• Tidak ada hasil yang ditemukan

Persepsi Petani Terhadap Inovasi Untuk Menggunakan Pupuk Kompos Kotoran Ternak Produk P4S Bumi Lestari Sragen (kasus Petani di Desa Gondang, Kecamatan Gondang, Kabupaten Sragen)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Persepsi Petani Terhadap Inovasi Untuk Menggunakan Pupuk Kompos Kotoran Ternak Produk P4S Bumi Lestari Sragen (kasus Petani di Desa Gondang, Kecamatan Gondang, Kabupaten Sragen)"

Copied!
73
0
0

Teks penuh

(1)

PERSEPSI PETANI TERHADAP INOVASI UNTUK

MENGGUNAKAN PUPUK KOMPOS KOTORAN TERNAK

PRODUK P4S BUMI LESTARI SRAGEN

(Kasus Petani di Desa Gondang, Kecamatan Gondang,

Kabupaten Sragen)

SKRIPSI

IFA ALISA

PROGRAM STUDI SOSIAL EKONOMI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN

(2)

RINGKASAN

IFA ALISA. D34103048. Persepsi Petani Terhadap Inovasi Untuk Menggunakan Pupuk Kompos Kotoran Ternak Produk P4S Bumi Lestari Sragen (Kasus Petani di Desa Gondang Kecamatan Gondang Kabupaten Sragen ). Skripsi. Program Studi Sosial Ekonomi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.

Pembimbing utama : Ir. H. Ismail Pulungan, MSc

Pembimbing anggota : Prof. Dr. Djoko Susanto, SKM,APU

Keberhasilan inovasi menggunakan pupuk kompos kotoran ternak pada petani di Desa Gondang Kecamatan Gondang Kabupaten Sragen sangat ditentukan oleh persepsi petani terhadap inovasi untuk menggunakan pupuk kompos kotoran ternak tersebut. Tujuan penelitian adalah : 1) Mengggambarkan karakteristik internal dan eksternal petani, 2) Mengetahui persepsi petani terhadap inovasi pupuk kompos kotoran ternak produk P4S Bumi Lestari Sragen, 3) Mengetahui hubungan antara karakteristik internal dan eksternal petani dengan persepsi petani untuk menggunakan pupuk kompos kotoran ternak produk P4S Bumi Lestari Sragen.

Penelitian berlangsung selama bulan November 2006 di Desa Gondang Kecamatan Gondang Kabupaten Sragen. Populasi penelitian adalah petani yang menggunakan pupuk kompos kotoran ternak produk P4S Bumi Lestari Sragen. Pengambilan sampel dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode purposive random sampling ,sampel yang diambil sebanyak 30 orang dari populasi 120 orang. Penelitian ini dirancang sebagai survei yang bersifat deskriptif korelasional. Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan data sekunder. Analisis data meliputi analisis deskriptif, rataan skoring, dan korelasi

rank Spearman.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa Inovasi untuk menggunakan pupuk kompos kotoran ternak dipersepsikan petani sebagai inovasi yang memiliki sifat memberikan keuntungan relatif, kesesuaian, kerumitan, kemudahan dapat dicoba dan diamati.

Hasil uji korelasi rank Spearman menunjukkan bahwa umur mempunyai hubungan yang nyata dan positif dengan persepsi terhadap tingkat kesesuaian, pengalaman bertani juga mempunyai hubungan nyata dan positif dengan persepsinya terhadap tingkat kerumitan dan media informasi mempunyai hubungan ynag sangat nyata dan positif dengan persepsinya terhadap inovasi mengenai kemudahan untuk dapat dicoba.

(3)

ABSTRACT

The Perception of Farmers to Innovation of Fertilizer of Animal Faeces From The Product of P4S Bumi Lestari Sragen ( Case of Farmers in Desa Gondang Kecamatan Gondang Kabupaten Sragen )

Alisa I, I. Pulungan, D. Susanto

The successful of innovation to use fertilizer of animal faeces in Desa Gondang is mostly determined by farmers perception to innovation to use the fertilizer of animal faeces. The aims of the study are : 1) To describe the internal and external characteristics of the farmers, 2) To know the farmers perception to innovation to use the fertilizer of animal faeces from the product of P4S Bumi Lestari Sragen, 3) To analyze the correlation between internal and exsternal characteristics of the farmers and the farmers perception to use the fertilizer of animal faeces from the product of P4S Bumi Lestari Sragen.

This study was done in November 2006 at Desa Gondang Kecamatan Gondang Kabupaten Sragen. The population of this research were the farmers that used fertilizerof animal faeces from the product of P4S Bumi Lestari Sragen. Sample was taken with purposive random sampling . Sample size was 30 persons taken from 120 total of the farmers. This research was carried out as a survey and the result are presented as descriptive correlation and using rank Spearman correlation.

