• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kerangka Pemikiran Teoritis Rantai Pasok

Rantai pasok terdiri atas semua pihak yang terlibat, baik secara langsung maupun tidak langsung dalam pemenuhan permintaan pelanggan, tidak hanya meliputi produsen dan pemasok tetapi juga transportasi, pergudangan, pengecer, bahkan pelanggan sendiri (Chopra dan Meindl, 2007). Rantai pasok merupakan jaringan organisasi yang dilibatkan dalam pemindahan material, informasi, dan uang sebagai aliran bahan baku dari sumber masing-masing kemudian melewati proses produksi hingga bahan baku tersebut dikirimkan sebagai produk akhir atau jasa untuk konsumen akhir (Summer, 2009).

Jonsson (2008) menyatakan bahwa manajemen rantai pasok meliputi perencanaan dan pengelolaan semua kegiatan yang terlibat dalam sumber dan pengadaan, konversi, dan semua kegiatan manajemen logistik. Hal ini juga mencakup koordinasi dan kolaborasi dengan masing-masing saluran seperti pemasok, perantara, penyedia layanan pihak ketiga, dan pelanggan. Masalah penawaran dan permintaan terjadi di seluruh rantai dan rantai pasok menghubungkan semua komponen dengan tujuan untuk memenuhi permintaan konsumen (Summer, 2009). Lambert (2008) juga menyatakan bahwa manajemen rantai pasok adalah integrasi dari proses bisnis utama dari pengguna akhir melalui pemasok yang menyediakan produk, layanan, dan informasi yang meningkatkan nilai tambah bagi pelanggan dan stakeholder lainnya.

Pada beberapa pengertian di atas, maka dapat diambil kesimpulan bahwa rantai pasok adalah kumpulan organisasi yang terintegrasi untuk pemenuhan kebutuhan konsumen mulai dari bahan baku hingga produk akhir di tangan konsumen. Manajemen rantai pasok merupakan proses perencanaan, pengorganisasian, pengontrolan pada integrasi antar organisasi ini.

Manajemen Rantai Pasok

Pada dasarnya, organisasi yang efektif akan fokus untuk menciptakan nilai bagi pelanggan dan rantai pasok yang efektif akan mendukung proses penciptaan nilai tersebut (Chopra dan Meindl, 2007). Menurut Anatan dan Ellitan (2007), aplikasi manajemen rantai pasok pada dasarnya memiliki tiga tujuan utama yaitu penurunan biaya (cost reduction), penurunan modal (capital reduction), dan perbaikan layanan (service improvement).

Menurut Van der Vorst (2006), manajemen rantai pasok adalah perencanaan terpadu, koordinasi dan kontrol dari semua proses bisnis dan kegiatan dalam rantai pasok untuk memberikan yang terbaik kepada konsumen. Di mana definisi rantai pasok itu sendiri adalah serangkaian kegiatan (fisik dan pengambilan keputusan) yang berkaitan dengan arus material dan informasi maupun arus yang terkait dengan uang serta hak milik yang melintasi batas-batas organisasi. Rantai pasok tidak hanya mencakup produsen dan pemasok, tetapi juga (tergantung pada

arus logistik) transporter, gudang, pengecer, organisasi pelayanan, dan konsumen sendiri.

Pada Gambar 5 menggambarkan rantai pasok yang general di tingkat organisasi dalam konteks jaringan rantai pasok secara lengkap. Setiap perusahaan diposisikan dalam lapisan jaringan dan setidaknya memiliki satu rantai pasok tetapi biasanya memiliki beberapa (bervariasi) pemasok dan pelanggan pada waktu yang sama dan dari waktu ke waktu. Pihak lain dalam jaringan mempengaruhi kinerja rantai. Oleh karena itu, analisis rantai pasok sebaiknya dilakukan atau dievaluasi dalam konteks Food Supply Chain Network (FSCN). Lazzarini et al., (2001) mengacu pada 'netchain' dan mendefinisikan sebagai "sebuah jaringan diarahkan pelaku yang bekerja sama untuk membawa produk kepada pelanggan".

