ABSTRAK
ANALISIS PENGARUH PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD), DANA PERIMBANGAN DAN JUMLAH PENDUDUK TERHADAP PENGELUARAN PEMERINTAH DAERAH DI PROVINSI LAMPUNG
Oleh
NANANG SUKO PURNOMO
Dalam mengisi dan melaksanakan pembangunan, masalah keuangan merupa-kan masalah pokok pemerintah, dalam rangka penerimaan dan pengeluaran yang harus dilakukan oleh pemerintah demi kesejahteraan masyarakat. Pertumbuhan penduduk yang pesat, meningkatnya pendapatan perkapita dan taraf hidup masyarakat, merupakan faktor-faktor yang menjadi tantangan bagi masyarakat dan pemerintah. Hal ini akan menyebabkan pengeluaran pemerintah yang semakin tinggi. Di lain pihak sumber penerimaan yang terbatas harus diusahakan untuk menutupi kebutuhan tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pendapatan asli daerah (PAD), dana perimbangan dan jumlah penduduk terhadap besaran pengeluaran Pemerintah pada setiap kabupaten/kota di Provinsi Lampung. Dari hasil estimasi menggunakan alat analisis data panel dengan menggunakan metode Fixed Effect model yang dilakukan pada 10 kabupaten/kota di Provinsi Lampung dapat diketahui hubungan antara variabel dependen yaitu pengeluaran pemerintah (Y) dan variabel independen yaitu pendapatan asli daerah (PAD)(X1),
dana perimbangan (X2) dan jumlah penduduk (X3) yang menunjukan hubungan
yang signifikan. Pada pengujian hipotesis dengan menggunakan uji t dengan tingkat signifikansi 5% dapat disimpulkan bahwa X1,X2 dan X3 berpengaruh
positif terhadap Pengeluaran pemerintah, hal ini ditunjukan dengan nilai t hitung masing-masing X1 =5,259, X2 = 3,299, X3=5,495, yang lebih besar dari t-tabel
1,943, yang berarti Ho ditolak. Pada uji F statistik dihasilkan F-hitung 7102,637 sedangkan F-tabel dengan tingkat signifikansi =5%, (,(k-1)(n-k)) adalah (5%,(3)(6))= 4,76 dengan F-hitung lebih besar dari F-tabel maka Ho ditolak, ini berarti variabel-variabel independen secara serempak dan signifikan mempenga-ruhi variabel dependen. Pada uji R2diperoleh hasil sebesar 0,99.
iv
DAFTAR ISI
Halaman
SANWACANA ... i
DAFTAR ISI ... iv
DAFTAR TABEL ... vii
DAFTAR LAMPIRAN ... ix
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1
B. Rumusan Masalah ... 6
C. Tujuan Penelitian ... 6
D. Kerangka Pemikiran ... 7
E. Hipotesis ... 9
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Belanja Daerah Atau Pengeluaran Daerah (Local Expenditure) ... 10
B. Sumber- Sumber Pendapatan Asli Daerah ... 11
C. Dana Perimbangan ... 14
D. Teori Pengeluara Pemerintah ... 16
1. Teori Makro ... 16
2. Teori Mikro ... 20
E. Teori Pertumbuhan Ekonomi Menurut Machel P Todaro ... 22
v
2. Pengaruh Dana Perimbangan Terhadap Pengeluaran Pemerintah ... 28
3. Pengaruh Pertumbuhan Penduduk Terhadap Pengeluaran Pemerintah ... 29
III. METODE PENELITIAN A. Jenis Dan Sumber Data ... 31
B. Model Regresi Data Panel ... 33
1. Koefisien Tetap Antar Waktu dan Individu (Common Effect)... 35
2. Slope Konstan Tetapi Intersep Berbeda Antar Individu (Fixed Effect)35 3. Estimasi Dengan Pendekatan Random Effects ... 35
C. Pemilihan Teknik Estimasi Regresi Data Panel ... 36
1. Uji Signifikansi Fixed Effect ... 36
2. Uji Signifikansi Random Effect ... 37
3. Uji Signifikansi Fixed Effect Aau Random Efect ... 37
D. Alat Analisis ... 38
E. Pengujian Hepotesis... 41
1. Uji T Statistik ... 41
2. Uji F statistik ... 41
3. Koefisien Determinasi (R2) ... 42
IV. ANALISIS DAN PEMBAHASAN A. Hasil Analisis ... 43
1. Uji Perbandingan Metode OLS Dengan Metode Fixed effect ... 43
2. Uji Perbandingan metode OLS dengan model Random Effect ... 44
3. Uji Perbandingan metode Fixed Effect dengan model Random Effect .. 45
B. Pengujian Hipotesis ... 47
1. Uji t-Statistik ... 47
2. Uji F-Statistik ... 48
3. Uji Koefisien R2 ... 48
vi D. Implikasi Kebijakan ... 50
V. SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan ... 53
B. Saran ... 54
DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR PUSTAKA
Badan Pusat Statistik. (2008). Lampung. Dalam Angka. Lampung: BPS
Badan Pusat Statistik. 2008. Statistik Keuangan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota. Lampung: BPS.
Hariyanto, Ronald. 2005. Analisis Pengeluaran Pemerintah Daerah Di Propinsi Jawa Tengah Periode Tahun Anggaran 2000-2002. Skripsi, Fakultas Ekonomi,Universitas Islam Indonesia, Yogyakarta, 2005.
Undang-Undang No.32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah.
Undang-Undang No. 33 Tahun 2004 Tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat Dan Daerah.
Assery, Syeh .2009.Tentang Pengeluaran Pemerintah. 21 Februari 2009 dari http:// www.globalmanagement.com.
Widarjono, Agus. Ekonometrika Teori dan Aplikasi Edisi Kedua,Ekonisia. Fakultas Ekonomi,Universitas Islam Indonesia, Yogyakarta, 2007.
Gujarati, Damodar N. 2006. Dasar-Dasar Ekonometrika Jilid 1. Erlangga. Jakarta.
Tia. 2008.Pertumbuhan Pengeluaran Publik. Desember 14, 2008. Blog pada WordPress.com. | Theme: Andreas09 by Andreas Viklund.
Bustamam Nawarti. 2004. Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pengeluaran Pemerintah Di Propinsi Riau (Tahun1976-2000).Tesis., Universitas Sumatera Utara, 2004.
Dumairy. 1996. Perekonomian Indonesia. Erlangga. Jakarta.
Kuncoro Haryo (2004). Pengaruh Transfer Antar Pemerintah Pada Kinerja Fiskal Pemerintah Daerah KotaDan Kabupaten Di Indonesia. Jurnal Ekonomi Pembangunan Vol. 9 No. 1, Juni Hal: 47 – 63.
iix
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
1. Jumlah Pengeluaran Daerah 10 Kabupaten/Kota Se Provinsi Lampung Periode
Anggaran 2002-2007 ...4
2. Pendapatan Daerah dan Jumlah Penduduk 10 Kabupaten/Kota Se Provinsi Lampung Periode 2002-2007 ...5
3. Hasil Regresi Model Fixed Effect... 47
ix
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran
1. Tabel Pengeluaran Daerah Kabupaten/Kota Se Provinsi Lampung Periode
Anggaran 2002-2007 (Dalam ribuan rupiah)
2. Tabel Pendapatan Asli Daerah (PAD) Daerah Kabupaten/Kota Se Provinsi
Lampung Periode Anggaran 2002-2007 (Dalam ribuan rupiah)
3. Tabel Dana Perimbangan Daerah Kabupaten/Kota Se Provinsi Lampung
Periode Anggaran 2002-2007 (Dalam ribuan rupiah)
4. Tabel Jumlah Penduduk Daerah Kabupaten/Kota Se Provinsi Lampung
Periode 2002-2007 (Dalam ribuan jiwa)
5. Hasil estimasi regresi dengan menggunakan Model Data Panel.
6. Tabel Uji t
7. Tabel Chi Square
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang.
Dalam mengisi dan melaksanakan pembangunan, masalah keuangan merupakan
masalah pokok pemerintah, dalam rangka penerimaan dan pengeluaran yang harus
dilakukan oleh pemerintah demi kesejahteraan masyarakat. Pertumbuhan
penduduk yang cukup tinggi, meningkatnya pendapatan perkapita dan taraf hidup
masyarakat, merupakan faktor-faktor yang menjadi tantangan bagi masyarakat
dan pemerintah. Hal ini akan menyebabkan pengeluaran pemerintah yang semakin
tinggi. Di lain pihak sumber penerimaan yang terbatas harus diusahakan untuk
menutupi kebutuhan tersebut.
Aspek keuangan merupakan salah satu dasar kriteria untuk dapat mengetahui
secara nyata kemampuan daerah dalam mengurus rumah tangganya sendiri (Kaho,
1998: 124). Kemampuan daerah yang dimaksud adalah sampai seberapa jauh
daerah dapat menggali sumber-sumber keuangannya sendiri guna membiayai
kebutuhan daerah tanpa harus selalu menggantungkan diri pada bantuan dan
subsidi dari pemerintah pusat. Selain itu, salah satu kriteria penting untuk
mengetahui secara nyata kemampuan daerah dalam mengatur dan mengurus
rumah tangga adalah kemampuan self-supporting dalam bidang keuangan.
