• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS PERAN KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA (KPPU) SEBAGAI POLICY ADVISORY DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1999

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "ANALISIS PERAN KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA (KPPU) SEBAGAI POLICY ADVISORY DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1999"

Copied!
65
0
0

Teks penuh

(1)

A. Latar Belakang

Persaingan usaha yang sehat merupakan salah satu elemen penting bagi suatu

negara dalam mengelola kegiatan perekonomian yang berorientasi pasar. Langkah

yang diambil oleh pemerintah dalam menciptakan kondisi persaingan usaha yang

sehat adalah dengan menetapkan dan memberlakukan aturan hukum persaingan

usaha Indonesia melalui Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan

Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat ( Selanjutnya disingkat UU

No. 5 Tahun 1999). Tujuan dari pemberlakuan UU No. 5 Tahun 1999 ini adalah

untuk menjaga kepentingan umum dan meningkatkan efisiensi ekonomi nasional

sebagai salah satu upaya untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat, mewujudkan

iklim persaingan usaha yang kondusif, mencegah praktik monopoli dan

menciptakan efektifitas dan efisiensi dalam kegiatan usaha.1

Pelaksanaan UU No. 5 Tahun 1999 dalam menciptakan kondisi persaingan usaha

yang sehat secara langsung diawasi oleh Komisi Pengawas Persaingan Usaha

(yang selanjutnya disingkat KPPU). KPPU merupakan lembaga independen yang

terlepas dari pengaruh dan kekuasaan pemerintah serta pihak lain dalam

mengawasi kegiatan persaingan usaha, yang pembentukannya didasari oleh Pasal

1

(2)

30 UU No. 5 Tahun 1999. Terlepas dari pengaruh dan kekuasaan pihak lain

membuat KPPU dapat menjalankan tugasnya secara efektif. Tugas KPPU adalah

melakukan penilaian apakah telah terjadi perjanjian-perjanjian yang dilarang atau

kegiatan usaha ilegal yang telah diatur dalam UU No. 5 Tahun 1999, seandainya

KPPU menilai telah terjadi perjanjian-perjanjian yang dilarang atau kegiatan

usaha yang dilarang, maka KPPU dapat menggunakan wewenangnya untuk

memerintahkan penghentian perjanjian-perjanjian yang dilarang dan kegiatan

usaha yang dilarang.2

KPPU berdasarkan UU No. 5 Tahun 1999 diberi wewenang untuk mendapatkan,

meneliti, dan atau menilai surat, dokumen atau alat bukti lain guna penyelidikan

dan pemerikasaan yang akhirnya memutuskan apakah pelaku usaha tertentu telah

melanggar UU No. 5 Tahun 1999. Hal ini menjelaskan bahwa wewenang KPPU

adalah mengatur, mengawasi dan membatasi pergerakan pelaku usaha untuk tidak

menimbulkan persaingan usaha yang tidak sehat.

UU No. 5 Tahun 1999 selain mengatur hubungan antara KPPU dan pelaku usaha

juga memberikan pengaturan mengenai hubungan antara KPPU dan pemerintah.

Pengaturan hubungan antara KPPU dan pemerintah ini didasari bahwa pemerintah

sebagai lembaga yang berwenang membentuk peraturan atau regulasi tentunya

memiliki pengaruh terhadap peraturan yang mempengaruhi laju perekonomian di

Indonesia. KPPU sebagai lembaga yang mengawasi kegiatan persaingan usaha

memiliki peran untuk memberikan saran dan pertimbangan terhadap kebijakan

pemerintah yang mempengaruhi persaingan usaha, sehingga diharapkan regulasi

2

(3)

dan peraturan yang dibentuk dapat menciptakan iklim persaingan usaha yang

sehat. Peran KPPU dalam memberikan saran dan pertimbangan kepada

pemerintah diatur dalam Pasal 35 huruf e UU No. 5 Tahun 1999.

Kebijakan yang di bentuk oleh pemerintah menunjukan tidak semuanya

memberikan efek positif terhadap iklim persaingan usaha. Ada beberapa

kebijakan yang dibentuk oleh pemerintah yang cenderung dapat mengakibatkan

persaingan usaha yang tidak sehat. Di sektor Migas (Minyak dan Gas) telah hadir

peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai Industri Liquefield

Petrolium Gas3(LPG). LPG merupakan komoditas Migas yang banyak digunakan

di masyarakat. Pertamina sebagai pelaku usaha dalam industri LPG memiliki

posisi sebagai monopolist.4 Posisi pertamina ini didukung oleh kebijakan yang mengatur mengenai Industri LPG yakni Peraturan Menteri ESDM No. 21 Tahun

2007 tentang Penyelenggaraan Penyediaan dan Pendistribusian Liquefied

Petroleum Gas (LPG) tabung 3 Kilogram. KPPU sebagai lembaga pengawas

persaingan menemukan potensi timbulnya persaingan usaha tidak sehat dengan

adanya distorsi persaingan yang diakibatkan penerapan kebijakan dalam sektor

industri LPG. Oleh karena itu perlu ada pemberian saran dan pertimbangan

terhadap kebijakan industri LPG, sehingga dapat menghindari potensi timbulnya

persaingan usaha tidak sehat.

3

Liquefied Petroleum Gas (LPG) adalah gas hidrokarbon yang dicairkan dengan tekanan untuk memudahkan penyimpanan, pengangkutan dan penangananya yang pada dasarnya terdiri atas Propana (C3), Butana (C4) atau campuran keduanya (Mix LPG)

4

Positioning Paper KPPU. Analisis Kebijakan Persaingan dalam industri LPG Indonesia. http://www.kppu.go.id/docs/Positioning_Paper/LPG.pdf . diakses pada tanggal 12 Juni 2012. Hlm.

(4)

Di sektor jasa khususnya dalam bidang penyelenggaran haji KPPU juga

memberikan evaluasi kebijakan pemerintah terkait dengan adanya rancangan

perubahan Undang-undang No. 17 tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Haji.

Mekanisme competition for the market yang dilakukan oleh pemerintah dalam

penyelengaraan haji berdasarkan kebijakan UU No. 17 tahun 1999 selama ini

mungkin telah menemukan kuantifikasi (baik harga maupun pelayanan) yang

baik, tetapi bukan yang terbaik. Hal ini karena mekanisme yang dijalankan masih

bersifat diskriminatif, tidak mempertimbangkan informasi (kelembagaan) pasar

yang lebih luas dimana potensi efisiensi penyelengaraan ibadah haji diyakini

masih dapat dilakukan lebih baik lagi oleh pemerintah.5 KPPU sebagai lembaga yang menegakkan persaingan usaha yang sehat perlu memberikan saran kebijakan

dalam Rancangan Undang-Undang Ibadah Haji sehingga dapat menerapkan

prinsip-prinsip profesionalitas, transparansi dan akuntabilitas sehingga dapat

mewujudkan persaingan usaha yang sehat.

KPPU perlu melakukan pengawasan dan pemberian saran terhadap kebijakan

pemerintah yang berpeluang menimbulkan persaingan usaha tidak sehat. KPPU

harus menjalankan perannya sebagai penasehat kebijakan (policy advisory)

sehingga kebijakan yang dibentuk oleh pemerintah dalam bidang ekonomi dapat

membuat perekonomian lebih efisien dan kompetitif dengan menghilangkan

berbagai praktek persaingan usaha tidak sehat. Peran KPPU sebagai penasehat

kebijakan dapat diimplementasikan dalam bentuk pemberian masukan bagi

pemerintah, dalam menciptakan kebijakan yang pro persaingan usaha yang sehat.

5

(5)

Saran dan pertimbangan KPPU dibuat atas dasar kebijakan pemerintah yang

berpotensi atau bahkan telah tidak selaras dengan semangat UU No. 5 Tahun

1999. Sumber kebijakan yang dievaluasi dapat berupa peraturan

perundang-undangan yang sudah disahkan di berbagai tingkat pemerintahan, draft rancangan

peraturan perundang-undangan yang masih dalam proses pembahasan maupun

kebijakan pemerintah berupa Surat Keputusan, Surat Edaran, Himbauan dan

lain-lain.6

KPPU sebagai penasehat pemerintah (Policy Advisory) diharapkan dapat

memberikan saran dan pertimbangan terhadap semua regulasi atau kebijakan

mengenai kegiatan perekonomian yang dibuat oleh pemerintah. Berdasarkan saran

dan pertimbangan yang telah diberikan maka pemerintah dapat menerima saran

dan pertimbangan tersebut dan menjadikannya sebagai salah satu pertimbangan

dalam membuat regulasi atau kebijakan yang mendukung terciptanya persaingan

usaha yang sehat.

Berdasarkan latar belakang, penulis tertarik mengadakan penelitian yang

dituangkan dalam bentuk skripsi dengan judul “ Analisis Peran Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) SebagaiPolicy Advisorydalam Undang-Undang No. 5 Tahun 1999

6

(6)

B. Permasalahan dan Ruang Lingkup 1. Permasalahan

Berkaitan dengan latar belakang yang telah disampaikan diatas, maka

permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah:

a. Apakah lingkup subtansi yang menjadi objek kajian oleh Komisi Pengawas

Persaingan Usaha (KPPU) dalam menjalankan perannya sebagai Policy

Advisorydalam Undang-Undang No. 5 Tahun 1999?

b. Apa saja jenis kegiatan yang telah dikaji oleh Komisi Pengawas Persaingan

Usaha (KPPU) sebagai Policy Advisory dalam Undang-Undang No. 5 Tahun

1999 ?

c. Bagaimana konsekuensi dari peran KPPU sebagai Policy Advisory terhadap

Pemerintah ?

