ANALISIS DETERMINAN NILAI TUKAR DALAM REZIM NILAI TUKAR MENGAMBANG DI INDONESIA
(PERIODE 2000:Q1 – 2010:Q4)
Oleh
ADITIA RINALDI
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA EKONOMI
Pada
Jurusan Ekonomi Pembangunan
Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Lampung
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS LAMPUNG
ABSTRAK
ANALISIS DETERMINAN NILAI TUKAR DALAM REZIM NILAI TUKAR MENGAMBANG DI INDONESIA
(PERIODE 2000:Q1 – 2010:Q4)
Oleh
ADITIA RINALDI
Nilai tukar adalah sebuah perjanjian yang dikenal sebagai nilai tukar mata uang terhadap pembayaran saat kini atau di kemudian hari, antara dua mata uang masing-masing negara atau wilayah.
Tujuan dari penelitian ini adalah menganalisis pengaruh variabel Uang Beredar(M2), Suku Bunga, Neraca Pembayaran terhadap Nilai Tukar selama periode Quartal 1 tahun 2000 hingga Quartal 4 tahun 2010. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah Error Correction Model. Data yang digunakan adalah data sekunder yang merupakan data Quartal selama periode 2000 :Q1 – 2010 :Q4.
Hasil penelitian menunjukan bahwa variabel Dari hasil estimasi ECM diketahui bahwa variabel Jumlah Uang Beredar (M2) memiliki koefisien regresi sebesar -1.543729 (bernilai negatif), menunjukkan bahwa apabila terjadi perubahan kenaikan persentaase M2 sebesar 1 persen (ceteris paribus) maka akan menyebabkan perubahan penurunan Nilai tukar sebesar 1.5 persen di Indonesia. Dari hasil estimasi ECM diketahui bahwa variabel Bi rate (r) memiliki koefisien regresi sebesar -103.7426 (bernilai negatif), menunjukkan bahwa apabila terjadi perubahan kenaikan 1 persen Bi rate (r) maka akan menyebabkan perubahan penurunan Nilai tukar sebesar 103 persen. Dari hasil estimasi ECM diketahui bahwa variabel N memiliki koefisien regresi sebesar -0.080900 (bernilai negatif), menunjukkan bahwa apabila terjadi perubahan kenaikan persentase N sebesar 1 persen (ceteris paribus) maka akan menyebabkan perubahan penurunan Nilai Tukar sebesar 8 persen.
DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRAK ……….. i
DAFTAR ISI ... ii
DAFTAR TABEL... iii
DAFTAR GAMBAR ... iv
DAFTAR LAMPIRAN ... v
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1
B. Rumusan Masalah ... 17
C. Tujuan Penelitian ... 17
D. Kerangka Pemikiran ... 18
E. Hipotesis ... 20
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Nilai Tukar ……….. ... 21
B. Uang Beredar ... 26
C. Suku Bunga ... ... 29
D. Neraca Pembayaran ... 31
B. Batasan Variabel ... 44
G. Intepretasi Hasil ... 67 H. Pembahasan …... 70
V. SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan ... 72 B. Saran ... 73 DAFTAR PUSTAKA
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Nilai tukar atau dikenal pula sebagai kurs dalam keuangan adalah sebuah
perjanjian yang dikenal sebagai nilai tukar mata uang terhadap pembayaran
saat kini atau di kemudian hari, antara dua mata uang masing-masing negara
atau wilayah. (Bank Indonesia)
Pasca krisis keuangan tahun 1997/1998, Indonesia telah mengubah rezim
nilai tukar dari rezim kurs tetap beralih ke rezim kurs mengambang. Pada
rezim ini, nilai tukar yang terbentuk di pasar valuta asing akan dipengaruhi
oleh setiap transaksi internasional. Hal ini menyebabkan nilai tukar dapat
mengalami fluktuasi yang disebabkan oleh berbagai tekanan di pasar valuta
asing. Bagi negara berkembang seperti Indonesia, gejolak yang terjadi di
dunia internasional sangat berpotensi dalam menimbulkan tekanan yang
sangat besar bagi pasar valuta asing (Bank Indonesia.1997).
Sesuai dengan Undang-undang nomor 3 tahun 2004 tentang Bank Sentral,
bahwa untuk mendukung terwujudnya pembangunan nasional yang
berkesinambungan dan sejalan dengan tantangan perkembangan serta
semakin maju serta perekonomian internasional yang semakin kompetitif dan
terintegrasi, maka kebijakan moneter harus dititikberatkan pada upaya untuk
memelihara stabilitas nilai rupiah. Secara garis besar, sejak tahun 1970
Indonesia telah menerapkan tiga sistem nilai tukar, adalah sebagai berikut :
Tabel. 1. Sistem Nilai Tukar.
Periode Sistem Nilai Tukar
1960- an Multiple Exchange
System
Agustus 1970-Nov
1978
Nilai Tukar tetap
(Fixed Exchange rate
System)
Nov 1978- September
1992
Mengambang
terkendali (Manage
Floating Syatem)
Agustus 1997- Kini Mengambang bebas
(Floating/Flexible
System)
Sumber : Laporan Bank Indonesia (1998)
a. Sistem Nilai Tukar Tetap (1970-1978)
Sesuai dengan Undang-undang No. 32 tahun 1964 tentang peraturan lalu lintas
per 1 USD (sebelumnya Rp45 per 1 USD), sementara kurs mata uang lainnya
dihitung berdasarkan nilai tukar rupiah terhadap USD di bursa valuta asing
Jakarta dan di pasar internasional.
Dalam periode ini, Indonesia menganut sistem kontrol devisa yang relatif ketat.
Para eksportir diwajibkan menjual hasil devisanya kepada bank devisa untuk
selanjutnya dijual kepada pemerintah, dalam hal ini Bank Indonesia. Namun
demikian, dalam rezim ini tidak ada pembatasan dalam hal kepemilikan,
penjualan maupun pembelian valuta asing. Sebagai konsekuensi kewajiban
penjualan devisa tersebut maka Bank Indonesia harus dapat memenuhi seluruh
kebutuhan valuta asing bank komersial untuk memenuhi permintaan para
importir maupun masyarakat yang membutuhkan valuta asing. Pada masa
tersebut, pemerintah menghubungkan Rupiah terhadap US dollar, dimana
penentuan nilai tukar mutlak dilakukan oleh pemerintah atas dasar kurs nilai
tukar riil. Dengan sistem nilai tukar tetap ini, Bank Indonesia memiliki
wewenang penuh dalam mengawasi transaksi devisa. Sementara untuk
menjaga kestabilan nilai tukar pada tingkat yang telah ditetapkan, Bank
Indonesia melakukan intervensi aktif di pasar valuta asing.
Sistem nilai tukar tetap dengan sistem kontrol devisa pada awal tahun 1970-an
masih dimungkinkan karena lembaga keuangan belum berkembang, volume
transaksi devisa masih relatif kecil dan belum ada pasar valuta asing serta mata
uang rupiah belum menjadi perdagangan yang belum baik dan kegiatan
spekulasi valas belum ada. Di samping itu, pemerintah masih melakukan
pembatasan-pembatasan dalam hal melakukan pinjaman luar negeri,
yang dilakukan oleh pemerintah dapat bekerja efektif.
Disadari bahwa nilai tukar yang berlebihan dapat mengurangi daya saing
produk-produk ekspor di pasar internasional. Oleh karena itu, pada periode ini
pemerintah melakukan devaluasi sebanyak 3 kali, masing-masing pada 17
April 1970 dengan kurs sebesar Rp378 per 1 USD, tanggal 23 Agustus 1971
dengan kurs sebesar Rp415 per 1 USD dan pada tanggal 15 November 1978
dengan kurs sebesar Rp625 per 1 USD.
b. Sistem nilai tukar mengambang terkendali (1978-Juli 1997)
Pada sistem ini nilai tukar rupiah diambangkan terhadap sekeranjang mata
uang (basket of currencies) negara-negara mitra dagang utama Indonesia.
Kebijakan ini diimplementasikan bersamaan dengan dilakukannya devaluasi
Rupiah pada tahun 1978 sebesar 33,6%. Dengan sistem tersebut, pemerintah
menetapkan kurs indikasi dan membiarkan kurs bergerak di pasar dengan
spread tertentu. Untuk menjaga kestabilan nilai tukar rupiah, pemerintah
melakukan intervensi bila kurs bergejolak melebihi batas atas atau batas bawah
dari penyebaran.
Sistem nilai tukar mengambang terkendali dapat dibagi kedalam tiga
kelompok, yaitu managed floating I, managed floating II, dan crawling band.
Periode 1978 - 1986 dapat dianggap sebagai periode managed floating I di
mana unsur manajemen lebih besar dari floating. Kondisi tersebut terlihat dari
pergerakan nilai tukar nominal yang relatif tetap dan perubahan relatif baru
terjadi pada tahun-tahun tertentu, yaitu pada saat Bank Indonesia melakukan
devaluasi rupiah. Cukup kuatnya unsur manajemen pada periode tersebut tidak
ini, sehingga Bank Indonesia tidak mengalami kesulitan dalam menyesuaikan
nilai tukar sesuai dengan target yang diinginkan dalam rangka mengendalikan
inflasi dan menjaga daya saing produk- produk ekspor.
