• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Kriminologi Tentang Pmberantasan Tindak Pidana Narkotika Yang Dilakukan Oleh Mahasiswa Kepolisian Di Desa Gunung Sitoli

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Analisis Kriminologi Tentang Pmberantasan Tindak Pidana Narkotika Yang Dilakukan Oleh Mahasiswa Kepolisian Di Desa Gunung Sitoli"

Copied!
69
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS KRIMINOLOGI TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA NARKOTIKA YANG DILAKUKAN OLEH MAHASISWA OLEH KEPOLISIAN

DI KOTA GUNUNGSITOLI

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi dan Melengkapi Syarat-syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum

Oleh:

NIM.080200323 REINHARD JEVON GULO

DEPARTEMEN HUKUM PIDANA

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(2)

ANALISIS KRIMINOLOGI TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA NARKOTIKA YANG DILAKUKAN OLEH MAHASISWA OLEH KEPOLISIAN KOTA

GUNUNGSITOLI

SKRIPSI

Diajukan Untuk Melengkapi Tugas- Tugas Dan Memenuhi Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum

OLEH:

REINHARD JEVON GULO 080200323

DEPARTEMEN HUKUM PIDANA

Mengetahui:

Ketua Departemen Hukum Pidana

NIP: 195703261986011001 DR. M. HAMDAN, SH, MH

Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II

LIZA ERWINA, SH, M. Hum ABUL KHAIR, SH, M. Hum NIP. 196110241989032002 NIP. 196107021989031001

FAKULTAS HUKUM

(3)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah Bapa yang baik sebab penulis

menyadari hanya oleh karena kemurahan dan kasih-ya sehingga penulis diberi kekuatan,

kesehatan dan kemampuan untuk dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini dengan baik dan

tepat waktu. Pada kesempatan ini, penulis dengan rendah hati mempersembahkan skripsi yang

berjudul “ Analisis Kriminilogi Tentang Pemberantas Tindak Pidana Narkotika Yang Dilakukan

Oleh Mahasiswa Oleh Kepolisian Di Kota Gunungsitoli” kepada dunia pendidikan, guna

menumbuhkan perkembagan ilmu pengetahuan, khusunya ilmu pengetahuan hukum. Skripsi ini

dimaksudkan untuk memenuhi syarat kelulusan guna memperoleh gelar Sarjana Hukum pada

Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. Penulis mengakui bahwa skripsi ini jauh dari

sempurna dan masih banyak kekurangan yang harus dievaluasi. Hal ini karena keterbatasan

pengetahuan dan kemampuan dari penulis serta bahan-bahan referensi yang berkaitan dengan

skripsi ini. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun

dari pembaca demi perbaikan dan penyempurnaan skripsi ini. Dalam penulisan skripsi ini,

Penulis telah mendapat banyak bantuan, bimbingan dan arahan dari berbagai pihak. Untuk itu

penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Runtung S.H, M.Hum, selalu Dekan Fakultas Hukum Univesitas

Sumatera Utara;

2. Bapak Prof. Budiman Ginting S.H, M.H, selalu pembantu Dekan I Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara;

3. Bapak syafruddin, S.H, M.H, DFM, selalu Pembantu Dekan II Fakutas Hukum

(4)

4. Bapak Muhammad Husni, S.H, M.Hum, selalu Pembantu Dekan III Fakultas

Hukum Universitas Sumatera Utara;

5. Bapak Dr. Mhd Hamdan, S.H, M.H, selalu Ketua Departemen Hukum Pidana

Fakultas hukum Universitas Sumatera Utara;

6. Ibu Liza Erwina S.H, M.Hum, Sekretaris Departemen Hukum Pidana Fakultas

Hukum Universitas Sumatera Utara;

7. Ibu Yefrizawaty SH, M.Hum, selalu Dosen Penasehat Akademik selama penulis

duduk di bangku pendidikan pada Fakultas Hukum Univesitas Sumatera Utara;

8. Terimakasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada Ibu Liza Erwina SH,

M.Hum, selaku Dosen pembimbing I dan Bapak Abul Khair SH,M.Hum, selaku

Dosen Pembimbing II, atas kesediaan baik waktu maupun tenaga dan kesabaranya

membimbing, memberi saran, arahan dan perbaikan untuk skripsi ini.

9. Seluruh Dosen pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, baik yang masih

mengabdikan diri ataupun yang sudah pensiun;

10.Seluruh staff dan karyawan Fakultas Hukum Universitas Hukum Sumatera Utara;

11.Kepada orang tua saya Ayah Alm.Talizaro Gulo, SH, MSP, Ibu Mariati Zendrato,

SH, M.Hum dan kepada kakaku Reka Elvina Putri Gulo dan adekku Reymond

Pratama Gulo dan kepada saudara – saudaraku yang tidak bisa kusebut satu pesatu;

12.Teman – teman seperjuangan Stambuk 2008 dan Teman – teman pencinta

Departemen Pidana Yang tidak dapat disebutkan satu perasatu;

13.Para penulis buku-buku dan artikel-artikel yang penulis jadikan referensi data guna

(5)

Ada saatnya bertemu , ada juga saatnya berpisah TerimaKasih atas berbagai hal bermanfaat yang

telah dibarikan kepada Penulis. Semoga Tuhan senantiasa memberikan berkat dan

perlindungannya kepada kita semua.

Medan 17 Januari 2013

Penulis;

(6)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR DAFTAR ISI

ABSTRAKSI

BAB I PENDAHULUAN

a. Latar Belakang ... 1

b. Perumusan Masalah ... 17

c. Tujuan & Manfaat Penulisan ... 17

d. Keaslian Penulisan ... 17

e. Tinjauan Kepustakaan ... 18

1. Teori – teori Kriminologi tentang Faktor- faktor sebab terjadinya Kejahatan ... 18

2. Pengertian Tindak Pidana Narkotika ... 23

f. Metode Penelitian ... 27

g. Sistematika Penulisan ... 29

BAB II. FAKTOR – FAKTOR PENYEBAB TERJADI PEREDARAN NARKOTIKA DI KOTA GUNUNGSITOLI a. Tentang Peredaran Narkotika di kota Gunungsitoli ... 30

b. Teori-teori Penyebab terjadinya Kejahatan ... 38

c. Faktor-faktor Penyebab terjadinya Peredaran Narkotika di Gunungsitoli ... 50

(7)

NARKOTIKA YANG DILAKUKAN OLEH MAHASISWA DI KOTA GUNUNGSITOLI a. Kasus – kasus Tindak Pidana Narkotika

yang terjadi di Kota Gunungsitoli ... 56

b. Upaya Pemberantasan Tindak Pidana Narkotika

Oleh Kepolisian Kota Gunungsitoli ... 61

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN

a. Kesimpulan ... 65

b. Saran ... 66

(8)

ABSTRAK

Liza Erwina, SH, M.Hum* Abul Khair, SH, M.Hum** Reinhard Jevon Gulo***

Dalam kasus-kasus narkoba yang melibatkan masyarakat, narkoba dapat sampai ke tangan seseorang selaku pengguna atau pemakai adalah perdagangan gelap. Demikian pula dengan para pemakai narkoba, mereka tidak sembarangan mau menikmati barang tersebut di mana saja. Kalangan anak muda mudah terpengaruh ke dalam pemakaian narkoba. Terutama para remaja, karena masa remaja merupakan masa seorang anak mengalami perubahan cepat dalam segala bidang, menyangkut perubahan tubuh, perasaan, kecerdasan, sikap social dan kepribadian. Mereka mudah dipengaruhi karena di dalam dirinya banyak perubahan dan tidak stabilnya emosi cenderung menimbulkan perilaku nakal. Bahaya pemakaian narkoba sangat besar pengaruhnya akan berakibat pada kesehatan si pemakai narkoba.

Berdasarkan latar belakang tersebut, penulis mengangkat skripsi berjudul ANALISIS KRIMINOLOGI PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA NARKOTIKA YANG DILAKUKAN OLEH MAHASISWA OLEH KEPOLISIAN KOTA GUNUNGSITOLI. Dalam skripsi ini penulis mengemukakan permasalahan yang menjadi factor-faktor penyebab terjadinya peredaran narkotika di Kota Gunungsitoli dan bentuk-bentuk tindak pidana narkotika yang dilakukan oleh mahasiswa di Kota Gunungsitoli. Metode penelitian dalam skripsi ini dilakukan dengan pendekatan yuridis normative yaitu dengan asas-asas hukum serta mangacu pada norma-norma hukum yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan.

Dalam memahami pengertian penyalahgunaan narkotika, bahwa ancaman dan bahaya pemakaian narkotika secara terus menerus dan tidak terawasi dan jika tidak segera dilakukan pengobatan serta pencegahan akan menimbulkan efek ketergantungan baik fisik maupun phisikis sangat kuat terhadap pemakainya. Pemahaman pengertian tersebut selanjutnya diberikan kepada masyarakat Kota Gunungsitoli melalui sosialisasi dan pemberitahuan dari pihak Kepolisian di Kota Gunungsitoli sehingga diharapkan penyalahgunaan narkotika dan obat-obatan terlarang dapat diperkecil pengaruhnya bagi masyarakat Kota Gunungsitoli.

(9)

ABSTRAK

Liza Erwina, SH, M.Hum* Abul Khair, SH, M.Hum** Reinhard Jevon Gulo***

Dalam kasus-kasus narkoba yang melibatkan masyarakat, narkoba dapat sampai ke tangan seseorang selaku pengguna atau pemakai adalah perdagangan gelap. Demikian pula dengan para pemakai narkoba, mereka tidak sembarangan mau menikmati barang tersebut di mana saja. Kalangan anak muda mudah terpengaruh ke dalam pemakaian narkoba. Terutama para remaja, karena masa remaja merupakan masa seorang anak mengalami perubahan cepat dalam segala bidang, menyangkut perubahan tubuh, perasaan, kecerdasan, sikap social dan kepribadian. Mereka mudah dipengaruhi karena di dalam dirinya banyak perubahan dan tidak stabilnya emosi cenderung menimbulkan perilaku nakal. Bahaya pemakaian narkoba sangat besar pengaruhnya akan berakibat pada kesehatan si pemakai narkoba.

