ABSTRAK
Kasta merupakan suatu sistem pembagian atau pengelompokan masyarakat berdasarkan fungsi yang dilaksanakannya dalam kehidupan sehari-hari. Sampai saat ini umat Hindu di Indonesia khususnya di Lampung masih mengalami polemik. Hal ini menyebabkan ketidaksetaraan status sosial diantara masyarakat Hindu. Kasta juga sangat sering menjadi pro-kontra, terutama dalam masalah perkawinan. Pada zaman dulu, masyarakat Bali tidak diperbolehkan menikah dengan kasta yang berbeda. Seiring perkembangan zaman, aturan tersebut seharusnya sudah tidak berlaku lagi namun sebagian masih ada yang mempermasalahkan pernikahan beda kasta.
Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah apakah faktor-faktor penyebab terjadinya perkawinan beda kasta pada masyarakat Bali di Desa Balinuraga Kecamatan Way Panji Kabupaten Lampung Selatan? Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor-faktor penyebab terjadinya perkawinan beda kasta pada masyarakat Bali di Desa Balinuraga Kecamatan Way Panji Kabupaten Lampung Selatan. Penelitian ini menggunakan teknik pengumpulan data observasi, wawancara dan dokumentasi. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode fungsional sedangkan teknik analisis data yang digunakan adalah teknik analisis data terhadap tokoh masyarakat Desa Balinuraga Kecamatan Way Panji Kabupaten Lampung Selatan.
PERKAWINAN BEDA KASTA PADA MASYARAKAT BALI DI
DESA BALINURAGA KECAMATAN WAY PANJI
KABUPATEN LAMPUNG SELATAN
(Skripsi)Oleh: Ketut Leni Yanti
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
RIWAYAT HIDUP
Penulis bernama Ketut Leni Yanti, dilahirkan di Balinuraga Lampung
Selatan pada tanggal 24 April 1990, merupakan anak kedua dari tiga
bersaudara, buah hati dari pasangan Bapak Ketut Bungah dan Ibu Ketut
Parti.
Peneliti memulai pendidikan dasar di Sekolah Dasar Negeri (SDN) 02 Balinuraga kecamatan
Way Panji Kabupaten Selatan pada tahun 1998. Pada tahun 2004 penulis melanjutkan
pendidikan di Sekolah Menengah Pertama (SMP) Dharma Bhakti, kemudian penulis
melanjutkan pendidikan di Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri 2 Kalianda 2007 dan selesai
pada tahun 2008.
Pada tahun 2009 penulis terdaftar sebagai mahasiswa di Universitas Lampung pada Fakultas
Keguruan dan Ilmu Pendidikan Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial Program Studi
Pendidikan Sejarah. Pada tahun 2011 penulis melaksanakan Kuliah Kerja Lapangan (KKL) dan
melaksanakan Kuliah Kerja Nyata (KKN) di Desa Serdang Kecamatan Tanjung Bintang
Kabupaten Lampung Selatan pada tahun 2012, serta penulis juga melaksanakan Program
MOTO
Keluarga adalah Kehidupan sebenarnya, Tidak ada siapa pun
yang bisa disebut berhasil, jika dia tidak membahagiakan
keluarganya.
(M.Teguh)
Tuhan memberimu banyak jalan agar kamu melangkah,
langkahkan kakimu, dan percayalah bahwa Tuhan akan
membimbingmu ke jalan yang benar.
PERSEMBAHAN
Puji Syukur Kepada Ida Sang Hyang Widhi Wasa
Atas Astungkare Ware Nugraha Nya
Skripsi ini ku persembahkan
Untuk orang-orang yang sangat kucintai dan kusayangi…….
Bape dan Mame, orang tua ku tercinta yang selalu setia mendoakan,
merawat, mendidik dan berkorban untuk ku sampai detik ini, terima kasih
atas cinta, do’a, semangat dan pengorbanannya untuk keberhasilanku.
Kakak dan adik ku, Wayan Wastri Lisa Rosa Lina S.Pd dan Wayan Jeni
Dewi Yani, yang selalu memberikan semangat dan do’a nya untuk
keberhasilanku.
Alm. Dadong (Nenek) dan Pak Uwok (paman) ku yang ada disurga,
terimakasih untuk do’a dan kasih sayang kalian selama ini.
Keluarga besarku, yang terus memberi semangat dan menanti
keberhasilanku.
Para pendidikku, Guru-guru dan Dosen-dosenku yang telah mengajarkan
ku banyak hal tentang ilmu pengetahuan
Sahabat-sahabat ku tercinta atas semangat dan kebersamaannya
sampai saat ini.
SANWACANA
Segala puji hanya milik Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya kepada peneliti sehingga peneliti dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul PERKAWINAN BEDA KASTA PADA MASYARAKAT BALI DI DESA BALINURAGA KECAMATAN WAY PANJI KABUPATEN LAMPUNG SELATAN.
Penulisan skripsi ini merupakan syarat dalam menyelesaikan studi, dimana dalam
proses penyelesaiannya peneliti mendapat bantuan dari berbagai pihak, untuk itu pada
kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang tulus kepada :
1. Bapak Dr. Bujang Rahman, M.Si. selaku Dekan FKIP Unila
2. Bapak Dr. Thoha B.S. Jaya, M. selaku Pembantu Dekan I FKIP Unila
3. Bapak Dr. Arwin Ahmad, M. Si. selaku Pembantu Dekan II FKIP Unila
4. Bapak Drs. Iskandar Syah, M.H. selaku Pembantu Dekan III FKIP Unila
5. Bapak Drs. Buchori Asyik, M.Si. selaku Ketua Jurusan Pendidikan IPS FKIP
Unila.
6. Bapak Drs. Maskun, M.H. selaku Ketua Program Studi Pendidikan Sejarah
FKIP Unila, dan juga pembahas utama sekaligus Pembimbing Akademik,
Terima kasih atas kesediannya menjadi dosen pembahas utama dalam ujian
7. Bapak Drs. H. Ali Imron, M. Hum. selaku pembimbing pertama yang telah
sabar membimbing dan memberi masukan serta saran yang sangat bermanfaat
sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik.
8. Bapak Suparman Arif, S.Pd, M.Pd selaku pembimbing kedua yang dengan
ikhlas dan senantiasa sabar membimbing, mengarahkan, dan memotivasi
penulis dalam menyelesaikan skripsi ini dengan baik.
9. Bapak Mujiharto, selaku Pjs. Kepala Desa Balinuraga Kecamatan Way Panji
Kabupaten Lampung Selatan yang telah memberikan izin penulis untuk
melakukan penelitian.
10.Bapak dan Ibu Dosen Program Studi Pendidikan Sejarah, Bapak Drs. Maskun,
M.H., Drs. Iskandar Syah, M.H., Drs. Ali Imron, M.Hum., Drs.
Syaiful.M,M.Si., Drs. Wakidi, M.Hum., Dr. R.M. Sinaga, M.Hum., Drs.
Tontowi, M.Si., Hendry Susanto, S.S, M.Hum., M.Basri, S.Pd, M.Pd., Y. Sri
Ekwandari, S.Pd, M.Hum., Cheri Saputra, S.Pd, M.Pd. serta para pendidik di
Unila pada umumnya yang telah memberikan ilmu pengetahuan yang tak
terhingga kepada peneliti.
11.Sahabat terbaik yang kumiliki, hadiah Tuhan untukku, (Ajeng, Dinot, Megot,
Rini, Maya) Terimakasih untuk setiap support, tangis, kebaikan, kebahagian
dan kenangan berharga kalian saat kita bersama.
12.Sahabat terindah, hadiah kedua Tuhan untukku (Uni Emilda, Reza, Azizah,
Vivi, Ayu, Tini, Yuli, Mas Beni, Kak Adit, Gerry, Joko, Tablik) beruntung
bisa mengenal dan menghabiskan waktu bersama kalian, kalian adalah
Teman-teman pendidikan Sejarah Angkatan 09, angkatan Ganjil dan genap yang tidak
dapat disebutkan satu persatu, terimakasih atas semangat, dan pengorbanan
kalian semoga kebersamaan ini akan tetap terjaga selamanya.
