• Tidak ada hasil yang ditemukan

Desain proses produksi biogas dari jerami padi dan sampah pasar dengan sistem fermentasi media padat

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Desain proses produksi biogas dari jerami padi dan sampah pasar dengan sistem fermentasi media padat"

Copied!
89
0
0

Teks penuh

(1)

DESAIN PROSES PRODUKSI BIOGAS

DARI JERAMI PADI DAN SAMPAH PASAR DENGAN

SISTEM FERMENTASI MEDIA PADAT

ANGGA YUHISTIRA ARYANTO

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

ABSTRACT

ANGGA YUHISTIRA ARYANTO. F351080201. The production process design of biogas from rice straw and market waste with solid state fermentation system. Under Supervision of NASTITI SISWI INDRASTI, SUPRIHATIN and MUHAMMAD ROMLI.

The purpose of this research were to design of fermentation process for converting rice straw and organic waste from traditional market to produce biogas, to know influence of aeration, to obtain the best feed addition in fermentation, and to obtain characteristic of product (digestate and leachate) from fermentation process. Beef cattle manure as substrate was inoculated to anaerobic digestion. Laboratory experiments using 10 l digester were performed in batch mode. The operating temperature was mesophilic condition (35-40oC). Fermentation rice straw with feed addition 75% new feeds and 25% digestate could produce 42.2 l gas/kg VS higher than fermentation rice straw from all new feeds (28.1 l gas/kg VS) and fermentation from 50% new feeds and 50% digestate (15.8 l gas/kg VS). While fermentation waste market from all new feeds could produce 51.8 l gas/kg VS higher than fermentation with feed addition 75% new feeds and 25% digestate (39.7 l gas/kg VS) and fermentation from 50% new feeds and 50% digestate (31.1 l gas/kg VS). The cumulative volume of biogas produced was used to measure the biodigester performance. The research gave the kinetic parameters of biogas production for rice straw i.e. biogas production rate constants (Rmax), maximum biogas production (A), and minimum time to produce

biogas (λ) were 1.37-2.07 (l/kg VS.day), 15.82-42.25 (l/kgVS), and 0.4-2.0 days, respectively. While the organic waste from market gave the kinetic parameters U,

A, and λ of 1.58-3.55 (l/kgVS.day), 31.09-51.84 (l/kgVS), and 0.2-1.2 days, respectively.

(3)

RINGKASAN

ANGGA YUHISTIRA ARYANTO. F351080201. Desain Proses Produksi Biogas dari Jerami Padi dan Sampah Pasar dengan Sistem Fermentasi Media Padat. Dibawah bimbingan NASTITI SISWI INDRASTI, SUPRIHATIN and MUHAMMAD ROMLI.

Salah satu tantangan pertanian Indonesia adalah meningkatkan produktivitas berbagai jenis tanaman pertanian. Namun disisi lain, limbah yang dihasilkan dari proses pertanian berpotensi menjadi masalah bagi masyarakat sekitar pertanian jika pengelolaannya tidak dikelola dengan baik. Limbah pertanian juga berpotensi untuk memberi nilai tambah ekonomi bagi masyarakat jika dikelola dengan baik.

Di sisi lain, meningkatnya kebutuhan dan harga jual bahan bakar akhir-akhir ini, serta semakin berkurangnya sumber bahan bakar minyak dan gas, mendorong kita untuk mencari sumber lain. Salah satu alternatif untuk memecahkan kedua masalah tersebut di atas adalah pemanfaatan sumberdaya yang selama ini belum dikelola secara maksimum di dalam sistem pertanian yaitu pemanfaatan

renewable energy (Haryati, 2006). Ketersediaan limbah pertanian (biomassa) di Indonesia merupakan suatu potensi sumberdaya untuk memproduksi energi alternatif terbarukan. Jerami padi dan sampah pasar merupakan limbah yang sangat potensi sebagai bahan baku biogas. Biomassa mengandung bahan-bahan organik dan unsur hara yang pada dasarnya bersifat esensial bagi tanaman dan diserap dari tanah dimana tanaman tersebut tumbuh. Besarnya kandungan unsur hara makro NPK pada bahan organik merupakan sumber daya alam yang sangat potensial.

Penelitian ini menitik-beratkan pada kajian untuk menghasilkan informasi mengenai pengaruh sumber bahan organik limbah pertanian, mengetahui pengaruh perlakuan pendahuluan dengan aerasi dan rasio penambahan umpan dalam sistem fermentasi media padat. Pada penelitian ini dilakukan melalui tujuh tahapan. Tahapan pertama adalah karakterisrik jerami padi dan sampah pasar. Tahapan kedua adalah uji potensi biogas. Tahap ketiga adalah kajian pengaruh suhu reaktor 1.5 l pada suhu 32oC. Tahapan keempat adalah desain dan konstruksi reaktor dari bahan flexi glass berukuran 10 l. Tahapan kelima adalah kajian perlakuan pendahuluan aerasi dengan laju oksigen 160 l per jam selama 48 jam. Tahapan keenam dilakukan kajian pengaruh bahan organik dan rasio penambahan umpan (50 persen dan 75 persen), sedangkan tahapan terakhir adalah analisa data.

Fermentansi media padat menggunakan bahan baku jerami padi dan sampah pasar dapat menghasilkan produk biogas dan hasil samping berupa digestat dan lindi (pupuk cair). Pengaruh perlakuan pendahuluan dengan aerasi tidak memberikan pengaruh terhadap peningkatan pembentukan gas, tetapi memberikan pengaruh terhadap penurunan bahan organik pada bahan jerami. Fermentasi jerami padi dengan penambahan umpan 75% dapat memproduksi 42.2 l gas /kg VS lebih tinggi dari fermentasi dengan penambahan umpan 50% (15.8 l gas/kg

(4)

VS). Produksi biogas spesifik kumulatif digunakan untuk menghitung performa kinerja fermentasi. Hasil penelitian menghasilkan parameter kinetika produksi

biogas dari jerami padi diperoleh parameter kinetika Rmax, A, and λ yaitu:

1.37-2.07 (l/kgVS.day), 15.82-42.25 (l/kgVS), dan 0.4-2.0 hari. Sampah pasar diperoleh hasil: 1.58-3.55 (l/kgVS.day), 31.09-51.84 (l/kgVS), dan 0.2-1.2 hari. Untuk memaksimalkan kerja proses fermentasi dalam memproduksi biogas maka perlu dilakukan pengecilan ukuran bahan dan mengurangi adanya oksigen dalam proses resirkulasi lindi dan pengambilan sampel. Perlunya karakterisasi bahan dalam selektifitas bahan baku untuk memproduksi biogas serta perlunya penambahan inokulum optimum untuk bahan baku dari jerami padi.

(5)

DESAIN PROSES PRODUKSI BIOGAS

DARI JERAMI PADI DAN SAMPAH PASAR DENGAN

SISTEM FERMENTASI MEDIA PADAT

ANGGA YUHISTIRA ARYANTO

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

Pada Program Studi Teknologi Industri Pertanian

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(6)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER

INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis yang berjudul “ Desain Proses Produksi Biogas dari Jerami Padi dan Sampah Pasar dengan Sistem Fermentasi Media Padat“ adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, Juli 2011

(7)

© Hak Cipta milik IPB, tahun 2011

Hak Cipta dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB

(8)

Judul Tesis : Desain Proses Produksi Biogas dari Jerami Padi dan Sampah Pasar dengan Sistem Fermentasi Media Padat

Nama : Angga Yuhistira Aryanto

NIM : F351080201

Disetujui, Komisi Pembimbing

Prof. Dr. Ir. Nastiti Siswi Indrasti Ketua

Prof. Dr-Ing. Ir. Suprihatin Anggota

Prof. Dr. Ir. M. Romli, MSc.St. Anggota

Diketahui,

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana

Teknologi Industri Pertanian

Dr. Ir. Machfud, MS Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc.Agr

(9)
(10)

PRAKATA

Alhamdulillah, Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas rahmat dan hidayah-Nya dapat menyelesaikan tesis ini dengan judul “Desain Proses Produksi Biogas dari Jerami Padi dan Sampah Pasar dengan Sistem Fermentasi Media Padat” sabagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Sekolah Pasca Sarjana, Program Studi Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor.

Dalam penyusunan tesis ini, penulis mendapatkan bimbingan dan arahan dari berbagai pihak. Salah satu momen teragung dalam hidup adalah kala hati kita membungkuk, mengucapkan terima kasih. Untuk itu terima kasih setulus-tulusnya penulis sampaikan kepada :

1. Prof. Dr. Ir. Nastiti Siswi Indrasti, Prof. Dr-Ing. Ir. Suprihatin dan Prof. Dr. Ir. M.Romli MSc.St selaku dosen pembimbing yang telah

memberikan arahan, pengetahuan dan wawasan dalam penyusunan tesis ini. 2. Prof. Dr. Ir. Ani Suryani selaku dosen penguji & Dr. Ir. Titi Candra Sunarti

yang telah memberikan masukan dalam penyelesaian tesis ini. 3. Dr. Ir. Machfud, MS selaku Ketua Program Studi TIP.

4. Ibu, bapak, adik-adik, Istriku (Dina) dan kedua buah hatiku (Zaki & Fiqoh) yang telah banyak memberikan semangat dukungan moril dan material sehingga tesis ini dapat diselesaikan.

