ABSTRAK
PENGARUH KOMBINASI EKSTRAK KOMPOS KULIT NANAS DAN UNSUR MIKRO TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI
TANAMAN SAWI(Brassica rapaL.)
Oleh
Intan Andriantini
Provinsi Lampung merupakan sentra produksi nanas utama di Indonesia. Beberapa pabrik industri pengolahan nanas terdapat di sana. Perkembangan industri nanas yang berdampak pada meningkatnya limbah yang menyebabkan pencemaran lingkungan serta dapat menimbulkan pemborosan sumberdaya. Hasil samping dari industri nanas adalah kulit nanas. Diduga dalam bahan kulit nanas tersebut terdapat senyawa yang berperan sebagai zat perangsang tumbuh tanaman.
Penelitian ini untuk mengetahui jenis ekstrak kompos kulit nanas terbaik hasil ekstraksi menggunakan air, asam sitrat, atau asam asetat yang diaplikasikan pada konsentrasi 75% dari ekstrak aslinya, yang dikombinasikan dengan beberapa unsur mikro yaitu Mangan (Mn), Seng (Zn), Besi (Fe), Boron (Bo), dan Tembaga (Cu) terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman sawi (Brassica rapaL.).
Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK). Perlakuan disusun secara faktorial 3x2 dengan 3 ulangan. Secara keseluruhan penilitian ini terdiri dari 18 satuan percobaan. Faktor pertama adalah jenis pengekstrak (P) untuk mengekstrak kompos kulit nanas yang terdiri dari air destilata konsentrasi 75% (P1), asam sitrat 2% dengan konsentrasi 75% (P2) dan asam asetat 0,01N dengan konsentrasi 75% (P3). Faktor kedua adalah tanpa pemberian unsur hara mikro (M0) dan pemberian unsur hara mikro (M1). Selanjutnya data yang diperoleh dirata-rata berdasarkan ulangannya, kemudian diuji homogenitas dan aditivitas dengan uji Bartlett dan uji Tukey dilanjutkan dengan analisis ragam. Perbedaan pengaruh perlakuan diuji dengan uji BNT pada taraf 5%.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengaruh interaksi jenis ekstrak kompos kulit nanas dan unsur mikro terbaik terjadi pada kombinasi ekstrak kompos kulit nanas hasil ekstraksi dengan asam asetat 0,01 N pada konsentrasi 75% dan diberi unsur mikro, seperti ditunjukkan oleh peningkatan produksi tanaman sawi tertinggi yang mencapai 44% dibandingkan dengan tanpa unsur mikro.
Intan Andriantini
ABSTRACT
THE INFLUENCE OF COMBINATION PINEAPPLE WASTE COMPOST EXTRACT AND MICRO NUTRIENTS ON THE GROWTH AND
PRODUCTION OF MUSTARD PLANT (Brassica rapaL.)
By
INTAN ANDRIANTINI
Lampung Province is central production of pineapple in Indonesia. Some of pineapple processing industrial factory found there. Pineapple industrial development that affect in increasing of waste that causes environment pollution h can evoke extravagance of resource. Result side from pineapple industrial is pineapple skin. Guessed in pineapple skin ingredient found compound that personate incentive substance grows plants.
Pineapple waste processing for prima facie agriculture is composted. That compost used direct as organic fertilizer. But it can also be done technology engineer to be made liquid organic fertilizer that is with extractor. Extras pineapple skin compost can be done by using several extractor kinds, like water, citrate and sour acetate. With extras supposed mobile substance as incentive grows plants found in pineapple skin can be taken. So that extract ingredient can be formulated liquid organic fertilizer. Several elements micro can be added into liquid organic fertilizer formulation supposed can give compound found in pineapple skin that guessed can increase plants growth. From thinking on, so it get study to make use pineapple skin waste as liquid organic fertilizer passes compost care of extras to support alternative fertilizer development at agriculture area in Indonesia, especially Lampung Province.
The aim of this research is to know the best pineapple skin’s compos extract by
(Zn), Iron (Fe), Boron (Bo), Copper (Cu) toward grow and production of mustard green plant (Brassica rapaL.).
This research was done by using random group plan and arrange as factorial (3x2) with 3 repetitions. This research consists of 18 effort units. The first factor is extractor kind (P) to extract compost of pineapple skin that consist of water distillate concentration 75% (P1), citrate 2% with concentration 75% (P2) and sour acetate 0,01 N with concentration 75% (P3). Second factor is without element gift hara micro (M0) and element hara micro (M1). Furthermore data that got average based on the repetition, then tested homogeneity and aditivity with Bartlett test and turkey test, continued with analysis kind. Treatment influence difference is tested with test BNT in standard 5%.
This research result shows that pineapple skin’s compost extract kind interaction influence and element of the best micro happen in resulting of pineapple skin’s
compost extract combination extras sourly acetate 0,01 N in concentration 75% and given element micro, like showed by highest mustard green plants product increase that achieves 44% compared without element micro.
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Provinsi Lampung merupakan daerah penanaman nanas utama di Indonesia
dengan luas areal kurang lebih 26,421 Ha, yang mempunyai beberapa pabrik
pengolahan nanas. Perkembangan industri nanas yang meningkat mengakibatkan
hasil limbahnya juga meningkat. Contohnya, industri pengolahan nanas di GGP
(Great Giant Pineaple) dapat menghasilkan 60-80 ton buah nanas dalam satu
hektar per tahun (Rosyidah, 2010). Seluruh buah nenas yang dipanen diproses
menjadi beberapa produk olahan nenas. Dari setiap 1 ton buah nenas bisa diproses
menjadi 81% nenas kaleng dan sisanya adalah limbah berupa kulit nenas. Potensi
limbah ini cukup besar, apabila dapat dimanfaatkan menjadi produk yang dapat
memberikan nilai tambah. Tetapi apabila hasil limbah tersebut tidak
didayagunakan, akan menyebabkan pencemaran lingkungan serta dapat
menimbulkan pemborosan sumberdaya.
Pabrik pengolahan nanas di Provinsi Lampung, umumnya memanfaatkan limbah
kulit buah nanas sebagai campuran pakan ternak dalam bentuk silase. Selain itu
limbah kulit nanas juga digunakan sebagai pupuk padat untuk pertanaman nanas
alkaloid atau hormon yang diduga berperan sebagai zat perangsang tumbuh
tanaman.
Untuk dapat memanfaatkan limbah kulit nanas, diperlukan sentuhan teknologi
agar hasil yang diperoleh dapat dimanfaatkan maksimal. Salah satu teknik yang
digunakan adalah ekstraksi limbah kulit nanas tersebut. Pertama-tama dilakukan
pengomposan terhadap kulit nanas, kemudian dilakukan ekstraksi kompos
tersebut. Dengan ekstraksi diharapkan senyawa aktif yang terdapat dalam kulit
nanas dapat terambil, sehingga bahan ekstrak tersebut dapat diformulasikan
menjadi sejenis pupuk organik cair yang selanjutnya diaplikasikan ke tanaman.
Unsur mikro dapat ditambahkan ke dalam formulasi pupuk cair tersebut, yang
diharapkan dapat berkombinasi dengan senyawa aktif yang terdapat dalam kulit
nanas, yang diduga dapat meningkatkan pertumbuhan tanaman (Heddy, 1986
dalamSahran, 1990). Sutejo (2008), menyatakan bahwa tidak lengkapnya unsur
hara makro dan mikro dapat mengakibatkan hambatan bagi pertumbuhan dan
perkembangan tanaman serta berpengaruh langsung terhadap produksi tanaman.
