• Tidak ada hasil yang ditemukan

EVALUASI SEGREGASI TRANSGRESIF QUANTITATIVE TRAIT LOCI (QTL) PADA TANAMAN PADI VARIETAS UNGGUL NASIONAL YANG DIGOGO-ORGANIKKAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "EVALUASI SEGREGASI TRANSGRESIF QUANTITATIVE TRAIT LOCI (QTL) PADA TANAMAN PADI VARIETAS UNGGUL NASIONAL YANG DIGOGO-ORGANIKKAN"

Copied!
43
0
0

Teks penuh

(1)

(QTL) PADA TANAMAN PADI VARIETAS UNGGUL NASIONAL YANG DIGOGO-ORGANIKKAN

Oleh RANI YOSILIA

Skripsi

sebagai salah satu syarat mencapai gelar SARJANA PERTANIAN

pada

Jurusan Agroteknologi

Fakultas Pertanian Universitas Lampung

UNIVERSITAS LAMPUNG BANDAR LAMPUNG

(2)

ABSTRAK

EVALUASI SEGREGASI TRANSGRESIF QUANTITATIVE TRAIT LOCI (QTL) PADA TANAMAN PADI VARIETAS UNGGUL NASIONAL

YANG DIGOGO-ORGANIKKAN

Oleh Rani Yosilia

Kebutuhan beras di Indonesia semakin hari semakin meningkat seiring dengan naiknya jumlah penduduk di Indonesia. Untuk meningkatkan produktivitas padi, pemerintah menggencarkan program intensifikasi dan ekstensifikasi pertanian diantaranya pemanfaatan lahan kering dan perbaikan varietas. Salah satu upaya untuk perbaikan varietas adalah dengan melakukan pemuliaan tanaman

menggunakan seleksi segregrasi transgresif memanfaatkan analisis fenotipe QTL.

Penelitian ini bertujuan untuk (1) menghitung besarnya ragam genetik dan heritabilitas broad-sense pada padi-padi tersebut; (2) mendapatkan varietas yang mampu dijadikan sebagai tetua perakitan padi inbrida dan hibrida; (3)

mendapatkan korelasi antar peubah yang mampu meningkatkan produksi sekaligus sebagai peubah pada seleksi tidak langsung.

(3)

dilakukan pengulangan kelompok tetapi ulangan berada di dalam satu kelompok yang sama. Masing-masing kelompok ulangan terdiri atas 9 sampel tanaman yang dibagi menjadi 3 ulangan dan masing-masing ulangan terdapat 3 tanaman. Data terlebih dahulu dicari rata-ratanya. Selanjutnya dilakukan analisis ragam, data pengamatan diuji dengan uji Bartlett dan Levene untuk kehomogenan ragam. Bila hasil analisis uji pada analisis ragam nyata pada P ≤ 0,01 atau 0,05 maka

dilakukan pemeringkatan nilai tengah dengan uji Beda Nyata Jujur (BNJ). Pengujian dan analisis data menggunakan software Statistic Analysis System (SAS) 9.1 for windows. Besarnya ragam genetik dan heritabilitas broad-sense diduga berdasarkan kuadrat nilai tengah (KNT) harapan pada analisis ragam berdasarkan Hallauer dan Miranda, (1986) dalam Hikam (2010).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) semua peubah yang diamati mampu memberikan nilai ragam genetik dan heritabilitas broad-sense; (2) varietas SarinahJumlahBulir dan SarinahJumlahAnakan dapat dijadikan sebagai sebagai tetua perakitan padi hibrida dan inbrida; (3) jumlah bulir total berkorelasi dengan peningkatan produksi sehingga dapat dijadikan sebagai peubah pada seleksi tidak langsung;

(4)
(5)
(6)

iii DAFTAR ISI

Halaman ABSTRAK

RIWAYAT HIDUP

SANWACANA ... i

DAFTAR ISI ... iii

DAFTAR TABEL ... v

DAFTAR GAMBAR ... vi

I. PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang dan Masalah ... 1

1.2 Tujuan Penelitian ... 5

1.3 Kerangka Pemikiran ... 6

1.4 Hipotesis ... 8

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 9

2.1 Kondisi Lingkungan Padi Gogo ... 9

2.2 Pemanfaatan Bahan Organik Pada Padi Gogo ... 10

2.3 Pengembangan Padi Inbrida di Indonesia ... 12

2.4 Padi Varietas Unggul Nasional ... 14

2.5 Quantitative Trait Loci (QTL) ... 15

2.6 Segregasi Transgresif ... 17

2.7 Fenotipe QTL ... 19

2.7.1 Tinggi tanaman ... 19

2.7.2 Jumlah anakan ... 19

2.7.3 Jumlah bulir ... 20

2.8 Heritabilitas ... 21

2.9 Seleksi Tidak Langsung ... 22

III. BAHAN DAN METODE ... 23

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian ... 23

3.2 Bahan dan Alat ... 23

3.3 Metode Penelitian ... 24

3.4 Pelaksanaan Penelitian ... 25

3.4.1 Pengolahan lahan ... 25

3.4.2 Penanaman ... 26

(7)

iv

3.4.4 Penetapan sampel ... 26

3.4.5 Pemanenan ... 27

3.4.6 Pasca panen ... 27

3.5. Variabel Pengamatan ... 28

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 30

4.1 Analisis Kuadrat Nilai Tengah untuk Karakter Vegetatif dan Generatif ... 30

4.2 Analisis Peringkat pada Varietas-QTL ... 33

4.3 Pendugaan Ragam Genetik, Heritabilitas Broad-sense, dan Koefisien Keragaman Genetik ... 37

4.4 Korelasi Antarpeubah Pengamatan ... 40

4.5 Penetapan Peubah untuk Seleksi Tidak Langsung ... 43

V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 45

5.1 Kesimpulan ... 45

5.2 Saran ... 45

PUSTAKA ACUAN ... 46

(8)
[image:8.595.120.498.245.707.2]

v DAFTAR TABEL

Tabel Halaman 1. Berbagai macam kandungan unsur hara yang dikandung oleh

beberapa pupuk kandang. ... 12

2. Pendugaan ragam genetik dan heritabilitas broad-sense berdasarkan nilai KNT harapan pada hasil analisis ragam. ... 24

3. Rekapitulasi kuadrat nilai tengah untuk peubah vegetatif. ... 30

4. Rekapitulasi kuadrat nilai tengah untuk peubah generatif. ... 31

5. Rekapitulasi kecepatan berbunga berdasarkan beda jarak tercepat dengan jarak terlama. ... 33

6. Peringkat Varietas-QTL Berdasarkan BNJ0.05. ... 34

7. Nilai dugaan ragam genetik, galat baku, koefisien keragaman genetik, heritabilitas, karakter vegetatif dan generatif. ... 38

