APLIKASI PROTEIN-RICH FLOUR (PRF) DARI
KORO PEDANG (
Canavalia ensiformis L
.)
PADA NUGGET AYAM
SKRIPSI
Oleh :
Eka Mardiana 011710101112
JURUSAN TEKNOLOGI HASIL PERTANIAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
iii & (
! ! ! !
" # $ %%%% ! &
' (
) * * ++++ ,,,, $ !!!!
*
# # #
# * $ ++++ ' -' -' -' - .
iv
Special Thanks to :
! "#
!
$ $ $
$ % &&&& ' ''
' (
' )
* %
v
( ( (
( - . $$$$ - .
$ 0&0&0&0& 0&0&0&0& 0&
0& 0&
vi
! 5 DDDD
-. $$$$ *"*"*"*" **** - ,. > ;> ;> ;> ; - 2.
-B . # /# /# /# / & + &+ -. " /" /" /" / - 2.
+ % $ ( &3
, 5555
2
$ ! $ ! $ ! $ !
! ! ! ! %
viii Saya yang bertanda tangan di bawah ini :
Nama : Eka Mardiana NIM : 011710101112
Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa karya tulis ilmiah yang berjudul “APLIKASI PROTEIN-RICH FLOUR (PRF) DARI KORO PEDANG (Canavalia esiformis L.) PADA NUGGET AYAM” adalah benar-benar hasil karya sendiri, kecuali jika disebutkan sumbernya dan belum pernah diajukan pada instansi manapun, serta bukan karya jiplakan. Saya bertanggungjawab atas keabsahan dan kebenaran isinya sesuai dengan sikap ilmiah yang harus dijunjung tinggi.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya, tanpa adanya tekanan dan paksaan dari pihak manapun serta bersedia mendapat sanksi akademik jika ternyata dikemudian hari pernyataan ini tidak benar.
Jember, Februari 2006 Yang menyatakan,
vii
xix RINGKASAN
Aplikasi Protein-Rich Flour (PRF) Dari Koro Pedang (Canavalia ensiformis L.) Pada Nugget Ayam, Eka Mardiana, 011710101112, 2006, 58 hlm.
Koro pedang (Canavalia ensiformis L.) merupakan salah satu jenis koro-koroan yang mempunyai kandungan protein tinggi, kandungan asam aminonya seimbang dan bio-avaibilitas tinggi serta faktor anti gizi yang rendah sehingga mempunyai potensi sebagai bahan baku protein-rich flour (PRF) yang digunakan untuk substitusi daging sekaligus sumber protein pada nugget ayam. Tujuan dilakukan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh substitusi PRF yang dibuat daging tiruan (imitation meat) terhadap sifat dan karakteristik nugget ayam.
Penelitian dilakukan di Laboratorium Pengendalian Mutu Fakultas Teknologi Pertanian jurusan Teknologi Hasil Pertanian Universitas Jember pada bulan Maret sampai Desember 2005. Penelitian dilakukan dalam tiga tahap yaitu, pembuatan PRF koro pedang, pembuatan daging tiruan dan pembuatan nugget ayam dengan substitusi daging tiruan sebesar 0%, 30%, 40%, 50% dan 60% dari jumlah daging ayam yang digunakan. Analisa yang dilakuan meliput : cooking loss, kadar air, kadar lemak atau minyak, kadar abu, kadar protein, kadar karbohidrat, tekstur, warna, kenampakan irisan dan uji organoleptik. Pengolahan data menggunakan metode diskriptif dan kenampakan irisan dengan photo mikroskop.
xx
karakteristik nugget ayam dan untuk uji organoleptik secara umum didapatkan bahwa pengaruh yang diberikan tidak berbeda nyata
xi DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL... i
LEMBAR PEMBIMBING... ii
HALAMAN PERSEMBAHAN... iii
HALAMAN MOTTO... vii
HALAMAN PERNYATAAN... viii
HALAMAN PENGESAHAN... ix
KATA PENGANTAR... x
DAFTAR ISI... xi
DAFTAR TABEL... xiv
DAFTAR GAMBAR... xv
DAFTAR LAMPIRAN... xviii
RINGKASAN ... xix
BAB 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Permasalahan ... 2
1.3 Batasan Masalah ... 2
1.4 Tujuan Penelitian ... 3
1.5 Manfaat Penelitian ... 3
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Koro-koroan ... 4
2.2 Koro Pedang... 4
2.3 Nugget ... 7
2.4 Kriteria Mutu Nugget... 8
2.5 Bahan Pengikat dan Pengisi ... 9
xii
2.6.4 Minyak ... 13
2.6.7 Natrium Polifosfat... 13
2.6.8 Telur ... 14
2.6.9 Bumbu-bumbu ... 15
2.7 Perubahan yang Terjadi Selama Pembuatan Nugget ... 15
2.7.1 Gelatinisasi... 15
2.7.2 Retrogradasi ... 15
2.7.3 Pencoklatan (Browning)... 16
2.7.4 Denaturasi Protein... 17
BAB 3. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Alat dan Bahan Penelitian... 18
3.1.1 Alat Penelitian... 18
3.1.2 Bahan Penelitian... 18
3.2 Tempat dan Waktu Penelitian ... 18
3.3 Metode Penelitian ... 18
3.4 Parameter Pengamatan... 19
3.5 Pelaksanaan Penelitian... 20
3.5.1 Pembuatan Protein-Rich Flour (PRF) dari Koro Pedang... 20
3.5.2 Pembuatan Daging Tiruan (imitation meat)... 22
3.5.3 Pembuatan Nugget Ayam ... 23
3.6 Prosedur Analisa ... 25
3.6.1 Cooking Loss ... 25
3.6.2 Kadar Air... 25
3.6.3 Kadar Lemak atau Minyak... 26
3.6.4 Kadar Abu ... 26
xiii
3.6.6 Kadar Karbohidrat... 28
3.6.7 Tekstur ... 28
3.6.8 Warna ... 29
3.6.9 Kenampakan Irisan... 30
3.6.10 Uji Organoleptik... 30
BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Cooking Loss ... 33
4.2 Kadar Air... 34
4.3 Kadar Lemak atau Minyak... 35
4.4 Kadar Abu ... 37
4.5 Kadar Protein ... 38
4.6 Kadar Karbohidrat... 39
4.7 Tekstur... 40
4.8 Warna ... 41
4.8.1 Nilai Kecerahan Warna ... 41
4.8.2 Nilai Intensitas Warna... 42
4.8.3 Nilai Sudut Warna... 43
4.9 Kenampakan Irisan... 44
4.10 Uji Organoleptik... 46
4.10.1 Warna ... 46
4.10.2 Rasa ... 47
4.10.3 Tekstur... 49
4.10.4 Aroma... 50
4.10.5 Keseluruhan... 52
BAB 5. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ... 54
5.2 Saran ... 54
DAFTAR PUSTAKA... 55
xiv
Halaman
2.1 Kompisisi Beberapa Jenis Koro-koroan ... 4
2.2 Sifat Fisik Koro Pedang ... 6
2.3 Kandungan Kimia Koro Pedang ... 6
2.4 Kompisisi Daging Ayam... 10
2.5 Komposisi Kimia protein-rich flour (PRF) dari Koro-koroan... 11
2.6 Parameter Warna protein-rich flour (PRF) dari Koro-koroan ... 12
2.7 Komposisi Tepung Tapioka ... 12
2.8 Komposisi Tepung Mizena tiap 100 gr... 13
2.9 Komposisi Telur... 14
4.1 Hasil Sidik Ragam Organoleptik Warna Nugget Ayam ... 46
4.2 Hasil Sidik Ragam Organoleptik Rasa Nugget Ayam ... 48
4.3 Rerata Rasa Nugget Ayam Pada Berbagai Variasi Substitusi Daging Tiruan dari PRF Koro Pedang. ... 49
4.4 Hasil Sidik Ragam Organoleptik Tekstur Nugget Ayam... 49
4.4 Rerata Tekstur Nugget Ayam Pada Berbagai Variasi Substitusi Daging Tiruan dari PRF Koro Pedang... 50
4.6 Hasil Sidik Ragam Organoleptik Aroma Nugget Ayam... 51
xvii
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman A. Hasil Pengamatan Pengaruh Substitusi Daging Tiruan dari PRF
Koro Pedang Terhadap Cooking Loss... 59 B. Hasil Pengamatan Pengaruh Substitusi
Daging Tiruan dari PRF Koro PedangTerhadap Kadar Air... 59
C. Hasil Pengamatan Pengaruh Substitusi Daging Tiruan dari PRF
Koro Pedang Terhadap Kadar Lemak atau Minyak... 59
D. Hasil Pengamatan Pengaruh Substitusi Daging Tiruan
dari PRFKoro Pedang Terhadap Kadar Abu... 59 E. Hasil Pengamatan Pengaruh Substitusi Daging Tiruan dari PRF
Koro Pedang Terhadap Kadar Protein ... 60 F. Hasil Pengamatan Pengaruh Substitusi Daging Tiruan dari PRF
Koro Pedang Terhadap Kadar Karbohidrat... 60 G. Hasil Pengamatan Pengaruh Substitusi Daging Tiruan dari PRF
Koro Pedang Terhadap Tekstur ... 60 H. Hasil Pengamatan Pengaruh Substitusi Daging Tiruan dari PRF
Koro Pedang Terhadap Warna ... 60 I. Hasil Uji Organoleptik Pengaruh Substitusi Daging Tiruan
dari PRFKoro Pedang ... 62 J. Gambar Nugget Ayam Pada Berbagai Variasi Substitusi Daging Tiruan
xv
Halaman
1.1 Gambar Tanaman Koro Pedang ... 5
1.2 Gambar Biji Koro Pedang... 5
3.1 Diagram Alir Proses Pembutan PRF (protein-ricah flour) ... 21
3.2 Diagram alir Proses Pembuatan Daging Tiruan (imitation meat)... 22
