TESIS
Disusun untuk Memenuhi Syarat Mendapatkan Gelar Magister Pendidikan Matematika
Oleh: Bambang Sugiarto
S850905001
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA
ii Oleh: Bambang Sugiarto
S850905001
Telah disetujui Tim Pembimbing Pada tanggal: 15-01-2009
Pembimbing I
Drs. Budiyono, M.Sc.
Pembimbing II
Drs. Pargiyo, M.Pd.
Mengetahui, Ketua Program Studi Pendidikan Matematika
iii Oleh: Bambang Sugiarto
S850905001
Telah dipertahankan dan diterima oleh Tim Penguji Tesis untuk memenuhi persyaratan mendapatkan gelar Magister Pendidikan Matematika
Pada tanggal:22-01-2009
Tim Penguji Tesis:
Jabatan Nama Tanda tangan
Ketua : Dr. Mardiyana, M. Si. 1………..
Sekretaris : Drs. Tri Atmojo K, M.Sc,Ph.D. 2………..
Anggota 1 : Prof. Dr. Budiyono, M.Sc 3………..
Anggota 2 : Drs. Pargiyo, M.Pd 4………..
Surakarta, 22 Januari 2009
Disahkan oleh:
Direktur PPS UNS
Prof. Drs. Suranto, M.Sc,Ph.D. NIP. 131 472 192
Ketua Program Studi Pendidikan Matematika
iv Yang bertanda tangan di bawah ini, saya :
Nama : Bambang Sugiarto
NIM : S850905001
Menyatakan dengan sesungguhnya, bahwa tesis berjudul PENGARUH
STRATEGI PEMBELAJARAN YANG DILENGKAPI DENGAN MODEL
PEMBELAJARAN PROBLEM POSING PADA MATA PELAJARAN
MATEMATIKA DITINJAU DARI MOTIVASI BELAJARNYA PADA
SISWA KELAS X SMA NEGERI KOTA SURAKARTA adalah betul-betul
karya saya sendiri.
Hal-hal yang bukan karya saya dalam tesis tersebut diberi tanda citasi dan
ditunjukkan dalam daftar pustaka. Apabila dikemudian hari terbukti
pernyataan saya tidak benar, maka saya bersedia menerima sangsi akademik
berupa pencabutan tesis dan gelar yang saya peroleh dari tesis tersebut.
Surakarta, 22 Januari 2009
Yang membuat pernyataan
vi
atas limpahan Hidayah dan Karunia-Nya, maka tesis dengan judul Pengaruh
Strategi Pembelajaran yang Dilengkapi dengan Model Pembelajaran Problem
Posing pada Mata Pelajaran Matematika Ditinjau dari Motivasi Belajarnya pada
Siswa Kelas X SMA Negeri Kota Surakarta telah dapat diselesaikan.
Tesis ini dapat terselesaikan atas bantuan dan peran dari banyak pihak.
Untuk itu penulis ucapkan terima kasih, kepada:
1. Prof. Drs. Suranto, M.Sc, Ph.D. direktur Program Pasca Sarjana Universitas
Sebelas Maret yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk
mengikuti studi di Program Pascasarjana.
2. Dr. Mardiyana, M.Si. ketua Program Studi Pendidikan Matematika yang telah
memberikan dorongan dan bantuannya selama penulis mengikuti studi di
Program Pasca Sarjana.
3. Prof. Dr. Budiyono, MSc, yang telah memberikan bimbingan terhadap penulis
dalam menyelesaikan tesis ini.
4. Drs. Pargiyo, MPd. yang juga telah memberikan bimbingan terhadap penulis
dalam menyelesaikan tesis ini.
5. Drs. HM. Thoyibun, S.H, M.M. kepala SMA Negeri I Surakarta yang telah
memberikan kesempatan penulis dalam melakukan uji coba instrumen di
SMA Negeri I Surakarta.
6. Drs. Edy Pudiyanto, M.Pd. kepala SMA Negeri IV Surakarta yang telah
memberikan kesempatan penulis dalam melakukan eksperimen di SMA
Negeri IV Surakarta.
7. Drs. Ngadiyo, M.Pd. kepala SMA Negeri VI Surakarta yang telah
memberikan kesempatan penulis dalam melakukan eksperimen di SMA
Negeri VI Surakarta.
8. Kepada semua pihak yang telah membantu penulis selama mengikuti studi di
vii
viii
PERSETUJUAN PEMBIMBING……….. ii
PENGESAHAN………... iii
PERNYATAAN………. iv
MOTTO ………. v
KATA PENGANTAR………... vi
DAFTAR ISI……….. viii
DAFTAR TABEL……….. xi
DAFTAR LAMPIRAN……….. xii
ABSTRAK………. xiv
ABSTRACT... xvi
BAB I PENDAHULUAN……….. 1
A. Latar Belakang Masalah……… 1
B. Perumusan Masalah………... 3
C. Tujuan Penelitian………... 4
D. Manfaat Penelitian……… 5
BAB II LANDASAN TEORI………. 6
A. Tinjauan Pustaka………. 6
1. Prestasi Belajar Matematika………. 6
2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Prestasi Belajar….. 8
3. Motivasi Belajar……… 9
4. Strategi Pembelajaran Problem Posing………. 11
B. Penelitian yang Relevan……… 13
C. Kerangka Pemikiran……….. 15
1. Pengaruh Motivasi Belajar terhadap Prestasi Belajar Matematika……… 15
ix
A. Tempat dan Waktu Penelitian……… 20
B. Jenis dan Rancangan Penelitian………. 20
1. Jenis Penelitian……… 20
2. Rancangan Penelitian………21
C. Populasi dan Sampel……….. 21
1. Populasi………. 21
2. Sampel……….. 22
D. Metode Pengumpulan Data……… 23
1. Jenis Metode Pengumpulan Data……….. 23
2 Uji Coba Angket……… 24
3. Uji Coba Soal Tes Prestasi Belajar……… 25
E. Teknik Analisis Data………. 28
1 Uji Normalitas ………. 28
2 Uji Keseimbangan………. 29
3 Uji Homogenitas……… 30
4 Uji Hipotesis………. 31
5 Uji Lanjut……….. 34
BAB IV HASIL PENELITIAN……… 38
A. Hasil Uji Coba Instrumen……….. 38
1 Hasil Uji Coba Angket……….. 38
2. Hasil Uji Coba Soal Tes Prestasi Belajar……….. 39
B. Deskripsi Data……… 43
1 Data Prestasi Belajar Sebelum Eksperimen………….. 43
2 Data Motivasi Belajar……… 44
3 Data Prestasi Belajar Sesudah Eksperimen…………... 45
C. Uji Keseimbangan………. 47
x
E Uji Hipotesis……….. 51
1. Hasil Uji Analisis Variansi Dua Jalan………... 51
2. Hasil Uji Komparasi Ganda………... 52
F Pembahasan Hasil Penelitian………. 53
1 Hipotesis Pertama……….. 53
2 Hipotesis Kedua………. 54
3 Hipotesis Ketiga……… 55
4 Hipotesis Keempat……… 55
5. Hipotesis Kelima……… 56
BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN………. 57
A. Kesimpulan……… 57
B Implikasi Hasil Penelitian………. 58
C. Saran……….. 59
DAFTAR PUSTAKA……… 62
xi
Eksperimen Kelompok Kontrol……….………. 43
Tabel 2. Data Prestasi Belajar Matematika Sebelum Pelaksanaan
Kelompok Eksperimen……….. ……….. 43
Tabel 3. Data Hasil Jawaban Angket Motivasi Belajar………...……….. 44
Tabel 4. Data Hasil Pengelompokan Siswa Berdasarkan Motivasi Belajar………...