Berdasarkan masalah diatas, pokok-pokok bahasan dalam penelitian ini adalah:

a. Subtansi yang menjadi objek kajian oleh Komisi Pengawas Persaingan Usaha

(KPPU) dalam menjalankan perannya sebagaiPolicy Advisory

b. Jenis kegiatan yang dikaji oleh Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU)

sebagaiPolicy Advisory dalam Undang-Undang No. 5 Tahun 1999

c. Konsekuensi dari peran KPPU sebagaiPolicy Advisoryterhadap Pemerintah

2. Ruang Lingkup

Berdasarkan pada permasalahan di atas, ruang lingkup keilmuan dalam skripsi ini

termasuk pada studi hukum perdata ekonomi dikhususkan pada hukum

(7)

sebagai penasehat kebijakan (Policy Advisory) terhadap kebijakan pemerintah

yang diatur dalam Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik

Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian 1. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengambarkan dan menganalisis secara jelas

tentang:

a. Subtansi yang di jadikan objek oleh Komisi Pengawas Persaingan Usaha

(KPPU) dalam menjalankan perannya sebagaiPolicy Advisory.

b. Jenis kegiatan yang telah dikaji oleh Komisi Pengawas Persaingan Usaha

(KPPU) sebagaiPolicy AdvisoryDalam Undang-Undang No. 5 Tahun 1999.

c. Konsekuensi dari peran Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) sebagai

Policy Advisoryterhadap pemerintah.

2. Kegunaan Penelitian

Kegunaan penelitian ini adalah:

a. Kegunaan Teoritis

Kegunaan penelitian ini adalah dalam rangka pengembangan kemampuan

berkarya ilmiah, daya nalar dan acuan yang sesuai dengan disiplin ilmu khususnya

ilmu di bidang hukum ekonomi yang berkenaan dengan hukum persaingan usaha,

(8)

b. Kegunaan Praktis

(1) Menjadi bahan masukan bagi kalangan praktisi hukum, khususnya yang

bergerak dalam bidang penegak hukum persaingan usaha.

(2) Memberikan kejelasan mengenai peran Komisi Pengawas Persaingan Usaha

(KPPU) sebagai policy advisory. Sehingga diharapkan tulisan ini dapat

menambah literatur yang mengkaji mengenai hukum persaingan usaha.

(3) Sebagai salah satu syarat dalam menempuh ujian sarjana di Fakultas Hukum

(9)

A. Hukum Persaingan Usaha

1. Pengertian Hukum Persaingan Usaha

Pengertian dari hukum persaingan usaha adalah hukum yang mengatur tentang

interaksi perusahaan atau pelaku usaha di pasar, sementara tingkah laku

perusahaan ketika berinteraksi dilandasi atas motif-motif ekonomi.7 Pengertian persaingan usaha secara yuridis selalu dikaitkan dengan persaingan dalam

ekonomi yang berbasis pada pasar, dimana pelaku usaha baik perusahaan maupun

penjual secara bebas berupaya untuk mendapatkan konsumen guna mencapai

tujuan usaha atau perusahaan tertentu yang didirikannya.8

Dilihat dari segi ekonomi, pengertian persaingan ataucompetitionadalah:9

a. Merupakan suatu bentuk struktur pasar, dimana jumlah perusahaan yang

menyediakan barang di pasar menjadi indikator dalam menilai bentuk pasar

seperti persaingan sempurna (perfect competition), oligopoli (adanya beberapa

pesaing besar).

7

Andi Fahmi Lubis,et. all.Hukum Persaingan Antara Teks dan Konteks.ROV Creative Media. Jakarta. 2009. Hlm 21

8

Budi Kagramanto.Mengenal Hukum Persaingan Usaha.Laras. Sidoarjo. 2012. Hlm. 57

(10)

b. Suatu proses dimana perusahaan saling berlomba dan berusaha untuk merebut

konsumen atau pelanggan untuk bisa menyerap produk barang dan jasa yang

mereka hasilkan, dengan cara:

(1) Menekan harga (price competition)

(2) Persaingan bukan terhadap harga (non price competition) melalui

deferensial produk, pengembangan HAKI, promosi atau iklan, pelayanan

purna jual, serta

(3) Berusaha untuk lebih efesien (low cost production)

2. Dasar Hukum Persaingan Usaha

Kegiatan perekonomian nasional dalam pengaturannya diatur dalam Pasal 33

Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 dimana ekonomi diatur oleh kerjasama

berdasarkan prinsip gotong royong. Secara tidak langsung dalam Pasal 33 UUD

1945 termuat pemikiran demokrasi ekonomi,10 dimana demokrasi memiliki ciri khas yang proses perwujudannya di wujudkan oleh semua anggota masyarakat

untuk kepentingan seluruh masyarakat, dan harus mengabdi kepada kesejahteraan

seluruh rakyat.

Pemikiran demokrasi ekonomi perlu diwujudkan dalam menciptakan kegiatan

ekonomi yang sehat, maka perlu disusun Undang-undang tentang Larangan

Praktik Monopoli dan persaingan usaha tidak sehat yang dimaksudkan untuk

menegakkan aturan hukum dan memberikan perlindungan yang sama bagi setiap

pelaku usaha di dalam upaya untuk menciptakan persaingan usaha yang sehat.

Ketentuan larangan praktik monopoli dan persaingan usaha tidak sehat di

10

(11)

Indonesia terdapat dalam UU No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik

Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat diundangkan dalam Lembaran

Negara Republik Indonesia Tahun 1999 No. 33 pada tanggal 5 maret 1999 dan

berlaku secara efektif 1 (satu) tahun sejak diundangkan.11

Sebelum UU No. 5 Tahun 1999 berlaku secara efektif dan menjadi dasar hukum

persaingan usaha, telah ada sejumlah peraturan perundang-undangan yang

mengatur mengenai persaingan usaha. Pengaturannya terdapat dalam sejumlah

peraturan perundang-undangan yang tersebar secara terpisah (sporadis) satu sama

lain.12 Adapun peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai antimonopoli dan persaingan usaha tidak sehat adalah sebagai berikut:13

a. Pasal 382 bis Kitab Undang-Undang Hukum Pidana

b. Pasal 1365 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

c. Undang-Undang No. 5 tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok

Agraria

d. Undang-Undang No. 6 Tahun 1968 jo Undang-Undang No. 12 Tahun 1970 jo

Undang-Undang No. 7 Tahun 1983 Tentang Penanaman Modal Dalam Negeri

e. Undang-Undang No. 5 Tahun 1984 Tentang Perindustrian

f. Undang-Undang No. 19 Tahun 1992/ Undang-Undang No. 14 Tahun 1997

Tentang Merek

g. Undang-Undang No. 1 Tahun 1995 Tentang Perseroan Terbatas

h. Undang-Undang No. 8 Tahun 1995 Tentang Pasar Modal

i. Undang-Undang No. 9 Tahun 1995 Tentang Usaha Kecil

11

Ningrum Natasya Sirait.et. all. Ikhtisar Ketentuan Persaingan Usaha.PT Gramedia. Jakarta. 2010. Hlm 1

12

Binoto Nadapdap.Op.Cit. Hlm. 7

(12)

j. Peraturan Pemerintah No. 27 Tahun 1998 Tentang Penggabungan, Peleburan

dan Pengambilalihan Perseroan Terbatas

k. Peraturan Pemerintah No. 70 Tahun 1992 Tentang Bank Umum

Keberadaan UU No. 5 tahun 1999 sebagai dasar hukum persaingan usaha juga

dilengkapi dengan berbagai peraturan pelaksana dan peraturan terkait lainnya baik

yang dikeluarkan oleh KPPU dalam bentuk Peraturan Komisi (Perkom), Pedoman

KPPU, Surat Keputusan (SK) dan Surat Edaran (SE), maupun yang dikeluarkan

oleh Mahkamah Agung dalam bentuk Peraturan Mahkamah Agung (Perma).14

3. Ruang Lingkup Hukum Persaingan Usaha

Penerapan hukum persaingan usaha bertujuan untuk menghindari timbulnya

persaingan usaha tidak sehat. Pasal 1 angka 6 UU No. 5 Tahun 1999 menyatakan

bahwa persaingan usaha tidak sehat adalah persaingan antar pelaku usaha dalam

menjalankan kegiatan produksi dan atau pemasaran barang dan jasa yang

dilakukan dengan cara tidak jujur atau melawan hukum atau menghambat

persaingan usaha. Pengertian persaingan usaha tidak sehat ini dapat dilakukan

dalam bentuk perjanjian dan kegiatan sebagaimana diatur dalam UU No. 5 Tahun

1999.

a. Perjanjian yang Dilarang dalam UU No. 5 Tahun 1999

Perjanjian berdasarkan Pasal 1313 KUHPerdata adalah suatu perbuatan dengan

mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau

lebih. Handri Raharjo bersandarkan pada Pasal 1313 KUHPerdata mendefinisikan

14

(13)

perjanjian sebagai suatu hubungan hukum di bidang harta kekayaan yang didasari

kata sepakat antara subjek hukum yang satu dengan yang lain, dan di antara

mereka (para pihak atau subjek hukum) saling mengikatkan dirinya sehingga

subjek hukum yang satu berhak atas prestasi dan begitu juga subjek hukum yang

lain berkewajiban untuk melaksanakan prestasinya sesuai dengan kesepakatan

yang telah disepakati para pihak tersebut serta menimbulkan akibat hukum.15

Wirjono menafsirkan perjanjian sebagai perhubungan hukum mengenai harta

benda antara dua pihak dalam hal mana suatu pihak berjanji atau dianggap

berjanji untuk melakukan sesuatu hal atau untuk tidak melakukan sesuatu hal,

sedang pihak lainnya berhak menuntut pelaksanaan dari perjanjian itu.16 Sedangkan Subekti menyatakan bahwa perjanjian adalah suatu peristiwa, dimana

seseorang berjanji kepada orang lain, atau dimana dua orang saling berjanji untuk

melaksanakan sesuatu hal.17

Pasal 7 Ayat (1) UU No. 5 Tahun 1999 mengatur secara khusus mengenai apa

yang dimaksud dengan perjanjian. Perjanjian dalam pasal ini didefinisikan

sebagai: suatu perbuatan satu atau lebih pelaku usaha untuk mengikatkan diri

terhadap satu atau lebih pelaku usaha lain dengan nama apapun, baik tertulis

maupun tidak tertulis. Perjanjian yang dilarang sebagaimana dimaksud dalam UU

No. 5 Tahun 1999 yang terjadi atau mengakibatkan praktik monopoli dan

persaingan usaha tidak sehat, antara lain meliputi:

15

Handri Raharjo.Hukum Perjanjian di Indonesia.Pustaka Yustisia.Yogyakarta. 2009. Hlm 42

16

Andi Fahmi Lubis.et. all.Op. Cit Hlm 85

17

(14)

(1) Perjanjian Oligopoli

Pasal 4 UU No. 5 Tahun 1999 melarang pelaku usaha melakukan

perjanjian oligopoli. Oligopoli adalah kondisi ekonomi dimana hanya ada

beberapa perusahaan menjual barang yang sama atau produk yang standar,

Economic condition where only e few companise sell substansially

similar or standardized products”.18

(2) Perjanjian Penetapan Harga

UU No. 5 Tahun 1999 melarang pelaku usaha untuk melakukan perjanjian

dengan pesaingnya untuk menetapkan harga atas suatu barang dan atau

jasa yang harus dibayar konsumen atau pelanggannya. UU No. 5 Tahun

1999 membagi perjanjian penetapan harga kedalam beberapa jenis yaitu:

(a) Perjanjian Penetapan Harga (Price Fixing Agreement)

Pasal 5 Ayat (1) Undang-undang No. 5 Tahun 1999 merumuskan bahwa

pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha

pesaingnya untuk menetapkan harga atau suatu barang dan/atau jasa yang

harus dibayar oleh konsumen atau pelanggan pada pasar bersangkutan

yang sama.

(b) Perjanjian Diskriminasi Harga (price discrimination agreement)

Pasal 6 Undang-undang No.5 tahun 1999 melarang setiap perjanjian

diskriminasi harga, dimana bunyi pasal tersebut antara lain: “Pelaku usaha

dilarang membuat perjanjian yang mengakibatkan pembeli yang satu harus

18

(15)

membayar dengan harga yang berbeda dari harga yang harus dibayar oleh

pembeli lain untuk barang dan/atau jasa yang sama.”

(c) Harga Pemangsa atau Jual rugi (Predatory Pricing)

Predatory pricing adalah salah satu bentuk strategi yang dilakukan oleh

pelaku usaha dalam menjual produk dengan harga dibawah biaya produksi

(average cost atau marginal cost). Tujuan utama dari predatory pricing

untuk menyingkirkan pelaku usaha pesaing dari pasar dan juga mencegah

pelaku usaha yang berpotensi menjadi pesaing untuk masuk ke dalam

pasar yang sama

(d) Penetapan Harga Jual Kembali (Resale Price Maintenance)–(Vertical Price Fixing)

Pasal 8 UU No. 5 Tahun 1999menyatakan bahwa: “Pelaku usaha dilarang

membuat perjanjian dengan pelaku usaha lain yang membuat persyaratan

bahwa penerima barang dan atau jasa tidak akan menjual atau memasok

kembali barang dan/atau jasa yang diterimanya, dengan harga yang lebih

rendah daripada harga yang telah diperjanjikan sehingga dapat

mengakibatkan terjadinya persaingan usaha tidak sehat.”

(3) Perjanjian Pembagian Wilayah (market division)

Prinsipnya perjanjian antara pelaku usaha untuk membagi wilayah

pemasaran diantara mereka akan berakibat kepada eksploitasi terhadap

konsumen, dimana konsumen tidak mempunyai pilihan yang cukup baik

dari segi barang maupun harga. UU No. 5 Tahun 1999 melarang perbuatan

(16)

membuat perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya yang bertujuan untuk

membagi wilayah pemasaran atau lokasi pasar terhadap barang dan/atau

jasa sehingga dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan

persaingan usaha tidak sehat.

(4) Pemboikotan

Pasal 10 Ayat (1) UU No. 5 Tahun 1999 menyatakan bahwa pelaku usaha

dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya, yang dapat

menghalangi pelaku usaha lain untuk melakukan usaha yang sama, baik

untuk tujuan pasar dalam negeri maupun pasar luar negeri. Dan dalam

Pasal 10 Ayat (2) UU No. 5 Tahun 1999 menyatakan bahwa pelaku usaha

dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya, untuk

menolak menjual setiap barang dan/atau jasa dari pelaku usaha lain

sehingga perbuatan tersebut: (a). Merugikan atau dapat diduga akan

merugikan pelaku usaha lain atau; (b). Membatasi pelaku usaha lain dalam

menjual atau membeli setiap barang dan/atau jasa dari pasar bersangkutan.

(5) Kartel

Perjanjian Kartel adalah Pengaturan produksi dan atau pemasaran suatu

barang dan atau jasa untuk mempengaruhi harga. Kartel diatur dalam Pasal

11 UU No.5 tahun 1999. Pasal 11 UU No. 5 tahun 1999 menyatakan

bahwa pelaku usaha dilarang membuat perjanjian, dengan pelaku usaha

pesaingnya yang bermaksud untuk mempengaruhi harga dengan cara

(17)

dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan persaingan usaha

tidak sehat.

(6) Trust

Pasal 12 UU No.5 Tahun 1999 menyatakan bahwa pelaku usaha dilarang

membuat perjanjian dengan membentuk gabungan perusahaan atau

perseroan yang lebih besar, dengan tetap menjaga dan mempertahankan

kelangsungan hidup masing-masing perusahaan atau perseroan anggotanya

yang bertujuan untuk mengontrol produksi dan/atau pemasaran atas barang

dan/atau jasa, sehingga dapat mengakibatkan terjadinya praktik monopoli

dan/atau persaingan usaha tidak sehat.

(7) Oligopsoni

Pasal 13 Ayat (1) UU No. 5 Tahun 1999 menyatakan bahwa pelaku usaha

dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha lain yang bertujuan

untuk secara bersama-sama menguasai pembelian atau penerimaan

pasokan agar dapat mengendalikan harga atas barang dan/atau jasa dalam

pasar bersangkutan, yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek

monopoli dan/atau persaingan usaha tidak sehat.

(8) Integrasi Vertikal

Perjanjian Integrasi Vertikal adalah penguasaan produksi sejumlah produk

yang termasuk ke dalam rangkaian produksi barang dan atau jasa tertentu

yang mana setiap rangkaian produksi merupakan hasil pengolahan atau

proses lanjutan, baik dalam suatu rangkaian langsung maupun tidak

(18)

UU No. 5 Tahun 1999 menyatakan bahwa pelaku usaha dilarang membuat

perjanjian dengan pelaku usaha lain yang bertujuan untuk menguasai

produksi sejumlah produk yang termasuk dalam rangkaian produksi

barang dan atau jasa tertentu yang mana setiap rangkaian produksi

merupakan hasil pengolahan atau proses lanjutan, baik dalam satu

rangkaian lansung maupun tidak langsung, yang dapat mengakibatkan

terjadinya persaingan usaha tidak sehat dan atau merugikan rakyat.

(9) Perjanjian Tertutup

Perjanjian Tertutup adalah Persyaratan bahwa pihak yang menerima

barang dan atau jasa hanya memasok atau tidak memasok kembali barang

dan atau jasa tersebut kepada pihak tertentu dan atau pada tempat tertentu.

(10) Perjanjian Dengan Pihak Luar Negeri

UU No. 5 Tahun 1999 menyatakan bahwa Perjanjian dengan pihak luar

negeri adalah perjanjian dengan pihak luar negeri yang memuat ketentuan

yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau

persaingan usaha tidak sehat.

b. Kegiatan yang Dilarang dalam UU No. 5 Tahun 1999

Kegiatan yang dilarang adalah tindakan atau perbuatan atau perbuatan hukum

sepihak yang dilakukan oleh satu pelaku usaha atau kelompok pelaku usaha tanpa

(19)

kelompok usaha lainnya.19 Beberapa kegiatan yang dilarang dalam UU No. 5 Tahun 1999 adalah sebagai berikut:

(1) Monopoli

Undang-undang No. 5 Tahun 1999 Pasal 17 menyebutkan bahwa:

(a) Pelaku usaha dilarang melakukan penguasaan atas produksi dan atau

pemasaran barang dan atau jasa yang dapat mengakibatkan terjadinya praktik

monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat.

(b) Pelaku usaha patut diduga atau dianggap melakukan penguasaan atas produksi

dan atau pemasaran barang dan atau jasa sebagaimana dimaksud dalam ayat

(1) apabila.

1. barang dan atau jasa yang bersangkutan belum ada subtitusinya;dan

2. mengakibatkan pelaku usaha lain tidak dapat masuk kedalam persaingan

usaha barang dan atau jasa yang sama;

3. satu pelaku usaha atau satu kelompok pelaku usaha menguasai lebih dari

50% (lima puluh persen) pangsa pasar atau jenis barang atau jasa tertentu.