Berdasarkan latar belakang tersebut, penulis mengangkat skripsi berjudul ANALISIS KRIMINOLOGI PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA NARKOTIKA YANG DILAKUKAN OLEH MAHASISWA OLEH KEPOLISIAN KOTA GUNUNGSITOLI. Dalam skripsi ini penulis mengemukakan permasalahan yang menjadi factor-faktor penyebab terjadinya peredaran narkotika di Kota Gunungsitoli dan bentuk-bentuk tindak pidana narkotika yang dilakukan oleh mahasiswa di Kota Gunungsitoli. Metode penelitian dalam skripsi ini dilakukan dengan pendekatan yuridis normative yaitu dengan asas-asas hukum serta mangacu pada norma-norma hukum yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan.

Dalam memahami pengertian penyalahgunaan narkotika, bahwa ancaman dan bahaya pemakaian narkotika secara terus menerus dan tidak terawasi dan jika tidak segera dilakukan pengobatan serta pencegahan akan menimbulkan efek ketergantungan baik fisik maupun phisikis sangat kuat terhadap pemakainya. Pemahaman pengertian tersebut selanjutnya diberikan kepada masyarakat Kota Gunungsitoli melalui sosialisasi dan pemberitahuan dari pihak Kepolisian di Kota Gunungsitoli sehingga diharapkan penyalahgunaan narkotika dan obat-obatan terlarang dapat diperkecil pengaruhnya bagi masyarakat Kota Gunungsitoli.

(10)

BAB I

PENDAHULUAN A. Latar belakang

Berbicara mengenai narkoba, sering terdengar beberapa akronim yang berkaitan dengan

hal tersebut, misalnya : NAZA ( Narkotika dan Zat Adiktif) : NAPZA ( Narkotika, Alkohol,

Psikotropika dan Zat Adiktif) dari akronim NAPZAM, yang mempunyai arti lebih lengkap

dibanding yang pertama maka obat yang dianggap berbahaya adalah narkotika, alkohol

psikotropika dan zat adiktif karena psikotropika dan narkotika digolongkan dalam obat-obat atau

yang berbahaya bagi kesehatan maka mengenai produksi pengadaan, peredaraan, penyaluran,

penyerahan ekspor dan impor obat-obat tersebut diatur dalam undang-undang ketentuan yang

mengatur narkotika dan psikotropika terdapat dalam Undang – Undang Nomor 5 Tahun 1997

tentang psikoropika: Undang- undang Nomor 22 Tahun 1997 tentang Narkotika. Sedangkan Zat

adikitif, disinggung dalam Undang-undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan pengertian

Psikotropika adalah zat atau obat, baik alamiah maupun sintetis bukan narkotika, yang berkhasiat

psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan saraf pusat yang menyebabkan perubahan

khas pada aktivitas mental dan perilaku ( Pasal 1 angka 1 UU 5./ Th. 1997).1

Pengertian Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan

tanaman baik sintensis maupun semi sintetis yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan

kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri dan dapat

menimbulkan ketergantungan, (Pasal 1 angka 1 UU 22./Th. 1997).

Sedangkan pengertian zat adiktif adalah bahan yang penggunaanya dapat menimbulkan

ketergantugan psikis, (Pasal 1 angka 12 UU 23./Th.1992). selanjutnya pengamanan penggunaan

(11)

produksi dan peredaran diatur dalam pasal 44 undang-undang tersebut. Penggunaaan narkoba

bagi orang awam atau orang yang kurang mengerti, tentu saja dapat dipahami. Tetapi bagi

seeorang yang mengkonsumsi narkoba, yang sebelumnya sudah mengetahui akibat-akibatnya

adalah di luar nalar kita. Lalu apakah yang mendorong mereka untuk mengkonsumsi. Menurut

GRAHAM BLAINE seorang psikiater (M. RIDHA MA’ ROEF, 1976, : 63) sebab-sebab

penyalagunaan narkotika ialah2

1. Untuk membuktikan keberanian dalam melakukan tindakan-tindakan yang berbahaya,

dan mempuyai resiko, misalnya ngebut, berkelahi atau bergaul dengan wanita ; :

2. Untuk menetang suatu otoritas terhadap orang tua, guru, hukum atau intansi yang

berwenang ;

3. Untuk mempermudah penyaluran dan perbuatan sexsual;

4. Untuk melepaskan diri dari rasa kesepian dan ingin memperoleh pengalaman-pengalaman

emosional;

5. Untuk berusaha agar dapat menemukan arti hidup ;

6. Untuk mengisi kekosongan dan mengisi perasaan bosan, karena kurang kesibukan;

7. Untuk menghilangkan rasa frustasi dan kegelisahan yang disebabkan oleh problema yang

tidak bisa diatasi dan jalan pikiran yang buntu, terutama bagi mereka yang mempunyai

kepribadian yang tidak harmonis ;

8. Untuk mengikuti kemauan kawan dan untuk memupuk solidaritas dengan kawa-kawan ;

9. Karena didorong rasa ingin tahu ( curiosity ) dan karena iseng ( just for kicks )

Dari sekian sebab-sebab penggunaan narkotika secara tidak legal yang dilakukan oleh

(12)

1. Mereka yang ingin mengalami ( the experience seekers) yaitu yang ingin mempeloleh

pengalaman baru dan sensasi dari akibat pemakaian narkotika;

2. Mereka yang dimaksud menjauhi atau mengelakkan realita hidup ( the oblivion seekers)

yaitu mereka yang menganggap keadaan terbius sebagai tempat pelarian terindah dan

ternyaman;

3. Mereka yang ingin merubah kepribadiannya (personality change) yaitu mereka yang

beranggapan menggunakan narkotika dapat berubah kepribadian, seperti untuk menjadi

berani, untuk menghilangkan rasa malu, menjadi tidak kaku pergaualan dan lain-lain.

Dikalangan orang-orang dewasa dan yang telah lanjut usia menggunakan narkotika

dengan sebab-sebab antra lain sebagai berikut:

1. Menghilangkan rasa sakit dan penyakit kronis seperti asma, TBC, dan lain-lain ;

2. Menjadi kebiasaan ( akibat penyembuhan dan menghilangkan rasa sakit tersebut ;

3. Perlarian dari frustasi ;

4. Meningkatkan kesanggupan untuk berprestasi ( biasanya zat perangsang) ;

Mengingat harga obat – obat narkotika yang mahal, maka tidak semua orang bisa dibeli

membelinya. Oleh karena itu penggunaan narkotika dan psikotropika jenis-jenis yang mahal

harganya juga untuk menujukkan kelas tersendiri bagi pemakainya serta merupakan sebagain

dari gaya hidup kelas tersebut.

Menurut dr. Dharmawan dalam seminar sehari dampak ketergantugan obat terhadap

perilaku serta upayah pencegahan dan rehabilitasinya di Universitas Surabaya pada bulan

Agustus 1999 di dalam pemakaian obat-obatan berbahaya terdapat tahapan-tahapan mula-mula

mereka hanya coba – coba ( experimental use) dengan alasan untuk menghilangkan rasa susah,

(13)

Sebagian tidak meneruskan sebagai pencandu NAPZA, namun lagi akan meneruskan

menjadi social use. Mereka menggunakan NAPZA untuk mengisi kekosongan waktu senggang,

kongkow-kongkow atau pada waktu pesta. Ada pula yang bersifat situasional use, menggunakan

NAPZA saat stress, kecewa, sedih dan sebagainya yang bertujuan untuk menghilangkan

perasaan – perasaan tersebut. Sampai tahap ini mereka masih bisa mengedalikan “ hasrat” nya.

Tahap yang menentukan apakah ia akan menjadi pengguna tetap NAPZA.

Saat itu mereka tidak mempunyai pegangan, dalam keadaan lepas kontrol muncullah

dependence use (ketergantungan). Tahap kecanduan berkelanjutan sampai tubuh menjadi

terbiasa. Timbul keinginan menambah dosis, sampai menjadi ketergantungan secara fisik. Si

pecandu harus dan akan melakukan apapun yang perlu dilakukannya guna mempeloleh NAPZA

yang diinginkannya. Efek dari berbagai macam narkoba sangat beragam yang umum memakai

suntikan, sehingga terdapat bekas alat suntik di lengan atau paha.

Untuk menyembunyikanya, kebanyakan yang bersangkutan suka memakai lengan

panjang. Untuk menyembunyikan bekas suntikan ada yang menyuntikkan dibawah lidah dan ada

yang di sekitar kemaluanya. Kalau orangnya sangat sadar, berani, gembira, agresif, mungkin ia

menggunakan obat perangsang cocain, ecstasy (inex) atau shabu.

Tetapi jika orang mengantuk, setengah sadar, tidak komunikatif dan tidak responsif,

biasanya memakain obat penekan ( antidepressant), candu, morfin, heroin ( narkotika), juga obat

tidur. Bagi orang tua atau guru pada saat ini, perlu kewaspadaan terhadap anak-anak yang

menjadi tanggung jawab. Bagi pengguna narkoba, ada perubahan perilaku. Perubahan perilaku

tersebut dapat dikenali oleh orang – orang di sekitarnya.

Bagi orang tua atau guru yang menemukan tanda-tanda tersebut, ada kemungkinan

(14)

bagaikan bangunan sistem yang bersifat terbuka banyak peristiwa atau keadaan yang setiap hari

berpengaruh terhadap dirinya. Akan tetapi selaku sistem yang terbuka, tidak semua yang dapat

berpengaruh tersebut dapat mempengaruhi, artinya ada yang tidak terpengaruh , ada yang lambat

terpengaruh dan ada yang sangat cepat terpengaruh. Menurut dr. Nalini Muhdi, SpKJ. Psikiater

RSUD Dr. Soetomo Surabaya, ada kelompok-kelompok yang potensial, yang mudah

terpengaruh Narkoba. Kelompok primair yaitu kelompok yang mengalami masalah kejiwaan.

Penyebabnya bisa karena kecemasan, depresi dan ketidakmampuan menerima kenyataan hidup

yang diajalani. Dan hal diperparah lagi karena mereka ini biasanya orang yang memiliki

kepribadian infrofet atau tertutup.