13.Segenap pihak yang telah membantu penulis baik moril maupun materil.
Semoga Tuhan membalas segala amal kebaikan kita semua.
Peneliti sangat menyadari keterbatasan pengetahuan, pengalaman dan informasi yang
ada pada diri peneliti, sehingga skripsi ini masih perlu penyempurnaan, maka peneliti
mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun untuk membantu peneliti
dimasa yang akan datang. Peneliti berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi
peneliti pada khususnya dan pembaca pada umumnya.
Bandar Lampung, April 2014
Peneliti
DAFTAR ISI
A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Analisis Masalah ... 5
1. Identifikasi Masalah ... 5
2.Pembatasan Masalah ... 5
3. Perumusan Masalah ... 6
C. Tujuan, Kegunaan dan Ruang Lingkup ... 6
1. Tujuan Penelitian ... 6
2. Kegunaan Penelitian ... 6
3. Ruang Lingkup Penelitian ... 7
II. TINJAUAN PUSTAKA ... 8
1. Tinjauan Pustaka ... 8
1.1. Konsep Faktor-faktor Penyebab Perubahan Sosial Budaya ... 8
1.2. Konsep Pengertian Perkawinan ... 8
1.3. Konsep Perkawinan Adat Bali ... 9
1.3.2. Perkawinan Tidak Ideal ... 14
1.4. Konsep Pengertian Kasta ... 15
2. Kerangka Pikir ... 18
3. Paradigma ... 20
III. METODE PENELITIAN ... 21
1. Metode yang digunakan ... 21
2. Lokasi Penelitian ... 22
3. Informan Penelitiaan ... 23
4. Teknik Pengumpulan Data ... 23
1. Teknik Wawancara ... 23
2. Teknik Observasi ... 24
3.Teknik Analisis Data ... 25
4. Teknik Dokumentasi ... 27
5. Teknik Pengolahan Data ... 28
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 29
A. HASIL ... 29
4.1. Gambaran Umum Objek Penelitian ... 29
4.1.1. Sejarah Singkat Desa Balinuraga ... 29
4.1.2. Keadaan Geografis ... 30
4.2. Kehidupan Sosial Budaya Masyarakat desa Balinuraga ... 37
4.2.1. Sistem Kekerabatan Orang Bali ... 37
4.2.2. Sistem Kemasyarakatan Orang Bali ... 38
4.3. Faktor-faktor Penyebab Terjadinya Perkawinan Beda Kasta Pada Masyarakat Bali Di Desa Balinuraga Kec. Way Panji Kab. Lam-sel ... 43
a. Faktor Intern ... 47
2. Pendidikan ... 49
3. Saling Mengasihi ... 50
b. Faktor Ekstern ... 52
1. Pengaruh Lingkungan ... 52
2. Keterbukaan Masyarakat ... 54
3. Perkembangan Zaman ... 55
B. PEMBAHASAN ... 57
4.4. Faktor-faktor Penyebab Terjadinya Perkawinan Beda Kasta Pada Masyarakat Bali Di Desa Balinurga Kec. Way Panji Kabupaten Lampung Selatan ... 57
4.4.1. Faktor intern ... 57
4.4.2. Faktor ekstern ... 59
V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 62
5.1. Kesimpulan ... 62
5.2. Saran ... 66
DAFTAR TABEL
Tabel: Halaman
1. Jumlah Penduduk Menurut wilayah desa ... 30
2. Jumlah Penduduk Menurut jenis kelamin ... 31
3. Jumlah Penduduk Menurut Agama ... 31
4. Jumlah Sarana Tempat Ibadah ... 32
5. Jumlah Penduduk Menurut Mata Pencaharian ... 33
6. Luas Lahan Dalam Pertanian dan Perkebunan ... 33
7. Jumlah Ternak ... 34
8. Jumlah Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan ... 34
9. Jabatan Dalam Pemerintahan Desa ... 36
10.Kelembagaan Desa... 36
DAFTAR GAMBAR
1. Peta Kecamatan Way Panji
DAFTAR LAMPIRAN
1. Daftar Nama Informan
2. Daftar Istilah
3. Surat Keterangan Izin Penelitian
4. Surat Keterangan Izin Penelitian Kepala Desa Balinuraga
5. Rencana Judul Kaji Tindak Skripsi
6. Pengesahan Susunan Komisi Pembimbing
7. Lampiran Gambar
1
1. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kasta merupakan suatu sistem pembagian atau pengelompokan masyarakat
berdasarkan fungsi yang dilaksanakannya dalam kehidupan sehari-hari. Jika
seseorang tersebut bekerja sebagai seorang pendeta atau menjalankan
fungsi-fungsi kependetaan maka dia akan berfungsi-fungsi sebagai kasta brahmana, jika orang
tersebut bekerja sebagai pemimpin di masyarakat maka dia akan berfungsi sebagai
kasta ksatriya, atau jika seseorang bekerja sebagai seorang pejabat penting lainnya
dia akan disebut sebagai orang yang menjalankan kasta waisya, dan jika seseorang
yang melaksanakan pekerjaan sehari-harinya sebagai buruh atau tenaga lepas dari
seseorang maka ia dikatakan sebagai seseorang yang menjalankan fungsi sebagai
kasta sudra (Anak Agung Gde Ika.1987:57)
Sampai saat ini umat Hindu di Indonesia khususnya di Lampung masih
mengalami polemik.Hal ini menyebabkan ketidaksetaraan status sosial diantara
masyarakat Hindu. Masalah ini muncul karena pengetahuan dan pemahaman yang
dangkal tentang ajaran Agama Hindu dan kitab suci Weda yang merupakan
pedoman yang paling ampuh bagi umat Hindu agar menjadi manusia yang
2
berpikir (idep) dan berbudaya yaitu menghormati sesama ciptaan Tuhan Yang
Maha Esa tanpa membedakan asal usul keturunan, status sosial, dan ekonomi.
Zaman dahulu, kasta sangat mempengaruhi kehidupan masyarakat Hindu, Selama
berabad-abad penduduk Bali telah diajari bahwa kasta yang tinggi harus lebih
dihormati, begitu juga dalam perkawinan, sedapat mungkin perkawinan itu
dilakukan di antara warga se-klen atau setidak-tidaknya antara orang-orang yang
dianggap sederajat dalam kasta. Perkawinan adat bali itu bersifat endogami klen.
Orang-orang se-klen adalah orang-orang yang setingkat kedudukannya dalam adat
dan agama, dan demikian juga dalam kasta, sehingga dengan berusaha untuk
kawin dalam batas klen-nya, terjagalah kemungkinan-kemungkinan akan
ketegangan-ketegangan dan noda-noda keluarga yang akan terjadi akibat
perkawinan antar-kasta yang berbeda derajatnya. Dalam hal ini terutama harus
dijaga agar anak wanita dari kasta tinggi jangan sampai menikah dengan seorang
pria yang lebih rendah derajat kastanya. Karena suatu perkawinan serupa itu akan
membawa malu kepada keluarga serta menjatuhkan gengsi seluruh kasta dari anak
wanita itu. Dahulu apabila terjadi perkawinan campuran yang demikian, maka
wanita itu akan dinyatakan keluar dari dadia-nya, dan secara fisik suami-istri akan
dihukum buang (maselog) untuk beberapa lama, ke tempat yang jauh dari tempat
asalnya, semenjak tahun 1951 hukum semacam itu tidak pernah dijalankan lagi,
dan pada waktu ini perkawinan campuran antar-kasta sudah relative lebih banyak
dilaksanakan (Koentjaraningrat:2004).