Dari pemikiran di atas, perlu kajian sistematis untuk memanfaatkan limbah kulit
nanas yang potensinya sangat besar untuk diformulasikan menjadi pupuk organik
cair alternatif, melalui teknik pengomposan dan ekstraksi kompos limbah kulit
nanas tersebut.
Dengan kombinasi pemberian unsur mikro ke dalam ekstrak kompos kulit nanas
diharapkan dapat menyempurnakan manfaat formula pupuk organik cair tersebut.
3
kompos kulit nanas yang dikombinasikan dengan pemberian unsur mikro
diaplikasikan pada tanaman sawi(Brassica rapaL.).
B. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui jenis ekstrak kompos kulit
nanas terbaik hasil ekstraksi menggunakan air, asam sitrat, atau asam asetat yang
diaplikasikan pada konsentrasi 75% dari ekstrak aslinya, yang dikombinasikan
dengan beberapa unsur mikro yaitu Mangan (Mn), Seng (Zn), Besi (Fe), Boron
(Bo), dan Tembaga (Cu) terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman sawi
(Brassica rapaL.).
C. Kerangka Pemikiran
Dalam arti luas, pupuk adalah suatu bahan yang digunakan untuk memperbaiki
sifat fisik, kimia atau biologi tanah sehingga menjadi lebih baik bagi pertumbuhan
tanaman. Dalam arti khusus, pupuk adalah bahan yang mengandung satu atau
lebih hara utama tanaman (N, P dan K) untuk memasok kekurangan hara tersebut
dalam tanah.
Kompos merupakan suatu lapukan bahan organik yang berasal dari perombakan
bahan organik segar oleh aktivitas mikroba tanah. Selama proses perombakan
bahan organik tersebut, mikroba tanah memproduksi berbagai macam metabolit
yang terakumulasi dalam lapukan yang matang (Lynch, 1983). Kompos dapat
diekstrak untuk mengambil unsur hara dan senyawa aktif lain dalam kompos yang
Kulit nanas mengandung karbohidrat dan gula yang cukup tinggi. Menurut
Wijana, dkk (1991), kulit nanas mengandung 81,72 % air; 20,87 % serat kasar;
17,53 % karbohidrat; 4,41 % protein dan 13,65 % gula reduksi. Selain itu kulit
nanas diperkirakan juga mengandung senyawa aktif berupa alkaloid atau hormon
yang terkandung dalam buah nanas yang diduga tergolong zat perangsang tumbuh
tanaman.
Alkaloid adalah golongan senyawa basa bernitrogen yang kebanyakan
heterosiklik dan terdapat di tetumbuhan, dengan daun-daunan yang berasa sepat
dan pahit.
Ekstraksi adalah pemindahan zat terlarut (solut) di antara dua pelarut yang tidak
saling bercampur (Nur dan Adijuana, 1989).Menurut Pursegloveet al. (1981),
bahan yang akan diekstraksi sebaiknya berukuran seragam untuk mempermudah
kontak antara bahan dengan pelarut sehingga ekstraksi berjalan dengan baik.
Semakin besar volume pelarut yang digunakan untuk proses ekstraksi, semakin
tinggi pula rendemen yang dihasilkan (Sinaga, 1998).
Wati (2011), melakukan ekstraksi kompos kulit nanas dengan menggunakan tiga
jenis pengekstrak yang bersifat netral dan bersifat asam, yaitu air (H2O), asam
sitrat (C6H8O7), dan asam asetat (CH3COOH). Air digunakan karena air
merupakan pengekstrak yang umum dimana ekstraksi dengan menggunakan air
dapat menghindari terjadinya kerusakan bentuk polimer metabolit yang mengubah
sifat dan prilaku realtivitasnya seperti ekstraksi dengan menggunakan asam kuat
5
yang sedang, yang mampu mengikat senyawa organik dan senyawa lain yang
dapat tersedia bagi tanaman. Asam asetat digunakan sebagai pengekstrak karena
asam asetat merupakan pengekstark yang lebih kuat untuk mengikat
senyawa-senyawa organic yang dibutuhkan oleh tanaman. Ekstrak kompos kulit nanas
yang diolah diaplikasikan pada tanaman sawi(Brassica rapaL.)dengan berbagai
konsentrasi.Hasilnya adalah ekstrak kompos kulit nanas yang diencerkan menjadi
konsentrasi 75% dari ekstrak aslinya, memberikan pengaruh terbaik terhadap
produksi tanaman sawi.
Unsur mikro utama yang berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman antara lain
adalah Mangan (Mn), Seng (Zn), Besi (Fe), Boron (Bo), dan Tembaga (Cu).
Tetapi belum banyak pupuk yang diformulasikan dengan pemberian unsur mikro.
Jika ekstrak kompos kulit nanas tersebut dikombinasikan dengan pemberian unsur
mikro, dimungkinkan memformulasi pupuk organik cair yang lengkap, yang jika
diaplikasikan pada tanaman akan meningkatkan pertumbuhan dan produksi
tanaman.
Tanaman sawi(Bassica rapaL.), merupakan tanaman sayuran yang mudah
dikembangkan dan disukai oleh banyak kalangan karena bernilai gizi tinggi
seperti protein, lemak, karbohidrat, Vit A, B, dan C (Rukmana, 2007). Selain itu
tanaman ini sangat potensial untuk dikembangkan secara komersial dan
D. Hipotesis
Hipotesis yang diajukan pada penilitian ini adalah sebagai berikut:
1. Ekstrak kompos kulit nanas dengan pengekstrak asam asetat 0,01 N yang
diaplikasikan pada konsentrasi 75% dari konsentrasi aslinya lebih baik
daripada pengekstrak lain dalam mempengaruhi pertumbuhan tanaman
sawi.
2. Ekstrak kompos kulit nanas yang dikombinasikan dengan unsur mikro
lebih baik dibandingkan dengan ektrak kompos kulit nanas tanpa unsur
mikro dalam mempengaruhi pertumbuhan tanaman sawi.
3. Ekstrak kompos kulit nanas dengan pengekstrak asam asetat 0,01 N yang
diaplikasikan pada konsentrasi 75% dari konsentrasi aslinya dan
dikombinasikan dengan unsur hara mikro merupakan kombinasi terbaik
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Bahan Baku Kulit Nanas dan Pengomposannya
Nanas berasal dari Brasil. Di Indonesia, nanas ditanam di kebun-kebun,
pekarangan, dan tempat-tempat lain yang cukup mendapat sinar matahari pada
ketinggian 1-1300 m dpl.
Klasifikasi ilmiah nanas adalah: Kerajaan :Plantae
Ordo :Poales
Family :Bromeliaceae
Genus :Ananas
Species :A. Comosus
Nanas merupakan tanaman buah yang selalu tersedia sepanjang tahun. Herba
tahunan atau dua tahunan, tinggi 50-150 cm, terdapat tunas merayap pada bagian
pangkalnya. Daun berkumpul dalam roset akar dan pada bagian pangkalnya
melebar menjadi pelepah. Helaian daun bentuk pedang, tebal, liat, panjang 80-120
cm, lebar 2-6 cm, ujung lancip menyerupai duri, tepi berduri tempel yang
membengkok ke atas, sisi bawah bersisik putih, berwarna hijau atau hijau
kemerahan. Bunga majemuk tersusun dalam bulir yang sangat rapat, letaknya
terminal dan bertangkai panjang. Buahnya buah buni majemuk, bulat panjang,
berdaging, berwarna hijau, jika masak warnanya menjadi kuning. Buah nanas
rasanya enak, asam sampai manis. Bijinya kecil, seringkali tidak jadi. Buahnya
diberi gula, dibuat selai, atau dibuat sirop. Buah nanas juga dapat digunakan untuk
memberi citarasa asam manis, sekaligus sebagai pengempuk daging. Daunnya
yang berserat dapat dibuat benang ataupun tali. Tanaman buah nanas dapat
diperbanyak dengan mahkota, tunas batang, atau tunas ketiak daunnya.