Pendapat tersebut menunjukkan bahwa keuangan merupakan faktor penting dalam
2
Kemampuan keuangan suatu daerah dapat dilihat dari besar kecilnya Pendapatan
Asli Daerah (PAD) yang diperoleh daerah yang bersangkutan. Dalam kaitannya
dengan pemberian otonomi daerah yang lebih besar kepada daerah. PAD selalu
dipandang sebagai salah satu indikator atau kriteria untuk mengukur
ketergantungan suatu daerah kepada pusat. Pada prinsipnya semakin besar
sumbangan PAD kepada APBD maka akan menunjukkan semakin kecil
ketergantungan daerah kepada pusat sebagai konsekuensi pelaksanaan otonomi
daerah dari prinsip secara nyata dan bertanggung jawab.
Dengan diberlakukanya UU No. 22 Tahun 1999 tentang Otonomi Daerah dan UU
No.25 Tahun 1999 tentang Perimbangan keuangan, yang diperbarui dengan UU
No.32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah dan UU No.33 Tahun 2004 tentang
perimbangan keuangan antara pusat dan pemerintah daerah, maka pemerintah
dalam melaksanakan pembangunan didaerahnya mempunyai wewenang untuk
menentukan arah pembangunan di daerahnya.Hal ini diharapkan dapat lebih
meningkatkan pembangunan daerah sesuai dengan kebutuhan daerahnya dan
dapat mewujudkan kesejahteraan masyarakat.
Bagi Provinsi Lampung, otonomi daerah merupakan tantangan yang tidak ringan
karena otonomi daerah yang didasari atas kesadaran bahwa peluang bagi daerah
untuk membuktikan kemandiriannya. Hal ini berarti otonomi daerah tidak dapat
dipandang sebagai sebuah kegagalan. Otonomi daerah harus diarahkan pada
keberhasilannya dengan dukungan pendanaan yang memadai melalui
perimbangan keuangan antara pusat dan daerah. Oleh karena itu, kebijakan
peningkatan kualitas pelayanan pada masyarakat. Maka melalui pengolahan
keuangan daerah, selain bertujuan untuk meningkatkan peran sertanya dalam
pembangunan, juga ditujukan bagi peningkatan mutu pelayanan kepada
masyarakat.
Salah satu argumen dalam pelaksanaan otonomi daerah adalah pemerintah daerah
harus memiliki sumber-sumber keuangan yang memadai untuk membiayai
penyelenggaraan otonominya. Kapasitas keuangan pemerintah daerah akan
menentukan kemampuan pemerintah daerah dalam menjalankan fungsi-fungsi
pemerintahannya (Suwandi, 2000). Rendahnya kemampuan keuangan daerah akan
sering menimbulkan siklus negatif, yaitu rendahnya tingkat pelayanan masyarakat
yang pada gilirannya akan mengundang campur tangan pusat, atau bahkan dapat
menyebabkan dialihkannya sebagian fungsi-fungsi pemerintah daerah ke tingkat
pemerintahan yang lebih atas.
Di sisi lain kemampuan keuangan pemerintah daerah masih sangat tergantung
pada penerimaan yang berasal dari pemerintah pusat. Oleh karena itu, dalam
rangka desentralisasi kepada setiap daerah dituntut untuk dapat membiayai diri
melalui sumber-sumber keuangan yang dikuasainya. Peran pemerintah daerah
dalam menggali dan mengembangkan berbagai potensi daerah sebagai sumber
penerimaan daerah akan sangat menentukan keberhasilan pelaksanaan tugas
pemerintahan, pembangunan, dan pelayanan masyarakat di daerah (Halim, 2001).
Akan tetapi ada fakta bahwa daerah tidak akan mampu membiayai
pengeluarannya jika hanya menggandalkan dari sektor Pendapatan Asli Daerah,
4
bantuan dalam keuangan pemerintah daerah dengan dana perimbangan. Adapun
jumlah pengeluaran pemerintah 10 Kabupaten/Kota di Provinsi Lampung dapat
dilihat pada Tabel 1.1 berikut .
Tabel 1 Jumlah Pengeluaran Daerah 10 Kabupaten/Kota Se Provinsi Lampung
Periode Anggaran 2002-2007 (Dalam Ribuan Rupiah)
No Tahun Pengeluaran Pemerintah (Ribuan Rupiah) 1 2002 2.345.959.112 2 2003 2.962.973.665 3 2004 2.821.457.053 4 2005 3.288.957.788 5 2006 4.452.456.562 6 2007 6.176.165.974 Sumber: BPS Provinsi Lampung 2008,diolah
Dari Tabel diatas dapat kita liat jumlah seluruh pengeluaran daerah di Provinsi
Lampung setiap tahunnya mengalami kenaikan. Kenaikan pengeluaran
dikarenakan besarnya anggaran yang harus dikeluarkan pemerintah untuk
membiayai pembangunan infrakstruktur seperti: sarana jalan,kesehatan,
pendidikan, dll.Selain itu, pertumbuhan penduduk yang cukup tinggi,
meningkatnya pendapatan perkapita dan taraf hidup masyarakat merupakan salah
satu faktor yang menyebabkan pengeluaran pemerintah yang semakin tinggi. Di
lain pihak sumber penerimaan yang terbatas harus diusahakan untuk menutupi
kebutuhan tersebut.
Untuk membiayai pengeluaran pemerintah tersebut diperlukan adanya sumber
keuangan yang cukup. Sumber-sumber keuangan tersebut antara lain berasal dari
Tabel 2 Pendapatan Daerah dan Jumlah Penduduk 10 Kabupaten/Kota Se Provinsi
Lampung Periode 2002-2007
No Tahun
Pendapatan Asli Daerah (PAD) (Ribuan Rupiah)
Dana Perimbangan (Ribuan Rupiah)
Jumlah Penduduk
(Jiwa)
Nilai Pertum
buhan Nilai
Pertum
buhan Jiwa 1 2002 81.253.368 - 2.262.343.602 - 6.787.654
2 2003 109.882.656 35,32% 2.478.652.191 9,56% 6.852.999
3 2004 106.003.024 -3,53% 2.762.617.327 11,47% 6.915.950 4 2005 127.410.919 20,20% 3.166.050.617 14,60% 7.116.177
5 2006 167.786.432 31,69% 5.001.885.365 57,99% 7.211.586 6 2007 212.889.633 26,88% 4.548.789.159 -9,06% 7.289.767
Sumber: BPS Provinsi Lampung 2008,diolah
Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka dapat diduga ada beberapa
faktor yang mempengaruhi nilai pengeluaran pemerintah 10 Kabupaten/Kota di
Provinsi Lampung. Beberapa variabel tersebut diduga mempunyai pengaruh
signifikan terhadap nilai pengeluaran pemerintah.
Sehubungan dengan hal tersebut maka penulis dalam penulisan skripsi ini
memilih judul Analisis Pengaruh Pendapatan Asli Daerah (PAD),Dana
Perimbangan dan Jumlah Penduduk Terhadap Pengeluaran Pemerintah
Daerah Di Provinsi Lampung.
Adapun variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah Pengeluaran
6
B. Rumusan Masalah
Dalam pemecahan suatu masalah, mengetahui rumusan masalah merupakan suatu
langkah yang harus dilakukan, langkah tersebut sangat penting sebagai landasan
dalam menyikapi permasalahan tersebut dimasa yang akan datang, baik untuk
mengantisipasi ataupun mengendalikan. Dari latar belakang yang telah
dikemukakan di atas, dapat dikemukakan masalah, yaitu:
1. Seberapa besar pengaruh tingkat PAD dalam menentukan besaran nilai
pengeluaran pemerintah 10 Kabupaten/Kota di Provinsi Lampung .
2. Seberapa besar pengaruh Dana Perimbangan dalam menentukan besaran nilai
pengeluaran pemerintah 10 Kabupaten/Kota di Provinsi Lampung.
3. Seberapa besar pengaruh Jumlah Penduduk dalam menentukan besaran nilai
pengeluaran pemerintah 10 Kabupaten/Kota di Provinsi Lampung.
C. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah:
1. Untuk menganalisis pengaruh PAD dalam menentukan besaran nilai
pengeluaran pemerintah 10 Kabupaten/Kota di Provinsi Lampung tahun anggaran
2002-2007.
2. Untuk menganalisis pengaruh Dana Perimbangan dalam menentukan besaran
nilai pengeluaran pemerintah 10 Kabupaten/Kota di Provinsi Lampung tahun
3. Untuk menganalisis pengaruh Jumlah Penduduk dalam menentukan besaran
nilai pengeluaran pemerintah 10 Kabupaten/Kota di Provinsi Lampung tahun
anggaran 2002-2007.
D. Kerangka Pemikiran
Peran Pemerintah Daerah dalam Pelaksanaan pembangunan daerah terus
diusahakan untuk lebih meningkat. Hal ini lebih dimaksudkan untuk mewujudkan
otonomi daerah yang lebih nyata dan beranggung jawab. Dalam rangka
pelaksanaan pembangunan perlu ditingkatkan kemampuan mengolah Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah yang merupakan penjabaran kuantitatif dari
tujuan dan sasaran Pemerintah Daerah serta tugas pokok dan unit kerja, sehingga
anggaran daerah merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari seluruh proses
perencanaan pembangnan daerah. Anggaran juga merupakan cermin finansial
ekonomi masyarakat serta pilihan masyarakat.
