• Tidak ada hasil yang ditemukan

Stadion Sepakbola Medan (Arsitektur High Tech)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Stadion Sepakbola Medan (Arsitektur High Tech)"

Copied!
123
0
0

Teks penuh

(1)

STADION SEPAKBOLA MEDAN

( ARSITEKTUR HIGH TECH )

LAPORAN PERANCANGAN

TKA 490 - STUDIO TUGAS AKHIR

SEMESTER A TAHUN AJARAN 2012/2013

Sebagai Persyaratan Untuk Memperoleh Gelar

Sarjana Teknik Arsitektur

Oleh :

ARIA LEO BIMANTARA

070406027

DEPARTEMEN ARSITEKTUR

FAKULTAS TEKNIK

U N I V E R S I T A S S U M A T E R A U T A R A

(2)

STADION SEPAKBOLA MEDAN

( ARSITEKTUR HIGH TECH )

Oleh :

ARIA LEO BIMANTARA

070406027

Medan,

Disetujui Oleh :

Pembimbing I

Pembimbing II

Ketua Departemen Arsitektur

Ir.N.Vinky Rahman, MT.

NIP.

19660622 199702 1001

Ir. Novrial, M.Eng.

NIP.

19660303 199303 1002

Imam Faisal Pane, S.T., M.T.

(3)

SURAT HASIL PENILAIAN PROYEK TUGAS AKHIR

(SHP2A)

Nama : Aria Leo Bimantara

NIM : 07 0406 027

Judul Proyek Tugas Akhir : Stadion Sepakbola Medan

Tema : Arsitektur High Tech

Rekapitulasi Nilai

A B+ B C+ C D E

Dengan ini mahasiswa yang bersangkutan dinyatakan :

No Status

Waktu Pengumpulan

Laporan

Paraf Pembimbing

I

Paraf Pembimbing

II

Koordinator TKA-490

1 Lulus Langsung

2 Lulus Melengkapi

3 Perbaikan Tanpa Sidang

4 Perbaikan Dengan Sidang

5 Tidak Lulus

Medan, 2 Januari 2013

Ketua Departemen Arsitektur Koordinator TKA-490

Ir. N. Vinky Rahman, MT.

NIP.196201091987012001001

Ir. Nurlisa Ginting, M.Sc.

(4)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur saya ucapkan kepada Tuhan Yesus Kristus atas kasih, pengharapan yang berkelimpahan, penyertaan dan hikmat yang diberikan-Nya dalam memulai dan menyelesaikan proyek Tugas Akhir pada tahun 2009 ini sebagai persyaratan untuk memperoleh gelar Sarjana Teknik Arsitektur di Departemen Arsitektur Universitas Sumatera Utara. Saya mengucap syukur untuk setiap hal, baik kesukaan maupun kesukaran dalam menjalani langkah demi langkah didalam penyertaan-Nya.

Banyak suka duka yang saya alami selama mengerjakan tugas akhir ini. Tetapi semua ini dapat saya jalani karena Tuhan mengirimkan orang-orang terkasih yang selalu mendukung saya. Terimakasih kepada orang tua saya yang sangat

saya kasihi, Bapak A. M. H. Pratikto dan Ibu R. Simangunsong, dari awal mereka

memberikan perhatian yang sangat lebih kepada saya. Terimakasih untuk doa yang selalu dihaturkan bagi saya agar saya dapat mengerjakan semua tahap tugas akhir ini dengan tidak sia-sia, juga untuk bantuan materi dan tenaga yang tak terbatas agar tugas akhir ini mendapat hasil yang sangat baik.

Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Bapak Ir. Novrial, M.Eng. sebagai Dosen Pembimbing I dan Bapak Imam Faisal Pane, ST., MT. sebagai Dosen Pembimbing II, untuk semua dedikasi dan bimbingan yang sangat berarti, dukungan moral dan konsistensi, membuka wawasan berpikir, dan memberi yang terbaik sejak awal sampai akhir.

2. Bapak Ir. Rudolf Sitorus, MLA. sebagai Dosen Penguji, untuk semua saran dan kritik yang berguna, serta bimbingan yang sangat berarti sejak awal sampai akhir.

3. Para staf dosen pengajar dan pegawai tata usaha di lingkungan Fakultas Teknik Departemen Arsitektur untuk semua kerja sama yang baik.

4. Bapak Ir. N. Vinky Rahman, MT. selaku Ketua Departemen Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.

5. Ibu Ir. Nurlisa Ginting, M.Sc. dan Bapak Wahyu Abdillah, ST. selaku koordinator Tugas Akhir, Departemen Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.

6. Tante dan adik yang saya kasihi, Tante Rosna dan Adik Intan yang memberikan motivasi serta perhatian dalam perjuangan mengerjakan tugas akhir ini.

(5)

Teknik atas dukungan, pendapat, dan dorongan kepada penulis selama proses pengerjaan tugas akhir ini.

Penulis juga sungguh menyadari bahwa tugas akhir ini mungkin masih mempunyai banyak kekurangan. Karena itu penulis membuka diri terhadap kritikan dan saran bagi penyempurnaan tugas akhir ini. Dan, akhirnya penulis berharap tulisan ini dapat memberikan manfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan khususnya di lingkungan Departemen Arsitektur USU.

Medan, 2 Januari 2013

Hormat saya,

Aria Leo Bimantara

(6)

DAFTAR ISI

SURAT HASIL PENILAIAN PROYEK TUGAS AKHIR (SHP2A) ... i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... iv

DAFTAR DIAGRAM ... vii

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR GAMBAR ... ix

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Maksud dan Tujuan ... 3

1.3. Perumusan Masalah ... 4

1.4. Metode Pendekatan ... 4

1.5. Lingkup Batasan Perencanaan ... 5

1.6. Kerangka Berfikir ... 5

1.7. Sistematika Penulisan Laporan ... 6

BAB 2 DESKRIPSI PROYEK 2.1. Terminologi Judul ... 7

2.2. Tinjauan Umum ... 8

2.2.1. Sepak Bola ... 8

2.2.2. Stadion ... 14

2.3. Tinjauan Proyek ... 23

2.3.1. Kriteria Lokasi Tapak Perancangan ... 23

2.3.2. Analisa Pemilihan Lokasi ... 25

2.3.3. Deskripsi Umum Proyek ... 31

2.4. Tinjauan Fungsi ... 31

2.4.1. Deskripsi Pengguna dan Kegiatan ... 31

2.4.1.1. Deskripsi Kegiatan Berdasarkan Pengguna... 32

2.4.1.2. Deskripsi Kegiatan Berdasarkan Kategori Fungsi ... 37

2.4.2. Deskripsi Kebutuhan Ruang ... 41

(7)

2.5.1. Stadion Wembley (Inggris) ... 44

2.5.2. Stadion Emirates (Inggris) ... 46

2.5.3. Stadion Moses Mabhida (Afrika Selatan) ... 47

BAB 3 ELABORASI TEMA 3.1. Pengertian Tema ... 49

3.2. Latar Belakang Pemilihan Tema ... 50

3.3. Interpretasi Tema ... 51

3.3.1. Karakteristik Arsitektur High Tech ... 52

3.3.2. Keterkaitan Tema Dengan Judul ... 55

3.4. Studi Banding Tema Sejenis ... 56

3.4.1. Stadion Nasional Yoyogi (Jepang) ... 56

3.4.2. Stadion Olimpiade Montreal (Kanada) ... 57

3.4.3. Stadion Olimpiade Munich (Jerman) ... 58

3.5. Studi Banding Proyek dan Tema Sejenis ... 60

3.5.1. Allianz Arena (Jerman) ... 60

3.5.2. Veltins Arena (Jerman) ... 61

3.5.3. Sapporo Dome (Jepang) ... 62

BAB 4 ANALISA PERANCANGAN 4.1. Analisa Fisik ... 64

4.4.1. Lokasi ... 64

4.1.2. Analisa Pencapaian ... 66

4.1.3. Analisa Sirkulasi ... 66

4.1.4. Analisa View ... 67

4.1.5. Analisa Matahari ... 67

4.1.6. Analisa Ruang Terbuka dan Tata Hijau ... 68

4.1.7. Analisa Kebisingan dan Polusi ... 68

4.2. Analisa Non Fisik ... 68

4.2.1. Kapasitas Penonton ... 69

4.2.2. Analisa Jumlah Pengguna ... 69

4.2.3. Analisa Kebutuhan Parkir ... 70

(8)

BAB 5 KONSEP PERANCANGAN

5.1. Konsep Tapak ... 76

5.2. Konsep Pencapaian dan Sirkulasi ... 76

5.3. Konsep Pelataran dan Parkir ... 77

5.4. Konsep Zoning ... 78

5.5. Konsep Bentukan Massa ... 80

5.6. Konsep Struktur ... 81

BAB 6 GAMBAR PERANCANGAN ... 83

(9)

DAFTAR DIAGRAM

Diagram 1.1. Kerangka Berfikir ... 5

Diagram 2.1. Diagram Kegiatan Penonton Umum ... 32

Diagram 2.2. Diagram Kegiatan Penonton VIP ... 32

Diagram 2.3. Diagram Kegiatan Penonton VVIP ... 33

Diagram 2.4. Diagram Kegiatan Penonton Penyandang Cacat ... 33

Diagram 2.5. Diagram Kegiatan Pemain Tiap Tim ... 34

Diagram 2.6. Diagram Kegiatan Pelatih dan Manajemen Klub ... 34

Diagram 2.7. Diagram Kegiatan Petugas / Ofisial Pertandingan ... 35

Diagram 2.8. Diagram Kegiatan Perwakilan Asosiasi Sepak Bola ... 35

Diagram 2.9. Diagram Kegiatan Media ... 36

Diagram 2.10. Diagram Kegiatan Pengelola / Servis ... 37

Diagram 2.11. Diagram Area Pintu Masuk ... 37

Diagram 2.12. Diagram Area Permainan ... 38

Diagram 2.13. Diagram Area Kompetisi ... 38

Diagram 2.14. Diagram Area Publik ... 39

Diagram 2.15. Diagram Area VIP / VVIP ... 39

Diagram 2.16. Diagram Area Media ... 40

Diagram 2.17. Diagram Area Pengelola ... 40

(10)

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1. Hasil Kejuaraan PON: Bidang Olahraga Sepak Bola ... 13

