• Tidak ada hasil yang ditemukan

Marketing and Value Added of Cocoa Beans in Madiun District, East Java

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Marketing and Value Added of Cocoa Beans in Madiun District, East Java"

Copied!
187
0
0

Teks penuh

(1)

PEMASARAN DAN NILAI TAMBAH BIJI KAKAO

DI KABUPATEN MADIUN, JAWA TIMUR

INDRA AKBAR DILANA

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Pemasaran dan Nilai Tambah Biji Kakao di Kabupaten Madiun, Jawa Timur adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Petanian Bogor.

(3)

INDRA AKBAR DILANA. Marketing and Value Added of Cocoa Beans in Madiun District, East Java. Supervised by RITA NURMALINA and AMZUL RIFIN.

Madiun district as largest sentral of people's cocoa plantations in East Java, the production of cocoa beans of this area at 2009 until 2011 is increased. To increase farmers' income, increased production should be followed by the development of efficient marketing. Marketing of cocoa beans in Madiun involving many actors with different behaviors. Investment policy and implementation of export duties are expected to improve the cocoa industry and develop the performance of the cocoa market in the country. The development of marketing performance with various alternatives, provide opportunities for cocoa farmers to select marketing channels for optimal profit. The purpose of this research is to analyze: 1) performance cocoa beans supply chain, 2) factors that influence of marketing channels choice in cocoa beans supply chain in Madiun District , and 3) added value from the processing of cocoa beans. This research was conducted in Madiun District, East Java. Primary data collected through interviews using questionnaires. The type and number of respondents consisted 90 cocoa farmers, 18 colletors, two large cocoa trader and one processed industry. Analysis of cocoa beans supply chain descriptions using FSCN process framework. Marketing efficiency measured from the margin, farmer's share, the ratio of benefits and costs. The factors that determine the cohice of farmers to supply chains used quantitative approach with mutinomial logit regression model, and added value analysis method used is Hayami. The results showed that the most efficient marketing channel is the channel that connects the cocoa farmers directly to the district level collector. Factors that affect decision making of cocoa farmers to sell cocoa beans are farmer age, farmer education, the selling price of cocoa beans, and the main livelihood of the farmers. Secondary products of cocoa beans that produce the highest profit is cocoa powder and cocoa butter. To increase the income of farmers suggested to improve the quality of cocoa beans by reducing the water content and doing fermentation of cocoa beans, so that farmers can directly sell to district level collector with better price. To improve the performance of small and medium scale cocoa processing industry required Puslitkoka role and the government should be able to find specific market access. Key words: Marketing Channel Choice, Profit, Small and Medium Scale, Supply

(4)

INDRA AKBAR DILANA. Pemasaran dan Nilai Tambah Biji Kakao di Kabupaten Madiun, Jawa Timur. Dibimbing oleh RITA NURMALINA dan AMZUL RIFIN.

Kakao merupakan salah satu komoditas perkebunan potensial untuk dikembangkan menjadi andalan ekspor. Pada tahun 2011, Indonesia merupakan produsen biji kakao terbesar ketiga di dunia setelah Pantai Gading (1,51 juta ton), Ghana (1,03 juta ton), dan Indonesia (440 ribu ton). Provinsi Jawa Timur merupakan salah satu sentra produksi, selama tiga tahun terakhir produksi biji kakao kering meningkat dari 22.676 ton tahun 2009, menjadi 24.198 ton tahun 2010, dan 27.522 ton tahun 2011. Kabupaten Madiun sebagai sentra terbesar perkebunan kakao rakyat di Jawa Timur, produksi biji kakao kering daerah ini tahun 2009 sampai 2011 mengalami peningkatan. Untuk meningkatkan pendapatan petani, peningkatan produksi sebaiknya diikuti dengan pengembangan pemasaran yang efisien. Pemasaran biji kakao di Kabupaten Madiun melibatkan banyak pelaku dengan perilaku yang berbeda. Kebijakan investasi dan penerapan bea keluar diharapkan akan meningkatkan industri kakao dan mengembangkan kinerja pasar kakao di dalam negeri. Berkembangnya kinerja pemasaran dengan berbagai alternatif, memberikan peluang kepada petani kakao untuk memilih saluran pemasaran untuk mendapatkan keuntungan optimal.

Penelitian ini bertujuan menganalisis: (1) Performance rantai pasok biji kakao; (2) Aktivitas-aktivitas yang menambah nilai yang dilakukan para pelaku pada rantai pasok biji kakao dan distribusi nilai tambah di antara para pelaku tersebut di Kabupaten Madiun; (3) Faktor-faktor yang mempengaruhi pilihan saluran pemasaran petani pada rantai pasok biji kakao di Kabupaten Madiun; dan (4) Besarnya nilai tambah yang dihasilkan dari pengolahan biji kakao menjadi produk turunannya. Penelitian ini dilakukan di Kabupaten Madiun, Jawa Timur. Data primer dikumpulkan melalui teknik wawancara menggunakan kuesioner. Jenis dan jumlah responden terdiri dari 90 petani kakao, 18 pedagang pengumpul, dua pedagang besar dan satu industri olahan. Analisis deskripsi rantai pasok biji kakao menggunakan kerangka proses FSCN. Efisiensi pemasaran diukur dari marjin pemasaran, analisis farmer’s share, rasio keuntungan dan biaya. Faktor-faktor yang menentukan pilihan petani terhadap rantai pasok yang digunakan pendekatan kuantitatif dengan model regresi multinomial logit, serta analisis nilai tambah yang digunakan adalah metode Hayami.

(5)

rendah yaitu kurang dari 10 kilogram (60,00%) dengan harga jual bervariasi tergantung dari kualitasnya. Sebagian besar (62,86%) harga biji kakao kering per kilogram kurang dari Rp 14.000.

Secara keseluruhan rantai pasok biji kakao di Kabupaten Madiun berjalan lancar, dengan sudah memiliki sasaran yang jelas, struktur hubungan rantai yang baik, adanya penerapan manajemen, dan proses bisnis yang sudah berjalan dengan baik. Namun, masih terdapat kendala yaitu pada sumber daya rantai pasok, terutama pada sumber daya modal dan sumber daya manusia. Sampai saat ini sebagian besar pelaku pada rantai pasok biji kakao di Kabupaten Madiun hanya melakukan aktivitas penjemuran terhadap biji kakao dan sebagian kecil sudah melakukan fermentasi terhadap biji kakao.

Rantai pasok biji kakao yang berada di Kabupaten Madiun terdiri dari empat saluran berdasarkan pelaku-pelaku yang terlibat di dalamnya. Jika dilihat dari marjin pemasaran, farmer’s share, dan rasio keuntungan dan biaya, maka saluran empat lebih efisien dibandingkan saluran lainnya. Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi pengambilan keputusan petani kakao untuk menjual biji kakao yaitu umur petani, pendidikan petani, harga jual biji kakao, dan mata pencaharian utama petani. Semakin tua umur petani, semakin banyak pengalaman bertani, dan semakin tinggi pendidikan petani, cenderung memilih untuk menjual biji kakao ke pedagang pengumpul tingkat desa dibandingkan kepada pedagang pengumpul tingkat kecamatan. Dan petani yang bermata pencaharian utama bertani kakao cenderung memilih untuk menjual biji kakao ke pedagang pengumpul tingkat desa. Selain itu diketahui pula kecenderungan petani dalam memilih penjualan biji kakao kering kepada pedagang pengumpul tingkat desa atau pedagang pengumpul tingkat kabupaten. Semakin tua, petani cenderung memilih untuk menjual biji kakao ke pedagang pengumpul tingkat desa, dibandingkan kepada pedagang pengumpul tingkat kabupaten. Semakin tinggi harga jual biji kakao petani cenderung memilih untuk menjual biji kakao ke pedagang pengumpul tingkat kabupaten. Petani yang bermata pencarian utama beetani kakao cenderung memilih untuk menjual biji kakao ke pedagang tingkat kabupaten.

Semua produk sekunder biji kakao yang dihasilkan akan dapat meningkatkan pendapatan pelaku usaha, termasuk petani kakao. Produk sekunder biji kakao yang menghasilkan tingkat keuntungan paling tinggi adalah bubuk cokelat dan lemak cokelat. Untuk meningkatkan pendapatannya disarankan agar petani meningkatkan kualitas biji kakao dengan cara mengurangi kadar air dan melakukan fermentasi biji kakao, sehingga petani dapat langsung menjual kepada pedagang besar dengan harga lebih baik. Untuk meningkatkan kinerja industri olahan kakao skala kecil dan menengah diperlukan peran Puslitkoka dan sebaiknya pemerintah dapat mencarikan akses pasar khusus untuk industri olahan kakao skala kecil dan menengah.

(6)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2013

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan IPB

Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

(7)

PEMASARAN DAN NILAI TAMBAH BIJI KAKAO

DI KABUPATEN MADIUN, JAWA TIMUR

INDRA AKBAR DILANA

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada

Program Studi Agribisnis

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(8)
(9)

Jawa Timur

Nama : Indra Akbar Dilana NIM : H451110551

Disetujui oleh Komisi Pembimbing

Prof. Dr. Ir. Rita Nurmalina, MS Dr. Amzul Rifin, SP, M.A

Ketua Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana

Agribisnis

Prof. Dr. Ir. Rita Nurmalina, MS Dr. Ir. Dahrul Syah, MScAgr

Tanggal Ujian: Tanggal Lulus:

(10)

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis dengan judul Pemasaran dan Nilai Tambah Biji Kakao di Kabupaten Madiun, Jawa Timur.