Untuk dapat melaksanakan kewajibannya pemerintah daerah perlu melakukan dua
hal, yaitu: (1) Pengumpulan sumber daya dari masyarakat secara efisien yang
terkumpul dalam komponen pendapatan. (2) Pengalokasian dari penggunaan
sumber daya secara responsif, efektif, dan efisien kedalam anggaran yang
direfleksikan dalam komponen belanja. Sebagai konsekuensi pelaksanaan
kewajibannya, pemerintah perlu dana yang memadai, dianggarkan melalui
APBN/APBD, dan pada saatnya harus dikeluarkan melalui Kas Negara/Kas
8
Pada Pelaksanaan otonomi daerah , pemerintah daerah harus memiliki
sumber-sumber keuangan yang memadai untuk membiayai penyelenggaraan otonominya.
Kapasitas keuangan pemerintah daerah akan menentukan kemampuan pemerintah
daerah dalam menjalankan fungsi-fungsi pemerintahannya (Suwandi, 2000)
Dalam Teorinya, Wagner mengemukakan perkembangan pengeluaran pemerintah
yang semakin besar dalam prosentase terhadap GNP, dimana teori ini didasarkan
pada pengamatan di negara-negara Eropa, US, dan Jepang pada abad ke-19
(Mangkoesoebroto, 1993; 170). Wagner mengemukakan pendapatnya dalam
bentuk suatu hukum Wagner, sebagai berikut Dalam suatu perekonomian, apabila
pendapatan perkapita meningkat, secara relatif pengeluaran pemerintah pun akan
meningkat. Sedangkan Peacock & Wisemanmempunyai pandangan didalam
teorinyauntuk membiayai pengeluaran pemerintah yang semakin besar perlu
meningkatkan pajak, walaupun masyarakat tidak ingin terbebani dengan kenaikan
terhadap pajak.
Dari dua teori di atas dapat disimpulkan bahwa untuk membiayai pengeluaran
Pemerintah yang semakin meningkat diperlukan sumber-sumber pendanaan yang
besar. Sumber pendapatan daerah tersebut berupa pendapatan asli daerah (PAD)
tetapi itu saja tidak cukup untuk membiayai pengeluaran Pemerintah Daerah,maka
transfer pusat diperlukan untuk membantu dalam membiayai pengeluaran
pemerintah.
Semakin besar penerimaan daerah akan menaikan pengeluaran pemerintah.. Hal
untuk meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat dan pelayanan terhadap
masyarakat.
Pertumbuhan penduduk merupakan faktor demografi yang mempengaruhi
pertumbuhan pengeluaran pemerintah. Perubahan penduduk mempengaruhi
beberapa layanan seperti kesehatan dan pendidikan. Jika penduduk bertambah,
tingkat kegiatan yang dihasilkan sektor publik bertambah untuk melayani
penduduk yang lebih banyak. Ini meningkatkan permintaan terhadap input yang
menyebabkan peningkatan pengeluaran pemerintah.
E. Hipotesis Penelitian
Hipotesis yang akan diuji dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Diduga Pendapatan Asli Daerah (PAD) (X1) berpengaruh positif dalam
menentukan besaran pengeluaran pemerintah 10 Kabupaten/Kota di Provinsi
Lampung
2. Diduga Dana Perimbangan (X2) berpengaruh positif dalam menentukan besaran
pengeluaran pemerintah 10 Kabupaten/Kota di Provinsi Lampung.
3. Diduga Jumlah Penduduk (X3) berpengaruh positif dalam menentukan besaran
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Belanja Daerah atau Pengeluaran Daerah (Local Expenditure)
Kebijakan Umum Belanja Daerah mengacu kepada peraturan Pemerintah Nomor
25 Tahun 2000 tentang kewenangan Pemerintah dan Provinsi sebagai daerah
otonom.Berdasarkan pada prinsip penganggaran , belanja daerah disusun dengan
pendekaan anggaran kinerja yang berorientasi pada pencapaian hasil dari input
yang direncanakan.Belanja daerah dipergunakan untuk mendanai pelaksanaan
urusan pemerintah yang menjadi kewenangan provinsi yang terdiri dari urusan
wajib, urusan pilihan, dan urusan yang penangananya dalam bagian atau bidang
tertentu dapat dilaksanakan bersama antara Pemerintah, Pemerintah Provinsi, dan
Pemerintah Kabupaten dan Kota.
Sejak ahun 2001, penyusunan anggaran menggunakan Sistem Anggaran berbasis
Kinerja.Anggaran denagn pendekatan Kinerja (Performanced Budgeting) yaitu
suatu system anggaran yang mengutamakan upaya pencapaian hasil kerja (output)
dari perencanaan alokasi biaya atau input yang ditetapkan .Perbedaan yang
mendasar dari Anggaran Kinerja ini dengan system yang lama adalah pada
sumber dari pengeluaran-pengeluaran yang dialokasikan hanya berasal dari
dana-dana desentralisasi. Sehingga pertanggungjawaban kepala daerah terutama pada
Dalam Permendagri Nomor 13 ahun 2006 ditegaskan bahwa Belanja daerah
merupakan semua pengeluaran dari rekening kas umum daerah yang mengurangi
equitas dana lancar dan merupakan kewajiban daerah dalam satu tahun yang tidak
akan diperoleh pembayaran kembali oleh daerah.
B. Sumber-Sumber Pendapatan Asli Daerah
Penerimaan Pendapatan Asli Daerah merupakan akumulasi dari Pos Penerimaan
Pajak yang berisi Pajak Daerah dan Pos Retribusi Daerah, Pos Penerimaan Non
Pajak yang berisi hasil perusahaan milik daerah, Pos Penerimaan Investasi serta
Pengelolaan Sumber Daya Alam. (Bastian, 2002). Pendapatan Asli Daerah (PAD)
merupakan semua penerimaan daerah yang berasal dari sumber ekonomi asli
daerah. Berdasarkan UU No. 32 Tahun 2004 disebutkan bahwa pendapatan asli
daerah terdiri dari :
a) Pajak Daerah
b) Retribusi Daerah
c) Hasil Perusahaan Milik Daerah dan Hasil Pengolahan Kekayaan
Daerah yang dipisahkan
d) Lain-lain pendapatan daerah yang sah
a. Definisi Pajak dan Retribusi Daerah
Berdasarkan UU No. 28 Tahun 2009 yang dimaksud Pajak Daerah adalah
kontribusi wajib kepada Daerah yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang
12
imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan Daerah bagi
sebesar-besranya kemakmuran rakyat.Adapun jenis pajak daerah yaitu:
1) Jenis Pajak Provinsi terdiri atas:
a. Pajak Kendaraan Bermotor
b.Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor
c. Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor
d.Pajak Air Permukaan dan
e. Pajak Rokok
2) Jenis Pajak Kabupaten/Kota terdiri atas:
a. Pajak Hotel
b.Pajak Restoran
c. Pajak Reklame
d.Pajak Penerangan Jalan
e. Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan
f. Pajak Parkir
g.Pajak Sarang Burung Walet
h.Pajak Air Tanah
i. Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan
j. Bea Perolehan Atas Tanah dan Bangunan
Retribusi Daerah adalah pungutan Daerah sebagai pembayaran atas jasa atau
pemberian izin tertentu yang khusus disediakan dan/atau diberikan oleh
Pemerintah Daerah untu kepentingan orang pribadi atau umum. Objek Retribusi
b. Perusahaan Daerah
Dalam usaha menggali sumber pendapatan daerah dapat dilakukan dengan
berbagai cara, selama tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan
yang berlaku. Salah satu sumber pendapatan asli daerah yang sangat penting dan
perlu mendapat perhatian khusus adalah perusahaan daerah.
1. Perusahaan Daerah adalah kesatuan produksi yang bersifat :
a. Memberi jasa.
b. Menyelenggarakan pemanfaatan umum.
c. Memupuk pendapatan.
2. Tujuan perusahaan daerah untuk turut serta melaksanakan pembangunan daerah
khususnya dan pembangunan kebutuhan rakyat dengan mengutamakan
industrialisasi dan ketentraman serta ketenangan kerja menuju masyarakat yang
adil dan makmur.
3. Perusahaan daerah bergerak dalam lapangan yang sesuai dengan urusan rumah
tangganya menurut perundang-undangan yang mengatur pokok-pokok
pemerintahan daerah.
4. Cabang-cabang produksi yang penting bagi daerah dan mengusai hajat hidup
orang banyak di daerah, yang modal untuk seluruhnya merupakan kekayaan
daerah yang dipisahkan.
d. Lain-lain Pendapatan Daerah Yang Sah.
Pendapatan asli daerah tidak seluruhnya memiliki kesamaan, terdapat pula
sumber-sumber pendapatan lainnya, yaitu penerimaan lain-lain yang sah, menurut
14
II mencakup berbagai penerimaan kecil-kecil, seperti hasil penjualan alat berat
dan bahan jasa. Penerimaan dari swasta, bunga simpanan giro dan Bank serta
penerimaan dari denda kontraktor. Namun walaupun demikian sumber
penerimaan daerah sangat bergantung pada potensi daerah itu sendiri.
C. Dana Perimbangan
Dana perimbangan yaitu dana yang bersumber dari pendapatan APBN yanag
dialokasikan kepada daerah unuk membiayai kebutuhan daerah dalam rangka
pelaksanaan desentralisasi.terdiri dari dana bagi hasil (DBH), dana alokasi umum
(DAU), dan dana alokasi khusus (DAK), selain ditunjukan untuk konsolidasi
desentralisasi fiskal dan memperkecil ketimpangan keuangan antara pusat dan
daerah serta antar daerah dengan tetap menjaga netralitas fiskal, juga diharapkan
mampu meningkatkan kualitas pelayanan daerah. Aturan, prosentase bagi hasil,
bagaimana mengolahnya diatur dalam UU No. 33 tahun 2004 tentang
perimbangan keuangan pusat-daerah.
a. Dana Bagi Hasil.