8. Korelasi untuk karakter vegetatif dan generatif. ... 41

9. Rerata data penelitian tiap varietas-QTL untuk setiap ulangan. .... 50

10.Uji Bartlett dan Levene untuk kehomogenan varietas-QTL. ... 54

11.Analisis ragam untuk jumlah anakan produktif. ... 55

12.Analisis ragam untuk jumlah anakan non produktif. ... 55

13.Analisis ragam untuk jumlah anakan total. ... 55

14.Analisis ragam untuk tinggi tanaman. ... 55

15.Analisis ragam untuk jumlah malai. ... 56

16.Analisis ragam untuk bobot kering malai. ... 56

17.Analisis ragam untuk bobot bulir isi. ... 56

18.Analisis ragam untuk bobot bulir hampa. ... 56

19.Analisis ragam untuk bobot bulir total. ... 57

20.Analisis ragam untuk bobot 100 bulir isi. ... 57

21.Analisis ragam untuk jumlah bulir isi. ... 57

22.Analisis ragam untuk jumlah bulir hampa. ... 57

23.Analisis ragam untuk jumlah bulir total. ... 58

24.Analisis ragam untuk jumlah bulir per malai. ... 58

25.Analisis ragam untuk produksi per meter. ... 58

26.Deskripsi varietas padi Sarinah. ... 59

27.Deskripsi varietas padi IR64. ... 60

28.Deskripsi varietas padi Ciherang. ... 61

(9)

Vi Gambar Halaman 1. Penetapan peubah untuk seleksi tidak langsung yang berperan

terhadap seleksi langsung (produksi per m2) menggunakan nilai σ2

g, h2BS, dan r varietas yang memenuhi persyaratan : r = */**; σ2

(10)

I. PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang dan Masalah

Tanaman padi (Oryza sativa L.) merupakan salah satu makanan pokok di Indonesia. Hampir 90 % masyarakat Indonesia mengonsumsi beras yang

merupakan hasil olahan padi sebagai makanan utamanya. Sehingga padi menjadi tanaman pangan yang banyak diusahakan di Indonesia. Indonesia dikenal sebagai negara agraris yang sebagaian besar penduduknya berprofesi sebagai petani. Tahun 2005 Indonesia merupakan negara peringkat ketiga sebagai produsen padi terbesar setelah Cina dan India dengan persentase sebesar 9 % yaitu sebanyak 54 juta ton (Prayogi, 2012).

(11)

Menurut Mulyani (2006), untuk mengantisipasi kondisi tersebut maka pengembangan produksi padi gogo di lahan tadah hujan perlu mendapatkan perhatian serius. Rata-rata produktivitas padi gogo 2,56 t/ha, jauh dibawah

produktivitas padi sawah 4,57 t/ha. Luas total daratan Indonesia 188,2 juta ha dan 148 juta ha diantaranya merupakan lahan kering. Sampai saat ini, kontribusi produksi padi gogo baru mencapai 5 – 6 % dari kebutuhan beras nasional.

Perbaikan sifat fisik dan kimia tanah untuk meningkatkan produktivitas lahan kering dapat dilakukan diantaranya dengan penambahan bahan organik. Bahan organik memiliki peran penting dalam menentukan kemampuan tanah untuk mendukung tanaman, sehingga jika kadar bahan organik tanah menurun, kemampuan tanah dalam mendukung produktivitas tanaman juga menurun (Barus, 2012).

(12)

3 Selain dengan memanfaatkan lahan kering dan bahan organik, untuk

meningkatkan produktivitas padi dapat pula ditingkatkan dengan mengembangkan varietas unggul. Menurut Satoto (2004), pengembangan varietas padi dibagi ke dalam beberapa tipe padi, yaitu padi inbrida (varietas unggul lokal, varietas unggul baru (VUB), varietas unggul tipe baru (VUTB)) dan padi hibrida. Hal ini bertujuan untuk meningkatkan produksi beras guna memenuhi kebutuhan pangan pokok sebagian besar penduduk. Yang berkembang di kalangan petani pada saat ini adalah VUB yang hasilnya berkisar 7 – 8 t/ha, kemudian disusul VUTB dengan hasil antara 8 – 9 t/ha dan selanjutnya jenis hibrida hasilnya di atas 9 t/ha

(Mudjisihono, 2009).

Alternatif lain dalam pengembangan padi terutama di Indonesia yakni dengan menggunakan analisis QTL (Quantitative Trait Loci). Pemetaan QTL adalah upaya untuk mengidentifikasi lokasi di dalam segmen DNA, yang terdapat gen untuk mengendalikan suatu karakter kuantitatif yang ditargetkan. Karakter-karakter penting dalam tanaman seperti hasil dan komponen hasil, toleransi cekaman biotik dan abiotik serta karakter agronomi lainnya pada umumnya bersifat kuantitatif sehingga karakter kuantitatif menjadi penting dalam pemuliaan tanaman. Pemetaan QTL memberikan informasi lokasi segmen kromosom yang mengendalikan suatu karakter (Mohan dkk., 1997 dalam Susanto dkk., 2009).

(13)

tahan terhadap tanah podsolik merah kuning (PMK), dan tahan terhadap hama dan penyakit endemik seperti blas Pyricularia dan hawar daun Xanthomonas (Hikam 2011, dalam Suprayogi, 2011).

(14)

5 Berdasarkan identifikasi dan pembatasan masalah, penelitian ini dilakukan untuk menjawab masalah yang dirumuskan dalam pertanyaan sebagai berikut

(1) Apakah varietas unggul nasional yang digogo-organikkan tersebut mampu memberikan ragam genetik dan heritabilitas broad-sense yang konsisten dengan ragam genetik dan heritabilitas broad-sense pada padi varietas unggul nasional pada Lingkungan I, Lingkungan II, dan Lingkungan III?

(2) Apakah terdapat varietas yang dapat dijadikan sebagai tetua pada perakitan padi inbrida dan hibrida?

(3) Apakah terdapat korelasi antara QTL tinggi tanaman, jumlah anakan, dan jumlah bulir pada tanaman padi varietas unggul nasional terhadap peningkatan produksi padi varietas nasional tersebut sehingga dapat digunakan sebagai peubah penetapan seleksi tidak langsung?

1.2Tujuan Penelitian

Berdasarkan identifikasi dan perumusan masalah maka penelitian ini dilakukan dengan tujuan sebagai berikut

(1) Mendapatkan nilai ragam genetik dan heritabilitas broad-sense pada padi varietas unggul nasional yang digogo-organikkan, yang konsisten dengan ragam genetik dan heritabilitas broad-sense pada padi varietas unggul nasional pada Lingkungan I, Lingkungan II, dan Lingkungan III.

(2) Mendapatkan varietas yang dapat dijadikan sebagai tetua pada perakitan padi inbrida dan hibrida.

(15)

produksi padi varietas nasional tersebut sehingga dapat digunakan sebagai peubah pada seleksi tidak langsung.