Tidak dapat dipungkiri bahwa masih ada warga masyarakat yang memiliki
3
diatur menurut garis keturunan tidak menunjukkan stratifikasi sosial yang sifatnya
vertikal, dalam arti ada satu kasta yang lebih tinggi dari kasta yang lain. Seiring
perkembangan zaman, aturan tersebut sudah tidak berlaku lagi, biasanya
pernikahan ini terjadi secara sembunyi-sembunyi atau biasa disebut sebagai
"ngemaling" atau kawin lari sebagai alternatifnya. Pengaruh dari perkawinan beda
kasta itu sendiri ialah timbulnya berbagai masalah yang bersumber dari tradisi
yang menyimpang dari Weda. Misalnya dalam kegiatan sosial masyarakat,
mereka yang berkasta lebih tinggi lebih dihormati, selain perbedaan dalam
menggunakan bahasa,kasta juga mempengaruhi tatanan upacara adat dan agama,
seperti pernikahan, dan tempat sembahyang. Pada Pura-Pura besar (Pura Besakih),
semua kasta bisa sembahyang dimana saja, tetapi pada Pura-Pura tertentu yang
lebih kecil, ada pembagian tempat sembahyang antara satu kasta dengan kasta
yang lain agar tidak tercampur. Perkawinan yang ideal bagi masyarakat Bali pada
umumnya adalah perkawinan endogami klen dalam catur warna artinya orang Bali
diharapkan menikah dengan warga se-klen, dan dengan tahapan-tahapan upacara
yang sudah disiapkan oleh pihak keluarga, dan pendeta yang akan memimpin
upacara keagamaan dalam perkawinan tersebut (nanasara.1998:22)
Kabupaten Lampung Selatan yang merupakan salah satu kabupaten yang ada di
Lampung, memiliki sebuah desa yang bernama Balinuraga, Sebagai sebuah
komunitas sosial masyarakat bila berbicara masalah perkawinan, di Desa
Balinuraga terjadi perkawinan beda kasta baik yang dilakukan oleh pihak pria
maupun wanita. Adapun yang menikah dengan kasta yang berbeda hampir dua
puluh pasangan di desa Balinuraga. Timbulnya istilah kasta dalam masyarakat
4
mengaburkan pengertian warna. Pengaburan pengertian warna ini melahirkan
tradisi kasta yang membagi tingkatan seseorang di masyarakat berdasarkan
kelahiran dan status keluarganya.Adapun penerimaan masyarakat berbeda-beda,
ada yang mau menghormati ada yang bersikap biasa saja.
Desa Balinuraga Kecamatan Way Panji Lampung Selatan merupakan daerah yang
penduduknya cukup majemuk. Sebagai daerah yang strategis, maka daerah ini
menjadi sebuah tempat pertemuan berbagai suku dan bangsa dan berinteraksi
tinggi. Hal yang menarik untuk dikaji disini adalah masyarakat suku Bali yang
cukup unik, karena dilihat dari sudut pandang apapun, suku yang pada awalnya
berada di pulau Bali ini sangat menarik.Masyarakat suku Bali termasuk
masyarakat yang terbuka dan bertoleransi tinggi.Dalam artian tidak menutup diri
dan cukup religius.Upacara perkawinan bagi masyarakat Bali merupakan suatu
persaksian baik kepada Hyang Widhi Wasa (Tuhan Yang Maha Esa) maupun
kepada masyarakat luas, bahwa kedua mempelai mengikat dan mengikrarkan diri
sebagai pasangan suami istri yang sah (Anak Agung G. O. N, 1997:57).
Disamping itu ditinjau segi rohaniah, upacara perkawinan ini merupakan
pembersihan diri terhadap kedua mempelai, terutama terhadap kebebasan dari
pengaruh buruk sehingga dapat diharapkan memberi keturunan yang baik dan
sempurna. Pengertian perkawinan menurut Undang-undang perkawinan Republik
Indonesia No. 1 Th. 1974 adalah ikatan lahir dan batin antara seorang pria dengan
seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah
5
Perkawinan merupakan suatu fase yang amat penting dalam kehidupan orang Bali,
karena dengan itu barulah dianggap sebagai warga penuh dari masyarakat dan
baru sesudah itulah ia memperoleh hak-hak dan kewajiban sebagai warga
kelompok atau kerabat (Koentjaraningrat:1987).
B. Analisis Masalah
1. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah, penulis mengidentifikasikan masalah
sebagai berikut :
1. Faktor-faktor penyebab terjadinya perkawinan beda kasta pada
masyarakat Bali di Desa Balinuraga Kecamatan Way Panji Kabupaten
Lampung Selatan.
2. Dampak bagi masyarakat (Bali) yang menikah beda kasta di desa
Balinuraga Kecamatan Way Panji Kabupaten Lampung Selatan.
3. Pengaruh perkawinan beda kasta terhadap sistem kasta pada masyarakat
Bali di desa Balinuraga Kecamatan Way Panji Kabupaten Lampung
Selatan.
2. Pembatasan Masalah
Mengingat cakupan yang begitu luas dalam penelitian ini, penulis hanya
membahas faktor-faktor penyebab terjadinya perkawinan beda kasta pada
masyarakat Bali di desa Balinuraga Kecamatan Way Panji Kabupaten
Lampung Selatan Propinsi Lampung. Diharapkan dengan pembatasan masalah
tersebut, peneliti dapat menyusun sebuah penelitian yang sesuai dengan tujuan
6
3. Rumusan Masalah
Untuk memudahkan penulisan lebih lanjut maka rumusan masalah sangat
penting untuk dibuat, rumusan masalah dalam penelitian ini adalah “Apakah
faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya perkawinan beda kasta pada
masyarakat bali di Desa Balinuraga Kecamatan Way Panji Kabupaten
Lampung Selatan”.
C. Tujuan, Kegunaan, dan Ruang Lingkup Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Dalam penelitian ini peneliti mempunyai tujuan, yaitu :
1. Untuk mengetahui faktor-faktor penyebab terjadinya perkawinan beda
kasta pada masyarakat bali di desa Balinuraga Kecamatan Way Panji
Kabupaten Lampung Selatan.
2. Kegunaan Penelitian
Penelitian yang dilakukan diharapkan dapat memberikan manfaat bagi
pihak-pihak yang membutuhkan :
1. Diharapkan penelitian ini dapat memberi informasi wujud ragam
budaya dan bagi setiap pembaca dapat meningkatkan pemahaman
mengenai Faktor-faktor penyebab terjadinya perkawinan beda kasta
pada masyarakat Bali di daerah tersebut.
2. Bagi peneliti, para pembaca dan institusi terkait lainnya, hasil penelitian
ini dapat digunakan sebagai tambahan wawasan dan tambahan
informasi mengenai faktor-faktor penyebab terjadinya perkawinan beda
7
3. Kepada seluruh generasi muda hendaknya tetap melestarikan dan
mempertahankan kebudayaan yang beraneka ragam sifatnya, sehingga
kebudayaan tersebut tidak akan pernah musnah karena kemajuan zaman
3. Ruang Lingkup Penelitian
1. Objek Penelitian : Faktor-faktor penyebab terjadinya perkawinan beda
kasta pada masyarakat Bali.
2. Subjek Penelitian : Masyarakat Balinuraga
3. Tahun Penelitian : 2013
4. Tempat Penelitian :Balinuraga Kecamatan Way Panji Kabuaten
Lampung Selatan
8
REFERENSI
Anak Agung, Gde Ika. 1987. Tuntunan Dasa Agama Hindu. Hanoman Sakti. Jakarta.
Koentjaraningrat.2004. Manusia dan Kebudayaan Di Indonesia. Djambatan. Jakarta.
