• Tidak ada hasil yang ditemukan

FINANCIAL FEASIBLITY ANALYSIS AND MARKETING OF COCONUT SUGAR AGROINDUSTRY IN NATAR DISTRICT SOUTH LAMPUNG

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "FINANCIAL FEASIBLITY ANALYSIS AND MARKETING OF COCONUT SUGAR AGROINDUSTRY IN NATAR DISTRICT SOUTH LAMPUNG"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

FINANCIAL FEASIBLITY ANALYSIS AND MARKETING OF COCONUT SUGAR AGROINDUSTRY IN NATAR DISTRICT SOUTH LAMPUNG

By

Eliya Djanatiya1, Ali Ibrahim Hasyim2, Achdiansyah Soelaiman2

This research had purposes to: (1) analyze the financial feasibility of coconut sugar agro-industry in Natar District, South Lampung, (2) analyze the influence of the change in production cost, coconut sugar price and number the production result on financial feasiability of coconut sugar agro-industry in Natar District, South Lampung, (3) analyze the efficiency of coconut sugar marketing system in Natar District, South Lampung.

Location of the research was chosen purposively. The primary data was collected by interviewing farmers and using structured questioners. The secondary data was collected from literatures, news paper, and information from some institutions, such as Horticulture Department and Central Bureau of Statistics. This research lasted for three months, from May until June 2010. The analysis consist of agro-industry financial feasibility such as NPV, IRR, Gross B/C Ratio, Net B/C Ratio, Payback Period, and Sensitivity, and also the analysis of pay off point to know the position of coconut sugar agro-industry’s break event point. In addition, marketing analysis consist of marketing channel, marketing margin, and price transmission elasticity(Et).

The result showed that: (1) sugar coconut agro-industry finansially was feasible and profitable on the accerting interest rate 16% (NPV was Rp. 171,023,442 ; Gross B/C 1.25 ; Net B/C 2.14 ; IRR 38% ; and payback period was 2.9 years), (2) sugar coconut agro-industry was not feasible when the selling price decrease by 18% and the production decrease by 15%, (3) Marketing system of sugar coconut agro-industry was not efficient because the market was oligopsonistic (i.e. Et = 0.94 ; Et < 1).

1. Alumnus of Social Economic Department , Faculty of agriculture, The University of Lampung

2. Lecturer of Social Economic Department , Faculty of agriculture, The University of Lampung

(2)

ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL DAN PEMASARAN AGROINDUSTRI GULA KELAPA DI KECAMATAN NATAR KABUPATEN LAMPUNG

SELATAN Oleh

Eliya Djanatiya 1, Ali Ibrahim Hasyim 2, Achdiansyah Soelaeman 2

Penelitian ini bertujuan untuk : (1) Menganalisis tingkat kelayakan finansial agroindustri gula kelapa di Kecamatan Natar Kabupaten Lampung Selatan.(2) Menganalisis pengaruh adanya perubahan biaya produksi, harga jual gula kelapa, dan jumlah hasil produksi terhadap kelayakan finansial agroindustri gula kelapa di Kecamatan Natar Kabupaten Lampung Selatan. (3) Menganalisis efisiensi sistem pemasaran gula kelapa yang terjadi di Kecamatan Natar Kabupaten Lampung Selatan.

Pemilihan lokasi dilakukan secara sengaja (purposive). Data yang digunakan meliputi data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari kuisioner dan wawancara langsung kepada petani. Data sekunder diperoleh dari berbagai literatur, media cetak dan beberapa instansi seperti BPS, dan Dinas Perkebunan. Pengambilan data dilaksanakan pada bulan Mei dan Juni 2010. Analisis yang dilakukan meliputi kelayakan finansial agroindustri dari perhitungan NPV, IRR, Gross B/C Ratio, Net B/C Ratio, Payback Period, dan Sensitivitas, juga analisis titik impas untuk mengetahui posisi break event point agroindustri gula kelapa serta analisis pemasaran meliputi saluran pemasaran, marjin pemasaran, dan elastisitas transmisi harga (Et).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa : (1) agroindustri gula kelapa layak dan

menguntungkan secara finansial pada tingkat suku bunga 16% (NPV Rp. 65.254.620 ;

(3)

I. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan dari hasil penelitian dan pembahasan, maka dapat disimpulkan sebagai

berikut:

1. Hasil perhitungan menunjukkan bahwa usaha gula kelapa ini menguntungkan

karena pada discount factor 16% per tahun net B/C rasio, sebesar 2,36 (> 1), gross

B/C rasio sebesar 1,31 ( >1), NPV sebesar Rp. 65.254.620,- (> 0) dengan nilai

IRR 45% (> discount rate), dan dapat diketahui bahwa jangka waktu

pengembalian seluruh biaya investasi/PBP (usaha) adalah 2 tahun 3 bulan.

