PELAKSANAAN SISTEM PEMILUKADA DALAM IMPLIKASI PERTANGGUNGJAWABAN TERHADAP PEMERINTAH DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG PEMERINTAH DAERAH YANGBERLAKU
DI INDONESIA
Skripsi
Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-Tugas dan Memenuhi Syarat-Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum
Oleh:
GARRY FRIEDRIEK ARNOLD SODUMA BAEHA
NIM: 110200458
DEPARTEMEN HUKUM TATA NEGARA
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
PELAKSANAAN SISTEM PEMILUKADA DALAM IMPLIKASI PERTANGGUNGJAWABAN TERHADAP PEMERINTAH DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG PEMERINTAH DAERAH YANGBERLAKU
DI INDONESIA
Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-Tugas dan Memenuhi Syarat-Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum
Oleh:
GARRY FRIEDRIEK ARNOLD SODUMA BAEHA
NIM: 110200458
DEPARTEMEN HUKUM TATA NEGARA
Disetujui oleh
Ketua Departemen
Dr. Faisal Akbar Nasution, SH, MHum 195909211987031002
Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II
KATA PENGANTAR
Puji Syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala
cinta dan kasih-Nya yang telah diberikan kepada penulis sehingga dapat
menyelesaikan penulisan skripsi ini untuk dapat menyelesaikan studi di Fakultas
Hukum Universitas Sumatera Utara.
Pada kesempatan ini, penulis dengan rendah hati mempersembahkan
skripsi yang berjudul “PELAKSANAAN SISTEM PEMILUKADA DALAM
IMPLIKASI PERTANGGUNGJAWABAN TERHADAP PEMERINTAH
DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG PEMERINTAH DAERAH YANG
BERLAKU DI INDONESIA”
Penulis menyadari skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, karenanya
penulis dengan senang hati akan menerima segala kritik dan saran yang
membangun dari pembaca guna kesempurnaan skripsi ini. Penulis juga berharap
agar skripsi ini menjadi langkah awal dalam penelitian dan penulisan selanjutnya.
Penulis sadar keberhasilan penulisan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan
para pihak. Karena itu melalui kesempatan ini juga penulis menyampaikan rasa
terimakasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu
dalam menyelesaikan skripsi ini, yaitu:
1. Tuhan Yesus Kristus yang telah memberikan cinta dan kasih-Nya serta
rahmat-Nya yang berlimpah dalam kehidupan penulis.
2. Kedua orang tua penulis Drs. Darius Baeha, MsidanHerlina Lemeria
Marpaung, yang telah memberikan kasih sayang, bimbingan, nasehat, dan
3. Bapak Talu Herman Baeha,SH, Mhum; Mama Talu Jeni Zebua; dan
abang dr. Ferdinando Baeha yang telah menolong kehidupan penulis,
dan membimbing saya sampai menyelesaikan perkuliahan.
4. Saudara-saudari kandung penulis Karya S.G Immanuel Baeha, SH;
Putri Suharni Solira Baeha S.Farm, Apt; Admiral Vincenno Sodani
Baeha atas dukungan, semangatnya, beserta nasehat yang membangun
bagi kehidupan penulis.
5. Bapak Dr. Faisal Akbar Nasution, SH, MH selaku Ketua Departemen
Hukum Tata Negara Universitas Sumatera Utara.
6. Bapak Armansyah, SH, MH selaku Dosen pembimbing I skripsi.
7. Bapak Edy Murya, SH selaku Dosen pembimbing II skripsi.
8. Dosen Pengajar Departemen Hukum Tata Negara lainnya Dr. Mirza
Nasution, SH, MH; Drs. Nazarudin, SH, M.Hum; Yusrin, SH, MH.
9. Bapak Muhammad Hayat, SH selaku Dosen Penasehat Akademik.
10.Sahabat terbaik saya dari SMA Tendy Sebastian Sagala; Amiligadi
Saputra dan kawan-kawan TEAM SCHOOL MOONRAKER
KARAWANG yang selalu memberikan dukungan dan semangatnya.
11.Teman-teman SMAN 5 KARAWANG angkatan 2009-2011.
12.Sahabat saya di Medan Ferdinand Manurung; Rani Trisna; Junita
Ginting; Amelia Siregar; Saprizal; Hizkia Pardede; M.Lutfi; Ara
Gumilar; Fredrik Marpaung; Giovany Perangin-Angin dan
kawan-kawan SAPMA PEMUDA PANCASILA FH USU atas dukungan dan
13.Kawan-kawan KMK (Kelompok Mahasiswa Katholik) yang selalu
mendukung dan tidak henti-hentinya mengajak saya untuk menjadi umat
Katholik yang baik.
14.Kawan-kawan Departemen Hukum Tata Negara.
15.Dosen Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara lainnya yang belum
disebutkan namanya satu-satu.
16.Abang dan Kakak senior Fakultas Hukum USU yang sudah memberikan
dukungan dan semangatnya.
Penulis menyadari bahwa karya ini masih sangat jauh dari kesempurnaan,
untuk itu dengan segala kerendahan hati penulis mengharapkan kritikan yang
sifatnya membangun untuk perbaikan dan penyempurnaan skripsi ini.
Harapan penulis, semoga skripsi ini dapat berguna dalam pengembangan
ilmu pengetahuan dalam bidang hukum pada umumnya dan hukum tata negara
pada khususnya. Terima Kasih.
Medan, Juni 2015
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ……….. i
DAFTAR ISI ……… iv
ABSTRAK ……… vi
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ……… 1
B. Perumusan Masalah ………... 14
C. Tujuan Penulisan ………. 14
D. Manfaat penulisan ………... 15
E. Keaslian Penulisan ……….. 16
F. Tinjauan Kepustakaan ………. 16
G. Metode Penelitian ………... 26
H. Sistematika Pembahasan ………. 27
BAB II PEMERINTAH DAERAH A. Pembagian Kekuasaan Yang Diberikan Pemerintah Pusat Kepada Pemerintah Daerah Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah ...………... 29
B. Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah ...…………... 41
1. Tugas, Wewenang, dan Kewajiban Kepala Daerah ………... 43
2. Fungsi Kepala Daerah Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah …………...………. 47
3. Pemberhentian Kepala Daerah ...………... 53
BAB III PELAKSANAAN SISTEM PEMILUKADA
3.2. Lembaga Pelaksana Pemilukada ………. 68
3.3. Sistem PemilukadaBerdasarkan Undang-Undang Nomor 1Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota ………. 79
3.4. Kelebihan dan Kekurangan Pemilukada ………. 100
1. Pemilihan Kepala Daerah Oleh DPRD ………. 103
2. Pemilihan Kepala Daerah Oleh Rakyat ……… 105
BAB IV : IMPLIKASI PERTANGGUNG JAWABAN KEPALA DAERAH KEPADA PEMERINTAH A. Hubungan Kewenangan Kepala Daerah Dengan DPRD ………...………... 110
B. Pertanggung jawaban Kepala Daerah Kepada Pemerintah ……….. 119
BAB V : PENUTUP A. Kesimpulan ………. 133
B. Saran ………... 134
Abstraksi
*Armansyah, SH, M.Hum *Edy Murya, SH
*Garry Friedriek Arnold Soduma Baeha
Pelaksanaan Sistem Pemilukada Dalam Implikasi Pertanggungjawaban Terhadap Pemerintah Ditinjau Dari Undang-Undang Pemerintah Daerah Yang Berlaku Di Indonesia.Dalam penelitian ini berada dibawah bimbingan bapak Dr. Armansyah, SH, MHum dan Edy Murya, SH.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui caraPemilihan Kepala Daerah.
Selain itu untuk mengetahui perbandingan sistem Pemilukada dan
pertanggungjawaban terhadap Pemerintah berdasarkan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemiliha Gubernur, Bupati, dan Walikota jo. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.
Penelitian yang digunakan adalah penelitian hukum normatif berupa studi pustaka (library research) yang dilakukan dengan penelusuran bahan-bahan hukum primer, sekunder, dan tersier. Adapun bahan hukum primer yang diteliti adalah bahan hukum yang terdiri dari Undang Dasar 1945, Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, dan peraturan perundang-undangan lainnya yang pernah dan/atau masih diberlakukan di Indonesia. Bahan hukum sekundernya berupa buku-buku hukum ataupun buku lain yang terkait dengan tulisan ini, dan bahan hukum tersiernya adalah kamus dan artikel.
Dalam Pasal 18 Ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, menyebutkan bahwa Pemerintahan daerah provinsi, daerah kabupaten, dan kota mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan. Penyelenggaraan pemerintah daerah dipimpin oleh kepala daerah dan dibantu oleh satu orang wakil kepala daerah.
