• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Pengaruh Dana Perimbangan Terhadap Ketimpangan Pembangunan Antar Daerah Di Provinsi Lampung

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis Pengaruh Dana Perimbangan Terhadap Ketimpangan Pembangunan Antar Daerah Di Provinsi Lampung"

Copied!
70
0
0

Teks penuh

(1)

ABSTRACT

The Effect of Balance Funds to Inter-Regional Development Imbalanced in Lampung Province

By Halimah

The differences in growth rate in every area can leads to development of

inter-regional inequality from one area to another. The government intervention in this case is make a policy of regional autonomy that is expected to reduce the disparities

among the areas. One of the implementation is fiscal decentralization, that is the transfer of funds to local governments which called equalization funds and sourced from The State Budget.

This study aims to look at the effect of fiscal decentralization on the inequality of development in Lampung Province. The analysis focused on fiscal decentralization in form on balancing funds that is general allocation funds, specific allocation funds, and profit sharing funds to the inequality index measured by entropy theil index. This used secondary data which compiled by a panel composed of 10 districts/cities in Lampung Province from 2003 to 2012. This analysis used a multiple regression approached by OLS with fixed effect model.

The results showed that the specific allocation funds has a positive and significant impact on inequality index of Lampung Province, while the general allocation funds and profit sharing funds have a negative and significant impact on inequality in Lampung Province.

(2)

ABSTRAK

Analisis Pengaruh Dana Perimbangan Terhadap Ketimpangan Pembangunan Antar Daerah di Provinsi Lampung

Oleh Halimah

Adanya perbedaan dalam laju pertumbuhan antar daerah menyebabkan ketimpangan pembangunan antar daerah yang satu dan daerah yang lain. Ketimpangan ini akan terus terjadi apabila tidak adanya kebijakan dari pemerintah. Campur tangan

pemerintah dalam masalah ini salah satunya dengan kebijakan otonomi daerah yang diharapkan dapat mengurangi disparitas antar daerah. Salah satu pelaksanaan otonomi daerah adalah desentralisasi fiskal, yaitu pemberian dana transfer kepada pemerintah daerah yang disebut dengan dana perimbangan yang bersumber dari APBN.

Penelitian ini bertujuan untuk melihat pengaruh desentralisasi fiskal terhadap ketimpangan pembangunan di Provinsi Lampung. Analisis desentralisasi fiskal difokuskan pada dana transfer dari pemerintah pusat ke daerah yang berupa dana perimbangan yaitu dana alokasi umum, dana alokasi khusus, dan dana bagi hasil terhadap indeks ketimpangan pembangunan yang diukur dengan menggunakan indeks entropi theil. Data yang digunakan adalah data sekunder yang disusun secara panel yang tersusun atas 10 kabupaten/ kota di Provinsi Lampung dari tahun 2003 hingga tahun 2012. Alat analisis yang digunakan adalah regresi berganda metode OLS dengan pendekatan Fixed Effect Model.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa dana alokasi khusus mempunyai pengaruh positif dan signifikan terhadap Indeks ketimpangan di Provinsi Lampung, sedangkan dana alokasi umum dan dana bagi hasil mempunyai pengaruh negatif dan signifikan terhadap indeks ketimpangan yang terjadi di provinsi Lampung.

(3)

ANALISIS PENGARUH DANA PERIMBANGAN TERHADAP KETIMPANGAN PEMBANGUNAN ANTAR DAERAH DI

PROVINSI LAMPUNG

Oleh Halimah

Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mencapai Gelar SARJANA EKONOMI

Pada

Jurusan Ekonomi Pembangunan

Fakultyas Ekonomi dan Bisnis Universitas Lampung

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS LAMPUNG

(4)

ANALISIS PENGARUH DANA PERIMBANGAN TERHADAP KETIMPANGAN PEMBANGUNAN ANTAR DAERAH

DI PROVINSI LAMPUNG

(Skripsi)

Oleh HALIMAH

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS LAMPUNG

(5)

iv DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

Diagram 1. Kerangka Pikir ……… 12

(6)

v DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran

1. Perkembangan DAU, DAK, DBH, dan indeks entropi theil Kabupaten/Kota di Provinsi Lampung Tahun 2003-2012 (juta rupiah)

2. Pooled Least Square 3. Fixed Effect Model 4. Random Effect Model 5. Chi Square

(7)

iii DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1 Pertumbuhan Ekonomi Provinsi Lampung Periode 2003-2012……….. 6

2 PDRB Atas Dasar Harga Konstan Menurut Kabupaten/kota di Provinsi Lampung (juta rupiah)………... 7

3 Nilai indeks entropi theil di Provinsi Lampung dari tahun 2003-2012... 50

4 Hasil Pooled Least Square………... 51

5 Hasil Fixxed Effect Model ……….. 51

6 Hasil Random Effect Model ……… 51

7 Uji Chi Square………. 54

8 Uji multikolinearitas ……… 56

(8)
(9)
(10)

MOTTO

“Rencanaku belum tentu rencanaMu, rancanganku belum tenturancanganMu”

“Blood makes you related, loyalty makes you family”

(11)
(12)

PERSEMBAHAN

Puji syukur kepada Allah Sswt yang maha Pengasih dan Penyayang, dengan segenap rasa syukur kupersembahkan karya ini kepada:

Kedua orang tua yang selalu memberikan doa di setiap langkahku.

Serta sahabat-sahabatku yang memberikan perhatian dan semangat untukku.

(13)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bandar Lampung tanggal 28 Juli 1989 dan merupakan anak ketiga dari lima bersaudara dari pasangan Drs. Achmad Balia dan dr. Aida Arsyad. Pendidikan pertama penulis adalah Sekolah Dasar Al-Azhar Bandar Lampung, lulus pada tahun 2001. Kemudian melanjutkan ke tingkat Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama Negeri 1 Bandar Lampung, dan lulus pada tahun 2004, yang kemudian dilanjutkan ke Sekolah Menengah Atas Negeri (SMAN) 3 Bandar Lampung, dan lulus pada tahun 2007.

Pada Tahun 2007, penulis diterima menjadi mahasiswi Jurusan Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Lampung melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB).

(14)

SANWACANA

Puji syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Analisis Pengaruh Dana Perimbangan Terhadap Ketimpangan Antar Daerah di

Provinsi Lampung“ sebagai salah satu syarat dalam mendapatkan gelas Sarjana Ekonomi pada jurusan Ekonomi Pembangunan fakultas ekonomi dan bisnis di Universitas Lampung.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang tulus kepada semua pihak yang telah memberikan bimbingan, dukungan, dan bantuan selama proses penyelesaian skripsi ini. Secara khusus, penulis ucapkan terima kasih kepada: 1. Bapak Prof. Dr. H. Satria Bangsawan, S.E., M.Si. selaku Dekan Fakultas

Ekonomi dan Bisnis Universitas Lampung.

2. Bapak Muhammad Husaini, S. E., M. Si. selaku Ketua Jurusan Ekonomi Pembangunan.

3. Bapak M.A. Irsan Dalimunthe, S. E.,M.Si., selaku dosen pembimbing. 4. Ibu Nurbetty Herlina Sitorus, S. E., M. Si., selaku dosen penguji utama. 5. Ibu Lies Maria Hamzah, S. E., M. E. selaku dosen Pembimbing Akademik. 6. Bapak dan Ibu Dosen Ekonomi Pembangunan Universitas Lampung. 7. Seluruh Staff dan Karyawan Ekonomi Pembangunan.

(15)

9. Ayah, Ibu , kakak-kakak, dan adik-adik tercinta.

10. Teman-teman mahasiswa Ekonomi Pembangunan angkatan 2007 Helen, Ratna, Fenny, Izha, Eldo, Desita, Reniza, Made, Mei, Lutfan, Yulia, Yudha, Najib, dan teman-teman angkatan 2007 yang tidak sempat saya sebutkan. 11. Sahabat-sahabatku : MI, DKP, GSS, HK. There’s no words can describe

how lucky i am to have you all around. Terima kasih telah mendukung di segala keputusan, telah membuka mata dan pikiran, dan untuk selalu ada di setiap keadaan. Terima kasih telah bijak dan objektif karena esensi

diciptakannya dua mata, dua telinga dan satu mulut adalah untuk melihat dan mendengar lebih banyak dibandingkan berbicara.

12. Serta semua pihak yang tidak dapat saya sebutkan satu per satu yang telah memberikan bantuan dan dorongan kepada penulis.

Semoga Allah SWT memberikan balasan terbaik atas segala bantuan yang telah diberikan, dan semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi para pembaca.

Bandar Lampung, Februari 2015 Penulis,

Halimah

(16)

V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan data, penulis memperoleh kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian mengenai Analisis Pengaruh Dana Perimbangan terhadap Ketimpangan Pembangunan di Propinsi Lampung Tahun 2003-2012 sebagai berikut :

1. Terjadinya ketimpangan pembangunan antar Kabupaten/Kota di Provinsi Lampung dapat dilihat dari nilai indeks ketimpangan entropi theil yang beragam, dengan nilai minimum sebesar 0.38 dan nilai maksimum sebesar 1.82.

2. Daerah yang mengalami ketimpangan terbesar yaitu Kota Bandar Lampung dengan nilai rata-rata ketimpangan sebesar 1.68. Sedangkan daerah yang mengalami ketimpangan terkecil yaitu Kabupaten Lampung Selatan sebesar 0.77.

3. Dana perimbangan yang berupa dana alokasi khusus memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap ketimpangan yang terjadi, sedangkan dana alokasi umum, dan dana bagi hasil memiliki pengaruh negatif dan

(17)

68 5.2 Saran

(18)

Daftar pustaka

Arsyad, Lincoln. 1999. Pengantar Perencanaan dan Pembangunan Ekonomi Daerah. Edisi Pertama. BPFE. Yogyakarta.

Arsyad, Lincoln. 2010. Ekonomi Pembangunan. Edisi Kelima. UPP STIM YKPN. Yogyakarta.

Basry, Faisal. 2002. Perekonomian Indonesia. Erlagga. Jakarta.