The results of the study showed that innovation to use manure of animal faeces was percepted by farmers as innovation that given relative advantages, compability, complexity, to triability and observability.

Rank Spearman correlation result indicated that age had significant and positive correlation with the perception of compability, and information media had very real and positive correlation to the perception of innovation of simplicity to try.

(4)

PERSEPSI PETANI TERHADAP INOVASI UNTUK

MENGGUNAKAN PUPUK KOMPOS KOTORAN TERNAK

PRODUK P4S BUMI LESTARI SRAGEN (Kasus Petani di Desa

Gondang Kecamatan Gondang Kabupaten Sragen)

IFA ALISA D34103048

Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada

Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor

PROGRAM STUDI SOSIAL EKONOMI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN

(5)

PERSEPSI PETANI TERHADAP INOVASI UNTUK MENGGUNAKAN PUPUK KOMPOS KOTORAN TERNAK PRODUK P4S BUMI LESTARI

SRAGEN

(Kasus Petani di Desa Gondang Kecamatan Gondang Kabupaten Sragen)

Oleh : IFA ALISA

D34103048

Skripsi ini telah disetujui dan disidangkan dihadapan Komisi Ujian Lisan pada tanggal

Pembimbing Utama Pembimbing Anggota

Ir. H. Ismail Pulungan, Msc Prof. Dr. Djoko Susanto, SKM, APU

NIP. 130 345 020 NIP. 140 020 648

Dekan Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor

(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan pada tanggal 12 Maret 1985 di Sragen Jawa Tengah.

Penulis adalah anak pertama dari tiga bersaudara dari pasangan Bapak Azis Sarbini

dan Ibu Lilis Suryani.

Penulis menyelesaikan pendidikan Sekolah Dasar di SDN Mojopuro III

SumberLawang pada tahun 1997. Pendidikan Menengah Pertama di selesaikan di

SMP Negeri I Gondang Kabupaten Sragen dan lulus pada tahun 2000, dan

pendidikan Sekolah Menengah Atas di selesaikan pada tahun 2003 di SMU Negeri I

Sindang Indramayu.

Penulis diterima sebagai mahasiswa dengan minat studi Komunikasi dan

Penyuluhan pada Departemen Sosial Ekonomi Industri Peternakan, Fakultas

Peternakan, Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB

(USMI) pada tahun 2003.

Selama mengikuti pendidikan di Institut Pertanian Bogor, penulis aktif dalam

organisasi HIMASEIP dan berbagai kegiatan dan kepanitiaan, diantaranya sebagai

(7)

KATA PENGANTAR Alhamdulillahirobbil’aalamiin

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah S.W.T. atas segala limpahan

rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan skripsi

ini.

Penyusunan skripsi yang berjudul persepsi petani terhadap inovasi untuk

menggunakan pupuk kompos kotoran ternak produk P4S Bumi Lestari Sragen ini

dibuat sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana peternakan pada

Program Studi Sosial Ekonomi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian

Bogor. Tujuan dari penelitian ini adalah menggambarkan karakteristik internal dan

eksternal petani, mengetahui persepsi petani terhadap inovasi penggunaan pupuk

kompos kotoran ternak, mengetahui dan mengkaji hubungan antara karakteristik

internal dan eksternal petani terhadap inovasi penggunaan pupuk kompos kotoran

ternak. Skripsi ini diharapkan dapat memberi wawasan baru, dapat menjadi sarana

yang efektif dalam menambah pengetahuan tentang pupuk kompos kotoran ternak

dan sebagai pertimbangan bagi pembuat keputusan P4S Bumi Lestari Sragen dalam

pengambilan keputusan untuk menentukan kebijakan dalam menjaring petani.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, oleh karena

itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran dari pembaca. Semoga tulisan ini

dapat bermanfaat bagi penulis maupun semua pihak yang membutuhkan. Amin yaa

robbal’aalamiin.

Bogor, Januari 2007

(8)

DAFTAR ISI

Halaman

RINGKASAN ... i

ABSTRACT .. ... ii

LEMBAR PERYATAAN ... iii

LEMBAR PENGESAHAAN ... iV RIWAYAT HIDUP ... V KATA PENGANTAR ... Vi DAFTAR ISI ... Vii DAFTAR TABEL ... iX DAFTAR GAMBAR ... X DAFTAR LAMPIRAN ... Xi PENDAHULUAN ... 1

