MELANJUTKAN PENDIDIKAN KEJENJANG SEKOLAH LANJUTAN DI DUSUN CISARUA DESA MUARA PUTIH
KEC. NATAR KAB. LAMPUNG SELATAN TAHUN 2013
Oleh
Roni Setiawan
Tujuan dari penelitian ini untuk menjelaskan pengaruh pentingya pendidikan bagi Generasi Muda di Dusun Cisarua Kec. Natar Kab.Lampung Selatan Tahun 2013. Metode penelitian yang digunakan metode deskriptif. Penelitian ini merupakan penelitian populasi yang berjumlah 30 responden teknik pengumpulan data menggunaka angket dan analisis data kualitatif
Hasil penelitian dari data distribusi angket menunjukan 15 dari 30 responden atau 50% menyatakan bahwa faktor ekonomi, orang tua, lingkungan masyarakat, kemauan dan kemampuan menjadi faktor sangat berpengaruh terhadap penyebab remaja desa tidak melanjutkan pendidikan kejenjang sekolah lanjutan, semakin berkurangnya faktor tersebut maka akan mempermudah remaja dalam melanjutkan pendidikan kejenjang sekolah lanjutan.
DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRAK ... ... i
HALAMAN JUDUL... ... ii
HALAMAN PERSETUJUAN ... iii
HALAMAN PENGESAHAN. ...iv
SURAT PERNYATAAN ... v
RIWAYAT HIDUP ...vi
PERSEMBAHAN ... vii
MOTTO... ... ... viii
SANWACANA ...ix
DAFTAR ISI ... .x
DAFTAR TABEL ...xi
DAFTAR GAMBAR ...xii
DAFTAR LAMPIRAN...xiii
I.PENDAHULUAN A. Latar Belakang... 1
B. Identifikasi Masalah... 8
C. Pembatasan Masalah... 9
D. Rumusan Masalah... ... ... 9
E. Tujuan Dan Kegunaan Penelitian... ... 9
1. Tujuan Penelitian... ... 9
2. Kegunaan Penelitian... 9
a. Kegunaan Secara Teoritis... ... 9
b. Kegunaan Secara Praktis... 10
F. Ruang Lingkup Penelitian... ... 10
1. Ruang Lingkup Ilmu... 10
2. Ruang Lingkup Objek... 10
3. Ruang Lingkup Subjek... ... 10
4. Ruang Lingkup Wilayah... 19
II. TINJAUAN PUSTAKA... 12
A. Deskriptis Teoritis... 12
1. Tentang pengertian Undang-Undang wajib belajar... 12
1.1. Tujuan Pendidikan... 17
1.2. Fungsi Pendidikan... 20
1.3 Tingkat Pendidikan Nasional... ... 23
4.2 Faktor Eksternal... 28
5. Pengertian Hak Anak Akan Pendidikan... 37
5.1. Hak Pendidikan Secara Konstitusional... 39
6. Peran Pemerintah Dalam Menanggulangi Masalah Pddkn... 40
6.1 Program Pemerinta Melalui BOS (bantuan operasional sekolah).. 41
6.2 Permasalahan Program BOS (bantuan operasional sekolah)... 42
7. Penanganan Anak Putus Sekolah... 43
B kerangka Pikir... 43
III. METODOLOGI PENELITIAN... 45
A. Metode Penelitian... 45
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A.Langkah-langkah Penelitian ... ... 55
1. Persiapan Pengajuan Judul ... 55
B. Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 62
1. Pengumpulan Data ... 63 2. Penyajian Data ... 65 C. Pembahasan ... .96
V. KESIMPULAN DAN SARAN
DAFTAR TABEL
Tabel 1.1 Jumlah Remaja Yang Tidak Melanjutkan Sekolah Lanjutan Desa
Muara Putih... 46
Tabel 1.2 Jumlah Remaja Yang Tidak Melanjutkan Sekolah Lanjutan Di Dusun Cisarua... 46
2. Hasil Uji Coba Soal Angket Tentang Faktor Yang Menyebabkan Remaja Desa Tidak Melanjutkan Pendidikan Kejenjang Sekolah Lanjutan Di Dusun Cisarua Desa Muara Putih Kec. Natar Untuk Item Ganjil (X)... 58
Tabel 3. Hasil Uji Coba Soal Angket Tentang Faktor Yang Menyebabkan Remaja Desa Tidak Melanjutkan Pendidikan Kejenjang Sekolah Lanjutan Di Dusun Cisarua Desa Muara Putih Kec. Natar Untuk Item Genap (Y)... 59
Tabel 4. Tabel Kerja Antara Item Ganjil (X) dan Item Genap (Y)... 60
Tabel 5. Distribusi Skor Hasil Angket dari Indikator Kemauan... 65
Tabel 6. Data Distribusi Frekuensi Indikator Interaksi... 67
Tabel 7. Distribusi Skor Hasil Angket dari Indikator kemampuan... 68
Tabel 8. Data Distribusi Frekuensi Indikator kemampuan... 70
Tabel 9. Distribusi Skor Hasil Angket dari Indikator Orang Tua... 71
Tabel 10. Data Distribusi Frekuensi Indikator Orang Tua... 73
Tabel 11. Distribusi Skor Hasil Angket dari Indikator Ekonomi... 75
Tabel 12. Data Distribusi Frekuensi Indikator Ekonomi... 77
Tabel 12. Distribusi Skor Hasil Angket dari Indikator Lingkungan Masyarakat... 78
A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan adalah suatu usaha sadar untuk menyiapkan peserta didik agar
berperan aktif dan positif dalam hidupnya sekarang dan yang akan datang,
dan pendidikan nasional Indonesia adalah pendidikan yang berakar pada
pencapaian tujuan pembangunan nasional Indonesia. Wajib Belajar 9 Tahun
yang merupakan salah satu program yang gencar digalakkan oleh Departemen
Pendidikan Nasional (Depdiknas). Program ini mewajibkan setiap warga
negara untuk bersekolah selama 9 (sembilan) tahun pada jenjang pendidikan
dasar, yaitu dari tingkat kelas 1 Sekolah Dasar (SD) atau Madrasah Ibtidaiyah
(MI) hingga kelas 9 Sekolah Menengah Pertama (SMP) atau Madrasah
Tsanawiyah (MTs).
Seperti Kita ketahui bersama, Pendidikan merupakan satu aspek penting bagi
pembangunan bangsa. Karena itu, hampir semua bangsa menempatkan
pembangunan pendidikan sebagai prioritas utama dalam program
pembangunan nasional. Sumber daya manusia yang bermutu, yang
merupakan produk pendidikan, merupakan kunci keberhasilan pembangunan
2
Program ini dilatar belakangi dari munculnya Program Wajib Belajar 6 Tahun
pada tahun 1984,dan berahir nya wajib belajar 6 tahun pada tahun 1993.
Kemudian pada tahun 1994 melalui Inpres Nomor 1 Tahun 1994 ditingkatkan
menjadi Program Wajib Belajar Pendidikan Dasar 9 Tahun. Hal ini berarti
bahwa setiap anak Indonesia yang berumur 7 sampai 15 tahun diwajibkan
untuk mengikuti Pendidikan Dasar 9 Tahun.
Pada awalnya, Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas) akan
menuntaskan program wajib belajar (wajar) 9 tahun pada pendidikan dasar
(SD dan SMP) paling lambat tahun 2008. Namun ternyata Program Wajib
Belajar 9 Tahun yang ditargetkan Departemen Pendidikan Nasional diraih
tahun 2008 terancam gagal. Itu semua terjadi karena masih banyaknya
kendala yang dihadapi dalam penyelenggaraannya, khususnya berkait dengan
akses pendidikan yang masih relatif rendah, serta mutunya pendidikan, dalam
hal ini mencakup tenaga kependidikan, fasilitas, pembiayaan, manajemen,
proses dan prestasi siswa masih rendah.
Hal lain yang mempengaruhi anak itu antara lain adalah latar belakang
pendidikan orang tua,lemahnya ekonomi keluarga, kurangnya minat anak
untuk sekolah, kondisi lingkungan tempat tinggal anak, serta pandagan
masyarakat terhadap pendidikan.
Memperhatikan peranan dan misi pendidikan bagi umat manusia ini tidaklah
berlebihan apabila pihak yang bertanggung jawab di bidang pendidikan
menggantungkan harapannya pada sektor pendidikan dalam rangka
berkembang secara maksimal. jadi sudah selayaknya apabila setiap warga
negara mendapat kesempatan yang sama untuk memperoleh pendidikan
menurut kemampuan.