Pemerintahan yang baik hanya dapat diwujudkan dalam Negara Hukum.Salah satu asas pemerintahanyang baik adalah asas akuntabilitas yang mengharuskan Pemerintah Daerah mempertanggungjawabkanseluruh tindakannya dalam penyelenggaraan pemerintahan. Pertanggungjawaban ada dua macamyaitu pertanggungjawaban biasa dalam bentuk laporan penyelenggaraan pemerintahan daerah yang wajibdilakukan satu kali dalam setahun kepada Pemerintah Pusat sebagai dasar evaluasi dan bahanpembinaan Pemerintah Daerah dan laporan pertanggungjawaban penyelenggaraanpemerintahan kepada DPRD dan menginformasikan penyelenggaraan pemerintahan kepada masyarakatsebagai bahan penilaian untuk menerima atau menolak laporan pertanggungjawaban tersebut
Abstraksi
*Armansyah, SH, M.Hum *Edy Murya, SH
*Garry Friedriek Arnold Soduma Baeha
Pelaksanaan Sistem Pemilukada Dalam Implikasi Pertanggungjawaban Terhadap Pemerintah Ditinjau Dari Undang-Undang Pemerintah Daerah Yang Berlaku Di Indonesia.Dalam penelitian ini berada dibawah bimbingan bapak Dr. Armansyah, SH, MHum dan Edy Murya, SH.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui caraPemilihan Kepala Daerah.
Selain itu untuk mengetahui perbandingan sistem Pemilukada dan
pertanggungjawaban terhadap Pemerintah berdasarkan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemiliha Gubernur, Bupati, dan Walikota jo. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.
Penelitian yang digunakan adalah penelitian hukum normatif berupa studi pustaka (library research) yang dilakukan dengan penelusuran bahan-bahan hukum primer, sekunder, dan tersier. Adapun bahan hukum primer yang diteliti adalah bahan hukum yang terdiri dari Undang Dasar 1945, Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, dan peraturan perundang-undangan lainnya yang pernah dan/atau masih diberlakukan di Indonesia. Bahan hukum sekundernya berupa buku-buku hukum ataupun buku lain yang terkait dengan tulisan ini, dan bahan hukum tersiernya adalah kamus dan artikel.
Dalam Pasal 18 Ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, menyebutkan bahwa Pemerintahan daerah provinsi, daerah kabupaten, dan kota mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan. Penyelenggaraan pemerintah daerah dipimpin oleh kepala daerah dan dibantu oleh satu orang wakil kepala daerah.
Pemerintahan yang baik hanya dapat diwujudkan dalam Negara Hukum.Salah satu asas pemerintahanyang baik adalah asas akuntabilitas yang mengharuskan Pemerintah Daerah mempertanggungjawabkanseluruh tindakannya dalam penyelenggaraan pemerintahan. Pertanggungjawaban ada dua macamyaitu pertanggungjawaban biasa dalam bentuk laporan penyelenggaraan pemerintahan daerah yang wajibdilakukan satu kali dalam setahun kepada Pemerintah Pusat sebagai dasar evaluasi dan bahanpembinaan Pemerintah Daerah dan laporan pertanggungjawaban penyelenggaraanpemerintahan kepada DPRD dan menginformasikan penyelenggaraan pemerintahan kepada masyarakatsebagai bahan penilaian untuk menerima atau menolak laporan pertanggungjawaban tersebut
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
1945, telah ditetapkan dasar negara Republik Indonesia, demikian juga dengan
struktur atau susunan negara yaitu berdasarkan kerakyatan yang dipimpin oleh
hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan. Dalam susunan negara
demikian, pada hakekatnya rakyatlah yang berdaulat.
Menurut Pasal 1 ayat (1) UUD NRI 1945, Negara Indonesia adalah Negara
Kesatuan yang berbentuk Republik.Pasal ini menunjukan kepada kita bahwa
susunan Negara Republik Indonesia adalah tersusunan secara tunggal yang artinya
tidak ada negara dalam negara seperti yang terdapat pada negara federal.Dilihat
dari segi susunan negara kesatuan, maka negara kesatuan bukan negara tersusun
dari beberapa negara melainkan negara tunggal.Abu Daud Busroh mengutarakan1
1
Abu Daud Busroh, Ilmu Negara, Cetakan Pertama, Bumi Aksara, Jakarta, 1990, hal. 64-65.
“…negara kesatuan adalah negara yang tidak tersusun daripada beberapa negara,
seperti halnya dalam negara federasi, melainkan negara itu sifatnya tunggal,
artinya hanya ada satu negara, tidak ada negara di dalam negara. Jadi dengan
demikian, di dalam negara kesatuan itu juga hanya ada satu pemerintahan, yaitu
segala lapangan pemerintahan. Pemerintah pusat inilah yang pada tingkat terakhir
dan tertinggi dapat memutuskan segala sesuatu dalam negara tersebut.
Kajian pemerintahan Negara kesatuan terformat dalam dua sendi utama,
yaitu sistem pemerintahan yang sifatnya sentralistik dan sifatnya desentralistik.
Kedua sifat ini menciptakan karakter hubungan antara pemerintah pusat dengan
pemerintah daerah, yang terkait dengan bentuk, susunan, serta pembagian
kekuasaan atau kewenangan yang ada pada negara.Artinya, dari bentuk dan
susunan negara dapat dilihat apakah kekuasaan itu dibagi ke daerah-daerah atau
kekuasaan itu dipusatkan di pemerintah pusat.2
Kekuasaan atau kewenangan pemerintah daerah sudah diawali sejak
prakemerdekaan dan pascakemerdekaan, yaitu sejak era pemerintahan orde lama,
era pemerintahan orde baru, era pemerintahan transisi, dan hingga sekarang era
reformasi.Kajian-kajian tersebut juga telah lama dilakukan oleh para ahli, yaitu
mengenai konsepsi yang ideal dalam pelaksanaan pemerintahan didaerah, dalam
rangka penyelenggaraan pemerintahan Negara Kesatuan Republik
Indonesia.Konsep pelaksanaan pemerintahan di daerah tersebut merupakan salah
satu sarana bagi pemerintah Indonesia dalam mewujudkan pemerintahan yang
bersifat demokratis.Pemerintahan yang bersifat demokratis dapat melibatkan Dari sisi pembagian kekuasaan
dalam suatu negara maka bisa berbentuk sistem sentralisasi atau sistem
desentralisasi. Sistem ini secara langsung mempengaruhi hubungan pusat dengan
daerah dalam pelaksanaan pemerintahan di daerah.
2
http://agussalimandigadjong69.blogspot.com /2011/01/terbitan
seluruh potensi masyarakat untuk ikut serta memikirkan dan mengurus
pelaksanaan pemerintahan di daerah.3
Indonesia adalahnegara hukum4
Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1948 tentang Pokok-Pokok
Pemerintahan Daerah mengaturan tentang susunan pemerintah daerah yang yang mengakui supremasi hukum,
sehingga pemerintah di Indonesia dijalankan sesuai dengan aturan hukum.Hukum
tersebut dibuat oleh rakyat melalui wakil-wakilnya dalam lembaga legislatif.Salah
satu jenis hukum perundang-undangan adalah UUD 1945, sekaligus hukum
tertinggi dalam peraturan perundang-undangan di Indonesia, termasuk
mengamanatkan pembentukan pemerintah daerah di Indonesia.
Peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang pemerintahan
daerah pasca proklamasi kemerdekaan adalah Undang-Undang Nomor 1 Tahun
1945 tentang Pembentukan Komite Nasional Daerah.Ditetapkannya
undang-undang ini adalah hasil dari berbagai pertimbangan tentang sejarah pemerintahan
di masa-masa kerajaan serta pada masa pemerintahan kolonial.Undang-undang ini
menciptakan pembentukan Badan Perwakilan Rakyat Daerah.Periode berlakunya
undang-undang ini sangat terbatas akibat dipandang kurang memuaskan oleh
karena isinya amat sederhana.Sehingga dalam kurun waktu 3 tahun belum ada
peraturan pemerintah yang mengenai penyerahan desentralisasi kepada
daerah.Undang-undang ini kemudian diganti dengan Undang-Undang Nomor 22
Tahun 1948 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan Daerah.
3
Agussalim Andi Gadjong, Pemerintahan Daerah Kajian Politik dan Hukum, Ghalia Indonesia, Ciawi-Bogor hal. Xi.
4
demokratis.Di dalam undang-undang ini ditetapkan 2 jenis daerah otonom, yaitu
otonom biasa dan otonom daerah istimewa. Selain itu dalam pasal 1 ayat 1 juga
menetapkan 3 tingkatan daerah otonom, yaitu provinsi, kebupaten/kota besar, dan
desa/kota kecil.5
Dalam menjalankan kekuasaannya itu, suatu daerah berada dalam suatu
pengawasan instansi diatasnya.Bagi provinsi pengawasan dilakukan oleh
presiden, sedangkan bagi tingkat-tingkat daerah lainnya oleh daerah setingkat
diatasnya yaitu provinsi yang mengawasi kabupaten/kota di dalam lingkungan
wilayahnya, sebaliknya kabupaten/kota besar mengawasi desa/kota kecil yang
berada dibawahnya. Jadi setiap daerah mempunyai dua macam kekuasaan, yaitu: Mengacu pada ketentuan Undang-Undang Nomor 22 Tahun
1948, penyerahan sebagian urusan pemerintahan kepada daerah telah mendapat
perhatian pemerintah.Pemberian otonomi pada daerah berdasarkan
undang-undang tentang pembentukan daerah, telah dirinci lebih lanjut pengaturannya
melalui peraturan pemerintah tentang penyerahan sebagian urusan pemerintahan
tertentu kepada daerah.