Nanasara.1998. Sistem Kasta 22.scribd.com Op. Cit. Halaman 57
8
II. TINJAUAN PUSTAKA
1. Tinjauan pustaka
1.1 Konsep Faktor-faktor Penyebab Perubahan Sosial-Budaya
Secara umum, sebab terjadinya suatu perubahan dalam masyarakat adalah karena
adanya sesuatu yang dianggap sudah tidak memuaskan lagi. Mungkin saja karena
ada faktor baru yang lebih memuaskan masyarakat sebagai pengganti faktor yang
lama. Pada umumnya dapat dikatakan bahwa sebab-sebab tersebut mungkin
bersumber pada masyarakat itu sendiri (faktor intern) dan ada yang letaknya diluar
(faktor ekstern). Pada dasarnya perubahan-perubahan sosial terjadi oleh karena
anggota masyarakat merasa tidak puas lagi terhadap keadaan kehidupan yang
lama. Norma-norma dan lembaga-lembaga serta sarana-sarana penghidupan
dianggap tidak memadai untuk memenuhi kebutuhan hidup yang baru. Oleh
karena itulah, masyarakat menuntut adanya perubahan (Soerjono Soekanto
2009:275)
1.2 Konsep Pengertian Perkawinan
Menurut Undang-undang perkawinan Republik Indonesia No. 1 Th. 1974
perkawinan adalah ikatan lahir dan batin antara seorang pria dengan seorang
wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga)
9
No. 1 Th. 1997, perkawinan dianggap sah apabila dilakukan menurut hukum
masing-masing agama atau kepercayaan yang dianut sesuai dengan Undang –
Undang Dasar 1945.
Perkawinan merupakan ikatan lahir batin antara seorang atau lebih laki-laki
dengan seorang perempuan atau lebih wanita dalam suatu hubungan suami istri
yang diberikan pengakuan sosial. Perkawinan merupakan suatu ikrar yang
dinyatakan oleh seorang laki-laki dan seorang perempuan untuk melangsungkan
sebuah kehidupan rumah tangga dengan tujuan yang baik karena ikrar tersebut
harus dipertanggungjawabkan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Ikatan perkawinan
memerlukan penguatan yang disaksikan oleh para tetangga, sahabat, teman,
orangtua atau tokoh masyarakat.Penguatan pengakuan keberadaan suami istri oleh
masyarakat dapat dicapai dengan diikutinya serangkaian upacara menurut hukum
adat yang berlaku dalam masyarakat yang bersangkutan (Mulyadi, 1994:66).
1.3 Konsep Perkawinan Adat Bali
Perkawinan merupakan suatu saat yang amat penting dalam kehidupan orang Bali,
karena dengan itulah barulah ia dianggap sebagai warga penuh dari masyarakat,
dan baru sesudah itulah ia memperoleh hak-hak dan kewajiban-kewajiban seorang
warga komuniti dan warga kelompok kerabat. Menurut anggapan adat lama yang
amat dipengaruhi oleh sistem klen-klen (dadia) dan sistem kasta, maka
perkawinan itu sedapat mungkin dilakukan di antara warga se-klen atau
setidak-tidaknya antara orang-orang yang dianggap sederajat dalam kasta
10
Menurut adat masyarakat Bali yang umumnya beragama Hindu tujuan
perkawinan adalah untuk memperoleh anak yang akan meneruskan keturunannya.
Orang Bali percaya bahwa anak yang akan membebaskan (nyupat) roh dari
leluhur (pitra) di alam warga (swarga). Itulah sebabnya masyarakat Bali
beranggapan apabil ada perkawinan telah lahir seorang anak, maka akan dikatakan
sebagian tujuan perkawinan telah tercapai.
Dari pendapat diatas dapat kita simpulkan bahwa :
1. Perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dan wanita dalam
sebuah keluarga (rumah tangga) dalam waktu relatif lama.
2. Perkawinan merupakan tali penghubung antara kedua keluarga besar dari
kedua belah pihak
3. Perkawinan bertujuan meneruskan keturunan dari masing-masing kerabat
antar suku.
4. Perkawinan dinyatakan sah apabila dilaksanakan menurut aturan adat dan
agama tertentu yang berlaku di dalam masyarakat yang bersangkutan.
5. Perkawinan dilaksanakan untuk mendapat legalitas sosial dalam melakukan
hubungan suami istri yang terikat dalam perkawinan.
Setiap pria dan wanita yang hendak menginjakkan kakinya ketangga mahligai
rumah tangga (grehasta) memerlukan ancang-ancang sebagai persiapan.Persiapan
ini tidak hanya dilihat dari segi pesta atau upacara perkawinannya saja, tetapi
dilihat kematangan jasmani dan rohani dari kedua calon mempelai (Ida Bagus
11
Setiap orang menginginkan perkawinan yang ideal atau sesuai dengan tata aturan
yang berlaku. Untuk melaksanakan upacara perkawinan, setiap orang pasti
mempersiapkan secara agar tercipta kebahagiaan lahir dan batin. Menurut
kebudayaan masyarakat Bali, setiap orang yang akan melaksanakan perkawinan
berarti orang tersebut sudah siap untuk berumah tangga. Setiap orang dikatakan
siap berumah tangga berarti orang tersebut sudah dapat berfikir secara dewasa.
Kedewasaan berfikir akan memungkinkan seseorang dapat mengikuti pendapat
yang benar. Pasangan hidup memang sudah ditentukan Tuhan, namun dalam
memilih pasangan hidup, seseorang boleh memilih pasangan hidup yang baik,
karena menyangkut perkawinan, orang menginginkan keturunan yang baik pula.
Segala sesuatu perbuatan dipertanggungjawabkan kepada Tuhan, untuk itu segala
perbuatan jika belum dimengerti sebaiknya kita tanyakan kepada orang yang lebih
mengerti apalagi masalah perkawinan, biasanya kebanyakan orang baru pertama
kali mengalaminya (Ida Bagus Rai Wardana:1998).
Perkawinan menurut adat Bali berarti pelaksanaan upacara perkawinan
berdasarkan adat Bali.Dalam adat Bali upacara perkawinan (mesakapan)
dilengkapi banten (sesajen) untuk upacara yang mengandung makna simbolis,
yaitu merupakan persaksian kepada Ida Sang Hyang Widhi (Tuhan Yang Maha
Esa) dan dipimpin oleh seorang pemangku (pendeta) dan juru banten.Selain harus
ada banten, dalam perkawinan adat Bali harus ada tirta (air suci).Pada pelaksanaan
upacara perkawinan adat, orang Bali juga memakai pakaian adat yang
digolongkan kedalam pakaian adat nista, madya dan utama berdasarkan
12
Di zaman modern yang serba praktis, perkawinan adat memang terkesan agak
rumit, karena ritual yang dilakukan begitu banyak, untuk itulah karena berbagai
pengaruh modernisasi banyak sekali perkawinan adat yang mengalami perubahan.
Dari beberapa pendapat dan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa perkawinan
hukum adat tidak semata-mata berarti suatu ikatan antara seorang pria dan seorang
wanita sebagai suami istri untuk mendapatkan keturunan dan membangun serta
membina kehidupan keluarga, tetapi juga berarti suatu hubungan hukum yang
menyangkut para anggota kerabat dari pihak istri dan pihak suami serta yang tidak
boleh adalah perkawinan itu sebaiknya diusahakan untuk mengikuti ritual adat
yang dianut masing-masing suku agar nilai-nilainya tetap terjaga.