Perkembangan selanjutnya dengan semakin terbukanya perekonomian nasional
terhadap perekonomian dunia yang ditandai dengan semakin besarnya capital
inflow ke Indonesia, serta semakin pesatnya perkembangan sektor keuangan
dan dunia usaha maka kebijakan nilai tukar managed floating, lebih ditekankan
pada unsur floatingnya sementara unsur pengendaliannya (managed) semakin
mengecil (periode managed floating II /1987-1992). Dalam periode ini,
kekuatan pasar semakin besar sehingga unsur floating semakin dirasakan perlu
mengingat manajemen yang terlalu dominan dapat berakibat ketidaksejajaran
pada nilai tukar riil.
Fleksibilitas nilai tukar rupiah semakin ditingkatkan melalui penerapan
kebijakan nilai tukar crawling band sejak tahun 1992 hingga Agustus 1997.
Peningkatan fleksibilitas nilai tukar tersebut telah mendorong perkembangan
pasar valuta asing dalam negeri, yang tercermin dari semakin berkurangnya
ketergantungan bank-bank kepada Bank Indonesia dalam melakukan transaksi
devisa. Kegiatan transaksi valas yang sebelumnya dilakukan bank dengan
Bank Indonesia hampir seluruhnya telah bergeser ke pasar valas antar bank. Di
samping itu, jumlah pelaku transaksi juga semakin meningkat dan produk pasar
valuta asing semakin bervariasi. Hal ini terlihat dari transaksi swap Bank
Indonesia yang menurun tajam dari sebesar USD 13 miliar pada tahun 1991
menjadi sebesar USD 1 miliar tahun 1994. Sebaliknya transaksi swap
USD 596 miliar pada tahun 1997. Pada sisi lain, peningkatan fleksibilitas
melalui pelebaran rentang intervensi juga telah memberikan keleluasaan
kepada Bank Indonesia dalam melaksanakan kebijakan moneter sehingga dapat
mempermudah perencanaan pelaksanaan operasi pasar terbuka.
c. Sistem nilai tukar mengambang bebas (sejak 14 Agustus 1997)
Sejak pertengahan Juli 1997, nilai tukar rupiah mengalami tekanan-tekanan
yang menyebabkan semakin melemahnya nilai tukar rupiah terhadap USD.
Tekanan tersebut berawal dari gejolak mata uang yang melanda Thailand yang
dengan segera menyebar ke Indonesia dan negara ASEAN sehubungan dengan
karakteristik perekonomian yang mempunyai kemiripan. Langkah-langkah
yang dilakukan Bank Indonesia antara lain dengan dengan melakukan
intervensi baik secara spot maupun forward untuk sementara memang dapat
menstabilkan nilai tukar rupiah.
Namun tekanan depresiatif tersebut semakin meningkat khususnya lagi sejak
awal Agustus 1997, di mana rupiah telah menembus Rp2.650 per 1 USD.
Sehubungan dengan itu dan dalam rangka mengamankan cadangan devisa yang
terus berkurang maka pada tanggal 14 Agustus, pemerintah memutuskan untuk
menghapus rentang intervensi dan menganut sistem nilai tukar mengambang
bebas.
Penghapusan rentang intervensi ini juga dimaksudkan untuk mengurangi
dampak negatif dari kegiatan spekulatif terhadap rupiah dan memantapkan
pelaksanaan kebijakan moneter dalam negeri. Walaupun Indonesia telah
dilakukan. Hal ini dimaksudkan untuk menghilangkan distorsi-distorsi di
pasar valuta asing mengingat pasar ini belum sempurna dan kurang rasional.
Nilai tukar rupiah yang relatif stabil dan bahkan cenderung mengalami
apresiasi sebelum Juli 1997 telah mendorong capital inflow yang cukup besar
ke Indonesia. Fenomena tersebut merupakan hal yang logis bagi suatu negara
yang menganut sistem devisa bebas dan perekonomiannya terbuka karena arus
modal akan selalu mengikuti return investasi yang terbesar dan resiko
seminimal mungkin. Namun sejak currency turn moil melanda Thailand dan
menyebar ke negara-negara ASEAN lainnya pada pertengahan Juli 1997,
capital inflow tersebut telah menjadi Capital outflow karena telah berubah
menjadi arus balik yang membahayakan baik terhadap nilai tukar rupiah
maupun terhadap perekonomian nasional.
Ada beberapa Faktor yang menyebabkan permintaan terhadap Dollar
meningkat sehingga nilai Rupiah jatuh (Ritonga. 2004:59), Yakni :
1. Menyusul naiknya nilai dollar US di negara- negara tetangga, para
pengusaha Indonesia yang dalam waktu dekat akan membayar utang luar
negerinya berusaha mendapatkan dollar US dalam jumlah yang diperkirakan
cukup besar.
2. Dalam keadaan sentimen pasar yang demikian, para spekulan pun berusaha
mencari untung dengan cara melepas Rupiah dan membeli dollar US, maka
nilai Rupiah pun jatuh.
3. Sementara itu banyak pula pemegang Rupiah yang berusaha melindungi
asset likuidnya (Rupiah) dari kemerosotan nilai dengan jalan membeli dollar
Gejolak nilai tukar yang berlebihan tidak sesuai dengan sasaran kepentingan
jangka panjang karena kestabilan nilai tukar dapat mendistorsi tingkat daya
saing ekonomi, mengurangi efisiensi alokasi sumberdaya dan meningkatkan
ketidakpastian bagi para pelaku ekonomi.
Dalam perkembangannya nilai tukar yang belum stabil dan inflasi yang masih
tinggi memaksa Bank Indonesia, sebagi otoritas moneter untuk
mempertahankan kebijakan uang ketat, yang berakibat tingginya suku bunga
didalam negeri. Disisi lain tingginya suku bunga yang berlebihan telah
berdampak negatif terhadap dunia usaha. Suatu negara didefinisikan
mengalami krisis mata uang apabila nilai tukarnya mengalami perubahan yang
besar, disamping itu negara yang mengalami krisis mata uang umumnya
ditandai dengan adanya perubahan kebijakan mengenai sistim penetapan nilai
tukar (Tjahjono 1998:2).
Sumber: Bank Indonesia
Gambar 1. Fluktuasi Nilai Tukar Rupiah Terhadap USD Periode 2000:Q1- 2010:Q4
gambar 1 menunjukan pergerakan nilai tukar rupiah terhadap dollar, dilihat
dari tahun 2000:Q1 yaitu sebesar Rp. 7275/USD sampai dengan tahun 2010:Q4
yaitu sebesar Rp. 11956/USD. Dari data tersebut dapat dilihat bahwa tiap
tahunnya nilai tukar mengalami peningkatan dan menyebabkan rupiah menjadi
terdepresiasi.
Nilai uang ditentukan oleh supply dan demand terhadap uang. Jumlah uang
beredar ditentukan oleh Bank Sentral, sementara jumlah uang yang diminta
(money demand) ditentukan oleh beberapa faktor, antara lain tingkat harga
rata-rata dalam perekonomian. Jumlah uang yang diminta oleh masyarakat
untuk melakukan transaksi bergantung pada tingkat harga barang dan jasa yang
tersedia. Semakin tinggi tingkat harga, semakin besar jumlah uang yang
diminta.
Sumber: (Principles of Macroeconomics 3: 343)
Gambar 2. Hubungan antara Supply dan Demand terhadap Uang dengan Tingkat Harga
Gambar 2 menggambarkan hubungan antara supply dan demand terhadap
uang. Sumbu horizontal menggambarkan jumlah uang beredar, sumbu vertikal
kiri menggambarkan nilai uang, 1/P, dan sumbu vertikal kanan
bahwa saat nilai uang tinggi, maka tingkat harga akan rendah, dan sebaliknya
pada tingkat harga yang tinggi maka nilai uang akan rendah. Kedua kurva
menggambarkan supply dan demand terhadap uang. Kurva supply berbentuk
vertikal karena jumlah uang beredar ditetapkan oleh Bank Sentral. Kurva
demand memiliki slope negatif, mengindikasikan bahwa saat nilai uang rendah
dan tingkat harga tinggi, maka permintaan terhadap uang akan tinggi. Pada
titik equilibrium, A, jumlah uang yang diedarkan dan jumlah uang yang
diminta masyarakat berada dalam keseimbangan. Ekuilibrium antara supply
dan demand terhadap uang menentukan nilai uang dan tingkat harga barang
dan jasa. Jika Bank Sentral mengubah jumlah uang yang beredar, misalnya
dengan mencetak lebih banyak uang, ekuilibrium supply dan demand terhadap
uang akan berubah seperti ditunjukkan pada gambar berikut.
Sumber: (Principles of Macroeconomics 3: 344)
Bertambahnya jumlah uang beredar menggeser kurva supply dari MS1 ke
MS2, sehingga titik equilibrium ikut bergeser dari A ke B. Akibatnya, nilai
uang turun dari ½ ke ¼, dan tingkat harga equilibrium naik dari 2 ke 4.