6
a. Hak untuk Mengatur dan mengurus rumah tangga daerahnya.
b. Hak menjalankan peraturan-peraturan dari pemerintah pusat atau daerah
tingkat atasan berdasarkan perintah pihak atasan itu.
Sejarah otonomi di Indonesia selalu ditandai dengan munculnya
undang-undang baru untuk menggantikan undang-undang-undang-undang yang lama.Perubahan ini
merupakan perwujudan dari dinamika hukum. Setelah lahirnya Undang-Undang
Nomor 22 Tahun 1948 barulah terjadi perubahan yang melahirkan
5
Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1948 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan Daerah
6
Undang Nomor 1 tahun 1957, Undang Nomor 18 Tahun 1965,
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Pemerintah Daerah.
Undang-Undang Nomor 1 tahun 1957 tentang Pokok-Pokok Pemerintah
Daerah memberikan wewenang kepada Dewan Perwakilan Rakyat Daerah untuk
mengatur dan mengurus segala urusan daerahnya kecuali yang oleh
Undang-Undang ini diserahkan kepada pengusaha lain. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
dengan peraturan daerah dapat menyerahkan urusannya untuk diatur dan diurus
urusan-urusan rumah tangga daerahnya kepada daerah tingkat
bawahannya.Peraturan itu untuk dapat berlaku harus disahkan lebih dahulu oleh
Menteri Dalam Negeri bagi daerah tingkat ke-I dan oleh Dewan Pemerintah
Daerah setingkat lebih atas bagi daerah-daerah lainnya.Dengan Peraturan Daerah
dapat ditugaskan kepada Pemerintah Daerah dari tingkat bawahan untuk memberi
bantuan dalam hal menjalankan peraturan daerah.7
Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1965 tentang Pokok-Pokok Pemerintah
Daerah.Perubahan ini dilatarbelakangi mengingat perkembangan dalam
ketatanegaraan setelah Dekrit Presiden Republik Indonesia tanggal 5 Juli 1959
yang menyatakan berlakukanya kembali Undang-undang Dasar 1945. Dalam
pemberian kekuasaan pada Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1965 menjelaskan
segala urusan pemerintah pusat, sebagian atau seluruhnya yang menurut
pertimbangan pemerintah pusat dapat dipisahkan dari tangan pemerintah pusat
untuk diatur dan diurus sendiri oleh daerah, dengan Peraturan Pemerintah dapat
ditetapkan menjadi urusan rumah tangga daerah. Dalam Peraturan Pemerintah
diatur biaya-biaya belanja serta alat-alat perlengkapannya yang harus diserahkan
7 Ibid
kepada daerah serta ditunjuk sumber-sumber pendapatan yang pertama bagi
daerah itu untuk dapat menutup biaya belanja urusan tersebut.
Dalam pasal 4 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang
Pokok-Pokok Pemerintah Daerah mengatur bahwa daerah dibentuk dengan
memperhatikan syarat-syarat kemampuan ekonomi, jumlah penduduk, luas
daerah, pertahanan dan keamanan Nasional dan syarat-syarat lain yang
memungkinkan Daerah melaksanakan pembangunan, pembinaan kestabilan
politik dan kesatuan Bangsa dalam rangka pelaksanaan Otonomi Daerah yang
nyata dan bertanggung jawab.
Sebagai pelaksanaan dari penugasan Majelis Permusyawaratan Rakyat
Sementara tersebut, pemerintah bersama-sama Dewan Perwakilan Rakyat
bekerjasama sampai pada berhasilnya mengeluarkan Undang-Undang Nomor 6
Tahun 1969 tentang pernyataan tidak berlakunya berbagai Undang-Undang
Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang, antara lain Undang-Undang
Nomor 18 Tahun 1965.8
Kehadiran Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tidak terlepas dari
perkembangan situasi yang terjadi pada jatuhnya rezim orde baru.Masyarakat
berkehendak untuk melakukan reformasi di semua aspek kehidupan berbangsa
dan bernegara. Berdasarkan kehendak reformasi itu, Sidang istimewa MPR tahun
1998 yang lalu menciptakan Ketetapan MPR Nomor XV/MPR/1998 tentang
Penyelenggaraan Otonomi Daerah. Otonomi daerah di Indonesia semakin
mendapatkan tempatnya setelah Majelis Permusyawaratan Rakyat melakukan
8 Ibid.
amademen pada pasal 18 UUD 1945 dalam perubahannya yang secara tegas dan
menyebutkan bahwa Pemerintahan Daerah menjalankan otonomi seluas-luasnya
kecuali urusan pemerintahan yang oleh undang-undang ditentukan sebagai urusan
Pemerintahan Pusat.
Dalam konsep otonomi menurut Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999
tentang Pemerintahan Daerah, prakarsa Pemerintah Daerah haruslah bertujuan
untuk kepentingan masyarakat setempat dan berdasarkan aspirasi masyarakat.9
1. Penyelenggaraan Otonomi Daerah dilaksanakan dengan memperhatikan aspek
demokrasi, keadilan, pemerataan, serta potensi dan keanekaragaman daerah; Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 Tentang Pemerintahan Daerah,
menetapkan bahwa dalam pembentukan suatu daerah dibentuk berdasarkan
pertimbangan kemampuan ekenomi, potensi Daerah, sosial-budaya, sosial-politik,
jumlah penduduk, luas Daerah, dan pertimbangan lain yang memungkinkan
terselenggaranya Otonomi Daerah.
Prinsip-prinsip pemberian Otonomi Daerah yang dijadikan pedoman
dalam undang-undang ini adalah sebagai berikut:
2. Pelaksanaan Otonomi Daerah didasarkan pada otonomi luas, nyata, dan
bertanggungjawab;
3. Pelaksanaan Otonomi Daerah yang luas dan utuh diletakkan pada Daerah
Kabupaten dan Daerah Kota, sedang Otonomi Daerah Propinsi merupakan
otonomi yang terbatas;
9
4. Pelaksanaan Otonomi Daerah harus sesuai dengan konstitusi negara sehingga
tetap terjamin hubungan yang serasi antara pusat dan daerah serta antar
daerah;
5. Pelaksanaan Otonomi Daerah harus lebih meningkatkan kemandirian daerah
otonom, dan karenanya dalam Daerah Kabupaten dan Daerah Kota tidak ada
lagi wilayah Administrasi;
6. Pelaksanaan Otonomi Daerah harus lebih meningkatkan peranan dan fungsi
Badan Legislatif Daerah, baik sebagai fungsi legislasi, fungsi pengawas
maupun fungsi anggaran atas penyelenggaraan Pemerintahan Daerah;
7. Pelaksanaan Asas Dekonsentrasi diletakkan pada Daerah Propinsi dalam
kedudukannya sebagai Wilayah Administrasi untuk melaksanakan
kewenangan pemerintahan tertentu yang dilimpahkan kepada Gubernur
sebagai wakil pemerintah; dan
8. Pelaksanaan asas tugas pembantuan dimungkinkan, tidak hanya dari
pemerintah kepada daerah, tetapi juga dari pemerintah dan Daerah kepada
Desa yang disertai dengan pembiayaan, sarana dan prasarana, serta sumber
daya manusia dengan kewajiban melaporkan pelaksanaan dan
mempertanggungjawabkan kepada yang menugaskan.
UUD NRI 1945 memberikan kewenangan kepada pemerintah daerah
untuk menetapkan peraturan daerah dan peraturan-peraturan lain untuk
melaksanakan otonomi dan tugas pembantuan, yang diatur dalam pasal 18 UUD
Pasal 18
(1) Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah
provinsi dan daerah provinsi itu dibgi atas kabupaten dan kota, yang
tiap-tiap provinsi, kabupaten, dan kota itu mempunyai pemerintah
daerah, yang diatur dengan undang-undang.
(2) Pemerintah daerah provinsi, daerah kabupaten dan kota mengatur dan
mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan
tugas pembantuan.
(3) Pemerintahan daerah provinsi, daerah kabupaten, dan kota memiliki
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang anggota-anggotanya dipilih
melalui pemilihan umum.
(4) Gubernur, Bupati, dan Walikota masing-masing sebagai kepala
pemerintahan daerah provinsi, kabupaten, dan kota dipilih secara
demokratis.
(5) Pemerintah daerah menjalankan otonomi seluas-luasnya, kecuali
urusan pemerintahan yang oleh undang-undang ditentukan sebagai
urusan pemerintahan pusat.
(6) Pemerintahan daerah berhak menetapkan peraturan daerah dan
peraturan-peraturan lain untuk melaksanakan otonomi dan tugas
pembantuan.