Buah nanas mengandung vitamin (A dan C), kalsium, fosfor, magnesium, besi,
natrium, kalium, dekstrosa, sukrosa (gula tebu), dan enzim bromelain. Bromelain
berkhasiat antiradang, membantu melunakkan makanan di lambung, mengganggu
pertumbuhan set kanker, menghambat agregasi platelet, dan mempunyai aktivitas
fibrinolitik. Kandungan seratnya dapat mempermudah buang air besar pada
penderita sembelit (konstipasi). Daun mengandung kalsium oksalat dan pectic
substances(Rosyidah, 2010).
Berdasarkan kandungan nutriennya, ternyata kulit buah nanas mengandung
karbohidrat dan gula yang cukup tinggi. Menurut Wijana, dkk (1991) kulit nanas
mengandung 81,72% air; 20,87% serat kasar; 17,53% karbohidrat; 4,41% protein
dan 13,65 % gula reduksi. Mengingat kandungan karbohidrat, gula, dan protein
yang cukup tinggi, maka kulit nanas memungkinkan untuk dimanfaatkan sebagai
bahan baku pembuatan pupuk melalui proses pengomposan. Selain itu, kulit nanas
diperkirakan mengandung senyawa alkaloid.
Alkaloid adalah sebuah golongan senyawa basa bernitrogen yang kebanyakan
heterosiklik dan terdapat di tetumbuhan. Fungsi alkaloid sendiri dalam tumbuhan
sejauh ini belum diketahui secara pasti, beberapa ahli pernah mengungkapkan
9
penyakit, pengatur tumbuh, atau sebagai basa mineral untuk mempertahankan
keseimbangan ion (Mustikawati, 2006).
Beberapa pendapat mengenai kemungkinan peran alkaloid dalam tumbuhan
sebagai berikut:
1. Alkaloid berfungsi sebagai hasil buangan nitrogen seperti urea dan asam urat
dalam hewan (salah satu pendapat yang dikemukan pertama kali, sekarang tidak
dianut lagi).
2. Beberapa alkaloid mungkin bertindak sebagai tandon penyimpanan nitrogen
meskipun banyak alkaloid ditimbun dan tidak mengalami metabolisme lebih
lanjut meskipun sangat kekurangan nitrogen.
3. Pada beberapa kasus, alkaloid dapat melindungi tumbuhan dari serangan parasit
atau pemangsa tumbuhan. Meskipun dalam beberapa peristiwa bukti yang
mendukung fungsi ini tidak dikemukakan, mungkin merupakan konsep yang
direka-reka dan bersifat ‘manusia sentris’.
4. Alkaloid dapat berlaku sebagai pengatur tumbuh, karena dari segi struktur,
beberapa alkaloid menyerupai pengatur tumbuh. Beberapa alkaloid
merangasang perkecambahan yang lainnya menghambat.
5. Semula disarankan oleh Liebig bahwa alkaloid, karena sebagian besar bersifat
basa, dapat mengganti basa mineral dalam mempertahankan kesetimbangan ion
dalam tumbuhan.
Salah satu pemanfaatan limbah organik adalah dengan cara dibuat pupuk kompos.
Pupuk kompos adalah pupuk organik yang dibuat melalui proses pengomposan.
menambah kesuburan tanah, dapat memperbaiki struktur tanah menjadi gembur,
mempertinggi kemampuan menahan air dalam tanah, memperbaiki drainase dan
tata ruang udara tanah, dan mempertinggi daya ikat tanah terhadap unsur hara
tanaman sehingga memberikan kesuburan pada tanaman.
Pengomposan yang diterapkan pada penelitian ini adalah pengomposan secara
aerobik. Sebanyak 300 kg limbah industri kulit nanas dimasukkan ke dalam
kantong plastik yang dilubangi. Sebelum pengomposan ditambahkan starter
inokulan EM4 dengan dosis 250 ml per 7 liter air dalam tiap 75 kg bahan baku
kompos dan starterpupuk NPK Phonska (15-15-15) dengan dosis 1 kg per 75kg
bahan baku kompos. Kelembaban bahan yang dikomposkan dipertahankan pada
kondisi sedang. Bahan baku kompos diaduk secara berkala dan dibiarkan selama
2-3 bulan sampai membusuk menjadi kompos.
B. Pengekstrak
Ekstraksi adalah peristiwa pemindahan zat terlarut (solut) di antara dua pelarut
yang tidak saling bercampur (Nur dan Adijuana, 1989).Ekstraksi dapat dilakukan
dengan beberapa jenis pengekstrak, antara lain :
1. Air (H20)
Air adalah pelarut yang kuat melarutkan banyak jenis zat kimia. Zat-zat yang
bercampur dan larut dengan baik dalam air (misalnya garam-garam) disebut
sebagai zat-zat hidrofilik (pencinta air), dan zat-zat yang tidak mudah tercampur
dengan air (misalnya lemak dan minyak), disebut sebagai zat-zat hidrofobik
11
tersebut menandingi kekuatan gaya tarik-menarik listrik (gaya intermolekul
dipol-dipol) antara molekul-molekul air. Jika suatu zat tidak mampu menandingi gaya
tarik-menarik antar molekul air, molekul-molekul zat tersebut tidak larut dan akan
mengendap dalam air. Ekstraksi dengan menggunakan air dapat menghindari
terjadinya kerusakan bentuk polimer metabolit yang mengubah sifat dan prilaku
realtivitasnya seperti ekstraksi dengan menggunakan asam kuat atau alkali
(Lynch, 1983).
2. Asam Sitrat (C6H807)
Asam sitrat merupakan asam organik lemah yang ditemukan pada daun dan buah
tumbuhan genus Citrus (jeruk-jerukan). Senyawa ini merupakan bahan pengawet
yang baik dan alami, selain digunakan sebagai penambah rasa masam pada
makanan dan minuman ringan. Dalam biokimia, asam sitrat dikenal sebagai
senyawa antara dalam siklus asam sitrat, yang penting dalam metabolisme
makhluk hidup, sehingga ditemukan pada hampir semua makhluk hidup. Zat ini
juga dapat digunakan sebagai zat pembersih yang ramah lingkungan dan sebagai
antioksidan.
Asam sitrat terdapat pada berbagai jenis buah dan sayuran, namun ditemukan
pada konsentrasi tinggi, yang dapat mencapai 8% bobot kering, pada jeruk lemon
dan limau (misalnya jeruk nipis dan jeruk purut). Keasaman asam sitrat
didapatkan dari tiga gugus karboksil COOH yang dapat melepas proton dalam
larutan. Jika hal ini terjadi, ion yang dihasilkan adalah ion sitrat. Sitrat sangat baik
digunakan sebagai larutan penyangga untuk mengendalikan pH larutan. Ion sitrat
sitrat dapat mengikat ion-ion logam dengan pengkelatan, sehingga digunakan
sebagai pengawet dan penghilang kesadahan air.