Dengan kata lain, meningkatnya jumlah uang beredar mendorong terjadinya
kenaikan harga yang menyebabkan nilai uang menjadi turun. Lebih lanjut
dapat dijelaskan bahwa dampak langsung dari injeksi moneter yang dilakukan
Bank Sentral adalah meningkatnya supply uang. Sebelum injeksi,
perekonomian berada pada titik equilibrium A. Pada titik ini, tingkat harga
seimbang dengan jumlah uang yang diminta masyarakat. Saat jumlah uang
beredar meningkat, pada tingkat harga yang sama masyarakat memiliki lebih
banyak uang dari yang mereka minta. Meningkatnya jumlah uang
menyebabkan naiknya permintaan terhadap barang dan jasa. Jika jumlah
barang dan jasa yang diminta tidak seimbang dengan jumlah barang dan jasa
yang diproduksi, maka akan terjadi peningkatan harga. Peningkatan harga
kemudian mendorong naiknya jumlah uang yang diminta masyarakat. Pada
akhirnya, perekonomian akan mencapai equilibrium baru, yaitu titik B, saat
jumlah uang yang diminta kembali seimbang dengan jumlah uang yang
diedarkan. Penjelasan yang menggambarkan bagaimana tingkat harga
ditentukan dan berubah seiring dengan perubahan jumlah uang beredar disebut
teori kuantitas uang (quantity theory of money). Berdasarkan teori ini, jumlah
uang yang beredar dalam suatu perekonomian menentukan nilai uang,
sementara pertumbuhan jumlah uang beredar merupakan sebab utama
Kaitan antara tingkat inflasi, tingkat suku bunga dengan nilai tukar jika
dihubungkan dengan aspek risiko negara. Jika dalam suatu negara tengah
mengalami tingkat inflasi yang tinggi dimana jumlah uang beredar relatif lebih
banyak dibandingkan dengan jumlah barang, pemerintah akan berusaha
mengatasi hal tersebut dengan meningkatkan tingkat suku bunga. Hal ini
dimaksudkan agar masyarakat lebih memilih untuk menyimpan uang mereka di
bank dari pada mengkonsumsinya. Sehingga tingkat permintaan atau konsumsi
barang atau jasa dapat menurun. Hal ini dapat berdampak pada keseimbangan
jumlah barang dan jumlah uang beredar sehingga dapat kembali pada keadaan
equilibrium atau keseimbangan semula.
Negara yang inflasinya relatif lebih tinggi dibandingkan dengan Negara lain
maka mata uangnya akan cenderung melemah (relative inflation rate). Hal ini
terkait dengan aspek purchasing power parity. Dimana ketika inflasi
meningkat maka purchasing power parity akan menurun. Teori Paritas Daya
Beli (Purchasing Power Parity Theory = PPPT) digunakan untuk menganalisa
pengaruh inflasi antara dua negara terhadap kurs valas. Variabel-variabel yang
digunakan dalam PPPT adalah perubahan kurs spot dalam persentase dan
perbedaan laju inflasi antar dua -negara. Menurut PPPT, kurs spot suatu valas
akan berubah sebagai reaksi terhadap inflasi. Ketika harga produk dalam
negeri mengalami peningkatan maka masyarakat akan cenderung untuk
mencari alternatif tawaran dari Negara lain yang lebih murah. Akibatnya kurs
mata uang dalam negeri akan melemah seiring dengan penurunan permintaan
akan mata uang dalam negeri. Permintaan mata uang asing akan meningkat
Negara yang inflasinya relatif lebih tinggi dibandingkan dengan Negara lain
maka nilai mata uangnya akan cenderung melemah.
Berikut ini adalah data jumlah uang beredar (M2) yang terjadi di Indonesia
Pada tahun 2000:Q1-2010:Q4(per triwulan).
Sumber: Bank Indonesia
Gambar 4. Pergerakan uang beredar (M2) di Indonesia tahun 2000:Q1-2010:Q4
Dari gambar 4 menunjukan bahwa pergerakan uang beredar(M2) setiap tahun
nya mengalami peningkatan, yang diawali dari tahun 2000:Q1 yaitu sebesar
Rp.656451 milyar sampai dengan tahun 2010:Q4 yaitu sebesar Rp.2471206
milyar. Ini menunjukan bahwa jumlah uang beredar (M2) tiap tahunnya terus
meningkat.
Sedangkan hubungan antara tingkat suku bunga dan nilai tukar adalah sebagai
berikut. Negara dengan tingkat suku bunga yang relatif lebih tinggi maka nilai
mata uangnya akan cenderung menguat. Hal ini terkait dengan penyimpanan
uang. Jika suatu Negara memiliki interest rate yang lebih tinggi maka
masyarakat akan cenderung lebih tertarik untuk menyimpan uangnya di Negara
0 1000000 2000000 3000000
UANG BEREDAR
tersebut. Terdapat dua pendekatan dalam meganalisis relative interest rate
terhadap nilai tukar mata uang, yakni International rate parity dan
International Fisher Effect.
Dengan menggunakan teori paritas suku bunga dapat diketahui hubungan
antara bursa valas dan pasar uang internasional Interest Rate Pariety Theory
(IRPT) paling banyak digunakan dalam literatur keuangan internasional yang
menyatakan bahwa perbedaan tingkat suku bunga pada pasar keuangan
internasional mempunyai kecenderungan yang sama dengan forward rate
premium atau forward rate discount. IRPT menekankan pada perbedaan
antara kurs forward dan kurs spot yang tercermin dari perbedaan tingkat suku
bunga antara dua negara. Kurs forward mata uang suatu negara yang
mengandung premi ditentukan oleh perbedaan tingkat suku bunga antar negara.
Akibatnya arbitrase suku bunga yang ditutup akan lebih menguntungkan jika
dibandingkan dengan suku bunga domestik. Variabel yang digunakan pada
IRPT adalah premi forward dan perbedaan suku bunga antar dua Negara.
IRPT memfokuskan pembahasannya pada penyebab terjadinya perbedaan
antara kurs forward dengan kurs spot yang dapat mencerminkan perbedaan
antara tingkat suku bunga antara dua negara dalam suatu periode tertentu.
Sedangkan pada PPPT dan International Fisher Effect Theory (IFET)
memfokuskan pembahasannya pada bagian kurs spot berubah sepanjang
waktu. International Fisher Effect Theory memprediksikan bahwa kurs spot
bergerak mengikuti perbedaan suku bunga antar negara. Dengan demikian
karena perbedaan tingkat suku bunga antar dua negara dipengaruhi oleh
perbedaan tingkat inflasi antar negara. Berikut ini adalah data pergerakan Suku
bunga di Indonesia pada tahun 2000:Q1-2010:Q4 :
Sumber: Bank Indonesia
Gambar 5. Pergerakan BI rate tahun 2000:Q1-2010:Q4
Dari gambar 5 menunjukan bahwa pergerakan suku bunga terdapat kenaikan
dan penurunan yang tidak terlalu tinggi ataupun rendah. Diawali dari tahun
2000:Q1 yaitu sebesar 9.59%, pada tahun 2001:Q4 suku bunga mengalami
kenaikan sebesar 17.62%. sampai dengan tahun 2010:Q4 yaitu sebesar 6.50%.
Neraca pembayaran atau balance of payment merupakan ringkasan yang
disusun secara sistematis untuk seluruh transaksi ekonomi dari suatu negara
dengan negara lainnya selama periode tertentu, biasanya dalam kurun waktu
satu tahun. Neraca pembayaran disusun berdasarkan sistem pencatatan ganda
(double entry-bookkeeping). Setiap transaksi yang dicatat sebagai kredit
diimbangi dengan transaksi yang dicatat sebagai debit atau sebaliknya.
Transaksi yang menghasilkan devisa atau mata uang asing dicatat sebagai
kredit dan diberi tanda positif. Sebaliknya transaksi yang mengeluarkan mata
uang asing dicatat sebagai debit dan diberi tanda negatif. Dengan memakai
sistem pencatatan ganda, maka jumlah antara kredit dan debit akan sama
dengan nol. Walaupun pada kenyataannya neraca pembayaran mungkin tidak
sama dengan nol.
Neraca pembayaran sering menjadi faktor yang dapat mendorong naik atau
turunnya kurs mata uang suatu negara. Kenaikan atau surplus dari neraca
perdagangan dan neraca pembayaran akan diinterpretasikan sebagai indikasi
awal kemungkinan terjadinya apresiasi suatu mata uang. Sebaliknya penurunan
atau defisit neraca perdagangan dan neraca pembayaran akan diterjemahkan
sebagai indikasi awalnya terjadi depresiasi mata uang suatu negara. Dengan
adanya neraca pembayaran ini dapat diketahui kapan suatu negara mengalami
surplus maupun defisit.
Berikut ini adalah data neraca pembayaran di Indonesia pada tahun
2000:Q1-2010:Q4 (per triwulan):
Sumber: Bank Indonesia
Pada gambar 6 menunjukan bahwa neraca pembayaran bergerak naik
walaupun ada beberapa yang turun , diawali pada tahun 2000 triwulan 1
neraaca pembayaran menunjukan angka USD 2457.00, pada tahun 2006
triwulan 1 neraca pembayaran meningkat mencapai USD 5786.00 dan kembali
meningkat pada tahun 2010 triwulan 1 yaitu USD 6621.00. sampai dengan
tahun 2010 triwulan 4 nilai neraca pembayaran adalah USD 11289.00.