Penggunaan FSCN dapat mengidentifikasi lebih dari satu rantai pasok dan lebih dari satu proses bisnis, baik paralel dan sekuensial dalam waktu. Akibatnya, organisasi mungkin memainkan peran yang berbeda dalam pengaturan rantai yang berbeda dan karena itu berkolaborasi dengan mitra rantai yang berbeda, yang mungkin menjadi pesaing mereka dalam pengaturan rantai lainnya. Singkatnya, pelaku rantai mungkin terlibat dalam rantai pasok yang berbeda dalam FSCNs yang berbeda, berpartisipasi dalam berbagai proses bisnis yang berubah seiring waktu dan di mana berubah secara dinamis.

Gambar 5 Skema diagram rantai pasok dari perspektif pengolah

Sumber: Lazzarini et al., 2001

Manajemen rantai pasok yang baik akan memiliki beberapa manfaat yaitu dapat mengurangi biaya distribusi sehingga dapat memperoleh keuntungan yang tinggi dan berpotensi menetapkan harga yang rendah untuk konsumen. Manajemen yang baik juga dapat mengembangkan pelayanan bagi pelanggan sebagai hasil pengembangan aliran informasi, pengiriman yang lebih cepat dan pengembalian produk yang lebih mudah (Levens, 2010). Dengan demikian perusahaan mampu meningkatkan nilai tambah pada produk tersebut.

Tujuan dari setiap rantai pasok adalah memaksimalkan keseluruhan nilai yang dihasilkan. Secara umum, nilai rantai pasok yang dihasilkan adalah selisih antara nilai produk akhir untuk pelanggan dan biaya rantai pasok yang timbul untuk memenuhi permintaan pelanggan. Untuk kebanyakan rantai pasok komersial, nilai akan sangat berkorelasi dengan profitabilitas rantai pasok. Kesuksesan rantai pasok dihitung berdasarkan kondisi keseluruhan rantai pasok bukan dari kondisi masing-masing tahap dalam rantai pasok (Chopra dan Meindl, 2007). Dengan demikian, tujuan dari rantai pasok adalah menciptakan nilai produk baik nilai bagi pelanggan seperti pemenuhan permintaan secara tepat maupun nilai bagi perusahaan berupa profit yang lebih tinggi.

Saluran Pemasaran

Pemasaran adalah suatu proses sosial dan manajerial dimana individu- individu dan kelompok-kelompok mendapatkan apa yang mereka butuhkan dan inginkan melalui penciptaan, penawaran, dan pertukaran produk-produk yang bernilai (Kotler, 1997). Tujuan utama sebuah perusahaan dalam melakukan pemasaran adalah untuk memaksimalkan keuntungan melalui pemenuhan kebutuhan konsumen.

Menurut Kotler (1997), tiga fungsi pokok pemasaran yaitu (1) fungsi pertukaran adalah kegiatan yang memperlancar perpindahan hak milik dari barang dan jasa yang dipasarkan yang terdiri atas fungsi pembelian dan fungsi penjualan; (2) fungsi fisik, merupakan semua kegiatan yang berlangsung dengan barang atau jasa sehingga menimbulkan kepuasan tempat, bentuk dan waktu. Kegiatan yang termasuk ke dalam fungsi fisik adalah kegiatan penyimpanan, pengolahan dan pengangkutan; (3) fungsi fasilitas, merupakan semua kegiatan yang bertujuan untuk memperlancar kegiatan pertukaran yang terjadi antara produsen dan konsumen. Untuk menjalankan fungsi-fungsi pemasaran akan diperlukan beberapa jasa pendukung lainnya, antara lain jasa pengolahan pasca panen (seperti pembersihan, penyimpanan, pemeliharaan) dan jasa transportasi.