Penulis pada kesempatan ini ingin mengucapkan terima kasih dan penghargaan kepada Prof. Dr. Ir. Rita Nurmalina, MS selaku Ketua Komisi Pembimbing dan Dr. Amzul Rifin, SP, M.A selaku Anggota Komisi Pembimbing yang telah memberikan arahan dan bimbingan sehingga penulis dapat melaksanakan penelitiannya dengan baik dan menyelesaikan tesis ini. Terima kasih kepada Sekretaris Direktorat Jenderal Industri Kecil dan Menengah, Kementerian Perindustrian, Dr. Ir. Busharmaidi, MS yang memberikan kesempatan pada penulis untuk mengikuti Program Pascasarjana di IPB Bogor.

Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada ayah, ibu, dan kedua adik. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada sahabat-sahabat penulis yang telah banyak memberi semangat dan dukungan.

Semoga Allah SWT memberikan rahmat dan karunia-Nya kepada semua orang yang telah membantu dalam menyelesaikan penelitian ini. Mudah-mudahan tesis ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang berkepentingan.

Bogor, Februari 2013

(11)

DAFTAR TABEL xiv

DAFTAR GAMBAR xv

DAFTAR LAMPIRAN xvi

1 PENDAHULUAN

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 5

Tujuan Penelitian 8

Manfaat Penelitian 9

Ruang Lingkup dan Keterbatasan Penelitian 9

2 TINJAUAN PUSTAKA

Rantai Pasok 11

Saluran Pemasaran Komoditas Pertanian 12

Nilai Tambah Komoditas Pertanian 13

3 KERANGKA PEMIKIRAN

Kerangka Pemikiran Teoritis 15

Rantai Pasok 15

Manajemen Rantai Pasok 15

Saluran Pemasaran 17

Logistik 18

Efisiensi Pemasaran 20

Nilai Tambah 23

Kerangka Pemikiran Operasional 24

4 METODOLOGI PENELITIAN

Lokasi dan Waktu Penelitian 27

Jenis dan Sumber Data 27

Pengumpulan Data 27

Metode Penentuan Responden 28

Metode Pengolahan dan Analisis Data 28

Analisis Rantai Pasok Biji Kakao 28

Analisis Saluran Pemasaran Biji Kakao 30

Analisis Efisiensi Pemasaran 31

Analisis Pilihan Saluran Pemasaran (Marketing Channel Choice) Biji

Kakao 33

Analisis Nilai Tambah Pengolahan Biji Kakao 36 5 GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN

Peranan Subsektor Perkebunan 39

Perkembangan Perkebunan Kakao Rakyat 40

(12)

6 RANTAI PASOK BIJI KAKAO KABUPATEN MADIUN

Sasaran Rantai Pasok 55

Sasaran Pasar 55

Sasasaram Pengembangan 56

Struktur Hubungan Rantai Pasok 57

Petani Kakao 57

Pedagang Pengumpul Tingkat Desa 59

Pedagang Pengumpul Tingkat Kecamatan 60

Pedagang Pengumpul Tingkat Kabupaten 61

Pedagang Besar 61

Manajemen Rantai Pasok 63

Pemilihan Mitra 63

Kesepakatan Kontraktual 64

Sistem Transaksi 64

Dukungan Pemerintah 65

Kolaborasi Rantai Pasok 66

Sumber Daya Rantai Pasok 68

Sumber Daya Fisik 68

Sumber Daya Teknologi 69

Sumber Daya Manusia 69

Sumber Daya Modal 70

Proses Bisnis Rantai Pasok 71

Hubungan Proses Bisnis Rantai Pasok 71

Pola Distribusi 73

Anggota Rantai Pendukung 79

Perencanaan Kolaboratif 79

Penelitian Kolaboratif 80

Jaminan Identitas Merek 80

Aspek Resiko 81

Trust Building 81

Kinerja Rantai Pasok 82

Marjin Pemasaran 82

Farmer’s Share 88

Rasio Keuntungan dan Biaya 89

Efisiensi Pemasaran 91

7 FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PILIHAN SALURAN

PEMASARAN BIJI KAKAO 93

8 NILAI TAMBAH BIJI KAKAO

Pemetaan Pelaku Aktivitas Nilai Tambah Biji Kakao 101

(13)

9 KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan 113

Saran 114

DAFTAR PUSTAKA 117

(14)

1 Rincian peubah penjelas pada model regresi multinomial logit 34

2 Prosedur perhitungan nilai tambah produksi 37

3 Penggunaan lahan pada sektor pertanian, perkebunan, kehutanan,

perburuan dan perikanan di Kabupaten Madiun tahun 2010 39 4 Lokasi dan volume bantuan perluasan tanaman kakao tahun 2012 43 5 Perkembangan produksi dan produktivitas komoditas kakao rakyat

per kecamatan tahun 2009-2011 di Kabupaten Madiun 44 6 Karakteristik usaha tani kakao di Kabupaten Madiun tahun 2012 50 7 Karakteristik petani kakao di Kabupaten Madiun tahun 2012 53 8 Fungsi-fungsi pemasaran pada lembaga-lembaga pemasaran

biji kakao di Kabupaten Madiun 83

9 Analisis marjin pemasaran biji kakao di Kabupaten Madiun 87 10 Farmer’s share pada saluran pemasaran biji kakao di Kabupaten

Madiun 88

11 Biaya pemasaran biji kakao kering yang dikeluarkan oleh setiap

lembaga tahun 2012 89

12 Rasio keuntungan dan biaya untuk setiap saluran pemasaran biji

kakao di Kabupaen Madiun 90

13 Nilai efisiensi pemasaran pada masing-masing pola saluran

pemasaran biji kakao di Kabupaten Madiun 91

14 Uji kesesuaian model 96

15 Hasil uji likelihood ratio 97

16 Estimasi parameter dan odds ratio 98

17 Jenis alat yang dimiliki oleh Putri Wilis 103

18 Proporsi hasil pasta, bubuk, dan lemak cokelat per 100 Kg bahan baku 105 19 Hasil analisis nilai tambah pada pengolahan biji kakao menjadi

produk sekunder kakao dengan Metode Hayami Juli 2012 107

 

 

(15)

1 Neraca perdagangan biji kakao Indonesia tahun 2007-2011 1 2 Luas areal perkebunan kakao 10 besar provinsi di Indonesia 2010 2 3 Produksi kakao 10 besar provinsi di Indonesia tahun 2010 3 4 Zona pengembangan perkebunan di Provinsi Jawa Timur tahun 2011 3 5 Skema diagram rantai pasok dari perspektif pengolah 16

6 Saluran pemasaran konsumen 19

7 Aliran sistem logistik dalam dan diantara perusahaan 19

8 Marjin pemasaran 22

9 Kerangka pemikiran operasional penelitian 26

10 Kerangka analisis deskriptif rantai pasok 29

11 Prosedur analisis model regresi multinomial logit 35 12 Persentase nilai PDRB per sub sektor Kabupaten Madiun 2006-2009 39 13 Proses pemanenan kakao di Desa Padas, Kecamatan Dagangan 40

14 Tanaman kakao di Desa Kare, Kecamatan Kare 41

15 Tanaman kakao di Desa Batok, Kecamatan Gemarang 42 16 Jenis pupuk yang digunakan petani kakao di Kabupaten Madiun 45

17 Kotak fermentasi biji kakao 47

18 Proses penjemuran biji kakao oleh petani di Kabupaten Madiun 48

19 Unit pengolahan kakao di Kecamatan Dagangan 49

20 Struktur rantai pasok biji kakao di Kabupaten Madiun 58 21 Pertemuan rutin kelompok petani kakao di Kabupaten Madiun 67 22 Proses bisnis dalam rantai pasok biji kakao di Kabupaten Madiun 72 23 Posisi kekuatan tawar antar anggota rantai pasok biji kakao 73 24 Pemecahan buah kakao dengan menggunakan benda tajam 74 25 Gudang penyimpanan biji kakao milik pedagang pengumpul 75 26 Aliran produk rantai pasok biji kakao di Kabupaten Madiun 76 27 Aliran finansial rantai pasok biji kakao di Kabupaten Madiun 77 28 Aliran informasi rantai pasok biji kakao di Kabupaten Madiun 78 29 Saluran pemasaran komoditas kakao Kabupaten Madiun 94

30 Sentra industri kecil kakao Putri Wilis 102

31 Tahap pengolahan biji kakao menjadi produk antara oleh Putri Wilis 104

(16)

1 Perkembangan luas lahan komoditas kakao rakyat per kecamatan

(17)

1 PENDAHULUAN

Latar Belakang

Kakao merupakan salah satu komoditas perkebunan potensial untuk dikembangkan menjadi andalan ekspor. Menurut ICCO (2012) pada tahun 2011, Indonesia merupakan produsen biji kakao terbesar ketiga di dunia setelah Pantai Gading (1.51 juta ton), Ghana (1.03 juta ton), dan Indonesia (440 ribu ton). Pada tahun itu, devisa yang diterima dari ekspor kakao dan produk turunannya mencapai 1.35 milyar USD (Pusdatin-Kementerian Perindustrian, 2012). Pada posisi yang demikian, peran agribisnis kakao cukup penting bagi perekonomian nasional, khususnya sebagai penyedia lapangan kerja, sumber pendapatan petani, dan sumber devisa negara.

Kualitas dan cita rasa kakao Indonesia relatif sama dengan kakao Ghana. Kelebihan utama kakao Indonesia di pasar dunia adalah titik lelehnya yang tinggi sehingga cocok untuk blending. Selain itu, kakao Indonesia mengandung lemak cokelat dan dapat menghasilkan bubuk kakao dengan mutu yang baik (Kementerian Perindustrian, 2011). Oleh karena itu, kakao Indonesia mempunyai peluang untuk menguasai pasar, baik pasar ekspor maupun domestik khususnya untuk produk-produk olahan. Dengan kata lain, potensi untuk menggunakan industri kakao sebagai salah satu pertumbuhan dan distribusi pendapatan cukup terbuka.

