• Tidak ada hasil yang ditemukan

MEKANISME PENCALONAN ANGGOTA LEGISLATIF PASCA KEPUTUSAN MK NO. 22-24/PUU-VI/2008 TENTANG PENETAPAN CALEG TERPILIH BERDASARKAN SUARA TERBANYAK. (Studi pada DPD Partai Golkar dan DPD PKS Kota Malang)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "MEKANISME PENCALONAN ANGGOTA LEGISLATIF PASCA KEPUTUSAN MK NO. 22-24/PUU-VI/2008 TENTANG PENETAPAN CALEG TERPILIH BERDASARKAN SUARA TERBANYAK. (Studi pada DPD Partai Golkar dan DPD PKS Kota Malang)"

Copied!
32
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Dunia politik di Indonesia telah mengalami perubahan yang signifikan setelah era reformasi. Semangat untuk menenggelamkan praktik-praktik berpolitik yang dianggap penuh dengan rekayasa, manipulatif, tidak adil dan represif memberikan energi besar kepada semua komponen bangsa untuk menciptakan suasana politik yang lebih terbuka, transaparan, jujur dan adil. Persaingan politik baik horizontal maupun vertikal kini telah terbuka lebar, sehingga akses politik untuk memasuki ranah kekuasaan baik dalam tingkatan legislatif maupun eksekutif relatif lebih mudah apabila dibandingkan dengan masa Orde Baru yang hanya melahirkan Demokrasi prosedural dan tidak pernah menyentuh sistem demokrasi yang bercorak subtantif.

Era transisi politik menuju pemerintahan yang demokratis di Indonesia telah terjadi pada pertengahan tahun 1998. Akumulasi kekecewaan terhadap pemerintahan rezim Orde Baru yang berwatak otoriter di tambah ketidakmampuan Pemerintah dalam mengatasi gejolak sosial politik dan krisis ekonomi, telah menyebabkan munculnya tuntutan perubahan di segala bidang kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara di Indonesia. Gelombang reformasi ini ditandai dengan penggulingan rezim Orde Baru yang berdampak pada jatuhnya Presiden Soeharto dari tampuk kepemimpinan nasional pada 21 Mei 1998. Gelombang reformasi ini didorong oleh perjuangan kelas menengah

(2)

Indonesia yang dimotori oleh mahasiswa dan kaum intelektual yang kemudian disokong oleh kekuatan massa yang sudah lama muak dengan rezim Orde Baru.1

Transisi politik ke arah yang lebih demokratis yang terjadi pasca runtuhnya rezim Orde Baru salah satunya nampak dalam konteks kepartaian. Di negara Indonesia yang pada dasarnya mengenal sistem multi-partai. Akan tetapi, sekalipun pada masa Orde Baru menggunakan sistem ini, sistem kepartaian pada masa Orde Baru dapat dikategorikan sebagai sistem multi-partai dengan dominasi satu partai yakni didominasi oleh Partai Golkar. Adapun Transisi demokrasi yang terjadi dalam konteks kepartaian yakni dengan adanya kesempatan yang diberikan kepada masyarakat untuk mendirikan partai politik.

Dewasa ini, sulit membayangkan adanya negara modern tanpa eksistensi partai politik. Tidak hanya di negara-negara yang menganut demokrasi sebagai sistem politiknya yang menempatkan partai politik sebagai instrumen penting dalam pelembagaan politik. Tetapi, di negara-negara yang tidak menerapkan sistem politik demokrasi pun partai politik memegang peranan penting dalam proses-proses politik yang terjadi.2

Partai politik merupakan keharusan dalam kehidupan politik modern yang demokratis. Sebagai suatu organisasi, partai politik secara ideal dimaksudkan untuk mengaktifkan dan memobilisasi rakyat, mewakili kepentingan tertentu, memberi jalan kompromi bagi pendapat yang saling bersaing, serta menyediakan sarana suksesi kepemimpinan politik secara absah (legitimate) dan damai.

1

Harun, A. 2005. Angkasa Reformasi Terus Bergerak: Dimanakah Sang Pelopor Mengorbit?. Jakarta:PT. Pustaka Cidesindo. Halaman: xvi

2

(3)

Dikeluarkannya UU No. 2 Tahun 1999 yang merupakan pengganti dari Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1975 tentang Partai Politik dan Golongan Karya, mengawali lahirnya beberapa ketentuan-ketentuan seperti UU No. 31 Tahun 2002 tentang partai politik, UU No. 23 Tahun 2003 tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden dan UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, dinamika politik di Indonesia mengalami perubahan yang sangat pesat. Kini perjalanan Indonesia menuju ke arah yang lebih demokratis masih berlangsung. Di masa Reformasi, penataan partai politik terus berlanjut. Salah satunya adalah dengan upaya merevisi tatanan kepartaian sebagaimana ditunjukkan melalui UU No. 2 Tahun 2008 sebagai pengganti atas UU No. 31 Tahun 2002. Hal ini memperlihatkan desakan masyarakat sekaligus keinginan di kalangan partai sendiri untuk membangun relevansi dengan perkembangan masyarakat.

Dari beberapa perubahan Undang-Undang Tentang Partai Politik ini, terlihat adanya suatu transisi ke arah yang lebih demokratis di negara Indonesia. Sistem demokrasi yang mengedepankan pengakuan terhadap hak asasi manusia, terutama mengenai hak berserikat, berkumpul, dan menyatakan pendapat dapat dilihat disini. Kesempatan warga negara baik dari kaum pria maupun kaum wanita untuk berpartisipasi dalam bidang politik yang pada masa Orde Baru sangat terbatas kini telah terbuka lebar. Kini, masyarakat dapat berpartisipasi untuk ikut serta secara aktif dalam kehidupan politik di Indonesia.

(4)

verifikasi faktual untuk mengikuti Pemilu 2009. 18 di antara 38 partai politik nasional yang diumumkan adalah partai politik baru yang pertama kali mengikuti pemilu. Di samping 38 partai politik Nasional peserta Pemilu 2009, Pemilu 2009 juga ditambah 6 partai politik lokal di Provinsi NAD yang berhak mengikuti Pemilu Anggota DPR untuk daerah pemilihan Aceh dan Pemilu anggota DPRD di Provinsi NAD.