(2) Monopsoni

Pasal 18 UU No. 5 Tahun 1999 menyebutkan bahwa pelaku usaha dilarang

menguasai penerimaan pasokan atau menjadi pembeli tunggal atas barang dan

atau jasa dalam pasar bersangkutan yang dapat mengakibatkan terjadinya praktik

monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat.

19

(20)

Pelaku usaha patut diduga atau dianggap menguasai penerimaan pasokan atau

menjadi pembeli tunggal sebagaimana dimaksud dalam Ayat (1) apabila satu

pelaku usaha atau satu kelompok pelaku usaha menguasai lebih dari 50% (lima

puluh persen) pangsa pasar atau satu jenis barang atau jasa tertentu.

(3) Penguasaan Pasar

Kegiatan penguasaan pasar adalah penolakan atau penghalangan pengusaha

tertentu untuk melakukan kegiatan usaha yang sama pada pasar bersangkutan;

penghalangan konsumen atau pelanggaran pelaku usaha pesainganya untuk tidak

melakukan hubungan usaha dengan pengusaha pesaing;pembatasan peredaran

atau penjualan barang dan atau jasa pada pasar bersangkutan; praktik monopoli

terhadap pengusaha tertentu; jual rugi atau penetapan harga yang sangat rendah

untuk menyingkirkan atau mematikan usaha persaingnya di pasar yang

bersangkutan; dan kecurangan dalam menetapkan biaya produksi dan biaya

lainnya yang manjadi bagian dari komponen harga barang dan atau jasa.

(4) Persekongkolan

Kegiatan persekongkolan adalah persekongkolan dengan pihak lain untuk

mengatur dan menentukan pemenang tender dan atau untuk mendapatkan

informasi kegiatan usaha pesaingnya yang diklasifikasikan sebagai rahasia

perusahaan dan atau menghambat produksi dan atau pemasaran barang dan atau

jasa pelaku usaha pesaingnya dengan makasud agar barang dan atau jasa yang

ditawarkan atau dipasok di pasar yang bersangkutan menjadi berkurang, baik dari

(21)

c. Posisi Dominan

Pasal 1 angka 4 UU No. 5 Tahun 1999, posisi dominan adalah keadaan dimana

pelaku usaha tidak mempunyai pesaing di pasar bersangkutan dalam kaitan

dengan pangsa pasar yang dikuasai, atau pelaku usaha mempunyai posisi tertinggi

diantara pesaingnya di pasar bersangkutan dalam kaitan dengan kemampuan

keuangan, kemampuan akses pada pasokan atau penjualan, serta kemampuan

untuk menyesuaikan pasokan atau permintaan barang atau jasa tertentu.

Pasal 25 Ayat (2) UU No. 5 Tahun 1999 menentukan bahwa pelaku usaha

memiliki potensi dominan apabila memenuhi kriteria dibawah ini:

1. Satu pelaku usaha atau satu kelompok pelaku usaha menguasai 50% atau lebih

pangsa pasar satu jenis barang dan atau jasa tertentu.

2. Dua atau tiga pelaku usaha atau kelompok pelaku usaha menguasai 75% atau

lebih pangsa pasar satu jenis barang dan atau jasa tertentu.

Posisi dominan bisa timbul melalui hal-hal berikut ini.

1. Jabatan rangkap pada lebih dari satu perusahaan dalam pasar bersangkutan

yang sama atau memiliki keterkaitan yang erat dalam bidang dan jenis usaha

atau secara bersama-sama menguasai pangsa pasar produk tertentu.

2. Pemilik saham mayoritas pada perusahaan sejenis dengan bidang usaha yang

sama dan pasar yang sama.

(22)

d. Pendekatan-Pendekatan dalam penegakan Hukum Persaingan Usaha

Hukum persaingan usaha merupakan rangkaian aturan-aturan hukum yang

mengatur mengenai kegiatan dan perjanjian dalam kegiatan ekonomi. Hukum

persaingan usaha bertujuan untuk menciptakan ketertiban publik (publik order)

dalam persaingan usaha dan efisiensi ekonomi melalui jaminan persaingan usaha

yang sehat dan jujur. Dalam rangka menciptakan persaingan usaha yang sehat

dilakukan berbagai pendekatan dalam penegakan hukum persaingan usaha.

Hukum Persaingan usaha secara yuridis mengenal 2 (dua) macam dasar

pengaturan (pendekatan) yang dapat digunakan untuk menganalisis apakah suatu

perbuatan, baik itu berupa perjanjian maupun kegiatan yang telah melanggar UU

No. 5 tahun 1999 atau tidak yaitu per se dan rule of reason.20 Arie Siswanto menjelaskan ada beberapa pendekatan dalam penegakan hukum persaingan usaha.

Berdasarkan kriteria konsekuensi hukum yang muncul ada beberapa macam

pendekatan yaitu pendekatan administratif, pendekatan pidana dan pendekatan

perdata. Berdasarkan kriteria pembuktian subtantif ada dua macam pendekatan

yaituper sedan pendekatanrule of reason.21

(1) PendekatanRule of Reason

Pendekatanrule of reason adalah suatu pendekatan yang digunakan oleh lembaga

otoritas persaingan usaha untuk membuat evaluasi mengenai akibat perjanjian

atau kegiatan usaha tertentu, guna menentukan apakah suatu perjanjian atau

kegiatan tersebut bersifat menghambat atau mendukung persaingan.22

20

Budi Kagramanto.Op. cit.Hlm 92

21

Arie Siswanto.Hukum Persaingan Usaha.Ghalia Indonesia. Jakarta. Hlm 65

22

(23)

(2) PendekatanPer se Illegal

Pendekatanper se illegaladalah menyatakan setiap perjanjian atau kegiatan usaha

tertentu sebagai ilegal, tanpa pembuktian lebih lanjut atau dampak yang

ditimbulkan dari perjanjian atau kegiatan usaha tersebut.23

B. Komisi Pengawas Persaingan Usaha

KPPU merupakan komisi yang dibentuk untuk mengawasi pelaksanaan UU No. 5

Tahun 1999. Pembentukan ini didasarkan pada Pasal 34 UU No. 5 Tahun 1999

yang menginstruksikan bahwa pembentukan susunan organisasi, tugas, dan fungsi

komisi ditetapkan melalui keputusan presiden.24 Berdasarkan Keppres No. 75 Tahun 1999 komisi tersebut diberi nama Komisi Pengawas Persaingan Usaha,25 dan lazim di kenal dengan KPPU.

Pasal 1 angka 18 UU No. 5 Tahun 1999 menyatakan, KPPU adalah komisi yang

dibentuk untuk mengawasi pelaku usaha dalam menjalankan kegiatan usahanya

agar tidak melakukan praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat.

1. Independensi Komisi Pengawas Persaingan Usaha

Lembaga dikatakan sebagai lembaga yang independen apabila lembaga tersebut

memiliki kebebasan, kemerdekaan, atau kemandirian. Firoz Gaffar menyebutkan

23 Ibid 24

IbidHlm, 311

(24)

beberapa aspek yang dapat dijadikan parameter untuk menentukan KPPU sebagai

lembaga independen yaitu26: a. Aspek struktur

Komisi merupakan lembaga independen yang terlepas dari pengaruh dan

kekuasaan pemerintah serta pihak lain. Hal ini diperjelas dalam Pasal 1 Ayat

(2) Keppres Komisi yang menyatakan, KPPU merupakan lembaga

non-struktural yang terlepas dari pengaruh dan kekuasaan pemerintah serta pihak

lain. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa KPPU merupakan lembaga

Independen, karena struktural KPPU tidak berada dibawah atau dipengaruhi

kekuasaan lembaga lainnya seperti eksekutif, legislatif, atau yudikatif.

b. Aspek organisasi

KPPU memiliki organizational independency secara penuh bila dilihat dari

sisi pertanggungjawaban dan keanggotaanya. KPPU dalam menjalankan tugas

dan wewenangnya bertanggungjawab kepada Presiden. Anggota KPPU

diangkat dan diberhentikan oleh Presiden dengan persetujuan Dewan

Perwakilan Rakyat. Kemudian, biaya pelaksanaan tugas KPPU dibebankan

kepada Anggaran Pembelanjaan Negara yang besar kecil jumlahnya

ditentukan oleh Presiden dan Dewan Perwakilan Rakyat.

c. Aspek fungsi

KPPU tidak dibatasi hal apapun oleh pihak lain dalam menjalankan fungsinya

dengan melihat tugas, wewenang, dan tata cara penanganan perkara yang

dicantumkan dalam UU No. 5 Tahun 1999. Anggota KPPU pun dijamin bebas

26

(25)

dari pengaruh dan kekuasaan pemerintah serta pihak lain dalam menangani

perkara. Dengan demikian, Functional independency merupakan modal kerja

KPPU.