Tabel 1.1 Jumlah Remaja Putus Sekolah Desa Muara putih
Nama Dusun
Banjarejo 8 9 17
Tanjung waras 5 6 11
Cisarua 12 18 30
Jumlah 16 35 69
Fenomena anak putus sekolah atau tidak melanjutkan sekolah dan hanya
sampai pada tamatan SD banyak terjadi dikalangan remaja Dusun Cisarua,
mereka-mereka yang seharusnya kesekolah harus terpaksa kesawah untuk
membantu orang tua, usia yang masih cukup produktif antara usia 7-15 tahun
mereka manfaatkan untuk mencari yang dinamakan uang, desa ini sebenarnya
berjarak ±20 Km dari kota Bandar Lampung yang dibilang kota besar
Dengan kemampuan pengetahuan seadanya dan alat seadanya sehingga apa
yang mereka kerjakan pun seadanya, dengan mengandalkan musim mereka
menggantunggkan pertanian mereka, maka ketika musim penghujan pertanian
mereka digantikan dengan padi, dan tiba saatnya musim kemarau mereka
berganti dengan tanaman jagun, dengan demikian kita dapat mengukur
4
masyarakat cisarua tidak menjual padi mereka kepada masyarakat lain namun
hasil panen disimpan sebagai persediaan cadangan makanan sehari hari, perlu
kita ketahui bahwa beras raskin yang dikeluarkan pemerintah tidak diberikan
kepada mereka yang memiliki usaha pertanian, pekerjaan buruh mereka
lakukan untuk menyambung hidup sehari-hari dengan penghasilan 750 ribu
harus cukup untuk satu bulan atau sampai mendapatkan uang kembali
Dengan total jumlah penduduk mencapai 350 kepala keluarga yang dapat
menanam padi hampir hanya satu kali dalam setahun dan selebihnya mereka
menggantungkan hidup dari pekerjaan buruh serabutan, sebagai penopang
pencukupan keperluan sehari hari. Berpenduduk mencapai 350 orang dan
mempunyai presentase 70% sebagai petani 5% sebagai pegawai negeri 10%
sebagai pekerja pabrik dan 15% sebagai buruh serabutan dan wiraswasta
Pada umumnya sudah menjadi hal yang biasa ketika anak putus sekolah atau
tidak melanjutkan kembali pendidikan yang di tempuhnya, adanya anggapan
bahwa setinggi-tingginya sekolah pasti akan kesawah kembali, inilah yang
menjadi pembiaran para orangtua kepada anaknya dalam menentukan
pendidikan anaknya sehingga hampir 70% remaja Desa Muara Putih
Kecamatan Natar pada umumnya tidak sampai melanjutkan ke sekolah
lanjutan.
Faktor lain yang menyebabkan remaja Desa Muara Putih Tidak melanjutkan
seolah karena ketidak adanya sarana pendidikan yang memadain di daerah
terdekat, sekolah swasta terdekat berjarak ± 3Km yang dibilang sekolah
yang cukup mahal, dengan demikian sekolah ini hanya untuk mereka-mereka
yang ekonominya cukup mapan.
Sebagai jalan alternatif lain jika anak-anak atau remaja Desa Muara Putih
ingin melanjutkan sekolah mereka harus bersekolah di sekolah pemerintah
yang hanya ada 1 SMP yang berjarak ± 5 Km dari desa mereka dan untuk
fasilitas sekolah menengah atas (SMA) harus menggunakan sarana tranportasi
kendaraan umum, karena jaraknya yang lumayan jauh dan hanya itu
satu-satunya sekolah negeri yang terdapat di daerah tersebut hal inilah yang sangat
memberatkan anak-anak atau remaja Desa Muara Putih untuk melanjutkan
sekolah mereka.
Tantangan lain dalam melanjutkan pendidikan anak-anak Desa Muara Putih
adalah ada di dalam diri mereka dan kepekaan pemikiran orang tua, kita
ketahui bahwa lingkungan dapat menentukan semngat belajar anak, pengaruh
anak yang putus sekolah dapat mempengaruhi semngat anak yang lain dalam
mengejar pendidikan mereka, hal lain kurang pengetahuan orangtua akan arti
penting pendidikan bagi anaknya kelak.
Inilah yang menjadi penyakit terus menerus dalam dunia pendidikan di Desa
Muara Putih, kurangnya pendidikan orangtua, rendahnya semangat belajar
anak serta kurangnya sarana fasilitas sekolah dari pemerintah menjadikan
desa ini selalu ketertinggalan dalam hal peningkatan kesejahteraan ekonomi
sosial, seharusnya hal ini tidak patut terjadi jika pemerintah mau mengerti dan
turun langsung kemasyarakat, kehidupan seperti inilah yang menyebabkan
6
Muara Putih berada dipinggir kota Bandar Lampung yang merupakan pusat
pemerintahan dan ekonomi yang berkembang di Propinsi Lampung.
Pemerintah sebagai penyelenggara negara sebenarnya telah mengambil
beberapa tindakan untuk mengatasi mahalnya biaya pendidikan, salah satunya
adalah dengan menjalankan program“sekolah gratis” untuk pendidikan dasar
SD dan SMP yang dikenal dengan program BOS (Bantuan Operasional
Sekolah). Fenomena pendidikan gratis ini memang sangat ditunggu-tunggu,
dan dengan dana BOS ini diharapkan dapat meningkatkan pemerataan
kesempatan untuk memperoleh pendidikan bagi setiap warga negara
Indonesia.
Pendidikan gratis sejatinya memang sudah harus diberikan pemerintah
kepada mereka mereka yang memiliki ekonomi rendah serta harus ada upaya
standar pendidikan untuk anak-anak yang hidup di bangsa ini.
Berdasarkan asas desentralisasi tentunya pemerintah daerah mempunyai
kewenangan dalam mengurus daerahnya sendiri, sehingga pemerintah daerah
kini lebih leluasa dalam mengelolah serta meningkatkan potensi yang di
miliki daerahnya termasuk sumber daya manusia. Sehingga pemerintah
daerah mempunyai peranan penting dalam memberdayakan masyarakat
daerah karena pemerintah daerah yang lebih dekat dan mengetahui kondisi
dan kebutuhan masyarakatnya. Ungkapan pemberdayaan masyarakat secara
politik memberi peluang partisipasi bagi setiap masyarakat. Hal inilah sesuai
dilakukan oleh pemerintah harus sesuai dengan kebutuhan masyarakat.
Pemberdayaan masyarakat tentunya membutuhkan tingkat partisipasi
masyarakat dan peran pemerintah daerah
Program BOS (bantuan operasional sekolah) sebenarnya program pemerintah
mengentaskan pendidikan minimal 12 tahun dimana setiap anak indonesia
diharapkan mampu mengentaskan pendidikan hingga tamatan SMP (sekolah
menengah pertama), maka dengan demikian program dana BOS tidak masuk
kedalam jenjang pendidikan SMA. inilah yang memperburuk keadaan
pendidikan saat ini ketidak adanya dana serta kurang pedulinya pemerintah
terhadap kekurangan fasilitas menyebabkan akan semakin banyak lagi
anak-anak indonesia yang putus sekolah atau tidak bisa melanjutkan pendidikan ke
jenjang lebih tinggi karena ketidak adanya fasiitas serta penjamin dari
pemerintah.
Salah satu indikatornya adalah masih banyaknya anak putus sekolah.
Mengutip data, Raihan Iskandar menyebut ada sekitar 10,268 juta siswa yang
tak menuntaskan jenjang SD dan SMP. Di sisi lain, ada sekitar 3,8 juta siswa
yang tak dapat melanjutkan ke jenjang SMA (www.kompas.com, 26/12/2011).
Dalam sebuah wawancara terhadap warga desa (Bpk Purnomo 42
Tahun)beliau berpendapat bahwa sebenarnya masyarakat lebih terbebani oleh
saranan dalam menempuh pendidikan ketimbang harus membayar SPP
anaknya. Saran tersebut bisa berupa ongkos tranportasi karena pada
8
pendidikan, sehingga memerlukan waktu dan jarak tempuh yang lumayan
lama.
Fenomena putusnya sekolah dan banyaknya anak remaja di Desa muara yang
tidak melanjutkan sekolahnya kembali menjadi permasalahan yang sangat
penting Berdasarkan latar belakang di atas peneliti memilih judul : “
faktor-faktor yang menyebabkan remaja di Desa Muara Putih Kecamatan Natar
tidak melanjutkan pendidikan kejenjang sekolah lanjutan.”
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang dikemukakan di atas, maka dapat
diidentifikasikan masalah-masalah sebagai berikut:
1. Rendahnya pemahaman masyarakar terhadap pendidikan.
2. Faktor ekonomi keluarga dan letak sekolah yang tidak memungkinkan
untuk melanjutkan pendidikan lanjutan
3. Masih adanya anggapan bahwa sekolah perlu biaya mahal.
4. Faktor lingkungan yang mempengaruhi banyak yang tidak melanjutkan
sekolah
5. Faktor dari dalam diri (faktor internal) siswa yang menyebabkan untuk
tidak melanjutkan sekolah
6. Faktor dari luar diri (faktor eksternal) siswa yang menyebabkan untuk tidak
C. Pembatasan Masalah
Berdasarkan Indentifikasi masalah di atas, penelitian membatasi masalah pada
faktor-faktor yang menyebabkan remaja di Desa Muara Putih kecamatan Natar
tidak melanjutkan pendidikan kejenjang sekolah lanjutan
D. Rumusan Masalah
Berdasarkan pembatasan masalah di atas, maka yang menjadi rumusan masalah
pada penelitian ini adalah “faktor-faktor yang menyebabkan remaja di Dusun
Cisarua Desa Muara Putih kecamatan Natar tidak melanjutkan pendidikan
kejenjang sekolah lanjutan?”
E.Tujuan Dan Kegunaan Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk menemukan dan menjelaskan faktor-faktor
yang menyebabkan remaja di Dusun Cisarua Desa Muara Putih Kecamatan
Natar tidak melanjutkan pendidikan kejenjang sekolah lanjutan
2. Kegunaan Penelitian
a. Kegunaan Teoritis
penelitian ini secara teoritis berguna untuk mengembangkan
pemahaman tentang konsep-konsep ilmu pendidikan khsusnya
pendidikan kewarganegaraan yang membahas tentang permasalahan
10
b. kegunaan praktis
secara prakris penelitian ini berguna untuk:
1. Bagi Orang Tua
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan dalam menambah
pemahman betapa pentingnya pendidikan kepada anak.
2. Bagi Remaja
Penelitian ini diharapkan menjadi bahan pertimbangan dalam semangat
menuntut ilmu.