Analisis BEP menunjukkan produksi dan harga minimal yang harus dicapai agar

agroindustri gula kelapa berada pada titik impas adalah 104.598 kg dan harga

jual Rp 3.315,-/kg.

2. bahwa usaha gula kelapa ini lebih sensitif terhadap penurunan harga jual dan

penurunan produksi dibandingkan kenaikan biaya operasional. Dengan

memperhatikan criteria jangka waktu pengembalian investasi (pay back period

usaha ) dan nilai gross B/C, usaha ini sensitif pada penurunan harga jual sebesar

18%, artinya jika penurunan harga lebih besar dari 18% tiap tahunnya usaha ini

menjadi tidak layak atau merugi. Dilihat dari penurunan produksi, usaha gula

kelapa ini sensitif terhadap penurunan produksi sebesar 15%, artinya jika

penurunan produksi lebih besar dari 15% setiap tahunnya, usaha gula kelapa ini

(4)

3. Sistem pemasaran gula kelapa di Desa Mandah Kecamatan Natar Kabupaten

Lampung Selatan belum efisien dilihat dari struktur pasar yang terbentuk

(oligopsoni), terdapat dua saluran pemasaran gula kelapa diman saluran

pemasaran I cukup efisien dibandingkan saluran pemasaran II dilihat dari marjin

pemasaran dan Rasio Profit Marjin (RPM) yang ada, elastisitas transmisi harga

(Et) bernilai 0,94 (Et<1) yang menunjukan bahwa pasar yang terjadi adalah tidak

bersaing sempurna.

B. Saran

Saran yang dapat diberikan dalam penelitian ini adalah:

1. Bagi petani gula kelapa, hasil penelitian ini menunjukkan bahwa agroindustri gula

kelapa layak dan menguntungkan, sehingga petani diharapkan sangat perlu

meningkatkan penggunaan input yang baik sehingga dapat meningkatkan

produksi dan pendapatan yang diperoleh sesuai dengan yang diharapkan. Salah

satunya dengan pengadaan pembudidayaan bibit gula kelapa secara intensif untuk

menggantikan pohon kelapa yang sudah tidak produktiv lagi. Pada pola

pemasaran, petani sebaiknya mengikuti pelatihan mengenai strategi pemasaran

yang baik untuk meningkatkan penjualan produknya dan mendapatkan harga yang

baik.

2. Bagi pemerintah daerah, agar mendorong pengembangan agroindustri gula kelapa

dengan diintensifkannya penyuluhan tentang penerapan pengolahan agroindustri

(5)

memasuki pasar ekspor. Selain itu diharapkan pemberian bantuan pinjaman

modal kepada petani gula kelapa dengan syarat yang mudah, sehingga dapat

mendukung peningkatan produksi dan kualitas produksi gula kelapa yang

(6)

I.

A. Latar Belakang dan Masalah

Perioritas pembangunan di Indonesia diletakkan pada pembangunan bidang ekonomi

dengan titik berat pada sektor pertanian. Pembangunan pertanian diarahkan untuk

meningkatkan produksi pertanian guna memenuhi kebutuhan pangan dan kebutuhan

industri dalam negeri, meningkatkan ekspor, meningkatkan pendapatan petani,

memperluas kesempatan kerja, dan mendorong pemerataan kesempatan berusaha

(Soekartawi, 2003).

Peningkatan pengembangan sektor pertanian menuntut perhatian khusus dari

pemerintah terutama setelah terjadinya penurunan nilai ekspor sektor migas yang

diakibatkan oleh semakin tingginya konsumsi domestik yang diindikatorkan dengan

terjadinya kelangkaan minyak pada tahun 2005 di beberapa propinsi di Indonesia,

salah satunya adalah Propinsi Lampung.