Salah satu faktor yang mendukung kesuksesan pemasaran adalah distribusi oleh saluran pemasaran. Distribusi adalah proses penyampaian barang dan jasa pada konsumen. Sedangkan saluran pemasaran merupakan suatu jaringan dari semua pihak yang terlibat dalam mengalirnya produk atau jasa dari produsen kepada konsumen atau konsumen bisnis (Levens, 2010). Tanpa adanya kegiatan distribusi, produk tidak akan tersedia bagi konsumen sehingga proses maksimisasi keuntungan juga tidak akan tercapai. Menurut Kotler (2005), saluran pemasaran adalah beberapa organisasi yang saling bergantung dan terlibat dalam proses mengupayakan agar produk dan jasa yang tersedia untuk digunakan dan dikonsumsi.

Saluran pemasaran melaksanakan tugas memindahkan barang dari produsen ke konsumen yang mengatasi kesenjangan waktu, tempat, dan kepemilikan yang memisahkan barang dan jasa dari orang-orang yang membutuhkan atau menginginkannya. Menurut Kotler (2005), anggota-anggota saluran pemasaran melaksanakan sejumlah fungsi utama yaitu:

1. Mengumpulkan informasi mengenai calon pelanggan dan pelanggan sekarang, pesaing, dan pelaku serta kekuatan lainnya dalam lingkungan pemasaran tersebut.

2. Mengembangkan dan menyebarkan informasi persuasif untuk merangsang pembelian.

3. Mencapai kesepakatan mengenai harga dan ketentuan-ketentuan lain sehingga peralihan kepemilikan dapat terlaksana.

4. Melakukan pemesanan kepada produsen.

5. Memperoleh dana untuk membiayai persediaan pada tingkat yang berbeda dalam saluran pemasaran.

6. Menanggung resiko yang berhubungan dengn pelaksanaan fungsi pemasaran. 7. Mengatur kesinambungan penyimpanan dan perpindahan produk-produk

fisik.

8. Mengatur pelunasan tagihan kepada pembeli melalui bank dan lembaga keuangan lainnya. Mengawasi peralihan kepemilikan aktual dari suatu organisasi atau orang kepada organisasi atau orang lainnya.

Lembaga-lembaga yang terlibat dalam penyaluran produk akhir dari perusahaan hingga ke tangan konsumen disebut sebagai lembaga pemasaran. Lembaga tersebut antara lain pedagang besar, pengecer, agen, dan fasilitator. Saluran mungkin terdiri atas satu atau lebih lembaga di mana masing-masing memiliki peranan yang berbeda seperti produksi, pengumpulan, sortasi, transportasi, promosi, penetapan harga, dan penjualan barang atau jasa pada konsumen.

Saluran pemasaran memiliki panjang yang berbeda-beda. Bentuk saluran pemasaran yang paling sederhana adalah pemasaran langsung atau langsung atau

zero-level channel, dimana produsen sekaligus memasarkan produk atau jasanya langsung kepada konsumen. Sedangkan pemasaran tidak langsung melibatkan satu atau lebih perantara antara produsen dan konsumen. Dengan adanya perantara tersebut, efisiensi dan efektivitas saluran pemasaran akan tercapai. Pemasaran langsung maupun tidak langsung dapat dilakukan dengan cara business to consumer (B2C) atau business to business customers (B2B). Contoh saluran pemasaran dapat dilihat pada Gambar 6. Pada Gambar 6, saluran satu merupakan saluran pemasaran langsung sedangkan sisanya merupakan saluran pemasaran tidak langsung.

Logistik

Menurut Levens (2010), logistik adalah koordinasi semua aktivitas yang berkaitan dengan transportasi dan pengiriman produk dan jasa yang terjadi dalam ruang lingkup bisnis tunggal atau organisasi. Menurut Jonsson (2008) logistik dapat digambarkan sebagai ilmu aliran bahan yang efisien. Namun aliran bahan bukan hanya aliran yang utama dalam logistik, aliran informasi yang efisien

merupakan bagian yang sangat penting dalam logistik. Dari aliran bahan dan informasi maka akan tercipta aliran dana. Ketiga aliran tersebut dapat dilihat pada Gambar 7.