3.3 Diagram Alir Proses Pembutan Nugget Ayam ... 24
4.1 Diagram Baking Loss Nugget Ayam Pada Berbagai Variasi Substitusi Daging Tiruan dari PRF Koro Pedang ... 34
4.2 Diagram Kadar Air Nugget Ayam Pada Berbagai Variasi Substitusi Daging Tiruan dari PRF Koro Pedang ... 35
4.3 Diagram Kadar Lemak atau Minyak Nugget Ayam Pada Berbagai Variasi Substitusi Daging Tiruan dari PRF Koro Pedang... 36
4.4 Diagram Kadar Abu Nugget Ayam Pada Berbagai Variasi Substitusi Daging Tiruan dari PRF Koro Pedang ... 37
4.5 Diagram Kadar Protein Nugget Ayam Pada Berbagai Variasi Substitusi Daging Tiruan dari PRF Koro Pedang ... 38
4.6 Diagram Kadar Karbohidrat Nugget Ayam Pada Berbagai Variasi Substitusi Daging Tiruan dari PRF Koro Pedang ... 39
4.6 Diagram Tekstur Nugget Ayam Pada Berbagai Variasi Substitusi Daging Tiruan dari PRF Koro Pedang ... 40
4.8 Diagram Nilai Kecerahan Warna Nugget Ayam Pada BerbagaiVariasi SubstitusiDaging Tiruan dari (PRF Koro Pedang... 42
4.9 Diagram Nilai Intensitas Warna Nugget Ayam Pada Berbagai Variasi Substitusi Daging Tiruan dari PRF Koro Pedang ... 43
4.10 Diagram Nilai Sudut Warna Nugget Ayam Pada Berbagai Variasi Substitusi Daging Tiruan dari PRF Koro Pedang ... 44
xvi
4.12 Diagram Organoleptik Warna Nugget Ayam Pada Berbagai Variasi
Substitusi Daging Tiruan dari PRF Koro Pedang ... 47 4.13 Diagram Organoleptik Rasa Nugget Ayam Pada Berbagai Variasi
Substitusi Daging Tiruan dari PRF Koro Pedang ... 48 4.14 Diagram Organoleptik Tekstur Nugget Ayam Pada Berbagai Variasi
Substitusi Daging Tiruan dari PRF Koro Pedang ... 50 4.15 Diagram Organoleptik Aroma Nugget Ayam Pada Berbagai Variasi
Substitusi Daging Tiruan dari PRF Koro Pedang ... 51 4.16 Diagram Organoleptik Keseluruhan Nugget Ayam Pada Berbagai
Variasi Substitusi Daging Tiruan dari PRF Koro Pedang... 53
1 1.1Latar Belakang
Indonesia banyak terdapat lahan kering, khususnya di Jawa Timur. Lahan kering secara keseluruhan mencakup 61% dari seluruh total wilayah yang sebesar 4,8 juta hektar yang belum banyak dimanfaatkan. Sementara itu tanaman koro-koroan, seperti komak, kratok, koro wedus, koro benguk, buncis, kapri dan koro pedang mudah dibudidayakan dan produktifitas biji keringnya cukup tinggi sekitar 800-900 kg/ha pada lahan kering (Robert, 1985).
Biji koro mengandung protein yang cukup tinggi, yaitu sekitar 18-25%, sedangkan kandungan lemaknya sangat rendah, yaitu antara 0,2-3%, dan kandungan karbohidratnya relatif tinggi, yaitu 50-60% (Van Der Mesen dan Somaatmadja, 1993). Saat ini sudah diketahui bahwa protein koro-koroan dapat dipertimbangkan sebagai sumber protein untuk bahan pangan, sebab keseimbangan asam aminonya sangat baik, bio-availibilitas tinggi dan rendahnya faktor anti-gizi (Friedman, 1996, Newman et. al., 1987).
Koro pedang merupakan salah satu jenis koro-koroan yang dapat digunakan sebagai sumber protein nabati dengan kandungan karbohidrat sebesar 55% dan protein 24%. Prospek masa depan tanaman koro pedang untuk komoditi ekspor sangat terbuka, antara lain untuk memenuhi kebutuhan bahan baku industri farmasi dan nutrisi di negara-negara maju seperti Jepang dan Amerika Serikat (Munip, 2001).
Besarnya kandungan karbohidrat dan protein koro pedang yang moderat menjadikan koro pedang mempunyai potensi sebagai bahan baku produk protein-rich
flour (PRF). PRF koro pedang memungkinkan untuk dibuat daging tiruan (imitation
2
Bahan dari pembuatan nugget adalah daging. Komponen lumatan daging dalam pembuatan nugget adalah protein. Protein daging berkontribusi dalam pengikatan struktur daging selama pemasakan, sehingga membentuk struktur yang kompleks. Protein juga berpengaruh terhadap daya menahan air daging dan pembentukan emulsi, protein daging yang terlarut berfungsi sebagai zat pengemulsi (Sidik, 1990). Mutu nugget sangat dipengaruhi oleh kadar air, stabilitas emulsi dan teksturnya, oleh karena itu penambahan bahan-bahan yang diperlukan sangat menentukan kualitas nugget yang dihasilkan.
Dengan demikian PRF koro pedang dapat dibuat daging tiruan yang dapat diaplikasikan sebagai bahan substitusi daging sekaligus sumber protein dalam pembuatan nugget ayam, sehingga pengembangan koro-koroan sebagai bahan pangan dan industri dapat meningkatkan ketahanan pangan masyarakat, meningkatkan nilai ekonomi koro-koroan dan kesejahteraan masyarakat khususnya di lahan kering.
1.2Permasalahan
Aplikasi PRF koro pedang yang dibuat daging tiruan sebagai bahan substitusi daging dan sumber protein pada nugget ayam dengan berbagai variasi substitusi, tentunya mempengaruhi sifat kimia dan fisik nugget ayam yang meliputi cooking loss, kadar air, kadar lemak atau minyak, kadar abu, kadar protein, kadar karbohidrat tekstur, warna, kenampakan irisan dan organoleptik (uji kesukaan). Namun belum diketahui pengaruh dari besarnya variasi substitusi daging tiruan dari PRF koro pedang terhadap sifat-sifat dan karakteristik nugget ayam.
1.3Batasan Masalah
1.4Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian ini adalah mengetahui pengaruh aplikasi PRF koro pedang yang dibuat daging tiruan sebagai bahan substitusi daging sekaligus sumber protein terhadap sifat-sifat dan karakteristik nugget ayam.
1.5Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini adalah :
1. Memberikan informasi bahwa PRF koro pedang dapat dibuat daging tiruan yang diaplikasikan pada nugget ayam sebagai bahan substitusi daging sekaligus sumber protein.
2. Merupakan suatu usaha diversifikasi atau keanekaragaman nugget, yang semula hanya menggunakan daging sebagai bahan dasar pembuatannya dan dapat digantikan oleh PRFdari koro pedang yang dibuat daging tiruan sebagai bahan substitusi daging ayam.
4
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Koro-koroan
Koro-koroan adalah biji kering dari polong-polongan (Non-oilseed Legumes) yang dapat dimakan. Koro-koroan bermanfaat sekali sebagai bahan pangan yang kaya akan protein. Biji polong-polongan dicirikan oleh kandungan proteinnya yang tinggi, berkisar antara 18-25%. Terdapat beberapa jenis polong-polongan yang dibudidayakan di Indonesia, yang paling banyak adalah kedelai yang memiliki kandungan protein paling tinggi, yaitu 35-40,1%. Sedangkan jenis koro-koroan seperti koro komak, koro wedus, koro benguk, koro kratok, koro pedang dan jenis yang lain memiliki kandungan protein yang lebih rendah. Komposisi beberapa jenis koro-koroan dapat dilihat pada Tabel 2.1.
Tabel 2.1. Komposisi Beberapa Jenis Koro-koroan (% wb)
Koro-koroan Karbohidrat Protein Lemak Kadar Air
Komak a)
Sumber : http://plantdatabase.com/members/horseshoe Gambar 1.1 Tanaman Koro Pedang
Gambar 2.2 Biji Koro Pedang
6
Tabel 2.2 Sifat Fisik Koro Pedang
Sifat fisik Rerata ± Standart Deviasi
Panjang biji (cm)
Sumber : Subagio dkk (2002)
Berdasarkan hasil penelitian Subagio dkk (2002), kandungan protein koro pedang sangat tinggi. Kandungan protein yang tinggi menjadikan protein koro pedang mempunyai potensi sebagai pengganti protein hewani. Saat ini telah diketahui bahwa protein koro pedang dapat dipertimbangkan sebagai sumber protein untuk bahan pangan, sebab keseimbangan asam aminonya yang sangat baik dan bio-avaibilitas sangat tinggi. Kandungan kimia koro pedang dapat dilihat pada Tabel 2.3.