Dengan bertambahnya partai politik samapi 30 persen, sementara jumlah pemilih tidak banyak berubah (sekitar 174 juta pemilih), maka persaingan memperebutkan suara akan semakin ketat. Akan tetapi di penghujung tahun 2008, konstalasi politik nasional dikejutkan oleh Keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) No. 22-24/PUU-VI/2008 pada Selasa 23 Desember 2008 menghapuskan ketentuan minimal 30 persen dan nomor urut dalam penetapan Caleg terpilih sebagaimana tertera dalam Pasal 214 UU No. 10/2008 tentang Pemilu Anggota DPR, DPD dan DPRD yang berbunyi:

“Penetapan calon terpilih anggota DPR, DPRD Provinsi, dan DPRD kabupaten/kota dari Partai Politik didasarkan pada perolehan kursi Partai Politik Peserta Pemilu di suatu daerah pemilihan, dengan ketentuan: a. Calon terpilih anggota DPR, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota

ditetapkan berdasarkan calon yang memperoleh suara sekurang-kurangnya 30% (tiga puluh perseratus) dari BPP;

b. Dalam hal calon yang memenuhi ketentuan huruf a jumlahnya lebih banyak daripada jumlah kursi yang diperoleh partai politik peserta pemilu, maka kursi diberikan kepada calon yang memiliki nomor urut lebih kecil di antara calon yang memenuhi ketentuan sekurang-kurangnya 30% (tiga puluh perseratus) dari BPP;

(5)

d. Dalam hal calon yang memenuhi ketentuan huruf a jumlahnya kurang dari jumlah kursi yang diperoleh partai politik peserta pemilu, maka kursi yang belum terbagi diberikan kepada calon berdasarkan nomor urut; e. dalam hal tidak ada calon yang memperoleh suara sekurang-kurangnya 30% (tiga puluh perseratus) dari BPP, maka calon terpilih ditetapkan berdasarkan nomor urut.3

MK menyatakan bahwa Pasal 214 UU No 10 Tahun 2008 itu bertentangan dengan makna substantif prinsip keadilan sebagaimana diatur dalam Pasal 28 d ayat 1 UUD 1945. MK akhirnya menetapkan suara terbanyak sebagai mekanisme tunggal dalam penentuan caleg terpilih.

Itu artinya, penetapan calon anggota legislatif (caleg) pada Pemilu 2009 tidak lagi memakai sistem nomor urut dan telah digantikan dengan sistem suara terbanyak. Hal itu berlaku bagi semua partai politik. Dalam hal ini perlu ditegaskan bahwa MK tidak menggantikan sistem pemilu legislatif yang ada, yaitu sistem proporsional terbuka (Pasal 5 ayat 1 UU No. 10/2008). Dengan demikian, pasca Keputusan MK tersebut, Pemilu Legislatif 2009 masih tetap mempergunakan sistem proporsional terbuka, hanya saja lebih mengutamakan stelsel daftar terbuka, dalam arti penetapan Caleg terpilih berdasarkan suara terbanyak.4

Disadari atau tidak, maka Keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) No. 22-24/PUU-VI/2008 tentang penghapusan ketentuan minimal 30 persen dan nomor urut dalam penetapan Caleg terpilih berimbas pada perekrutan calon anggota legislatif yang diusung oleh partai-partai politik. Dimana pada Pemilu

3

Undang-Undang No. 10 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.

4

(6)

sebelumnya caleg terpilih berdasarkan nomor urut dan pada Pemilu 2009 penetapan caleg terpilih berdasarkan suara terbanyak.

Oleh sebab itu, guna mengkaji lebih mendalam mengenai permasalahan di atas peneliti mengambil judul : Mekanisme Pencalonan Anggota Legeslatif Pasca Keputusan MK No. 22-24/PUU-VI/2008 Tentang Penetapan Caleg

Terpilih Berdasarkan Suara Terbanyak”. (Studi pada DPD Partai Golkar dan DPD PKS Kota Malang).

1.2 Rumusan Masalah

Dari berbagai permasalahan yang diuraikan dalam latar belakang dispesifikkan dalam rumusan masalah:

1.2.1 Bagaimana mekanisme pencalonan anggota legislatif pasca Keputusan MK. No 22-24/PUU-VI/2008 tentang penetapan caleg terpilih berdasarkan suara terbanyak dalam internal partai ?

1.2.2 Bagaimana mekanisme penetapan anggota legislatif pasca Keputusan MK No. 22-24/PUU-VI/2008 tentang penetapan caleg terpilih ? 1.2.3 Bagaimana eksistensi partai politik dalam menyikapi mekanisme

penetapan anggota legislatif pasca Keputusan MK No. 22-44/PUU-VI/2008 tentang penetapan caleg terpilih ?

1.3 Tujuan Penelitian

(7)

Suara Terbanyak, dengan studi di DPD Partai Golkar dan DPD PKS Kota Malang, tujuan yang ingin dicapai yaitu:

1.3.1 Untuk mendeskripsikan mekanisme pencalonan anggota legislatif pasca Keputusan MK. No 22-24/PUU-VI/2008 tentang penetapan caleg terpilih berdasarkan suara terbanyak dalam internal partai. 1.3.2 Untuk mengetahui mekanisme penetapan anggota legislatif pasca

Keputusan MK No. 22-24/PUU-VI/2008 tentang penetapan caleg terpilih.

1.3.3 Untuk mengetahui eksistensi partai politik dalam menyikapi mekanisme penetapan anggota legislatif pasca Keputusan MK No. 22-44/PUU-VI/2008 tentang penetapan caleg terpilih.

1.4 Manfaat Penelitian 1.4.1 Kegunaan Akademik

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan wacana keilmuan bagi jurusan Ilmu Pemerintahan, khususnya terhadap studi tentang sistem politik, sistem kepartaian di Indonesia dan sistem Pemilu di Indonesia.

1.4.2 Kegunaan Praktis

(8)

dalam mewujudkan demokratisasi di Indonesia. Sehingga, dapat dipahami bagaimana seharusnya tindakan dan perilaku partai politik di jalankan sesuai fungsinya dalam berbagai proses politik maupun suksesi politik yang terjadi.

