• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Frekuensi Perkawinan Dan Sex Ratio Terhadap Litter Size, Bobot Lahir, Mortalitas Selama Menyusui Dan Bobot Sapih Pada Kelinci Persilangan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Pengaruh Frekuensi Perkawinan Dan Sex Ratio Terhadap Litter Size, Bobot Lahir, Mortalitas Selama Menyusui Dan Bobot Sapih Pada Kelinci Persilangan"

Copied!
69
0
0

Teks penuh

(1)

Dewi Lestari Sembiring : Pengaruh Frekuensi Perkawinan Dan Sex Ratio Terhadap Litter Size, Bobot Lahir, Mortalitas Selama Menyusui Dan Bobot Sapih Pada Kelinci Persilangan, 2008.

USU Repository © 2009

PENGARUH FREKUENSI PERKAWINAN DAN SEX RATIO TERHADAP LITTER SIZE, BOBOT LAHIR, MORTALITAS SELAMA

MENYUSUI DAN BOBOT SAPIH PADA KELINCI PERSILANGAN

SKRIPSI

Oleh :

DEWI LESTARI SEMBIRING 030306017

IPT

DEPARTEMEN PETERNAKAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

Dewi Lestari Sembiring : Pengaruh Frekuensi Perkawinan Dan Sex Ratio Terhadap Litter Size, Bobot Lahir, Mortalitas Selama Menyusui Dan Bobot Sapih Pada Kelinci Persilangan, 2008.

USU Repository © 2009

PENGARUH FREKUENSI PERKAWINAN DAN SEX RATIO TERHADAP

LITTER SIZE, BOBOT LAHIR, MORTALITAS SELAMA MENYUSUI

DAN BOBOT SAPIH PADA KELINCI PERSILANGAN

SKRIPSI

Oleh :

DEWI LESTARI SEMBIRING 030306017

IPT

Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Dapat Melaksanakan Ujian Akhir Pada Departemen Peternakan Fakultas Pertanian

Universitas Sumatera Utara Medan.

DEPARTEMEN PETERNAKAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(3)

Dewi Lestari Sembiring : Pengaruh Frekuensi Perkawinan Dan Sex Ratio Terhadap Litter Size, Bobot Lahir, Mortalitas Selama Menyusui Dan Bobot Sapih Pada Kelinci Persilangan, 2008.

USU Repository © 2009

Judul Penelitian : Pengaruh Frekuensi perkawinan dan sex ratio Terhadap Litter size, Bobot Lahir, Mortalitas Selama Menyusui dan Bobot Sapih Pada Kelinci Persilangan. Nama : Dewi Lestari Sembiring

Nim : 030306017

Departemen : Peternakan

Program studi : Ilmu Produksi Ternak

Disetujui Oleh Komisi Pembimbing

(Dr. Ir.Daisy Tambajong, MP ) (Ir. Sayed Umar, MS ) Ketua Anggota

Mengetahui :

(4)

Dewi Lestari Sembiring : Pengaruh Frekuensi Perkawinan Dan Sex Ratio Terhadap Litter Size, Bobot Lahir, Mortalitas Selama Menyusui Dan Bobot Sapih Pada Kelinci Persilangan, 2008.

USU Repository © 2009

Tanggal di ACC : ABSTRAK

Dewi Lestari Sembiring, 2008. “pengaruh frekuensi perkawinan dan sex

ratio terhadap litter size, bobot lahir, mortalitas selama menyusui dan bobot sapih

pada kelinci persilangan.”Dibawah bimbingan Ibu Dr. Ir. Daisy Tambajong, MP selaku ketua komisi pembimbing dan Bapak Ir. Roeswandi selaku anggota komisi pembimbing.

Penelitian ini dilaksanakan di peternakan rakyat Bapak Jamin Purba Spt jln Udara Gang Rukun, Berastagi Kabupaten Karo. Yang berlangsung pada tanggal 5 Juni sampai 31 Agustus 2007. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh frekuensi perkawinan dan sex ratio serta interaksinya terhadap jumlah anak yang lahir (litter size), bobot lahir, mortalitas selama menyusui dan bobot sapih pada kelinci persilangan.

Rancangan yang diguanakan dalam penelitian ini adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) faktorial, yang terdiri dari dua faktor. Faktor pertama adalah frekuensi perkawinan dengan 4 taraf yaitu F1=satu kali kawin, F2=dua kali kawin, F3=tiga kali kawin dan F4=empat kali kawin. Faktor yang kedua adalah sex ratio dengan 3 taraf yaitu B1 (2 : 1 ), B2 (4 : 1 ) dan B3 (6 : 1 ) dengan perameter jumlah anak sekelahiran (litter size), bobot lahir, mortalitas selama menyusui dan bobot sapih.

Dari hasil penelitian diperoleh rataan litter size (ekor) sebesar 6,88 yang tertinggi terdapat pada perlakuan F1B3 sebesar 8,00 ekor dan terendah pada F1B1

sebesar 6,17 ekor. Rataan bobot lahir (gram/ekor) diperoleh sebesar 50,13 yang tertinggi pada perlakuan F1B3 sebesar 55,80 (gram/ekor) terendah pada perlakuan

perkawinan terdapat pada perlakuan F3B1 sebesar 45,27 gram/ekor.Rataan

mortalitas selama menyusui (%) diperoleh sebesar 11,90 yang tertinggi F3B2

sebesar 22,02 % terendah pada F1B1 sebesar 6,25 %. Rataan bobot sapih

(gram/ekor) sebesar 311,59 yang tertinggi pada F1B1 sebesar 366,45 gram/ekor

terendah F3B1 sebesar 269,27 gram/ekor.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengaruh frekuensi perkawinan dan

sex ratio serta interaksi antara dua faktor tidak memberi pengaruh yang nyata

(5)

Dewi Lestari Sembiring : Pengaruh Frekuensi Perkawinan Dan Sex Ratio Terhadap Litter Size, Bobot Lahir, Mortalitas Selama Menyusui Dan Bobot Sapih Pada Kelinci Persilangan, 2008.

USU Repository © 2009

ABSTRACK

Dewi Lestari Sembiring, 2008. "The effect of marriage frequency and sex

ratio to litter size, born weight, mortality of during suckling and wean weight of

cross rabbit." under instruction of Dr. Ir. Daisy Tambajong, MP as supervisor and Ir. Sayed Umar, MS as co-supervisor.

This research was conducted in animal husbandry of Mr. Jamin Purba Spt. Jln Udara, Gang rukun. Regensy of Karo, that was started on 5th June until 31st Agust 2007. The purpose of this research is to study the influence of marriage frequency and sex ratio to litter size, born weight, mortality of during suckling and wean weight of cross rabbit.

This research was conducted by using Faktorial Completely Randomized Desige (CRD). First factor is marriage frequency with F1=once marry, F2= twice marry, F3=thrice marryy and F4= four times marry. Secondary factor is sex ratio with B1=2 : 1 , B2=4 : 1 dan B3=6 : 1

The result of research indicated the average of litter size (animal) was 6,88 that high on F1B3 treatment for 8,00 and the lowest on F1B1 for 6,17. the average born weight (gram/animal) is 50,13 that highest on F1B3 for 55,80 gram/animal and the lowest on F3B1 for 45,27 gram/animal. The average of motility during suckling (%) is 11,90 that highest on F3B2 for 22,02 % and the lowest on F1B1 for 6,25 %. The average of wean weight (gram/animal) is 311,59 that the highest on F1B1 for 366,45 gram/animal and the lowest on F3B1 for 269,27 gram/animal.

The result of research indicated that influence of marriage frequency and

(6)

Dewi Lestari Sembiring : Pengaruh Frekuensi Perkawinan Dan Sex Ratio Terhadap Litter Size, Bobot Lahir, Mortalitas Selama Menyusui Dan Bobot Sapih Pada Kelinci Persilangan, 2008.

USU Repository © 2009

RIWAYAT HIDUP

Dewi lestari sembiring, dilahirkan diUjung Teran, kecamatan Tigalingga pada tanggal 16 juni 1984 anak keempat Bapak J. Sembiring dan Ibu C. br karo dari lima bersaudara.

Pendidikan formal yang telah dilalui :

1. Sekolah Dasar Negeri Tanah Baru, tamat tahun 1997.

2. Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama Negeri 2 Lawe Deski, tamat tahun 2000.

3. Sekolah Menengah Umum Negeri 2 Lawe Deski,, tamat tahun 2003. 4. Masuk sebagai mahasiswa Departemen Peternakan Fakultas Pertanian

Universitas Sumatera Utara melalui jalur PMP/PMDK, tahun 2003. Kegiatan yang pernah diikuti :

1. Melaksanakan Praktek Kerja Lapangan (PKL) di Balai Pembibitan Ternak Unggul (BPTU) desa Sinur , Kecamatan Siborong-borong, Kabupaten Tapanuli Utara, tahun 2006.

(7)

Dewi Lestari Sembiring : Pengaruh Frekuensi Perkawinan Dan Sex Ratio Terhadap Litter Size, Bobot Lahir, Mortalitas Selama Menyusui Dan Bobot Sapih Pada Kelinci Persilangan, 2008.

USU Repository © 2009

KATA PENGANTAR

Dengan kerendahan hati penulis mengucapkan puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas segala berkat dan rahmat-Nya sehingga penulis dapat meyelesaikan penelitian ini dengan baik.

Adapun judul dari penelitian ini adalah “Pengaruh Frekuensi Perkawinan Dan Sex Ratio Terhadap Litter size (Jumlah anak sekelahiran), Bobot Lahir, Mortalitas Selama Menyusui Dan Bobot Sapih Pada Kelinci Persilangan” yang merupakan salah satu syarat untuk mendapat gelar sarjana pada Departemen Peternakan, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Dr. Ir. Daisy Tambajong, MP Selaku ketua komisi pembimbing dan Bapak Ir. Sayed Umar MS, Selaku anggota komisi pembimbing yang telah banyak memberikan bimbingan dan arahan dalam penulisan hasil penelitian ini.

Penulis menyadari bahwa penulisan hasil penelitian ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun untuk perbaikan hasil penelitian penulis ini.

(8)

Dewi Lestari Sembiring : Pengaruh Frekuensi Perkawinan Dan Sex Ratio Terhadap Litter Size, Bobot Lahir, Mortalitas Selama Menyusui Dan Bobot Sapih Pada Kelinci Persilangan, 2008.