5. Teman-teman (Reny, Citra, Saud, Niken, Februari dan yang lainnya) dan teman-teman TIP S2 angkatan 2008 atas kebersamaannya.

6. Laboran di TIP (Pak Yogi, Bu Sri, Bu Ega, Pak Gun, Pak Sugi, Diki, Bu Rini, dan Pak Edi) dan Bagian Administrasi di PS TIP (Bu Nur dan Candra) atas bantuan dan kerjasamanya.

7. Rekan kerja di CDSAP (Nisa dan Vindi) yang telah banyak memberikan bantuan.

8. Saudara Praja dan Azis atas bantuan dan kerjasamanya selama penelitian. 9. serta berbagai pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa penelitian ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu dengan segala ketulusan dan kerendahan hati, saran, kritik dan masukan yang konstruktif sangat diharapkan untuk perbaikan dan penyempurnaan dimasa mendatang. Akhir kata, semoga tesis ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang memerlukan, khususnya bagi yang ingin mengetahui dan mempelajari proses produksi biogas. Semoga segala usaha yang dijalani adalah yang terbaik baik kita semua dan selalu diridhai Allah SWT. Sejuta teori akan datang dan pergi, sejuta kisah akan datang mengilhami, namun ada satu anak kunci yang akan menetap abadi; sang Kekasih Hati, yang melalui cerminnya telah mempertemukan kembali dengan Kekasih Jiwa. Bagi-Nyalah kupersembahkan laporan ini.

Bogor, Juli 2011

(11)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Sukabumi, Jawa Barat pada tanggal 23 Juni 1980 dari ayah H. Daryanto SM dan ibu Siti Subaryati. Penulis merupakan anak pertama dari tiga bersaudara. Pada tanggal 5 Juli 2005 penulis menikah dengan Dina Akyuni, STP dan hingga sekarang sudah di karunia dua buah hati (M. Zakwan Sakhiy dan Siti Kayyisa Syafiqoh).

(12)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... xiv

DAFTAR GAMBAR ... xv

DAFTAR LAMPIRAN ... xvi

1PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 3

1.3 Tujuan Penelitian ... 4

1.4 Ruang Lingkup ... 4

1.5 Hipotesis ... 5

2 TINJAUAN PUSTAKA ... 7

2.1 Biogas ... 7

2.2 Jerami ... 8

2.3 Sampah pasar ... 10

2.4 Fermentasi ... 12

2.5 Kinetika Pembentukan Biogas ... 16

2.6 Faktor yang Berpengaruh pada Proses Fermentasi ... 17

2.7 Tinjauan Penelitian Terdahulu ... 21

3 METODE PENELITIAN ... 25

3.1 Kerangka Pemikiran ... 25

3.2 Tempat dan Waktu Penelitian ... 25

3.3 Alat dan Bahan ... 26

3.4 Tahapan Penelitian ... 26

3.4.1 Karakteristik Jerami dan Sampah Pasar ... 26

3.4.2 Uji Potensi Produksi Biogas ... 27

3.4.3 Kajian Pengaruh Suhu Reaktor ... 27

3.4.4. Desain dan Konstruksi Reaktor ... 28

3.4.5 Kajian Perlakuan Pendahuluan Aerasi ... 30

3.4.6 Pengaruh Bahan Organik dan Rasio Penambahan Umpan ... 30

(13)

4 HASIL DAN PEMBAHASAN ... 33

4.1 Karakteristik Bahan Awal ... 33

4.2 Uji Potensi Produksi Biogas ... 35

4.3 Kajian Pengaruh Suhu Reaktor ... 38

4.4 Kajian Perlakuan Pendahuluan dengan Aerasi ... 42

4.5 Pengaruh Penambahan Umpan Pada Sistem Fermentasi Media Padat Reaktor 10 l ... 45

4.5.1 Produksi Biogas ... 45

4.5.2 Pengukuran pH Bahan dan Air Lindi ... 48

4.5.3 Produksi Air Lindi ... 51

4.5.4. Karakteristik Digestat dan Air Lindi ... 52

4.6 Kinetika Pembentukan Gas ... 55

4.7 Desain Teknologi Fermentasi Media Padat ... 58

5 KESIMPULAN DAN SARAN ... 61

5.1 Kesimpulan ... 61

5.2 Saran ... 61

DAFTAR PUSTAKA ... 63

(14)

DAFTAR TABEL

Halaman

1 Komposisi jenis gas dan jumlahnya pada suatu unit biogas ... 7

2 Kesetaraan biogas dengan sumber energi lain (1 m3 biogas) ... 8

3 Karakteristik jerami padi ... 10

4 Karakteristik limbah buah dan sayuran ... 12

5 Keuntungan teknologi fermentasi media padat ... 15

6 Kondisi pengoperasian pada proses anaerobik ... 17

7 Perbedaan kondisi suhu terhadap produksi biogas dan metana ... 19

8 Produksi biogas dan waktu tinggal dari berbagai bahan ... 22

9 Ringkasan review penelitian terdahulu ... 23

10 Karakteristik jerami dan berbagai sampah ... 33

11 Karakteristik digestat hasil fermentasi ... 52

12 Karakteristik air lindi hasil fermentasi ... 53

13 Kinetika produksi biogas ... 55

(15)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1 Potensi biomassa (jerami padi) di Indonesia ... 9

2 Peta sebaran timbulan sampah domestik tahun 2010 ... 11

3 Komposisi sampah ... 12

4 Skema konversi biomassa menjadi metana ... 13

5 Prinsip reaksi methanogenik ... 15

6 Kurva modifikasi model Gompertz ... 16

7 Representatif grafik suhu anaerobic digestion ... 19

8 Reaktor uji potensi biogas dan kajian pengaruh suhu ... 27

9 Diagram alir penelitian pendahuluan ... 28

10 Desain reaktor skala 10 l ... 29

11 Diagram alir uji pengaruh suhu reaktor ... 31

12 Akumulasi biogas pada penelitian uji potensi biogas ... 36

13 Produksi biogas spesifik kumulatif pada penelitian uji potensi biogas selama 45 hari ... 37

14 Akumulasi produksi biogas pada penelitian kajian pengaruh suhu ... 39

15 Produksi biogas spesifik kumulatif pada penelitian kajian pengaruh suhu dari Jerami dan sampah ... 40

16 Kurva penurunan bahan organik pada jerami dan sampah ... 41

17 Pengaruh perlakuan aerasi pada jerami dan sampah ... 44

18 Produksi biogas spesifik kumulatif pada jerami dan sampah ... 46

19 Nilai pH bahan dan air lindi pada jerami dan sampah ... 49

20 Hubungan produksi biogas spesifik kumulatif dan air lindi pada jerami dan sampah ... 51

21 Hubungan hasil pemodelan modifikasi Gompertz dengan model modifikasi Logistic pada jerami dan sampah ... 57

(16)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1 Prosedur analisis ... 69

(17)

1. PENDAHULUAN

1. 1. Latar Belakang

Salah satu tantangan pertanian Indonesia adalah meningkatkan

produktivitas berbagai jenis tanaman pertanian. Namun disisi lain, limbah

yang dihasilkan dari proses pertanian berpotensi menjadi masalah bagi

masyarakat sekitar pertanian jika pengelolaannya tidak dikelola dengan

baik. Limbah pertanian juga berpotensi untuk memberi nilai tambah

ekonomi bagi masyarakat jika dikelola dengan baik.

Di sisi lain, meningkatnya kebutuhan dan harga jual bahan bakar

akhir-akhir ini, serta semakin berkurangnya sumber bahan bakar minyak

dan gas, mendorong kita untuk mencari sumber lain. Salah satu alternatif

untuk memecahkan kedua masalah tersebut di atas adalah pemanfaatan

sumberdaya yang selama ini belum dikelola secara maksimum di dalam

sistem pertanian yaitu pemanfaatan renewable energy (Haryati, 2006). Ketersediaan limbah pertanian (biomassa) di Indonesia merupakan suatu

potensi sumberdaya untuk memproduksi energi alternatif terbarukan.

Biomassa mengandung bahan-bahan organik dan unsur hara yang pada

dasarnya bersifat esensial bagi tanaman dan diserap dari tanah dimana

tanaman tersebut tumbuh. Besarnya kandungan unsur hara makro NPK

pada bahan organik merupakan sumber daya alam yang sangat potensial

(Kaderi, 2004).

Sebuah studi yang dilakukan sebuah lembaga riset di Jerman

(Zentrum for rationalle Energianwendung und Umwelt, ZREU) pada tahun

2000 mengestimasi potensi biomassa Indonesia sebesar 146.7 juta ton per

tahun, dari angka tersebut 49 juta ton per tahun berupa jerami padi.

Sebagai ilustrasi, menurut data BPS tahun 2009, luas sawah di Indonesia

adalah 12.9 juta ha berpotensi menghasilkan jerami padi sekitar kurang

129 juta ton (potensi produksi jerami padi: 10 – 15 ton/ha). Jerami padi

mengandung kurang lebih 39% selulosa dan 27.5% hemiselulosa. Kedua

bahan polisakarida ini dapat dihidrolisis menjadi senyawa yang lebih

(18)

2

ethanol atau metana. Namun karena fermentasi biomasa untuk

menghasilkan bioethanol relatif lebih kompleks dan belum ada metode

pra-perlakuan yang efektif, maka penggunaan biomasa sebagai sumber

biogas (metana) merupakan pilihan yang lebih strategis. Jerami selama ini

belum dimanfaatkan secara optimum, dan berpotensi untuk dikonversi

menjadi biogas. Nilai konversi jerami menjadi biogas mencapai

250-350 l/kg berat kering (Arati, 2009).