Budi Santosa. 2013. Pengaruh Pendapatan Asli Daerah dan Dana Perimbangan Daerah Terhadap PErtumbuhan Pengangguran dan Kemiskinan 33 Provinsi di Indonesia. Jurnal Keuangan dan Bisnis vol.5 No.2.

Djojohadikusumo, S. 1994. Perkembangan Pmikiran Ekonomi: Dasar Teori Ekonomi Pertumbuhan dan Ekonomi Pembangunan. LP3ES. Jakarta.

Ebel, Robert D dan Seidar Yilmaz. 2002. Concept of Fiscal Decentralization and World wide Overview. World Bank Institute. Available:

http://www.worldbank.org

Jhingan, M. L. 2000. Kebutuhan Daerah Dalam Rangka Desentralisasi dan Otonomi Daerah. Wacana Alumni LPEM-FEUI, Vol III No. 5, Juni 2002 Jhingan, M. L. 2003. Ekonomi Pembangunan dan Perencanaan . PT. Raja Grafindo Perkasa. Jakarta

Kuncoro, Mudrajad. 2004. Otonomi Dan Pembangunan Daerah: Reformasi, Perencanaan, Strategi dan Peluang. Erlangga. Jakarta.

Kuncoro, Mudrajad. 2006. Ekonomika Pembangunan Teori, Masalah dan Kebijakan. UPP STIM YKPN. Yogyakarta.

Mangkoesoebroto, Guritno. 1998. Kebijakan Ekonomi Publik di Indonesia: Substansi dan Urgensi. Gramedia Pustaka Umum. Jakarta.

Mydral, G. 1957. Economic Theory and Underdeveloped Regions. Duckworth. London.

(19)

Nazara, S. 2010. Pemerataan Antardaerah sebagai Tantangan Utama

Transformasi Struktural Pembangunan Ekonomi Indonesia Masa Depan. Pidato Pengukuhan Guru Besar Tetap Bidang Ilmu Ekonomi. Universitas Indonesia. Todaro, Michael P., 2000, Pembangunan Ekonomi Di Dunia Ketiga. Terjemahan Haris munandar. Penerbit Erlangga. Jakarta.

Pose et all. (2007). Fiscal Decentralization, Efficiency and Growth. Department Of Geography and Environmental, London School of Economics.

Avaliable:http://www.iza.org

Republik Indonesia. Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah daerah.

Republik Indonesia. Undang-Undang No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah.

Sasana, Hadi. 2009. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan (Studi Kasus di Kabupaten Banyumas, Jawa Barat). Sidik, Machfud, dan Robert Simanjuntak. 2002. Dana Alokasi Umum-konsep, Hambatan, dan prospek di Era Otonomi Daerah. Kompas. Jakarta.

Simanjuntak, Robert. 2001. DAU dan Pemerataan Kemampuan Fiskal. Kompas. Jakarta.

Sukirno, S. 2007. Ekonomi Pembangunan: Proses, Masalah, dan Dasar Kebijakan. Kencana. Jakarta.

Sukirno, S. 2004. Makroekonomi Teori Pengantar. PT Raja Grafindo Persada, Jakarta.

Sjafrizal. 1997. “Pertumbuhan Ekonomi dan Ketimpangan Regional Wilayah Indonesia Bagian Barat,” Prisma. No. 3, 27-38

Sjafrizal. 2012. Ekonomi Wilayah dan Perkotaan. PT Raja Grafindo Persada. Jakarta.

Tambunan, Tulus T.H, Dr. 2001. Perekonomian Indonesia: Teori dan Temuan Empiris. Ghalia Indonesia. Jakarta.

Slinko, Irina. 2002. Fiscal Decentralization on The Budget Revenue Inequality among Municipalities and Growth Russian Regions. Available:

http://www.econpapers.repec.org

Tarigan, Robinson. 2005. Ekonomi Regional, Teori dan Aplikasi. PT. Bumi Aksara. Jakarta.

(20)

i DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI ... i

DAFTAR TABEL ... iii

DAFTAR GAMBAR ... iv

DAFTAR LAMPIRAN ... v

I. Pendahuluan……….. 1

1.1Latar Belakang ……… 1

1.2Rumusan Masalah……… 8

1.3Tujuan dan Kegunaan Penelitian………. 8

1.4Kerangka Pemikiran………. 9

1.5Hipotesis Penelitian……….. 12

1.6 Sistematika Penulisan ………. 13

II. Tinjauan Pustaka……… 14

2.1Tinjauan Teoritis ……… 14

A. Pembangunan dan Pertumbuhan Ekonomi……… 14

B. Ketimpangan Antar Daerah………... 16

- Teori Pusat Pertumbuhan……… 17

- Model Kumulatif Kausatif……….. 19

- Teori Neo Klasik……….. 20

C. Desentralisasi Fiskal……….……. 24

D. Dana Perimbangan……….…… 30

- Dana Alokasi Umum (DAU)………..……. 31

- Dana Alokasi Khusus (DAK)………. 33

- Dana Bagi Hasil (DBH)………... 35

2.2Penelitian Terdahulu.……… 36

III. Metodologi Penelitian………... 38

3.1Jenis dan Sumber Data……… 38

3.2Metode Analisis data……….. 38

3.3Estimasi Regresi Data Panel……… 40

A. Pooled Least Square………. 40

B. Fixed Effect Model ……….. 41

(21)

ii

3.4Pemilihan Teknik Estimasi Regresi Data Panel………. 42

A. Uji Chow ………. 42

B. Uji Hausman ……… 43

3.5Proses dan Identifikasi Model ……… 45

A. Uji Asumsi Klasik……….………..……… 45

- Uji Normalitas ……….…..……… 45

- Uji Autokorelasi ………..……….. 46

- Uji Multikolinearitas ……….. 46

- Uji Heterokedastisitas ……… 47

3.6Uji Hipotesis……… 48

A. Uji Parsial (uji t statistik)……….. 48

B. Uji Keseluruhan / simultan (Uji-F)……… 49

IV. Hasil dan Pembahasan……….. 50

4.1Analisis Indeks Entropi Theil ……… 50

4.2Estimasi Model Data Panel ……… 51

A. Pooled Least Square ………. 51

B. Fixed Effect Model ……….. 51

C. Random Effect Model ……….. 51

D. Uji Chow ……….. 52

E. Uji Hausman ………. 54

4.3 Uji Asumsi Klasik ……….. 55

A. Uji Normalitas ……….. 55

B. Uji Multikolinearitas ………. 56

C. Uji Heterokedastisitas……… 56

D. Uji Autokorelasi ……… 57

4.4 Pengujian Hipotesis ……… 57

A. Uji t dan Interpretasi Hasil Analisis……… 57

B. Uji F dan Interpretasi Hasil Analisis ………. 58

C. Uji Koefisien Determinasi dan Interpretasi Hasil Analisis ... 59

V. Kesimpulan dan Saran……… 67

5.1Kesimpulan ………. 67

5.2 Saran ……… 68

(22)

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pembangunan daerah merupakan bagian dari pembangunan nasional yang pada hakekatnya adalah upaya untuk meningkatkan kapasitas pemerintahan daerah dalam mengelola potensi sumber daya yang ada dan membentuk suatu pola kemitraan antara pemerintahan daerah dengan sektor swasta untuk menciptakan lapangan kerja dan merangsang pertumbuhan ekonomi di wilayah tersebut (arsyad, 1999).

Pembangunan ekonomi merupakan proses mengurangi kemiskinan, menciptakan pertumbuhan setinggi-tingginya, dan mengurangi ketimpangan distibusi

pendapatan. Jika hasil dari pembangunan dapat dinikmati secara adil dan merata oleh seluruh masyarakat, maka masalah ketimpangan pembangunan tidak akan muncul.

Keberhasilan suatu pembangunan dapat dilihat dari berbagai aspek, antara lain aspek sosial budaya, hukum, pertumbuhan ekonomi, penanganan ketimpangan, serta pengentasan kemiskinan. Pertumbuhan ekonomi menjadi indikator

(23)

2

berlangsung secara efektif dan berkelanjutan, maka daerah-daerah lain akan terpacu untuk tumbuh dan berkembang (Mopangga, 2011).

Dalam perjalanannya, pembangunan ekonomi seringkali tidak merata dan menimbulkan ketimpangan daerah. Adanya perbedaan tingkat pembangunan di berbagai daerah dapat disebabkan karena adanya perbedaan potensi yang dimiiki oleh masing-masing daerah, diantaranya latar belakang geografis, potensi sumber daya, baik sumber daya alam maupun sumber daya manusia, infrastruktur, dan sebagainya. Perbedaan potensi tersebut menyebabkan ketimpangan antar daerah yang satu dan daerah yang lain. Apalagi potensi tersebut belum dikelola secara optimal sehingga nampak perbedaan yang jelas. Perbedaan tingkat pembangunan ini membawa dampak perbedaan tingkat kesejahteraan antar daerah yang pada akhirnya menyebabkan ketimpangan regional antar daerah semakin besar. Ada daerah yang mencapai pertumbuhan yang cepat, sementara beberapa daerah lain mengalami pertumbuhan yang lambat.

Hasil studi Kuncoro (2004) menyimpulkan adanya perbedaan dalam laju

pertumbuhan antar daerah disebabkan beberapa faktor diantaranya kecenderungan para investor memilih daerah perkotaan atau daerah yang memiliki fasilitas lengkap seperti jaringan telekomunikasi, infrastruktur, perbankan, juga tenaga kerja yang terampil, disamping itu adanya ketimpangan distribusi pembagian pendapatan dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah.

(24)

3

tersebut, baik dari sisi fiskal maupun distribusi pendapatan. Menurut Nazara (2010) disparitas antar daerah adalah masalah struktural di perekonomian Indonesia. Dalam hal ini, disinilah diperlukan campur tangan pemerintah dalam untuk memecahkan permasalahan struktural perekonomian, salah satunya adalah dengan merrancang kebijakan otonomi daerah yang diharapkan dapat mengurangi disparitas antar daerah di Indonesia.