1.5 Defenisi Konseptual

Defenisi konseptual adalah unsur atau bagian penting dalam penelitian dan merupakan defenisi yang dipakai oleh para peneliti untuk menggambarkan secara abstrak suatu fenomena sosial atau fenomena yang alami.5 Defenisi konseptual ini dimaksudkan untuk memberikan penegasan tentang makna arti dari kalimat yang ada dalam permasalahan yang disajikan. Sehingga, dengan adanya penegasan arti tersebut akan mempermudah dalam memahami maksud kalimat yang tercantum dalam penelitian.6

1.5.1 Mekanisme Pencalonan Anggota Legislatif

Dalam struktur dan sistem politik, organisasi partai politiklah yang paling bertanggung jawab untuk melahirkan pemimpin-pemimpin berkualitas. Untuk dapat melakukan tugas ini, dalam tubuh organisasi politik perlu dikembangkan sistem rekruitmen. Dengan adanya sistem ini, nantinya akan dapat diseleksi kesesuaian antara karakteristik kandidat dengan sistem nilai dan ideologi partai politiknya. Tentunya orang-orang yang memiliki sistem nilai dan ideologi sama serta memiliki potensi untuk dikembangkanlah yang perlu direkrut.

Mekanisme pencalonan antar partai politik tentunya berbeda antara yang satu dengan lainnya sesuai dengan ideologi partai tersebut. Penetapan nama calon

5

Singarimbun, Masri. 1982. Metode Penelitian Survey. Jakarta: LP3ES. Halaman: 17 6

(9)

dan nomer urut caleg ditetapkan oleh ketentuan atau kebijakan internal partai sesuai dengan AD/ART partai yang bersangkutan.

Tahapan Pencalonan anggota DPR RI, DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota dilakukan melalui tahapan :

(1) Rekrutmen nama-nama bakal calon; (2) Seleksi dan verifikasi bakal calon;

(3) Penyusunan dan penetapan daftar bakal calon; (4) Pengajuan daftar bakal calon;

(5) Perbaikan daftar bakal calon. 1.5.2 Suara Terbanyak

Akhirnya setelah melewati berbagai proses baik waktu dan administrasi, akhirnya Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan uji materi tentang UU No. 10 Tahun 2008 tentang Pemilu. Dengan demikian penetapan caleg untuk pemilu 2009 akan ditentukan dengan sistem suara terbanyak. Menimbang bahwa dalil pemohon beralasan sepanjang mengenai pasal 214 huruf a, b, c, d, e UU Nomor 10/2008 maka permohonan di kabulkan. Tak ayal putusan ini menjadi pembaharu di semua sistem politik di Indonesia. Karena sistem yang dulunya pada pemilu 2004 adalah digunakan adalah sistem nomor urut.

(10)

menempati nomor urut lebih kecil jika yang memperoleh 30% (tiga puluh per seratus) dari BPP lebih dari jumlah kursi proporsional yang diperoleh suatu partai politik peserta Pemilu adalah inkonstitusional.

Inkonstitusional karena bertentangan dengan makna substantif kedaulatan rakyat sebagaimana telah diuraikan di atas dan dikualifisir bertentangan dengan prinsip keadilan sebagaimana diatur dalam Pasal 28D ayat (1) UUD 1945. Hal tersebut merupakan pelanggaran atas kedaulatan rakyat jika kehendak rakyat yang tergambar dari pilihan mereka tidak diindahkan dalam penetapan anggota legislatif akan benar-benar melanggar kedaulatan rakyat dan keadilan, jika ada dua orang calon yang mendapatkan suara yang jauh berbeda secara ekstrem terpaksa calon yang mendapat suara banyak dikalahkan oleh calon yang mendapat suara kecil, karena yang mendapat suara kecil nomor urutnya lebih kecil.

Bahwa dilihat dari dimensi keadilan dalam pembangunan politik, pada saat ini Indonesia telah menganut sistem pemilihan langsung untuk Presiden dan Wakil Presiden, Dewan Perwakilan Daerah, dan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah sehingga menjadi adil pula jika pemilihan anggota Dewan Perwakilan Rakyat atau Dewan Perwakilan Rakyat Daerah juga bersifat langsung memilih orang tanpa mengurangi hak-hak politik partai politik, sehingga setiap calon anggota legislatif dapat menjadi anggota legislatif pada semua tingkatan sesuai dengan perjuangan dan perolehan dukungan suara masing-masing.

(11)

membenarkan bahwa keadilan dan kehendak rakyat sebagai pemegang kedaulatan rakyat dapat dilanggar dengan cara seperti itu.

Bahwa dasar filosofi dari setiap pemilihan atas orang untuk menentukan pemenang adalah berdasarkan suara terbanyak, maka penentuan calon terpilih harus pula didasarkan pada siapapun calon anggota legislatif yang mendapat suara terbanyak secara berurutan, dan bukan atas dasar nomor urut terkecil yang telah ditetapkan. Dengan kata lain, setiap pemilihan tidak lagi menggunakan standar ganda, yaitu menggunakan nomor urut dan perolehan suara masing-masing

Caleg. Memberlakukan ketentuan yang memberikan hak kepada calon terpilih berdasarkan nomor urut berarti memasung hak suara rakyat untuk memilih sesuai dengan pilihannya dan mengabaikan tingkat legitimasi politik calon terpilih berdasarkan jumlah suara terbanyak.7

Suara Terbanyak. Itulah sistem yang digunakan dalam pemilu Indonesia 2009. Keputusan ini telah dibuat oleh Mahkamah Konstitusi beberapa waktu yang lalu. Kalau dilihat dari efek yang ditimbulkan oleh sistem ini, tentunya sangat berbeda jauh dengan sistem sebelumnya, yaitu sistem nomor urut. Dengan adanya sistem suara terbanyak, semua caleg akan melakukan kampanye. Sistem ini membuat peluang semua caleg sama, tidak ada lagi nomor satu, nomor dua, dan seterusnya. Walaupun berada di nomor buncit, kalau suaranya melebihi caleg nomor urut satu, tetep saja caleg bersangkutan akan jadi. Secara moral sistem suara terbanyak akan memotivasi semua calon legislatif untuk bekerja keras merebut simpati masyarakat, karena yang menentukan sebagai anggota dewan bukan lagi nomor

7

(12)

urut, tapi jumlah suara yang diperolehnya. Selain itu juga menimbulkan keadilan bagi caleg dan mendorong mereka untuk semakin dekat kepada masyarakat, hal itu tentu juga akan memperkuat kinerja mesin parpol.