3. Bagi masyarakat
Penelitian ini diharapkan menjadi bahan pertimbangan dalam semangat
menuntut ilmu dan menambah wawasan pemahaman tentang ranah
pendidikan
F. Ruang Lingkup Penelitian
1. Ruang lingkup Ilmu
Ruang lingkup ilmu dalam penelitian ini adalah ilmu pendidikan
kewarganegaraan dalam wilayah kajian pendidikan kewarganegaraan
tentang pentingnya pendidkan bagi generasi muda.
2. Ruang Lingkup Objek
Objek penelitian ini adalah faktor-faktor yang menyebabkan remaja di
Dusun Cisarua Desa Muara Putih Kecamatan Natar tidak melanjutkan
3. Ruang Lingkup Subjek
Subjek dalam penelitian ini adalah remaja di Dusun cisarua Desa Muara
Putih Kecamatan Natar yang tidak melanjutkan pendidikan kejenjang
sekolah lanjutan.
4. Ruang Lingkup Wilayah
Penelitian ini dilaksanakan di Dusun Cisarua Desa Muara Putih Kecamatan
A. Deskripsi Teoritis
1. Pengertian Undang Undang Wajib Belajar
Wajib belajar sembilan tahun merupakan salah satu program pendidikan
yang dicanangkan oleh Departemen Pendidikan Nasional atau sekarang
disebut Kementerian Pendidikan Nasional. Program ini dilatar belakangi
dari munculnya Program Wajib Belajar Sembilan Tahun pada tahun 1984.
Kemudian pada tahun 1994 melalui Inpres Nomor 1 tahun 1994,
ditingkatkan menjadi Program Wajib Belajar Sembilan Tahun pada
pendidikan dasar sembilan tahun. Jadi setiap anak Indonesia yang berumur 7
sampai 15 tahun diwajibkan untuk mengikuti pendidikan dasar sembilan
tahun. Seperti yang diketahui oleh masyarakat umum, pendidikan
merupakan satu aspek penting bagi pembangunan bangsa. Karena itu,
hampir semua bangsa menempatkan pembangunan pendidikan sebagai
prioritas utama dalam program pembangunan nasional. Sumber daya
manusia yang bermutu dan yang merupakan produk pendidikan, merupakan
kunci keberhasilan pembangunan suatu negara. Gerakan pendidikan wajib
belajar sebagai suatu gerakan secara nasional dan sekaligus sebagai bagian
tak terpisahkan dari pembangunan nasional yang dimulai sejak Pelita IV.
13
Suharto mencanangkan dimulainya pelaksanaan dan penyelenggaraan
pendidikan wajib belajar.
Dua kenyataan mendorong segera dilaksanakannya gerakan pendidikan
wajib belajar tersebut. Kenyataan pertama, ialah masih adanya anak usia
7-12 tahun yang belum pernah bersekolah atau putus sekolah pada tingkat
sekolah dasar, pada tahun 1983 terdapat sekitar dua juta anak usia 7-12
tahun yang terlantar dan putus sekolah pada tingkat sekolah dasar.
Sedangkan pada saat dicanangkannya pendidikan wajib belajar pada tahun
1984 masih terdapat anak berusia 7-12 tahun sekitar kurang lebih 1,5 juta
orang yang belum bersekolah. Kenyataan kedua, ialah adanya keinginan
pemerintah untuk memenuhi ketetapan GBHN yang telah mencantumkan
rencana penyelenggaraan pendidikan wajib belajar sejak GBHN 1978
maupun GBHN 1983. Gerakan pendidikan wajib belajar yang dimulai 2 Mei
1984 dipandang sebagai sembilan pemenuhan janji pemerintah untuk
menyediakan sarana dan prasarana pendidikan dasar secara cukup dan
memadai, sehingga cita-cita mencerdaskan kehidupan bangsa seperti yang
termaksud dalam Pembukaan UUD 1945 segera dapat diwujudkan (Haris
Mudjiman, 1994:1-2).
Peningkatan pendidikan wajib belajar, menjadi pendidikan wajib belajar
sembilan tahun dengan harapan terwujudnya pemerataan pendidikan dasar
SD/MI dan SMP/MTS yang bermutu serta lebih menjangkau penduduk
daerah terpencil. Hal ini sesuai dengan UU No: 2 tahun 1989 tentang sistem
Undang-Undang RI No: 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional
sebagaimana yang tertuan pada pasal 34 sebagai berikut:
1. Setiap warga negara yang berusia enam tahun dapat mengikuti
program wajib belajar.
2. Pemerintah dan pemerintah daerah menjamin terselenggaranya wajib
belajar minimal pada jenjang pendidikan dasar tanpa memungut biaya.
3. Wajib belajar merupakan tanggung jawab negara yang
diselenggarakan oleh lembaga pendidikan. Pemerintah, pemerintah
daerah, dan masyarakat.
4. Ketentuan mengenai wajib belajar sebagaimana dimaksud pada ayat
(1), ayat (2), dan ayat (3) diatur lebih lanjut dengan peraturan
pemerintah.
Pelaksanaan pendidikan wajib belajar sembilan tahun telah diatur lebih luas
di dalam UU No: 20 tahun 2003. Bahwa sistem pendidikan nasional
memberi hak kepada setiap warga negara memperoleh pendidikan yang
bermutu dan juga berhak mendapat kesempatan meningkatkan pendidikan
sepanjang hayat (pasal 5 ayat 1 dan 5). Bagi warga negara yang memiliki
kelainan emosional, mental, intelektual, dan atau sosial serta warga negara
yang memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa berhak memperoleh
pendidikan khusus. Demikian juga warga negara di daerah terpencil atau
terbelakang berhak memperoleh pendidikan layanan khusus (pasal 5 ayat 2,
3 dan 4). Lebih jauh dijelaskan bahwa pendidikan wajib belajar sembilan
15
pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan masyarakat tanpa dipungut biaya
(Arifin, 2003: 11).
Merujuk pada paparan yang telah dikemukakan di atas, dapat dipahami
bahwa ciri-ciri pelaksanaan pendidikan wajib belajar sembilan tahun di
Indonesia adalah: (1) tidak bersifat paksaan melainkan persuasif, (2) tidak
ada sanksi hukum, (3) tidak diatur dengan Undang-Undang tersendiri, dan
(4) keberhasilan diukur dengan angka partisipasi pendidikan dasar yang
semakin meningkat.
Wardiman Djojonegoro, (1992) mengemukakan alasan-alasan yang melatar
belakangi dicanangkannya program pendidikan wajib belajar sembilan
tahun bagi semua anak usia 7-15 mulai tahun 1994 adalah:
1. Sekitar 73,7% angkatan kerja Indonesia pada tahun 1992 hanya
berpendidikan sekolah dasar atau lebih rendah, yaitu mereka tidak
tamat sekolah dasar, dan tidak pernah sekolah. Jauh ketinggalan
dibandingkan dengan negara-negara lain di ASEAN, seperti
Singapura.
2. Dari sudut pandang kepentingan ekonomi, pendidikan, dasar sembilan
tahun merupakan upaya peningkatan kualitas sumber daya manusia
yang dapat memberi nilai tambah lebih tinggi terhadap pertumbuhan
ekonomi. Dengan rata-rata pendidikan dasar sembilan tahun,
diharapkan bagi mereka dapat memperluas wawasannya dalam
3. Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang, maka semakin besar
peluang untuk lebih mampu berperan serta sebagai pelaku ekonomi
dalam sektor-sektor ekonomi atau sektor-sektor industri.
4. Dari segi kepentingan peserta didik, peningkatan usia wajib belajar
dari enam tahun menjadi sembilan tahun akan memberikan
kematangan yang lebih tinggi dalam penguasaan pengetahuan,
kemampuan dan keterampilan. Dengan meningkatnya penguasaan
kemampuan dan keterampilan, akan memperbesar peluang yang lebih
merata untuk meningkatkan martabat, kesejahteraan, serta makna
hidupnya.
5. Dengan semakin meluasnya kesempatan belajar sembilan tahun, maka
usia minimal angkatan kerja produktif dapat ditingkatkan dari 10
tahun menjadi 15 tahun.
Berdasarkan alasan-alasan yang melatarbelakangi dicanangkannya
program-program pendidikan wajib belajar sembilan tahun sebagaimana yang
dikemukakan di atas, memberikan gambaran bahwa untuk mencapai
peningkatan kualitas sumber daya manusia, yang dapat memberi nilai
tambah pada diri individu masyarakat itu sendiri mengenai penguasaan ilmu
pengetahuan, keterampilan, yang dapat mengantar kepertumbuhan ekonomi,
peningkatan produktivitas kerja, martabat, dan kesejahteraan hidupnya,
hanya dapat dicapai lewat penuntasan pelaksanaan pendidikan untuk semua.