Pasal 18 ayat (4) UUD NRI Tahun 1945 menyatakan secara tegas bahwa
provinsi, kabupaten, dan kota yang dipilih secara demokratis”. Karena pasal 18
ayat (4) UUD NRI 1945 yang mengatur tentang pemilihan kepala daerah yang
selanjutnya disingkat PEMILUKADA berada pada bab tentang pemerintahan
daerah, maka pengaturan Pemilukada tersebut dalam pelaksanaannya dimuat
dalam Undang-Undang Pemerintahan Daerah.10
Penyelenggaraan Pemilu dan Pemilukada adalah salah satu keberhasilan
demokrasi dari sebuah Negara transisi. Berbagai produk hukum, seperti
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 42 Tahun 2008 Tentang Pemilihan Umum
Presiden Dan Wakil Presiden, serta Undang-Undang Republik Indonesia Nomor
10 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat,
Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. Dalam rangka
memuluskan pelaksanaan Pemilu 2009 juga telah dibuat Perpu No. 1 Tahun 2009
tentang Perubahan atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun
2008 tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan
Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. Hal ini dimaksudkan
agar pelaksanaan Pemilu yang demokratis nantinya tetap berada pada rel hukum
yang telah disepakati sehingga benar-benar terwujud Indonesia sebagai negara
hukum yang demokratis.11
10
Maruarar Siahaan, Makalah, Beberapa Perkembangan Hukum acara Mahkamah Konstitusi dalam praktik, disampaikan dalam temu wicara forum kristiani pemimpin muda Indonesia di gedung mahkamah konstitusi RI, Jakarta 24 Agustus 2009 hal.19 (skripsi Nuerleli Sihotang departemen hukum tata Negara “Pelaksanaan Kewenangan Mahkamah Konstitusi dalam Memutus Perselisihan Hasil Pemilihan Kepala Daerah.)
11
Masyarakat di daerah juga merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan
dari warga Negara Indonesia secara keseluruhan, juga berhak atas kedaulatan
yang merupakan hak asasi mereka yang telah dijamin oleh UUD NRI Tahun
1945. Sejak dilaksanakannya pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah
pada Juni 2005 secara langsung, masyarakat daerah ikut merasakan kegiatan
pemerintahan dan merasakan sistem demokrasi secara langsung dengan dilandasi
oleh asas langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil.
Penyelenggaraan otonomi daerah menekankan pentingnya prinsi-prinsip
demokrasi, peningkatan peran serta masyarakat, dan pemerataan keadilan dengan
memperhitungkan berbagai aspek yang berkenaan dengan potensi dan
keanekaragaman antar daerah.Dalam arti bahwa dalam penyelenggaraan
kebijakan otonomi daerah, menyangkut pengalihan kewenangan dari
pemerintahan ke masyarakat, yang diharapkan dapat tumbuh dan berkembang
dalam kemandiriannya dalam iklim demokrasi dewasa ini.
Hampir semua Daerah di Indonesia sejak berlakunya Undang- Undang
Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, kini telah mengadakan
proses pemilihan kepala daerah baik di provinsi, maupun di kabupaten/kota sesuai
amanat undang-undang tersebut. Diaturnya pemilihan kepala daerah adalah
merupakan pertanda bahwa hal tersebut telah menjadi konsensus nasional.
Dengan perkembangan politik masa kini Undang-Undang Nomor 32
Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dianggap tidak sesuai lagi dengan
perkembangan keadaan, ketatanegaraan, dan tuntutan penyelenggaraan
22 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota yang mengatur
mekanisme pemilihan kepala daerah secara tidak langsung melalui Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah.
Dengan lahirnya UU Nomor 22 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur,
Bupati, dan Walikota yang mengatur mekanisme pemilihan kepala daerah secara
tidak langsung melalui Dewan Perwakilan Rakyat Daerah maka UU Nomor 32
Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah tidak berlaku lagi yang mengakibatkan
lahirnya Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah
yang baru. Namun dalam perjalanannya Undang-Undang ini mengalami pro dan
kontra dimasyarakat sehingga Presiden dengan kewenangannyamembuat
Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang
Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota dan Peraturan Pemerintah Pengganti
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan atas UU Nomor 23
Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.
Tujuan pembentukan Perppu ini adalah untuk mengembalikan kedaulatan
rakyat dan demokrasi dalam pelaksanaan pemilihan Gubernur, Bupati, dan
Walikota secara langsung oleh rakyat, dengan tetap melakukan beberapa
perbaikan mendasar atas berbagai permasalahan pemilihan langsung yang selama
ini telah dijalankan. Perppu Nomor 1 Tahun 2014 mengatur mekanisme pemilihan
kepala daerah yang dilaksanakan secara demokratis berdasarkan asas langsung,
umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil.Sedangkan Perppu Nomor 2 Tahun 2014
mengatur perubahan terhadap Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang
Perubahan dilakukan bertujuan agar memberikan kepastian hukum dalam
pelaksanaan pemilihan kepaladaerah yang berlandaskan kedaulatan rakyat dan
demokrasi. Perubahan ini mengganti ketentuan:
a. Pasal 101 ayat (1) huruf d dihapus, sehingga DPRD provinsi tidak mempunyai
tugas dan wewenang dalam memilih gubernur.
b. Pasal 154 ayat (1) huruf d dihapus, sehingga DPRD kabupaten/kota tidak
mempunyai tugas dan wewenang dalam memilih bupati/wali kota.
Latar belakang di atas merupakan hal yang menarik untuk dibahas secara
mendalam dan integral karena dalam hal ini penulis berpendapat, masyarakat
perlu mengetahui dan mengerti bagaimana pemilihan Kepala Daerah berdasarkan
Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang
Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota dan Peraturan Pemerintah Pengganti
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan atas UU Nomor 23
Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. Oleh karena itu penulis
mengangkatnya kedalam tulisan ilmiah dengan judul “Pelaksanaan Sistem
Pemilukada Dalam Implikasi Pertanggungjawaban terhadap Pemerintah
Ditinjau dari Undang-Undang Pemerintahan Daerah Yang Berlaku Di
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang permasalahan yang telah dikemukakan
diatas maka dapat dirumuskan beberapa permasalahan pokok yang menjadi bahan
dalam skripsi ini yaitu:
1. Bagaimanakah pengaturan dalam pembagian urusan pemerintahan yang
diberikan Pemerintah Pusat kepada daerah?
2. Bagaimanakah pengaturan sistem Pemilukada di Indonesia saat ini?
3. Bagaimana implikasi pertanggungjawaban Kepala daerah kepada
Pemerintah?
C. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan utama dari penulisan skripsi ini adalah:
1. Mengetahui dan memahami pembagian urusan pemerintahan yang
diberikan Pemerintah Pusat kepada daerah.
2. Mengetahui,memahami, dan menganalisis sistem Pemilihan Umum
Kepala Daerah.
3. Mengetahui, memahami, dan menganalisis pertanggungjawaban Kepala
D. Manfaat Penulisan
Diharapkan penelitian yang dilakukan ini akan memberikan manfaat
antara lain:
1. Secara Teoritis
Skripsi ini diharapkan bermanfaat sebagai tambahan dokumentasi dalam
segi hukum terhadap persoalan sistem pemilihan kepala daerah serta dalam upaya
pengembangan ilmu pengetahuan Hukum Tata Negara dalam penyelenggaraan
negara dan pemerintah.
2. Secara Praktis
Penulisan ini ditujukan kepada segenap kalangan, baik itu praktisi hukum,
aparat penegak hukum, para penyelenggara Negara, dan semua pihak yang ingin
mengetahui bagaimana tinjauan terhadap sistem pemilihan kepala daerah.
Penulisan ini juga dapat bermanfaat umumnya terhadap segenap pimpinan
partai politik dan kadernya yang turut meramaikan panggung politik di Indonesia
terutama para anggota Koalisi Merah Putih dan Koalisi Indonesia Hebat juga
khususnya terhadap setiap orang yang menjalankan tugas sebagai Dewan
Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, Dewan Perwakilan
Daerah, serta Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah disetiap daerah provinsi di
Indonesia, agar mengetahui bagaimana tinjauan sistem pemilihan kepala daerah
E. Keaslian Penulisan
Penulisan skripsi ini merupakan syarat yang harus dipenuhi untuk
memperoleh gelar kesarjanaan di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.
Skripsi ini berjudul “PELAKSANAAN SISTEM PEMILUKADA DALAM
IMPLIKASI PERTANGGUNGJAWABAN TERHADAP PEMERINTAH
DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG PEMERINTAH DAERAH YANG
BERLAKU DI INDONESIA” belum pernah dibahas oleh mahasiswa lain di
Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara dan skripsi ini asli serta bukan
plagiat ataupun diambil dari skripsi orang lain. Semua ini merupakan implikasi
etis dari sebuah proses penemuan kebenaran ilmiah. Sehingga penulisan ini dapat
dipertanggungjawabkan kebenarannya secara ilmiah. Apabila ada skripsi yang
sama, maka akan dipertanggungjawabkan sepenuhnya oleh penulis.
F. Tinjauan Kepustakaan
1. Konsep Pemerintahan Daerah Dalam Negara Kesatuan.
Negara adalah organisasi masyarakat yang mempunyai daerah atau
territorial tertentu, dimana kekuasaan negara berlaku sepenuhnya sebagai
souvereign.12
12
M.Solly Lubis, Ilmu Negara, Bandung, 2007, hal. 1.
.Selain negara juga diketahui sebagai integritas dari kekuasaan
politik, negara juga diketahui sebagai organisasi pokok dari kekuasaan
kekuasaan untuk mengatur hubungan-hubungan manusia dalam massyarakat dan
menertibkan gejala-gejala kekuasaan dalam masyarakat.