Kebijakan otonomi daerah yang mulai dilaksanakan efektif pada 1 januari 2001 sesuai dengan terbitnya UU no.22 Tahun 1999 tentang penmberian kewenangan kepada pemerintah daerah, dipandang sangat demokratis karena mengatur asas desentralisasi, dekonsentrasi, serta tugas pembantuan yang dilaksanakan secara bersama-sama. Dengan adanya otonomi daerah diharapkan pemerintah daerah dapat menyelesaikan permasalahannya dalam mengelola potensi sumber daya yang dimiliki daerahnya sehingga bearada dalam posisi yang lebih baik, serta dapat membuat kebijakan pembangunan yang sesuai dengan harapan daerah tersebut.

(25)

4

Salah satu pelaksanaan otonomi daerah adalah adanya desentralisasi fiskal, yaitu pemberian dana transfer kepada pemerintah daerah yang disebut dengan dana perimbangan. Dana Perimbangan merupakan pendanaan daerah yang bersumber dari APBN yang terdiri atas Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi Khusus (DAK), serta Dana Bagi Hasil (DBH). Dana tersebut harus dapat dimanfaatkan secara maksimal dan terarah sesuai dengan kebutuhan daerah. Dana Perimbangan selain dimaksudkan untuk membantu daerah untuk mendanai kewenangannya dalam meningkatkan pembangunan , juga bertujuan untuk mengurangi

ketimpangan sumber pendanaan pemerintahan antara Pusat dan Daerah serta untuk mengurangi kesenjangan pendanaan pemerintahan antar daerah. Tujuan dari kebijakan desentralisasi fiskal yaitu tercapainya suatu keseimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan daerah dalam bentuk dana perimbangan.

Dalam pelaksanaan desentralisasi, pemerintah daerah tentu tidak hanya bergantung kepada transfer dana dari pusat melalui dana perimbangan. Di era otonomi, daerah mempunyai kesempatan atau keleluasaan untuk menggali sumber-sumber pendapatan sendiri. Saat otonomi mulai dilaksanakan, muncul sebuah harapan yaitu daerah menjadi semakin mandiri di dalam pelaksanaan pemerintahan maupun perimbangan daerahnya masing-masing. Hal ini

(26)

5

Ciri utama yang menunjukkan suatu daerah otonom mampu berotonomi, yaitu terletak pada kemampuan daerah untuk mengurus rumah angganya sendiri dengan mengandalkan kemampuan keuangan daerahnya senidiri. Berkaitan dengan hal tersebut, strategi alokasi belanja daerah memainkan peran yang tidak kalah

penting guna meningkatkan penerimaan daerah, semakin banyak pendapatan yang dihasilkan oleh daerah, baik dari dana perimbangan maupun pendapatan asli daerah, daerah akan mampu melaksanakan pembangunan di daerahnya masing-masing.

Permasalahan yang terjadi dalam pemerintahan daerah saat ini adalah peningkatan pendapatan tidak selalu diikuti dengan peningkatan pertumbuhan ekonomi dan pada akhirnya tidak diikuti oleh penurunan pengangguran, penurunan kemiskinan, dan ketimpangan antar daerah. Peningkatan pendapatan seharusnya menghasilkan kinerja pembangunan daerah yang semakin baik, yang diukur dari pertumbuhan ekonomi.

(27)
[image:27.595.110.328.103.291.2]

6

Tabel 1. Pertumbuhan Ekonomi Provinsi Lampung Periode 2003-2012. Tahun Pertumbuhan Ekonomi

(%)

2003 5,07

2004 4,02

2005 4,93

2006 4,98

2007 5,94

2008 5,35

2009 5,26

2010 5,85

2011 6,39

2012 6,48

Sumber: Badan Pusat Statistik (LDA 2001-2012)

Tetapi provinsi Lampung juga tidak lepas dari ketimpangan. Hal ini terlihat pada PDRB kabupaten dan kota di Provinsi Lampung yang sangat berbeda. Ada beberapa wilayah yang tingkat perkembangan PDRB yang relatif cukup tinggi, dan ada beberapa wilayah di kabupaten yang memiliki tingkat perkembangan PDRB yang cukup rendah. Contohnya adalah kabupaten Lampung Tengah pada tahun 2012 yang mempunyai PDRB yang cukup tingggi dikarenakan banyaknya kegiatan di bidang perekonomian, sedangkan untuk kabupaten seperti Lampung Barat memiliki PDRB yang rendah dikarenakan tingkat kegiatan produksi dan perekonomian masih rendah. Keadaan ini dari tahun 2009-2012 terus mengalami perbedaan yang sangat jauh. Jika ini masih terus berlanjut, maka tingkat

(28)
[image:28.595.112.460.115.373.2]

7

Tabel 2. PDRB Atas Dasar Harga Konstan Menurut Kabupaten/kota di Provinsi Lampung (juta rupiah)

Kab/kota 2009 2010 2011 2012

Lampung barat 1,427,754 1,509,472 1,578,014 1,682,894 Tanggamus 2,218,851 2,345,519 2,493,930 2,667,036 Lampung Selatan 4,114,980 4,350,044 4,612,550 4,906,298 Lampung Timur 4,119,786 4,328,221 4,195,197 4,811,393 Lampung Tengah 5,553,010 5,883,047 6,587,165 7,006,637 Lampung Utara 3,208,506 3,368,213 3,577,987 3,781,781 Way kanan 1,340,230 1,409,576 1,487,011 1,570,458 Tulang Bawang 2,129,602 2,261,365 2,385,679 2,548,776 Pesawaran 1,575,815 1,668,928 1,775,910 1,887,427 Pringsewu 1,262,945 1,350,744 1,446,602 1,538,923 Tulang Bwang Barat 1,064,633 1,127,310 1,199,022 1,277,649 Mesuji 1,180,841 1,250,762 1,327,385 1,405,713 Bandar Lampung 6,151,069 6,540,521 6,967,851 7,423,369

Metro 531,202 562,509 598,519 634,245

Prov. Lampung 35,879,224 38,378,425 40,829,411 43,505,816

Sumber: BPS Lampung

Jika perbedaan tersebut terus berlanjut maka ketimpangan akan semakin besar. Untuk mengatasi permasalahan tersebut, maka pemerintah memainkan peran desentralisasi fiskal tentang distribusi dari daerah kaya ke daerah yang miskin agar tidak terjadi ketimpangan yang tajam. Kebijakan yg diambil adalah dengan dana perimbangan. Dana yang diterima di masing-masing daerah cukup besar, dan masing-masing daerah akan menerima dana perimbangan yang berbeda-beda tergantung pada kapasitas fiskal. Dengan adanya pemberian dari pusat ini diharapkan terjadinya pemertaan pembangunan di masing-masing daerah sehingga dapat mengurangi ketimpangan yang ada.

(29)

8

pemberian transfer pusat kepada pemerintah daerah terhadap ketimpangan yang terjadi selama kurun waktu 2003-2012.

1.2. Rumusan masalah

Berdasarkan uraian di atas, maka permasalahan untuk penelitian ini adalah: 1. Bagaimana pengaruh DAK terhadap ketimpangan pembangunan di

Provinsi Lampung?

2. Bagaimana pengaruh DAU terhadap ketimpangan pembangunan di provinsi Lampung?

3. Bagaimana pengaruh DBH terhadap ketimpangan pembangunan di Provinsi Lampung?

1.3. Tujuan dan Kegunaan Penelitian

Berdasarkan pertanyaan penelitian, maka tujuan penelitian ini adalah: 1. Menganalisis pengaruh DAK terhadap ketimpangan ekonomi di

Provinsi Lampung

2. Menganalisis pengaruh DAU terhadap ketimpangan ekonomi di Provinsi Lampung

(30)

9

Adapun kegunaan penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi sebagai berikut:

1. Penelitian ini diharapkan dapat membuktikan seberapa besar ketimpangan yang terjadi di provinsi Lampung dan apakah dana perimbangan memiliki pengaruh terhadap ketimpangan ekonomi yang terjadi di Provinsi Lampung

2. Sebagai tambahan informasi bagi pemerintah daerah dalam pembuatan perencanaan dan kebijakan perumusan pengeluaran pemerintah, dan diharapkan sebagai bahan kajian peneliti-peneliti lain untuk menulis topik yang sama.

1.4. Kerangka Pemikiran

Pembangunan adalah suatu proses yang melibatkan berbagai

(31)

10

wilayah yang kurang maju. Agar ketimpangan tersebut tidak menjadi semakin lebar maka disinilah peran pemerintah diperlukan.

Dalam mengatasi ketimpangan tersebut, pemerintah mengeluarkan UU tahun tentang otonomi daerah yang diperbaharui dengan dikeluarkannya UU no. 32 Tahun 2004 dan UU N0. 33 Tahun 2004. Otonomi daerah pada dasarnya

merupakan upaya untuk mewujudkan tercapainya salah satu tujuan negara, yaitu peningkatan kesejahteraan masyarakat melalui pemerataan pelaksanaan

pembangunan dan hasil-hasilnya. Daerah memiliki wewenang membuat kebijakan daerah untuk memberikan pelayanan, peningkatan peran, serta pemberdayaan masyarakat yang bertujuan pada peningkatan kesejahteraan masyarakat. Tujuan pemberian otonomi daerah yaitu untuk memungkinkan daerah yang bersangkutan mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri untuk meningkatkan daya guna dan hasil guna penyelenggaraan pemerintahan (Kuncoro,2004)

Kebijakan tentang otonomi daerah tentunya diiringi dengan adanya asas desentralisasi. Desentralisasi merupakan proses memberikan otonomi kepada masyarakat dalam wilayah tertentu. Desentralisasi tersebut tentunya mencakup penyerahan wewenang dala mengelola keuangan daerahnya sehingga salah satu konsekuensi dari pelaksanaan otonomi daerah yakni adanya kebijakan

desentralisasi fiskal.

