• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perkembangan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) Sebagai Perlindungan Hukum Terhadap Nasabah Penyimpan dan Kaitannya dengan Bank Syariah

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Perkembangan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) Sebagai Perlindungan Hukum Terhadap Nasabah Penyimpan dan Kaitannya dengan Bank Syariah"

Copied!
129
0
0

Teks penuh

(1)

TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PERKEMBANGAN LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN (LPS) SEBAGAI PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP NASABAH PENYIMPAN DAN KAITANNYA DENGAN BANK

SYARIAH

SKRIPSI

Disusun Dan Diajukan Untuk Melengkapi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Universitas Sumatera Utara

OLEH:

DEVI MATONDANG NIM: 060200234

DEPARTEMEN HUKUM KEPERDATAAN/ BW

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

(2)

TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PERKEMBANGAN LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN (LPS) SEBAGAI PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP NASABAH PENYIMPAN DAN KAITANNYA DENGAN BANK

SYARIAH SKRIPSI

Disusun Dan Diajukan Untuk Melengkapi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Universitas Sumatera Utara

OLEH

DEVI MATONDANG NIM: 060200234

DEPARTEMEN HUKUM KEPERDATAAN/ BW Disetujui Oleh:

Ketua Departemen Hukum Keperdataan

Nip: 196204211988031004 Prof. Dr. H. Tan Kamello, S.H.,M.S

Pembimbing I PembimbingII

Prof. Dr. H. Tan Kamello, S.H.,M.S Muhammad Hayat, S.H Nip: 196204211988031004 Nip:195008081980021001

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

(3)

KATA PENGANTAR

Segala puji dan hormat syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus Sang Kepala Gerakan sebagai Tuhan yang hidup yang telah mencurahkan barkat dan karunia-Nya yang melimpah sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini, sebagai salah satu syarat yang harus dipenuhi untuk menyelesaikan masa studinya dan memperoleh gelar Sarjana Hukum Jurusan Hukum Perdata, Program Kekhsususan Perdata BW, Universitas Sumatera Utara.

Sesuai dengan yang tercantum pada halaman depan skripsi ini, maka judul yang dipilih adalah: “Perkembangan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) Sebagai Perlindungan Hukum Terhadap Nasabah Penyimpan dan Kaitannya dengan Bank Syariah”.

Adapun yang menjadi latar belakang penulis dalam memilih judul tersebut di atas tidaklah semata-mata hanya karena ingin membuat skripsi guna kelulusan kegiatan akademik saja. Tetapi didasari oleh penulis karena melihat dan mengamati bahwa lembaga penjamin simpanan yang melaksanakan program penjaminan atas simpanan nasabah penyimpan mengalami dinamika, tidak hanya pada perbankan konvesional juga terhadap perbankan syariah. Keberadaan Lembaga Penjaminan Simpanan ini belum mampu mengakomodir kepentingan nasabah penyimpan sebagai bentuk perlindungan hukum yang diberikan oleh pemerintah.

(4)

oleh penulis. Oleh karena itu, penulis bersedia menerima kritik dan saran yang membangun agar dapat menjadi acuan bagi penulis dalam karya penulisan berikutnya.

Sebagai penghargaan dan ucapan terima kasih terhadap semua dukungan dan perhatian yang telah diberikan, penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Bapak Prof. Dr. Runtung Sitepu, SH, M.Hum, selaku Dekan Fakultas Hukum USU.

2. Bapak Prof. Dr. Suhaidi, SH, M.Hum, selaku Pembantu Dekan I.

3. Bapak Syafruddin Hasibuan, SH, M.Hum, DFM, selaku Pembantu Dekan II.

4. Bapak M. Husni, SH, M.Hum, selaku Pembantu Dekan III.

5. Bapak Prof. Dr. H. Tan Kamello, S.H.,M.S selaku Ketua Departemen Hukum Keperdataan, sekaligus Dosen Pembimbing I penulis.

6. Bapak Muhammad Hayat, S.H , selaku Dosen Pembimbing II yang telah meluangkan waktu dan tenaga untuk membimbing penulis.

7. Bapak Hermansyah SH, M.Hum, selaku Dosen Penasehat Akademik penulis.

(5)

seluruh staf serta karyawan di Fakultas Hukum USU yang tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu yang telah mendidik penulis selama tujuh semester hingga penulis dapat menyelesaikan pendidikan S-1 dari Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara Medan ini.

9. Keluargaku yang tercinta: Bapak dan Mamaku yang sangat luar biasa, yang sangat kubanggakan. Thank you Lord for having them! Abangku Chandra, thanks for support me in every condition. Abangku Ian, adekku Tata, dan my little brother Gio.

(6)

ABSTRAKSI

Industri perbankan merupakan salah satu komponen paling penting dalam perekonomian nasional dalam rangka menjaga keseimbangan, kemajuan, dan kesatuan perekonomian nasional. Krisis moneter yang terjadi di penghujung tahun 1997 dan dilikuidasinya 16 bank pada tahun 1998 mengakibatkan kepercayaan masyarakat pada dunia dunia perbankan menurun drastis. Maka untuk mengembalikan masyarakat tersebut, pemerintah member jaminan atas seluruh kewajiban pembayaran bank termasuk simpanan masyarakat (blanket guarantee). Namun ternyata hal tersebut membebani anggaran Belanja Negara. Maka untuk itu dibentuklah program penjaminan dengan sistem yang terbatas, yaitu dengan dikeluarkannya Undang-undang No. 24 Tahun 2004 tentang Lembaga Penjamin Simpanan. Selanjutnya akan dibahas dinamika Lembaga Penjamin Simpanan mulai dari di undangkannya UU No. 24 Tahun 2004 hingga diundangkannya UU No. 7 Tahun 2009 serta bagaimanakah kedudukan LPS dalam Perbankan Syariah.

Penulisan skripsi ini dilakukan dengan penelitian hukum normatif dengan pengumpulan data secara penelitian pustaka (library research) yaitu dengan, membaca buku, Koran dan mengkaji bahan yang diperoleh melalui media elektronik (internet) yan berhubungan dengan perbankan syariah dan Lembaga Penjamin Simpanan, yang kemudian diantara data-data tersebut dibandingkan satu sama lainnya.

LPS adalah badan hukum yang menyelenggarakan kegiatan penjaminan atas simpanan nasabah melalui skim asuransi dan deposito. Dalam dinamikanya, LPS mengalami perubahan, sejak di undangkannya UU No. 24 Tahun 2004 hingga di undangkannya UU No. 7 Tahun 2009. Menurut Perpu No. 3 Tahun 2008 maka besarnya nilai simpanan yang dijamin oleh LPS adalah Rp 2.000.000.000,-. LPS menjamin Simpanan nasabah dari bank berdasarkan Prinsip Syariah, baik bank umum dan bank perkreditan rakyat yang melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan Prinsip Syariah, maupun Unit Usaha Syariah (UUS) dari bank konvensional.

LPS sebagai badan hukum yang melaksanakan kegiatan penjaminan, tidak hanya memberikan penjaminan terhadap bank konvensional, tetapi juga bagi bank dengan prinsip syariah. Simpanan yang dijamin oleh LPS terhadap perbankan syariah adalah simpanan yang juga diatur dengan menggunakan prinsip perbankan syariah dan dan bentuk perlindungan hukumnya juga harus sesuai dengan syariah Islam.

1. Lembaga Penjamin Simpanan Kata kunci:

(7)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ……….. i

DAFTAR ISI ………. v

ABSTRAKSI ……… … viii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ……... 1

B. Perumusan Masalah……… 6

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan……… 7

D. Keaslian Penulisan………. 8

E. Tinjauan Pustaka……… 8

F. Metode Penulisan ……… 21

G. Sistematika Penulisan ……… 22

BAB II PANDANGAN UMUM TERHADAP PERBANKAN SYARIAH A. Sejarah Perbankan Syariah ……… 24

B. Pengertian Perbankan Syariah, Prinsip Operasi Bank Syariah dan …… 35

Pengelolaan Perbankan Syariah C.Pengawasan dalam Perbankan Syariah ……….. 54

(8)

Simpanan ……… 70 C. Fungsi, Tugas, dan Wewenang Lembaga Penjamin Simpanan,

Organisasi Lembaga Penjamin Simpanan ……… 75 D. Sistem Perlindungan Dana Nasabah Bank oleh Lembaga Penjamin

Simpanan ……… 80 E. Lembaga Penjamin Simpanan Menurut Undang-undang

No 7 Tahun 2009 ……… 83

BAB IV LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN DALAM BANK SYARIAH A. Asas-asas Perlindungan Hukum Bagi Nasabah Penyimpan dalam

Bank Syariah ……….. 88

B. Simpanan Nasabah Penyimpan Berdasarkan Prinsip Syariah yang di Jamin Oleh Lembaga Penjamin Simpanan dan Program Penjaminan Lembaga

Penjamin Simpanan di Bank Syariah ………... ……… 98

C. Perlindungan Hukum yang Diberikan Oleh Bank Syariah Terhadap

Nasabah Penyimpan ……… . . 101

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan ……… 110

B. Saran ……… 111

(9)

ABSTRAKSI

Industri perbankan merupakan salah satu komponen paling penting dalam perekonomian nasional dalam rangka menjaga keseimbangan, kemajuan, dan kesatuan perekonomian nasional. Krisis moneter yang terjadi di penghujung tahun 1997 dan dilikuidasinya 16 bank pada tahun 1998 mengakibatkan kepercayaan masyarakat pada dunia dunia perbankan menurun drastis. Maka untuk mengembalikan masyarakat tersebut, pemerintah member jaminan atas seluruh kewajiban pembayaran bank termasuk simpanan masyarakat (blanket guarantee). Namun ternyata hal tersebut membebani anggaran Belanja Negara. Maka untuk itu dibentuklah program penjaminan dengan sistem yang terbatas, yaitu dengan dikeluarkannya Undang-undang No. 24 Tahun 2004 tentang Lembaga Penjamin Simpanan. Selanjutnya akan dibahas dinamika Lembaga Penjamin Simpanan mulai dari di undangkannya UU No. 24 Tahun 2004 hingga diundangkannya UU No. 7 Tahun 2009 serta bagaimanakah kedudukan LPS dalam Perbankan Syariah.