2. Wewenang Komisi Pengawas Persaingan Usaha

KPPU sebagai lembaga independen diharapkan dapat menjalankan wewenangnya

secara adil dan bijaksana dalam menyikapi perilaku pelaku usaha dan kebijakan

yang dibentuk oleh pemerintah dalam kegiatan ekonomi di Indonesia. Pasal 36

UU No. 5 Tahun 1999 memberi wewenang kepada KPPU sebagai berikut:

a. Menerima laporan dari masyarakat dan atau dari pelaku usaha tentang dugaan

terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat.

b. Melakukan penelitian tentang dugaan adanya kegiatan usaha dan atau tindakan

pelaku usaha yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau

persaingan usaha tidak sehat.

c. Melakukan penyelidikan dan atau pemeriksaan terhadap kasus dugaan praktek

monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat yang dilaporkan oleh

masyarakat atau oleh pelaku usaha atau yang ditemukan komisi sebagai hasil

penelitiannya.

d. Menyimpulkan hasil penyelidikan dan atau pemeriksaan tentang ada atau

tidak adanya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat.

e. Memanggil pelaku usaha yang diduga telah melakukan pelanggaran terhadap

ketentuan UU No. 5 Tahun 1999.

f. Memanggil dan menghadirkan saksi, saksi ahli, dan setiap orang yang

(26)

g. Meminta bantuan penyidik untuk menghadirkan pelaku usaha, saksi, saksi

ahli, setiap orang sebagaimana dimaksudkan huruf 5 dan huruf 6, yang tidak

tersedia memenuhi panggilan komisi.

h. Meminta keterangan dari instansi pemerintah dalam kaitannya dengan

penyelidikan dan/atau pemeriksaan terhadap pelaku usaha yang melanggar

ketentuan undang-undang ini.

i. Mendapatkan, meneliti, dan/atau menilai surat, dokumen atau alat bukti lain

guna penyelidikan dan atau pemeriksaan.

j. Memutuskan dan menetapkan ada atau tidak adanya kerugian di pihak pelaku

usaha lain atau masyarakat.

k. Memberitahukan putusan Komisi kepada pelaku usaha yang diduga

melakukan praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat.

l. Menjatuhkan sanksi berupa tindakan administratif kepada pelaku usaha yang

melanggar ketentuan perundang-undangan.

3. Anggota Komisi Pengawas Persaingan Usaha

UU No. 5 Tahun 1999 dalam pengaturannya mengatur mengenai keanggotaan

KPPU. Dalam Pasal 31 UU No. 5 Tahun 1999 menentukan bentuk keanggotaan

dari KPPU sebagai berikut:

a. Komisi terdiri atas seorang ketua merangkap anggota, wakil ketua merangkap

anggota, dan sekurang-kurangnya 7 (tujuh) orang anggotaan.

b. Anggota komisi diangkat dan diberhentikan oleh presiden atas persetujuan

(27)

c. Masa jabatan anggota komisi adalah (5) tahun dan dapat diangkat kembali

untuk 1 (satu) kali masa jabatan berikutnya.

d. Apabila karena berakhirnya masa jabatan akan terjadi kekosongan dalam

keanggotaan komisi, maka masa jabatan anggota dapat diperpanjang sampai

pengangkatan anggota baru.

Anggota KPPU ditetapkan dalam KEPPRES No. 75 Tahun 1999 tertanggal 8 juli

1999 yang mana keputusan tersebut menetapkan bahwa anggota komisi terdiri

atas sekurang-kurangnya 9 (sembilan) anggota. Anggota komisi disyaratkan

berpengalaman dalam bidang bidang usaha atau mempunyai pengetahuna dan

keahlian di bidang hukum dan/atau ekonomi. Masa jabatan anggota komisi adalah

lima tahun dan dapat di angkat kembali untuk satu kali masa jabatan berikutnya,

sehingga masa jabatan anggota KPPU seluruhnya sepuluh tahun.

Dalam Pasal 33 UU No. 5 Tahun 1999 mengenai keanggotan KPPU, anggota

KPPU dapat berhenti karena hal-hal sebagai berikut.

a. Meninggal dunia.

b. Mengundurkan diri atas permintaan sendiri.

c. Bertempat tinggal di luar wilayah negara Republik Indonesia.

d. Sakit jasmani atau rohani terus-menerus.

e. Berakhirnya masa jabatan keanggotaan komisi.

(28)

4. Kode Etik KPPU

Pengaturan mengenai kode etik KPPU diatur dalam SK. No 22/KPPU/KEP/I/2009

dengan pasal yang memuat sejumlah ketentuan mengikat yang harus dipatuhi oleh

setiap anggota KPPU. Dalam menjalankan tugas dan wewenangnya anggota

KPPU wajib mengedepankan kode etik, anggota KPPU wajib27:

a. Mematuhi peraturan perundang-undangan serta peraturan kelembagaan.

b. Mengutamakan kepentingan Negara di atas kepentingan pribadi dan atau

kelompok/golongan/partai politik.

c. Menjaga nama baik, kehormatan dan kredibilitas KPPU.

d. Bertanggung jawab terhadap keputusan yang diambil.

e. Bersikap netral dan bebas dari pengaruh pihak manapun.

f. Menjaga kerahasiaan informasi dan atau dokumen yang dinyatakan KPPU

sebagai rahasia.

Dalam menjalankan tugas dan wewenangnya anggota KPPU dilarang28: a. Menyalahgunakan wewenang dan jabatannya sebagai Anggota KPPU

b. Menerima pemberian dan atau hadiah dan atau fasilitas dalam bentuk apapun

yang terkait dengan pelaksanaan tugas dan wewenangnya.

c. Melakukan praktik korupsi, kolusi dan nepotisme.

d. Menjadi anggota dewan komisaris atau pengawas. Atau direksi suatu

perusahaan.

e. Menjadi anggota pengurus atau badan pemeriksa suatu koperasi.

(29)

f. Menjadi pihak yang memberikan layanan jasa kepada suatu perusahaan seperti

konsultan, akuntan publik, dan penilai.

g. Memiliki saham mayoritas suatu perusahaan.

h. Bertemu atau berhubungan untuk membicarakan perkara dengan pihak-pihak

yang berkaitan dengan perkara yang sedang ditangani di luar proses

pemeriksaan, persidangan dan di luar kantor.

i. Menangani perkara apabila mempunyai hubungan sedarah/semenda sampai

derajat ke tiga degan pihak yang berperkara.

j. Mempunyai kepentingan dengan perkara yang bersangkutan.

Sanksi atas anggota KPPU yang terbukti melanggar kode etik adalah:

a. Peringatan tertulis

b. Pembebasan tugas dan sebagian atau semua pekerjaan sebagai anggota komisi

dalam jangka waktu tertentu; atau

c. Pengajuan usulan pemberhentian keanggotaan anggota KPPU

5. Visi dan Misi KPPU

Visi KPPU sebagai lembaga independen yang mengemban amanat UU No. 5

Tahun 1999 adalah: menjadilan lembaga pengawas persaingan usaha Efektif dan

Kredibel untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat. Adapun Misi KPPU yaitu

untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat. Beberapa misi KPPU untuk

mewujudakan visi tersebut di atas, maka dirumuskan misi KPPU sebagai

berikut29:

a. Menegakan Hukum Persaingan

29

(30)

b. Menginternalisasikan Nilai-nilai Persaingan

c. Membangun Kelembagaan yang Kredibel.

Nilai-nilai dasar Komisi Pengawas Persaingan Usaha:

a. Profesional

b. Independen

c. Transparan

d. Bertanggungjawab

C. Tata Cara Penanganan Perkara Oleh Komisi Pengawas Persaingan Usaha

Sebagai lembaga yang bertugas mengawasi UU No. 5 Tahun 1999, KPPU

berwenang melakukan penyelidikan dan pemeriksaan terhadap suatu kegiatan dan

perjanjian yang diduga menimbulkan praktek monopoli dan persaingan usaha

tidak sehat. KPPU mengeluarkan Peraturan Komisi No. 1 Tahun 2010 tentang

Tata Cara Penanganan Perkara di KPPU( selanjutnya disebut Perkom No. 1 Tahun

2010) sebagai tindak lanjut dari ketentuan tata cara penanganan perkara dalam UU

No. 5 Tahun 1999. Tata cara penanganan perkara oleh KPPU pada prinsipnya

terdapat dua jenis pemeriksaan yaitu pemeriksaan atas dasar laporan dan

pemeriksaan atas inisiatif.30

1. Pemeriksaan Atas Dasar Laporan

Pemeriksaan atas dasar laporan adalah pemeriksaan yang dilakukan karena adanya

laporan dari pelaku usaha yang merasa dirugikan ataupun dari masyarakat atau

30

(31)

konsumen. Kemudian KPPU menetapkan majelis komisi yang akan bertugas

memeriksa, menyelidiki pelaku usaha yang dilaporkan.31

2. Pemeriksaan Atas Dasar Inisiatif KPPU

Pemeriksaan atas dasar inisiatif KPPU adalah pemeriksaan yang didasarkan atas

adanya dugaan atau indikasi pelanggaran terhadap UU No. 5 Tahun 1999. Untuk

melakukan pemeriksaan atas inisiatif, KPPU akan membentuk suatu Majelis

Komisi untuk melakukan pemeriksaan terhadap pelaku usaha dan juga para

saksi.32

Dalam tata cara pemeriksaan berdasarkan Perkom No. 1 Tahun 2010, tahapan

penyelesaian perkara oleh KPPU adalah sebagai berikut:

a. Penelitian dan Klarifikasi Laporan

Berdasarkan Perkom No. 1 Tahun 2010, ditentukan bahwa KPPU melakukan

penelitian dan klarifikasi terhadap laporan perkara yang dilakukan oleh

Sekretaris Komisi. Penelitian dan Klarifikasi merupakan serangkaian kegiatan

yang dilakukan oleh Sekretaris Komisi untuk mendapatkan kelengkapan dan

kejelasan laporan dari pelapor.33 Penelitian dalam Pasal 1 Ayat (3) Perkom No. 1 Tahun 2010 adalah kegiatan yang dilakukan oleh unit kerja yang

menangani monitoring pelaku usaha untuk mendapatkan bukti awal dalam

perkara inisiatif. Sedangkan, Klarifikasi dalam Pasal 1 Ayat (4) Perkom No. 1

31

Mustafa Kamal Rokan.Op Cit. Hlm. 271

32 Ibid 33

Rilda Murniati. Penyelesaian Perkara Pelanggaran Hukum Persaingan Usaha oleh KPPU.