1.6 Defenisi Operasional

Defenisi Operasional adalah defenisi yang didasarkan atas sifat-sifat hal yang didefinisikan yang dapat diamati. Secara tidak langsung defenisi operasional itu akan menunjuk alat pengambil data yang cocok digunakan atau mengacu pada bagaimana mengukur suatu variabel.8 Dalam penelitian ini, variabel operasional yang berkaitan dengan Mekanisme Pencalonan Anggota Legislatif Pasca Keputusan MK No. 22-24/PUU-VI/2008 tentang Penetapan Caleg Terpilih Berdasarkan Suara Terbanyak di Kota Malang di susun ke dalam beberapa indikator-indikator. Adapun indikator operasional dalam penelitian ini meliputi:

1. Mekanisme pencalonan anggota legislatif dalam internal partai politik. a. Rekrutmen nama-nama bakal calon;

b. Seleksi dan verifikasi bakal calon.

c. Penyusunan dan penetapan daftar bakal calon d. Pengajuan daftar bakal calon

e. Perbaikan daftar bakal calon

2. Mekanisme penetapan anggota legislatif dalam internal partai politik. a. Musyawarah Partai Politik

b. Kebijakan internal partaisesuai dengan AD/ART partai c. Penetapan anggota legislatif

8

(13)

1.7 Metode Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualititatif. Utamanya adalah metode diskriptif, yang bisa dipahami sebagai serangkaian prosedur yang digunakan dalam upaya pemecahan masalah yang diselidiki dengan menggambarkan/melukiskan obyek penelitian/ atau subyek penelitian (seseorang, lembaga, masyarakat, nilai-nilai, dan lain-lain) pada saat sekarang berdasarkan fakta-fakta yang tampak atau sebagaimana adanya.9

1.7.1 Teknik Pengumpulan Data

Untuk instrumen pengumpulan data, agar menjadi satu kesatuan yang utuh dan konsisten dengan metode penelitian yang dipilih dan objek yang menjadi unit analisis, maka ada dua teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu teknik komunikasi langsung dan teknik dokumentasi.

Teknik komunikasi langsung dalam hal ini dilakukan dengan kontak langsung secara lisan atau tatap muka dengan sumber data, dalam sebuah situasi yang sengaja dibuat untuk keperluan pengumpulan data. Teknik komunikasi langsung dalam penelitian ini berupa teknik elite interviewing.10 Elite interviewing adalah metode pengumpulan data secara langsung dengan melakukan wawancara tidak terstruktur terhadap orang-orang yang dianggap mempunyai kesempatan kuat dalam proses masukan dan pengambilan keputusan dalam kelompok masyarakat, legislatif, maupun eksekutif untuk mengetahui pendapat dan pandangan, serta reaksi berupa tanggapan dan aksi lembaga-lembaga yang berkaitan dengan masalah yang dirumuskan. Instrumen yang

9

Syafri’e YH, Yana. 2002. Proses Politik Terbentuknya Propinsi Banten. Skripsi tidak Diterbitkan. Malang: Universitas Muhammadiyah Malang. Halaman: 32

10

(14)

digunakan dalam teknik pengumpulan data ini adalah panduan atau daftar wawancara yang berisikan beberapa pertanyaan yang akan menjaga dan membatasi topik serta arah tujuan wawancara agar singkron dengan tujuan penelitian.

Sedangkan, metode dokumentasi adalah upaya yang dilakukan oleh peneliti untuk mencari data dan informasi melalui data-data dokumentasi tertulis yang berkaitan dengan Mekanisme Pencalonan Anggota Legislatif Pasca Keputusan MK No. 22-24/PUU-VI/2008 tentang Penetapan Caleg Terpilih Berdasarkan Suara Terbanyak (studi di DPD Partai Golkar dan DPD PKS di Kota Malang). Data dokumentasi yang dimaksud diletakkan dalam dua instrumen penting, yakni: pertama, data dokumentasi yang merupakan data hasil kutipan dari berbagai data yang didapat berkaitan dengan yang penulis peroleh melalui dokumen-dokumen partai-partai di atas, dan dokumen lain yang menunjang. Kedua, adalah data dokumentasi yang merupakan penafsiran atau penjabaran dari penulis setelah melihat data dokumentasi dan komunikasi langsung dengan menentukan standar lembaran, sumber data dokumentasi dan data komunikasi langsung, kutipan yang di ulas, dan ulasan peneliti. 11

1.7.2 Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian merupakan tempat dimana peneliti akan mengungkapkan keadaan yang sebenarnya untuk mendapatkan data-data dan informasi dari objek yang diteliti. Adapun lokasi penelitian yang dimaksud adalah Kota Malang. Yang menjadi alasan bagi penulis dalam memilih Kota Malang sebagai lokasi penelitian

11

(15)

adalah karena Kota Malang memiliki dinamika politik yang cukup bagus. Respon terhadap mekanisme pencalonan anggota caleg oleh masyarakat dianggap sebagai reformasi politik untuk menuju tata politik yang baik. Karena itu beberapa partai yang ada di Malang berbeda-beda dalam menyikapi mekanisme pencalonan anggota caleg, khususnya pasca keputusan MK No. 22-24/PUU-V/2008.

1.7.3 Subyek Penelitian

Subyek penelitian adalah orang yang dimanfaatkan untuk memberikan informasi tentang situasi dan kondisi latar penelitian.12 Karena sebagai subyek yang mampu memberikan informasi yang seluas-luasnya, maka dalam penelitian ini peneliti sangat berhati-hati dalam menentukan informan, agar didapatkan informasi yang valid dan lengkap. Peneliti telah menetapkan para informan penelitian yang dipandang dapat memberikan pengalaman yang seluas-luasnya terutama berhubungan dengan partai politik. Subyek penelitian tersebut diantaranya adalah:

a. Pengurus Dewan Pimpinan Daerah Partai Golkar Kota Malang b. Pengurus Dewan Pimpinan Daerah PKS Kota Malang

c. Anggota Legislatif DPRD Kota Malang.

Dari beberapa subyek penelitian diatas, dipilih dengan alasan lebih mengutamakan pengalaman dan pemahaman tentang mekanisme pencalonan dan penetapan caleg terpilih berdasarkan suara terbanyak.