3. Asam Asetat (CH3COOH)
Asam asetat, asam etanoat atau asam cuka adalah senyawa kimia asam organik
yang dikenal sebagai pemberi rasa asam dan aroma dalam makanan. Asam asetat
murni (disebut asam asetat glasial) adalah cairan higroskopis tak berwarna, dan
memiliki titik beku 16.7°C. Asam asetat merupakan salah satu asam karboksilat
paling sederhana, setelah asam format. Asam dikatakan asam yang lebih kuat
apabila ia memiliki nilai Ka yang lebih besar dan pKa yang lebih kecil. Asam
sitrat memiliki nilai (pKa) 4,04 sedangkan asam asetat memiliki nilai keasaman
(pKa) sebesar 4,76 pada suhu 25oC. Larutan asam asetat dalam air merupakan
sebuah asam lemah, artinya hanya terdisosiasi sebagian menjadi ion H+ dan
CH3COO.Menurut Stevenson (1982) ekstraksi menggunakan asam lemah asetat
dapat mengekstrak bahan organik sampai dengan 55%.
Asam asetat cair adalah pelarut protik hidrofilik (polar), mirip seperti air dan
etanol. Asam asetat memiliki konstanta dielektrik yang sedang yaitu 6.2, sehingga
ia bisa melarutkan baik senyawa polar seperi garam anorganik dan gula maupun
senyawa non-polar seperti minyak dan unsur-unsur seperti sulfur dan iodin. Asam
asetat bercampur dengan mudah dengan pelarut polar atau nonpolar lainnya
seperti air, kloroform dan heksana. Sifat kelarutan dan kemudahan bercampur dari
asam asetat ini membuatnya digunakan secara luas dalam industri kimia (Marshal
13
C. Unsur Hara Mikro
Dalam pertumbuhan dan perkembangan tanaman, selain unsur hara makro,
tanaman juga membutuhkan unsur hara mikro, meskipun dalam jumlah yang
kecil. Sutejo (2008) menyatakan bahwa tidak lengkapnya unsur hara makro dan
mikro dapat mengakibatkan hambatan bagi pertumbuhan dan perkembangan
tanaman serta berpengaruh langsung terhadap produktivitas tanaman. Berikut
beberapa unsur hara mikro yang dibutuhkan untuk menunjang pertumbuhan dan
perkembangan tanaman :
1. Mangan (Mn)
Diserap/diambil oleh tanaman dalam bentuk Mn2+.
Fungsi unsur hara mangan (Mn) bagi tanaman adalah:
1. Diperlukan oleh tanaman untuk membentuk protein dan vitamin terutama
vitamin C.
2. Berperan penting dalam mempertahankan kondisi hijau daun pada daun yang
tua.
3. Berperan sebagai enzim feroksidase dan sebagai activator macam-macam
enzim.
4. Berperan sebagai komponen penting untuk lancarnya proses asimilasi.
Kekurangan mangan dapat menyebabkan pertumbuhan tanaman menjadi kerdil,
terutama pada tanaman holtikultura seperti sayuran. Sumber-sumber mangan
batuan mineral rhodochrosit MnCO3, sisa-sisa tanaman dan lain-lain bahan
organik.
2. Seng (Zn)
Diserap/diambil oleh tanaman dalam bentuk Zn2+
Fungsi unsur hara seng (Zn) bagi tanaman adalah:
1. Dalam jumlah yang sangat sedikit dapat berperan dalam mendorong
perkembangan pertumbuhan.
2. Diperkirakan persenyawaan Zn berfungsi dalam pembentukan hormone
tumbuh (auxin) dan penting bagi keseimbangan fisiologis.
3. Berperan dalam pertumbuhan vegetative dan pertumbuhan biji/buah
Kekurangan seng menyebabkan daun berwarna kuning atau kemerahan, daun
berlubang, mongering bahkan bias mati. Seng (Zn) dalam tanah terdapat dalam
bentuk: Sulfida ZnS, Calamine ZnCO3
3. Besi (Fe)
Diserap/diambil oleh tanaman dalam bentuk Fe2+dan Fe3+.
Fungsi unsur hara besi (Fe) bagi tanaman adalah:
1. Zat besi penting bagi pembentukan hijau daun (klorofil)
2. Berperan penting dalam pembentukan karbohidrat, lemak dan protein.
3. Zat besi terdapat dalam enzim Catalase, Peroksidase, Prinodic hidroginase
15
Kekurangan zat besi akan menyebabkan daun berwarna kuning kemudian
berguguran. Sumber-sumber besi adalah: batuan mineral Klorit dan biotit,
sisa-sisa tanaman dan lain-lain bahan organik.
4. Boron (Bo)
Fungsi unsur hara boron (Bo) bagi tanaman adalah:
1. Boron dapat membawa karbohidrat keseluruh jaringan tanaman
2. Boron juga bermanfaat dalam proses mempercepat penyerapan kalium
3. Berperan pada pertumbuhan tanaman khususnya pada bagian yang masih
aktif
4. Boron juga dapat meningkatkan kualitas produksi sayuran dan buah-buahan.
5. Tembaga (Cu)
Diserap/diambil oleh tanaman dalam bentuk Cu2+
Fungsi unsur hara tembaga (Cu) bagi tanaman adalah:
1. Diperlukan dalam pembentukan enzim tanaman sepertiAscorbic acid
oxydase, Lacosa, Butirid Coenzim A. dehidrosenam
2. Berperan penting dalam pembentukan hijau daun (klorofil)
Kekurangan tembaga pada media tanam akan menyebabkan ujung daun layu
kemudian mati. Sedangkan ranting-rantingnya berubah warna pula menjadi coklat
D. Tanaman Sawi(Brassica rapa)
Sawi bukan tanaman asli Indonesia, menurut asalnya di Asia. Karena Indonesia
mempunyai kecocokan terhadap iklim, cuaca dan tanahnya sehingga
dikembangkan di Indonesia ini.
Klasifikasi Botani tanaman sawi adalah: Divisi : Spermatophyta.
Subdivisi : Angiospermae. Kelas : Dicotyledonae.
Ordo : Rhoeadales (Brassicales). Famili : Cruciferae (Brassicaceae). Genus : Brassica.
Spesies : Brassica rapa.
1. Syarat Tumbuh
Tanaman sawi dapat tumbuh baik di tempat yang berhawa panas maupun berhawa
dingin, sehingga dapat diusahakan dari dataran rendah maupun dataran tinggi.
Meskipun demikian pada kenyataannya hasil yang diperoleh lebih baik di dataran
tinggi.
Daerah penanaman yang cocok adalah mulai dari ketinggian 5 meter sampai
dengan 1.200 meter di atas permukaan laut. Namun biasanya dibudidayakan pada
daerah yang mempunyai ketinggian 100 meter sampai 500 meter dpl.
Tanaman sawi tahan terhadap air hujan, sehingga dapat di tanam sepanjang tahun.
Pada musim kemarau yang perlu diperhatikan adalah penyiraman secara teratur.
Berhubung dalam pertumbuhannya tanaman ini membutuhkan hawa yang sejuk.
17
ini juga tidak senang pada air yang menggenang (Arif, 1990). Dengan demikian,
tanaman ini cocok bils di tanam pada akhir musim penghujan.
Tanah yang cocok untuk ditanami sawi adalah tanah gembur, banyak
mengandung humus, subur, serta pembuangan airnya baik. Derajat kemasaman
(pH) tanah yang optimum untuk pertumbuhannya adalah antara pH 6 sampai pH7
(Margiyanto, 2007).