……….. 44
Tabel 5. Data Prestasi Belajar Matematika Sesudah Pelaksanaan Eksperimen Kelompok Kontrol………
………... 45
Tabel 6. Data Prestasi Belajar Matematika Sesudah Pelaksanaan
Eksperimen Kelompok Eksperimen………. ……….. 45
Tabel 7. Data Prestasi Belajar Matematika Sesudah Pelaksanaan
Eksperimen Kelompok Motivasi Tinggi ……….. ……….. 46
Tabel 8. Data Prestasi Belajar Matematika Sesudah Pelaksanaan
Eksperimen Kelompok Motivasi Sedang ………. ……….. 46
Tabel 9. Data Prestasi Belajar Matematika Sesudah Pelaksanaan
Eksperimen Kelompok Motivasi Rendah………. ……….. 46
Tabel 10. Hasil Uji Normalitas Prestasi Belajar Matematika
Sebelum Pelaksanaan Eksperinen ……… ……….. 47
Tabel 11. Hasil Uji Normalitas Prestasi Belajar Matematika
Sesudah Pelaksanaan Eksperinen……….. ……….. 49
Tabel 12. Hasil Uji Homogenitas Prestasi Belajar Matematika
Sebelum Pelaksanaan Eksperinen………. ……….. 50
Tabel 13. Rangkuman Hasil Uji Analisis Variansi Dua Jalan dengan
Sel Tak Sama……….……….. 51
xii
3 Lembar Validasi Angket Motivasi Belajar……….. …………. 74
4 Uji Reliabilitas Angket Motivasi Belajar………. 76
5 Uji Konsistensi Internal Angket Motivasi Belajar………. 82
6 Angket Motivasi Belajar Sesudah Uji Coba………. 87
7 Kisi-kisi Soal Tes Prestasi Belajar Matematika tentang Persamaan Kuadrat (untuk Uji Keseimbangan)………. 94
8 Soal Tes Prestasi Belajar Matematika tentang Persamaan Kuadrat Sebelum Uji Coba………. 95
9 Lembar Validasi Soal Tes Prestasi Belajar Matematika tentan Persamaan Kuadrat………. 101
10 Uji Reliabilitas Soal Tes Prestasi Belajar Matematika tentang Persamaan Kuadrat ……….. …………. 102
11 Uji Daya Pembeda Soal Tes Prestasi Belajar Matematika tentang Persamaan Kuadrat……….. …………. 106
12 Uji Tingkat Kesukaran Soal Tes Prestasi Belajar Matematika tentang Persamaan Kuadrat……….. …………. 109
13 Soal Tes Prestasi Belajar Matematika tentang Persamaan Kuadrat Sesudah Uji Coba………... …………. 112
14 Kisi-kisi Soal Tes Prestasi Belajar Matematika tentang Pertidaksamaan Kuadrat dan Rasional (untuk Uji Hipotesis Penelitian)………. …………. 117
15 Soal Tes Prestasi Belajar Matematika tentang Pertidaksamaan Kuadrat dan Rasional Sebelum Uji Coba………. …………. 118
16 Lembar Validasi Soal Tes Prestasi Belajar Matematika tentan Pertidaksamaan Kuadrat dan Rasional………. …………. 124
17 Uji Reliabilitas Soal Tes Prestasi Belajar Matematika tentang Pertidaksamaan Kuadrat dan Rasional………. …………. 125
xiii
21 Data Prestasi Belajar Matematika Siswa Sebelum
Eksperimen………... …………. 138
22 Uji Normalitas Data Prestasi Belajar Matematika Siswa
Sebelum Eksperimen Kelompok Kontrol………. …………. 140
23 Uji Normalitas Data Prestasi Belajar Matematika Siswa
Sebelum Eksperimen Kelompok Eksperimen……….. …………. 143
24 Uji Keseimbangan……….…………. 146
25 Data Induk Penelitian………....…………. 148
26 Uji Normalitas Data Prestasi Belajar Matematika Siswa
Sesudah Eksperimen Kelompok Kontrol………. …………. 152
27 Uji Normalitas Data Prestasi Belajar Matematika Siswa
Sesudah Eksperimen Kelompok Eksperimen……….. …………. 155
28 Uji Normalitas Data Prestasi Belajar Matematika Siswa
Sesudah Eksperimen Kelompok Motivasi Tinggi……… …………. 158
29 Uji Normalitas Data Prestasi Belajar Matematika Siswa
Sesudah Eksperimen Kelompok Motivasi Sedang………. 160
30 Uji Normalitas Data Prestasi Belajar Matematika Siswa
Sesudah Eksperimen Kelompok Motivasi Rendah………….. …………. 164
31 Uji Homogenitas Baris (Strategi Pembelajaran)………...…………. 166
32 Uji Homogenitas Kolom (Motivasi Belajar)……….…………. 168
33 Uji Analisis Variansi Dua Jalan Dengan Sel Tak Sama……... …………. 170
34 Uji Komparasi Ganda dengan Metode Scheffe untuk
Komparasi Rataan Antar Kolom……….. …………. 176
xiv
BELAJARNYA PADA SISWA KELAS X SMA NEGERI KOTA SURAKARTA Tesis. Surakarta: Program Studi Pendidikan Matematika Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta 2009
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui: (1) mana yang lebih efektif di antara strategi pembelajaran yang dilengkapi dengan model pembelajaran problem posing dan strategi pembelajaran tanpa dilengkapi dengan model pembelajaran problem posing, (2) mana yang prestasi belajarnya lebih baik di antara siswa pada kelompok motivasi tinggi dan siswa pada kelompok motivasi sedang, di antara siswa pada kelompok motivasi tinggi dan siswa pada kelompok motivasi rendah, dan di antara siswa pada kelompok motivasi sedang dan siswa pada kelompok motivasi rendah. (3) lebih baik mana prestasi belajar siswa pada kelompok motivasi tinggi jika diajar dengan strategi pembelajaran yang dilengkapi dengan model pembelajaran problem posing dan strategi pembelajaran tanpa dilengkapi dengan model pembelajaran problem posing, (4) lebih baik mana prestasi belajar siswa pada kelompok motivasi sedang jika diajar dengan trategi pembelajaran yang dilengkapi dengan model pembelajaran problem posing dan strategi pembelajaran tanpa dilengkapi dengan model pembelajaran problem posing, (5) lebih baik mana prestasi belajar siswa pada kelompok motivasi rendah jika diajar dengan trategi pembelajaran yang dilengkapi dengan model pembelajaran problem posing dan strategi pembelajaran tanpa dilengkapi dengan model pembelajaran problem posing.
Penelitian ini menggunakan metode eksperimen semu. Populasi dari penelitian ini adalah semua siswa kelas X SMA Negeri Kota Surakarta. Sampel dalam penelitian ini diambil dengan teknik cluster random sampling, Metode atau instrumen pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah dokumentasi, angket dan tes. Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah Analisis Variansi Dua Jalan.dengan Sel Tak Sama.
xvi
MATHEMATICS SUBJECT EVALUATED FROM THE MOTIVATION LEARN of CLASS X STUDENTS of STATE-OWNED SENIOR HIGH SCHOOL of SURAKARTA TOWN
Thesis. Surakarta: The Mathematics Education Program Study of The Postgraduate Program of The Sebelas Maret University Surakarta. 2009.
The aim of this research is to know: (1) which is more effective among learning strategy which is provided by the problem posing model of learning and learning strategy without provided by the problem posing model of learning, (2) which learning achievement the better among students at high motivation group and students at medium motivation group, which learning achievement the better among students at high motivation group and students at low motivation group, and which learning achievement the better among students at medium motivation group and students at low motivation group, (3) which learning achievement the better at high motivation group if taught with the learning strategy which is provided by the problem posing model of learning and learning strategy without provided by the problem posing model of learning, (4) which learning achievement the better at medium motivation group if taught with the learning strategy which is provided by the problem posing model of learning and learning strategy without provided by the problem posing model of learning, (5) which learning achievement the better at low motivation group if taught by learning strategy which is provided by the problem posing model of learning and learning strategy without provided by the problem posing model of learning
This research use the deceptive experiment method. Population from this research is all class X students of State-owned Senior High School of Surakarta Town. Sample in this research is taken with the technique of Cluster Random Sampling Method. Instrument of data collecting used in this research is documentation, questionnaires and test. Technique of analysing the data used in this research is Analysis of Variance of Two Way Classification with Different Cell Frequency.
xvii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Sejak ribuan tahun yang lampau matematika telah merasuk dan berperan
dalam segala aspek kehidupan manusia. Di jaman modern sekarang ini
perhadapan manusia berjalan begitu cepat dan semakin kompleks. Matematika
tidak saja mempunyai peran penting dalam pertumbuhan tersebut, tetapi
matematika juga mempunyai peran yang sangat penting pada bidang industri
dan perdagangan. Hal ini terlihat dari makin banyaknya perusahaan yang
memakai metode pemodelan matematika dan simulasi komputer untuk
mengurangi biaya produksi yang cukup signifikan sekaligus memberikan
fleksibilitas yang lebih tinggi dibandingkan dengan bila memakai eksperimen
coba dan salah. Lebih dari itu pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi
merupakan prasarat utama dapat tercapainya segala kemudahan yang dapat
dicapai manusia dalam kehidupannya. Matematika merupakan alat bantu bagi
pengembangan pengetahuan pada umumnya dan pengembengan teknologi pada
khususnya. Oleh karena itu matematika menjadi sangat penting kedudukannya.
Namun demikian pada setiap pendidikan formal cukup banyak siswa
yang tidak menyukai pengajaran matematika, bahkan sering mereka membenci
matematika. Dalam benak mereka mata pelajaran matematika itu merupakan
mata pelajaran yang sangat sukar, menakutkan dan akhirnya dianggap sebagai
momok. Lebih dari itu dalam kompetisi internasional pada bidang matematika
bagi siswa sekolah menengah yang dinamakan International Mathematics Olympiad (IMO) atau di Indonesia dikenal dengan nama Olimpiade Matematika Internasional kenyataanya prestasi siswa Indonesia pada umumnya masih
tergolong rendah. Adapun sebagai indikatornya adalah, prestasi olimpiade
internasional matematika siswa Indonesia beberapa tahun terakhir tercatat
sebagai berikut. Pada tahun 2000 Indonesia menduduki rangking ke 51 dari
tahun 2001 prestasi Indonesia turun menduduki rangking ke 59 dari peserta
olimpiade internasional matematika yang banyaknya 83 negara. Pada tahun
2002 prestasi Indonesia turun lagi menduduki rangking ke 64 dari peserta
olimpiade internasional matematika yang banyaknya 84 negara. Tetapi pada
tahun 2003 prestasi Indonesia naik menduduki rangking ke 37 dari peserta
olimpiade internasional matematika yang banyaknya 82 negara. Namun
demikian pada tahun 2004 prestasi Indonesia turun lagi menduduki rangking ke
54 dari peserta olimpiade internasional matematika yang banyaknya 85 negara.
Kemudian pada tahun 2005 prestasi Indonesia naik lagi menduduki rangking ke
42 dari peserta olimpiade internasional matematika yang banyaknya 90 negara.
Pada tahun 2006 Indonesia tidak mengikuti karena keterlambatan dalam
pengurusan Visa dan pada tahun 2007 prestasi Indonesia turun lagi menduduki
rangking ke 52 dari peserta olimpiade internasional matematika yang banyaknya
90 negara (http://imo.math.ca).