Menurut Pose et all (2007), terdapat beberapa literatur yang menyatakan bahwa desentralisasi fiskal memberikan perubahan yang signifikan terhadap

(32)

11

pemerintah daerah (dengan asusmsi lebih dekat dengan rakyat) lebih cakap dalam membuat kebijakan yang menentukan barang publik yang dibutuhkan daerahnya. Dengan demikian pemerintah daerah menghasilkan fungsi alokasi yang lebih efisien.

Dalam UU no. 33 Tahun 2004 tentang Peimbangan Keuangan Pusat dan Daerah, pemerintah daerah tidak akan diberi tanggung jawab yang besar tanpa disertai pemberian sumber dana yang memadai. Pendekatan ini yang meletakkan tanggung jawab yang besar kepada pemerintah pusat untuk menjamin agar pemerintah daerah mendapat sumber-sumber dana yang cukup, baik dari penyerahan pajak, maupun bantuan pusat dan pinjaman.

Adanya bantuan dari tingkat pemerintahan yang lebih tinggi kepada tingkat pemerintahan yang lebih rendah merupakan fakta di dalam pemerintahan dengan sistem multi tingkat. Pemberian bantuan mempunyai beberapa tujuan antara lain mengatasi masalah eksternalitas antar daerah, mengatasi perbedaan dalam kemampuan menarik pajak atau ketidakseimbangan fiskal/ketimpangan fiskal, mencapai redistribusi pendapatan yang lebih merata antar daerah dan mengatasi inefisiensi sebagai akibat mobilitas tenaga kerja antar daerah. ( Boadway, W.Robin and Wikdasin, e, David, 1984)

(33)

12

penurunan ketimpangan pembangunan. Dengan kata lain, adanya keleluasaan dalam menggunakan subsidi dari pemerintah pusat menyebabkan daerah betul-betul dapat memprioritaskan kegiatan-kegiatan yang bisa mendorong peningkatan pendapatan daerahnya.

Diagram 1. Kerangka pikir

1.5. Hipotesis Penelitian

Berdasarkan landasan teori dan kerangka berfikir yang telah dijelaskan

sebelumnya, maka dapat dirumuskan hipotesis dalam penelitian ini, yaitu sebagai berikut, diduga :

Pembangunan Ekonomi

Ketimpangan

Otonomi daerah

UU no.22 Tahun 1999 UU no.32 Tahun 2004

Local Government Authority UU no.25 Tahun 1999 UU no.33 Tahun 2004 Fiscal Decentralization Pertumbuhan

ekonomi

(34)

13

1. Dana Alokasi Khusus berpengaruh positif terhadap ketimpangan ekonomi di Provinsi Lampung.

2. Dana alokasi umum berpengaruh positif terhadap ketimpangan pembangunan di Provinsi Lampung.

3. Dana Bagi Hasil berpengaruh positif terhadap ketimpangan ekonomi di Provinsi Lampung.

1.6 Sistematika Penulisan

Bab I : Pendahuluan mengenai latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, kerangka pikir, hipotesis, dan sistematika penulisan.

Bab II : Tinjauan pustaka berisi penggambaran teori yang melandasi penelitian ini serta hasil penelitian terdahulu.

Bab III : Metode penelitian yang meliputi jenis dan sumber data, variable penelitian, model penelitian

Bab IV : Hasil perhitungan dan pembahasan. Bab V : Kesimpulan dan saran.

(35)

III. METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Jenis dan Sumber Data

Data yang digunakan dalam penulisan ini adalah data sekunder berupa data tahunan dari periode 2003 – 2012 yang diperoleh dari publikasi data dari Biro Pusat Statistik, Badan Perencanaan Pembangunan Daerah atau lainnya. Tetapi tidak seluruh daerah di Provinsi Lampung yang dapat diamati dikarenakan keterbatasan data. Selain itu juga digunakan buku-buku bacaan referensi serta media informasi internet yang dapat menunjang penulisan skripsi ini.

3.2 Metode analisis Data

A. Analisis Indeks enthropi theil

Dengan alat analisis Indeks enthropi Theil akan diketahui ada tidaknya ketimpangan yang terjadi di provinsi Lampung. Konsep Enthropi Theil dari distribusi pada dasarnya merupakan aplikasi informasi dalam mengukur ketimpangan ekonomi dan konsentrasi industri (Kuncoro, 2004). Rumus dari indeks enthropi Theil adalah sebagai berikut (L.G. Ying, 2000) :

∑( ⁄ ) [ ⁄ ⁄ ⁄ ]

Dimana ;

I(y) = indeks entropi Theil

(36)

39

Y = rata-rata PDRB perkapita Provinsi Lampung Xj = jumlah penduduk kabupaten j

X = jumlah penduduk Provinsi Lampung

Dengan indikator bahwa apabila semakin besar nilai indeks entropi Theil maka semakin besar ketimpangan yang terjadi sebaliknya apabila semakin kecil nilai indeks maka semakin merata terjadinya pembangunan.

B. Analisis Menggunakan Metode Data Panel

Metode analisis yang digunakan secara umum untuk menganalisis hubungan atau pengaruh antara variabel dependen (ketimpangan pembangunan) dengan variabel independen (DAU,DAK,DBH) serta untuk mengetahui sejauh mana besar dan arah dari hubungan variabel tersebut digunakan adalah metode kuantitatif. Data ini berbentuk time series dari tahun 2003 sampai 2012 dan cross section yang terdiri dari 8 kabupaten dan 2 kota sehingga data yang digunakan adalah pooled data (data panel).

(37)

40

Menurut (Gujarati : 2003) keuntungan data panel antara lain:

a. Bila data panel berhubungan dengan individu, perusahaan, negara, daerah dan lain-lain pada waktu tertentu, maka data tersebut adalah homogen, sehingga penaksiran dan dapat dipertimbangkan dalam perhitungan.

b. Kombinasi data time series dan cross section akan memberi informasi yang lebih lengkap, beragam, kurang berkorelasi antar variabel, derajat bebas lebih besar dan lebih efisien.

c. Studi data panel lebih memuaskan untuk menentukan perubahan dinamis dibanding dengan studi berulang dari cross section.

d. Data panel lebih baik mendeteksi dan mengukur efek yang secara sederhana tidak dapat diukur oleh data time series atau cross section. e. Data panel membantu studi untuk menganalisis perilaku yang lebih

kompleks, misalnya skala ekonomi dan perubahan teknologi. f. Data panel dapat meminimalkan bias yang dihasilkan oleh agregasi

individu atau perusahaan karena unit data yang lebih banyak.

3.3 Estimasi Regresi Data Panel

Menurut Nachrowi dan Usman, (2006 : 311) untuk mengestimasi parameter model dengan data panel, terdapat beberapa teknik antara lain:

A. Pooled Least Square

(38)

41

Kelemahan metode Ordinary Least Square ini adalah ketidaksesuaian model dengan keadaan yang sesungguhnya. Kondisi ini tiap objek saling berbeda, bahkan satu objek pada suatu waktu akan sangat berbeda pada kondisi objek tesebut pada waktu yang lain (Wing Wahyu Winarno 2007:9.14)

B. Model Efek Tetap (Fixed Effect)

Metode efek tetap ini dapat menunjukkan perbedaan antar objek meskipun dengan koefisien regresor yang sama. Model ini dikenal dengan model regresi Fixed Effect (efek tetap). Efek tetap ini dimaksudkan adalah bahwa satu objek, memiliki konstan yang tetap besarnya untuk berbagai periode waktu. Demikian juga dengan koefisien regresinya, tetap besarnya dari waktu ke waktu (time invariant).

Keuntungan metode efek tetap ini adalah dapat membedakan efek individual dan efek waktu dan tidak perlu mengasumsikan bahwa komponen eror tidak berkorelasi dengan variabel bebas yang mungkin sulit dipenuhi. Dan

kelemahan metode efek tetap ini adalah ketidaksesuaian model dengan keadaan yang sesungguhnya. Kondisi tiap objek saling berbeda, bahkan satu objek pada suatu waktu akan sangat berbeda dengan kondisi objek tersebut pada waktu yang lain.

C. Model Efek Random (Random Effect)

(39)

42

korelasi antar error term karena berubahnya waktu karena berbedanya observasi dapat diatasi dengan pendekatan model komponen eror (error component model) atau disebut juga model efek acak (random effect). Metode ini digunakan untuk mengatasi kelemahan metode efek tetap yang menggunakan variabel semu, sehingga model mengalami ketidakpastian. Tanpa menggunakan variabel semu, metode efek random menggunakan residual, yang diduga memiliki hubungan antar waktu dan antar objek. Syarat untuk menganalisis efek random yaitu objek data silang harus lebih besar daripada banyaknya koefisien (Wing Wahyu Winarno, 2007).

3.4 Pemilihan Teknik Estimasi Regresi Data Panel

Ada 2 tahap dalam memilih metode dalam data panel. Pertama, membandingkan PLS dengan FEM terlebih dahulu. Kemudian dilakukan uji F-test. Jika hasil menunjukkan model PLS yang diterima, maka model PLS lah yang akan dianalisa. Tapi jika model FEM yang diterima, maka tahap kedua dijalankan, yakni melakukan perbandingan lagi dengan model REM. Setelah itu dilakukan pengujian dengan Hausman test untuk menentukan metode mana yang akan dipakai, apakah FEM atau REM.

A. Uji Chow

(40)

43

dimungkinkan saja setiap unit tersebut memiliki perilaku yang berbeda. Untuk mengujinya dapat digunakan restricted F-test, dengan hipotesis sebagai berikut.

H0: Model PLS (Restricted)

H1: Model Fixed Effect (Unrestricted)

Di mana restricted F-test dirumuskan sebagai berikut:

Di mana:

: Unrestricted : Restructed

m : df for numerator (N-1)

df : df for denominator (NT-N-K) N : Jumlah Unit cross section T : Jumlah Unit time series K : Jumlah koefisien variabel

Jika nilai F-statistik > F-tabel maka H0 ditolak, artinya model panel yang baik untuk digunakan adalah Fixed Effect Model, dan sebaliknya jika Ho diterima, maka model FEM harus diuji kembali untuk memilih apakah akan memakai model FEM atau REM baru dianalisis.