Berdasarkan data Kementrian Lingkungan Hidup (Meneg LH) tahun

2008, produksi sampah di Indonesia mencapai 167 ribu ton/hari. Jumlah

yang luar biasa itu dihasilkan dari 220 juta jiwa jumlah penduduk dengan

rata-rata produksi sampah 800 g/hari. Jumlah ini diprediksi akan terus

meningkat seiring pertumbuhan penduduk dan pola konsumsi masyarakat

Indonesia. Sebagaimana menurut Amrullah (2010) Indonesia bisa

menghasilkan sampah sebanyak 200 000 ton/hari.

Pemilihan metode daur-ulang komponen-komponen tersebut harus

didasarkan pada kelayakan teknis (efisiensi energi tinggi), kelayakan

ekonomi (biaya rendah) dan pertimbangan lingkungan (beban polutan

rendah). Untuk menjawab tujuan tersebut diperlukan suatu metode yang

sesuai untuk memanfaatkan biomassa pertanian secara efisien sebagai

sumber energi dan sumber unsur hara yang berkesinambungan.

Penelitian ini menitik-beratkan pada kajian untuk menghasilkan

informasi mengenai pengaruh sumber bahan organik limbah pertanian dan

rasio penambahan umpan dalam sistem fermentasi media padat serta

mengetahui pengaruh perlakuan pendahuluan dengan aerasi. Keluaran

yang ditargetkan dari penelitian, yaitu berupa informasi hubungan

kuantitatif antara berbagai sumber bahan organik dan rasio penambahan

umpan dalam metode fermentasi media padat untuk pengolahan limbah

padat dari pertanian, dimana kandungan bahan organik dan nutrien tinggi

serta mengetahui kinetika pembentukan biogas. Dengan demikian,

penelitian ini diharapkan dapat memberikan konstribusi signifikan

terhadap pengembangan pertanian, serta dapat menunjang sektor pertanian

(19)

1. 2. Perumusan Masalah

Pada tanaman pertanian (seperti buah-buahan, sayur-sayuran,

tanaman pangan, tanaman perkebunan, dll), hanya sebagian kecil porsi

yang dipanen sebagai produk, sebagian besar lainnya berupa hasil samping

maupun berupa limbah. Limbah pertanian dapat berbentuk bahan buangan

tidak terpakai dan bahan sisa dari hasil pengolahan. Proses penghancuran

limbah secara alami berlangsung lambat, sehingga tumpukan limbah dapat

mengganggu lingkungan sekitarnya dan berdampak terhadap kesehatan

manusia. Padahal, melalui pendekatan teknologi, limbah pertanian dapat

diolah lebih lanjut menjadi hasil samping yang berguna di samping produk

utamanya.

Limbah pertanian ini terdiri dari bahan organik yang mengandung

berbagai unsur hara esensial bagi tanaman. Untuk mempertahankan

kualitas lahan, bahan-bahan tersebut perlu dikembalikan ke lahan

pertanian guna memasok kebutuhan unsur hara tanaman. Penggunaan

kembali unsur hara (metode recycling) ini akan mereduksi penggunaan

pupuk kimia yang harganya cenderung meningkat dan memberatkan beban

petani.

Berbeda dengan metode daur-ulang yang selama ini dikenal dengan

metode pengomposan (dimana proses berlangsung secara aerobik dan

bahan organik dikonversi menjadi karbon dioksida dan air), metode

daur-ulang yang dikembangkan dalam penelitian ini (fermentasi media padat)

selain mampu menghasilkan pupuk organik berupa kompos (humus) dan

pupuk cair juga menghasilkan metana (bioenergi). Dengan kemampuan

tersebut, metode daur-ulang ini dapat menjadi suatu solusi bagi

pengelolaan dan penanganan limbah pertanian.

Daur-ulang bahan organik, nutrien/mineral dari limbah pertanian

dapat memberikan efek beruntun (multiplier effects), yaitu menghasilkan

bioenergi, mengurangi penggunaan pupuk anorganik, meningkatkan

produktivitas akibat perbaikan karakteristik tanah (fisik, kimia dan

(20)

4

Praktek demikian berkontribusi terhadap pengembangan pertanian yang

berkelanjutan, yang merupakan tuntutan bagi praktek pertanian modern.

Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan dan menguji kinerja

metode daur-ulang bahan organik dan unsur hara dari limbah pertanian

melalui proses fermentasi media padat. Dengan metode ini diharapkan

jumlah kehilangan unsur hara ke luar sistem pertanian melalui limbah

dapat diminimumkan dan input nutrien dari pupuk sintetik dari luar sistem

pertanian dapat dikurangi, sekaligus dihasilkan energi terbarukan berupa

biogas. Dalam penelitian ini juga akan dianalisis kinetika pembentukan

biogas.

1. 3. Tujuan Penelitian

Tujuan yang ingin dicapai dari penelitian yang dilakukan adalah :

1. Mengetahui pengaruh perlakuan pendahuluan dengan aerasi atau

tanpa aerasi terhadap laju perombakan dan pembentukan biogas

2. Mendapatkan rasio penambahan umpan terbaik dalam kinerja

fermentasi media padat

3. Mengetahui kinetika pembentukan biogas dari bahan organik limbah

pertanian

4. Menghasilkan desain teknologi fermentasi media padat dari sumber

bahan organik limbah pertanian

1. 4. Ruang Lingkup

Ruang lingkup penelitian yang dilakukan adalah :

1. Kajian proses pengolahan limbah pertanian menggunakan metode

fermentasi media padat menggunakan limbah pertanian yang berasal

dari limbah jerami padi di sekitar Kecamatan Darmaga dan limbah

sampah organik dari pasar Gunung Batu, Bogor.

2. Pengolahan limbah pertanian menggunakan metode fermentasi

media padat dalam skala laboratorium (reaktor 10 l).

3. Karakterisasi effluen yang dihasilkan dari proses pengolahan

(21)

(TS), padatan volatil (VS), pH, total kjeldahl nitrogen (TKN), karbon

organik, chemical oxygen demand (COD) dan kuantitas biogas.

1. 5. Hipotesis

Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah :

1. Metode fermentasi media padat dapat menghasilkan biogas dan hasil

samping berupa kompos dan pupuk cair

2. Perlakuan pendahuluan dengan sistem aerasi berpengaruh terhadap

laju perombakan bahan organik dan produksi biogas

3. Penambahan umpan berpengaruh terhadap kinerja fermentasi media

(22)

2. TINJAUAN PUSTAKA

2. 1. Biogas

Biogas yang didominasi oleh gas metana, merupakan gas yang dapat

dibakar. Metana secara luas diproduksi di permukaan bumi oleh bakteri

pembusuk dengan cara menguraikan bahan organik. Sekurangnya 10 tipe

bakteri pembusuk yang berbeda dari bakteri methanogenesis yang

berperan dalam pembusukan. Biogas merupakan campuran gas yang

dihasilkan dari aktivitas bakteri metanogenik pada kondisi anaerobik atau

fermentasi bahan-bahan organik (Wahyuni, 2010). Komposisi jenis gas

dan jumlahnaya pada suatu unit biogas disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1. Komposisi jenis gas dan jumlahnya pada suatu unit biogas

Jenis Gas Karellas, 2010 Juanga, 2005

Metana CH4 55 – 75 % 50 – 60 %

Karbon Dioksida CO2 25 – 45 % 38 – 48 %

Karbon Monoksida CO 0 – 0.3 %

2 %

Nitrogen N2 1 – 5 %

Hidrogen H2 0 – 3 %

Hidrogen Sulfida H2S 0.1 – 0.5 %

Oksigen O2 sedikit

Seperti terlihat pada Tabel 1 komposisi biogas berkisar antara

50 – 75% metana dan 25 – 48% karbon dioksida. Biogas mengandung gas

lain seperti karbon monoksida, hidrogen, nitrogen, oksigen, hidrogen

sulfida. Kandungan gas tergantung dari bahan yang masuk ke dalam

bioreaktor (Karellas, 2010 dan Juanga, 2005).

Biogas merupakan produk dari pendegradasian substrat organik

secara anaerobik. Karena proses ini menggunakan kinerja campuran

mikroorganisme dan tergantung terhadap berbagai faktor seperti suhu, pH,

hydraulic retention, rasio C:N dan sebagainya sehingga proses ini berjalan lambat (Yadvika et al, 2004).

Karakteristik dari metana murni adalah mudah terbakar, selain itu

(23)

udara akan menentukan pada kandungan berapa campuran yang mudah

meledak dapat dibentuk. Pada LEL (lower explosive limit) 5.4% metana

dan UEL (upper explosive limit) 13.9% basis volume. Dibawah 5.4%

tidak cukup metana sedangkan, diatas 14% terlalu sedikit oksigen untuk

menyebabkan ledakan. Temperatur yang dapat menyebabkan ledakan

sekitar 650 – 750oC, percikan api dan korek api cukup panas untuk

menyebabkan ledakan (Meynell, 1976).