B. Rumusan Masalah
Dari latar belakang masalah yang telah dikemukakan mengenai Analisis
Determinan Nilai Tukar Dalam Rezim Nilai Tukar Mengambang di Indonesia
maka dapat dirumuskan masalah penelitian sebagai berikut:
1. Bagaimana pengaruh uang beredar terhadap nilai tukar?
2. Bagaimana pengaruh suku bunga Indonesia terhadap nilai tukar?
3. Bagaimana pengaruh neraca pembayaran terhadap nilai tukar?
C. Tujuan Penelitian
Dapat diketahui pada latar belakang dan rumusan masalah diatas, maka tujuan
penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Menganalisis pengaruh uang beredar terhadap nilai tukar di Indonesia.
2. Menganalisis pengaruh suku bunga Indonesia terhadap nilai tukar di
3. Menganalisis pengaruh neraca pembayaran terhadap nilai tukar di
Indonesia.
4. Untuk mengetahui variabel bebas mana yang paling mempengaruhi nilai
tukar di Indonesia.
D. Kerangka Pemikiran
Penelitian ini fokus menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi nilai tukar
seperti uang beredar,neraca pembayaran, dan suku bunga Indonesia selama
periode tahun 2000:Q1-2010:Q4.
Jumlah uang beredar (money supply) adalah jumlah uang yang beredar dalam
sebuah perekonomian. Pengertian jumlah uang beredar dapat dilihat secara
sempit dan luas. Secara sempit uang beredar terdiri dari uang kartal dan
deposito yang dapat digunakan sebagai alat tukar. Jumlah uang beredar dalam
artian sempit ini disebut dengan M1.
Pengertian uang beredar secara luas dinamakan M2 dan M3 adalah M1
ditambah tabungan dan simpanan berjangka lain yang jangkanya lebih pendek
termasuk rekening pasar uang dari pinjaman semalam antar bank. Sedangkan
yang dimaksud dengan M3 adalah M2 ditambah komponen-komponen
lainnya terutama sertifitikat deposito. Uang beredar dalam artian luas disebut
juga dengan uang kuasi (quasy money). Hubungan uang beredar dengan nilai
tukar adalah jika uang beredar di sebuah perekonomian naik maka akan
mengalami inflasi sehingga nilai uang menurun, ini menyebabkan nilai tukar
turun, sebaliknya jika uang beredar di sebuah perekonomian relative setabil
Menurut Keyness suku bunga adalah harga yang di keluarkan debitur untuk
mendorong seorang kreditur memindahkan sumber daya langka (uang)
mereka, akan tetapi, uang yang dikeluarkan debitur mempunyai kemungkinan
adanya kerugian berupa risiko tidak diterimanya tingkat bunga tertentu.
Sedangkan hubungan antara tingkat suku bunga dan nilai tukar adalah negara
dengan tingkat suku bunga yang relatif lebih tinggi maka nilai mata uangnya
akan cenderung menguat. Hal ini terkait dengan penyimpanan uang. Jika
suatu Negara memiliki interest rate yang lebih tinggi maka masyarakat akan
cenderung lebih tertarik untuk menyimpan uangnya di Negara tersebut.
Neraca pembayaran secara langsung mempengaruhi nilai tukar. Dengan
demikian, neraca pembayaran aktif meningkatkan mata uang nasional dengan
meningkatnya permintaan dari debitur asing. Saldo pembayaran yang pasif
menyebabkan kecenderungan penurunan nilai tukar mata uang nasional
sebagai seorang debitur dalam negeri mencoba untuk menjual semuanya
menggunakan mata uang asing untuk membayar kembali kewajiban eksternal
mereka. Ukuran dampak neraca pembayaran pada nilai tukar ditentukan oleh
Berdasarkan uraian di atas hubungan variabel-variabel yang mempengaruhi
Nilai Tukar dapat digambarkan sebagai berikut:
Gambar 7. Gambar Kerangka Berpikir Penelitian
E. Hipotesis
Berdasarkan pembahasan latar belakang, kerangka pemikiran maka hipotesis
penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Diduga uang beredar berpengaruh negatif terhadap nilai tukar di
Indonesia selama periode 2000:Q1-2010:Q4.
2. Diduga BI rate berpengaruh positif dan signifikan terhadap nilai tukar di
Indonesia selama periode 2000:Q1-2010:Q4.
3. Diduga neraca pembayaran berpengaruh positif dan signifikan terhadap
nilai tukar di indonesia selama periode 2000:Q1-2010:Q4.
Nilai Tukar
Jumlahuang beredar
(M2)
BI Rate
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Nilai Tukar (exchange rate)
Nilai tukar adalah harga suatu mata uang terhadap mata uang lainnya atau
nilai dari suatu mata uang terhadap nilai mata uang lainnya (Salvatore
1997:9). Kenaikan nilai tukar mata uang dalam negeri disebut apresiasi atas
mata uang asing. Penurunan nilai tukar uang dalam negeri disebut depresiasi
atas mata uang asing.
Nilai Tukar Mata Uang yang lainnya disebut Kurs, Menurut Paul R Krugman
dan Maurice (1994 : 73) adalah Harga sebuah Mata Uang dari suatu negara
yang diukur atau dinyatakan dalam mata uang lainnya.
Menurut Nopirin (1996 : 163) Kurs adalah Pertukaran antara dua Mata Uang
yang berbeda, maka akan mendapat perbandingan nilai/harga antara kedua
Mata Uang tersebut.
Dapat disimpulkan nilai tukar rupiah adalah suatu perbandingan antara nilai
1. Faktor-Faktor yang mempengaruhi Nilai Tukar
Ada beberapa faktor utama yang mempengaruhi tinggi rendahnya nilai tukar
mata uang dalam negeri terhadap mata uang asing. Faktor-faktor tersebut
adalah : (sumber : Paul R Krugman:1994:08)
a. Laju inflasi relatif
Dalam pasar valuta asing, perdagangan internasional baik dalam bentuk
barang atau jasa menjadi dasar yang utama dalam pasar valuta asing,
sehingga perubahan harga dalam negeri yang relatif terhadap harga luar
negeri dipandang sebagai faktor yang mempengaruhi pergerakan kurs
valuta asing. Misalnya, jika Amerika sebagai mitra dagang Indonesia
mengalami tingkat inflasi yang cukup tinggi maka harga barang Amerika
juga menjadi lebih tinggi, sehingga otomatis permintaan terhadap barang
dagangan relatif mengalami penurunan.
b. Tingkat pendapatan relatif
Faktor lain yang mempengaruhi permintaan dan penawaran dalam pasar
mata uang asing adalah laju pertumbuhan riil terhadap harga-harga luar
negeri. Laju pertumbuhan riil dalam negeri diperkirakan akan
melemahkan kurs mata uang asing. Sedangkan pendapatan riil dalam
negeri akan meningkatkan permintaan valuta asing relatif di bandingkan
dengan supply yang tersedia.
c. Suku bunga relatif
Kenaikan suku bunga mengakibatkan aktifitas dalam negeri menjadi lebih
menarik bagi para penanam modal dalam negeri maupun luar negeri.
mata uang yang semuanya tergantung pada besarnya perbedaan tingkat
suku bunga di dalam dan di luar negeri, maka perlu dilihat mana yang
lebih murah, di dalam atau di luar negeri. Dengan demikian sumber dari
perbedaan itu akan menyebabkan terjadinya kenaikan kurs mata uang
asing terhadap mata uang dalam negeri.
d. Ekspektasi
Faktor berikutnya yang mempengaruhi nilai tukar valuta asing adalah
ekspektasi atau nilai tukar di masa depan. Sama seperti pasar keuangan
yang lain, pasar valas bereaksi cepat terhadap setiap berita yang memiliki
dampak ke depan. Dan sebagai contoh, berita mengenai bakal
melonjaknya inflasi di AS mungkin bisa menyebabkan pedagang valas
menjual Dollar, karena memperkirakan nilai Dollar akan menurun di masa
depan. Reaksi langsung akan menekan nilai tukar Dollar dalam pasar.
e. Jumlah Uang Beredar (M2)
Uang beredar adalah keseluruhan jumlah uang yang dikeluarkan secara
resmi baik oleh bank sentral berupa uang kartal, maupun uang giral dan
uang kuasi (tabungan, valas, deposito). Kemudian menurut Madura
(2003:111-123), untuk menentukan perubahan nilai tukar antar mata uang
suatu negara dipengaruhi oleh beberapa faktor yang terjadi di negara yang
bersangkutan yaitu selisih tingkat inflasi, selisih tingkat suku bunga,
selisih tingkat pertumbuhan GDP, intervensi pemerintah di pasar valuta
asing dan expectations (perkiraan pasar atas nilai mata uang yang akan
f. Neraca Pembayaran
Neraca pembayaran adalah catatan dari semua transaksi ekonomi
internasional yang meliputi perdagangan, keuangan dan moneter antara
penduduk dalam negeri dengan penduduk luar negeri selama periode
waktu tertentu, biasanya satu tahun atau dikatakan sebagai laporan arus
pembayaran (keluar dan masuk) untuk suatu negara. Neraca pembayaran
secara esensial merupakan sistem akuntansi yang mengukur kinerja suatu
negara. Pencatatan transaksi dilakukan dengan pembukuan berpasangan,
yaitu; tiap transaksi dicatat satu sebagai kredit dan satu lagi sebagai debit.