B. b. Uji Hausman

Keputusan penggunaan FEM dan REM dapat pula ditentukan dengan

(41)

44

keputusan pemilihan model akan dapat ditentukan secara statistik. Pengujian ini dilakukan dengan hipotesa sebagai berikut:

H0 : Random Effect Model H1 : Fixed Effect Model

Setelah dilakukan pengujian ini, hasil dari Haussman test dibandingkan dengan Chi-square statistik dengan df = k, di mana k adalah jumlah koefesien variabel yang diestimasi. Jika hasil dari Hausman test signifikan, maka H0 ditolak , yang FEM digunakan.

model persamaan dasar yang akan diamati dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

It = f(DAU,DAK,DBH)

Penjelasan dari fungsi matematis adalah bahwa ketimpangan pembangunan Provinsi Lampung periode 2003-2012 dipengaruhi oleh variabel-variabel Dana Alokasi Umum, Dana Alokasi Khusus, dan Dana Bagi hasil. Fungsi persamaan dasar tersebut kemudian diubah dalam bentuk persamaan :

Dimana:

It = Indeks entropi theil ( Indeks Ketimpangan Pembangunan)

= Dana Alokasi Khusus di daerah i pada tahun ke t

= Dana Alokasi Umum di daerah i pada tahun ke t

= Dana Bagi HasilpAJAK/Bukan Pajak di daerah i pada tahun ke t

(42)

45

Setelah model penelitian diestimasi maka akan didapat nilai dan besaran dari masing-masing parameter dalam persamaan diatas. Nilai dari parameter positif atau negatif selanjutnya akan digunakan untuk menguji hipotesis penelitian

3.5 Proses dan Identifikasi Model

Untuk menjawab permasalahan yang ada dalam penelitian dilakukan langkah-langkah pengujian, yang pertama adalah melakukan uji stationary yaitu untuk melihat stationary atau tidak data yang akan digunakan dalam perhitungan. Setelah semua data stationary maka dilakukan pemilihan lag yang optimal untuk melihat pada lag ke berapa suatu variabel eksogen dalam model secara signifikan berpengaruh terhadap variabel endogennya. Setelah diperoleh lag optimal maka dilakukan estimasi model OLS. Berikut adalah langkah-langkahnya:

A. Uji Asumsi Klasik

Pengujian asumsi klasik merupakan salah satu langkah penting dalam rangka menghindari munculnya regrelinear lancing yang mengakibatkan tidak sahihnya hasil estimasi. Agar suatu model dikatakan baik dan sahih, maka perlu dilakukan pengujian sebagai berikut:

- Uji Normalitas

Asumsi normalitas tidak diharuskan untuk estimasi OLS, kegunaan utamanya adalah uji hipotesis yang menggunakan koefisien hasil estimasi untuk

(43)

46

menggunakan Jarque-Bera Test (J-B test). Pedoman yang digunakan adalah apabila J-B hitung > χ2- table, maka hipotesis yang menyatakan bahwa data yang digunakan berdistribusi normal ditolak, dan sebaliknya.

- Uji Autokorelasi

Asumsi autokorelasi dapat didefinisikan sebagai korelasi error term pada satu pengamatan dengan error term pada pengamatan yang lain. Untuk mendeteksi adanya gejala autokorelasi dapat dilakukan dengan menggunakan uji Lagrange Multiplier (LM test). Langkah-langkah dalam uji LM test adalah :

1. Estimasi model dengan metode OLS sehingga kita mendapatkan residualnya. 2. Melakukan regresi residual ̂ dengan variabel bebas (misalnya Xt) dan lag dari

residual et-1, et-2, …, et-p. kemudian dapatkan R2 nya.

3. Jika sampel besar, maka menurut Breusch-Godfrey model akan mengikuti distribusi chi-squares dengan df sebanyak p. Nilai hitung statistic chi-quares dapat dihitung dengan menggunakan formula : Chi-squares = (n-p)R2

Jika Chi-Squares hitung lebih kecil daripada nilai kritis Chi-Squares maka dapat disimpulkan tidak ada masalah autokorelasi.

- Uji Multikolinearitas

(44)

47

regresi yang diperoleh tidak tepat untuk menduga nilai variabel tak bebas pada nilai variabel bebas tertentu.

Multikoliearitas akan mengakibatkan :

1. Koefisien regresi dugaannya tidak nyata walaupun nilai R2nya tinggi.

Koefisien determinasi (R2) adalah proporsi total variansi dalam satu variabel yang dijelaskan oleh variabel lainnya .

2. Simpangan baku koefisien regresi dugaan yang dihasilkan sangat besar jika menggunakan metode kuadrat terkecil. Mengakibatkan nilai R dan nilai F ratio tinggi. Sedangkan sebagian besar atau bahkan seluruh koefisien regresi tidak signifikan (nilai t hitung sangat kecil).

Cara mendeteksi masalah multikolinieritas dapat dilakukan dengan 2 (dua) cara: 1. Korelasi antar variabel

2. Menggunakan korelasi parsial

Dengan menggunakan korelasi antar parsial, maka apabila nilai R2 yang dihasilkan dari hasil estimasi model empiris sangat tinggi, tetapi tingkat

signifikansi variabel bebas berdasarkan uji t-statistik sangat rendah (tidak ada atau sangat sedikit variabel bebas yang signifikan). Nilai tertinggi dalam perhitungan korelasi adalah 1 (satu), yang menunjukkan hubungan yang sempurna antar variabel.

- Uji Heterokedastisitas

(45)

48

timbul apabila variabel gangguan mempunyai varian yang tidak konstan. Jika asumsi ini tidak dipenuhi maka dugaan OLS tidak lagi bersifat BLUE (best linear unbiased estimator), karena ia akan menghasilkan dugaan dengan galat baku yang tidak akurat, ini berakibat pada uji hipotesis dan dugaan selang kepercayaan yang dihasilkannya juga tidak akurat dan akan menyesatkan (misleading).

Dalam penelitian ini, uji heteroskedastisitas dilakukan dengan Uji White.

3.6Uji Hipotesis

A. Uji Parsial (Uji-t)

Pengujian hipotesis untuk setiap koefisien regresi dilakukan dengan menggunakan uji t (t- statistik) dimaksudkan untuk menguji koefisien regresi secara parsial. Uji t ini pada tingkat kepercayaan 90% dengan derajat kebebasan n-k-1.

Ha : βi < 0, ada pengaruh negatif antara dana perimbangan terhadap ketimpangan

pembangunan.

Ha : βi > 0, ada pengaruh positif antara dana perimbangan terhadap ketimpangan

pembangunan. Apabila :

Untuk hipotesis variabel bebas yang berhubungan negative dengan variabel terikat

dengan menggunakan α 10% untuk uji satu arah, jika t hitung < t tabel, maka Ho

ditolak atau terima Ha; atau jika t hitung ≥ t tabel terima Ho dan tolak Ha.

Untuk hipotesis variabel bebas yang berhubungan positif dengan variabel terikat

dan dengan α 10% untuk uji satu arah, jika t hitung > t tabel, maka tolak Ho dan

(46)

49

B. Uji Keseluruhan/Simultan (Uji-F)

Pengujian secara keseluruhan dilakukan dengan uji F (Fisher Test) pada tingkat keyakinan 90% dan derajat kebebasan df1 = (k-1) dan df2 = (n-k).

Ho : β1 = β2………βk = 0, berarti tidak ada pengaruh antara variabel bebas secara

keseluruhan terhadap variabel terikat.

Ha : β1 = β2………βk ≠ 0, berarti ada pengaruh antara variabel bebas secara keseluruhan terhadap variabel terikat.

Apabila:

(47)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Tinjauan Teoritis

A. Pembangunan dan Pertumbuhan Ekonomi

Pertumbuhan dan pembangunan ekonomi adalah dua konsep yang tidak dapat dipisahkan. Pembangunan bertujuan untuk menentukan usaha pembangunan yang berkelanjutan dengan tidak menghabiskan sumber daya alam. Pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan prosesnya yang berkelanjutan merupakan kondisi utama bagi kelangsungan pembangunan ekonomi, karena penduduk bertambah terus dan berarti kebutuhan ekonomi juga bertambah terus, maka dibutuhkan penambahan pendapatan setiap tahunnya. Hal ini hanya bisa didapat lewat peningkatan output agregat (barang dan jasa) atau produk domestik bruto (PDB) setiap tahun. Jadi dalam pengertian ekonomi makro, pertumbuhan ekonomi adalah penambahan PDB yang berarti juga penambahan pendapatan nasional (Tambunan, 2001).

Musgrave dan Rostow dalam Mangkunsoebroto (1998), mengembangkan model pembangunan tentang pengeluaran pemerintah, yang menghubungkan

(48)

15

menyediakan infrastruktur. Pada tahap menengah pembangunan ekonomi, investasi tetap diperlukan untuk pertumbuhan ekonomi, namun diharapkan investasi sektor swasta sudah mulai berkembang. Pada tahap lanjut pembangunan ekonomi, pengeluaran pemerintah tetap diperlukan, utamanya untuk

meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Maka diperlukan anggaran pendapatan yang besar untuk membiayai anggaran pengeluaran untuk pembiayaan

pembangunan.

Dalam teori basis ekonomi (economic base theory) disebutkan bahwa laju

pertumbuhanekonomi suatu wilayah ditentukan oleh besarnyapeningkatan ekspor dari wilayah tersebut,kegiatan ekonomi dikelompokkan atas kegiatanbasis dan kegiatan non basis. Hanya kegiatanbasis yang dapat mendorong

pertumbuhanekonomi wilayah (Tarigan, 2005).

Menurut Kuznet, pertumbuhan ekonomi adalah kenaikan kapasitas dalam jangka panjang dari negara bersangkutan untuk menyediakan berbagai barang ekonomi kepada penduduknya. Kenaikan kapasitasditentukan oleh kemajuan atau

penyesuaian teknologi, institusional, dan ideologis terhadap tuntutan keadaan yang ada. Ia juga menjelaskan bahwa pertumbuhan ekonomi berkaitan dengan perpaduan efek dari produktivitas yang tinggi dan populasi yang besar. Dari kedua faktor ini pertumbuhan produktivitas jelas lebih penting, karena seperti yang ditunjukkan oleh Adam Smith, pertumbuhan produktivitas inilah yang

(49)

16

produktif (yaitu pertanian) ke sektor yang lebih produktif (yaitu industri manufaktur).