Gambar 6 Saluran pemasaran konsumen Sumber: Kotler and Armstrong (2004)

a. Aliran Bahan

Aliran bahan berasal dari sumber bahan baku untuk pengguna akhir yang secara tradisional dilihat sebagai aliran utama dalam logistik. Dalam sebuah perusahan manufaktur, bahan baku dan komponen mengalir di dalam dan melalui perusahaan, sedangkan produk-produk mengalir keluar dari perusahan menuju pelanggan. Aliran bahan dalam arah yang berlawanan dari pelanggan ke pemasok melalui sistem produksi, klaim, dan daur ulang disebut aliran bahan terbalik.

Gambar 7 Aliran sistem logistik dalam dan diantara perusahaan Sumber: Jonsson (2008)

Aliran fisik bahan dapat dihubungkan dengan empat komponen sistem yang berbeda tergantung pada jenis aliran tersebut. Hal tersebut adalah transportasi, penanganan bahan, penyimpanan, dan kemasan. Gerakan fisik dapat terjadi antara pabrik dan di dalam pabrik. Transport mengacu pada gerakan bahan antara pabrik, misalnya antara perusahaan manufaktur menuju toko. Penanganan bahan berhubungan dengan penerimaan barang, penyimpanan, dan penarikan dari toko- toko serta transportasi di dalam pabrik. Transportasi dan penanganan bahan berlangsung di beberapa tipe toko, yang berkaitan dengan aliran bahan. Bahan- bahan yang mengalir tersebut ditutupi oleh kemasan. Desain kemasan memiliki

Saluran 1 Saluran 2 Saluran 3 Saluran 4 Pengecer Pabrikan Konsumen Konsumen Konsumen Konsumen Pabrikan Pengecer Pengecer Pabrikan Pabrikan Pemborong Pedagang Besar Pedagang Besar

Supplier Information flow Customer

Material flow

pengaruh langsung pada transportasi, penganganan bahan dan penyimpanan. Oleh karena itu kemasan dapat dilihat sebagai komponen lain terkait aliran material dari sistem logistik.

b. Aliran Informasi

Sebuah aliran bahan yang efisien memanfaatkan sumber daya secara efisien dan sesuai dengan permintaan pelanggan. Untuk menyeimbangkan akses dan penggunaan sumber daya yang diperlukan baik jangka panjang maupun jangka pendek memerlukan informasi mengenai kebutuhan pelanggan, kapasitas yang tersedia, bahan-bahan yang terdapat di perusahaan individu, dan kapasitas pemasok untuk menyampaikan. Arus informasi dalam sistem logistik merupakan prasyarat untuk aliran bahan yang efisien. Informasi tentang permintaan saat ini dan masa yang akan datang, terdiri atas informasi penjualan, perkiraan informasi dan informasi permintaan pelanggan. Informasi dibuat secara internal dalam perusahaan dilihat dari perkiraan penjualan, tetapi juga disampaikan dari pelanggan dalam bentuk permintaan pelanggan, statistik penjualan, rencana dan sebagainya. Kebutuhan informasi permintaan dalam sistem logistik menimbulkan beberapa aliran informasi.

Informasi tentang kapasitas penyampaian pemasok juga diperlukan untuk memungkinkan arus efisien bahan. Informasi ini diperlukan agar perencaaan dan pelaksanaan peningkatan nilai tambah dapat dilakukan seefisien mungkin, tetapi juga untuk dapat mempertahankan layanan pasokan yang baik kepada pelanggan. Informasi dapat terdiri atas informasi saldo saham, konfirmasi permintaan, pemberitahuan pengiriman.

c. Aliran Dana

Sebagai akibat dari aliran bahan dari pemasok ke pelanggan, aliran dana muncul dalam arah yang berlawanan. Pembayaran dimulai dari faktur atau dengan mekanisme lain yang disepakati. Klaim yang timbul dari produk yang dijual dapat memulai aliran dana dari pemasok kepada pelanggan.