2. Sistem-Sistem Nilai Tukar
Sistem nilai tukar yang ditentukan oleh pemerintah, ada beberapa jenis, antara
lain:
a. Fixed exchange rate system
Sistem nilai tukar yang ditahan secara tahap oleh pemerintah atau
berfluktuasi di dalam batas yang sangat sempit. Jika nilai tukar berubah
terlalu besar, maka pemerintah akan mengintervensi untuk memeliharanya
dalam batas-batas yang dikehendaki.
b. Freely floating exchange rate system
Sistem nilai tukar yang ditentukan oleh tekanan pasar tanpa intervensi dari
pemerintah.
c. Managed floating exchange rate system
Sistem nilai tukar yang terletak diantara fixed system dan freely floating,
tetapi mempunyai kesamaan dengan fixed exchange system, yaitu
uang tidak berubah terlalu banyak dan tetap dalam arah tertentu. Sedangkan
bedanya dengan free floating, managed float masih lebih fleksibel terhadap
suatu mata uang. Lalu menurut Krugman dan Obstfeld (2000:485),
managed floating exchange rate system adalah sebuah sistem dimana
pemerintah mengatur perubahan nilai tukar tanpa bermaksud untuk
membuat nilai tukar dalam kondisi tetap.
d. Pegged exchange rate system
Sistem nilai tukar dimana nilai tukar mata uang domestik dipatok secara
tetap terhadap mata uang asing.
3. Penentuan Nilai Tukar
Perubahan dalam permintaan dan penawaran sesuatu valuta, yang selanjutnya
menyebabkan perubahan dalam kurs valuta, disebabkan oleh banyak faktor
seperti yang diuraikan dibawah ini (Sukirno, 2003:402).
1. Perubahan dalam cita rasa masyarakat.
2. Perubahan harga barang ekspor dan impor. .
3. Kenaikan harga umum (inflasi).
4. Perubahan suku bunga dan tingkat pengembalian investasi.
5. Pertumbuhan ekonomi.
4. Rezim nilai tukar a. Nilai Tukar Tetap
Sistem nilai tukar yang ditahan secara tahap oleh pemerintah atau
terlalu besar, maka pemerintah akan mengintervensi untuk memeliharanya
dalam batas-batas yang dikehendaki.
b. Nilai Tukar Mengambang Terkendali
Sistem nilai tukar yang terletak diantara fixed system dan freely floating,
tetapi mempunyai kesamaan dengan fixed exchange system, yaitu
pemerintah bisa melakukan intervensi untuk menjaga supaya nilai mata
uang tidak berubah terlalu banyak dan tetap dalam arah tertentu.
Sedangkan bedanya dengan free floating, managed float masih lebih baik.
Lalu menurut Krugman dan Obstfeld (2000:485), managed floating
exchange rate system adalah sebuah sistem dimana pemerintah mengatur
perubahan nilai tukar tanpa bermaksud untuk membuat nilai tukar dalam
kondisi tetap.
c. Nilai Tukar Mengambang bebas
Sistem nilai tukar yang terletak diantara fixed system dan Managed system
floating, tetapi mempunyai kesamaan dengan Managed system floating ,
yaitu pemerintah bisa melakukan intervensi untuk menjaga supaya nilai
mata uang tidak berubah terlalu banyak dan tetap dalam arah tertentu.
Sedangkan bedanya dengan managed floating, free floating masih lebih
bebas menentukan suatu mata uang hingga mencapai suatu titik
keseimbangan.
B.Uang Beredar
Jumlah uang beredar (money supply)adalah jumlah uang yang beredar dalam
sempit dan luas. Secara sempit uang beredar terdiri dari uang kartal dan
deposito yang dapat digunakan sebagai alat tukar. Jumlah uang beredar dalam
artian sempit ini disebut dengan M. Pengertian uang beredar secara luas
dinamakan M2 dan M3 adalah M1 ditambah tabungan dan simpanan berjangka
lain yang jangkanya lebih pendek termasuk rekening pasar uang dari pinjaman
semalam antar bank (bank overweight). Sedangkan yang dimaksud dengan M3
adalah M2 ditambah komponen-komponen lainnya terutama sertifitikat
deposito. Uang beredar dalam artian luas disebut juga dengan uang kuasi
(quasy money).
Bila kenaikan jumlah uang beredar dalam negeri lebih besar dari kenaikan
jumlah uang beredar luar negeri maka mata uang negara tersebut akan
mengalami depresiasi (supply naik), karena dengan tingkat pendapatan dan
suku bunga yang tetap pertambahan uang beredar akan menyebabkan kenaikan
harga barang-barang atau inflasi domestik secara proporsional. Dan melalui
mekanisme PPP, terjadinya shock pada uang beredar akan direspon positif oleh
nilai tukar.
Teori Kuantitas uang PPP
Teori Kuantitas uang: M = P x T
Keterangan :
M: Jumlah Uang Beredar
jumlah uang beredar di tentukan oleh pemerintah melalui otoritas moneter
yaitu bank sentral.
a. Uang beredar dalam arti sempit (narrow money )
uang beredar adalah uang kartal dan uang giral yang tersedia untuk di
gunakan oleh masyarakat. Yang termasuk dalam jumlah uang beredar
adalah uang kertas dan uang logam yang di keluarkan bank sentral yang
langsung di bawah kekuasaan masyarakat atau uang kartal yang berada di
luar bank dan bank sentral.
namun di sini uang kartal yang masuk dalam uang beredar tidak termasuk
uang kartal milik pemerintah yang ada di bank sentral dan bank umum.
uang giral : saldi rekening koran/atau giro yang dimiliiki masyarakat di
bank umum saldo rekening koran bank umum di bank lain tidak termasuk
dalam uang beredar
M = K + D
M : Jumlah uang beredar.
K : jumlah uang kartal ( kertas dan logam ).
D : Jumlah uang giral ( saldo rekening koran/giro ).
b. Uang beredar dalam arti luas (broad money)
Uang beredar tidak hanya uang tunai dan saldo rekening koran / giro
tanpa kesulitan dapat di ubah menjadi uang tunai. Deposito dan tabungan
disebut juga dengan quasi money,atau near money.
M=K + D + T
T : adalaha saldo deposito berjangka dan tabungan masyarakat di bank
c. Uang inti (reseave money/base money/high powered money)
Adalah uang yg menjadi inti dalam proses penciptaan uang kartal maupun
uang giral.
C. Suku Bunga Indonesia (BI rate)
Menurut Samuelson dan Nordhaus (1995:197), suku bunga adalah biaya
untuk meminjam uang dan diukur dalam dollar per tahun untuk setiap satu
dollar yang dipinjamnya.
Investasi portofolio asing merupakan sumber pendanaan prospektif bagi
negara-negara di seluruh dunia, terutama negara berkembang, tetapi di sisi
lain aliran investasi portofolio asing perlu diawasi mengingat bahwa prinsip
arus investasi yang akan menurun pada saat risiko usaha meningkat.
Investor asing dapat menarik modalnya dengan cepat dari lembaga-lembaga
usaha di negara berkembang yang perekonomiannya belum mapan,
sehingga dapat menciptakan keterpurukan ekonomi yang lebih besar.
Menurut Todaro dan Smith (2004), negara-negara berkembang yang terlalu
mengandalkan arus masuk dana-dana investasi portofolio asing untuk
menutupi kelemahan-kelemahan dasar struktural dalam bidang ekonominya
harus menangggung konsekuensi-konsekuensi negatif dalam jangka
kepentingan-kepentingan pembangunan di negara dimana mereka beroperasi.
Jika suku bunga yang berlaku di negara maju naik atau tingkat keuntungan
dari melakukan investasi di negara-negara berkembang mulai menurun,
maka paraspekulan dan investor asing akan menarik dananya dengan cepat.
Keinginan negara berkembang untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi
jangka panjang akan tergeser dengan pelarian modal yang spekulatif.
Sumber : Ekonomi Internasional, Teori dan Kebijakan Keuangan
Internasional
Gambar8. Teori Penawaran Mata Uang $/Rp
Pada saat suku bunga mengalami kenaikan maka investasi akan naik hal ini
menyebabkan mata uang rupiah akan terapresiasi dan dolar akan
terdepresiasi. Karena mata uang rupaih terapresiasi maka akan banyak
penawaran dolar untuk ditukarkan kedalam mata uang rupiah, sehingga nilai
tukar rupiah akan teraprsiasi.
Pada suku bunga terdapat dua jenis suku bunga yaitu; Pertama adalah suku
merupakan nilai yang dapat dibaca secara umum dan menunjukan sejumlah
rupiah yang akan diterima untuk setiap satu satuan rupiah yang
diinvestasikan. Kedua adalah suku bunga riil - suku bunga yang telah
terkoreksi akibat adanya inflasi. Dimana suku bunga ini adalah suku bunga
nominal dikurangi tingkat inflasi.