2. Budidaya Tanaman Sawi
Cara bertanam sawi sesungguhnya tak berbeda jauh dengan budidaya sayuran
pada umumnya. Budidaya konvensional di lahan meliputi proses pengolahan
lahan, penyiapan benih, teknik penanaman, penyediaan pupuk dan pestisida, serta
pemeliharaan tanaman (Margiyanto, 2007).
Sawi dapat ditanam secara monokultur maupun tunmpang sari. Tanaman yang
dapat ditumpangsarikan antara lain : bawang dau, wortel, bayam, kangkung darat.
Sedangkan menanam benih sawi ada yang secara langsung tetapi ada juga melalui
pembibitan terlebih dahulu.
a. Benih
Benih merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan usaha tani. Benih yang
baik akan menghasilkan tanaman yang tumbuh dengan bagus. Kebutuhan benih
sawi untuk setiap hektar lahan tanam sebesar 750 gram. Benih sawi berbentuk
bulat, kecil-kecil. Permukaannya licin mengkilap dan agak keras. Warna kulit
yang baik, seandainya beli harus kita perhatikan lama penyimpanan, varietas,
kadar air, suhu dan tempat menyimpannya. Selain itu juga harus memperhatikan
kemasan benih harus utuh. kemasan yang baik adalah dengan alumunium foil.
Apabila benih yang kita gunakan dari hasil pananaman kita harus memperhatikan
kualitas benih itu, misalnya tanaman yang akan diambil sebagai benih harus
berumur lebih dari 70 hari. Dan penanaman sawi yang akan dijadikan benih
terpisah dari tanaman sawi yang lain. Juga memperhatikan proses yang akan
dilakukan mesilnya dengan dianginkan, tempat penyimpanan dan diharapkan
lama penggunaan benih tidak lebih dari 3 tahun.
b. Pengolahan Tanah
Pengolahan tanah secara umum melakukan penggemburan dan pembuatan
bedengan. Tahap-tahap pengemburan yaitu pencangkulan untuk memperbaiki
struktur tanah dan sirkulasi udara dan pemberian pupuk dasar untuk memperbaiki
fisik serta kimia tanah yang akan menambah kesuburan lahan yang akan kita
gunakan. Tanah yang hendak digemburkan harus dibersihkan dari bebatuan,
rerumputan, semak atau pepohonan yang tumbuh. Dan bebas dari daerah
ternaungi, karena tanaman sawi suka pada cahaya matahari secara langsung.
Sedangkan kedalaman tanah yang dicangkul sedalam 20 sampai 40 cm.
Pemberian pupuk organik sangat baik untuk penyiapan tanah. Sebagai contoh
pemberian pupuk kandang yang baik yaitu 10 ton/ha. Pupuk kandang diberikan
saat penggemburan agar cepat merata dan bercampur dengan tanah yang akan kita
gunakan. Bila daerah yang mempunyai pH terlalu rendah (asam) sebaiknya
19
tanah, pengapuran ini dilakukan jauh-jauh sebelum penanaman benih, yaitu
kira-kira 2 sampai 4 minggu sebelumnya. Sehingga waktu yang baik dalam melakukan
penggemburan tanah yaitu 2 – 4 minggu sebelum lahan hendak ditanam. Jenis
kapur yang digunakan adalah kapur kalsit (CaCO3) atau dolomit (CaMg(CO3)2).
c. Pembibitan
Pembibitan dapat dilakukan bersamaan dengan pengolahan tanah untuk
penanaman. Karena lebih efisien dan benih akan lebih cepat beradaptasi terhadap
lingkungannya. Sedang ukuran bedengan pembibitan yaitu lebar 80–120 cm dan
panjangnya 1–3 meter. Curah hujan lebih dari 200 mm/bulan, tinggi bedengan
20–30 cm. Dua minggu sebelum di tabur benih, bedengan pembibitan ditaburi
dengan pupuk kandang lalu di tambah 20 gram urea, 10 gram TSP, dan 7,5 gram
KCl. Cara melakukan pembibitan ialah sebagai berikut : benih ditabur, lalu
ditutupi tanah setebal 1–2 cm, lalu disiram dengan sprayer, kemudian diamati 3–
5 hari benih akan tumbuh setelah berumur 3–4 minggu sejak disemaikan
tanaman dipindahkan ke bedengan.
d. Penanaman
Bedengan dengan ukuran lebar 120 cm dan panjang sesuai dengan ukuran petak
tanah. Tinggi bedeng 20–30 cm dengan jarak antar bedeng 30 cm, seminggu
sebelum penanaman dilakukan pemupukan terlebih dahulu yaitu pupuk kandang
10 ton/ha, TSP 100 kg/ha, Kcl 75 kg/ha. Sedang jarak tanam dalam bedengan 40 x
40 cm , 30 x 30 dan 20 x 20 cm. Pilihlah bibit yang baik, pindahkan bibit dengan
e. Pemeliharaan
Pemeliharaan adalah hal yang penting. Sehingga akan sangat berpengaruh
terhadap hasil yang akan didapat. Pertama-tama yang perlu diperhatikan adalah
penyiraman, penyiraman ini tergantung pada musim, bila musim penghujan dirasa
berlebih maka kita perlu melakukan pengurangan air yang ada, tetapi sebaliknya
bila musim kemarau tiba kita harus menambah air demi kecukupan tanaman sawi
yang kita tanam. Bila tidak terlalu panaspenyiraman dilakukan sehari cukup sekali
sore atau pagi hari.
Tahap selanjutnya yaitu penjarangan, penjarangan dilakukan 2 minggu setelah
penanaman. Caranya dengan mencabut tanaman yang tumbuh terlalu rapat.
Selanjutnya tahap yang dilakukan adalah penyulaman, penyulaman ialah tindakan
penggantian tanaman ini dengan tanaman baru. Caranya sangat mudah yaitu
tanaman yang mati atau terserang hama dan penyakit diganti dengan tanaman
yang baru.
Penyiangan biasanya dilakukan 2–4 kali selama masa pertanaman sawi,
disesuaikan dengan kondisi keberadaan gulma pada bedeng penanaman. Biasanya
penyiangan dilakukan 1 atau 2 minggu setelah penanaman. Apabila perlu
dilakukan penggemburan dan pengguludan bersamaan dengan penyiangan.
Pemupukan tambahan diberikan setelah 3 minggu tanam, yaitu dengan urea 50
kg/ha. Dapat juga dengan satu sendok the sekitar 25 gram dilarutkan dalam 25
21
f. Pengambilan contoh tanaman
Dalam hal pengambilan contoh tanaman penting sekali diperhatikan umur
tanaman dan cara pengambilannya. Umur pengambilan contoh tanah sawi paling
lama 70 hari. Paling pendek umur 40 hari. Terlebih dahulu melihat fisik tanaman
seperti warna, bentuk dan ukuran daun. Cara pengambilan contoh tanaman yaitu
mencabut seluruh tanaman beserta akarnya.