Dana bagi hasil merupakan bagian daerah yang bersumber dari penerimaan yang
dihasilkan daerah, seperti penerimaan pajak penghasilan (PPh) pasal 21 dan PPh
25/29 orang pribadi, pajak bumi dan bangunan (PBB), serta bea perolehan hak
atas tanah dan bangunan (BPHTB).
Di samping itu, dana bagi hasil juga berasal dari sumber daya alam (SDA), seperti
demikian, daerah yang potensi penerimaannya tinggi, baik itu berupa pajak
maupun sumber daya alam, akan dapat menikmati pendapatan yang lebih baik.
Besarnya bagian daerah tersebut ditetapkan berdasarkan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
b. Dana Alokasi Umum
Jumlah keseluruhan DAU ditetapkan sekurang-kurangnya 26% (dua puluh enam
persen) dari Pendapatan Dalam Negeri Neto yang ditetapkan dalam APBN.
DAU untuk suatu Daerah dialokasikan atas dasar celah fiskal dan alokasi dasar.
DAU diberikan kepada daerah-daerah dengan tujuan untuk menciptakan
pemerataan antar daerah berdasarkan pertimbangan bahwa potensi fiskal dan
kebutuhan dari masing-masing daerah berbeda.
c Dana Alokasi Khusus
Dana alokasi khusus (DAK) merupakan dana dari APBN yang dialokasikan
kepada daerah tertentu dengan tujuan untuk mengisi kesenjangan penyediaan
kebutuhan sarana dan prasarana pelayanaan dasar masyarakat, khususnya bagi
daerah yang kemampuan fiskalnya rendah. Hal ini dimaksudkan selain untuk
secara bertahap dapat diarahkan utnuk mencapai keserasian tingkat pelayanan
publik di berbagai wilayah, juga dapat mengarahkan sebagian dari pengeluaran
16
D. Teori Pengeluaran Pemerintah
1. Teori Makro
Teori makro mengenai perkembangan pengeluaran pemerintah dikelompokkan
menjadi tiga golongan, yaitu (Mangkoesoebroto, 1993; 169):
a) Model Pembangunan Tentang Perkembangan Pengeluaran Pemerintah
Model ini dikembangkan oleh Rostow dan Musgrave yang menghubungkan
perkembangan pengeluaran pemerintah dengan tahap-tahap pembangunan
ekonomi yang dibedakan antara tahap awal, tahap menengah, dan tahap lanjut.
Pada tahap awal perkembangan ekonomi, prosentase investasi pemerintah
terhadap total investasi besar, sebab pada tahap ini pemerintah harus menyediakan
prasarana, seperti pendidikan, kesehatan, prasarana transportasi, dan sebagainya.
Pada tahap menengah pembangunan ekonomi, investasi pemerintah tetap
diperlukan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi agar dapat tinggal landas,
namun pada tahap ini peranan investasi swasta sudah semakin membesar.
Pada tingkat ekonomi yang lebih lanjut, Rostow mengatakan dalam
Mangkoesoebroto (1993; 170), bahwa pembangunan ekonomi aktivitas
pemerintah beralih dari penyediaan prasarana ke pengeluaran-pengeluaran untuk
aktivitas sosial seperti halnya program kesejahteraan hari tua, program pelayanan
b.) Hukum Wagner
Teori Wagner tentang perkembangan pengeluaran pemerintah disebut sebagai
Wagner law of increased government activity. Teori ini mengemukakan
perkembangan pengeluaran pemerintah yang semakin besar dalam prosentase
terhadap GNP, dimana teori ini didasarkan pada pengamatan di negara-negara
Eropa, US, dan Jepang pada abad ke-19 (Mangkoesoebroto, 1993; 170).
Wagner mengemukakan pendapatnya dalam bentuk suatu hukum Wagner, sebagai
berikut Dalam suatu perekonomian, apabila pendapatan perkapita meningkat,
secara relatif pengeluaran pemerintah pun akan meningkat.
Hukum Wagner dapat diformulasikan sebagai berikut :
n n k k k PPK PP P PPK PP P PPK PP P ... 2 2 1 1
PPP : Pengeluaran Pemerintah perkapita
PPK : Pendapatan perkapita, yaitu GDP/jumlah penduduk
1,2,...n : Jangka waktu (tahun)
Hukum Wagner ini ditunjukkan dalam grafik 2.2 dimana kenaikan pengeluaran
pemerintah mempunyai bentuk eksponensial yang ditunjukkan oleh kurva
18
Kurva Perkembangan Pengeluaran Pemerintah
Waktu (tahun) Pk PP
PPK
Grafik 2.1. Pertumbuhan Pengeluaran Pemerintah Menurut Wagner
b) The Displacement Effect
Dari ketiga teori mengenai perkembangan pengeluaran pemerintah tersebut, teori
Peacock & Wiseman dianggap sebagai teori dan model yang terbaik
(Mangkoesoebroto, 1993; 173). Teori mereka sering disebut sebagai The
Displacement Effect, dimana teori ini didasarkan pada suatu pandangan bahwa
pemerintah senantiasa memperbesar pengeluaran sedangkan masyarakat tidak
suka membayar pajak yang semakin besar membiayai pengeluaran pemerintah
yang semakin besar tersebut. Dalam Mangkoesoebroto (1993; 173). Peacock dan
Wiseman mendasarkan teori mereka pada suatu teori bahwa masyarakat
mempunyai suatu tingkat toleransi pajak, suatu tingkat dimana masyarakat dapat
memahami besarnya pungutan pajak yang dibutuhkan oleh
pemerintah untuk membiayai pengeluaran pemerintah. Tingkat toleransi ini
merupakan kendala bagi pemerintah untuk menaikkan pungutan pajak.Teori
Wagner, Solow Musgrave
Peacock dan W iseman
0 Waktu (tahun)
Pengeluaran Pemerintah/GDP
“Perkembangan ekonomi menyebabkan pemungutan pajak yang semakin
meningkat walaupun tarif pajak tidak berubah; dan meningkatnya penerimaan
pajak menyebabkan pengeluaran pemerintah juga semakin meningkat, oleh karena
itu dalam keadaan normal, meningkatnya GNP menyebabkan penerimaan
pemerintah yang semakin besar, begitu juga dengan pengeluaran pemerintah
menjadi semakin besar.”
Jadi berbeda dengan pandangan Wagner, perkembangan pengeluaran pemerintah
versi Peacock dan Wiseman tidaklah berbentuk suatu garis, tetapi berbentuk
seperti tangga.
Grafik 2.3 Perkembangan Pengeluaran Pemerintah
Peacock dan Wiseman melihat pajak membatasi pengeluaran pemerintah. Ketika
ekonomi dan pendapatan bertambah, penghasilan dari pajak akan meningkat,
sehingga pengeluaran publik bertambah sesuai GNP. Pada waktu normal, trend
pengeluaran publik meningkat, meski terdapat perbedaan antara tingkat
pengeluaran publik dan tingkat pajak yang diinginkan masyarakat. Dalam periode
20
terjadinya perang dan bencana sosial yang akan meningkatkan pengeluaran
publik. Untuk mendanai peningkatan pengeluaran publik, pemerintah terpaksa
menaikkan pajak. Kenaikan pajak ini diterima oleh masyarakat pada saat krisis.
Menurut Peacock dan Wiseman, ini adalah “efek pemindahan”, pengeluaran
publik dipindahkan ke atas dan periode krisis memindahkan pengeluaran swasta
untuk pengeluaran publik. Proses ini menunjukkan perpindahan garis trend
pengeluaran publik ke atas. Setelah periode krisis, pengeluaran publik tidak
kembali ke tingkat asal. Perang tidak dibiayai oleh pajak. Negara meminjam uang
dan membayar hutang setelah perang berakhir.
Efek lain yang terjadi adalah “efek inspeksi”, yang timbul dari kesadaran rakyat
terhadap masalah sosial pada periode krisis. Pemerintah menambah lingkup
layanan untuk meningkatkan kondisi sosial, dan karena persepsi masyarakat
terhadap pajak tidak kembali ke tingkat semula, pemerintah dapat membiayai
tingkat pengeluaran yang lebih tinggi dengan menambah cakupan pemerintah dan
hutang.
2. Teori Mikro
a). Tujuan dari teori ekonomi mikro mengenai perkembangan pengeluaran
pemerintah adalah untuk menganalisis faktor-faktor yang menimbulkan
permintaan akan barang publik dan faktor-faktor yang mempengaruhi tersedianya
b) Interaksi antara permintaan dan penawaran barang untuk barang publik
menentukan jumlah barang publik yang akan disediakan melalui anggaran
belanja. Jumlah barang publik yang akan disediakan tersebut akan menimbulkan
permintaan akan barang lain.
Anggaran belanja yang digunakan untuk melaksanakan aktivitas pemerintah,salah
satunya aktivitas pemerintah adalah pengeluaran pembangunan dalam berbagai
sector. Pembangunan yang dilaksanakan pemerintah direncanakan dalam
perumusan anggaran yang akan digunakan dalam pelaksanaan pembangunan,
karena anggaran tersebut merupakan variabel yang sangat penting dalam
pembangunan masyarakat. Alokasi dana pemerintah dalam anggaran (budget)
yang bertindak sebagai alat pengatur urutan prioritas pembangunan dengan
mempertimbangkan tujuan yang ingin dicapai oleh karena itu usaha
pembangunan harus selalu berlandaskan Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945,
dan Trilogi Pembangunan. (M. Suparmoko, 1999:49)
Perkembangan pengeluaran pemerintah dapat dijelaskan dengan beberapa faktor
dibawah ini :
1. Perubahan permintaan akan barang publik.
2. Perubahan dari aktivitas pemerintah dalam menghasilkan barang publik, dan
juga perubahan dari kombinasi faktor produksi yang digunakan dalam proses
produksi.