Dengan jalan mengkonsumsi obat-obatan atau sesuatu diyakini bisa membuat terlepas

dari masalah, kendati hanya sementara waktu. Kelompok primair sangat mudah dipengaruhi

untuk mencoba narkoba, jika dilingkungan pergaulannya menunjang dia memakai narkoba.

Kelompok sekunder yaitu, kelompok mereka yang mempunyai sifat anti sosial. kepribadian

selalu bertentangan dengan norma-norma masyarakat. Sifat egosentris sangat kental dalam

dirinya. Akibatnya dia melakukan apa saja semuanya.3

Perilaku ini disamping sebagai konsumen juga dapat sebagai konsumen juga dapat

pengedar. Ini merupakan pencerminan pribadi yang ingin mempengaruhi dan tidak senang jika

ada orang lain merasakan kebahagiaan ini harus kita waspadai. Kelompok tertier adalah,

kelompok ketergantugan yang bersifat reaktif. Biasanya terjadi pada para remaja yang labil dan

mudah terpengaruh dengan kondisi lingkungannya. Juga pada mereka yang yang kebingungan

mencari indentitas diri, selain mungkin adanya ancaman dari pihak tertentu untuk ikut

(15)

Untuk mengatasi permasalahan kencanduaan narkoba, penanganannya berbeda-beda.

Untuk kelompok pertama dan kolompok ketiga dapat dilakukan dengan terapi yang serius dan

intensive. Sedangkan untuk kelompok kedua, selain dilakukan terapi harus menjalani pidana

penjara sesuai dengan besar kecilnya pelanggaran yang dilakukan. Misalnya terhadap bandar

narkoba hanya di terapi, akan kecil sekali sembuhnya. Padahal mereka adalah kelompok yang

paling berbahaya terhadap penyebaran narkoba.

Secara umum ciri remaja tergolong beresiko tinggi sebagai pengguna narkoba, antara

lain rendah diri, tertutup, mudah murung dan tertekan, mengalami hambatan psikososial, agresif

destruktif, suka sensasi dan melakukan hal-hal yang berbahaya, sudah meokok di usua muda,

serta kehidupan keluarga atau pribadi kurang religius.

Mekanisme terjadinya penyalagunaan NAPZA, menurut penelitian HAWALI (1990),

seperti yang dikutip “ PUDJI LESTARI (2000 : 3)” dikemukakan sebagai berikut:

penyalahgunaan NAPZA terjadi oleh interaksi antara faktor-faktor predisposisi (kepribadiaan,

kecemasan, depresi), faktor kontribusi (kondisi keluarga ), dan faktor pencetus (pengaruh teman

kelompok sebaya/peer group dan zatnya itu sendiri).

Selanjutnya dikemukakan bahwa penyalagunaan NAPZA adalah sesuatu proses

gangguan mental adiktif. Pada dasarnya seorang penyalagunaan NAPZA adalah seorang yang

mengalami gangguan jiwa (yaitu gangguan kepribadian, kecemasan dan atau depresi), sedangkan

penyalagunaan NAPZA merupakan perkembagan lebih lanjut dari gangguan jiwa tersebut ;

demikian pula dengan dampak sosial yang ditimbulkannya.

Secara skematis proses terjadinya penyalah gunaan NAPZA seperti uraian yang di atas,

di atas di dalam suatu pengobatan bertujuan untuk mendapatkan efek terapeutik yang

(16)

dan tidak boleh terlalu tinggi karena mengakibatkan keracuanan atau bahkan kematian efek

terapeutik merupakan tujaun agar pasien menjadi sembuh.

Di dalam penyalagunaan obat ( drug abuse), tolenransi juga akan terjadi pada seeorang

pecandu. Untuk seorang pecandu, yang diharapkan dari penggunaan narkoba yang bersangkutan

jika seeorang pecandu sudah biasa menggunakan narkoba dalam dosis tertentu, mereka akhirnya

tidak puas dengan dosis semula, karena tubuh pecandu sudah menginginkan dosis yang lebih

besar lagi.

Menaikkan dosis sedemikian rupa tersebut dengan tujuan untuk mendapatkan efek yang

sama dan segera. Keadaan yang terus menerus menaikkan dosis tersebut mungkin tidak bisa

dibatasi lagi, sehingga terjadi over dosis yang dapat menimbulkan kematian. Eskalasi adalah

sesuatu keadaan yang membuat sorang pecandu untuk meningkatkan dari suatu zat kepada zat

lain yang sifatnya lebih kuat lagi. Misalnya seeorang yang menggunakan ganjan ke morphine.

Kemudian dari morphine ke heroin. Jelas di sini sangat membahayakan pecandu

tersebut. Jika dalam toleransi adalah meningkatkan kwantitas maka dalam eskalasi yang

ditingkatkan kwalitasnya. Apabila seeorang yang terlah tergantung dengan narkoba tertentu,

kemudian tiba-tiba dihentikan secar mendadak maka akan menujukan gejala abstinesi.

Gejala-gejala tesebut, berupa gangguan jasmani dan rohani jadi pengertian withdrawal

adalah suatu keadaan yang serius dan kritis yang menggangu jasmani atau rohani pada seeorang

yang ketagihan narkoba tertentu karena putus obat dalam waktu tertentu, kebutuhan tubuh akan

akan narkoba yang bersangkutan dipenuhi kembali.

Putus obat mempunyai pengaruh yang cukup besar terhadap diri si pemakaian atau

(17)

maka akan timbul rasa sakit pada seluruh tubuh, terutama pada sendi dan tulang akan terasa sakit

atau ngilu. Sedangkan tanda-tanda withdrwal lainnya akan menyusul.

Untuk memenuhi kebutuhan akan narkoba, ia akan berbuat apa saja. Pertama kali untuk

memenuhi kebutuhan mendapatkan uang pembeli narkoba , baik dengan cara halus dan

memaksa. Untuk selajutnya jika dari keluarganyaa melakukan tindak pidana menipu, mencuri

atau melacurkan diri. Disamping berpengaruh terhadap individu sendiri, pemakaian narkoba juga

berpengaruh pulan bagi masyarakat luas.

Akibat-akibat adanya pemakain narkoba, seeorang yang tanda-tanda menjadi pecandu

narkoba, sebaiknya cepat-cepat dilakukan usaha-usaha yang maksimal. Dengan kata lain deteksi

disini sangatlah berguna. Makin cepat seeorang pecandu berobat, tentu makin cepat baru

berkenalan dengan narkoba dan pasokannya cukup, gejala- gejala khasya belum terlihat.

Gejala-gejala tersebut baru kelihatan jika pemakain sudah lama menggunakan atau

belum terjadi apa yang di sebut putus obat atau tersedatnya pasokan narkoba. Maka tak heran

jika lingkungan keluarga baru mengetahui korban/pemakain narkoba sudah memekainya narkoba

selama dua tahun. Deteksi disini untuk menolong pemakai narkoba untuk tidak sampai tahap

lebih lanjut, yaitu tahap ketergantugan.

Dari perubahan perilaku pemakai narkoba bisa dipakai sebagai alat dekteksi secara

disini misalnya prestasi belajar menurut, pola tidur berubah yakni bagi sulit dibangunkan, malam

suka tidur malam, selera makan rendah, enggan kontak mata atau menghindar dari pertemuan

dengan anggota keluarganya lainnya sering bersikap kasar, suka bebohong, suka membatah,

berani mencuri, bebicara pelo/kelat dan jalanya sempoyongan.

Selain itu ada perubahan kebiasaan yang biasanya penuh perhatian terhadap orang tua

(18)

pemakain narkoba membutuhkan tempat- tempat tersembunyi. Gejala spesifik baru kelihatan jika

mereka putus obat. Badanya akan terasa sakit, gelisah, kedinginan, menceret atau mual. Jika

pasokan narkoba berajalan lancar, berbeda-beda. Seorang yang sudah terlanjur menjadi pecandu

narkoba, akibat yang harus di tanggung olehnya sangat komplek.

Penyembuhan terhadap diri sendiri tidak hanya saja sekedar menghentikan

ketergantugan terhadap narkoba. Disamping meliputi terapi komplikasi medik, juga perlu

dilakukan rehabilitasi sosial, mental dan emosional, endukasional, spritual, intelektual dan

suvival skill yang dimiliki pecadu. Pendek kata untuk merehabilitasi seeorang yang terlanjur

menjadi pecandu memelukan biaya yang tidak sedikit.

Tahap detoksifikasi merupakan suatu tahapan untuk menghilangkan racun akibat

narkoba yang dikonsumsi oleh pemakaian narkoba dari dalam tubuhnya upaya ini dapat

dilakukan dengan cara menghentikan penggunaanya menguragi pemakain narkoba yang

dikonsumsi atau menggantikannya dengan yang obat lain yang mempunyai efek serupa, tetapi

kurang menimbulkan kenikmatan dan ketagihan.

Tahap rehabilitasi dilakukan rehabilitasi pada pemakai narkoba baik secara phisik dan

mental. Dalam tahap ini dokter, psycholong berusaha merehabilitasi secaa intepsip agar pemakai

narkoba sehat seperti semula. Rehabilitasi phisik ditujukan agar pemakai narkoba normal dalam

arti bisa berdiri sendiri, mempertahankan kemampuan atau keahilan yang dimilikinya.

Dengan kesibukan – kesibukan tersebut pemakai narkoba akan melupakan

ketergantugan pada narkoba. Kegiatan yang diberikan antara lain olahraga, kursus –kursus

ketrampilan untuk mereka sendiri setelah keluar dari panti –panti rehabilitasi. Rehabilitasi mental

(19)

Kegiatan ini dimaksudkan agar pemakai narkoba sadar bahwa dirinya sendiriya masih

memiliki masa depan. Tahap tindak lanjut tahap ini merupakan pembinaan khusus setelah

pemakai narkoba keluar dari panti rehabilitasi perawatan. Hal ini perlu kerja sama antara orang

tua, perkeja sosial dan lingkungan dimana pemakai narkoba tinggal.