USU Repository © 2009

Penulis DAFTAR ISI

ABSTACK ... i

BSTRAK ... iI RIWAYAT HIDUP ... iiI KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR LAMPIRAN ... viii

PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1

Tujuan Penelitian ... 2

Kegunaan Penelitian ... 2

Hipotesa Penelitian ... 3

TINJAUAN PUSTAKA Ternak Kelinci... 4

Pakan Induk ... 6

Jumlah Anak...7

Bobot Lahir ... 7

Mortalitas Selama Menyusui ... 8

Bobot Sapih... 10

BAHAN ALAT DAN METODE Tempat Dan Waktu Penelitian ... 12

Bahan Dan Alat Penelitian ... 12

Bahan Penelitian ... 12

Alat Penelitian ... 13

Metode Penelitian ... 13

Pelaksanaan Penelitian ... 15

Persiapan Kandang ... 15

Pemilihan Ternak ... 15

Random Ternak ... 15

Pemeliharan ... 15

Pelaksanan Perkawinan ... 16

Penimbangan Berat Lahir ... 16

(9)

Dewi Lestari Sembiring : Pengaruh Frekuensi Perkawinan Dan Sex Ratio Terhadap Litter Size, Bobot Lahir, Mortalitas Selama Menyusui Dan Bobot Sapih Pada Kelinci Persilangan, 2008.

USU Repository © 2009

Penimbangan Berat Sapih ... 16

Pembersihan Kandang ... 16

Parameter Yang Diamati ... 16

Litter Size (jumlah Anak Sekelahiran) ... ... 16

Bobot Lahir ... ... 16

Mortalitas Selama Menyusui ... ... 16

Bobot Sapih ... 16

HASIL DAN PEMBAHAASAN Hasil...17

Litter Size (jumlah Anak Sekelahiran) ... ... 17

Bobot Lahir ... ... 17

Mortalitas Selama Menyusui ... ... 18

Bobot Sapih ... ... 20

Pembahasan...22

Litter Size (jumlah anak) ... ... 22

Bobot Lahir ... ... 24

Mortalitas menyusui ... ... 25

Bobot sapih... ... 28

Rekapitulasi Hasil Penelitian ... ... 30

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan...31

(10)

Dewi Lestari Sembiring : Pengaruh Frekuensi Perkawinan Dan Sex Ratio Terhadap Litter Size, Bobot Lahir, Mortalitas Selama Menyusui Dan Bobot Sapih Pada Kelinci Persilangan, 2008.

USU Repository © 2009

DAFTAR TABEL

1. Rataan litter size ternak kelinci persilangan ...

...17

2. Dwi kasta litter size ternak kelinci persilangan ...17

3. Rataan bobot lahir anak ternak kelinci ...17

4. Dwi kasta bobot lahir ternak kelinci ...18

5. Rataan mortalitas anak selama menyusui ternak kelinci ...19

6. Dwi kasta mortalitas anak selama menyusui ternak kelinci ...20

7. Rataan bobot sapih ternak kelinci persilangan ...20

8. Dwi kasta bobot sapih anak ternak kelinci ...21

9. Analisa ragam litter size ternak kelinci persilangan selama penelitian ...22

10. Analisa ragam bobot lahir anak ternak kelinci anak ternak kelinci persilangan selama penelitian ...24

11. Analisa ragam mortalitas anak selama menyusui ternak kelinci persilangan selama penelitian ...25

(11)

Dewi Lestari Sembiring : Pengaruh Frekuensi Perkawinan Dan Sex Ratio Terhadap Litter Size, Bobot Lahir, Mortalitas Selama Menyusui Dan Bobot Sapih Pada Kelinci Persilangan, 2008.

USU Repository © 2009

DAFTAR LAMPIRAN

1. Kombinasi frekuensi perkawinan dan sex ratio ...34

2. Frekuensi perkawinan betina ...36

3. Waktu kawin pada betina ...39

4. Random Pejantan ...43

5. Random Betina ...44

6. Data bobot lahir ternak kelinci persilangan selama penelitian ...45

7. Data bobot sapih & persentase mortalitas kelinci persilangan selama penelitian ...48

8. Data kebutuhan nutrisi ransum induk bunting dan induk menyusui...51

9. Komposisi ransum BUS 622 ...51

10. Data Litter Size ...52

11. Data Tabel Dwikasta Litter Size ...52

12. Data ANOVA Litter Size ...52

13. Data Bobot Lahir ...53

14. Data Tabel Dwikasta Bobot Lahir ...53

15. Data ANOVA Bobot Lahir ...53

16. . Data Mortalitas ...54

17. Data Tabel Dwikasta Mortalitas ...54

18. Data ANOVA Mortalitas ...54

19. Data Bobot Sapih ...55

20. Data Dwikasta Bobot Sapih ...55

(12)

Dewi Lestari Sembiring : Pengaruh Frekuensi Perkawinan Dan Sex Ratio Terhadap Litter Size, Bobot Lahir, Mortalitas Selama Menyusui Dan Bobot Sapih Pada Kelinci Persilangan, 2008.

USU Repository © 2009

22. Analisa Proksimat Rumput Lapangan ...56

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Pertambahan penduduk Indonesia yang semakin meningkat, sehingga kekurangan gizi dikalangan masyarakat masih jauh dari kebutuhan, terutama yang berasal dari protein hewani, seperti daging, susu dan telur. Didukung oleh pengetahuan akan pentingnya protein hewani, maka secara otomatis permintaan akan protein hewani semakin meningkat pula.

Ternak kelinci merupakan salah satu ternak penghasil daging dengan kandungan protein yang tinggi, kadar lemak yang rendah, mampu menghasilkan anak 4-12 ekor perkelahiran, perkembangbiakannya cepat, pemeliharaannya mudah, hasil sampingannya dapat dimanfaatkan dan tidak membutuhkan areal yang luas dalam pemeliharaannya.

Kelinci yang dipelihara secara intensif memerlukan perhatian yang lebih pada semua aspek kehidupannya. Kelalaian dan ketidak pedulian terhadap kehidupan kelinci tersebut menyebabkan kegagalan dan kemerosotan produksi dan bahkan dapat merugikan lingkungan usaha.

Untuk memajukan usaha ternak, hendaknya mengarahkan usaha tersebut ketingkat yang lebih menguntungkan. Sehubungan dengan ini maka peternak harus bisa mengerti pemuliabiakan dan perkembangbiakan. Pemuliabiakan berarti mengawinkan sekelompok ternak dengan maksud untuk memperbaiki, dan sekaligus mengembangbiakan. Dengan demikian perkawinan bukan terjadi secara kebetulan atau liar, melainkan terarah dan teratur. Sehingga sebelum ternak induk

(13)

Dewi Lestari Sembiring : Pengaruh Frekuensi Perkawinan Dan Sex Ratio Terhadap Litter Size, Bobot Lahir, Mortalitas Selama Menyusui Dan Bobot Sapih Pada Kelinci Persilangan, 2008.

USU Repository © 2009

dikawinkan, terlebih dahulu perlu diadakan seleksi (memilih ternak yang bernilai tinggi atau menguntungkan).

Perkawinan yang baik diharapkan menghasilkan jumlah anak atau persentase pembuahan yang tinggi. Pembuahan optimal ini bisa dicapai bila dilakukan pengaturan perkawinan oleh peternak. Semakin banyak jumlah anak yang lahir kemungkinan semakin rendah bobot lahirnya dan mortalitasnya semakin tinggi. Pejantan yang terlalu sering dikawinkan bisa menyebabkan kegagalan bunting.

Untuk itu perlu dilakukan suatu penelitian mengenai pengaruh frekuensi perkawinan dan sex ratio terhadap litter size, bobot lahir, mortalitas selama menyusui dan bobot sapih pada kelinci persilangan.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh frekuensi perkawinan dan sex ratio terhadap litter size (jumlah anak sekelahiran), bobot lahir anak, mortalitas selama menyusui dan bobot sapih pada kelinci persilangan.

Kegunaan Penelitian

1. Sebagai bahan informasi bagi peternak khususnya peternak kelinci tentang frekuensi perkawinan dan sex ratio terhadap litter size, bobot lahir, mortalitas selama menyusui dan bobot sapih pada ternak kelinci persilangan.

(14)

Dewi Lestari Sembiring : Pengaruh Frekuensi Perkawinan Dan Sex Ratio Terhadap Litter Size, Bobot Lahir, Mortalitas Selama Menyusui Dan Bobot Sapih Pada Kelinci Persilangan, 2008.

USU Repository © 2009

3. Sebagai bahan informasi bagi peneliti dan kalangan akademisi atau instansi yang berhubungan dengan peternakan.

Hipotesis Penelitian

Adanya pengaruh dari frekwensi perkawinan dan sex ratio terhadap litter

size (jumlah anak sekelahiran), bobot lahir, mortalitas selama menyusui dan bobot

(15)

Dewi Lestari Sembiring : Pengaruh Frekuensi Perkawinan Dan Sex Ratio Terhadap Litter Size, Bobot Lahir, Mortalitas Selama Menyusui Dan Bobot Sapih Pada Kelinci Persilangan, 2008.

USU Repository © 2009

TINJAUAN PUSTAKA

Ternak Kelinci

Dalam klasifikasi biologi kelinci termasuk kedalam ordo Lagomorpha, kelinci liar mengalami domestikasi menjadi jinak dan tersebar keberbagai belahan dunia sebagai hewan peliharaan. Dewasa ini kelinci-kelinci dikawin silangkan sehingga menghasilkan berbagai jenis, tipe, dan ukuran. Menurut tipenya kelinci dibagi atas 3 yaitu, kelinci tipe kecil (berbobot 0,9-2 kg) dewasa kelamin umur 3-4 bulan, tipe sedang (berbobot 2-4 kg) dewasa kelamin 5-6 bulan, dan tipe berat (berbobot 5-8 kg) dewasa kelamin umur 7-8 bulan (Putra dan Budiana,2006).

Pada awalnya kelinci dibawa oleh orang-orang Belanda sebagai ternak hias pada tahun 1835, dan perkembangannya mencapai puncak pada tahun 1912. Mula-mula kelinci hanyalah terdapat dirumah-rumah tuan tanah keluarga Eropa (pegawai anderneming), lalu meluas kekalangan masyarakat petani. Kelinci jenis Jawa beratnya 2-3 kg bahkan ada yang lebih, warnanya ada yang putih, hitam, coklat muda, belang atau warna campuran dari yang telah disebutkan (Sarwono, 2002; Subroto, 1998).