Sebagai negara net ekspor, selama periode 2007 sampai 2010 neraca perdagangan kakao Indonesia memiliki tingkat laju pertumbuhan rata-rata sebesar 24 persen per tahun. Pada periode yang sama, tingkat laju pertumbuhan rata-rata perdagangan ekspor kakao Indonesia adalah sebesar 25 persen per tahun dan impor sebesar 32 persen per tahun. Namun pada tahun 2011, neraca perdagangan kakao, ekspor dan juga impor mengalami penurunan dari tahun 2010, yaitu sebesar 50 persen untuk neraca perdagangan, 48 persen untuk ekspor, dan 30 persen untuk impor. Hal tersebut terjadi karena telah diterapkannya bea keluar terhadap ekspor biji kakao. Neraca perdagangan biji kakao Indonesia tahun 2007 hingga 2011 dapat dilihat pada Gambar 1.

(18)

Perkembangan agribisnis kakao tidak lepas dari adanya dukungan kebijakan pemerintah diantaranya Program Gerakan Nasional Peningkatan Produksi dan Mutu Kakao (Gernas Kakao), Kluster Industri Kakao, penghapusan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan penerapan bea keluar atas ekspor biji kakao. Perkembangan agribisnis kakao tidak hanya berkontribusi pada sektor usaha tani dan ekspor tetapi juga mendorong pengembangan wilayah dan agroindustri di Indonesia.

Menurut Ditjenbun (2012), perkembangan agribisnis kakao ke depan lebih diprioritaskan pada upaya rehabilitasi dan peremajaan untuk meningkatkan produktivitas kebun kakao, di samping terus melakukan perluasan. Pengembangan agribisnis kakao difokuskan terutama di sentra-sentra perkebunan kakao yang ada saat ini yaitu Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Tengah, Sulawesi Barat, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Nusa Tenggara Timur, Jawa Timur, Kalimantan Timur, Nangroe Aceh Darussalam, Lampung, Maluku dan Irian Jaya. Pada tahun 2010, pembagian luas areal perkebunan kakao di Indonesia berdasarkan 10 besar provinsi dengan total luas areal mencapai 1.65 juta hektar dapat dilihat pada Gambar 2.

17%

Gambar 2 Luas areal perkebunan kakao 10 besar Provinsi di Indonesia 2010 Sumber: Dinas Perkebunan Provinsi Jawa Timur, 2012

(19)

Gambar 3 Produksi kakao 10 besar provinsi di Indonesia tahun 2010 Sumber: Dinas Perkebunan Provinsi Jawa Timur, 2012

Menurut kajian yang dilakukan Dinas Perkebunan Provinsi Jawa Timur dan Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya (2011), kebijakan Dinas Perkebunan Provinsi Jawa Timur menempatkan komoditas kakao sebagai komoditas prioritas utama untuk dikembangkan, dengan pertimbangan yaitu potensi lahan di Jawa Timur yang memenuhi persyaratan agroklimat untuk komoditas kakao masih tersedia cukup luas, utamanya di Zona Tengah maupun Zona Pantai Selatan Jawa (Gambar 4), baik sebagai komoditas utama maupun tanaman diversifikasi; minat masyarakat atau petani untuk menanam kakao sangat besar; daya saing kakao terhadap komoditas perkebunan lainnya cukup kuat; petani memperoleh pendapatan secara kontinu dari hasil penjualan kakao; dan peluang pasar komoditas kakao masih terbuka lebar.

Gambar 4 Zona pengembangan perkebunan di Provinsi Jawa Timur tahun 2011 Sumber: Dinas Perkebunan Provinsi Jawa Timur (2012)

21%

17%

16% 12%

8% 4%

4% 3%

3%1% 11%

Sulawesi Selatan Sulawesi Tengah Sulawesi Tenggara Sulawesi Barat Sumatera Utara Sumatera Barat Aceh

Lampung Jawa Timur

(20)

Menurut Dinas Perkebunan Provinsi Jawa Timur (2012), pengusahaan perkebunan kakao di Provinsi Jawa Timur pada tahun 2011 secara total memiliki luas lahan 65 712 hektar yang dijalankan oleh rakyat sebesar 49 persen (30 139 Ha), negara sebesar 43 persen (26 487 Ha), dan swasta 8 persen (4 543 Ha). Pengembangan kakao di Provinsi Jawa Timur didukung dengan adanya Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia (Puslitkoka) Jember untuk melakukan penelitian dan pengembangan inovasi teknologi di bidang budidaya dan pengolahan hasil kakao. Sentra perkebunan kakao rakyat di Provinsi Jawa Timur pada tahun 2011 seluas 30 139 hektar terbagi atas Kabupaten Madiun (4 751 Ha), Kabupaten Pacitan (4 170 Ha), Kabupaten Trenggalek (3 500 Ha), Kabupaten Blitar (3 363 Ha), serta 18 kabupaten lainnya seperti Ponorogo, Malang, Nganjuk dan lain-lain (Dinas Perkebunan Provinsi Jawa Timur , 2012).

Meskipun Indonesia memiliki potensi produksi biji kakao yang besar, akan tetapi Indonesia belum memanfaatkan potensi tersebut secara optimal sehingga nilai tambah yang diperoleh masih rendah. Rendahnya nilai tambah kakao nasional tercermin dari nilai ekspor kakao Indonesia yang masih didominasi oleh nilai ekspor produk primernya (biji kakao) dibandingkan dengan ekspor produk sekundernya. Menurut Pusdatin- Kementerian Perindustrian (2012), pada tahun 2010 nilai ekspor biji kakao mencapai 72 persen dari keseluruhan total nilai ekspor produk olahan kakao. Namun setelah diberlakukannya bea keluar terhadap ekspor biji kakao, proporsi dari ekspor biji kakao menjadi berkurang yaitu 46 persen.

Menurut ICCO (2011), pada tahun 2010, konsumsi cokelat dunia masih didominasi negara-negara maju terutama masyarakat Eropa, dengan Belgia sebagai negara dengan tingkat konsumsi rata-rata tertinggi yaitu 5.67 kg per kapita per tahun. Sedangkan tingkat konsumsi rata-rata masyarakat Indonesia hanya 0.07 kg per kapita per tahun. Masih rendahnya konsumsi cokelat tersebut, dapat menjadi peluang untuk mengoptimalkan potensi pasar dengan memperbesar pasar domestik yang kemudian dapat mendukung perkembangan industri pengolahan kakao nasional, memperbaiki nilai tambah kakao bagi petani, industri dan negara sekaligus mengurangi ketergantungan terhadap pasar ekspor.

Pada pengembangan agribisnis kakao khususnya subsistem pengolahan memang dibutuhkan dana yang cukup besar, sehingga diperlukan adanya investor terutama untuk pengembangan industri pengolahan kakao yang menghasilkan produk dengan kualitas yang baik. Namun, untuk industri makanan yang berasal dari cokelat, dapat dikembangkan oleh industri kecil dan menengah yang relatif tidak memerlukan investasi terlalu besar dan dapat menggunakan teknologi yang lebih sederhana. Beberapa industri kecil dan menengah yang sudah dikenal namanya antara lain Monggo yang berasal dari Yogyakarta dan Chocodot yang berasal dari Garut.

(21)

penyempurnaan atau perbaikan dalam sistem pemasaran. Perbaikan dalam sistem pemasaran bertujuan memperbesar tingkat efisiensi pemasaran diupayakan dengan memperbesar nilai yang diterima petani, memperkecil biaya pemasaran dan terciptanya harga jual dalam batas kemampuan daya beli konsumen. Namun, pada umumnya, kondisi tersebut tidak terjadi pada petani kakao. Seperti yang terjadi pada pemasaran biji kakao di Lampung Timur, petani menjadi pihak yang cukup dirugikan. Harga yang diterima petani masih relatif rendah dibandingkan dengan harga pasar eksportir yaitu sebesar 62.31 persen. Pada pemasaran biji kakao di Lampung Timur, arus informasi harga berasal dari eksportir, kemudian diteruskan kepada pedagang pengumpul tingkat kecamatan, pedagang pengumpul tingkat desa hingga petani kakao. Arus informasi ini menjadikan petani sebagai penerima harga (Baktiawan, 2008).

Para pelaku pemasaran yang saling berhubungan membentuk suatu saluran pemasaran. Saluran pemasaran merupakan salah satu faktor pendukung suksesnya pemasaran. Menurut Komisi Pengawas dan Persaingan Usaha (2009), dalam saluran pemasaran biji kakao di beberapa sentra kakao di Pulau Sulawesi, banyak terlibat lembaga perantara seperti pedagang pengumpul desa, pedagang pengumpul kecamatan, pedagang besar kabupaten, dan eksortir. Dan tiap lembaga memiliki perilaku yang berbeda, sehingga petani kakao akan memilih saluran mana yang akan menguntungkannya.

Pada saluran pemasaran terdapat aliran pemasaran yang saling berkaitan menciptakan nilai tambah pemasaran di tiap tingkatan saluran pemasaran. Perkembangan ini merupakan sebuah peluang usaha dengan melakukan kegiatan pemasaran biji kakao sehingga nilai tambah dari usaha ini dapat dinikmati oleh setiap lembaga pemasaran yang berperan di Kabupaten Madiun. Pengembangan komoditas kakao di Kabupaten Madiun sebaiknya tidak hanya didukung oleh sistem pemasaran yang efisien, tetapi juga adanya pengolahan terhadap biji kakao akan meningkatkan nilai tambah dan daya saing biji kakao Kabupaten Madiun, yang kemudian akan meningkatkan harga biji kakao di pasaran. Selain mempengaruhi pendapatan nasional secara keseluruhan, peningkatan produksi komoditas kakao dan olahannya akan mempengaruhi kesejahteraan petani kakao di Kabupaten Madiun khususnya.