Terapi terhadap kasus penyalahgunan narkoba narkoba, sering kali tidak membawa

hasil. Kadang – kadang justru pasien yang disembuhkan kembali ke panti rehabilitasi dalam

keadaaan lebih parah. Seorang yang sudah dinyatakan sembuh sering sekali kambuh karena

terpegaruh dengan lingkugan. Lingkugan. Lingkugan atau lingkaran gaul tak kalah penting

peranannya. Sekembalinya ke rumah setelah dirawat, mantan pemakai narkoba biasanya

mendapat telepon atau malahan kunjungan dari teman –temannya. Perlahan –pelahan mulai ada

pedekatan atau bujukan.

Bahkan tidak jarang pemaksaan dengan ancaman supaya membeli nyutik narkoba

serperti dulu lagi pula masa terpenting adalah bukan saat seseorang berada di tempat rehabilitasi.

Tetapi yang terpenting adalah apa yang terjadi setelah seorang keluar dari rehabilitasi. Karena

itulah upayah untuk menyembuhkan pemakain narkoba tidak hanya melalui pedekatan obat

tetapi perlu didukung oleh psikoterapi dan lingkugan.

Salah satu bentuk lingkungan yang tidak mendukung, suatu misal adalah bekas pemakai

narkoba tidak diterima masuk sekolah, sehingga ada gugatan dari mereka. Lalu untuk apa

mereka disembuhkan kalau akhirnya juga tidak diperbolehkan sekolah lagi. Sementara pihak

sekolah beralasan cukup masuk akal “ kalau dua junkies bertindak sebagai pegedar kami izikan

masuk sekolah, bisa –bisa hampir seluruh kelas terkena” ( Intisari, oktober 1999). Bahkan

belangkangan ini kecenderugan sekolah – sekolah menindak siswa –siswanya yang kedapatan

(20)

Untuk mengantisipasi hal tersebut, maka Departemen Pendidikan Nasioanal lewat

Dirjen Pendidikan Dasar dan menegah indra jati sidi menyatakan; pihakya akan segera membuat

peraturan tentang penangan siswa pecandu narkoba.

Dengan cara demikian, sekolah tidak begitu saja melepaskan tanggung jawabnya anak

didik yang mengkonsumsi narkoba, tetapi tetap harus mencarikan sekolah untuk si korban perlu

diketahi ada juga usaha untuk menyembuhkan pemakain atau pecandu narkoba dengan jalan

dimasukan dalam pesantren yang tidak mempuyai program rehabilitasi narkoba. Tetapi tidak

semua pecandu narkoba cocok dengan metode yang diterapkan di tempat/panti terhabilitasi.

Seseorang yang kurang kereligiusannya, bisa kabur kalau dimasukan ke pesantren yang

mempunyai program rehabilitasi.

Dalam kenyataannya memang angka ketergantugan obat jauh berlipat –lipat kali di

banding angka kesembuhan. Tetapi bermasa kerja panjang sehingga tidak perlu dipakai setiap

hari. Naloksone merupakan satu – satunya penawar untuk mengatasi orang yang mengalami

kelabihan dosis narkotika. Dengan cara yang sebelum krisis harganya Rp 25.000,00 per ampul,

naik secara bertahap sejak tahun 1998 menjadi Rp 35,000,00, kemudian Rp 75,000,00, kini

hargarnya Rp 135,000,00. Jika setiap pengobatan membutuhkan 4-5 ampul, maka kebutuhan

untuk nalosone sudah bisa dihitung.

Di Jakarta panti rehabilitasi mematok harga Rp 3, 000,000,00 per bulan jika dibutuhkan

minimal 6 bulan, maka untuk panti rehabilitasi sudah diperlukan Rp 18.000.000.00. tetapi bila

ternyata pengguna terinfeksi berbagai mikroorganisme gara –gara memakai jarum tidak steril,

bukannya tidak mungkin ia terkena.

Untuk mengobatinya perlu waktu satu bulan. Jika sehari perlu Rp 150.000.00 dalam

(21)

biayanya luar biasa sekali. Di RS Jantung Harapan Kita, harga protese katup jantung termurah

Rp 12.000.000.00 dan yang termahal Rp 35.000.000.00 Biaya operasinya untuksa satu katup di

kelas III Rp 30.000.000.00 sampai Rp 42.000.000.00 untuk VIP. Bila kedua katup perlu diganti,

harga katup dan biayanya dikalikan dua oleh karena itu, jangan pernah mencoba narkotika dan

psikotropika. Undang- undang psikotropika sangat membatasi pihak yang dapat memperoduksi

psikotropika, hal ini dalam hubunganya dengan masalah pengawasan. Berdasarkan pasal 5

undang- undang tersebut, psikotropika hanya dapat diproduksi oleh pabrik obat yang telah

memiliki izin sesuai dengan ketentuan peraturan perundang –undangan yang berlaku. Tidak

semua pabrik obat dapat memperoduksi psikotropika, akan tetapi hanya pabrik obat yang sesuai

dengan pasal 1 angka 2 undang – undang psikotropika saja yang diperbolehkan, yaitu pabrik obat

yang perusahaanya berbentuk badan hukum dan memiliki izin dari menteri kesehatan.

Perusahan yang berbadan hukum dimaksud adalah perusahaan yang berbadan hukum

dimaksud adalah perusahaan yang berbentuk perseroan terbatas sebagaimana diatur dalam

undang – undang No.1 tahun 1995 tentang perseroan terbatas. Selain itu juga koperasi termasuk

badan hukum dalam undang – undang No. tahun 1992 tentang perkoperasian. Mengapa pabrik

obat yang dapat memperoduksi harus berbadan hukum memang undang - undang psikotropika

tidak memberikan penjelasan mengenai hal tersebut, akan tetapi seharusnya memang berbadan

hukum karena menyangkut masalah tanggung jawab perusahaan apabila dibandingkan dengan

pabrik obat bukan badan hukum karena menyangkut masalah tanggung jawab perusahaan

apabila dibandingkan dengan pabrik obat bukan badan hukum misalnya berbentuk firma,

persekutuan yang berbadan hukum merupakan subjek hukum dipandang seperti manusia pada

(22)

Badan hukum mempunyai kekayaan tersendiri yang terpisah dengan harta kekayaan

pengurus, komisaris dan pemilik modal. Tanggung jawab pengurus terbatas tidak sampai kepada

harta pribadinya. Berbeda dengan perusahaan yang tidak berbadan hukum, para pengurus

tanggung jawabnya tidak terbatas pada perusahaan yang diurusnya melainkan sampai kepada

harta pribadinya.

Oleh karena itu perusahaan yang berbadan hukum kodisinya tampak lebih kuat dalam

arti perusahaan lebih besar termasuk segi pemodalanya maupaun tanggung jawabnya. Dari sini

memang lebih tepat alasanya perusahaan yang memproduksi psikotropika berbentuk badan

hukum. Untuk memproduksi psikotropika yang diperbolehkan di negara kita seperti diterangkan

diatas, pabrik obat wajib berpedoman pada pasal 7 undang – undang psikotropika. Perlu

diketahui ada dua syarat yang wajib dipenuhi dalam memproduksi psikotropika yaitu:

- Psikotropika yang diproduksi untuk diedarkan berupa obat.

- Psikotropika harus memenuhi standar dan/atau persyaratan farmakope indonesia

atau buku standar lainnya.

Mengenai syarat yang pertama yang harus diperhatikan, hasil produksi berbentuk obat

dan ini untuk diedarkan. Timbul pertanyaan bagaimana kalau hasil produksi psikotropika itu

tidak untuk diedarkan, apakah bentuknya juga berupa obat? Undang – undang sama sekali tidak

memberikan penjelasannya.

Namun demikian dapat dimengerti bahwa karena bukan untuk diedarkan saya kira

bentuknya bebas, bisa berupa obat atau berupa yang lainnya seperti bahan mentah, bahan

setengah jadi atau bahan jadi. Masalahnya karena tidak untuk diedarkan, artinya dipakai untuk

kepentingan sendiri pabrik obat dalam memproduksi psikotropika. Syarat yang kedua tersebut

(23)

farmakope indonesia. Yang dimaksud farmakope indonesia adalah buku teknis yang memuat

standar atau persyaratan mutu yang berlaku bagi setiap obat atau bahan obat yang digunakan di

indonesia.

Apabila buku standar teknis tersebut di dalamnya tidak terdapat atau belum diatur, maka

pabrik obat harus menggunakan buku farmakope yang dikeluarkan oleh negara lain atau bahan

internasional yang digunakan sebagai acuan dalam standar atau peryaratan mutu obat yang

menyangkut pemberian kemurnian, pemeriksaan kualitatif dan kuantitatif.

Kewajiban dalam memenuhi syarat memperoduksi psikotropika sebagiamana dimaksud

pada pasal 7 undang – undang no 5 tahun 1997 tidak dapat dikesampingkan begitu aja, sebab

kewajiban itu merupakan perbuatan pidana yang diancam dengan hukuman penjara dan disertai

dengan hukuman denda berdasarkan pasal 60 ayat 1 undang – undang tersebut. Untuk dapat

mengedarkan psikotropika diperluakan adanya pihak –pihak yang menjadi penyalur

psikotropika. Undang – undang no 5 tahun 1997 telah membatasi pihak – pihak yang dapat

menjadi penyalur psikotropika sebagiamana ditentukan pasal 12 ayat 1 jadi hanya ada tiga pihak

saja yang dapat menjadi penyalur barang tersebut. Kemudian kepada siapakah mereka itu dapat

menyalurkan psikotropika yang ada dalam kekuasaan.

Dalam pasal 12 ayat 2 undang – undang bersangkutan telah membatasi penyaluran

kepada pihak – pihak tertentu saja, 5 tahun 1997, bahwa psikotropika golongan 1 dilarang untuk

diproduksi, lalu masalahnya siapakah pihak yang menyalurkan karena psikotropika golongan 1

hanya dapat digunakan untuk kepentigan ilmu pengetahuan, maka dalam pasal 13 undang –

undang tersebut memperbolehkan lembaga penelitian atau lembaga pendidikan untuk

mengimpor, dapat menghubungi kepada pabrik obat dan pedagang besar farmasi dapat

(24)

dapat menerima penyaluran psikotropika karena undang – undang hanya dapat membatasi

kepada rumah sakit yang telah memiliki intalasi farmasi yang dapat memperoleh psikotropika

dari obat atau pedang besar farmasi.