   

Efisiensi Pemasaran

Efisiensi sistem pemasaran merupakan tujuan akhir yang ingin dicapai dalam suatu sistem pemasaran. Efisiensi pemasaran dapat tercapai jika sistem tersebut dapat memberikan kepuasan pihak-pihak yang terlibat yaitu produsen, konsumen akhir dan lembaga-lembaga pemasaran. Sistem pemasaran yang efisien akan tercipta apabila seluruh lembaga pemasaran yang terlibat dalam kegiatan memperoleh kepuasan dengan aktivitas pemasaran tersebut (Limbong dan Sitorus, 1987). Pemasaran yang efisien adalah kegiatan pemasaran yang dilakukan dengan mengoptimalkan input tanpa mengurangi kepuasan konsumen.

Efisiensi pemasaran dapat diukur dengan dua cara yaitu efisiensi operasional dan harga. Efisiensi operasional menunjukkan biaya minimum yang dapat dicapai dalam pelaksanaan fungsi dasar pemasaran yaitu pengumpulan, transportasi, penyimpanan, pengolahan, distribusi dan aktivitas fisik, dan fasilitas. Sedangkan efisiensi harga menunjukkan pada kemampuan harga dan tanda-tanda harga untuk penjual serta memberikan tanda kepada konsumen sebagai panduan

dari penggunaan sumber daya produksi dari sisi produksi dan pemasaran (Dahl dan Hammond, 1977).

Menurut Kohls dan Uhls (2002), pendekatan yang digunakan dalam efisiensi pemasaran ada dua cara, yaitu efisiensi operasional dan efisiensi harga. Efisiensi operasional berhubungan dengan penanganan aktivitas-aktivitas yang dapat meningkatkan rasio dari output-input pemasaran. Efisiensi operasional biasanya dapat diukur dari marjin pemasaran, analisis farmer’s share, analisis rasio keuntungan atas biaya, analisis fungsi-fungsi pemasaran, dan kelembagaan dari analisis S-C-P (structure, conduct, and performance). Efisiensi harga menekankan kepada kemampuan dari sistem pemasaran yang sesuai dengan keinginan konsumen (Dahl dan Hammond,1977). Menurut Kohls dan Uhls (2002), efisiensi harga mengukur seberapa kuat harga pasar menggambarkan sistem produksi dan biaya pemasaran. Efisiensi harga biasanya diukur dari korelasi harga komoditas yang sama pada tingkat pasar yang berbeda.

   

Marjin Pemasaran

Marjin pemasaran merupakan perbedaan atau selisih harga yang dibayarkan konsumen akhir dengan harga yang diterima petani produsen. Marjin pemasaran dapat dikatakan juga sebagai nilai dari jasa-jasa pelaksanaan kegiatan pemasaran, mulai dari tingkat produsen hingga tingkat konsumen akhir yang dilakukan oleh lembaga-lembaga pemasaran. Marjin pemasaran sebagai bagian dari harga konsumen yang tersebar pada setiap lembaga pemasaran yang terlibat (Kohls and Uhls, 2002). Pengeluaran yang harus dilakukan untuk menyalurkan produk dari produsen ke konsumen disebut biaya pemasaran.

Menurut Dahl dan Hammond (1977), marjin pemasaran menggambarkan perbedaan harga di tingkat lembaga pemasaran (Pr) dengan harga di tingkat produsen (Pf). Nilai marjin pemasaran (value of marketing marjin) merupakan perkalian antara marjin pemasaran dengan volume produk yang terjual [(Pr - Pf). Qrf]. Secara grafis marjin pemasaran dapat dilihat pada Gambar 8. Setiap lembaga pemasaran melakukan fungsi-fungsi pemasaran yang berbeda sehingga menyebabkan perbedaan harga jual dari lembaga satu dengan yang lainnya sampai ke tingkat konsumen akhir. Semakin banyak lembaga pemasaran yang terlibat semakin besar perbedaan harga antar produsen dengan harga di tingkat konsumen. Tinggi rendahnya marjin pemasaran sering digunakan sebagai kriteria untuk penilaian apakah pasar tersebut sudah efisien atau belum, tetapi tinggi rendahnya marjin pemasaran tidak selamanya dapat digunakan sebagai ukuran efesiensi kegiatan pemasaran. Marjin pemasaran yang rendah tidak secara langsung dapat digunakan sebagai ukuran efisien tidaknya pola pemasaran suatu komoditas. Tingginya marjin dapat disebabkan oleh berbagai faktor yang berpengaruh dalam proses kegiatan pemasaran antara lain, ketersediaan fisik pemasaran meliputi pengangkutan, penyimpanan, pengelolaan, risiko kerusakan, dan lain-lain (Limbong dan Sitorus, 1987).