Dengan demikian, diharapkan jumlah anak putus sekolah bisa diminimalisir
17
Indonesia serta penuntasan wajib belajar yang tidak hanya merupakan upaya
agar anak masuk ke sekolah, tetapi sekolah dengan sistem pembelajaran
yang berkualitas. Namun rendahnya partisipasi sebagian kelompok
masyarakat dalam mendukung wajib belajar sebagai akibat adanya
hambatan geografis, sosial ekonomi dan budaya masyarakat setempat
mengakibatkan program ini terhambat. Terkait dengan itu semua sebagai
masyarakat yang baik, kita harus ikut berpartisipasi atau ikut serta dalam
mendukung wajib belajar sembilan tahun ini. Karena program ini sangat
baik untuk meningkatkan kesadaran dan tanggung jawab masyarakat
terhadap masa depan generasi penerus bangsa yang berkualitas serta upaya
mencerdaskan kehidupan bangsa
1.1. Tujuan Pendidikan
Secara sederhana, tujuan mengandung arti arah atau maksud yang
hendak di capai lewat upaya atau aktifitas. Dengan adanya tujuan,
semua aktivitas dan gerak manusia terarah dan bermakna, tanpa tujuan
semua aktivitas akan menjadi kabur dan terombang ambing. Dengan
demikian, seluruh karya dan karsa manusia harus memiliki orientasi
tertentu, tiada aktivitas tanpa tujuan. Namun demikian, upaya
mempormalisasikan suatu bentuk tujuan, tidak terlepas dari
pandangan hidup dan nilai religius pelaku aktivitas itu sendiri. Maka
tidaklah heran jika terdapat berbedanya tujuan yang ingin dicapai oleh
masing-masing manusia, baik dalam suatu masyarakat, bangsa,
Disuatu kegiatan yang terencana dan sitematis maka prose pendidikan
yang diselenggarakan hannya untuk dan atau diorientasikan pada
tujuan-tujuan yang telah disepakati dan ditetapkan bersama, baik
dalam lingkungan intruksional, institusional maupun dalam lingkup
nasional. Namun demikian, penjabaran-penjabaran tujuan pendidikan
pada masing-masing tahapan seperti yang tercermin itu, hannya
semata-mata diarahkan untuk mencapai tujuan pendidikan nasional,
artinya ruang lingkup yang terurai dalam tahap yang paling ujung
(misal tujuan pengajaran) harus mendukung tujuan pada tahapan
berikutnya (tujuan lembaga) dan akhirnya harus mendukung tujuan
pendidikan Nasional.
Pasal 4 UU No. 2 Tahun 1989 tentang sistem pendidikan nasional mengatakan bahwa : Pendidikan nasional bertujuan mencerdaskan kehidupan bangsa dan megembangkan manusia Indonesia seutuhnya yaitu manusia yang beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan yang Maha Esa dan berbudi pekerti yang luhur, memiliki pengetahuan dan keterampilan kesehatan jasmani dan rohani, keperibadian yang mantap dan mandiri serta rasa tanggung jawab kemasyarakat dan kebangsaan (Undang-Undang RI No. 20,2003: 6).
Apabila tujuan umum pendidikan nasional sebagaimana yang tertuang
dalam UU pendidikan tersebut, tampak bahwa pendidikan di
Indonesia betujuan membantu mengembangkan totalitas keperibadian
atas dasar ketaqwaan terhadap Tuhan yang Maha Esa. Secara tersurat
maupun tersirat bahwa tujuan pendidikan nasional mengisyaratkan
bahwa asfek fisik, sosial, kognitif, efektif dan konatif adalah
faktor-faktor keperibadiaan yang harus di kembangkan melalui pendidikan.
19
terhadap Tuhan Yang Maha Esa, dengan kata lain bahwa melalui
pendidikan warga negara dibantu untuk mencapai tarap kehidupan
yang bermakna secara menyeluruh, maka tujuan pendidikan secara
universal dapat dijelskan sebagai berikut :
1. Bisa membawa anak didik pada pengertian hakekat diri sendiri,
membangun kemanusiaanya dan melaksanakan misi hidup
masing-masing. Ringkasnya menjadi manusia yang baik
2. Mengantar anak didik kedalam dunia peradaban yang terus
menerus dan dinamis. Jadi membangun tipe manusia pembangun
yang rajin, ulet, berani, jujur dan cocok dengan zamannya
(dikutip Kartono, 1991 : 14).
Apabila di simak antara tujuan pendidikan nasional dengan tujuan
pendidikan yang bersifat unifersal tersebut, maka dinyatakan bahwa
tujuan pendidikan nasional tersebut diarahkan untuk mancapai tujuan
yang universal itu.
Tujuan pendidikan adalah memcapai pertumbuhan manusia yang
menyeluruh secara seimbang melaui latihan jiwa, intelek, diri manusia
yang rasional, perasaan dan indra (dikutip Azra, 1999 : 57).
Sedangkan pendapat Zuhairini bahwa tujuan pendidikan di
lembaga-lembaga pendidikan formal terdapat dua macam, yakni : Tujuan Umum
dan Tujuan khusus. Tujuan Umum pendidikan yaitu membimbing anak
agar mereka menjadi orang muslim sejati, beriman teguh, beramal
Tujuan pendidikan tersebut adalah tujuan yang hendak dicapai oleh
setiap orang yang melaksanakan pendidikan. Karena dalam pendidikan
yang perlu ditanamkan akan menghasilkan ketaatan menjalankan
kewajiban agama.
1.2. Fungsi Pendidikan
Optimalisasi proses penyelenggaraan pendidikan pada hakekatnya
adalah untuk menunaikan fungsinya dalam konstelasi pengembangan
SDM, hal ini mengingat bahwa proses pendidikan itu hannya untuk dan
terfokus pada pemberdayaan keperibadian individu agar pada akhirnya
bermuara pada nilai-nilai kehidupan bermasyarakat berbangsa, dan
bernegara. Jika diperhatikan dari sudut kepentingan masyarakat maka
proses pelaksanaan pendidikan merupakan upaya sadar dari
sekelompok masyarakat untuk mengembangkan individu agar ia dapat
hidup selaras dengan kepentingan nilai-nilai yang telah diciptakan oleh
lingkungan masyarakat itu sendiri. Sedangkan apabila dilihat dari
keepentingan individu, maka proses pendidikan yang ia peroleh
merupakan usaha dan yang bersangkutan untuk mengembangkan diri
dalam rangka pencapaian tingkat perkembangan yang baik sesuai
dengan setandar yang ada dalam lingkungan masyarakat itu sendiri.
Keterkaitan antara masyarakat dengan individu bagi proses pendidikan
melahirkan beberapa fungsi. Hal ini dapat diperhatikan melalui kutipan
21
Pendidikan itu memeiliki beberapa fungsi yaitu :
1. Fungsi pengembangan, artinya pendidikan bertanggung jawab mengembangkan potensi individu yang bersifat unik, dimana pendidikan seyogyanya memperkaya keterampilan dalam segi ilmu pengetahuan. Penyesuaian diri, filsafat hidup maupun dalam segi pekerjaan, melalui pendidikan individu memperoleh kesempatan untuk mengembangkan minat, kecakapan dan bakat-bakat khusus yang di milikinya.
2. Fungsi peragaman, artinya keragaman kecakapan. Minat dan tujuan siswa tereflesikan di dalam pola kematangan prilakunya, keterampilan ini mengharuskan pendidikan untuk menyediakan program-program yang sesuai dengan kebutuhan individu.
3. Fungsi integrasi, artinya fungsi pengembangan dan peragaman harus diikuti dengan fungsi inpegrasi. Fungsi ini berkenaan dengan upaya membantu siswa mencapai keterpaduan hidup di dalam masyarakat dengan memeliki indentitas diri yang kuat (Sunarya dkk, 1988 : 12).
Jika disimak tentang ketiga fungsi pendidikan tersebut di atas, maka
seharusnya di dalam lembaga pendidikan formal (khususnya dalam
sistem persekolahan) dari tingkat pendidikan dasar sampai jenjang yang
tertinggi telah dapat menggali dan menemukan potensi yang dimiliki
peserta didiknya untuk dapat memfungsikan pendidikan yang ia terima
secara optimal, sesuai dengan bakat, minat dan kecakapan-kecakapan
yang ada pada dirinya, sehingga tujuan-tujuan pendidikan dapat
tercapai sesuai dengan harapan-harapan baik secara personal maupun
dalam skala nasional.
Pendidikan bagi suatu bangsa sangat penting artinya sebab pendidikan
ini berfungsi sebagai berikut :
1. Pelestarian nilai-nilai terpuji dalam masyarakat yang dikehendaki
2. Pengembangan nilai-nilai baru yang di anggap serasi oleh
masyarakat dalam menghadapi tantangan perkembangan ilmu
pengetahuan, teknologi dan modernisasi.
3. Membentuk tenaga pembangunan yang ahli dan terampil serta
dapat meningkatkan froduktifitas, mutu dan efesien kerja.
4. Jembatan masa kini dan masa yang akan datang
5. Pembentukan pribadi-pribadi yang memiliki kepercayaan diri dan
bertanggung jawab, serta mampu mengungkapkan dirinya
maupun media yang ada maupun dalam melakukan hubungan
manusiawi, bertindak efesien dan menjadi warga negara yang
baik (Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1995).
Adapun spesifikasi fungsi pendidikan nasional adalah sebagaimana
yang tertuang dalam UU pendidikan nasional No 2 Tahun 1989 pasal 3
yang menyebutkan bahwa “ Pendidikan nasional berfungsi untuk
mengembangkan kemapuan serta meningkatkan mutu kehidupan dan
martabat manusia Indonesia dalam rangka upaya mewujudkan tujuan
Nasional”(UU Pendidikan, 1989).
Agar dapat memfungsikan pendidikan nasional tersebut, maka
fungsi-fungsi yang bersifat umum di atas tidak dapat diabaikan dalam
pelaksanaan, sebab titik tolaknya harus melalui individu untuk
23
1.3 Tingkat Pendidikan Nasional
Istilah pendidikan telah dikenal orang sejalan dengan sejarah peradaban
amanusia, artinya pendidikan merupakan salah satu faktor peradaban
manusia dan keberadaan peradaban itu sendiri dapat tumbuh dan
berkembang melalui dunia pendidikan. Oleh kerenanya pendididkan
adalah jiwa kehidupan dan kehidupan ini memeiliki makna manakala
dibarengi dengan proses pendidikan yang relevan dengan tujuan dan
tuntunan masyrakat
Hidup dan kehidupan manusia selamanya tidak terlepas dari sumbangan
yang diberikan oleh pendidikan, memang tanpa makan dan bernafas
manusia tidak akan mampu bertahan di dalam hidup dan kehidupannya.