Banyak kemungkinan yang dapat dilakukan untuk megupayakan
peningkatan prestasi belajar siswa di sekolah antara lain adalah: perbaikan
sarana dan prasarana untuk belajar, melengkapi buku pelajaran, meningkatkan
kondisi kesehatan guru dan siswa, peninjauan kurikulum, perbaikan proses
belajar mengajar dan sebagainya. Sebagian besar upaya perbaikan prestasi
belajar siswa tersebut hanya dapat dilakukan kalau ada keterlibatan dari
unsur-unsur pemerintah. Namun demikian di antara beberapa kemungkinan tersebut
juga masih ada usaha yang cukup murah dan dapat dilakukan oleh kalangan
pendidik tanpa adanya campur tangan pemerintah. Usaha tersebut antara lain
adalah perbaikan proses belajar mengajar di sekolah.
Berbicara mengenai perbaikan proses belajar mengajar di sekolah
sebenarnya telah banyak usaha yang telah dilakukan oleh berbagai pihak.
khususnya dalam hal perbaikan strategi mengajar yang digunakan. Strategi
mengajar yang dianggap baik oleh para pakar pendidikan pada saat ini adalah
strategi belajar yang mengacu pada terlaksanya suasana belajar bagi siswa atau
yang sering disebut dengan pembelajaran yang berpusat pada siswa dan bukan
Dalam rangka melengkapi berbagai macam strategi mengajar yang telah
ada nampaknya masih ada alternatif yang belum banyak dilakukan orang yaitu
strategi mengajar yang dilengkapi dengan problem posing (pengajuan soal oleh siswa). Pengajuan soal oleh siswa jelas dapat digolongkan dalam kegiatan
belajar yang menyokong terjadinya kegiatan pembelajaran yang berpusat pada
siswa karena dengan pengajuan soal oleh siswa pasti akan mendorong keaktifan
siswa dalam belajar. Selanjutnya, salah satu saran mutahir dari para pakar
pendidikan matematika, untuk meningkatkan mutu pembelajaran matematika
ialah agar menekankan pengembangan kemampuan siswa dalam membentuk
soal (problem posing), karena membentuk soal merupakan inti kegiatan matematis (English, dalam Suryanto, 1998: 2). Lebih dari itu problem posing dapat melibatkan siswa lebih mendalam atas perkembangan topik yang ingin
kita cakup (Brown, 1993: 204).
Dari sudut lain untuk belajar sangat diperlukan adanya motivasi. Hasil
belajar akan menjadi optimal kalau ada motivasi (Sardiman, 1992: 84). Secara
umum semakin tinggi motivasi siswa akan semakin baik pula prestasi
belajarnya. Namun demikian sudah barang tentu semua model pembelajaran
tidak selalu tepat pada tingkat motivasi anak yang berbeda. Demikian pula untuk
pengajuan soal oleh siswa tidak selamanya cocok untuk semua siswa.
Berkaitan dengan uraian di atas perlu dicobakan suatu strategi
pembelajaran yang mengacu pada terjadinya pembelajaran yang berpusat pada
siswa dan dapat meningkatkan kualitas pembelajaran. Strategi pembelajaran
tersebut kita namakan strategi pembelajaran matematika yang dilengkapi dengan
model pembelajaran problem posing.
B. Perumusan Masalah
Sejalan dengan latar belakang masalah di atas maka permasalahan dalam
penelitian ini dapat dirumuskan dengan kalimat-kalimat sebagai berikut.
1. Apakah prestasi belajar matematika siswa yang diajar dengan strategi
lebih efektif dari strategi pembelajaran tanpa dilengkapi dengan model
pembelajaran problem posing?
2. Apakah prestasi belajar matematika siswa pada kelompok motivasi tinggi
lebih baik dari siswa pada kelompok motivasi sedang, apakah prestasi
belajar matematika siswa pada kelompok motivasi tinggi lebih baik dari
siswa pada kelompok motivasi rendah, dan apakah prestasi belajar
matematika siswa pada kelompok motivasi sedang lebih baik dari siswa pada
kelompok motivasi rendah?
3. Apakah prestasi belajar siswa pada kelompok motivasi tinggi yang diajar
dengan strategi pembelajaran yang dilengkapi dengan model pembelajaran
problem posing lebih baik dari yang diajar dengan strategi pembelajaran tanpa dilengkapi dengan model pembelajaran problem posing?
4. Apakah siswa pada kelompok motivasi sedang yang diajar dengan strategi
pembelajaran yang dilengkapi dengan model pembelajaran problem posing lebih baik dari yang diajar dengan strategi pembelajaran tanpa dilengkapi
dengan model pembelajaran problem posing?
5. Apakah siswa pada kelompok motivasi rendah yang diajar dengan strategi
pembelajaran yang dilengkapi dengan model pembelajaran problem posing lebih baik dari yang diajar dengan strategi pembelajaran tanpa dilengkapi
dengan model pembelajaran problem posing?
C. Tujuan Penelitian
Sesuai dengan perumusan masalah diatas maka tujuan yang hendak
dicapai dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui:
1. mana yang lebih efektif di antara strategi pembelajaran yang dilengkapi
dengan model pembelajaran problem posing dan strategi pembelajaran tanpa dilengkapi dengan model pembelajaran problem posing.
2. mana yang prestasi belajarnya lebih baik di antara siswa pada kelompok
motivasi tinggi dan siswa pada kelompok motivasi sedang, mana yang
dan siswa pada kelompok motivasi rendah, dan mana yang prestasi
belajarnya lebih baik di antara siswa pada kelompok motivasi sedang dan
siswa pada kelompok motivasi rendah.
3. lebih baik mana prestasi belajar siswa pada kelompok motivasi tinggi jika
diajar dengan strategi pembelajaran yang dilengkapi dengan model
pembelajaran problem posing dan strategi pembelajaran tanpa dilengkapi dengan model pembelajaran problem posing.
4. lebih baik mana prestasi belajar siswa pada kelompok motivasi sedang jika
diajar dengan strategi pembelajaran yang dilengkapi dengan model
pembelajaran problem posing dan strategi pembelajaran tanpa dilengkapi dengan model pembelajaran problem posing.
5. lebih baik mana prestasi belajar siswa pada kelompok motivasi rendah jika
diajar dengan strategi pembelajaran yang dilengkapi dengan model
pembelajaran problem posing dan strategi pembelajaran tanpa dilengkapi dengan model pembelajaran problem posing.
D. Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan diperoleh dari penelitian ini ialah untuk:
1. memberikan sumbangan pemikiran kepada para guru matematika tentang
keefektifan dari strategi pembelajaran matematika yang dilengkapi dengan
model pembelajaran problem posing.
2. memberikan sumbangan pemikiran kepada para kepala sekolah SMA tentang
kemungkinan peningkatan proses pembelajaran matematika di sekolah.
3. memberikan sumbangan pemikiran kepada negara tentang alternatif strategi
pembelajaran matematika yang lebih tepat dalam rangka meningkatkan
prestasi belajar bagi siswa dan pada gilirannya akan meningkatkan mutu
pendidikan nasional kita.
BAB II
LANDASAN TEORI
A . Tinjauan Pustaka
1. Prestasi Belajar Matematika
Belajar merupakan suatu proses psikis yang berlangsung dalam interaksi
aktif subyek dengan lingkungannya dan yang menghasilkan
perubahan-perubahan dalam pengetahuan, pemahaman, keterampilan, nilai sikap, yang
bersifat konstan/ menetap. Perubahan itu dapat berupa sesuatu yang baru, yang
segera nampak dalam perilaku nyata atau yang masih tinggal tersembunyi.
Mungkin juga perubahan hanya berupa penyempurnaan terhadap hal yang sudah
pernah dipelajari. Proses belajar dapat berlangsung dengan disertai kesadaran
dan intensi, tetapi itu tidak mutlak perlu. (Winkel, W.S. 1983: 15).
Menurut Nana Sudjana (1989a: 5): “Belajar adalah suatu proses yang
ditandai dengan adanya perubahan pada diri seseorang. Perubahan sebagai suatu
hasil dari proses belajar dapat ditunjukkan dalam berbagai bentuk seperti
berubah pengetahuan, pemahaman, sikap dan tingkah laku, ketrampilan,
kecakapan, kebiasaan serta perubahan aspek-aspek lain yang ada pada individu
yang belajar”.
Sedangkan menurut Sumadi Suryabrata (1989: 50): “Belajar adalah
aktivitas yang menghasilkan perubahan pada diri individu yang belajar.
Perubahan itu pada pokoknya adalah didapatkannya kemampuan baru yang
berlaku pada waktu yang relatif lama. Perubahan itu terjadi karena usaha”
Dalam arti sempit belajar dimaksudkan sebagai usaha penguasaan materi
ilmu pengetahuan yang merupakan sebagian kegiatan menuju terbentuknya
kepribadian seutuhnya (Sadiman A.M, 1992: 22). Definisi ini dalam praktek
banyak dianut di sekolah-sekolah.
Tetapi bagi kaum konstruktivis, “belajar adalah proses mengkonstruksi
pengetahuan. Proses itu dilakukan secara pribadi dan sosial. Proses itu adalah
Adapun buku lain menyatakan, “bagi kaum konstuktivisme, belajar
adalah kegiatan yang aktif, di mana siswa membangun sendiri pengetahuannya.
Siswa mencari sendiri dari yang mereka pelajari. Siswa sendiri lah yang
bertanggung jawab terhadap hasil belajarnya. Mereka sendiri yang membuat
penalaran dengan apa yang dipelajarinya, dengan cara mencari makna,
membandingkan dengan apa yang telah ia ketahui dengan pengalaman dan
situasi baru” (Paul Suparno S.J, 2002: 7).
