2.1.2 Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD)
Laporan keuangan merupakan bentuk pertanggung jawaban atas
kepengurusan sumber daya ekonomi yang dimiliki oleh suatu entitas. Laporan
keuangan yang diterbitkan harus disusun sesuai dengan standar akuntansi yang
berlaku agar laporan keuangan tersebut dapat dibandingkan dengan laporan
keuangan periode sebelumnya atau dibandingkan dengan laporan keuangan entitas
yang jelas. Berdasarkan peraturan perundang-undangan mengenai pengelolaan
keuangan (UU No. 17 Tahun 2003, UU No. 1 Tahun 2004, dan UU No. 15 Tahun
2004) pemerintah daerah wajib menyusun laporan keuangan yang terdiri dari
Laporan Realisasi Anggaran (LRA), Neraca, Laporan Arus Kas dan Catatan Atas
Laporan Keuangan. Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) disusun
berdasarkan laporan keuangan yang dibuat oleh seluruh SKPD (Satuan Kerja
Perangkat Daerah).
Mengacu pada Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 21 Tahun 2011
tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah (PPKD), laporan keuangan
SKPD yang telah disusun oleh Pejabat Penata usahaan Keuangan Satuan Kerja
Perangkat Daerah (PPK-SKPD) selanjutnya disampaiakan kepada Pejabat
Pengelola Keuangan Daerah (PPKD) sebagai dasar penyusunan Laporan
kepala daerah melalui PPKD paling lambat dua bulan setelah akhir tahun
anggaran/periode akuntansi berakhir.
Laporan Keuangan SKPD terdiri atas tiga laporan, yaitu Laporan Realisasi
Anggaran, Neraca dan Catatan Atas Laporan Keuangan. Untuk menjamin
tercapainya akuntabilitas, laporan keuangan SKPD yang disampaikan dilampiri
dengan surat pernyataan kepala SKPD. Surat pernyataan kepala SKPD berisi
pernyataan bahwa laporan keuangan SKPD menjadi tanggung jawabnya dan telah
diselenggarakan berdasarkan sistem pengendalian intern yang memadai dan
standar akuntansi pemerintahan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) pada prinsipnya
merupakan hasil gabungan atau konsolidasi dari laporan keuangan SKPD. LKPD
disusun oleh Pejabat Pengelola Keuangan Daerah (PPKD). Proses penyusunan
LKPD paling lambat tiga bulan setelah berakhirnya tahun anggaran bersangkutan.
LKPD disusun dalam rangka memenuhi pertanggung jawaban pelaksanaan APBD
(Haryanto, et al 2007:17).
Penyusunan dan penyajian LKPD dilakukan sesuai dengan peraturan
pemerintah yang mengatur tentang standar akuntansi pemerintahan. Penyajian
Laporan Keuangan Pemerintah Daerah dilampiri dengan ikhtisar realisasi kinerja
dan laporan keuangan BUMD/perusahaan daerah. Laporan keuangan pemerintah
daerah disampaikan kepada Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) untuk dilakukan
pemeriksaan. LKPD yang telah diaudit BPK, selanjutnya disampaikan ke DPRD
untuk dibahas dan ditetapkan dengan peraturan daerah (perda) tentang
2.1.3 Akuntabilitas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah
Mardiasmo (2002:20) menjelaskan bahwa pengertian “akuntabilitas adalah
sebagai kewajiban pemegang amanah (agent) untuk memberikan pertanggung
jawaban, menyajikan, melaporkan, dan mengungkapkan segala aktivitas dan
kegiatan yang menjadi tanggung jawabnya kepada pihak pemberi amanah
(principal) yang memiliki hak untuk meminta pertanggung jawaban tersebut”.
Lembaga Administrasi Negara (LAN, 2001) menyebutkan bahwa salah satu
bentuk akuntabilitas adalah akuntabilitas keuangan. Sasarannya adalah laporan
keuangan yang mencakup penerimaan, penyimpanan dan pengeluaran keuangan
instansi pemerintah. Dalam konteks pemerintah daerah, sasarannya adalah
Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD).