B. Perumusan Masalah

1. Faktor - faktor apa saja penyebab peredaran Narkotika di kota Gunungsitoli ?

2. Bagaimanakah bentuk - bentuk Tindak Pidana Narkotika yang dilakukan oleh

mahasiswa di kota Gunungsitoli ?

3. Upayah Pemberatasan Tindak Pidana Narkotika yang dilakukan oleh Kepolisian Kota

Gunungsitoli

C. Tujuan & Manfaat Penulisan

Tujuan dan manfaat dari penulisan skripsi ini adalah :

1. Untuk mengetahui apa saja penyebab peredaran narkotika

2. Untuk mengetahui bagaimana Tindak Pidana Narkotika yang dilakukan oleh

mahasiswa di kota Gunung sitoli

D. Keaslian Penulisan

Judul ini tidak pernah ditulis oleh siapa pun dalam penulisan skripsi mahasiswa

falkultas hukum USU. Judul skripsi yang telah ada di perpustakaan Universitas Cabang Falkutas

Hukum adalah :

1. Rehabilitasi sebagai pengganti pemidanaan terhadap pencandu narkotika

2. Peranan lembaga rehabilitasi sosial korban narkotika ditinjau dari aspek hukum

perlindugan anak

(25)

4. Peranan gerakan anti narkoba indonesia dalam perlindugan korban narkoba di kalangan

remaja kota medan.

5. Penegakan hukum terhadap tindakan pidana memiliki, penyimpan dan atau membawa

psikotropika menurut Undang – undang No. 5/1997 ( penelitian di porles deli serdang)

E.Tinjauan kepustakaan

1. Pengertian Tindak Pidana Narkotika

Tindak Pidana Narkotika trasnasional yang dilakukan di luar batas teritorial dan

perluasan asas berlakunya hukum pidana atau yurisdiksi kriminal terhadap Tindak Pidana

Narkotika tersabut, merupakan dua masalah yang sangat strategis dalam penegakan hukum

pidana indonesia untuk melindungi kepetingan nasional, di samping tindak pidana tertentu

lain-lainya.

Kedua masalah tersebut sekalipun berbeda, tidak dapat dipisahkan satu sama lain

sehingga kepastian hukum mengenai status Tindak Pidana Narkotika trasnasional menurut

konversi wina 1988 dalam sistem hukum pidana indonesia, merupakan condition sine qua non

untuk membenarkan perluasan yurisdiksi kriminal di luar batas teritorial.

Kajian teoretik dalam menganalisis kedua masalah tersebut di atas mengunakan teori

locus delicti atau teori beberapa tempat tindak pidana . teori ini masih memelukan

pengembangan asas – asas perluasan yurisdiksi kriminal untuk dapat menjelaskan penerapan

yuridiksi kriminal terhadap warga negara asing yang melakukan Tindak Pidana Narkotika

trasnasional di luar batas teritorial dan berdampak terhadap kepentigan nasional RI.

Kajian perundang – undagan pidana indonesia terhadap kedua masalah tersebut,

(26)

hukum material dengan fungsi yang positif sehingga diharapkan dapat menuntut dan mengadili

terhadap Tindak Pidana Narkotika di luar batas teritorial tersebut.

Penegasan lingkup pembahasn mengenai status Tindak Pidana Narkotika trasnasional

dan perluasan asas berlakunya hukum pidana atau yuridiksi kriminal terhadap tindak pidana

tersebut meliputi istilah tindak pidana, istilah Tindak Pidana Narkotika trasnasional, dan istilah

perluasan asas berlakunya hukum pidana. Ketentuan lebih lanjut yang diperlukan bagi

penyusuran rencana kebutuhan tahunan psikotropika dan mengenal pelapor kegiatan yang

berhubugan dengan psikotropika diatur oleh menteri pemilikan psikotropika dalam jumlah

tertentu oleh wisatawan asing atau warga negara asing yang memasuki wilayah negara indnesia

dapat dilakukan sepanjang digunakan hanya untuk pengobatan dan kepentigan pribadi dan yang

bersangkutan harus mempunyai bukti bahwa psikotropika berupa obat dimaksud diperoleh secara

sah.

Perkembagan ilmu pengetahuan dan teknologi termasuk teknologi informasi yang

demikian pesat telah mengantarkan umat manusia pada kehidupan yang serba mudah. Dampak

positif kemajuan iptek telah merambat dalam hampir di setiap aspek kehidupan manusia. hampir

dalam setiap sisi kehidupan manusia dapat dirasakan sentuhan kemajuan iptek. Sisi positif

kemajuan iptek telah memberikan kehidupan yang lebih baik pada umat manusia namun

demikian, kemajuan iptek juga telah menimbulkan dampak negatif. Salah satu dampak negatif

kemajuan iptek adalah meningkatnya jumlah kejahatan yang terjadi di masyarakat baik secara

kualitas maupun secara kuantitas. Kemajuan iptek juga telah memungkinan setiap orang tidak

kecuali anak-anak dengan mudah mengakses segala bentuk informasi yang dapat berdampak

secara positif dan negatif. Dalam kondisi demikian, maka secara kriminologi setiap anggota

(27)

pelaku kejahatan, mengingat perkembagan masyarakat dan lingkugan yang demikian cepat juga

akan diikuti oleh perkembagan kejahatan. Mengingat dampaknya yang demikian, maka

perkembagan iptek juga berpotensi menempatkan anak sebagai korban terutama apabila proteksi

terhadap anak tidak memadai karena adanya perkembangan iptek tersebut. Karenanya anak tetap

harus mendapatkan perlindugan yang memadai dalam menikmati perkembagan iptek. Anak

sebagai generasi penerus harus dapat tumbuh dan berkmbang dengan ditunjang sarana dan

prasarana yang cukup dapat menopang kelangsungan hidupnya, sehingga pengembagan fisik dan

mentalnya dapat terindung dari berbagai gangguan dan marabahaya yang dapat mengancam

martabat dan intergeritas serta masa depannya. Tegasnya perlu perhatian dan sekaligus

pemikiran bahwa anak-anak adalah tunas harapan bangsa yang akan melajutkan eksistensi nusa

dan bangsa untuk selama-lamannya sehingga sudah seharusnya mereka menjadi tanggung jawab

kita bersama agar terhadap mereka senantisa dilakukan upaya-upaya dengan mendidik,

merawat,membina,memelihara, untuk meningkatkan kesejahteraannya, secara berkelanjutan dan

terpadu. Sesuai dengan kharakteristik yang ada pada anak-anak, mereka memerlukan perhatian

secara khusus, mengingat anak memiliki kharakteristik di mana kondisi fisik dan mental yang

belum matang. Jadi apabila anak melakukan kenakalan maka penanganan dan penyelesaian

dilakukan secara arif dan bijaksana, serta sejauh mungkin dihindarkan dari campur tangan sistem

peradilan tanpa mengabaikan penegakan hukum dan keadilan dalam rangka menjamin agar

penyelesaiannya dilakukan benar-benar untuk kesejahteraan anak yang bersangkutan, dan

kepentingan masyarakat terhadap anak yang telah melakukan kenakalan. Pada awalnya

penggunaan narkotika hanya diperuntukan bagi kepentigan pengobatan dan kepentigan ilmu

pengetahuan, namun kemudian banyak disalahgunakan. Perhatian terhadap penyalaguanaan

(28)

dan komples. Menurut Romli Atmasasmita, pemakaian narkotika secara terus-menerus dan tidak

terwasi akan menjerumuskan pemakaianya ke dalam kehidupan yang bersifat kontra produktif,

antra lain: malas belajar atau tidak dapat berkerja, destruktif, akhlak semakin runtuh, bersifat

asosial, dan melakukan kejahatan-kejahatan untuk memenuhi ketagihannya atas narkotika.

Akibat dari penyalagunaan narkotika dapat dirasakan segera dan dapat pula berakibat

menurutnya kondisi kesehatan setelah melewati jangka waktu tertentu. Misalnya penggunaan

marijuana yang dilakukan sekali-kali dapat berakibat langsung pada perkembangan kognitif dan

memori jangka pendek. Penggunaan obat jenis ini dalam jangka waktu tertentu dapat berdampak

negatif pada persepsi, reaksi dan koordinasi gerakan yang dapat mengakibatkan kecelakaan.

Hallucinoges dapat merusak persepsi, menggangu denyut jantung dan tekanan darah, serta dalam

jangka panjang dapat menyebabkan sistem syaraf depresi, kegelisahan, halusinasi visual dan

flasback. Cocaine dan Amphetamine mengakibatkan gemetar, dan mempercepat denyut jantung.

Dampak jangka panjangnya berupa mual-mual, tidak bisa tidur, kehilangan berat badan dan

depresi. Para pengguna heroin pada mulanya merasa mual, pernapasan terganggu, kulit kering,

gatal-gatal, bicara lambat dan daya mengakibatkan resiko yang serius dengan semakin

meningkatkan ketergantugan fisik dan psikologis, yang dapat berakibat pada overdosis akut dan

bahkan kematian yang disebabkan pada depresi pernapasan. Saat ini peningkatan jumlah

penyalaguanaan narkotika terutama yang dilakukan oleh anak-anak menunjukan angka yang

semakin mengkhawatirkan Data Badan Narkotika Nasional misalnya menunjukan bahwa selama

5 tahun terakhir, yaitu antara tahun 1998 sampai 2003, di indonesia dijumpai sebanyak 800 siswa

sekolah dasar, 700 siswa sekolah lanjutan tingkat pertama, serta 10.000 siswa sekolah menengah

umum telah terlibat dalam penyalagunaan narkotika. Laporan yang dicetak oleh kompas cyber

(29)

hidup bangsa, khususnya bagi kalangan generasi muda. Menurut laporan data tanggal 5 febuari

2001 menunjukan, bahwa dari dua juta pecandu narkotika dan obat-obat berbahaya, sembilan

puluhan persen 90% diantaranya adalah generasi muda, termasuk 25.000 mahasiswa. Data yang

lebih mutakhir juga menunjukan hal yang sama, dimana peningkatan jumlah tindak pidana

narkotika secara umum sudah sangat mengkhawatirkan. Peningkatan jumlah tindak pidana

narkotika secara umum dapat dilihat dari jumlah barang bukti narkotika yang disita aparat

kepolisian. Penyalahgunaan narkotika yang sangat fantastis prioritas penanganan yang memadai.