3. Perubahan kualitas barang publik.
4. Perubahan harga-harga faktor-faktor produksi.(Guritno Mangkoesoebroto,
22
Melihat perkembangan kegiatan pemerintah dari tahun ke tahun, peranan
pemerintah cenderung meningkat. Peningkatan kegiatan pemerintah ini
disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu :
1. Adanya kenaikan tingkat penghasilan masyarakat, maka kebutuhan
masyarakat juga meningkat. Hal ini mengakibatkan meningkatnya kegiatan
pemerintah dalam usaha memenuhi kebutuhan masyarakat tersebut, seperti
kebutuhan akan prasarana transportasi, pendidikan dan kesehatan umum.
2. Perkembangan penduduk, hal ini membutuhkan peningkatan kegiatan
pemerintah untuk mengimbangi perkembangan penduduk dalam memenuhi
kebutuhan penduduk tersebut.
3. Perkembangan ekonomi, juga dibutuhkan peranan pemrintah yang besar
guna mengisi kegiatan ekonomi.
E. Teori Pertumbuhan Ekonomi Menurut Michael P Todaro
Faktor utama atau komponen pertumbuhan ekonomi dalam suatu masyarakat
adalah:
a. Akumulasi modal
b. Pertumbuhan penduduk dan angkatan kerja
c. Kemajuan teknologi.
Akumulasi modal terjadi apabila sebagian dari pendapatan ditabung dan
diinvestasikan dengan tujuan memperbesar output dan pendapatan dikemudian
hari. Pertumbuhan Penduduk (walaupun dapat dihambat) dan tenaga kerja, secara
ekonomi. Jumlah tenaga kerja yang lebih besar berarti akan menambah jumlah
tenaga kerja produltif, sedangkan pertumbuhan penduduk yang lebih besar akan
meningkatkan luasnya pasar domestik.
Kemajuan teknologi terjadi karena ditemukannya cara baru atau perbaikan cara
penyelesaian tugas tradisional. Ada tiga klasifikasi dasar kemajuan teknologi,
yaitu: pertama teknologi yang netral, yang hemat pekerja (labour saving), dan
yang hemat modal (capital saving). Kemajuan teknologi yang netral terjadi
apabila penggunaan teknologi berhasil mencapai tingkat produksi yang lebih
tinggi dengan menggunakan jumlah dan kombinasi faktor input yang sama.
Pertumbuhan ekonomi juga merupakan proses kenaikan output kenaikan per
kapita dalam jangka panjang. Untuk aspek pelaksanaan pembangunan dan
pertumbuhan ekonomi dapat dicapai melaui :
1. Peningkatan jumlah dan presentase belanja pembangunan diharapkan
setiap tahun meningkat serta signifkan dari total APBD.
2. Peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD).
3. Peningkatan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)
4. Meningkatan laju Pertumbuhan Ekonomi.
5. Pengurangan jumlah dan presentase penduduk miskin.
6. Pengurangan jumlah dan presentase pengangguran.
7. Memacu pertumbuhan sektor industri dan sektor unggulan lainnya,
terutanma sektor pariwisata, perdagangan, pertambangan, jasa-jasa dan
24
8. Peningkatan sarana dan prasarana daerah untuk dapat melayani
kepentingan publik secara merata.
9. Peningkatan dan pengembangan investasi, baik investasi pemerintah
maupun investasi swasta dan asing.
10.Peningkatan kesempatan dan lapangan kerja.
Dalam mencapai pertumbuhan dan perbaikan yang ingin dicapai, beberapa
kendala yang mungkin menjadi penghambat adalah :
1. Kemiskinan dan Pengangguran
Kemiskinan dan Pengangguran menjadi salah satu penyebab rendahnya
kualitas sumber daya manusia dan produktifitas kerja serta tumbuhnya
sikap yang apatis terhadap proses dan hasil-hasil pembangunan yang akan
dicapai.
2. Rendahnya Kualitas Suber Daya Manusia
Rendahnya Kualitas Sumber Daya Manusia merupakan salah satu kendala
pembangunan yang paling penting, sebagian besar penduduk masuk dunia
kerja dengan pendidikan SD dan SLTP, serta sering tanpa disertai
ketrampilan khusus. Dari segi pendidikan sekolah, Angka Partisipasi
Murni (APM) untuk pendidikan dasar, dan menengah masih sangat rendah
3. Lambatnya pemulihan Ekonomi Daerah
Pemulihan ekonomi daerah akibat krisis moneter dan ekonomi telah
berakibat pertumbuhan ekonomi daerah mengalami pertumbuhan yang
negatif dan saat ini sudah mulai membaik. Belum pulihnya perekonomian
disebabkan juga oleh belum banyaknya investasi yang masuk dari luar
4. Minimnya Pendapatan Asli Daerah.
Pendapatan Asli Daerah yang diterima oleh pemerintah daerah akan
mempengaruhi proses pembiyaan pembangunan yang harus dikerjakan,
mengingat keteerbatasan dana pembiayaan pembangunan dari pemerintah pusat.
Apabila PAD meningkat maka presentase belanja pembangunan akan meningkat
dan mempermudah proses pembangunan
F. Flypaper Effect dan Pengaruhnya pada Belanja Daerah
Flypaper Effect merupakan suatu kondisi dimana stimulus terhadap pengeluaran
daerah yang disebabkan oleh adanya perubahan dalam jumlah transfer dari
Pemerintah Pusat lebih besar dari stimulus yang disebabkan oleh perubahan dalam
pendapatan daerah.
Fenomena flypaper effect dapat terjadi dalam dua versi (Gorodnichenko, 2001).
Pertama merujuk pada peningkatan pajak daerah dan anggaran pengeluaran
pemerintah yang berlebihan. Kedua mengarah pada elastisitas pengeluaran
terhadap transfer yang lebih tinggi daripada elastisitas pengeluaran terhadap
penerimaan pajak daerah. Dalam khasanah ekonomi, telaah mengenai flypaper
effect dapat dikelompokkan menjadi 2 aliran pemikiran, yaitu model birokratik
(bureaucratic model) dan ilusi fiskal (fiscal illusion model). Model birokratik
menelaah flypaper effect dari sudut pandang dari birokrat, sedangkan model ilusi
fiskal mendasarkan kajiannya dari sudut pandang masyarakat yang mengalami
keterbatasan informasi terhadap anggaran pemerintah daerahnya. Aliran
26
birokrat lebih kuat dalam pengambilan keputusan publik. Ia mengasumsikan
birokrat berperilaku memaksimisasi anggaran sebagai proksi kekuasaannya.
Dengan asumsi ini, kuantitas barang publik disediakan pada posisi biaya rata-rata
sama dengan harganya. Pada posisi biaya marginal lebih tinggi daripada
harganya, kuantitas barang publik menjadi tersedia terlalu banyak. Dengan
demikian, transfer akan menurunkan harga barang publik sehingga memicu
birokrat untuk membelanjakan lebih banyak anggaran. Secara implisit, model
birokratik menegaskan flypaper effect sebagai akibat dari perilaku birokrat yang
lebih leluasa membelanjakan transfer daripada menaikkan pajak.
Oates (1979) menyatakan fenomena flypaper effect dapat dijelaskan dengan ilusi
fiskal. Bagi Oates, transfer akan menurunkan biaya rata-rata penyediaan barang
publik (bukan biaya marginalnya). Namun, masyarakat tidak memahami
penurunan biaya yang terjadi adalah pada biaya ratar-rata atau biaya marginalnya.
Masyarakat hanya percaya harga barang publik akan menurun. Bila permintaan
barang publik tidak elastis, maka transfer berakibat pada kenaikan pajak bagi
masyarakat. Ini berarti flypaper effect merupakan akibat dari ketidaktahuan
masyarakat akan anggaran pemerintah daerah. Lebih jauh, ilusi fiskal diartikan
sebagai kesalahan persepsi masyarakat baik mengenai pembiayaan maupun
alokasi anggaran dan keputusan mengenai kedua hal tersebut dihasilkan justru
dari kesalahan persepsi semacam ini (Schawallie, 1989. Turnbull (1992)
menawarkan penjelasan lain mengenai keberlanjutan kesalahan persepsi tersebut.
Menurut Turnbull, ketidakpastian tingkat harga barang publik akan menciptakan
risiko. Risiko ini dalam jangka panjang akan memicu pengeluaran yang berlebih.
dalam konteks ketidaktahuan masyarakat akan jumlah transfer yang diterima.
Dalam kasus ini, pemerintah daerah menyembunyikan jumlah transfer yang
diterima dari pusat dan kemudian membelanjakannya pada level puncak.
Akibatnya, masyarakat memandang telah terjadi kenaikan pengeluaran
pemerintah daerah dengan kenaikan yang lebih tinggi daripada kenaikan kuantitas
yang diminta sebagai cerminan dari kenaikan pendapatannya. Becker (1996) dan
Oates (1994) mengemukakan karena alasan politis pengeluaran pemerintah daerah
bisa jadi tidak sensitive terhadap penurunan transfer yang menunjukkan flypaper
effect terjadi dalam satu arah.