Lampung merupakan salah satu propinsi yang memperkuat landasan

perekonomiannya pada sektor pertanian. Sektor pertanian tersebut cukup mampu

menjadi andalan sebagai penghasil devisa bagi propinsi melalui kegiatan ekspor.

Kontribusi hasil ekspor pertanian tesebut sebagian besar berasal dari komoditas hasil

perkebunan. Komoditas yang diunggulkan di Propinsi Lampung salah satunya adalah

kelapa.

Kelapa merupakan komoditas perkebunan yang sangat potensial untuk dikembangkan

(7)

bermanfaat bagi kehidupan manusia. Itulah sebabnya tanaman ini sudah sejak ratusan

tahun dikenal di seluruh kepulauan nusantara dan telah mampu menjadi salah satu

sandaran hidup bagi para petani karena mampu menghasilkan pendapatan yang cukup

menjanjikan. Kelapa dapat digunakan sebagai bahan baku untuk menghasilkan

berbagai macam produk penting, misalnya minyak kelapa, tepung kelapa, karbon

aktif, gula kelapa, dan lain sebagainya.

Areal pertanaman kelapa di Propinsi Lampung pada tahun terakhir ini tercatat sebesar

145,3 ribu ha dengan tingkat produksi 968.000 Butir Kelapa ( Dinas Perkebunan,

2009).Hal ini menunjukan tanaman kelapa memiliki potensi yang cukup besar untuk

terus dikembangkan lebih lanjut untuk kehidupan saat ini maupun kehidupan

mendatang terutama terhadap tingkat pendapatan petani. Akan tetapi dilihat dari

kenyataan saat ini, dari hasil pendapatan usahatani kelapa tersebut ada kecenderungan

penerimaan hasil yang diperoleh belum mampu menjadi sumber pendapatan utama

bagi petani guna memenuhi kebutuhan keluarga.

Tanaman perkebunan kelapa menduduki urutan kedua setelah tanaman kopi robusta

yang juga diunggulkan, baik itu dalam luas areal pertananaman maupun tingkat

produksinya, hal ini dapat dilihat pada Tabel 1.

Namun apabila dilihat dari luas areal dan produksi tanaman kelapa di Propinsi

Lampung pada tahun sebelumnya jika dibandingkan dengan saat ini terjadi penurunan

luas areal tanam sebesar 2.558 ha dan tingkat produksi 14.832.000 butir. Penurunan

tersebut disebabkan oleh masih rendahnya pengetahuan petani mengenai teknik

(8)

yang berpengaruh secara langsung terhadap produksi tanaman kelapa itu sendiri

sebagai bahan baku pada tahap proses produksi selanjutnya.

Propinsi Lampung merupakan daerah yang sangat potensial dalam mengembangkan

perkebunan kelapa, khususnya Kabupaten Lampung Selatan. Kabupaten Lampung

Selatan memiliki luas areal dan produksi tanaman kelapa terbesar dibandingkan

dengan kabupaten lainnya. Luas areal dan produksi tanaman perkebunan kelapa

menurut kabupaten/kota di Propinsi Lampung tahun 2008 sebesar 31.389 ha dan

265.616.000 butir dengan tingkat produktivitas 1,06 ton/ha, dapat dikatakan bahwa

Kabupaten Lampung Selatan merupakan sentra tanaman kelapa di Propinsi Lampung

(Dinas Perkebunan, 2009).

Berdasarkan luas areal dan produksi jenis komoditi tanaman perkebunan di

Kabupaten Lampung Selatan tahun 2008, tanaman perkebunan kelapa menduduki

urutan pertama dan lebih diunggulkan dibandingkan tanaman perkebunan lainnya

dengan luas areal sebesar 35.351 ha dan produksi sebesar 266.960.000 butir. Hal ini

menunjukan bahwa produktivitas kelapa di kabupaten Lampung selatan pada tahun

2008 hanya sebesar 7.520 butir per ha jauh lebih rendah jika dibandingkan dengan

produktivitas tanaman kelapa dalam keadaan normal yaitu 1.5 – 2.0 ton per ha atau

12.000 butir sampai dengan 16.000 butir keapa per ha (Setyamidjaja, 1995).

