• Tidak ada hasil yang ditemukan

Awas Media Manipulator

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Awas Media Manipulator"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

Awas Media Manipulator!

Sekarang di sektor komunikasi, khususnya media online, terdapat orang-orang bayaran (professional communicator) yang kerjaannya membuat berita dengan memalsukan fakta dan meme-meme pendukung. Mereka dibayar untuk memproduksi pesan untuk mendistorsi dan memanipulasi informasi yang ada di masyarakat agar menciptakan opini publik bahkan gerakan politik sesuai pesanan aktor politik yang berkepentingan di belakang layar. Bahkan ditengarai dana asingpun banyak mengalir utk menciptakan keadaan tertentu sesuai kepentingan mereka.

Fakta-fakta palsu pesanan politik itu kemudian diberitakan serentak dan terus menerus di beberapa media online abal abal jaringan mereka, kemudian dishare oleh para buzzer yg sudah disiapkan sebagai pasukan siber.

Di Amerika Serikat komunikator profesional dibayar untuk bikin media abal-abal di internet untuk dishare dan dibenarkan oleh teman-teman buzzernya sudah cukup lama. Ryan Holiday menulis pengakuannya dalam buku "Trust me I am lying, The confession of an media manipulator" (2012). Pengalaman Ryan inilah yg kemudian dicontoh dan dikembangkan di Indonesia. Sekarang media dan akun abal-abal jadi marak, membiaskan informasi di media sosial.

Di masyarakat kita berita palsu yg sensasional, beserta meme buatan itu justru dianggap menarik dan disukai, bahkan dianggap fakta yg harus dishare. Banyak warga masyarakat tidak peduli asal, sumber, kualitas apalagi kebenaran informasi yg mereka terima tersebut. Mereka yg punya sikap tidak kritis lalu begitu gemar ikut menyebarkan dan membagikan ke relasinya karena menganggap info-info palsu itu adalah A1. Sehingga informasi-informasi buruk yg tidak benar tersebut lalu menjadi words of mouth yg laris dan terus saja disebarkan.

Terjadilah Ten Ninety Communication, komunikasi 10 : 90. Dimana hasil penyebaran komunikasi itu, justru 90% dilakukan suka rela oleh masyarakat yg suka pada informasi palsu itu. Sedang pelaku komunikasi politik yg sesungguhnya hanya melakukan 10% saja. Tapi hasilnya bisa menjadi kekuatan besar karena didukung "ketidaktahuan" masyarakat yg ikut menyebarkannya. Lewat mass self communication, informasi palsu itu tersebar, bahkan juga dikonfirmasi atau diperkuat oleh media abal abal lain yg memiliki misi senada.

Hasilnya banyak informasi palsu dianggap sebagai kebenaran oleh publik. Saat informasi itu makin banyak dishare dan dibahas, maka orang-orang yg tidak sependapat, atau kritis pada kasus-kasus cenderung diam, karena menghindari "keributan". Lama-lama suara yang membenarkan informasi palsu tersebut bisa mendominasi media sosial. Karena mereka yang tidak setuju cenderung makin diam (silent). Mereka khawatir sedang menghadapi "suara mayoritas" (padahal tidak, itu hanya persepsi). Disitulah kemudian informasi palsu tersebut, tidak hanya dianggap sebagai suara mayoritas, tapi juga menjadi nilai-nilai yang meresap dan mempengaruhi sikap politik.

Itulah kekuatan propaganda komunikasi lewat media sosial yang menciptakan Spiral of Silence atau istilah Jermannya Die Schweigerspirale. Kurban2nya tidak sadar karena banyak yang isi propaganda tersebut sesuai dengan predisposisi atau kecenderungan sikap mereka sebelum diterpa informasi palsu itu.

(2)

sumbernya tidak jelas. Kecuali kita sendiri memang bagian dari orang-orang yang mengharapkan kekacuan dan kehancuran negeri ini. Tapi apakah niat kita seburuk itu? Saya yakin tidak.