Nilai kalori biogas tergantung pada komposisi metana dan

karbondioksida, dan kandungan air di dalam gas. Biogas mengandung

banyak kandungan air akibat dari temperatur pada saat proses, kandungan

air pada bahan dapat menguap dan bercampur dengan metana. Pada biogas

dengan kisaran normal yaitu 60-70% metana dan 30-40% karbondioksida,

nilai kalori antara 20 – 26 J/cm3. Kesetaran biogas dengan sumber energi

lain menurut disajikan pada Tabel 2. Nilai kalori bersih dapat dihitung dari

persentase metana seperti berikut (Meynel, 1976) :

Q = k × m ………...……….…. ( 1 ) Dimana Q = Nilai kalor bersih (joule/cm3)

k = Konstanta (0.33)

m = Persentase metana (%)

Tabel 2. Kesetaraan biogas dengan sumber energi lain (1 m3 biogas)

Sumber Energi Kesetaraan

Jerami padi adalah batang padi yang ditinggalkan termasuk daun

sesudah diambil buahnya yang masak. Sekitar 30% jerami padi digunakan

untuk beberapa kepentingan manusia berupa atap rumah, kandang,

penutup tanah (mulsa), bahkan bahan bakar industri dan untuk pakan

(24)

9

akibatnya mengganggu keseimbangan lingkungan. Pemanfaatan jerami

padi untuk pakan ternak di Indonesia berkisar antara 31-39%,

dikembalikan ketanah sebagai pupuk (36-62 %) dan sisanya berkisar

7-16% digunakan untuk industri (Komar, 1984).

Masyarakat petani pada umumnya masih rendah dalam pemanfaatan

Jerami. Sebagian besar petani hanya membakar jerami padi setelah panen

dimana limbah ini berfungsi sebagai pupuk organik, di samping itu adanya

anggapan dari responden bahwa hijauan pakan tersedia dalam jumlah yang

mencukupi dilahan pekarangan, sawah dan kebun untuk kebutuhan ternak

(Febrina dan Liana, 2008). Winarno et al, (1985) menyatakan limbah pertanian pada umumnya belum mendapat perhatian dan belum banyak

dimanfaatkan untuk menjadi komoditas baru yang mempunyai harga lebih

baik atau nilai tambah (added value) yang setinggi mungkin sehingga

dapat memberikan kontribusi terhadap pendapatan total rumah tangga

petani. Potensi jerami di Indonesia sangat besar, menurut ZREU (2000),

potensi jerami padi sekitar 49 juta ton per tahun. Potensi Biomassa

disajikan pada Gambar 1.

(25)

Jerami padi merupakan salah satu limbah pertanian yang paling besar

di Indonesia. Pemanfaatan limbah jerami padi sebagai salah satu bahan

baku alternatif produksi glukosa dalam proses bioetanol mulai

dikembangkan di beberapa negara termasuk di Indonesia. Hal ini

disebabkan karena jerami padi harganya sangat murah dan memiliki

kandungan selulosa yang cukup tinggi yaitu mencapai 25.4-35.5%.

Komposisi kimia lainnya yaitu hemiselulosa 32.3-37.1%, lignin 6.4-10%

dan abu (Lei at al, 2010). Jerami padi setelah panen memiliki kadar air sekitar 40%. Komposisi kimia jerami padi sangat bervariasi hal ini

dipengaruhi oleh varietas padi, tempat tumbuh, serta pupuk yang

digunakan. Di Indonesia rata-rata kadar hara jerami padi adalah 0.4% N,

0.02% P, 1.4% K, 5.6% Si dan mengandung 40-43% C (Makarim et al, 2007). Karakteristik jerami disajikan pada Tabel 3.

Tabel 3. Karakteristik jerami padi

Parameter Nilai

dari hasil panen. Rata-rata produktivitas padi nasional adalah 48.95 ku/ha,

sehingga jumlah jerami yang dihasilkan kurang lebih 68.53 ku/ha. Potensi

jerami yang sangat besar ini sebagian besar masih disia-siakan oleh petani.

Sebagian besar jerami hanya dibakar menjadi abu, sebagian kecil

dimanfaatkan untuk pakan ternak.

2. 3. Sampah Pasar

Sampah mempunyai kontribusi besar terhadap meningkatnya emisi

(26)

11

akan melepaskan gas metana/methane (CH4). Setiap 1 ton sampah padat

menghasilkan 50 kg gas metana. Diperkirakan pada tahun 2020, sampah

yang dihasilkan oleh penduduk indonesia sekitar 500 juta kg/hari atau

190 ribu ton/tahun (Nengsih, 2002).

Pada tahun 2007 total timbulan sampah dari 170 kota yang mengikuti

program Adipura mencapai 45.4 juta meter kubik. Dari jumlah tersebut,

sekitar 71 persen atau sebanyak 32.5 juta meter kubik terangkut ke tempat

pembuangan akhir (TPA). Menurut pedoman IPCC 2006, timbulan

sampah di Indonesia adalah sebesar 0.28 ton per kapita per tahun. Dengan

menggunakan asumsi tersebut dan proyeksi jumlah penduduk tahun

2001 – 2007, timbulan sampah pada tahun 2007 diperkirakan mencapai

63 ribu ton dimana 58 persen diantaranya berasal dari pulau Jawa. Hal ini

sesuai dengan jumlah dan pertumbuhan penduduk di pulau Jawa yang

lebih tinggi dibandingkan dengan pulau-pulau besar lainnya di Indonesia.

Peta timbunan sampah domestik disajikan pada Gambar 2.

Gambar 2. Peta sebaran timbulan sampah domestik tahun 2010 (sumber: ICCSR, 2010)

Dari timbulan sampah tersebut, sekitar 80% dibuang ke tempat

pembuangan akhir (TPA) sampah, 5% dibakar di insinerator, 1% dibuat

(27)

ada yang didaur ulang. Dilihat dari komposisinya, sampah di Indonesia

didominasi oleh bahan organik sebesar 65%, kertas sebesar 13%, plastik

sebesar 11%, dan kayu sebesar 3%. Sisanya adalah tekstil, karet, logam,

gelas, dan keramik masing-masing sebesar 1% (KLH, 2008). Komposisi

sampah disajikan pada Gambar 3.

Gambar 3. Komposisi sampah (KLH, 2008)

Menurut Biswas (2007) karakteristik limbah buah dan sayuran di

dominasi oleh kandungan air yang tinggi. Karakteristik limbah buah dan

sayuran disajikan pada Tabel 4.

Tabel 4. Karakteristik limbah buah dan sayuran

Karakteristik Biswas et al, 2007 Alvarez & Liden, 2007

Kadar Air (%) 89.14 87.30

Kadar Abu (%) 0.98 0.80

TS (%) 10.76 12.70

VS (%) 9.78 11.90

Rasio C/N 9.5 -

2. 4. Fermentasi

Menurut Esposito et al (2011) dan Batstone et al (2002) secara garis besar proses pembentukan biogas dapat dilihat pada Gambar 4 dan dibagi

dalam empat tahap yaitu: hidrolisis, asidogenesis, asetogenesis dan

(28)

13

Acidogenesis dari 5) Asetogenesis dari butyrate dan valerate 1) Gula 3) LCFA 6) Aseticlastoc methanogenesis

2) Asam Amino 4) Propionate 7) hydrogenotrophic methanogenesis

1 2 3

Pada tahap hidrolisis, bahan organik dienzimatik secara eksternal

oleh enzim ekstraselular (selulose, amilase, protease dan lipase)

mikroorganisme. Bakteri memutuskan rantai panjang karbohidrat

komplek, protein dan lipida menjadi senyawa rantai pendek. Sebagai

contoh polisakarida diubah menjadi monosakarida sedangkan protein

diubah menjadi peptida dan asam amino. Menurut Deublein dan

Steinhauser (2008), dalam tahapan hidrolisis terjadi pemecahan enzimatis

dari bahan yang tidak mudah larut seperti lemak, polisakarida, protein,

asam nukleat dan lain-lain menjadi bahan yang mudah larut. Protein

dihidrolisis menjadi asam-asam amino, karbohidrat menjadi gula-gula

(29)

2. Tahap Asidogenesis

Pada tahap asidogenesis, bakteri menghasilkan asam, mengubah

senyawa rantai pendek hasil proses pada tahap hidrolisis menjadi asam

asetat, hidrogen dan karbondioksida. Bakteri tersebut merupakan bakteri

anaerobik yang dapat tumbuh dan berkembang pada keadaan asam. Untuk

menghasilkan asam asetat bakteri tersebut memerlukan oksigen dan

karbon yang diperoleh dari oksigen yang terlarut dalam larutan,

pembentukan asam dalam kondisi anaerobik sangat penting untuk

membentuk gas metan oleh mikroorganisme pada proses selanjutnya.

Selain itu, bakteri tersebut juga mengubah senyawa yang bermolekul

rendah menjadi alkohol, asam organik, asam amino, karbondioksida, H2S

dan sedikit gas metan (Amaru, 2004).

Menurut Deublein dan Steinhauser (2008) produk terpenting dalam

tahapan asidogenesis adalah asam asetat, asam propionate, asam butirat,

H2 dan CO2. Selain itu dihasilkan sejumlah kecil asam formiat, asam

laktat, asam valerat, methanol, etanol, butadienol dan aseton.