2. Teori Kriminologi Tentang Faktor-faktor Penyebab terjadinya Kejahatan.

Menurut urainan dr. Samsuridjal putauw mengandung heroin yang di dalam tubuh

akan diubah menjadi morfin. Apabila pemakaian heroin dihentikan dengan tiba-tiba , timbul

gejala putus obat. Gejala putus obat dapat ringan, tetapi juga dapat berat sehingga pemakain akan

mudah tergoda. Menurut penelitian di luar negeri keberhasilan mengatasi adiksi hanyala 35-60

persen. Oleh kerena itu mengatasi adiksi tidak hanya melalui pendekatan farmokologis, tetapi

perlu didukung oleh psikoterapi. Salah satu cara dengan pengobatan farmologis adalah

detoksifikasi cepat dengan menggunakan Nalokson/ Natreksen secara garis besar yang dilakukan

pada ditoksifikasi cepat ini adalah dengan cara penderita dianestasi serta pernapasan penderita

diatur dengan mesin. Untuk mempercepat pengeluaran obat diberikan suntikan nalokson dalam

dosis cukup besar. Karena penderita dalam pengaruh anestensi, maka penderita tidak akan

(30)

Penderita juga diberi obat diuretik, untuk meningkatkan pengeluaran opiat dalam tubuh.

Mungkin setelah bangun dari pengaruh anestesi, pederita masih mengalami gejala putus obat

ringan. Selanjutnya untuk pemeliharaan penderita diberi obat antagonis morfin dalam waktu

cukup lama. Bila penderita patuh meminum obat natralekson ini dia tak akan merasakan

kenikmatan bila mengkonsumsi morfin.

Syarat untuk melakukan detoksifikasi cepat adalah keadaan penderitan harus cukup baik

untuk menjalani anestensi. Dalam cari ini juga mengandung resiko dibandingkan dengan cara

konvensional yaitu resiko aspirasi dan gangguan jantung. Bila penderita memakai morfin lagi, ia

beresiko mengalami over dosis.

Cara lain adalah memberikan obat metadon yang bersifat opiat antagonis. Obat ini

diberikan secara oral dan dapat mengembalikan penderita ke kehidupan yang produktif. Karena

digunakan secara oral, maka cara ini dapat menghindarkan penderita dari resiko infeksi dan

penularan penyakit akibat penggunaan jarum suntik secara bersama. Pemberian metadon popurel

di amerika. Sekarang juga digunakan obat LAAM yang hampir serupa dengan metadon, tetapi

bermasa kerja panjang sehingga tidak perlu dipakai setiap hari. Tanaman candu berasal dari

timur tengah, yunani, romawi kuno. Karena dibawa oleh pendagang, tanaman tersebut menyebar

ke timur sampai india dan Cina.

Orang Mesir, Yunani Dan Eropa, mengenal candu untuk bersenang-senang. Tanaman

ini telah ribuan tahun dikenal, ada yang mencatat lebih kurang 4000 tahun yang lalu. Ia telah

dipergunakan sebagai obat penghilang nyeri selama kurang lebih 2000 tahun.

Penyebaran ke Cina pada abad ke delapan. Semula di Cina dipakai sebagai obat, tetapi

setelah ada pelarangan pemakaian tembakau oleh seorang kaisar Cina, dengan maksud

(31)

kebiasaan merokok candu, sehingga menjadi lebih parah. Pembesar Cina mengetahui bahayanya

pada tahun 1727.

Pemasukan dan pemakaian candu kemudian dilarang. Hukuman berat dijatuhkan kepada

pemakain candu seperti dimaksudkan ke penjara bawah tanah, bibir dipotong, dicekik dan

sebagainya. Pada abad 19 keadaan berubah, opium tidak lagi diselupkan dari Asia Kecil, Persia,

India, tetapi dimaksudkan sebagai obat, sebagai barang dagangan east indies company, yang

sebenarnya unuk membekali para pemadat. Dalam melakukan suatu kejahatan terkadang

pelakunya tidak sendirian akan tetapi melibatkan orang lain dengan cara berkerjasama yang

perananya, karena dalam rangka melaksanakan kejahatan, ada yang bertindak sebagai pelaku dan

ada yang bertindak sebagai pembantu masing – masing dengan perkejaan yang tidak sama.

Sebagai orang yang membantu kejahatan tidak bertindak langsung melakukan kejahatan, akan

tetapi fungsinya hanya memperlancar jalannya pelaksanaan kejahatan.

Adapun perbuatan medeplichting dalam membantu melakukan kejahatan misalnya

meminjami peralatan, memberi informasi meskipun ancaman pidana yang menakutkan tersebut

kurang atau tidak dipeerhatikan sebagian warga masyarakat. Belakangan ini banyak muncul

kasus – kasus psikotropika yang pelakunya baru mengenal psikotropika, hal ini terutama terjadi

di daerah. Pelaku mendapat psikotropika tidak banyak hanya satu dua butir saja yang beasal dari

kawan, atau ditawari dari seeorang yang tidak dikenal katanya untuk dicoba dulu. Kemudian

merekan bukan orang kaya keluarganya juga tidak kaya masalahya bagaimanan harus

menerapkan pidana tersebut, kalau memang yang dimiliki itu psiktropika golongan 1, sedang

perbuatan pidanya tergolong sederhana dan keadaan ekonominya lemah.

Untuk kasus – kasus yang pelakunya mengusai ekstasi puluhan, ratusan atau bahkan

(32)

mempunyai uang banyak dari hasil perdangangan itu, sudah dirasa tepat ancaman hukuman pasal

59 ayat 1 diterapkan. Sehubungan dengan ancaman pidana minimal tersebut, Prof. Dr. Barda

Nawawi Arief mengatakan, undang – undang psikotropika tidak memberikan petujuk

pelaksanaan tentang bagaimana menerapakan ancaman pidana minimal ini. Berbeda dengan

KUHP, di dalamanya terdapat petunjuk pelaksanaan ancaman pidana maksimal, di mana pidana

penjara yang dapat dijatuhkan tidak boleh melampaui ancaman maksimal dan minimal pidana

pejara satu hari. Selanjutnya beliau menambahkan, ancaman pidana minimal dapat disimpangi

manakala hukuman yang dijtuhkan benar – benar memberikan rasa keadilan. Apa dikatakan Prof.

Dr. Barda Nawawi Arief memang benar, tidak petunjuk pelaksanaan maupun penjelasan

mengenai penerapan terhadap ancanaman pidana minimal dan maksimal dalam undang - undang

psikotropika. Kami juga sependapat, walupaun undang - undang tersebut menentukan batas

minimal hukuman, akan tetapi batasan itu bukan harga mati. Masalahnya, hakim dalam tugasnya

mengadili suatu pekara bukan sebagai corong dari undang – undang yang hanya menyuarkan

bunyi ketentuan undang – undang. Di lain pihak hakim harus memeriksa kebenaran suatu pekara,

sedangkan putusannya harus mencerminkan keadilan. Kalau menurut kebenaran dan rasa

keadilan suatu kasus psikotropika tersebut hukumnnya di bawah minimal yang ditetapkan

undang – undang, maka hakim harus berani menerobos ketentuan undang – undang. Misalnya

dalam suatu kasus ada seeorang anak muda yang kerjanya baru beberapa bulan jadi tukang

parkir, suatu hari diberi dua butir pil eksetasi gratis dari orang lain. Dalam melakukan suatu

kejahatan terkadang pelakunya tidak sendirian akan tetapi melibatkan orang lain dengan cara

berkerjasama yang peranannya berbeda. Yang dimaksud berbeda perannya, karena dalam rangka

melasanakan kejahatan, ada yang bertindak sebagai pelaku dan ada yang bertindak sebagai

(33)

kejahatan, tidak bertindak langsung melakukan kejahatan, akan tetapi fungsinya hanya

memperlancar jalannya pelaksanaan kejahatan.

Adapun perbuatan mendeplichting dalam membantu melakukan kejahatan misalnya

meminjam peralatan, memberi informasi, menghalang-halangi pengejaran, dan sebagainya.

Perbuatan tersebut dilakukan sebelum pada saat kejahatan dilakukan, sebenarnya bukan hanya

dalam bentuk manteril, tetapi dalam bentuk moril pun dapat dilakukan. Bila bantuan itu

diberikan sesudah kejahatan itu dilakukan, maka perbuatan tersebut merupakan perbuatan

sekongkol atau tadah melanggar pasal 480 KUHP, atau peristiwa pidana yang tersebut dalam

pasal 221 KUHP. Dasar hukum orang yang membantu melakukan kejahatan adalah 56 KUHP

yang berbunyi barang siapa dengan sengaja membantu melakukan kejahatan.

F. Metode penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian adalah metode studi kepustakaan, pemilihan

metode ini karena penelitian yang telah dilakukan ditujukan untuk mengindentifikasi

permasalahan peran remaja dalam penanggulaan narkotika dengan mengacu pada literatur,

artikel – artikel dan bacaan antara lain:

1. Sumber Data dalam penulisan ini meliputi:

a. Bahan hukum Primer, yaitu Peraturan Perundang-undagan di bidang Kepegawaian,

yakni Undang-undang No. 39 Tahun 2009 tentang Narkotika hanya dapat disalurkan

oleh Industri Farmasi, pedagang besar Farmasi, dan sarana penyimpanan sediaan

(34)

b. Bahan hukum sekunder, yaitu bahan yang memberikan penjelasan mengenai hukum

primer, seperti hasil penelitian, hasil karya dari kalangan pakar hukum serta bahan

dokumen-dokumen lainnya yang berkaitan dengan Tindak pidana Narkotika

c. Bahan baku tertier, yaitu bahan hukum penunjang yang memberi petujuk dan

penjelasan terhadap bahan baku primer dan bahan hukum sekunder, seperti kamus

umum, kamus hukum, majalah/jurnal atau surat kabar sepanjang memuat informasi

yang relevan dengan materi penelitian ini.