Akuntabilitas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) menjadi hal
penting karena merupakan bentuk pertanggung jawaban pemerintah daerah
terhadap pelaksanaan APBD. Untuk mengetahui akuntabilitas laporan keuangan
pemerintah daerah perlu dilakukan pemeriksaan (diaudit). Pemeriksaan tentang
akuntabilitas LKPD dilakukan BPK RI sebagai pemeriksa pengelolaan dan
tanggung jawab tentang keuangan Negara sebagaimana dijelaskan dalam
Undang-Undang Republik Indonesia nomor 15 tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa
Keuangan.
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 pasal 23E
ayat 1 menyebutkan, “Untuk memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab tentang
keuangan negara diadakan satu Badan Pemeriksa Keuangan yang bebas dan
tanggung jawab keuangan negara, salah satunya adalah BPK memeriksa laporan
keuangan pemerintah daerah sebagaimana dijelaskan dalam Undang-Undang
Republik Indonesia nomor 15 tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa Keuangan,
BPK bertugas memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab keuangan Negara yang
dilakukan oleh Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, Lembaga Negara lainnya,
Bank Indonesia, Badan Usaha Milik Negara, Badan Layanan Umum, Badan
Usaha Milik Daerah, dan lembaga atau badan lain yang mengelola keuangan
Negara.
Pemeriksaan atas laporan keuangan pemerintah daerah oleh BPK
bertujuan untuk memberikan pendapat/opini atas kewajaran informasi keuangan
yang disajikan dalam laporan keuangan mendasarkan pada, (a) kesesuaian dengan
standar akuntansi pemerintahan dan atau prisip-prinsip akuntansi yang ditetapkan
dalam berbagai peraturan perundang-undangan, b) kecukupan pengungkapan
(adequate disclosure), (c) kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan, (d)
efektivitas sistem pengendalian intern.
2.2 Opini Audit
Pemeriksaan atas laporan keuangan dilakukan dalam rangka memberikan
pendapat/opini atas kewajaran informasi keuangan yang disajikan dalam laporan
keuangan. Opini merupakan pernyataan profesional pemeriksa mengenai
kewajaran informasi keuangan yang disajikan dalam laporan keuangan yang
didasarkan pada kriteria menurut Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004
a) kesesuaian dengan standar akuntansi pemerintahan
b) kecukupan pengungkapan (adequate disclosures)
c) kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan, dan
d) efektivitas system pengendalian intern (SPI).
Dalam melaksanakan pemeriksaan keuangan, selain memberikan opini
atas laporan keuangan, BPK juga melaporkan hasil pemeriksaan atas SPI, dan
laporan hasil pemeriksaan atas kepatuhan terhadap peraturan
perundang-undangan.
Terdapat empat jenis opini yang dapat diberikan oleh pemeriksa.
• Opini Wajar Tanpa Pengecualian – WTP (unqualified opinion),
termasuk di dalamnya opini wajar tanpa pengecualian dengan paragraf
penjelasan – WTP-DPP (unqualified opinion with modified wording);
opini wajar tanpa pengecualian menyatakan bahwa laporan keuangan telah
disajikan dan diungkapkan secara wajar dalam semua hal yang material
dan informasi keuangan dalam laporan keuangan dapat digunakan oleh
para pengguna laporan keuangan.
• Opini Wajar Dengan Pengecualian – WDP (qualified opinion), opini
wajar dengan pengecualian menyatakan bahwa laporan keuangan telah
disajikan dan diungkapkan secara wajar dalam semua hal yang material,
kecuali untuk dampak hal-hal yang berhubungan dengan yang
dikecualikan, sehingga informasi keuangan dalam laporan keuangan yang
tidak dikecualikan dalam opini pemeriksa dapat digunakan oleh para
• Opini Tidak Wajar – TW (adverse opinion), opini tidak wajar
menyatakan bahwa laporan keuangan tidak disajikan dan diungkapkan
secara wajar dalam semua hal yang material, sehingga informasi keuangan
dalam laporan keuangan tidak dapat digunakan oleh para pengguna
laporan keuangan.