1.3Kerangka Pemikiran

Selama ini pengembangan padi varietas unggul nasional untuk peningkatan produktivitas padi terfokus pada pengembangan padi yang dibudidayakan pada lahan sawah. Kondisi pada lingkungan sawah tersebut tergenang air sepanjang waktu terkecuali pada saat menjelang panen. Ketersediaan air yang harus cukup guna mendukung pertumbuhan dan perkembangan tanaman padi terkadang

menjadi kendala pada lahan sawah. Hal ini disebabkan kurangnya pengelolaan air sehingga pada musim hujan terjadi kelebihan air yang mengakibatkan banjir sedangkan pada musim kemarau terjadi kekurangan air yang mengakibatkan kekeringan.

Pada penelitian yang telah dilakukan sebelumnya, yakni pada Lingkungan I, Lingkungan II dan Lingkungan III yang ketiganya terdapat pada lahan sawah, baik sawah irigasi maupun lahan sawah tadah hujan dan sawah baru didapatkan varietas unggul nasional yang memiliki beberapa QTL yakni tinggi tanaman, jumlah bulir, dan jumlah anakan yang secara konsisten tersegregasi pada kedua lingkungan tersebut.

(16)

7 diatur oleh gen-gen ini dipengaruhi oleh lingkungan. Segregasi atau

penyimpangan dapat terjadi apabila suatu varietas tertentu ditanam pada kondisi lingkungan yang suboptimum. Penyimpangan ini dapat menyebabkan keragaman yang tinggi. Penyimpangan tersebut dapat disebabkan oleh dua hal, yaitu faktor genetik (menurun ke zuriat) dan faktor lingkungan (tidak menurun ke zuriat).

Untuk melihat pengaruh faktor genetik tersebut maka pada penelitian kali ini, akan dilakukan uji coba penanaman pada lahan kering (gogo) yang diberi tambahan bahan organik. Lingkungan gogo mempunyai beberapa kendala yaitu kurangnya intensitas matahari dan cekaman kekeringan menjadi salah satu faktor penghambat terpenting pada kondisi lahan ini. Untuk mengatasi hal tersebut maka pada penelitian kali ini dilakukan penanaman pada lahan terbuka yang tidak ternaungi dan diberikan tambahan bahan organik yang berasal dari pupuk kandang sapi. Fungsi pupuk organik terutama pupuk kandang sapi ini memiliki

kemampuan untuk menjaga air sehingga dampak stres tanaman terhadap

kekeringan dapat dikurangi dan mampu memperbaiki sifat fisik, kimia dan biologi tanah.

(17)

1.4Hipotesis

Berdasarkan kerangka pemikiran yang telah dikemukakan, maka untuk menjawab rumusan masalah diajukan hipotesis sebagai berikut

(1) Terdapat nilai ragam genetik dan heritabilitas broad-sense pada padi varietas unggul nasional yang digogo-organikkan, yang konsisten dengan ragam genetik dan heritabilitas broad-sense pada padi varietas unggul nasional pada Lingkungan I, Lingkungan II, dan Lingkungan III.

(2) Terdapat varietas yang dapat dijadikan sebagai tetua pada perakitan padi inbrida dan hibrida.

(18)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kondisi Lingkungan Padi Gogo

Padi gogo dapat dikembangkan di mana saja karena tidak memerlukan

persyaratan tumbuh yang khusus, baik di dataran rendah maupun di dataran

tinggi. Berdasarkan arahan dari Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman

Pangan (Puslitbangtan), padi gogo akan diarahkan pengembangannya di 7

propinsi yaitu Riau, Sumatera Selatan, Lampung, Jawa Barat, Banten, Nusa

Tenggara Timur, dan Kalimantan Barat. Dari ke tujuh provinsi tersebut,

penyebaran lahan yang terluas terdapat di Kalimantan Barat (2,2 juta ha) dan

Sumatera Selatan (1,4 juta ha). Padi gogo umumnya tidak ditanam secara

monokultur, tetapi berupa tumpangsari dengan komoditas pangan lainnya

(palawija /sayuran), ataupun sebagai tanaman sela pada pertanaman perkebunan /

hortikultura. Di Sumatera Selatan, padi gogo ini sering ditanam sebagai tanaman

sela pada perkebunan karet muda berumur 1 – 3 tahun (Puslitbang Tanah dan Agroklimat, 2005).

(19)

saat awal musim hujan. Para petani menanam padi gogo varietas lokal yang berumur panjang. Varietas tersebut memiliki beberapa kelemahan yaitu tidak tahan rebah, mudah rontok, berdaya hasil rendah dan kurang toleran terhadap kekeringan. Masalah lainnya pada budidaya padi gogo adalah tanaman lebih pendek, jumlah anakan produktif lebih sedikit, luas daun lebih kecil, pembungaan lebih lambat, persentase gabah hampa tinggi dan indeks panen yang rendah jika dibandingkan dengan padi sawah.

Selain kendala tersebut padi gogo juga mengalami berbagai macam kendala lain,

yakni intensitas cahaya rendah, karena biasanya padi gogo ditanam sebagai

tanaman sela; kekeringan; pH rendah dengan kadar Al yang tinggi; serta

meningkatnya serangan blast yang diakibatkan oleh kelembaban tinggi yang

terjadi di lingkungan gogo. Dari semua kendala tersebut, intensitas cahaya dan

kekeringan merupakan faktor pembatas terpenting. Seperti yang diungkapkan

oleh Suparyono dan Setyono (2007), air untuk tanaman padi gogo sangatlah sulit

diatur karena sumber air berasal dari curah hujan yang datangnya tidak menentu

tergantung cuaca. Pada saat musim hujan, air cenderung berlimpah bahkan

terkadang menyebabkan banjir, sedangkan pada musim kemarau, seringkali

mengalami kekurangan air bahkan terjadi kekeringan.

2.2 Pemanfaatan Bahan Organik Pada Padi Gogo

(20)

11 timbul permasalah akibat dampak negatif dari pupuk terutama pupuk anorganik. Menurut Sahiri (2003), pemakaian pupuk anorganik yang berlebihan akan menambah tingkat polusi tanah yang akhirnya berpengaruh juga terhadap kesehatan manusia. Sehingga muncullah alternatif dari permasalahan tersebut yaitu pupuk organik yang sekarang sedang giat dikembangkan.

Pupuk kandang sapi berasal dari kotoran padat dan cair (urin) ternak sapi yang telah bercampur dengan sisa-sisa makanan dan material alas kandang (Musnamar, 2004). Pupuk kandang sapi dapat memperbaiki sifat kimia tanah mengandung unsur hara makro maupun unsur hara mikro walaupun jumlahnya lebih rendah jika dibandingkan dengan pupuk anorganik.