Negara kesatuan disebut Negara unitaris. Ditinjau dari segi susunannya,
Negara kesatuan adalah Negara yang tidak tersusun dari beberapa Negara, seperti
halnya dalam Negara federasi, melainkan Negara itu sifatnya tunggal, artinya
hannya ada satu Negara, tidak ada Negara didalam Negara. Jadi dengan demikian
didalam Negara kesatuan itu juga hanya ada satu pemerintahan, yaitu
pemerintahan pusat yang mempunyai kekuasaan atau wewenang tertinggi dalam
segala lapangan pemerintahan.Pemerintahan pusat inilah yang pada tingkat
tertinggi dapat memutuskan segala sesuatu dalam Negara tersebut.13
Pndelegasian kekuasaan bukan berarti tidak ada badan pembuat
undang-undang tambahan, tetapi artinya badan-badan tersebut dapat dihapuskan menurut
otoritas badan pusat.Oleh karena itu dilihat dari sudut manapun makna kata badan
tambahan itu tidak bisa disebut sebagai badan berdaulat tambahan.Pada akhirnya,
hal ini berarti tidak mungkin muncul konflik antara otoritas pusat dan otoritas Menurut C.F.Strong, esensi dari Negara kesatuan adalah Negara yang
kedaulatannya (thesovereignity) tidak terbagi-bagi, atau dengan kata lain
kekuasaan pemerintah pusatnya tidak terbatas (unrestricted) karena konstitusi
Negara kesatuan tidak mengakui adanya badan pembentuk undang-undang selain
badan pembentuk undang-undang pusat.Apabila kekuasaan pusat berpendapat,
ada baiknya mendelegasikan kekuasaan itu pada badan-badan tambahan, maka hal
itu bisa dilakukan mengingat otoritas pusat memiliki kekuasaan penuh.
13
daerah yang tidak dapat diselesaikan oleh otoritas pusat karena otoritas pusat
punya kekuasaan hukum untuk itu.14
Di Indonesia sistem rumah tangga daerahnya adalah tatanan yang
bersangkutan dengan cara-cara membagi wewenang, tugas dan tanggung jawab
mengatur dan mengurus urusan pemerintahan antara pusat dan daerah. Salah satu
penjelmaan pembagian tersebut adalah bahwa daerah-daerah akan memiliki
sejumlah urusan pemerintahan baik atas dasar penyerahan atau pengakuan
maupun yang dibiarkan sebagai urusan rumah tangga daerah.15
Sebenarnya tujuan otonomi daerah itu sendiri adalah membebaskan
pemerintah pusat dari beban-beban yang tidak perlu dalam menangani urusan
domestik, sehingga pemerintah pusat berkesempatan mempelajari, memahami dan
merespon berbagai kecenderungan global dan mengambil manfaat dari
padanya.Pemerintah hanya berkonsentrasi pada perumusan kebijakan makro
nasional yang bersifat strategis.Desentralisasi diperlukan dalam rangka
peningkatan efisiensi dan efektifitas penyelenggaraan pemerintahan.Sebagai
wahana pendidikan politik di daerah.Untuk memelihara keutuhan negara kesatuan Apabila otonomi daerah diartikan sebagai segala tugas yang ada pada
daerah, maka di dalamnya melekat kewenangan yang meliputi kekuasaan (macht;
bevoegdheiden), hak (recht) atau kewajiban (plicht) yang diberikan kepada daerah
dalam menjalankan tugasnya.Masalahnya kewenangan mana yang diatur oleh
pemerintah pusat dan kewenangan mana yang diatur oleh pemerintah daerah.
14
DR. Edie Toet Hendratno, Op.Cit hal. 45-47 (Kutipan skripsi Riswendang Purba, Departemen Hukum Tata Negara, NIM 080200071 “Urgensi Otonomi Khusus Dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia” hal.17.)
15
atau integrasi nasional.Untuk mewujudkan demokrasi dalam penyelenggaraan
pemerintahan yang dimulai dari daerah.
Alasan lain yang didasarkan pada kondisi ideal, sekaligus memberikan
landasan filosofis bagi penyelenggaraan pemerintah daerah (desentralisasi)
sebagaimana dinyatakan oleh The Liang Gie sebagai berikut (Jose Riwu Kaho,
2001, halaman 8):16
1. Dari sudut politik sebagai permainan kekuasaan, desentralisasi dimaksudkan
untuk mencegah penumpukan kekuasaan pada satu pihak saja yang pada
akhirnya dapat menimbulkan tirani.
2. Dalam bidang politik, penyelenggaraan desentralisasi dianggap sebagai
tindakan pendemokrasian, untuk menarik rakyat ikut serta dalam
pemerintahan dan melatih diri dalam mempergunakan hak-hak demokrasi.
3. Dari sudut teknik organisatoris pemerintahan, alasan mengadakan
pemerintahan daerah (desentralisasi) adalah semata-mata untuk mencapai
suatu pemerintahan yang efisien. Apa yang dianggap lebih utama untuk diurus
oleh pemerintah setempat, pengurusannya diserahkan pada daerah.
4. Dari sudut kultur, desentralisasi perlu diadakan supaya adanya perhatian
sepenuhnya ditumpukan kepada kekhususan sesuatu daerah, seperti geografi,
keadaan penduduk, kegiatan ekonomi, watak kebudayaan atau latar belakang
sejarahnya.
5. Dari sudut kepentingan pembangunan ekonomi, desentralisasi diperlukan
karena pemerintah daerah dapat lebih banyak dan secara langsung dapat
membantu pembangunan tersebut.
Perbedaan sentralisasi dan desentralisasi terletak pada wewenang
memutuskan tentang memutuskan masalah-masalah urusan Negara, diantara
jabatan-jabatan yang ada. Sentralisasi adalah memusatkan seluruh wewenang atas
segala urusan yang menyangkut pemerintahan kepada tingkat pusat.Sentralisasi
banyak digunakan pada pemerintahan lama di Indonesia sebelum adanya otonomi
daerah.Bahkan pada zaman kerajaan, pemerintahan kolonial, maupun di zaman
kemerdekaan.Istilah sentralisasi sendiri sering digunakan dalam kaitannya dengan
kontrol terhadap kekuasaan dan lokasi yang berpusat pada satu titik.Sedangkan
desentralisasi adalah penyerahan wewenang pemerintahan oleh Pemerintah
kepada daerah otonom untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dalam
sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.17
17
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004
diartikan sebagai melepaskan diri
dari pusat. Makna desentralisasi adalah sebagai wujud toleransi pemerintah pusat
kepada daerah dalam hal pemberian kewenangan untuk melaksanakan
urusan-urusan yang bisa menjadi urusan-urusan rumah tangga daerah, dalam rangka
penyelenggaraan pemerintahan di daerah.
Ada beberapa hal yang menyebabkan pelaksanaan otonomi daerah di
1. Lemahnya pengawasan maupun check and balances. Kondisi inilah
kemudian menimbulkan penyimpangan-penyimpangan dan ketidak
seimbangan kekuasaan dalam pelaksanaan otonomi daerah.
2. Masih banyak pemahaman yang keliru terhadap otonomi daerah, baik oleh
aparat maupun oleh warga masyarakat menyebabkan pelaksanaan otonomi
daerah menyimpang dari tujuan mewujudkan masyarakat yang aman,
damai dan sejahtera.
3. Sumber daya yang terbatas, ditambah lagi dengan tuntutan kebutuhan dana
pembangunan yang cukup besar. Sehingga pemda menempuh pilihan yang
membebani masyarakat daerah yang dipimpinnya. Contohnya, dengan
meningkatkan objek pajak dan retribusi.
4. Adanya kesempatan seluas-luasnya yang diberikan kepada masyarakat
untuk berpartisipasi dan mengambil peran, malah disalah artikan. Bahkan
masyarakat mengekspolitasi sumber daya alam dengan cara yang tidak
benar, sehingga menimbulkan kerusakan alam dan lingkungan.
5. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD), yang seharusnya berperan
mengontrol dan meluruskan segala kekeliruan implementasi Otonomi
Daerah tidak menggunakan peran dan fungsi yang semestinya.
6. Kurangnya pembangunan sumber daya manusia/Sumber Daya Manusia
diprioritaskan. Sumber Daya Manusia berkualitas ini merupakan kunci
penentu dalam keberhasilan pelaksanaan Otonomi Daerah.18
2. Konsep Kedaulatan Rakyat (Demokrasi)
Menurut konsep ini, rakyatlah yang berdaulat dan mewakili kekuasaannya
kepada suatu badan yaitu pemerintah. Bilamana pemerintah ini melaksanakan
tugasnya tidak sesuai dengan kehendak rakyat, maka rakyat akan bertindak untuk
mengganti pemerintah itu. Kedaulatan rakyat ini didasarkan pada kehendak umum
yang disebut ”volonte generale” oleh J.J. Rousseau. Raja memerintah hanya
sebagai wakil, sedangkan kedaulatan penuh ditangan rakyat dan tidak dapat
dibagikan kepada pemerintah itu.19
Bodin menyatakan bahwa: “Kedaulatan adalah kekuasaan mutlak dan
abadi dari sebuah persemakmuran” (Bodin [1576] 1992: 1). Bodin juga
melanjutkan dengan membedakan antara atribut dan karakteristik kedaulatan.