(32)

Tahun 2010 adalah kegiatan yang dilakukan oleh unit kerja yang menangani

laporan untuk mendapat bukti awal dalam perkara laporan.

b. Pemberkasan

Berdasarkan Pasal 1 Ayat (7) Perkom No. 1 Tahun 2010 pemberkasan adalah

serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh unit kerja yang menangani

pemberkasan dan penanganan perkara untuk meneliti kembali laporan hasil

penyelidikan guna menyusun rancangan laporan dugaan pelanggaran untuk

dilakukan gelar laporan. Sekretaris Komisi melakukan pemberkasan terhadap

resume laporan atau resume monitoring dilakukan untuk menilai layak atau

tidaknya dilakukan gelar laporan. Untuk melakukan penelitian Sekretariat

Komisi meneliti kembali kejelasan dan kelengkapan resume laporan atau

resume monitoring. Hasil pemberkasan dituangkan dalam bentuk laporan

dugaan pelanggaran. Sekretariat Komisi menyampaikan berkas laporan

dugaan pelanggaran kepada komisi untuk dilakukan gelar laporan.34 Pemberkasan terhadap resume laporan dan resume monitoring dilakukan

paling lama 14 (empat belas) hari kerja berdasarkan Pasal 41 Perkom No. 1

Tahun 2010.

c. Gelar Laporan

Berdasarkan Perkom No. 1 Tahun 2010, gelar laporan adalah adalah

penjelasan mengenai rancangan laporan dugaan pelanggaran yang

disampaikan oleh unit kerja yang menangani pemberkasan dan penanganan

perkara dalam rapat komisi. Gelar laporan dilaksanakan paling lama 7 (tujuh)

34

(33)

hari sejak tanggal laporan hasik penyelidikan dinyatakan lengkap dan jelas

sebagaimana diatur dalam Pasal 41 Perkom No. 1 Tahun 2010.

d. Tahap Pemeriksaan Pendahuluan

Berdarkan Pasal 1 Ayat (8) Perkom No. 1 Tahun 2010, Pemeriksaan

Pendahuluan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh Majelis Komisi

terhadap laporan dugaan pelanggaran untuk menyimpulkan perlu atau tidak

perlu dilakukan pemeriksaan lanjutan. Jangka waktu pemeriksaan

pendahuluan dilakukan selama tiga puluh hari sejak tanggal surat penetapan

dimulainya pemeriksaan pendahuluan sebagai mana diatur dalam Pasal 39

Ayat (1) UU No. 5 Tahun 1999.

e. Tahap Pemeriksaan Lanjutan

Berdasarkan Pasal 1 Ayat (9) Perkom No. 1 Tahun 2010, Pemeriksaan

Lanjutan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh Majelis Komisi

terhadap adanya dugaan pelanggaran untuk menyimpulkan ada atau tidak

adanya bukti pelanggaran. Pemeriksaan lanjutan dilakukan oleh KPPU bila

telah ditemukan adanya indikasi praktik monopoli atau persaingan usaha

tidak sehat, atau KPPU memerlukan waktu yang lebih lama untuk melakukan

penyelidikan dan pemeriksaan secara lebih mendalam mengenai kasus yang

ada.35 Jangka waktu pemeriksaan lanjutan adalah 60 hari sejak berakhirnya pemeriksaan pendahuluan, dan dapat diperpanjang paling lama 30 hari sebagai

mana diatur dalam Pasal 43 UU No. 5 Tahun 1999.

35

(34)

f. Sidang Majelis

Berdasarkan Pasal 1 Ayat (21) Perkom No. 1 Tahun 2010 menyatakan bahwa

sidang Majelis Komisi adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh

majelis komisi untuk menilai ada atau tidak adanya bukti pelanggaran guna

menyimpulkan dan memutuskan telah terjadi atau tidak terjadinya

pelanggaran serta penjatuhan sanksi berupa tindakan administratif

sebagaimana diatur dalam Undang-undang. Majelis komisi

sekurang-kurangnya terdiri dari 3 (tiga) anggota Komisi, yang dipimpin seorang Ketua

merangkap anggota dan 2 (dua) orang anggota Majelis. Keanggotaan Majelis

terdapat sekurang-kurangnya 1 (satu) anggota Komisi yang menangani

perkara dalam pemeriksaan lanjutan.36

g. Putusan

Berdasarkan Perkom No. 1 Tahun 2010, Majelis Komisi memutuskan telah

terjadi atau tidak terjadi berdarkan penilaian hasil pemeriksaan lanjutan dan

atau dokumen atau alat bukti lain yang disertakan di dalamnya termasuk

pendapat atau pembelaan terlapor. Putusan Komisi dibacakan selambat

lambatnya 30 hari terhitung sejak berakhirnya jangka waktu pemeriksaan

lanjutan.

36

(35)

D. Peran Komisi Pengawas Persaingan Usaha

Soejono soekanto berpendapat bahwa peranan merupakan aspek dinamis dari

kedudukan (status) menurutnya apakah seseorang melaksanakan kewajiban dan

hak-haknya sesuai dengan kedudukannya maka ia menjalankan suatu peranan.37

Menurut Soejono Soekanto bahwa suatu peranan mencakup paling sedikit tiga

hal, yaitu38:

a. Peranan meliputi norma-norma yang berhubungan dengan posisi atau tempat

seseorang dalam masyarakat. Peranan dalam arti ini merupakan rangkaian

peraturan-peraturan yang membimbing seseorang dalam kehidupan

masyarakat.

b. Peranan adalah suatu konsep perihal apa yang dapat dilakukan oleh

individu-individu dalam masyarakat sebagai organisasi.

c. Peranan juga dapat dikatakan sebagai perilaku individu yang penting bagi

struktur sosial masyarakat.

Peranan merupakan kedudukan (sosial) yang merupakan posisi tertentu di dalam

struktur kemasyarakatan yang mungkin tinggi, sedang atau rendah. Kedudukan

tersebut sebenarnya adalah hak-hak dan kewajiban-kewajiban tertentu. Suatu hak

sebenarnya merupakan wewenang untuk berbuat atau tidak berbuat, sedangkan

kewajiban adalah beban dan tugas. Dari uraian peranan dan kedudukan tersebut

maka dapat dirangkum bahwa peranan dan kedudukan keduanya tidak dapat

37

Soerjono Soekanto. Edisi Keempat, Sosiologi suatu Pengantar.PT Raja Grafindo Persada. Jakarta. 1990 Hlm. 268

38

(36)

dipisahkan oleh karena yang satu tergantung pada yang lain dan sebaliknya, tidak

ada peranan tanpa kedudukan.

Soerjono Soekanto membagi peran menjadi beberapa unsur antara lain39:

a. Peranan Normatif (peranan yang sesuai dengan undang-undang) ialah peranan

yang telah ditetapkan sebelumnya oleh undang-undang.

b. Peranan Aktual (peranan yang senyatanya) ialah peranan yang diharapkan

timbul karena kedudukanya sebagai unsur pelaksana yang memiliki

kewenangan untuk menggunakan kekuasaanya dengan didasarkan pada

pertimbangan situsional di dalam mencapai tujuan hukum.

c. Peranan Ideal (peranan yang diharapkan) ialah peranan yang diharapkan

dilakukan oleh pemegang peranan tersebut.

Konsep peran dalam konteks ini berdasarkan konsep mengenai peran yang telah

diuraikan adalah peran suatu lembaga. Hal ini selaras karena didalam ilmu hukum

dikenal bahwa subjek hukum adalah orang sebagai pendukung hak dan kewajiban.

Orang dalam hukum keperdataan didefinisikan sebagai orang perorangan maupun

badan hukum. KPPU sebagai lembaga Independen dalam kedudukannya memiliki

peran sebagai mana diamanatkan dalam Undang-undang. Peran KPPU diuraikan

dalam Pasal 35 UU No. 5 Tahun 1999 mengenai tugas KPPU. Tugas KPPU

adalah sebagai berikut:

a. Melakukan Penilaian terhadap perjanjian yang dapat mengakibatkan

terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat.

39

(37)

b. Melakukan penilaian terhadap kegiatan usaha dan atau tindakan pelaku usaha

yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan

usaha tidak sehat.

c. Melakukan penilaian terhadap ada atau tidak adanya penyalahgunaan posisi

dominan yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau

persaingan usaha .

d. Mengambil tindakan sesuai dengan wewenang komisi sebagaimana diatur

dalam Pasal 36.

e. Memberikan saran dan pertimbangan terhadap kebijakan pemerintah yang

berkaitan dengan praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat.

f. Menyusun pedoman dan atau publikasi yang berkaitan dengan UU. No 5

Tahun 1999.

g. Memberikan Laporan secara berkala atas hasil kerja komisi kepada Presiden

dan DPR

E. Policy Advisory

Kebijakan (policy) dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia diartikan sebagai

rangkaian konsep dan asas yang menjadi garis besar dan dasar rencana dalam

pelaksanaan suatu pekerjaan, kepemimpinan, dan cara bertindak; pernyataan

cita-cita, tujuan, prinsip, atau maksud sebagai garis pedoman untuk manjemen dalam

usaha mencapai sasaran; garis haluan.40

40

(38)

Penasehat41 kebijakan dalam hal ini dapat disimpulkan sebagai kegiatan yang dilakukan oleh seseorang atau lembaga untuk memberikan nasehat atau saran

terhadap suatu rangkaian konsep dan asas yang menjadi garis besar dan dasar

rencana dalam pelaksanaan suatu pekerjaan, kepemimpinan, dan cara bertindak;

pernyataan cita-cita, tujuan, prinsip, atau maksud sebagai garis pedoman untuk

manajemen dalam usaha mencapai sasaran; garis haluan.