Mengingat pentingnya peran komoditas kakao dan potensi pengembangan produk olahannya terhadap perekonomian Kabupaten Madiun, maka sangat relevan apabila dilakukan penelitian mengenai pemasaran dan nilai tambah dari pengolahan biji kakao di Kabupaten Madiun.

Perumusan Masalah

(22)

dari komoditas ini. Negara tujuan ekspor utama biji kakao Indonesia adalah Malaysia, Amerika Serikat, dan Singapura. Rata-rata lebih dari 50 persen biji kakao Indonesia diekspor ke Malaysia, sementara lebih dari 16 persen diekspor ke Amerika Serikat dan lebih dari 13 persen diekspor ke Singapura. Biji kakao Indonesia tersebut diolah di berbagai negara importir tersebut sehingga memiliki nilai jual yang lebih tinggi dan sebagian besar diolah menjadi produk antara untuk dapat diekspor kembali ke negara produsen olahan cokelat akhir seperti Eropa dan juga diekspor kembali ke Indonesia.

Industri kakao Indonesia kedepan memiliki peranan penting khususnya dalam perolehan devisa negara dan penyerapan tenaga kerja, karena industri ini memiliki keterkaitan yang luas baik ke hulu maupun ke hilirnya. Di samping memberikan pendapatan bagi petani melalui penjualan biji kakao, apabila diolah di dalam negeri menjadi kakao olahan (cocoa liquor, cocoa cake, cocoa butter,

dan cocoa powder) atau yang sering dikenal dengan hilirisasi akan dapat meningkatkan nilai tambah kakao, menguatkan struktur industri kakao, menyerap tenaga kerja, meningkatkan pertumbuhan sub sektor ekonomi lainnya dan pengembangan wilayah industri. Saat ini, industri hilir olahan kakao telah berkembang di Indonesia seperti industri cokelat, industri makanan berbasis cokelat (roti, kue, confectionary/kembang gula cokelat), dan penggunaan coklat untuk industri makanan dan minuman secara luas. Selain itu juga dalam skala menengah telah muncul industri olahan kakao yang memproduksi produk kosmetik seperti sabun, scrub, dan produk lulur. Perkembangan agroindustri komoditas kakao selama tahun 2007 hingga 2010 relatif stabil, yaitu sekitar seratus perusahaan. Menurut Kementerian Perindustrian (2011), investasi pada agroindustri kakao sampai dengan tahun 2014 diproyeksikan akan meningkat sejalan dengan pertumbuhan neraca perdagangan komoditas kakao.

Sejak April 2010, pemerintah memberlakukan kebijakan bea keluar untuk biji kakao yang akan diekspor. Menurut teori perdagangan internasional, penerapan bea keluar akan membuat harga ekspor meningkat sedangkan harga domestik akan menurun dibandingkan tanpa kebijakan tersebut. Dengan demikian, secara logika kebijakan ini akan menguntungkan industri pengolahan kakao domestik karena harga bahan baku utamanya akan turun sedangkan bagi eksportir dan petani akan dirugikan karena harga jual biji kakao di tingkat petani dan harga ekspor akan turun. Pada kenyataannya pihak industri pengolahan kakao mendukung kebijakan ini sedangkan para eksportir dan petani menentang. Selain itu, kebijakan ini bertujuan untuk menjamin ketersediaan bahan baku biji kakao dalam negeri dan untuk meningkatkan nilai tambah serta daya saing industri pengolahan dalam negeri.

Di lain pihak, secara tidak langsung kebijakan tersebut akan berdampak kepada petani selaku produsen biji kakao dan meningkatnya persaingan antara industri pengolahan dan eksportir pada rantai pasok kakao dari petani. Kondisi tersebut juga diduga akan mendorong para eksportir dan industri pengolahan untuk membangun hubungan dengan petani dalam meningkatkan rantai pasok kakao yang berdaya saing dan berkelanjutan.

(23)

500 ton) dan PT. Budidaya Kakao Lestari (kapasitas 15 000 ton). Dari kapasitas yang dimiliki kedua industri olahan tersebut PT. Teja Sekawan hanya berproduksi 33 persen (8 000 ton) dari kapasitasnya, begitu juga PT. Budidaya Kakao Lestari (5 000 ton).

Seharusnya dengan kapasitas yang dimiliki oleh kedua industri olahan tersebut, semua biji kakao yang dihasilkan oleh petani di Jawa Timur dapat tersalurkan dan petani tidak mengalami kesulitan dalam mendistribusikan hasilnya. Jika petani lebih mudah dalam memasok produksinya, maka petani akan meningkatkan produksinya yang pada akhirnya akan meningkatkan penghasilan petani. Namun, dua industri olahan tersebut belum maksimal dalam menyerap hasil panen dari petani kakao. Selama ini sekitar 60-70 persen biji kakao dipasok ke luar Jawa Timur tepatnya di pabrik yang berlokasi di Tangerang, sisanya 40 persen diekspor dalam bentuk biji kering.

Kabupaten Madiun sebagai sentra terbesar perkebunan kakao rakyat di Provinsi Jawa Timur. Pengembangan perkebunan kakao rakyat di Kabupaten Madiun masih memiliki peluang dan potensi yang cukup besar, terutama bila dikaitkan dengan kehidupan masyarakat yang sebagian besar masih mengandalkan perkebunan sebagai sumber mata pencaharian utama. Dukungan kebijakan pemerintah daerah dalam pengembangan tanaman kakao, turut memberikan peluang yang besar terhadap pengembangan usaha tanaman kakao di wilayah ini.

Pengusahaan perkebunan kakao di Kabupaten Madiun memiliki karakteristik tingkat produktivitas dan kualitas yang masih rendah. Walaupun mengalami peningkatan luas areal dan produksi biji kakao seringkali tidak diikuti dengan peningkatan pendapatan yang signifikan, hal ini dikarenakan posisi tawar (bargaining position) petani lemah yang menyebabkan petani mendapatkan nilai jual biji kakao yang rendah.

Pengusahaan tanaman perkebunan termasuk kakao pada umumnya diorientasikan ke pasar, bukan untuk dikonsumsi sendiri, oleh karena itu sistem pemasaran merupakan hal yang harus mendapatkan perhatian dalam memproduksi suatu komoditas. Selain itu juga, dalam menghadapi liberalisasi perdagangan pemasaran mempunyai peranan penting dalam meningkatkan daya saing komoditas kakao. Lemahnya sistem pemasaran akan memperlemah daya saing yang selanjutnya akan mengurangi pendapatan pelaku usaha.

(24)

pemasaran komoditas pertanian adalah mata rantai alur produk yang dilalui dari mulai petani sampai dengan konsumen sangat panjang sehingga secara umum saluran pemasaran komoditas kakao diindikasikan banyak pelaku yang terlibat baik langsung maupun tidak langsung dalam pengaliran komoditas tersebut. Menurut Dinas Perkebunan Kabupaten Madiun (2008), terdapat perjenjangan pedagang untuk penjualan produksi perkebunan oleh petani yaitu pedagang pengumpul tingkat dusun, pedagang desa, dan pedagang kecamatan.

Pada sistem pemasaran terdapat aliran pemasaran dimana pada setiap tingkatannya akan terbentuk nilai tambah tersendiri. Pemasaran biji kakao yang dilakukan pada aliran pemasaran yang terdapat di Kabupaten Madiun merupakan salah satu kegiatan untuk menambah nilai, dimana dengan proses pemasaran akan menyebabkan pertambahan nilai yang dilihat dari sudut adanya pertambahan harga jual biji kakao. Maka yang menjadi beberapa pertanyaan awal dalam penelitian adalah pemasaran biji kakao di Kabupaten Madiun secara umum dengan melihat rantai pasok? Dan aktivitas-aktivitas yang menambah nilai ( value-added activities) yang dilakukan para pelaku pada rantai pasok biji kakao serta bagaimana distribusi nilai tambahnya yang terjadi di Kabupaten Madiun.

Pada proses pemasaran biji kakao, lembaga perantara memegang peranan yang penting dalam mata rantai aliran biji kakao, hal ini menyebabkan perbedaan tingkat harga di tiap-tiap lembaga pemasaran, sehingga memungkinkan bekerjanya sistem pemasaran yang kurang efisien. Maka yang menjadi pertanyaan berikutnya dalam penelitian adalah pilihan saluran pemasaran (marketing channel choice) yang dilakukan petani pada rantai pasok biji kakao yang terjadi di Kabupaten Madiun? Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi pilihan petani kakao?

Adanya pengolahan hasil dan perbaikan mutu hasil produksi akan berpengaruh terhadap penerimaan marjin dan insentif yang diterima oleh petani, pedagang maupun industri olahan. Kabupaten Madiun merupakan sentra perkebunan kakao rakyat paling besar di Jawa Timur yang dikelilingi oleh beberapa kabupaten sentra tanaman kakao, seperti Lumajang, Malang, Kediri, Jombang, Tulungagung, Trenggalek, Nganjuk, Pacitan, Ngawi, Ponorogo, dan Blitar. Dengan kondisi yang ada, seharusnya Kabupaten Madiun dapat mendirikan pabrik pengolahan biji kakao dan cokelat yang akan berdampak positif terhadap laju perekonomian di daerah tersebut, baik terhadap petani kakao maupun pedagang. Dari uraian tersebut, yang menarik untuk dipertanyakan adalah nilai tambah yang dihasilkan dari pengolahan biji kakao menjadi produk turunannya jika hal tersebut dilakukan di Kabupaten Madiun.

Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah yang telah diuraikan sebelumnya, penelitian ini bertujuan untuk menganalisis:

1. Performance rantai pasok biji kakao di Kabupaten Madiun.

(25)

3. Faktor yang mempengaruhi pilihan saluran pemasaran (marketing channel choice) yang dilakukan petani pada rantai pasok biji kakao di Kabupaten Madiun.

4. Besarnya nilai tambah yang dihasilkan dari pengolahan biji kakao menjadi produk turunannya di Kabupaten Madiun.

Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi rekomendasi kebijakan yang mendukung pengembangan agribisnis kakao untuk meningkatkan kesejahteraan petani kakao Indonesia pada umumnya dan Kabupaten Madiun pada khususnya. Selain itu, hasil penelitian ini diharapkan dapat sebagai rujukan bagi peneliti yang akan melakukan penelitian terkait dengan rantai pasok, pilihan saluran pemasaran, dan nilai tambah pada komoditas perkebunan.

Ruang Lingkup dan Keterbatasan Penelitian

Penelitian ini mencakup tiga aspek penting. Pertama, menganalisis

performance rantai pasok biji kakao di Kabupaten Madiun dengan menggunakan

Food Supply Chain Network (FSCN). FSCN merupakan kerangka analisis yang tepat dalam melihat performance rantai pasok dari produk pertanian maupun pangan, dimana dalam penelitian ini adalah biji kakao. Pada FSCN dapat dilakukan penilaian kinerja rantai pasok, untuk mengetahui kepuasan konsumen dan seluruh anggota rantai pasok. Pengukuran kinerja rantai pasok dapat dilihat dengan efisiensi pemasaran yang mencerminkan efisiensi rantai pasok. Semua anggota rantai pasok berada pada Kabupaten Madiun, kecuali konsumen perantara yaitu pedagang besar yang berada di Kabupaten Blitar dan Kota Yogyakarta.

Kedua, menganalisis pilihan saluran pemasaran yang dilakukan oleh petani kakao di Kabupaten Madiun dalam menjual biji kakao kering yang dihasilkan. Keputusan dalam memilih saluran pemasaran merupakan keputusan penting dalam manajemen rantai pasok. Banyak hal yang mempengaruhi keputusan petani kakao dalam menentukan pilihan saluran pemasaran. Faktor-faktor yang diduga mempengaruhi diantaranya umur petani, lama bertani, pendidikan petani, hasil panen biji kakao kering, harga biji kakao kering per kilogram, dan mata pencaharian utama petani kakao.

Ketiga, menganalisis nilai tambah yang dihasilkan dari pengolahan biji kakao di Kabupaten Madiun yang masih dalam tahap pengembangan. Pengolahan biji kakao dilakukan oleh industri skala kecil dan menengah yang menghasilkan produk antara kakao dengan menggunakan bahan baku biji kakao fermentasi.

(26)
(27)

2 TINJAUAN PUSTAKA

Rantai Pasok

Pemasaran yang efisien merupakan tujuan yang ingin dicapai dalam suatu sistem pemasaran yang dapat dilihat dari adanya kepuasan pihak-pihak yang terlibat yaitu produsen, konsumen akhir dan lembaga-lembaga pemasaran. Sistem pemasaran yang efisien akan tercipta apabila terdapat kerjasama dan dukungan dari pihak-pihak yang terlibat dalam pemasaran tersebut. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Kamdem (2012) dan Jano dan Mainville (2007), untuk meningkatkan efisiensi pemasaran petani kakao dan pengembangan pasar kakao diperlukan adanya dukungan kelembagaan. Salah satu bentuk dukungan kelembagaan adalah dengan adanya organisasi berupa koperasi. Koperasi dapat memiliki fungsi banyak hal diantaranya melakukan pemantauan terhadap nilai dan standar kakao di seluruh rantai pemasaran, melakukan koordinasi di antara seluruh lembaga pada rantai pemasaran, dan menyampaikan infomasi secara terbuka mengenai hal-hal yang terkait dengan pengembangan kakao.

Kerjasama antara anggota rantai pasok dapat meningkatkan kinerja dari rantai pasok. Fu dan Piplani (2004) telah melakukan penelitian mengenai kolaborasi antara pemasok dan distributor dan nilai yang terdapat dalam rantai. Kolaborasi telah diakui sebagai sebuah proses penting untuk menciptakan nilai dalam manajemen rantai pasok. Penelitian tersebut bertujuan untuk mengevaluasi nilai dari kolaborasi yang penting untuk mengembangkan mekanisme kolaborasi yang efektif antara pemasok dan distributor dalam rantai pasok. Dengan membandingkan dua skenario, pertama yaitu skenario tradisional, distributor tidak menyadari keputusan persediaan pemasok dan hanya membuat keputusan persediaan sendiri sesuai dengan informasi yang tersedia. Dalam skenario kedua adanya kolaborasi supply-side, distributor memperhatikan kebijakan persediaan pemasok dan tingkat layanan yang direncanakan seperti yang disediakan oleh pemasok. Percobaan numerik menunjukkan bahwa kolaborasi supply-side

memiliki kemampuan untuk meningkatkan kinerja rantai pasok dalam hal efek stabilisasi yang lebih baik dan tingkat pelayanan.

Rajagopal et al., (2009), dalam penelitian mengenai efektivitas kemitraan rantai pasok dengan tujuan untuk mengetahui faktor yang menentukan secara signifikan dalam kemitraan rantai pasok yang dapat diterapkan oleh perusahaan-perusahaan untuk meningkatkan efektivitas. Faktor-faktor yang paling sering diperhitungkan ketika menerapkan dan mengelola kemitraan adalah arus informasi, infrastruktur rantai pasok, hubungan organisasi, dan pembagian sumber daya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pembagian sumber daya memiliki pengaruh positif pada kemitraan rantai pasok dan meningkatkan kemitraan skala juga akan menyebabkan peningkatan efektivitas kemitraan rantai pasok.

(28)

Bentuk inovasi dapat berupa pembagian sistem informasi, koordinasi transportasi, pergudangan, penjadwalan produksi dan distribusi, pengemasan, dan penerimaan.

Saluran Pemasaran Komoditas Pertanian

Karakteristik yang unik pada pemasaran komoditas pertanian adalah mata rantai alur produk yang dilalui dari mulai petani sampai dengan konsumen sangat panjang sehingga diindikasikan banyak pelaku yang terlibat baik langsung maupun tidak langsung dalam pengaliran komoditas tersebut yang pada akhirnya membentuk banyak saluran pemasaran. Tiap lembaga pemasaran memiliki perilaku yang berbeda, sehingga petani kakao akan memilih saluran mana yang akan menguntungkannya. Untuk mencapai pendapatan yang diharapkan petani, dalam memasarkan produk yang dihasilkannya melihat beberapa hal seperti, banyak produksi, lokasi pemasaran, biaya pengangkutan, saluran, dan sifat persaingan.

Berdasarkan penelitian-penelitian yang dilakukan Loilatu (2006), Baktiawan (2008), Higuchi et al., (2012), Ogunleye dan Oladeji (2007), Zivenge dan Karavina (2012), Ferto dan Szabo (2002), dan Sharma et al., (2009) mengenai pilihan saluran pemasaran pada komoditas kakao dan kopi serta agribisnis lainnya ada beberapa hal yang dapat dilihat diantaranya:

1. Petani lebih cenderung memilih memasarkan hasil panennya kepada lembaga pemasaran dengan melihat faktor kemudahan transaksi dapat berupa waktu pembayaran oleh pembeli setelah produk dijual dan biaya negosiasi serta biaya transaksi, faktor harga yang lebih baik, biaya transportasi, dan ketidakpastian pada grading produk serta ada tidaknya insentif yang diberikan oleh saluran pemasaran. Selain faktor eksternal seperti yang disebutkan sebelumnya, terdapat juga faktor internal yaitu faktor sosio-ekonomi petani (luas lahan, usia, dan pendidikan) dan pemenuhan kebutuhan hidup keluarganya.

2. Pemasaran komoditas kakao kurang memperhatikan dan sering mengabaikan mutu biji kakao yang dihasilkan terutama menyangkut fermentasi, hal ini dikarenakan tidak adanya insentif harga bagi petani dalam menjaga mutu biji kakao yang dihasilkan, sehingga biji kakao kering yang dihasilkan oleh petani kakao bermutu rendah atau asalan dan fermentasi yang tidak sempurna. 3. Adanya hubungan yang sangat kuat terjadi pada pedagang pengumpul dengan

pedagang besar dan eksportir, hal ini terlihat dari cukup tersedianya informasi harga yang diperoleh di setiap level lembaga pemasaran. Di samping itu, terdapat jalinan kerjasama antara lembaga pemasaran tersebut dalam permodalan. Namun, hal tersebut tidak terjadi pada petani yang tidak mendapatkan informasi harga, bahkan jikapun ada arus informasi tersebut menjadikan petani sebagai penerima harga. Akibatnya petani terkadang menjadi pihak yang cukup dirugikan.

(29)

seperti distribusi pendapatan antara anggota sebagai insentif untuk menghasilkan komoditas dengan kualitas baik.