• Pernyataan Menolak Memberikan Opini atau Tidak Memberikan Pendapat – TMP (disclaimer of opinion), pernyataan menolak
memberikan opini menyatakan bahwa laporan keuangan tidak dapat
diperiksa sesuai dengan standar pemeriksaan. Dengan kata lain, pemeriksa
tidak dapat memberikan keyakinan bahwa laporan keuangan bebas dari
salah saji material, sehingga informasi keuangan dalam laporan keuangan
tidak dapat digunakan oleh para pengguna laporan keuangan.
2.3 Sistem Pengendalian Intern
2.3.1 Pengertian Sistem Pengendalian Intern
Sistem akuntansi berkaitan erat dengan sistem pengendalian intern organisasi.
Sistem akuntansi yang baik adalah sistem akuntansi yang didalamnnya
mengandung sistem pengendalian yang memadai. Pengertian Sistem Pengendalian
Intern adalah proses yang integral dari tindakan dan kegiatan yang dilakukan oleh
manajemen dan jajarannya untuk memberikan jaminan atau keyakinan yang
memadai atas tercapainya tujuan organisasi dan melalui kegiatan yang efektif dan
efisien, keandalan laporan keuangan, pengamanan aset negara, dan ketaatan
Menurut PP No. 60 Tahun 2008 dijelaskan bahwa sistem pengendalian
internal adalah proses yang integral pada tindakan dan kegiatan yang dilakukan
secara terus menerus oleh pimpinan dan seluruh pegawai untuk memberikan
keyakinan memadai atas tercapainya tujuan organisasi melalui kegiatan yang
efektif dan efisien, keandalan laporan keuangan, pengamanan asset negara, dan
ketaatan terhadap peraturan perundang – undangan.
2.3.2 Tujuan Sistem Pengendalian Intern
Tujuan penyelenggaraan pengendalian intern adalah untuk menentukan
apakah pengendalian telah berjalan seperti yang dirancang dan apakah orang yang
melaksanakan memiliki kewenangan serta kualifikasi yang diperlukan untuk
melaksanakan pengendalian secara efektif, sedangkan tujuan dibangunnya sistem
pengendalian intern (Mahmudi 2010 : 20) adalah :
- Untuk melindungi asset termasuk data negara - Untuk memelihara catatan secara rinci dan akurat
- Untuk menghasilkan informasi keuangan yang akurat, relefan, dan andal
- Untuk menjamin bahwa laporan keuangan disusun sesuai dengan standar akuntansi yang berlaku
- Untuk efisiensi, dan efektifitas operasi
- Untuk menjamin ditaatinya kebijakan manajemen dan peraturan perundangan yang berlaku
2.3.3 Keterbatasan Sistem Pengendalian Intern
Tugiman (2006:9) menyatakan bahwa permasalahan pengendalian yang
merupakan keterbatasan antara lain :
- Banyak pengendalian yang ditetapkan memiliki tujuan yang tidak jelas
- Pengendalian lebih diartikan sebagai tujuan akhir yang harus dicapai bukan sebagai sasaran untuk mencapai tujuan organisasi
- Penerapan yang tidak tepat dari pengendalian juga mengakibatkan berkurangnya atau hilangnya inisiatif dan kreatifitas setiap orang - Pengendalian tidak memperhitungkan aspek perilaku padahal faktor
manusia merupakan kunci utama untuk berhasilnya suatu pengendalian
2.3.4 Efektifitas Pengendalian Internal
Efektifitas adalah ukuran keberhasilan suatu kegiatan atau program yang
dikaitkan dengan tujuan yang ditetapkan. Suatu pengendalian intern dikatakan
efektif bila memahami tingkat sejauh mana tujuan operasi entitas tercapai, laporan
keuangan yang diterbitkan dipersiapkan secara handal, hukum, dan regulasi yang
berlaku dipatuhi.
Mardiasmo (2002:134) “pengertian efektifitas adalah ukuran berhasil atau
tidaknya suatu organisasi mencapai tujuannya”. Apabila organisasi mencapai
tujuan, maka organisasi tersebut dikatakan telah berjalan efektif. Hal terpenting
yang perlu tercatat adalah bahwa efektifitas tidak menyatakan tentang besar biaya
yang telah dikeluarkan untuk mencapai tujuan tersebut. Biaya boleh jadi melebihi
apa yang telah dianggarkan, boleh jadi dua kali lebih besar dari yang dianggarkan.