Kegiatan pemberian saran dan pendapat terhadap kebijakan pemerintah oleh

KPPU merupakan tindak lanjut dari kegiatan lain KPPU yaitu evaluasi kebijakan

pemerintah. Evaluasi menurut Anderson (1979) adalah the appraisal of

assesstment of policy including it’s content implementation adn impact. (Penilaian

atau pengukuran kebijakan termasuk isi, implementasi dan dampaknya).42

Jones (1987) memberikan definisi evaluasi sebagai: an activity designed to judges

the merits of goverment programs which varies significancy in the spesification of

objects, the techniques measurement and methods of analysis (suatu aktivitas

yang dirancang untuk menilai keberhasilan program-program yang berbeda secara

tajam dalam spesifikasi objeknya, teknik pengukurannya serta metodologinya).43

Melihat definisi yang telah diuraikan maka pengertian evaluasi kebijakan

pemerintah dapat disimpulkan sebagai suatu aktivitas penilaian dan pengukuran

atas keberhasilan program-program yang merupakan suatu rangkaian konsep dan

41

Penasehat merupakan terjemanahan dari advisory yang merupakan bahasa inggris. Advisory

berasal dari kata kerja advice yang berarti nasihat mendapatkan tambahan ry, menjadi advisory

dan berubah menjadi kata benda yang berarti penasehat

42

http://www.scribd.com/doc/77120669/32/Tujuan-evaluasi-kebijakan. di akses pada tanggal 23 Januari 2013

(39)

asas yang menjadi garis besar dan dasar dalam pelaksanaan suatu pekerjaan,

kepemimpinan dan cara bertindak yang dilakukan oleh pemerintah.

F. Kerangka Pikir

Berdasarkan skema tersebut dapat dijelaskan bahwa:

UU No. 5 Tahun 1999 merupakan dasar hukum bagi Hukum Persaingan Usaha.

Aktifitas para pengusaha dalam menjalankan kegiatan usahanya memerlukan

pengawasan. Tujuan pengawasan tersebut adalah untuk menciptakan iklim

persaingan usaha yang sehat. UU No. 5 Tahun 1999 mengamanatkan KPPU

Peran KPPU Pemberian Saran dan

Pertimbangan Pasal 35 huruf e UU No. 5 Tahun 1999

Kebijakan Pemerintah Policy Advisory

Subtansi yang dinilai oleh KPPU

Akibat Hukum Jenis-jenis Kebijakan

(40)

dibentuknya suatu lembaga independen untuk mengawasi aktifitas para pengusaha

agar menjalankan usaha yang sehat. Lembaga independent tersebut dinamakan

Komisi Pengawasa Pesaingan Usaha yang disingkat KPPU.

Tugas KPPU tidak hanya sekedar mengawasi persaingan usaha melainkan juga

mengawasi dan memberikan saran kepada pemerintah dalam mengeluarkan

kebijakan dibidang ekonomi. Tugas KPPU diatur dalam Pasal 35 UU No. 5 Tahun

1999. KPPU menjadi penasehat kebijakan (Policy Advisory) terhadap kebijakan

pemerintah yang berpeluang menimbulkan persaingan usaha tidak sehat.

Kebijakan pemerintah dinilai oleh KPPU berdasarkan subtansi potensial yang

dapat menimbulkan persaingan usaha. KPPU dalam memberikan penilaian dan

saran terhadap kebijakan pemerintah ditunjukan pada jenis-jenis kebijakan

pemerintah yang mengatur kegiatan ekonomi. Saran KPPU terhadap pemerintah

mempunyai dua kemungkinan, pertama saran tersebut ditindak lanjuti dan yang

kedua saran tersebut tidak dilanjuti. Penerimaan dan penolakan saran mempunyai

akibat hukum terhadap kebijakan pemerintah itu sendiri. Akibat hukum dari

menerima saran KPPU dapat berupa merevisi aturan atau kebijakan yang dibuat

(41)

Penelitian hukum merupakan suatu kegiatan ilmiah, yang didasarkan pada

metode, sistematika dan pemikiran tertentu yang bertujuan untuk mempelajari

satu atau beberapa gejala hukum tertentu dengan cara menganalisisnya.44

A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan oleh penulis dalam penelitian ini adalah

Normatif-Empiris. Penelitian hukum normatif-empiris adalah penelitian hukum

mengenai pemberlakuan atau implementasi ketentuan hukum normatif (kodifikasi,

undang-undang, atau kontrak) secara in action pada setiap peristiwa hukum

tertentu yang terjadi dalam masyarakat.45

B. Tipe penilitian

Tipe penelitian ini adalah penelitian deskriptif yang bertujuan untuk

mengambarkan secara rinci, jelas dan sistematis mengenai peran KPPU sebagai

policy advisory.

Sarjono Soekanto.Penelitian Hukum Normatif.Rajawali Pers. Jakarta. 1990. Hlm 1

45

(42)

C. Pendekatan Masalah

Pendekatan masalah pada penelitian ini adalah pendekatan normatif terapan yaitu

pendekatan yang dilakukan melalui penelaahan terhadap ketentuan hukum

normatif baik yang terdapat didalam ketentuan perundang-undangan dan

keputusan pengadilan, serta literatur-literatur sebagai tolak ukur terapan pada

peristiwa hukum.

D. Lokasi Penelitian

Kantor Komisi Pengawas Persaingan Usaha, Jl. Ir. Juanda No. 36 Jakarta Pusat.

E. Data dan Sumber Data

Jenis data dapat dilihat dari sumbernya, dapat dibedakan antara data yang

diperoleh langsung dari masyarakat dan data yang diperoleh dari bahan pustaka.46 Adapun dalam mendapatkan data atau jawaban yang tepat dalam membahas

skripsi ini, serta sesuai dengan pendekatan masalah yang digunakan dalam

penelitian ini maka jenis data yang digunakan dalam penelitian ini dibedakan

menjadi dua, yaitu

1. Data Primer

Data primer adalah data yang diperoleh langsung dari observasi di lapangan

melalui wawancara dengan berbagai pihak yang mengetahui tugas dan wewenang

KPPU, dalam menjalankan perannya sebagaiPolicy Advisory.

✁6

(43)

2. Data Sekunder

Data sekunder adalah data yang diperoleh melalui studi kepustakaan bahan-bahan

hukum, jenis data sekunder yang dipergunakan dalam penulisan ini terdiri dari:

a. Bahan Hukum Primer, yaitu bahan hukum yang mempunyai kekuatan hukum

yang mengikat, terdapat dalam peraturan perundang-undangan.:

1. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdta)

2. Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktek Monopoli

dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.

3. Peraturan Komisi Pengawas Persaingan Usaha Nomor 1 Tahun 2006

tentang Tata Cara Penanganan Perkara di KPPU.

b. Bahan Hukum sekunder. Yaitu bahan-bahan yang erat hubungannya dengan

bahan baku primer dan dapat membantu dalam menganalisa serta memahami

bahan hukum primer, seperti literatur dan norma-norma hukum yang

berhubungan dengan dengan masalah yang dibahas dalam skripsi ini.

c. Bahan Hukum Tersier, yaitu bahan-bahan yang memberikan informasi,

petunjuk maupun penjelasan tentang bahan hukum primer dan bahan hukum

sekunder, antara lain berupa Kamus Besar Bahasa Indonesia, Media Massa,

Artikel, makalah, naskah, paper, jurnal, internet yang barkaitan dengan

masalah yang akan dibahas atau diteliti dalam skripsi ini.

F. Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data dalam penulisan skripsi ini dilakukan dengan

(44)

1. Studi Kepustakaan (Liberary Research)

Studi kepustakaan merupakan serangkaian kegiatan yang dilakukan penulisan

dengan maksud untuk memperoleh data sekunder dengan cara membaca,

mencatat, dan mengutip dari berbagai literatur, peraturan perundang-undangan,

buku-buku, media masa, dan bahan tulisan lainnya yang ada hubungannya dengan

penelitian yang dilakukan.

2. Studi Lapangan (Field Research)

Studi lapangan merupakan penelitian yang dilakukan dengan cara wawancara

(interview) yaitu sebagai usaha mengumpulkan data dengan mengajukan

pertanyaan secara lisan, maupun dengan menggunakan pedoman pertanyaan

secara tertulis. Wawancara dilakukan kepada responden dalam hal ini responden

yang diwawancarai adalah:

Nama : Arnol Sihombing

Jabatan : Kepala Bagian Hukum Komisi Pengawas Persaingan Usaha

G. Pengolahan Data

Data yang diperoleh baik dari hasil studi kepustakaan dan wawancara selanjutnya

diolah dengan mengunakan metode;

1. Editing, yaitu data yang diperoleh diperiksa apakah masih terdapat

kekurangan serta apakah data tersebut sesuai dengan permasalahan.

2. Klasifikasi data, yaitu proses pengelompokan data sesuai dengan bidang

(45)

3. Sistematisasi data, yaitu melakukan penyusunan dan penempatan data pada

tiap pokok bahasan secara sistematis sehingga memudahkan pembahasan.