Karakteristik atau faktor-faktor yang mempengaruhi dalam hal ini adalah petani untuk memilih saluran pemasaran dapat dianalisis dengan model logistik untuk dua kategori ataupun model multinomial logistik untuk pilihan yang lebih dari dua kategori. Pada penelitian yang dilakukan oleh Higuchi et al., (2012) terdapat dua kategori pilihan saluran pemasaran yaitu organisasi dan perantara sehingga digunakan metode logistik biner. Begitu juga pada penelitian yang dilakukan oleh Zivenge dan Karavina (2012), terdapat dua kategori pilihan saluran pemasaran yaitu pasar formal dan pasar informal sehingga digunakan metode logistik biner. Sedangkan untuk penelitian yang dilakukan oleh Ferto dan Szabo (2002), terdapat empat pilihan saluran pemasaran berdasarkan biaya transaksi yaitu pasar grosir, grosir, koperasi pemasaran dan organisasi produsen. Sehingga model yang diterapkan adalah sebuah model logit multinomial. Model tersebut juga diterapkan dalam penelitian yang dilakukan oleh Sharma et al., (2009) dengan tiga pilihan saluran pemasaran, yaitu saluran modern berupa koperasi, saluran modern berupa organisasi swasta, saluran tradisional.

Nilai Tambah Komoditas Pertanian

Peningkatan nilai tambah pada produk primer komoditas pertanian menjadi salah satu langkah agar dapat meningkatkan pendapatan petani terutama di wilayah pedasaan. Cowan (2002) menyatakan bahwa dari tahun 1910 hingga 1990, kondisi farmer’s share di Amerika Serikat terhadap produk domestik bruto (PDB) sistem pangan keseluruhan turun dari 21 persen menjadi lima persen, sementara sumbangan input pertanian dan subsektor distribusi meningkat dari 13 persen menjadi 30 persen. Hal ini menunjukkan adanya peran penciptaan nilai tambah produk pertanian pada strategi pembangunan ekonomi pedesaan di masa depan. Dengan menambah dan mengambil nilai dari komoditas untuk diproses secara lokal, maka peningkatan nilai tambah akan memberikan keuntungan bagi rumah tangga petani, usaha pedesaan, dan masyarakat pedesaan melalui lapangan kerja baru, upah yang lebih tinggi, pasar baru untuk komoditas pertanian, dan meningkatkan ekonomi pedesaan dan sekitarnya. Saat ini pertanian Amerika Serikat, sudah bergeser dari awalnya berproduksi komoditas pertanian menjadi produk pertanian, perusahaan agribisnis yang terintegrasi secara vertikal semakin mengorganisir produksi dan lebih dalam pada rantai nilai agro-food. Banyak petani dan peternak yang mengantisipasi perubahan tersebut dan berpartisipasi di dalamnya, misalnya, dengan membentuk koperasi nilai tambah.

Menurut Agricultural Development International (2008), sebelum memutuskan untuk memasuki pasar baru harus terlebih dahulu menentukan bisnis yang paling menguntungkan. Hal ini sangat penting bagi orang-orang miskin yang memiliki sumber daya yang terbatas sehingga tidak memilih pasar yang salah. Pendapatan, biaya, dan marjin harus dibandingkan dalam rantai nilai (kedua saluran pemasaran yang berbeda dan rantai produk yang berbeda). Selain itu juga potensi scaling up dan investasi yang diperlukan harus diselidiki.

(30)
(31)

3 KERANGKA PEMIKIRAN

Kerangka Pemikiran Teoritis

Rantai Pasok

Rantai pasok terdiri atas semua pihak yang terlibat, baik secara langsung maupun tidak langsung dalam pemenuhan permintaan pelanggan, tidak hanya meliputi produsen dan pemasok tetapi juga transportasi, pergudangan, pengecer, bahkan pelanggan sendiri (Chopra dan Meindl, 2007). Rantai pasok merupakan jaringan organisasi yang dilibatkan dalam pemindahan material, informasi, dan uang sebagai aliran bahan baku dari sumber masing-masing kemudian melewati proses produksi hingga bahan baku tersebut dikirimkan sebagai produk akhir atau jasa untuk konsumen akhir (Summer, 2009).

Jonsson (2008) menyatakan bahwa manajemen rantai pasok meliputi perencanaan dan pengelolaan semua kegiatan yang terlibat dalam sumber dan pengadaan, konversi, dan semua kegiatan manajemen logistik. Hal ini juga mencakup koordinasi dan kolaborasi dengan masing-masing saluran seperti pemasok, perantara, penyedia layanan pihak ketiga, dan pelanggan. Masalah penawaran dan permintaan terjadi di seluruh rantai dan rantai pasok menghubungkan semua komponen dengan tujuan untuk memenuhi permintaan konsumen (Summer, 2009). Lambert (2008) juga menyatakan bahwa manajemen rantai pasok adalah integrasi dari proses bisnis utama dari pengguna akhir melalui pemasok yang menyediakan produk, layanan, dan informasi yang meningkatkan nilai tambah bagi pelanggan dan stakeholder lainnya.

Pada beberapa pengertian di atas, maka dapat diambil kesimpulan bahwa rantai pasok adalah kumpulan organisasi yang terintegrasi untuk pemenuhan kebutuhan konsumen mulai dari bahan baku hingga produk akhir di tangan konsumen. Manajemen rantai pasok merupakan proses perencanaan, pengorganisasian, pengontrolan pada integrasi antar organisasi ini.

Manajemen Rantai Pasok

Pada dasarnya, organisasi yang efektif akan fokus untuk menciptakan nilai bagi pelanggan dan rantai pasok yang efektif akan mendukung proses penciptaan nilai tersebut (Chopra dan Meindl, 2007). Menurut Anatan dan Ellitan (2007), aplikasi manajemen rantai pasok pada dasarnya memiliki tiga tujuan utama yaitu penurunan biaya (cost reduction), penurunan modal (capital reduction), dan perbaikan layanan (service improvement).

(32)

arus logistik) transporter, gudang, pengecer, organisasi pelayanan, dan konsumen sendiri.

Pada Gambar 5 menggambarkan rantai pasok yang general di tingkat organisasi dalam konteks jaringan rantai pasok secara lengkap. Setiap perusahaan diposisikan dalam lapisan jaringan dan setidaknya memiliki satu rantai pasok tetapi biasanya memiliki beberapa (bervariasi) pemasok dan pelanggan pada waktu yang sama dan dari waktu ke waktu. Pihak lain dalam jaringan mempengaruhi kinerja rantai. Oleh karena itu, analisis rantai pasok sebaiknya dilakukan atau dievaluasi dalam konteks Food Supply Chain Network (FSCN). Lazzarini et al., (2001) mengacu pada 'netchain' dan mendefinisikan sebagai "sebuah jaringan diarahkan pelaku yang bekerja sama untuk membawa produk kepada pelanggan".

Penggunaan FSCN dapat mengidentifikasi lebih dari satu rantai pasok dan lebih dari satu proses bisnis, baik paralel dan sekuensial dalam waktu. Akibatnya, organisasi mungkin memainkan peran yang berbeda dalam pengaturan rantai yang berbeda dan karena itu berkolaborasi dengan mitra rantai yang berbeda, yang mungkin menjadi pesaing mereka dalam pengaturan rantai lainnya. Singkatnya, pelaku rantai mungkin terlibat dalam rantai pasok yang berbeda dalam FSCNs yang berbeda, berpartisipasi dalam berbagai proses bisnis yang berubah seiring waktu dan di mana berubah secara dinamis.

Gambar 5 Skema diagram rantai pasok dari perspektif pengolah

Sumber: Lazzarini et al., 2001

(33)

Manajemen rantai pasok yang baik akan memiliki beberapa manfaat yaitu dapat mengurangi biaya distribusi sehingga dapat memperoleh keuntungan yang tinggi dan berpotensi menetapkan harga yang rendah untuk konsumen. Manajemen yang baik juga dapat mengembangkan pelayanan bagi pelanggan sebagai hasil pengembangan aliran informasi, pengiriman yang lebih cepat dan pengembalian produk yang lebih mudah (Levens, 2010). Dengan demikian perusahaan mampu meningkatkan nilai tambah pada produk tersebut.

Tujuan dari setiap rantai pasok adalah memaksimalkan keseluruhan nilai yang dihasilkan. Secara umum, nilai rantai pasok yang dihasilkan adalah selisih antara nilai produk akhir untuk pelanggan dan biaya rantai pasok yang timbul untuk memenuhi permintaan pelanggan. Untuk kebanyakan rantai pasok komersial, nilai akan sangat berkorelasi dengan profitabilitas rantai pasok. Kesuksesan rantai pasok dihitung berdasarkan kondisi keseluruhan rantai pasok bukan dari kondisi masing-masing tahap dalam rantai pasok (Chopra dan Meindl, 2007). Dengan demikian, tujuan dari rantai pasok adalah menciptakan nilai produk baik nilai bagi pelanggan seperti pemenuhan permintaan secara tepat maupun nilai bagi perusahaan berupa profit yang lebih tinggi.

Saluran Pemasaran

Pemasaran adalah suatu proses sosial dan manajerial dimana individu-individu dan kelompok-kelompok mendapatkan apa yang mereka butuhkan dan inginkan melalui penciptaan, penawaran, dan pertukaran produk-produk yang bernilai (Kotler, 1997). Tujuan utama sebuah perusahaan dalam melakukan pemasaran adalah untuk memaksimalkan keuntungan melalui pemenuhan kebutuhan konsumen.

Menurut Kotler (1997), tiga fungsi pokok pemasaran yaitu (1) fungsi pertukaran adalah kegiatan yang memperlancar perpindahan hak milik dari barang dan jasa yang dipasarkan yang terdiri atas fungsi pembelian dan fungsi penjualan; (2) fungsi fisik, merupakan semua kegiatan yang berlangsung dengan barang atau jasa sehingga menimbulkan kepuasan tempat, bentuk dan waktu. Kegiatan yang termasuk ke dalam fungsi fisik adalah kegiatan penyimpanan, pengolahan dan pengangkutan; (3) fungsi fasilitas, merupakan semua kegiatan yang bertujuan untuk memperlancar kegiatan pertukaran yang terjadi antara produsen dan konsumen. Untuk menjalankan fungsi-fungsi pemasaran akan diperlukan beberapa jasa pendukung lainnya, antara lain jasa pengolahan pasca panen (seperti pembersihan, penyimpanan, pemeliharaan) dan jasa transportasi.