3. Asetogenesis

Tidak semua produk asetogenesis dapat dipergunakan secara

langsung pada tahap metanogenesis, alkohol dan asam volatile rantai

pendek tidak dapat langsung dipergunakan sebagai substrat pembentuk

metan, tetapi harus dirombak dulu oleh bakteri asetogenik menjadi asetat,

H2 dan CO2. Produk yang dihasilkan ini menjadi substrat pada

pembentukan gas metan oleh bakteri metanogenik. Setelah asidogenesis

dan asetogenesis, diperoleh asam asetat, hidrogen, dan karbondioksida

yang merupakan hasil degradasi anaerobik bahan organik.

4. Tahap Pembentukan Gas Metana (Metanogenesis)

Pada tahap ini bakteri metanogenik mendekomposisikan senyawa

dengan berat molekul rendah menjadi senyawa dengan berat molekul

tinggi. Sebagai contoh bakteri ini menggunakan hidrogen, CO2 dan asam

asetat untuk membentuk metana dan CO2. Bakteri penghasil asam dan gas

metana bekerjasama secara simbiosis. Bakteri penghasil asam membentuk

(30)

15

bakteri pembentuk gas metana menggunakan asam yang dihasilkan bakteri

penghasil asam. Tanpa adanya proses simbiotik tersebut, akan

menciptakan kondisi toksik bagi mikroorganisme penghasil asam. Metana

diproduksi dari asam asetat, hidrogen dan karbon dioksida (Juanga, 2005).

Prinsip reaksi metanogenik disajikan pada Gambar 5.

Gambar 5. Prinsip reaksi metanogenik (Juanga, 2005)

Menurut Hoffman (2000) dan Juanga (2005) menyatakan bahwa

teknologi fermentasi media padat memiliki beberapa kelebihan. Kelebihan

tersebut dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Keuntungan teknologi fermentasi media padat

Aspek Keuntungan

Pengolahan limbah

Proses pengolahan limbah alami

Memerlukan sedikit lahan dibandingkan komposting secara aerobik dan landfill

Reduksi volume dan berat limbah buangan ke landfill

Reduksi konsentrasi leacheate

Keuntungan Energi

Proses produksi energi bersih

Menghasilkan kualitas tinggi energi

terbarukan

Biogas yang terjamin

Keuntungan Lingkungan

Signifikan mengurangi emisi gas rumah kaca Menyisihkan bau

Memproduksi kompos yang kaya nutrien Keuntungan recycle maksimum

(31)

2. 5. Kinetika Pembentukan Biogas

Kinetika produksi biogas menurut Budiyono et al (2010) serta Nopharatana et al (2007) dengan asumsi laju produksi biogas dalam kondisi batch modifikasi dari model Gompertz memiliki persamaan

sebagai berikut:

………..(2)

Sedangkan menurut Zweitering et al (1990) selain modifikasi model Gompertz, bisa juga digunakan persamaan modifikasi model Logistic,

dengan rumus sebagai berikut :

………..(3)

Dimana P adalah produksi biogas spesifik kumulatif (ml/g VS); A

adalah produksi biogas potensial (ml); Rmax adalah laju produksi biogas

maksimum (ml/g VS.day);  adalah periode phase lag (waktu minimum

untuk produksi biogas, hari); t adalah kumulatif waktu untuk produksi

biogas. A,  dan Rmax konstanta. Pada Gambar 6 dapat dilihat bahwa

dalam kondisi batch, peningkatan nilai P sangat lambat pada masa

kultivasi dari waktu 0 ke , dan peningkatan sangat tajam pada saat Rmax

dan terakhir akan mengalami kondisi stabil pada nilai A.

Gambar 6. Kurva modifikasi model Gompertz (Wang & Wan, 2009)

Rmax

0 A

Ku

m

u

latif N

il

(32)

17

Menurut Lei et al (2010) bahwa produksi biogas dari persamaan model ordo satu dapat di bandingkan dengan hasil eksperimen, dan akurasi

dihitung dengan menggunakan rumus ARD (average relative difference)

sebagai berikut :

……… (4)

Dimana Xpi adalah nilai prediksi dari model sedangkan Xei adalah

nilai hasil eksperimen dan n adalah jumlah sampel.

2. 6. Faktor yang Berpengaruh pada Proses Fermentasi

Proses pencernaan anaerobik merupakan dasar dari reaktor biogas

yaitu proses pemecahan bahan organik oleh aktivitas bakteri metanogenik

dan bakteri asidogenik pada kondisi tanpa udara. Bakteri ini secara alami

terdapat dalam limbah yang mengandung bahan organik, seperti kotoran

binatang, manusia dan sampah organik rumah tangga. Proses anaerobik

dapat berlangsung di bawah kondisi lingkungan yang luas walaupun

proses yang optimal hanya terjadi pada kondisi yang terbatas (Haryati,

2006). Kondisi pengoperasian pada proses anaerobik dapat dilihat pada

Tabel 6.

Tabel 6. Kondisi pengoperasian pada proses anaerobik

Parameter Nilai

Suhu

Mesofilik 35 oC

Termofilik 54 oC

pH 7 – 8

Waktu retensi 10 – 30 hari

Laju pembebanan 0.07 – 0.16 kg.VS/m3/hari

Hasil Biogas 0.28 – 0.69 m3/kg.VS

Kandungan Metana 60 – 70 %

Sumber : Engler et al (2000)

Bakteri yang terlibat dalam proses anaerobik yaitu bakteri hidrolitik

yang memecah bahan organik menjadi gula dan asam amino, bakteri

(33)

bakteri asidogenik mengubah asam organik menjadi hidrogen,

karbondioksida dan asam asetat dan bakteri metanogenik yang

menghasilkan metan dari asam asetat, hidrogen dan karbondioksida. Di

dalam reaktor biogas, terdapat dua jenis bakteri yang sangat berperan,

yakni bakteri asidogenik dan bakteri metanogenik. Kedua jenis bakteri ini

perlu eksis dalam jumlah yang berimbang. Bakteri-bakteri ini

memanfaatkan bahan organik dan memproduksi metan dan gas lainnya

dalam siklus hidupnya pada kondisi anaerob. Mereka memerlukan kondisi

tertentu dan sensitif terhadap lingkungan mikro dalam reaktor seperti

temperatur, keasaman dan jumlah material organik yang akan dicerna.

Terdapat beberapa spesies metanogenik dengan berbagai karateristik

(Haryati, 2006).

Aktivitas metabolisme mikroorganisme penghasil metana tergantung

pada faktor:

1. Temperatur

Gas metana dapat diproduksi pada tiga kisaran temperatur sesuai

dengan bakteri yang hadir. Bakteri psyhrofilik 0–7oC, bakteri mesofilik

pada temperatur 13–40oC sedangkan termofilik pada temperatur 55– 60oC.

Temperatur yang optimal untuk reaktor adalah temperatur 32–35oC,

kisaran temperatur ini mengkombinasikan kondisi terbaik untuk

pertumbuhan bakteri dan produksi metana di dalam reaktor dengan lama

proses yang pendek (Haryati, 2006). Bakteri metanogenik tidak aktif pada

temperatur sangat tinggi atau rendah. Temperatur optimumnya yaitu

sekitar 35°C. Jika temperatur turun menjadi 10°C, produksi biogas akan

(34)

19

Gambar 7. Representatif grafik suhu anaerobic digestion (Juanga, 2005)

Produksi biogas yang memuaskan berada pada daerah mesofilik

yaitu antara 25–30°C. Biogas yang dihasilkan pada kondisi di luar

temperatur tersebut mempunyai kandungan karbondioksida yang lebih

tinggi. Pemilihan temperatur yang digunakan juga dipengaruhi oleh

pertimbangan iklim. Untuk kestabilan proses, dipilih kisaran temperatur

yang tidak terlalu lebar. Pengaruh perbedaan kondisi suhu terhadap

produksi biogas dan metana disajikan pada Tabel 7.

Tabel 7. Perbedaan kondisi suhu terhadap produksi biogas dan metana

Kondisi

Lama proses atau jumlah hari bahan terproses didalam bioreaktor.

Pada reaktor tipe aliran kontinyu, bahan akan bergerak dari inlet menuju

outlet selama waktu tertentu akibat terdorong bahan segar yang

(35)

apabila lama proses atau pengisian bahan ditetapkan selama 30 hari, maka

bahan akan berada didalam bioreaktor atau menuju outlet selama 30 hari.

Setiap bahan mempunyai karakteristik lama proses tertentu, sebagai

contoh untuk kotoran sapi diperlukan waktu 20–30 hari. Sebagian biogas

diproduksi pada 10 sampai dengan 20 hari pertama (Wahyuni, 2010)

Apabila terlalu banyak volume bahan yang dimasukkan (overload) maka

akibatnya lama pengisian menjadi terlalu singkat. Bahan akan terdorong

keluar sedangkan biogas masih diproduksi dalam jumlah yang cukup

banyak.