12

(16)

1.7.4 Teknik Analisis Data

Teknik analisis data merupakan bagian yang sangat penting dalam metode ilmiah karena dengan analisa data dapat diberi arti, makna yang berguna dalam memecahkan masalah penelitian. Analisa data menurut Patton adalah proses mengatur urutan data, mengorganisasikan ke dalam suatu pola, kategori dan status uraian dasar.13 Dengan analisa data peneliti berarti melakukan suatu proses pengolahan data, penyederhanaan, pembahasan serta menerjemahkan data atau hasil penemuan sehingga mudah dipahami.

Teknik analisa data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis kualitatif, yang merupakan teknik analisis data yang digunakan untuk menafsirkan data dan menginterpretasikan data yang didapat dari wawancara yang dilakukan dan juga data dokumentasi yang didapat.14 Data yang didapat selanjutnya dibuat dalam bentuk laporan diskripsi yang berisi narasi kualitatif, dengan tujuan mendiskripsikan tentang Mekanisme pencalonan anggota legislatif pasca Keputusan MK No. 22-24/PUU-VI/2008 tentang penetapan caleg terpilih berdasarkan suara terbanyak di kota Malang.

Adapun Milles and Huberman mengemukakan bahwa aktivitas yang dilakukan dalam analisa data kualitatif dilakukan secara interaktif dan berlangsung secara terus-menerus pada setiap tahapan penelitian sehingga sampai tuntas, dan datanya sampai jenuh. Aktivitas dalam analisis data dilakukan dalam

13

Ibid. Halaman: 103 14

(17)

tiga tahapan, yaitu melalui tahap data reduction, data display, dan conclusion drawing/verivication.15

a. Reduksi Data (Data Reduction)

Yaitu merupakan tahap seleksi data atas data atau catatan-catatan lapangan (fieldnotes), sehingga data yang di dapat sesuai dengan pokok yang dituju dalam penelitian. Dalam hal ini peneliti akan menyeleksi data atau catatan-catatan lapangan. Sehingga memungkinkan peneliti untuk memperoleh data yang berkaitan atau yang sesuai dengan Mekanisme Pencalonan Anggota Legislatif Pasca Keputusan MK No. 22-24/PUU-VI/2008 tentang Penetapan Caleg Terpilih Berdasarkan Suara Tebanyak Study pada DPD Partai Golkar dan DPD PKS Kota Malang.

b. Penyajian Data (Data Display)

Yaitu merupakan proses penyajian, kompilasi data setelah direduksi ke dalam bentuk-bentuk simbol yang bisa menggambarkan keseluruhan data-data utama hasil penelitian. Kegiatan ini merupakan penyederhanaan data yang kompleks ke dalam narasi-narasi pendek sesuai kriteria dan klasifikasi data berdasarkan rumusan masalah sehingga dengan mudah bisa dipahami maknanya. Disini peneliti mencoba untuk menyajikan data-data mengenai Mekanisme Pencalonan Anggota Legislatif pasca Keputusan MK No. 22-24/PUU-VI/2008 di tiap partai dalam bentuk uraian-uraian singkat, bagan, grafik, chart, dan

15

(18)

sejenisnya sehingga bisa kita bandingkan proses-proses yang terjadi dalam tiap partai

c. Conclusion Drawing/Verivication

Setelah data diolah atau di sajikan, maka diambil beberapa alternatif yang terbaik atau dijadikan bahan penyampaian informasi dan pengambilan keputusan untuk kemudian diambil sebuah kesimpulan. Disini peneliti mencoba untuk menarik sebuah kesimpulan yang mungkin dapat menjawab rumusan masalah, yakni mengenai bagaimana Mekanisme Pencalonan Anggota Legislatif Pasca Keputusan MK No. 22-24/PUU-VI/2008 tentang Penetapan Caleg Terpilih Berdasarkan Suara Tebanyak (Study pada DPD Partai Golkar dan DPD PKS Kota Malang). Dari penarikan kesimpulan ini diharapkan akan mendapatkan suatu temuan baru yang sebelumnya belum pernah ada. Temuan ini dapat berupa deskripsi atau gambaran mengenai Mekanisme Pencalonan Anggorta Legislatif pasca Keputusan MK No. 22-24/PUU-VI/2008 tentang Penetapan Caleg Terpilih berdasarkan Suara Terbanyak.

1.7.5 Pemeriksaan Keabsahan Data

(19)

pengecekan derajad kepercayaan hasil penelitian. Teknik triangulasi yang paling banyak digunakan ialah pemeriksaan melalui sumber lainnya.

Dimana, dalam metode pemeriksanaan keabsahan data ini dapat melalui perbandingan antara data hasil pengamatan dengan data hasil wawancara, membandingkan antara data hasil wawancara dengan data dokumentasi, membandingkan data hasil penelitian dengan hasil penelitian peneliti lain, dan membandingkan data hasil penelitian dengan teori.16

16

(20)

SKRIPSI

Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah Malang

Sebagai Persyaratan untuk Mendapatkan Gelar Sarjana (S-1)

Disusun Oleh : CAHYO NUGROHO

04230045

JURUSAN ILMU PEMERINTAHAN

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG

(21)

Nama : CAHYO NUGROHO NIM : 04230045

Jurusan : Ilmu Pemerintahan

Fakultas : Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (ISIP)

Judul Skripsi : Mekanisme Pencalonan Anggota Legeslatif Pasca Keputusan MK No. 22-24/PUU-VI/2008 Tentang Penetapan Caleg Terpilih Berdasarkan Suara Terbanyak (Studi pada DPD Partai Golkar dan DPD PKS Kota Malang)”.

Disetujui,

Pembimbing I Pembimbing II

(Drs. Jainuri, M.Si) (Drs. Sulismadi, M.Si)

Dekan Fakultas

Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Ketua Jurusan Ilmu Pemerintahan

(22)

Program Studi: Strata. 1 (S-1)

Fakultas : Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (ISIP)

Judul Skripsi : Mekanisme Pencalonan Anggota Legeslatif Pasca Keputusan MK No. 22-24/PUU-VI/2008 Tentang Penetapan Caleg Terpilih Berdasarkan Suara Terbanyak (Studi pada DPD Partai Golkar dan DPD PKS Kota Malang)

Telah dipertahankan di depan dewan penguji dan dinyatakan diterima sebagai salah satu persyaratan untuk memperoleh gelar Sarjana Ilmu Pemerintahan (S.IP)

Pada tanggal: 30-April- 2011 Dihadapan Dewan Penguji

1. Drs. Asep Nurjaman, M.Si (...)

2. Drs. Krishno Hadi (...)

3. Drs. Jainuri, M.Si (...)

4. Drs. Sulismadi, M.Si (...)

Mengetahui, Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

(23)

melimpahkan rahmat, ni’mat dan taufiknya, sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini. Penyelesaian penelitian ini memerlukan pencurahan tenaga dan pikiran, oleh sebab itu diharapkan hasilnya akan banyak memberikan konstribusi, manfaat dan informasi baru tentang penetapan caleg terpilih berdasarkan suara terbanyak dalam rangka membangun wawasan berfikir dibidang politik dan upaya meningkatkan kebijakan politik yang lebih baik.