Penelitian empiris Kuznetz menemukan adanya kurva U terbalik (inverted U curve), yaitu pada awal ketika pembangunan dimulai distribusi pendapatan akan makin tidak merata, namun setelah mencapai suatu tingkat pembangunan tertentu, distribusi pendapatan makin merata.

B. Ketimpangan Antar Daerah

Salah satu tujuan pembangunan ekonomi daerah adalah untuk mengurangi ketimpangan (disparity). Peningkatan pendapatan per kapita memang menunjukkan tingkat kemajuan perekonomian suatu daerah. Namun meningkatnya pendapatan per kapita tidak selamanya menunjukkan bahwa distribusi pendapatan lebih merata. Seringkali di negara-negara berkembang dalam perekonomiannya lebih menekankan penggunaan modal dari pada tenaga kerja sehingga keuntungan dari perekonomian tersebut hanya dinikmati sebagian masyarakat saja. Apabila ternyata pendapatan nasional tidak dinikmati secara merata oleh seluruh lapisan masyarakat, maka dapat dikatakan bahwa telah terjadi ketimpangan.

(50)

17

karena itu pada setiap daerah biasanya terdapat wilayah maju (Developed Region) dan wilayah terbelakang (Underdeveloped Region) (Sjafrizal, 2012).

Menurut Kuncoro (2006), kesenjangan mengacu pada standar hidup relatif dari seluruh masyrakat, sebab kesenjangan antar wilayah yaitu adanya perbedaan faktor anugrah awal (endowment factor). Perbedaan ini yang menyebabkan tingkat pembangunan di berbagai wilayah dan daerah berbeda-beda, sehingga menimbulkan gap atau jurang kesejahteraan di berbagai wilayah tersebut.

- Teori Pusat Pertumbuhan

Teori Pusat Pertumbuhan (Growth Poles Theory) adalah satu satu teori yang dapat menggabungkan antara prinsip-prinsip konsentrasi dengan desentralisasi secara sekaligus. Dengan demikian teori pusat pengembangan merupakan salah satu alat untuk mencapai tujuan pembangunan regional yang saling bertolak belakang, yaitu pertumbuhan dan pemerataan pembangunan ke seluruh pelosok daerah. Selain itu teori ini juga dapat menggabungkan antara kebijaksanaan dan program pembangunan wilayah dan perkotaan terpadu.

(51)

18

Keuntungan berlokasi pada tempat konsentrasi atau terjadinya agglomerasi disebabkan faktor skala ekonomi (economic of scale) atau agglomeration

(economic of localization) (Tarigan, 2005). Economic of scale adalah keuntungan karena dalam berproduksi sudah berdasarkan spesialisasi, sehingga produksi menjadi lebih besar dan biaya per unitnya menjadi lebih efisien. Economic of agglomeration adalah keuntungan karena di tempat tersebut terdapat berbagai keperluan dan fasilitas yang dapat digunakan untuk memperlancar kegiatan perusahaan, seperti jasa perbankan, asuransi, perbengkelan, perusahaan listrik, perusahaan air bersih, tempat-tempat pelatihan keterampilan, media untuk mengiklankan produk, dan lain sebagainya.

Hubungan antara kota (daerah maju) dengan daerah lain yang lebih terbelakang dapat dibedakan sebagai berikut : (1) Generatif : hubungan yang saling

menguntungkan atau saling mengembangkan antara daerah yang lebih maju dengan daerah yang ada di belakangnya; (2) Parasitif : hubungan yang terjadi dimana daerah kota (daerah yang lebih maju) tidak banyak membantu atau menolong daerah belakangnya, dan bahkan bisa mematikan berbagai usaha yang mulai tumbuh di daerah belakangnya; (3) Enclave (tertutup) : dimana daerah kota (daerah yang lebih maju) seakan-akan terpisah sama sekali dengan daerah

sekitarnya yang lebih terbelakang.

(52)

19

- Model Kumulatif Kausatif

Model kumulatif kausatif (Cummulative Causation Models) dipelopori oleh Gunnar Myrdal dan kemudian diformulasikan lebih lanjut oleh Kaldor. Mydral membangun teori keterbelakangan dan pembangunan ekonominya disekitar ide ketimpangan regional pada taraf nasional dan internasional. Teori ini menyatakan bahwa adanya suatu keadaan berdasarkan kekuatan relatif dari “Spread Effect

dan “Back Wash Effect” sebagai bentuk pengaruh penjalaran dari pusat

pertumbuhan ke daerah sekitar.

Spread Effect (dampak penyebaran) adalah kekuatan yang menuju konvergensi antar daerah-daerah kaya dan daerah-daerah miskin. Dengan timbulnya daerah kaya, maka akan tumbuh pula permintaannya terhadap produk daerah-daerah miskin. Dengan demikian mendorong pertumbuhannya. Backwash effect (dampak balik) didefinisikan sebagai pengaruh yang merugikan (infavourable effect) yang mencakup aliran manusia dari wilayah sekitar atau pinggiran termasuk aliran modal ke wilayah inti sehingga mengakibatkan berkurangnya modal

pembangunan bagi wilayah pinggiran yang sebenarnya diperlukan untuk dapat mengimbangi perkembangan wilayah inti.

Namun Myrdal yakin bahwa dampak spread effect ini lebih kecil daripada back wash effect. Pertambahan permintaan terhadap produk daerah miskin tersebut terutama barang-barang hasil pertanian oleh daerah kaya tentu saja mempunyai nilai permintaan yang rendah, sementara konsumsi daerah miskin terhadap produk daerah kaya akan lebih mungkin terjadi. Para pelopor teori ini menekankan

(53)

20

menonjol. Bahwa peningkatan pembangunan antar daerah tidak dapat diserahkan pada kekuatan pasar, sehingga perlu dilakukan melalui campur tangan pemerintah.

Terjadinya ketimpangan regional menurut Mydral disebabkan oleh besarnya pengaruh dari backwash effect dibandingkan dengan spread effect di negara-negara terbelakang. Perpindahan modal cenderung meningkatkan ketimpangan regional, permintaan yang meningkat ke wilayah maju akan merangsang investasi yang pada gilirannya meningkatkan pendapatan yang menyebabkan putaran kedua investasi dan seterusnya. Lingkup investasi yang lebih baik pada sentra-sentra pengembangan dapat menciptakan kelangkaan modal di wilayah terbelakang (Jhingan, 2000).

- Teori Neoklasik

Teori Neoklasik (Neo-classic Theory) dipelopori oleh Borts Stein (1964), kemudian dikembangkan lebih lanjut oleh Roman (1965) dan Siebert (1969). Dalam negara yang sedang berkembang, pada saat proses pembangunan baru dimulai, tingkat perbedaan kemakmuran antar wilayah cenderung menjadi tinggi (divergence), sedangkan bila proses pembangunan telah berjalan dalam waktu yang lama maka perbedaan tingkat kemakmuran antar wilayah cenderung

menurun (convergence). Hal ini disebabkan pada negara sedang berkembang lalu lintas modal masih belum lancar sehingga proses penyesuaian kearah tingkat keseimbangan pertumbuhan belum dapat terjadi.

(54)

21

pengaruh perpindahan penduduk (migrasi) dan lalu lintas modal terhadap pertumbuhan regional.

Secara teoritis, permasalahan ketimpangan antar wilayah mula-mula dimunculkan oleh Douglas C. North dalam analisanya tentang Teori Pertumbuhan Neo Klasik. Dalam teori tersebut dimunculkan sebuah prediksi tentang hubungan antara tingkat pembangunan ekonomi nasional suatu negara dengan ketimpangan pembangunan antar wilayah. Hipotesa ini kemudian lebih dikenal sebagai Hipotesa Neo-Klasik (Sjafrizal, 2012).

Menurut Hipotesa Neo-Klasik, pada permulaan proses pembangunan suatu negara, ketimpangan pembangunan antar wilayah cenderung meningkat. Proses ini akan terjadi sampai ketimpangan tersebut mencapai titik puncak. Setelah itu, bila proses pembangunan terus berlanjut maka secara berangsur-angsur

ketimpangan pembangunan antar wilayah tersebut akan menurun. Berdasarkan hipotesa ini, bahwa pada negara-negara sedang berkembang umumnya

ketimpangan pembangunan antar wilayah cenderung lebih tinggi, sedangkan pada negara maju ketimpangan tersebut akan menjadi lebih rendah. Dengan kata lain, kurva ketimpangan pembangunan antar wilayah adalah berbentuk huruf u terbalik.

Kebenaran Hipotesa Neo-Klasik ini kemudian diuji kebenarannya oleh

Williamson pada tahun 1966 melalui studi tentang ketimpangan pembangunan antar wilayah pada negara maju dan negara sedang berkembang

(55)

22

suatu negara tidak otomatis dapat menurunkan ketimpangan pembangunan antar wilayah, tetapi pada tahap permulaan justru terjadi hal yang sebaliknya (Sjafrizal, 2012).

Simon Kuznet dalam Todaro (2006) mengatakan bahwa mula-mula ketika pembangunan dimulai, distribusi pendapatan akan makin tidak merata, namun setelah mencapai suatu tingkat pembangunan tertentu, distribusi pendapatan semakin merata. Observasi inilah yang kemudian, dikenal sebagai kurva Kuznet

“U-Terbalik” (inverted U curve), karena perubahan longitudinal (time-series)

dalam distribusi pendapatan. Kurva Kuznet dapat dihasilkan oleh proses pertumbuhan berkesinambungan yang berasal dari perluasan sektor modern.

Ada beberapa faktor yang menentukan ketimpangan antar wilayah, antar lain yaitu (Syafrial,2012) :

- Perbedaan sumber daya alam pada masing-masing daerah.