Tabel 2.2. Hasil Kejuaraan PSSI 1951-1990 ... 13

Tabel 2.3. Kriteria Lokasi Tapak Perancangan Stadion ... 23

Tabel 2.4. Penilaian Lokasi Tapak Perancangan Stadion ... 30

Tabel 2.5. Daftar Kebutuhan Ruang Stadion ... 41

Tabel 4.1. Persyaratan Kapasitas Stadion ... 69

Tabel 4.2. Kebutuhan Parkir ... 70

(11)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1. Denah, potongan, dan foto Stadia di Olympia ... 15

Gambar 2.2. Foto Stadia di Delphi ... 16

Gambar 2.3. Foto Hippodrome di Aphrodisias ... 16

Gambar 2.4. Foto Hippodrome di Jerash ... 17

Gambar 2.5. Foto Amphitheatre di Arles ... 18

Gambar 2.6. Foto Amphitheatre di Nimes ... 18

Gambar 2.7. Potongan dan foto Amphitheatre Colosseum di Roma ... 19

Gambar 2.8. Denah Circus Maximus ... 20

Gambar 2.9. Foto Circus Maximus di Roma ... 20

Gambar 2.10. Foto Kawasan Kompleks Olahraga Pancing ... 28

Gambar 2.11. Foto Stadion Wembley ... 45

Gambar 2.12. Foto Stadion Emirates ... 47

Gambar 2.13. Foto Stadion Moses Mabhida ... 48

Gambar 3.1. Pipa Utilitas Lloyd’s Building ... 52

Gambar 3.2. Dari kiri ke kanan,... denah dinamis Bank of China ... 53

Gambar 3.3. Beton sistem Pre-Cast siap rakit ... 53

Gambar 3.4. Struktur baja profil IWF ... 53

Gambar 3.5. Stainless steel ... Guggenheim Museum (kanan) ... 54

Gambar 3.6. Kaca polos (kiri), kaca warna (kanan) ... 54

Gambar 3.7. P-ETFE ... Stadion Olimpiade Munich (kanan) ... 55

Gambar 3.8. Dari kiri ke kanan,... tribun Sapporo Dome ... 55

Gambar 3.9. Foto Stadion Nasional Yoyogi ... 57

Gambar 3.10. Foto Stadion Olimpiade Montreal ... 58

Gambar 3.11. Foto Stadion Olimpiade Munich ... 59

Gambar 3.12. Foto Stadion Allianz Arena ... 61

Gambar 3.13. Foto Stadion Veltins Arena ... 62

Gambar 3.14. Foto Stadion Sapporo Dome ... 63

Gambar 4.1. Batas-Batas Lokasi ... 64

(12)

Gambar 4.3. Analisa Pencapaian ... 66

Gambar 4.4. Analisa Sirkulasi ... 66

Gambar 4.5. Analisa View ... 67

Gambar 4.6. Analisa Matahari ... 67

Gambar 4.7. Analisa Ruang Terbuka dan Tata Hijau ... 68

Gambar 4.8. Analisa Kebisingan dan Polusi ... 68

Gambar 5.1. Konsep Tapak ... 76

Gambar 5.2. Konsep Pencapaian dan Sirkulasi ... 77

Gambar 5.3. Konsep Parkir ... 78

Gambar 5.4. Konsep Pelataran ... 78

Gambar 5.5. Zoning Tribun Barat ... 79

Gambar 5.6. Zoning Tribun Lain ... 79

Gambar 5.7. Zoning Per Lantai ... 79

Gambar 5.8. Bentukan Lingkar Tribun ... 80

Gambar 5.9. Batasan Jarak Pandang ... 80

Gambar 5.10. Sudut Pandang Vertikal ... 80

Gambar 5.11. Konteks Bangunan Sekitar ... 80

Gambar 5.12. Konsep Bentukan Massa ... 81

Gambar 5.13. Tampilan Elemen Struktur ... 81

Gambar 5.14. Tampilan Elemen Struktur ... 82

Gambar 6.1. Site Plan ... 15

Gambar 6.2. Ground Plan ... 15

Gambar 6.3. Denah Lantai 1 ... 15

Gambar 6.4. Denah Lantai 2 ... 15

Gambar 6.5. Denah Lantai 3.1 ... 15

Gambar 6.6. Denah Lantai 3.2 ... 15

Gambar 6.7. Denah Lantai 4 ... 15

Gambar 6.8. Denah Lantai 5 ... 15

Gambar 6.9. Denah Basement ... 15

Gambar 6.10. Tampak ... 15

Gambar 6.11. Potongan ... 15

Gambar 6.12. Rencana Pondasi ... 15

Gambar 6.13. Rencana Pembalokan Lantai Dasar ... 15

(13)

Gambar 6.15. Rencana Pembalokan Lantai 2 ... 15

Gambar 6.16. Rencana Pembalokan Lantai 3 ... 15

Gambar 6.17. Rencana Pembalokan Lantai 4 ... 15

Gambar 6.18. Rencana Pembalokan Lantai 5 ... 15

Gambar 6.19. Potongan Prinsipal ... 15

Gambar 6.20. Rencana Atap ... 15

Gambar 6.21. Detail Rangka Atap ... 15

(14)
(15)

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG

Olahraga merupakan salah satu aspek kebudayaan manusia, begitu juga

arsitektur. Olahraga tidak dapat dipisahkan dari kegiatan manusia karena

merupakan bagian dari hidup manusia yang dapat mengembangkan kondisi baik

fisik maupun mental, memberikan kesenangan (rekreatif), dan juga memiliki aspek

sosial karena dapat membuat interaksi antar pemainnya. Arsitektur sendiri menjadi

tempat/produk untuk mewadahi semua kebutuhan/budaya manusia tersebut. Sepak

bola adalah salah satunya yang disukai oleh masyarakat sebagai olahraga

sekaligus rekreasi, bahkan perkembangannya sangat pesat sekarang ini.

Sejarah olahraga menyepak bola yang tercatat dimulai sejak abad ke-2 dan

3 SM di Cina. Di Italia, permainan menendang dan membawa bola juga digemari

terutama mulai abad ke-16. Sepak bola modern mulai berkembang di Inggris dan

menjadi sangat digemari, tetapi karena saat itu permainan ini menimbulkan banyak

kekerasan, Raja Edward III melarang olahraga ini. Tetapi tahun 1815, sebuah

perkembangan besar menyebabkan sepak bola menjadi terkenal di lingkungan

universitas dan sekolah. Kelahiran sepak bola modern terjadi tahun 1863 ketika

sekolah dan klub di Inggris berkumpul dan merumuskan aturan baku permainan ini.

Selama tahun 1800-an, olahraga tersebut dibawa oleh pelaut, pedagang, dan

tentara Inggris ke berbagai belahan dunia, begitu juga di Indonesia oleh Belanda.

Pada tahun 1904, asosiasi tertinggi sepak bola dunia (FIFA) dibentuk dan pada

awal tahun 1900-an, berbagai kompetisi dimainkan diberbagai negara.

Sejarah sepak bola di Indonesia sebenarnya tidak terlepas dari perjuangan

menentang penjajahan, yaitu untuk menanamkan benih nasionalisme bagi pemuda

Indonesia. Pergerakan ini ditandai dengan berdirinya Persatuan Sepak Bola Seluruh

Indonesia (PSSI) di Yogyakarta pada 19 April 1930 oleh pimpinan Soeratin

Sosrosoegondo. Sejak saat itu, kegiatan sepak bola semakin sering digerakkan oleh

PSSI dan semakin banyak rakyat bermain di jalan atau alun-alun. Bahkan sebagai

dukungan, Paku Buwono X mendirikan stadion Sriwedari yang membuat

(16)

Adapun stadion sebagai salah satu tipologi bangunan telah mengalami

perkembangan sangat lama, mulai dari bentuk lapangan datar dengan bukit di

sekitarnya yang dijadikan tribun pada masa Yunani kuno, stadion megah dengan

tribun terbangun pada masa Romawi kuno, hingga stadion-stadion unik dan super

besar sekarang ini. Sepanjang sejarahnya, stadion telah terbukti selalu menjadi nilai

suatu peradaban, baik secara fungsional maupun sebagai lambang. Stadion

sepanjang sejarah telah mengakomodasi banyak kegiatan di dalamnya maupun

menggerakkan banyak kegiatan di luarnya seperti pada tipologi stadion madya,

tidak hanya sepak bola, bahkan tidak hanya event olahraga, yaitu termasuk event

kenegaraan, entertainment, serta event-event ekonomi dan sosial budaya lainnya.

Dapat dikatakan bahwa stadion mempunyai kemampuan untuk menggerakkan

bahkan meningkatkan nilai suatu kota bahkan negara dalam skala besar.

Perkembangan sepak bola dan stadion di kota Medan sendiri telah dimulai

sebelum Indonesia merdeka. Stadion Kebun Bunga dan Stadion Teladan menjadi

salah satu buktinya. Stadion Kebun Bunga merupakan peninggalan Belanda.

Stadion Teladan telah berdiri sejak tahun 1953 dalam rangka menyambut PON

ke-3, dan pada tahun sekarang ini sudah terdapat lumayan banyak sarana sepak bola

di kota Medan karena minat masyarakat semakin tinggi. Tetapi sarana untuk

pertandingan sepak bola dengan standar nasional ataupun internasional di kota

Medan saat ini masih belum ada. Adapun Stadion Teladan pada masanya dulu

sebenarnya sudah memenuhi syarat untuk pertandingan nasional (PON), tetapi

semenjak PON 1953, stadion ini sudah tidak pernah lagi memenuhi syarat

pertandingan nasional walaupun memang tetap dipakai. Kota Medan sering

mengalami kesulitan untuk mengakomodasi pertandingan, kalaupun berlangsung

sering terkesan dipaksakan, dan atlit-atlit lokal pun mengalami kesulitan untuk

berkembang.

Secara umum dapat disimpulkan tiga faktor yang membuat kondisi stadion

Teladan seperti sekarang ini. Pertama, yang langsung terkait padahal masih dapat

diperbaiki, yaitu lapangan. Lapangan yang tidak rata dan berlumpur saat hujan

langsung mempengaruhi kesenangan bermain dan menonton, padahal masih dapat

diperbaiki. Yang kedua, masih terkait dan juga dapat diperbaiki, yaitu fasilitas

stadion. Kualitas stadion secara otomatis juga mempengaruhi kepedulian penonton.