3. Derajat Keasaman (pH)

Kegagalan proses pencernaan anaerobik dalam reaktor biogas bisa

dikarenakan tidak seimbangnya populasi bakteri metanogenik terhadap

bakteri asam yang menyebabkan lingkungan menjadi sangat asam (pH

kurang dari 7) yang selanjutnya menghambat kelangsungan hidup bakteri

metanogenik. Kondisi keasaman yang optimal pada pencernaan anaerobik

yaitu sekitar pH 6.8 sampai 8, laju pencernaan akan menurun pada kondisi

pH yang lebih tinggi atau rendah (Wahyuni, 2010), sedang menurut

Nguyen (2004), kondisi optimum pH pada rentang 7.2 sampai 8.2.

4. Penghambat Nitrogen dan Ratio Carbon Nitrogen

Menurut Wahyuni (2010) dan Haryati (2006), bakteri yang terlibat

dalam proses anaerobik membutuhkan beberapa elemen sesuai dengan

kebutuhan organisme hidup seperti sumber makanan dan kondisi

lingkungan yang optimum. Bakteri anaerob mengkonsumsi karbon sekitar

30 kali lebih cepat dibanding nitrogen. Hubungan antara jumlah karbon

dan nitrogen dinyatakan dengan rasio karbon/nitrogen (C/N), rasio

optimum untuk reaktor anaerobik berkisar 20 - 30. Jika C/N terlalu tinggi,

nitrogen akan dikonsumsi dengan cepat oleh bakteri metanogen untuk

memenuhi kebutuhan pertumbuhannya dan hanya sedikit yang bereaksi

dengan karbon akibatnya biogas yang dihasilnya menjadi rendah.

Sebaliknya jika C/N rendah, nitrogen akan dibebaskan dan berakumulasi

(36)

21

tinggi dari 8.5 akan menunjukkan pengaruh negatif pada populasi bakteri

metanogen.

2. 7. Tinjauan Penelitian Terdahulu

Penelitian pemanfaatan bahan organik untuk memproduksi biogas

telah banyak dilakukan (Lei et al, 2010; Liu et al, 2009; Hartono, 2009; Arati, 2009; Biswas, 2007). Di dalam proses anaerobik tersebut, bahan

organik dikonversi menjadi biogas. Biogas merupakan gas campuran

dengan kandungan utama metana (55-75% volume) dan karbon diokasida

(25-45% volume), serta sejumlah kecil gas kelumit seperti H2, H2S, uap

H2O, dan nitrogen.

Dewasa ini ada kecenderungan yang menunjukkan adanya perhatian

yang semakin meningkat pada penggunaan bahan organik untuk produksi

biogas. Hasil dari berbagai penelitian menunjukkan bahwa konversi bahan

organik menjadi energi menempati hierarki tertinggi dalam manajemen

dan penanganan limbah organik. Hal ini karena semakin langka bahan

bakar fosil. Penelitian dan praktek produksi biogas selama ini lebih banyak

dilakukan dengan menggunakan bahan organik terlarut, misalnya dalam

limbah cair industri minyak sawit, industri pati, atau industri peternakan.

Penelitian dan penerapan teknologi konversi limbah organik padat

pertanian masih terbatas, meskipun telah ada indikasi potensi tinggi untuk

mengkonversi bahan organik menjadi biogas dengan fermentasi media

padat (dry fermentation) (Macias-Corral et al, 2008; Juanga et al, 2007; dan Arati, 2009). Sebagaimana ditunjukkan pada Tabel 8, tingkat

perolehan (yield) biogas dapat mencapai 180-940 l per kg bahan kering

(TS) tergantung jenis substratnya. Sebagai contoh, jerami yang dicacah

dapat dikonversi menjadi 250-350 l biogas per kg bahan kering (TS).

Selama ini pengomposan bahan organik sering dipilih untuk

mereduksi beban tempat pembuangan sampah (TPA), untuk menghindari

emisi metana dari tempat penimbunan sampah serta untuk menghasilkan

produk kompos yang memiliki nilai ekonomi. Produk berupa kompos

(37)

tanah, media tanaman, dan bioremediasi lahan tercemar (Indrasti dan

Walmot, 2001; Indrasti et al, 2005; dan Indrasti et al, 2007). Lebih lanjut, hasil studi pengomposan sampah (Suprihatin et al, 2008) menunjukkan adanya potensi pengomposan dalam mereduksi emisi gas rumah kaca.

Dengan menghasilkan satu ton kompos dari sampah, emisi 0.21-0.29 ton

metana, setara 5-7 ton karbon dioksida, dapat dihindari.

Tabel 8. Produksi biogas dan waktu tinggal dari berbagai bahan

Bahan Sumber: Arati (2009), modifikasi. *) TS= total solids / bahan kering

Pengomposan bahan organik memang dapat mereduksi emisi gas

rumah kaca (metana) dan menghasilkan produk bernilai ekonomi berupa

kompos dan pupuk cair (Gerardi, 2003 dan Romli, 2010). Akan tetapi

sebagian besar bahan organik dikonversi menjadi karbon diokasida dan

air. Untuk memanfaatkan bahan organik dalam limbah pertanian, yang

produksinya di Indonesia sangat melimpah, penelitian ini akan

mengembangkan suatu metode daur-ulang bahan organik melalui

fermentasi media padat dengan kondisi yang terkendali.

Karellas (2010) menyatakan bahwa perombakan secara anaerobik

adalah solusi yang sangat menjanjikan untuk pengolahan limbah pertanian,

mencegah polusi dan menyebabkan produksi energi efisien. Sedang

Hartono (2009) melakukan peningkatan nilai guna jerami dengan

memfermentasikan secara anaerob untuk menghasilkan biogas. Hasil

penelitian menunjukkan bahwa laju produksi biogas optimum dihasilkan

(38)

23

Misi dan Forster (2001) menyatakan bahwa kriteria untuk menilai

keberhasilan perombakan limbah pertanian secara anaerobik adalah

penurunan padatan volatile (VS), produksi total biogas dan menghasilkan

metana. Efek dari umpan yang berbeda pada biogas hasil dari limbah

makanan, dedaunan dan campurannya dikaji menggunakan batch reaktor

anaerobik. Hasil penelitian Liu et al (2009) menunjukkan adanya hubungan yang signifikan terhadap produksi biogas setelah 25 hari dari

perombakan. Ringkasan penelitian terdahulu disajikan pada Tabel 9.

Tabel 9. Ringkasan review penelitian terdahulu

Peneliti Bahan baku Perlakuan Hasil

Jerami Padi Efek suhu dan konsentrasi

Reaktor CSTR Campuran kotoran hewan menghasilkan produksi biogas sebesar 0.35 Nm3/kg Vs

Biswas (2007) melakukan fermentasi menggunakan limbah

(39)

kapasitas 10 l beroperasi dalam mode batch pada suhu optimum 40oC dan pada pH 6.8. Sedang penelitian Lei et al (2010) pada partikel jerami padi sebagai substrat untuk pencernaan anaerobik dengan lumpur pada suhu

ruang dalam berbagai tingkat asupan fosfat menghasilkan biogas atau

metana 0.33-0.35 m3/kg-VS atau 0.27-0.29 m3 CH4/kg-VS dengan

kandungan metana rata-rata 75.9-78.2%. Degradasi dan potensi produksi

biogas dari limbah berserat dapat secara signifikan meningkat dengan

(40)

3. METODE PENELITIAN

3. 1. KERANGKA PEMIKIRAN

Ide dasar penelitian ini adalah untuk mengembangkan suatu teknik

pengolahan limbah pertanian, yaitu suatu sistem pengolahan limbah

pertanian yang sederhana, mudah dan murah dalam konstruksi dan

operasinya, tetapi tetap dapat digunakan untuk mencapai tujuan

pengolahan limbah pertanian. Adanya permasalahan pertanian dan

permasalahan energi diperlukan suatu teknik pengolahan limbah pertanian

yang dapat menghasilkan ketahanan pangan dan energi. Pertimbangan

pemilihan sistem fermentasi media padat adalah melimpahnya limbah

biomassa pertanian, kandungan bahan organik yang tinggi dan kandungan

unsur hara esensial bagi tanaman.

Fermentasi media padat merupakan suatu teknologi pengolahan

limbah pertanian yang dapat memenuhi tuntutan tersebut. Akan tetapi,

untuk dapat menerapkan sistem fermentasi media padat secara efektif dan

efisien masih diperlukan adanya desain dan operasi yang disesuaikan

dengan karakteristik limbah pertanian yang akan diolah. Desain dan

operasi diarahkan untuk merombak bahan organik dan untuk

menghasilkan biogas, kompos serta pupuk cair, oleh karena itu

faktor-faktor berikut akan dikaji dalam penelitian ini: sumber bahan organik,

perlakuan pendahuluan (aerasi dan non aerasi) serta rasio penambahan

umpan.

3. 2. TEMPAT DAN WAKTU PENELITIAN

Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Teknik dan Manajemen

Lingkungan Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi

Pertanian IPB, Bogor. Penelitian ini dilakukan pada bulan Maret 2010

(41)

3. 3. ALAT DAN BAHAN

Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu reaktor

anaerobik skala laboratorium volume 1.5 (bahan botol plastik) dan 10 l

yang berbahan flexiglass dengan pirantinya, kompressor, dan peralatan

untuk analisis parameter yang diuji seperti COD analyzer, kjeldahl apparatus, pH meter, spektrofotometer, pompa peristaltik, dan alat-alat gelas lainnya.