(34)

Saluran pemasaran melaksanakan tugas memindahkan barang dari produsen ke konsumen yang mengatasi kesenjangan waktu, tempat, dan kepemilikan yang memisahkan barang dan jasa dari orang-orang yang membutuhkan atau menginginkannya. Menurut Kotler (2005), anggota-anggota saluran pemasaran melaksanakan sejumlah fungsi utama yaitu:

1. Mengumpulkan informasi mengenai calon pelanggan dan pelanggan sekarang, pesaing, dan pelaku serta kekuatan lainnya dalam lingkungan pemasaran tersebut.

2. Mengembangkan dan menyebarkan informasi persuasif untuk merangsang pembelian.

3. Mencapai kesepakatan mengenai harga dan ketentuan-ketentuan lain sehingga peralihan kepemilikan dapat terlaksana.

4. Melakukan pemesanan kepada produsen.

5. Memperoleh dana untuk membiayai persediaan pada tingkat yang berbeda dalam saluran pemasaran.

6. Menanggung resiko yang berhubungan dengn pelaksanaan fungsi pemasaran. 7. Mengatur kesinambungan penyimpanan dan perpindahan produk-produk

fisik.

8. Mengatur pelunasan tagihan kepada pembeli melalui bank dan lembaga keuangan lainnya. Mengawasi peralihan kepemilikan aktual dari suatu organisasi atau orang kepada organisasi atau orang lainnya.

Lembaga-lembaga yang terlibat dalam penyaluran produk akhir dari perusahaan hingga ke tangan konsumen disebut sebagai lembaga pemasaran. Lembaga tersebut antara lain pedagang besar, pengecer, agen, dan fasilitator. Saluran mungkin terdiri atas satu atau lebih lembaga di mana masing-masing memiliki peranan yang berbeda seperti produksi, pengumpulan, sortasi, transportasi, promosi, penetapan harga, dan penjualan barang atau jasa pada konsumen.

Saluran pemasaran memiliki panjang yang berbeda-beda. Bentuk saluran pemasaran yang paling sederhana adalah pemasaran langsung atau langsung atau

zero-level channel, dimana produsen sekaligus memasarkan produk atau jasanya langsung kepada konsumen. Sedangkan pemasaran tidak langsung melibatkan satu atau lebih perantara antara produsen dan konsumen. Dengan adanya perantara tersebut, efisiensi dan efektivitas saluran pemasaran akan tercapai. Pemasaran langsung maupun tidak langsung dapat dilakukan dengan cara business to consumer (B2C) atau business to business customers (B2B). Contoh saluran pemasaran dapat dilihat pada Gambar 6. Pada Gambar 6, saluran satu merupakan saluran pemasaran langsung sedangkan sisanya merupakan saluran pemasaran tidak langsung.

Logistik

(35)

merupakan bagian yang sangat penting dalam logistik. Dari aliran bahan dan informasi maka akan tercipta aliran dana. Ketiga aliran tersebut dapat dilihat pada Gambar 7.

Gambar 6 Saluran pemasaran konsumen Sumber: Kotler and Armstrong (2004)

a. Aliran Bahan

Aliran bahan berasal dari sumber bahan baku untuk pengguna akhir yang secara tradisional dilihat sebagai aliran utama dalam logistik. Dalam sebuah perusahan manufaktur, bahan baku dan komponen mengalir di dalam dan melalui perusahaan, sedangkan produk-produk mengalir keluar dari perusahan menuju pelanggan. Aliran bahan dalam arah yang berlawanan dari pelanggan ke pemasok melalui sistem produksi, klaim, dan daur ulang disebut aliran bahan terbalik.

Gambar 7 Aliran sistem logistik dalam dan diantara perusahaan Sumber: Jonsson (2008)

Aliran fisik bahan dapat dihubungkan dengan empat komponen sistem yang berbeda tergantung pada jenis aliran tersebut. Hal tersebut adalah transportasi, penanganan bahan, penyimpanan, dan kemasan. Gerakan fisik dapat terjadi antara pabrik dan di dalam pabrik. Transport mengacu pada gerakan bahan antara pabrik, misalnya antara perusahaan manufaktur menuju toko. Penanganan bahan berhubungan dengan penerimaan barang, penyimpanan, dan penarikan dari toko-toko serta transportasi di dalam pabrik. Transportasi dan penanganan bahan berlangsung di beberapa tipe toko, yang berkaitan dengan aliran bahan. Bahan-bahan yang mengalir tersebut ditutupi oleh kemasan. Desain kemasan memiliki

Saluran 1

Saluran 2

Saluran 3

Saluran 4 Pengecer

Pabrikan Konsumen

Konsumen

Konsumen

Konsumen Pabrikan

Pengecer

Pengecer Pabrikan

Pabrikan

Pemborong Pedagang

Besar

Pedagang Besar

Supplier Information flow Customer

Material flow

(36)

pengaruh langsung pada transportasi, penganganan bahan dan penyimpanan. Oleh karena itu kemasan dapat dilihat sebagai komponen lain terkait aliran material dari sistem logistik.

b. Aliran Informasi

Sebuah aliran bahan yang efisien memanfaatkan sumber daya secara efisien dan sesuai dengan permintaan pelanggan. Untuk menyeimbangkan akses dan penggunaan sumber daya yang diperlukan baik jangka panjang maupun jangka pendek memerlukan informasi mengenai kebutuhan pelanggan, kapasitas yang tersedia, bahan-bahan yang terdapat di perusahaan individu, dan kapasitas pemasok untuk menyampaikan. Arus informasi dalam sistem logistik merupakan prasyarat untuk aliran bahan yang efisien. Informasi tentang permintaan saat ini dan masa yang akan datang, terdiri atas informasi penjualan, perkiraan informasi dan informasi permintaan pelanggan. Informasi dibuat secara internal dalam perusahaan dilihat dari perkiraan penjualan, tetapi juga disampaikan dari pelanggan dalam bentuk permintaan pelanggan, statistik penjualan, rencana dan sebagainya. Kebutuhan informasi permintaan dalam sistem logistik menimbulkan beberapa aliran informasi.

Informasi tentang kapasitas penyampaian pemasok juga diperlukan untuk memungkinkan arus efisien bahan. Informasi ini diperlukan agar perencaaan dan pelaksanaan peningkatan nilai tambah dapat dilakukan seefisien mungkin, tetapi juga untuk dapat mempertahankan layanan pasokan yang baik kepada pelanggan. Informasi dapat terdiri atas informasi saldo saham, konfirmasi permintaan, pemberitahuan pengiriman.

c. Aliran Dana

Sebagai akibat dari aliran bahan dari pemasok ke pelanggan, aliran dana muncul dalam arah yang berlawanan. Pembayaran dimulai dari faktur atau dengan mekanisme lain yang disepakati. Klaim yang timbul dari produk yang dijual dapat memulai aliran dana dari pemasok kepada pelanggan.

   

Efisiensi Pemasaran

Efisiensi sistem pemasaran merupakan tujuan akhir yang ingin dicapai dalam suatu sistem pemasaran. Efisiensi pemasaran dapat tercapai jika sistem tersebut dapat memberikan kepuasan pihak-pihak yang terlibat yaitu produsen, konsumen akhir dan lembaga-lembaga pemasaran. Sistem pemasaran yang efisien akan tercipta apabila seluruh lembaga pemasaran yang terlibat dalam kegiatan memperoleh kepuasan dengan aktivitas pemasaran tersebut (Limbong dan Sitorus, 1987). Pemasaran yang efisien adalah kegiatan pemasaran yang dilakukan dengan mengoptimalkan input tanpa mengurangi kepuasan konsumen.

(37)

dari penggunaan sumber daya produksi dari sisi produksi dan pemasaran (Dahl dan Hammond, 1977).

Menurut Kohls dan Uhls (2002), pendekatan yang digunakan dalam efisiensi pemasaran ada dua cara, yaitu efisiensi operasional dan efisiensi harga. Efisiensi operasional berhubungan dengan penanganan aktivitas-aktivitas yang dapat meningkatkan rasio dari output-input pemasaran. Efisiensi operasional biasanya dapat diukur dari marjin pemasaran, analisis farmer’s share, analisis rasio keuntungan atas biaya, analisis fungsi-fungsi pemasaran, dan kelembagaan dari analisis S-C-P (structure, conduct, and performance). Efisiensi harga menekankan kepada kemampuan dari sistem pemasaran yang sesuai dengan keinginan konsumen (Dahl dan Hammond,1977). Menurut Kohls dan Uhls (2002), efisiensi harga mengukur seberapa kuat harga pasar menggambarkan sistem produksi dan biaya pemasaran. Efisiensi harga biasanya diukur dari korelasi harga komoditas yang sama pada tingkat pasar yang berbeda.

   

Marjin Pemasaran

Marjin pemasaran merupakan perbedaan atau selisih harga yang dibayarkan konsumen akhir dengan harga yang diterima petani produsen. Marjin pemasaran dapat dikatakan juga sebagai nilai dari jasa-jasa pelaksanaan kegiatan pemasaran, mulai dari tingkat produsen hingga tingkat konsumen akhir yang dilakukan oleh lembaga-lembaga pemasaran. Marjin pemasaran sebagai bagian dari harga konsumen yang tersebar pada setiap lembaga pemasaran yang terlibat (Kohls and Uhls, 2002). Pengeluaran yang harus dilakukan untuk menyalurkan produk dari produsen ke konsumen disebut biaya pemasaran.