E. Penanaman Pada Media Tanpa Tanah
Salah satu teknik penanaman tanpa tanah adalah hidroponik. Hidroponik dalm
kajian bahasa berasal dari katahydroyang berarti air atauponosyang artinya daya
atau kerja. Jadi hidroponik memiliki pengertian teknik bercocok tanam dengan
menekankan pada pemenuhan kebutuhan nutrisi bagi tanaman yang dilakukan
tanpa tanah. Dari pengertian ini terlihat bahwa munculnya teknik bertanam secara
hidroponik diawali oleh semakin tingginya perhatian manusia akan pentingnya
pupuk bagi tanaman. Di manapun tumbuhnya sebuah tanaman akan tetap tumbuh
dengan baik apabila nutrisi (hara) yang dibutuhkan selalu tercukupi. Dalam
konteeks ini fungsi dari tanah adalah untuk penyangga tanaman dan air yang ada
merupakan pelarut unsur hara tersebut sehinnga kemudian dapat diserap oleh
tanaman. Dari pola pikir inilah yang akhirnya melahirkan teknik bertanam dengan
hidroponik, dimana yang ditekankan adalah pemenuhan kebutuhan nutrisi (hara)
Media hidroponik yang baik memiliki pH yang netral antara 5,5-6,5. Selain itu
media harus dapat mempertahankan kelembaban. Media yang digunakan dapat
dibedakan menjadi dua berdasarkan tahap pertumbuhan tanaman yaitu:
1. Media untuk persemaian atau pembibitan
Untuk persemaian dapat digunakan media pasir halus dan arang sekam. Pasir
halus sering digunakan karena mudah diperoleh namun kurang dapat menahan
air dan tidak terdapat nutrisi di dalamnya. Media yang biasa digunakan adalah
campuran arang sekam dan serbuk gergaji atau serbuk kelapa.
2. Media untuk tanaman dewasa
Media untuk tanaman dewasa hampir sama dengan media semai yaitu pasir
agak kasar dan arang sekam. Media yang ideal adalah arang sekam.
Keuntungannya adalah kebersihan dan sterilitas media lebih terjamin bebas
dari kotoran maupun organisme yang dapat mengganggu seperti cacing, kutu
dan sebagainya yang dapat hidup dalam pasir. Media arang sekam bersifat
lebih ringan namun lebih mudah hancur, penggunaanya hanya dapat untuk dua
III. METODE PENELITIAN
A. Waktu dan tempat pelaksanaan
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan November 2010 – Maret 2011. Ekstraksi
dan analisis kimia ekstrak kompos kulit nanas sedangkan analisis serapan hara
dilakukan di Laboratorium Analisis Politeknik Negeri Lampung. Penanaman dan
aplikasi ekstrak kulit nanas dilakukan di rumah kaca Universitas Lampung.
B. Alat dan bahan
Alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain shaker, pipet, corong,
erlenmeyer, timbangan, botol air mineral ukuran 1.500 ml, gelas ukur, kertas
label, dan pot untuk penanaman ukuran 1 kg.
Bahan yang digunakan adalah: limbah kulit nanas sebagai bahan baku kompos,
ekstrak kompos kulit nanas, aquades, larutan asam sitrat (C6H8O7) 2%, larutan
asam asetat (CH3COOH) 0,01N, unsur hara Mangan (MnSO4. 7H2O) 2,37 ppm,
Seng (ZnSO4 . H2O) 11,15 ppm, Besi (Fe chelates) 36,45 ppm, Boron (Na2B4O7.
10H2O) 0,25% dan Tembaga (CuSO4 .5H2O) 0,03 ppm, bibit sawi, kertas saring,
Disamping itu digunakan larutan hara lengkap standar (Gandasil dan Sampurna)
dengan dosis 50% dari dosis anjuran. Bahan baku limbah industri kulit nanas
berasal dari PT. Great Giant Pineaple.
C. Metode penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan Rancangan Acak Kelompok
(RAK). Perlakuan disusun secara faktorial 3x2 dengan 3 ulangan. Secara
keseluruhan penilitian ini terdiri dari 18 satuan percobaan.
Faktor pertama adalah jenis ekstrak (P) kompos kulit nanas dengan pengekstrak :
air destilata (P1), asam sitrat 2% (P2), dan asam asetat 0,01N (P3), yang
diaplikasikan pada konsentrasi 75% dari konsentrasi aslinya (Wati, 2011). Faktor
kedua adalah tanpa pemberian unsur hara mikro (M0) dan dengan pemberian
unsur hara mikro (M1).
Selanjutnya data pengamatan yang diperoleh dirata-ratakan berdasarkan ulangan,
kemudian diuji homogenitas dan aditivitas dengan uji Bartlett dan uji Tukey
dilanjutkan dengan analisis ragam. Perbedaan pengaruh perlakuan diuji dengan
25
D. Pelaksanaan penelitian
1. Pengomposan
Kulit nanas diambil dari PT. Great Giant Pineaple. Sebanyak 300 kg limbah
industri kulit nanas dimasukkan ke dalam kantong plastik yang dilubangi.
Sebelum pengomposan ditambahkan starter inokulan EM4 dengan dosis 250
ml per 7 liter air dalam tiap 75 kg bahan kompos dan starter pupuk NPK
Phonska dengan dosis 1 kg per 75 kg bahan kompos. Kelembaban bahan
kompos dipertahankan pada kondisi sedang. Bahan kompos diaduk secara
berkala, dibiarkan selama 2-3 bulan sampai membusuk menjadi kompos.
2. Ekstraksi Kompos Kulit Nanas
Prosedur ekstraksi kompos kulit nanas dilakukan dengan sedikit memodifikasi
metode yang dilakukan oleh Gigliotti, et al. (2005). Kompos kulit nanas
diekstrak dengan menggunakan air destilata, asam sitrat, dan asam asetat
dengan perbandingan 1 : 5 (bahan kompos : volume pengekstrak). Campuran
dikocok selama 48 jam dengan kecepatan sedang. Kemudian disentrifius dan
disaring menggunakan kertas saring. Konsentrasi ekstrak yang diperoleh
dianggap 100%, kemudian larutan ekstrak kompos dianalisis sifat kimianya.
Selanjutnya dibuat larutan ekstrak konsentrasi 75% dengan cara
menambahkan air destilata dengan perbandingan 75% : 25% (larutan ekstrak :
3. Penyiapan Larutan Stok Unsur Mikro
Kedalam larutan ekstrak konsentrasi 75% ditambahkan unsur mikro
Mangan(MnSO4 . 7H2O) 2,37 ppm, Seng(ZnSO4 . H2O) 11,15 ppm, Besi(Fe
chelates) 36,45 ppm, Boron(Na2B4O7 . 10H2O) 0,25% dan Tembaga(CuSO4 .
5H2O) 0,03 ppm.
4. Penyiapan Media Tanam
Media tanam yang digunakan adalah larutan hara lengkap standar (gandasil
dan sampurna) dengan dosis 50% dari dosis anjuran, pot, dan arang sekam.
Sebelumnya arang sekam disterilkan terlebih dahulu denggan autoklaf sampai
suhu 1250C selama 20 menit. Pot diisi 500 gram arang sekam dan diberi
larutan hara lengkap sesuai dengan dosis aplikasi yaitu 50% dari dosis
anjuran. (Gambar 1)
► Media Tumbuh
(arang sekam)
Lubang◄ ► Larutan Hara
Standar
Gambar 1. Sketsa pot percobaan tempat tumbuh tanaman sawi - - - -
-- -- -- -- -- -- -- -- -- -- -- -- -- -- -- -- ---Pengaplikasian
27
Gambar 2. Foto pot percobaan tempat tumbuh tanaman sawi
5. Penanaman Sawi dan Aplikasi Ekstrak Kompos Kulit Nanas
Pertama-tama benih disemai terlebih dahulu pada media persemaian yang
menggunakan campuran tanah, pasir, dan pupuk kandang dengan komposisi
1:1:1. Bibit ditanam sampai berumur 2-3 minggu atau bibit telah memiliki
kira-kira 3-5 helai daun, bibit tanaman sawi tersebut diambil yang paling baik
dan seragam. Ekstrak kompos kulit nanas konsentrasi 75% yang dicampur dan
tidak dicampur dengan unsur hara mikro disiapkan untuk kemudian dilakukan
pengaplikasian ekstrak kompos kulit nanas. Volume ekstrak yang diberikan
adalah 50 ml per tanaman dan diberikan dengan cara disemprotkan melalui
daun (foliar) dengan menggunakan alat hand sprayer plastik. Penyemprotan
ekstrak kompos kulit nanas dilakukan pertama kali bersamaan dengan
penanaman. Selanjutnya penyemprotan ekstrak kompos kulit nanas dilakukan
secara periodik dengan selang waktu 5 hari. Pemberian ekstrak kompos ini
diberikan sampai masa vegetatif sawi berhenti, yaitu 6 minggu setelah tanam,
E. Pengamatan
Analisis awal: Kompos kulit nanas: C, N, dan pH
Ekstrak kompos kulit nanas: C, N, P, K, dan pH
Variabel utama: Tinggi tanaman, jumlah daun, bobot basah akar dan bobot
kering akar, serta bobot basah bagian atas tanaman dan bobot
kering bagian atas tanaman sawi.