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah jerami dan

sampah organik yang diambil dari salah satu pasar tradisional di kota

Bogor. Jerami dikecilkan ukuranya (dicacah) hingga ± 2 cm. Sampah yang

digunakan adalah sampah buatan dengan komposisi sebagai berikut : daun

pisang 7.5%, kulit jagung 24.2%, pare 14.8%, kol 19.9%, saisin 6.2%,

kangkung 8.0%, sawi 8.0%, dan wortel 11.5% (b/b). Selain itu jenis

sampah kulit pisang, kulit nanas, dan kol juga digunakan dalam penelitian

pendahuluan. Kotoran sapi segar digunakan sebagai bahan inokulum

fermentasi anaerobik yang diambil dari Fakultas Peternakan IPB.

Bahan-bahan kimia untuk analisis yang digunakan adalah H2SO4 0.02N, NaOH

6N, Asam Borat 2%, CuSO4.5H2O, K2SO4, H2SO4 pekat, larutan PO4 0.0,

0.5, 1.0, 1.5, 2.0 mg/l, larutan amonium molibdat, larutan SnCl2, larutan

kalium dikromat (K2Cr2O7) 0.0167 M, reagen H2SO4, larutan FAS (ferro

ammonium sulfat) 0.1 M, indikator ferroin, dan aquades.

3. 4. TAHAPAN PENELITIAN

Penelitian ini dilakukan melalui tujuh tahapan.

3.4.1. Karakterisasi Jerami Padi dan Sampah Pasar

Karakterisasi dilakukan untuk mengetahui nilai rata-rata dan variasi

komposisi bahan, meliputi parameter: kadar air, padatan total, padatan

bahan organik, makronutrien, dan mikronutrien untuk setiap jenis

(42)

27

3.4.2. Uji Potensi Produksi Biogas

Uji potensi biogas merupakan proses pengecekan produksi biogas

sampah pasar organik dan jerami dengan fermentasi media padat dalam

skala kecil. Uji ini dilakukan di dalam botol bekas kemasan air mineral

1.5 l, sedangkan bobot bahan yang digunakan 500 g (jerami) dan 600 g

(sampah) dengan kadar air mencapai ± 70%. Bahan yang digunakan dalam

uji potensi biogas ini adalah beberapa macam sampah yang berbeda,

diantaranya kulit pisang, kulit nanas, kol, dan sampah organik dari 2 pasar

yang berbeda serta jerami (segar dan busuk). Pada awalnya bahan dirajang

sampai ukuran 2-5 cm, kemudian di masukan kedalam botol bekas

kemasan air mineral dan dikondisikan dalam keadaan anaerob. Reaktor

untuk uji potensi biogas dan uji pengaruh suhu reaktor disajikan pada

Gambar 8.

Gambar 8. Reaktor uji potensi biogas dan pengaruh suhu reaktor

3.4.3. Kajian Pengaruh Suhu Reaktor

Hasil dari uji potensi biogas dilanjutkan dengan uji pengaruh suhu

reaktor. Proses ini dilakukan pada suhu konstan 32oC. Biogas yang

terbentuk disalurkan ke dalam gelas ukur yang diletakkan terbalik berisi

air penuh, sehingga jumlah biogas yang terbentuk adalah jumlah ruang

udara yang terdapat di dalam gelas ukur tersebut. Proses ini dihentikan

(43)

meliputi perhitungan jumlah biogas yang terbentuk, karakterisasi bahan

awal, karakterisasi kompos dan lindi. Diagram alir uji pengaruh suhu

reaktor disajikan pada Gambar 9.

Gambar 9. Diagram alir uji pengaruh suhu reaktor

3.4.4. Desain dan Konstruksi Reaktor

Reaktor fermentasi skala laboratorium dibuat dari bahan flexi glass

(10 l). Reaktor ini dilengkapi dengan asesoris yang meliputi termostat,

aerator, penampung lindi dan pengukur volume biogas. Desain reaktor

dapat dilihat pada Gambar 10. Adapun spesifikasi reaktor yang digunakan

adalah volume 10 l, suhu 35oC, dan resirkulasi air lindi dilakukan tiap hari

secara manual.

Bahan organik

Bahan baku 500-600 g

Biogas Kompos dan

pupuk cair Fermentasi media padat

suhu 32oC, selama 17 hari

Pengecilan ukuran sampai 2-5 cm

Pengukuran jumlah biogas yang terbentuk

(44)

29

Gambar 10. Desain reaktor skala 10 l (Modifikasi : Kusch et al, 2008)

Gambar 10 memperlihatkan bahwa reaktor biogas yang digunakan

terdiri atas tiga bagian yaitu: Bagian penampung biogas (A), Reaktor

anaerobik (B), dan Bagian penampung cairan lindi (C). Bahan baku

(limbah jerami padi dan sampah) akan difermentasikan di dalam bagian

reaktor anaerobik (B) yang dilengkapi dengan pemanas (heater) dan

pengatur suhu (thermostat), guna menjaga suhu pada kisaran 35-40 0C

(mesofilik). Pada proses fermentasi bahan akan dihasilkan biogas yang

akan mengalir ke atas melalui pipa menuju tempat penampungan biogas

(bagian A). Lindi yang dihasilkan dari proses fermentasi akan

dikumpulkan di bagian C dan akan disirkulasi kembali ke bagian B secara

manual melalui pipa sirkulasi lindi. Pada bagian B ditambahkan blower

(45)

3.4.5. Kajian Perlakuan PendahuluanAerasi

Pada tahapan ini dilakukan kajian untuk mengetahui pengaruh aerasi

terhadap kinerja fermentasi untuk menghasilkan biogas. Laju oksigen yang

digunakan adalah 160 l/jam selama 48 jam. Pada kajian ini akan diketahui

pengaruh penambahan udara terhadap penurunan kandungan bahan

organik dan peningkatan laju pembentukan biogas.

3.4.6. Pengaruh Bahan Organik dan Rasio Penambahan Umpan

Pada reaktor dilakukan proses fermentasi dengan bahan baku jerami

dan sampah pasar. Setelah mencapai kondisi yang stabil dalam volume

biogas, dilakukan penambahan umpan bahan organik dengan dua rasio,

yaitu 50 dan 75 persen tambahan bahan organik. Pada proses fermentasi

terjadi proses perombakan bahan organik. Pada tahapan ini akan dianalisis

beberapa parameter penting yaitu analisis bahan organik sebagai COD, TS,

VS, pH, suhu, dan TKN. Semua analisis laboratorium dilakukan sesuai

dengan Standards Methods for the Examination of Water and Wastewater

(APHA, 2005) dan Official Methods of Analysis of The Association of Analytical Chemist (AOAC, 1995). Kinerja proses fermentasi diukur juga dari kuantitas produk maupun kualitas hasil samping yang diperoleh.

Karakterisasi kompos dan pupuk cair yang dihasilkan mencakup parameter

Total N, Nisbah C/N, P2O5, K2O, pH, kadar air dan padatan volatil.

Prosedur analisis disajikan pada Lampiran 1. Dari hasil fermentasi akan

dilakukan uji kinetika pembentukan biogas dengan membandingkan hasil

eksperimen dengan persamaan model yang ada pada persamaan 2.

(46)

31

Pengecilan ukuran ± 2-5 cm

BAHAN BAKU

(47)

3.4.7. Analisis Data

Analisis data dilakukan dengan analisis statistik dengan dua kali

ulangan untuk parameter laju pembentukan biogas dan laju perombakan

bahan organik. Data yang diperoleh adalah mean, standar deviasi, laju

pembentukan dan perombakan bahan organik. Data yang diperoleh

digunakan untuk menentukan kinerja proses fermentasi terbaik dalam

pembentukan biogas dan perombakan bahan organik. Analisis data

dilakukan dengan analisis deskriptif untuk parameter laju pembentukan

biogas dan laju perombakan bahan organik. Data yang diperoleh

digunakan untuk menentukan kinerja fermentasi terbaik dalam

pembentukan biogas.

Pada penelitian pengaruh aerasi dilakukan analisis dengan

menggunakan Anova. Untuk mengetahui perbedaan pengaruh faktor yang

dicobakan maka dilakukan uji Jarak Berganda menurut Duncan pada taraf

nyata 5%. Model matematika dalam percobaan ini sebagai berikut :

Yij = µ + Ai + ɛij

Keterangan :

Yij = Variabel respon/hasil pengamatan

µ = Pengaruh rata-rata sebenarnya (rata-rata umum)

A = Pengaruh faktor A taraf ke-i

(48)

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. 1. KARAKTERISTIK BAHAN AWAL

Bahan baku yang digunakan dalam penelitian adalah jerami yang

diambil dari persawahan di Desa Cikarawang, belakang Kampus IPB

Darmaga dan berbagai macam sampah (kulit pisang, kol, sampah pasar

gunung batu, sampah pasar laladon dan kulit nenas). Jerami telah

didiamkan sekitar dua minggu setelah panen di areal persawahan.