Kelinci Chinchilla dimanfaatkan untuk ternak dwiguana yaitu produksi fur dan daging. Pada umumnya kelinci ini memiliki warna bulu abu-abu. Kelinci New Zealand White memiliki bulu putih mulus, padat, tebal dan agak kasar kalau diraba, mata merah. Pertumbuhannya cepat cocok diternakkan sebagai penghasil daging komersil dan kelinci percobaan di laboratorium (Sarwono, 2002).

Seekor pejantan ideal mampu melayani 10 ekor betina. Idealnya 5 ekor betina dicampur dengan satu pejantan didalam satu kandang koloni, frekuensi

(16)

Dewi Lestari Sembiring : Pengaruh Frekuensi Perkawinan Dan Sex Ratio Terhadap Litter Size, Bobot Lahir, Mortalitas Selama Menyusui Dan Bobot Sapih Pada Kelinci Persilangan, 2008.

USU Repository © 2009

perkawinan yang baik untuk menjamin kebuntingan adalah dua kali kawin dan biasanya perkawinan yang kedua kali ini akan terjadi semakin banyak kawin semakin banyak jumlah anak yang akan lahir atau persentase pembuahan semakin tinggi (AAK, 1988; Sarwono, 2002; Rismunardar, 1990).

Pemakaian pejantan yang berlebihan untuk mengawini betina mengakibatkan kelebihan sexsual, disusulnya oleh menurunnya libido pejantan tersebut. Libido pejantan ditentukan oleh faktor genetik yaitu sifat yang diturunkan oleh bapaknya. Umur yang terlalu tua akan diikuti oleh libido yang menurun, keadaan lingkungan yang kurang baik dapat menurunkan libido (Hardjopranjoto, 1995).

Pada pengaturan perkawinan jangan mengawinkan kelinci lebih dari 3 kali seminggu. Tetapi dalam keadaan darurat ia bisa dikawinkan tiap hari dalam beberapa hari untuk mengejar kebuntingan dan kelahiran yang hampir bersamaan, tetapi setelah itu kelinci harus beristirahat lama (Sumoprastowo, 1993).

Lama kebuntingan pada ternak kelinci berkisar antara 28-35 hari. Perkembangbiakan kelinci dapat diatur dengan kelahiran terencana. Kelahiran untuk kelinci biasanya terjadi 31-32 hari sesudah perkawinan berlangsung. Adapun rata-rata kebuntingan pada ternak kelinci adalah 31 hari, yang dipengaruhi oleh waktu kawin. Pada saat bunting kebutuhan akan air sangat perlu diperhatikan (Sarwono, 2002).

(17)

Dewi Lestari Sembiring : Pengaruh Frekuensi Perkawinan Dan Sex Ratio Terhadap Litter Size, Bobot Lahir, Mortalitas Selama Menyusui Dan Bobot Sapih Pada Kelinci Persilangan, 2008.

USU Repository © 2009

pakannya adalah susu induknya. Pada hari ke-11 mereka mulai membuka matanya dan mulai keluar dari sarang untuk makan dan minum pada hari ke-20. Apabila anak-anak kelinci keluar dari sarangnya sebelum hari ke-20, hal itu menandakan bahwa induk kelinci tidak mempunyai cukup air susu. Hal ini dapat menyebabkan kematian pada anak yang baru lahir apabila tidak ditangani dengan baik. Anak-anak yang masih sangat kecil selalu di dalam sarang dan mereka disusui pada malam hari saja atau pada pagi hari (AAK, 1982; Kartadisastra, 1994).

Pakan Induk

Induk kelinci yang menyusui memerlukan makanan yang lebih banyak dan lebih baik karena diperlukan untuk memproduksi susu, memulihkan kondisi induk setelah melahirkan, mengasuh anak, dan persiapan untuk kebuntingan berikutnya. Pakan yang baik akan menghasilkan kualitas susu yang baik pula dan sangat berpengaruh terhadap perkembangan anak sewaktu menyusui Menurut ransum induk bunting dan induk menyusui kebutuhan akan zat makanan terdiri dari : protein 16-20 %, dan energi 2300-2500 kkal/kg sedangkan untuk hidup pokok 2000- 2200 kkal / kg. (Aritonang, 1995; Sumoprastowo, 1993)

Jika pakan jelek dalam waktu lama, hal ini bisa menyebabkan abortus atau anak yang dilahirkan mati karena kekurangan akan makanan secara terus menerus. Dan pergantian ransum harus dilakukan sedikit demi sedikit. Dalam peternakan kelinci intensif, pakan yang diberikan tak hanya hijauan sebagai pakan pokok, konsentrat, hay (rumput kering) biji-bijan, dan umbi-umbian juga perlu diberikan (AAK, 1982; Sarwono, 2002).

(18)

Dewi Lestari Sembiring : Pengaruh Frekuensi Perkawinan Dan Sex Ratio Terhadap Litter Size, Bobot Lahir, Mortalitas Selama Menyusui Dan Bobot Sapih Pada Kelinci Persilangan, 2008.

USU Repository © 2009

kemampuan hidup anak yang lahir menurun. Sperma yang abnormal biasanya muncul pada pejantan yang terlalu sering dikawinkan (Sihombing, 1997).

Jumlah Anak

Banyak sedikitnya hasil pembiakan tak lepas dari faktor kesuburan karena ada jenis kelinci yang bisa melahirkan anak dalam jumlah yang banyak 10 ekor dan ada jenis kelinci yang hanya beranak sedikit 4 ekor (Subroto, 1998). Perkawinan yang berkali-kali dilaksanakan dan tidak ada hasilnya tentu ada sebabnya. Kesuburan merupakan salah satu faktor yang sangat mempengaruhi dimana umur yang baik untuk pembiakan atau perkawinan ternak kelinci adalah umur 2-3 tahun (Rismunandar, 1990).

Jumlah anak yang dilahirkan setiap kelinci berkisar antara 4-12 ekor sekaligus, tetapi yang baik adalah sekitar 6-8 ekor saja dan jumlah anak dipengaruhi juga oleh faktor genetik, jenis atau strain kelinci. Anak kelinci matanya masih terpejam dan telinganya belum bisa untuk mendengar. Nanti bila sudah berumur 10 hari baru bisa melihat dan mendengar, setelah 20 hari baru bisa meloncat-loncat mengikuti induknya (Dinas Peternakan, 1982; Rianggoro, 1995).

Agar dicapai pembuahan ovum secara maksimal, perkawinan biasanya dilakukan dengan dua kali perkawinan sehinga dihasilkan angka kebuntingan (konsepsi) yang tinggi, karena banyak ovum yang dibuahi dan dengan demikian jumlah anak yang dilahirkan per litter juga lebih banyak (Blakely dan Bade,1998).

Bobot Lahir

(19)

Dewi Lestari Sembiring : Pengaruh Frekuensi Perkawinan Dan Sex Ratio Terhadap Litter Size, Bobot Lahir, Mortalitas Selama Menyusui Dan Bobot Sapih Pada Kelinci Persilangan, 2008.

USU Repository © 2009

produktivitas. Keragaman dalam bobot lahir termasuk didalamnya jumlah anak dari tiap induk disebabkan oleh faktor genetik, strain atau spesies dan lingkungan. Pada saat kelahiran bobot lahir dipengaruhi oleh ransum pada waktu induk bunting tua. Pada umumnya induk muda melahirkan anak yang lebih ringan dari pada induk yang lebih tua (Sumoprastowo,1993).

Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi bobot lahir adalah jumlah anak yang lahir, jenis atau strain, dan juga pakan waktu bunting. Rata-rata bobot lahir kelinci di Ciawi Bogor adalah 50-70 gram (Brahmantiyo, 2007). Bobot lahir dari anak juga dipengaruhi oleh beberapa faktor, jumlah anak yang lahir mempengaruhi berat anak, pengaruh jenis kelamin umumnya jenis kelamin jantan lebih berat daripada betina, breed induk dan pejantan, makanan dan umur induk (Cahyono, 1998). Bobot lahir ternak kelinci 45,4 gram, pada umur 3 minggu 362,2 gram dengan pertambahan berat badan kelinci perharinya adalah 15,1 gram (Reksohadiprojdo, 1984)

Mortalitas Selama Menyusui

(20)

Dewi Lestari Sembiring : Pengaruh Frekuensi Perkawinan Dan Sex Ratio Terhadap Litter Size, Bobot Lahir, Mortalitas Selama Menyusui Dan Bobot Sapih Pada Kelinci Persilangan, 2008.

USU Repository © 2009

Air susu induk adalah makanan alami yang paling lengkap, paling cocok dan tepat untuk anak kelinci yang masih menyusui (Sumoprastowo, 1993). Hal-hal yang menyebabkan berkurang air susu atau gagal sama sekali penyebabnya adalah pergantian cuaca secara tiba-tiba, ransum yang tidak sempurna, diare secara terus menerus, pergantian tempat yang mendadak, adanya penyakit mastitis dan berasal dari keturunan induk yang hanya sedikit menghasilkan air susu (Brahmantiyo, 2007).

Menurut Sumoprastowo (1993), sebab-sebab kematian anak selama menyusui antara lain karena pengolahan kotak beranak tidak baik, makanan yang tidak memenuhi gizi, induk tidak cukup menghasilkan susu, adanya gangguan binatang asing seperti kucing, ular, dan anjing yang bisa mengejutkan kelinci sehingga meloncat-loncat mengakibatkan anak terinjak-injak sampai mati. Rianggoro (1995), menyatakan ada juga sifat keibuan induk yang jelek, meskipun menghasilkan air susu tetapi ia tidak rajin mengasuh anak-anaknya, acuh tak acuh terhadap anaknya, sehingga anak kelinci menjadi kurus dan mati kelaparan.

(21)

Dewi Lestari Sembiring : Pengaruh Frekuensi Perkawinan Dan Sex Ratio Terhadap Litter Size, Bobot Lahir, Mortalitas Selama Menyusui Dan Bobot Sapih Pada Kelinci Persilangan, 2008.

USU Repository © 2009

Bobot Sapih

Anak-anak kelinci yang telah mencapai umur 4 minggu dapat disapih dengan memindahkan atau memisahkannya ke petak kandang yang lain. Penyapihan umur 4 minggu akan menghasilkan anak-anak yang lebih kecil dan keadaan perdagingannya kurang memuaskan dibandingkan dengan yang disapih pada umur 7 sampai 8 minggu, namun penyapihan yang lebih awal akan memungkinkan jumlah litter yang lebih banyak dalam masa setahun. Disapih pada umur berapapun anak-anak kelinci biasanya dipotong pada umur 8 minggu (Blakely dan Bade,1998).