Pada masyarakat Bali istilah upacara perkawinan dinamakan masakapan atau
ngantenan sebagian kalangan menamakan pawiwahan .sahnya perkawinan apabila
telah melaksanakan beberapa tahap tertentu. Di Desa Balinuraga Kecamatan Way
Panji yang merupakan daerah yang meyakini bahwa sahnya suatu perkawinan jika
telah dilaksanakan suatu permusyawaratan antara pihak keluarga mempelai dan
fokus penelitian ini mengkaji mengenai tentang faktor-faktor penyebab terjadinya
perkawinan beda kasta pada masyarakat Bali. Kasta mulai kental saat masa
penjajahan Belanda, sehingga penjajah dapat dengan leluasa memisahkan raja
dengan rakyatnya. Selama berabad-abad masyarakat bali telah diajari bahwa kasta
yang tinggi harus lebih dihormati, sehingga bila kita berbicara dengan orang yang
berkasta tinggi, baik lebih muda, lebih tua, atau seusia, kita harus menggunakan
bahasa bali yang halus. Tetapi bila bicara dengan orang berkasta rendah, kita tidak
13
Dikehidupan masyarakat misalnya ada seorang ketua organisasi berkasta Waisya,
dengan salah seorang anggotanya berkasta Brahmana.Secara otomatis, ketua
organisasi tersebut harus menggunakan kata-kata yang halus kepada anggotanya
yang berkasta brahmana tersebut.Ada juga kasus seperti seorang guru yang
memiliki kasta lebih rendah dari muridnya. Guru tersebut harus berkata sopan
kepada muridnya yang berkasta tinggi.Selain perbedaan dalam menggunakan
bahasa, kasta juga mempengaruhi tatanan upacara adat dan agama, seperti
pernikahan, dan tempat sembahyang. Pada Pura-Pura besar (seperti Pura Besakih),
semua kasta bisa sembahyang dimana saja, tetapi pada Pura-pura tertentu yang
lebih kecil, ada pembagian tempat sembahyang antara satu kasta dengan kasta
yang lain, agar tidak tercampur (imadewira.1998:5).
1.3.1 Perkawinan ideal dalam masyarakat Bali
Bentuk perkawinan yang ideal bagi masyarakat Bali pada umumnya adalah
perkawinan endogami klen dalam catur warna artinya orang Bali diharapkan
menikah dengan warga se-klen (sederajat atau sama kasta).Hal ini karena
stratifikasi sosial pada waktu yang lampau masih sangat kaku.Peraturan seperti itu
sekarang sudah jarang sekali dilakukan karena stratifikasi sosial justru memicu
konflik. Dalam agama hindu istilah perkawinan disebut juga pawiwahan, kata
pawiwahan berasal dari kata dasar wiwaha dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia
disebutkan bahwa kata wiwaha berasal dari kata sangsekerta yang berarti pesta
pernikahan. Secara garis besarnya upacara pernikahan adat Bali ini dilaksanakan,
sebagai upacara persaksian kehadapan Ida Sang Hyang Widi dan kepada
14
suami-istri yang sah, dan memohon agar bisa membentuk keluarga bahagia
dengan jalinan ikatan batin hingga akhir usia.
Adapun tahapan rangkaian upacara yang dilakukan saat perkawinan, yaitu:
a. Upacara Ngekeb mempelai wanita dilarang keluar kamar sampai mempelai
pria datang.
b. Mungkah Lawang penjemputan pengantin perempuan dan agar dibukakan
pintu.
c. Upacara Mesegehagung upacara selamat datang kepada pengantin
perempuan.
d. Madengen–dengen bertujuan agar dibersihkan dari hal-hal yang bersifat
negatif.
e. Mewidhi Widana puncak upcara dengan tujuan pembersihan diri dan
penyempurnaan pernikahan adat Bali.
f. Mejauman Ngabe Tipat Bantal adalah acara penjamuan atau menerima tamu
dari keluarga laki – laki di rumah mempelai wanita dengan tujuan untuk
pamitan kepada orang tua, sanak keluarga dan kepada leluhurnya (Ida Bagus
Dharmika, 1982).
1.3.2 Perkawinan tidak ideal dalam masyarakat Bali
Dalam perkawinan masyarakat bali, perkawinan beda kasta seperti ini sangat
dihindari oleh masyarakat, Karena pihak perempuan biasanya tidak akan
mengijinkan putri mereka menikah dengan lelaki yang memiliki kasta lebih
rendah. Maka dari itu, biasanya pernikahan ini terjadi secara sembunyi-sembunyi
atau biasa disebut sebagai "ngemaling" atau kawin lari sebagai alternatifnya.
15
mengalami turun kasta mengikuti kasta suaminya yang disebut sebagai
"nyerod".Perkawinan beda kasta juga sangat sering menjadi pro-kontra, terutama
dalam masalah pernikahan. Seiring perkembangan zaman, aturan tersebut
seharusnya sudah tidak berlaku lagi. Akan tetapi, sebagian penduduk Bali masih
ada yang mempermasalahkan pernikahan beda kasta. Pernikahan dengan kasta
yang berbeda tidak dibolehkan karena pada masyarakat bali laki-lakilah yang
menjadi ahli waris dari generasi sebelumnya (imadewira.1998:5).
1.4 Konsep Pengertian kasta
Kasta sebenarnya ada di mana-mana ketika peradaban belum begitu
maju.Kelas-kelas sosial di masyarakat ini berusaha dilestarikan oleh golongan tertentu yang
kebetulan berkasta tinggi. Dari sini muncul istilah-istilah yang sesungguhnya
adalah versi lain dari kasta, seperti berdarah biru, kaum bangsawan dan
sebagainya yang menandakan mereka tidak bisa dan tak mau disamakan dengan
masyarakat biasa. Bagi mereka yang berada di atas atau dengan sebutan darah biru
atau bangsawanumumnya mempunyai komplek pemukiman yang disebut keraton
atau puri (imadewira.1998:5).
Adapun penerimaan masyarakat berbeda-beda, ada yang mau menghormati ada
yang bersikap biasa saja.Di India kasta itu jumlahnya banyak sekali. Hampir
setiap komunitas dengan kehidupan yang sama menyebut dirinya dengan kasta
tertentu.Kasta itu dibuat dan dikemas sesuai dengan garis keturunan Patrinial,
diantaranya:
a. Kasta brahmana merupakan kasta yang memiliki kedudukan tertinggi,
16
menjalankan kependetaan. Dalam pelaksanaanya seseorang yang berasal
dari kasta brahmana yang telah menjadi seorang pendeta akan memiliki
sisya, dimana sisya-sisya inilah yang akan memperhatikan kesejahteraan
dari pendeta tersebut, dan dalam pelaksanaan upacara-upacara keagamaan
yang dilaksanakan oleh anggota sisya tersebut dan bersifat upacara besar
akan selalu menghadirkan pendeta tersebut untuk muput upacara tersebut.
Dari segi nama seseorang akan diketahui bahwa dia berasal dari golongan
kasta brahmana, biasanya seseorang yang berasal dari keturunan kasta
brahmana ini akan memiliki nama depan “Ida Bagus untuk anak laki-laki,
Ida Ayu untuk anak perempuan, ataupun hanya menggunakan kata Ida
untuk anak laki-laki maupun perempuan”. Untuk sebutan tempat tinggalnya
disebut dengan Griya
b. Kasta Ksatriya merupakan kasta yang memiliki posisi yang sangat penting
dalam pemerintahan dan politik tradisional, karena orang-orang yang
berasal dari kasta ini merupakan keturunan dari Raja-raja di Bali pada
zaman kerajaan. Namun sampai saat ini kekuatan hegemoninya masih
cukup kuat, sehingga terkadang beberapa desa masih merasa abdi dari
keturunan Raja tersebut. Dari segi nama yang berasal dari keturunan kasta
ksatriya ini akan menggunakan nama “Anak Agung, Dewa Agung dan ada
juga yang menggunakan nama Dewa”. Untuk nama tempat tinggalnya
disebut dengan puri. Sedangkan masyarakat yang berasal dari keturunan
abdi-abdi kepercayaan Raja, prajurit utama kerajaan, namun terkadang ada
juga yang merupakan keluarga Puri yang ditempatkan diwilayah lain dan
17
kesalahan sehingga statusnya diturunkan. Dari segi nama kasta ini
menggunakan nama seperti Anak Agung, Dewa Agung, Penyebutan untuk
tempat tinggalnya disebut dengan Jero.
c. Kasta Waisya merupakan kasta yang memiliki hubungan yang erat dengan
keturunan Raja-raja terdahulu. Masyarakat yang berasal dari kasta ini
biasanya merupakan keturunan abdi-abdi kepercayaan raja, prajurit utama
kerajaan, namun terkadang ada juga yang merupakan keluarga puri yang
yang ditempatkan di wilayah lain dan diposisikan agak rendah dari
keturunan asalnya karena melakukan kesalahan sehingga statusnya
diturunkan. Dari segi nama kasta ini menggunakan I Gusti Agung, I Gusti
Bagus, I Gusti Ayu.
d. Sudra (Jaba) merupakan kasta yang mayoritas di Bali, namun memiliki
kedudukan sosial yang paling rendah, dimana masyarakat yang berasal dari
kasta ini harus berbicara dengan Sor Singgih Basa dengan orang yang
berasal dari kasta yang lebih tinggi atau yang disebut dengan Tri Wangsa -
Brahmana, Ksatria dan Ksatria (yang dianggap Waisya). Sampai saat ini
masyarakat yang berasal dari kasta ini masih menjadi parekan dari golongan
Tri Wangsa. Dari segi nama warga masyarakat dari kasta sudra akan
menggunakan nama seperti berikut : Wayan, Made, Nyoman dan Ketut.