Atribut utama dari kedaulatan adalah kekuatan untuk memberikan hukum “tanpa
persetujuan dari yang lain, baik yang lebih besar, sama, atau di bawahnya” (Bodin
[1576] 1992: 56). Bodin menjelaskan juga bahwa atribut kedaulatan lainnya
adalah “kekuatan untuk menyatakan perang dan membuat perdamaian, kekuasaan
untuk menunjuk hakim dan petugas, kekuatan untuk memungut pajak dan
sebagainya,serta semua konsekuensi dari posisi sultan sebagai kepala hukum
negara” (Bodin [1576] 1992: 48).20
19
M. Solly Lubis, Ilmu Negara, Mandar Maju, Bandung, 2002, Hal. 42.
Kedaulatan atau sovereigniteit menurut Jean Bodin adalah kekuasaan
tertinggi untuk membuat hukum di dalam suatu negara, yang sifatnya:21
1. Tunggal, berarti hanya negaralah yang memiliki. Di dalam negara itu tidak
ada kekuasaan lainnya lagi yang berhak menentukan atau membuat
undang-undang atau hukum.
2. Asli, berate bahwa kekuasaan itu tidak berasal dari kekuasaan lain, tidak
diturunnkan atau diberikan oleh kekuasaan lain. Misalnya provinsi atau
kotapraja itu tidak memiliki kedaulatan, karena kekuasaan yang ada padanya
tidak asli, sebab diperoleh oleh pusat.
3. Abadi, berarti bahwa yang mempunyai kekuasaan tertinggi atau kedaulatan itu
adalah Negara, yang menurut Jean Bodin Negara itu abadi.
4. Tidak dapat dibagi-bagi, berarti bahwa kedaulatan itu tidak dapat diserahkan
kepada orang atau badan lain, baik sebagian maupun seluruhnya.
Istilah kedaulatan yang menunjuk pada kemerdekaan penuh suatu negara
yang memiliki wibawa tertinggi ke dalam dan keluar, dan oleh karenanya negara
berkedudukan sebagai pencipta tertinggi tata hukum bagi masyarakatnya, untuk
pertama kali dikemukakan oleh Jean Bodin.22
Prof. Padmo Wahjono, SH mengatakan ditinjau dari sudut etimologi,
internal souverignty mengandung arti adanya sesuatu yang tertinggi dalam suatu
Negara. External souverignty timbul dengan terjadinya hubungan antara negara
21
I Gede Pantja Astawa,Memahami Ilmu Negara dan Teori Negara, Bandung, PT Refika Aditama, 2009, hal. 108-109.
22
yang satu dengan negara yang lain. Dalam perkembangan lebih lanjut, sesuatu
yang tertinggi dalam negara, menimbulkan adanya bermacam-macam pandangan
atau teori. Adapun teori yang dimaksud adalah:
1. Bahwa kekuasaan tertinggi dalam negara adalah Tuhan;
2. Bahwa kekuasaan tertinggi dalam negara adalah Negara;
3. Bahwa kekuasaan tertinggi dalam negara adalah Rakyat.23
Sebelum adanya amandemen terhadap UUD 1945 negara Indonesia tetap
menganut asas atau sistem kedaulatan rakyat.Hal ini terdapat pada pasal 1 ayat (2)
UUD 1945, bahwa “Kedaulatan adalah ditangan rakyat dan dilakukan sepenuhnya
oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat”.Hal ini menunjukkan bahwa Majelis
Permusyawaratan Rakyat adalah lembaga negara yang melaksanakan kedaulatan
rakyat serta pemegang kekuasaan perundang-undangan.
Namun setelah dilakukannya amandemen ke-4 pasal 1 ayat (2) UUD NRI
1945 mengalami perubahan, yaitu bahwa “Kedaulatan berada ditangan rakyat, dan
dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar.Pasal ini menunjukkan bahwa
rakyat ikut serta dalam menjalankan pemerintahan dimana rakyat memiliki kuasa
untuk memilih para pejabat dalam menjalankan pemerintahan pusat maupun
pemeritahan daerah.
3. Konsep Negara Hukum
23
Pancasila merupakan suatu nilai yang bersumber pada pandangan hidup
bangsa Indonesia. Sebagai nilai yang menggambarkan kepribadian dan cita-cita
bangsa dan Negara Republik Indonesia, pancasila juga merupakan ideologi
bangsa Indonesia.Maka dari itu harus ada sesuatu yang melindungi ideologi
tersebut yaitu hukum.
Secara sederhana yang dimaksud negara hukum adalah negara yang
penyeleggaraan kekuasaan pemerintahannya didasarkan atas hukum. Di dalamnya
negara dan lembaga-lembaga lain dalam melaksanakan tindakan apapun harus
dilandasi oleh hukum dan dapat dipertanggung jawabkan secara hukum. Dalam
negara hukum, kekuasaan menjalankan pemerintahan berdasarkan kedaulatan
hukum (supremasi hukum) dan bertujuan untuk menyelenggarakan ketertiban
hukum. (Mustafa Kamal Pasha,2003).24
Hukum mempertahankan perdamaian dengan menimbang kepentingan
yang bertentangan secara teliti dan mengadakan keseimbangan diantaranya karena Menurut Van Apeldoorn tujuan hukum ialah mengatur tata tertib
masyarakat secara damai dan adil.Perdamaian diantara manusia dipertahankan
oleh hukum dengan melindungi kepentingan-kepentingan manusia tertentu,
kehormatan, kemerdekaan, jiwa, harta dan sebagainya terhadap yang
merugikannya. Kepentingan dari perorangan dan kepentingan golongan manusia
selalu bertentangan satu sama lain. Pertentangan kepentingan selalu menyebabkan
pertikaian.Bahkan peperangan antara semua orang melawan semua orang, jika
hukum tidak bertindak sebagai perantara untuk mempertahankan kedamaian.
hukum hanya dapat mencapai tujuan (mengatur pergaulan hidup secara damai)
jika ia menuju peraturan yang adil. Artinya, peraturan yang mengandung
keseimbangan antara kepentingan-kepentingan yang dilindungi sehingga setiap
orang memperoleh sebanyak mungkin yang menjadi bagiannya.
Sebagai negara yang lahir pada zaman modern, maka Indonesia juga
menyatakan diri sebagai negara hukum.Ketentuan Indonesia adalah negra hukum
dapat dilihat dalam Pembukaan, Batang Tubuh, dan penjelasan UUD 1945.
1. Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 memuat dalam alenia pertama kata
“peri-keadilan”, dalam alenia kedua istilah “adil”, serta dalam alinea keempat
perkataan-perkataan “keadilan sosial”, dan “kemanusiaan yang adil”. Semua
istilah ini berindikasi pada pengertian negara hukum karena bukankah salah
satu tujuan hukum itu ialah untuk mencapai keadilan. Kemudian dalam
pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 alenia keempat ditegaskan:
“… maka disusunlah kemerdekaan kebangsaan Indonesia itu dalam suatu
Undang-Undang Dasar Negara Indonesia”.
Penganutan pahan konstitusionalisme atau sistem konstitusional, sebagai yang
kita saksikan nanti merupakan prinsip negara hukum.
2. Batang Tubuh UUD 1945 menyatakan bahwa negara Indonesia adalah Negara
hukum.25
25
Ketentuan pasal 1 ayat 3 UUD 1945
Kemudian Presiden Republik Indonesia memegang kekuasaan
pemerintah. Ketentuan ini berarti bahwa presiden dalam menjalankan
UUD 1945.26
3. Penjelasan UUD 1945, yang merupakan penjelasan otentik dan menurut
hukum tata Negara Indonesia, mempunyai nilai yuridis, dengan huruf besar
menyebutkan Negara Indonesia berdasarkan hukum (rechtsstaat) tidak
berdasarkan kekuasaan belaka (Machtsstaat). Ketentuan terakhir ini
memperjelas, apa yang secara tersirat dan tersurat telah dinyatakan dalam
pembukaan dan batang tubuh UUD 1945.
Ketentuan ini juga diperjelas oleh pasal 27 UUD 1945 yang
menetapkan segala warga negara bersamaan kedudukannya dalam hukum dan
pemerintahan dan wajib menjungjung hukum dan pemeintahan itu dengan
tidak ada kecualinya. Pasal ini selain menjamin prinsip equality before the
law, hak demokrasi yang fundamental, juga menegaskan kewajiban warga
negara untuk menjungjung tinggi hukum, suatu persyaratan langgengnya
negara hukum.
27
Dari perumusan dalam Undang-Undang Dasar tersebut jelas bahwa Negara
Indonesia menganut prinsip-prinsip Negara hukum yang umum berlaku.
G. Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah penelitian
hukum normatif berupa studi pustaka (library research) yang dilakukan dengan
penelusuran bahan-bahan hukum primer, sekunder, dan tersier. Adapun bahan
26
Ketentuan pasal 4 UUD 1945
27
hukum primer yang diteliti adalah bahan hukum yang terdiri dari Undang-Undang
Dasar 1945, Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun
2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota, Peraturan Pemerintah
Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan atas UU
Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, dan peraturan
perundang-undangan lainnya yang pernah dan/atau masih diberlakukan di Indonesia. Bahan
hukum sekundernya berupa buku-buku hukum ataupun buku lain yang terkait
dengan tulisan ini, dan bahan hukum tersiernya adalah kamus dan artikel.