Penulisan skripsi ini dilakukan dengan penelitian hukum normatif dengan pengumpulan data secara penelitian pustaka (library research) yaitu dengan, membaca buku, Koran dan mengkaji bahan yang diperoleh melalui media elektronik (internet) yan berhubungan dengan perbankan syariah dan Lembaga Penjamin Simpanan, yang kemudian diantara data-data tersebut dibandingkan satu sama lainnya.

LPS adalah badan hukum yang menyelenggarakan kegiatan penjaminan atas simpanan nasabah melalui skim asuransi dan deposito. Dalam dinamikanya, LPS mengalami perubahan, sejak di undangkannya UU No. 24 Tahun 2004 hingga di undangkannya UU No. 7 Tahun 2009. Menurut Perpu No. 3 Tahun 2008 maka besarnya nilai simpanan yang dijamin oleh LPS adalah Rp 2.000.000.000,-. LPS menjamin Simpanan nasabah dari bank berdasarkan Prinsip Syariah, baik bank umum dan bank perkreditan rakyat yang melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan Prinsip Syariah, maupun Unit Usaha Syariah (UUS) dari bank konvensional.

LPS sebagai badan hukum yang melaksanakan kegiatan penjaminan, tidak hanya memberikan penjaminan terhadap bank konvensional, tetapi juga bagi bank dengan prinsip syariah. Simpanan yang dijamin oleh LPS terhadap perbankan syariah adalah simpanan yang juga diatur dengan menggunakan prinsip perbankan syariah dan dan bentuk perlindungan hukumnya juga harus sesuai dengan syariah Islam.

1. Lembaga Penjamin Simpanan Kata kunci:

(10)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Hadirnya dunia usaha sangat diharapkan untuk dapat turut berpartisipasi secara langsung dalam mengembangkan perekonomian nasional, agar dapat mencapai tujuan nasional. Sebagaimana diketahui untuk dapat mewujudkan masyarakat adil dan makmur baik dari segi materil maupun spiritual yang berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945, diperlukan adanya pertumbuhan perekonomian yang sangat baik.

Oleh karena itu dukungan dari berbagai bidang sangatlah diperlukan salah satunya adalah di bidang perbankan, karena fungsi utama perbankan adalah menghimpun dana dari masyarakat, dengan harapan dapat memperbaiki tingkat kahidupan ekonomi rakyat banyak ke arah tingkat kehidupan ekonomi yang lebih baik. Namun demikian pelaksanaan pembangunan ekonomi harus tetap memperhatikan dan menjaga stabilitas.

Keberadaan perbankan di Indonesia semakin banyak, hal itu ditandai dengan hadirnya bank-bank baru tumbuh dan berkembang, dana yang berhasil dihimpun dari masyarakat pun merupakan catatan keberhasilan perbankan. Jumlah dana yang dapat dihimpun oleh suatu bank merupakan pencerminan dari meningkatnya kepercayaan masyarakat terhadap bank.

(11)

perbankan merupakan bisnis kepercayaan, oleh karena itu pengelolaan yang hati-hati sangat diperlukan karena dana dari masyarakat dipercayakan kepadanya.

Bank dalam melakukan kegiatan usahanya wajib menerapkan prinsip kehati-hatian, dan juga harus menjaga kesehatan bank agar tetap terjaga terus demi kepentingan masyarakat pada umumnya dan bagi para nasabah penyimpan dana.

Sebagai lembaga keuangan, bank yang merupakan tempat masyarakat menyimpan dananya dilandasi oleh kepercayaan bahwa uangnya akan dapat diperoleh kembali pada waktunya dan disertai dengan bunga, yang dimaksud di sini bahwa suatu bank sangat tergantung pada kepercayaan masyarakat tersebut. semakin tinggi kepercayaan masyarakat, semakin tinggi pula kesadaran masyarakat untuk menyimpan uangnya pada bank dan menggunakan jasa-jasa lain dari bank.

Bank-bank dalam memberikan produk-produk yang diunggulkan dan berusaha semaksimal mungkin untuk menarik simpati masyarakat, seharusnya pihak bank dan pihak nasabah harus berhati-hati dalam mengelola maupun mempercayakandananya pada bank, karena pihak bank harus bisa mengukur kemampuan untuk membayar kembali dana simpanan nasabah tersebut berikut bunganya. Sedangkan bagi para nasabah harus memahami benar bank yang bagaimana yang dapat dipercaya, nasabah jangan hanya tergiur oleh bunga yang tinggi, bonus atau hadiah dan lainnya, jika ternyata bank yang dipercaya tersebut memiliki kondisi yang kurang baik.

(12)

Hal ini merupakan persyaratan yang mutlak untuk membangun kembali kepercayaan terhadap dunia perbankan nasional.

Bank Indonesia selaku bank sentral dituntut untuk cermat terhadap kondisi kesehatan bank-bank yang ada di Indonesia, karena jika kondisi suatu bank mengalami kesulitan yang dapat membahayakan kelangsungan usaha dunia perbankan. Maka bank Indonesia dapat melakukan tindakan agar pemegang saham menambah modal, mengganti dewan komisaris dan direksi bank juga menghapus kredit dan memperhitungkan kerugian bank dengan modalnya, merger atau konsolidasi dengan bank lain yang bersedia mengambil alih beserta seluruh kewajibannya. Langkah-langkah seperti yang disebutkan di atas dilakukan untuk mempertahankan atau menyelamatkan bank sebagai lembaga kepercayaan masyarakat.

Dengan adanya bank-bank yang sakit membuat pemerintah akhirnya mengambil suatu kebijaksanaan untuk melikuidasi bank-bank yang sakit tersebut, karena bank-bank yang sakit tersebut dapat dikhawatirkan akan membahayakan perekonomian bangsa. Kebijaksanaan pemerintah untuk melikuidasi bank tersebut tentunya akan mempengaruhi peredaran uang dan itu dapat merugikan masyarakat, khususnya nasabah penyimpan dana.

(13)

rupiah 109,6%. Bersamaan dengan itu system perbankan yang rapuh menyebabkan nilai tukar berubah menjadi krisis perbankan.1

1

Zulkarnaen Sitompul, Perlindungan Dana Nasabah Bank: Suatu Gagasan Tentang Pendirian LPS di Indonesia, FH UI, Jakarta,2002, hal. 2.

Beberapa peristiwa pada penghujung tahun 1997 di antaranya likuidasi 16 bank yang diikuti dengan krisis moneter dan perbankan pada tahun 1998 telah mengakibatkan tingkat kepercayaan masyarakat pada sistem perbankan di Indonesia menurun, sehingga terjadi penarikan dana masyarakat dari sistem perbankan (bank

runs) dalam jumlah yang sangat signifikan. Untuk meningkatkan kembali

kepercayaan masyarakat terhadap perbankan nasional sekaligus guna menghambat melemahnya nilai tukar rupiah, Pemerintah memberikan jaminan atas seluruh kewajiban pembayaran bank, termasuk simpanan masyarakat (Blanket Guarantee). Pemberian jaminan tersebut ditetapkan dalam Keputusan Presiden Nomor 26 Tahun 1998 tentang Jaminan Terhadap Kewajiban Pembayaran Bank Umum dan Keputusan Presiden Nomor 193 Tahun 1998 tentang Jaminan Terhadap Kewajiban Pembayaran Bank Perkreditan Rakyat.

(14)

Pada saat BPPN berakhir tugasnya pada 27 Februari 2004, pelaksanaan program penjaminan Pemerintah dialihkan ke Menteri Keuangan berdasarkan Keputusan Presiden nomor 17 Tahun 2004. Program penjaminan yang belum diselesaikan oleh BPPN selanjutnya dilaksanakan oleh Menteri Keuangan. Untuk melaksanakan program penjaminan Pemerintah ini, Menteri Keuangan diberi wewenang untuk membentuk unit pelaksana penjaminan Pemerintah dalam lingkungan Departemen Keuangan. Berdasarkan hal tersebut, pada tanggal 27 Pebruari 2004 Menteri Keuangan membentuk Unit Pelaksana Penjaminan Pemerintah (UP3).

(15)

penjaminan. Oleh karena itu diperlukan dasar hukum yang lebih kuat dalam bentuk Undang-Undang.

Untuk mengatasi hal tersebut di atas dan agar tetap menciptakan rasa aman bagi nasabah penyimpan serta menjaga stabilitas sistem perbankan, program penjaminan yang sangat luas tersebut perlu digantikan dengan sistem penjaminan yang terbatas. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan mengamanatkan untuk membentuk suatu Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) sebagai pelaksana penjaminan dana masyarakat. Pada tanggal 22 September 2004, Presiden Republik Indonesia mengesahkan Undang-undang Republik Indonesia Nomor 24 tentang Lembaga Penjamin Simpanan. Berdasarkan Undang-Undang tersebut, dibentuk LPS, suatu lembaga independen, yang berfungsi menjamin simpanan nasabah penyimpan dan turut aktif dalam memelihara stabilitas sistem perbankan sesuai dengan kewenangannya.

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang sebagaimana yang telah diuraikan, maka yang menjadi rumusan masalah yang akan dibahas penulis dalam skripsi ini adalah:

(16)

2. Bagaimanakah perkembangan Lembaga Penjamin Simpanan sejak di undangkannya Undang-udang No. 24 Tahun 2004 hingga dengan diundangkannya Undang-undang No 7 Tahun 2009?

3. Bagaimanakah peranan Lembaga Penjamin Simpanan sebagai penjamin simpanan dalam perbankan syariah?

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan

Adapun yang menjadi tujuan yang hendak dicapai penulis dalam penulisan skripsi ini adalah:

1. Untuk mengetahui apa dan bagaimanakah Bank Syariah itu

2. Untuk mengetahui perkembangan Lembaga Penjamin Simpanan sejak diundangkannya Undang-undang No 24 Tahun 2004 hingga di undangkannya Undang-undang N0 7 Tahun 2009

3. Untuk mengetahui peran Lembaga Penjamin Simpanan dalam bank berdasarkan prinsip syariah dan bentuk perlindungan hukum yang diberikan bank syariah terhadap nasabah penyimpan.