(38)

Gambar 8 Marjin pemasaran Sumber: Dahl dan Hammond (1977) Keterangan:

Pr : Harga di tingkat pengecer Sr : Penawaran di tingkat pengecer Dr : Permintaan di tingkat pengecer Pf : Harga di tingkat petani Sf : Penawaran di tingkat petani Df : Permintaan di tingkat petani

Qrf : Jumlah keseimbangan ditingkat petani dan pengecer MP : Marjin pemasaran

   

Farmer’s Share

Bagian yang diterima petani (farmer’s share) merupakan perbandingan harga yang diterima petani dengan harga yang dibayar konsumen dan dinyatakan dalam persentase (Limbong dan Sitorus, 1987). Farmer’s share (FS) didapatkan dari hasil bagi antara Pf dan Pr, dimana Pf adalah harga di tingkat petani dan Pr adalah harga yang dibayarkan oleh konsumen akhir. Besarnya farmer’s share

biasanya dipengaruhi oleh: (1) tingkat pemrosesan, (2) biaya transpotasi, (3) keawetan, dan (4) jumlah produk.

Rendahnya biaya pemasaran suatu komoditas belum tentu dapat mencerminkan efisiensi yang tinggi. Salah satu indikator yang berguna dalam melihat efisiensi kegiatan pemasaran adalah dengan membandingkan bagian yang diterima petani (farmer’s share) terhadap harga yang di bayar konsumen akhir.

Farmer’s share yang tinggi tidak mutlak menunjukkan bahwa pemasaran berjalan dengan efisien. Hal ini berkaitan dengan besar kecilnya manfaat yang ditambahkan pada produk (nilai tambah) yang dilakukan lembaga perantara atau pengolahan untuk memenuhi kebutuhan konsumen. Faktor yang penting diperhatikan adalah total penerimaan yang didapat oleh produsen dari hasil penjualan produknya. Farmer’s share mempunyai hubungan negatif dengan marjin pemasaran. Sehingga semakin tinggi marjin pemasaran, maka bagian yang diterima oleh petani semakin rendah.

(39)

Rasio Keuntungan dan Biaya

Tingkat efisiensi suatu sistem pemasaran dapat dilihat dari rasio keuntungan terhadap biaya pemasaran. Rasio keuntungan dan biaya menunjukkan perbandingan antara biaya yang dikeluarkan dengan keuntungan yang dihasilkan. Angka rasio keuntungan dan biaya sama dengan satu menunjukkan bahwa keuntungan yang dihasilkan sama besar dengan biaya yang dikeluarkan dan lebih besar dari satu menunjukkan bahwa keuntungan lebih besar daripada biaya yang telah dikeluarkan. Semakin meratanya marjin pemasaran dan rasio keuntungan terhadap biaya pemasaran, menunjukkan bahwa maka secara operasional sistem pemasaran tersebut semakin efisien.

 

Nilai Tambah

Komoditas pertanian pada umumnya mempunyai sifat mudah rusak sehingga perlu langsung dikonsumsi atau diolah terlebih dahulu. Proses pengolahan yang disebut agroindustri, dapat meningkatkan guna bentuk komoditas pertanian. Konsumen yang bersedia membayar output agroindustri dengan harga yang relatif tinggi merupakan insentif bagi perusahaan pengolah.

Kegiatan agroindustri yang dapat meningkatkan nilai tambah komoditas pertanian dalam operasionalnya membutuhkan biaya pengolahan. Salah satu konsep yang sering digunakan untuk membahas biaya pengolahan hasil pertanian adalah nilai tambah. Nilai tambah didefinisikan sebagai pertambahan nilai yang terjadi pada suatu komoditas, karena komoditas tersebut telah mengalami proses pengolahan lebih lanjut dalam suatu proses produksi.

Menurut Hayami et al., (1987) ada dua cara untuk menghitung nilai tambah yaitu nilai tambah untuk pengolahan dan nilai tambah untuk pemasaran. Faktor-faktor yang mempengaruhi nilai tambah pengolahan dapat dikategorikan menjadi dua yaitu faktor teknis dan faktor pasar. Faktor teknis yang berpengaruh adalah kapasitas produksi, jumlah bahan baku yang digunakan dan tenaga kerja. Faktor pasar yang berpengaruh adalah harga output, upah tenaga kerja, harga bahan baku dan nilai input lain selain bahan baku dan tenaga kerja. Besarnya nilai tambah karena proses pengolahan didapat dari pengurangan biaya bahan baku dan input lain terhadap nilai produk yang dihasilkan, tidak termasuk tenaga kerja. Dengan kata lain nilai tambah menggambarkan imbalan bagi tenaga kerja, modal dan manajemen.

(40)

bahan baku terhadap produk akhir semakin lama semakin kecil, artinya pengaruh kualitas bahan baku semakin lama semakin besar.

Salah satu analisis nilai tambah pengolahan yang sering digunakan adalah analisis yang dikemukakan oleh Hayami et al., (1987). Kelebihan dari model analisis yang digunakan oleh Hayami et al., (1987) adalah: (1) lebih tepat digunakan untuk proses pengolahan produk-produk pertanian, (2) dapat diketahui produktivitas produknya, (3) dapat diketahui balas jasa bagi pemilik-pemilik faktor produksi, dan (4) dapat dimodifikasi untuk analisis nilai tambah selain sub sistem pengolahan.

Besar keuntungan yang diterima oleh perusahaan dan imbalan bagi tenaga kerja dapat digambarkan oleh besarnya nilai tambah. Tujuan dari analisis nilai tambah adalah untuk mengukur balas jasa yang diterima pelaku sistem (pedagang) dan kesempatan kerja yang dapat diciptakan oleh sistem komoditas tersebut. Selanjutnya dapat dijelaskan bahwa keuntungan bagi pengolah menunjukkan imbalan terhadap penggunaan faktor-faktor produksi modal dan manajemen. Sedangkan, jika dalam suatu rantai pasok tidak terdapat suatu proses pengolahan langsung maka analisis yang dilakukan adalah analisis nilai tambah pemasaran. Menurut Balk (2002), nilai tambah diperoleh dari perbedaan antara penerimaan dan biaya-biaya yang dikeluarkan, yaitu biaya service, biaya energi, dan biaya material.

Menurut Coltrain et al., (2000), nilai tambah adalah menambah nilai produk dengan mengubah tempat, waktu, dan bentuk menjadi lebih disukai oleh konsumen dalam pasar. Terdapat dua jenis nilai tambah, yaitu inovasi dan koordinasi. Kegiatan inovasi merupakan aktivitas yang memperbaiki proses yang ada, prosedur, produk, dan pelayanan atau menciptakan sesuatu yang baru dengan menggunakan atau memodifikasi konfigurasi organisasi yang telah ada. Sedangkan pengertian dari koordinasi merupakan harmonisasi fungsi dalam keseluruhan bagian sistem. Hal tersebut merupakan peluang dalam meningkatkan koordinasi produk, pelayanan informasi dalam proses produksi pertanian untuk menciptakan imbalan yang nyata dan meningkatkan nilai produk dalam setiap tahap proses produksi pertanian. Konsep nilai tambah bukan hanya terbatas pada fisik produk, tetapi juga pelayanan (service) yang diciptakan (Boadu, 2003).

Kerangka Pemikiran Operasional

Pengembangan agribisnis kakao tidak saja tercermin dari peningkatan luas areal dan produksi, tetapi juga harus diikuti dengan perbaikan mutu hasil dan pemasaran. Sehingga dapat memiliki daya saing baik di pasar nasional, regional maupun internasional, dengan tujuan akhirnya adalah untuk meningkatkan pendapatan petani dan mendatangkan devisa bagi negara.

Gambar

Gambar 8  Marjin pemasaran Sumber: Dahl dan Hammond (1977)
Gambar 9  Kerangka pemikiran operasional penelitian
Gambar 10  Kerangka analisis deskriptif rantai pasok Sumber: Van der Vorst (2006)
Gambar 11  Prosedur analisis model regresi multinomial logit
+7

Referensi

Dokumen terkait

Sejalan dengan uraian yang telah diungkapkan di atas, maka penelitian ini bertujuan untuk: (1) mengungkapkan perilaku wirausaha, kemandirian usaha, kemajuan usaha dan

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi dan mengkaji rantai pasokan rajungan, mengetahui pangsa pasar rajungan dan menganalisis alternatif

Sedangkan bagi kelas bawah, berdasarkan hasil dari proses keputusan pembelian dan Important and Performance Analysis, diketahui bahwa sebagian besar ketidakpuasan konsumen

Ekosistem mangrove memiliki manfaat yang sangat besar bagi masyarakat, khususnya masyarakat yang tinggal di pesisir. Permasalahan yang dihadapi saat ini dalam pengelolaan hutan

Kesesuaian aktivitas wisata rekreasi pantai berdasarkan hasil pengamatan dan perhitungan kesesuaian kawasan merujuk pada Yulianda (2019), diketahui di pantai Clungup, Gatra, dan Tiga

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis perbedaan konsentrasi logam berat terlarut Pb dan Cu yang terdapat di permukaan air dan sedimen pada ekosistem

The results of this study support previous research conducted by Sabdowati 2020 which states that the variables of quality, human resources, use of social media and business capital

Pemanfaatkan Google Trend dengan pemilihan kata kunci yang digunakan dalam penulisan promosi sangat di perlukan karena tingkat persaingan para pelaku bisnis yang memasarkan produk