Henry Subiakto

Orang berpendidikanpun tidak kebal dari hoax, terutama kalau punya kesamaan sikap dengan isi hoax. Orang seperti ini menjadi tidak kritis terhadap hoax, karena isinya cocok dengan sikap dan kepentingannya, malah hoaxpun dipercaya dan dibenarkan, bahkan disebarkan. Kecerdasan dan intelektualitas kadang memang bisa tumpul saat bersemayam bersama fanatisme yg berlebihan.

CIRI CIRI PESAN HOAX

Akhir akhir ini, hampir setiap ada issue (peristiwa) yg bisa dimanfaatkan untuk disinformasi mempengaruhi opini, maka muncullah hoax. Tatkala ada peristiwa yg menarik diketahui, tp faktanya tdk atau belum lengkap (premature facts) padahal dlm kultur digital, masyarakat ingin mengetahui segala informasi dengan cepat. Maka bnyk pihak melengkapi fakta yg blm lengkap itu dengan informasi spekulatif, hasil interpretasi, atau bahkan rekaan yg sesuai kecenderungan sikap atau kepentingan mereka. Hoax inilah yg muncul melengkapinya.

Hoax diproduksi untuk membenarkan misi, atau sikap, atau kepentingan dari para penyebar Hoax yg menghalalkan kebohongan. Hoax begitu mudah diproduksi dan disebarkan krn perkembangan teknologi digital dan pemanfaatan media sosial serta kultur masyarakat yg suka getol ngeshare pesan tanpa dipikirkan mendalam. Korban hoax sering tidak sadar bahwa pikirannya sudah diarahkan oleh berbagai hoax yg terserap dlm jangka waktu lama.

Hoax bisa berupa berita dusta di sebuah situs. Berupa pesan menyesatkan yg disebarkan di WA, atau sosmed. Berupa foto hasil rekayasa atau editan. Berupa Meme yg menyesatkan. Bisa pula berupa berita benar dari sebuah link situs berkredibilitas tapi depannya ditempeli judul dan pengantar yg menipu. Kalau diamati ciri ciri hoax adalah:

1. Sumber yg membuat tdk jelas sehingga tdk bisa dimintai tanggung jawab. 2. Pesannya sepihak, hanya membela atau menyerang saja.

3. Sering mencatut nama nama tokoh seakan berasal dari tokoh itu.

4. Memanfaatkan fanatisme dengan nilai2 idiologi atau agama untuk meyakinkan. 5. Judul atau tampilan provokatif.

6. Judul dengan isi atau link yg dibuka tdk cocok. 7. Nama media mirip dengan nama media terkenal. 8. Minta spy dishare atau diviralkan.

Kalau ketemu pesan yang memenuhi sebagian ciri ciri seperti ini, jangan mudah percaya, dan jangan dishare, itu jelas mengindikasikan ciri ciri Hoax.

Henry Subiakto. 7. Bersifat hiperealitas

8. Bisa membaik-baikkan atau menjelek-jelekkan 9. Biasanya 5W dan 1H nya ngga lengkap 10. Biasanya one sided message

(3)

Hati hati saat menyebarkan pesan di socmed. Menyebarkan pesan dari sumber yg tidak jelas, itu berarti kita membenarkan isinya sekaligus mengambil tanggung jawab atas kebenarannya. Kalau isinya ternyata fitnah atau tuduhan, maka kita secara hukum harus mempertanggung jawabkannya, diancam UU ITE dan delik fitnah di KUHP.

Kekerasan verbal yg sering disuarakan elit politik, dan pendukung2nya di ruang publik atau media sosial, memberikan kontribusi memanasnya politik di negeri ini. Kekerasan verbal sering disuarakan oleh mereka yg frustrasi dengan menyerang, melecehkan, memberikan cap buruk, pd pihak lain, justru mengeraskan konflik yg sdh ada.

Saatnya kita menghindari kekerasan verbal. Selain dengan tdk memproduksi atau

menyebarkannya, juga jangan mudah mempercayai informasi yg tdk jelas, dan provokatif, atau memanaskan suasana. Abaikan orang atau informasi yg hny sengaja memancing kebencian atau kemarahan kita. Dengan kesabaran dan tdk terpancing kekerasan verbal, kita telah menyumbang ketenangan, minimal di lingkungan kita sendiri.