Tabel 2.3 Kandungan Kimia Koro Pedang
Kandungan kimia Rerata ± Standart Deviasi (%) Air
Sumber : Subagio, dkk (2002)
Secara umum adanya senyawa anti gizi pada koro-koroan akan menimbulkan cita rasa yang kurang disukai serta mengurangi bio-avaibilitas nutrisi dalam tubuh. Senyawa anti gizi tersebut meliputi : Tripsin inhibitor, hemaglutinin, polifenol (tanin) dan asam fitat. Disamping itu dalam koro-koroan juga mengandung senyawa racun yaitu sianida. Untuk itu sebelum dikonsumsi diperlukan beberapa perlakuan pendahuluan untuk menghilangkan atau mengurangi kandungan senyawa anti gizi dan senyawa racun tersebut.
pengukusan biasa karena senyawa anti gizi tidak tahan panas dan akan rusak total pada saat koro yang dikukus menjadi lunak. Terjadinya bau langu (beany flavour) pada koro juga disebabkan adanya aktivitas enzim lipokseginase menjadi tidak aktif (Winarno, 1997).
Sedangkan untuk menurunkan kandungan senyawa racun dalam koro dilakukan perendaman selama 6-72 jam, tergantung dari jenis koronya dan air rendaman diganti setiap 6 jam (Anonim, 2002). Sianida bersifat larut dalam air, kerena itu dengan perendaman dan pembilasan beberapa kali sudah mampu mengurangi sianida yang ada pada koro. Koro mengandung enzim β-glukosidase yang mampu merusak kompleks sianida sehingga sianida terlarut.
2.3 Nugget
Nugget merupakan bentuk olahan yang terbuat dari daging yang telah dihaluskan dengan menggunakan meat grinder menjadi produk nugget dengan menggunakan teknologi sederhana restructured meat.
Menurut Raharjo (1996), “nugget merupakan produk olahan daging restrukturisasi yang dikembangkan melalui beberapa metode, yaitu dengan perlakuan mekanis dan penambahan binding agent. Nugget merupakan produk yang mempunyai kemampuan mengikat partikel daging dengan bahan yang ditambahkan, oleh karena itu diperlukan pati sebagai bahan pengikat”.
Nugget merupakan contoh emulsi lemak dalam air, dengan lemak sebagai fase diskontunyu, sedangkan air sebagai fase kontinyu dan protein daging yang terlarut berfugsi sebagai emulsifier. Protein miosin dalam daging sangat penting untuk menstabilkan emulsi (Pearson dan Tauber, 1975).
8
dapat menyebabkan pemecahan emulsi (Wilson, 1960 dalam Ismargini 1975), yang terjadi karena denaturasi protein dan akan menurunkan elastisitas nugget yang dihasilkan (Tanikawa, 1963).
Acton dan Saffle (1960), menyatakan bahwa stabilitas emulsi dipengaruhi oleh konsentrasi protein dalam adonan tersebut. Kenaikan yang bersamaan dari konsentrasi protein dan lemak akan meningkatkan stabilitas emulsi. Oleh karena itu penggilingan biasanya dilakukan pada suhu 3-11°C untuk mencapai stabilitas emulsi yang maksimum (Kramlich, 1971). Menurut Marrison, dkk (1971), kandungan air sangat dipengaruhi oleh stabiltas emulsi.
Masalah yang sering dihadapi dalam pembuatan nugget adalah pemecahan emulsi. Emulsi dapat pecah akibat penggilingan yang berlebih dan pemanasan yang berlebih dan terlalu cepat selama proses pengolahan. Penggilingan yang berlebih dapat menyebabkan terjadinya pemecahan emulsi, hal ini disebabkan karena jumlah luas permukaan yang harus diselubungi oleh protein makin bertambah (Kramlich, 1971).
“Nugget ayam terbuat dari daging dada ayam murni, tidak potongan, tidak bagian, tidak potongan dari daging rusak. Karena itu nugget ayam seluruhnya terbuat dari daging putih. Daging ayam yang telah digiling inilah yang selanjutnya ditambahkan tepung dan bahan aditif lainnya sebagai bahan pengikat serta bumbu untuk dibuat nugget yang benar-benar enak” (Shaw, 2002).
2.4 Kriteria Mutu Nugget
Kriteria mutu nugget hampir sama dengan kriteria mutu sosis. Peraturan mengenai kriteria mutu sosis yang dikeluarkan oleh “Meat Inspection Division” dari
“US Departtement of Agriculture” (USDA), sosis masak tidak boleh mengandung air
Selain itu kehilangan berat karena pemasakan dapat digunakan untuk menentukan mutu nugget. Pemasakan pada kondisi yang normal, tidak akan mengakibatkan nugget mengalami kehilangan berat lebih dari 10% karena hilangnya air atau lemak, sedangkan kehilangan melebihi 20% tidak dapat diterima. Selain batas kehilangan berat yang diijinkan, nugget tidak boleh mengkerut atau mengalami pengkerutan pada waktu pemasakan.
2.5 Bahan Pengikat dan Pengisi
Bahan pengikat adalah mineral bukan daging yang dapat meningkatkan daya ikat air daging dan emulsifikasi lemak. Bahan pengikat (binder) yang digunakan dalam pembuatan nugget ini harus mengandung protein lebih tinggi dibandingkan bahan pengisi, dimana bahan-bahan pengikat komposisi utamanya terdiri atas karbohidrat.
Dalam pembuatan nugget seringkali dilakukan pencampuran bahan-bahan selain daging kedalam nugget, bahan yang bermacam-macam ini disebut bahan pengikat (binder) atau extender (Kramlich, 1971).
Penambahan bahan pengikat pada produk emulsi bertujuan untuk memperbaiki elastisitas dari produk akhir. Nilai dari bahan pengikat tergantung kemampuannya untuk menyerap air dan menahan air tersebut selama proses pemanasan (Evans, 1998 dalam Wilson, 1960).
Menurut Pearson dan Tauber (1975), tujuan dari penggunaan bahan pengikat sendiri adalah :
1. Mengikat air sehingga penyusutan karena proses lebih kecil.
2. Menambah volume (substitusi daging) sehingga menurunkan biaya formulasi. 3. Memperbaiki nilai gizi, jika bahan pengikat yang digunakan merupakan sumber
protein.
10
“Komponen utama dari tepung yang biasa digunakan sebagai bahan pengikat adalah pati. Sifat pati yang terpenting adalah gelatinisasi, sifat ini terjadi apabila pati dicampurkan akan terjadi penyerapan air oleh butir pati. Suhu gelatinisasi juga dipengaruhi oleh ukuran molekul amilosa dan amilopektin serta keadaan media pemanasan” (Collison, 1968 dalam Purwiyatno, 1984).
Selain bahan pengikat sering juga ditambahkan bahan pengisi (filler) dengan tujuan menurunkan biaya produksi dengan mengurangi penggunaan daging. Bahan pengisi yang biasa diginakan adalah maizena, terigu atau bahan yang banyak mengandung karbohidrat (Anna, 1992).
2.6 Bahan Pembuat Nugget 2.6.1 Daging
Daging untuk konsumsi diartikan sebagai otot tubuh hewan termasuk pengikat bagian tubuh lainnya. Hewan penghasil daging yang biasa digunakan sebagai bahan industri pertanian adalah sapi, domba, kambing, babi dan unggas. Sebagian besar daging mengandung air, protein dan lemak. Komposisi daging berbeda-beda tergantung dari jenis hewan, umur, jenis kelamin dan bagian mana daging diambil. Untuk mengetahui komposisi rata-rata daging ayam dapat dilihat pada Tabel 2.4. Tabel 2.4 Komposisi Daging Ayam
Komposisi Ayam
Protein yang terdapat dalam daging terdiri dari aktin dan myosin. Karbohidrat yang ada dalam bentuk glikogen. Selain itu daging juga mengandung pigment pemberi warna merah (mioglobin).
2.6.2 Protein-Rich Flour (PRF) dari Koro-koroan
Dengan kandungan protein yang tinggi, koro-koroan memiliki potensi sebagai bahan baku produk PRF. Karbohidrat yang dimanfaatkan adalah pati, yang dapat diekstraksi dengan menggunakan ekstraksi air. Caranya koro-koroan direndam selama ± 1 malam. Selama perendaman air masuk dalam biji, sehingga biji menjadi lunak. Kemudian dilakukan penggilingan dengan menggunakan air sehingga diperoleh susu koro (Windrati dkk, 2001).
Untuk mendapatkan endapan protein-pati, maka pH diturunkan dengan menggunakan HCl sampai titik isoelektrik (pH 4). Menurut Subagio dkk (2004), Dengan teknik produksi tersebut, rendemen protein-pati yang didapatkan adalah sebesar 30,5% dan 32,2% masing-masing untuk koro pedang dan koro kratok. Jika rendemen ini dikeringkan akan dihasilkan PRF. Komposisi kimia PRF dari koro-koroan dapat dilihat pada Tabel 2.5 dan untuk analisa warna pada Tabel 2.6.
Tabel 2.5 Komposisi Kimia protein-rich flour (PRF) dari Koro-koroan Kandungan (%) Komponen
Koro Pedang Koro Kratok
Kadar Air 7.3 5.9
Kadar Protein 54.3 54.4
Kadar Abu 1.5 1.5
Kadar Pati 28.4 32.2
Kadar Lemak 6.6 3.3
Kadar Serat 1.8 2.2
12
Tabel 2.6 Parameter Warna protein-rich flour (PRF) dari Koro-koroan Nilai
Parameter Warna
Koro Pedang Koro Kratok
L 92.9 ± 0.2 91.2 ± 0.3
Sumber : Subagio, dkk (2004).