(17)

1. Secara Teoritis

Penulisan skripsi ini dapat dijadikan bahan kajian terhadap perkembangan Lembaga Penjamin Simpanan sebagai perlindungan hukum bagi nasabah penyimpan. Sehingga setiap orang yang mempunyai kepentingan terhadap Lembaga Penjamin Simpanan diharapkan semakin mengerti arti penting Lembaga Penjamin Simpanan dalam dunia perbankan nasional terutama perbankan berdasarkan prinsip syariah, serta memperhatikan peraturan yang berhubungan dengan perbankan dan Lembaga Penjamin Simpanan.

2. Secara Praktis

Dengan semakin banyaknya permasalahan yang timbul dalam dunia perbankan dewasa ini terutama yang berkaitan dengan perlindungan hukum bagi nasabah penyimpan yang dijamin oleh Lembaga Penjamin Simpanan terutama jika dikaji berdasarkan perbankan dengan prinsip syariah. Pembahasan terhadap permasalahan diharapakan dapat menjadi masukan bagi para nasabah penyimpan untuk mengetahui perlindungan hukum yang menjadi haknya dan juga sebagai bahan kajian bagi para akademisi dalam menambah wawasan di bidang perbankan.

D. Keasliaan Penulisan

(18)

penulis sebagai judul skripsi ini, terutama jika dikaitkan dengan Bank Syariah menurut Undang-undang No 21 Tahun 2008 Tentang Bank Syariah belum pernah ditulis di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. Skripsi ini disusun penulis melalui referensi buku-buku, media cetak dan elektronik serta bantuan dari berbagai pihak.

E. Tinjauan Kepustakaan

Untuk mempermudah memahami skripsi ini maka akan diuraikan terlebih dahulu pengertian masalah yang diteliti sesuai dengan pandangan para ahli dan undang-undang yang mengaturnya.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, perkembangan mempunyai arti perihal berkembang.2

Perlindungan hukum merupakan suatu upaya mempertahankan dan memelihara kepercayaan masyarakat/konsumen sebagai nasabah, maka sudah seharusnya dunia perbankan memberikan perlindungan hukum. Lembaga perbankan

Lembaga penjamin Simpanan menurut Undang-undang No. 10 Tahun 1998 pasal 1 angka 24 yang dimaksud dengan Lembaga penjamin Simpanan adalah badan hukum yang menyelenggarakan kegiatan penjaminan atas simpanan nasabah penyimpan melalui skim asuransi, dana penyangga dan skim lainnya.

2

(19)

adalah lembaga yang mengandalkan kepercayaan masyarakat. Dengan demikian guna tetap mengekalkan kepercayaan masyarakat terhadap bank, pemerintah harus berusaha melindungi masyarakat dari tindakan lembaga ataupun oknumnya yang tidak bertanggung jawab yang merusak sendi kepercayaan masyarakat. Bila suatu saat terjadi kelunturan kepercayaan masyarakat terhadap bank, maka hal itu merupakan suatu bencana perekonomian negara yang sangat sulit untuk dipulihkan kembali.3

1. Perlindungan Tidak Langsung

Perlidungan hukum terhadap nasabah dapat dilakukan dalam 2 (dua) cara yaitu:

Adalah suatu perlindungan hukum yang diberikan kepada nasabah penyimpan dana terhadap segala resiko kerugian yang ditimbulkan dari suatu kebijaksanaan atau timbul dari kegiatan usaha yang dilakukan oleh bank. Hak ini adalah suatu upaya atau tindakan pencegahan yang bersifat internal oleh pihak bank bersangkutan seperti:

a. Melaksanakan prinsip kehati-hatian dalam menjalankan usahanya serta tetap konsisten dan tunduk terhadap peraturan yang telah ada dan memiliki itikad baik. b. Penetapan batas maksimum pemberian kredit (BMPK), hal ini dilakukan untuk

mencegah timbulnya kerugian dari nasabah pada bank yang bersangkutan.

3

(20)

c. Kewajiban mengumumkan neraca dan perhitungan laba-rugi yang bertujuan memberikan informasi kepada masyarakat untuk mengetahui tingkat kesehatan bank tersebut

d. Melakukan merger, konsolidasi, dan akuisisi bank untuk meningkatkan efisiensi dan mempertinggi daya saing.

2. Perlindungan Langsung

Adalah suatu perlindungan yang diberikan kepada nasabah penyimpan secara langsung terhadap kemungkinan timbulnya resiko kerugian dari kegiatan usaha yang dilakukan oleh bank. Perlindungan secara langsung seperti:

a. Hak preferen nasabah penyimpan dana, dimana hak preferen adalah hak yang diberikan kepada kreditur untuk didahulukan dari kreditur-kreditur lain. Berkaitan dengan hak preferen dari nasabah penyimpan, dalam hal bank mengalami kegagalan atau kesulitan maka berdasarkan keputusan Kepres No. 26 Tahun 1998, dana masyarakat yang disimpan di bank tersebut dijamin oleh pemerintah melalui lembaga penjamin simpanan.

b. Lembaga asuransi deposito, misi dari lembaga asuransi deposito adalah memelihara stabilitas dari system keuangan negara dengan cara mengasuransikan para deposan bank dan mengurangi gangguan-gangguan tehadap perkonomian nasional yang disebabkan kegagalan-kegagalan yang disebabkan oleh bank.4

4

(21)

Menurut system perbankan di Indonesia, perlindungan terhadap nasabah penyimpan, dapat dilakukan melalui 2 (dua) cara, yakni:5

1. Perlindungan secara Implisit (Implicit Deposit Protection), yaitu perlindungan yang diperoleh melalui:

a. Peraturan-peraturan dibidang perbankan (Undang-undang No 7 Tahun 1992 dan Undang-undang No 10 Tahun 1998);

b. Perlindungan yang dihasilkan oleh pengawasan dan pembinaan yang efektif yang dilakukan oleh bank Indonesia;

c. Upaya menjaga kelangsungan usaha bank sebagai suatu lembaga pada khususnya dan perlindungan pada system perbankan pada umunya;

d. Memelihara tingkat kesehatan bank;

e. Melakukan usaha sesuai dengan prinsip kehati-hatian;

f. Cara pemberian kredit yang tidak merugikan bank dan kepentingan nasabah; g. Menyediakan informasi resiko pada nasabah.

2. Perlindungan secara eksplisit (Explicit Deposit Protection), yaitu perlindungan diperoleh melalui pembentukan lembaga yang menjamin simpanan masyarakat.

Pengertian perlindungan secara implicit adalah, perlindungan yang dihasilkan oleh pengawasan dan pembinaan bank yang efektif yang dapat menghindari terjadinya kebangkrutan bank yang diawasi. Sedangkan yang dimaksud perlindungan

5

(22)

secara eksplisit adalah perlindungan melalui pembentukan suatu lembaga yang menjamin simpanan masyarakat, sehinga apabila bank mengalami kegagalan, lembaga tersebut dapat menggantikan dana masyarakat yang disimpan pada bank yang gagal tersebut.6

undang No 7 Tahun 1992 yang kemudian diubah menjadi Undang-undang No. 10 Tahun 1998 tentang Perbankan, hanya mengatur perlindungan pada nasabah secara implisit. Dalam undang-undang tersebut pada dasarnya perlindungan pada nasabah tidak dapat dipisahkan terhadap upaya menjaga kelangsungan bank sebagai suatu lembaga pada khususnya dan perlindungan pada sistem perbankan pada umumnya. Namun Undang-undang Perbankan N0 10 Tahun 1998 pada Pasal 37B mengamanatkan dibentuknya sebuah Lembaga Penjamin Simpanan dana nasabah penyimpan pada bank dan hal ini telah terlaksana dengan dikeluarkannya Undang-undang No 24 Tahun 2004 jo Undang-Undang-undang No 7 Tahun 2009 Tentang Lembaga Penjamin Simpanan yang akan menjamin dana nasabha bank jika bank tersebut dilikuidasi.7

Perlindungan secara implisit (implicit depocit protection) Undang-undang No. 10 Tahun 1998 tentang Perbankan yaitu pada pasal 29 ayat (3), (4) menjadi benteng perlindungan nasabah, dimana di dalam ayat (3) disebutkan bank wajib menempuh cara-cara yang tidak merugikan bank dan kepentingan nasabah yang mempercayakan

6

Ibid hal. 6 7

(23)

dananya kepada bank. Kemudian di ayat (4) disebutkan, untuk kepentingan nasabah, bank wajib menyediakan informasi mengenai kemungkinan timbulnya resiko kerugian sehubungan dengan transaksi nasabah yang dilakukan melalui bank.

Ketentuan dalam Undang-undang Perbankan tersebut menjadi pilar perlindungan hukum bagi nasabah, dimana pihak bank diharuskan menerapkan prinsip kehati-hatian didalam melaksanakan kegiatan usaha perbankan. Dan berdasarkan ketentuan pasal 37B Undang-undang Perbankan tersebut, maka telah dibentuk lembaga penjamin simpanan sesuai dengan Undang-undang No 24 Tahun 2004 sebagaimana yang telah direvisi dengan Undang-undang No 7 Tahun 2009 yang memuat aturan hukum perlindungan nasabah bank.