Kurangnya air susu akan berpengaruh pada bobot sapih anaknya, karena anak kelinci membutuhkan air susu dalam jumlah banyak untuk pertumbuhan. Air susu pada induk yang sedang menyusui paling banyak biasanya dicapai pada minggu ke tiga kemudian air susu menurun sedikit demi sedikit, maka pada minggu keempat anak kelinci sudah bisa disapih dari induk (Reksohadiprodjo,1984). Umumnya penyapihan paling lambat sampai umur 8 minggu atau 56 hari. Penyapihan lebih awal akan memungkinkan little size yang lebih banyak dalam masa setahun (Sarwono, 2002).

(22)

Dewi Lestari Sembiring : Pengaruh Frekuensi Perkawinan Dan Sex Ratio Terhadap Litter Size, Bobot Lahir, Mortalitas Selama Menyusui Dan Bobot Sapih Pada Kelinci Persilangan, 2008.

USU Repository © 2009

(23)

Dewi Lestari Sembiring : Pengaruh Frekuensi Perkawinan Dan Sex Ratio Terhadap Litter Size, Bobot Lahir, Mortalitas Selama Menyusui Dan Bobot Sapih Pada Kelinci Persilangan, 2008.

USU Repository © 2009

BAHAN DAN METODE PENELITIAN

Tempat Dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di (Peternakan Kelinci Bapak Jamin Purba Spt) Gang Rukun, Jalan Udara, Berastagi. dengan ketinggian 1368 m di atas permukaan laut, dengan suhu rata-rata 15-20oC. Penelitian ini dilaksanakan mulai dari 5 Juni sampai 31 Agustus 2007.

Bahan dan Alat Bahan

• Jenis kelinci betina dan jantan yang dipakai adalah keturunan kelinci persilangan New Zealand white dengan Chincilla

• Kelinci betina yang berasal dari keturunan yang sama, yang mempunyai umur 2–3 tahun, rata-rata bobot badan dengan kisaran bobot badan awal 1,8-3 kg yang dihitung dengan rumus x ± 2 sd = 2,40 kg ± 2(0,3) sebanyak 144 ekor.

• Kelinci jantan yang mempunyai umur sama yaitu umur 2 tahun, dengan kisaran bobot badan awal 1,7-2,9 kg yang dihitung dengan rumus x ± 2 sd = 2,30 kg ± 2(0,3) sebanyak 36 ekor.

• Ransum yang diberikan konsentrat Berlian Unggas Sakti 622 (BUS 622) dan rumput yang diberikan secara ad libitum.

• Obat-obatan seperti Ivomec dan whormektin untuk scabies, sulpastrong dan Teramycin untuk sakitaan, Betadine untuk infeksi luka.

• Rodalon sebagai desinfektan kandang.

(24)

Dewi Lestari Sembiring : Pengaruh Frekuensi Perkawinan Dan Sex Ratio Terhadap Litter Size, Bobot Lahir, Mortalitas Selama Menyusui Dan Bobot Sapih Pada Kelinci Persilangan, 2008.

USU Repository © 2009

Alat

• Kandang individu sebanyak 180 petak, tiap petak berukuran 80 cm x 80 cm x 70 cm. 144 petak untuk kelinci betina dan 36 petak untuk kelinci jantan.

• Tempat pakan dan tempat minum

• Termometer

• Timbangan salter dengan kapasitas 2 kg dan 5 kg dengan kepekaan 0.01 gr

• Bola pijar 60 watt

• Pembersih kandang

• Alat tulis, buku data dan kalkulator

• Pisau

Metode Penelitian

Metode penelitian yang digunakan adalah dengan menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) faktorial 4 x 3 dengan

Faktor I : Frekuensi perkawinan ( F ) F1 = 1 x kawin

F2 = 2 x kawin F3 = 3 x kawin F4 = 4 x kawin Faktor II : Sex Ratio ( B )

(25)

Dewi Lestari Sembiring : Pengaruh Frekuensi Perkawinan Dan Sex Ratio Terhadap Litter Size, Bobot Lahir, Mortalitas Selama Menyusui Dan Bobot Sapih Pada Kelinci Persilangan, 2008.

USU Repository © 2009

Model matematik yang digunakan berdasarkan (Hanafiah, 2000) adalah : Metode Analisa :

Yijk = Respon yang diamati pada perlakuan I dan perlakuan j

µ = Nilai tengah umum

(αβ = Pengaruh interaksi perlakuan dari ke dua faktor

ijk = Galat percobaan taraf ke-i dan faktor I dan taraf ke-j dari faktor II pada ulangan ke-k

Banyak ulangan dihitung dengan rumus sebagai berikut : T.C (n-1) ≥ 15

(26)

Dewi Lestari Sembiring : Pengaruh Frekuensi Perkawinan Dan Sex Ratio Terhadap Litter Size, Bobot Lahir, Mortalitas Selama Menyusui Dan Bobot Sapih Pada Kelinci Persilangan, 2008.

USU Repository © 2009

Pelaksanaan Penelitian

• Persiapan Kandang

Kandang yang digunakan adalah kandang sistem individu, dibuat berbentuk panggung terdiri dari 144 unit dan setiap unit diisi 1 ekor kelinci. Sebelum kelinci dimasukkan, kandang dan peralatan disinfektan terlebih dahulu dengan rodalon. Lampu dihidupkan sebagai sumber penerangan.

• Pemilihan Ternak

Ternak kelinci yang dipilih adalah kelinci betina yang berasal dari keturunan sama, mempunyai umur 2–3 tahun, dengan kisaran bobot badan awal dihitung dengan rumus x ± 2 sd. Sebanyak 144 ekor, dan kelinci jantan umur 2 tahun sebanyak 36 ekor.

• Penimbangan Kelinci

Kelinci jantan dan betina ditimbang terlebih dahulu untuk mendapatkan bobot badan awal.

• Random Kelinci

Sebelum kelinci dimasukkan ke dalam unit percobaan, kelinci dirandom terlebih dahulu baik kelinci betina maupun jantan, untuk menghilangkan subjektifitas dan memperkecil error. Setelah itu kelinci ditempatkan ke masing-masing unit kandang sebanyak 1 ekor per unit kandang.

• Pemberian Pakan

(27)

Dewi Lestari Sembiring : Pengaruh Frekuensi Perkawinan Dan Sex Ratio Terhadap Litter Size, Bobot Lahir, Mortalitas Selama Menyusui Dan Bobot Sapih Pada Kelinci Persilangan, 2008.

USU Repository © 2009

• Perkawinan

Kelinci dikawinkan sesuai dengan perlakuan masing-masing. Waktu mengawinkan selama 2 minggu.

• Penimbangan Berat Lahir

Kelinci induk yang sedang melahirkan tersebut diperiksa, kemudian ditimbang berapa berat lahir anaknya.

• Pemeriksaan Mortalitas anak selama menyusui

Mortalitas anak kelinci diperiksa mulai dari anak lahir sampai umur satu bulan.

• Penimbangan berat sapih

Berat sapih anak ditimbang sesudah umur satu bulan.

• Pembersihan kandang dan peralatanya dilakukan setiap hari.

Parameter Yang Diamati 1. Litter Size (ekor).

litter Size merupakan jumlah anak sekelahiran dari seekor induk kelinci.

2. Bobot lahir anak (gram/ekor)

Bobot lahir anak adalah berat anak saat lahir, diperoleh dari rata-rata bobot lahir anak pada setiap kelahiran (gram).

3. Mortalitas selama menyusui (%).

Perbandingan antara jumlah anak yang mati dengan jumlah anak yang lahir selama menyusui dikali 100.

(28)

Dewi Lestari Sembiring : Pengaruh Frekuensi Perkawinan Dan Sex Ratio Terhadap Litter Size, Bobot Lahir, Mortalitas Selama Menyusui Dan Bobot Sapih Pada Kelinci Persilangan, 2008.

USU Repository © 2009

(29)

Hasil

Litter Size (Jumlah Anak Sekelahiran)

Litter Size merupakan jumlah anak sekelahiran dari seekor induk kelinci

Rataan jumlah anak ternak kelinci persilangan dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Rataan Litter Size ternak kelinci persilangan selama penelitian (ekor)

Perlakuan Ulangan Total Rataan

1 2 3

F1B1 5,00 5,50 8,00 18,50 6,17

F1B2 6,60 7,20 7,30 21,10 7,03

F1B3 5,20 6,00 7,40 18,60 6,20

F2B1 7,50 6,50 7,00 21,00 7,00

F2B2 7,60 7,60 6,00 21,20 7,07

F2B3 5,80 7,00 7,60 20,40 6,80

F3B1 8,00 7,00 9,00 24,00 8,00

F3B2 6,00 6,50 8,00 20,50 6,83

F3B3 4,50 7,60 7,20 19,30 6,43

F4B1 7,00 7,00 8,50 22,50 7,50

F4B2 7,00 5,50 6,20 18,70 6,23

F4B3 7,00 8,00 7,00 22,00 7,33

Total 77,20 81,40 89,20 247,80 82,60

Rataan 6,43 6,78 7,43 20,65 6,88

Dari tabel 1 dapat dilihat bahwa Litter Size ternak kelinci berkisar antara 5,00 ekor sampai 8,00 ekor, sedangkan rataan Litter Size kelinci selama penelitian adalah 6,88 ekor.

Tabel 1 juga menunjukkan bahwa rataan Litter Size kelinci persilangan selama penelitian yang terendah terdapat pada perlakuan F1B1 (frekuensi satu kali

perkawinan satu jantan dengan dua betina) yaitu sebesar 6,17 ekor sedangkan

Litter Size tertinggi terdapat pada perlakuan F3B1 (frekuensi 3 kali perkawinan

(30)

Dewi Lestari Sembiring : Pengaruh Frekuensi Perkawinan Dan Sex Ratio Terhadap Litter Size, Bobot Lahir, Mortalitas Selama Menyusui Dan Bobot Sapih Pada Kelinci Persilangan, 2008.