2.6.3 Tepung
Tepung yang digunakan dalam pembuatan nugget ayam sebagai bahan pengisi, pengikat maupun campuran coating antara lain : tepung panir, tepung tapioka dan tepung maizena.
Tepung panir merupakan roti tawar yang telah mengalami pengeringan dan kemudian dihancurkan. Tepung panir sangat menentukan tekstur dari nugget yang diperoleh karena kandungan glutennya yang tinggi. Tepung panir digunakan dalam pembuatan nugget sebagai bahan pengisi (Anonim, 2003).
Tepung tapioka merupakan granula pati yang terdapat dalam sel umbi ketela pohon yang telah dipisahkan dari komponen pohon lainnya dan dikeringkan (Wiriano, 1984). Pati ketela pohon mengandung 17% amilosa dan 83% amilopektin, sehingga tidak mudah menggumpal pada suhu yang normal dan tidak menjadi keras, memiliki daya pemekatan yang tinggi, tidak mudah pecah atau rusak serta memiliki suhu gelatinisasi sekitar 59oC. Komposisi tepung tapioka terdapat pada Tabel 2.7. Tabel 2.7 Komposisi Tepung Tapioka
Kandungan Jumlah per 100 gram
Tepung maizena merupakan pati jagung yang umum dipakai sebagai penstabil. Keadaan gel/pasta yang terbentuk dari tepung maizena ini lemah, gelatinisasi terjadi pada suhu yang cukup tinggi (De Man, 1980). Tepung maizena mengalami gelatinisasi pada suhu 62–76 oC. Tepung maizena juga mengandung protein yang dinamakan zein (Winarno, 1993). Umumnya pati jagung mengandung 27% amilosa dan 73% amilopektin (Whistler dan Paschall, 1967). Komposisi tepung maizena dapat dilihat pada Tabel 2.8.
Tabel 2.8 Komposisi Tepung Maizena tiap 100 gram
Kandungan Jumlah
Menurut Koswara (1995), minyak ditambahkan untuk membentuk adonan nugget yang stabil, membentuk tekstur yang kompak, empuk dan rasa yang lebih baik serta sebagai komponen yang diemulsikan. Jumlah penambahan minyak berkisar 5-25%. Winarno (1997) juga menyatakan bahwa penambahan minyak dalam pembuatan makanan antara lain dimaksudkan untuk memperbaiki tekstur, cita rasa dan meningkatkan nilai gizi.
2.6.5 Natrium Polifosfat (Na2HPO4)
14
untuk maksud teknologi (termasuk organoleptik pada pembuatan, pengolahan, penyediaan, perlakuan, pengemasan, pembungkusan, penyimpanan dan pengangkutan makanan untuk menghasilkan atau diharapkan menghasilkan (langsung atau tidak langsung) suatu komponen makanan atau mempengaruhi sifat khas makanan.
Menurut Desrosier (1988), “golongan Na-fosfat (mono, di, tri basis) telah terdaftar dalam FDA (food and Drug Administration) serbagai zat aditif yang diizinkan dan termasuk dalam golongan sekuestran. Sekuestran merupakan bahan tambahan makanan yang berfungsi mengikat logam yang terdapat dalam bahan makanan olahan sehingga kehadirannya amat membantu terjaganya kestabilan warna, cita rasa dan tekstur pada makanan”
Pada pengolahan daging cincang, penambahan natrium polifosfat akan mendorong kemantapan emulsi, setelah pemasakan akan mendorong jaringan terkoagulasi yang saling mengikat. Pemakaian senyawa polifosfat yang baik yaitu sekitar 0,35-5% (Tranggono dkk, 1990).
2.6.6 Telur
Telur merupakan sumber protein hewani yang dihasilkan sebagian besar oleh ternak jenis unggas. Telur terdiri dari 3 bagian yaitu kulit telur, kuning telur dan putih telur (albumin). Kuning telur terdiri dari campuran air, lemak, protein dengan kandungan zat padat ± 53 %. Putih telur terdiri dari campuran air dan protein dengan kandungan zat padat ± 13 % (Potter, 1987).
Tabel 2.9 Komposisi Telur
Komposisi Telur Utuh
(tanpa kulit)
Putih Telur Kuning Telur Protein (%)
2.6.7 Bumbu-bumbu
Bumbu-bumbu yang digunakan dalam pembuatan nugget meliputi garam, bawang putih, merica bubuk dan pala bubuk. Bumbu-bumbu tersebut ditambahkan dalam adonan nugget secukupnya untuk membentuk cita rasa yang diinginkan.
2.7 Perubahan Yang Terjadi Selama Pembuatan Nugget
Perubahan-perubahan yang terjadi selama pembuatan nugget antara lain : Gelatinisasi, retrogradasi, pencoklatan (browning) dan denaturasi protein.
2.7.1 Gelatinisasi
Gelatinisasi adalah proses pembengkakan yang terjadi pada granula-granula pati karena adanya air dan panas dan merupakan peristiwa pembentukan gel yang dimulai dengan hidrasi pati yaitu penyerapan molekul air oleh molekul pati (Bennion, 1980). Faktor yang mempengaruhi gelatinisasi adalah bentuk dan ukuran granula, kandungan amilosa dan amilopektin serta keadaan medium (Meyer, 1960).
Menurut Winarno (1997), “gelatinisasi merupakan pembengkakan granula pati yang luar biasa, tetapi bersifat tidak dapat kembali lagi pada kondisi semula. Suhu pada saat granula pati pecah disebut suhu gelatinisasi yang dapat dilakukan dengan penambahan air panas. Suhu gelatinisasi berbeda untuk tiap jenis pati”.
2.7.2 Retrogradasi
16
Pada keadaan ini amilosa membentuk struktur seperti kristal sedangkan amilipektin sedikit atau sama sekali tidak mengalami retrogradasi. Proses kristalisasi kembali pati yang telah mengalami gelatinisasi tersebut disebut retrogradasi (Priestly, 1979). Pada pembuatan nugget, proses retrogradasi terjadi pada saat pendinginan.
2.7.3 Pencoklatan (Browning)
Reaksi pencoklatan merupakan reaksi yang menimbulkan perubahan warna coklat pada bahan makanan. Pencoklatan mengakibatkan perubahan kenampakan, cita rasa dan nilai gizi (Apandi, 1992).
“Reaksi pencoklatan dibagi menjadi dua yaitu pencoklatan enzimatis dan non enzimatis. Pencoklatan enzimatis memerlukan adanya enzim fenol oksidase dan oksigen yang harus berhubungan dengan substrat. Pencoklatan non enzimatis yaitu karamelisasi, reaksi Maillard dan pencoklatan akibat vitamin C” (Winarno, 1997).
Proses karamelisasi merupakan browning non enzimatis dari gula-gula tanpa adanya amino dan protein. Proses ini terjadi jika gula dipanaskan diatas titik lelehnya (170oC) dan berubah warna menjadi coklat disertai perubahan cita rasa, terbentuk fruktosan, glukosan, beberapa jenis asam dan gelembung karbondioksida (CO2) yang
menghasilkan warna coklat (Apandi, 1992).
Reaksi Maillard terjadi antara amina, asam amino dan protein dengan gula reduksi, aldehid atau keton (Apandi, 1992). Menurut Winarno (1997), hasil reaksi tersebut menghasilkan bahan berwarna coklat, yang sering dikehendaki atau kadang malah tidak dikehendaki karena menjadi pertanda penurunan mutu.
2.7.4 Denaturasi Protein
“Denaturasi protein merupakan perubahan susunan ruang atau rantai polipeptida suatu molekul protein. Denaturasi dapat pula diartikan sebagai suatu perubahan atau modifikasi terhadap struktur skunder, tersier dan kuartener terhadap molekul protein, tanpa terjadinya pemecahan ikatan kovalen. Denaturasi protein dapat terjadi kerena beberapa hal yaitu oleh panas, pH, bahan kimia, mekanik dan sebagainya” (Winarno, 1997).
18
BAB 3. METODE PENELITIAN
3.1 Alat dan Bahan 3.1.1 Alat Penelitian
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah blender, penyaring, kain saring, stirrer, ember plastik, kertas saring, pH meter, kertas lakmus, loyang, beaker
glass, alumunium foil, timbangan, oven, rotaryvacuum, ayakan, penggorengan, pisau,
kompor, alat pengukus (langseng), refigerator, Rheo tex, colour reader, kurs porselin,
erlenmeyer, labu ukur, pemanas dan labu Kjeldahl, alat distilasi, soxhlet dan photo
mikroskop.
3.1.2 Bahan Penelitian
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah daging ayam, koro pedang, aquadesh, larutan HCl 1 N dan 0,1 N, larutan NaOH 1 N dan 0,1 N, tepung tapioka, tepung roti (panir), tepung maizena, minyak goreng, telur, Na2HPO4, air,
bumbu-bumbu (bawang putih, merica bubuk, pala bubuk dan garam), H2SO4 pekat,
K2SO4, HgO, lempeng Zn dan indikator methil merah.
3.2 Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Pengendalian Mutu Fakultas Teknologi Pertanian jurusan Teknologi Hasil Pertanian Universitas Jember. Penelitian dilaksanakan mulai bulan Maret 2005 sampai Desember 2005.
3.3 Prosedur Penelitian
mana data hasil penelitian disusun dalam tabel dan diklasifikasikan untuk diinterpretasikan sesuai dengan pengamatan yang ada (Suharsini, 1993).