TOKOH

Setiap tokoh itu selalu memiliki dua karakter, yaitu karakter publik dan karakter privat. Karakter publik itu sifat sang tokoh menurut publik, misal kesolehannya, kemulyaannya, hingga akhlak kebaikan yg lain.

Karakter publik ini terlihat dari tampilannya di depan publik atau umum. Yaitu gambaran tokoh tersebut di benak orang banyak yg interaksinya tdk terlalu dekat, atau tdk langsung sehingga hanya melihat kulit luar, pakaian dan berbagai penampilan di panggung depan (Erfing Goffman : Front Stage).

Sedangkan karakter privat, adalah sifat asli sang tokoh yg hanya diketahui oleh orang orang dekatnya. Orang orang yg akrab, bahkan intim bergaul secara pribadi di panggung belakang (Back Stage kata Erving Goffman).

Seorang tokoh, bisa memiliki karakter publik dan karakter privatnya tidak sama atau tidak sesuai. Banyak tokoh yg karakter publiknya amat mulia dan mengagumkan, tapi ternyata dicibir oleh orang orang dekat, yg berinteraksi langsung dengan sang tokoh. Ini karena buruknya karakter privat sang tokoh di panggung belakang. Orang orang yg dekatlah yang bisa tahu tentang keburukan atau belangnya sang tokoh. Ada pula tokoh yang karakter privatnya sangat baik dihormati oleh lingkungan sekitar dan kerabatnya, tapi yang bersangkutan tidak menonjol di publik. Publik tidak kagum dan tidak memuja mujanya.

Ini semua karena peran media. Peran media komunikasi yg membangun the pictures in our heads tentang orang yang ditokohkan dan dikagumi secara luas (Lippmann). Kalau media termasuk medsos mengekspose terus menerus tentang kiprah mulya, tampilan suci yg

mengagumkan dari tokoh tersebut, maka karakter publik tokoh itupun akan moncer. Masyarakat luas akan memuja muja bahkan bisa rela melakukan apa saja untuk sang tokoh.

Tapi bisa beda 180 derajad dengan yg kenal secara pribadi. Terlebih kalau ada yang punya hubungan pribadi tersebut punya pengalaman nyata yang buruk, kemudian fakta buruk itu terungkap di publik, di media. Sisi gelap yang ada di back stage atau di panggung belakang itu terbingkar di publik, maka ributlah publik atau masyarakat luas, yg selama ini hanya bisa melihat dari jauh. Jadilah kontroversi, jadilah keributan, jadilah kekecewaan.

(4)

dalam hal suka atau benci pada seorang tokoh, jangan pula kaget jika tokoh idaman kita ternyata punya sisi amat gelap tak sesuai yg kita bayangkan.

Wasalam Henry Subiakto

Penutupan situs meresahkan mungkin bisa meredam konflik tapi tidak bisa mengatasi akar permasalahan. Oleh karenanya saya sepakat agar RPTRA yang sudah ada di Jakarta dapat ditumbuhkan di daerah lain agar setiap warga masyarakat dapat ikut berperan aktif menjaga kententraman lingkungannya masing-masing

Apresiasi Penerapan UU ITE secara benar oleh PN Surabaya

Kamis lalu sdh ada keputusan PN Surabaya thd kasus pak Singki Suwaji yg didakwa melanggar UU ITE pasal 27 ayat 3 karena mengkritik "penjarahan Satwa" di KBS. Walau awalnya Pak Singky sempat ditahan di Rutan Medaeng lalu tahanan kota. Akhirnya ini tadi diputus "Bebas Murni" oleh PN Surabaya. Saya ikut bersyukur krn sempat diminta jadi saksi ahli di persidangan. Dan secara tegas saya katakan UU ITE tdk melarang orang berpendapat atau mengkritik. Pak Singky saya nyatakan tdk melanggar UU ITE secara clear. Karena beliau hanya mengkritik dengan pendapatnya. Kalau UU ITE dipakai untuk mengadili orang2 yg kritis atau berpendapat, maka UU ITE akan mjd draconian code yg menjelekkan nama Indonesia di luar negeri. UU ITE itu filosofinya adalah perlindungan hukum terhadap transaksi ekektronik, bukan pembatasan terhadap kebebasan berpendapat. Alhamdulillah ternyata hakim PN Surabaya mendengarkan keterangan saya. Terbukti dalam keputusannya sempat mensitir beberapa pendapat saya. Dan hasilnya pak Singky bebas murni.