Pupuk kandang sapi sebagai sumber bahan organik memiliki kelebihan

jika dibandingkan dengan pupuk anorganik seperti (1) pupuk kandang sapi dapat meningkatkan kadar bahan organik tanah, (2) meningkatkan nilai tukar kation, (3) memperbaiki strutur tanah, (4) meningkatkan aerasi dan kemampuan tanah dalam memegang air dan (5) menyediakan lebih banyak macam unsur hara seperti nitrogen, fosfor, kalium dan unsur mikro lainnya (Tisdale dan Nelson, 1991 ) serta (6) penggunaannya tidak menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan. Selain kelebihan tersebut pupuk kandang sapi juga memiliki kekurangan antara lain : (1) kandungan unsur haranya yang rendah, (2) tersedia bagi tanaman secara perlahan-lahan sehingga membutuhkan waktu yang lebih lama, (3)

(21)
[image:21.595.109.515.209.318.2]

Berikut ini disajikan berbagai macam kandungan unsur hara yang dikandung oleh beberapa pupuk kandang (pukan) dalam Tabel 1.

Tabel 1. Berbagai macam kandungan unsur hara yang dikandung oleh beberapa pupuk kandang.

Sumber Pukan N P K Ca Mg S Fe

Ppm

Sapi perah 0,53 0,35 0,41 0,28 0,11 0,05 0,004 Sapi pedaging 0,65 0,15 0,30 0,12 0,10 0,09 0,004

Kuda 0,70 0,10 0,58 0,79 0,14 0,07 0,010

Unggas 1,50 0,77 0,89 0,30 0,88 0,00 0,100

Domba 1,28 0,19 0,93 0,59 0,19 0,09 0,020

Sumber: Tan (1993).

Kandungan unsur hara yang bervariasi diatas berasal dari berbagai macam pupuk kandang yang dipengaruhi oleh beberapa hal yaitu: jenis ternak, makanan dan air yang diberikan (jenis makanan), umur dan bentuk fisik ternak, alas kandang, penyimpanan / pengelolaan.

2.3 Pengembangan Padi Inbrida di Indonesia

Ada beberapa tipe padi yang dikembangkan saat ini, yaitu padi inbrida (varietas unggul lokal, varietas unggul baru (VUB), varietas unggul tipe baru (VUTB)) dan padi hibrida. Yang berkembang di kalangan petani pada saat ini adalah VUB yang hasilnya berkisar 7 – 8 t/ha, kemudian disusul VUTB dengan hasil antara 8 – 9 t/ha dan selanjutnya jenis hibrida hasilnya di atas 9 t/ha. Hal ini bertujuan

(22)

13 Pengembangan padi inbrida dimulai dengan rekombinasi untuk menghasilkan zuriat hibrida–F1 yang disebut breeder seed (BS). Zuriat hibrida selanjutnya menjalani penggenerasian self sampai dengan S6-S9 untuk menjadi foundation seed (FS). Sebagian dari benih FS yang ditanam akan disertifikat menjadi benih certified seed (CS) sehingga dapat diturunkan menjadi extension seed (ES). Padi inbrida di Indonesia tidak membuat FS karena genotipe ES sama dengan FS sehingga dibuat stock seed (SS). Benih ES yang dicari berasal dari seleksi di lapangan dan dijadikan FS untuk perbanyakan benih. Dengan demikian

perbanyakan benih tidak menjadi masalah dan dapat dilakukan pada generasi self > 9. Kelemahan perakitan kultivar inbrida terutama pada potensi genetik yang tidak melebihi tetua terbaik dan kerentanan populasi terhadap serangan hama-penyakit tanaman pada generasi self > 9 (Hikam 2011 dikutip oleh Suprayogi, 2011).

Penelitian yang ada selama ini membuktikan bahwa sifat-sifat interest

dikendalikan secara genetik. Sejak tahun 1990-an analisis QTL (Quantitative Trait Loci) membuktikan adanya lokus untuk gen-gen yang secara bersama mengendalikan tampilan fenotipik baik berupa aditif, dominan, epistasis, maupun interaksi antara genetik dan lingkungan (Rieseberg dkk., 2003).

Lini padi tipe baru (PTB) pada dasarnya merupakan rekombinasi padi komersial Indonesia dengan padi introduksi dan/atau wild relatives (gene-pool II).

(23)

kemampuan produksinya tidak dapat dipulihkan dengan silang-balik (backcross). Walaupun demikian, pemuliaan inbrida terbukti telah menginkorporasi QTL ke dalam bermacam-macam populasi padi (Hikam, 2011 dalam Suprayogi, 2011).

2.4 Padi Varietas Unggul Nasional

Varietas unggul memberikan manfaat teknis dan ekonomis yang banyak bagi perkembangan suatu usaha pertanian, diantaranya pertumbuhan tanaman menjadi seragam sehingga panen menjadi serempak, rendemen lebih tinggi, mutu hasil lebih tinggi dan sesuai dengan selera konsumen, dan tanaman akan mempunyai ketahanan yang tinggi terhadap gangguan hama dan penyakit serta daya adaptasi yang tinggi terhadap lingkungan sehingga dapat memperkecil penggunaan input seperti pupuk dan pestisida (Suryana dan Prajogo, 1997 dalam Manrapi dan Ratule, 2010).

(24)

15 tinggi serta tahan terhadap hama dan penyakit tanaman seperti IR36, dan IR42 (tipe IRxx). Selanjutnya, untuk memenuhi kebutuhan domestik maupun ekspor, mulai tahun 1985 dikembangkan varietas padi yang memiliki rasa enak seperti IR64.

Karakteristik padi tipe baru menurut Peng dkk., (1994) dan Khush (1996) dalam Susanto dkk., (2003) adalah potensi hasil tinggi, malai lebat (± 250 butir gabah /malai), jumlah anakan produktif lebih dari 10 dengan pertumbuhan yang serempak, tanaman pendek (± 90 cm), bentuk daun lebih efisien, hijau tua, senescence lambat, tahan rebah, perakaran kuat, batang lurus, tegak, besar, dan berwarna hijau gelap, sterilitas gabah rendah, berumur genjah (100 − 130 hari), beradaptasi tinggi pada kondisi musim yang berbeda, indeks panen (IP) mencapai 0,60, efektif dalam translokasi fotosintat dari source ke sink (biji), responsif terhadap pemupukan berat, dan tahan terhadap hama dan penyakit.

2.5 Quantitative Trait Locy (QTL)

(25)

berdasarkan fenotipe tanaman yang terpengaruh oleh musim, iklim mikro, spesifik organ, dan fase pertumbuhan tanaman (Susanto dkk., 2009).