Latar Belakang ... .... 1

Perumusan Masalah ... .... 2

Tujuan Penelitian ... 2

Kegunaan Penelitian ... 3

KERANGKA PEMIKIRAN ... 4

TINJAUAN PUSTAKA ... 6

Karakteristik Petani ... 6

Persepsi ... 6

Inovasi Peternakan ... 8

Kendala-kendala Petani Mengadopsi Inovasi ... 10

Pemupukan ... 11

Hubungan Karakteristik Petani dan Persepsi Petani terhadap Inovasi Teknologi ... 13

METODE PENELITIAN ... 15

Lokasi dan Waktu ... 15

Populasi dan Sampel ... 15

Desain Penelitian ... 15

Data dan Instrumen ... 16

(9)

Analisis Data ... 16

Definisi istilah ... 17

GAMBARAN UMUM LOKASI ... 20

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 22

Karakteristik Petani ... 22

Persepsi Petani terhadap Inovasi untuk Menggunakan Pupuk Kompos Kotoran Ternak ... 25

Hubungan Antara Karakteristik Petani dan Persepsi Petani Terhadap Inovasi untuk Menggunakan Pupuk Kompos Kotoran Ternak ... 29

KESIMPULAN DAN SARAN ... 33

Kesimpulan ... 33

Saran ... 33

UCAPAN TERIMAKASIH ... 34

DAFTAR PUSTAKA ... 35

(10)

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1. Sebaran Petani Menurut Karakteristik Petani ……… 22 2. Rataan Skor Persepsi Petani terhadap Inovasi Untuk

Menggunakan Pupuk Kompos Kotoran Ternak ... 26 3. Hubungan Antara Karakteristik Internal dan Eksternal

(11)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1. Hubungan Antara Karakteristik Petani Dan Persepsi Petani

Terhadap Inovasi Untuk Menggunakan Pupuk Kompos

Kotoran ... ... 5

2. Proses Pembentukan Persepsi Berdasarkan Model Solomon ... ... 7

(12)

DAFTAR LAMPIRAN Nomor Halaman

1. Kuisioner Penelitian ... 37

2. Informasi, indikator dan Kuisioner ... 44

3. Matrik Variabel, Nomor Kuisioner dan Nomor Halaman ... 49

4. Dokumentasi Penelitian ... 50

5 Peta Kecamatan Gondang. ... 51

(13)

PENDAHULUAN Latar Belakang

Usaha peternakan merupakan salah satu usaha yang banyak dilakukan oleh

petani karena menghasilkan output yang dapat dimanfaatkan yaitu daging, kulit,

kotoran (pupuk) dan tenaga kerja ternak. Tanaman memerlukan nutrisi untuk

pertumbuhan dan perkembangan. Nutrisi tersebut sebenarnya telah tersedia di dalam

tanah. Namun setelah lama ditumbuhi tanaman, ketersediaannya akan berkurang

sehingga kurang dapat memenuhi kebutuhan nutrisi untuk tanaman secara optimal,

salah satu cara mengatasinya adalah dengan pemupukan. Pupuk merupakan bahan

yang memberikan zat hara bagi tanaman.

Pemupukan merupakan salah satu usaha untuk meningkatkan hasil pertanian

secara intensifikasi. Usaha peningkatan tersebut dilakukan seiring dengan kebutuhan

manusia terhadap hasil-hasil pertanian yang setiap waktu semakin meningkat.

Pusat Pelatihan Pertanian dan Pedesaan Swadaya (P4S) Bumi Lestari berdiri

sejak tahun 1998 yang berpusat di Dukuh Sedah, RT. 09 RW. 02 Glonggong,

Kecamatan Gondang, Kabupaten Sragen. Produk yang dihasilkan P4S Bumi Lestari

terutama adalah pupuk organik. Pupuk kompos yang dihasilkan tersebut

menggunakan bahan baku limbah tanaman, dan limbah hewan. Dalam hal ini petani

dihadapkan dalam dua pilihan yaitu menggunakan pupuk organik atau menggunakan

pupuk anorganik yang sudah melekat dalam diri petani. Penggunaan pupuk kompos

produk P4S Bumi Lestari oleh petani dapat dipengaruhi oleh persepsinya terhadap

pupuk tersebut.

Persepsi merupakan pengalaman belajar tentang obyek peristiwa atau

hubungan-hubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan

menafsirkan pesan. Persepsi juga merupakan bentuk komunikasi intrapersonal yaitu

komunikasi yang terjadi dalam diri seseorang, oleh karena itu persepsi akan

mempengaruhi seseorang dalam berpikir, bertindak, serta berkomunikasi dengan

pihak lain ( Rakhmat, 2004).