Penelitian yang kami lakukan ini berjudul “Mekanisme Pencalonan Anggota Legeslatif Pasca Keputusan MK No. 22-24/PUU-VI/2008 Tentang

Penetapan Caleg Terpilih Berdasarkan Suara Terbanyak (Studi pada DPD Partai Golkar dan DPD PKS Kota Malang)”. Secara sadar kami mengakui, bahwa penelitian ini masih terdapat kekurangan terutama karena penelitian sifatnya kasuistik, sehingga kesimpulan yang dihasilkan tidak dapat digeneralisasi secara umum. Untuk itu, penelitian lebih lanjut sebagai pengembangan fokus penelitian ini sangat diperlukan.

Selanjutnya, ucapan terima kasih yang tidak terhingga kami sampaikan kepada semua pihak yang telah membantu baik langsung maupun tidak langsung terhadap penelitian ini. Mudah-mudahan amal baiknya diterima disisi Allah SWT sebagai amal shaleh, Amiin. Secara khusus kami sampaikan kepada :

(24)

3. Bapak Drs. Sulismadi, M.Si, kepada beliau juga kami sampaikan banyak terimakasi atas pengorbanan dan waktu yang diberikan dalam proses bimbingan skripsi

4. Bapak Drs. Asep Nurjaman, M.Si, selaku penguji terimakasi atas masukan yang diberikan dalam perbaikan skripsi ini

5. Bapak Drs. Krishno Hadi, selaku penguji terimakasi atas masukan dan kritikan dalam perbaikan skripsi ini

6. Teman-teman seperjuangan di Universitas Muhammadiyah Malang, tempat dimana kami dapat saling berbagi, berdiskusi bersama.

Akhirnya kami tidak lupa mohon maaf yang sebesar-besarnya selama perkuliahan ini terutama terhadap kekurangan yang ada dalam penelitian ini. Kami tetap berharap adanya kritik dan saran dari semua pihak demi perbaikan penelitian ini. Semoga penelitian ini bermanfaat, Amiin.

Malang, 30-April- 2011 Penyusun

(25)

Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Jurusan Ilmu Pemerintahan. “Mekanisme Pencalonan Anggota Legeslatif Pasca Keputusan MK No. 22-24/PUU-VI/2008 Tentang Penetapan Caleg Terpilih Berdasarkan Suara Terbanyak”. (Studi pada DPD Partai Golkar dan DPD PKS Kota Malang)”, Pembimbing I: Drs. Jainuri, M.Si; Pembimbing II: Drs. Sulismadi, M.Si.

Partai politik merupakan keharusan dalam kehidupan politik modern yang demokratis. Sebagai suatu organisasi, partai politik secara ideal dimaksudkan untuk mengaktifkan dan memobilisasi rakyat, mewakili kepentingan tertentu, memberi jalan kompromi bagi pendapat yang saling bersaing, serta menyediakan sarana suksesi kepemimpinan politik secara absah (legitimate) dan damai. Konstalasi politik nasional dikejutkan oleh Keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) No. 22-24/PUU-VI/2008 pada Selasa 23 Desember 2008 menghapuskan ketentuan minimal 30 persen dan nomor urut dalam penetapan Caleg terpilih sebagaimana tertera dalam Pasal 214 UU No. 10/2008 tentang Pemilu Anggota DPR, DPD dan DPRD. MK menyatakan bahwa Pasal 214 UU No 10 Tahun 2008 itu bertentangan dengan makna substantif prinsip keadilan sebagaimana diatur dalam Pasal 28 d ayat 1 UUD 1945. MK akhirnya menetapkan suara terbanyak sebagai mekanisme tunggal dalam penentuan caleg terpilih. Itu artinya, penetapan calon anggota legislatif (caleg) pada Pemilu 2009 tidak lagi memakai sistem nomor urut dan telah digantikan dengan sistem suara terbanyak. Hal itu berlaku bagi semua partai politik. Dalam hal ini perlu ditegaskan bahwa MK tidak menggantikan sistem pemilu legislatif yang ada, yaitu sistem proporsional terbuka (Pasal 5 ayat 1 UU No. 10/2008).

Oleh karena itu yang menjai permasalahan dalam penelitian ini adalah (1) Bagaimana mekanisme pencalonan anggota legislatif pasca Keputusan MK. No 22-24/PUU-VI/2008 tentang penetapan caleg terpilih berdasarkan suara terbanyak dalam internal partai ? (2) Bagaimana mekanisme penetapan anggota legislatif pasca Keputusan MK No. 22-24/PUU-VI/2008 tentang penetapan caleg terpilih ? (3) Bagaimana eksistensi partai politik dalam menyikapi mekanisme penetapan anggota legislatif pasca Keputusan MK No. 22-44/PUU-VI/2008 tentang penetapan caleg terpilih ?

Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode deskriptif. Teknik pengumpulan data dilakukan melalui: Observasi dan wawancara serta dokumentasi. Setelah dilakukan pemeriksaan keabsahanya, data dianalisis dengan cara penyajian data sekaligus dianalisis dan penarikan kesimpulan.