(17)

dan daya dukung jalan. Lahan di sekitar stadion telah habis dibangun untuk

pemukiman dan yang lainnya, sehingga untuk fasilitas pendukung dan parkir pun

sudah tidak memungkinkan, begitu juga dengan daya dukung jalan dimana lokasi

stadion telah berada di tengah kota, padahal stadion membuat bangkitan kendaraan

yang besar. Sedangkan sarana sepak bola lainnya di kota medan kadang hanya

memberikan fasilitas berupa lapangan dan pagar, masih sedikit yang memiliki

fasilitas seperti tribun, ruang ganti dan perlengkapan, apalagi untuk memenuhi

syarat pertandingan nasional bahkan internasional.

Hal inilah yang menjadi faktor pendorong perlunya merancang stadion baru

di kota Medan. Hasil perancangan ini nantinya diharapkan akan dapat

meningkatkan keolahragaan melalui pengembangan atlit-atlit, pengakomodasian

pertandingan tingkat kota, nasional, regional asia tenggara, dan internasional

se-asia. Dan juga menjadi nilai dan penggerak baru layaknya stadion pada umumnya,

tidak hanya dalam keolahragaan dan perekonomian, tetapi juga dalam sosial

budaya bagi warga kota Medan, provinsi Sumatera Utara, serta Indonesia.

1.2. MAKSUD DAN TUJUAN

Adapun tujuan dari perancangan proyek ini adalah:

a) Menciptakan wadah yang dapat menampung berbagai fasilitas yang dibutuhkan

dalam pertandingan olahraga, yaitu kejuaraan sepak bola tingkat nasional

(PSSI), sepak bola tingkat internasional (AFC), maupun event pekan olahraga

umum (PON dan Porkot).

b) Menyediakan sarana stadion baru yang memenuhi standard kelayakan untuk

mendukung prestasi olahraga seperti sepak bola, sebagian atletik (cabang lari),

maupun untuk mewadahi event-event besar.

c) Menciptakan wadah yang berguna sebagai tempat pelatihan olahraga sepak bola

dan sebagian atletik.

d) Memanfaatkan aktivitas utama stadion menjadi pemicu fasilitas-fasilitas komersil

di sekitarnya sebagai sumber pendapatan daerah.

e) Menjadi bangunan landmark dan juga sarana generator/pemicu baik aspek

ekonomi, sosial, maupun budaya bagi kota Medan, provinsi Sumatera Utara, dan

(18)

1.3. PERUMUSAN MASALAH

Dari rumusan-rumusan yang ada, masalah yang akan dihadapi adalah:

- Bagaimana merencanakan sebuah stadion yang dapat memberikan

kontribusi dalam menciptakan lahan pendapatan baru bagi manajemen

stadion khususnya dan pemerintah kota Medan pada umumnya.

- Bagaimana merencanakan sebuah stadion yang terdiri dari beberapa fungsi

yaitu sebagai tempat menonton pertandingan, tempat pertemuan, dan

sarana lainnya.

- Bagaimana menciptakan keselarasan bangunan dengan tapak dan dengan

keadaaan lingkungan di sekitar.

- Bagaimana mengatur organisasi ruang-ruang baik ruang dalam maupun

ruang luar agar dapat berfungsi dengan semestinya.

- Dengan kompleksnya kegiatan yang terjadi dalam stadion ini maka dituntut

untuk merencanakan sirkulasi dalam ruangan dengan tepat sehingga tidak

terjadi ketidakteraturan sirkulasi antara fungsi utama sebagai stadion

olahraga dengan fungsi pendukung lainnya.

1.4. METODE PENDEKATAN

Adapun untuk menyelesaikan berbagai permasalahan yang akan dihadapi,

maka dilakukan berbagai metode pendekatan desain yaitu:

1. Metoda Pengumpulan Data

a. Pengumpulan data primer, dilakukan dengan observasi lapangan.

b. Pengumpulan data sekunder, yaitu melalui studi literatur, dan

kebijakan/peraturan yang berlaku.

2. Metoda Pembahasan

Metoda yang digunakan adalah metoda deskriptif analisis, yaitu dengan

mengumpulkan dan mengidentifikasikan data, dan melakukan studi banding

(19)

pendekatan program ruang yang akan dirancang, kemudian menganalisa,

menyeleksi, dan menarik kesimpulan, menetapkan batasan dan anggapan.

1.5. LINGKUP BATASAN PERENCANAAN

Batasan-batasan dan lingkup kajian yang akan dibahas pada kasus ini adalah

pembahasan yang berkaitan dengan desain yang dibatasi oleh fungsi-fungsi yang

ada dalam bangunan ini. Lingkup dan batasan pembahasannya adalah:

- Merancang stadion sepak bola dan lintasan lari atletik yang dapat memenuhi

standar internasional (regional Asia) sampai beberapa tahun ke depan.

- Menelusuri kebutuhan-kebutuhan akan fasilitas yang dibutuhkan.

- Menelaah hubungan aktivitas dan sirkulasi dengan bentukan ruang dan

massa.

1.6. KERANGKA BERPIKIR

Maksud dan Tujuan

 Menciptakan wadah yang dapat

menampung berbagai fasilitas.

 Menyediakan sarana stadion baru

yang memenuhi standard kelayakan.

 Menciptakan wadah yang berguna

sebagai tempat pelatihan.

 Menjadi penggerak aspek ekonomi,

sosial, maupun budaya di Medan dan Sumatera Utara.

Latar Belakang

 Stadion di kota Medan sekarang ini sudah tidak mencukupi standar

lagi, lahan yang lama sudah tidak mencukupi lagi.

 Stadion yang memadai harus tetap ada sebagai hal yang dapat

meningkatan nilai kota Medan, Sumatera Utara, bahkan Indonesia.

Perumusan Masalah

 Stadion yang dapat memberikan

kontribusi dalam menciptakan lahan pendapatan baru.

 Merencanakan sebuah stadion yang

terdiri dari beberapa fungsi.

 Mengatur organisasi ruang-ruang baik

ruang dalam maupun ruang luar agar dapat berfungsi dengan semestinya.

 Merencanakan sirkulasi dalam ruangan.

Analisa

Konsep Perancangan Pengumpulan Data

(20)

1.7. SISTEMATIKA PENULISAN LAPORAN

Secara garis besar, urutan pembahasan dalam penulisan laporan

adalah:

Bab 1 Pendahuluan

Berisikan latar belakang kasus proyek berupa faktor-faktor yang

mempengaruhi dan alasan perlunya didirikan bangunan tersebut, maksud dan

tujuan, perumusan masalah, pendekatan perancangan, serta lingkup dan

batasan proyek.

Bab 2 Deskripsi Proyek

Berisikan tinjauan umum dan tinjauan khusus tentang proyek yang akan

dilaksanakan seperti beberapa teori yang dapat membantu dalam proses

perencanaan/perancangan, lokasi site, kondisi site, potensi yang ada, ketentuan

dan peraturan, serta studi banding proyek yang sejenis.

Bab 3 Elaborasi Tema

Berisikan kajian teoritis tentang tema serta pengertiannya, dan

interpretasi tema kedalam kasus proyek yang akan direncanakan.

Bab 4 Analisa Perancangan

Berisikan tinjauan analisis tentang pengguna, aktifitas, kebutuhan ruang,

standar ruang, program ruang, dan organisasi ruang; juga analisis keadaan

lingkungan tentang lokasi, kondisi tanah, potensi lahan, kontrol fisik, sirkulasi

dan pencapaian, orientasi dan pandangan, dll.

Bab 5 Konsep Perancangan

Berisi tentang konsep dasar dan lanjutan tentang tapak, konsep

bangunan yang direncanakan sebagai keluaran untuk mengerjakan hasil

perancangan nantinya.

Bab 6 Gambar Perancangan

Berisi gambar-gambar hasil perancangan yang merupakan jawaban dari

(21)

BAB 2

DESKRIPSI PROYEK

2.1. TERMINOLOGI JUDUL

Judul proyek ini adalah Stadion Sepakbola Medan. Adapun penjelasan dari

judul tersebut adalah sebagai berikut:

Stadion

• Stadion adalah lapangan olahraga yang dikelilingi tempat duduk.1

• Stadion (modern) adalah tempat untuk olahraga outdoor, konser, atau acara

lainnya dan terdiri dari lapangan atau panggung dan sebagian atau

seluruhnya dikelilingi oleh struktur yang dirancang untuk memungkinkan

penonton untuk berdiri atau duduk dan melihat acara tersebut.2

• Stadion olahraga pada dasarnya adalah sebuah teater besar untuk

menampilkan prestasi-pretasi heroik.3

• Stadion adalah tempat tertutup yang menggabungkan ruang yang luas untuk

permainan atletik dan pameran lainnya dengan kapasitas tempat duduk

penonton yang besar. Nama ini berasal dari unit ukuran Yunani, stadia, yaitu

jarak yang ditempuh dalam lomba lari asli Yunani (sekitar 600 kaki atau 180

meter).4

Sepak Bola

• Sepak bola adalah permainan beregu diatas lapangan, menggunakan bola

sepak dari dua kelompok yang berlawanan yang masing-masing terdiri atas

sebelas pemain, berlangsung selama 2 x 45 menit, dan kemenangan

ditentukan oleh selisih gol yang masuk ke gawang lawan.5

• Sepak bola adalah permainan di mana dua tim dengan sebelas pemain

menggunakan setiap bagian dari tubuh mereka kecuali tangan dan lengan,

mencoba untuk menggiring bola ke gawang tim lawan. Hanya kiper yang

diizinkan memegang bola dan hanya dapat melakukannya dalam area

1

www.kbbi.web.id

2 en.wikipedia.org

3

STADIA: A Design and Development Guide

4

www.britannica.com

(22)

penalti sekitar gawang. Tim yang mencetak gol lebih banyak menang.6

Medan

• Medan adalah nama dari ibukota provinsi Sumatera Utara.

Jadi Stadion Sepakbola Medan dapat dirangkum menjadi “Suatu sarana

yang menyediakan tempat (lapangan) bermain/bertanding sepak bola dengan

bangunan yang mengelilinginya yang memiliki tempat bagi penonton untuk melihat

acara tersebut (tribun)”.