USU Repository © 2009

Rataan litter size ternak kelinci untuk masing-masing faktor perlakuan selama penelitian dapat dilihat pada Tabel 2 beikut :

Tabel 2. Dwi kasta litter size ternak kelinci selama penelitian

T/C B1 B2 B3 Total Rataan

F1 18,50 21,10 18,60 58,20 19,40

F2 21,00 21,20 20,40 62,60 20,87

F3 24,00 20,50 19,30 63,80 21,27

F4 22,50 18,70 22,00 63,20 21,07

Total 86,00 81,50 80,30 247,80 82,60

Rataan 21,50 20,38 20,08 61,95 20,65

Bobot Lahir

Bobot lahir merupakan berat anak saat lahir, diperoleh dari rata-rata bobot lahir anak pada setiap kelahiran. Rataan bobot lahir ternak kelinci persilangan yang diperoleh selama penelitian dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Rataan bobot lahir ternak kelinci persilangan selama penelitian (gram/ekor)

Perlakuan Ulangan Total Rataan

1 2 3

F1B1 70,70 47,10 47,70 165,50 55,17

F1B2 45,10 48,50 51,60 145,20 48,40

F1B3 62,90 54,80 49,70 167,40 55,80

F2B1 47,30 46,80 45,00 139,10 46,37

F2B2 47,60 45,30 48,10 141,00 47,00

F2B3 48,40 49,60 50,50 148,50 49,50

F3B1 44,60 48,80 42,40 135,80 45,27

F3B2 56,10 47,90 46,50 150,50 50,17

F3B3 63,20 44,20 49,20 156,60 52,20

F4B1 50,70 44,50 47,40 142,60 47,53

F4B2 52,60 55,60 50,80 159,00 53,00

F4B3 47,70 50,80 54,80 153,30 51,10

Total 636,90 583,90 583,70 1804,50 601,50

(31)

Dewi Lestari Sembiring : Pengaruh Frekuensi Perkawinan Dan Sex Ratio Terhadap Litter Size, Bobot Lahir, Mortalitas Selama Menyusui Dan Bobot Sapih Pada Kelinci Persilangan, 2008.

USU Repository © 2009

Dari Tabel 3 diperoleh bahwa bobot lahir anak ternak kelinci berkisar antara 42,40 gram/ekor sampai 70,70 gram/ekor, sedangkan rataan bobot lahir anak kelinci adalah 50,13 gram/ekor.

Tabel 3 dapat dilihat bahwa rataan bobot lahir ternak kelinci persilangan selama penelitian yang terendah terdapat pada perlakuan F3B1 (frekuensi 3 kali

perkawinan antara satu jantan dengan dua betina) yaitu sebesar 45,27 gram/ekor sedangkan bobot lahir ternak kelinci persilangan tertinggi terdapat pada perlakuan F1B3 (frekuensi satu kali perkawinan antara satu jantan dengan enam betina) yaitu

sebesar 55,80 gram/ekor. Rataan bobot lahir anak ternak kelinci untuk masing-masing faktor perlakuan selama penelitian dapat di lihat pada Tabel 4 berikut : Tabel 4. Dwi kasta bobot lahir anak ternak kelinci selama penelitian

T/C B1 B2 B3 Total Rataan

F1 165,50 145,20 167,40 478,10 159,37

F2 139,10 141,00 148,50 428,60 142,87

F3 135,80 150,50 156,60 442,90 147,63

F4 142,60 159,00 153,30 454,90 151,63

Total 583,00 595,70 625,80 1804,50 601,50

Rataan 145,75 148,93 156,45 451,13 150,38

Mortalitas Selama Menyusui

(32)

Dewi Lestari Sembiring : Pengaruh Frekuensi Perkawinan Dan Sex Ratio Terhadap Litter Size, Bobot Lahir, Mortalitas Selama Menyusui Dan Bobot Sapih Pada Kelinci Persilangan, 2008.

USU Repository © 2009

Tabel 5. Rataan mortalitas anak selama menyusui ternak kelinci persilangan selama penelitian (%)

Perlakuan Ulangan Total Rataan

1 2 3

F1B1 0,00 0,00 18,75 18,75 6,25

F1B2 0,00 13,39 12,50 25,89 8,63

F1B3 12,69 15,47 30,00 58,16 19,39

F2B1 12,50 0,00 14,28 26,78 8,93

F2B2 22,22 0,00 0,00 22,22 7,41

F2B3 12,50 13,42 12,50 38,42 12,81

F3B1 18,25 0,00 21,25 39,50 13,17

F3B2 12,50 28,57 25,00 66,07 22,02

F3B3 0,00 17,36 12,50 29,86 9,95

F4B1 0,00 12,50 11,11 23,61 7,87

F4B2 14,28 0,00 18,75 33,03 11,01

F4B3 12,50 21,25 12,50 46,25 15,42

Total 117,44 121,96 189,14 428,54 142,85

Rataan 9,79 10,16 15,76 35,71 11,90

Dari tabel 5 dapat dilihat bahwa mortalitas anak selama menyusui pada ternak kelinci berkisar antara 0,00% sampai 3,00%, sedangkan rataan mortalitas anak selama menyusui selama penelitian adalah 11,90% (53 dari 821 ekor)

Tabel 5 juga menunjukkan bahwa rataan mortalitas selama menyusui ternak kelinci persilangan selama penelitian yang terendah terdapat pada perlakuan F1B1 (frekuensi satu kali perkawinan satu jantan dengan dua betina)

yaitu sebesar 6,25 % sedangkan mortalitas tertinggi terdapat pada perlakuan F3B2

(33)

Dewi Lestari Sembiring : Pengaruh Frekuensi Perkawinan Dan Sex Ratio Terhadap Litter Size, Bobot Lahir, Mortalitas Selama Menyusui Dan Bobot Sapih Pada Kelinci Persilangan, 2008.

USU Repository © 2009

Tabel 6. Dwi kasta mortalitas anak selama menyusui pada ternak kelinci

T/C B1 B2 B3 Total Rataan

F1 18,75 25,89 58,16 102,80 34,27

F2 26,78 22,22 38,42 87,42 29,14

F3 39,50 66,07 29,86 135,43 45,14

F4 23,61 33,03 46,25 102,89 34,30

Total 108,64 147,21 172,69 428,54 142,85

Rataan 27,16 36,80 43,17 107,14 35,71

Bobot Sapih

Bobot sapih merupakan berat anak saat sapih diperoleh dari rata-rata anak saat lepas sapih. Rataan bobot sapih ternak kelinci persilangan selama penelitian dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7. Rataan bobot sapih ternak kelinci persilangan selama penelitian (gram/ekor)

Perlakuan Ulangan Total Rataan

1 2 3

F1B1 421,15 373,35 304,85 1099,35 366,45

F1B2 312,80 311,72 280,83 905,35 301,78

F1B3 450,82 346,47 296,74 1094,03 364,68

F2B1 262,85 336,25 365,00 964,10 321,37

F2B2 269,50 273,96 302,12 845,58 281,86

F2B3 362,34 271,35 291,40 925,09 308,36

F3B1 256,50 280,65 270,65 807,80 269,27

F3B2 337,56 304,10 283,26 924,92 308,31

F3B3 372,81 262,02 278,34 913,17 304,39

F4B1 282,80 290,00 264,20 837,00 279,00

F4B2 346,10 342,67 342,62 1031,39 343,80

F4B3 271,50 273,42 324,58 869,50 289,83

Total 3946,73 3665,96 3604,59 11217,28 3739,09

Rataan 328,89 305,50 300,38 934,77 311,59

(34)

Dewi Lestari Sembiring : Pengaruh Frekuensi Perkawinan Dan Sex Ratio Terhadap Litter Size, Bobot Lahir, Mortalitas Selama Menyusui Dan Bobot Sapih Pada Kelinci Persilangan, 2008.

USU Repository © 2009

Tabel 7 dapat dilihat bahwa rataan bobot sapih ternak kelinci persilangan selama penelitian yang terendah terdapat pada perlakuan F3B1 (frekuensi tiga kali

perkawinan antara 1 ekor jantan dengan dua ekor betina) yaitu sebesar 269,27 gram/ekor sedangkan bobot sapih tertinggi terdapat pada perlakuan F1B1

(frekuensi satu kali perkawinan antara satu ekor jantan dengan dua ekor betina) yaitu sebesar 366,45 gram/ekor. Rataan bobot sapih anak ternak kelinci untuk masing-masing faktor perlakan selama penelitian dapat dilihat pada Tabel 8 berikut :

Tabel 8. Dwi kasta bobot lahir anak ternak kelinci selama penelitian

T/C B1 B2 B3 Total Rataan

F1 1099,35 905,35 1094,03 3098,73 1032,91

F2 964,10 845,58 925,09 2734,77 911,59

F3 807,80 924,92 913,17 2645,89 881,96

F4 837,00 1031,39 869,50 2737,89 912,63

Total 3708,25 3707,24 3801,79 11217,28 3739,09

(35)

Dewi Lestari Sembiring : Pengaruh Frekuensi Perkawinan Dan Sex Ratio Terhadap Litter Size, Bobot Lahir, Mortalitas Selama Menyusui Dan Bobot Sapih Pada Kelinci Persilangan, 2008.

USU Repository © 2009

Pembahasan

Litter Size (Jumlah anak)

Untuk mengetahui pengaruh frekuensi perkawinan dan sex ratio terhadap

Litter Size maka dilakukan analisa keragaman seperti yang tertera pada Tabel 9.

Tabel 9. Analisa keragaman litter size ternak kelinci persilangan selama penelitian

SK DB JK KT Fhitung

Ftabel

0.05 0.01

Ulangan 2 6,18 3,09 2,97 tn 3,40 5,61

Perlakuan 11 10,54 0,96 0,92 tn 2,22 3,09

F 3 2,16 0,72 0,69 tn 3,01 4,72

B 2 1,51 0,75 0,72 tn 3,40 5,61

F x B 6 6,88 1,15 1,10 tn 2,51 3,67

Galat 24 24,97 1,04

Total 35 35,5 1,02

KK = 14,8 % tn = tidak nyata

Hasil analisa keragaman pada Tabel 9 menunjukkan bahwa F hitung lebih kecil dari F tabel pada taraf 0,05 yang berarti bahwa frekuensi dan sex ratio pada kelinci memberi pengaruh yang tidak berbeda nyata terhadap litter size kelinci, walaupun rataan litter size kelinci berkisar antara 6,17 dan 8,00.

Tidak adanya pengaruh nyata terhadap litter size menunjukkan bahwa perlakuan dengan frekwensi perkawinan dan sex ratio tidak memberi perbedaan yang nyata pada ternak kelinci dalam menghasilkan jumlah anak sekelahiran, hal ini dapat disebabkan karena kesuburan kelinci yang digunakan hampir sama, ini terlihat dari umur yang digunakan selama perlakuan adalah sama yaitu kisaran antara 2-3 tahun. Hasil penelitian ini sesuai dengan pernyataan Rismunandar (1990), bahwa kesuburan merupakan salah satu faktor yang sangat mempengaruhi

(36)

Dewi Lestari Sembiring : Pengaruh Frekuensi Perkawinan Dan Sex Ratio Terhadap Litter Size, Bobot Lahir, Mortalitas Selama Menyusui Dan Bobot Sapih Pada Kelinci Persilangan, 2008.