2. Metode pengumpulan data

Metode pengumpulan data pada penelitian ini adalah menggunakan penelitian dengan

menggambarkan penulusuran kepustakaan yang berupa literature dan dokumen-dokumen

yang ada dibantu dengan data yang diperoleh di lapangan yang berkaitan dengan objek

penelitian ini. Sumber-sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah berupa:

a. Data Primer, yaitu data yang diperoleh langsung dari nara sumber, yaitu Porles nias

(Polisian Resort Nias) berserta pihak-pihak yang terkait dengan penelitian ini.

b. Data Sekunder, yaitu bahan-bahan kepustakaan hukum peraturan perundang-undangan

yang berlaku, serta dokumen-dokumen dan bahan- bahan kepustakaan yang berkaitan

dengan permasalahan yang diteliti.

3. Analisis Data

Analisis data yang digunakan dalam tesis ini adalah analisis data kualitatif yaitu

(35)

permasalahan dari penulisan ini. Semua data yang diperoleh disusun secara sistematis, diolah dan

diteliti serta dievaluasi dan diterjemahkan dengan metode untuk selanjutnya ditarik kesimpulan

dengan menggunakan metode pendekatan induktif dan deduktif, sehingga diharapkan akan

memberikan solusi atas permasalahan dalam penelitian ini

G. Sistematika Penulisan

Penulisan paper ini telah ditulis secara sistematika dan bisa diuraikan sebagai berikut :

1. Pada bab I berisi Pendahuluan yang meliputi Latar Belakang, Rumusan Masalah,

Tujuan Dan Manfaat, Metode Penelitian, dan Sistem Penulisan.

2. Pada bab II berisi tentang Faktor – faktor penyebab terjadinya peredaran Narkotika di

kota Gunungsitoli, Sejarah terjadinya Tindak Pidana Narkotika, Pengertian Narkotika

menurut UU No. 39 Thn 2009, Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Terjadinya

Pengedaran Narkotika.

3. Pada bab III berisi tentang Bentuk – bentuk Tindak Pidana Narkotika yang

Dilakukan Oleh Mahasiswa di Kota Gunungsitoli.

(36)

BAB II

FAKTOR – FAKTOR PENYEBAB TERJADINYA PEREDARAN NARKOTIKA DI KOTA GUNUNGSITOLI

A. Tentang Peredaran narkotika di Gunungsitoli

Seorang yang ada tanda – tanda menjadi pecandu narkoba, sebaiknya cepat – cepat

dilakukan usaha- usaha yang maksimal, dengan kata lain deteksi dini sangatlah berguna. Makin

cepat seseorang pecandu berobat, tentu makin cepat waktu pemulihannya. Kendalanya justru

dekteksi dini. Ketika baru berkenalan dengan narkoba dan pasokannya cukup, gejala – gejala

khasnya belum terlihat. Gejala- gejala tersebut baru kelihatan jika pemakai sudah lama

menggunakan belum terjadi apa yang di sebut putus obat atau tersedatnya pasokan narkoba.

Maka tak heran jika lingkugan keluarga baru mengetahui korban/pemakai narkoba sudah

memakainya narkoba selama dua tahun.

Deteksi dini untuk menolong pemakai narkoba untuk tidak sampai tahap yang lebih

lanjut, yaitu tahap ketergantugan. Dari perubahan perilaku pemakai narkoba bisa dipakai sebagai

alat deteksi secara dini. Misalnya prestasi belajar menurun, pola tidur berubah yakni pagi sulit

dibangunkan, malam suka tidur malam secara malam, selera makan rendah, enggan kontak mata

atau menghindari dari pertemuan dengan anggota keluarga lainnya sering bersikap kasar, suka

berbohong, suka membantah, berani mencuri, berbicara pelo/kelat dan jalanya sempoyongan.

Selain itu ada perubahan kebiasaan yang biasanya penuh perhatian terhadap orang tua atau

orang dekatnya menjadi acuh tak acuh. Anak suka berlama – lama di WC atau kamar mandi.

Karena pemakai narkoba membutuhkan tempat-tempat tersembuyi.

Gejala spesifik baru kelihatan jika kelihatan jika mereka putus obat. Badanya akan

(37)

keanehan baru terlihat selama dua tahun. Efek setiap narkoba berbeda-beda. Seorang yang sudah

terlanjur menjadi pecandu narkoba, akibat yang harus di tanggung olehnya sangat komplek.

Penyembuhan terhadap dirinya tidak hanya sekedar menghentikan ketergantugan terhadap

narkoba. Disamping meliputi terapi komplikasi medik, juga perlu dilakukan rehabilitasi sosial,

mental dan emosional, endukasional, spiritual, intelektual dan survival skill yang dimiliki

pecandu. Pendek kata untuk merehabilitasi seseorang yang terlajur menjadi pecandu memerlukan

biaya yang tidak sedikit.

Tahap ini merupakan pembinaan khusus setelah pemakai narkoba keluar dari panti

rehabilitasi perawatan. Hal ini perlu kerja sama antara orang tua, perkerja sosial dan lingkugan

dimana pemakai narkoba tinggal. Terapi terhadap kasus penyalagunaan narkoba, dalm kejahatan

di bidang psikotropika ada persoalan siapa yang menjadi korban dari kejahatan tersebut. Masalah

korban kejahatan dapat menjadi penting dalam suatu perkara pidana, karena korban dapat

menjadi saksi didepan persidangan pengadilan, untuk memberi keterangan apa saja yang dialami

sendiri, korban kejahatan adalah orang yang mengalami sendiri suatu peristiwa pidana, karena ia

yang memperoleh akibat langsung dari peristiwa tersebut berupa penderitaan fisik atau kerugiaan

harta benda. Oleh karena itu pasal 160 ayat 1 huruf KUHAP menetapkan, yang pertama didengar

keterangannya di persidagan adalah korban yang menjadi saksi. Meskipun demikian tidak semua

korban melihat kejadiannya, ada kemungkinan pada waktu kejadian berlangsung korban berada

di tempat lain, seperti dalam peristiwa pencurian pada waktu kejadian teryata korban tidak ada

dirumahnya karena sedang pergi ke luar kota.

Bagaimana halnya dengan korban kejahatan di bidang psikotropika ada sementara orang

yang mengatakan korban kejahatan ini tidak ada. Apakah benar pendapat ini, karena masih perlu

(38)

Untuk itu kiranya perlu diperhatikan kembali dari pembahasan yang lalu, bahwa di bidang

psikotropika teerdapat kejahatan yang menyangkut produksi , peredaraan , ekspor dan impor,

transito. Kejahatan – kejahatan seperti itu jelas ada pihak yang dirugikan, dalam hal ini adalah

negara karena tidak membayar pajak, otomatis mengurangi pemasuakan keungan negara.

Kemudian masih ada kejahatan di bidang psikotropika yang menyangkut label dan kemasan,

pengobatan dan rehabilitasi, disini yang menjadi korban adalah pasien adapun kejahatan yang

berbentuk penyalgunaan atau pemakain psikotropika adalah pelakunya sendiri.

Pelaku sekaligus menjadi korban kejahatan. Oleh karena dalam pekara psikotropika

yang kasusnya menyangkut persoalan pemilikan maupun penggunaan psikotropika, yang

didengar keterangannya sebagai saksi pertama di persindangan buku korban, pada umumnya

petugas yang melakukan penangkapan, karena korban adalah yang menjadi terdakwa. Salah satu

perbuatan dalm tindak pidana di bidang psikotropika adalah kejahatan dilakukan secara

terorganisasi.

Hal ini diatur dalam pasal 59 ayat 2 undang – undang psikotropika yang merupakan

unsur terpenting untuk dapat mengenakan hukuman terhadap dan terbatas kepada perbuatan –

perbuatan menggunakan, memproduksi mengedarkan, maupun tanpa hak memiliki, menyimpan

atau membawa psikotropika golongan I tersebut. Meskipun demikian untuk mengatakan bahwa

kejahatan itu dilakukan secara terorganisasi tampaknya memang tidak mudah. Karena yang

disebut terorganisasi ternyata di dalam undang – undang psikotropika tidak ada pengertian,

sehingga mempengaruhi penerapan pasal 59 ayat 2 undang – undang tersebut. Undang – undang

narkotika ternyata telah memberikan batasan terorganisasi, sebagaimana disebutkan dalam

(39)

terorganisasi adalah Tindak Pidana Narkotika tersebut dilakukan oleh sekelompok orang, secara

rapi, tertib, dan rahasia serta mempunyai jaringan nasional dan internasional.

Pengertian terorganisasi sangat jelas dan mudah diterapkan dalam pelaksanaanya.

Dengan adanya pengertian tersebut maka tidak akan kesulitan jika terjadi pelanggaran undang –

undang narkotika untuk menentukan apakah tindak pidana itu dilakukan secara terorganisasi atau

tidak, sehingga terdapat kepastian hukum. Undang – undang psikotropika lahirnya lebih dulu

daripada undang – undang narkotika karena undang – undang psikotropika diundangkan pada

tanggal 11 maret 1997 sedangkan undang – undang narkotika diundangkan pada tanggal 1

september 1997. Tetapi tampakanya para pembentuk undang – undang lupa memberi penjelasan

tentang perbuatan terorganisasi dalam undang – undang psikotropika, padahal kedua undang –

undang tersebut pembentuknya merupakan satu paket karena keduanya mempunyai tujuan yang

sama yaitu ingin menanggulangi penyalahgunaan segala bentuk obat – obatan yang akan

merusak diri seeorang. Untuk dapat menerapakan pasal 59 ayat 2 undang – undang psikotropika

memang perlu batasan yang jelas tentang perbuatan terorganisasi, supaya hakim tidak keliru

menerapkan hukum adalah dalam menjalankan tugasnya ketika mengadili perkara kejahatan

psikotropika.