Tetapi hidup dan kehidupan yang berhasil sesuai dengan nilai-nilai
manusiawi bagi diri dan lingkungan seseorang mutlak memerlukan bekal
kemampuan jasmaniah dan rohaniah, dari manusia itu sendiri (dikutip
Tim Dosen IKIP Malang, 1982).
Berdasarkan ungkapan di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa pendidikan
merupakan sesuatu yang harus ada dalam membina dan mengasah hidup
yang memiliki makna sesuai dengan nilai kemanusiaan melalui proses
pendidikan pada dasarnya adalah perkembangan sumber daya insani,
dimana dalam hal ini pendidikan berfungsi untuk memungkinkan setiap
manusia mempertahankan hidupnya, mengembangkan dirinya dan
membangun masyarakat, melalui pendidikan setiap manusia pada
kereatif dan dapat meningkatkan kemampuan untuk memperoleh dan
menciptakan pekerjaan melalui bermacam-macam kemungkinan.
Dengan beberapa ulasan di atas, pada hakekatnya telah dapat ditarik suatu
kesimpulan bahwa pendidikan dapat menghantarkan anak didik kesuatu
tingkat pendidikan tertentu yang pada akhirnya bermuara pada
peningkatan sumber daya manusia. Secara operasional pendidikan
diartikan sebagai.
Usaha sadar untuk menyiapkan peserta didik melalui kegiatan bimbingan
pengajaran dan atau latihan bagi peranannya dimasa yang akan datang
(Djazuli, 1994). Dalam sistem pendidikan nasional, jenjang pendidikan
formal adalah sebagaimana yang diatur dalam UU Republik Indonesia No
2 Tahun 1989 sebagai berikut :
1. Jenjang pendidikan termasuk jalur pendidikan sekolah terdiri atas
pendidikan dasar, pendidikan menegah dan pendidikan tingkat
tinggi
2. Selain jejang yang dimaksud pada ayat (a) dapat diselenggarakan
pendidikan pra-sekolah (1997 : 7).
Apabila diperhatikan peryataan UU tersebut di atas, maka dapat
dinyatakan bahwa jalur pendidikan formal diatur kedalam jenjang dengan
25
2. Pengertian Anak Putus Sekolah
Anak putus sekolah adalah keadaan dimana anak mengalami keterlantaran
karena sikap dan perlakuan orang tua yang tidak memberikan perhatian yang
layak terhadap proses tumbuh kembang anak tanpa memperhatikan hak – hak
anak untuk mendapatkan pendidikan yang layak.
Undang – Undang nomor 4 Tahun 1979, anak terlantar diartikan sebagai anak
yang orang tuanya karena suatu sebab, tidak mampu memenuhi kebutuhan
anak sehingga anak menjadi terlantar. Dan Menurut Undang– Undang nomor
23 Tahun 2002 bahwa anak terlantar yakni anak yang kebutuhannya tidak
terpenuhi secara wajar, baik kebutuhan fisik, mental, spiritual maupun sosial.
Menurut Departemen Pendidikan di Amerika Serikat (MC Millen Kaufman,
dan Whitener, 1996) mendefinisikan bahwa anak putus sekolah adalah murid
yang tidak dapat menyelesaikan program belajarnya sebelum waktunya selesai
atau murid yang tidak tamat menyelesaikan program belajarnya.
Selanjutnya kita dapat menyimpulkan bahwa anak putus seolah adalah mereka
yang tidak dapat melanjutkan pendidikan dikarnakan beberapa hal bisa adri diri
anak dan dari luar diri anak yang berpengaruh terhadap pola berpikir anak
terhadap dunia pendidikan
3. Akibat Anak Tidak Mendapatkan Pendidikan/Putus Sekolah
Sekolah menyiapkan peserta didik untuk hidup eksis dalam dunia kerja dan
fungsional dalam masyarakat, mengembangkan kebudayaan dan partisipasi
yang berani dan mau bertanggungjawab, dan memiliki kepekaan dan
kepedulian yang tinggi terhadap pendidikan dan sains.
Apabila sekolah sebagai satuan pendidikan dapat berperan dengan maksimal
dalam kehidupan masyarakat, maka masyarakat dapat tercerdaskan dan
terangkat harkat dan martabatnya. Namun, kini masih banyak masyarakat yang
putus sekolah yang tentunya menjadi hambatan dalam ‘pengikisan’
pengangguran dan pembangunan ekonomi. Hal tersebut di antara dampak
negatif yang ditimbulkan bagi anak yang putus sekolah adalah:
1. Menambah jumlah pengangguran.
2. Kerugian bagi masa depan anak, orang tua dan masyarakat, serta bangsa
3. Menjadi beban orang tua, dan
4. Menambah kemungkinan terjadinya kenakalan anak dan tidak kejahatan
dalam kehidupan sosial masyarakat
4. Faktor Yang Menyebabkan Anak Putus Sekolah
Kalau kita melihat mengapa anak putus sekolah tentunya tidak akan terlepas
dari beberapa hal yang mempengaruhi sehingga tidak dapat menyelesaikan
sekolah, wajar saja terjadi karena anak dihadapkan oleh beberapa kendala, baik
yang datang dari diri sendiri maupun yang datang dari luar diri anak yaitu
lingkungan.
Hal-hal yang mempengaruhi anak itu antara lain adalah latar belakang
pendidikan orang tua, lemahnya ekonomi keluarga, kurangnya minat anak
untuk sekolah, kondisi lingkungan tempat tinggal anak, serta pandangan
27
4.1 Faktor Internal
Yang menyebabkan anak putus sekolah bukan hanya disebabkan oleh latar
belakang pendidikan orang tua, juga lemahnya ekonomi keluarga tetapi
juga datang dari dirinya sendiri yaitu kurangnya minat anak untuk
bersekolah atau melanjutkan sekolah.
Anak usia wajib belajar semestinya menggebu-gebu ingin menuntut ilmu
pengetahuan namun karena sudah terpengaruh oleh lingkungan yang
kurang baik terhadap perkembangan pendidikan anak, sehingga minat
anak untuk bersekolah kurang mendapat perhatian sebagaimana mestinya,
adapun yang menyebabkan anak kurang berminat untuk bersekolah adalah:
anak kurang mendapat perhatian dari orang tua terutama tentang
pendidikannya, juga karena kurangnya orang-orang terpelajar sehingga
yang mempengaruhi anak kebanyakan adalah orang yang tidak sekolah
sehingga minat anak untuk sekolah sangat kurang.
Anak seusia wajib belajar sudah mengenal bahkan sudah mampu untuk
mencari uang terutama untuk keperluannya sendiri seperti jajan dan
lain-lain, hal ini tentu akan mempengaruhi terhadap cara dan sikap anak dalam
bertindak dan berbuat. Karena sudah mencari uang sendiri dan merasakan
enaknya membelanjakan uang akhirnya tanpa terasa sekolah ditinggalkan
begitu saja.
Sekolah harus belajar dengan sungguh-sungguh dan anak berada di
sekolah hampir setengah hari penuh tanpa sedikit pun menghasilkan uang
secukupnya. Hal inilah yang menyebabkan mereka malas untuk
bersekolah.
Selain itu tinggi rendahnya minat untuk meneruskan sekolahnya juga di
pengaruhi oleh prestasi belajar anak itu sendiri. Anak yang berprestasi
belajarnya rendah, tentu tidak naik kelas. Artinya di anak tetap tinggal di
kelas, dengan harapan agar dia dapat meningkatkan prestasinya.
Anak didik yang gagal dalam belajar dan tidak naik kelas ada dua
kemungkinan yang terjadi pada dirinya. Pertama dia akan merasa malu
terhadap teman-teman dan guru di sekolah karena ia tidak bisa seperti
teman-temannya, maka ia malas untuk pergi ke sekolah. Kedua yaitu
kegagalan dalam belajar akan menjadi cambuk baginya untuk belajar lebih
giat dan rajin agar dapat menandingi teman-temannya, dan kalau bisa lebih
baik/tinggi dari teman-temannya semula,
Sangatlah disayangkan, kemungkinan yang kedua ini jarang terjadi pada
diri anak didik. Yang sering terjadi adalah kemungkinan pertama, bila
gagal dalam belajar maka anak akan malas pergi ke sekolah dan
meninggalkan sekolahnya yang belum selesai.
4. 2 Faktor Eksternal
a. Latar belakang pendidikan orang tua
Pendidikan orang tua yang hanya tamat sekolah dasar apalagi tidak
tamat sekolah dasar, hal ini sangat berpengaruh terhadap cara berpikir
29
orang tua untuk menyekolahkan anaknya, dan cara pandangan orang tua
tentu tidak sejauh dan seluas orang tua yang berpendidikan lebih tinggi.
Orang tua yang hanya tamat sekolah dasar atau tidak tamat cenderung
kepada hal-hal tradisional dan kurang menghargai arti pentingnya
pendidikan. Mereka menyekolahkan anaknya hanya sebatas bisa
membaca dan menulis saja, karena mereka beranggapan sekolahnya
seseorang kepada jenjang yang lebih tinggi pada akhir tujuan adalah
untuk menjadi pegawai negeri dan mereka beranggapan sekolah hanya
membuang waktu, tenaga dan biaya, mereka juga beranggapan terhadap
anak lebih baik ditujukan kepada hal-hal yang nyata yaitu membantu
orang tua dalam berusaha itu lah manfaat yang nyata bagi mereka, lagi
pula sekolah harus melalui seleksi dan ujian yang di tempuh dengan
waktu yang panjang dan amat melelahkan. Walaupun ada orang tua
yang pendidikannya tidak tamat Sekolah Dasar, namun anaknya bisa
menjadi sarjana tetapi hal ini sangat jarang sekali.