Kebutuhan akan hasil bumi baik pangan maupun non pangan selalu

meningkat seiring dengan peningkatan jumlah penduduk, sedangkan luas tanah yang

memproduksi bahan tersebut relatif tetap, bahkan semakin berkurang untuk

(14)

dalam memproduksi hasil bumi, sehingga ada kecenderungan petani menggunakan

pupuk buatan yang beraneka jenis dalam dosis yang berlebihan secara terus

menerus, yang dapat berakibat buruk pada tanah. Kecamatan Gondang, Kabupaten

Sragen dan umumnya wilayah Indonesia merupakan daerah potensi pertanian.

Strategi pemberdayaan pola pertanian ramah lingkungan dengan penggunaan

pupuk kompos ditujukan untuk mengurangi ketergantungan pada pupuk kimia,

oleh karena itu perlu direalisasikan transfer teknologi penggunaan pupuk kompos

siap pakai dan berkualitas tinggi. Ketergantungan pada pupuk kimia dan situasi

mahalnya harga pupuk kimia, maka dilakukan pengembangan bioteknologi berupa

pembuatan pupuk organik. Namun hanya sebagian kecil (30%) para petani di desa

Gondang yang saat ini menggunakan pupuk organik dari kotoran ternak atau limbah

pertanian. Persepsi positif masyarakat petani akan fungsi pupuk organik dirasa

masih kurang dan perlu untuk diteliti.

Perumusan Masalah

Sesuai dengan latar belakang yang telah dikemukakan, langkah awal dalam

penelitian ini, perlu segmentasi sasaran dan perumusan masalah dalam bentuk

pertanyaan sebagai berikut;

a. Bagaimana karakteristik petani menurut ciri-ciri internal dan eksternalnya?

b. Bagaimana persepsi petani terhadap inovasi untuk menggunaan pupuk

kompos kotoran ternak produk P4S Bumi Lestari?

c. Bagaimana hubungan karakteristik internal dan eksternal petani dengan

persepsi terhadap inovasi untuk menggunakan pupuk kompos kotoran ternak?

Tujuan Penelitian

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui secara rinci persepsi petani dalam

menggunakan pupuk kompos Produk P4S Bumi Lestari Sragen. Secara lebih rinci

tujuan penelitian ini adalah;

a. Menggambarkan karakteristik internal dan eksternal petani.

b. Mengetahui persepsi petani terhadap inovasi untuk menggunakan pupuk

kompos kotoran ternak produk P4S Bumi Lestari.

c. Menganalisis hubungan karakteristik internal dan eksternal petani dengan

persepsi petani untuk menggunaan pupuk kompos kotoran ternak Produk

(15)

Kegunaan Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi beberapa pihak, yakni;

1. Bagi peneliti dapat memberi wawasan baru dan dapat menjadi sarana yang

efektif dalam menambah pengetahuan tentang pupuk kompos kotoran ternak

dan persepsi petani dalam menggunakan pupuk tersebut.

2. Sebagai bahan pertimbangan P4S Bumi Lestari dalam pengambilan

keputusan untuk menentukan kebijakan dalam menjaring petani

(16)

KERANGKA PEMIKIRAN

Persepsi petani terhadap inovasi untuk menggunakan pupuk kompos kotoran

ternak dipengaruhi oleh karakteristik internal yang meliputi : umur, pendidikan,

pendapatan, pengalaman bertani dan jumlah tanggungan keluarga. Sedangkan

karakteristik eksternal petani meliputi : status lahan, luas lahan, media informasi dan

interaksi dengan petani lain.

Pendidikan formal maupun non formal yang dimiliki seseorang akan

membentuk persepsi orang tersebut terhadap inovasi. Seseorang yang memiliki

pendidikan formal maupun non formal yang tinggi cenderung lebih cepat dalam

menerima sesuatu gagasan baru, sehingga dapat dikatakan terdapat hubungan antara

pendidikan formal dan non formal dengan persepsi. Petani yang telah berpengalaman

cenderung akan memiliki kemampuan dan ketrampilan yang tinggi, sehingga lebih

pandai dalam memilih cara-cara berusaha tani yang paling menguntungkan,

pengalaman ini akan berhubungan dengan pembentukan persepsi.

Tingkat pendapatan akan mempengaruhi status sosial petani. Tingkat

pendapatan keluarga cenderung menentukan setiap pengambilan keputusan dalam

pengelola usaha taninya. Status dan luas lahan yang ada pada petani berhubungan

dengan pembentukan persepsi terhadap inovasi dikaitkan dengan sifat inovasi

tersebut yang sederhana, efektif dan efisien dalam pelaksanaannya. Semakin kredibel

sumber informasi yang digunakan, ada kecenderungan semakin sering sumber

informasi tersebut dihubungi dan digunakan petani.