Identifikasi markah molekuler untuk MAS dapat diupayakan melalui pemetaan QTL, gene tagging (penanda gen), dan analisis syntheni. Karakter-karakter penting dalam tanaman seperti hasil dan komponen hasil, toleransi cekaman biotik dan abiotik serta karakter agronomi lainnya pada umumnya bersifat kuantitatif sehingga karakter kuantitatif menjadi penting dalam pemuliaan tanaman. Pemetaan QTL memberikan informasi lokasi segmen kromosom yang

mengendalikan suatu karakter. Namun, sering kali dugaan lokasi tersebut masih terlalu panjang sehingga diperlukan fine mapping untuk mencari lokasinya secara detail beserta dengan markah penandanya. Fine mapping dapat dilakukan dengan menggunakan populasi near isogenic lines (NIL) atau overlapping substitution lines (Galur Substitusi Overlap). Fine mapping pada taraf yang detail dapat dilanjutkan dengan DNA sekuensing untuk melakukan map based cloning (klonalisasi gen berdasarkan pemetaan) (Mohan dkk., 1997 dalam Untung dkk., 2009).

Konsep sederhana dari identifikasi QTL dengan pautan lokus marker yakni individu dinilai berdasarkan genotipenya pada lokus marker, sedangkan

(26)

17 satu kesatuan, atau juga malah tidak muncul akibat adanya dispersi (Daniel, 2009).

2.6 Segregasi Transgresif

Pelaksanaan persilangan bertujuan untuk merakit kombinasi gen-gen baru dari sifat-sifat penting yang berada pada dua atau lebih varietas berbeda. Zuriat pertama (F1) dari suatu hasil persilangan umumnya homogen dan heterozigot, dengan homogenitas dan heterozigositas maksimum tercapai pada hasil

persilangan tunggal. Heterozigositas persilangan tunggal ditemukan pada semua lokus. Hasil perkawinan sendiri (selfing) zuriat F1, menghasilkan zuriat F2 yang umumnya merupakan populasi hasil segregasi yang heterogen, dengan campuran individu yang mengandung genotipe homozigot, kombinasi homozigot dan heterozigot, dan genotipe heterozigot (Stoskopf dkk., 1993). Diantara genotipe yang yang heterogen ini, terdapat genotipe hasil segregasi yang bersifat

transgresif (Poehlman dan Sleper, 1996).

(27)

famili dengan keragaan yang sama seperti induknya, apabila keragaan terbaik pada induknya itu berasal dari kontribusi pengaruh lingkungan yang lebih besar. Keadaan inilah yang menyebabkan setiap metode seleksi memerlukan waktu paling sedikit enam generasi seleksi (S6), atau hingga mencapai sedikitnya generasi kawin sendiri F7, untuk menghasilkan suatu galur harapan (Jambormias dan Riry, 2009).

Segregasi transgresif adalah segregasi gen pada sifat-sifat kuantitatif dari zuriat hasil persilangan dua tetua yang memiliki jangkauan sebaran yang melampaui jangkauan sebaran kedua tetuanya (Poehlman dan Sleper, 1996). Bila tidak ada pengaruh lingkungan yang besar, maka secara teoritis suatu segregan transgresif telah ada pada generasi segregasi F2 atau pada generasi seleksi S0.

Segregasi transgresif membentuk dua gugus segregan transgresif dalam spektrum sebaran, yaitu lebih kecil dari sebaran tetua dengan keragaan ‘rendah’, dan lebih

besar dari sebaran tetua dengan keragaan ‘tinggi’. Bila menggunakan seleksi positif, misalnya seleksi untuk memperoleh varietas yang produksi bijinya tinggi, kandungan protein biji tinggi, dan berbagai sifat yang ingin ditingkatkan nilai fenotipenya, maka gugus segregan transgresif dengan keragaan yang lebih besar dari keragaan tetua tertinggi yang akan ditingkatkan frekuensi genotipenya, sedangkan gugus segregan trasgresif dengan sebaran yang lebih kecil dari

(28)

19

2.7 Fenotipe QTL

2.7.1 Tinggi tanaman

Tanaman yang tinggi dengan batang yang lemah akan rebah pada masa permulaan tumbuh dan menjadi rebah pada pemupukan N dosis tinggi. Tanaman rebah menyebabkan pembuluh xilem dan floem menjadi rusak sehingga menghambat pengangkutan hara mineral dan fotosintat. Selain itu, susunan daun menjadi tidak beraturan dan saling menaungi sehingga akhirnya banyak menghasilkan gabah hampa. Tingginya hasil pada padi varietas unggul baru disebabkan oleh ketahanannya terhadap kerebahan (Yoshida, 1981).

Lin dkk., (2011) melaporkan bahwa terdapat 10 QTL yang mempengaruhi tinggi tanaman (plant height) yakni pada kromosom pertama berada diantara E60551 dan RM1387, pada kromosom keenam yang berada diantara R3879 dan RM30 yang merupakan interval yang berdekatan dengan Qph6.2, RM30 dan RM340.

2.7.2 Jumlah anakan

(29)

terserak hal ini disebabkan pada takaran N tinggi dan jarak tanam yang lebih rapat, maka anakan yang lebih tegak akan lebih produktif. Namun sebaliknya, anakan yang terserak akan lebih produktif pada pemupukan N dosis rendah dan jarak tanam yang lebih lebar.

Pada analisis QTL, fenotipe jumlah anakan terdeteksi pada marker RZ730-RZ801 (tn1-4) di kromosom 1, antara marker CDO686-Amy1 A/C (tn2-2) di kromosom 2, dan antara marker CDO87-RG910 (tn3-4) di kromosom 3 (Yan dkk., 1998). Sedangkan untuk ketahanan terhadap blas Pyricularia dikendalikan pada lokus qBLASTa dan qBLASTads (Tabien dkk., 2002), r11a dan r11b dua QTL mayor yang berada pada kromosom 11 (Li dkk., 2008).

2.7.3 Jumlah bulir

Jumlah bulir per malai merupakan komponen penting dalam sifat hasil padi. Pemetaan QTL untuk jumlah bulir menggunakan data 3 musim pada set rekombinan galur inbrida yang berasal dari persilangan antara Pusa 1266 bulir tinggi) dan Pusa Basmati 1 (jumlah bulir rendah) mengidentifikasi satu gen yang konsisten yaitu QTL qGN4-1 pada lengan panjang dari kromosom 4 yang

(30)

21 diferensial dinyatakan antara dua tetua selama pengembangan awal malai

(Deshmukh dkk., 2010)

2.8 Heritabilitas

Besar kecilnya peranan faktor genetik terhadap fenotipe dinyatakan dengan heritabilitas atau sering disebut dengan daya waris. Heritabilitas merupakan perbandingan atau proporsi ragam genetik terhadap ragam total (varian fenotipe), yang biasanya dinyatakan dengan persen (%). Menurut Bahar dan Zein (1993) dalam Sudarmadji dkk., (2007) variasi genetik akan membantu dalam

mengefisienkan kegiatan seleksi. Apabila variasi genetik dalam suatu populasi besar, ini menunjukkan individu dalam populasi beragam sehingga peluang untuk memperoleh genotip yang diharapkan akan besar.