Ini adalah kali kedua saya sbg saksi ahli kasus UU ITE pasal 27 ayat 3. Dan keduanya berhasil

memenangkan tersangka dengan bebas murni. Pertama dulu adalah kadus mbak Irvani di PN Bantul, yang kasusnya sampai MA. Hasilnya bebas murni. Yang kedua adalah pak Singky Suwaji yang tadi siang diputus bebas murni oleh PN Surabaya.

Alhamdulillah. Biasanya saat saya diminta jd saksi ahli, baru pemberkasan BAP dan gelar perkara sdh tidak dilanjutkan oleh penegak hukum, krn sering saya tunjukkan unsur unsurnya tidak memenuhi. Tp untuk di Bantul dan di Surabaya ini yg minta adalah pengacara, jadi memang harus tampil di pengadilan. Apresiasi untuk Majelis Hakim PN Surabaya yg telah mengadili pak Singky dan hakim yg mengadili mbak Irfani. Mereka telah menerapkan UU ITE secara benar. Mereka mengerti perbedaan berpendapat dengan menuduh atau pencemaran nama baik. Selamat untuk pak Singky yg sudah bebas. Dan silahkan utk tetap kritis dan galak he he. Tapi jangan lupa syukuran makan duren Wonosalam. Saya tunggu. Nak gak syukuran mengko genti disyukurno uwong he he he. Wassalam.

Pasal 27 ayat 3 : Tiap orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan atau mentransmisikan dan atau membuat bisa diaksesnya informasi elektronik dan atau dokumen elektronik yg bermuatan penghinaan atau pencemaran nama baik.

Hoax itu bukan produk civil society tp produk aktor aktor hitam yg memanfaatkan keluguan publik. Bhkn tak sedikit lho hoax itu diproduksi asing sebagai bagian dari geo politik. Apalagi hoax yg motifnya dagang, penyesatan itu jelas anti etika dan regulasi.

Apa hoax harus dibiarkan atas nama Demokrasi? Atas nama HAM? Apa mmg demokrasi dan HAM membenarkan kebebasan untuk memalsu fakta? Kebebasan untuk menghalalkan segala cara yg tdk jujur?

(5)

membuat suatu bagian khusus IT legal reinforcement yg dilengkapi dengan peralatan dan sumberdaya yg mumpuni untuk menindak tegas para penyebar hoax.

(6)
(7)
(8)

Kalo namanya Tim Sukses itu ya harus membaik baikkan pasangan yg dibela, dan menunjukkan keburukan lawan. Aneh saja kalau tim sukses dianggap objektif. Walau dia ngaku objektif dan akademik.

Tetep hrs objektif pak...artinya sy memaknai objektif dlm konteks ini sbg melebihkan diri dan menunjukkan kelemahan/kekurangan kompetitor, tetap dg data, dan bhs santun. Tdk asal bunyi, tdk fitnah. Tdk apa2 negative campaign asal ada data dan santun....jgn black campaign...

HOAX ITU SENJATA POLITISI BUSUK

Selalu ada kelompok masyarakat yg dijadikan obyek Hoax. Di Eropa dan Amerika Serikat, kelompok sasaran hoax itu adalah imigran muslim yang datang kesana. Hoax dijadikan senjata kalangan politisi Nasionalis sayap kanan untuk membangkitkan kecemasan menentang lawan politiknya, dengan cara menggambarkan bhw orang Islam itu ancaman bagi negara mereka. Maka munculah berita hoax, "Jutaan imigran muslim mengancam kebebasan". "Awas

pengangguran karena imigran Muslim, dan berita2 sejenis yg cenderung rasis, menyudutkan muslim. Di Indonesia, hoax juga jd jualan yg laris. Ada publik yg menjadi market pengkonsumsi hoax. Hoax seakan menjadi suara "kebenaran" untuk menyadarkan adanya ancaman. Hoax sengaja menyebarkan kecemasan di tengah masyarakat yg kondisinya msh buruk atau timpang sebagai akibat, kegagalan atau lemahnya pembangunan kesejahteraan selama BERPULUH tahun.