Kecenderungan adanya penurunan produktivitas tanaman kelapa ini dapat disebabkan

oleh beberapa faktor. Faktor utama diduga adalah harga keluaran yang kurang

(9)

usahataninya. Untuk meningkatkan posisi tawar petani maka salah satunya adalah

dengan diversifikasi atau penganekaragaman produk dari hasil olahan kelapa.

Menurut Mubyarto (1989), diversifikasi atau penganekaragaman produk dari hasil

pertanian adalah suatu usaha untuk meningkatkan harga jual dari hasil pertanian.

Diversifikasi tersebut dibedakan atas dua macam, yaitu (1) diversifikasi horizontal,

yaitu usaha untuk meningkatkan atau mengganti hasil pertanian yang monokultur

(satu jenis tanaman) ke arah pertanian yang bersifat multikultur (banyak macam), dan

(2) diversifikasi vertikal, yaitu usaha untuk memajukan industri pengolahan

hasil-hasil pertanian dalam sub sistem agroindustri. Agroindustri memiliki peranan yang

cukup penting yakni meningkatkan kesempatan kerja di pedesaan, nilai tambah,

pendapatan bagi petani, dan meningkatkan mutu hasil produksi pertanian yang pada

gilirannya dapat memenuhi syarat memasuki pasar luar negeri (Haryono, 2009).

Kemajuan teknologi dan permintaan pasar hingga saat ini mendorong terjadinya

penganekaragaman produk kelapa, hampir seluruh bagian tanaman kelapa telah dapat

diolah menjadi komoditas yang mempunyai nilai ekonomis. Melalui agroindustri

pengolahan kelapa, diperoleh aneka produk olahan kelapa yang memliki nilai jual

yang relatif tinggi, sehingga memiliki peluang yang sangat besar untuk

dikembangkan. Salah satu industri pengolahan hasil pertanian (tanaman kelapa)

adalah agroindustri gula kelapa, yaitu industri yang mengolah nira kelapa yang

dilakukan oleh pengrajin gula kelapa skala kecil (rumah tangga). Pengolahan nira

kelapa menjadi gula kelapa juga merupakan salah satu bentuk diversifikasi usahatani

(10)

tanaman kelapa dari tanaman yang diambil buahnya (buah kelapa) menjadi tanaman

yang diambil niranya (disadap) yang dapat meningkatkan nilai tambah, peningkatan

nilai gizi maupun keuntungan ekonomis. Gula kelapa adalah gula yang dihasilkan

dari nira pohon kelapa (Cocos nucifera). Gula kelapa dalam perdagangan dikenal

sebagai gula Jawa atau gula merah yang biasanya dijual dalam bentuk setengah

mangkok atau setengah elips, bentuk demikian ini dihasilkan dari cetakan yang

digunakan setengah tempurung kelapa (Jawa : bathok). Selain itu, cetakan dari bambu

juga digunakan untuk mencetak gula kelapa yang berbentuk silindris (Santoso, 1995).

Berkembangnya berbagai jenis industri menyebabkan pemakaian gula kelapa

meningkat sehingga mendorong petani untuk berusahatani kelapa. Gula kelapa yang

kita jumpai sehari-hari merupakan salah satu unsur dari sembilan bahan pokok

kebutuhan pangan yang sangat diperlukan. Konsumen lokal gula kelapa adalah: (1)

rumah tangga : bumbu masakan, dan pemanis makanan, (2) pengolah makanan :

angleng, putu, bugis, noga, rujak, abon dan sebagainya, dan (3) industri pengolahan :

pabrik kecap, pabrik dodol, gula kristal, dan sebagainya. Penggunaan gula kelapa

tersebut tidak dapat diganti dengan gula lain karena produk yang dihasilkan bisa

kehilangan aroma dan rasa khas, hal ini menunjukkan besarnya keterkaitan peranan

agroindustri dalam kaitannya dengan usahatani kelapa terhadap pendapatan

masyarakat dan kesempatan kerja.