D. Neraca Pembayaran
Neraca pembayaran adalah catatan dari semua transaksi ekonomi internasional
yang meliputi perdagangan, keuangan dan moneter antara penduduk dalam
negeri dengan penduduk luar negeri selama periode waktu tertentu, biasanya
satu tahun atau dikatakan sebagai laporan arus pembayaran (keluar dan
masuk) untuk suatu negara. Neraca pembayaran secara esensial merupakan
sistem akuntansi yang mengukur kinerja suatu negara. Pencatatan transaksi
dilakukan dengan pembukuan berpasangan, yaitu; tiap transaksi dicatat satu
sebagai kredit dan satu lagi sebagai debit.
Transaksi yang dicatat sebagai kredit adalah arus masuk valuta. arus masuk
valuta adalah transaksi-transaksi yang mendatangkan valuta asing, yang
merupakan suatu peningkatan daya beli eksternal atau sumber dana.
Sedangkan transaksi yang dicatat sebagai debit adalah arus keluar valuta. Arus
keluar valuta adalah transaksi-transaksi pengeluaran yang membutuhkan
valuta asing, yang merupakan suatu penurunan daya beli eksternal atau
Komponen Neraca Pembayaran
Berdasarkan neraca pembayaran kita dapat mengetahui bahwa neraca dibagi
ke dalam beberapa transaksi ekonomi internasional. Secara garis besar
transaksi ekonomi internasional (luar negeri) atau pos-pos dasar suatu negara
dapat dibedakan sebagai berikut :
a. Transaksi Dagang (Trade Account)
Transaksi dagang adalah semua transaksi ekspor dan impor barang-barang (merchandise) dan jasa-jasa. Transaksi dagang dibedakan menjadi
transaksi barang (visible trade) yang merupakan transaksi ekspor dan
impor barang dagangan, dan transaksi jasa (invisible trade) yang
merupakan transaksi eskpor dan impor jasa. Untuk transaksi ekspor
dicatat di sisi kredit, sedangkan transaksi impor dicatat di sisi debit.
b. Transaksi Pendapatan Modal (Income on Investment)
Transaksi pendapatan modal adalah semua transaksi penerimaan atau pendapatan yang berasal dari penanaman modal di luar negeri serta
penerimaan pendapatan modal asing di negeri kita. Pendapatan tersebut
dapat berupa bunga, dividen, dan keuntungan lain. Penerimaan bunga dan
dividen merupakan transaksi kredit, sedangkan pembayaran bunga dan
dividen kepada penduduk negara asing merupakan transaksi debit.
c. Transaksi Unilateral (Unilateral Transaction)
Transaksi unilateral adalah transaksi sepihak atau transaksi satu arah, artinya transaksi tersebut tidak menimbulkan kewajiban untuk membayar
transaksi unilateral adalah hadiah (gift), bantuan (aid), dan transfer
unilateral. Apabila suatu negara memberi hadiah atau bantuan ke negara
lain, maka transaksi ini termasuk transaksi debit. Sebaliknya, jika suatu
negara menerima hadiah atau bantuan dari negara lain, termasuk dalam
transaksi kredit.
d. Transaksi Penanaman Modal Langsung (Direct Investment)
Transaksi penanaman modal langsung adalah semua transaksi yang berhubungan dengan jual beli saham dan jual beli perusahaan yang
dilakukan oleh penduduk suatu negara dengan penduduk negara lain.
Apabila terjadi pembelian saham atau perusahaan dari tangan penduduk
negara lain, maka pos direct investment didebit, dan bila terjadi penjualan
saham atau penduduk asing yang mendirikan perusahaan di wilayah
kekuasaannya, maka pos ini dikredit.
e. Transaksi Utang Piutang Jangka Panjang (Long Term Loan)
Transaksi utang piutang jangka panjang adalah semua transaksi kredit jangka panjang yang pembayarannya lebih dari satu tahun. Sebagai
contoh transaksi penjualan obligasi kepada penduduk negara lain,
menerima pembayaran kembali pinjaman-pinjaman jangka panjang yang
dipinjamkan kepada penduduk negara lain, atau mendapatkan pinjaman
jangka panjang dari negara lain, maka pos ini dicatat di sebelah kredit, dan
bila terjadi transaksi pembelian obligasi atau lainnya yang berkaitan
dengan utang piutang jangka panjang, maka pos ini dicatat di sebelah
f. Transaksi Utang-piutang jangka pendek (Short Term Capita1)
Transaksi utang piutang jangka pendek adalah semua transaksi utang piutang yang jatuh temponya tidak lebih dari satu tahun. Transaksi ini
umumnya terdiri atas transaksi penarikan dan pembayaran surat-surat
wesel.
g. Transaksi Lalu Lintas Moneter (Monetary Acomodating)
Transaksi lalu lintas moneter adalah pembayaran terhadap transaksi-transaksi pada current account (transaksi-transaksi perdagangan, pendapatan modal,
dan transaksi unilateral) dan investment account (transaksi penanaman
modal langsung, utang piutang jangka pendek, dan utang piutang jangka
panjang). Apabila jumlah pengeluaran current account dan investment
account lebih besar daripada penerimaannya, maka perbedaan tersebut
merupakan defisit yang harus ditutup dengan saldo kredit monetary
acomodating. Dari transaksi tersebut, maka transaksi ekonomi
internasional dikelompokkan menjadi tiga bagian, yaitu:
a. Transaksi Berjalan (Current Account)
Transaksi berjalan adalah semua transaksi ekspor dan impor barang-barang dan jasa-jasa. Secara umum meliputi: transaksi perdagangan,
transaksi pendapatan modal dan transaksi unilateral.
b. Neraca Modal (Capital Account)
Neraca modal adalah neraca yang menunjukkan perubahan dalam harta kekayaan (asset) suatu negara di luar negeri dan aset asing di suatu negara,
penanaman modal langsung, transaksi utang piutang jangka panjang dan
transaksi utang piutang jangka pendek.
c. Selisih yang Belum Diperhitungkan (Error and Omissions)
Selisih yang belum diperhitungkan merupakan rekening penyeimbang
apabila nilai transaksi-transaksi kredit tidak sama persis dengan nilai
transaksi debit. Dengan adanya rekening selisih perhitungan ini, maka
jumlah total nilai transaksi kredit dari suatu Neraca Pembayaran
Internasional (NPI) akan selalu sama dengan transaksi debitnya.
Pengaruh neraca pembayaran terhadap kurs dapat dijelaskan denga persamaan
berikut:
Kurs kesetimbangan USD/IDR(2) ditentukan oleh rasio antara nilai impor dan
ekspor Indonesia. Jika rasio $m/$x lebih besar daripada satu, maka rasio kurs
USD/IDR(2)/USD/IDR(1) lebih besar daripada satu. Artinya kurs USD/IDR
menguat. Jika kurs USD/IDR mengalami penguatan, maka Dollar Amerika
mengalami apresiasi sedangkan Rupiah Indonesia mengalami depresiasi
E. Kajian Penelitian Sebelumnya
Tabel 2: Ringkasan Penelitian Imamudin Yuliadi (2007)
Judul ANALISIS NILAI TUKAR RUPIAH DAN IMPLIKASINYA PADA PEREKONOMIAN INDONESIA: PENDEKATAN ERROR CORRECTION MODEL (ECM)
Tujuan (1). Untuk menganalisis pengaruh fluktuasi nilai tukar Rupiah terhadap rasio tingkat bunga domestik terhadap tingkat bunga internasional (RDNLN), neraca pembayaran (BoP), aliran modal (CF), indeks harga konsumen (CPI), jumlah uang beredar (M1),
(2). Untuk menganalisis pengaru fluktuasi nilai tukar Rupiah terhadap rasio tingkat bunga domestik terhadap tingkat bunga internasional (RDNLN), neraca pembayaran (BoP), aliran modal (CF), indeks harga konsumen (CPI), jumlah uang beredar (M1) dalam jangka pendek maupun jangka panjang, (3) Untuk menganalisis pengaruh krisis ekonomi terhadap fluktuasi nilai tukar Rupiah.
Variabel dan alat analisis
mengenai fluktuasi nilai tukar Rupiah dan
implikasinya pada perekonomian Indonesia dengan memasukkan beberapa variable makro ekonomi. Melalui metode analisis dengan pendekatan error correction model (ECM) dapat diketahui pengaruh perubahan variabel nilai tukar Rupiah terhadap variable makroekonomi lainnya.
Jenis data Data sekunder yang merupakan data runtut waktu (time series). Adapun data yang dikumpulkan bersumber dari Badan Pusat Statistik (BPS), Asian Development Bank (ADB), International Financial Statistics (IFS), Bank Indonesia, Departemen Keuangan dan sumber informasi data lain yang kredibel dengan kurun waktu dari tahun 1990 triwulan I sampai dengan tahun 2004 triwulan II yang dipakai sebagai bahan analisis statistic kuantitatif sehingga dapat memberikan informasi yang akurat bagi pengambilan keputusan.
tingkat bunga internasional tidak berpengaruh secara signifikan terhadap perubahan nilai tukar Rupiah terhadap dollar AS. Temuan empiris ini terkait dengan pola kebijakan moneter yang bersifat reaktif bukan proaktif sehingga
pemerintah terkesan kurang responsif terhadap perkembangan pasar uang internasional. 2. Sedangkan dalam analisis ekonomi dinamis
jangka pendek dan jangka panjang diketahui bahwa neraca pembayaran berpengaruh secara signifikan terhadap nilai tukar Rupiah sebesar – 0,541937 dan –12,4891. Temuan empiris dengan pendekatan dinamik ini juga sifatnya kontradiktif dengan pendekatan keseimbangan makro
ekonomi. Namun hal ini juga bisa dipahami bahwa dalam analisis dinamis perubahan kebijakan ekonomi dan faktor-faktor non
ekonomi sangat sensitif terhadap perubahan nilai tukar Rupiah.