USU Repository © 2009

perkawinan, umur yang baik untuk pembiakan atau perkawinan ternak kelici berkisar antara 2-3 tahun.

Pada Tabel 1 dapat dilihat bahwa rataan litter size yang tertinggi pada F3B1 (frekuensi tiga kali perkawinan antara 1 ekor jantan dengan dua ekor

betina).Menurut Blakely dan Bade(1998), agar dicapai pembuahan ovum secara maksimal perkawinan biasanya dilakukan dua kali perkawinan. Dari hasil penelitian didapatkan litter size tertinggi adalah pada frekuensi tiga kali perkawinan hal ini disebabkan oleh dengan adanya frekuensi tiga kali perkawinan maka makin banyaknya ovum yang dibuahi dengan demikin jumlah anak yang dilahirkan per litter juga lebih banyak.

Perlakuan F3B1 paling tinggi disebabkan oleh batas maksimal seekor pejantan mengawini betina adalah tiga kali dalam seminggu lebih dari tiga kali akan mengalami kemunduran hal ini sesuai dengan yang dilakukan di lapangan. Hal ini juga didukung oleh pernyataan Sumoprastowo (1993), bahwa jangan mengawinkan kelinci lebih dari tiga kali dalam seminggu.

Dari hasil penelitian menunjukkkan bahwa rataan litter size kelinci selama penelitian terdapat pada interaksi F3B1 (frekuensi tiga kali perkawinan

(37)

Dewi Lestari Sembiring : Pengaruh Frekuensi Perkawinan Dan Sex Ratio Terhadap Litter Size, Bobot Lahir, Mortalitas Selama Menyusui Dan Bobot Sapih Pada Kelinci Persilangan, 2008.

USU Repository © 2009

Bobot Lahir

Untuk mengetahui pengaruh frekuensi perkawinan dan sex ratio terhadap bobot lahir maka dilakukan analisa keragaman seperti yang tertera pada Tabel 10 yang ada di bawah ini.

Tabel 10. Analisa keragaman bobot lahir ternak kelinci persilangan selama penelitian

SK DB JK KT Fhitung

Ftabel

0.05 0.01

Ulangan 2 156,65 78,32 2,33 tn 3,40 5,61

Perlakuan 11 386,17 35,11 1,04 tn 2,22 3,09

F 3 146,33 48,78 1,45 tn 3,01 4,72

B 2 80,53 40,27 1,20 tn 3,40 5,61

F x B 6 159,32 26,55 0,79 tn 2,51 3,67

Galat 24 806,75 33,61

Total 35 1192,93 34,08

KK= 11,5 % tn = tidak nyata

Hasil analisa keragaman pada Tabel 10 menunjukkan bahwa F hitung lebih kecil dari F tabel pada taraf 0,05 yang berarti perlakuan frekuensi persilangan dan sex ratio pada ternak kelinci persilangan memberikan pengaruh yang tidak berbeda nyata terhadap bobot lahir ternak kelinci persilangan walau rataan bobot lahir ternak kelinci persilangan sedikit berbeda.

(38)

Dewi Lestari Sembiring : Pengaruh Frekuensi Perkawinan Dan Sex Ratio Terhadap Litter Size, Bobot Lahir, Mortalitas Selama Menyusui Dan Bobot Sapih Pada Kelinci Persilangan, 2008.

USU Repository © 2009

sama, sehingga bobot lahir yang dihasilkan pada tiap perlakuan tidak berbeda nyata. Hal ini sesuai dengan yang dikemukakan oleh Sumoprastowo (1993), bahwa pada saat kelahiran bobot lahir dipengaruhi oleh ransum pada waktu induk bunting tua dan keragaman dalam bobot lahir dipengaruhi oleh lingkungan.

Pada Tabel 3 dapat dilihat bahwa rataan bobot lahir anak kelinci tertinggi pada perlakuan F1B3 yaitu 55,80 gram/ekor sedangkan yang terendah

terdapat pada perlakuan F3B1 sebesar 45,27 gram/ekor. Jumlah anak yang

dihasilkan antar perlakuan selama penelitian hampir sama, seiring dengan itu maka bobot lahir yang dihasilkan pada tiap perlakuan juga hampir sama karena jumlah anak yang dihasilkan oleh ternak turut mempengaruhi bobot lahir dimana makin banyak anak yang dilahirkan maka cenderung bobot anak yang dilahirkan tersebut semakin menurun hal ini sesuai dengan peryataan Cahyono (1998), yang menyatakan bobot lahir dari anak dipengaruhi oleh beberapa faktor, jumlah anak yang lahir, pengaruh dari jenis kelamin umumnya jenis kelamin jantan lebih berat daripada betina, breed, induk dan pejantan, makanan dan umur induk.

Mortalitas Selama Menyusui

Untuk mengetahui pengaruh frekuensi perkawinan dan sex ratio terhadap mortalitas selama menyusui, maka dilakukan analisa keragaman seperti yang tertera pada Tabel 11.

Tabel 11. Analisa keragaman mortalitas selama menyusui ternak kelinci persilangan selama penelitian

SK DB JK KT Fhitung

Ftabel

0.05 0.01

Ulangan 2 268,74 134,37 1,72 tn 3,40 5,61

Perlakuan 11 797,38 72,50 0,93 tn 2,22 3,09

F 3 136,23 45,41 0,58 tn 3,01 4,72

B 2 173,31 86,66 1,11 tn 3,40 5,61

(39)

Dewi Lestari Sembiring : Pengaruh Frekuensi Perkawinan Dan Sex Ratio Terhadap Litter Size, Bobot Lahir, Mortalitas Selama Menyusui Dan Bobot Sapih Pada Kelinci Persilangan, 2008.

USU Repository © 2009

Galat 24 1874,25 78,09

Total 35 2671,60 76,33

KK = 24,2 % tn = tidak nyata

Hasil analisa keragaman pada Tabel 11 menunjukkan bahwa F hitung lebih kecil dari F tabel pada taraf 0,05 yang berarti bahwa perlakuan frekuansi perkawinan dan sex ratio pada ternak kelinci persilangan memberikan pengaruh yang berbeda tidak nyata terhadap mortalitas ternak kelinci persilangan, walau rataan mortalitas ternak kelinci persilangan sedikit berbeda antar perlakuan.

Tidak adanya pengaruh yang nyata terhadap mortalitas karena setiap induk yang digunakan selama penelitian dapat memenuhi/menghasilkan air susu untuk kebutuhan masing-masing anaknya. Masing-masing induk pada tiap perlakuan juga memiliki sifat keibuan yang baik, hal ini sesuai dengan yang dikemukakan Brahmantiyo (2007), bahwa induk yang hanya sedikit menghasilkan susu dapat menyebabkan kematian anak yang dilahirkan Sumoprastowo (1993), juga menyatakan bahwa sebab-sebab kematian anak selama menyusui adalah induk tidak cukup menghasilkan susu.

(40)

Dewi Lestari Sembiring : Pengaruh Frekuensi Perkawinan Dan Sex Ratio Terhadap Litter Size, Bobot Lahir, Mortalitas Selama Menyusui Dan Bobot Sapih Pada Kelinci Persilangan, 2008.

USU Repository © 2009

dari induk ternak kelinci tersebut, meskipun menghasilkan air susu tetapi induk tidak rajin mengasuh anak-anaknya, acuh tak acuh terhadap anaknya sehingga anak kelinci menjadi kurus dan mati kelaparan karena sifat induk yang jelek.

Mortalitas selama menyusui yang tidak berbeda nyata antara masing-masing perlakuan disebabkan oleh manajemen kandang, penanganan waktu melahirkan, kondisi lingkungan, manajemen pemeliharaan yang sama antara masing-masing perlakuan dan juga cara pemberian pakan yang sama dapat menyebabkan mortalitas selama menyusui tidak berbeda nyata.

Pada Tabel 5 dapat dilihat bahwa mortilitas tertinggi terdapat pada perlakuan F3B2 yaitu 22,02% hal ini disebabkan oleh sifat keibuan yang jelek.

Rianggoro (1995), menyatakan bahwa salah satu penyebab kematian anak kelinci selama menyusui adalah sifat keibuan yang jelek dari induk ternak kelinci tersebut, meskipun menghasilkan air susu tetapi induk tidak rajin mengasuh anak-anaknya, sedangkan yang terendah pada perlakuan F1B1 yaitu 6,25%. Tingkat

(41)

Dewi Lestari Sembiring : Pengaruh Frekuensi Perkawinan Dan Sex Ratio Terhadap Litter Size, Bobot Lahir, Mortalitas Selama Menyusui Dan Bobot Sapih Pada Kelinci Persilangan, 2008.

USU Repository © 2009

Bobot Sapih

Untuk mengetahui pengaruh frekuensi perkawinan dan sex ratio terhadap bobot sapih selama menyusui, maka dilakukan analisa keragaman seperti yang tertera pada Tabel 11.

Tabel 11. Analisa keragaman bobot sapih ternak kelinci persilangan selama penelitian

SK DB JK KT Fhitung

Ftabel

0.05 0.01

Ulangan 2 5546,05 2773,03 0,13 tn 3,40 5,61 Perlakuan 11 34021,40 3092,86 0,82 tn 2,22 3,09 F 3 13447,5 4482,50 0,32 tn 3,01 4,72 B 2 491,4015 245,70 0,14 tn 3,40 5,61 F x B 6 20082,50 3347,08 1,93 tn 2,50 3,67

Galat 24 41733,07 1738,88

Total 35 75754,50 2164,41

tn = tidak nyata

Hasil analisa keragaman pada Tabel 11 menunjukkan bahwa F hitung lebih kecil dari F tabel pada taraf 0,05 yang berarti bahwa perlakuan yang diberikan pada ternak kelinci persilangan memberikan pengaruh yang tidak berbeda nyata terhadap bobot lahir ternak kelinci persilangan, walau rataan jumlah anak ternak kelinci persilangan sedikit berbeda antarperlakuan.

(42)

Dewi Lestari Sembiring : Pengaruh Frekuensi Perkawinan Dan Sex Ratio Terhadap Litter Size, Bobot Lahir, Mortalitas Selama Menyusui Dan Bobot Sapih Pada Kelinci Persilangan, 2008.