Tabel 2. Penyebaran Jumlah Pengrajin dan Kapasitas Produksi Gula Kelapa di Propinsi Lampung Tahun 2008

No Kabupaten Jumlah

Pengrajin

Rata- rata Kapasitas produksi (ton/tahun)

1 Lampung Selatan

(11)

Kec. Katibung 65 468

Kec. Palas 135 1038

Kec. Sidomulyo 365 3282

Total 600 5040

2 Lampung Timur

Kec. Jabung 160 1152

Kec. Bandar Sribawono 280 2016

Kec. Labuhan Maringgai 75 540

Total 515 3708

3 Tanggamus

Kec. Gunung Rejo 40 288

Kec. Tataan 35 252

Kec. Sukoharjo 25 186

Kec. Wonosobo 55 396

Kec. Kota agung 30 216

Total 185 1338

4 Waykanan

Kec. Bahuga 20 144

Sumber : Dinas Perindustrian dan Perdagangan Propinsi Lampung, 2009

Pada Tabel 2 dapat dilihat penyebaran agroindustri gula kelapa pada masing – masing

kecamatan yang berada pada tingkat kabupaten. Dapat dilihat pada Penyebaran

pengrajin gula kelapa skala rumah tangga di Kabupaten Lampung Selatan,

Kecamatan Sidomulyo menduduki urutan pertama dengan tingkat jumlah Pengrajin

sebesar 365, Kecamatan Palas pada urutan kedua dengan jumlah tigkat pengrajin 135,

kemudian pada urutan ketiga dan keempat ditempati oleh Kecamatan Katibung dan

Tanjung Bintang, sedangkan untuk wilayah Kecamatan Natar dari informasi yang

didapat dilapangan, Kecamatan Natar belum terdaftar dalam daftar sebaran pengrajin

gula kelapa pada dinas perindustrian dan perdagangan tingkat kabupaten maupun

propinsi. Hal ini disebabkan belum adanya sentuhan pemerintah daerah sampai saat

ini, khususnya pada pengembangan agroindustri skala rumah tangga ( Gula Kelapa)

(12)

Dalam pengembangan agroindustri tersebut tentunya para pengusaha agroindustri

sering kali mengalami masalah dan resiko-resiko yang menjadi kendala. Masalah

yang dihadapi pengusaha tersebut yakni terbatasnya modal usaha, adanya

ketidakstabilan harga keluaran produk, jangka waktu yang cukup panjang antara

pengeluaran dan penerimaan, dan juga terbatasnya bahan baku dan alat-alat mesin

pengolahan yang menjadi faktor produksi utama. Meskipun terdapat banyak kendala

dan resiko yang dihadapi dalam memproduksi gula kelapa tersebut, kebutuhan pasar

akan gula kelapa yang cukup tinggi membuat petani kelapa di Desa Mandah

Kecamatan Natar Kabupaten Lampung Selatan mengambil resiko untuk

mengembangkan agroindustri gula kelapa tersebut. Kecamatan Natar ini cukup

memiliki potensi dalam pengembangan tanaman kelapa, hal ini terlihat berdasarkan

luas areal dan produksi tanaman kelapa per kecamatan di Kabupaten Lampung

[image:12.612.110.454.529.558.2]

Selatan pada data Tabel 3 berikut ini.

Tabel 3. Luas Areal dan Produksi Tanaman Kelapa Per Kecamatan di Kabupaten Lampung Selatan Tahun 2008

No.

Kecamatan Luas Area

(ha)

Produksi (Butir)

(13)

1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. Natar Jati Agung Tanjung Bintang Tanjung Asri Katibung Merbau Mataram Way Sulan Sidomulyo Candipuro Way Panji Kalianda Rajabasa Palas Sragi Penengahan Ketapang Bakauheuni 3.018 1.376 1.326 697 886 1.180 345 6.575 1.333 5.276 3.105 3.925 1.305 1.995 1.543 1.082 384 35.112.000 6.768.000 12.328.000 6.520.000 7.032.000 10.856.000 3.176.000 56.392.000 12.272.000 24.864.000 25.448.000 1.504.000 13.904.000 5.096.000 12.728.000 6.720.000 2.624.000 11.634 4.919 9.297 9.354 7.937 9.200 9.206 8.577 9.206 4.713 8.196 669 10.654 2.554 8.249 6.211 3.917