Dalam suatu kamus (Webster, Noah, 1972: 146), kata bank diartikan sebagai:8

1. Menerima deposito uang, custody, menerbitkan uang, memberikan pinjaman dan diskonto, memudahkan fund-fund tertentu dengan cek, notes dan lain-lain dan juga memperoleh keuntungan dengan meminjamkan uangnya dengan memungut bunga

2. Perusahaan yang melaksanakan bisnis bank tersebut

3. Gedung atau kantor tempat dilakukannya transaksi bank atau tempat beroperasinya perusahaan perbankan.

8

(24)

Dalam hukum positif di Indonesia, pengertian bank terdapat dalam Pasal 1 angka 2 Undang-undang Perbankan yang secara tegas menyebutkan bahwa: “ bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkan kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak”

Bank adalah suatu lembaga keuangan yang eksistensinya tegantung mutlak pada kepercayaan mutlak para nasabahnya yang mempercayakan dana dan jasa-jasa lain yang dilakukan mereka melalui bank pada khusunya dan dari masyarakat luas pada umumnya.9

Jenis bank menurut cara menentukan harga terbagi atas dua kelompok, yaitu bank berdasarkan prinsip konvensional dan bank berdasarkan prinsip syariah. Bank Konvensional adalah Bank yang menjalankan kegiatan usahanya secara konvensional dan berdasarkan jenisnya terdiri atas Bank Umum Konvensional dan Bank Perkreditan Rakyat. Bank Syariah adalah Bank yang menjalankan kegiatan usahanya berdasarkan Prinsip Syariah dan menurut jenisnya terdiri atas Bank Umum Syariah dan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah.

10

9

Zulkarnaen Sitompul, Perlindungan Dana Nasabah Bank, Suatu Gagasan Tentang Pendirian Lembaga Penjamin Simpanan di Indonesia. Cet. 1. (Jakarta: Program Pasca Sarjana Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2002), hal. 44.

10

(25)

Yang dimaksud dengan Bank Syariah adalah:11

1. Adalah bank yang beroperasi sesuai dengan prinsip-prinsip syariah Islam

2. Adalah bank yang tata cara beroperasinya mengacu kepada ketentuan-ketentuan Al-Qur’an dan Hadist

Bank yang beroperasi sesuai prinsip-prinsip syariah Islam adalah bank yang dalam beroperasinya itu mengikuti ketentuan syariah Islam khususnya yang menyangkut tata cara bermuamalat secara Islam. Dalam tata cara bermuamalat itu dijauhi praktek-praktek yang dikhawatirkan mengandung unsur-unsur riba untuk diisi dengan kegiatan-kegiatan investasi atas dasar bagi hasil dan pembiayaan perdagangan.12Dan yang dimaksud dengan bank yang tata cara operasinya mengacu kepada Al-Qur’an dan hadist adalah bank yang tata cara beroperasinya itu mengikuti suruhan dan larangan yang tercantum dalam Al-Qur’an dan hadist. Sesuai dengan suruhan dan larangan itu maka yang dijauhi adalah praktek-praktek yang mengandung unsur riba sedang yang diikuti adalah praktek-praktek usaha yang dilakukan dijaman Rasulullah atau bentuk-bentuk usaha yang telah ada sebelumnya tetapi tidak dilarang oleh beliau13

11

H.Karnaen Perwataatmadja, Antonio Syafi’I, Apa dan Bagaimana Bank Islam.(Jakarta: Dana Bakti WaKaf, 1992) hal.1.

12

Ibid.hal.2. 13

Ibid. hal. 3

(26)

Nasabah adalah pihak yang mengunakan jasa bank. Penghimpunan dana dan pemberian kredit merupakan pelayanan jasa perbankan yang utama dari semua kegiatan lembaga keuangan bank. Bank umum maupun Bank Perkreditan Rakyat, keduanya melakukan kegiatan penghimpunan dana.14

1. Giro

Menurut Undang-undang No 10 Tahun 1998 pasal 1 angka 17 nasabah penyimpan adalah nasabah yang menempatkan dananya di bank dalam bentuk simpanan berdasarkan perjanjian bank dengan nasabah yang bersangkutan.

Dana nasabah bank adalah segala bentuk simpanan nasabah bank yang dipercakan kepada bank berdasarkan sistem perjanjian. Dana dapat berupa simpanan giro, deposito berjangka, sertifikat deposito,tabungan dan atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu. Bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu dimaksudkan untuk menampung kemungkinan adanya bentuk penghimpunan dana dari masyarakat oleh Bank Perkreditan Rakyat yang serupa dengan deposito berjangka dan tabungan tetapi bukan giro atau simpanan lain yang dapat ditari dengan cek.

Adapun yang dimaksud dengan:

Dalam pasal 1 angka 6 Undang-undang Perbankan disebutkan bahwa yang dimaksud dengan Giro adalah simpanan yang penarikannya dapat dilakukan setiap saat dengan

14

(27)

menggunakan cek, bilyet giro, sarana perintah pembayaran lainnya, atau dengan pemindahbukuuan.

Dengan demikian, giro adalah dana yang dipercayakan masyarakat kepada bank dengan ciri-ciri sebagai berikut:

a. Sebagai alat pembayaran giral

b. Penarikannya dapat dilakukan setiap saat sesuai dengan kebutuhan sepanjang dananya tersedia

c. Penarikannya mempergunakan surat, warkat, atau sarana perintah pembayaran lainnya baik yang bersifat tuanai ataupun dengan cara pemindahbukuan belaka.15

2. Simpanan Deposito (Time Deposito)

Adalah simpanan pihak ketiga yang penarikannya hanya dapat dilakukan setelah jangka waktu menurut perjanjian antara penyimpan (deposan) dengan bank yang bersangkutan.16

a. Surat yang diterbitkan oleh bank atas nama, sehingga tidak dapat diperjualbelikan Defenisi deposito berjangka seperti yang telah diuraikan diatas, jadi bila waktu yang ditentukan habis deposan dapat menarik depositonya atau memperpanjang dengan suatu periode yang dibutuhkan.

Deposito berjangka adalah dana yang dipercayakan masyarakat kepada bank dengan ciri-ciri sebagai berikut:

15

Rachmadi Usman, Aspek-aspek Hukum Perbankan di Indonesia, (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2001) hal.222.

16

(28)

b. Jangka waktu penarikannya telah ditentukan terlebih dahulu sesuai yang diperjanjikan

c. Bunga dibayar setiap bulan pada hari bayarannya atau sekaligus pada saat jatuh tempo

d. Dapat dijadikan jaminan kredit

e. Penyerahan hak cukup dengan cessie.17

Sumber dana deposito bejangka ini dapat digolongkna sebagai dana yang mahal dibanding sumber lain, karena menguntungkan bagi bank dimana penyediaan likuidasi untuk kebutuhan penarikan dana dapat diprediksi secara akurat dan masyarakat senang dimana bunga yang ditawarkan relatif tinggi.

3. Sertifikat Deposito

Dalam pasal 1 angka 8 Unang-undang No 10 Tahun 1998 disebutkan bahwa yang dimaksud dengan Sertifikat Deposito adalah simpanan dalam bentuk deposito yang sertifikat bukti penyimanannya dapat dipindahtangankan.18

17

Rachmadi Usman, Loc, Cit. hal.229.

(29)

simpanannya dibayar di muka oleh bank penerbit dan dapat diperdagangkan. Ciri-ciri Sertifikat Deposito adalah:

a. Surat berharga yang diterbitkan atas tunjuk/ pembawanya sehingga dapat diperjual belikan

b. Merupakan instrument pasar uang

c. Bunga dapat dibayar dimuka (diskonto) atau dapat pula dibayarkan dibelakang pada saat jatuh tempo

d. Jangka waktu dapat dipilih sesuai dengan kebutuhan e. Dapat dijadikan jaminan kredit bank

f. Jangka waktu minimal 30 hari dan maksimal 24 bulan g. Nilai nominal minimal 1.000.000,-

Bentuk simpanan dana Sertifikat Deposito ini tidak sepopuler deposito berjangka dan tabungan dalam masyarakat perbankan, hal ini disebabkan bank-bank pada umumnya mendapat ijin terlebih dahulu dari Bank Indonesia mengenai kesehatan bank.

4. Simpanan Tabungan

Tabungan adalah simpanan yang penarikannya hanya dapat dilakukan menurut syarat tertentu yang disepakati tetapi tidak dapat ditarik dengan cek atau alat yang dapat dipersamakan dengan itu. 19

19

(30)

Nasabah akan menerima buku tabungan sebagai bukti telah menyimpan dananya dalam bentuk tabungan. Ciri-cirinya adalah:

a. Simpana pihak ketiga

b. Penarikannya hanya dapat dilakukan menurut syarat-syarat tertentu yang telah disepakati

c. Penarikannya hanya dapat dilakukan dengan mendatangi kantor bank atau alat yang dipersediakan untuk keperluan tersebut

d. Penarikannya tidak dapat dilakukan dengan cek, bilyet giro dan surat perintah pembayaran lainnya yang sejenis

e. Penarikannya tidak boleh melebihi jumlah tertentu, sehinga menyebabkan saldo tabungan lebih kecil daripada saldo minimal, kecuali penabung tidak akan melanjutkan tabungannya

f. Penyetoran dan pengambilan tabungan dilakukan oleh penabung dengan cara mengisi slip penyetoran dan pengambilan tabungan, dimana isi dan bentuknya ditentukan oleh bank yang bersangkutan

g. Penabung diberi bunga sebagai imbalannya yang diperhitungkan setiap akhir bulan/tahun berikutnya

h. Penyetorannya dapat dilakukan secara tunai maupun melalui cara-cara lainnya.20

20

(31)

Lembaga Penjamin Simpanan atau yang disingkat dengan LPS menurut ketentuan Undang-undang No 10 Tahun 1998 pasal 1 angka 24 adalah badan hukum yang menyelenggarakan kegiatan penjaminan atas simpanan nasabah penyimpan, melalui skim asuransi, dana penyangga atau skim lainnya. Dengan demikian defenisi LPS ini mengacu pada ketentuan pasal 37B Undang-undang No 10 Tahun 1998 yang menyatakan bahwa setiap bank wajib menjamin dana yang bersangkutan dan untuk menjamin dana tersebut perlu dibentuk Lembaga Penjamin Simpanan (LPS).

F. Metode Penulisan

Untuk mendapatkan data dan keterangan yang diperlukan dalam penulisan skripsi ini, diadakan metode penelitian yang biasa digunakan dalam melaksanakan suatu pembahasan dan penulisan karya ilmiah, metode penelitian yang digunakan adalah penelitian kepustakaan sebagai dasar pembahasan secara teoritis dengan menggunakan data yang diperoleh dari literatur-literatur seperti buku, Koran, jurnal, termasuk bahan perkuliahan yang pernah diperleh penulis, serta dari media elektronik yaitu internet yang menyajikan data yang diperlukan dalam bentuk makalah dan peraturan perundang-undangan. Penelitian ini disebut sebagai penelitian hukum normatif.