USU Repository © 2009

Tidak adanya pengaruh yang nyata terhadap bobot sapih anak kelinci juga dipengaruhi oleh lama periode menyusui yang mana semakin lama periode menyusui cenderung meningkatkan bobot sapih akan tetapi pada perlakuan adalah sama sehingga bobot sapih pada masing-masing perlakuan hampir sama, komposisi nutrisi yang diberikan pada induk maupun anak yang diberikan adalah sama, sehingga bobot sapih pada masing-masing perlakuan tidak berbeda nyata. Bobot lahir anak juga berkorelasi (berhubungan) dengan bobot sapih anak dalam penelitian bobot lahir tertinggi terdapat pada perlakuan F1B1 dan pada bobot sapih

(43)

Dewi Lestari Sembiring : Pengaruh Frekuensi Perkawinan Dan Sex Ratio Terhadap Litter Size, Bobot Lahir, Mortalitas Selama Menyusui Dan Bobot Sapih Pada Kelinci Persilangan, 2008.

USU Repository © 2009

Rekapitulasi Hasil Penelitian

Rekapitulasi hasil penelitian secara keseluruhan dapat dilihat pada Tabel 9. Tabel 9. Rekapitulasi Litter Size, bobot lahir, mortalitas selama menyusui dan

bobot sapih pada ternak kelinci persilangan dengan perlakuan dengan perlakuan frekuensi perkawinan dan sex ratio.

Perlakun Litter size (ekor)

Bobot lahir (gram)

Mortalitas selama menyusui (%)

Bobot sapih (gram)

F1B1 6,17 tn 55,17 tn 6,25 tn 366,45 tn

F1B2 7,03 tn 48,40 tn 8,63 tn 301,78 tn

F1B3 6,20 tn 55,80 tn 19,39 tn 364,68 tn

F2B1 7,00 tn 46,37 tn 8,93 tn 321,37 tn

F2B2 7,07 tn 47,00 tn 7,41 tn 281,86tn

F2B3 6,80 tn 49,50 tn 12,81 tn 308,36 tn

F3B1 8,00 tn 45,27 tn 13,17 tn 269,27 tn

F3B2 6,83 tn 50,17 tn 22,02 tn 308,31 tn

F3B3 6,43 tn 52,20 tn 9,95 tn 304,39 tn

F4B1 7,50 tn 47,53 tn 7,87 tn 279,00 tn

F4B2 6,23 tn 53,00 tn 11,01 tn 343,80 tn

F4B3 7,33 tn 51,10 tn 15,42 tn 289,83 tn

Keterangantn : tidak nyata

(44)

Dewi Lestari Sembiring : Pengaruh Frekuensi Perkawinan Dan Sex Ratio Terhadap Litter Size, Bobot Lahir, Mortalitas Selama Menyusui Dan Bobot Sapih Pada Kelinci Persilangan, 2008.

USU Repository © 2009

31

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

1. Frekuensi satu kali sampai empat kali perkawinan tidak mempengaruhi

Litter Size, bobot lahir, mortalitas selama menyusui dan bobot sapih ternak

kelinci persilangan.

2. Sex ratio satu pejantan dengan dua betina sampai enam ekor betina tidak

mempengaruhi Litter Size, bobot lahir, mortalitas selama menyusui dan bobot sapih ternak kelinci persilangan.

3. Interaksi antara frekuensi dan sex ratio tidak mempengaruhi litter size, bobot lahir, mortalitas selama menyusui dan bobot sapih ternak kelici persilangan.

Saran

Disarankan kepada peternak kelinci khususnya ternak kelinci persilangan untuk melaksanakan frekuensi perkawinan 2 atau 3 kali perkawinan dengan sex ratio satu ekor jantan dengan enam ekor betina.

(45)

Dewi Lestari Sembiring : Pengaruh Frekuensi Perkawinan Dan Sex Ratio Terhadap Litter Size, Bobot Lahir, Mortalitas Selama Menyusui Dan Bobot Sapih Pada Kelinci Persilangan, 2008.

USU Repository © 2009

DAFTAR PUSAKA

AAK, 1982. Pemeliharaan Kelinci. Kanisius, Yogyakarta.

AAK, 1988. Pedoman Lengkap Beternak Babi. Kanisius, Yogyakarta.

Aritonang, D., 1995. Perencanaan dan Pengelolaan Usaha Babi. Penebar Swadaya, Jakarta.

Brahmantiyo, B., 2007. Budi Daya Kelinci. Balai Penelitian Ternak. Ciawi, Bogor.

Blakely and Bade, 1998. Ilmu Peternakan. Terjemahan Bambang Srigandono, Gajah Mada University Press, Yogyakarta.

Cahyono, B.,1998. Beternak Domba dan kambing. Kanisius, Yogyakarta.

Dinas peternakan provinsi daerah tingkat I Sumatera Utara, 1982. Beternak

Kelinci. Medan

Hanafiah, K.A, 2000. Rancangan Percobaan. Fakultas Pertanian, Universitas Sriwijawa, Palembang.

Hardjopranjoto, S.H, 1995 Ilmu Kemajiran pada Ternak. Airlangga University Press, Surabaya.

Hustamin R., 2006. Panduan Memelihara Kelinci Hias. Agromedia Pustaka, Jakarta.

Kartadisastra, 1994. Kelinci Unggul. Kanisius, Yogyakarta.

Nugroho, 1982. Beternak Kelinci Secara Moderen. Eka Ofset, Semarang. Putra, G. M dan Budiana, NS., 2006. Kelinci Hias. Penebar Swadaya, Jakarta. Raharjo, Y. C, 2007. Potensi dan Peluang Usaha Budidaya Ternak Kelinci Untuk

Produksi Daging, Kulit-Bulu dan Hewan Kesayangan. Balai Penelitian

Ternak. Ciawi, Bogor.

(46)

Dewi Lestari Sembiring : Pengaruh Frekuensi Perkawinan Dan Sex Ratio Terhadap Litter Size, Bobot Lahir, Mortalitas Selama Menyusui Dan Bobot Sapih Pada Kelinci Persilangan, 2008.

USU Repository © 2009

Rianggoro K., 1995. Beternak Kelinci. Karya Anda, Surabaya.

Rismunandar., 1975. Beternak Kelinci. Masa Baru, Bandung, Jakarta.

Rismunandar., 1990. Meningkatkan Konsumsi Protein Dengan Beternak Kelinci. Sinar Baru, Bandung.

Sarwono. B, 2002. Kelinci Potong Dan Hias. Agromedia Pustaka, Jakarta. Sihombing, 1997. Ilmu Ternak Babi. UGM. Press, Yogyakarta.

Subroto S., 1998. Ayo Beternak Kelinci. Cv Aneka Ilmu, Semarang. Sumoprastowo., 1985. Beternak Kelinci Idaman. Bhratara, Jakarta.

Whendrato dan Madyana, 1999. Beternak Kelinci Secara Populer. Eka offset, Semarang.

(47)

Dewi Lestari Sembiring : Pengaruh Frekuensi Perkawinan Dan Sex Ratio Terhadap Litter Size, Bobot Lahir, Mortalitas Selama Menyusui Dan Bobot Sapih Pada Kelinci Persilangan, 2008.

USU Repository © 2009

Lampiran 1: Kombinasi frekuensi perkawinan dan sex ratio Faktor I F (frekuensi perkawinan)

(48)

Dewi Lestari Sembiring : Pengaruh Frekuensi Perkawinan Dan Sex Ratio Terhadap Litter Size, Bobot Lahir, Mortalitas Selama Menyusui Dan Bobot Sapih Pada Kelinci Persilangan, 2008.

(49)

Dewi Lestari Sembiring : Pengaruh Frekuensi Perkawinan Dan Sex Ratio Terhadap Litter Size, Bobot Lahir, Mortalitas Selama Menyusui Dan Bobot Sapih Pada Kelinci Persilangan, 2008.

USU Repository © 2009

Lampiran 2: Frekuensi perkawinan betina

Hr 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 A √

B √

Hr 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14

A √ √

B √ √

Hr 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14

A √ √ √

B √ √ √

Hr 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14

A √ √ √ √

B √ √ √ √

Hr 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 A √

B √

C √

D √

1 x B11

B12

2 x

2 x 2 = 4 x kawin

3 x 2 x 3 = 6 x

kawin

4 x

2 x 4 = 8 x kawin

1 x 4 x 1 = 4 x

(50)

Dewi Lestari Sembiring : Pengaruh Frekuensi Perkawinan Dan Sex Ratio Terhadap Litter Size, Bobot Lahir, Mortalitas Selama Menyusui Dan Bobot Sapih Pada Kelinci Persilangan, 2008.

USU Repository © 2009

Hr 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14

A √ √

B √ √

C √ √

D √ √

Hr 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14

A √ √ √

B √ √ √

C √ √ √

D √ √ √

Hr 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14

A √ √ √ √

B √ √ √ √

C √ √ √ √

D √ √ √ √

Jam 6 pagi dan jam 6 sore

Hr 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 A √

B √

C √

D √

E √

F √

2 x

4 x 2 = 8 x kawin

3 x

4 x 3 = 12 x kawin

4 x 4 x 4 = 16 x kawin

1 x

(51)

Dewi Lestari Sembiring : Pengaruh Frekuensi Perkawinan Dan Sex Ratio Terhadap Litter Size, Bobot Lahir, Mortalitas Selama Menyusui Dan Bobot Sapih Pada Kelinci Persilangan, 2008.

USU Repository © 2009

Hr 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14

A √ √

B √ √

C √ √

D √ √

E √ √

F √ √

Hr 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14

A √ √ √

B √ √ √

C √ √ √

D √ √ √

E √ √ √

F √ √ √

Hr 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14

A √ √ √ √

B √ √ √ √

C √ √ √ √

D √ √ √ √

E √ √ √ √

F √ √ √ √

2 x 6 x 2 = 12 x

3 x 6 x 3 = 18 x

(52)

Dewi Lestari Sembiring : Pengaruh Frekuensi Perkawinan Dan Sex Ratio Terhadap Litter Size, Bobot Lahir, Mortalitas Selama Menyusui Dan Bobot Sapih Pada Kelinci Persilangan, 2008.