Dari pernyataan-pernyataan di atas dapat dikatakan bahwa: Belajar
adalah proses psikis yang menghasilkan perubahan-perubahan dalam
pengetahuan, pemahaman, keterampilan, nilai, sikap, tingkah laku, kecakapan,
kebiasaan serta perubahan aspek-aspek lain yang ada pada individu yang belajar.
Perubahan itu terjadi karena adanya suatu usaha yang berupa suatu kegiatan
aktif di mana siswa membangun sendiri pengetahuannya, mencari sendiri dari
yang mereka pelajari. Mereka sendiri yang membuat penalaran dengan apa yang
dipelajarinya, dengan cara mencari makna, membandingkan dengan apa yang
telah ia ketahui dengan pengalaman dan situasi baru.
Setiap kegiatan belajar menghasilkan suatu perubahan yang khas, yaitu
hasil belajar. Hasil belajar nampak dalam suatu prestasi yang diberikan oleh
siswa. Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia : “Prestasi belajar adalah
penguasaan pengetahuan atau keterampilan yang dikembangkan oleh mata
pelajaran, lazimnya ditunjukkan dengan nilai tes atau angka yang diberikan oleh
guru” (Depdikbud, 1995). Sedangkan Saifuddin Azwar (1996: 13) menyatakan
bahwa “Prestasi belajar adalah hasil yang telah dicapai oleh siswa dalam
belajar”.
Prestasi belajar matematika dapat diartikan sebagai hasil belajar siswa di
suatu sekolah, yang telah dicapai pada kurun waktu tertentu dan berupa
kompetensi sebagaimana yang tercantum dalam mata pelajaran matematika.
Sedangkan kompetensi dasar yang telah ditetapkan untuk siswa Kelas X
Sekolah Menengah Atas pada semester genap adalah (Depdiknas, 2003: 14): (1).
Merancang model matematika yang berkaitan dengan persamaan dan fungsi
Menggunakan sifat dan aturan tentang sistem persamaan linier dan kuadrat
dalam pemecahan masalah. (3). Melakukan manipulasi aljabar dalam
perhitungan teknis yang berkaitan dengan sistem persamaan. (4). Merancang
model matematika yang berkaitan dengan sistem persamaan linier,
menyelesaikan modelnya dan menafsirkan hasil yang diperoleh.
Jadi dapat dikatakan bahwa prestasi belajar matematika dalam penelitian
ini adalah hasil belajar siswa yang berupa kompetensi dalam merancang model
matematika yang berkaitan dengan persamaan dan fungsi kuadrat,
menyelesaikan modelnya, dan menafsirkan hasil yang diperoleh; menggunakan
sifat dan aturan tentang sistem persamaan linier dan kuadrat dalam pemecahan
masalah; melakukan manipulasi aljabar dalam perhitungan teknis yang berkaitan
dengan sistem persamaan; dan merancang model matematika yang berkaitan
dengan sistem persamaan linier, menyelesaikan modelnya dan menafsirkan hasil
yang diperoleh.
2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Prestasi Belajar
Menurut Nana Sudjana (1989b: 39): prestasi belajar yang dicapai siswa
dipengaruhi oleh dua faktor utama yaitu faktor dari dalam diri siswa dan faktor
yang datang dari luar diri siswa atau faktor lingkungan. Faktor yang datang dari
dalam diri siswa terutama kemampuan yang dimilikinya. Di samping faktor
kemampuan yang dimiliki siswa, juga ada faktor lain, seperti faktor motivasi
belajar, minat dan perhatian, sikap dan kebiasaan belajar, ketekunan, sosial
ekonomi, faktor fisik dan psikis. Sungguhpun demikian hasil yang dapat diraih
masih juga bergantung dari lingkungan. Artinya, ada faktor-faktor yang berada
di luar dirinya yang dapat menentukan atau mempengaruhi prestasi belajar yang
dicapai. Salah satu lingkungan belajar yang paling dominan mempengaruhi hasil
belajar di sekolah, ialah kualitas pembelajaran. Yang dimaksud dengan kualitas
pembelajaran ialah tinggi rendahnya atau efektif tidaknya proses belajar
mengajar dalam mencapai tujuan pembelajaran. Prestasi belajar pada hakikatnya
diselidiki adalah kualitas pembelajaran terkait dengan penggunaan strategi
pembelajaran yang ditinjau dari motivasi belajar siswa.
3. Motivasi Belajar
Motivasi diturunkan dari kata motif, dan dengan motif dimaksud suatu
keinginan untuk melakukan sesuatu (Heinz Kock, 1986: 69).
Motif dalam psikologi berarti rangsangan, dorongan, atau pembangkit
tenaga bagi terjadinya suatu tingkah laku. Motivasi berarti membangkitkan
motif, membangkitkan daya gerak, atau membangkitkan seseorang atau diri
sendiri untuk berbuat sesuatu dalam rangka mencapai kepuasan atau tujuan.
(Alex Sobur, 2003: 268).
Menurut Bimo Walgito (2004: 221) “hal-hal yang mempengaruhi motif
disebut motivasi”. Sedangkan menurut Winkel, W.S. (1983: 27), motivasi
belajar adalah keseluruhan daya penggerak di dalam diri siswa yng
menimbulkan kegiatan belajar, yang menjamin kelangsungan dari kegiatan
belajar dan yang memberikan arah pada kegiatan belajar itu.
Motivasi dapat diartikan pula sebagai serangkaian usaha untuk
menyediakan kondisi-kondisi tertentu, sehingga seseorang itu mau dan ingin
melakukan sesuatu, dan bila ia tidak suka maka akan berusaha meniadakan atau
mengelakkan perasaan tidak suka itu. Jadi motivasi itu dapat dirangsang oleh
factor dari luar tetapi motivasi itu adalah tumbuh di dalam diri seseorang. Dalam
kegiatan belajar maka motivasi dapat dikatakan sebagai keseluruhan daya
penggerak di dalam diri siswa yang menimbulkan kegiatan belajar, yang
menjamin kelangsungan dari kegiatan belajar dan memberikan arah pada
kegiatan belajar, sehingga tujuan yang dikehendaki oleh subyek belajar itu dapat
tercapai (Sardiman A.M, 1992: 75).
Dari pernyataan-pernyataan di atas dapat dikatakan bahwa: motivasi
belajar adalah keseluruhan daya penggerak yang berupa keinginan, rangsangan,
dorongan, atau pembangkit tenaga di dalam diri siswa yang menimbulkan
memberikan arah pada kegiatan belajar, sehingga tujuan yang dikehendaki oleh
subyek belajar itu dapat tercapai.
Motivasi yang ada pada diri setiap orang itu memiliki ciri-ciri sebagai
berikut (Sardiman A.M, 1992: 83).
1. Tekun menghadapi tugas (dapat bekerja terus menerus dalam suatu yang
lama, tidak pernah berhenti sebelum selesai).
2. Ulet menghadapi kesulitan (tidak lekas putus asa). Tidak memerlukan
dorongan dari luar atau berprestasi sebaik mungkin (tidak cepat puas
dengan prestasi yang dicapainya).
3. Menunjukkan minat terhadap bermacam-macam masalah.
4. Lebih senang bekerja sendiri.
5. Cepat bosan pada tugas-tugas yang rutin (hal-hal yang bersifat mekanis,
berulang-ulang begitu saja, sehingga kurang kreatif).
6. Dapat mempertahankan pendapatnya (kalau sudah yakin ada sesuatu).
7. Tidak mudah melepaskan hal yang diyakini.
8. Senang mencari dan memecahkan masalah soal.
Apabila seseorang memiliki ciri-ciri seperti di atas, berarti orang itu
selalu memiliki motivasi yang cukup kuat. Motivasi diakui sebagai suatu hal
yang sangat penting bagi pelajaran di sekolah. Setidaknya siswa harus
mempunyai motivasi untuk belajar di sekolah (Nasution S, 1987: 180). Para ahli
pendidikan dan psikologi sependapat bahwa motivasi amat penting untuk
keberhasilan kita belajar (Hasbulah Tabrani, 1994: 30) Serangkaian kegiatan
yang dilakukan oleh masing-masing individu sebenarnya dilatar-belakangi oleh
sesuatu yang secara umum disebut motivasi. Motivasi ini lah yang sebenarnya
mendorong mengapa seseorang itu melakukan sesuatu. Begitu pula untuk
belajar sangat diperlukan adanya motivasi. Hasil belajar akan menjadi optimum
kalau ada motivasi. Makin tepat motivasi yang diberikan akan makin berhasil
pula pekerjaan itu. Jadi motivasi akan senantiasa menentukan intensitas usaha
belajar bagi siswa (Sardiman A.M, 1992: 84). Perlu ditegaskan bahwa motivasi
berkaitan dengan suatu tujuan. Menurut Bimo Walgito (2004: 221) ”sebagian
4. Strategi Pembelajaran Problem Posing
Problem Posing merupakan istilah dalam bahasa Inggris, yang mempunyai padanan kata dalam bahasa Indonesia adalah perumusan soal atau
pengajuan soal. Menurut Silver dalam Suryanto (1998: 8) dalam pustaka
pendidikan matematika, pembentukan soal (problem posing) mempunyai beberapa pengertian, yaitu sebagai berikut.