(26)

anggota legislatif ditunjuk dari pimpinan Partai yang direkomendasikan oleh BPK yang dianggap yang layak untuk diajukan sebagai caleg. (2) Mekanisme penetapan anggota legislatif pasca Keputusan MK No. 22-24/PUU-VI/2008 tentang penetapan caleg terpilih. Bagi Partai Golkar penetapan kader (pengurus Partai ) menjadi proritas mengingat jumlah anggota Partai Golkar cukup besar. Selain itu organisasi Sayap Partai Golkar dan tokoh Masyarakat yang berpengaruh dan memiliki kapabilitas yang sesuai dengan kriteria calon legislatif dari Partai Golkar. Begitu juga dengan PKS penetapan kader karena dianggap menjamin dengan orang- orang yang terpilih nanti sesuai karakter caleg yang diinginkan PKS, (moral, kapasitasnya sesuai,membawa visi dan misi Partai, dan karena PKS belandaskan Islam harus mendekatkan dengan nilai-nilai ajaran agama Islam), khususnya tokoh masyarakat yang berpengaruh memiliki MoU dengan PKS. Namun tidak harus beragama Islam karena disesuaikan dengan kondisi daerah pemilihan. (3) Eksistensi partai politik dalam menyikapi mekanisme penetapan anggota legislatif pasca Keputusan MK No. 22-44/PUU-VI/2008 tentang penetapan caleg terpilih. Bagi Partai Golkar Keputusan MK No. 22-24/PUU-VI/2008 tidak begitu berpengaruh karena Golkar adalah partai pertama yang menyuarakan mendukung penetapan caleg terpilih berdasarkan suara terbanyak. Golkar sudah merancang strategi pemenangan Pemilu secara menyeluruh dan terakomodir dengan baik dari Pengurus Pusat sampai ke Pengurus Cabang. Jadi kesolidan Partai Golkar terwujud sebelum keputusan MK No. VI/2008 ditetapkan. Begitu juga dengan PKS keputusan MK No. 22-24/PUU-VI/2008 tentang penetapan caleg terpilih berdasarkan suara terbanyak dalam PILEG Tahun 2009 tidak begitu berpengaruh karena keputusan MK No. 22-24/PUU-VI/2008 terjadi setelah proses pencalonan di PKS selesai. Namun dengan adanya Keputusan MK No. 22-24/PUU-VI/2008, memang ada perubahan strategi, tetapi tidak banyak. Karena prioritas utama perolehan suara dari PKS adalah perolehan suara ke Partai, bukan ke personal caleg.

Meyetujui,

Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II

(27)

CAHYO NUGROHO, 04230045. University Muhammadiyah of Malang. Faculty of Social and Political Sciences, Department of Government. "Mechanism of Post-Nomination of Member Legeslatif Constitutional Court Decision Number. 22-24/PUU-VI/2008 About Stipulation Legislative candidate Elected Based on Majority Vote. "(Studies in DPD Golkar and DPD PKS Malang) ", Advisor I: Drs. Jainuri, M. Si; Advisors II: Drs. Sulismadi, M.Sc.

A political party is a must in a modern democratic political life. As an organization, political parties are ideally intended to activate and mobilize the people, representing special interests, gave way compromise for competing opinions, and provide a means of political leadership succession are valid (legitimate) and peace. National political constellation was surprised by the decision of the Constitutional Court (MK) No. 22-24/PUU-VI/2008 on Tuesday, December 23, 2008 abolished the provision of at least 30 percent and the serial number of the selected Legislative candidate determination as set out in Article 214 of Law no. 10/2008 on Elections for the DPR, DPD and DPRD. The Court stated that Article 214 of Law No. 10 of 2008 was contrary to the meaning of the substantive principles of justice as provided for in Article 28 d of paragraph 1 of the 1945 Constitution. The Court finally decided the most votes as the sole mechanism in determining the candidates elected. That means, the determination of legislative candidates (candidates) in the 2009 elections are no longer using the system serial number and has been replaced with a system of majority voting. It applies to all political parties. In this case it must be stressed that the Constitutional Court does not replace the existing legislative electoral system, which is open proportional system (Article 5 paragraph 1 of Law no. 10/2008).

Therefore the be problem in this research are (1) What is the mechanism of post decree nominating legislators Court. Number candidates elected 22-24/PUU-VI/2008 of determination by a majority vote in internal party? (2) What is the mechanism determining the legislative members of the Constitutional Court Decision No post. 22-24/PUU-VI/2008 about the determination of selected candidates? (3) How does the existence of political parties in addressing the post-legislative mechanism for the determination of the Constitutional Court Decision No. 22-44/PUU-VI/2008 about the determination of selected candidates?

This research was conducted using a qualitative approach with descriptive methods. Technique of data collecting is done through: Observations and interviews and documentation. After validity examination, data were analyzed by way of presenting the data at once analyzed and conclusion.

(28)

legislative leaders recommended by the BPK Party deemed appropriate to put forward as candidates. (2) post-setting mechanisms of legislative decree No. MK. 22-24/PUU-VI/2008 about the determination of selected candidates. For determination of the Golkar Party cadres (party administrators) to priority given the number of members of the Golkar Party is big enough. In addition, the Golkar Party wing organizations and community leaders are influential and have the capabilities that match the criteria of legislative candidates from the Golkar Party. So also with the determination PKS cadres because they ensure the people who elected candidates will fit the desired character PKS (moral, appropriate capacity, bringing the vision and mission of the Party, and because the PKS based Islam should approach the values of religious teachings of Islam) , especially the influential public figures have a MoU with PKS. But no Muslim should be adjusted to local conditions because of the election. (3) The existence of political parties in addressing the post-legislative mechanism for the determination of the Constitutional Court Decision No. 22-44/PUU-VI/2008 about the determination of selected candidates. For the Constitutional Court Decision No. Golkar Party. 22-24/PUU-VI/2008 not very influential because Golkar was the first party to voice their support of the establishment candidates elected by a majority vote. Golkar has designed a comprehensive strategy of winning elections and accommodated by either of the Central Committee to the Executive Branch. So the solidity of the Golkar Party materialized before the Constitutional Court decision No. 22-24/PUU-VI/2008 determined. Likewise with the Constitutional Court decision No. MCC. 22-24/PUU-VI/2008 about the determination of candidates elected by a majority vote in Legislative Elections Year 2009 is not so influential because the Constitutional Court decision No. 22-24/PUU-VI/2008 occurred after the nomination process is completed at PKS. But with the Constitutional Court Decision No. 22-24/PUU-VI/2008, there is a change of strategy, but not much. Because the main priority of the PKS vote is the vote to the Party, not to the candidates personally.