Inokulum yang digunakan adalah kotoran sapi segar yang diambil dari

kandang sapi Fakultas Peternakan, IPB Darmaga. Pertimbangan

penggunaan beberapa jenis bahan tersebut dikarenakan keberadaan bahan

yang melimpah dalam bentuk sampah dan beberapa komoditas pertanian

tersebut biasa digunakan dalam industri pengolahan hasil pertanian,

diantaranya kulit pisang yang merupakan limbah hasil industri keripik dan

sale pisang, kulit nenas limbah hasil industri buah kaleng dan selai nenas,

sampah pasar yang banyak kita jumpai di pasar-pasar tradisional demikian

juga jerami yang mudah di peroleh di areal persawahan. Karakteristik

biomassa yang digunakan dalam penelitian ini disajikan pada Tabel 10.

Tabel 10. Karakteristik Jerami dan Berbagai Sampah

Jenis Biomassa Kadar

Air (%)

Padatan Organik

(% bb) (% bk)

Jerami Kering 18.70 53.24 65.47

Kotoran Sapi 84.23 12.50 79.27

Campuran Jerami dan kotoran Sapi 77.63 14.83 66.28

Kulit Pisang 87.61 10.50 84.70

Kol 93.00 6.52 93.08

Sampah Pasar Gunung Batu 82.57 15.20 87.19

Sampah Pasar Laladon 94.05 5.12 85.96

Kulit Nenas 86.61 12.73 95.07

Hasil karakterisasi biomassa diperoleh informasi bahwa terdapat

perbedaan mendasar antara jerami dan sampah. Jerami memiliki kadar air

(49)

18.70% sedang sampah berada pada kisaran 82.57 – 94.05%. Perbedaan

kadar air yang besar akan meningkatkan produksi biogas. Kadar air bahan

sangat penting dalam proses fermentasi produksi biogas. Jerami padi

memiliki rasio C dan N sebesar 70 (Haryati, 2006). Komposisi kimia

jerami padi sangat dipengaruhi oleh varietas padi, tempat tumbuh, serta

pupuk yang digunakan. Di Indonesia rata-rata kadar hara jerami padi

adalah 0.4% nitrogen, 0.02 % fosfor, 1.4% kalium, dan 5.6% silika dan

jerami padi mengandung 40-43% karbon (Makarim et al, 2007).

Guna mengoptimalkan produksi biogas pada penelitian ini

ditambahkan dengan kotoran sapi sebagai inokulum awal, karakteristik

kotoran sapi yang digunakan seperti tampak pada Tabel 9. Laju produksi

biogas dan kandungan CH4 maksimum dihasilkan pada biogas dengan

penambahan inokulum kotoran sapi dalam jerami dengan perbandingan

25% dan 75% (Hartono dan Kurniawan, 2009). Bobot kotoran sapi yang

ditambahkan pada bahan jerami adalah 1/3 dari bobot jerami. Penambahan

kotoran sapi untuk sampah didasarkan hasil penelitian Macias-Corral et al

(2008) yang menyatakan bahwa perbandingan terbaik untuk sampah dan

kotoran sapi adalah 9:1 atau setara dengan 277.7 g dari bahan awal 2500 g.

Penambahan inokulum kotoran sapi bertujuan untuk meningkatkan

kandungan nitrogen dalam bahan, yang akan digunakan untuk

pertumbuhan bakteri dalam proses fermentasi. Kotoran sapi segar

mengandung banyak bakteri pembentuk asam dan metana. Hal inilah yang

menjadi dasar kenapa kotoran sapi banyak digunakan sebagai inokulum

fermentasi anaerobik.

Bakteri yang terlibat dalam proses anaerobik membutuhkan beberapa

elemen penting sesuai dengan kebutuhan hidup organisme seperti sumber

makanan dan kondisi lingkungan yang optimum. Bakteri anaerob

mengkonsumsi karbon sekitar 30 kali lebih cepat dibanding nitrogen.

Rasio optimum untuk reaktor anaerobik berkisar antara 20 - 30. Jika C/N

bahan terlalu tinggi, maka nitrogen akan dikonsumsi dengan cepat oleh

bakteri metanogen untuk memenuhi kebutuhan pertumbuhannya dan

(50)

35

menjadi rendah. Sebaliknya jika C/N bahan baku rendah, nitrogen akan

dibebaskan dan berakumulasi dalam bentuk amonia (NH4) yang dapat

menyebabkan peningkatan pH. Jika pH lebih tinggi dari 8,5 akan

mengakibatkan pengaruh yang negatif pada populasi bakteri metanogen,

sehingga akan mempengaruhi laju pembentukan biogas dalam reaktor.

Misi dan Forster (2001) menyatakan bahwa kriteria untuk menilai

keberhasilan perombakan limbah pertanian secara anaerobik adalah

penurunan padatan volatil (VS), total produksi biogas dan menghasilkan

metana. Efek dari umpan yang berbeda pada biogas hasil dari limbah

makanan, dedaunan dan campurannya dikaji menggunakan batch reaktor anaerobik. Padatan bahan organik dari hasil analisis sampah menunjukkan

nilai yang tinggi berkisar antara 84-95 persen (% bk) dibandingkan dengan

jerami yang hanya berkisar 65 persen. Nilai padatan bahan organik ini

sangat potensial untuk dikonversi menjadi sejumlah biogas hasil dari

proses fermentasi media padat.

Bahan baku yang digunakan dalam penelitian ini adalah dalam fasa

padat dengan kadar air yang diharapkan sebesar 70 persen. Karena kadar

air sampah yang sudah cukup maka sampah organik tidak mengalami

pengenceran atau penambahan air. Wahyuni (2008) menjelaskan bahan

isian harus mengandung bahan kering (padatan total) sekitar 7-9%. Dari

hasil analisis yang dilakukan, bahan sampah yang digunakan mengandung

5.95-17.43% padatan total. Untuk mengatur kandungan padatan total

bahan, usaha yang biasanya dilakukan adalah dengan penambahan air atau

pengenceran. Bahan baku jerami yang memiliki kandungan air yang

sedikit perlu ditambahkan air dalam proses fermentasi. Data karakteristik

bahan baku disajikan pada Lampiran 2.

4. 2. UJI POTENSI PRODUKSI BIOGAS

Pada tahap ini dilakukan uji potensi biogas dari berbagai limbah

menggunakan reaktor berukuran 1.5 l. Pada fermentasi bahan organik

tahap pertama tidak dilakukan pengaturan suhu (suhu tidak terkendali).

(51)

Gunung Batu, Pasar Laladon, kulit pisang, kol, kulit nenas) dan jerami Pasar Laladon,  kulit nenas) selama 45 hari

Dari hasil pengamatan selama 45 hari fermentasi diperoleh jumlah

biogas yang terbentuk pada awal proses fermentasi terbentuk dengan laju

yang tinggi dan kemudian semakin lama semakin menurun. Hal ini

disebabkan karena pada awal fermentasi tersedia lebih banyak bahan

organik yang mudah terdegradasi. Pada Gambar 12 terlihat bahwa

produksi biogas jerami baru dan jerami busuk menunjukkan hasil yang

signifikan. Hal ini disebabkan karena pada jerami busuk sebagian bahan

organik telah terdegradasi sebelum proses fermentasi. Pada jerami baru

produksi biogas mulai mengalami kondisi steady pada hari ke-21 dengan jumlah sekitar 800 ml, sedang pada jerami busuk terjadi pada hari ke-41.

Sedangkan untuk bahan baku sampah, setelah proses fermentasi

selama 45 hari disimpulkan bahwa sampah pasar Gunung Batu

menghasilkan jumlah biogas terbanyak di antara jenis bahan lainnya yaitu

sebesar 2244.5 ml, sehingga untuk penelitian selanjutnya digunakan bahan

baku dari sampah pasar Gunung Batu ini. Sampah pasar Gunung Batu ini

memiliki komposisi sebagai berikut : daun pisang 7.5%, kulit jagung

24.2%, pare 14.8%, kol 19.9%, saisin 6.2%, kangkung 8.0%, sawi 8.0%,

dan wortel 11.5% (W:W). Jika dilihat dari komposisi sampah pasar

Gambar

Tabel 1. Komposisi jenis gas dan jumlahnya pada suatu unit biogas
Gambar 1. Potensi Biomassa (jerami padi) di Indonesia
Gambar 2.  Peta sebaran timbulan sampah domestik tahun 2010
Gambar 3. Komposisi sampah (KLH, 2008)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) Produk multimedia interaktif untuk pembelajaran sinematografi ini telah selesai dikembangkan dalam bentuk CD program

4.1.1 Permasalahan manajemen kelas di SDN Luginasari 1 Kota Bandung. Dari semua permasalahan tersebut ternyata asumsi guru tentang manajemen kelas disamakan

PENERAPAN DESAIN KELAS YANG EFEKTIF DALAM MENUMBUHKAN MINAT BELAJAR PAI SISWA KELAS 5.. DI SD MARDI

Skripsi dengan judul “Pembinaan Akhlak Siswa melalui Pembelajaran Pendidikan Agama Islam di SMK Islam 1 Durenan Kabupaten Trenggalek ” yang ditulis oleh Dewi Kharisma

[r]

Moment Pearson dan Analisis Regresi Linier Sederhana. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa hubungan antara pengenalan diri dan prestasi belajar Bahasa Indonesia memiliki

[r]

Selanjutnya, berdasarkan proses kegiatan dan tahap-tahap yang dilakukan mulai dari tahap perencanaan, pelaksanaan, pengamatan, dan refleksi tentang penggunaan lagu “Kali Kemiri”