Latar belakang pendidikan orang tua yang rendah merupakan suatu hal
yang mempengaruhi anak sehingga menyebabkan anak menjadi putus
sekolah dalam usia sekolah. Akan tetapi ada juga orang tua yang telah
mengalami dan mengenyam pendidikan sampai ke tingkat lanjutan dan
bahkan sampai perguruan tinggi tetapi anaknya masih saja putus
sekolah, maka dalam hal ini kita perlu mengkaitkannya dengan minat
anak itu sendiri untuk sekolah, dan mengenai minat ini akan dijelaskan
b. Lemahnya Ekonomi Keluarga
Kurangnya pendapatan keluarga menyebabkan orang tua terpaksa
bekerja keras mencukupi kebutuhan pokok sehari-hari, sehingga
pendidikan anak kurang terperhatikan dengan baik dan bahkan
membantu orang tua dalam mencukupi keperluan pokok untuk makan
sehari-hari misalnya anak membantu orang tua ke sawah, karena di
anggap meringankan beban orang tua anak di ajak ikut orang tua ke
tempat kerja yang jauh dan meninggalkan sekolah dalam waktu yang
cukup lama.
Mereka menjadi buruh tanpa tujuan untuk membantu pekerjaan orang
tua, setelah merasa enaknya membelanjakan uang hasil usaha sendiri
akhirnya anak tidak terasa sekolahnya ditinggalkan begitu saja, anak
perempuan di suruh mengasuh adiknya di waktu ibu sibuk bekerja.
Hal-hal tersebut di atas sangat mempengaruhi anak dalam mencapai
suksesnya bersekolah. Pendapat keluarga yang serba kekurangan juga
menyebabkan kurangnya perhatian orang tua terhadap anak keran setiap
harinya hanya memikirkan bagaimana caranya agar keperluan keluarga
bisa terpenuhi, apalagi kalau harus meninggalkan keluarga untuk
berusaha menempuh waktu berbulan-bulan bahkan kalau sampai
tahunan, hal ini tentu pendidikan anak menjadi.terabaikan.
Yang menyebabkan orang tua kurang pendapatan karena produksi hasil
31
saatnya pasang maka lahan pertanian akan menjadi banjir dan
menenggelamkan semua tanaman, hal ini kalau sering terjadi
menyebabkan orang tua anak yang tinggal di desa menyebabkan akan
sering menemui kegagalan mas panen. Sedangkan kalau musim
kemarau lahan pertanian akan kekeringan sampai tanah menjadi
pecah-pecah, hal ini menjadikan tanaman menjadi tidak berbuah maka para
petani kembali menemui kegagalan dalam masa panen.
Di tambah dengan tidak pernah hadir dalam penyuluhan yang jarang di
adakan sehingga mereka bercocok tanam hanya secara tradisional, tidak
mengetahui akan manfaat pupuk serta kurang mengetahui alat-alat
pertanian yang baik, hal ini juga menyebabkan sering gagalnya dalam
pertanian. Kegagalan demi kegagalan akhirnya orang tua banyak yang
beralih profesi dari bertani mencoba kepada pekerjaan lain yang mana
para orang tua yang tinggal di desa yang serba minim memiliki
keterampilan serta pengetahuan yang kurang luas tentang dunia usaha
sehingga sering menemui kegagalan dalam berusaha.
Lemahnya ekonomi keluarga juga karena banyaknya jumlah anggota
keluarga yang menyebabkan kepala keluarga menjadi sibuk untuk
mencukupi keperluan keluarga dan juga menyebabkan kurangnya
perhatian orang tua terhadap pendidikan anak-anaknya.
Lingkungan tempat tinggal anak adalah salah satu faktor yang
mempengaruhi terjadinya kegiatan dan proses belajar/pendidikan. Oleh
sebab itu seyogyanya lingkungan tempat tinggalanak atau lingkungan
masyarakat ini dapat berperan dan ikut serta di dalam membina
kepribadian anak-anak kearah yang lebih positif.
Untuk membina anak kearah yang lebih positif dan bermanfaat adalah
denganadanya saling berhubungan satu dengan yang lainnya,sehingga
anak timbul saling pengaruh dengan proses pendidikan akan berjalan
dengan lancar dan baik.
Adanya saling kontak dan berhubungan memang sangat baik, karena
akan membuka wawasan pikiran kearah yang lebih maju,membantu
kegiatan belajar dll. Itu kalau kita lihat dari segi positifnya. Tetapi
sebaliknya berhubungan juga akan menimbulkan hal-hal yang negatif
bila si anak akan terpengaruh kepada hal-hal yang kurang baik,dalam
hal akan mengakibatakan kegagalan dalam sekolah.
Pengaruh-pengaruh yang negatif inilah yang harus kita hilangkan
didalam masyarakat dengan begitu akan membantu suksesnya
pendidikan yang diselenggarakan oleh pemerintah.lingkungan tempat
tinggal atau lingkungan masyarakat,kawan sepergaulan,juga ikut serta
memotivasi terlakasana kegiatan belajar anak.
33
suasana lingkungan sebenarnya sangat mempengaruhi proses belajar
mengajar bagi anak. Lingkungan yang tenteran,nyaman,damai akan
mempunyai pengaruh yang baik kepada anak. Sebaliknya lingkungan
yang ribut,tidak aman,hingar bingar akan menimbulkan pengaruh yang
negatif terhadap kelangsungsn proses belajar anak di sekolah.
Adanya suasana lingkungan masyarakat yang kurang baik, akan
mengganggu anak dalam belajar dan secara langsung akan
mempengaruhi prestasi belajar yang diperoleh disekolah. Bisa juga
disebabkan suasana yang ribut tapi menyenangkan hati anak,akan akan
terpengaruh dan ikut serta di dalamnya dan ia lupa bahwa dirinya
seorang pelajar.
Seorang pelajar tidak pantas melakukan hal-hal yang negatif,karena
akan merugikan,tugas pelajar adalah belajar,agar suatu hari nati menjadi
orangyang bermanfaat bagi banyak orang.
e. Kawan Sepergaulan
kita sebagai makhluk sosial tidak dapat hidup sendiri,karena kita
membutukan manusia yang lain. Kebanyakan manusia bila mencari
teman yang sebanding dengannya, maksudnya kalau anak berteman
dengan anak orangtua dengan orang tuatua pula. Karena hal ini didasari
oleh adanya persamaan-persamaan antara individu yang satu dengan
Bagaimanapun juga adanya pergaulan ini mempunyai pengaruh
terhadap sikap,tingkah laku,dsn cara bertindak dan lain sebagainya
darin setiap individu. Dimana pengaruh tersebut ada yang bersifat
positif dan ada puloa yang bersifat negatif.
1. Yang Bersifat Positif
Bergaul dan berteman dengan orang yang berpendidikan dan berilmu
pengetahuan yang lebih dari kit,akan mendapatkan manfaat kapada
kita khususnya,dan akn membantu dan memotivasi kita dalam belajr
menuntut ilmu. Bila kita menemui kesulitan akan mudah
bertanya/minta bimbingan kepada mereka yang lebih tahu.
Selain itu,bergaul dengan orang yang berpengetahuan juga
mendatangkan ketentraman,karena diri kita bisa merasa dapat di
terima oleh lingkungan dimana kita tinggal. Dengan demikian
terjalin kerja sama bantu membantu antara sesamanya didalam
mensukseskan pembangunan,khususnya dalam bidang pendidikan.
2. Yang Bersifat Negatif
Bergaul dengan orang abik bisa mendatangkan pengaruh positif dan
negatif. Pengaruh negatif tersebut antara lain :
• Bila seorang anak didik mempunyai kawan sepergaulan nrata-rata
tidaksekolah,maka sedikit banyaknya akan mempengaruhi kepada
si anak. Khususnya yang berhubungan dengan klangsungan dan
35
belajar anak dirymah, seperti kawannya mengajk
jalan-jalan,ngbrol-ngobrol dll hingga tidak ingat waktu belajar.
•Bila anak didik bergaul dengan anak yang tidak bermoral/akhlak
yang tidak baik,pada suatu saat nanti akan terpengaruh dan turu
melakukan perbuatan-perbuatan yang tidak baik,disebabkan setia
kawan dll yang dapat menjerumus anak didik. Dan akhirnya akan
mengganggu pelajar di sdekolah,kemudian putus sekolah.
f. Pandangan Masyarakat Terhadap Pendidikan
Pandangan masyarakat terhadap pendidikan juga berpengaruh terhadap
keberhasialan anak dalam menempuh pendidikan di bangku sekolah.
Pandangan masyarakat yang maju tentu berbeda dengan masyarakat
yang keterbelakangan dan tradisional, masyarakat yang maju tentu
pendidikan mereka majumpula,demikian pula ank-anak mereka akan
menjadi bertambah maju pula pendidikannya dibandingkan dengan
orangtua mereka.
Maju mundurnya suatu masyarakat,bangsa dan negara juga ditentukan
dengan maju mundurnya pendidikan yang dilaksanakan.
Pada umumnya masyarakat yang terbelakang atau masyarakat
tradisional mereka kurang memahami arti pentingya
pendidikan,sehingga kebanyakan anak-anak mereka tidak sekolah dan
Hal tersebut bisa terjadi karena mereka beranggapan sekolah sangat
sulit,merasa tidak mampu,mempengaruhi,buang waktu banyak,lebih baik
baik bekerja sejak anak-anak ajakan membantu orangtua,tujuan sekolah
sekedar bisa membaca dan menulis,juga karaean anggapan mereka tujuan
akhir dari sekolah adalah untuk menjadi pegawai negeri,hali ni tentu
karena kurang memahami arti,fungsi,dan tujuan pendidikan nasional.