Gambar 8 Marjin pemasaran Sumber: Dahl dan Hammond (1977) Keterangan:

Pr : Harga di tingkat pengecer Sr : Penawaran di tingkat pengecer Dr : Permintaan di tingkat pengecer Pf : Harga di tingkat petani Sf : Penawaran di tingkat petani Df : Permintaan di tingkat petani

Qrf : Jumlah keseimbangan ditingkat petani dan pengecer MP : Marjin pemasaran

   

Farmer’s Share

Bagian yang diterima petani (farmer’s share) merupakan perbandingan harga yang diterima petani dengan harga yang dibayar konsumen dan dinyatakan dalam persentase (Limbong dan Sitorus, 1987). Farmer’s share (FS) didapatkan dari hasil bagi antara Pf dan Pr, dimana Pf adalah harga di tingkat petani dan Pr adalah harga yang dibayarkan oleh konsumen akhir. Besarnya farmer’s share

biasanya dipengaruhi oleh: (1) tingkat pemrosesan, (2) biaya transpotasi, (3) keawetan, dan (4) jumlah produk.

Rendahnya biaya pemasaran suatu komoditas belum tentu dapat mencerminkan efisiensi yang tinggi. Salah satu indikator yang berguna dalam melihat efisiensi kegiatan pemasaran adalah dengan membandingkan bagian yang diterima petani (farmer’s share) terhadap harga yang di bayar konsumen akhir.

Farmer’s share yang tinggi tidak mutlak menunjukkan bahwa pemasaran berjalan dengan efisien. Hal ini berkaitan dengan besar kecilnya manfaat yang ditambahkan pada produk (nilai tambah) yang dilakukan lembaga perantara atau pengolahan untuk memenuhi kebutuhan konsumen. Faktor yang penting diperhatikan adalah total penerimaan yang didapat oleh produsen dari hasil penjualan produknya. Farmer’s share mempunyai hubungan negatif dengan marjin pemasaran. Sehingga semakin tinggi marjin pemasaran, maka bagian yang diterima oleh petani semakin rendah.

   

Rasio Keuntungan dan Biaya

Tingkat efisiensi suatu sistem pemasaran dapat dilihat dari rasio keuntungan terhadap biaya pemasaran. Rasio keuntungan dan biaya menunjukkan perbandingan antara biaya yang dikeluarkan dengan keuntungan yang dihasilkan. Angka rasio keuntungan dan biaya sama dengan satu menunjukkan bahwa keuntungan yang dihasilkan sama besar dengan biaya yang dikeluarkan dan lebih besar dari satu menunjukkan bahwa keuntungan lebih besar daripada biaya yang telah dikeluarkan. Semakin meratanya marjin pemasaran dan rasio keuntungan terhadap biaya pemasaran, menunjukkan bahwa maka secara operasional sistem pemasaran tersebut semakin efisien.

 

Nilai Tambah

Komoditas pertanian pada umumnya mempunyai sifat mudah rusak sehingga perlu langsung dikonsumsi atau diolah terlebih dahulu. Proses pengolahan yang disebut agroindustri, dapat meningkatkan guna bentuk komoditas pertanian. Konsumen yang bersedia membayar output agroindustri dengan harga yang relatif tinggi merupakan insentif bagi perusahaan pengolah.