Hoax jadi katarsis, pembenar prasangka sosial yg sering juga dimanipulasi seakan sebagai "suara publik" atau masyarakat sipil. Padahal hoax itu alat elite busuk yg tdk jujur, pemain politik yg berkolaborasi dengan para "professional hitman", manusia bayaran yg bersedia melakukan apa saja demi uang atau kekuasaan.

Kalau di negara Barat yang dipakai untuk sasaran Hoax adalah imigran muslim. Publik ditakut takuti dengan keberadaan imigran. Sedang di Indonesia sasaran Hoax adalah "ancaman bahaya China". Di Barat maupun di Indonesia Hoax sama2 menjual kecemasan dengan informasi palsu.

Tapi hasilnya, Donald Trump yg rasis bisa menang di Pilpres AS berkat banyaknya hoax menyerang Hillary. Menurut laporan FBI, CIA dan NSA, ada bukti keterlibatan asing di AS dalam peretasan dan penyebaran Hoax. Pola asing mempengaruhi negara lain lewat peretasan dan hoax dinilai serius dan bahaya, serta menjadi model. Itulah salah satu bentuk proxy war. Serangan asing yg tdk disadari telah memunculkan cara berpikir yg salah dari sebagian masyarakat gara2 hoax.

Say No To Hoax, Saring Sebelum Sharing. Prof. Henry Subiakto

DEKLARASI ANTI HOAX

Hari ini ada Deklarasi Anti Hoax di berbagai kota. Hoax memang sudah mewabah dimana mana. Ada yang memproduksi, ada yg sengaja menyebarkan, ada yg ikut asal ngeshare, dan ada yg begitu mudah percaya. Akibatnya, bagi korban hoax hidup penuh kecemasan, berpikir tidak rasional, penuh kebencian, dan mudah berkonflik dengan siapapun yg berbeda pandangan. Hoax itu disinformasi yang bisa berupa "berita" yg berasal dari media abal abal. Berupa "meme" hasil rekayasa. Berupa "wisdom", informasi atau pengetahuan rekaan yg sumbernya gak jelas tp dishare2 lewat WA atau sosmed lain.

Hoax itu, bisa faktanya tdk ada. Faktanya ditambahi, atau dikurangi. Foto dan text yang tdk sesuai. Judul dan berita tdk sesuai. Foto lama dikesankan baru untuk mendukung isu yg sdg aktual. Foto dari luar negeri direkayasa dan diberi text seakan di dalam negeri. Tulisan yg nara sumbernya tdk jelas dan kebenarannya tdk bisa diklarifikasi. Secara umum hoax selalu

(9)

Saatnya kita lbh kritis dan selektif menerima informasi. Jangan biarkan otak kita dicemari hoax. Dan jangan pula mencemari otak orang lain dengan ikut menyebarkan hoax.

Membiarkan Hoax berlalulalang di sosmed, berarti kita membiarkan "ketidakjujuran", membiarkan "kepalsuan". Membiarkan "kerusakan" dalam berpikir. Dan membiarkan

"menghalalkan" segala cara dalam berkomunikasi. Bahkan membiarkan hoax bisa mengubah kepalsuan, lama lama dianggap sebagai "kebenaran". Say No to Hoax". Saring sebelum Sharing.

Prof. Henri Subiakto � � �GoodShare

Info ini penting. Banyak dari kita salah paham ttg UU ITE... Intinya, tdk ada hak asasi mutlak, tdk ada kebebasan mutlak... Mutlak itu hanya milik Rabb...

Ada 5 tipe orang terkait informasi hoax di medsos:

1. Si pembuat dan pengedar hoax (informasi palsu). Klo terus-terusan dan jd komoditas cari duit, bs dsb peternak hoax.

2. Orang lain yg tahu bahwa itu Hoax tp tetep share (meski sekedar "like") 3. Orang lain yg tdk tahu itu si Hoax dan ia share.

4. Orang lain yg tahu itu si Hoax dan tdk share 5. Orang lain yg tdk tahu itu si Hoax dan tdk share. No 3 bs dsb korban si Hoax (perlu disosialisasi/literasi) No 4 perlu dijempol

No 5, perlu disosialisasi/literasi agar jgn sampe menjadi no 2-3. No 1, 2, 3, berpotensi terkena delik UU ITE.