Perkara pidana pelanggaran undang – undang psikotropika yang pernah diadili di

pengadilan negeri tangerang tahun 2003, antara lain perkara ang kim soei yang didakwa

melakukan perbuatan memproduksi dan mengedarkan ekstasi secara terorganisasi. Perkara ini

ternyata telah menggunakan batasan terorganisasi di dalam pertimbagan putusannya dengan

meminjam batasan terorganisasi di dalam undang – undang narkotika, dengan alasan undang –

(40)

Sehingga tidak alasan untuk tidak menghukum walaupun undang – undang psikotropika tidak

memberi penjelasan tentang apa yang dimaksud dengan perbuatan terorganisasi.

Dalam tingkat banding maupun tingkat kasasi, ternyata masalah pertimbangan tentang

batasan terorganisasi tidak dipersoalkan oleh pengadilan tinggi dan mahkamah agung. Meskipun

ini merupakan putusan pengadilan pengadilan, bukan berarti masalah batasan itu merupakan

persoalan yang selesai begitu aja karena sudah ada didalam praktik. Hakim memang mempunyai

kewenangan untuk mengisi kekosongan hukum apabila dalam undang – undang ketentuannya

tidak jelas, tetapi putusan hakim hanya mengikat pihak yang diadili saja.

Putusan hakim di negara kita tidak mengikat kepada hakim lain, karena walaupun

kasusnya sama belum tentu mempunyai pertimbangan sama dengan putusan – putusan yang

lebih dahulu dijatuhkan. Suatu saat, apabila undang – undang psikotropika ini mengalami

perubahan atau diganti, kiranya pembentuk undang –undang dapat lebih teliti dalam memberikan

pengertian terhadap istilah yang tergolong sangat penting dalam hubunganya dengan penjatuhan

hukuman. Dalam KUHP penjatuhan dua hukuman pokok tidak dimungkinkan, sehingga tidak

ada hukuman yang dijatuhkan berupa pidana penjara dan pidana denda, atau pidana seumur

hidup dan pidana penjara KUHP hanya menghendaki salah satu hukuman pokok saja.

Berbeda dengan kejahatan – kejahatan di luar KUHP, sebagi tindak pidana khusus,

hakim diperbolehkan untuk menghukum dua pidana pokok sekaligus, pada umumnya hukuman

badan pidana denda. Hukuman badan berupa pidana mati, pidana seumur hidup, atau pidana

penjara. Tujuanya agar pemindanaan itu memberatkan pelakunya supaya kejahatan dapat

ditanggulangi di masyarakat, karena tindak pidana di luar KUHP sifatnya sangat membahayakan

kepentingan bangsa dan negara. Undang – undang psikotropika memang mengatur hukuman

(41)

pidana mati, pidana seumur hidup, atau pidana penjara dan pidana denda. Sebagaimana telah

diketahui dalam bab 1 diatas, bahwa penyalagunaan psikotropika berakibat rusak masyarakat,

bangsa dan negara indonesia.

Ketentuan yang menyangkut penjatuhan hukuman kumulatif tersebut terdapat pada

pasal 59 ayat 2 undang – undang psikotropika dengan syarat kejahatan itu dilakukan secara

terorganisasi pada perbuatan memproduksi, mengedarkan, menggunakan, mengimpor, maupun

tanpa hak memiliki, menyimpan, membawa psikotropika golongan 1. Dalam pasal 59 ayat 2

tersebut telah ditentukan antara pidana badan dengan pidana denda terdapat kata dan sehingga

bagi hakim tidak ada alasan untuk menjatuhkan salah satu hukuman saja, harus kedua –

keduanya hakim terikat pada ketentuan tersebut untuk melasanakannya pada pekara yang

ditanganinya.

Permasalahnya apabila seorang terdakwa dalam perkara psikotropika dihukum dengan

pidana mati, apakah masih mungkin dijatuhi pidana denda ada seorang jaksa penuntut umum

pernah mempertanyakan, bagaimana eksekusi pidana denda kalau terdakwa telah di hukum mati.

Dengan kata lain bagaimana mungkin terdakwa yang sudah mati harus ditagih untuk membayar

denda untuk pemindanaanya tentu tidak ada masalah, berdasarkan pasal 59 ayat 2 tersebut hakim

dapat menjatuhkan hukuman pidana mati dan pidana denda. Sedangkan mengenai pelaksanaanya

harus dipertimbangkan bahwa sebaiknya jangan dulu eksekusi pidana mati baru eksekusi pidana

denda, akan tetapi eksekusi pidana denda kemudian eksekusi pidana mati, supaya pidana denda

dapat dibayar oleh terpidana.

Pada umunya pidana denda diberi alternatif oleh hakim sesuai KUHP, apabila pidana

denda itu tidak dibayar oleh terpidana maka diganti dengan pidana kurungan paling lama enam

(42)

hakim dalam mengeksekusi pidana denda hanya bertanya kepada terpidana tentang kesanggupan

memenuhi keputusan. Apabila tidak sanggup membayar atau menolak membayar, tinggal

mengganti dengan memasukan terpidana kurungan.

Kebanyakan para terpidana lebih memiliki pidana kurungan daripada membayar denda.

Dengan memilih masuk kurungan, menganggap denda yang wajib dibayar sudah lunas, padahal

besarnya denda puluhan juta, ratusan juta atau bahkana miliaran rupiah. Apabila dikaji kembali,

maksud dan tujuan penjatuhan pidana denda adalah untuk bukan sekedar untuk dinganti dengan

kurungan. Seharusnya pihak eksekutor dalam melakukan eksekusi pidana denda bersikap gigih

agar terpidana bersedia membayar.

Kejaksaan perlu menyelidiki harta kekayaan yang dimiliki oleh terpidana, kalau

terpidana memang mempunyai harta untuk dapat digunakan sebagai pembayaran pidana denda,

mengapa dengan menolak membayar harus dikurung, bukankah terpidana disuruh menjual dulu

harta kekayaannya. Pidana denda bila dibayar merupakan pemasukan negara. Apabila para

terpidana yang dihukum pidana denda mau membayar, akan banyak pemasukan negara dari

hukuman pidana tersebut. Dalam hukuman acara pidana KUHP memang terdapat kelemahan

dalam mengeksekusi pidana denda karena apabila terpidana menolak membayar pidana denda,

kejaksanaan tidak dapat berbuat apa – apa kecuali mengganti dengan pidana kurungan.

Kelemahan KUHP terletak pada tidak dikenalnya sita eksekusi dalam perkara pidana.

Kejaksanaan tidak memiliki wewenang untuk melakukan sita meskipun hakim

menjatuhkan pidana kepada terdakwa untuk membayar sejumlah uang. Sita setelah adanya

putusan hakim tidak ada. Sita hanya dikenal pada waktu tingkat penyidikan, yang tujuanya untuk

memperoleh barang bukti saja. Sedangkan sita tidak pernah diperhitungkan. Sebagai

(43)

Satu-satunya undang-undang tindak pidana korupsi yang baru. Hak oportunitas memang memiliki

oleh jaksa agung, namun selama ini hanya untuk mendeponeer perkara saja karena adan

hubungannya dengan kepetingan negera. Sebenarnya hak oportunitas tersebut di perluas bukan

hanya deponeer perkara saja, melainkan wewenang pada saat selesai perkara atau setelah ada

putusan hakim, misalnya hak oportunitas yang menyangkut pembayaran pidana denda. Karena

undang-undang tidak mengatur sita eksekusi, berdasarkan hak oportunitas hemat kami jaksa

agung dapat memerintah bawahanya untuk melakukan sita eksekusi guna pembayaran pidana

denda.

Tentu tindakan jaksa agung tersebut dapat dipertanggung jawabkan kepada hukum,

karena untuk kepetingan negara. Kembali kepada masalah semula tentang hukuman kumulatif

pidana mati dan pidana mati dan pidana denda. Dalam perkara pidana psikotropika dengan

terdakwa hanya dijatuhi hukuman pidana mati saja tanpa pidana denda meskipun terbukti

melakukan penggaran pasal 59 ayat 2 undang-undang psikotropika dengan pertimbagan karena

sudah dipidana mati sehingga tidak perlu lagi ada hukuman denda. Di tingkat banding maupun

tingkat kasasi terdakwa tersebut dihukum secara kumulatif, dengan pidana mati dan pidana

denda sejalan dengan ketentuan pasal tersebut.

B. Teori-teori penyebab terjadinya Kejahatan

Pertama kali psikotropika diatur dalam staatsblad 1949 nomor 419 tanggal 22 Desember

1949 tentang sterkwerkendegeneesmiddelen ordonantien yang kemudian diterjemahkan dengan

ordonans obat keras. Jadi pertama kali psikotropika tidak diatur tersendiri tetapi masih

Referensi

Dokumen terkait

tindak pidana penyalahgunaan narkotika yang dilakukan oleh anggota polisi di. wilayah hukum

Penyebab tindak pidana dapat digunakan sebagai langkah penanggulangan dan pencegahan tindak pidana baik preventif maupun represif, upaya ini bertujuan untuk

Pertimbangan hakim menjatuhkan pidana mati terhadap pelaku tindak pidana narkotika agar pelaku peredaran gelap narkotika tidak mempengaruhi tahanan lain yang tingkat

Kegiatan pengabdian Peran Hukum Pidana dalam Pemberantasan Tindak Pidana Narkotika di SMA Muhammadiyah 1 Karanganyar bertujuan untuk mencegah terjadinya tindak pidana

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dihasilkan kesimpulan bahwa pengaturan hukum pidana di Indonesia mengenai tindak pidana penyalahgunaan Narkotika secara

1. Untuk mengetahui penyebab anak di bawah umur melakukan tindak pidana narkotika. Untuk mengetahui sanksi Hukum Positif dan Hukum Islam dalam penyalahgunaan narkotika

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pembahasan mengenai permasalahan penegakan hukum yang dilakukan Badan Narkotika Nasional kota Gunungsitoli terhadap tindak pidana

Hasil penelitian ini dirumuskan bahwa faktor-faktor penyebab terjadinya tindak pidana pencucian uang dari hasil kejahatan narkotika oleh korporasi di Indonesia,