Masyarakat yang tradisional kalu mereka memahami fungsi dan tujuan
pendidikan nasional pada akhirnya akan menjadi masyarakat yang maju
dan berkembang.
Masyarakat yang terpencil atau masyarakat yang tradisional juga
beranggapan bahwa sekolah itu pada dasarnya sedikit sekali yang sesuai
dengan kehendak mereka,misalnya begitu tamat sekolah langsung
mendapatkan pekerjaan,sekolah hendaknya tidak memerlukan biaya yang
banyak,dan tidak memerlukan waktu yang sama.
Hal tersebut ada hubungan dengan pendapat seorang ahli sosiologi yang
bernama Surjadi,A.dalam bukunya yang berjudul pembangunan
masyarakat pedesaan,mengemukakan”sekolah itu pada intinya
merupakan lembaga asing yang sedikit saja relevansinya langsung
dengan kegiatan masyarakat”.
Mungkin kalau pendidikan itu sesuai dengan kehendak mereka maka
masyarakatpun juga akan mendukungnya,namun semua itu hanya
37
5. Pengertian Hak Anak Akan Pendidikan
Pendidikan merupakan hak yang sangat fundamental bagi anak. Hak wajib
dipenuhi dengan kerjasama paling tidak dari orang tua siswa, lembaga
pendidikan dan pemerintah. Pendidikan akan mampu terealisasi jika semua
komponen yaitu orang tua, lembaga masyarakat, pendidikan dan pemerintah
bersedia menunjang jalannya pendidikan.
Pendidikan itu tanggung jawab semua masyarakat, bukan hanya tanggung
jawab sekolah. Konsekuensinya semua warga negara memiliki kewajiban
moral untuk menyelamatkan pendidikan. Sehingga ketika ada anggota
masyarakat yang tidak bisa sekolah hanya karena tidak punya uang, maka
masyarakat yang kaya atau tergolong sejahtera memiliki kewajiban moral
untuk menjadi orang tua asuh bagi kelangsungan sekolah anak yang putus
sekolah pada tahun ini mencapai puluhan juta anak di seluruh Indonesia.
Pendidikan itu dimulai dari keluarga. Paradigma ini penting untuk dimiliki oleh
seluruh orang tua untuk membentuk karakter manusia masa depan bangsa ini.
Keluarga adalah lingkungan yang paling pertama dan utama dirasakan oleh
seorang anak, bahkan sejak masih dalam kandungan. Karena itu pendidikan di
keluarga yang mencerahkan dan mampu membentuk karakter anak yang soleh
dan kreatif adalah modal penting bagi kesuksesan anak di masa – masa
selanjutnya.
Pembukaan Undang-Undang 1945 menyatakan bahwa tujuan nasional adalah
untuk melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia,
melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi,
dan keadilan sosial. Dengan demikian, dapat dipahami bahwa salah satu tujuan
didirikannya Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) adalah untuk
mencerdaskan kehidupan bangsa. Adanya tujuan nasional tersebut
mengakibatkan bahwa kewajiban mencerdaskan bangsa melekat pada
eksistensi negara. Dengan kata lain, bahwa untuk mencerdaskan kehidupan
bangsalah maka negara Indonesia dibentuk.
Untuk mewujudkan tujuan nasional tersebut, terutama tujuan mencerdaskan
kehidupan bangsa, harus dicapai melalui proses pendidikan. Pendidikan pada
dasarnya merupakan fitrah manusia sebagai makhluk yang berakal dan
berpikiran. Proses pendidikan itu sendiri berlangsung sejak dalam kandungan
sampai ke liang lahat dan bisa didapat di mana saja dan kapan saja. Dalam
pemenuhannya di lapangan, pendidikan dapat dilakukan melalui jalur formal,
nonformal, dan informal pada setiap jenjang dan jenisnya.
Undang-undang Tahun 1945 menempatkan bidang pendidikan dalam derajat
keseriusan yang tinggi, terbukti dengan adanya rumusan pasal khusus tentang
pendidikan. Pasal-pasal tersebut mengatur mulai dari hak warga negara
mendapatkan pendidikan sampai dengan peran pemerintah untuk memajukan
ilmu pengetahuan dan teknologi. Pasal 31 Undang-Undang 1945
mengamanatkan: (1) Setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan; (2)
Setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib
39
manusia, seperti termaktub dalam Pasal 28C Ayat (1) dan Pasal 28E Ayat (1)
Undang-Undang 1945.
5.1. Hak Pendidikan Secara Konstitusional
Berdasarkan ketentuan Undang-Undang 1945 jelaslah bahwa mendapatkan
pendidikan merupakan hak setiap warga negara. Atau dengan kata lain,
hak mendapatkan pendidikan merupakan hak setiap warga negara yang
dijamin dalam konstitusi, yang lazim dipahami sebagai hak konstitusional
warga negara. Hak konstitusional adalah hak-hak dasar yang kemudian
diadopsi dalam konstitusi yang meliputi hak asasi manusia dan hak warga
negara yang dijamin dalam Undang-Undang 1945 dan berlaku bagi setiap
warga negera Indonesia.
Mengingat fungsi utama Undang-Undang ialah memberikan perlindungan
terhadap individu dan hak-hak dasar dari individu-individu tersebut
terutama warga negara, maka ketika hak dasar sudah dijamin di dalam
konstitusi maka hak dasar itu menjadi hak konstitusional. Di negara
hukum, hak-hak dasar atau hak asasi (basic right) setiap warga negara
yang kemudian menjadi hak konstitusional bukan sekadar harus dihormati
dan dilindungi, melainkan juga harus dijamin pemenuhannya.
Atas dasar itulah, hak hak warga negara untuk mendapatkan pendidikan
tidak hanya menimbulkan kewajiban negara untuk menghormati dan
melindungi, tetapi menimbulkan tanggung jawab negara untuk memenuhi
dengan baik maka Undang-Undang 1945 misalnya, melalui Pasal 31 Ayat
(2) mewajibkan kepada pemerintah untuk membiayainya. Bahkan, negara
harus memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya 20% dari
APBN serta APBD untuk memenuhi kebutuhan penyelenggaraan
pendidikan nasional.
Dalam rangka memenuhi hak konstitusional warga negara itulah
pendidikan tinggi, baik yang diselenggarakan oleh pemerintah maupun
masyarakat, hadir di tengah masyarakat dalam upaya mewujudkan visi
pendidikan nasional. Keberadaan perguruan tinggi sangat penting bagi
sebuah bangsa. Dari perguruan tinggi inilah lahir orang-orang dengan
kapasitas dan kualifikasi yang baik sehingga mampu dan proaktif
menjawab tantangan bangsa dan tantangan zaman yang demikian dinamis.
Itu pula sebabnya, perguruan tinggi kerap disebut sebagai lahan
penyemaian generasi mendatang yang memiliki karakter pembaharu,
memiliki tradisi dan budaya intelektual serta memiliki gagasan-gagasan
baru dalam menyikapi dan menjawab persoalan kehidupan.
6. Peran Pemerintah Dalam Menanggulangi Masalah Pendidikan
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
mengamanatkan bahwa setiap warga negara yang berusia 7-15 tahun wajib
mengikuti pendidikan dasar. Pasal 34 ayat 2 menyebutkan bahwa Pemerintah
dan pemerintah daerah menjamin terselenggaranya wajib belajar minimal pada
jenjang pendidikan dasar tanpa memungut biaya, sedangkan dalam ayat 3
41
diselenggarakan oleh lembaga pendidikan Pemerintah, pemerintah daerah, dan
masyarakat. Konsekuensi dari amanat undang-undang tersebut adalah
Pemerintah dan pemerintah daerah wajib memberikan layanan pendidikan bagi
seluruh peserta didik pada tingkat pendidikan dasar (SD dan SMP) serta satuan
pendidikan lain yang sederajat.
Dengan adanya Program Bantuan Operasional Sekolah (BOS) yang dimulai
sejak bulan Juli 2005, telah berperan secara signifikan dalam percepatan
pencapaian program wajar 9 tahun. Oleh karena itu, mulai tahun 2009
pemerintah telah melakukan perubahan tujuan, pendekatan dan orientasi
program BOS, dari perluasan akses menuju peningkatan kualitas.
Pada tahun 2012 Dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) mengalami
perubahan mekanisme penyaluran dan. Pada tahun anggaran 2011 penyaluran
dana BOS dilakukan melalui mekanisme transfer ke daerah kabupaten/kota
dalam bentuk Dana Penyesuaian untuk Bantuan Operasional Sekolah, mulai
tahun anggaran 2012 dana BOS disalurkan dengan mekanisme yang sama
tetapi melalui pemerintah provinsi.