2.2. TINJAUAN UMUM

Tinjauan ini akan membahas perihal seputar sepak bola dan stadion secara

umum.

2.2.1. Sepak Bola

Sepak bola telah memiliki perjalanan yang panjang dalam sejarah olahraga,

bahkan kebudayaan manusia, dan perkembangannya sekarang ini semakin pesat

karena berkembangnya sistem manajemen dan pelatihan sepak bola, dan juga

teknologi yang dapat diterapkan pada perlengkapan, infrastruktur, maupun

publikasi/entertainmentnya.

Sejarah olahraga menyepak bola sudah lama sekali ada. Yang tercatat yaitu

Woggabaliri di Australia, Harpastum di kekaisaran Romawi, dan sejak abad ke-2

dan 3 SM di Cina dengan nama Tsu Chu. Di masa Dinasti Han tersebut,

masyarakat menggiring bola kulit dengan menendangnya ke jaring kecil. Permainan

serupa juga dimainkan di Jepang dengan sebutan Kemari. Di Italia, permainan

menendang dan membawa bola juga digemari terutama mulai abad ke-16.

Sepak bola modern mulai berkembang di Inggris dan menjadi sangat

digemari. Di beberapa kompetisi, permainan ini menimbulkan banyak kekerasan

selama pertandingan sehingga akhirnya Raja Edward III melarang olahraga ini

dimainkan pada tahun 1365. Raja James I dari Skotlandia juga mendukung

larangan ini. Tetapi tahun 1815, sebuah perkembangan besar menyebabkan sepak

bola menjadi terkenal di lingkungan universitas dan sekolah. Kelahiran sepak bola

modern terjadi di Freemasons Tavern pada tahun 1863 ketika sekolah dan klub

6

(23)

berkumpul dan merumuskan aturan baku untuk permainan ini. Bersamaan dengan

itu, terjadi pemisahan yang jelas antara olahraga rugby dengan sepak bola (soccer).

Pada tahun 1869, membawa bola dengan tangan mulai dilarang dalam sepak bola.

Selama tahun 1800-an, sepak bola modern dibawa oleh pelaut, pedagang,

dan tentara Inggris ke berbagai belahan dunia, begitu juga di wilayah nusantara

oleh Belanda. Pada tahun 1904, asosiasi tertinggi sepak bola dunia yaitu Fédération

Internationale de Football Association (FIFA) dibentuk dan pada awal tahun

1900-an, berbagai kompetisi dimainkan diberbagai negara, begitu juga Piala Dunia

pertama kali dimulai di Uruguay tahun 1930. Asian Football Confederation (AFC)

juga berdiri pada tahun 1954 di Manila, Filipina sebagai salah satu konfederasi

regional FIFA.

Permainan sepak bola di Indonesia pertama kali diperkenalkan oleh para

penjajah/bangsa Eropa, termasuk Belanda. Di akhir tahun 1920, pertandingan

voetbal atau sepak bola sering kali digelar untuk meramaikan pasar malam,

biasanya dilaksanakan sore hari. Lapangan Singa (Lapangan Banteng) menjadi

saksi dimana orang Belanda sering menggelar pertandingan. Khusus untuk sepak

bola, serdadu di barak-barak militer sangat sering bertanding yang akhirnya

membentuk bond atau perkumpulan sepak bola. Dari bond-bond itulah kemudian

terbentuk satu klub besar. Tak hanya serdadu militer, warga Belanda, Eropa, dan

Indonesia juga membuat bond-bond serupa.

Dari bond-bond itu kemudian terbentuklah Nederlandsch Indische Voetbal

Bond (NIVB) yang pada tahun 1927 berubah menjadi Nederlandsch Indische

Voetbal Unie (NIVU). Sampai tahun 1929, NIVU sering mengadakan pertandingan

termasuk dalam rangka memeriahkan pasar malam dan tak ketinggalan sebagai

ajang judi. Bond China menggunakan nama antara lain Tiong un Tong, Donar, dan

UMS. Adapun bond pribumi biasanya mengambil nama wilayahnya, seperti Cahaya

Kwitang, Sinar Kernolong, atau Si Sawo Mateng.

Pada 19 April 1930, Persatoean Sepakraga Seloeroeh Indonesia (PSSI)

dibentuk di gedung Soceiteit Hande Projo, Yogyakarta. Disinilah perkembangan

sepak bola di Indonesia diawali dengan berdirinya PSSI dalam pimpinan Soeratin

Sosrosoegondo, insinyur sipil lulusan Jerman yang lama tinggal di Eropa. Sejak

(24)

banyak rakyat bermain di jalan atau alun-alun tempat Kompetisi I perserikatan/bond

diadakan. Adapun lahirnya PSSI ini tidak terlepas juga dari gerakan menentang

penjajahan dengan strategi menyemai benih nasionalisme bagi pemuda Indonesia.

Pada tahun 1930-an, di Indonesia berdiri tiga organisasi sepakbola

berdasarkan suku bangsa, yaitu Nederlandsch Indische Voetbal Unie (NIVU) dari

bangsa Belanda, Hwa Nan Voetbal Bond (HNVB) dari bangsa Tionghoa, dan

Persatoean Sepakraga Seloeroeh Indonesia (PSSI) dari orang pribumi.

Paku Buwono X kemudian mendirikan stadion Sriwedari di Surakarta (Solo)

lengkap dengan lampu, sebagai apresiasi terhadap kebangkitan “Sepakbola

Kebangsaan” yang digerakkan oleh PSSI. Stadion itu diresmikan pada 1933.

Dengan adanya stadion ini, kegiatan persepak bolaan pun semakin gencar.

Pada tahun 1938 Indonesia lolos ke Piala Dunia walaupun akhirnya

membawa nama Hindia Belanda (Dutch East Indies). NIVU mengajak PSSI

bekerjasama yang ditandai dengan Gentlemen’s Agreement 15 Januari 1937.

Persetujuan perjanjian ini berarti secara de facto dan de jure Belanda mengakui

PSSI. Perjanjian itu menegaskan bahwa PSSI dan NIVU menjadi pucuk organisasi

sepak bola di Hindia Belanda. Salah satu isinya juga berisi tentang tim yang dikirim

ke Piala Dunia, dimana dilakukan pertandingan antara tim bentukan NIVU melawan

bentukan PSSI sebelum diberangkatkan (seleksi tim). Tapi NIVU melanggar

perjanjian dan memberangkatkan tim bentukannya menggunakan bendera NIVU

yang diakui FIFA. Memang akhirnya Hindia Belanda kalah 0-6 dari Hongaria. Atas

tindakan sepihak dari NIVU ini, Soeratin Sosrosoegondo sangat geram. Ia menolak

memakai nama NIVU. Alasannnya, kalau NIVU diberikan hak, maka komposisi

pemain akan dipenuhi oleh orang Belanda. Akhirnya PSSI membatalkan secara

sepihak perjanjian tersebut saat Kongres di Solo pada 1938.

Dalam pertandingan internasional, PSSI terbukti. Pada 7 Agustus 1937, tim

PSSI berhasil menahan imbang 2-2 tim Nan Hwa dari Cina di Gelanggang Union,

Semarang. Padahal Nan Hwa pernah mengalahkan Belanda dengan skor 4-0. Disini

kedigdayaan tim PSSI sudah tersohor.

Lebih jauh, Soeratin mendorong pula pembentukan badan olahraga nasional

(25)

tahun 1938 berdirilah ISI (Ikatan Sport Indonesia) yang kemudian

menyelenggarakan Pekan Olahraga ISI (15-22 Oktober 1938) di Solo. Nama PSSI

ini kemudian berubah dalam kongres PSSI 1950 di Solo menjadi Persatoean

Sepakbola Seloeroeh Indonesia.

Sepeninggalan Soeratin Sosrosoegondo, prestasi tim nasional sepak bola

Indonesia tidak terlalu memuaskan karena pembinaan tim nasional tidak diimbangi

dengan pengembangan organisasi dan kompetisi. Pada era sebelum tahun

1970-an, beberapa pemain Indonesia sempat bersaing dalam kompetisi internasional, di

antaranya Ramang, Sucipto Suntoro, Ronny Pattinasarani, dan Tan Liong Houw.

Dalam perkembangannya, PSSI telah memperluas kompetisi sepak bola dalam

negeri, di antaranya dengan penyelenggaraan Liga Super Indonesia, Divisi Utama,

Divisi Satu, dan Divisi Dua untuk pemain non amatir, serta Divisi Tiga untuk pemain

amatir. Selain itu, PSSI juga aktif mengembangkan kompetisi sepak bola wanita,

futsal, dan kompetisi kelompok umur tertentu (U-15, U-17, U-19, dan U-23).

Masuknya Jepang ke Indonesia menyebabkan PSSI pasif dalam

berkompetisi, karena Jepang memasukkan PSSI sebagai bagian dari Tai Iku Kai,

yakni badan keolahragaan buatan Jepang. Tetapi Jepang semakin terdesak dalam

Perang Pasifik sehingga tidak dapat lagi mengurus kegiatan olahraga di Indonesia.

Dalam situasi itu urusan olahraga diserahkan kembali kepada Indonesia terutama

sejak tahun 1944 dengan terbentuknya Gerakan Latihan Olahraga Rakyat

(GeLORa). Selama tahun 1942-1945 yakni selama kekuasaan Jepang di indonesia,

tidak banyak peristiwa olahraga penting tercatat, karena Jepang terus terdesak

kedudukannya sehingga dengan sendirinya perhatian Jepang tidak dapat

diharapkan untuk memajukan olahraga di Indonesia. Akhirnya PSSI baru lepas

menjadi otonom kembali dalam kongres PORI III di Yogyakarta (1949).