Keterangan: Bagian atas tanaman sawi adalah bagian tanaman sawi mulai dari
pangkal batang sampai daun atau bagian tanaman sawi yang
V. SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan.
1. Ekstrak kompos kulit nanas hasil ekstraksi dengan asam asetat 0,01 N
yang diaplikasikan pada konsentrasi 75% dari ekstrak aslinya memberikan
pengaruh lebih baik dalam meningkatkan pertumbuhan dan produksi
tanaman sawi dibandingkan dengan ekstrak kompos kulit nanas hasil
ekstraksi dengan pengekstrak lain, seperti ditunjukkan oleh pengamatan
tinggi tanaman, jumlah daun, bobot basah, dan kering akar, serta bobot
basah dan kering bagian atas tanaman sawi.
2. Ekstrak kompos kulit nanas yang diberi unsur mikro memberikan
pengaruh lebih baik dalam meningkatkan pertumbuhan dan produksi
tanaman sawi dibandingkan dengan ekstrak kompos kulit nanas tanpa
diberi unsur mikro, seperti ditunjukkan oleh pengamatan tinggi tanaman,
jumlah daun, bobot basah, dan kering akar, serta bobot basah dan kering
bagian atas tanaman sawi.
3. Pengaruh interaksi jenis ekstrak kompos kulit nanas dan unsur mikro
terbaik terjadi pada kombinasi ekstrak kompos kulit nanas hasil ekstraksi
dengan asam asetat 0,01 N yang diaplikasikan pada konsentrasi 75% dari
peningkatan produksi bobot basah bagian atas tanaman sawi tertinggi
yang mencapai 44 % dibandingkan dengan tanpa unsur mikro.
B. Saran
1. Ekstrak kompos kulit nanas hasil ekstraksi dengan asam asetat 0,01 N
yang diberi unsur mikro perlu diaplikasikan pada jenis tanaman lainnya,
khususnya tanaman sayuran dan tanaman hias, guna memperoleh
informasi lebih lengkap tentang prospek campuran ekstrak kompos kulit
nanas tersebut dengan unsur mikro sebagai pupuk organik cair.
2. Perlu penelitian lebih lanjut dan mendalam untuk mengetahui lebih
spesifik senyawa aktif yang diduga sebagai zat perangsang tumbuh (ZPT)
yang terdapat di dalam kandungan ekstrak kompos kulit nanas dengan
pengekstrak asam asetat (CH3COOH) 0,01 N sehingga dapat diketahui
senyawa aktif yang bersinergi dengan unsur mikro, yang berpengaruh
PENGARUH KOMBINASI EKSTRAK KOMPOS KULIT
NANAS DAN UNSUR MIKRO TERHADAP PERTUMBUHAN
DAN PRODUKSI TANAMAN SAWI
(Brassica rapa
L.)
(Skripsi)
Oleh
INTAN ANDRIANTINI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
Halaman
A. Bahan Baku Kulit Nanas dan Pengomposannya... 7
B. Pengekstrak ... 10
1. Air (H2O) ... 10
2. Asam Sitrat (C6H8O7) ... 11
3. Asam Asetat (CH3COOH)... 12
2. Budidaya Tanaman Sawi ... 17
E. Penanaman Pada Media Tanpa Tanah... 21
III. BAHAN DAN METODE ... 23
A. Waktu dan Tempat Pelaksanaan ... 23
B. Alat dan Bahan ... 23
C. Metode Penelitian... 24
D. Pelaksanaan Penelitian ... 25
1. Pengomposan ... 25
2. Ekstraksi Kompos Kulit Nanas ... 26
4. Penyiapan Media Tanam... 27
5. Penanaman Sawi dan Aplikasi Ekstrak Kompos Kulit Nanas 27 E. Pengamatan ... 28
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN... 29
A. Rekapituasi Hasil Analisis Ragam Pengaruh Jenis Ekstrak Kompos Kulit Nanas yang Dikombinasikan dengan Pemberian Unsur Mikro terhadap Beberapa Variabel Pertumbuhan Tanaman Sawi... 29
1. Pengaruh Jenis Ekstrak Kompos Kulit Nanas dengan Berbagai Jenis Pengekstrak yang Dikombinasikan dengan Unsur Mikro terhadap Tinggi Tanaman Sawi ... 30
2. Pengaruh Jenis Ekstrak Kompos Kulit Nanas dengan Berbagai Jenis Pengekstrak yang Dikombinasikan dengan Unsur Mikro terhadap Jumlah Daun Tanaman Sawi ... 31
3. Pengaruh Jenis Ekstrak Kompos Kulit Nanas dengan Berbagai Jenis Pengekstrak yang Dikombinasikan dengan Unsur Mikro terhadap Bobot Basah Akar Tanaman Sawi 33 4. Pengaruh Jenis Ekstrak Kompos Kulit Nanas dengan Berbagai Jenis Pengekstrak yang Dikombinasikan dengan Unsur Mikro terhadap Bobot Kering Akar Tanaman Sawi ... 34
B. Rekapitulasi Hasil Analisis Ragam Pengaruh Jenis Ekstrak Kompos Kulit Nanas yang Dikombinasikan dengan Pemberian Unsur Mikro terhadap Produksi Tanaman Sawi ... 37
5. Pengaruh Jenis Ekstrak Kompos Kulit Nanas dengan Berbagai Jenis Pengekstrak yang Dikombinasikan dengan Unsur Mikro terhadap Bobot Basah Bagian Atas Tanaman Sawi ... 38
6. Pengaruh Jenis Ekstrak Kompos Kulit Nanas dengan Berbagai Jenis Pengekstrak yang Dikombinasikan dengan Unsur Mikro terhadap Bobot Kering Bagian Atas Tanaman Sawi ... 39
V. SIMPULAN DAN SARAN ... 44
A. Simpulan ... 44
B. Saran... 45
DAFTAR PUSTAKA ... 46
Teks
Gambar Halaman
1. Sketsa pot percobaan tempat tumbuh tanaman sawi... 26
DAFTAR PUSTAKA
Agung, R., A. Nawawi, dan D. Hadi. 2005. Pengaruh Suhu, Jenis Pelarut, dan Waktu Ekstraksi terhadap Rendemen Total Senyawa Terekstrasi dalam Ekstrak Umbi Lapis Bawang Putih(Allium sativum.). Abstrak.
http://bahan-alam.fa.itb.ac.id diakses tanggal 22 Juli 2010.