Tingkat keuntungan relatif adalah perbandingan keuntungan menggunakan

pupuk kompos dan pupuk kimia. Perbandingan keuntungan relatif tersebut dilihat

dari pandangan petani tentang penggunaan pupuk mana yang lebih menguntungkan

secara ekonomi. Tingkat kesesuaian dilihat dari pandangan petani tentang sesuai atau

tidaknya inovasi pupuk kompos kotoran ternak dengan nilai-nilai atau kebiasaan

yang sudah ada sebelumnya, pengalaman sebelumnya dan kebutuhan petani. Tingkat

kerumitan ini dilihat dari pandangan petani tentang mudah tidaknya inovasi pupuk

kompos itu digunakan. Tingkat kemudahan dilihat dari pandangan petani tentang

mudah tidaknya penerapan inovasi dicoba, terutama dalam skala kecil. Tingkat

kemudahan untuk dilihat hasilnya dari ada tidaknya hasil yang dapat dengan mudah

(17)

Keberhasilan dalam menggunakan pupuk kompos kotoran ternak di daerah

Desa Gondang tidak hanya ditentukan oleh potensi alamnya saja tetapi dipengaruhi

juga oleh persepsi petani terhadap penggunaan pupuk kompos kotoran ternak

tersebut. Persepsi petani dalam penelitian ini dilihat dari lima indikator : (1) tingkat

keuntungan relatif, (2) tingkat kesesuaian, (3) tingkat kerumitan, (4) tingkat

kemudahan untuk dicoba dan (5) tingkat kemudahan untuk dilihat hasilnya.

Karakteristik internal dan eksternal diduga mempengaruhi persepsi petani

terhadap penggunaan pupuk kompos kotoran ternak. Penelitian mengenai persepsi

petani terhadap inovasi untuk menggunakan pupuk kompos kotoran ternak di Desa

Gondang, Kecamatan Gondang secara skematis dapat dilihat pada Gambar 1

Gambar 1. Hubungan Karakteristik Petani dengan Persepsi Petani terhadap inovasi untuk Menggunakan Pupuk Kompos Kotoran Ternak

Persepsi petani terhadap inovasi pupuk kompos kotoran ternak

• Keuntungan relatif • Interaksi dengan petani

(18)

TINJAUAN PUSTAKA Karakteristik Petani

Zahid (1997), menyebutkan bahwa karakteristik individu atau personal faktor

yang perlu diperhatikan adalah umur, tingkat pendidikan, dan karakteristik

psikologik. Termasuk karakteristik psikologik adalah rasionalitas, fleksibilitas

mental, dogmatisme, orientasi terhadap usaha tani, dan kecenderungan atau

kemudahan menerima informasi.

Sari (1995) menyatakan bahwa karakteristik individu akan dibawa dalam

pekerjaan seorang individu sehingga menimbulkan berbagai macam maksud, tujuan,

kepentingan, kebutuhan, kesukaan, kesetiaan, kesusahan, kegemaran, kecakapan,

kemampuan, dan lain- lain.

Saleh (1984) menyebutkan bahwa karakteristik individu yang mempengaruhi

persepsi meliputi : mata pencaharian, jenis kelamin, tingkat pendidikan,

keikutsertaan kursus, jumlah anggota keluarga usia kerja, jumlah ternak yang

dimiliki, umur, serta penghasilan.

Persepsi

Rakhmat (2004) menjelaskan bahwa persepsi adalah pengalaman seseorang

tentang obyek, peristiwa, atau hubungan–hubungan yang diperoleh dengan

menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan. Menurut Sarwani (2003) persepsi

adalah pandangan atau sikap terhadap sesuatu hal yang menumbuhkan motivasi,

dorongan, kekuatan, dan tekanan yang menyebabkan seseorang melakukan atau tidak

melakukan sesuatu.

Dua faktor yang mempengaruhi proses pembentukan persepsi yaitu faktor

stuktural dan faktor fungsional. Faktor struktural berasal semata–mata dari sifat

rangsangan (stimuli) fisik dan efek–efek saraf yang ditimbulkannya pada sistem saraf

individu. Itu berarti secara struktural persepsi ditentukan oleh jenis dan bentuk

rangsangan yang diterima. Sedangkan faktor fungsional berasal dari kebutuhan,

pengalaman masa lalu, dan hal–hal lain yang termasuk ke dalam faktor pribadi, jadi

yang menentukan persepsi secara fungsional ialah karakteristik orang yang memberi

respons terhadap rangsangan tersebut (Rakhmat, 2004)

Proses terbentuknya persepsi tidak terlepas dari bantuan alat indera sebagai

(19)

Sedangkan persepsi adalah proses bagaimana stimuli–stimuli itu diseleksi, di

organisasikan dan diinterpretasikan (Solomon dalam Sutisna, 1999). Gambar 1 berikut menggambarkan bagaimana stimuli ditangkap melalui indra dan kemudian

diproses oleh penerima stimuli (persepsi).