Adapun Persatuan Olahraga Republik Indonesia (PORI) dibentuk tahun

1946 yang dibantu oleh Komite Olimpiade Republik Indonesia (KORI). Keduanya

telah dilebur dan menjadi KONI. Dalam mempersiapkan para atlet Indonesia untuk

Olimpiade XIV di London tahun 1948, Indonesia menemui banyak kesulitan. PORI

sebagai badan olahraga resmi Indonesia saat itu belum diakui dan menjadi anggota

Internasional Olympic Committee (IOC) sehingga para atlet yang akan dikirim tidak

(26)

dunia atas kemerdekaan dan kedaulatan Indonesia yang belum diperoleh waktu itu

menjadi penghalang besar. Paspor Indonesia saat itu tidak diakui oleh Pemerintah

Inggris, sedangkan kenyataan bahwa atlet-atlet Indonesia hanya bisa berpartisipasi

dengan memakai paspor Belanda tidak dapat diterima. Alasannya karena delegasi

Indonesia hanya mau hadir di London dengan membawa nama Indonesia. Alasan

inilah yang menyebabkan rencana kepergian beberapa pengurus besar PORI ke

London menjadi batal dan menjadi topik pembahasan pada konferensi darurat PORI

tanggal 1 Mei 1948 di Solo. Konferensi itu sepakat untuk mengadakan Pekan

Olahraga yang direncanakan berlangsung pada bulan Agustus atau September

1948 di Solo. PORI ingin menghidupkan kembali pekan olahraga yang pernah

diadakan ISI.

Dilihat dari sarana olahraga, pada saat itu kota Solo telah memenuhi semua

persyaratan pokok dengan adanya stadion Sriwedari yang dilengkapi dengan kolam

renang, pada saat itu juga termasuk fasilitas olahraga yang terbaik di Indonesia.

Selain itu seluruh pengurus besar PORI juga berkedudukan di Solo, sehingga hal

inilah yang menjadi bahan-bahan pertimbangan untuk menetapkan kota Solo

sebagai kota penyelenggara Pekan Olahraga Nasional pertama (PON I) pada

tanggal 8-12 September 1948 dengan mempertandingkan 12 cabang olahraga.

Selain itu, PON I juga membawa misi untuk menunjukkan kepada dunia luar bahwa

bangsa Indonesia dalam keadaan daerahnya yang dipersempit akibat Perjanjian

Renville, membuktikan sanggup mengadakan acara olahraga dengan skala

nasional.

Lalu dalam perkembangannya, PSSI telah menjadi anggota FIFA sejak

tanggal 1 November 1952 pada kongres FIFA di Helsinki. Setelah diterima menjadi

anggota FIFA, lalu PSSI diterima pula menjadi anggota AFC tahun 1952, bahkan

menjadi pelopor pembentukan AFF (ASEAN Football Federation).

Di kota Medan sendiri sepak bola juga sudah lama berkembang. Persatuan

Sepak Bola Medan Sekitarnya (PSMS) dirikan pada tanggal 21 April 1950. Meski

demikian sejak tahun 1930 telah berdiri klub Voetbal Bond Medan en Omstreken

(VBMO) dan Oost Sumatera Voettbal Bond (OSVB) yang diyakini merupakan

embrio PSMS. Sejak dahulu kota Medan dikenal dunia karena perkebunan

(27)

tembakau Deli". PSMS mengalami jaman gemilang di bidang prestasi yang

dibuktikan mulai tahun 1954.

Pada saat itu PSMS sering diundang dan mengundang tim-tim dari luar

negeri seperti Gak Graz dari Austria, Kowloon Motorbus dari Hongkong,

Grasshoppers dari Eropa, Star Soccerites dari Singapura, dan lain-lain. Berkat

kemenangan yang sering dipegang oleh PSMS melawan kesebelasan luar negeri,

PSMS mendapat julukan “The Killer” atau algojo kesebelasan-kesebelasan luar

negeri. Di tahun 1950-an di awal berdirinya, PSMS berada di puncak kejayaannya.

Beberapa turnamen di dalam dan luar negeri selalu menjadi ajang meraih gelar

juara. Adapun dibawah ini merupakan data-data kejuaraan PSMS dalam beberapa

kompetisi hingga kini.

Tabel 2.1. Hasil Kejuaraan PON: Bidang Olahraga Sepak Bola

Ke Tahun Juara I Juara II Juara III

II 1951 Jawa Barat Jakarta Raya Jawa Timur

III 1953 Sumatera Utara Jakarta Raya Jawa Timur

IV 1957 Sumatera Utara Sumatera Tengah Jawa Tengah

V 1961 Sulawesi Selatan Jawa Tengah Jakarta Raya

VI 1965 dibatalkan karena peristiwa G 30 S PKI

VII 1969 Sumatera Utara Jakarta Raya Jawa Timur

VIII 1973 Sumatera Utara Jawa Timur Sulawesi Selatan

IX 1977 Jakarta Raya Irian Jaya Aceh

X 1981 Lampung Sumatera Utara Jawa Timur

XI 1985 Sumatera Utara Irian Jaya Jakarta Raya

XII 1989 Sumatera Utara Jawa Timur Jakarta Raya

Sumber: Sejarah Olahraga Sumatera Utara (1992)

Tabel 2.2. Hasil Kejuaraan PSSI 1951-1990

No. Tahun Juara I Juara II Juara III

I 1951 Persebaya PSM Persija

II 1952 Persebaya PSMS Persib

III 1954 Persija PSMS Persebaya

IV 1957 PSM PSMS Persib

(28)

VI 1961 Persib PSM Persija

VII 1964 Persija PSM Persib

VIII 1965 PSM Persebaya Persib

IX 1966 PSM Persib PSMS

X 1967 PSMS Persib Persebaya

XI 1969 PSMS Persija PSM

XII 1971 PSMS Persija PSM

XIII 1973 Persija PSMS Persebaya

XIV 1975 Persija / PSMS - -

XV 1977 Persebaya Persija PSMS

XVI 1979 Persipura PSMS Persebaya

XVII 1981 Persiraja - -

XVIII 1983 PSMS Persib Persebaya

XIX 1985 PSMS Persib PSM

XX 1986 Persib Persemen Persija

XXI 1987 PSIS Persebaya Persib

XXII 1988 Persebaya Persija Persib

XXIII 1990 Persib Persebaya -

Sumber: Sejarah Olahraga Sumatera Utara (1992)

2.2.2. Stadion

Prototipe awal untuk fasilitas olahraga modern dari semua jenis yang ada

adalah Stadia dan Hippodromes Yunani kuno. Di sini kontes olahraga Olimpiade

dan yang lainnya telah digelar kira-kira pada abad ke-8 SM pertama kalinya.

Stadia – stadion Yunani (stadion lomba lari) dirancang dalam bentuk U,

dengan ujung start berbentuk datar saja. Stadion-stadion ini agak bervariasi dalam

panjangnya, yang di Delphi hanya di bawah 183 m dan yang di Olympia sekitar 192

m. Stadion tersebut dibangun di semua kota dimana permainan tersebut dimainkan.

Beberapa, mengikuti pola teater Yunani, yang dipotong dari lereng bukit sehingga

bagian kursi tepi dengan pandangan yang baik dapat terbentuk secara alami,

sementara yang lain dibangun di tanah datar. Dalam kasus terakhir, daerah

permainan kadang sedikit digali untuk memungkinkan tingkatan kursi yang rendah

(29)

Gambar 2.1. Denah, potongan, dan foto Stadia di Olympia

Sumber: www.worldstadiums.com

Stadia yang dibangun diatas tanah datar dapat dijumpai di Efesus, Delphi

dan Athena. Satu yang di Delphi hampir 183 m panjangnya dengan lebar 28 m,

memiliki tepi kursi rendah sepanjang satu sisi dan di sekitar ujung melengkung, dan

kursi penilai 'berada di titik tengah dari sisi panjangnya – seperti yang umum

dijumpai di fasilitas modern. Stadia di Athena pertama kali dibangun pada tahun 331

SM, direkonstruksi pada tahun 160, dan direkonstruksi kembali pada tahun 1896

untuk Olimpiade modern pertama. Dalam bentuk ini masih dapat dilihat,

menampung sampai dengan 50 ribu orang dalam 46 baris. Stadia sisi bukit dapat

dijumpai di Olympia, Thebes dan Epidauros, dan kemiripannya dengan teater

Yunani sangat jelas – teater yang memanjang menjadi tempat pementasan prestasi

fisik yang spektakuler, dan akhirnya dari inilah ditarik hubungan langsung bentuk

bangunan pertama amphitheater bertingkat Romawi dan yang akhirnya juga

(30)

Gambar 2.2. Foto Stadia di Delphi

Sumber: en.wikipedia.org

Hippodrome adalah stadion untuk pacuan kuda dan kereta dengan ukuran

sekitar 198 sampai 228 m panjangnya dan 37 m lebarnya dan juga ditata dalam

bentuk U. Seperti teater Yunani, hippodrome biasanya dibuat di lereng bukit untuk

membuat tingkatan tribun, dan dari inilah kemudian berkembang sirkus Romawi

[image:30.595.149.461.97.310.2]

meskipun lebih panjang dan sempit.

Gambar 2.3. Foto Hippodrome di Aphrodisias

(31)

Gambar 2.4. Foto Hippodrome di Jerash

Sumber: en.wikipedia.org

Amphitheatre – adapun bangsa Romawi yang militerisme lebih tertarik pada

acara publik tentang pertarungan hidup-mati daripada balap ataupun atletik, dan

untuk mengakomodasi ini mereka mengembangkan bentuk amphiteater baru, yaitu

arena elips yang dikelilingi di semua sisinya oleh tribun bertingkat tinggi yang

memungkinkan penonton dalam jumlah besar memiliki pandangan yang jelas untuk

melihat peristiwa mengerikan yang dipentaskan tersebut. Istilah 'Arena' berasal dari

kata Latin, yaitu 'pasir' atau 'tanah berpasir', mengacu pada lapisan pasir yang

tersebar di lapangan untuk menyerap darah yang tumpah.

Bentuk keseluruhannya pada dasarnya adalah dua teater Yunani yang

bergabung membentuk sebuah elips lengkap. Tetapi ukuran amphiteater ini

kemudian bergantung pada tanah lereng alami untuk memberikan profil tribun yang

diperlukan, sehingga orang-orang Romawi mulai membangun lereng buatan di

sekitar pusat arena, pertama dari kayu (tidak ada lagi peninggalannya) dan mulai

(32)

Gambar 2.5. Foto Amphitheatre di Arles

Sumber: en.wikipedia.org

Contoh megah dari yang terakhir ini mungkin masih terlihat di Arles dan

Nimes (batu) dan di Roma, Verona dan Pula (batu dan bentuk beton). Amphiteater

di Arles, dibangun sekitar 46 SM, dapat menampung 21 ribu penonton dalam tiga

lantai dan terlepas dari kerusakannya, lantai ketiga memegang tiang pendukung

atap tenda yang saat ini masih digunakan tiap tahun dalam adu banteng.