Tabel 3: Ringkasan Penelitian Imam Mukhlis(2011)
Judul ANALISIS VOLATILITAS NILAI TUKAR MATA UANG RUPIAH TERHADAP DOLAR
Penulis/Tahun Imam Mukhlis(2011)
Tujuan Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis volatilitas nilai tukar (Rp / US $) pada Indonesia ekonomi. Metode analisis menggunakan
Variabel dan alat analisis
volatility, exchange rate, ARCH,GARCH. Dalam penelitian ini pengukuran volatilitas menggunakan pendekatan ARCH/GARCH. Hal ini karena pendekatan ARCH/GARCH mampu mengukur ketidakpastian dalam pergerakan nilai tukar mata uang atas informasi yang tersedia pada periode sebelumnya (Pozo,1992). Adapun model GARCH yang digunakan dalam mengukur volatilitas nilai tukar mata uang dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut ini :
LERt = a + zLERt-1 + et
……… (1) ht = k + le2 t-1 + mht-1
………. (2)
Jenis data Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder runtun waktu (time series). Data ini dibutuhkan karena penelitian ini menganalisis fenomena ekonomi secara agregat, yakni fluktuasi nilai tukar mata uang Rp/US$ selama periode waktu 1980-2005.
Hasil dan Kesimpulan Berkenaan dengan dinamika yang terjadi pada perkembangan nilai tukar mata uang Rp/ US$ tersebut, maka dibutuhkan beberapa kebijakan, diantaranya adalah:
a. Fokus kebijakan pada stabilitas nilai tukar mata uang Rp/US$ dengan memperhatkan factor ekspektasi masyarakat terhadap kondisi
perekonomian. Hal ini dapat dilakukan dengan mencermati pola kegiatan ekonomi masyarakat yang terjadi, sehingga dapat lebih terkendali transaksi ekonominya.
Tabel 4: Ringkasan Penelitian RUSNIAR (2009)
Judul ANALISIS PERGERAKAN NILAI TUKAR RUPIAH DAN EMPAT MATA UANG NEGARA ASEAN
Penulis/Tahun RUSNIAR (2009)
Tujuan Penelitian ini memiliki dua tujuan utama pertama, melakukan analisis pergerakan nilai tukar Rupiah dibandingkan dengan mata uang di empat negara ASEAN lainnya. Menganalisis kemungkinan bersatunya Rupiah dengan mata uang lainnya dengan melihat respon dari guncangan yang dihadapi.
Variabel dan alat analisis
Nilai Tukar Rupiah dan Empat Mata Uang Negara ASEAN. model koreksi kesalahan Vector Error Correction Model (VECM), Forecasting Error Decompotision of Variance (FEDV), Impulse Response Function (IRF)
Jenis data Penelitian ini menggunakan data sekunder time series dari bulan Januari 1990 sampai bulan Oktober 2008. Data tersebut dibagi menjadi 2 bagian yakni sebelum krisis dan setelah krisis ekonomi.
Hasil dan Kesimpulan Hasil empiris penelitian menunjukkan bahwa berdasarkan analisa Forecasting Error
Decompotision of Variance (FEDV). Pergerakan nilai tukar Rupiah sebelum krisis lebih dominan dipengaruhi oleh kurs Rupiah itu sendiri, Ringgit dan Bath sedangkan Dollar Singapura dan Peso hanya memberikan sedikit pengaruh pada
pergerakan Rupiah. Sedangkan pada periode setelah krisis nilai tukar Rupiah masih dominan dipengaruhi oleh Rupiah itu sendiri dan Dollar Singapura,
namun pengaruh Bath justru sangat kecil. Untuk nilai tukar mata uang ASEAN lainnya sebelum krisis pergerakannya lebih banyak dipengaruhi oleh nilai tukar mata uang lain, sedangkan pada periode setelah krisis pergerakannya lebih dominan
Berdasarkan hasil analisis Impulse Response
Function (IRF), pada periode sebelum krisis Rupiah tidak responsif dalam merespon mata uang ASEAN lain, sementara itu setelah krisis Rupiah cukup responsif dalam merespon nilai tukar ASEAN. Hal ini terjadi karena perbedaan rezim nilai tukar yang ditetapkan dimana sebelum krisis digunakan rezim nilai tukar mengambang terkendali (Manage
Floating Exchange Rate Regime) sehingga fluktuasi nilai tukar dibiarkan mengambang namun tetap dikendalikan agar tetap stabil.
Tabel 5: Ringkasan Penelitian I Nyoman Suendra(2005)
Judul Hubungan Antara Uang Beredar,Nilai Tukar dan Tingkat Harga di Indonesia
Penulis/Tahun I Nyoman Suendra(2005)
Tujuan - Untuk mengetahui antara tingkat harga domestic, uang beredar dan nilai tukar di indoensia selama rentan waktu 1998-2005.
- Untuk mengetahui respon suatu variable apabila terjadi shock terhadap variable moneter lainnya.
Variabel dan alat analisis
Uang beredar(M2),Nilai Tukar(ER), dan tingkat harga(CPI). Dianalisis menggunakan model Identified Vector Autoregression Approach.
Jenis data Data yang digunakan adalah data time series, yaitu data runtun waktu sekunder, berupa data bulanan periode tahun 1998:01-2005:05. Data didapat dari laporan tahunan dan data statistic ekonomi
Hasil dan Kesimpulan Hasil penelitian ini menunjukan bahwa: 1. Peningkatan jumlah uang beredar mengarahkan pada terjadinya kenaikan tingkat harga dan
terjadinya depresiasi nilai tukar. 2. Depresiasi nilai tukar mengakibatkan terjadinya kenaikan tingkat harga dan peningkatan jumlah uang beredar.
Tabel 6: Ringkasan Penelitian Rospita Rotua Pardede (2004)
Judul Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Fluktuasi Nilai Tukar Rupiah Terhadap Dollar Amerika.
Penulis/Tahun Rospita Rotua Pardede (2004)
Tujuan - Untuk mengetahui factor apa saja yang
mempengaruhi pergerakan(fluktuasi) nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika.
- Untuk mengetahui factor mana yang paling berpengaruh dalam fluktuasi rupiah terhadap dollar Amerika.
Variabel dan alat analisis
Uang beredar(M2),Inflasi,suku bunga,net ekspor. Alat analisis yang digunakan adalah analisis regresi OLS(Ordinary Least Squer).
Jenis data Data yang digunakan adalah data time series secara bulanan mulia januari 2000 sampai dengan juni 2003 yang diambil dari laporan resmi Bank Indonesia serta dari Badan Pusat Statistik(BPS).
Hasil dan Kesimpulan - Ada banyak factor-faktor lain yang
diketahui dari hasil pengujian dimana koefisien determinasi (R2) sebesar 55.9% yang berarti factor-faktor tingkat laju inflasi,suku bunga,uang beredar,dan net ekspor hanya mampu
III. METODE PENELITIAN
A. Jenis dan Sumber Data
Ruang lingkup penelitian ini adalah menganalisis faktor-faktor yang
mempengaruhi nilai tukar mengambang seperti uang beredar, suku bunga
Indonesia(BI rate), neraca pembayaran selama periode tahun
2000:Q1-2010:Q4.
a. Jenis data menurut sifatnya
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini bersifat kuantitatif, yaitu
berupa data triwulan yang berbentuk angka dan dapat diukur/dihitung.
Data kuantitatif yang digunakan dalam penelitian ini adalah data mengenai
uang beredar, suku bunga Indonesia(BI rate), neraca pembayaran selama
priode 2000:Q1-2010:Q4.
b. Jenis data menurut sumbernya
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder, yaitu data
yang sudah jadi dikumpulkan oleh pihak lain dengan berbagai cara atau
metode baik secara komersial maupun non komersial. Data dalam
penelitian ini diperoleh dari studi kepustakaan, yaitu Badan Pusat Statistik
(BPS) Indonesia, Departemen Keuangan RI, Bank Indonesia,dan berbagai
Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
metode dokumentasi, yaitu metode pengumpulan data yang dilakukan
dengan mengambil data dari berbagai dokumentasi atau publikasi dari
berbagai pihak yang berwenang, instansi terkait.