G. Penelitian-Penelitian Terdahulu.
Secara konseptual, perubahan pendapatan akan berpengaruh terhadap belanja atau
pengeluaran, namun tidak selalu seluruh tambahan pendapatan tersebut akan
dialokasikan dalam belanja. Secara empiris juga ditemukan adanya flypaper effect
dalam hubungan pendapatan dengan belanja. Moisio (2002) menyatakan bahwa
orang akan lebih hemat dalam membelanjakan pendapatan yang merupakan hasil
dari effort-nya sendiri dibanding pendapatan yang diberikan pihak lain (seperti
grants atau transfer).
Abdullah & Halim (2004) menemukan bahwa sumber pendapatan daerah berupa
pendapatan asli daerah (PAD) dan dana perimbangan berpengaruh terhadap
belanja daerah secara keseluruhan. Meskipun proporsi PAD maksimal hanya
sebesar 10% dari total pendapatan daerah, kontribusinya terhadap pengalokasian
28
Sementara dana perimbangan merupakan sumber penerimaan utama pemerintah
daerah (sekitar 90-95%), namun bersifat contingent karena ditentukan oleh
pemerintah pusat.
1. Pengaruh Pendapatan Asli Daerah Dengan Pengeluaran Pemerintah.
Banyak penelitian yang menyatakan bahwa pendapatan daerah (terutama pajak)
akan mempengaruhi anggaran belanja pemerintah daerah yang dikenal dengan
nama tax spend hypothesis. Dalam hal ini pengeluaran pemerintah daerah akan
disesuaikan dengan perubahan dalam penerimaan pemerintah daerah atau
pendapatan terjadi sebelum perubahan pengeluaran. Dalam konteks Internasional,
beberapa penelitian yang telah dilakukan untuk melihat pengaruh pendapatan
daerah terhadap belanja daerah menemukan bahwa hipotesis pajak –belanja
berlaku untuk kasus pemda di beberapa Negara Amerika Latin, yakni Kolombia,
Republik Dominika, Honduras, dan Paraguay. (Prakosa, 2004).
2. Pengaruh Dana Perimbangan terhadap Belanja Daerah .
Sejak akhir dekade 1950-an, dalam literature ekonomi dan keuangan daerah,
hubungan pendapatan dan belanja daerah didiskusikan secara luas, serta berbagai
hipotesis tentang hubungan ini diuji secara empiris. Seperti yang dinyatakan oleh
Holtz-Eakin et al (1985), yang dikutip oleh Maemunah (2006), bahwa terdapat
keterkaitan sangat erat antara transfer dari Pempus dengan belanja pemerintah
daerah.
Studi Legrensi dan Milas (2001), menggunakan sample municipalities di Italia,
menemukan bukti empiris bahwa dalam jangka panjang transfer berpengaruh
variable-variabel kebijakan pemda dalam jangka pendek disesuaikan (adjusted) dengan
transfer yang diterima.(Maemunah, 2006) Dalam jurnalnya, Bambang Prakosa
(2004) menjelaskan bahwa sebagian studi menyatakan bahwa pendapatan
mempengaruhi belanja, sementara sebagian lainnya menyatakan bahwa belanjalah
yang mempengaruhi pendapatan.Sementara studi tentang pengaruh transfer atau
grants dari pempus terhadap keutusan pengeluaran atau belanja Pemda sudah
berjalan lebih dari 30 tahun.
3. Pengaruh Pertumbuhan Penduduk dengan Pengeluaran Pemerintah.
Pertumbuhan penduduk merupakan faktor yang mempengaruhi pertumbuhan
pengeluaran publik. Perubahan penduduk mempengaruhi beberapa layanan seperti
kesehatan dan pendidikan. Pertambahan penduduk mempengaruhi kondisi
layanan. Meningkatnya kepadatan penduduk akan mengakibatkan biaya sosial
kepadatan bertambah. Biaya kepadatan penduduk ini berdampak negatif pada
utilitas individu karena sumber daya tambahan harus digunakan untuk layanan
agar kesejahteraan individu tetap baik sebelum dan sesudah pertambahan
penduduk. Karena biaya eksternal kepadatan, peningkatan penduduk akan
meningkatkan pengeluaran dengan asumsi bahwa tingkat output dan kualitas
layanan tetap.
Pada PenelitianNawarti Bustamammenemukan bahwa faktor – faktor yang
signifikan mempengaruhi pertumbuhan total pengeluaran pemerintah di Propinsi
Riau ialah jumlah penduduk dan total pengeluaran pemerintah di Propinsi Riau
ialah jumlah penduduk dan total pengeluaran pemerintah tahun sebelumnya..
Jumlah penduduk merupakan faktor yang paling besar mempengaruhi peneluaran
30
sebelumnya. Jumlah penduduk merupakan faktor yang paling besar
mempengaruhi pengeluaran pemerintah di Propinsi Riau, terutama terhadap
pengeluaran.
III METODE PENELITIAN
A. Jenis dan Sumber Data
Didalam penelitian ini penulis menggunakan metode deskriptif kuantitatif
yaitu menjelaskan kedudukan variabel-variabel penelitian yang diteliti serta
pengaruh antara satu variabel dengan variabel lainnya (Sugiyono, 2003). Ada
beberapa variabel dalam penelitian ini, yaitu :
a. Variabel Independen atau Variabel Bebas
Variabel independen adalah variabel yang mempengaruhi variabel
dependen. Dalam penelitian ini variabel bebasnya sebagai berikut :
X1 : Pendapatan Asli Daerah (PAD)
X2 : Jumlah Dana Perimbangan
X3 : Jumlah Penduduk
b. Variabel Dependen atau Variabel terikat
Variabel dependen adalah variabel yang dipengaruhi variabel lain. Dalam
penelitian ini variabel dependen adalah Jumlah Pengeluaran Pemerintah Daerah
32
Adapun variabel-variabel yang akan digunakan dalam melakukan penelitian ini
meliputi:
a. Jumlah Pengeluaran Pemerintah
Pengeluaran Pemerintah, merupakan total dari semua belanja yang dilakukan oleh
suatu pemerintah.
b. Pendapatan Asli Daerah (PAD)
Variabel PAD yang digunakan dalam penelitian ini adalah PAD masing-masing
daerah di propinsi Lampung yang diambil dari BPS mulai tahun 2002 sampai
2007.
c. Jumlah Dana Perimbangan
Dana Perimbangan, terdiri dari:
•Bagian daerah dari perimbangan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB)
•Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB)
• Dana Alokasi Umum (DAU), yang dialokasikan dengan tujuan pemerataan
dengan memperhatikan potensi daerah, luas daerah, geografis, Jumlah penduduk
dan tingkat pendapatan masyarakat, sehingga perbedaan antara daerah yang belum
berkembang dapat diperkecil.
•Dana Alokasi Khusus (DAK), bertujuan untuk membiayai kebutuhan-kebutuhan
khusus daerah.
d. Jumlah Penduduk
Jumlah penduduk di di suatu daerah tanpa di bedakan mana yang angkatan kerja
maupun yang bukan. Jumlah penduduk ini merupakan suatu komponen penting
Dalam penelitian ini data yang digunakan adalah data sekunder yang terdiri dari
data time series dan cross section selama 6 Tahun di 10 Kabupaten/Kota se
Provinsi Lampung yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik (BPS) yang
digunakan untuk mengetahui faktor apa saja yang mempengaruhi besaran
pengeluaran pemerintah. Data yang digunakan adalah data panel yang merupakan
gabungan antara data time series dan cross section dari 8 Kabupaten dan 2 Kota di
Provinsi Lampung periode 2002 sampai dengan 2007. Pemilihan rentang waktu
yang dimulai dari periode anggaran 2002 sampai dengan 2007, didasari karena
pada periode tersebut terjadi kebijakan baru dalam pemerintahan dengan
diberlakukannya otonomi daerah yang mendorong terjadinya desentralisasi fiskal
dalam keuangan daerah.
B. Model Regresi Data Panel
Data panel ( Panel pooled data) adalah data menggabungkan antara data time
series dan data cross section. Time series sendiri merupakan data yang terdiri atas
satu objek tetapi meliputi beberapa kurun waktu tertentu. Pada penelitian ini data
time series-nya yaitu data pada Pengeluaran Pemerintah, Pendapatan Asli Daerah
(PAD), Dana Perimbangan, dan Jumlah Penduduk pada satu Kabupaten/Kota
tertentu pada kurun waktu periode tahun 2002-2007, sedangkan data cross section
terdiri dari beberapa objek pengamatan pada satu waktu tertentu, cross section
pada penelitian ini yaitu data pada Pengeluaran Pemerintah, Pendapatan Asli
Daerah (PAD), Dana Perimbangan, dan Jumlah Penduduk di beberapa
34
digabungkan akan terbentuk data panel. Ada beberapa keuntungan yang diperoleh
dengan menggunakan data panel.
Pertama, data panel yang merrupakan gabungan dua data time series dan cross
section mampu meyediakan data yang lebih banyak sehingga akan menghasilkan
degree of freedom yang lebih besar. Kedua, menggabungkan informasi dari data
tine series dan cross section dapat mengatasi masalah yang timbul ketika ada
masalah penghilangan variabel (ommited-variabel).
Jika setiap unit cross section mempunyai data time series yang sama maka
modelnya disebut model regresi panel data seimbang (balance panel), sedangkan
jika jumlah observasi time series dari unit cross section tidak sama maka disebut
regresi panel data tidak seimbang (unbalance panel).