Amphiteater Nîmes berasal dari abad ke-2, lebih kecil tetapi dalam kondisi yang

sangat baik dan juga digunakan secara teratur sebagai arena adu banteng.

Amphiteater besar di Verona dibangun sekitar tahun 100, terkenal di dunia sebagai

tempat pertunjukan opera. Awalnya berukuran 152 x 123 m keseluruhan, namun

sangat sedikit yang tersisa dari lorong luar dan saat ini memiliki kursi sekitar 22 ribu.

Arenanya berukuran 73 x 44 m.

Gambar 2.6. Foto Amphitheatre di Nimes

(33)

Amphiteater Flavian di Roma atau lebih dikenal sebagai Colosseum sejak

abad ke-8, adalah contoh terbesar dari jenis bangunan ini dan jarang dilampaui

sebagai perpaduan rasional dari teknik, teater dan seni sampai hari ini.

Konstruksinya dimulai pada tahun 70 dan selesai 12 tahun kemudian, membentuk

elips raksasa 189 x 155 m dan meningkat setinggi empat lantai, menampung 48 ribu

orang, suatu kapasitas yang tidak dapat dilampaui sampai abad ke-20. Penonton

memiliki pandangan baik ke arena elips yang berukuran kira-kira 88 x 55 m dibatasi

oleh dinding 4,6 m. Ada 80 bukaan pelengkung (arch) untuk tiga lantai yang lebih

rendah (dengan kolom dan entablature melingkar yang diterapkan pada dinding luar

sebagai ornamen), bukaan di lantai dasar menjadi pintu masuk ke tribun.

Gambar 2.7. Potongan dan foto Amphitheatre Colosseum di Roma

Sumber: en.wikipedia.org

Seperti teater Yunani menjadi cikal bakal amphiteater Romawi, begitu juga

hippodrome Yunani menjadi sirkus Romawi. Ini adalah stadion pacuan kuda

berbentuk U dengan ujung datar membentuk pintu masuk dan menampung

kandang kuda dan kereta. Trek mulai dan kembali dipisahkan oleh spina – tembok

rendah yang dihiasi dengan ukiran dan patung. Tribun meningkat sepanjang sisi

lurus dari U dan melengkung di putaran akhir, kursi yang lebih rendah terbuat dari

batu dan disediakan untuk anggota kelas atas, sedangkan kursi atas terbuat dari

kayu. Salah satu peninggalan yang penting adalah Circus Maximus di Roma (abad

ke-4 SM). Inilah mungkin stadion terbesar yang pernah dibangun, yaitu sekitar 660

m panjangnya dan 210 m lebarnya dan semua penonton dapat duduk untuk tiga

lantai sejajar trek. Di luar Roma terdapat Hippodrome Byzantium dari abad ke-2 dan

(34)

dan hippodrome Romawi terhubung di tengah hippodrome melalui panggung teater.

Dua acara bisa dipentaskan secara terpisah di teater dan hippodrome, atau dapat

digunakan dalam kombinasi untuk acara besar tunggal. Bangunan ini adalah cikal

bakal yang jelas dari kompleks stadion modern multi-fungsi.

[image:34.595.102.497.184.542.2]

Gambar 2.8. Denah Circus Maximus

Gambar 2.9. Foto Circus Maximus di Roma

Sumber: en.wikipedia.org

Setelah memasuki abad pertengahan di benua Eropa, bangunan rekreasi

dan hiburan tidak begitu berkembang hingga 15 abad kedepan, begitu juga stadion.

Akhirnya pada abad ke-19, stadion sebagai jenis bangunan bangkit kembali setelah

revolusi industri, yaitu dikarenakan bangkitnya juga kembali tradisi Olimpiade. Untuk

tujuan ini, stadion kuno dari tahun 331 SM digali kembali dan dipelajari oleh arsitek/

arkeolog Jerman bernama Ziller, dan akhirnya dibangun ulang dengan bentuk U

memanjang gaya Yunani kuno, teras-teras marmernya dapat menampung 50 ribu

(35)

Pada tahun 1908 pertandingan tersebut diadakan di London, stadion White

City dibangun untuk itu oleh James Fulton. Stadion ini bersifat fungsional, dapat

menampung diatas 80 ribu penonton, terbuat dari rangka baja, dan merupakan

stadion modern khusus Olimpiade yang pertama. Olimpiade 1960 di Roma

menandai kebiasaan baru, yaitu bukan membuat semua kegiatan terpusat pada

satu lokasi, tetapi membuat rencana desentralisasi dengan stadion atletik di satu

bagian kota dan fasilitas-fasilitas lainnya jauh di daerah pinggiran kota.

Dengan Olimpiade yang diadakan setiap empat tahun hingga sekarang,

hasilnya telah banyak stadion yang dapat kita jumpai dengan desainnya yang

beragam sekarang ini. Seperti stadion di Tokyo tahun 1964 dengan desain atap

tertutup yang khas dan struktur kabelnya. Stadion Olimpiade 1972 di Munich,

Jerman dengan lanskap hijau yang unik dan atap membran tembus pandang yang

membentang ke area lainnya seperti mengapung diatas taman itu.

Seperti stadion-stadion Olimpiade diatas, stadion-stadion untuk olahraga

yang spesifik pun juga berkembang seperti stadion sepak bola, rugby, american

football, bisbol, tenis dan cricket. Stadion sepak bola banyak berkembang di Eropa

dan Amerika Selatan karena kepopulerannya disana. Tetapi karena tradisi yang

berbeda maka ini menuntun ke tipe arsitektur yang berbeda pula.

Di Inggris, setiap stadion dimiliki oleh sebuah klub sepak bola dan hanya

untuk digunakan oleh klub tersebut saja. Spesialisasi stadion untuk olahraga

tunggal ini dan pemasukan yang terbatas telah membentuk tradisi ‘intimasi’

penonton yang membawa dua bentuk. Pertama, teras berdiri dimana penonton

berdiri berdekatan bersama, hal ini tidak diterima lagi oleh klub-klub divisi atas

dengan alasan keamanan dan akhirnya semua teras berdiri diganti dengan kursi.

Kedua, stadion sepak bola Inggris telah lama dirancang dengan posisi penonton

yang sangat dekat dengan lapangan. Hal ini menciptakan kontak penonton yang

intim dengan permainan tetapi menyulitkan penggabungan lintasan atletik di

sekeliling lapangan.

Di negara-negara Eropa yang lain berbeda pula polanya, setiap stadion

dimiliki oleh pemerintah kota dan dipakai oleh banyak klub olahraga. Klub-klub

sepak bola menjalankan undian mereka sendiri, mengambil keuntungan kembali

(36)

khususnya atletik. Karena ini stadion-stadion Eropa pada masa itu cenderung

berkeuangan lebih baik daripada Inggris, serta dirancang dan dibangun agak lebih

baik. Contohnya Düsseldorf, fasilitas dua fungsi ini telah mengurangi kontak

penonton – pemain karena jarak yang ditimbulkan dari lintasan atletik, tetapi

kurangnya intimasi ini harus dipertimbangkan terhadap keuntungan dari

penggunaan komunitas yang lebih baik.

Sepak bola sangat populer di Amerika Selatan, disana banyak permintaan

akan stadion yang sangat besar. Yang terbesar di dunia adalah stadion Maracana di

Rio de Janeiro, Brasil yang mempunyai kapasitas normal 103 ribu penonton dengan

77 ribu mendapat kursi. Stadion ini memiliki salah satu dari versi modern pertama

parit kering untuk memisahkan penonton dari lapangan. Parit ini berukuran lebar 2,1

m dan sedalam 1,5 m, agak lebih kecil dari standar umum, tetapi ini telah memulai

tren pemisahan yang telah dipakai di seluruh dunia, seperti stadion Olimpiade Seoul

tahun 1988.

Adapun perkembangan stadion di Indonesia berawal dari kebangkitan

“Sepakbola Kebangsaan” yang digerakkan oleh PSSI. Hal ini menggugah

Susuhunan Paku Buwono X yang kemudian mendirikan stadion Sriwedari sebagai

apresiasi. Stadion itu diresmikan pada oktober 1933. Kemudian pada februari 1960

didirikanlah stadion utama Gelora Bung Karno (SUGBK) sebagai salah satu yang

terbesar, termasuk untuk acara internasional.

Di kota Medan sendiri, stadion Teladan dibangun pada tahun 1952-1953 (8

bulan) dalam rangka menyambut PON III september 1953. Saat itu ketika PON II

1951 di Jakarta ditutup, langsung diumumkan bahwa PON III dilangsungkan di

Medan. Panitia PON selanjutnya harus memikul tugas yang amat berat, karena

stadion belum ada, hanya ada stadion Kebun Bunga peninggalan Belanda. Stadion

ini sama sekali tidak memenuhi syarat sebagai tempat berlangsungnya pembukaan,

penutupan, dan pertandingan sepak bola untuk menampung penonton dalam

jumlah yang lebih besar. Akhirnya diputuskanlah untuk membangun stadion baru.

Lokasi stadion Teladan berada diatas tanah yang cukup luas karena juga

direncanakan untuk membangun sarana olahraga lainnya seperti lapangan tenis,

voli, bola basket, bulu tangkis, dan lain-lain. Sayang sampai PON III berakhir, tidak

(37)

kosong di sekitar stadion itupun digarap oleh penduduk. Dan Sumatera Utara juga

tidak pernah lagi menjadi tuan rumah PON karena persyaratan sarana yang tidak

pernah terlampaui lagi.

2.3. TINJAUAN PROYEK

Tinjauan ini akan membahas perihal seputar lokasi dengan

pertimbangan-pertimbangannya dan deskripsi umum proyek.

2.3.1. Kriteria Lokasi Tapak Perancangan

Adapun beberapa kriteria awal yang menjadi acuan pertimbangan lokasi

tapak yang harus dipilih adalah sebagai berikut:

Tabel 2.3. Kriteria Lokasi Tapak Perancangan Stadion

No. Kriteria Penjelasan

1 RUTRK / RTRW Poin ini harus menjadi dasar yang paling penting, karena

jika RUTRK/RTRW sudah mengakomodasinya maka

kesinambungan fungsi bangunan ini kedepannya dapat

dipertahankan dengan baik karena banyak hal yang

mendukung bangunan tersebut di lokasi tersebut, baik dari

segi fungsi bangunan sekitar yang juga mendukung atau

minimal tidak merugikan, adanya utilitas dan prasarana

atau minimal jalur pengakomodasiannya, ketetapan

peruntukannya, dan lain-lain.