- Apapun kepentingan dan tujuan kita, informasi dari kita hrs benar, yakni faktual-accuracy dan baik (relevan dg kepentingan masy)

- hoax dan fake information bs dilakukan siapa saja: pendukung dan oposan pemerintah, org2 pemerintah, tokoh agama, akademisi, mahasiswa, orang awam, dan lain2... Karena hal ini bukan hanya masalah intelektual, tp jg masalah nilai rasa dan hati.

Indahnya pagi di kantor merangsang semangat meraih yg lebih baik. Salam. RK. �

"Kebohongan" dan "Kepalsuan" banyak dijadikan komoditas mencari duit. Termasuk

informasi palsu (Hoax) dan informasi rekayasa palsu (Fake). Portal/situs2 peternak dan

penyebar Hoax dan Fake news bisa meraup 50-60jt per bulan dari jumlah pengunjung situs.

Salah satu maraknya info palsu ini adalah buntut perseteruan pilpres 2014: yg calonnya kalah,

memilih jadi oposisi dg mengkritik yg menang, tp melalui hoax dan fake (Tempo, 8 Jan

2017).

Hoax dan fakes bs mengandung hiperealitas yg menjelek-jelekkan maupun

membaik-baikkan. Betul kata pengomen: bahwa Tempo bnyk bercerita satu frame....sedangkan frame

lain, yakni: mengapa muncul hoax dan fake news tdk dikupas lbh detail. Yg disampaikan

bnyk hoax2 yg menyerang pemerintah...dan tdk bicara yg mendukung.

(10)

SARING sebelum SHARING... Cek & Ricek, dg logika rasional dan data. "Jika ada informasi yg datang, cek dulu kebenarannya, jika sdh pasti benar, pikir dulu dampaknya jika disebarkan"; "Jgn tergesa-gesa share informasi"; "Setiap omongan/informasi hrs ada bukti yg jelas, agar kita menjadi org2 yg benar" dan "Berkatalah benar atau diamlah". Science, misalnya Public Relations & jurnalistik mengajarkan: "tell the truth & building trust" agar persuasi kita tdk bersifat

manipulatif..."Janganlah kebencian kita thd seseorang/suatu kaum membuat kita tdk adil pada mereka", yakni dg menyebarkan berita2 palsu at fitnah dan menutupi kebaikan org/kaum tsb.

Semua itu ajaran Allah SWT yg jg terepresentasi pada Pancasila, landasan filosofis bangsa Indonesia. Apapun tujuan dan kepentingan kita, hanya ada satu jalan, yakni jalan kebenaran dan jalan kebenaran itu hanya satu, yakni jalan Allah SWT. Jalan dari Allah melarang fitnah, menghujat, olok-mengolok, merendahkan org lain, adu domba, ghibah, bohong dan memalsukan fakta.

Mari kita jaga facebook yg indah ini dari informasi hoax. RK

Halaman depan harian bermoto "Dari Rakyat-Oleh Rakyat-Untuk Rakyat"...Ketika dikatakan bahwa we have to tell the truth, framing media dengan politik ekonominya ko jadi membuatnya terkesan munafik ya...Bukankah dgn adanya framing dan politik ekonomi media itu telah menjadikan ruang redaksi sebagai ruang yang tidak steril?... Memang kita dipaksa percaya bahwa media mainstream yg sudah duluan established itu menerapkan prinsip check and recheck yang jika benar sudah sekian lama diterapkan negeri ini tdk akan diisi oleh banyak warga negara yang gemar hoax. Who's to blame? Only God know the masked men...