Sumber : Dinas Perkebunan Kabupaten Lampung Selatan, 2009

Dari Tabel 3 terlihat Kecamatan Natar berada pada urutan kedua setelah Kecamatan

Sidomulyo. Kecamatan Natar memiliki produksi sebesar 35.112.000 butir,

sedangkan Kecamatan Sidomulyo yang berada pada urutan pertama memiliki

produksi sebesar 56.392.000 butir. Akan tetapi bila dilihat dari segi produktivitas

tanaman kelapa, Kecamatan Natar berada pada urutan pertama dengan produktivitas

11.634 butir per hektar. Sehingga dapat disimpulkan, Kecamatan Natar merupakan

penghasil kelapa terbesar kedua, setelah Kecamatan Sidomulyo akan tetapi memiliki

tingkat produktivitas tertinggi di Kabupaten Lampung Selatan. Hal ini

memungkinkan Kecamatan Natar mampu mengusahakan kegiatan agroindustri gula

kelapa, dimana bahan baku pengolahan yang digunakan sebagai masukan input

dalam kegiatan agroindustri berasal dari wilayah sendiri. Kecamatan Natar terdiri

dari 22 desa dimana nama desa dan jumlah penduduk di Kecamatan Natar Kabupaten

(14)

Desa Mandah merupakan satu - satunya desa di Kecamatan Natar yang penduduknya

mengusahakan agroindustri gula kelapa. Lokasi penelitian yang akan dilakukan

berada di Desa Mandah, Kecamatan Natar Kabupaten Lampung Selatan. Pada

Tabel 5 dapat dilihat pemanfaatan lahan terhadap komoditas perkebunan sebesar

23,20 %, komoditas tanaman perkebunan yang diunggulkan adalah tanaman kelapa

dan jati, dimana tanaman kelapa lebih mendominasi ( 0,75 dari wilayah perkebunan

[image:14.612.111.450.322.493.2]

yang ada).

Tabel 5. Luas wilayah Desa Mandah berdasarkan Jenis penggunaanya.

No Jenis Lahan Jenis Penggunaan Luas

(ha) %

1 Lahan Basah Sawah Darat 22 2,4

Sawah Tadah Hujan 150 16,57

2 Lahan Kering Perkarangan/Perumahan 275 30,38

Pertanian 129 14,25

Ladang 16 1,76

Perkebunan 210 23,20

Industri 77 8,50

lain-lain 26 2,87

Total 905 100

Sumber: Monografi Desa Mandah, 2009

Kendala-kendala yang dihadapi dalam memproduksi gula kelapa cukup banyak,

namun prospek dan potensi kelapa di Indonesia yang cukup cerah di pasaran dunia

dan pasaran lokal memberikan daya tarik bagi petani untuk terus berproduksi. Untuk

memenuhi kebutuhan pasar tersebut, pengrajin gula kelapa di Desa Mandah berani

untuk mengembangkan usaha pengolahan gula kelapa melalui agroindutri gula

(15)

sendiri. Oleh karena itu dibutuhkan analisis kelayakan finansial mengenai usaha

agroindustri gula kelapa ini, sehingga dapat diketahui kelayakan usaha tersebut untuk

dijalankan.

Kegiatan produksi tidak dapat dipisahkan dari kegiatan pemasaran.

Pemasaran/tataniaga sama pentingnya dengan kegiatan produksi, karena tanpa

bantuan sistem tataniaga, petani akan merugi akibat barang-barang hasil produksinya

tidak dapat dijual (Nurasa dan Supriatna, 2005).

Setiap produk yang dihasilkan mempunyai pangsa pasar atau konsumen pengguna.

Aspek pasar adalah aspek yang utama untuk diperhatikan. Meskipun produk atau

komoditi yang dihasilkan bagus dan bernilai tinggi, tetapi kalau tidak dapat

tersalurkan dengan baik kepada konsumen, maka produk tersebut tidak berguna,

sehingga petani atau pengusaha akan mengalami kerugian.