2 Lahan Luas dan kondisi eksistingnya.

Bangunan stadion sepak bola memerlukan lahan yang

cukup luas, kira-kira lebih dari 10 ha tergantung pada

kelasnya (mempengaruhi kapasitas penonton dan jumlah

parkirnya). Untuk proyek ini kira-kira 15-17 ha. Untuk

kondisi eksistingnya diharapkan lahan tersebut berupa

lahan kosong (tidak ada fungsi lain di dalamnya yang harus

dipindahkan), kontur relatif datar (mengurangi biaya

konstruksi), dimensi lahan agar dapat mengakomodasi

(38)

dengan struktur nantinya (jenis tanah, daya dukung tanah,

air tanah, dll).

3 Jalan / Sirkulasi Tingkatan jalan menurut peraturan dan juga kepadatannya.

Fungsi stadion dengan besarnya kapasitasnya dapat

membuat bangkitan kendaraan yang besar pada jalan

tersebut. Hal ini tidak dapat dihindari, tetapi jika meningkat

terus menerus maka dapat menyebabkan kemacetan yang

dapat merugikan baik stadion maupun fungsi disekitarnya.

Adapun peraturan kota nantinya dapat mengantisipasi hal

ini, yaitu seperti penetapan tingkatan jalan (arteri primer/

sekunder, kolektor primer/sekunder) yang didalamnya telah

diatur lebar jalan yang direncanakan dan GSB jalan

tersebut walaupun belum sesuai dengan yang ada

sekarang karena belum dibutuhkan, tetapi sudah

mengantisipasi untuk pelebaran jalan nantinya.

4 Pencapaian Mudah diakses dari berbagai penjuru kota. Memiliki akses

jalan bebas hambatan bagi penonton yang berasal dari luar

kota, bandara, dan pelabuhan. Memiliki banyak trayek

angkutan umum bagi penonton yang tidak membawa

kendaraan pribadi.

5 Struktur Kota Yaitu berada di daerah pinggiran dengan kepadatan yang

masih rendah dan sedikit polusi (aspek kesehatan, karena

harus menampung banyak orang dalam area yang terbuka).

Dan juga merupakan daerah pengembangan kota

(perdagangan, pendidikan) untuk dapat menjadi subpusat

kota yang baru yang dapat mengurangi penumpukan

penggerak kota di daerah pusat kota. Hal ini dapat juga

dipastikan didalam RTRW kota.

6 Fungsi Sekitar Yaitu fasilitas pelayanan olahraga lainnya, pendidikan,

perdagangan/komersial, dan juga kesehatan untuk

mengantisipasi kecelakaan (penonton, pemain, kendaraan)

(39)

jarak jauh seperti SPBU.

7 Utilitas Yaitu drainase kota, pedestrian, jaringan listrik,

telekomunikasi, dan air. Adapun drainase di dalam tapak

akan dirancang nantinya, akan tetapi drainase kota harus

dapat menampung limpahannya. Pedestrian diperuntukkan

bagi pengunjung di sekitar lokasi atau yang berjalan kaki.

Adapun bangunan ini nantinya tidak mungkin

mengandalkan jaringan listrik/telekomunikasi yang ada di

atas tanah (tiang) karena besarnya pemakaiannya,

sekaligus untuk membersihkan view nantinya.

8 Pandangan /

View

Yaitu view ke dalam dan ke luar tapak.

Adapun view ke dalam akan dirancang nantinya tetapi

harus memiliki lahan yang cukup, sedangkan view ke luar

dapat berupa vegetasi maupun bangunan tetapi harus

memiliki jarak antar bangunan dan keteraturan yang baik

terhadap pengaruh psikologis pengunjung.

Sumber: Hasil olah data

2.3.2. Analisa Pemilihan Lokasi

Adapun dari kriteria awal diatas yang menjadi acuan pertimbangan lokasi

tapak maka dapat dibuat analisa-analisa sebagai berikut:

1. RUTRK / RTRW Kota

Pada Perda Kota Medan no. 13 tahun 2011, tentang RTRW Kota Medan

tahun 2011-2031, pasal 14 poin 6 dicantumkan berbagai subpusat pelayanan

kota Medan sebagai berikut:

a. Subpusat pelayanan kota Medan Belawan yang berfungsi sebagai pusat

pelayanan transportasi laut, pusat kegiatan bongkar muat dan impor –

ekspor, pusat pelayanan pertahanan keamanan, pusat kegiatan industri dan

pusat kegiatan perikanan, ditetapkan di Kecamatan Medan Belawan,

(40)

b. Subpusat pelayanan kota Medan Labuhan yang berfungsi sebagai pusat

kegiatan jasa dan perdagangan, pusat pelayanan transportasi, dan pusat

pelayanan kesehatan, ditetapkan di Kecamatan Medan Labuhan, tepatnya di

persimpangan jalan Marelan Raya dan Jalan Yos Sudarso, diantara

Kelurahan Pekan Labuhan dengan Kelurahan Martubung;

c. Subpusat pelayanan kota Medan Marelan yang berfungsi sebagai pusat

kegiatan perdagangan kebutuhan pokok dan pusat kegiatan rekreasi serta

wisata, ditetapkan di Kecamatan Medan Marelan, tepatnya dipersimpangan

Jalan Marelan Raya dan Jalan Rahmad Budin di Kelurahan Terjun;

d. Subpusat pelayanan kota Medan Perjuangan yang berfungsi sebagai

pusat kegiatan perdagangan/bisnis dan pusat pelayanan olahraga,

ditetapkan di Kecamatan Medan Tembung tepatnya disekitar aksara,

meliputi Kecamatan Medan Perjuangan dan Medan Tembung;

e. Subpusat pelayanan kota Medan Area yang berfungsi sebagai pusat

pelayanan ekonomi dan pusat pelayanan transportasi, ditetapkan di

Kecamatan Medan Amplas tepatnya di sekitar persimpangan terminal

Amplas, Kelurahan Timbang Deli, meliputi seluruh kelurahan di Kecamatan

Medan Area, Medan Kota kecuali Kelurahan Pusat Pasar, Pasar Baru dan

Kelurahan Mesjid;

f. Subpusat pelayanan kota Medan Helvetia yang berfungsi sebagai pusat

pelayanan ekonomi, pusat pelayanan transportasi wilayah bagian Barat, dan

pusat kegiatan sosial-budaya, serta pusat pelayanan pertahanan keamanan,

ditetapkan di Kecamatan Medan Helvetia tepatnya di Jalan Asrama, antara

rel Kereta Api dan Jalan Gaperta, meliputi seluruh kelurahan di Kecamatan

Medan Petisah kecuali Kelurahan Petisah Tengah dan Sekip;

g. Subpusat pelayanan kota Medan Selayang yang berfungsi sebagai pusat

kegiatan perdagangan/bisnis dan pusat pendidikan, ditetapkan di

Kecamatan Medan Selayang tepatnya di sekitar simpang Pemda, meliputi

Kecamatan Medan Tuntungan, Kecamatan Medan Baru kecuali Kelurahan

Darat dan Petisah Hulu, seluruh kelurahan di Kecamatan Medan Selayang

(41)

h. Subpusat pelayanan kota Medan Timur yang berfungsi sebagai pusat

kegiatan perdagangan/bisnis, pusat pelayanan transportasi (TOD), dan

pusat kegiatan sosial-budaya, serta pusat pelayanan pertahanan keamanan,

ditetapkan di Kecamatan Medan Timur tepatnya disekitar jembatan layang

Pulo Brayan, meliputi Kecamatan Medan Deli, seluruh kelurahan di

Kecamatan Medan Timur kecuali Kelurahan Persiapan Perintis dan Gang

Buntu, seluruh kelurahan di Kecamatan Medan Barat kecuali Kelurahan

Kesawan dan Silalas.

Dari peraturan diatas didapat bahwa daerah kota yang diijinkan untuk

pengembangan pelayanan olahraga adalah daerah subpusat pelayanan kota

Medan Perjuangan (poin d) tepatnya di Kawasan Kompleks Olahraga Pancing di

Kecamatan Medan Tembung karena hanya kawasan ini yang masih

dikonservasi sebagai lahan kosong di sekitar daerah ini.

Adapun subpusat pelayanan kota Medan Marelan (poin c) yang juga

dijadikan pusat kegiatan rekreasi akan diperuntukkan secara khusus untuk

pengembangan Theme Park dan Natural Park yang juga tercatat dalam Perda

tersebut pada pasal 45 sebagai kawasan pariwisata dan pasal 54 sebagai

kawasan strategis bidang fungsi dan daya dukung lingkungan hidup.

Karena telah tertinggal satu pilihan lokasi maka dapat ditetapkan lokasi

proyek ini adalah di Kawasan Kompleks Olahraga Pancing di jalan Willem

Iskandar.

2. Lahan

Adapun Kawasan Kompleks Olahraga Pancing ini berukuran sangat luas,

yaitu sekitar 45,6 ha. Ada juga bangunan yang sudah berdiri diatasnya, yaitu

Gedung Serba Guna Sumut dan tiga dinas provinsi (Dinas Pemuda dan

Olahraga, Dinas Penataan Ruang dan Permukiman, dan Dinas Perkebunan),

Stadion Mini Pancing, dan Sirkuit IMI Sumut. Sehingga lahan yang tersisa

(42)
[image:42.595.108.500.93.411.2]

Gambar 2.10. Foto Kawasan Kompleks Olahraga Pancing

Sumber: maps.google.com

3. Jalan / Sirkulasi

Jalan yang berada di sekitar tapak perancangan adalah jalan Willem

Iskandar sebagai jalan primer (jaringan arteri sekunder) dan jalan LPP, Pasar 5,

dan jalan Pasar 7 sebagai jalan sekunder.

Tingkatan jalan Willem Iskandar adalah jalan arteri sekunder (Perda 13/

2011) sedangkan yang lain tidak diatur. Jalan arteri sekunder sendiri berfungsi

untuk menghubungkan antar kawasan, serta didesain untuk kecepatan minimal

30 km/j dengan lebar jalan minimal 11 m (PP 34/2006). Adapun yang pernah

direncanakan dalam peraturan yaitu lebar jalan minimal 33 m dan GSB 18 m

(Perda RTRW 2009).