Heritabilitas merupakan pernyataan kuantitatif dari faktor keturunan dibandingkan dengan faktor lingkungan dalam memberikan penampilan akhir. Heritabilitas mengacu kepada peranan faktor genetik dan lingkungan terhadap pewarisan suatu karakter tanaman (Allard, 1960). Pendugaan nilai heritabilitas yang tinggi

(31)

2.9 Seleksi Tidak Langsung

(32)

III. BAHAN DAN METODE

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Politeknik Negeri Lampung dan Laboratorium Benih Fakultas Pertanian, Universitas Lampung mulai dari bulan Desember 2012 sampai April 2013.

3.2 Bahan dan Alat

Pada penelitian ini bahan yang digunakan adalah 10 varietas-QTL padi unggul nasional yakni Sarinah-tinggi tanaman, Sarinah-jumlah anakan, Sarinah-jumlah bulir, IR64-tinggi tanaman, IR64-jumlah anakan, IR64-jumlah bulir, Ciliwung-jumlah anakan, Ciliwung-Ciliwung-jumlah bulir, Ciherang-Ciliwung-jumlah anakan, Ciherang-Ciliwung-jumlah bulir, dan pupuk kandang sapi.

(33)

3.3 Metode Penelitian

Untuk menjawab pertanyaan dalam perumusan masalah dan untuk menguji hipotesis maka penelitian ini disusun menggunakan rancangan perlakuan kuasi RTS (Rancangan Teracak Sempurna) karena dalam penelitian ini tidak

memungkinkan untuk dilakukan pengulangan kelompok tetapi ulangan berada di dalam satu kelompok yang sama. Masing-masing kelompok ulangan terdiri dari 9 sampel tanaman yang dibagi menjadi 3 ulangan dan masing-masing ulangan terdapat 3 tanaman. Data terlebih dahulu dicari rata-ratanya.

Selanjutnya dilakukan analisis ragam, data pengamatan diuji dengan uji Bartlett dan Levene untuk kehomogenan ragam. Bila hasil analisis uji pada analisis ragam nyata pada P ≤ 0,01 atau 0,05 maka dilakukan pemeringkatan nilai tengah dengan

[image:33.595.104.519.609.695.2]

uji Beda Nyata Jujur (BNJ). Besarnya ragam genetik dan heritabilitas broad-sense diduga berdasarkan kuadrat nilai tengah (KNT) harapan pada analisis ragam berdasarkan Hallauer dan Miranda (1986) yang dalam Hikam (2010) dengan analisis ragam seperti Tabel 2.

Tabel 2. Pendugaan ragam genetik dan heritabilitas broad-sense berdasarkan nilai KNT harapan pada hasil analisis ragam.

Sumber Keragaman Db KNT KNT Harapan

Varietas-QTL v-1 KNT 2 σ2 + uσ2g

Galat Residual KNT 1 σ2

(34)

25 Luas sempitnya nilai keragaman genetik suatu karakter ditentukan berdasarkan ragam genetik (σ2g) dan standar deviasi ragam genetik (GB) σ2g menurut rumus berikut

σ σ √

Sedangkan rumus heritabilitas broad-sense (h2bs) dan standar deviasi heritabilitas broad-sense (GB)h2BS menjadi

σ

σ

σ2

g dan akan nyata apabila nilainya ≥ 1 GB (Hallauer dan Miranda, 1986).

Dengan koefisien keragaman genetik (KKg):

√σ

̅

3.4 Pelaksanaan Penelitian

3.4.1 Pengolahan lahan

Sebelum digunakan untuk penanaman, lahan terlebih dahulu diolah dengan menggunakan bajak. Kemudian dibuat bedengan untuk tiap varietas seluas 2 x 1 meter. Antarbedengan dibuat saluran sedalam 20 cm yang berfungsi sebagai saluran drainase. Pada prinsipnya pengolahan tanah dilakukan untuk menciptakan kondisi yang optimal bagi pertumbuhan tanaman, yaitu menciptakan

(35)

3.4.2 Penanaman

Tugal tanah sedalam 5 cm dengan jarak tanam 25 x 25 cm. Kemudian masukkan benih padi sebanyak 2 butir dalam satu lubang. Tutup kembali lubang tersebut.

3.4.3 Pemeliharaan dan pemupukan

Pemeliharaan tanaman berupa pemupukan, pengendalian hama dan penyakit, dan penyiangan gulma. Pemupukan pertama menggunakan pupuk kandang sapi sebanyak 5 t/ha yang diberikan saat pengolahan tanah. Pemupukan kedua diberikan setelah 3 minggu setelah tanam (MST) dengan dosis 5 t/ha diberikan dengan cara ditaburkan disekitar tanaman padi. Pengendalian hama dan penyakit dilakukan dengan cara manual, yakni dengan membuang tanaman yang terserang penyakit dan membuang hama yang terdapat pada pertanaman. Selain itu juga untuk mencegah serangan burung pemakan padi maka dilakukan pemasangan jala net agar burung tidak dapat masuk ke areal pertanaman. Untuk pengendalian gulma pun dilakukan dengan cara manual, yaitu dengan cara mencabut gulma yang terdapat di areal pertanaman.

3.4.4 Penetapan sampel

(36)

27 3.4.5 Pemanenan

Kriteria siap panen adalah daun bendera dan 90 % bulir padi telah menguning dan butir gabah terasa keras bila ditekan. Apabila dikupas, tampak isi bulir gabah berwarna putih dan tidak mengeluarkan cairan berwarna susu lagi. Panen dilakukan dengan cara diarit hingga ke pangkal bawah batang. Kemudian malai beserta bulir padi dipisahkan dari batang dan daun. Malai dan bulir padi

dimasukkan ke dalam kantong-kantong kertas yang sudah diberi label sebagai sampel.

3.4.6 Pasca panen

(37)

3.5 Variabel Pengamatan

Untuk menguji kesahihan kerangka pemikiran dan hipotesis dilakukan

pengamatan terhadap fase vegetatif, generatif dan produksi yang dihasilkan, maka variabel pengamatan dalam penelitian ini :

(1) Tinggi tanaman. Tinggi tanaman dengan satuan centimeter (cm) diukur dari pangkal batang hingga ujung daun bendera pada tiap rumpun.

(2) Jumlah anakan per rumpun. Jumlah anakan dihitung pada tiap-tiap rumpun tanaman padi.

(3) Umur berbunga. Umur berbunga dilihat pada saat tanaman dalam petakan/bedengan minimal telah mencapai 50 % fase berbunga.

(4) Jumlah anakan produktif per rumpun. Jumlah anakan produktif ditentukan dari jumlah anakan yang menghasilkan malai pada tiap rumpunnya.

(5) Jumlah gabah total per rumpun. Jumlah gabah total ditentukan dengan cara menghitung keseluruhan jumlah gabah tiap rumpun.