Substitusi daging tiruan dari PRF koro pedang pada nugget ayam dibuat dengan berbagai variasi mulai dari 0%, 30%, 40 %, 50% dan 60% dari jumlah daging ayam yang digunakan dengan kode sebagai berikut :
A = 0% daging tiruan dari PRF koro pedang dan 100% daging ayam B = 30% daging tiruan dari PRF koro pedang dan 70% daging ayam C = 40% daging tiruan dari PRF koro pedang dan 60% daging ayam D = 50% daging tiruan dari PRF koro pedang dan 50% daging ayam E = 60% daging tiruan dari PRF koro pedang dan 40% daging ayam
3.4 Parameter Pengamatan
Parameter yang diamati pada penelitian kali ini adalah sebagai berikut :
cooking loss, kadar air (metode oven, Sudarmadji dkk, 1997), kadar lemak atau
minyak (metode Soxhlet, Sudarmadji dkk, (1997) dimodifikasi), kadar abu (metode langsung, Sudarmadji dkk, 1997), karbohidrat (metode by difference, Winarno, 1997), protein (metode Mikro-Kjeldahl, Sudarmadji dkk, 1997), tekstur (metode Rheo tex), warna (metode colour reader, Fardiaz dkk, 1992), kenampakan irisan (dengan Photo
mikroskop) dan uji organoleptik (uji kesukaan).
3.5 Pelaksanaan Penelitian
Pelaksanaan penelitian dilakukan melalui tiga tahap, yaitu tahap pembuatan PRF, tahap pembuatan daging tiruan dari protein nabati dan tahap pembuatan nugget ayam.
3.5.1 Pembuatan Protein-Rich Flour (PRF) dari Koro Pedang
20
24 jam untuk melarutkan zat anti gizi dan mempermudah proses selanjutnya. Kemudian air rendaman dibuang dan koro pedang dicuci sampai bersih.
Koro pedang yang sudah bersih diekstraksi (blending) dengan menggunakan ekstraksi air dengan perbandingan 1:5 (koro pedang : air). Hasil ekstraksi distirer selama ± 30 menit agar homogen. Selanjutnya disaring dengan menggunakan kain saring hingga dihasilkan susu koro. Karena koro-koroan mengandung karbohidrat dalam jumlah besar, maka selama pembuatan susu koro akan terekstrak pula patinya yang juga dalam jumlah yang cukup besar dan seratnya yang dalam jumlah kecil.
Untuk mendapatkan endapan protein-pati dari susu koro dilakukan pengaturan pH isoelektrik (pH 4) dengan HCl 1 N dan dibiarkan pada refrigerator sampai protein-pati mengendap. Endapan diambil dengan menggunakan kertas saring dan dinetralisasi (pH 7) dengan menggunakan NaOH 1 N.
Setelah dinetralisasi, dilakukan pengurangan kadar air dengan menggunakan
rotary vacuum selama ± 1,5 jam. Kemudian dikeringkan dengan oven pada susu
Gambar 3.1 Diagram Alir Proses Pembuatan PRF (protein-rich flour)
Perendaman ± 24 jam
Pengaturan pH dengan HCl 1 N
Refrigerator± 24 jam
Pemisahan
Netralisasi endapan dengan NaOH 1 N
Vacuum
Pengeringan dengan oven suhu 60° C
Penepungan
Pengayakan dengan ayakan 80 mesh
Koro pedang
PRF (protein-rich flour)
air
Pencucian
Blending
Stirer ± 30 menit
Penyaringan air
Limbah cair
Limbah cair
Aquadesh
Ampas
22
3.5.2 Pembuatan Daging Tiruan (Imitatoin Meat)
Pembuatan daging tiruan dari protein nabati dilakukan dengan mencampurkan PRF koro pedang dengan 25% minyak dan 45% air dari jumlah PRF yang digunakan. Komposisi ini dibuat dengan perhitungan mendekati komposisi daging ayam.
Setelah dilakukan pencampuran, daging tiruan disimpan pada refrigerator selama ± 24 jam untuk menstabilkan emulsi. Diagram alir proses pembuatan daging tiruan dari PRF koro pedang dapat dilihat pada Gambar 3.2.
Gambar 3.2 Diagram Alir Proses Pembuatan Daging Tiruan (Imitation Meat) Adonan
25% minyak goreng, 45%
air dari jumlah Protein-rich
flour (PRF)
yang digunakan
Disimpan dalam refigerator
± 24 jam
Protein-rich flour (PRF)
koro pedang
3.5.3 Pembuatan Nugget Ayam
Pada pembuatan nugget ayam, langkah awal yang harus dilakukan sebelum daging dihaluskan adalah membersihkan bagian-bagian dari daging ayam yang tidak dimanfaatkan yang disebut dengan trimming kemudian dicuci sampai bersih.
Pertama dilakukan pencampuran daging tiruan dari PRF koro pedang dengan variasi subatitusi mulai dari 0%, 30%, 40%, 50% dan 60% dengan daging ayam (untuk konsentrasi adonan 0% dilakukan penambahan 10% minyak), 20% tepung panir, 5% tepung tapioka, 0,4% Na2HPO4 dari berat daging tiruan dan daging ayam
serta bumbu-bumbu yang terdiri dari 1,5% garam, 5% bawang putih, 0,08% pala bubuk dan 0,2% merica bubuk dari berat semua adonan.
Hasil pencampuran dimasukkan dalam loyang, diratakan dan dipadatkan kemudian dikukus sampai matang. Dinginkan dalam refrigerator selama ± 24 jam, kemudian dipotong ukuran 2 x 3 cm. Selanjutnya dimasukkan dalam adonan coating yang terdiri dari telur, 5% tepung maizena, 1,5% garam, 5% bawang putih dan 50% air dari jumlah telur.
24
3.6 Prosedur Analisa
3.6.1 Cooking Loss (Subagio dkk, 2003)
Cooking loss diukur untuk mengetahui seberapa besar kehilangan berat
selama cooking. Cooking loss dapat diketahui dengan mengukur berat adonan sebelum cooking dan berat adonan setelah cooking. Pengukuran cooking loss dilakukan dengan cara :
1. Berat adonan sebelum cooking ditimbang (a gram).
2. Setelah cooking, adonan dikeluarkan dari cetakan dan minyak yang menempel pada bagian luar adonan dihilangkan dengan menggunakan tissue, kemudian adonan ditimbang beratnya (b gram).
Perhitungan :
Cooking loss = (a gram) – (b gram) x 100%
(a gram)
3.6.2 Penentuan Kadar Air (Metode Oven, Sudarmadji dkk, 1997) Kadar air dapat dihitung dengan cara :
1. Mengeringkan botol timbang dalam oven selama 15 menit dan didinginkan dalam
eksikator, kemudian ditimbang (a gram).
2. Menimbang dengan segera dan cepat antara 1-2 gram sample nugget ayam dalam botol timbang yang sudah dihaluskan (b gram).
3. Botol timbang beserta isi dimasukan ke dalam oven dengan suhu 100oC selama 4-6 jam. Dihindari botol timbang kontak dengan dinding oven.
4. Pindahkan botol timbang ke dalam eksikator selama 15 menit, setelah dingin ditimbang.
26
3.6.3 Penentuan Kadar Minyak atau Lemak (Metode Soxhlet, Sudarmadji dkk, (1997) dimodifikasi)
Kadar minyak atau lemak dapat ditentukan dengan cara:
1. Ditimbang kertas saring yang sudah dikeringkan dalam oven dengan suhu 50 – 60o C dan didinginkan dalam eksikator (a gram).
2. Ditimbang masing-masing ± 3 gram sampel nugget ayam dan masukkan dalam lipata kertas saring (b gram), ikat dengan benang.
3. Kertas saring berisi sampel nugget ayam diletakkan dalam tabung ekstraksi
soxhlet, kemudin dipasang alat kondensor diatasnya dan labu lemak dibawahnya.
4. Dituang pelarut lemak petroleum ether dalam labu lemak secukupnya.
5. Dilakukan refluk selama 4 – 6 jam sampai pelarut yang turun ke labu lemak berwarna jernih.
6. Keluarkan kertas saring berisi sampel nugget ayam dari tabung ekstraksi soxhlet, uapkan pelarut lemak dengan memasukkn kertas saring berisi lemak dalam oven suhu 50 – 60o C.
7. Setelah semua pelarut menguap, masukkan kertas saring berisi sampel dalam
eksikator selama ± 30 menit dan timbang sampai mendapatkan berat konstan (c
3.6.4 Kadar Abu (Metode Langsung, Sudarmadji dkk, 1997)
1. Kurs porselin dikeringkan dalam oven 100oC selama ± 15 menit dan didinginkan dalam eksikator, selanjutnya ditimbang (a gram).
2. Ditimbang masing-masing 3–10 gram sampel nugget ayam yang sudah dihaluskan dan dihomogenkan dalam kurs porselin (b gram). Kemudian dipijarkan dalam tanur pengabuan sampai diperoleh abu berwarna putih keabu-abuan. Pengabuan dilakukan dua tahap, tahap pertama pada suhu 400oC dan tahap kedua pada suhu 550oC.
3. Dinginkan kurs porselin dengan membiarkan dalam tanur pengabuan sampai suhu mencapai 100oC. Selajutnya dipindahkan dalam eksikator ± 30 menit, kurs porselin dalam keadaan terbuka, setelah dingin ditimbang (c gram).