Adapun lebar jalan yang ada sekarang ini adalah sekitar 20 m (2 x 2 lajur +

bahu + pulau jalan) untuk jalan Willem Iskandar, LPP, dan Pasar 7.

Gedung Serba Guna Sumut Dinas-Dinas

Provinsi Stadion Mini

Pancing

Sirkuit IMI Sumut

Jln. Williem Iskandar

Jln. LPP

Jln. Pasar 7

(43)

4. Pencapaian

Lokasi ini mudah diakses dari berbagai penjuru kota, karena berada di

jaringan arteri sekunder. Dapat diakses dari jalan lingkar kota (jalan Cemara –

Pertahanan (fly-over) – Helvetia – Asrama – Gagak Hitam – Ngumban Surbakti)

maupun dari pusat kota (jalan H. M. Yamin – Letda Sujono – Perintis

Kemerdekaan). Memiliki akses jalan tol Belmera dari arah utara bagi penonton

yang berasal dari luar kota, bandara, dan pelabuhan. Dan juga memiliki banyak

trayek angkutan umum bagi penonton yang tidak membawa kendaraan pribadi

(PT. Mars, KPUM, CV. Mitra Transport, PT. Povri, CV. Kobun, PT. Rahayu

Medan Ceria, CV. Laju Deli Sejahtera, CV. Medan Bus, FA. Mekar Jaya).

5. Struktur Kota

Lokasi ini berada di Kecamatan Medan Tembung – daerah pinggiran dan

pengembangan subpusat kota, dengan tingkat polusi rendah ke menengah.

Adapun kepadatan blok-blok kota di sekitar lokasi masih kecil karena didominasi

oleh bangunan pendidikan. Blok-blok Kecamatan Medan Tembung yang padat

adalah yang mengarah ke pusat kota.

6. Fungsi Sekitar

Fungsi eksisting di sekitar lokasi adalah pelayanan olahraga dan

kelembagaannya (GSG Sumut, Stadion Mini, Sirkuit, KONI Sumut, Disporasu),

pendidikan (Unimed, dll), komersial, kesehatan (RS. Haji Medan), dan juga

SPBU di jalan Cemara.

7. Utilitas

Terdapat drainase kota di sekeliling lokasi dan pedestrian yang cukup lebar.

Adapun jaringan listrik dan telekomunikasi harus mengandalkan sambungan

khusus bawah tanah, karena jaringan tiang yang diatas adalah untuk memenuhi

kebutuhan bangunan kecil. Jaringan ini sendiri termasuk air bersih dapat

dibuktikan dengan adanya Gedung Serba Guna (GSG) Sumut yang juga

(44)

8. Pandangan / View

View ke dalam akan dirancang kemudian, sedangkan view ke luar masih

terhitung baik karena fungsi di sekitar didominasi oleh bangunan pendidikan

yang memiliki kepadatan rendah dan vegetasi cukup banyak, tetapi ada juga

[image:44.595.96.520.229.602.2]

dijumpai pertokoan dan hunian berderet di beberapa sisi.

Tabel 2.4. Penilaian Lokasi Tapak Perancangan Stadion

No. Kriteria Penilaian

1 RUTRK /

RTRW Sesuai

2 Lahan Luas mencukupi (15 ha), kontur datar, dimensi lahan dapat

mengakomodasi orientasi utara-selatan

3 Jalan /

Sirkulasi

Jaringan arteri sekunder (lebar 20 m, rencana 33 m),

kepadatan sedang – tinggi

4 Pencapaian Baik

Dapat dari pusat kota (jln. H. M. Yamin), dari ringroad (jln.

Cemara), dan dari luar kota (jalan tol Belmera)

5 Struktur Kota Baik

Daerah tepi kota, daerah pengembangan subpusat kota

6 Fungsi Sekitar Sesuai

Pelayanan olahraga dan kelembagaannya, pendidikan,

komersial, kesehatan, SPBU

7 Utilitas Baik

Drainase kota, pedestrian, jaringan listrik, telekomunikasi, air

8 Pandangan /

View

Baik

Kepadatan rendah dengan banyak vegetasi

Sumber: Hasil olah data

Dari penilaian diatas tepatlah bila lokasi perencanaan proyek ini adalah di

Kawasan Kompleks Olahraga Pancing, jalan Willem Iskandar, Kelurahan Sidorejo,

(45)

2.3.3. Deskripsi Umum Proyek

Judul Proyek : Stadion Sepakbola Medan

Tema : Arsitektur High Tech

Status Proyek : Fiktif

Fungsi : Pelayanan Olahraga, Rekreasi

Luas Lahan : ± 15 Ha

Pemilik : Pemerintah

Wilayah : Kota Medan

Kecamatan : Medan Tembung

Lokasi Tapak : Kawasan Kompleks Olahraga Pancing, jln. Willem Iskandar

Batas-Batas -Utara : Sirkuit IMI Sumut, Lembaga Pendidikan Perkebunan

-Selatan : jln. Pasar 5, pertokoan

-Timur : Unimed, jln. Pasar 7

-Barat : jln. Willem Iskandar, GSG Sumut, Disporasu

2.4. TINJAUAN FUNGSI

Adapun tinjauan ini berisi penjelasan tentang semua pengguna bangunan

dan kegiatan yang terjadi di dalamnya, sehingga memunculkan kebutuhan ruang

dengan persyaratan-persyaratannya masing-masing.

2.4.1. Deskripsi Pengguna dan Kegiatan

Deskripsi yang dijelaskan disini dapat dibedakan menjadi dua bagian, yaitu

deskripsi kegiatan dari sisi pengguna dan dari sisi kategori fungsi.

Adapun pengguna bangunan dapat dikelompokkan menjadi: penonton

umum, penonton VIP, penonton VVIP, penonton penyandang cacat, pemain, pelatih

dan manajemen klub, petugas/ofisial pertandingan, perwakilan asosiasi sepak bola,

(46)

Sedangkan kategori fungsi dapat dibedakan menjadi: area pintu, area

permainan, area kompetisi, area publik, area VIP/VVIP, area media, area pengelola,

dan parkir/transportasi.

2.4.1.1. Deskripsi Kegiatan Berdasarkan Pengguna

1. Penonton Umum

Penonton umum adalah penonton yang tidak membutuhkan/memiliki

pelayanan khusus untuk menonton pertandingan.

Diagram 2.1. Diagram Kegiatan Penonton Umum

2. Penonton VIP

Penonton VIP adalah penonton yang memiliki pelayanan khusus

untuk menonton pertandingan bahkan untuk urusan tertentu. Didalamnya

sudah termasuk penonton VIP penyandang cacat.

Diagram 2.2. Diagram Kegiatan Penonton VIP resepsionis +

pemeriksaan

antar/

jemput makan/

minum toilet

sakit

menonton (tribun)

parkir (khusus) area VIP

datang

pulang

parkir

wawancara

hal privat + menonton

(lounge)

area umum VIP tiket + pemeriksaan

parkir makan/

minum toilet sakit menonton (tribun) belanja

parkir / transportasi area pintu area publik datang

(47)

3. Penonton VVIP

Penonton VVIP adalah penonton yang memiliki pelayanan lebih

khusus untuk menonton pertandingan bahkan untuk urusan tertentu.

Didalamnya sudah termasuk penonton VVIP penyandang cacat.

Diagram 2.3. Diagram Kegiatan Penonton VVIP

4. Penonton Penyandang Cacat

Penonton penyandang cacat adalah penonton umum yang memiliki

kebutuhan khusus untuk menonton pertandingan karena menyandang cacat.

Penonton tipe ini harus memiliki pendamping selama di dalam stadion untuk

melayani kebutuhannya.

Diagram 2.4. Diagram Kegiatan Penonton Penyandang Cacat

Selain penyandang cacat berkursi roda, ada juga penyandang cacat

lainnya, yaitu tunanetra. Mereka tidak memerlukan fasilitas khusus, tetapi

cukup didampingi dan ditempatkan dekat dengan komentator agar

memahami pertandingan dengan baik.

tiket + pemeriksaan

parkir makan/

minum toilet sakit menonton (tribun khusus) belanja

parkir (khusus) area pintu

(khusus) area publik (layanan khusus) datang

pulang

resepsionis + pemeriksaan

antar/

jemput makan/

minum toilet

sakit

menonton (tribun)

parkir (khusus) area umum VVIP area VVIP datang

pulang

parkir

wawancara

hal privat + menonton

Gambar

Gambar 2.3. Foto Hippodrome di Aphrodisias
Gambar 2.9. Foto Circus Maximus di Roma
Gambar 2.10. Foto Kawasan Kompleks Olahraga Pancing
Tabel 2.4. Penilaian Lokasi Tapak Perancangan Stadion
+7

Referensi

Dokumen terkait

Hal ini dikarenakan peternak di Kabupaten Purbalingga sebagian besar memberikan pakan sesuai dengan kebutuhan ternak, sehingga pemberian pakan dengan model seperti ini

Terimakasih yang sebesar-besarnya untuk kedua orang tua serta saudara – saudara saya yang selalu memberikan doa dan semangat dalam proses tugas akhir ini.. Saya juga

Persiapan wadah kultur skala intermediate dan skala massal dilakukan dengan cara bak disemprot dengan air laut untuk membersihkan kotoran yang menempel pada

Telekomunikasi belum memiliki jaringan kerja nasional, mengingat Satker tersebut adalah Unit Organsiasi Baru yang belum melakukan sosialisasi secara nasional

Hasil yang diperoleh dari penelitian ini adalah balok komposit profil C gabungan dengan penghubung geser baut mampu menahan beban terpusat maksimum sebesar

peruntukannya, (3) Potensi bahan baku HHBK yang dimanfaatkan oleh masyarakat, (4) Pengaruh aksesibilitas terhadap pengembangan usaha masyarakat, (5) Jenis kerajinan

Tabel : 04.03.05 Banyaknya Jemaah Haji yang Berangkat Table Menurut jenis Kelamin dan Kecamatan. Number of Hajj Pilgrimates by Sex and

Tetapi dalam pengertian bahwa refleksi itu deskriptif, Anda meninjau ulang, mengembangkan gambaran agar lebih lebih hidup (a) tentang proses pembelajaran kelas Anda, (b)