B. Batasan Variabel
Pengertian dan batasan variabel yang akan digunakan dalam penelitian ini
adalah sebagai berikut :
a. Nilai tukar(E)
Nilai tukar yang digunakan dalam penelitian ini adalah nilai tukar
Indonesia pada periode tahun 2000:Q1-2010Q4, yang merupakan
dokumentasi dari Bank Indonesia.
b. Uang Beredar(M2)
Uang Beredar yang digunakan dalam penelitian ini adalah uang
beredar(M2) di Indonesia pada periode tahun 2000:Q1-2010:Q4, yang
merupakan dokumentasi dari Bank Indonesia.
c. Suku Bunga Indonesia(BI rate)
Suku bunga Indonesia(BI rate) yang digunakan dalam penelitian ini
adalah periode tahun 2000:Q1-2010:Q4, yang merupakan dokumentasi
dari Bank Indonesia.
d. Neraca pembayaran
Neraca pembayaran yang digunakan dalam penelitian ini adalah neraca
periode tahun 2000:Q1-2010:Q4 yang merupakan dokumentasi dari Bank
Indonesia.
C. Metode Analisis
Alat analisis yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah dengan metode
Error Correction Model. Alat analisis ini digunakan untuk mengetahui
pengaruh variabel bebas terhadap variabel terikat dalam jangka pendek dan
penyesuaian (speed of adjustment) yang cepat untuk kembali ke
keseimbangan jangka panjangnya. Dalam analisis ini dilakukan dengan
bantuan Eviews 4.1 dengan tujuan yang telah dibahas pada bab sebelumnya
untuk melihat pengaruh variabel-variabel independen terhadap variabel
dependennya.
Fungsi Persamaan umum yang akan diamati dalam penelitian ini adalah :
E = f( M2,r,N )
Secara pengertian ekonomi, penjelasan fungsi matematis tersebut adalah Nilai
tukar rupiah (E) akan dipengaruhi oleh perubahan Jumalah Uang beredar
(M2), BI rate (r), dan neraca pembayaran (N).
Diperoleh model regresi yang akan diteliti :
Et = α0 + α1 M2t + α2 rt + α3 Nt + et Keterangan:
Et : Nilai Tukar di Indonesia(Rp) Periode tahun 2000:Q1- 2010:Q4
M2t :Uang beredar(Milyar) di Negara Indonesia Periode tahun
Nt :Neraca pembayaran(milyar US$) Di Negara Indonesia Periode
tahun 2000:Q1-2010:Q4
rt :Suku Bunga Indonesia(BI rate%) Periode tahun
2000:Q1-2010:Q4
0 : Intercept
1,2,3,4,5 : Koefisien regresi
et : Error term periode t
Persamaan tersebut merupakan model penelitian yang akan ditaksir dengan
menggunakan metode Engle-Granger Error Correction Model (EG-ECM).
Adapun pertimbangan penggunaan alat analisis tersebut karena model ECM
mampu meliputi banyak variabel dalam menganalisis fenomena ekonomi
jangka pendek maupun jangka panjang, serta mampu mengkaji konsistensi
model empiris dengan teori ekonomi (Insukindro, 1999). Selain itu, model ini
mampu mencari pemecahan terhadap persoalan variabel runtun waktu (time
series) yang tidak stasioner dan regresi lancung (spurious regression) dalam
ekonometri (Thomas, 1997).
1. Uji Stasionary (Unit Root Test)
Uji Unit Root digunakan untuk melihat apakah data yang diamati stationary
atau tidak. Data dikatakan stationary bila data tersebut mendekati rata-ratanya
dan tidak terpengaruhi waktu. Apabila data yang diamati dalam uji akar-akar
unit (unit root test) ternyata belum stationary maka harus dilakukan uji
Pada umumnya data ekonomi time-series sering kali tidak stationary pada level
series. Jika hal ini terjadi, maka kondisi stationary dapat tercapai dengan
melakukan differensiasi satu kali atau lebih. Apabila data telah stationary pada
level series, maka data tersebut adalah integrated of order zero atau I(0).
Apabila data stationary pada differensiasi tahap 1, maka data tersebut adalah
integrated of order one atau I(1). Terdapat beberapa metode pengujian unit
root, dua diantaranya yang saat ini secara luas dipergunakan adalah Phillips–
Perron unit root test. Prosedur pengujian stationary adalah sebagai berikut
(Awaluddin: 2004):
1. Langkah pertama dalam uji unit root adalah melakukan uji terhadap level
series. Jika hasil dari unit root menolak hipotesis nol bahwa ada unit root,
berarti series adalah stationary pada tingkat level atau series terintegrasi
pada I(0).
2. Jika semua variabel adalah stationary, maka estimasi terhadap model yang
digunakan adalah dengan regresi Ordinary Least Square (OLS).
3. Jika dalam uji terhadap level series hipotesis adanya unit root untuk
seluruh series diterima, maka pada tingkat level seluruh series adalah non
stationary.
4. Langkah selanjutnya adalah melakukan uji unit root terhadap first
difference dari series.
5. Jika hasilnya menolak hipotesis adanya unit root, berarti pada tingkat
first difference, series sudah stationary atau dengan kata lain semua series
terintegrasi pada orde I(1), sehingga estimasi dapat dilakukan dengan
6. Jika uji unit root pada level series menunjukkan bahwa tidak semua series
adalah stationary, maka dilakukan first difference terhadap seluruh series.
7. Jika hasil dari uji unit root pada tingkat first difference menolak hipotesis
adanya unit root untuk seluruh series, berarti seluruh series pada tingkat
first difference terintegrasi pada orde I(0), sehingga estimasi dilakukan
dengan metode regresi Ordinary Least Square (OLS) pada tingkat first
difference-nya.
8. Jika hasil uji unit root menerima hipotesis adanya unit root, maka langkah
selanjutnya adalah melakukan differensiasi lagi terhadap series sampai
series menjadi stationary, atau series terintegrasi pada orde I(d).
Unit root digunakan untuk mengetahui stationarity data. Jika hasil uji menolak
hipotesis adanya unit root untuk semua variabel, berarti semua adalah
stationary atau dengan kata lain, variabel-variabel terkointegrasi pada I(0),
sehingga estimasi akan dilakukan dengan menggunakan regresi linier biasa
(OLS). Jika hasil uji unit root terhadap level dari variabel-variabel menerima
hipotesis adanya unit root, berarti semua data adalah tidak stationary atau
semua data terintegrasi pada orde I(1). Jika semua variabel adalah tidak
stationary, estimasi terhadap model dapat dilakukan dengan teknik kointegrasi.
2. Uji Kointegrasi
Pengujian kointegrasi bertujuan untuk mengetahui kemungkinan terjadinya
keseimbangan atau kestabilan jangka panjang antar variabel yang diamati.
Dalam penelitian ini digunakan uji kointegrasi Engle-Granger (EG). Untuk
diteliti untuk memperoleh residualnya. Dari hasil residual ini kemudian diuji
dengan ADF. Adapun persamaan uji ADF adalah seagai berikut (Agus, 2007):
∑
Dari hasil estimasi nilai statistik ADF kemudian dibandingkan dengan nilai
kritisinya. Jika nilai statistiknya lebih besar dari nilai kritisinya maka
variabel-variabel yang diamati saling berkointegrasi atau mempunyai hubungan jangka
panjang.
3. Model Koreksi Kesalahan (ECM)
Error Correction Model atau ECM pertama kali digunakan oleh Sargan pada
tahun 1984 dan selanjutnya dipopulerkan oleh Engle dan Granger untuk
mengoreksi ketidakseimbangan (disequilibrium) dalam jangka pendek.
Teorema representasi Granger menyatakan bahwa jika dua variabel saling
berkointegrasi, maka hubungan antara keduanya dapat diekspresikan dalam
bentuk ECM. Model ECM mempunyai beberapa kegunaan namun yang paling
utama bagi pekerjaan ekonometrika adalah mengatasi masalah data time series
yang tidak statonary dan masalah regresi lancung (spurius regression). Model
umum dari metode ECM (Gujarati:2003):
∆yt= α0+ α1∆xt+ α2εt-1 + μt yang mana:
∆yt = Perubahan variabel y pada perode t α0 = Intersep
α1 = koefisien dari perubahan variabel x εt-1 = Nilai lag 1 periode dari galat
Jika α2 tidak signifikan, maka y menyesuaikan diri dengan perubahan x pada
waktu yang sama. Sebaliknya, jika α2 signifikan berarti bahwa y menyesuaikan
diri dengan perubahan x tidak pada waktu yang sama.
4. Uji Asumsi Klasik
Asumsi Klasik ini mengindikasikan beberapa pengujian di dalamnya seperti
Uji Normalitas, Uji Multikolinearitas, Uji Heteroskedastisitas, Uji
Autokorelasi. Pengujian jenis ini dilakukan karena sangat berkaitan dengan Uji
T dan Uji F.
4.1.Uji Normalitas
Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi panel
variabel-variabelnya berdistribusi normal atau tidak. Model regresi yang
baik adalah memiliki distribusi data normal atau mendekati normal.
Dalam software EViews normalitas sebuah data dapat diketahui dengan
membandingkan nilai Jarque-Bera (JB) dan nilai Chi Square tabel. Uji JB
didapat dari histogram normality yang akan kita bahas dibawah ini.
Hipotesisi yang digunakan adalah:
H0 : Data berdistribusi normal
H1 : Data tidak berdistribusi normal
Jika hasil dari JB hitung > Chi Square tabel, maka H0 ditolak