Anwar, E. K. 2006. Pengaruh Inokulan Cacing Tanah dan Pemberian Dosis Bahan Organik terhadap Kesuburan dan Produktifitas Tanah Ultisol.J. Tanah Trop.12:121-130.
Arif, A. 1990.Holtikultura. Peneber Swadaya. Jakarta.
Asri, M. Y. 2008. Pengujian Efektifitas Kombinasi Pupk Organik Cair Tasuke 3-5-5 dan Pupuk Anorganik untuk Tanaman Caisin (Brassica campestris
var. Tosakan) pada Tanah Andisol Bogor.Skripsi. Universitas Lampung. Bandar Lampung. 58 hlm.
Balley, J.E., and D.F.Ollis. 1977.Biochemical Engineering Fundamental, Mc. Graw Hill Kogakusha, ltd. Tokyo.
Fessenden, R dan J. Fessenden. 1986.Kimia Organik Jilid 2 Edisi Ketiga. Alih bahasa oleh Aloysius Hadyana Pudjaatmaka. Erlangga. Jakarta.
Foth, H. D. 1978.Fundamentls of Soil Science. 6thedition. John Wiley and Sons. New York. Pp. 293-374.
Foth, H. D. 1994.Dasar-Dasar Ilmu Tanah Edisi Keenam.Erlangga. Jakarta. 374 hlm.
Gigliotti, G., F. G. Erniquens and D. Said-Pullicino. 2005. Changes in The Chemical Characteristic of Dissolved Organic Matter during The Composting Process and Their Influence on Compost Stability and Maturity. Geophysical Research Abstract7: 1-7.
Hakim.N, M.Y. Nyakpa, A.M. Lubis, S.G. Nugroho, M.R. Saul, M.A. Diha, B.H. Go, dan H.H. Bailey. 1986.Dasar - Dasar Ilmu Tanah. Penerbit
Handayani, E. O. 2009. Pengaruh Aplikasi Ekstrak Air Kompos Jerami Padi pada berbagai Konsentrasi terhadap Pertumbuhan Tanaman Cabai (Capsicum annum. L).Skripsi. Universitas Lampung. Bandar Lampung. 68 hlm.
http://id.wikipedia.org/wiki/Asam_sitrat diakses tgl 14 Juni 2010. .
Krauskopf, K. B. 1972.Geochamistery of Micronutrients.In Micronutrients in Agriculture. Soil Sience Society of America, Inc. Wisconsin USA.
Lingga, P. 1999.Petunjuk Penggunaan Pupuk. Penebar Swadaya. Jakarta. 163 hlm.
Lologau, B. A. dan M. Thamrin. 2005. Kajian Pemanfaatan Pupuk Organik dan Anorganik terhadap Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Kubis.Stigma8 (4): 535-539.
Lynch, J. M. 1983. Plant Growth Regulators and Phytotoxins from Micro Organisme. In: Soil Biotechnology. Microbiologikal Factors on Crop Productivity. J. M. Lynch, 1983. Blackwell scientific Pub., London. pp.107-120.
Mara, I. K. 1993. Evaluasi Reaktivitas Ekstrak Air-Gambut Saprik, Kompos Sampah Kota, Pupuk Kandang, dan Kotoran Cacing Tanah Terhadap Perkecambahan dan Pertumbuhan Awal Benih Beberapa Jenis Tanaman.
Skripsi. Universitas Lampung. Bandar Lampung. 36hlm.
Margiyanto, E. 2007. Budidaya Tanaman Sawi. http://zuldesains.wordpress.com/ 2008/01/11/budidaya-tanaman-sawi/. Diakses tanggal 4 Oktober 2010.
Marshall, D. L., L. N. Cotton andF. A. Bal’a. 2000. Acetic acid.In : Natural Food Antimicrobial Systems. A. S. Naidu. (ed.). CRC Press, Boca Raton.
Murphy, L. S and L. M. Walsh. 1972. Corrections of Micronutrient Deficiencies with Fertilizers.InMicronutrients in Agriculture. Soil Sience Society of America, Inc. Wisconsin USA.
Mustikawati, I. 2006. Isolasi dan Identifikasi Senyawa Golongan Alkaloid dari DaunGendarussa vulgaris Nees.Tesis. Digital Library Universitas Airlangga . Surabaya
Nur, M. A. dan Adijuana. 1989.Teknik Pemisahan dalam Analisis Biologi. PAU. IPB. Bogor.
48
Novizan. 2007. Sawi dan Selada. Penebar Swadaya. Jakarata.
Palimbungan, N., R. Labatar, dan F. Hamzah. 2006. Pengaruh Ekstrak Daun Lamtoro sebagai Pupuk Organik Cair terhadap Pertumbuhan dan Produksi Tanaman Sawi.J. Agrisistem2 (2): 96-101.
Pulung, M. A. 2005.Kesuburan Tanah(Buku Ajar). Universitas Lampung. 287 hlm.
Purseglove, J. W., E. G. Brown, C. L. Green, S. R. L. Robbins. 1981. Spices. Volume II. Longman Inc., Ney York.
Robinson, T. 1991.Kandungan Organik Tumbuhan Tinggi.ITB Bandung .
Rosmarkan, A dan N.W. Yuwono. 2002.Ilmu Kesuburan Tanah. Kanisius. Yogyakarta. 214 hlm.
Rosyidah. 2010. http://rosyidah.com/2010/06/11/ pt-great-giant-pinapple-ggpc-lumbung-nanas-raksasa-di-indonesia/. Diakses tanggal 20 Oktober 2010.
Rukmana, R. 2007.Bertanam Petsai dan Sawi. Kanisius.Yogyakarta. Hlm 11-35.
Sahran, E. 1990. Pengaruh Kompos Sampah Kota dan Pupuk terhadap Serapan Hara, Pertumbuhan dan Produksi Tomat (Lycopersicon esculentumMill) Varietas Intan.Skripsi. Universitas Lampung. Bandar Lampung. 84hlm.
Sinaga, N. 1998. Ekstraksi Senyawa Bioaktif sebagai Sumber Pestisida Nabati dari Tephrosia vogelii.Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian (IPB). Bogor.
Sitompul, S. M. dan B. Guritno. 1995.Analisis Pertumbuhan Tanaman. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
Slameto. 1997. Pengaruh Pemberian Pupuk Organik terhadap Ketersediaan Beberapa Unsur Hara Tanah pada Usaha Tani Jagung.Posiding Seminar Pupuk HITI. 173-177 hlm.
Soputri, R. D. 2009. Pengaruh Pengekstrak Kotoran Cacing Tanah Terhadap Pertumbuhan Dan Serapan Hara Tanaman Tomat (Lycopersicon asculentumMill.).Skripsi. Universitas Lampung. Bandar Lampung. 56 hlm.
Suhendar, C dan A. A. Ghazali. 2009.Tiens Golden Harvest Pedoman Dasar Aplikasi. Tiens. 5–7.
Stevenson, F. J. 1982.Humus Chemistry Genesis, Composition, Reaction.John Wiley and Sons. London. 443 pp.
Taisa, R. 2009. Pengaruh Aplikasi Ekstrak Air Kompos Sampah Kota Melalui Daun terhadap Pertumbuhan Tanaman Cabai (Capsicum annum L.). Skripsi.Universitas Lampung. Bandar Lampung.
Tarigan, T., Sudiarso, dan Respatijiarti. 2002. Studi Tentang Dosis dan Macam Pupuk Organik pada Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Jagung Manis. J. Agrivita.24(1).