Gambar 2. Proses Pembentukan Persepsi Berdasarkan Model Solomon (Sutisna, 1999)

Reksowardoyo (1983) menyatakan bahwa faktor utama dalam persepsi

adalah kemampuan seseorang mengambil sejumlah fakta dan informasi yang terbatas

dan kemudian menyesuaikannya kepada suatu gambaran secara keseluruhan. Dua

faktor yang perlu dipertimbangkan dalam proses pembentukan persepsi yaitu : (1)

informasi yang sangat menunjang dimulainya persepsi dan (2) keadaan internal yang

cenderung membantu interpretasi informasi baru yang lebih berarti terhadap kesan

yang telah terbentuk.

Effendy (1993), menyatakan bahwa persepsi adalah penginderaan yang

dipengaruhi oleh pengalaman, kebiasaan dan kebutuhan. Kemampuan mempersepsi

antara orang yang satu dengan yang lain, tidak akan sama meskipun mereka sama-

sama dalam satu organisasi atau kelompok. Hal itu disebabkan persepsi tersebut

dipengaruhi oleh aktivitas komunikasi orang tersebut baik ia seorang komunikator

atau komunikan. STIMULASI Penglihatan Suara Bau Rasa Tekstur

Indra penerima (Sensasi)

Perhatian Interpretasi

(Pemberian Arti) Tanggapan

(20)

Inovasi Peternakan

Gonzales dalam Jahi (1988) mengemukakan bahwa ketika suatu inovasi diperkenalkan kepada suatu komunitas pertanian, tidak setiap orang akan

mengadopsi inovasi tersebut. Dikatakan lebih lanjut bahwa setelah mempelajari

penggunaan pupuk organik, sejumlah kecil petani akan mempelajari sikap yang layak

terhadap pemakaian pupuk itu. Beberapa petani kemudian mencobanya pada suatu

petak, kemudian membandingkannya dengan pupuk lain. Jika pupuk tersebut terbukti

lebih baik, maka petani akan mengadopsinya.

Suatu inovasi akan diterima atau ditolak tidak lepas dari pertimbangan-

pertimbangan apakah inovasi tersebut secara ekonomis menguntungkan atau tidak

bagi pengembangan usaha tani yang dikelola. Pertimbangan- pertimbangan tersebut

pada dasarnya tertumpu pada keadaan sumberdaya yang dimiliki oleh calon adopter.

Oleh karena itu Soekartawi (1988) menegaskan bahwa dalam proses pengambilan

keputusan adopsi inovasi selalu dipengaruhi oleh : (1) faktor sosial, (2) faktor

budaya, (3) faktor personal dan (4) faktor situasional.

Soekartawi (1988) mengatakan bahwa faktor-faktor situasional meliputi

pendapatan usahatani, ukuran usahatani, status pemilikan tanah, prestise masyarakat,

sumber-sumber informasi yang digunakan dan tingkat kehidupan. Lebih jauh

dikatakan pula bahwa karakteristik personal meliputi umur, pendidikan, karakteristik

psikologi.

Soekanto (1987) mengatakan bahwa faktor–faktor penyebab hambatan adopsi

inovasi, yaitu :

1) Sistem nilai yang dianut, apabila hal yang baru bertentangan dengan nilai-

nilai yang berlaku, maka daya serap praktis tertutup adanya.

2) Perangkat kaidah-kaidah masyarakat, artinya kalau hal baru diperlukan tidak

serasi dengan kaidah-kaidah masyarakat yang berlaku, maka tidak ada daya

serap masyarakat.

3) Pola interaksi yang berlaku, kalau interaksi yang ada tidak didukung hal-hal

baru, maka daya serap tidak ada.

4) Taraf pendidikan formal dan informal tertentu, melatih manusia untuk

senantiasa menyesuaikan diri dengan sesamanya maupun dengan masyarakat

(21)

5) Tradisi yang dipelihara secara turun temurun, adanya tradisi yang kuat tidak

dengan sendirinya berarti tidak ada daya serap terhadap unsur–unsur yang

datang dari luar, lazimnya daya penyerapan itu ada, apabila memperkuat dan

mengembangkan tradisi yang ada.

6) Sikap tidak terbuka terhadap hal–hal yang baru.

7) Adanya anutan yang tidak mampu menyerasikan ’konservatisme’ dengan

’inovatisme’.

Jahi (1988) mengartikan inovasi sebagai suatu ide, cara, ataupun suatu benda

yang dianggap baru oleh seseorang dan merupakan sesuatu yang berbeda dari

kebiasaan umum. Inovasi memiliki dua pengertian yaitu berupa pemasukan atau

pengenalan hal–hal baru dan berupa penemuan baru yang berbeda dari yang sudah

ada.