Pertama, problem posing ialah perumusan soal sederhana atau perumusan ulang soal yang ada dengan beberapa perubahan agar lebih
sederhana dan dapat dikuasai, yang terjadi dalam pemecahan soal-soal yang
rumit. Sebagai contoh, misalkan siswa diberikan soal: Berapa nilai b yang
memenuhi, jika grafik fungsi kuadrat f(x) = (1/2)x2 + bx + 9 semuanya berada di atas sumbu x ? Kemungkinan soal lain yang lebih sederhana yang dapat dibuat
adalah: (a). Tentukan diskriminan dari fungsi kuadrat f(x) = (1/2)x2 + bx + 9. (b). Apa syaratnya agar grafik dari fungsi kuadrat f(x) = (1/2)x2 + bx + 9 seluruhnya berada di atas sumbu x?. (c). Jika D adalah diskriminan dari fungsi
kuadrat f(x) = (1/2)x2 + bx + 9, berapa nilai b yang memenuhi syarat D < 0. Kedua, problem posing ialah perumusan soal yang berkaitan dengan syarat-syarat pada soal yang telah dipecahkan dalam rangka pencarian alternatif
pemecahan atau alternatif soal yang masih relevan. Sebagai contoh, misalkan
kepada siswa telah diberikan contoh soal: tentukan persamaan garis singgung
lingkaran (x + 2)2 + (y – 3)2 = 12 yang tegak lurus terhadap garis x + 3y – 5 = 0. Setelah siswa dapat menyelesaikan soal tersebut perintah yang diberikan
kepada siswa adalah siswa diminta untuk membuat pertanyaan lain yang terkait
dengan soal tersebut, atau membuat soal sejenis tetapi kondisinya berbeda.
Kemudian beberapa soal yang dapat dibuat siswa mungkin adalah: Tentukan
persamaan garis singgung lingkaran (x + 2)2 + (y – 3)2 = 12 yang sejajar terhadap garis x + 3y – 5 = 0, atau Tentukan persamaan garis singgung
garis singgung lingkaran x2 + y2 + 8x + 6y – 50 = 0 yang tegak lurus terhadap garis y = 2x + 5 dan sebagainya.
Ketiga, problem posing ialah perumusan soal atau pengajuan soal dari suatu situasi yang tersedia, baik dilakukan sebelum, ketika atau setelah
pemecahan suatu soal. Sebagai contoh, misalkan diberikan informasi sebagai
berikut: Ditentukan dua titik A(2,1), B(0,3) dan satu garis l: 2x + 3y = 6. Selanjutnya kepada siswa diminta untuk membuat soal yang berkaitan dengan
situasi tersebut. Setelah selesai membuat soal siswa diminta mengerjakan soal
buatannya sendiri. Kemungkinan soal yang dibuat siswa adalah: Tentukan
persamaan garis yang melalui titik A dan tegak lurus garis l, atau Buatlah lingkaran yang pusatnya adalah titik A dan panjang jari-jarinya sama dengan
jarak titik B ke garis l, atau Tentukan koordinat titik potong antara garis l dengan garis yang melalui ke dua titik A dan B, dan sebagainya.
Dalam penelitian ini problem posing diartikan sebagai perumusan soal sederhana atau perumusan ulang soal yang ada dengan beberapa perubahan agar
lebih sederhana dan dapat dikuasai, atau perumusan soal yang berkaitan dengan
syarat-syarat pada soal yang telah dipecahkan dalam rangka pencarian alternatif
pemecahan soal yang relevan, atau perumusan soal dari suatu situasi yang
tersedia, baik dilakukan sebelum, ketika atau setelah pemecahan suatu soal.
Pelaksanaan penerapan model pembelajaran problem posing di dalam penelitian ini dilaksanakan sebagai berikut: terlebih dahulu siswa diberi
beberapa soal oleh gurunya dan kemudian siswa diminta untuk mengerjakan
soal tersebut. Setelah siswa dapat mengerjakan soal yang diberikan guru siswa
diminta untuk mengajukan soal baru dengan cara mengubah soal yang diberikan
guru mengenai apa yang diketahui atau yang ditanyakan ataupun prasyaratnya.
Hal ini didukung oleh pendapat Barbara Moses yang menyatakan bahwa banyak
soal baru yang dapat kita bangun dari suatu soal asli yang kita punyai dengan
mengubah yang diketahui atau yang ditanyakan ataupun pembatasan soal
tersebut (Brown, 1993: 179). Sesuai dengan uraian di atas maka
dilengkapi dengan model pembelajaran problem posing dalam penelitian ini
adalah sebagai berikut:
a) Guru menjelaskan materi pelajaran matematika yang telah direncanakan.
b) Guru memberikan beberapa contoh soal sesuai dengan materi yang telah
disampaikan pada langkah a), dan mendiskusikan jawabannya
bersama-sama siswa.
c) Guru memberikan beberapa soal yang harus dikerjakan siswa dan siswa
diminta mengerjakan soal yang diberikan guru. Setelah siswa selesai
mengerjakan soal, guru bersama-sama siswa mendiskusikan jawaban siswa.
d) Siswa diminta mengajukan soal baru dengan cara mengubah apa yang
diketahui atau mengubah apa yang ditanyakan ataupun mengubah
pembatasan dari soal yang diberikan guru pada langkah c).
e) Guru memberikan umpan balik pada siswa terhadap hasil kerja siswa guna
menyempurnakan soal yang diajukan siswa pada langkah d)
f) Dipilih beberapa soal buatan siswa untuk dikerjakan oleh teman-teman
sekelasnya
B. Penelitian yang Relevan
Sudah ada beberapa hasil penelitian tentang problem posing dalam rangka peningkatan pembelajaran matematika. Beberapa hasil penelitian
tersebut antara lain sebagai berikut:
Pertama, penelitian tentang problem posing dilakukan oleh Ellerton dalam Suryanto (1998: 9) untuk meyelidiki cara siswa yang berumur 11-13
tahun dalam mengajukan soal yang menurut pertimbangan mereka termasuk
soal yang sulit dikerjakan temannya. Sampel terdiri atas 8 siswa berkemampuan
tinggi dan 8 siswa berkemampuan rendah dalam matematika, yang dipilih dari
154 siswa yang diberi tes awal. Tiap kelompok terdiri atas 5 siswa laki-laki dan
3 siswa perempuan. Siswa yang dianggap berkemampuan tinggi ialah siswa
yang menjawab benar kelima soal tes awal, sedangkan yang dianggap
Setiap siswa yang terdiri 16 orang itu ditugasi membuat satu soal. Setelah
membuat soal, siswa diminta membuat kunci atau jawaban soal yang dibuatnya.
Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa siswa yang berkemampuan tinggi
membuat soal yang lebih rumit daripada siswa yang berkemampuan rendah.
Selain itu, setiap siswa yang berkemampuan tinggi mampu memecahkan soal
yang dibuatnya, sedangkan siswa yang berkemampuan rendah tidak semuanya
mampu memecahkan soal yang dibuatnya (hanya seorang yang mampu).
Kedua, penelitian tentang problem posing yang dilakukan oleh English dalam Suryanto (1998: 12) untuk menyelidiki kemampuan siswa setingkat kelas
3 Sekolah Dasar untuk membuat soal. Hasilnya menunjukkan bahwa siswa
tampak lebih mudah atau lebih produktif membentuk soal dalam konteks
informal (dengan bahasa non simbolik, berdasarkan gambar atau cerita, tetap
menggunakan angka tetapi tidak menggunakan symbol-simbol operasi) dari
pada membentuk soal dalam konteks formal.
Ketiga, penelitian tentang pembelajaran matematika dengan problem posing yang dilakukan kepada siswa kelas 2 SMTP 18 Malang oleh Abdur Rahman As’ari ( 1999: 42) menyatakan bahwa bahwa model pembelajaran
problem posing ternyata di samping mampu membuat siswa aktif dalam belajar ternyata juga mampu meningkatkan prestasi siswa dan menimbulkan sikap
positip.
Keempat, penelitian tentang problem posing yang dilakukan oleh Hasimoto dalam Yuhasriati (2002: 63) menyatakan bahwa pembelajaran dengan
problem posing menimbulkan dampak positip terhadap kemampuan siswa dalam menyelesaikan soal.
Dari keempat penelitian yang dikemukakan di atas ternyata kesemuanya
merupakan penelitian yang dilakukan kepada siswa yang pendidikan dasar.
Mereka dalam usia 15 tahun ke bawah. Pada penelitian yang pertama
menyelidiki bagaimana perbedaan cara berfikir anak dalam berbagai tingkatan
kemampuan siswa dalam hal pengajuan soal. Sedang pada penelitian yang kedua
mengajukan soal. Adapun pada penelitian yang ketiga dan keempat menyelidiki
bagaimana dampak dari pembelajaran dengan problem posing.
Adapun dalam penelitian ini dilakukan kepada siswa sekolah menengah
atas yang usianya sekitar 16 – 17 tahun. Sedang yang ingin diketahui dalam
penelitian ini adalah mengenai apakah ada kelebihan dari suatu strategi
pembelajaran yang dilengkapi dengan model pembelajaran prolem posing bila dibandingkan dengan strategi pembelajaran yang tidak dilengkapi dengan model
pembelajaran prolem posing. Sehingga dalam penelitian ini akan membandingkan dua strategi mengajar. Sesuai dengan apa yang diselidiki di sini
akan menggunakan bentuk penelitian kuantitatif.
C. Kerangka Pemikiran
1. Pengaruh Motivasi Belajar terhadap Prestasi Belajar Matematika Sesuai dengan pendapat para ahli, motivasi diakui sebagai suatu hal yang
sangat penting bagi pelajaran di sekolah. Setidaknya siswa harus mempunyai
motivasi untuk belajar di sekolah. Oleh karena itu, motivasi amat penting untuk
keberhasilan kita belajar. Serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh
masing-masing individu sebenarnya dilatar belakangi oleh sesuatu yang secara umum
disebut motivasi. Motivasi ini lah yang sebenarnya mendorong mengapa
seseorang itu melakukan sesuatu. Begitu pula untuk belajar sangat diperlukan
adanya motivasi. Hasil belajar akan menjadi optimum kalau ada motivasi.