(32)

syariah oleh Lembaga Penjamin Simpanan kemudian mengambil kesimpulan dan memberikan saran-saran dari hasil perbandingan tersebut.

G. Sisitematika Penulisan

Pada dasarnya materi skripsi ini telah penulis uraikan pada halaman sebelumnya, namun untuk memudahkan penulisan, penulis membaginya secara sistematis dalam lima bab, dan setiap bab dibagi dalam beberapa sub bab yang merupakan sebuah jalinan yang berhubungan dan berintegrasi satu sama lain.

Adapun gambaran isi skripsi ini adalah:

Bab I Pendahuluan

Pada bab ini penulis menguraikan pendahuluan yang akan dibahas yang mencakup antara lain alasan pemilihan judul, penegasan dan pengertian judul, permasalahan, tujuan pembahasan, metode penelitian, dan gambaran isi.

Bab II Pandangan Umum Terhadap Perbankan Syariah

(33)

Bab III Dinamika Lembaga Penjamin Simpanan Sebagai Perlindungan Hukum Terhadap Nasabah Penyimpan

Di dalam bab ini akan dibahas mengenai dinamika Lembaga Penjamin Simpanan, yang dimulai dengan sejarah terbentuknya LPS, hubungan hukum antara bank, nasabah penyimpan dan LPS, fungsi, tugas, dan wewenang Lembaga Penjamin Simpanan, organisasi dan permodalan Lembaga Penjamin Simpanan, bagaimanakah sistem perlindungan dana nasabah oleh Lembaga Penjamin Simpanan, dan Lembaga Penjamin Simpanan menurut UU No. 7 Tahun 2009.

Bab IV Lembaga Penjamin Simpanan Dalam Bank Syariah

Bab ini akan membahas asas-asas perlindungan hukum bagi nasabah penyimpan dalam bank syariah, simpanan nasabah penyimpan berdasarkan bank syariah yang di jamin LPS dan program penjaminan LPS di bank syariah dan bagaimanakah perlindungan hukum yang diberikan oleh bank syariah kepada nasabah penyimpan.

Bab V Kesimpulan Dan Saran

(34)

BAB II

PANDANGAN UMUM TERHADAP PERBANKAN SYARIAH A. Sejarah Perbankan Syariah

Konsep teoritis mengenai bank Islam muncul pertama kali pada tahun 1940-an, dengan gagasan mengenai perbankan yang berdasarkan bagi hasil. Berkenaan dengan ini, dapat disebutkan pemikiran-pemikiran dari beberapa penulis, antara lain Anwar Qureshi (1946), Naiem Siddiqi (1948), dan Mahmud Ahmad (1952). Uraian yang lebih terperinci mengenai gagasan pendahuluan mengenai perbankan Islam ditulis oleh ulama besar Pakistan, yakni Abul A’la Al-Mawdudi (1961) serta Muhammad Hamidullah (1944-1962). Maududi Uzair merupakan seorang perintis teori perbankan Islam dengan karyanya yang berjudul; A Groundwork for Interest Free Bank.21

Pemikiran yang sudah muncul pada tahun 50-an tidak langsung memberikan jalan yang lapang bagi perbankan Islam. Tahun 1960-an, bank syariah hanya menjadi diskursus teortis. Belum ada langkah konkret yang memungkinkan implementasi praktis gagasan tersebut. Padahal, telah muncul kesadaran bahwa bank syariah merupakan solusi masalah ekonomi untuk menghasilkan kesejahteraan sosial di negara-negara Islam.22

21

Sutan Remy Sjahdeini, Perbankan Islam, (Jakarta: Pustaka Utama Grafiti, 1999) hal. 4.

22

(35)

Sejarah awal mula perbankan syariah pertama sekali dilakukan adalah di negara Pakistan dan Malaysia sekitar tahun 19-an, dan kemudian di negara Mesir. Perbankan syariah di negara Mesir tanpa menggunakan embel-embel Islam karena adanya kekhawatiran rezim yang berkuasa saat itu akan melihatnya sebagai gerakan fundamentalis. Pemimpin perintis usaha ini adalah Ahmad El Najjar, mengambil sebuah bentuk bank simpanan yang berbasis profit sharing (pembagian laba) di kota

Myt, Myt Ghamr Bank pada tahun 1963 didirikan di Mesir. Eksperimen ini

berlangsung hingga tahun 1967 dan saat itu sudah berdiri 9 bank dengan konsep serupa di Mesir. Bank-bank ini, yang tidak memungut maupun menerima bunga, sebagian besar berinvestasi pada usaha-usaha perdagangan dan industri secara langsung daam bentuk partnership dan membagi keuntungan yang di dapat dengan para penabung.23

Perkembangan selanjutnya adalah berdirinya Islamic Development Bank (IDB), yang bediri atas prakasa dari sidang menteri luar negeri negara-negara OKI (organisasi Konfrensi Islam) di Pakistan (1970), Libiya (1973), dan Jeddah (1975). Dalam sidang tersebut diusulkan penghapusan sistem keuangan berdasarkan bunga dan menggantinya dengan sistem bagi hasil. Berdirinya IDB telah memotivasi banyak negeri Islam untuk mendirikan lembaga keuangan syariah. Pada akhir periode

23

(36)

an dan awal periode 1980-an, bank-bank syariah muncul di Mesir, Sudan, negara-negara Teluk, Pakistan, Iran, Malaysia, Bangladesh, dan Turki.

Bank Islam pertama yang bersifat swasta adalah Dubai Islamic Bank, yang didirikan tahun 1975 oleh sekelompok usahawan muslim dari berbagai Negara. Pada tahun 1977, berdiri 2 (dua) bak Islam dengan nama Faysal Islamic Bank di Mesir dan Sudan, dan pada tahun itu pula pemerintah Kuwait mendirikan Kuwait Finance House yang beroperasi tanpa bunga.

Salah satu negara pelopor sistem perbankan syariah secara nasional adalah Pakistan. Pemerinah Pakistan mengkonversi seluruh sistem perbankan di negaranya pada tahun 1985 menjadi sistem perbankan syariah. Sebelumnya pada tahun 1979, beberapa institusi keuangan terbesar di Pakistan telah menghapus sistem bunga dan mulai tahun itu pula pemerintah Pakistan mensosialisasikan pinjaman tanpa bunga, terutama pada petani dan nelayan.

(37)

harus diganti dengan suatu sistem kerja sama dengan skema bagi hasil keuntungan maupun kerugian.

Proposal tersebut diterima dan sidang menyetujui rencana pendirian Bank Islam Internasional dan Federasi Bank Islam, bahkan sebagi tambahan diusulkan pula pembentukan badan-badan khusus yang disebut Badan Investasi dan Pembangunan Negara-negara Islam (Investment and Development Body of Islamic Countries), serta pembentukan-pembentukan perwakilan khusus, yaitu Asosiasi Bank-bank Islam

(Association of Islamic Banks) sebagai badan konsultatif masalah-masalah ekonomi dan perbankan Islam.

Diluar negeri banyak bank syariah yang umurnya sudah lama, misalnya sebagai berikut:

1. Bahrain Islamic Bank (1978) 2. Islamic Bank Bangladesh (!986) 3. Kuwait Finance House (1987) 4. Bank Islam Malaysia Berhad (1987) 5. Qatar Islamic Bank (1407)

6. Faysal Islamic Bank Sudan (1407) 7. Islamic Bank for Western Sudan (1987) 8. Sudanese Islamic Bank 1405)

(38)

10.Al Baraka Turkis Evkaf Finance House (1989) 11.Bank Al Taqwa (1989)

12.Nasser Social Ban2 (1971) 13.Dubai Islamic Bank (1975) 14.Kuwait Finance House (1977)

15.Faysal Islamic Bank, Mesir dan Sudan (1977) 16.Jordan Islamic Bank (1977)

17.The Islamic International Bank for Investment and Development Mesir (1980) 18.The International Islamic Bank of Dacca Bangladesh (1982)

19.Massraf Faysal Al Islami Bahrain (1982) 20.The Sharia Investment Service, Genewa (1980)

Kehadiran bank syariah ternyata tidak hanya dilakukan oleh masyarakat muslim, tetapi juga bank milik non muslim. Saat ini bank Islam sudah tersebar diberbagai negara muslim dan non muslim, baik di benua Amerika, Australia, dan Eropa. Bahkan banyak perusahaan keuangan dunia, seperti ANZ , Chase, Chemical Bank, dan City Bank telah membuka cabang yang berdasarkan syariah.24

Sementara itu, ide pendirian bank syariah di Indonesia sudah ada sejak tahun 1970-an. Dimana pembicaraan bank syariah muncul pada seminar hubungan Indonesia-Timur Tengah pada tahun 1974 dan 1976 dalam seminar yang diadakan oleh Lembaga Studi Ilmu- Ilmu Kemasyarakatan (LSIK) dan Yayasan Bhineka

24

(39)

Tunggal Ika. Perkembangan pemikiran tentang perlunya umat Islam Indonesia memiliki perbankan Islam sendiri mulai behembus sejak saat itu, seiring munculnya kesadaran batu kaum intelektual dan cendikiawan muslim dalam memberdayakan ekonomi masyarakat. Pada awalnya memang sempat terjadi perdebatan mengenai hukum bunga bank dan hukum zakat, pajak dikalangan para ulama, cendikiawan, dan intektual muslim.25

1. Operasi bank syariah yang menerapkan prinsip bagi hasil belum diatur dan karena itu tidak sejalan dengan undang-undang pokok perbankan yang berlaku, yakni Undang-undang No. 14 Tahun 1967

Namun ada beberapa alasan yang menghambat terealisasinya ide pendirian bank syariah ini. Adapun alasan tersebut antara lain:

2. Konsep bank syariah dari segi politis berkonotasi ideologis, merupakan bagian dari atau berkaitan dengan konsep negara Islam, dan karena itu tidak dikehendaki pemerintah