Suka · Balas · 8 Januari pukul 9:17

Rachmat Kriyantono Framing itu suatu keniscayaan pak Wawan Stew...setiap media pasti punya frame sbg bagian agenda publik yg ingin media setting, sbg cermin kepentingan media. Hanya, cara memframe dan cara mengomunikasikan frame itu mesti sesuai kaidah kebenaran, seperti bukan fakta palsu, relevansinya, akurasi dan 5W 1H nya jelas. Graming itu

konsekuensi logis manusia yg punya selective attention, selective perception, selective reminding dan selective action jika berhadapan dg realitas. Para pengajar, seperti sy, patut to be blamed pak krn kurang transfer esensi sikap agamis kpd peserta didik

Suka · Balas · 8 Januari pukul 9:28 · Telah disunting

(11)

Wawan Stew Yang menyedihkan adalah fakta bahwa bahwa kendali komunikasi tidak berada di tangan orang orang yang jago teori komunikasi. Kendali komunikasi sekarang berada di tangan mereka yang menguasai teknologi informasi dan komunikasi. Sudah waktunya program studi ilmu komunikasi membekali para mahasiswanya dgn technology know-how. Tidak perlu menjadi geeks. Tapi setidaknya mampu menguasai yg dasar, seperti menggunakan aplikasi macromedia dreamweaver, wordpress yang bukan blog gratisan dgn semua plugin nya, dan teknologi teknologi aplikatif lain. Orientasi pendidikan di prodi komunikasi saya lihat masih pada menghasilkan output lulusan yang akan jadi "tukang nyari berita, tukang ngurusin PR perusahaan". Ketika jaman sekarang sudah content oriented, rasanya orientasi ulang hrs segers

dilakukan. Makanya jangan heran banyak hoax karena internet dibiarkan oleh para ahli ilmu komunikasi untuk dikuasai oleh mereka yang justru menguasai piranti canggih komunikasi.

1) Media Penyebar Hoax

Saat ini, yang pertama dan utama, hoax dengan mudah disebarluaskan lewat media

sosial (Medsos), seperti Facebook, Twitter, dan Whatsapp.

Siapa yang mengendalikan medsos? Apakah penguasa? Bukan! Penguasa (baca:

pemerintah) hanyalah salah satu pemain saja, yang posisi dan kekuatannya sama di

muka medsos, sejajar dengan seorang penjual sate dari pelosok kota Semarang.

Jika ada 140 juta akun Facebook yang dimiliki warga indonesia, baik individu

maupun lembaga, sipil atau tentara, lembaga pemerintah maupun lembaga

swadaya, maka 140 juta pemilik akun itu punya kedudukan yang sama di muka

medsos, tidak ada yang lebih berkuasa.

Ada yang lebih kuat? Mungkin. Lebih kuat karena bisa membayar iklan ke

Facebook, sehingga postingannya bisa muncul di halaman jutaan pemilik akun

lainnya. Tapi, pemilik akun yang bisa membayar iklan pun bisa siapa saja, bukan

hanya penguasa.

Pembredelan terhadap akun medsos bukan kuasa pemerintah, sekali lagi perlu

ditegaskan BUKAN KUASA PEMERINTAH, melainkan dilakukan oleh pengelola

atas dasar laporan atau permintaan pengguna medsos lainnya. Mekanisme

penutupan akun oleh pengelola medsos ini sangat demokratis, dari sisi mekanisme.

Meski begitu, sistem ini memiliki kelemahan. Karena penutupan akun didasarkan

kepada minimal jumlah tertentu atas laporan pengguna lain, "organisasi" dengan

jumlah akun yang banyak bisa melakukan pembredelan terhadap suatu akun.

Organisasi seperti Jasmev atau Muslim Cyber Army, misalnya, bisa menggalang

ribuan anggota dan simpatisannya untuk beramai-ramai melakukan pelaporan

(spam report) untuk menutup suatu akun yg tidak disukai kelompok tersebut. Itu

semua bisa dilakukan oleh siapa saja, bukan hanya pemerintah.

(12)

Kedua, hoax disebarluaskan oleh media online, yaitu situs-situs media internet yg

dikelola baik oleh individu maupun kelompok.

Dalam tata kelola internet sekarang ini, siapa saja bisa membuat situs online, tanpa

ada batasan. Cukup registrasi secara online melalui internet, bayar beberapa puluh

maksimal ratus ribu rupiah saja, maka sebaris alamat situs web bisa didapatkan saat

itu juga.

Pemerintah melalui Kemenkominfo memang benar punya kuasa untuk memblokir

suatu situs yang dianggap melanggar ketentuan perundangan. Tapi ingat, dengan

kemudahan registrasi untuk mendapatkan alamat situs web, masyarakat bisa

menghidupkan kembali isi situs yang dibkokir pemerintah kapan saja dan dari mana

saja.