Secara umum dengan menggunakan data panel kita akan menghasilkan intersep
dan slope koefisien yang berbeda pada setiap individu (daerah) dan setiap periode
waktu. Ada beberapa kemungkinan yang akan muncul, yaitu:
1.Diasumsikan intersep dan slope adalah tetap sepanjang waktu dan individu
(daerah) dan perbedaan intersep dan slope dijelaskan oleh periode gangguan.
2.Diasumsikan slope adalah tetap tetapi intersep berbeda antar individu.
3.Diasumsikan slope tetap tetapi intersep berbeda baik antar waktu maupun antar
individu.
4.Diasumsikan intersep dan slope berbeda antar individu.
5.Diasumsikan intersep dan slope berbeda antar waktu dan antar individu.
Namun demikian ada beberapa metode yang biasa digunakan untuk mengesitimasi
model regresi dengan data panel yaitu dengan pendekatan Common Effect, Fixed
1. Koefisen Tetap Antar Waktu dan Individu (Common Effect)
Teknik yang paling sederhana untuk mengestinasi data panel adalah dengan
mengkombinasikan data time series dan cross section tanpa melihat perbedaan
antara waktu dan individu dengan menggunakan metode OLS. Metode ini dikenal
dengan estimasi Common Effect. Dalam pendekatan ini tidak memperhatikan
dimensi individu maupun waktu. Diasumsikan bahwa data antar individu sama
dalam berbagai kurun waktu.
2. Slope Konstan Tetapi Intersep Berbeda Antar Individu (Fixed Effect)
Teknik model fixed effect adalah teknik mengestimasi data panel variabel dummy
untuk menagkap adanya perbedaan intersep. Pengertian fixed effect ini didasarkan
adanya perbedaan intersep antara individu namun intersepnya sama antar waktu
(time invariant). Disamping itu model ini juga mengasumsikan bahwa koefisien
regresi (slope) tetap antar individu dan antar waktu.Model estimasi ini sering
disebut dengan teknik Least Squares Dummy Variables (LSDV).
3. Estimasi Dengan Pendekatan Random Effects
Dimasukanya Variabel dummy di dalam model Fixed Effect bertujuan untuk
mewakili ketidaktahuan kita tentang model yang sebenarnya. Namun, ini juga
membawa konsekuensi berkurangnya derajat kebebasan (degreeof freedom) yang
pada akhirnya mengurangi efisiensi parameter. Masalah ini dapat diatasi dengan
menggunakan variabel gangguan (error term) dikenal dengan metode random
effect. Di dalam model ini kita akan mengestimasi data panel dimana variabel
36
yang tepat untuk mengestimasi model random effect adalah Generalized Least
Squares (GLS).
C. Pemilihan Teknik Estimasi Regresi Data Panel
Untuk mengestimasi data panel ada tiga teknik yang dapat digunakan yaitu model
dengan metode OLS (common), model Fixed Effect dan model Random Effect.
Untuk menentukan teknik mana yang paling tepat dalam mengestimasi data panel
maka perlu dilakukan pengujian. Adapun pengujiannya terdiri dari, pertama uji
statistik F digunakan untuk memilih antara metode OLS tanpa variabel dummy
atau Fixed Effect. Kedua, uji Langrange Multiplier (LM) digunakan untuk
memilih antara OLS tanpa variabel dummy atau Random Effect. Terakhir, untuk
memilih antara Fixed Effect atau Random Effect digunkan uji yang dikemukakan
oleh Hausman.
1. Uji Signifikansi Fixed Effect
Uji F digunakan untuk mengetahui teknik regresi data panel dengan Fixed Effect
lebih baik dari model regresi data panel tanpa variabel dummy dengan melihat
residual sum of squares (RSS). Adapun uji F statistiknya adalah sbb:
) /( ) ( / ) ( 2 2 1 k n RSS m RSS RSS F
dimana RSS1 dan RSS2 merupakan residual sum of Squares teknik tanpa variabel
dummy dan teknik fixed effect dengan dummy.
Hipotesis nulnya adalah bahwa intersep adalah sama. Nilai statistik F hitung akan
mengikuti distribusi statistik F dengan derajat kebebasan (df) sebanyak m untuk
dalam model tanpa variabel dummy, dimana n merupakan jumlah observasi dan k
adalah jumlah paramater dalam model Fixed Effect.
2. Uji Signifikansi Random Effect
Uji signifikansi Random Effect ini dikembangkan oleh Bruesch-Pagan. Metode
Bruesch Pagan untuk uji signifikansi model Random Effect didasarkan pada nilai
residual dari metode OLS. Adapun nilai statistik LM dihitung berdasarkan
formula yang terdapat pada buku Ekonometrika karangan Agus Widarjono.
Uji LM ini didasarkan pada distribusi chi-squares dengan degree of freedom
sebesar jumlah variabel independen. Jika nilai LM statistik lebih besar nilai kritis
statistik chi-squares maka kita menolak hipotesis nul. Artinya, estimasi yang tepat
untuk model regresi data panel adalah metode Random Effect dari pada metode
OLS. Sebaliknya jika nilai LM statistik lebih kecil dari nilai statistik Chi-squares
sebagi niali kritis maka kita menerima hipotesis nul. Estimasi Random Effect
dengan demikian tidak dapat digunakan untuk regresi data panel, tetapi digunakan
metode OLS.
3. Uji Signifikansi Fixed Effect Atau Random Effect
Hausman telah mengembangkan suatu uji untuk memilih apakah menggunakan
model Fixed Effect atau Random Effect. Uji Hausman ini didasarkan pada ide
bahwa LSDV di dalam metode Fixed Effect dan GLS adalah efisien sedangkan
metode OLS tidak efisien, di lain pihak alternatifnya metode OLS efisiensi dan
GLS tidak efisien. Karena itu uji hipotesis nulnya adalah hasil estimasi keduanya
tidak berbeda sehingga uji Hausman bisa dilakukan berasarkan perbedaan estimasi
38
perbedaan estimasi tersebut. Hasil metode Hausman adalah bahwa perbedaan
kovarian dari estimator yang efisien dengan estimator yang tidak efisien adalah
nul , uji Hausman ini akan mengikuti distribusi chi-squares. Statistik uji Hausman
ini mengikuti distribusi statistik Chi Square dengan degree of freedom sebanyak k
dimana k adalah jumlah variabel independen. Jika nilai statistik Hausman lebih
besar dari nilai kritisnya maka model yang tepat adalah model Fixed Effect
sedangkan sebaliknya bila niali statistik Hausman lebih kecil dari nilai kritisnya
maka model yang tepat adalah model Random Effect.
D. Alat Analisis
Alat analisis yang digunakan unuk menghitung berkaitan dengan studi empiris
ini, yaitu dengan model regresi data panel. Data panel pada penelitian ini diduga
akan mengunakan metode Fixed Effect yang secara umum ditulis sebagai berikut:
lnYit = o + 1lnX1it + 2lnX2it + 3D1i… +13D9 + eit
Keterangan
Yit = Pengeluaran Pemerintah masing-masing daerah ( Juta )
X1it = PAD masing-masing daerah ( Juta )
X2it = Dana Perimbangan masing-masing daerah ( Juta )
X3it = Jumlah Penduduk masing-masing daerah (Ribu Jiwa)
eit = residual secara menyeluruh
β0, β1, β2, β3 = koefisien penjelas masing-masing input nilai parameter Y
D1…D9 = Dummy
= 0 Untuk Kabupaten/kota lainya
D2 = 1 Lampung Selatan
= 0 Untuk Kabupaten/kota lainya
D3 = 1 Untuk Lampung Timur
= 0 Untuk Kabupaten/kota lainya
D4 = 1 Untuk Lampung Tengah
= 0 Untuk Kabupaten/kota lainya
D5 = 1 Untuk Lampung Utara
= 0 Untuk Kabupaten/kota lainya
D6 = 1 Untuk Way Kanan
= 0 Untuk Kabupaten/kota lainya
D7 = 1 Untuk Tulang Bawang
= 0 Untuk Kabupaten/kota lainya
D8 = 1 Untuk Bandar Lampung
= 0 Untuk Kabupaten/kota lainya
D9 = 1 Untuk Metro
= 0 Untuk Kabupaten/kota lainya
Dalam penelitian ini hanya mempunyai sepuluh kabupaten/kota yang berbeda
maka hanya memerlukan sembilan variable dummy untuk mengetahui perbedaan
intersep antara tersebut. Di dalam model ini Kabupaten Lampung Barat
merupakan Kabupaten/Kota pembanding sehingga kita tidak memerlukan variabel
dummy untuk Lampung Barat. Dari pendekatan regresi dengan metode fixed effect
ini akan diperoleh parameter masing-masing variabel independen yang
40
dependen. Koefisien yang akan didapat merupakan estimasi faktor-faktor tersebut
dalam menentukan besaran nilai pengeluaran pemerintah di 10 Kabupaten/Kota di
Provinsi Lampung terhadap koefisien regresi tersebut, dan kemudian akan
dilakukan pengujian statistik, yaitu uji t-statistik serta uji F-statistik dan koefisien
determinasi R2.
Menurut Judge ada empat pertimbangan pokok untuk memilih Fixed Effect model
(FEM) dan Error Component Model (ECM), yaitu:
1. Jika jumlah time series (T) besar dan jumlah cross-section (N) kecil mka nilai
taksiran parameter berbeda kecil, sehingga pilihan didasarkan pada
kemudahan perhitungan, yaitu FEM.