18
2. Kerangka Pikir
Perkawinan merupakan suatu fase yang amat penting dalam kehidupan orang Bali
karena dengan itulah ia dianggap sebagai warga penuh dari masyarakat dan baru
sesudah itulah ia memperoleh hak-hak dan kewajiban sebagai warga kelompok
atau kerabat. Menurut adat lama yang amat mempengaruhi oleh sistem kasta.
Maka perkawinan itu sedapat mungkin dilakukan diantara se-klen dengan
demikian perkawinan adat Bali itu bersifat endogami klen.
Dalam hal ini terutama yang diperhatikan adalah, anak wanita dari kasta yang
tinggi agar tidak menikah dengan pria yang lebih rendah kastanya. Karena
dianggap akan membawa malu bagi keluarga. Dahulu apabila terjadi perkawinan
campuran demikian maka wanita itu akan dikeluarkan dari dadia-nya dan secara
fisik suami istri akan dihukum buang (maselong) untuk beberapa lama ke tempat
yang jauh dari tempat asalnya. Sejak tahun 1951, hukum semacam itu tidak
pernah dijalankan lagi dan sekarang perkawinan campuran antar kasta sudah
lumrah dilaksanakan.
Kabupaten Lampung Selatan yang merupakan salah satu kabupaten yang ada di
Lampung, memiliki sebuah desa yang bernama Balinuraga, Desa Balinuraga
Kecamatan Way Panji Lampung Selatan merupakan daerah yang penduduknya
cukup majemuk. Sebagai daerah yang strategis, maka daerah ini menjadi sebuah
tempat pertemuan berbagai suku dan bangsa dan berinteraksi tinggi.Sebagai
sebuah komunitas sosial masyarakat bila berbicara masalah perkawinan, di Desa
Balinuraga terjadi perkawinan beda kasta baik yang dilakukan oleh pihak pria
19
Adapun faktor-faktor penyebab terjadinya perkawinan beda kasta pada
masyarakat Bali di desa Balinuraga kecamatan way panji kabupaten lampung
selatan adalah faktor intern dan faktor ekstern, dimana faktor intern meliputi
faktor cara berfikir masyarakat Balinuraga, Pendidikan dan faktor kedua belah
pihak saling mencintai. Kemudian dari faktor ekstern yang meliputi pengaruh
lingkungan, keterbukaan masyarakat dan perkembangan zaman atau modernisasi
20
3. Paradigma
= Garis Sebab
= Garis Akibat
Adanya Perkawinan Beda Kasta Dalam Masyarakat Bali
Faktor-faktor Penyebab Terjadinya Perkawinan Beda Kasta Dalam Masyarakat Bali
Faktor Ekstern :
1. Pengaruh Lingkungan 2. Keterbukaan Masyarakat 3. Perkembangan zaman
atau Modernisasi Faktor Intern :
1. Cara Berfikir 2. Pendidikan
21
REFERENSI
Soerjono, Soekanto. 2009. Sosiologi Suatu Pengantar. Raja Grafindo Persada. Jakarta. Halaman 275
Undang-Undang Perkawinan No. 1. Tahun 1974
Yadi, Mulyadi. 1994. Panduan Belajar Sosiologi I. Yudistira. Jakarta. Halaman 66
Koentjaraningrat. 2004. Manusia dan Kebudayaan Di Indonesia. Djambatan. Jakarta. Halaman 294
Ida Bagus, Darmika. 1982. Arti Lambang dan Fungsi Tatarias Pengantin Dalam Menanamkan Nilai-nilai Budaya Propinsi Bali.Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Jakarta. Halaman 94
Ida Bagus, Wardana. 1998. Kasta Pada Masyarakat Bali. Op. Cit. Halaman 88
IMadewira. 1998. Sistem Kasta. Op. Cit. Halaman 98
Op. Cit. Halaman 78 Ibit. Halaman 66
Ibit.Halaman 82
21
III.METODE PENELITIAN
1. Metode yang digunakan
Dilihat dari tujuannya, penelitian ini dilakukan untuk mengetahui faktor-faktor
penyebab terjadinya perkawinan beda kasta pada masyarakat Bali di desa
Balinuraga Kecamatan Way Panji Kabupaten Lampung Selatan, penelitian ini
menggunakan metode fungsional. Hal ini menunjukan bahwa metode tersebut
merupakan suatu hal yang penting dalam menentukan tingkat keberhasilan
penelitian terhadap objek yang akan diteliti. Analisis fungsional menurut
Malinowski dalam Suwardi Endraswara (2003:103) adalah kemampuan
melukiskan masyarakat tertentu sampai ke hal-hal kecil. Aspek-aspek kehidupan
masyarakat dapat terungkap sehingga faktor dan penyebabnya akan terungkap.
Teori fungsional tentang kebudayaan bukan hanya menjelaskan tentang kaitan
faktor-faktor penyebab , tetapi teori ini juga memberikan kepuasan tersendiri.
Dalam penelitian ini tidak terlepas dari teori fungsional kebudayaan seperti
diungkapan oleh Malinowski, mula-mula ia mengembangkan teori tentang fungsi
dan unsur-unsur kebudayaan manusia. Inti dari teori tersebut adalah segala
aktifitas kebudayaan itu sebenarnya bermaksud memuaskan suatu rangkaian dari
sejumlah kebutuhan naluri makhluk manusia yang berhubungan dengan seluruh
22
Penelitian budaya secara fungsional menurut Malinowski dalam Suwardi
Endraswara (2003:107) hendaknya mampu analisis kebutuhan dasar dan
kebutuhan sekunder manusia.Kedua kebutuhan tersebut berfungsi untuk
mempertahankan kebudayaan dari kemusnahan.Salah satu kebutuhan dasar
manusia adalah perkawinan. Hal ini berkaitan dengan masalah yang akan
dijelaskan oleh peneliti yaitu tentang faktor-faktor penyebab terjadinya
perkawinan beda kasta pada masyarakat bali di desa Balinuraga kecamatan Way
Panji kabupaten Lampung Selatan.
Perkawinan sebagai pengikat dan mengikrarkan diri sebagai pasangan suami istri,
perkawinan dalam masyarakat bali yang ideal adalah perkawinan endogami klen
yang artinya orang bali hanya boleh menikah dengan warga se-klen. Dalam hal ini
metode fungsional adalah metode yang digunakan penulis dalam mengungkap
faktor-faktor penyebab terjadinya perkawinan beda kasta. Dimana perkawinan
mempengaruhi kehidupan dan kebudayaan yang ada pada masyarakat adat bali.