H. Sistematika Penulisan
Bab I : PENDAHULUAN
Dalam Bab ini akan dibahas mengenai latar belakang penulisan,
perumusan masalah, tujuan dan manfaat penulisan, keaslian
penulisan, tinjauan kepustakaan, metode penulisan, dan sistematika
penulisan.
Bab II : PEMERINTAH DAERAH
Dalam Bab II akan dibahas mengenai Pembagian Kekuasaan Yang
Diberikan Pemerintah Pusat Kepada Pemerintah Daerah Dalam
Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah yang diatur pada Peraturan
Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014
tentang Perubahan atas UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang
dan wakil kepala daerah; fungsi kepala daerah dalam
penyelenggaraan pemerintahan daerah; dan Pemberhentian Kepala
Daerah.
Bab III : PELAKSANAAN SISTEM PEMILUKADA
Dalam Bab III ini akan dibahas mengenai Dasar Yuridis
Pelaksanaan Pemilihan Kepala Daerah; lembaga pelaksana
pemilukada; sistem Pemilukada ditinjau dari Peraturan Pemerintah
Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang
Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota; Kelebihan dan
Kekurangan sistem Pemilukada Berdasarkan Pemilihan Tidak
Langsung Oleh DPRD dan Berdasarkan Pemilihan Langsung Oleh
Rakyat.
Bab IV : IMPLIKASI PERTANGGUNGJAWABAN KEPALA DAERAH
KEPADA PEMERINTAH
Dalam Bab IV ini akan dibahas mengenai Hubungan Kewenangan
Kepala Daerah Dengan DPRD; Pertanggungjawaban Kepala
Daerah terhadap Pemerintah ditinjau dari Peraturan Pemerintah
Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang
Perubahan atas UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan
Daerah
Dalam Bab V ini adalah merupakan hasil pembahasan dari
keseluruhan skripsi yang dibuat dalam bentuk kesimpulan yang
BAB II
PEMERINTAH DAERAH
A. Pemberian Kekuasaan Yang Diberikan Pemerintah Pusat Kepada
Pemerintah Daerah Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah
Pasal 18 Undang-Undang Dasar 1945 merupakan dasar hukum
pembentukan Pemerintahan Daerah dan penyelenggaraan otonomi daerah dengan
memberikan kewenangan yang luas, nyata dan bertanggungjawab kepada daerah.
Dalam menentukan kewenangan yang dimiliki oleh daerah, berlaku teori residu,
kewenangan daerah merupakan sisa dari semua kewenangan setelah dikurangi
lima kewenangan yang dimiliki oleh pemerintah pusat. Dengan demikian berarti
kewenangan yang dimiliki daerah tidak terhingga, sehingga setiap daerah dapat
menyelenggarakan kewenangan sebanyak-banyaknya tergantung kebutuhan dan
kemampuan daerah yang bersangkutan.
Pada dasarnya pembentukan daerah dimaksudkan untuk meningkatkan
kemandirian pada daerah serta sebagai pelayanan publik guna mempercepat
terwujudnya kesejahteraan masyarakat disamping sebagai sarana pendidikan
politik di daerah. Perjalanan otonomi daerah ditandai dengan berlakunya
Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah yang dinyatakan
pada tanggal 4 mei 1999. Perubahan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999
terjadi akibat pasca reformasi perubahan UUD 1945 mulai dari perubahan
Sejalan dengan tuntutan reformasi, tiga tahun setelah implementasi
Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999, dilakukan peninjauan dan revisi terhadap
undang-undang yang berakhir pada lahirnya Undang-Undang Nomor 32 tahun
2004 yang juga mengatur tentang pemerintahan daerah. Perubahan ini juga
memperhatikan perubahan Undang-undang terkait dibidang politik, diantaranya
Undang-undang Nomor 12 tahun 2003 tentang Pemilu, Undang-undang Nomor 22
Tahun 2003 tentang Susunan dan Kedudukan MPR,DPR DPD dan DPRD,
Undang-undang Nomor 23 Tahun 2003 tentang Pemilihan Presiden dan Wakil
Presiden, dan lain-lain.
Dengan perkembangan politik dalam masa kini maka Undang-Undang
Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah tidak sesuai lagi dengan
perkembangan keadaan, ketatanegaraan, dan tuntutan penyelenggaraan
pemerintahan daerah sehingga perlu diganti. Maka lahir Undang-Undang Nomor
23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah yang baru. Namun dalam
perjalanannya Undang-Undang ini tidak bertahan lama dengan munculnya
Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang
Perubahan atas UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.
Kehadiran Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2
Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014
tentang Pemerintahan Daerah tidak terlepas dengan berlakunya Peraturan
Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan
Gubernur, Bupati, dan Walikota yang mengatur pemilihan kepala daerah
dilakukan secara langsung dan untuk memberikan kepastian hukum dalam
demokrasi. Maka perlu dilakukan perubahan terhadap ketentuan mengenai tugas
dan wewenang DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota yang diatur dalam
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah dengan
menetapkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun
2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang
Pemerintahan Daerah.28
Dalam penyelenggaraan urusan pemerintahan dilaksanakan berdasarkan
asas desentralisasi, asas dekonsentrasi, dan asas tugas pembantuan.29
Asas dekonsentrasi adalah pelimpahan sebagian urusan pemerintahan yang
menjadi kewenangan pemerintah pusat kepada gubernur sebagai wakil pemerintah
pusat, kepada instansi vertikal di wilayah tertentu, dan/atau kepada gubernur dan
bupati/wali kota sebagai penanggung jawab urusan pemerintahan
umum.
Pasal 1 butir
7 UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah menjelaskan bahwa
asas desentralisasi adalah penyerahan urusan pemerintahan oleh pemerintah pusat
kepada daerah otonom berdasarkan asas otonomi yang mengacu pada prinsip
dasar penyelenggaraan pemerintahan daerah berdasarkan otonomi daerah. Dalam
asas ini daerah berhak untuk menjalankan segala urusan untuk mengatur dan
mengurus sendiri urusan pemerintahan yang diberikan oleh pemerintah pusat
namun masih dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia.
30
28
Penjelasan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan.
29
Ketentuan pasal 5 ayat 4 UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.
30
Ketentuan pasal 1 butir 9 UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.
Maksudnya adalah pelimpahan wewenang pemerintahan yang
penetapan strategi kebijakan dan pencapaian program kegiatannya, diberikan
kepada gubernur atau instansi vertical didaerah berdasarkan arahan kebijaksanaan
umum dari pemerintah pusat, sedangkan sektor pembiayaannya tetap
dilaksanakan oleh pemerintah pusat.31
Asas tugas pembantuan adalah penugasan dari pemerintah pusat kepada
daerah otonom untuk melaksanakan sebagian urusan pemerintahan yang menjadi
kewenangan pemerintah pusat atau dari pemerintah daerah provinsi kepada daerah
kabupaten/kota untuk melaksanakan sebagian urusan pemerintahan yang menjadi
kewenangan daerah provinsi.32 Maksudnya adalah bahwa tugas pembantuan
kepada pemerintahan desa merupakan tanggung jawab bersama antara
pemerintah, pemerintah provinsi, dan pemeriintah kabupaten atau kota. Hal ini
perlu disadari bahwa dalam kenyataan praktik menurut Undang-Undang Nomor
22 Tahun 1999 bahwa pemerintahan desa diberikan wewenang untuk menggali
potensi di daerahnya sendiri bersama Badan Permusyawaratan Desa (BPD),
namun pertumbuhan desa itu tidak merata, serta tidak sesuai dengan harapan
justru pemerintahan desa tidak dapat menjalankan fungsinya karena keterbatasan
penggalian untuk sumber kas desa.33
Dalam penyelenggaraan pemerintahan di daerah, Pemerintahan daerah
diberikan otonomi seluas-luasnya, kecuali urusan pemerintahan yang oleh
undang-undang ditentukan sebagai urusan Pemerintah Pusat.Dalam rangka Maka dari itu tujuan pemberian tugas
pembantuan adalah mempelancar pelaksanaan tugas dan penyelesaian
permasalahan serta membantu pengembangan pembangunan bagi daerah.
31
Sunarno Siswanto, Hukum Pemerintahan Daerah di Indonesia, Sinar Grafika, Jakarta, hal. 7-8.
32
Ketentuan pasal pasal 1 butir 11 UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.
33
melaksanakan otonomi luas di daerah, maka pemerintahan daerah berhak
menetapkan peraturan daerah dan peraturan-peraturan lain untuk melaksanakan
otonomi dan tugas pembantuan.Peraturan daerah adalah peraturan daerah provinsi
dan/atau peraturan daerah kabupaten/kota. Pengaturan tentang Peraturan Daerah
(Perda) tersebut tertera pada pasal 236 sampai pasal 245 UU Nomor 23 Tahun
2014 tentang Pemerintahan Daerah, sedangkan pengaturan Peraturan Kepala
Daerah (Perkada) tertera pada pasal 246 sampai pada pasal 248 UU Nomor 23
Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.