Inovasi merupakan suatu ide, perilaku, metode, informasi, praktek–praktek

baru dan produk yang belum banyak diketahui/diterapkan/dilaksanakan oleh

sebagian besar masyarakat dalam lokalitas tertentu yang dapat digunakan atau

mendorong terjadinya perubahan di segala aspek kehidupan masyarakat, demi

terwujudnya perbaikan–perbaikan mutu hidup setiap individu dan seluruh warga

masyarakat yang bersangkutan (Mardikanto,1993).

Rogers (1983) menjelaskan bahwa inovasi mempunyai karakteristik (1)

keuntungan relatif, yakni besar kecilnya keuntungan dari inovasi, (2) kompatibilitas,

yakni tingkat kesesuaian inovasi dikaitkan dengan pengalaman dan kebutuhan, (3)

kompleksitas, yakni mudah tidaknya inovasi itu dipahami, (4) trialabilitas, yakni

mudah tidaknya inovasi untuk dicoba dan (5) observabilitas, yakni mudah tidaknya

hasil maupun cara penerapan inovasi untuk diamati dan dipelajari.

Lebih jauh Rogers (1983) beranggapan bahwa keuntungan relatif tidak hanya

dalam soal keuntungan finansial, tetapi juga segi-segi sosial (gengsi), preferensi (rasa

enak dan kurang enak), teknis, dan kepraktisan (mudah sulitnya digunakan). Ia

menambahkan bahwa keuntungan relatif berhubungan positif dengan kecepatan

adopsi.

Rogers (1983) menyebutkan bahwa kompleksitas inovasi adalah derajat

kerumitan atau kesulitan yang dipersepsi dari inovasi itu bisa dimengerti dan/atau

(22)

Observabilitas suatu inovasi adalah sejauh mana hasil inovasi itu dapat dilihat

atau dirasakan oleh penganut yang berpotensi ( potential adopters).

Kendala-kendala Petani Mengadopsi Inovasi

Kendala-kendala yang berhubungan dengan tingkat keputusan petani

mengadopsi suatu inovasi, perlu ditelaah faktor-faktor yang berhubungan dengan

input dan output rumah tangga petani, serta lingkungan rumah tangga petani.

Kendala- kendala input rumah tangga petani dapat dilihat antara lain :

1) Sumber- sumber lahan.

Menurut Soekartawi (1988) petani pemilik lahan lebih luas memungkinkan

mereka melakukan usaha taninya lebih lanjut dan makin dibutuhkan.

Selanjutnya dikatakan bahwa pemilik tanah dengan status hak pemilikan

lebih inovatif dibandingkan dengan petani bukan pemilik.

2) Tenaga Kerja.

Salah satu faktor yang menentukan petani mengadopsi teknologi adalah

tersedianya tenaga kerja terampil, baik tenaga kerja keluarga maupun tenaga

kerja yang disewa atau tenaga kerja lainnya. Walaupun tenaga kerja yang

dibutuhkan itu tersedia, bila produktivitas kerjanya rendah tetap merupakan

kendala bagi pengadopsi teknologi.

3) Modal

Salah satu sifat inovasi adalah keuntungan relatif, yaitu secara ekonomis

menguntungkan bila dilihat dari biaya yang dikeluarkan lebih rendah,

pemakaian tenaga kerja dan waktu lebih hemat, resiko kegagalan dapat

diperhitungkan, hasilnya segera terlihat (Rogers, 1983).

Berdasarkan hal tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa kendala-

kendala yang berhubungan dengan input rumah tangga petani yang

mengakibatkan pula kemungkinan penolakan suatu inovasi adalah : (1)

sempitnya lahan yang dimiliki, (2) tidak tersedianya tenaga kerja yang

(23)

Pemupukan

Ketersediaan unsur hara yang dapat diserap tanaman merupakan salah satu

faktor yang dapat mempengaruhi pertumbuhan dan tingkat produksi tanaman.

Macam dan jumlah unsur hara yang tersedia dalam tanah pada dasarnya harus

terdapat dalam keadaan yang cukup dan seimbang dengan tingkat produksi yang

diharapkan. Pada umumnya tanaman mempunyai batas toleran terhadap masalah

kesuburan tanah secara spesifik, sehingga berdasarkan hal itu dapat disusun pula

pertanaman yang sesuai dengan masalah yang dihadapi (Sutrisno, 1989)

Kartasapoetra dan Sutejo (1987) menyatakan bahwa sisa-sisa atau seresah

tanaman, dan binatang, misalnya limbah atau kotoran hewan, demikian pula kompos,

bungkil, tepung tulang dan sebagainya dapat diubah di dalam tanah menjadi bahan–

bahan organik tanah, lazim disebut pupuk alam atau pupuk organik. Pupuk kotoran

ternak dapat dikatakan selain mengandung unsur makro (Nitrogen, fosfor,

Kalium,dsb) juga mengandung unsur-unsur mikro (kalsium magnesium, tembaga

serta sejumlah kecil mangan, tembaga, borium,dll.) yang semuanya membentuk

pupuk, menyediakan unsur-unsur atau zat-zat makanan bagi kepentingan

pertumbuhan dan perkembangan tanaman.