3. Masih dipertanyakan siapa yang bersedia menaruh modal dalam ventura semacam ini, sementara pendirian bank baru dari timur tengah masih dicegah, antara lain pembatasan bank asing yang ingin membuka kantornya di Indonesia.26

25

Adrian Sutedi, Op. Cit. hal. 6. 26

(40)

Pada awal periode 1980-an, melalui diskusi-diskusi bertemakan bank Islam sebagai pilar ekonomi Islam dimana tokoh yang terlibat diantaranya adalah Karnaen A. Perwataatmadja, M. Dawam Rahardjo, A. M. Saefuddin, dan M. Amien Azis, sebagai uji coba, gagasan perbankan Islam dipraktikkan dalam skala yang relatif terbatas, diantaranya di Bandung (Bait At-Tamwil Salman ITB) dan di Jakarta (Koperasi Rhido Gusti). Sebagai gambaran M. Dawam Rahardo dalam tulisannya pernah mengajukan rekomendasi bank syariat Islam sebagai konsep alternatif untuk menghindari larangan riba, sekaligus menjawab tantangan bagi kebutuhan pembiayaan guna pengembangan usaha dan ekonomi masyarakat. Jalan keluarnya secara sepintas disebut dengan transaksi pembiayaan berdasarkan tiga modus, yakni

mudlarabah, musyarakah, dan murabahah.27

Kemudian gagasan mengenai bank syariah itu muncul lagi di tahun 1988, disaat pemeintah mengeluarkan Paket Kebijakan Oktober (Pakto) yang berisi liberalisasi industri perbankan. Para ulama pada saat itu berusaha mendirikan bank bebas bunga, tetapi tidak ada satupun perangkat hukum yang bisa dijadikan dasar, kecuali bahwa perbankan dapat saja menetapkan bunga sebesar 0 %. Setelah adanya rekomendasi dari lokakarya ulama tentang bunga bank dan perbankan di Cisarua Bogor tanggal 18-20 Agustus 1990, maka dibahas lebih mendalam pada Musyawarah Nasional IV MUI tersebut, maka dibentuk kelompok kerja untuk mendirikan bank syariah di Indonesia. Kelompok kerja dimaksud disebut Tim Perbankan MUI dengan

27

(41)

diberi tugas untuk melakukan pedekatan dan konsultasi dengan semua pihak yang terkait.28

Sebagai hasil kerja Tim Perbankan MUI tersebut adalah berdirinya PT. Bank Muammalat Indonesia, yang sesuai akte pendiriannya, berdiri pada tanggal 1 November 1991. Sejak tanggal 1 Mei 1992, Bank Muamalat Indonesia resmi beroperasi dengan modal awal sebesar Rp 106.126.382.000,-. Sampai bulan September 1999, Bank Muamalat Indonesia telah memiliki lebih dari 45 outlet yang tersebar diseluruh wilayah Indonesia. Dana tersebut berasal dari Presiden dan Wakil Presiden, sepuluh menteri Kabinet Pembangunan V, juga Yayasan Amal Bakti Muslim Pancasila, Yayasan Dakab, Supersemar, Dharmais, Purna Bhakti Pertiwi, PT PAL, dan PT Pindad. Selanjutnya Yayasan Dana Dakwah Pembangunan dtetapkan sebagai yayasan penompang Bank Muammalat Indonesia. Dengan terkumpulnya modal awal tersebut, pada tanggal 1 Mei 1992, Bank Muammalat Indonesia mulai beroperasi.29

Setelah Bank Muammalat Indonesia mulai beroperasi sebagai bank yang menerapkan prinsip syariah pertama di Indonesia, frekuensi kegairahan umat Islam untuk menerapkan dan mempraktekkan sistem syariah dalam kehidupan berekonomi sehari-hari menjadi tinggi. Namun karena kuatnya jaringan bank konvensional yang dimiliki para konglomerat dan pemerintah yang tayangan-tayangannya bahkan masuk

28

Ibid. hal.9. 29

(42)

ke pelosok desa dan kecamatan untuk menyedot dana dari masyarakat, membuat Bank Muammalat Indonesia hampir tidak bisa berbuat banyak, apalagi untuk menyediakan jasa kepada masyarakat yang jauh dari kota-kota besar. Kenyataan tersebut barangkali menjadikan Bank Muammalat Indonesia kemudian belum dapat memenuhi banyak harapan masyarakat muslim lapisan bawah yang selama berpuluh-puluh tahun tidak tersentuh kebijakan pemerintah yang memihak kepada mereka.

Secara yuridis, walaupun pembicaraan-pemicaraan tentang bank berdasarkan prinsip syariah sudah lama ada di Indonesia, akan tetapi momentum akan lahirnya bank-bank yang brgerak dibidang berdasarkan prinsip syariah tersebut baru ada setelah lahirnya Undang-undang Perbankan No. 10 Tahun 1998.

Memang Undang-undang Perbankan No 7 Tahun 1992 yang kemudian diubah menjadi UU No. 10 Tahun 1998 seakan-akan memukul gong terhadap lahirnya bank berdasarkan rinsip syariah tersebut. Sebab menurut pasal 6 huruf (m) juncto pasal 13 huruf (c) dari undang-undang tersebut dengan tegas membuka kemungkinan bagi bank untuk melakukan kegiatan berdasarkan prinsip bagi hasil dengan nasabahnya, baik untuk bank umum maupun Bank Perkreditan Rakyat. Kegiatan pembiayaan bagi hasil tersebut kemudian oleh Undang-unang No.10 Tahun 1998 diperluas menjadi kegiatan apapun dari bank berdasarkan prinsip syariat yang ditetapkan oleh Bank Indonesia (dalam undang-undang yang lama ditetapkan oleh peraturan pemerintah).30

30

Munir Fuady, Hukum Perbankan Modern, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 1999) hal. 170

(43)

Dengan demikian, pasal 6 huruf (m) dan pasal 13 huruf (c) dari Undang-undang Perbankan No.10 Tahun 1998 sekarang merupakan dasar hukum yang utama bagi eksistensi bank berdasarkan prinsip syariah. Adapun isi dari pasal 6 huruf (m) tersebut adalah:

Pasal 6 huruf (m): Usaha bank meliputi:

(m) menyediakan pembiayaan dan/ atau melakukan kegiatan lain berdasarkan prinsip syariah, sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia.

Pasal 13 huruf (c):

Usaha Bank Perkreditan Rakyat meliputi:

(c) menyediakan pembiayaan dan penempatan dana berdasarkan prinsip syariah sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia.

Selanjutnya sebagai pengejawantahan dari dasar hukum utama dari undang Perbankan No.7 Tahun 1992 sebagaimana telah diubah menjadi Undang-undang No.10 Tahun 1998, oleh Pemerinah Republik Indonesia telah dikeluarkan dasar hukum selanjutnya telah dikeluarkan dasar hukum selanjutnya bagi bank berdasarkan prinsip syariah dalam bentuk peraturan pemerintah, yakni dengan Peraturan Pemerintah No. 72 Tahun 1992 tentang Bank berdasarkan Prinsip Bagi Hasil.

(44)

1. Kegiatan bank berdasarkan syariah dapat dilakukan oleh Bank Umum atau Bank Perkreditan Rakyat (pasal 1 ayat(1))

2. Jika Bank Umum atau Bank Perkreditan Rakyat sudah melakukan kegiatan bank berdasarkan syariah, ,maka dia tidak boleh lagi merangkap melakukan juga kegiata-kegiatan lainnya (kegiatan konvensional) (pasal ayat (1) juncto pasal 6) 3. Bank berdasarkan syariah melaksanakan kegiatannya berdasarkan prinsip-prinsip

syaiat Islam (pasal 2 ayat (1))

4. Bagi hasil bagi penyediaan dana kepada masyarakat termasuk juga kegiatan jual-beli (pasal 2 ayat (2))

5. Bank berdasarkan syariah wajib mempunyai Dewan Pengawas Syariat.

Dengan demikian dapat diketahui bahwa bank berdasarkan prinsip syariah di Indonesia telah ada sebelum di undangkannya Undang-undang No. 10 Tahun 1998 Tentang Perbankan, hal ini dapat dilihat dari ketentuan pasal 6 huruf (m) an pasal 13 huruf (c) Undang-undang No. 7 Tahun 1992, yang kemudian menjadi tonggak dikeluarkannya Peraturan Pemerintah No. 72 Tahun 1992 tentang Bank berdasarkan Prinsip Bagi Hasil.

B. Pengertian Perbankan Syariah, Prinsip Operasi Bank Syariah dan Pengelolaan Perbankan Syariah

1. Pengertian Bank Syariah

(45)

Schaik dalam bukunya yang berjudul Islamic Banking, bank Islam adalah sebuah bentuk dari bank modern yang didasarkan pada hukum Islam yang sah, dikembangkan pada abad pertama Islam, menggunakan konsep berbagi risiko sebagai metode utama, dan meniadakan keuangan berdasarkan kepastian serta keuntungan yang ditentukan sebelumnya. Bank Syariah adalah lembaga keuangan yang usaha pokoknya memberikan kredit dan jasa-jasa lain dalam lalu-lintas pembayaran serta peredaran uang yang beroperasi dengan prinsip-prinsip syariah.31

2. Prinsip Operasi Bank Syariah

Definisi Bank Syariah menurut Muhammad dan Donna dalam bukunya yang brjudul Variabel-variabel yang Mempengaruhi Pembiayaan Perbankan Syariah di Indonesia adalah lembaga keuangan yang beroperasi dengan tidak mengandalkan pada bunga yang usaha pokoknya memberikan pembiayaan dan jasa-jasa lainnya dalam lalu-lintas pembayaran serta peredaran uang yang pengoperasiannya sesuai dengan prinsip syariat Islam.