2. Lokasi Penelitian
Penelitian mengenai faktor-faktor penyebab terjadinya perkawinan beda kasta di
desa Balinuraga Kecamatan Way Panji Kabupaten Lampung Selatan. Adapun
pemilihan lokasi penelitian ini didasarkan atas pertimbangan sebagai berikut :
1. Dilokasi tersebut mayoritas penduduknya masyarakat Bali
2. Lokasi tersebut merupakan daerah yang penduduknya majemuk, sehingga secara tidak langsung terjadi asimilasi kebudayaan yang bisa
23
3. Informan Penelitian
Supaya lebih terbukti perolehan informasinya, ada beberapa kriteria yang perlu
dipertimbangkan dalam pemilihan informan, yaitu :
a. Subjek telah lama dan intensif dengan kegiatan atau aktivitas yang menjadi
sasaran
b. Subjek masih terikat secara penuh dan aktif pada lingkungan atau kegiatan
yang menjadi sasaran penelitian
c. Subjek mempunyai banyak informasi dan banyak waktu dalam memberikan
keterangan.
Kriteria yang digunakan untuk memilih informan adalah masyarakat Bali yang
pernah menikah dengan kasta yang berbeda, para pemangku yang telah banyak
memimpin jalannya upacara perkawinan, pemuka adat yang khusus menangani
masalah perkawinan, pemuka agama, dan orang Bali yang tinggal di daerah
tersebut. Karena peneliti sudah mengetahui siapa saja informan yang akan
diwawancarai maka selanjutnya dapat dikatakan peneliti dapat dikatakan
menggunakan teknik purposive sampling atau pengambilan sampel secara
bertujuan.
4. Teknik Pengumpulan Data
1. Teknik Wawancara
Interview atau wawancara diartikan sebagai alat pengumpulan data dengan
menggunakan Tanya jawab antara pencari informasi dengan sumber
informasi (Nawawi, 1991;111). Metode wawancara atau metode interview,
24
tertentu, mencoba mendapatkan keterangan atau pendirian secara lisan dari
seseorang responden, dengan bercakap-cakap berhadapan muka.
Koentjaraningrat (1987;126).
Berdasarkan pendapat di atas wawancara adalah cara memperoleh data
dengan cara mengadakan Tanya jawab antara pencari informasi dengan
responden. Dalam wawancara ini penulis menggunakan wawancara tanpa
rencana dan tanpa struktur serta wawancara bebas, karena penulis hanya
membuat suatu pedoman wawancara yang berisikan garis-garis pokok
masalah, yang pertanyaannya akan penulis kembangkan dalam wawancara
secara langsung dengan tokoh adat dan masyarakat mengenai faktor-faktor
penyebab terjadinya perkawinan beda kasta pada masyarakat Bali di Desa
Balinuraga Kecamatan Way Panji Kabupaten Lampung Selatan. Dari
wawancara ini diharapkan diperoleh kejelasan secara terperinci dan
mendalam mengenai faktor-faktor penyebab terjadinya perkawinan beda
kasta.
2. Teknik Observasi
Teknik observasi merupakan teknik pengumpulan data dengan cara
melakukan pengamatan secara langsung terhadap objek yang diteliti atau
daerah lokasi yang menjadi pokok permasalahan dalam penelitian ini
sehingga data yang diperoleh sesuai dengan permasalahan, Nasution (1996;
107).Observasi biasa diartikan sebagai pengamatan dan pencatatan secara
sistematik terhadap gejala yang tampak pada objek penelitian Nawawi
25
Berdasarkan pendapat diatas bahwa observasi merupakan cara pengumpulan
data dengan melakukan pengamatan dan pencatatan secara sistematik
terhadap suatu gejala pada objek penelitian. Teknik ini digunakan untuk
mengumpulkan data dengan melihat langsung terhadap objek sehingga data
yang diperoleh sesuai dengan permasalahan yang dihadapi, yaitu
faktor-faktor penyebab terjadinya perkawinan beda kasta pada masyarakat Bali di
Desa Balinuraga Kecamatan Way Panji Kabupaten Lampung Selatan. Hal
yang utama dalam penelitian ini adalah pengenalan dengan pihak-pihak
yang dianggap penting dalam masyarakat desa, baik itu tokoh-tokoh
masyarakat maupun pihak-pihak yang dianggap dapat membantu
memberikan informasi yang relevan dengan tujuan penelitian ini.
3. Teknik Analisis Data
Setelah mendapatkan data-data yang diperoleh dalam penelitian ini, maka
langkah selanjutnya adalah mengolah data yang terkumpul dengan
menganalisis data, mendeskripsikan data, serta mengambil
kesimpulan.Untuk menganalisis data ini menggunakan teknik analisis data
kualitatif, karena data-data yang diperoleh merupakan uraian-uraian analisis.
Analisis kualitatif yaitu dengan menggunakan proses berfikir induktif, untuk
menguji hipotesa yang dirumuskan sebagai jawaban sementara terhadap
masalah yang diteliti. Induktif dalam hal ini dibuat bertolak dari berbagai
26
Adapun ciri–ciri penelitian kualitatif menurut hadari dalam buku
“instrument penelitian bidang sosial :
1. Sumber data dalam kondisi sewajarnya (natural setting). Penelitian
kualitatif bermaksud mengungkapkan masalah nyata dilingkungan
sumber datanya
2. Penelitian tergantung pada kemampuan penelitian dalam
mempergunakan instrument (alat) yang tidak merubah situasi sewajarnya,
menjadi situasi yang berbeda dari yang berlangsung sehari-hari
dilingkungan sumber datanya.
3. Data yang dikumpulkan bersifat deskriptif. Data yang pada umumnya
berbentuk uraian atau kalimat-kalimat merupakan informasi mengenai
keadaan sebagaimana adanya sumber data dalam hubungannya dengan
masalah yang diselidiki (Hadari Nawawi, 1991;210-211).
Dari data yang diperoleh dari wawancara mendalam diolah dan dianalisis
dengan proses reduksi dan interpretasi dimana tahapannya adalah sebagai
berikut :
a. Reduksi Data
Reduksi data diartikan sebagai proses pemilihan, pemusatan perhatian,
penyederhanaan, pengabstrakan dan transformasi data kasar yang mangul
dari catatan tertulis dilapangan. Reduksi data merupakan bentuk analisis
yang menajamkan, menggolongkan, mengarahkan dan membuang data
yang tidak diperlukan sehingga dapat diverifikasikan dan memperoleh
27
b. Display (penyajian data)
Penyajian data dibatasi sebagai sekumpulan informasi yang memberikan
kemungkinan adanya penarikan kesimpulan sementara dalam
pengambilan tindakan.Untuk melihat gambaran secara keseluruhan dari
penelitian ini, maka diperlukan matrik naratif untuk mendiskripsikan
hasil penelitian ini. Dalam penulisan matrik naratif dibutuhkan
kemampuan interpretative sehingga penyajian data akan lebih baik.
c. Verifikasi
Peneliti berusaha mencari arti, mancatat keteraturan pola-pola,
konfigurasi dan alur sebab akibat dari proposisi. Kesimpulan diverifikasi
selama penelitian berlangsung sehingga akan diperoleh kesimpulan yang
jelas kebeneran dan kegunaannya.
Sebagaimana diketahui dalam penelitian ilmiah dikenal paling sedikit
tiga jenis alat pengumpulan data, yaitu studi dokumentasi atau bahan
pustaka pengamatan atau observasi dan interview atau wawancara.
Ketiga jenis alat ini dapat digunakan masing-masing secara terpisah
ataupun secara bergabung untuk mendapatkan hasil maksimal.
4. Teknik Dokumentasi
Teknik dokumentasi adalah cara mengumpulkan data melalui
peninggalan-peninggalan tertulis, terutama berupa arsip-arsip dan termasuk juga
buku-buku tentang pendapat, teori, dalil atau hukum-hukum lain yang
berhubungan dengan masalah penyelidikan.Berdasarkan pendapat diatas
28
yang berupa tulisan, arsip serta buku yang berhubungan dengan masalah
yang teliti Nawawi (1991;133).