Pemasaran merupakan proses yang harus dilalui petani sebagai produsen untuk

menyalurkan produknya hingga sampai ke tangan konsumen. Sistem pemasaran

yang ada perlu mendapat perhatian, karena diduga fungsi-fungsi pemasaran belum

berjalan dengan baik. Seringkali dijumpai adanya rantai pemasaran yang panjang

dengan banyak pelaku pemasaran yang terlibat. Akibatnya, balas jasa yang harus

diambil oleh para pelaku pemasaran menjadi besar yang akhirnya akan

mempengaruhi tingkat harga. Hal ini mengindikasikan bahwa sistem pemasaran

(16)

Gula kelapa banyak dikonsumsi masyarakat pada umumnya, panjangnya mata rantai

pemasaran yang melibatkan banyak lembaga pemasaran yang berakibat pada

rendahnya bagian yang diterima petani. Oleh karena itu, selain analisis finansial

perlu juga dianalisis dari aspek pemasaran yang terjadi di Desa Mandah Kecamatan

Natar tersebut, aspek pemasaran yang akan dianalisis meliputi struktur pasar dan

saluran pemasaran.

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan tersebut, maka dapat didefinisikan

beberapa masalah dalam penelitian ini :

1. Bagaimana tingkat kelayakan agroindustri gula kelapa di Kecamatan Natar

Kabupaten Lampung Selatan secara finansial?

2. Bagaimana pengaruh perubahan biaya produksi, harga jual gula kelapa, dan

jumlah hasil produksi terhadap kelayakan finansial pada agroindustri gula kelapa

di Kecamatan Natar Kabupaten Lampung Selatan?

3. Apakah sistem pemasaran gula kelapa yang terjadi di Kecamatan Natar

Kabupaten Lampung Selatan sudah efisien?

B. Tujuan Penelitian

Dari permasalahan tersebut maka penelitian ini bertujuan untuk:

1. Menganalisis tingkat kelayakan finansial agroindustri gula kelapa di Kecamatan

(17)

2. Menganalisis pengaruh adanya perubahan biaya produksi, harga jual gula kelapa,

dan jumlah hasil produksi terhadap kelayakan finansial agroindustri gula kelapa di

Kecamatan Natar Kabupaten Lampung Selatan.

3. Menganalisis efisiensi sistem pemasaran gula kelapa yang terjadi di Kecamatan

Natar Kabupaten Lampung Selatan.

C. Kegunaan Penelitian

1. Pemerintah, sebagai masukan dan bahan pertimbangan dalam menentukan

kebijaksanaan pengembangan usaha agroindustri gula kelapa di Propinsi

Lampung.

2. Petani gula kelapa dan pengusaha agroindustri gula kelapa, sebagai masukan

dalam menetapkan langkah-langkah dalam pengembangan usahanya.

Gambar

Tabel 3. Luas Areal dan Produksi Tanaman Kelapa Per Kecamatan di          Kabupaten Lampung Selatan Tahun 2008
Tabel 5.  Luas wilayah Desa Mandah berdasarkan Jenis penggunaanya.

Referensi

Dokumen terkait

1, Balai Latihan Kerja Industri Makassar dengan judul “REVITALISASI MANAJEMEN PELATIHAN TENAGA KERJA (STUDI KASUS PADA BALAI LATIHAN KERJA INDUSTRI MAKASSAR)”.

Dalam ilmu pemerintahan, pengertian pemerintah secara luas adalah suatu bentuk organisasi yang bekerja dengan tugas menjalankan….. Suatu sistem pemerintahan yang

Web ini juga dibuat untuk mempermudah anggota dalam pencarian buku yang akan dipinjam tanpa harus antri dan menunggu lama untuk mencari judul buku yang di butuhkan pada katalog

Dalam menghasilkan informasi ke pemirsanya, KOMPAS TV memiliki kebijakan tersendiri dalam mengatur medianya seperti memiliki rasa idealisme yang tinggi, medianya tidak

Dari hasil estimasi menggunakan alat analisis data panel dengan menggunakan metode Fixed Effect model yang dilakukan pada 10 kabupaten/kota di Provinsi Lampung dapat diketahui

1) Sebagai salah satu syarat mencapai gelar sarjana pada Program Studi Pendidikan Geografi Jurusan Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS), Fakultas Keguruan dan Ilmu

Berdasarkan uraian yang telah dijelaskan di atas, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “Pengaruh Intellectual Capital terhadap Kinerja

Pendidikan karakter adalah sistem penanaman nilai-nilai karakter kepada peserta didik dalam memberikan pemahaman tentang bagaimana bertoleransi, sehingga mereka