Bank syariah dapat dilakukan melalui:

1. Bank Umum Syariah

2. Bank Perkreditan Rakyat Syariah (BPRS) 3. Islamic Windows, dan

4. Office Chanelling

31

(46)

Bank umum syariah adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan prnsip syariah yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. Bentuk hukum yang diperkenankan adalah perseroan terbatas atau PT, koperasi daerah32 dengan modal disetor sekurang-kurangnya satu triliun rupiah.33

a. menghimpun dana dalam bentuk Simpanan berupa Giro, Tabungan, atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu berdasarkan Akad wadi’ah atau Akad lain yang tidak bertentangan dengan Prinsip Syariah;

Kegiatan usaha bank umum syariah Pasal 19 ayat (1) dan pasal 20 ayat (1) UU No. 21 Tahun 2008 meliput i:

Pasal 19 ayat (1) antara lain:

b. menghimpun dana dalam bentuk Investasi berupa Deposito, Tabungan, atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu berdasarkan Akad mudharabah

atau Akad lain yang tidak bertentangan dengan Prinsip Syariah;

c. menyalurkan pembiayaan bagi hasil berdasarkan Akad mudharabah, Akad

musyarakah, atau Akad lain yang tidak bertentangan dengan Prinsip Syariah; d. menyalurkan pembiayaan berdasarkan Akad murabahah, Akad salam, Akad

istishna’, atau Akad lain yang tidak bertentangan dengan Prinsip Syariah;

32

Pasal 2 PBI No. 6/24/PBI/2004 Tentang Bank Umum yang Melaksanakan Kegiatan Usaha Berdasarkan Prinsip Syariah.

33

(47)

e. menyalurkan pembiayaan berdasarkan Akad qardh atau Akad lain yang tidak bertentangan dengan Prinsip Syariah;

f. menyalurkan pembiayaan penyewaan barang bergerak atau tidak bergerak kepada Nasabah berdasarkan Akad ijarah dan/atau sewa beli dalam bentuk ijarah muntahiya bittamlik atau Akad lain yang tidak bertentangan dengan Prinsip Syariah;

g. melakukan pengambilalihan hutang berdasarkan Akad hawalah atau Akad lain yang tidak bertentangan dengan Prinsip Syariah;

h. melakukan usaha kartu debit dan/atau kartu pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah;

i. membeli, menjual, atau menjamin atas risiko sendiri surat berharga pihak ketiga yang diterbitkan atas dasar transaksi nyata berdasarkan Prinsip Syariah, antara lain, seperti Akad ijarah, musyarakah, mudharabah, murabahah, kafalah, atau

hawalah;

j. membeli surat berharga berdasarkan Prinsip Syariah yang diterbitkan oleh pemerintah dan/atau Bank Indonesia;

k. menerima pembayaran dari tagihan atas surat berharga dan melakukan perhitungan dengan pihak ketiga atau antarpihak ketiga berdasarkan Prinsip Syariah;

(48)

m. menyediakan tempat untuk menyimpan barang dan surat berharga berdasarkan Prinsip Syariah;

n. memindahkan uang, baik untuk kepentingan sendiri maupun untuk kepentingan Nasabah berdasarkan Prinsip Syariah;

o. melakukan fungsi sebagai Wali Amanat berdasarkan Akad wakalah;

p. memberikan fasilitas letter of credit atau bank garansi berdasarkan Prinsip Syariah; dan

q. melakukan kegiatan lain yang lazim dilakukan di bidang perbankan dan di bidang sosial sepanjang tidak bertentangan dengan Prinsip Syariah dan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 20 ayat (1), antara lain:

a. melakukan kegiatan valuta asing berdasarkan Prinsip Syariah;

b. melakukan kegiatan penyertaan modal pada Bank Umum Syariah atau lembaga keuangan yang melakukan kegiatan usaha berdasarkan Prinsip Syariah;

c. melakukan kegiatan penyertaan modal sementara untuk mengatasi akibat kegagalan Pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah, dengan syarat harus menarik kembali penyertaannya;

d. bertindak sebagai pendiri dan pengurus dana pension berdasarkan Prinsip Syariah; e. melakukan kegiatan dalam pasar modal sepanjang tidak bertentangan dengan

(49)

f. menyelenggarakan kegiatan atau produk bank yang berdasarkan Prinsip Syariah dengan menggunakan sarana elektronik;

g. menerbitkan, menawarkan, dan memperdagangkan surat berharga jangka pendek berdasarkan Prinsip Syariah, baik secara langsung maupun tidak langsung melalui pasar uang;

h. menerbitkan, menawarkan, dan memperdagangkan surat berharga jangka panjang berdasarkan Prinsip Syariah, baik secara langsung maupun tidak langsung melalui pasar modal; dan

i. menyediakan produk atau melakukan kegiatan usaha Bank Umum Syariah lainnya yang berdasarkan Prinsip Syariah.

Bank Perkreditan Rakyat Syariah adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. Bentuk hukumnya dapat berupa perseroan terbatas, koperasi atau perusahaan daerah. 34

1. Rp 2.000.000.000,- untuk di wilayah DKI Jakarta, Kab./Kota Tangerang, Bogor, Depok, dan Bekasi

Modal disetor Bank Perkreditan Rakyat syariah ditetapkan sebagai berikut:

2. Rp 1.000.000.000,- untuk diwilayah ibu kota provinsi di luar wilayah DKI Jakarta, Kab./Kota Tangerang, Bogor, Depok, dan Bekasi

3. Rp 500.000.000,- untuk wilayah lain.

34

(50)

Untuk kegiatan usaha Bank Perkreditan Rakyat Syariah menurut Pasal 21 UU No. 21 Tahun 2008 meliputi:

a. menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk:

1. Simpanan berupa Tabungan atau yang dipersamakan dengan itu berdasarkan Akad

wadi’ah atau Akad lain yang tidak bertentangan dengan Prinsip Syariah; dan 2. Investasi berupa Deposito atau Tabungan atau bentuk lainnya yang dipersamakan

dengan itu berdasarkan Akad mudharabah atau Akad lain yang tidak bertentangan dengan Prinsip Syariah;

b. menyalurkan dana kepada masyarakat dalam bentuk:

1. Pembiayaan bagi hasil berdasarkan Akad mudharabah atau musyarakah; 2. Pembiayaan berdasarkan Akad murabahah, salam, atau istishna’; 3. Pembiayaan berdasarkan Akad qardh;

4. Pembiayaan penyewaan barang bergerak atau tidak bergerak kepada Nasabah berdasarkan Akad ijarah atau sewa beli dalam bentuk ijarah muntahiya bittamlik; dan

5. pengambilalihan utang berdasarkan Akad hawalah;

c. menempatkan dana pada Bank Syariah lain dalam bentuk titipan berdasarkan Akad wadi’ah atau Investasi berdasarkan Akad mudharabah dan/atau Akad lain yang tidak bertentangan dengan Prinsip Syariah;

(51)

yang ada di Bank Umum Syariah, Bank Umum Konvensional, dan UUS; dan

e. menyediakan produk atau melakukan kegiatan usaha Bank Syariah lainnya yang sesuai dengan Prinsip Syariah berdasarkan persetujuan Bank Indonesia.

Untuk Islamic windo ws, pengaturannya terdapat dalam perubahan Pasal 6 UU No. 21 Tahun 2008 menjadi awal bagi pembukaan kantor bank yang melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah oleh bank umum konvensional. Dimana dalam Pasal 6 di tegaskan sebagai berikut:

Pasal 6:

(1) Pembukaan Kantor Cabang Bank Syariah dan UUS hanya dapat dilakukan dengan izin Bank Indonesia.

(2) Pembukaan Kantor Cabang, kantor perwakilan, dan jenis-jenis kantor lainnya di luar negeri oleh Bank Umum Syariah dan Bank Umum Konvensional yang memiliki UUS hanya

dapat dilakukan dengan izin Bank Indonesia.

(3) Pembukaan kantor di bawah Kantor Cabang, wajib dilaporkan dan hanya dapat dilakukan setelah mendapat surat penegasan dari Bank Indonesia.

(52)

Sebelum berlakunya Undang-undang Perbankan Syariah (Undang-undang No.21 Tahun 2008), pembukaan kantor cabang diatur dalam Pasal 13 ayat (1) PBI No. 8/3/ PBI/2006, yang menetapkan pembukaan tersebut ditetapkan dengan cara:

1. Pembukaan kantor cabang bank syariah dan unit usaha syariah hanya dapat dilakukan dengan izin Bank Indonesia

2. Pembukaan kantor cabang, kantor perwakilan, dan jenis-jenis kantor lainnyadi luar negeri oleh bank umumkonvensional yang memiliki unit usaha syariah hanya dapat dilakukan dengan izin Bank Indonesia

3. Pembukaan kantor dibawah kantor cabang wajib dilaporkan dan hanya dapat dilakukan setelah mendapat surat penegasan dari Bank Indonesia

4. Bank pembiayaan rakyat syariah tidak diizinkan untuk membuka kantor cabang, kantor perwakilan, dan jenis kantor lainnya di luar negeri.

Adapun syarat pembukaan Islamic Windows berdasarkan pasal 14-16 PBI No.8/3/PBI/2006 adalah:

1. Menyisihkan modal kerja untuk kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah, minimum untuk mengcover biaya operasional awal, antara lain sewa gedung, gaji karyawan, dan overhead coast

2. Memenuhi rasio kewajiban modal minimum bagi unit usaha syariah

3. Memiliki pencatatan dan pembukuan tersendiri untuk kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah

(53)

6. Wajib mencantumkan kata syariah pada setiap penulisan nama kantornya.

Office channeling merupakan istilah yang diberikan guna menandai

dimungkinkannya melakukan kegiatan usaha perbankan berdasarkan prinsip syariah dikantor cabang dan/ atau kantor cabang pembantu bank umum konvensional, sebelumnya praktek yag demikian tidak dimungkinkan. Praktik perbankan syariah tidak diperkenankan dilakukan bersama-sama dalam satu kantor yang berpraktek konvensional. Dalam PBI No.4/1/PBI/2002, dibuka kesempatan pada bank umum konvensional untuk membuka kantor cabang syariah dengan syarat yang cukup ketat, yaitu adanya pemisahan pembukuan, pemisahan modal, pemisahan pegawai, dan pemisahan keragaan ruangan. Disini ditetapkan bahwa pembukuan kantor kas dan kantor cabang pembantu dapat dilakukan dalam satu wilayah kantor Bank Indonesia dengan kantor cabang induknya.