Makin tepat motivasi yang diberikan akan makin berhasil pula pekerjaan itu.
Jadi motivasi akan senantiasa menentukan intensitas usaha belajar bagi siswa.
Perlu ditegaskan bahwa motivasi berkaitan dengan suatu tujuan. Sebagian
perilaku seseorang diwarnai oleh adanya motivasi tertentu. Dengan demikian
motivasi itu mempengruhi adanya kegiatan. Motivasi dapat berfungsi
mendorong manusia untuk berbuat. Jadi sebagai motor penggerak dari setiap
kegiatan yang akan dilakukan. Motivasi dapat menentukan arah perbuatan,
yakni ke arah tujuan yang hendak dicapai. Dengan demikian motivasi dapat
tujuannya. Motivasi dapat menyeleksi perbuatan apa yang harus dikerjakan yang
serasi guna mencapai tujuan, dengan menyisihkan perbuatan-perbuatan yang
tidak bermanfaat bagi tujuan tersebut. Seorang siswa yang akan menghadapi
ujian dengan harapan dapat lulus, tentu akan melakukan kegiatan belajar dan
tidak akan menghabiskan waktunya untuk bermain.kartu atau membaca komik
sebab tidak serasi dengan tujuan.
Di samping itu ada juga fungsi-fungsi lain. Motivasi dapat berfungsi
sebagai pendorong usaha dan pencapaian prestasi. Seseorang melakukan suatu
usaha karena adanya motivasi. Adanya motivasi yang baik dalam belajar akan
menunjukkan hasil yang baik. Dengan kata lain bahwa dengan adanya usaha
yang tekun yang dilandasi dengan adanya motivasi yang baik maka seseorang
yang sedang belajar akan dapat memperoleh prestasi yang baik. Intensitas
motivasi seseorang akan sangat menentukan tingkat pencapaian prestasi
belajarnya.
2. Pengaruh Strategi Pembelajaran terhadap Prestasi Belajar Matematika Pembentukan soal dalam matematika merupakan tugas kegiatan yang
mengarah pada sikap kritis dan kreatif, sebab dalam pembentukan soal siswa
diminta untuk membuat pertanyaan dari informasi yang diberikan. Padahal
bertanya merupakan pangkal semua kreasi. Orang yang memiliki kemampuan
mencipta (berkreasi) dikatakan memiliki sikap kreatif. Selain itu, dengan
pengajuan soal siswa diberi kesempatan aktif secara mental, fisik dan sosial
serta memberikan kesempatan kepada siswa untuk menyelidiki dan juga
membuat jawaban-jawaban yang tepat. Selain itu pembelajaran dengan memberi
tugas pembentukan soal akan mempersiapkan pola pikir atau kriteria berpikir
matematis.
Kaitan pembentukan soal dengan peningkatan kemampuan matematika
siswa adalah, pembentukan soal merupakan sarana untuk merangsang
kemampuan tersebut. Sebab dalam membentuk soal siswa perlu membaca suatu
maupun tertulis. Menulis pertanyaan dari informasi yang ada dapat
menyebabkan ingatan siswa jauh lebih baik. Kemudian dalam pembentukan
soal siswa diberikan kesempatan menyelidiki atau menganalisis informasi untuk
dijadikan suatu soal. Kegiatan menyelidik tersebut bagi siswa menentukan apa
yang dipelajarinya, berapa lama mereka dapat mempertahankan pengetahuan
yang telah dipelajari, kemampuan menerapkan pengetahuan dan perilakunya
selama kegiatan belajar. Hal tersebut menunjukkan kegiatan pembentukan soal
dapat memantapkan kemampuan siswa belajar matematika. Selain itu dalam
pembentukan soal melibatkan aktivitas mental siswa. Siswa mencoba dan
menyelidiki rumusan suatu soal, kemudian membicarakan dan menyelesaikan
suatu soal untuk dapat merumuskan suatu soal yang baik dan dapat diselesaikan.
Melibatkan siswa aktif dalam pengorganisasian dan penemuan informasi
(pengetahuan) ketika pembelajaran akan menghasilkan peningkatan
pengetahuan dan meningkatkan ketrampilan berpikir. Lebih dari itu hasil
penelitian yang terdahulu menunjukkan bahwa model pembelajaran problem posing ternyata di samping mampu membuat siswa aktif dalam belajar ternyata juga mampu meningkatkan prestasi siswa dan menimbulkan sikap positip.
Penelitian lain menunjukkan bawa pembelajaran dengan problem posing menimbulkan dampak positip terhadap kemampuan siswa dalam menyelesaikan
soal.
3. Interaksi Strategi Pembelajaran dan Motivasi Belajar terhadap Prestasi Belajar Matematika
Telah disampaikan dalam uraian di atas bahwa kegiatan pembentukan
soal dapat memantapkan kemampuan siswa belajar matematika. Selain itu
dalam pembentukan soal melibatkan aktivitas mental siswa. Siswa mencoba dan
menyelidiki rumusan suatu soal, kemudian membicarakan dan menyelesaikan
suatu soal untuk dapat merumuskan suatu soal yang baik dan dapat diselesaikan.
Melibatkan siswa aktif dalam pengorganisasian dan penemuan informasi
(pengetahuan) ketika pembelajaran akan menghasilkan peningkatan
rendahnya keterlibatan siswa tersebut tidak bisa lepas dari motivasi belajar yang
dimilikinya. Bagi siswa yang mempunyai motivasi belajar tinggi sangat mudah
terangsang oleh metode problem posing dimaksud. Sehingga sangat memungkinkan untuk ditingkatkan keterlibatkan mental dan aktivitasnya pada
proses belajar matematika. Sebaliknya untuk siswa yang motivasi belajarnya
rendah bagaimanapun tetap sukar ditingkatkan keterlibatannya. Oleh karena itu
dapat diduga bahwa siswa yang mempunyai motivasi belajar rendah barangkali
lebih cocok dengan metode pembelajaran konvensional. Dengan demikian
dengan alasan ini dapat diartikan akan terjadi interaksi antara metode
pembelajaran dan motivasi terhadap prestasi belajar matematika.
D. Hipotesis
Berkaitan dengan uraian di atas, hipotesis yang dikemukakan dalam
penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Prestasi belajar matematika siswa yang diajar dengan strategi pembelajaran
yang dilengkapi dengan model pembelajaran problem posing lebih efektif dari strategi pembelajaran tanpa dilengkapi model pembelajaran problem
posing.
2. Prestasi belajar matematika siswa pada kelompok motivasi tinggi lebih
tinggi dari siswa pada kelompok motivasi sedang, prestasi belajar
matematika siswa pada kelompok motivasi tinggi lebih tinggi dari siswa
pada kelompok motivasi rendah, dan prestasi belajar matematika siswa pada
kelompok motivasi sedang lebih tinggi dari siswa pada kelompok motivasi
rendah.
3. Prestasi belajar matematika siswa pada kelompok motivasi tinggi yang diajar
dengan strategi pembelajaran yang dilengkapi dengan model pembelajaran
problem posing lebih tinggi dari pada prestasi belajar matematika siswa pada kelompok motivasi tinggi yang diajar dengan strategi pembelajaran tanpa
4. Prestasi belajar matematika siswa pada kelompok motivasi sedang yang
diajar dengan strategi pembelajaran yang dilengkapi dengan model
pembelajaran problem posing lebih tinggi dari pada prestasi belajar matematika siswa pada kelompok motivasi sedang yang diajar dengan
strategi pembelajaran tanpa dilengkapi model pembelajaran problem posing. 5. Prestasi belajar matematika siswa pada kelompok motivasi rendah yang
diajar dengan strategi pembelajaran yang dilengkapi dengan model
pembelajaran problem posing tidak lebih tinggi dari pada prestasi belajar matematika siswa pada kelompok motivasi rendah yang di ajar dengan
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan pada Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri di Kota Surakarta. Waktu penelitian dilaksanakan pada semester genap tahun ajaran 2006/2007 dengan jadual sebagai berikut:
No. Kegiatan Bulan dan Minggu ke
1 Pengurusan ijin penelitian Mei 2007 minggu ke 1
2 Pembuatan Instrumen Penelitian Mei 2007 minggu ke 2 dan ke 3 3 Uji coba instrumen Mei 2007 minggu ke 4
4 Pengumpulan data dokumentasi dan angket
Juni 2007 minggu ke 1
5 Uji keseimbangan Juni 2007 minggu ke 1
6 Pelaksanaan Eksperimen Awal Juni 2007 – Akhir Agustus 2007 7 Pelaksanaan tes September 2007 minggu ke 1
8 Pengolahan data September 2007 minggu ke 2
9 Analisis data September 2007 minggu ke 3 dan ke 4 10 Penyusunan laporan Oktober 2007 sampai selesai
B. Jenis dan Rancangan Penelitian
1. Jenis Penelitian
1. Meneliti literature yang berhubungan dengan masalah penelitian. 2. Mengidentifikasi dan membatasi masalah yang akan diteliti. 3. Merumuskan hipotesis.
4. Menyusun rencana eksperimen.
5. Melaksanakan eksperimen (pengumpulan data). 6. Menyusun data untuk memudahkan pengolahan. 7. Menentukan taraf signifikansi yang digunakan 8. Mengolah data yang terkumpul.