H. Analisis Data

Data yang diperoleh akan diolah dan dianalisis secara deskriptif kualitatif, yang

artinya hasil penelitian ini di deskripsikan dalam bentuk penjelasan dan uraian

kalimat-kalimat yang mudah dibaca dan dimengerti untuk di interpretasikan dan

ditarik kesimpulan mengenai Peran Komisis Pengawas Persaingan Usaha sebagai

(46)

A. Simpulan

Berdasarkan uraian hasil penelitian dan pembahasan maka dapat diambil

kesimpulan sebagai berikut:

1. Subtansi yang dijadikan objek oleh KPPU sebagai policy advisory dalam

melakukan penilaian kebijakan yang dibentuk oleh pemerintah adalahpertama

hal-hal yang menciptakan hambatan masuk. Hal-hal yang dapat menciptakan

hambatan masuk adalah implementasi kebijakan yang mendukung timbulnya

pelaku usaha tunggal pada pasar dengan ditetapkannya proses penunjukan

langsung pelaku usaha pada pasar, dan penetapan syarat-syarat tertentu dalam

suatu kebijakan yang melemahkan kemampuan pelaku usaha lain untuk masuk

pada suatu pasar tertentu, sehingga mendukung terciptanya posisi dominan

bagi pelaku usaha lain. Kedua fasilitas yang mendukung pelaku usaha untuk

menciptakan persaingan usaha tidak sehat. Fasilitas yang menciptakan

persaingan usaha tidak sehat adalah terbukanya kesempatan pelaku usaha

untuk dapat melakukan perjanjian-perjanjian dan kegiatan-kegiatan yang

dilarang, sehingga pelaku usaha dapat melakukan penetapan harga dengan

pelaku usaha lain. Ketiga intervensi pada mekanisme pasar yang

mengakibatkan persaingan usaha tidak sehat. Intervensi pada mekanisme

(47)

dapat berpengaruh pada jumlah produksi dan pelaku usaha, sehingga

mekanisme yang telah berjalan dengan baik dapat terganggu. Keempat

multiimplementasi terhadap kebijakan yang dibentuk oleh pemerintah.

Multiinterpretasi terhadap kebijakan yang dibentuk oleh pemerintah dapat

berupa salahnya pelaku usaha dalam menginterpretasikan suatu kebijakan

tekait bidang industri, karena bidang industri memiliki karakteristik sendiri.

2. Jenis kegiatan yang diberi saran dan pertimbangan oleh KPPU adalah jenis

kegiatan dalam bidang ekonomi yaitu kegiatan yang terkait pada bidang

perdagangan, perindustrian, perjasaan dan keuangan. Kegiatan industri

merupakan sektor utama yang menjadi perhatian KPPU. Hal ini didukung

dengan adanya aktivitas dan kegiatan KPPU untuk melakukan kajian komisi

dalam bidang industri.

3. Peran KPPU sebagai policy advisory tidak memiliki konsekuensi yang

mengikat bagi pemerintah karena tidak ada dasar yuridis yang mewajibkan

pemerintah harus mengikuti setiap saran yang diberikan oleh KPPU dengan

demikian saran tersebut bersifat fakultatif bukan imperatif. Sehingga

pemerintah dalam menanggapi saran dan pertimbangan KPPU dapat

mengambil langkah sendiri, yaitu menerima saran dan pertimbangan KPPU

dengan melakukan perbaikan kebijakan ke arah persaingan usaha yang sehat

atau tidak merespon saran dan pertimbangan yang diberikan KPPU. Terhadap

kebijakan pemerintah yang tidak ditanggapi, KPPU tetap melakukan advokasi

(48)

melakukan pengawasan terhadap penerapan kebijakan yang diduga berpeluang

menimbulkan persaingan usaha tidak sehat.

B. Saran

Berdasarkan kesimpulan yang dikemukakan diatas, maka ada beberapa hal yang

kiranya dapat merupakan saran bagi pihak-pihak terkait:

1. KPPU harus lebih pro aktif dalam menjalankan perannya sebagai policy

advisorysehingga diharapkan kebijakan yang dibentuk oleh pemerintah dapat

selaras dengan prinsip persaingan usaha yang sehat.

2. KPPU diharapkan dapat menjelaskan secara cermat kepada pemerintah

mengenai dampak-dampak negatif yang timbul dari implementasi kebijakan

yang berpotensi menciptakan persaingan usaha tidak sehat. sehingga

pemerintah dapat memahami dan mengikuti saran dan pertimbangan yang

(49)

Skripsi

Oleh

Muhammad Noor Yustisiananda

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS LAMPUNG

(50)

Literatur

Ahmad, Yani dan Gunawan Widjaja. Seri Hukum Bisnis Anti Monopoli. PT Raja Grafindo Persada. Jakarta. 1999

Assaf, Andi Zubaida. Kebijakan Pemerintah dalam Perspektif Persaingan Sehat. Kompetensi KPPU. Edisi 14. 2009

B3EI UII,Ekonomi Islam, PT Raja Grafindo Persada, Yogyakarta, 2008

Kagramanto, Budi.Mengenal Hukum Persaingan Usaha.Laras. Sidoarjo. 2012

Noname, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi Ketiga, Departemen Pendidikan Nasional, Balai Pustaka, 2005.

Lubis, Andi Fahmi, et. All. Hukum Persaingan Antara Teks dan Konteks. ROV Creative Media. Jakarta. 2009.

Muhammad, Abdulkadir. Hukum Perusahaan Indonesia (cetakan keempat). PT Cipta Aditya Bakti. Bandung. 2010

---.Hukum dan Pnelitian Hukum.PT. Citra Aditya Bakti. Bandung. 2004

Murniati, Rilda. Penyelesaian Perkara Pelanggaran Hukum Persaingan Usaha oleh KPPU. Dalam buku Hukum Bangun Teori dan Telaah dalam Implementasi,Universitas Lampung. Bandar Lampung. 2009.

Melani, Rr. Adeline. et. All.peran KPPU Atas Pelanggaran Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat Berdasarkan Undang-Undang No. 5 Tahun 1999.Jurnal Gloria Juris, Volume 6, Nomor 3, 2006

(51)

Raharjo, Handri. Hukum Perjanjian di Indonesia. Pustaka Yustisia.Yogyakarta. 2009

Rokan, Mustafa Kamal. Hukum Persaingan Usaha (teori dan Praktiknya di Indonesia).PT Raja Grafindo Persada. Jakarta. 2010.

Sirait, Ningrum Natasya, et. All. Ikhtisar Ketentuan Persaingan Usaha. PT Gramedia. Jakarta. 2010.

Siswanto, Arie.Hukum Persaingan Usaha.Ghalia Indonesia. Jakarta. 2002

Subekti.Hukum Perjanjian.PT intermasa. Jakarta. 2002.

Soekanto, Soerjono. Edisi Keempat, Sosiologi suatu Pengantar.PT Raja Grafindo Persada. Jakarta. 1990

Sukirno, Sadono. Mikro Ekonomi Teori Pengantar. PT Raja Grafindo Persada. Jakarta. 2009

---.Penelitian Hukum Normatif.Rajawali Pers. Jakarta. 1990.

---. Pengantar Penelitian Hukum. UI Press. Jakarta. 1984.

Muttaqin, Ungki Miftahul. “Peran Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) Perspektif Hukum Islam,” Skripsi Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga. Yogyakarta. 2009

Yuliandri. Asas-Asas Pembentukan Peraturan Perundang-Undagan Yang Baik, Gagasan Pembentukan Undang-Undang Berkelanjutan. PT. RajaGrafindo Persada, Jakarta. 2009

Perundang-undangan

Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat

Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi

Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2008 tentang Penyelenggaran Haji

(52)

Peraturan Menteri ESDM Nomor 21 Tahun 2007 tentang Penyelenggaraan Penyediaan dan Pendistribusian Liquefied Petroleum Gas (LPG) tabung 3 kilogram

Peraturan Menteri ESDM Nomor 26 Tahun 2009 tentang Penyediaan dan pendistribusianLiquefied Petroleum Gas(LPG)

Peraturan presiden Nomor 104 Tahun 2007 tentang Penyelenggaraan Penyediaan dan PendistribusianLiquefied Petroleum Gas(LPG) tabung 3 KG

Keputusan presiden Nomor 75 Tahun 1999 tentang Komisi Pengawas Persaingan Usaha

SK. No 22/KPPU/KEP/I/2009 tentang Kode Etik Anggota Komisi Pengawas Persaingan Usaha

Penelusuran Web

http://www.scribd.com/

Referensi

Dokumen terkait

30 Perilaku kerja sebagai mana dimaksud, meliputi aspek :Orientasi pelayanan adalah sikap dan perilaku kerja PNS dalam memberikan pelayanan terbaik kepada yang

Teknik analisis yang digunakan adalah Regresi Linier Berganda dengan jumlah responden sebanyak 100 responden, yang akan mempermudah untuk melihat perananan gaya hidup,

Dari hasil penelitian ini nantinya dapat menghasilkan sistem aplikasi mobile berbasis android yang mampu memberikan informasi daya listrik yang di hasilkan oleh pembangkit listrik

Penelitian tahap dua adalah seleksi isolat cendawan yang berpotensi sebagai antagonis berdasarkan pertumbuhan koloni, kerapatan spora dan viabilitas spora menggunakan

Setelah 30 menit, tambahkan campuran asam sulfat dan asam asetat dengan perbandingan optimal yang telah diketahui berdasarkan proses sebelumnya lalu diaduk selama 30 menit pada

Pembimbingan merupakan tindakan pimpinan yang dapat menjamin terlaksananya tugas-tugas dakwah yang sesuai dengan rencana, kebijaksanaan dan ketentuan-ketentuan, agar

Siswa menunjukkan motivasi yang tinggi untuk belajar dan berbicara dalam bahasa Inggris yang menggunakan media pembelajaran berupa video. Penggunaan video dalam pembelajaran

Nokta ve yuvarlak delik kaynaklarında kaynak sembolünün sol tarafında nokta ve delik çapı, sağ tarafında ise kaynak sayısı ve kaynaklar arası mesafe verilir. Nokta