2. Bila N besar dan T kecil penaksiran dengan FEM dan ECM menghasilkan
perbedaan yang signifikan. Pada ECM diketahui bahwa β0i = β0 + εi, dimana εi
adalah komponen acak cross-sectional, pada FEM diperlakukan β0 adalah
tetap atau tidak acak. Bila diyakini bahwa individu atau cross-section tidak
acak maka FEM lebih tepat, sebaliknya jika cross-section acak maka ECM
lebih tepat.
3. Jika komponen penggangu individu εi berkorelasi maka penaksiran ECM
adalah bias dan penaksir FEM tidak bias.
4. Jika N besar dan T kecil serta asumsi ECM dipenuhi maka penaksiran ECM
lebih efisien dari penaksiran FEM.
Menurut asumsi di atas dapat di pastikan metode yang akan digunakan untuk
menganalisis data panel pada penelitian ini adalah metode Random Effect karena
menggunakan asumsi diatas pemilihan metode regresi data panel pada penelitian
ini akan ditentukan dengan menggunakan 3 uji perbandingan yaitu uji
perbandingan antara metode OLS dengan Fixed Effect dan uji perbandingan
antara OLS dengan Random Effect serta uji Hausman.
E. Pengujian Hipotesis
Setelah data terkumpul akan dikelompokkan sesuai dengan variabel-variabel,
kemudian data tersebut diuji dengan pengujian hipotesis. Pengujian hipotesis
tersebut sebagai berikut:
1. Uji t - Statistik
t-statistik digunakan untuk mengetahui apakah suatu variabel independent
berpengaruh signifikan secara individu terhadap variabel dependent. Metode yang
digunakan dalam t-test adalah dengan cara membandingkan nilai thitung dari
masing-masing koefisien variabel bebas terhadap nilai ttabel pada derajat keyakinan
5%. Jika t-hitung > t-tabel berarti variabel independen secara individu berpengaruh
signifikan terhadap variabel dependen. Semakin kecil derajat keyakinan yang
digunakan, maka kemungkinan penolakan H0 semakin kecil, sehingga dapat
disimpulkan variabel independen tersebut berpengaruh signifikan terhadap
variabel dependen.
2. Uji F - Statistik
Untuk mengetahui apakah variabel-variabel independent yang digunakan dalam
model secara bersama-sama dapat menjelaskan variabel dependen. Dalam
42
• Hipotesis nol (H0) : β1, β2, βn = 0
• Hipotesis alternatif (Ha) : β1, β2, βn ≠0
Uji F dilakukan dengan membandingkan nilai Fstatistik terhadap nilai Ftabel. Jika
Fstatistik <Ftabel, maka H0 diterima. Jika hipotesis nol diterima, maka dapat diartikan
bahwa semua parameter estimasi sama dengan nol. Sehingga disimpulkan bahwa
tidak ada pengaruh antara variabel-variabel independent dengan variabel
dependent.
3. Koefisien Determinasi (R2)
Koefisien Determinasi R2digunakan untuk menyatakan tingkat keeratan
hubungan antara variabel-variabel independent dan variabel-variabel dependent.
Nilai R2terletak diantara 0 dan 1. semakin besar nilai R2(mendekati 1), dapat
disimpulkan bahwa model regresi yang digunakan adalah baik. Nilai R2digunakan
untuk melihat seberapa besar kemampuan variabel independent yang digunakan
IV. ANALISIS DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Analisis
Pada Bab ini akan dibahas tentang hasil analisis yang diperoleh secara rinci
disertai dengan langkah-langkah analisis data yang dilakukan. Penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui pengaruh Pendapatan Asli Daerah (PAD), Dana
Perimbangan dan Jumlah Penduduk terhadap Pengeluaran Pemerintah. Objek
Penelitiannya adalah 10 Kabupaten/Kota di Provinsi , untuk periode tahun
2002-2007. Data yang diolah dalam penelitian ini adalah data dari Laporan Anggaran
APBD dan Laporan Realisasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah yang di
dapat dari BPS Provinsi Lampung.
1. Uji perbandingan metode OLS dengan model Fixed Effect
Uji ini menggunakan formula sbb:
) /( ) ( / ) ( 2 2 1 k n RSS m RSS RSS F dimana:
m= jumlah pembatasan dalam model tanpa variable dummy
44
k = Jumlah parameter dalam model Fixed Effect
dengan asumsi Fkritis ≤ F[(n-1) , (nT-k)] tolak H0, maka hasilnya adalah:
5774302 , 8 0177857 , 0 1525556 , 0 56 / ) 996 , 0 ( 9 / ) 996 , 0 369 , 2 ( F F
Dari perhitungan diatas diketahui bahwa nilai dari Fhitung adalah sebesar 8,577430
sedangkan nilai Fkritis dengan numerator 9 dan denumarator 56 pada α=5% dan
α=1% masing-masing adalah 2,12 dan 2,89 yang berarti Fkritis ≤ Fhitung maka
dengan demikian kita menolak hipotesis nul. Asumsi bahwa koefisien intersep
dan slope adalah sama tidak berlaku sebagaimana ditunjukkan oleh persamaan :
lnYit = o + 1lnX1it + 2lnX2it + 3lnX3it + eit.
Model panel data yang tepat untuk menganalisis perilaku sepuluh Kota dan
Kabupaten se-Provinsi Lampung adalah metode Fixed Effect dengan teknik LSDV
daripada model OLS .
2. Uji Perbandingan metode OLS dengan model Random Effect
Dari hasil uji antara metode OLS dengan model Fixed Effect diatas mehasilkan
bahwa metode Fixed Effect yang paling tepat untuk menganalisis data panel ini,
namun ada satu uji lagi yang harus dilakukan untuk mendapatkan model yang
paling tepat dalam menganalisis data panel pada penelitian ini yaitu
membandingankan OLS dengan model Random Effect. Uji ini dilakukan
berdasarkan uji Lagrange Multiplier (LM). Uji signifikansi model Random Effect
model Random Effect didasarkan pada nilai residual dari metode OLS. Adapun
nilai statistik LM dihitung berdasarkan formula yang terdapat pada buku Agus
Widarjono adalah: 0031176 , 0 1 369 , 2 315 , 2 ) 1 6 ( 2 ) 6 (
10 2
LM
sedangkan nilai kritis tabel distribusi chi squares dengan df sebesar 3 pada α=1%
dan α=5% masing-masing sebesar 11.345 dan 7.81473. karena LM ≤ nilai chi
squares, maka dengan demikian secara statistik tidak signifikan sehingga kita
menerima hipotesis nul. Metode OLS lebih tepat dibandingkan dengan Model
Random Effect.
3. Uji Perbandingan metode Fixed Effect dengan model Random Effect
Menggunakan uji Hausman dengan alat bantu software Eviews didapat nilai
H=23,1068 Sedangkan nilai kritis dengan df sebesar 3 pada α=5% dan α=1%
masing-masing sebesar 11,345 dan 7,81473. Sesuai dengan hipotesis awal yaitu:
H0 = metode FEM koeifisien dan tidak bias metode ECM efisien, H1 = metode
FEM koefisien dan tidak bias metode ECM bias. Maka kita menolak hipotesis nul
karena nilai uji Hausman > nilai chi square karena ECM akan menghasilkan
estimasi yang bias, dengan demikian berdasarkan uji Hausman model yang tepat
untuk menganalisis perilaku pengeluaran Pemerintah daerah di Propinsi Lampung
adalah model Fixed Effect daripada Random Effect.
Dari tiga uji diatas dapat diambil simpulan bahwa metode analisis data yang
46
Fixed Effect, sebagai alat bantu analisis penulis mengunakan software Eviews
[image:55.595.115.505.273.630.2]yang mana hasilnya ditunjukkan oleh tabel berikut ini:
Tabel 4.1 Hasil Regresi Model Fixed Effect
Dependent Variable: LOG(Y?)
Method: GLS (Cross Section Weights) Sample: 2002 2007
Included observations: 6
Number of cross-sections used: 10 Total panel (balanced) observations: 60 One-step weighting matrix
Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.
LOG(X1?) 0.261474 0.049720 5.258886 0.0000
LOG(X2?) 0.223080 0.067614 3.299295 0.0019
LOG(X3?) 4.636937 0.843750 5.495628 0.0000
Fixed Effects
_LAMBAR--C -20.22777
_TGMS--C -23.42691
_LAMSEL--C -25.38654
_LAMTIM--C -23.94527
_LAMTENG--C -24.77306
_LAMUT--C -21.79678
_WK--C -19.74011
_TUBA--C -23.12781
_BALAM--C -23.63747
_METRO--C -15.41135
Weighted Statistics
R-squared 0.999449 Mean dependent var 14.76931
Adjusted R-squared 0.999308 S.D. dependent var 5.535458
S.E. of regression 0.145599 Sum squared resid 0.996361
F-statistic 7102.637 Durbin-Watson stat 1.658874
Prob(F-statistic) 0.000000
Unweighted Statistics
R-squared 0.910703 Mean dependent var 12.71708
Adjusted R-squared 0.887904 S.D. dependent var 0.441428
S.E. of regression 0.147793 Sum squared resid 1.026611
Durbin-Watson stat 1.662578
Dalam persamaan diatas dapat dilihat bahwa koefisien regresi PAD adalah positif
yaitu sebesar 0.261474, sedangkan koefisien regresi Dana Perimbangan nilainya
positif yaitu 0.223080, dan koefisien Jumlah Penduduk bernilai positif yaitu