2. Rancangan Penelitian
Penelitian ini menggunakan rancangan factorial 2x3 untuk mengetahui pengaruh dua variablel bebas terhadap variable terikat. Adapun rancangan tersebut adalah sebagai berikut:
Motivasi (B)
Tinggi (b1) Sedang (b2) Rendah (b3)
Dengan problem
posing (a1) AB11 AB12 AB13 Strategi (A)
Tanpa problem posing (a2)
AB21 AB22 AB23
C. Populasi dan Sampel
1. Populasi
Berdasarkan tiga pendapat tersebut populasi dapat diartikan sebagai sebagai kumpulan dari individu atau kelompok orang, kejadian, atau obyek yang kualitas serta ciri-cirinya telah ditetapkan secara jelas dan merupakan keseluruhan dari obyek penelitian. Dalam penelitian ini ditetapkan sebagai populasinya adalah semua siswa kelas X SMA Negeri Kodya Surakarta.
2. Sampel
Sampel adalah sebagian dari populasi (Moh. Nazir, 1988: 325). Sedangkan menurut Suharsimi Arikunto (1987: 104), sampel adalah sebagian atau wakil populasi yang diteliti. Adapun menurut Mohamad Ali (1984: 54), sampel adalah sebagian yang diambil dari keseluruhan obyek yang diteliti yang dianggap mewakili terhadap keseluruhan populasi dan diambil dengan menggunakan teknik tertentu.
Berdasarkan pendapat para ahli diatas sampel dapat diartikan sebagai bagian dari populasi yang dianggap mewakili terhadap keseluruhan populasi dan diambil dengan menggunakan teknik tertentu. Dalam penelitian ini sebagai sampelnya adalah sebagian dari populasi yang diambil dengan menggunakan teknik Cluster Random Sampling, yang pelaksanaannya dilakukan dengan melakukan langkah-langkah sebagai berikut:
1. Kita data semua SMA negeri yang ada di Kotamadya Surakarta.
2. Berdasarkan data sekolah tersebut kita tentukan secara random dua sekolah yang akan kita gunakan menjadi sekolah sampel. Namakan sekolah sampel I dan sekolah sampel II.
3. Dari masing masing sekolah sampel yang terpilih kita ambil dua kelas secara random untuk dijadikan kelas eksperimen dan kelas kontrol.
Dari proses ini akan diperoleh dua kelas eksperimen yang terdiri dari satu kelas pada sekolah sampel I dan satu kelas pada sekolah sampel II, dan dua kelas kontrol yang terdiri dari satu kelas pada sekolah sampel I dan satu kelas pada sekolah sampel II pula.
Surakarta. Akhirnya, dari langkah 3 diperoleh hasil, sebagai kelompok kontrol adalah: kelas X–G SMA Negeri 4 Surakarta dan kelas X–5 SMA Negeri 6 Surakarta, dan sebagai kelompok eksperimen adalah: kelas X–H SMA Negeri 4 Surakarta dan kelas X–8 SMA Negeri 6 Surakarta.
D. Metode Pengumpulan Data
1. Jenis Metode Pengumpulan Data
Metode atau instrumen pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
a. Metode Dokumentasi
Metode dokumentasi yaitu mencari data mengenai hal-hal atau variabel yang berupa catatan, transkrip, buku, surat kabar, majalah, prasasti, notulen rapat, legger, agenda dan sebagainya (Suharsimi Arikunto, 1987: 188). Dalam penelitian ini metode dokumentasi digunakan untuk memperoleh data mengenai keadaan sekolah di Kota Surakarta. Adapun keadaan sekolah di sini diperlukan untuk keperluan menentukan sekolah sampel dan kelas sampel sekaligus anggota sampelnya.
b. Metode Angket
Angket atau kuesioner adalah sejumlah pertanyaan tertulis yang digunakan untuk memperoleh informasi dari responden dalam arti laporan tentang pribadinya, atau hal-hal yang ia ketahui (Suharsimi Arikunto,1987: 188). Dalam penelitian ini angket digunakan untuk memperoleh data mengenai motivasi belajar siswa.
c. Metode Tes
123). Dalam penelitian ini metode tes digunakan untuk memperoleh data mengenai prestasi belajar matematika siswa sebelum dan sesudah melakukan penelitian. Prestasi belajar siswa sebelum penelitian diperlukan dalam melakukan uji keseimbangan dan prestasi belajar siswa sesudah penelitian digunakan untuk keperluan uji hipotesis. Adapun tes prestasi belajar berupa tes yang disusun secara terencana untuk mengungkap performasi maksimal subyek dalam menguasai bahan-bahan atau materi yang telah diajarkan (Saifuddin Azwar, 2003: 9).
2. Uji Coba Angket
Guna menjamin bahwa angket yang dipakai dalam penelitian ini telah memenuhi kelayakan, sebelum digunakan angket akan di uji coba terlebih dahulu. Adapun uji coba angket yang dilakukan adalah: validitas, reliabilitas dan konsistensi internal.
a. Uji validitas angket (Saifuddin Azwar, 2003)
Dalam penelitian ini jenis validitas angket yang diutamakan adalah validitas isi. Validitas isi menunjukkan sejauh mana aitem-aitem dalam angket mencakup keseluruhan kawasan isi yang hendak di ukur oleh tes itu (isinya harus tetap relevan dan tidak keluar dari batasan tujun pengukuran). Pengujian validitas isi tidak melalui analisis statistik tetapi analisis rasional yaitu dengan melihat apakah aitem-aitem tes telah ditulis sesuai dengan blue-printnya. Sesuai dengan uraian di atas uji validitas angket dalam penelitian dilakukan dengan expert judgement.
b. Uji reliabilitas.angket
Dalam melakukan uji reliabilitas angket dalam penelitian ini digunakan Teknik Cronbach Alpha (Budiyono, 2003: 70):
r11 = ⎟⎟ ⎠ ⎞ ⎜
⎜ ⎝ ⎛ ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛
−
∑
2t 2 i
s s 1 1 n
dengan:
r11 = indeks reliabilitas angket n = banyaknya butir angket
2 i
s = variansi butir ke-i, i = 1, 2, . . . , n
2 t
s = variansi skor-skor yang diperoleh subyek uji coba Kriteria Uji:
Angket dikatakan reliabel jika r11 ≥ 0,70
c. Uji Konsistensi Internal Angket
Untuk menentukan konsistensi internal masing masing butir dilihat dari korelasi antara butir-butir tersebut dengan skor totalnya. Adapun yang uji konsistensi internal angket dalam penelitian ini digunakan rumus dari Karl Pearson berikut (Budiyono, 2003: 65):
rxy =
∑
∑
∑
X∑
-(∑
X)∑ ∑
)(n Y −( Y) ) (nY) X)( ( -XY n
2 2
2 2
dengan:
rxy = indeks konsistensi internal untuk butir ke i n = banyaknya subyek yang dikenai angket X = skor untuk butir ke i (dari subyek uji coba) Y = total skor (dari subyek uji coba)
Kriteria Uji:
Jika indeks konsistensi internal untuk butir ke i kurang dari 0,30 maka butir tersebut harus dibuang.
3. Uji Coba Soal Tes Prestasi Belajar
coba soal tes prestasi belajar yang dilakukan adalah: validitas, reliabilitas, daya pembeda, dan tingkat kesukaran soal.
a. Uji validitas soal tes prestasi belajar
Suatu tes dapat dikatakan mempunyai validitas tinggi apabila tes tersebut menjalankan fungsi ukurnya atau memberikan hasil ukur yang tepat dan akurat sesuai dengan maksud dikenakannya tes tersebut. Tipe validitas terbagi atas validitas isi, validitas konstrak, dan validitas berdasar kriteria. Dalam penyusunan dan pengembangan tes prestasi belajar tipe validitas yang terpenting adalah validitas isi, yaitu sejauh mana item-item dalam tes memang telah sesuai untuk mengukur prestasi yang domainnya telah dibatasi secara spesifik (Saifuddin Azwar, 2003: 178).
Untuk menganalisis validitas tersebut dapat dilakukan secara rasional dan dapat pula dilakukan secara empiris. Yang dapat dilakukan secara rasional adalah validitas isi dan validitas konstruk. (Subino, 1987: 119).
Sesuai dengan uraian di atas uji validitas soal tes prestasi belajar dalam penelitian dilakukan dengan expert judgement.
b. Uji reliabilitas soal tes prestasi belajar
Estimasi reliabilitas soal tes prestasi belajar dapat dilakukan melalui salah satu pendekatan umum, yaitu metode satu kali tes, metode tes ulang dan metode bentuk sejajar (Budiyono, 2003: 66) Dengan pertimbangan efisiensi maka dalam penelitian ini pendekatan yang dipakai adalah metode satu kali tes. Adapun rumus yang digunakan adalah dalam uji reliabilitas ini adalah, Teknik Cronbach Alpha:
r11 = ⎟⎟ ⎠ ⎞ ⎜
⎜ ⎝ ⎛ ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛
−
∑
2t 2 i
s s 1 1 n
n
dengan:
2 i
s = variansi butir ke-i , i = 1, 2, . . . , n
2 t
s = variansi skor-skor yang diperoleh subyek uji coba dan kriteria uji:
Soal dikatakan reliabel jika r11 ≥ 0,70 c. Uji daya pembeda soal prestasi belajar
Daya Pembeda item adalah kemampuan aitem dalam membedakan antara siswa yang mempunyai kemampuan tinggi dan siswa yang mempunyai kemampuan rendah. Suatu aitem dikatakan mempunyai daya pembeda tinggi haruslah dijawab dengan benar oleh semua atau sebagian besar subyek kelompok tinggi dan tidak dapat dijawab dengan benar oleh semua atau sebagian besar subyek kelompok rendah. Semakin besar perbedaan antara proporsi penjawab benar dari kelompok tinggi dan dari kelompok rendah, semakin besarlah daya beda suatu aitem (Saifuddin Azwar, 2003: 137). Adapun rumusnya adalah sebagai berikut:
d=
T iT
N n
–
R iR
N n
dengan:
niT = Banyaknya penjawab aitem dengan benar dari kelompok tinggi. NT = Banyaknya penjawab dari kelompok tinggi.
niR = Banyaknya penjawab aitem dengan benar dari kelompok rendah. NR= Banyaknya penjawab dari kelompok rendah.