Approved,

Supervisor I Supervisor II

(29)

Lembar Berita Acara ... iii

Lembar Pernyataan ... iv

Lembar Persembahan ... v

Kata pengantar ... vi

Abstraksi ... vii

Daftar Isi ... viii

Halaman BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 6

1.3 Tujuan Penelitian ... 6

1.4 Manfaat Penelitian ... 7

1.5 Definisi Konseptual ... 8

1.6 Definisi Operasional ... 12

1.7 Metode Penelitian ... 13

1.7.1 Teknik Pengumpulan Data ... 13

1.7.2 Lokasi Penelitian ... 14

1.7.3 Subyek Penelitian ... 15

1.7.4 Teknik Analisis Data ... 16

1.7.5 Pemeriksaan Keabsahan Data ... 18

BAB II KAJIAN TEORI 2.1 Pengertian Partai Politik.. ... 20

2.2 Teori Perwakilan Politik... 24

2.3 Lembaga Legislatif ... 29

2.4 Mekanisme Pencalonan Anggota Legislatif ... 33

(30)

3.1.3 Demografi Penduduk ... 46

3.2 Kondisi Sosial Politik... 52

3.3 Peta Politik Kota Malang ... 53

3.3.1 Peserta Pemilu 2009 di Kota Malang ... 53

3.3.2 Hasil Pemilu Legislatif Tahun 2009 di Kota Malang ... 54

3.4 Partai Politik ... 56

3.5 Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ... 59

BAB IV. PENYAJIAN DAN ANALISIS DATA 4.1 Mekanisme Pencalonan Anggota Legislatif dalam Internal Partai Politik ... 62

4.1.1 Rekrutmen nama-nama bakal calon... 62

4.1.2 Seleksi dan verifikasi bakal calon ... 64

4.1.3 Penyusunan dan penetapan daftar bakal calon ... 67

4.1.4 Pengajuan daftar bakal calon ... 70

4.1.5 Perbaikan daftar bakal calon ... 74

4.2 Mekanisme penetapan anggota legislatif dalam internal partai politik ... 78

4.2.1 Musyawarah Partai Politik ... 78

4.2.2 Kebijakan internal partai sesuai dengan AD/ART partai ... 82

4.2.3 Penetapan anggota legislatif ... 89

BAB V. PENUTUP 5.1 Kesimpulan ... 92

5.2 Saran... 94 DAFTAR PUSTAKA

(31)

________. 1985. Partisipasi Politik, Jakarta: PT. Gramedia Karya.

Faturrohman, Deden dan Wawan Sobari. 2002. Pengantar Ilmu Politik. Malang: UMM Press.

Firmansyah. 2008. Mengelola Partai Politik. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia. Hamidi. 2004. Metode Penelitian Kualitatif, Aplikasi Praktis Pembuatan

Proposal dan Laporan Penelitian. Malang: UMM Press.

Harun, A. 2005. Angkasa Reformasi Terus Bergerak: Dimanakah Sang Pelopor Mengorbit?. Jakarta: PT. Pustaka Cidesindo.

Meleong, Lexy J. 2000. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Nurjaman, Asep. 2005. Memahami Perilaku Politik Masyarakat. Dalam Jurnal Ilmu Pemerintahan. Jurusan Ilmu Pemerintahan FISIP-UMM.

Singarimbun, Masri. 1982. Metode Penelitian Survey. Jakarta: LP3ES. Sugiyono. 2005. Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung: CV. Alfabeta.

Syafrie YH, Yana. 2002. Proses Politik Terbentuknya Propinsi Banten. Skripsi tidak Diterbitkan. Malang: Universitas Muhammadiyah Malang.

Syamsudin, Nazaruddin. 1988. Materi Pokok Sistem Politik Indonesia. Jakarta: Karunia.

Thaib, Dahlan. 2000. DPR Dalam Sistem Ketatanegaraan Indonesia. Yogyakarta: Liberty

(32)

http://www.pelita.or.id/baca.php?id=56065 diakses pada 4 Maret 2009.

http://www.duaberita.com/main/pemilu2009/pengamat/89-aturan-hukum-caleg-suara-terbanyak.html diakses pada 5 Maret 2009.

http://finunu.wordpress.com/2008/08/26/profil-partai-peserta-pemilu-2009-bag-4/ diakses pada 20 Mei 2010.

http://politik.vivanews.com/news/read/17590- Caleg Dipilih Berdasarkan Suara Terbanyak diakses pada 5 Maret 2009.

http://www.malangkota.go.id.indekxs2.php?id:16060725 diakses pada 21 Mei 2009

Seran, G Goris. 2009. Penentuan Kursi Caleg melalui Suara Terbanyak. http://www.pelita.or.id/baca.php?id=63032 diakses pada 4 Maret 2009.

Wikipedia. 2009. Profil Kota Malang. (Online)

http://id.wikipedia.org/wiki/Kota_Malang (diakses pada 21 Mei 2009). UNDANG-UNDANG:

Undang-Undang No. 2 Tahun 1999 Tentang Partai Politik. Undang-Undang No. 31 Tahun 2002 Tentang Partai Politik. Undang-Undang No. 2 Tahun 2008 Tentang Partai Politik

Referensi

Dokumen terkait

Alasan siswa yang mengalami miskonsepsi jenis ini baik pada soal bentuk kartun maupun soal bentuk teks sama seperti alasan mereka pada kelompok benda diam

Berdasarkan hasil studi pendahuluan diketahui bahwa SD Negeri 55/I Sridadi Kecamatan Muara Bulian merupakan salah satu sekolah dasar yang memberikan perhatian

Pada masa sekarang ini sedang gencar-gencarnya pembinaan agar guru menjadi tenaga yang professional, pemerintah melalui undang- undangnya menetapkan undang-undang

Pembuatan perencanaan dapat dilakukan dengan cara tertulis, akan tetapi hasil penelitian memperlihatkan bahwa sebagian besar (97,2 persen) responden di kota dan

Aplikasi adalah Program siap pakai yang dapat digunakan untuk menjalankan printah- printah dari pengguna aplikasi tersebut dengan tujuan mendapatkan hasil yang lebih akurat

NU dibawah kepemimpinan Idham Chalid mampu memainkan perannya sebagai organisasi Islam yang kritis terhadap kebijakan pemerintah pada masa Orde Lama maupun Orde

11 Rino Adi Nugroho (2010) Analisis Perbandingan Efisiensi Bank Umum Syariah (BUS) dan Unit Usaha Syariah (UUS) dengan metode Stochastic Frontier Analysis periode

1) mengusulkan pembangunan dan pengembangan sarana prasarana khususnya pemenuhan kebutuhan ditingkat Polres dan Polsek untuk memenuhi kebutuhan minimal Almatsus