Perhitungan :
3.6.5 Kadar Protein (Metode Mikro-Kjeldahl, Sudarmadji dkk, 1997) Penetapan kadar protein ini dilakukan dengan cara sebagai berikut :
1. Ditimbang ± 0,5 gram masing-masing sampel nugget ayam yang telah dihaluskan, dipindahkan dalam labu kjeldahl 30-50 ml. Kemudian ditambahkan 7,5 gram K2SO4 dan 0,35 gram HgO serta 15 ml H2SO4 pekat.
2. Ditambahkan beberapa butir batu didih (lempeng Zn), didihkan sampel sampai warna cairan jernih.
3. Didinginkan, ditambahkan sejumlah aquadesh secara perlahan-lahan, kemudian didinginkan.
4. Dipindahkan isi ke alat distilasi, cuci dan bilas labu 5–6 kali dengan 1–2 ml aquadesh, dipindahkan air cucian dalam alat distilasi.
28
6. Ditambahkan 8–10 ml larutan NaOH-Na2S2O3 kemudian dilakukan distilasi
sampai tertampung ± 15 ml distilat dalam erlenmeyer.
7. Dibilas tabung kondensor dengan aquadesh dan ditampung air bilasan dalam erlenmeyer.
8. Bila perlu encerkan hasil distilasi dengan aquadesh, kemudian dititer dengan larutan HCl 0,02 N yang distandarisasi sampai warna menjadi abu-abu. .
9. Dilakukan juga penetapan blanko dengan mengganti sampel dengan aquades. Perhitungan :
% N total = ml HCl x N HCl x 14,008 x 100% Berat sampel
% protein = % N total x Faktor konversi (6,25)
3.6.6 Kadar karbohidrat (Metode By Difference, Winarno, 1997)
Metode ini dilakukan dengan menghitung semua kadar proksimat yang ada, selain kabohidrat pada bahan. Kadar karbohidrat dihitung dengan melihat selisih antara jumlah kadar senyawa organik dengan kadar total (100%). Penentuan kadar karbohidrat dilakukan dengan rumus sebagai berikut :
Kadar karbohidrat (%) = 100% bahan – (Jumlah kadar proksimat)
3.6.7 Pengukuran Tekstur (Metode Rheo tex)
Pengukuran dilakukan dengan menggunakan Rheo tex type SD 700 (Jepang) dengan metode distance. Bahan dengan ketebalan ± 2 cm ditusuk di empat tempat irisan pada masing-masing sampel nugget ayam secara acak dengan menggunakan jarum pipih.
Prosedur :
1. Nyalakan power, jarum penekan berbentuk pipih diletakkan tepat diatas tempat test, tombol ditekan dengan kedalaman 13 mm, tombol hold diaktifkan.
3. Tombol start ditekan dan ditunggu sampai jarum penekan menusuk sampel. Skala yang tertera dibaca, pengukuran ini dilakukan sebanyak 4 kali ulangan pada tempat yang berbeda (X1, X2, X3, X4). Kemudian dihitung tekstur nugget ayam dalam satuan gram/mm dengan rumus sebagai berikut :
X1 + X2 + X3 + X4 Tekstur =
4
3.6.8 Pengukuran Warna (Metode Colour Reader, Fardiaz dkk,1992)
Pengukuran warna ditentukan dengan cara masing-masing sampel nugget ayam diiris melintang dan ditempatkan dalam wadah, kemudian diukur bagian dalam masing-masing sample nugget ayam pada 4 titik dengan colour reader yang telah distandarkan dengan porselin berwarna putih. Baca nilai yang tertera dL,dE, da dan db. Pengukuran warna dihitung dengan rumus sebagai berikut :
Parameter yang diamati adalah :
L : kecerahan warna, nilai berkisar antara 0 – 100 yang menunjukkan warna hitam hingga putih.
a* : nilai berkisar antara -80 – (+100) menunjukkan warna hijau hingga merah. b* : nilai berkisar antara -50 – (+70) menunjukkan warna biru hinga kuning.
c* : croma, intensitas warna, c* = 0, tidak berwarna. Semakin besar c* berarti intensitas semakin besar.
30
3.6.9 Kenampakan Irisan (Metode Photo mikroskop)
Kenampakan irisan adalah kenampakan pori-pori dari nugget ayam yang diiris melintang. Pengamatan ini dilakukan dengan menggunakan photo mikroskop dengan cara :
1. Masing-masing sampel nugget ayam diiris melintang dengan ketebalan antara 1 – 3 mm.
2. Masing-masing sampel nugget ayam diletakkan pada meja benda, sekrup pengatur tubus diputar untuk menyempurnakan fokus dengan perbesaran 4 kali. 3. Pengambilan gambar dilakukan dengan meletakkan kamera digital pada statif
dengan perbesaran 1,5 kali, hasil record diamati secara visual.
3.6.10 Uji Organoleptok (Uji kesukaan, Mabesa, 1986)
Pada uji kesukaan, 5 macam sampel nuget ayam disajikan dihadapan ± 10 panelis yang masing-masing sampel nugget ayam telah diberi kode 3 angka. Selanjutnya panelis diminta untuk memberikan penilain terhadap 5 macam sampel nugget tersebut.
a. Warna
Untuk uji warna, panelis diminta untuk menilai atau memberikan pendapat terhadap warna bagian dalam dari nugget ayam. Skala uji mutu untuk warna adalah : 1. sangat cerah
2. cerah
3. agak gelap / normal 4. gelap
b. Rasa
Untuk uji rasa, panelis diberikan sampel nugget ayam dan diminta untuk memberikan kesan rasa yang diterima oleh panelis. Skala uji rasa adalah :
1. sangat tidak suka 2. tidak suka
3. agak suka / normal 4. suka
5. sangat suka c. Tekstur
Untuk uji tekstur, panelis diminta untuk menilai atau memberikan pendapat terhadap tekstur dari nugget ayam. Skala uji mutu untuk tekstur adalah :
1. sangat kenyal (keras) 2. kenyal (keras)
3. agak kenyal (keras)/ normal 4. lunak
5. sangat lunak d. Aroma
Untuk uji aroma, panelis diminta untuk menilai atau memberikan pendapat terhadap aroma yang ditimbulakan oleh nugget ayam. Skala uji mutu untuk aroma adalah :
1. sangat lemah 2. lemah
3. agak kuat / normal 4. kuat
32
e. Uji Keseluruhan
Untuk uji keseluruhan, sejumlah sampel nugget ayam diuji secara hedonik dari semua jenis sifat fisik dan organoleptik yang diamati secara visual. Panelis memilih sampel yang mana yang paling disuka dan menentukannya pada skala grafik yang telah dibuat. Selanjutnya dalam menentukan skor penilainnya, panelis memberikan penilaian dengan memberikan nilai pada lembar kuisioner dan hasilnya ditransformasikan pada skala uji berikut :
1. sangat tidak suka 2. tidak suka
3. agak suka / normal 4. suka
33
BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN
Parameter yang diamati pada aplikasi PRF dari koro pedang yang dibuat
daging tiruan sebagai bahan substitusi daging sekaligus sumber protein pada
nugget ayam yang dibuat dengan berbagai variasi substitusi antara lain : cooking
loss, kadar air, kadar lemak atau minyak, tekstur, warna, kadar abu, kadar protein,
kadar karbohidrat, kenampakan irisan dan uji organoleptik.
4.1 Cooking Loss
Selama pemasakan nugget mengalami kehilangan berat karena hilangnya
sejumlah air dan lemak atau minyak. Cooking loss yang terlalu tinggi
mengakibatkan tekstur nugget menjadi keras, oleh karena itu cooking loss juga
mempengaruhi mutu nugget. Peraturan mengenai kriteria mutu nugget yang
dikeluarkan oleh ”US Departtemen of Agriculture” (USDA), pemasakan pada
kondisi normal tidak akan mengakibatkan nugget mengalami kehilangan berat
lebih dari 10% karena hilangnya air dan lemak, sedangkan kehilangan melebihi
20% tidak dapat diterima.
Hasil analisa menunjukkan bahwa cooking loss nugget yang dibuat dengan
berbagai variasi substitusi daging tiruan dari PRF koro pedang mulai dari 0%,
30%, 40%, 50% dan 60% mengalami penurunan berturut-turut sebesar 1,48 ±
0,07%; 1,35 ± 0,04%; 1,20± 0,03%; 1,05 ± 0,05% dan 0,59 ± 0,07%. Nilai
34 Substitusi daging tiruan dari PRF Koro Pedang.
Pada Gambar 4.1 dapat dilihat bahwa dengan semakin besar substitusi
PRF dari koro pedang yang dibuat daging tiruan, cooking loss semakin turun dan
sesuai dengan peraturan mengenai kriteria mutu nugget yang dikeluarkan oleh
USDA. Cooking loss semakin menurun dikarenakan jenis protein pada PRF
adalah protein globuler yang sebagian besar mudah mengalami denaturasi.
Dengan terjadinya denaturasi kemampuan protein menyerap dan menahan air
menurun sehingga pada saat pemasakan nugget ayam mengalami kehilangan air,
sedangkan kehilangan minyak dikarenakan pada saat pemasakan lemak dari
daging ayam dan minyak yang ditambahkan mencair dan keluar dari sistem
emulsi nugget ayam.
4.2 Kadar Air
Kadar air nugget merupakan banyaknya air yang terdapat dalam bahan per
beratnya. Kadar air tiap bahan pangan beragam tergantung dari jenis dan
karakteristik bahan pangan tersebut. Kadar air dapat mempengaruhi penampakan,
tekstur, dan cita rasa.