(6) Jumlah gabah isi per rumpun. Jumlah gabah isi ditentukan dengan cara memisahkan antara gabah isi dan gabah hampa menggunakan alat pembersih benih kemudian dihitung menggunakan alat hitung benih.

(7) Jumlah gabah hampa per rumpun. Jumlah gabah hampa ditentukan dengan cara menghitung jumlah gabah hampa per rumpun menggunakan alat penghitung benih.

(8) Bobot gabah isi per rumpun. Bobot gabah isi dengan satuan gram (g) ditentukan dengan cara menimbang gabah isi tiap kantong.

(38)

29 (10) Bobot kering malai per rumpun. Bobot kering malai dengan satuan gram (g)

ditentukan dengan cara menimbang malai yang telah dikeringkan.

(11) Bobot 100 bulir isi. Bobot 100 bulir isi dengan satuan gram (g) ditentukan dengan mengambil 100 butir gabah isi/bernas dan kemudian ditimbang. (12) Produksi per meter. Produksi per meter dengan satuan gram (g) ditentukan

dengan rumus sebagai berikut

Jarak antara 3 tanaman adalah : ( 25 cm + 25 cm) = 50 cm = ½ meter Produksi per ½ meter adalah: bobot tanaman 1 + bobot tanaman 2 + bobot

tanaman 3

Produksi per meter adalah : (produksi per ½ meter x 2) Produksi per m2 adalah: (produksi per meter/ ½ m x ¼ m)

: produksi per meter x 8

Jarak tanam

R I Z O S F E R

Jarak tanam 25 cm

25 cm

(39)

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan: 1. Semua peubah yang diamati mampu memberikan perbedaan ragam genetik

dan heritabilitas broad-sense meskipun memiliki koefisien keragaman yang cukup tinggi dan di tanam pada lingkungan gogo.

2. Varietas Sarinah-jumlah bulir dan Sarinah-jumlah anakan dapat dijadikan sebagai salah satu tetua untuk perakitan padi inbrida dan hibrida

3. Korelasi yang menunjukkan peningkatan pada produksi per meter ditunjukkan dengan fenotipe jumlah bulir total, sehingga jumlah bulir total dapat

digunakan sebagai peubah pada seleksi tidak langsung.

5.2Saran

Berdasarkan kegiatan penelitian yang telah dilakukan diperoleh saran sebagai berikut

1. Varietas-QTL padi yang sesuai ataupun melebihi standar komersial dapat dijadikan sebagai salah satu tetua tanpa direkombinasi.

(40)

PUSTAKA ACUAN

Al, S., dan Sudarsono. 2004. Pengaruh jenis dan dosis pupuk kandang terhadap pertumbuhan kangkung darat (ipomoea sp) dan caisim (brassica juncea) pada tanah pasir kawasan Pantai Samas, Bantul – Yogyakarta. Makalah. Disajikan dalam Seminar Nasional “Penelitian, Pendidikan dan Penerapan MIPA”, FMIPA – UNY : Hotel Sahid Raya, Senin 2 – 08 – 2004.

Allard, R.W. 1960. Principles of Plant Breeding. John Wiley & Sons, Inc. New York. 485 hlm.

Barus, J. 2012. Pengaruh aplikasi pupuk kandang dan sistim tanam terhadap hasil varietas unggul padi gogo pada lahan kering masam di lampung. bptp lampung. Jurnal Lahan Suboptimal. 1(1): 102-106. ISSN2252-6188. BPK. 2012. Kebijakan pemerintah dalam pencapaian swasembada beras pada

program peningkatan ketahanan pangan. http://jdih.bpk.go.id/wp-content/uploads/2012/03/tulisan-hukum-ketahanan-pangan.pdf diakses pada 2 Desember 2012.

Daniel. 2009. Quantitative Trait Loci (QTL).

http://dansboom.blogspot.com/2009/08/quantitative-trait-loci-qtl.html. Daradjat, A.A., Suwarno, Abdullah B., Soewito T., Ismail B.P., dan Simanullang

Z.A. 2001. Status penelitian pemuliaan padi untuk memenuhi kebutuhan pangan masa depan. Balai Penelitian Tanaman Padi, Sukamandi.

Deshmukh, R., Singh A., Jain N., Anand S., Gacche R., Singh A., Gaikwad K., Sharma T., Mohapatra T., dan Singh N. 2010. Identification of candidate genes for grain number in rice (Oryza sativa L.). Funct Integr Genomics. 10(3):339-47.

Falconer, D. S., and T. F. C. MacKay. 1996. Introduction to quantitative genetics. Prentice Hall, Harlow, England.

(41)

Jambormias, E. dan J. Riry. 2009. Penyuaian data dan penggunaan informasi kekerabatan untuk mendeteksi segregan transgresif sifat kuantitatif pada tanaman menyerbuk sendiri (Suatu pendekatan dalam seleksi). Universitas Pattimura Ambon. Jurnal Budidaya Pertanian. 5 (1): 11-18.

Li, Y., C. Wu, Y. Xing, H. Chen, Y. He. 2008. Dynamic QTL analysis for rice blast resistace under natural infection conditions. Australian Journal of Crop Science. 2 (2): 73-82. ISSN: 1835-2707.

Lin, Y.R., S.C. Wu, S.E. Chen, T. H. Tseng, C.S. Chen, S.C. Kuo, H.P. Wu, Y.I.C. Hsing. 2011. Mapping of quantitative trait loci for plant height and heading date in two inter-subspecific crosses of rice and comparison across Oryza genus. Molecular Biology Journal of Botanical Studies. 52: 1-14.

Makarim, A. K., E. Suhartatik. 2009. Morfologi dan fisiologi tanaman padi. Balai Besar Penelitian Tanaman Padi Sukamandi. Jawa Barat.

Manrapi, A., M.T. Ratule. 2010. Keragaan hasil beberapa varietas unggul baru (VUB) padi sawah irigasi dalam kegiatan perbanyakan benih mendukung SLPTT padi di Sulawesi Tenggara. Prosiding Pekan Serealia Nasional, 2010. ISBN : 978-979-8940-29-3.

Mudjisihono, R. 2009. Padi non hibrida vs padi hibrida. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Yogyakarta.

http://c-tinemu.blogspot.com/2009/02/padi-non-hibrida-vs-padi-hibrida.html. Diakses pada 10 Desember 2012.

Mulyani, A. 2006. Perkembangan potensi lahan kering masam. Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Lahan Pertanian.

Musnamar, E. I. 2004. Pupuk Organik Cair dan Padat, Pembuatan, Aplikasi. Jakarta. Penebar Swadaya.