Efektifitas hanya melihat apakah suatu program atau kegiatan telah mencapai
tujuan yang telah ditetapkan.
Berdasarkan pengertian diatas jika dikaitkan dengan penerapa
pengendalian intern, dikatakan bahwa tercapainya tujuan suatu organisasi
ditetapkan oleh pihak manajemen melalui penerapan sistem pengendalian internal.
2.4 Temuan Kepatuhan Terhadap Peraturan Perundang-Undangan
Tindakan korupsi mudah timbul karena ada kelemahan di dalam peraturan
perundang-undangan yang monolistik yang hanya menguntungkan kerabat dan
“konco-konco” presiden, (b) kualitas peraturan perundang-undangan kurang memadai, (c)
peraturan kurang disosialisasikan, (d) sangsi yang terlalu ringan,(e) penerapan
sangsi yang tidak konsisten dan pandang bulu, (f) lemahnya bidang evaluasi dan
revisi peraturan perundang-undangan. Beberapa ide strategis untuk
menanggulangi kelemahan ini telah dibentuk oleh pemerintah diantaranya dengan
mendorong para pembuat undang-undang untuk melakukan evaluasi atas
efektivitas suatu undang-undang secara terencana sejak undang-undang tersebut
dibuat salah satunya adalah dengan menerbitkan Standar Akuntansi Pemerintahan
(SAP).
SAP merupakan acuan wajib dalam menyajikan laporan keuangan entitas
pemerintah, baik pemerintah pusat maupun daerah. Pengguna laporan keuangan
menggunakan SAP untuk dapat memahami informasi yang disajikan dalam
laporan keuangan. Sedangkan auditor eksternal menggunakan SAP sebagai
kriteria dalam melaksanakan audit. Dengan demikian SAP digunakan sebagai
penyatu persepsi antara pengguna dan auditor laporan keuangan. SAP yang
berlaku di Indonesia ditetapkan dengan PP Nomor 24 Tahun 2005 tanggal 13 Juni
2005 dengan pembaruannya PP Nomor 71 Tahun 2010. PP ini menjadi landasan
bagi semua entitas pelaporan termasuk pemerintah daerah dalam menyajikan
laporan keuangan sebagai pertanggungjawaban kepada berbagai pihak.
Selain SAP, auditor menggunakan kriteria lainnya dalam menyusun
laporan hasil pemeriksaan antara lain tiga paket undang-undang keuangan Negara
2004), UU Nomor 32 Tahun 2004, berbagai Peraturan Pemerintah, dan
Permendagri terkait pedoman pengelolaan keuangan daerah pada tahun saat
dilakukan pemeriksaan.
Acuan auditor BPK dalam menjalankan pemeriksaan tidak hanya terbatas
pada peraturan untuk tujuan penyusunan kriteria temuan. Sejak tanggal 1 Januari
2007, Ketua BPK mengeluarkan suatu standar yang disebut dengan Standar
Pemeriksaan Keuangan Negara (SPKN) yang disusun untuk memenuhi tuntutan
kebutuhan akan hasil pemeriksaan yang bernilai tambah, tidak hanya mengacu
pada Standar Audit Pemerintahan tahun 1995. Standar Pemeriksaan nomor 03
terkait dengan standar pelaporan pemeriksan keuangan, mengharuskan auditor
membuat suatu laporan audit yang menyatakan apakah laporan keuangan
disajikan sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia (SAP)
atau prinsip akuntansi yang berlaku umum secara komprehensif.
Ketidakpatuhan terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan yang
ditemukan dalam pemeriksaan keuangan, dimuat dalam laporan atas kepatuhan.
Apabila pemeriksa menerbitkan laporan atas kepatuhan terhadap ketentuan
peraturan perundang-undangan, laporan hasil pemeriksaan atas laporan keuangan
harus memuat suatu paragraf yang merujuk kepada laporan tersebut. Laporan atas
kepatuhan menurut SPKN harus mengungkapkan hal-hal berikut ini:
` 1. Ketidakpatuhan terhadap undang-undang
Ketidakpatuhan terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan
termasuk pengungkapan atas penyimpangan administrasi, pelanggaran atas
2. Ketidakpatutan yang signifikan.
Untuk memberikan dasar bagi pengguna laporan hasil pemeriksaan dalam
mempertimbangkan kejadian dan konsekuensi atas kondisi tersebut, hal-hal yang
diidentifikasi harus dihubungkan dengan hasil pemeriksaan secara keseluruhan,
dan jika memungkinkan, perlu dinyatakan dalam nilai satuan mata uang.