Hasil analisa menunjukkan kadar air nugget yang dibuat dengan berbagai
50% dan 60% berturut-turut 48,43 ± 1,01%; 44,81 ± 1,02%; 42,57 ± 0,48%; 39,50
Gambar 4.2 Diagram Kadar Air Nugget Ayam Pada Berbagai Variasi Substitusi daging tiruandari PRF Koro Pedang.
Dari Gambar 4.2 dapat dilihat bahwa semakin besar variasi substitusi
daging tiruan dari PRF koro pedang, kadar air nugget semakin turun. Hal ini
dikarenakan pada saat pemasakan protein mengalami denaturasi yang
mengakibatkan keterbatasan protein menyerap dan mempertahankan air dalam
sistem pangan karena terjadinya pembentukan matriks jaringan protein. Menurut
Winarno (1997), protein yang terdenaturasi mengalami perubahan sifat
diantaranya menurunnya kemampuan menyerap dan menahan air karena
terbentuknya matriks jaringan protein yang kuat, sehingga lapisan molekul protein
yang bersifat hidrofobik berbalik keluar dan lebih cenderung untuk menyerap dan
menahan minyak.
4.3 Kadar Lemak atau Minyak
Kadar lemak atau minyak merupakan banyaknya lemak atau minyak yang
36
ditambahkan pada pembuatan beberapa produk makanan sebagai penghantar
panas, memperbaiki cita rasa dan tekstur.
Hasil analisa menunjukkan kadar lemak atau minyak nugget ayam yang
dibuat dengan berbagai variasi substitusi daging tiruan dari PRF koro pedang
mulai dari 0%, 30%, 40%, 50% dan 60% berturut-turut 24,65 ± 0,76%; 25,78 ±
1,20%; 27,27 ± 0,51%; 28,59 ± 1,10% dan 30,27 ± 0,97%. Nilai rata-rata kadar
air nugget dapat dilihat pada Gambar 4.3.
30.27 Variasi Substitusi daging tiruandariPRF Koro Pedang.
Dari Gambar 4.3 dapat dilihat bahwa semakin besar variasi substitusi
daging tiruan dari PRF koro pedang, kadar lemak atau minyak nugget semakin
tinggi. Daging tiruan dari PRF koro pedang mempunyai kandungan lemak atau
minyak yang lebih besar yaitu ± 30% dibandingkan dengan daging ayam ± 25%
sehingga dengan semakin besar variasi substitusi, maka kadar minyak atau lemak
pada nugget ayam akan semakin besar. Hal ini juga sesuai dengan pendapat Zayas
(1997), bahwa sifat hidrofobik dari protein yang tidak larut mempunyai kapasitas
4.4 Kadar Abu
Unsur mineral juga dikenal sebagai zat organik atau kadar abu. Dalam
proses pembakaran, bahan-bahan organik terbakar tetapi zat anorganik tidak,
karena itulah disebut abu.
Gambar 4.4 Diagram Kadar Abu Nugget Ayam Pada Berbagai Variasi Substitusi daging tiruan dari PRF Koro Pedang
Dari Gambar 4.4 dapat dilihat bahwa semakin besar variasi substitusi
daging tiruan dari PRF koro pedang, kadar abu nugget semakin tinggi. Hal ini
dikarenakan kadar abu dari PRF koro pedang juga cukup besar yaitu ±1,5%,
sehingga dengan semakin besar substitusi, maka kadar abu pada nugget ayam juga
38
4.5 Kadar Protein
PRF dari koro pedang mempunyai kandungan protein yang cukup tinggi,
yaitu sebesar 33,53 ± 0,25%. PRF sangat baik untuk memperkaya kandungan
protein makanan, sebagai bahan pengikat dan pengemulsi produk olahan daging
restrukturisasi.
Hasil analisa menunjukkan kadar protein nugget ayam yang dibuat dengan
berbagai variasi substitusi daging tiruan dari PRF koro pedang mulai dari 0%,
30%, 40%, 50% dan 60% berturut-turut 10,81%; 12,39%; 12,65%; 13,69% dan
14,15%. Nilai rata-rata kadar protein nugget dapat dilihat pada Gambar 4.5.
14.15 Substitusi daging tiruandari PRF Koro Pedang.
Dari Gambar 4.5 dapat dilihat bahwa semakin besar variasi substitusi
daging tiruan dari PRF koro pedang semakin tinggi kadar protein nugget ayam.
Hal ini dikarenakan PRF koro pedang mempunyai kandungan protein yang tinggi
yaitu sebesar ± 19%, sehingga dengan semakin besar substitusi daging tiruan dari
4.6 Kadar Karbohidrat
Karbohidrat mempunyai peranan penting dalam menentukan karakteristik
bahan makanan seperti rasa, warna tekstur dan lain-lain. Hasil analisa kadar
karbohidrat nugget ayam yang dibuat dengan berbagai variasi substitusi daging
tiruandari PRF koro pedang mulai dari 0%, 30%, 40%, 50% dan 60%
berturut-turut 14,53 ± 0,23%; 15,16 ± 1,12%; 15,52 ± 1,01%; 16,07 ± 1,29% dan 16,08 ±
1,37%. Nilai rata-rata kadar karbohidrat nugget dapat dilihat pada Gambar 4.6.
16.08 Substitusidaging tiruandari PRF Koro Pedang.
Dari Gambar 4.6 dapat dilihat bahwa semakin besar variasi substitusi
daging tiruan dari PRF koro pedang kadar karbohidrat nugget ayam semakin
tinggi. Hal ini dikarenakan kadar pati pada PRF relatif tinggi yaitu sebesar 28,4%,
selain itu pada pembuatan nugget juga ditambahkan tepung panir atau tepung roti
dan tepung tapioka yang kandungan karbohidratnya juga relatif tinggi.
4.7 Tekstur
Tekstur merupakan suatu sifat fisik yang menentukan keelastisan suatu
40
jarum pipih karena untuk produk olahan daging restrukturisasi akan terasa khas
pada saat digigit. Tekstur nugget semakin lunak jika didapatkan nilai yang rendah
dan semakin kenyal (keras) jika didapatkan nilai yang tinggi.
Tekstur nugget dipengaruhi oleh kadar air dan kadar lemak atau minyak.
Semakin rendah kadar air dan kadar lemak atau minyak, maka semakin kenyal
teksturnya dan sebaliknya semakin tinggi kadar air dan kadar lemak atau minyak,
maka semakin lunak.
Dari hasil analisa menunjukkan tekstur nugget ayam yang dibuat dengan
berbagai variasi substitusidaging tiruan dari PRF koro pedang dengan kedalaman
13 mm mulai dari 0%, 30%, 40%, 50% dan 60% berturut-turut 237,00 ± 33,34
gr/mm; 203,33 ± 23,74 gr/mm; 171,41 ± 11,01 gr/mm; 158,33 ± 12,09 gr/mm dan
153,66 ± 11,60 gr/mm untuk bagian luar nugget. Sedangkan untuk bagian dalam
nugget berturut-turut 197,00 ± 39,07 gr/mm; 176,00 ± 29,40 gr/mm; 155,83 ±
19,70 gr/mm; 128,17 ± 15,53 gr/mm dan 122,08 ± 27,17 gr/mm. Nilai rata-rata
tekstur nugget dapat dilihat pada Gambar 4.7.
Pada Gambar 4.7 dapat dilihat bahwa semakin besar variasi substitusi
daging tiruan dari PRF koro pedang, tekstur nugget semakin lunak. Hal ini
berkaitan dengan kadar lemak atau minyak yang semakin tinggi sehingga
mempengaruhi tekstur nugget ayam yang dihasilkan. Selain itu jenis protein
daging ayam adalah protein serabut yang menurut Gaman dan Sherrington (1994),
memiliki ikatan silang antara rantai-rantai asam amino yang berdekatan sehingga
molekul air sukar menerobos struktur itu dan mudah mengalami agregasi sehingga
matriks terbentuk yang menyebabkan tekstur menjadi kenyal (keras). Dengan
semakin banyak daging ayam yang digunakan, maka tekstur nugget ayam lebih
kenyal (keras).
4.8 Warna
Warna merupakan parameter utama yang harus diperhatikan dengan
adanya substitusi daging tiruan dari PRF koro pedang pada nugget ayam. Warna
langsung dapat dilihat secara visual dan merupakan faktor utama yang
memberikan daya tarik pada nugget itu sendiri.
Pengamatan terhadap warna meliputi nilai kecerahan warna (L), nilai
intensitas warna (c*) dan nilai sudut warna (H).
4.8.1 Nilai Kecerahan Warna (L)
Kecerahan warna (L) mempunyai nilai berkisar antara 0 – 100 yang
menunjukkan warna hitam hingga putih. Semakin besar nilai kecerahan warna
(L), maka warna semakin putih.
Dari hasil analisa menunjukkan nilai kecerahan warna (L) nugget yang
dibuat dengan berbagai variasi substitusi daging tiruan dari PRF koro pedang
mulai dari 0%, 30%, 40%, 50% dan 60% berturut-turut 77,79 ± 0,52; 76,55 ±
0,85; 75,64 ± 1,17; 74,88 ± 1,01 dan 74,79 ± 1,36. Nilai rata-rata kecerahan warna
42 Variasi Substitusi daging tiruandari PRF Koro Pedang.
Pada Gambar 4.8 dapat dilihat bahwa semakin besar variasi substitusi
daging tiruan dari PRF koro pedang, nilai kecerahan warna (L) nugget ayam
semakin kecil yang berarti warna nugget ayam semakin gelap. Hal ini berkaitan
dengan terjadinya reaksi maillard. Reaksi maillard terjadi pada produk yang
banyak mengandung gula pereduksi dan protein. Gula pereduksi bersenyawa
dengan asam amino yang mengandung gugus – NH2 dari protein sehingga
terbentuk pigmen coklat yang mengakibatkan warna gelap pada nugget ayam.