Perbedaan sumberdaya alam akan mempengaruhi kegiatan produksi pada daerah bersangkutan. Daerah dengan kandungan sumber daya alam yang cukup banyak akan dapat memproduksi barang-barang tertentu dengan biaya relatif murahdibandingkan dengan daerah lain yang mempunyai kandungan sumber dayaalam yang lebih sedikit. Kondisi ini mendorong pertumbuhan ekonomi daerah tersebut menjadi lebih cepat. Sedangkan daerah lain yang mempunyai sumber daya alam yang sedikit hanya akan memproduksi barang-barang denganbiaya produksi lebih tinggi sehingga daya saingnya menjadilemah.

(56)

23

Kondisi demografis yang dimaksud adalah perbedaan tingkat

pertumbuhandan struktur kependudukan, perbedaan tingkat pendidikandan kesehatan, perbedaan kondisi ketenagakerjaan dan perbedaaan dalam tingkah laku dan kebiasaan serta etos kerja yang dimiliki masyarakat daerah tersebut. Kondisi demografis ini akan mempengaruhi ketimpangan pembangunan antar daerah karena hal ini akan berpengaruh terhadap produktivitas kerja masyarakat daerah tersebut.

- Kurang lancarnya mobilitas barang dan jasa

Mobilitas barang dan jasa ini meliputi kegiatan perdagangan antar daerah danmigrasi, baik yang disposori pemerintah (transmigrasi) atau migrasi spontan), karena bila mobilitas tersebut kurang lancar maka kelebihan produksi suatu daerah tidak dapat dijual ke daerah lain yang sangat membutuhkan. Demikian pula dengan migrasi yang kurang lancar menyebabkan kelebihan tenaga kerja suatu daerah tidak dapat

dimanfaatkan oleh daerah lain yang sangat membutuhkannya. Akibatnya, ketimpangan pembangunan antar wilayah akan cenderung tinggi karena kelebihan suatu daerah tidak dapat dimanfaatkan oleh daerah lainyang membutuhkan sehingga darah terbelakang sulit mendorong proses pembangunannya.

- Konsentrasi kegiatan ekonomi wilayah

Pertumbuhan ekonomi daerah yang akan cenderung lebih cepat pada daerah dimana terdapat konsentrasi kegiatan ekonomi yang cukup besar akan mempengaruhi ketimpangan pembangunan antar wilayah

(57)

24

Bila sistem pemerintahan yang dianut bersifat sentralistik, maka alokasi danapemerintah akan cenderung lebih banyak dialokasikan pada

pemerintah pusat, sehingga ketimmpangan pembangunan antar wilayah akan cenderung tinggi. Jika sistem yang dianut bersifat otonomi, maka dana pemerintah akan lebih banyak dialokasikan ke daerah sehingga ketimpangan akan cenderung rendah.

C. Desentralisasi Fiskal

Secara umum konsep desentralisasi pada dasarnya terdapat empat jenis desentralisasi (Sidik, 2002), yaitu:

1) Desentralisasi politik (political decentralization), yaitu pemberian hak kepada warga negara melalui perwakilan yang dipilih suatu kekuasaan yang kuat untuk mengambil keputusan publik.

2) Desentralisasi administrasi (administrative decentralization), yaitu

pelimpahan wewenang guna mendistribusikan wewenang, tanggung jawab dan sumber-sumber keuangan untuk menyediakan pelayanan publik, terutama yang menyangkut perencanaan, pendanaan dan manajemen fungsi-fungsi pemerintahan dari pemerintah pusat kepada aparat di daerah, badan otoritas tertentu atau perusahaan tertentu.

3) Desentralisasi fiskal (fiscal dezentralization) yaitu pelimpahan wewenang dalam mengelola sumber-sumber keuangan, yang mencakup:

a. Self-financing atau cost recorvery dalam pelayanan publik terutama melalui pengenaan retribusi daerah.

(58)

25

c. Transfer dari pemerintah pusat terutama berasal dari Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi Khusus (DAK), sumbangan darurat, serta pinjaman daerah (sumber daya alam)

4) Desentralisasi ekonomi (economic or market decentralization), yaitu kebijakan tentang privatisasi dan deregulasi yang intinyaberhubungan dengan kebijakan pelimpahan fungsi-fungsi pelayananmasyarakat dari pemerintah kepada sektor swasta sejalan dengan kebijakan liberalisasi dan ekonomi pasar.

Desentralisasi fiskal akan memberi keleluasaan kepada daerah untuk menggali potensi daerah dan memperoleh transfer dari pusat dalam kerangka keseimbangan fiskal. Simanjuntak (2001) berpendapat ada beberapa alasan untuk mempunyai sistem pemerintahan yang terdesentralisai yaitu: Desentralisasi merupakan bagian dari strategi setiap institusi yang berkehendak untuk tidak mati dalam persaingan global. Ia adalah strategi untuk menjadi kompetitif. Demikian pula bagi sebuah negara. Desentralisasi menjadikannya terbagi menjadi bagian-bagian kecil yang terintegrasi.

Keputusan menerapkan Desentralisasi fiskal menuntut adanya peningkatan pertumbuhan ekonomi di daerah. Dengan adanya pelimpahan wewenang akan meningkatkan kemampuan daerah dalam melayani kebutuhan barang publik dengan lebih baik dan efisien. Penyebab mendasar dari peningkatan kemampuan tersebut adalah karena pemerintah daerah dipandang lebih mengetahui kebutuhan dan karakter masyarakat lokal, sehingga program-program dari kebijakan

(59)

26

publik akan muncul konsep efisiensi karena tepat guna dan berdaya guna (Sumarsono dan Utomo, 2009).

Desentralisasi adalah prinsip pendelegasian wewenang dari pusat ke bagian-bagiannya, baik bersifat kewilayahan maupun kefungsian. Menurut Prawirosetoto (2002), desentralisasi fiskal adalah pendelegasian tanggung jawab dan pembagian kekuasaan dan kewenangan untuk pengambilan keputusan di bidang fiskal yang meliputi aspek penerimaan (tax assignment) maupun aspek pengeluaran

(expenditure assignment). Desentralisasi fiskal ini dikaitkan dengan tugas dan fungsi pemerintah daerah dalam penyediaan barang dan jasa publik (public goods / public service).

Desentralisasi fiskal merupakan inti dari desentralisasi itu sendiri karena pemberian kewenangan di bidang politik maupun administrasi tanpa dibarengi dengan desentralisasi fiskal merupakan desentralisasi yang mempunya kriteria sebagai berikut:

1. Representasi demokrasi, untuk memastikan hak seluruh warga negara untuk berpartisipasi secara langsung pada keputusan yang akan mempengaruhi daerah atau wilayah.

(60)

27

3. Pengetahuan lokal (local knowledge), mereka yang berada pada daerah lokal mempunyai pengetahuan yang lebih banyak mengenai kebutuhan lokal, prioritas, kondisi, dll.

4. Mobilitas sumber daya, mobilitas pada bantuan dan sumber daya dapat di fasilitasi dengan hubungan yang lebih erat di antara populasi dan pembuat kebijakan pada tingkat lokal.

Dalam melaksanakan desentralisasi fiskal, prinsip money should follow function merupakan salah satu prinsip yang harusdiperhatikan dan dilaksanakan. Artinya, setiap penyerahan ataupelimpahan wewenang pemerintahan membawa

konsekuensi pada anggaran yang diperlukan untuk melaksanakan kewenangan tersebut (Sasana,2009).

Penerapan desentralisasi fiskal ditandai dengan diberlakukannya UU No. 22 Tahun 1999 dan UU No. 25 Tahun 1999 pada 1 Januari 2001. Dalam

perjalanannya kedua undang-undang tersebut menimbulkan beberapa

permasalahan yang kemudian diperbaiki oleh pemerintah melalui revisi undang-undang tersebut menjadi UU No. 32 Tahun 2004 dan UU No. 33 Tahun 2004 tentang perimbangan keuangan pusat dan daerah yang diberlakukan pada bulan desember 2004 (RPJMN 2004-2009). Dalam UU No. 32 Tahun 2004,

desentralisasi diartikan sebagai penyerahan wewenang pemerintah, oleh

(61)

28

Menurut Ebel dan Yilmaz (2002) ada tiga bentuk desentralisasi, dalam kaitannya dengan derajat kemandirian pengambilan keputusan yang dilakukan di daerah, yaitu:

1.Deconcentration

Merupakan pelimpahan kewenangan dari agen-agen pemeritah pusat yang ada di ibukota negara, pada agen-agen di daerah.

2.Delegation

Merupakan penunjukan oleh pemerintah pusat pada pemerintah daerah untuk melaksanakan tugas-tugas pemerintahan dengan tanggung jawab pada pemerintah pusat.

3.Devolution

Merupakan penyerahan urusan fungsi-fungsi pemerintah pusat, pada pemerintah daerah, dimana daerah juga diberi kewenangan dalam mengelolah penerimaan dan pengeluaran daerahnya.

Mengingat prinsip money follow function dalam pelaksanaan otonomi daerah, maka desentralisasi fiskal di Indonesia merupakan bentuk dari desentralisasi yang ketiga (devolution). Lebih lanjut Slinko (2002) menyatakan bahwa: Underthe concept of “fiscal decentralization” we understandthe assignment of fiscal

(62)

29

pemerintah daerah, termasuk di dalamnya pemberian otoritas bagi pemerintah daerah untuk mengelola penerimaan dan pengeluaran daerahnya sendiri. Desentralisasifiskal ini dikaitkan dengan tugas dan fungsi pemerintah daerah dalam penyedian barang dan jasa publik (pubilc goods/publicservices).

Ada dua keuntungan yang dapat dicapai dari penerapan desentralisasi fiskal (Ebel dan Yilmaz, 2002), antara lain:

1. Efisiensi dan alokasi sumber-sumber ekonomi

Desentralisasi akan meningkatkan efisiensi karena pemerintah daerah mampu memperoleh informasi yang lebih baik (dibandingkan dengan pemerintah pusat) mengenai kebutuhan rakyat yang ada di daerahnya. Oleh karena itu, pengeluaran pemerintah daerah lebih mampu

merefleksikan kebutuhan/pilihan masyarakat di wilayah tersebut dibandingkan bila dilakukan oleh pemerintah pusat.