Kegiatan agroindustri yang dapat meningkatkan nilai tambah komoditas pertanian dalam operasionalnya membutuhkan biaya pengolahan. Salah satu konsep yang sering digunakan untuk membahas biaya pengolahan hasil pertanian adalah nilai tambah. Nilai tambah didefinisikan sebagai pertambahan nilai yang terjadi pada suatu komoditas, karena komoditas tersebut telah mengalami proses pengolahan lebih lanjut dalam suatu proses produksi.

Menurut Hayami et al., (1987) ada dua cara untuk menghitung nilai tambah yaitu nilai tambah untuk pengolahan dan nilai tambah untuk pemasaran. Faktor- faktor yang mempengaruhi nilai tambah pengolahan dapat dikategorikan menjadi dua yaitu faktor teknis dan faktor pasar. Faktor teknis yang berpengaruh adalah kapasitas produksi, jumlah bahan baku yang digunakan dan tenaga kerja. Faktor pasar yang berpengaruh adalah harga output, upah tenaga kerja, harga bahan baku dan nilai input lain selain bahan baku dan tenaga kerja. Besarnya nilai tambah karena proses pengolahan didapat dari pengurangan biaya bahan baku dan input lain terhadap nilai produk yang dihasilkan, tidak termasuk tenaga kerja. Dengan kata lain nilai tambah menggambarkan imbalan bagi tenaga kerja, modal dan manajemen.

Distribusi nilai tambah berhubungan dengan teknologi yang diterapkan dalam proses pengolahan, kualitas tenaga kerja berupa keahlian dan ketrampilan serta kualitas bahan baku. Penerapan teknologi yang cenderung padat karya akan memberikan proporsi bagian terhadap tenaga kerja yang lebih besar daripada proporsi bagian keuntungan bagi perusahaan, sedangkan apabila yang diterapkan teknologi padat modal, maka besarnya proporsi bagian pengusaha lebih besar daripada proporsi bagian tenaga kerja. Besar kecilnya proporsi tersebut tidak berkaitan dengan imbalan yang diterima tenaga kerja (dalam rupiah). Besar kecilnya imbalan tenaga kerja tergantung pada kualitas tenaga kerja itu sendiri seperti keahlian dan ketrampilan. Kualitas bahan baku juga berpengaruh terhadap distribusi nilai tambah apabila dilihat dari produk akhir. Jika faktor konversi

bahan baku terhadap produk akhir semakin lama semakin kecil, artinya pengaruh kualitas bahan baku semakin lama semakin besar.

Salah satu analisis nilai tambah pengolahan yang sering digunakan adalah analisis yang dikemukakan oleh Hayami et al., (1987). Kelebihan dari model analisis yang digunakan oleh Hayami et al., (1987) adalah: (1) lebih tepat digunakan untuk proses pengolahan produk-produk pertanian, (2) dapat diketahui produktivitas produknya, (3) dapat diketahui balas jasa bagi pemilik-pemilik faktor produksi, dan (4) dapat dimodifikasi untuk analisis nilai tambah selain sub sistem pengolahan.

Besar keuntungan yang diterima oleh perusahaan dan imbalan bagi tenaga kerja dapat digambarkan oleh besarnya nilai tambah. Tujuan dari analisis nilai tambah adalah untuk mengukur balas jasa yang diterima pelaku sistem (pedagang) dan kesempatan kerja yang dapat diciptakan oleh sistem komoditas tersebut. Selanjutnya dapat dijelaskan bahwa keuntungan bagi pengolah menunjukkan imbalan terhadap penggunaan faktor-faktor produksi modal dan manajemen. Sedangkan, jika dalam suatu rantai pasok tidak terdapat suatu proses pengolahan langsung maka analisis yang dilakukan adalah analisis nilai tambah pemasaran. Menurut Balk (2002), nilai tambah diperoleh dari perbedaan antara penerimaan dan biaya-biaya yang dikeluarkan, yaitu biaya service, biaya energi, dan biaya material.

Menurut Coltrain et al., (2000), nilai tambah adalah menambah nilai produk dengan mengubah tempat, waktu, dan bentuk menjadi lebih disukai oleh konsumen dalam pasar. Terdapat dua jenis nilai tambah, yaitu inovasi dan

Dokumen terkait