Kriteria Uji:
Daya pembeda dinyatakan memenuhi syarat jika d ≥ 0,3
d. Uji tingkat kesukaran
(Ratna Sajekti Rusli, 1988: 33). Untuk menghitung Tingkat Kesukaran setiap butir soal digunakan rumus sebagai berikut (Saifudin Azwar, 2003: 134):
p = N ni
dengan:
p = Indeks Kesukaran
ni = banyaknya siswa yang menjawab aitem dengan benar N = banyaknya siswa yang menjawab aitem
Kriteria Uji:
Butir soal akan digunakan bila memenuhi syarat: 0,3 ≤ p ≤ 0,7.
E. Teknik Analisis Data
1. Uji Normalitas
Uji Normalitas digunakan untuk mengetahui apakah sampel berasal dari populasi yang berdistibusi normal atau tidak normal. Dalam penelitian ini perlu dilakukan uji normalitas baik terhadap prestasi belajar matematika sebelum pelaksanaan eksperimen maupun terhadap prestasi belajar matematika setelah eksperimen. Adapun prestasi belajar matematika sebelum pelaksanaan eksperimen yang diuji normalitasnya adalah prestasi belajar matematika untuk kelompok kontrol, dan prestasi belajar matematika untuk kelompok eksperimen, Sedangkan prestasi belajar matematika sesudah pelaksanaan eksperimen yang diuji normalitasnya adalah prestasi belajar matematika untuk kelompok kontrol, prestasi belajar matematika untuk kelompok eksperimen, prestasi belajar matematika untuk kelompok motivasi tinggi, prestasi belajar matematika untuk kelompok motivasi sedang, dan prestasi belajar matematika untuk kelompok motivasi rendah. Statistik uji yang digunakan dalam uji normalitas ini adalah dengan metode Lilliefors (Budiyono, 2004: 170) sebagai berikut:
1. Hipotesis:
2. α = 0,05
3. Statistik uji yang digunakan: L = Maks |F(zi) – S(zi)| dengan:
zi = s
X Xi − F(zi) = P(z ≤ zi)
S(zi) = proporsi cacah z ≤ zi terhadap seluruh zi Xi = prestasi belajar siswa ke i
X = rataan prestasi belajar siswa 4. Daerah Kritik:
DK = { L | L > Lα ; n} dengan: n = ukuran sampel
2. Uji Keseimbangan
Uji Keseimbangan digunakan untuk menguji apakah antara kelompok eksperimen dan kelompok kontrol mempunyai rataan yang seimbang. Dalam penelitian ini digunakan statistik uji t sebagai berikut (Budiyono, 2004: 151). 1.Hipotesis:
H0: µ1 = µ2 (Siswa pada kelompok kontrol dan kelompok eksperimen sama kemampuannya)
H1: µ1 ≠ µ2 (Siswa pada kelompok kontrol dan kelompok eksperimen tidak sama kemampuannya)
2. α = 0,05
3. Statistik uji yang digunakan:
t(v) ~
n s n s
d ) X X ( t
2 2 2
1 2 1
0 2 1
dengan v = 1 n ) n / (s 1 n ) n / s ( ) n / s n / (s 2 2 2 2 2 1 2 1 2 1 2 2 2 2 1 2 1 − + − + 1
X = rataan nilai kelompok kontrol
2
X
= rataan nilai kelompok eksperimen2 1
s = variansi nilai kelompok kontrol
2 2
s = variansi nilai kelompok eksperimen n1 = banyaknya siswa pada kelompok kontrol n2 = banyaknya siswa pada kelompok eksperimen 4. Daerah kritik: DK = { t* t < -t 1/2α; v atau t > t 1/2α; v }
3. Uji Homogenitas
Uji homogenitas digunakan untuk mengetahui apakah sampel berasal dari populasi-populasi yang homogen atau tidak homogen Dalam penelitian ini uji homogenitas hanya dilakukan terhadap prestasi belajar matematika setelah pelaksanaan eksperimen. Adapun prstasi belajar matematika yang perlu diuji homogenitasnya adalah prestasi belajar matematika untuk kelompok-kelompok dalam katagori strategi pembelajaran dan prestasi belajar matematika untuk kelompok-kelompok dalam katagori motivasi belajar siswa. Statistik uji. yang digunakan dalam penelitian ini adalah uji Bartlett sebagai berikut (Budiyono, 2004: 175).
1. Hipotesis : H0: σ12 =
2 2
σ = . . . = σk2 H1: tidak semua variansi sama 2. α = 0,05
b = 2 p k -N 1 1 -n 2 k 1 n 2 2 1 -n 2 1 s ] ) (s . . . ) s ( ) s
[( 1 2− k
dengan:
2 p
s =
k -N s ) 1 (n k 1 i 2 i k
∑
= − dan 2 1s , 2 2
s , . . . , 2 k
s = variansi dari sampel ke – 1, ke – 2, . . . , ke– k. n1, n2, . . . , nk = ukuran sampel ke – 1, ke – 2, . . . , ke – k. N = jumlah seluruh ukuran sampel
k = banyaknya populasi sp2 = variansi gabungan 4. Daerah Kritik:
DK = {b | b < bk(α ; n1, n2, . . . , nk)} dengan:
bk(α; n1, n2, . . . , nk) =
N ) n ; ( b n . . . ) n ; ( b n ) n ; ( b
n1 k α 1 + 2 k α 2 + + k k α k
4. Uji Hipotesis
Untuk melakukan uji terhadap hipotesis penelitian digunakan Analisis Variansi Dua Jalan.dengan Sel Tak Sama (Budiyono, 2004: 228) sebagai berikut:
1. Model:
Xijk = µ + αi + βj + (αβ)ij + εijk dengan:
Xijk = data (nilai) ke – k pada baris ke – i dan kolom ke – j µ = rataan dari seluruh data
αi = µi. – µ = efek baris ke – i pada variabel terikat βj = µ.j – µ = efek kolom ke – j pada variabel terikat
εijk = deviasi data Xijk terhadap rataan populasinya (µij) yang berdistribusi normal dengan rataan 0
i = 1, 2, . . . , p; p = banyaknya baris j = 1, 2, . . . , q; q = banyaknya kolom
k = 1, 2, . . . , nij; nij = banyaknya data amatan pada sel ij 2. Hipotesis
(a). H0A: αi = 0 untuk setiap i = 1, 2
H1A: paling sedikit ada satu αi yang tidak nol (b). H0B: βj = 0 untuk setiap j = 1, 2, 3
H1B: paling sedikit ada satu βj yang tidak nol (c). H0AB: (αβ)ij = 0 untuk setiap i = 1, 2 dan j = 1, 2, 3
H1AB: paling sedikit ada satu (αβ)ij yang tidak nol 3. α = 0,05
4. Statistik uji yang digunakan:
Untuk H0A adalah Fa = RKG RKA
dengan daerah kritik DK = {Fa | Fa > Fα,p-1,N-pq} Untuk H0B adalah Fb =
RKG RKB
dengan daerah kritik DK = {Fb | Fb > Fα,q-1,N-pq} Untuk H0AB adalah Fab =
RKG RKAB
dengan daerah kritik DK = {Fab | Fab > Fα,p-1,q-1,N-pq} Sedangkan rumus-rumus dalam komputasi nya adalah :
N =
∑
j i,
ij
n
n
h =∑
j i, nij
SSij =
∑
j i,
j 2
x ik – ijk 2 k ijk n x ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛
∑
Ai =
∑
j ij
AB
Bj =
∑
i ij AB
G =
∑
j i, ij AB (1) = pq G2
(2) =
∑
j i,
ij
SS
(3) =
∑
i 2 i
q A
(4) =
∑
i 2 i
p B
(5) =
∑
i 2 ij
AB
JKA =
n
h{(3) – (1)}JKB =
n
h{(4) – (1)}JKAB =
n
h{(1) +(5) – (3) – (4)} JKG = (2)JKT = JKA + JKB +JKAB + JKG
dengan:
dkB = q – 1
dkAB = (p – 1)(q – 1) dkG = N – pq
dkT = N – 1
RKA = dkA JKA
RKB = dkB JKB
RKAB =
dkAB JKAB
RKG = dkG JKG
dengan:
N = banyaknya seluruh amatan
nij = ukuran sel ij
nh = rataan harmonic frekuensi seluruh sel
p = banyaknya baris
q = banyaknya kolom
SSij = jumlah kuadrat deviasi data amatan pada sel ij
ij
AB = rataan pada sel ij
Ai = jumlah rataan dalam baris ke i
Bj = jumlah rataan dalam kolom ke j
G = jumlah rataan semua sel
5. Uji Lanjut
Apabila dalam uji hipotesis di atas ternyata H0 ditolak maka untuk
mengetahui kelompok mana yang lebih baik untuk selanjutnya akan dilakukan uji
komparasi ganda dengan metode SCHEFFE (Budiyono, 2004: 214) sebagai
berikut.
1. Hipotesis:
H0: µi. = µj.
H1: µi.≠µj.
2. α = 0,05
3. Statistik uji yang digunakan:
Fi . – j . =