6.1 Program Pemerinta Melalui BOS (bantuan operasional sekolah)
Sasaran program BOS adalah semua sekolah SD dan SMP, termasuk SMP
(SMPT) dan Tempat Kegiatan Belajar Mandiri (TKBM) yang
diselenggarakan oleh masyarakat, baik negeri maupun swasta di seluruh
provinsi di Indonesia. Program Kejar Paket A dan Paket B tidak termasuk
Besar biaya satuan BOS yang diterima oleh sekolah pada tahun anggaran
2012, dihitung berdasarkan jumlah siswa dengan ketentuan:
SD/SDLB : Rp 580.000,-/siswa/tahun
SMP/SMPLB/SMPT : Rp 710.000,-/siswa/tahun
6.2 Permasalahan Program BOS (bantuan operasional sekolah)
Program wajib belajar 12 tahun sudah dilaksanakan yang menargetkan
pada sekolah Dasar hingga Sekolah Menengah Pertama, hal ini dilakkukan
sebagai dasar untuk mengentaskan anak-anak indonesia dari buta hurup,
kendala pada kenyataan di lapangan bahwasanya program wajib belajar 12
tahun atau biaya sekolah gratis hingga Sekolah Menengah Pertama tidak
menjadi jaminan seseorang bisa memamnfaatkan apa yang didapat di
sekolah dengan ada di lapangan, kita mengetahui bahwa syarat minimal
sekarang dalam mencari pekerjaan adalah minimal lulusan SMA (sekolah
menengah atas)
Dengan demikian Bantuan Operasional Sekolah yang selama ini di
salurkan kurang sempurna padahal Undang-Undang tahun 1945 misalnya,
melalui Pasal 31 Ayat (2) mewajibkan kepada pemerintah untuk
membiayainya. Bahkan, negara harus memprioritaskan anggaran
pendidikan sekurang-kurangnya 20% dari APBN serta APBD untuk
43
7. Penanganan Anak Putus Sekolah
Persoalan putus sekolah merupakan tantangan bagi pekerja sosial. Data dari
susenas menyebutkan ratusan ribu pelajar terancam putus sekolah, mereka
berasal dari keluarga miskin. Anak usia sekolah dari keluarga miskin inilah
yang potensial keluar dari bangku sekolah sebelum mengantongi ijazah.
Dua solusi untuk menolong anak putus sekolah yang tidak mampu yang baik
adalah:
1. Membangun sekolah rakyat yang baik diperuntukkan bagi anak terlantar
dan tidak mampu. Tidak dipungut biaya apa pun dikarenakan
ketidaksanggupan membiayainya karena kemiskinan di mana pendirian
sekolah tersebut seluruhnya ditanggung pemerintah setempat. Pemerintah
setempat memiliki kewajiban melindungi dengan sikap tegas. Sekolah
rakyat tersebut disetarakan dengan SD, SMP, SMA, dan Universitas yang
berkualitas.
2. Jika negara dan pemerintah setempat tidak sanggup membiayai
pembangunan sekolah bahkan yang sederhana sekali pun, kita, terutama
warga negara yang memiliki uang gaji berlebih seharusnya memberikan
sebagian uangnya kepada anak miskin untuk bersekolah.
B Kerangka Pikir
Ketercapaian ketuntasan dalam mencapai pendidikan sangatlah butuh
perjuangan banyak faktor dan kendala dalam mengentaskan anak remaja dalam
meraih pendidikan, kaena pada hakikatnya pendidikan merupakan sumber
disampingkan, sebab pendidikan ini membentuk sikap mental manusia kepada
perilaku budi pekerti luhur yang dapat membentuk keperibadian utama yang
diridhoi Allah SWT
Hal lain yang mempengaruhi anak putus sekolah itu antara lain adalah latar
belakang pendidikan orang tua,lemahnya ekonomi keluarga,kurangnya minat
anak untuk sekolah,kondisi lingkungan tempat tinggal anak,serta pandagan
masyarakat terhadap pendidikan.dengan demikian yang dapat di jadikan
variabel seperti dalam diagram kerangka pikir berikut ini:
Faktor Yang Mempengaruhi Tidak
melanjutkan Sekolah ( X )
1. Faktor dari dalam diri anak (faktor Internal) a. kemauan
b. kemampuan
III. METODOLOGI PENELITIAN
A. Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif dengan
menggunakan pendekatan kualitatif. Dengan menggunakan metode penelitian
deskriptif ini penulis ingin memaparkan data-data dan menganalisis data
secara objektif serta menggambarkan faktor-faktor yang menyebabkan remaja
di Desa Muara Putih Kec.Natar tidak melanjutkan pendidikan kejenjang
sekolah lanjutan.
B. Populasi dan Sampel
1. Populasi
Menurut Suharsimi Arikunto (1986: 115) “Populasi adalah keseluruhan
subjek penelitian.
Berdasarkan pendapat di atas, maka populasi dalam penelitian ini adalah
remaja Desa Muara Putih Kec Natar Lampung Selatan yang berjumlah 30
Tabel 1.1 Jumlah Remaja Yang Tidak melanjutkan Sekolah di Desa
Remaja Laki-Laki Remaja Perempuan
Sitara 4 7 11
Banjarejo 8 9 17
Tanjung waras 5 6 11
Cisarua 12 18 30
Jumlah 29 40 69
Sumber : Desa Muara Putih
Dari tabel di atas menunjukan bahwa dominasi rendahnya remaja dalam
melanjutkan kesekolah lanjutan berada di Dusun Cisarua dengan demikian
penelitian ini mengambil lokasi yang sesuai dengan judul di atas dan
dilaksanakan di Dusun Cisarua Desa Muara Putih Kec Natar.
Tabel 1.2 : Jumlah Populasi Remaja Dusun Cisarua Yang Tidak Melanjutkan Sekolah
Jumlah 14 16 30
Sumber: Kepala Dusun Cisarua
2. Sampel
Menurut Suharsimi Arikunto (1986: 117) “sampel adalah sebagian atau
wakil dari populasi yang akan diteliti”. Dalam penelitian ini berpedoman
kepada pendapat Suharsimi Arikunto (1986: 120) yaitu bila “subjeknya
47
merupakan penelitian populasi. Jika subjeknya besar atau lebih dari 100,
maka sampelnya dapat diambil antara 10-15 persen atau 20-25 persen”.
Berdasarkan teori di atas, maka sampel diambil 20% dari populasi
sehingga dengan demikian 20% dari 30 remaja Desa Muara putih Kec
Natar adalah 6 remaja.
C. Variabel Penelitian
1) Variabel bebasnya
Variabel bebas dalam penelitian ini adalah Faktor-faktor yang
menyebabkan remaja di Desa Muara Putih Kec Natar Kab Lampung
Selatan tidak melanjutkan pendidikan kejenjang sekolah lanjutan
2.Variabel terikatnya
Variabel terikat dalam penelitian ini penyebabkan remaja di Desa Muara
Putih Kec Natar Kab Lampung Selatan tidak melanjutkan pendidikan
kejenjang sekolah lanjutan
D. Definisi Konseptual
Dalam permaslahan ini remaja Desa Muara Putih yang tidak melanjutkan
pendidikan kesekolah lanjutan adalah mereka-mereka yang tidak lulus SD
banyak faktor yang menyebabkan remaja tersebut tidak melanjutka
pendidikan antara lain.
a. kemauan adalah dorongan yang muncul dalam diri berupa semangat atau
motivasi diri dalam meraih suatu hal.
b. kemampuan adalah kecakapan atau potensi seseorang individu untuk
menguasai keahlian dalam melakukan atau mengerrjakan beragam tugas
dalam suatu pekerjaan atau suatu penilaian atas tindakan seseorang.
Faktor eksternal
a. keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat yang terdiri atas kepala
keluarga dan beberapa orang yang terkumpul dan tinggal di suatu tempat di
bawah suatu atap dalam keadaan saling ketergantungan
b. masyarakat adalahMasyarakat adalah sejumlah manusia yang merupakan
satu kesatuan golongan yang berhubungan tetap dan mempunyai kepentingan
yang sama
c. Ekonomi adalah sistem aktivitas manusia yang berhubungan dengan
produksi, distribusi, pertukaran, dan konsumsi barang dan jasa.
E. Definisi Operasional Variabel
1. Faktor Kemauan
kemauan adalah dorongan yang muncul dalam diri berupa semangat atau
motivasi diri dalam meraih suatu hal yang dapat ditimbulkan berupa
semangat
2. Faktor yang mempengaruhi kemauan
a. kurangnya dorongan dari orang tua kepada anakanya dalam
menyelesaikan pendidikan
b. hilangnya sosok panutan sebagai acuan motivasi diri dilingkungan
keluarga atau masyarakat
49
Dalam pengukuran variabel dilakukan dengan melihat besaran sikap empati
social peserta didik dengan kriteria pengukuran sebagai berikut:
1. Faktor-faktor yang menyebabkan remaja di Desa Muara Putih di ukur
dengan merinci faktor-faktor yang diduga menyebabkan remaja di Desa
muara putih tidak melanjutkan pendidikan kesekolah lanjutan.,
2. Penyebab remaja di Desa Muara Putih tidak melanjutkan Pendidikan
kesekolah lanjutan diukur dengan melihat besaran kecenderungan
masyarakat dalam berfikir tentang arti pendidikan bagi anak dan
hubungan ekonomi keluarga serta dengan fasilitas sekolah yang ada
melalui ukuran skala likert.
G. Teknik Pengumpulan Data
Untuk mendapatkan data, dipergunakan berbagai macam teknik pengumpulan,
hal ini dimaksudkan untuk mendapatkan data yang lengkap dan valid, yang
dapat mendukung keberhasilan penelitian ini, adapun teknik pengumpulan
data yaitu teknik pokok dan teknik penunjang
1. Teknik Pokok
Teknik pokok dilakukan dengan menyebarkan angket yang berisikan
pertanyaan yang ditujukan kepada responden dengan maksud untuk
mengumpulkan data. Adapun angket yang digunakan dalam penelitian ini
adalah angket tertutup, “merupakan angket yang disajikan dalam bentuk
sedemikian rupa sehingga responden diminta untuk memilih satu jawaban
yang sesuai dengan karakteristik dirinya dengan cara memberikan tanda
(x) atau tanda checklist (v)”. Angket ditujukan kepada Remaja dan Orang