Alasan bagi dimungkinkannya office channeling , dapat dilihat di Bagian Umum Penjelasan PBI No.8/3/PBI/2006, yakni mendorong percepatan pertumbuhan jaringan kantor bank umum konvensional yang melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah dalam rangka memperluas jangkauan layanan kepada masyarakat.

(54)

1. Kegiatan usaha yang berasaskan Prinsip Syariah, antara lain, adalah kegiatan usaha yang tidak mengandung unsur:

a. riba, yaitu penambahan pendapatan secara tidak sah (batil) antara lain dalam transaksi pertukaran barang sejenis yang tidak sama kualitas, kuantitas, dan waktu penyerahan (fadhl), atau dalam transaksi pinjam-meminjam yang mempersyaratkan Nasabah Penerima Fasilitas mengembalikan dana yang diterima melebihi pokok pinjaman karena berjalannya waktu (nasi’ah);

b. maisir, yaitu transaksi yang digantungkan kepada suatu keadaan yang tidak pasti dan bersifat untung-untungan;

c. gharar, yaitu transaksi yang objeknya tidak jelas, tidak dimiliki, tidak diketahui keberadaannya, atau tidak dapat diserahkan pada saat transaksi dilakukan kecuali diatur lain dalam syariah;

d. haram, yaitu transaksi yang objeknya dilarang dalam syariah; atau

e. zalim, yaitu transaksi yang menimbulkan ketidakadilan bagi pihak lainnya. 2. Yang dimaksud dengan “demokrasi ekonomi” adalah kegiatan ekonomi syariah

yang mengandung nilai keadilan, kebersamaan, pemerataan, dan kemanfaatan. 3. Yang dimaksud dengan “prinsip kehati-hatian” adalah pedoman pengelolaan

Bank yang wajib dianut guna mewujudkan perbankan yang sehat, kuat, dan efisien sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

(55)

1. Penghimpunan dana

Melakukan penghimpunan dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan, seperti: a. Deposito Mudharabah

Adalah suatu jenis deposito atau simpanan yang penarikannya dilakukan pada suatu waktu tertentu sesuai dengan perjanjian yang telah disepakati diantara kedua belah pihak, dengan membagi hasil oleh bank kepada nasabah sesuai dengan porsi bagian laba yang ada

b. Deposito Karya Mudharabah

Ini merupakan deposito mudharabah dengan jumlah minimal tertentu dan untuk suatu jangka waktu tertentu dengan pembagian laba sesuia dengan proporsi yang telah disepakati bersama

c. Tabungan Mudharabah

Ini merupakan simpanan mudharabah dalam bentuk tabungan, sehingga dibenarkan adanya mutasi dari dana tersebut sehingga dilakukan perhitungan rata-rata untuk dapat membagi hasil secara proporsional

d. Tabungan Mudharabah Muamalah

Merupakan suatu tabungan dengan pembagian laba yang dihitung secara presentasi yang telah disepakati dan dihitung dari saldo rata-rata dalam waktu tertentu. Karena merupakan tabungan, berarti dapat dibenarkan adanya mutasi. Tabungan ini diperuntukkan untuk beasiswa, nikah, rumah, serta sebagai jaminan atas fasilitas pembiayaan yang diterima oleh nasabah

(56)

Adalah suatu bentuk giro atau titipan yang dapat diberikan suatu bonus tertentu kepada nasabah.35

2. Penyaluran dana (langsung tidak langsung)

Pembiayaan langsung yang berdasarkan prinsip jual-beli,bagi hasil, sewa menyewa dan pinjam meminjam. Serta tidak langsung/ indirect finance yaitu bank garansi, letter of credit.

3. Jasa pelayanan perbankan

a. Jasa pelayanan perbankan berdasarkan wakalah, hawalah, kafalah, dan rahn

b. Menyediakan tempat menyimpan barang dan surat-surat berharga berdasarkan prinsip wadia’ah yad amanah (safe depsit box)

c. Melakukan kegiatan penitipan, termasuk pengusahaannya untuk kepentingan pihak lain berdasarkan suatu kontrak dengan prinsip wakalah (kustodian).

4. Berkaitan dengan surat berharga

a. Membeli, menjual dan/atau menjamin atas resiko sendiri surat berharga pihak ketiga yang diterbitkan atas dasar transaksi nyata (underlying transaction)

berdasarkan prinsip syariah

b. Membeli surat berharga berdasarkan prinsip syariah yang diterbitkan pemerintah dan/atau Bank Indonesia (sertifikat Wadhi’ah Bank Indonesia)

c. Menerbitkan surat berharga berdasarkan prinsip syariah. 5. Lalu lintas keuangan dan pembayaran

35

(57)

Money transfer, inkaso, kartu debet/charge card, valuta asing (sharf) 6. Berkaitan pasar modal

Wali amanat (wakalah) 7. Investasi

a. Penyertaan modal di bank atau perusahaan lain dibidang keuangan berdasarkan pinsip syariah, seperti sewa guna usaha, modal ventura, perusahaan efek, asuransi serta lembaga kliring penyelesaian dan penyimpanan

b. Penyertaan modal sementara berdasarkan prinsip syariah untuk mengatasi akibat kegagalan pembiayaan dengan syarat harus menarik kembali penyertaannya dengan ketentuan sebagaimana ditetapkan Bank Indonesia

8. Dana pensiun

Pendirian dan pengurusan dana pensiun (DPLK) berdasarkan prinsip syariah 9. Sosial

Penerima dan penyalur dana social (zakat, infak, sedekah, wakaf, hibah).

Secara pokok syariah membagi akad menjadi yang bersifat komersil (tijarah)

(58)

sewa-menyewa (ijarah, IMBT). Selebihnya, qardh, wadi’ah, rahn, kafalah, hawalah, wakalah, sharf merupakan akad-akad yang tabarru.36

Dalam konsep perbankan syariah, konsep bunga mendapat kritikan keras. Bunga dipandang tidak adil, mengingat bunga menghilangkan keterkaitan antara untung rugi dengan resiko. Dalam konsep konvensional, bank harus menanggung keuntungan nasabah penyimpan apapun yang terjadi dengan kinerja usahanya. Resiko kegagalan usaha yang menyebabkan bank merugi misalnya, tidak dapat dijadikan rasio untuk tidak membayar bunga simpanan sebagaimana dijanjikan sebelumnya dan sebaliknya, nasabah debitur dengan kebutuhan apapun yang telah difasilitasi dengan kredit harus tetap membayar kewajiban bunga kepada bank, tanpa dapat mengemukakan alasan apapun berkenaan dengan resiko untung rugi bisnisnya.37

Bila bunga merupakan model manfaat yang tidak diperkenankan secara syariah, maka manfaat apakah yang bisa diambil para pihak dalam transaksi perbankan. Memang tidak ada peraturan yang sekaligus mengatur mengenai penghapusan bunga, melainkan telah memberi tempat tumbuhnya alternatif selain bunga. Dimana dalam ketentuan pasal 1 butir 25 huruf (a) UU No. 21 Tahun 2008 secara eksplisit dinyatakan adanya frasa “ imbalan atau bagi hasil” sebagai manfaat yang bisa diambil bank dari skema pembiayaan berdasarkan prinsip syariah. Dari

36

Adiwarman Karim, Analisis Foqoh dan Keuangan, hal. 58 37

(59)

pasal 1 tersebut, maka pembiayaan adalah penyediaan dana atau tagihan yang dipersamakan dengan itu, berupa:

a. transaksi bagi hasil dalam bentuk mudharabah dan musyarakah;

b. transaksi sewa-menyewa dalam bentuk ijarah atau sewa beli dalam bentuk ijarah muntahiya bittamlik;

c. transaksi jual beli dalam bentuk piutang murabahah, salam, dan istishna’; d. transaksi pinjam meminjam dalam bentuk piutang qardh; dan

e. transaksi sewa-menyewa jasa dalam bentuk ijarah untuk transaksi multijasa berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara Bank Syariah dan/atau UUS dan pihak lain yang mewajibkan pihak yang dibiayai dan/atau diberi fasilitas dana untuk mengembalikan dana tersebut setelah jangka waktu tertentu dengan imbalan ujrah, tanpa imbalan, atau bagi hasil.

Di dalam PBI No.7/ 4/PBI/2005 pasal 2 ayat (3) juga dinyatakan bahwa bukan saja sistem bunga yang tidak boleh ada dalam transaksi syariah, melainkan juga hal-hal sebagai berikut ini:

1. Gharar, yaitu taransaksi yang mengandung tipuan dari salah satu pihak sehingga pihak yang lain dirugikan

2. Maysir, yaitu transaksi yang mengandung unsur perjudian, untung-untungan atau spekulatif yang tinggi

3. Riba, yaitu transaksi dengan pengambilan tambahan, baik dalam transaksi jual-beli, pinjam-meminjam secara batil atau bertentangan dengan ajaran Islam

(60)

5. Risywah, tindakan suap daal bentuk uang, fasilitas atau bentuk lainnya yang melanggar hukum sebagai upaya mendapat fasilitas atau kemudahan dalam suatu transaksi

6. Barang haram dan maksiat, yaitu barang atau fasilitas yang dilarangdimanfaatkan atau digunakan menurut hukum Islam.

3. Pengelolaan Perbankan Syariah Dasar dan Tujuan Manajemen

a. . Kebutuhan Fitrah Manusia sebagai Dasar Manajemen

Manusia itu terdiri dari unsur jasmani dan rohani yang dilengkapi dengan akal dan hati. Unsur-unsur manusia itu memiliki kebutuhannya masing-masing. Manusia mempunyai tubuh yang tunduk pada hukum fisik, yang oleh karenanya merupakan subyek dari fisiknya. Guna mempertahankan hidupnya manusia perlu makan, minum, pakaian dan perlindungan (QS 7:31). Tetapi manusia bukanlah semata-mata terdiri dari tubuh saja, sehingga semua persoalan tidak dapat dengan hukum-hukum fisik semata. Manusia juga adalah makhluk biologis

Referensi

Dokumen terkait