Perda merupakan hasil kerja bersama antara Gubernur/Bupati/Walikota
dengan DPRD, karena itu tata cara membentuk Perda harus ditinjau dari beberapa
unsur pemerintahan tersebut, yaitu unsur DPRD adalah Peraturan Daerah
merupakan sutu bentuk produk legislatif tingkat daerah, karena itu tidak dapat
terlepas dari DPRD. Keikutsertaan DPRD membentuk Perda bertalian dengan
wewenang DPRD dibidang legislatif atau yang secara tidak langsung dapat
dipergunakan sebagai penunjang fungsi legislatif, yaitu hak penyelidikan, hak
inisiatif, hak amandemen, persetujuan atas Rancangan Peraturan Daerah
(Ranperda).Unsur Partisipasi adalah partisipasi dimaksudkan sebagai
keikutsertaan pihak-pihak luar DPRD dan Pemerintah Daerah dalam menyusun
dan membentuk Ranperda atau Perda.34
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan
Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan
atas UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah melimpahkan
34
wewenang pemerintahan kepada gubernur sebagai wakil pemerintah dan/atau
kepada instansi vertikal di wilayah tertentu. Pembagian urusan pemerintahan di
Indonesia, pada hakikatnya dibagi dalam 3 kategori, yakni Urusan Pemerintahan
Absolut, Urusan Pemerintahan Konkuren, dan Urusan Pemerintahan Umum.35
1. Urusan Pemerintahan Absolut
Urusan pemerintahan absolut adalah urusan pemerintahan yang
sepenuhnya menjadi kewenangan Pemerintah Pusat. Urusan pemerintahan absolut
meliputi:36
a. Politik luar negeri, misalnya mengangkat pejabat diplomatik dan menunjuk
warga negara untuk duduk dalam jabatan lembaga internasional, menetapkan
kebijakan luar negeri, melakukan perjanjian dengan negara lain, menetapkan
kebijakan perdagangan luar negeri
b. Pertahanan, misalnya mendirikan dan membentuk angkatan bersenjata,
menyatakan damai dan perang, menyatakan negara atau sebagian wilayah
negara dalam keadaan bahaya, membangun dan mengembangkan sistem
pertahanan negara dan persenjataan, menetapkan kebijakan untuk wajib
militer, bela negara bagi setiap warga negara.
c. Keamanan, misalnya mendirikan dan membentuk kepolisian negara,
menetapkan kebijakan keamanan nasional, menindak setiap orang, kelompok
atau organisasi yang kegiatannya mengganggu keamanan negara.
d. Yustisi, misalnya mendirikan lembaga peradilan, mengangkat hakim dan
jaksa, mendirikan lembaga pemasyarakatan, menetapkan kebijakan kehakiman
35
Ketentuan pasal 9 butir 1 UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.
36
dan keimigrasian, memberikan grasi, amnesti, abolisi, membentuk
undang-undang, peraturan pemerintah pengganti undang-undang-undang, peraturan
pemerintah, dan peraturan lain yang berskala nasional
e. Moneter dan fiskal nasional, kebijakan makro ekonomi, misalnya mencetak
uang dan menentukan nilai mata uang, menetapkan kebijakan moneter,
mengendalikan peredaran uang, dan sebagainya.
f. Agama, misalnya menetapkan hari libur keagamaan yang berlaku secara
nasional, memberikan pengakuan terhadap keberadaan suatu agama,
menetapkan kebijakan dalam penyelenggaraan kehidupan keagamaan, dan
sebagainya. Urusan agama Daerah dapat memberikan hibah untuk
penyelenggaraan kegiatan-kegiatan keagamaan sebagai upaya meningkatkan
keikutsertaan daerah dalam menumbuh kembangkan kehidupan beragama.
Dalam menjalankan urusan pemerintahan ini, pemerintah pusat dapat
melaksanakan sendiri atau melimpahkan wewenang kepada instansi vertikal yang
ada di daerah atau gubernur sebagai wakil pemerintah pusat berdasarkan asas
dekonsentrasi.Instansi vertikal merupakan perangkat kementerian dan/atau
lembaga pemerintah nonkementerian yang mengurus urusan pemerintahan yang
tidak diserahkan kepada daerah otonom dalam wilayah tertentu dalam rangka
dekonsentrasi, sehingga dalam pembentukan instansi vertikal harus ada
persetujuan dari Gubernur sebagai wakil pemerintahan pusat. Namun apabila
dalam pembentukan instansi vertikal oleh kementerian yang nomenklaturnya
secara tegas disebutkan dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945 maka tidak perlu memerlukan persetujuan dari gubernur sebagai
Kewenangan pemerintah pusat adalah semua kewenangan pemerintahan
sebagai akibat pelimpahan dari rakyat.Namun pemerintahan harus
diselenggarakan secara desentralisasi maka sebagian kewenangn tersebut harus
diserahkan kepada daerah.Dengan demikian pemerintah pusat hanya memiliki
kewenangan 6 (enam) bidang urusan pemerintahan. Sedaangkan kewenangan
selain 6 (enam) bidang itu menjadi kewenangan daerah provinsi dan
kabupaten/kota. Kewenangan yang dipegang pusat adalah kewenangan yang
bersifat nasional.Sedngkan kewenangan yang diserahkan kepada daerah adalah
kewenangan yang bersifat lokalitas (merupakan kepentingan dan kebutuhan
masyarakat setempat).Daerah diberi kebebasan untuk menemukan kewenangan
yang bersifat lokalitas tersebut menurut prakarsanya sendiri.37
2. Urusan Pemerintahan Konkuren
Urusan pemerintahan konkuren merupakan urusan pemerintahan yang
dibagi antara pemerintah pusat dan daerah provinsi dan daerah
kabupaten/kota.Urusan pemerintahan konkuren yang diserahkan ke daerah
menjadi dasar pelaksanaan otonomi daerah.Dengan demikian, pada setiap urusan
yang bersifat konkuren ini senantiasa ada bagian urusan yang menjadi wewenang
pemerintah pusat dan ada bagian urusan yang diserahkan kepada provinsi, danada
pula bagian urusan yang diserahkan kepada kabupaten/kota. Untuk mewujudkan
pembagian urusan yang konkuren secara proposional antara pemerintah pusat,
daerah provinsi, daerah kabupaten atau kota disusunlah kriteria yang meliputi
eksternalistis, akuntabilitas, dan efisiensi dengan mempertimbangkan keserasian
37
hubungan pengelolaan urusan pemerintahan antara tingkat pemerintahan. Urusan
pemerintahan konkuren yang menjadi kewenangan daerah terdiri atas:
1. Urusan Pemerintahan Wajib
2. Urusan Pemerintahan Pilihan
Urusan pemerintahan wajib dibagi lagi atas urusan pemerintahan yang
berkaitan dengan pelayanan dasar dan urusan pemerintahan yang tidak berkaitan
dengan pelayanan dasar. Urusan pemerintahan wajib yang berkaitan dengan
pelayanan dasar adalah urusan pemerintahan wajib yang sebagian substansinya
merupakan pelayanan dasar, yang meliputi:
a. Pendidikan
b. Kesehatan
c. Pekerjaan umum dan penataan ruang
d. Perumahan rakyat dan kawasan permukiman
e. Ketenteraman, ketertiban umum, dan pelindungan masyarakat
f. sosial.
Sedangkan urusan pemerintahan wajib yang tidak berkaitan dengan
pelayanan dasar meliputi:
a. Tenaga kerja
b. Pemberdayaan perempuan dan pelindungan anak
c. Pangan
d. Pertanahan
e. Lingkungan hidup
f. Administrasi kependudukan dan pencatatan sipil
h. Pengendalian penduduk dan keluarga berencana
i. Perhubungan
j. Komunikasi dan informatika
k. Koperasi, usaha kecil, dan menengah
l. Penanaman modal
m. Kepemudaan dan olah raga
n. Statistik
o. Persandian
p. Kebudayaan
q. Perpustakaan
r. Kearsipan
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan
Pemerintah Pengganti UU Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan atas UU
Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah memprioritaskan
pelaksanaan urusan pemerintahan wajib yang berkaitan dengan pelayanan dasar
sebagai pedoman pada standar pelayanan minimal yang ditetapkan oleh
Pemerintah Pusat.38
Disamping urusan wajib, provinsi juga mempunyai urusan yang bersifat
pilihan.Urusan pemerintahan provinsi yang bersifat pilihan meliputu urusan
pemerintahan yang secara nyata ada dan berpotensi untuk meningkatkan
kesejahteraan masyarakat sesuai dengan kondisi, kekhasan, dan potensi daerah
38
yang bersangkutan.39
a. Kelautan dan perikanan
Urusan pemerintahan konkuren yang menjadi urusan
pemerintahan pilihan sebagaimana dimaksud meliputi:
b. Pariwisata
c. Pertanian
d. Kehutanan
e. Energi dan Sumber Daya Mineral
f. Perdagangan
g. Perindustrian
h. Transmigrasi
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan
Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan
atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah
menganut asas dekonsentrasi yang melimpahkan wewenang pemerintahan kepada
gubernur sebagai wakil pemerintah dan/atau kepada instansi vertikal diwilayah
tertentu.
Dalam asas dekonsentrasi yang diserahkan a