5. Teknik Pengolahan Data
Setelah memperoleh data melalui teknik pengumpulan data dengan
observasi, wawancara dan dokumentasi, maka proses selanjutnya mengolah
data dengan teknik pengolahan data. Teknik pengolahan data yang
dilakukan meliputi penyelesaian data-data yang diperoleh dan
memilah-milah data yang kira-kira dibutuhkan untuk penelitian serta membuang
data-data yang tidak diperlukan.Kemudian melakukan kritikan atau uji kevalidan
data.Kritikan terhadap data yang bersifat intern atau dengan
kedua-duanya.Setelah melakukan pengeritikan terhadap data baru kemudian
menyusun sebuah rancangan wacana data.Terakhir setelah menyusun
sebuah rancangan wacana data maka dapat dilakukan analisis data.
Berdasarkan pendapat di atas penelitian kualitatif, karena data yang terdapat
dalam penelitian ini adalah data kualitatif yaitu data yang berupa
uraian-uraian yang terdapat dilapangan, bukan data dalam bentuk angka atau
kualitatif dan pengolahan data seperti ini memerlukan pemikiran yang teliti
29
REFERENSI
Suwardi, Endraswara. 2003. Metodelogi Penelitian Sastra. Caps Yogyakarta. Halaman 103
Koentjaraningrat. 1987. Metode-metode Penelitian Masyarakat. PT Gramedia. Jakarta. Halaman 171
Loc. Cit. Halaman 107
Hadari, Nawawi. 1991. Metode Penelitian Bidang Sosial. Universitas Gadjah Mada. Jogyakarta. Halaman 111
Loc. Cit. Halaman 126
S, Nasution. 1996. Metodelogi Riseach. Bumi Aksara. Jakarta. Halaman 107 Loc. Cit. Halaman 100
62
V. KESIMPULAN DAN SARAN
1.1. Kesimpulan
Berdasarkan pemaparan pada hasil dan pembahasan di atas, maka
kesimpulan dalam penelitian Faktor-faktor penyebab terjadinya perkawinan
beda kasta di Desa Balinuraga adalah :
5.1.1 Faktor Intern 1. Cara Berfikir
Bila dilihat dari cara berfikir masyarakat di Desa Balinuraga, cara
berfikir mereka yang berkembang dan maju tidak membuat mereka
kaku untuk hal-hal baru dan berubah untuk sesuatu yang lebih baik,
bukan melanggar adat tetapi masih sesuai dengan konsep desa kala
dan patra. Sehingga status sosial bukan menjadi penghalang mereka
untuk hidup bersama dalam bentuk sebuah perkawinan.
1. Pendidikan
Kemudian pendidikan, Pendidikan juga dapat diartikan sebagai
proses sosial, di mana seseorang dihadapkan pada kondisi dan
pengaruh lingkungan yang terpilih dan terkontrol (contoh paling
63
perkembangan secara optimal, bahwa pendidikan adalah proses
untuk membina diri seseorang dan masyarakat agar dapat
survivedalam menjalani hidupnya termasuk dalam siapa pasangan
hidupnya kelak.
2. Kedua Belah Pihak Saling Mencintai
Dalam hal ini menyangkut tentang perasaan pribadi seseorang yang
berkaitan dengan perasaan seseorang yang mempunyai rasa cinta
yang sangat berlebihan terhadap orang lain sehingga rela melakukan
apa saja demi bisa bersama dengan orang yang dicintai, termasuk
melakukan perkawinan beda kasta tersebut. Dengan alasan atau
penyebab mereka melakukan perkawinan beda kasta itu adalah
karena saling mencintai, inilah alasan terkuat mereka untuk bersatu
dan kebanyakan orang disini melakukan perkawinan atas dasar cinta
kasih tanpa memandang kasta ataupun status sosial mereka
masing-masing.
5.1.2 Faktor Ekstern
1. Pengaruh Lingkungan
Dimana pengaruh lingkungan memegang peranan yang sangat
penting dalam pembentukan karakter, kepribadian, cara berfikir dan
pandangan seseorang mengenai kasta. Karena apabila lingkungan
sekitar tempat tinggal seseorang sudah dipenuhi dengan gaya hidup
64
menjadi ingin hidup bebas tanpa harus terikat pada kerabat atau
kastanya.
2. Keterbukaan Masyarakat
Keterbukaan masyarakat terhadap hal-hal baru pada zaman yang
selalu berkembang membuat mereka mengerti bahwa hidup itu perlu
perubahan, tentunya perubahan yang lebih baik, begitu juga dengan
perkawinan, bukan hanya berdasarkan karena se-klen tetapi juga
keinginan untuk bisa hidup bahagia bersama orang yang dicintai
dengan tetap berdasarkan sarat dan norma-norma yang diharapkan
dan dapat memberi tuntunan terhadap proses pawiwahan secara baik
dan benar. Menurut hukum adat bali, perkawinan ini dikenal sebagai
sistem atau bentuk perkawinan Ngerorod, sering juga disebut rangkat,
yaitu bentuk perkawinan yang berlangsung atas suka sama suka,
cinta sama cinta antara kedua calon mempelai dan berdasarkan
cukup umur.
1. Perkembangan Zaman
Perkembangan zaman termasuk salah satu penyebab faktor ekstern
dari Perkawinan Beda Kasta. Karena itu mendorong terjadinya
perubahan di segala bidang, termasuk dalam hal kebudayaan, mau
tidak mau kebudayaan yang dianut suatu kelompok sosial akan
bergeser. Begitu juga dengan Perkawinan Beda Kasta yang zaman
dulu hanya diperbolehkan menikah dengan kasta yang se-klen atau
65
memandang kasta. Cepat atau lambat pergeseran ini akan
menimbulkan konflik antara kelompok-kelompok yang tidak
menghendaki perubahan. Suatu komunitas dalam kelompok sosial
bisa saja menginginkan adanya perubahan dalam kebudayaan yang
66
5.2 SARAN
5.2.1. Kepada masyarakat di Desa Balinuraga dapat tetap menjaga
nilai-nilai adat dan mempertahankan tradisi perkawinan adat
Bali karena kemurnian budaya nilai tambah untuk menjaga
kekayaan budaya Indonesia, masyarakat juga dapat memahami
sarana adat yang merupakan warisan dari nenek moyang yang
bersifat sakral dan memiliki nilai atau unsur yang sudah
sepantasnya untuk dilestarikan
5.2.2. Kepada seluruh generasi muda hendaknya tetap melestarikan
dan mempertahankan kebudayaan yang beraneka ragam
sifatnya, sehingga kebudayaan tersebut tidak akan pernah
DAFTAR PUSTAKA
Ali, Muhammad. 1998. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Pustaka Amani. Jakarta.
Darmika, Ida Bagus. 1982. Arti Lambang dan Fungsi Tatarias Pengantin Dalam Menanamkan Nilai-nilai Budaya Propinsi Bali. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Jakarta.
Endraswara, Suwardi. 2003. Metodelogi Penelitian Sastra. Caps Yogyakarta. Gde Ika, Anak Agung. 1987. Tuntunan Dasa Agama Hindu. Hanoman Sakti.
Jakarta.
Koentjaraningrat. 2004. Manusia dan Kebudayaan Di Indonesia. Djambatan. Jakarta
Koentjaraningrat.1987. Metode-metode Penelitian Masyarakat. PT Gramedia. Jakarta
Mulyadi, Yadi. 1994. Panduan Belajar Sosiologi I. Yudistira. Jakarta
Nawawi, Hadari. 1991. Metode Penelitian Bidang Sosial. Universitas Gadjah
Mada. Jogyakarta.
Nasution, S. 1996. Metodelogi Riseach. Bumi Aksara. Jakarta.
Rai Wardhana, Ida Bagus. 1998. Pelajaran Agama Hindu. Hanuman sakti. Jakarta.
Soerjono, Soekanto. 2009. Sosiologi Suatu Pengantar. Raja Grafindo Persada. Jakarta
Van Djik, Roeloef. 1979. Pengantar Hukum Adat Indonesia. Raja Grafindo. Jakarta