4.8.2 Nilai Intensitas Warna (c*)
Intensitas warna (c*) atau kejenuhan warna bernilai 0 berarti tidak
berwarna (abu-abu). Intensitas warna (c*) berbanding terbalik dengan kecerahan
warna (L). Semakin besar nilai intensitas warna (c*) , maka warna nugget ayam
semakin jenuh.
Dari hasil analisa menunjukkan nilai intensitas warna (c*) nugget pada
berbagai variasi substitusi daging tiruan dari PRF koro pedang mulai dari 0%,
17,90 ± 1,49 dan 18,22 ± 1,52. Nilai rata-rata intensitas warna (c*) nugget dapat Variasi Substitusi daging tiruandari PRF Koro Pedang.
Pada Gambar 4.9 dapat dilihat bahwa semakin besar variasi substitusi
daging tiruan dari PRF koro pedang, nilai intensitas warna (c*) nugget ayam
semakin besar yang berarti warna nugget ayam semakin jenuh yang dikarenakan
terjadinya reaksi maillard.
4.8.3 Nilai Sudut Warna (H)
Nilai sudut warna (H) atau kecenderungan warna 0o warna merah, 90o
warna kuning, 180o warna hijau dan 270o warna biru. Dari hasil analisa
menunjukkan nilai sudut warna (H) nugget yang dibuat dengan berbagai variasi
substitusidaging tiruandari PRF koro pedang mulai dari 0%, 30%, 40%, 50% dan
60% berturut-turut 106,00 ± 1,04; 103,61 ± 2,02; 102,75 ± 1,94; 102,07 ± 1,65
dan 101,72 ± 1,89. Nilai rata-rata sudut warna (H) nugget dapat dilihat pada
44 Variasi Substitusi daging tiruan dari PRF Koro Pedang.
Pada Gambar 4.10 dapat dilihat bahwa semakin besar variasi substitusi
daging tiruandari PRF koro pedang, nilai sudut warna (H) nugget ayam semakin
kecil berkisar antara 101,72 – 106,00 yang berarti warna nugget ayam cenderung
kuning-hijau (suram) dan semakin gelap. Warna gelap diakibatkan oleh terjadinya
reaksi maillard pada saat pemasakan dan warna dasar dari PRF koro pedang yang
kekuningan berkisar antara 100 – 110 derajat.
4.9 Kenampakan Irisan
Salah satu cara untuk mengetahui sifat-sifat baik dari nugget ayam adalah
dengan melihat pori-pori atau strukturnya. Pori-pori atau struktur dapat diamati
melalui kenampakan irisan. Untuk kenampakan irisan diamati dengan metode
photo mikroskop dengan perbesaran mikroskop 4 kali dan perbesaran photo
Tekstur Nugget Perlakuan A Tekstur Nugget Perlakuan B
Tekstur Nugget Perlakuan C Tekstur Nugget Perlakuan D
Tekstur Nugget Perlakuan E
Gambar 4.11 Kenampakan Irisan Nugget Ayam Pada Berbagai Variasi Substitusi daging tiruandari PRF Koro Pedang.
Irisan yang baik pada nugget adalah kenampakan pori-pori atau struktur
yang halus dan merata, seragam dan tampak kecil-kecil. Kenampakan pori-pori
atau struktur nugget berkaitan dengan proses pencampuran. Menurut Iswanto
(2005), sifat hidrofobik dari protein mampu meningkatkan daya buih, sehingga
dengan semakin tingginya kadar protein, daya buih semakin besar yang
46
substitusi daging tiruan dari PRF koro pedang pada nugget, struktur semakin
renggang dan pori-pori semakin besar.
4.10 Uji Organoleptik
Parameter yang diamati dalam uji organoleptik adalah uji kesukaan yang
meliputi warna, rasa, tekstur, aroma dan keseluruhan.
4.10.1 Warna
Warna diamati pertama kali dengan visualisasi pada nugget ayam. Hasil
pengamatan warna nugget ayam dengan berbagai variasi substitusi daging tiruan
dari PRF koro pedang berkisar antara 2,90 – 3,70. Untuk hasil analisa varians
menunjukkan besarnya variasi substitusi daging tiruandari PRF koro pedang tidak
mempengaruhi warna dari nugget ayam Hasil sidik ragam warna nugget ayam
dapat dilihat pada Tabel 4.1
Tabel 4.1 Hasil Sidik Ragam Organoleptik Warna Nugget Ayam
Nilai F-Tabel
Keterangan : ns = Tidak berbeda nyata
Dari hasil sidik ragam menunjukkan bahwa variasi substitusi daging tiruan
dari protein-rich flour (PRF) koro pedang tidak mempunyai pengaruh yang nyata
terhadap warna dari nugget ayam. Diagram organoleptik warna nugget ayam
2.90
Gambar 4.12 Diagram Organoleptik Warna Nugget Ayam Pada Berbagai Variasi Substitusi daging tiruandari PRF Koro Pedang.
Dari Gambar 4.12 dapat dilihat bahwa warna yang paling terang adalah
nugget B (30% PRF dan 70% daging) dengan nilai rata-rata 3,70 dan nugget yang
paling gelap adalah nugget E (60% PRF dan 40% daging) dengan nilai rata-rata
2,90. Semakin besar substitusi daging tiruandari PRF koro pedang menyebabkan
warna nugget ayam semakin gelap.
4.10.2 Rasa
PRF koro pedang merupakan jenis protein hidrofobik sehingga dapat
mengikat minyak dan mempunyai rasa pahit. Dengan semakin besarnya substitusi
daging tiruan dari PRF koro pedang dikhawatirkan memberikan rasa pahit pada
nugget ayam yang dihasilkan. Hasil pengamatan rasa nugget ayam yang dibuat
dengan berbagai variasi substitusi daging tiruan dari PRF koro pedang berkisar
antara 2,60 – 3,80. Untuk hasil sidik ragam rasa nugget ayam dapat dilihat pada
48
Tabel 4.2 Hasil Sidik Ragam Organoleptik Rasa Nugget Ayam
Nilai F-Tabel
Keterangan : ns = Tidak berbeda nyata
* = Berbeda nyata
Hasil analisa varians menunjukkan bahwa variasi substitusi daging tiruan
dari protein-rich flour (PRF) koro pedang berpengaruh terhadap rasa nugget
ayam. Diagram nilai rasa nugget dapat dilihat pada Gambar 4.13.
2.60
Gambar 4.13 Diagram Organoleptik Rasa Nugget Ayam Pada Berbagai Variasi Substitusi daging tiruandari PRF Koro Pedang.
Dari Gambar 4.13 dapat dilihat bahwa nugget yang paling disukai oleh
panelis adalah nugget B (30% PRF dan 70% daging) dengan nilai rata-rata 3,80
dan yang paling tidak disukai konsumen adalah nugget E (40% PRF dan 60%
Dengan semakin besar substitusi daging tiruan dari PRF koro pedang
cenderung menurunkan kesukaan panelis terhadap rasa nugget ayam yang
dihasilkan. Rerata rasa nugget ayam dapat dilihat pada Tabel 4.3.
Tabel 4.3 Rerata Rasa Nugget Ayam Pada Berbagai Variasi Substitusi daging tiruandari PRF Koro Pedang.
Perlakuan Rata-rata St Dev Notasi
A
Keterangan : Huruf yang sama pada kolom notasi menunjukkan berbeda tidak nyata pada
taraf uji 5%.
4.10.3 Tekstur
Hasil pengamatan tekstur nugget ayam yang dibuat dengan berbagai
variasi substitusi daging tiruandari PRF koro pedang berkisar antara 1,70 – 3,90.
Hasil sidik ragam organoleptik tekstur nugget ayam dapat dilihat pada Tabel 4.4.
Tabel 4.4 Hasil Sidik Ragam Organoleptik Tekstur Nugget Ayam.
Nilai F-Tabel
Keterangan : ns = Tidak berbeda nyata
* = Berbeda nyata
Dari hasil sidik ragam menunjukkan bahwa semakin besar variasi
substitusi daging tiruan dari PRF koro pedang berpengaruh terhadap tekstur
nugget ayam. Diagram nilai tekstur nugget ayam pada berbagai variasi substitusi
50
Gambar 4.14 Diagram Organoleptik Tekstur Nugget Ayam Pada Berbagai Variasi Substitusi daging tiruandari PRF Koro Pedang.
Dari Gambar 4.14 dapat dilihat bahwa dengan semakin besar variasi
substitusi daging tiruandari PRF koro pedang tekstur nugget ayam semakin lunak.
Rerata tekstur nugget ayam dapat dilihat pada Tabel 4.5.
Tabel 4.5 Rerata Tekstur Nugget Ayam Pada Berbagai Variasi Substitusi daging tiruandari PRF Koro Pedang.
Perlakuan Rata-rata St Dev Notasi
A
Keterangan : Huruf yang sama pada kolom notasi menunjukkan berbeda tidak nyata pada
taraf uji 5%.
4.10.4 Aroma
Hasil pengamatan aroma nugget ayam dengan berbagai variasi substitusi
daging tiruandari PRF koro pedang berkisar antara 2,70 – 3,40. Hasil sidik ragam