Berdasarkan uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan
yang jelas antara temuan ketidakpatuhan terhadap temuan SPI, dan keduanya
menjadi sangat menentukan dalam pengambilan keputusan pemberian opini audit
oleh auditor. Hal ini diperkuat oleh penelitian oleh Sipahutar dan Khairani (2013)
bahwa tingkat ketidakpatuhan entitas terhadap peraturan perundangan maupun
kesesuaian penyajian laporan keuangan entitas mempengaruhi pemberian opini
oleh auditor.
2.5 Penelitian Terdahulu
Terdapat beberapa penelitian sebelumnya yang membahas tentang opini
audit atas laporan keuangan. Penelitian-penelitian sebelumnya tentang opini audit
[image:49.595.113.513.616.747.2]terhadap laporan keuangan disajikan dalam tabel di bawah ini:
TABEL 2.1
RINGKASAN PENELITIAN TERDAHULU
No
Peneliti Terdahulu
(Tahun)
Variabel Hasil Penelitian
1
Sipahutar dan Khairani
(2013)
Dependen: Opini Audit
Independen: Efektivitas
SPI, kepatuhan terhadap
perundang-undangan, kesesuain
penyajian LKPD dengan peraturan perundang-undangan opini audit. 2 Fatimah, Sari & Rasuli (2014) Dependen: Opini Wajar Tanpa Pengecualian Pada Laporan Keuangan
Pemerintah Daerah Di Seluruh Indonesia
Independen: Sistem Pengendalian Intern, Kepatuhan Terhadap
Peraturan Perundang-Undangan, Opini Audit Tahun Sebelumnya Dan Umur Pemerintah Daerah
1) Sistem pengendalian akuntansi dan pelaporan (SPAP) berpengaruh negatif
pada penerimaan opini WTP
sedangkan Sistem Pengendalian Pelaksanaan
Anggaran Pendapatan dan Belanja (SPPAPB) dan struktur pengendalian intern
(STPI) tidak berpengaruh pada penerimaan opini WTP.
2) Kepatuhan terhadap perundang-undangan yang berpengaruh terhadap
penerimaan opini WTP untuk ketidakpatuhan terhadap peraturan perundang-undangan
yang mengakibatkan kasus kerugian daerah/perusahaan
dan penyimpangan administrasi. Sedangkan untuk
temuan ketidakpatuhan terhadap
peraturan perundang-undangan lainnya baik nilai dan jumlah kasus yang
ditimbulkannya tidak mempengaruhi penerimaan opini WTP.
3) Opini audit tahun sebelumnya berpengaruh positif pada penerimaan opini WTP. Hasil temuan empiris ini menunjukkan bahwa auditor dalam menyiapkan
laporan audit setiap tahun mengacu pada laporan audit tahun sebelumnya.
Karena bagaimanapun dalam melakukan pemeriksaan auditor harus memiliki
pemahaman mengenai entitas
mempertimbangkan hasil
pemeriksaan sebelumnya dan tindak lanjut atas rekomendasi yang signifikan
dan berkaitan dengan tujuan pemeriksaan yang sedang dilaksanakan.
Sehingga bagi laporan keuangan pemerintah daerah yang sebelumnya
mendapatkan opini WTP memungkinkan untuk mempertahankan opini WTP
karena beban perbaikan atas laporan keuangan pemerintah daerah tersebut
cenderung tidak sebanyak laporan keuangan pemerintah daerah dengan opini
non WTP.
4) Umur pemerintah daerah tidak berpengaruh pada penerimaan opini WTP.
Berarti auditor tidak mempertimbangkan lamanya suatu pemerintah daerah
terbentuk dalam memberikan opini WTP pada tahun berjalan. Hal ini
dimungkinkan karena daerah yang baru terbentuk tidak menjadi pengha