USU Repository © 2009

Lampiran 3: Waktu kawin pada betina YANG KAWIN HARI 1 = 42 ek

F1B111=1 F2B111=10 F3B111=19 F4B111=28

F1B112=2 F2B112=11 F3B112=20 F4B112=29

F1B113=3 F2B113=12 F3B113=21 F4 B113=30

F4B211=28

F1B211=4 F2B211=13 F3B211=22 F4B212=29

F1B212=5 F2B212=14 F3B212=23 F4B213=30

F1B213=6 F2B213=15 F3B213=24

F4B311=34

F1B311=7 F2B311=16 F3B311=25 F4B312=35

F1B312=8 F2B312=17 F3B312=26 F4B313=36

F1B313=9 F2B313=18 F3B313=27 F4B321=34

F3B321=25 F4B322=35

F3B322=26 F4B323=36

F3B323=27

YANG KAWIN HARI II = 27 ek

F2B221=13 F3B221=22 F4B221=31 F4B221=31

F2B222=14 F3B222=23 F4B222=32 F4B222=32

F2B223=15 F3B223=24 F4B223=33 F4B223=33

F2B321=16 F3B331=25 F4B331=34

F2B322=17 F3B332=26 F4B332=35

F2B323=18 F3B333=27 F4B333=36

F3B341=25 F4B341=34

F3B342=26 F4B342=35

F3B343=27 F4B343=36

YANG KAWIN HARI III =24 ek F1B321= 7 F3B121=19 F4B231=31

F1B322=8 F3B122=20 F4B232=32

F1B323=9 F3B123=21 F4B233=33

F2B331=16 F3B231=22 F4B241=31

F2B332=17 F3B232=23 F4B242=32

F2B333=18 F3B233=24 F4B243=33

(53)

Dewi Lestari Sembiring : Pengaruh Frekuensi Perkawinan Dan Sex Ratio Terhadap Litter Size, Bobot Lahir, Mortalitas Selama Menyusui Dan Bobot Sapih Pada Kelinci Persilangan, 2008.

(54)

Dewi Lestari Sembiring : Pengaruh Frekuensi Perkawinan Dan Sex Ratio Terhadap Litter Size, Bobot Lahir, Mortalitas Selama Menyusui Dan Bobot Sapih Pada Kelinci Persilangan, 2008.

USU Repository © 2009

F4B353=36

F4B361=34

F4B362=35

F4B363=36

YANG KAWIN HARI 7 = 24 ek F1B341=7 F3B121=19 F4B241=31

F1B342=8 F3B122=20 F4B242=32

F1B343=9 F3B123=21 F4 B243=33

F3B231=22 F4B311=34

F3B232=23 F4B312=35

F3B233=24 F4B313=36

F3B331=25 F4B321=34

F3B332=26 F4B322=35

F3B333=27 F4B323=36

F3B341=25

F3B342=26

F3B343=27

YANG KAWIN HARI 8 = 24 ek

F1B121=1 F2B321=16 F3B241=22 F4B211=31

F1B122=2 F2B322=17 F3B242=23 F4B212=32

F1B123=3 F2B323=18 F3B243=24 F4 B213=33

F3B351=25 F4B331=34

F3B352=26 F4B332=35

F3B353=27 F4B333=36

F3B361=25 F4B341=34

F3B362=26 F4B342=35

F3B363=27 F4B343=36

YANG KAWIN HARI 9 = 33 ek

F1B231=4 F2B111=10 F3B111=19 F4B111=28

F1B232=5 F2B112=11 F3B112=20 F4B112=29

F1B233=6 F2B113=12 F3B113=21 F4B113=30

F3B211=22

F1B351=7 F2B211=13 F3B212=23 F4B221=31

F1B352=8 F2B212=14 F3B213=24 F4B222=32

F1B353=9 F2B213=15 F4B223=33

(55)

Dewi Lestari Sembiring : Pengaruh Frekuensi Perkawinan Dan Sex Ratio Terhadap Litter Size, Bobot Lahir, Mortalitas Selama Menyusui Dan Bobot Sapih Pada Kelinci Persilangan, 2008.

(56)

Dewi Lestari Sembiring : Pengaruh Frekuensi Perkawinan Dan Sex Ratio Terhadap Litter Size, Bobot Lahir, Mortalitas Selama Menyusui Dan Bobot Sapih Pada Kelinci Persilangan, 2008.

USU Repository © 2009

F4B363=36

YANG KAWIN HARI 13 = 24 ek

F1B241=4 F2B121=10 F3B351=25 F4B111=28

F1B242=5 F2B122=11 F3B352=26 F4B112=29

F1B243=6 F2B123=12 F3B353=27 F4B113=30

F3B361=25

F2B231=13 F3B362=26 F4B231=31

F2B232=14 F3B363=27 F4B232=32

F2B233=15 F4B233=33

F2B311=16

F2B312=17

F2B313=18

YANG KAWIN HARI 14 = 9 ek F2B241=13 F4B121=28

F2B242=14 F4B122=29

F2B243=15 F4B123=30

F4B241=31

F4B242=32

F4B243=33

Lampiran 4: Random pejantan

1 2 3 4 5 6

23 16 32 15 19 4

29 9 27 33 36 5

30 1 6 11 14 28

10 8 13 26 12 3

(57)

Dewi Lestari Sembiring : Pengaruh Frekuensi Perkawinan Dan Sex Ratio Terhadap Litter Size, Bobot Lahir, Mortalitas Selama Menyusui Dan Bobot Sapih Pada Kelinci Persilangan, 2008.

USU Repository © 2009

(58)

Dewi Lestari Sembiring : Pengaruh Frekuensi Perkawinan Dan Sex Ratio Terhadap Litter Size, Bobot Lahir, Mortalitas Selama Menyusui Dan Bobot Sapih Pada Kelinci Persilangan, 2008.

USU Repository © 2009

F4B363 36 :Frekuensiempat kali kawin dengan sex ratio 6 : 1

betina keenam ulangan ketiga.

Lampiran 6: Data bobot lahir ternak kelinci persilangan selama penelitian

Perlakuan Jumlah Anak

(59)

Dewi Lestari Sembiring : Pengaruh Frekuensi Perkawinan Dan Sex Ratio Terhadap Litter Size, Bobot Lahir, Mortalitas Selama Menyusui Dan Bobot Sapih Pada Kelinci Persilangan, 2008.

(60)

Dewi Lestari Sembiring : Pengaruh Frekuensi Perkawinan Dan Sex Ratio Terhadap Litter Size, Bobot Lahir, Mortalitas Selama Menyusui Dan Bobot Sapih Pada Kelinci Persilangan, 2008.

(61)

Dewi Lestari Sembiring : Pengaruh Frekuensi Perkawinan Dan Sex Ratio Terhadap Litter Size, Bobot Lahir, Mortalitas Selama Menyusui Dan Bobot Sapih Pada Kelinci Persilangan, 2008.

USU Repository © 2009

(62)

Dewi Lestari Sembiring : Pengaruh Frekuensi Perkawinan Dan Sex Ratio Terhadap Litter Size, Bobot Lahir, Mortalitas Selama Menyusui Dan Bobot Sapih Pada Kelinci Persilangan, 2008.

(63)

Dewi Lestari Sembiring : Pengaruh Frekuensi Perkawinan Dan Sex Ratio Terhadap Litter Size, Bobot Lahir, Mortalitas Selama Menyusui Dan Bobot Sapih Pada Kelinci Persilangan, 2008.

(64)

Dewi Lestari Sembiring : Pengaruh Frekuensi Perkawinan Dan Sex Ratio Terhadap Litter Size, Bobot Lahir, Mortalitas Selama Menyusui Dan Bobot Sapih Pada Kelinci Persilangan, 2008.

USU Repository © 2009

F4B321 6 250 370 300 280 370 300 1870 311.67 F4B322 8 200 250 250 250 260 230 220 250 1910 238.75 F4B323 7 370 400 350 320 350 350 400 2540 362.86

F4B331 0 0 0 0

F4B332 7 250 280 280 250 280 260 300 1900 271.43 F4B333 7 280 280 270 270 300 210 200 1810 258.57

F4B341 7 250 250 250 250 270 260 260 1790 255.71 1 12.50% F4B342 7 300 240 320 260 280 300 300 2000 285.71 1 12.50% F4B343 7 250 250 230 200 250 250 250 1680 240.00 1 12.50%

F4B351 0 0 0 0

F4B352 0 0 0 0

F4B353 0 0 0 0

F4B361 6 330 290 250 320 300 310 1800 300.00 F4B362 7 300 270 300 300 280 296 280 2026 289.43 F4B363 3 450 390 350 1190 396.67

Total

Mortalitas 769 53

Lampiran 8: Data kebutuhan nutrisi ransum induk bunting dan induk menyusui

Energi metabolisme 2300-2500 Kkal/kg

Protein 16-20 %

Lemak 3-5,5 %

Serat kasar 14-20 %

Kalsium 1-4 %

Fosfor 0,6-0,8 %

Lampiran 9: Komposisi ransum BUS 622

Air Maks 12%

Energi metabolisme 2300 Kkal/kg

Protein 10-14 %

Lemak 3-6%

Serat kasar Maks 10 %

Kalsium 1-4 %

Fosfor 0,6-0,8 %

Gambar

Tabel 1. Rataan Litter Size ternak kelinci persilangan selama penelitian (ekor)
Tabel 2. Dwi kasta litter size ternak kelinci selama penelitian
Tabel 3 dapat dilihat bahwa rataan bobot lahir ternak kelinci persilangan
Tabel 5. Rataan mortalitas anak selama menyusui ternak kelinci persilangan selama penelitian (%)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dari rekapitulasi hasil penelitian menunjukkan bahwa pengaruh frekuensi perkawinan dan sex ratio tidak memberi pengaruh yang nyata terhadap persentase kebuntingan, lama bunting

Format Data Pengamatan Jumlah Anak Kelinci Jantan dan Betina. No Perkawinan

Manfaat dari penelitian ini adalah memperoleh informasi mengenai hubungan antara bobot badan induk dengan litter size , bobot lahir dan mortalitas anak kelinci NZW

Parameter yang diukur dalam penelitian yaitu bobot induk sebelum dikawinkan, jumlah anak tiap kelahiran ( litter size ), bobot lahir anak dan mortalitas anak

Pond and Maner (1974) menyatakan, jumlah anak babi sekelahiran ( litter size ) yang tinggi dengan bobot lahir yang rendah juga akan mempengaruhi mortalitas anak babi

Data penelitian ini diperoleh dari penimbangan anak babi yang baru lahir (Bobot lahir), penimbangan saat anak babi disapih (bobot sapih), jumlah anak babi yang

Hasil pengukuran korelasi antara bobot induk dengan mortalitas anak pada kelinci New Zealand White dapat dilihat pada Tabel 4.. Rata-rata angka mortalitas anak kelinci

Hasil ini sesuai dengan yang dilaporkan S ETIADI et al., (2001) bahwa bobot lahir anak jantan Boerka (hasil persilangan antara betina kacang dengan pejantan Boer) 2,59 ± 0,60