Nazirah, L. 2008. Tanggap beberapa varietas padi gogo terhadap interval dan tingkat pemberian air. Tesis. Universitas Sumatera Utara. Medan. Prayogi, T. 2012. Sebuah perjalanan: Perkembangan produksi beras Indonesia.

http://tomyprayogie.blogspot.com/2012/02/perkembangan-produksi-beras-indonesia.html. Diakses pada 17 Desember 2012.

Puslitbang Tanah dan Agroklimat. 2005. Bab VI arah pengembangan pertanian bedasarkan kesesuaian lahan. prospek dan arah pengembangan

agribisnis:Tinjauan aspek kesesuaian lahan. Hlmn 21-32

Puslitbang Tanaman Pangan. 2012. Peluang menuju swasembada beras

(42)

48 Poehlman, J.M. dan D.A. Sleper. 1996. Breeding Field Crops (Ed 4). Iowa State

University Press, Iowa.

Rachmawati, A.A., M. Syukur., M. Surachman. TT. Pendugaan nilai heritabilitas dan korelasi genetik beberapa karakter agronomi tanaman semangka (Citrullus lanatus (Thunberg) Matsum dan Nakai). Prosiding Departemen Agronomi dan Hortikultura Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Rahayu, A.T., dan T. Harjoso. 2010. Karakter agronomis dan fisiologis padi gogo yang ditanam pada media tanah bersekam pada kondisi air di bawah kapasitas lapang. Universitas Jendral Soedirman. Akta Agrosia. 13(1) : 40 - 49. ISSN 1410-3354.

Ramadhana, R. 2013. Evaluasi Fenotipe Quantitative Trait Loci (QTL) yang Tersegregasi Transgresif Pada Padi Varietas Lokal di Lingkungan Sawah Baru. Skripsi. Universitas Lampung.

Rieseberg, L.H., A. Widmer, A.M. Arntz, J.M. Burke. 2003. The genetic architecture necessary for transgressive segregation is common in both natural and domisticated populations. The Royal Society. Phil. Trans. R. Soc. Lond. B. DOI 10.1098/rtsb.2003.1283.

Sahiri, N. 2003. Pertanian organik: prinsip daur ulang hara, konservasi air dan interaksi antar tanaman. Makalah Individu Pengantar Falsafah Sains. Institut Pertanian Bogor.

Saputri, T.Y., S. Hikam, P.B. Timotiwu. 2013. Pendugaan Komponen Genetik, Daya Gabung dan Segregasi Biji Pada Jagung Manis Kisut. Jurnal Agrotek Tropika. 1 (1) : 25-31. ISSN 2337-4993.

Sarief. S. 1986. Kesuburan Tanah dan Pemupukan Tanah Pertanian. Bandung. Pustaka Buana.

Satoto. 2004. Status perkembangan program pembentukan varietas padi hibrida. Makalah Disampaikan pada Lokakarya Program Litkaji Pemuliaan Partisipatif dan Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT). Sukamandi, 18-20 Januari 2004. Balai Penelitian Tanaman Padi. 16 hlm.

Stoskopf, N.C., D.T. Tomes dan B.R. Christie. 1993. Plant Breeding. Theory and Practice. Boulder, USA.

(43)

Sumarno. 2006. Mengapa hibrida padi tidak sesukses hibrida jagung?. Tabloid Sinar Tani. 21 Juni 2006. Hlm 1 – 4.

Suparyono, dan Setyono. 1997. Mengatasi permasalahan budidaya padi. Penebar Swadaya. Jakarta.

Suprayogi, L. 2011. Evaluasi Plasma Nutfah Padi yang Tersegregasi Transgresif Sebagai Tetua Inbred pada Perakitan Padi Hibrida dan Inbrida. Skripsi. Universitas Lampung. Bandar Lampung.

Susanto, U., A.A. Daradjat, dan B. Suprihatno. 2003. Perkembangan pemuliaan padi sawah di Indonesia. Jurnal Litbang Pertanian. 22 (3): 125-131. Susanto, U., Sutrisno dan H. Aswidinnoor. 2009. Pemanfaatan teknik markah

molekuler untuk perbaikan varietas padi. Balai Besar Penelitian Tanaman Padi Sukamandi. Subang. Jawa Barat.

Suwarno. 2000. Orientasi penelitian plasma nutfah dan pemuliaan untuk

menyongsong tantangan perpadian masa depan. Apresiasi Seminar Hasil Penelitian Tanaman Padi. Balai Penelitian Tanaman Padi, Sukamandi, Jawa Barat, 10−11 November 2000.

Suwantike, I.K.T. 2011. Evaluasi Fenotipe QTL 6 Varietas Padi Tersegregasi Transgresif untuk Koleksi Plasma Nutfah pada Perakitan Padi Inbrida. Skripsi. Universitas Lampung. Bandar Lampung.

Tabien, R.E., Z.Li, A.H. Paterson, M. A. Marchetti, J.W. Stansel, and S.R.M. Pinson. 2002. Mapping QTLs for field resistance to the rice blast pathogen and evaluating their individual and combined utility in improved varieties. Theor. Appl. Genet. 105: 313-324.

Tisdale, S.L., Nelson W.L. 1991. Soil Fertility and Fertilizer. New York. The Mc Millan Company.

Wikipedia 2012. Lokus Sifat Kuantitatif.

http://id.wikipedia.org/wiki/Lokus_sifat_kuantitatif . Diakses pada 10 Desember 2012.

Gambar

Tabel                                                                                                         Halaman
Tabel 1. Berbagai macam kandungan unsur hara yang dikandung oleh beberapa   pupuk kandang
Tabel 2. Pendugaan ragam genetik dan heritabilitas broad-sense berdasarkan nilai    KNT harapan pada hasil analisis ragam

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka diperoleh rumusan masalah yaitu berapa besar tingkat perambahan, hasil interpretasi dan kerapatan vegetasi

Internet ( new media ) telah mempengaruhi sendi sendi interaksi masyarakat dunia pada umumnya dan masyarakat Indonesia khususnya, tidak hanya seputar industri

Hasil pengujian khasiat pengobatan luka bakar sediaan topikal mengandung bahan aktif fraksi ekstrak pegagan terhadap kulit kelinci berdasarkan uji histopatologi

後、9 月 18 日付けの三段記事で速報された「科学技術新体制/確立要綱案成る/内閣に 技術院

Berdasarkan masalah diatas telah dilakukan penelitian dengan tujuan untuk mengetahui diversitas gastropoda pada akar pohon mangrove di Pulau Sirandah, Kota Padang,

Berdasarkan latar belakang tersebut diatas, maka tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah pelaksanaan kegiatan pembelajaran IPA dengan pendekatan

Dari hasil wawancara terhadap pelaku-pelaku (BKM, UPL dan Faskel) yang menjalankan pelaksanaan kegiatan PNPM Mandiri mengatakan bahwa peran Unit Pengelola Lingkungan (UPL)

The research focuses on the efforts of identifying the effect of working motivation, compensation, working satisfaction and working climate towards the emotional intelligence of