2. Persaingan antara pemerintah daerah

Penyediaan barang publik yang dibiayai oleh pajak daerah akan mengakibatkan pemerintah daerah berkompetisi dalam menyediakan fasilitas publik yang lebih baik. Karena dalam sistem desentralisasi fiskal,

warga negara menggunakan metode ―vote byfeet dalam menentukan

barang publik di wilayah mana, yang akan dimanfaatkan. Untuk mengukur desentralisasi fiskal di suatu wilayah, terdapat dua variabel umum yang sering digunakan, yaitu pengeluaran dan penerimaan daerah.

(63)

30

Meskipun sama-sama menggunakan variabel yang pengeluaran dan penerimaan pemerintah, yang menjadi pembeda adalah variabel ukuran (size variabels) yang digunakan oleh peneliti yang satu dengan peneliti yang lain. Ada tiga size variabels yang umum digunakan, yaitu: jumlah penduduk, luas wilayah, dan GDP.

D. Dana Perimbangan

Sejak diberlakukannya sistem desentralisasi, sumber pembiayaan pemerintah daerah yang diatur dalam UU No. 33 Tahun 2004, tentang Perimbangan

Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah, salah satunya pembiayaan melalui dana perimbangan. Dana perimbangan merupakan dana yang bersumber dari APBN yang dialokasikan kepada daerah untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka desentralisasi. Selain untuk membantu daerah dalam mendanai

kewenangannya, dana perimbangan juga bertujuan untuk mengurangi

ketimpangan sumber pendanaan antara pemerintah pusat dan daerah serta antar pemerintah daerah. Dana perimbangan merupakan sistem transfer dana dari pemerintah yang merupakan satu kesatuan utuh. Dana perimbangan untuk masing-masing daerah terdiri dari Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi Khusus (DAK), dan Dana Bagi Hasil (DBH).

(64)

31

mendanai kegiatan khusus yang diarahkan pada kegiatan investasi pembangunan, pengadaan peningkatan, perbaikan sarana dan prasarana fisik dengan umur ekonomis yang panjang, termasuk pengadaan sarana fisik penunjang. Sedangkan Dana Bagi Hasil (DBH) dialokasikan kepada daerah berdasarkan angka persentase untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentraisasi.

Tujuan instrumen fiskal dari dana perimbangan yaitu berguna untuk mendorong pertumbuhan ekonomi melalui belanja pembangunan dan investasi daerah. Dengan meningkatnya dana perimbangan, kontribusi belanja pembangunan akan menarik investor untuk dapat berinvestasi di daerah sehingga akan memperluas basis kegiatan ekonomi di berbagai sektor, dan secara khusus memperluas lapangan usaha dan menurunkan tingkat pegangguran dan kemiskinan.

- Dana Alokasi Umum

(65)

32

Kebutuhan fiskal diukur dengan menggunakan variable jumlah penduduk, luas wilayah, Indeks Kemahalan Konstruksi (IKK), Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) per kapita, dan Indeks Pembangunan Manusia (IPM). Kapasitas fiskal diukur berdasarkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan DBH. Alokasi dasar dihitung berdasarkan jumlah gaji Pegawai Negeri Sipil (PNS) daerah. Tujuan dan fungsi Dana Alokasi Umum (DAU) adalah untuk pemerataan kemampuan

keuangan antar daerah yang dimaksudkan untuk mengurangi ketimpangan kemampuan keuangan antar daerah melalui penerapan formla yang

mempertimbangkan kebutuhan dan potensi daerah.

Dana alokasi umum terdiri atas berikut ini:

a. Dana alokasi umum untuk daerah propinsi.

Jumlah dana alokasi bagi semua daerah provinsi dan jumlah dana alokasi umum bagi semua daerah kabupaten/ kota masing – masing ditetapkan setiap tahun dalam APBN.

b. Dana alokasi umum untuk daerah kabupaten/ kota

Dana alokasi umum ini merupakan jumlah seluruh dana alokasi umum untuk daerah provinsi dan untuk daerah kabupaten/ kota. Perubahan dana alokasi umum akan sejalan dengan penyerahan dan pengalihan

kewenangan pemerintah pusat kepada daerah dalam rangka desentralisasi.

Dana alokasi umum ditetapkan sekurang – kurangnya 25% dari penerimaan negara yang berasal dari pajak dan bukan pajak setelah dikurangi dengan

(66)

33

Dana alokasi umum bagi masing – masing daerah provinsi dan daerah kabupaten/ kota dihitung berdasarkan perkalian dari jumlah dana alokasi umum bagi seluruh daerah, dengan bobot daerah yang bersangkutan dibagi dengan jumlah masing– masing bobot seluruh daerah di seluruh Indonesia. Dana alokasi umum baik untuk daerah provinsi maupun untuk daerah kabupaten/ kota dapat dinyatakan dengan rumus sebagai berikut.

Hasil perhitungan dana alokasi umum untuk masing – masing daerah ditetapkan dengan keputusan presiden berdasarkan usulan Dewan Pertimbangan Otonomi Daeah. Usulan Dewan Pertimbangan Otonomi Daerah setelah mempertimbangkan faktor penyeimbang. Faktor penyeimbang adalah suatu mekanisme untuk

menghindari kemungkinan penurunan kemampuan daerah dalam pembiayaan beban pengeluaran yang akan menjadi tanggungjawab daerah.

Rincian dana alokasi umum kepada masing – masing daerah disampaikan oleh Dewan Pertimbangan Otonomi Daerah. Penyaluran dana alokasi umum kepada masing – masing kas daerah dilaksanakan oleh Menteri Keuangan secara berkala.

- Dana Alokasi Khusus

(67)

34

1) Diprioritaskan untuk membantu daerah-daerah dengan kemampuan keuangan di bawah rata-rata nasional, dalam rangka mendanai kegiatan penyediaan sarana dan prasarana fisik pelayana dasar masyarakat yang telah merupakan urusan daerah.

2) Menunjang percepatan pembangunan sarana dan prasarana di daerah pesisir dan pulau-pulau kecil, daerah perbatasana dengan negara lain, daerah tertinggal/terpencil, daerah rawan banjir/longsor, serta termasuk kategori daerah ketahanan pangan dan daerah pariwisata.

3) Mendorong peningkatan produktivitas perluasan kesempatan kerja dan diversifikasi ekonomi terutama di pedesaan melalui kegiatan khusus di bidang pertanian, kelautan dan perikanan, serta infrastruktur.

4) Meningkatkan akses penduduk miskin terhadap pelayanan dasar dan prasarana dasar melalui kegiatan khusus di bidang pendidikan, kesehatan, dan infrastruktur.

5) Menjaga dan meningkatkan kualitas hidup, serta mencegah kerusakan lingkungan hidup, dan mengurangi risiko benana melalui kegiatan khusus di bidang lingkungan hidup, mempercepat penyediaan serta meningkatkan cakupan dan kehandalan pelayanan prasarana dan sarana dasar dalam satu kesatuan sistem yang terpadu melalui kegiatan khusus di bidang

infrastruktur.

(68)

35

7) Meningkatkan keterpaduan dan sinkronisasi kegiatan yang didanai dari DAK dengan kegiatan yang didanai dari anggaran Kementerian/Lembaga dan kegiatan yang didanai dari APBD.

8) Mengalihkan secara bertahap dana dekonsentrasi dan tugas pembantuan yang digunakan untuk mendanai kegiatan-kegiatan yang telah menjadi urusan daerah ke DAK. Dana yang dialihkan berasal dari anggaran Departemen Pekerjaan Umum, Departemen Pendidikan Nasional dan Departemen Kesehatan.

- Dana Bagi Hasil

Dana Bagi Hasil (DBH) adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada daerah berdasarkan angka persentase untuk mendanai

kebutuhan daerah dalam rangka desentrslisasi. DBH dilakukan berdasarkan prinsip by origin (daerah penghasil) dan penyaluran berdasarakan realisasi peneriamaan.

DBH dapat dikalsifikasikan berdasrakan sumbernya, teridiri dari Pajak, yaitu P

Gambar

Tabel 1. Pertumbuhan Ekonomi Provinsi Lampung Periode 2003-2012.
Tabel 2. PDRB Atas Dasar Harga Konstan Menurut Kabupaten/kota di Provinsi Lampung (juta rupiah)

Referensi

Dokumen terkait

(1) Dalam rangka pelaksanaan pengawasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27, Menteri, pemerintah daerah provinsi, dan pemerintah daerah kabupaten/kota dapat memberikan

Pernyataan diatas sesuai dengan penelitian Meece (dalam Schunk, dkk. 2012) yang mengatakan bahwa siswa sekolah menengah pertama cenderung berorientasikan tujuan penguasaan yang

menjadi ketua majlis mesyuarat kerajaan negeri, dilantik oleh raja/sultan/yang dipertua negeri, memegang jawatan sehingga DUN dibubarkan, boleh menjadi ahli dewan negara,. jika

SCTV CITRA MEREK DAN KUALITAS PRODUK TERHADAP KEPUASAN Euis Soliha PELANGGAN DAN DAMPAKNYA PADA LOYALITAS PELANGGAN Sophiyanto Wuryan Suzy Widyasari PENGARUH STRUKTUR

Hasil isolasi bakteri dari 7 sampel ikan asin Talang-Talang berasal dari pedagang di Desa Puloet Kecamatan Leupung Kabupaten Aceh Besar, menunjukkan bahwa tidak

Apa faktor-faktor yang menyebabkan timbulnya sengketa antara Masyarakat Nagari Sungai Tanang dengan Perusahaan Daerah Air Minum Tirta Jam Gadang Kota

[r]

(c) Siswa bersungguh-sungguh dalam bekerja sama dengan teman. Indikator kinerja untuk siswa bersungguh-sungguh dalam bekerja sama dengan teman 92,29% atau sekitar 26