Jika jam sekarang ini, misal, situs fulanngawur.com diblokir pemerintah, maka pada

jam yang sama bisa muncul badungawur.com, sijonngawur.com,

fulanradangawur.com, fulansemingawur.com, fulanngawurperjuangan.com,

fulantobat.com, dan ribuan kombinasi nama seperti itu, bisa dihidupkan seketika itu

juga dengan isi yang sama persis dengan situs yang telah diblokir pemerintah tadi.

Lalu di mana kekuasaan mutlak pemerintah dalam hal ini? Kekuasaan pemerintah

dalam hal ini sama sekali tidak ada.

Jika pemerintah memblokir atas dasar alamat internet (IP address), maka

masyarakat bisa dengan mudah menggunakan alamat yang lain. Jika tidak bisa

menggunakan alamat indonesia, masyarakat bisa menggunakan alamat dari negara

lain, melalui settingan yang dilakukan tetap dari Indonesia, tanpa perlu pindah

secara fisik ke negara lain.

Ketiga, hoax disebarluaskan secara offline, melalui mimbar-mimbar khutbah

keagamaan, seperti kasus Rhoma Irama yang menyebarluaskan informasi hoax

lewat podium sebuah masjid, dalam suatu acara pengajian, bahwa ibunda Jokowi

beragama Kristen, saat musim kampanye pilpres 2014 kemarin. Apa kuasa

pemerintah atas media-media offline seperti pengajian atau khotbah Jumat

misalnya? Tidak ada!

2) Produsen Hoax

Saat ini, bukan hanya pemerintah, bahkan seorang penjual sprei juga bisa

memproduksi, di samping menyebarluaskan dari sumber lain, hoax. Setiap saat,

setiap tempat, siapa saja dari mereka yang terhubung ke internet bisa memproduksi

hoax dan menyebarluaskannya.

Kedudukan satu institusi pemerintah dan penjual sprei dalam hal ini sama di depan

internet. Jika pemerintah bisa membuat seratus akun palsu, maka seorang penjual

sprei juga boleh membuat seratus akun palsu. Tidak ada diskriminasi, dan tidak ada

yang lebih berkuasa.

Hsnya orang yang masih berpikir dalam kerangka kekuasaan Orde Baru saja yang

berpendapat, bahwa pemerintah memiliki perangkat yang lengkap untuk

memproduksi hoax.

(13)

hoax oleh tabloid Obor Rakyat yang dicetak jutaan eksemplar dan materinya

didigitalkan kemudian disebarluaskan lewat Whatsapp, media online

Referensi

Dokumen terkait

Adapun luaran yang diharapkan dari penelitian ini adalah dapat mempublikasikan hasil penelitian bahwa kulit bawang merah mengandung senyawa flavonoid yang

Dari koefisien variasi, terlihat tingkat fluktuasi konsentrasi Nitrit effluent IPAL Banyumanik 2013 tipe Shallow sewer merupakan yang paling tidak stabil/heterogen,

Silikosis merupakan penyakit fibrosis parenkim paru yang disebabkan oleh debu silica ataupun kristalin silicon dioksida.. Penyakit ini terjadi

Semua sistem tersebut berguna untuk memadukan teknologi SM.S dan sidik jari, Sistem monitoring sangat berguna sistem untuk memantau jam masuk dan pulang sekolah

Hasil: Hasil penelitian karakteristik ibu dengan paritas lebih dari 3 di wilayah kerja Puskesmas Gambirsari Surakarta adalah karakteristik pendidikan yang paling

Jl. Game ini dirancang dengan menggunakan Unity3D dan ditargetkan untuk platform Personal Computer. Perancangan game ini menggunakan Unity sebagai game engine, Adobe

(Mohon beri tanda centang pada jenis bukti berikut)Ringka bukti berikut)Ringkasan deskripsi sekolah menurut indikator dan berdasarkan buktiTingkat yang dicapaiCatatan san

artikel ini akan memberikan langkah2 secara manual dalam setting samba sebagai paket dari linux yang digunakan, sesuai dengan praktikum jaringan komputer di Kelas S1 SI 4A dan D3 MI