Pupuk organik mempunyai fungsi yang penting yaitu untuk menggemburkan

lapisan tanah permukaan (top soil), meningkatkan populasi jasad renik,

mempertinggi daya serap dan daya simpan air, yang keseluruhannya dapat

meningkatkan kesuburan tanah pula (Kartasapoetra dan Sutejo ,1987).

Peran penting pupuk dalam meningkatkan produksi pangan diperlihatkan

dalam hasil–hasil dari kegiatan Freedom From Hunger Fertilizer Programme

(FFHFP) di 31 negara. Peningkatan rata–rata berat dari perlakuan pupuk yang paling

baik untuk semua tanaman yang di uji ialah sebesar (58%) (Sutrisno, 1989).

Enjang (2007) menyebutkan keuntungan yang bisa didapat para petani dari

penggunaan pupuk organik yaitu, bahan pupuk organik mudah didapatkan, biaya

yang dikeluarkan relatif kecil, harga jual dari padi yang dihasilkan sangat tinggi,

beras yang dihasilkan bila dimasak tahan lama juga efek dari pupuk organik terhadap

tanah tidak ada dan bila biasanya di lahan 100 bata dengan menggunakan pupuk

(24)

mencapai 1 ton. Nasir (2007) menyebutkan bahwa penggunaan pupuk, pestisida, dan

bahan kimia lainnya yang terus menerus dapat merusak biota tanah, keresistenan

hama dan penyakit, serta dapat merubah kandungan vitamin dan mineral beberapa

komoditi sayuran dan buah.

Menurut Nasir (2007), penggunaan bokashi (bahan organik yang telah

difermentasikan) EM (Efektif Mikroorganisme) secara rinci berpengaruh terhadap :

peningkatan ketersediaan nutrisi tanaman, aktivitas hama dan penyakit/patogen dapat

ditekan, peningkatan aktivitas mikroorganisme indogenus yang menguntungkan

seperti Mycorhiza, Rhizobium, bakteri pelarut fosfat, dan lain-lain. Selain itu juga

mengurangi kebutuhan pupuk dan pestisida kimia dan fiksasi Nitrogen, ramah

lingkungan dan produk yang dihasilkan tidak tercemar oleh bahan-bahan kimia yang

membahayakan kesehatan dan lingkungan.

Leiwakabessy dan Sutadi (1998) menyatakan jenis dan jumlah pupuk yang

ditambahkan perlu disesuaikan dengan jumlah unsur hara yang tersedia dalam tanah

dan jumlah unsur hara yang dibutuhkan tanaman. Kegiatan pemupukan harus

dilakukan secara profesional, di samping usaha mendeteksi unsur hara, perlu juga

dipahami seluk beluk tanaman dan tanah, sehingga jenis pupuk, dosis, waktu dan

cara pemberian dapat dilakukan dengan tepat.

Sasongko dan Sauki (2006) menyatakan bahwa pupuk kompos kotoran ternak

dapat menyuburkan tanah, memperbaiki tekstur tanah sehingga unsur hara yang

tersedia maupun yang ditambahkan dapat dimanfaatkan oleh tanaman lebih efisien

dan untuk melaksanakan pedoman lima tepat dalam pemupukan yaitu tepat jumlah,

tepat jenis, tepat tempat, tepat waktu dan tepat cara. Pedoman lima tepat ini

disarankan agar diperoleh tingkat efisiensi yang tinggi dalam pemupukan

Proses Pengomposan mempunyai beberapa keuntungan, yaitu; a). Resiko

kegagalan sangat kecil; b). Tidak memerlukan bioaktivator dan hanya memanfaatkan

limbah cair; c). Mutu produk tinggi dan homogen; d). Kebutuhan tenaga kerja

rendah; e). Ramah lingkungan (Darnoko, 2006)

Anonim (1998), proses pelapukan bahan organik dalam tanah oleh

mikroorganisme tanah menyebabkan unsur hara lebih tersedia bagi tanaman. Bakteri

(25)

memegang monopoli tiga buah pokok transformasi enzimatik yaitu nutrifikasi,

oksidasi sulfur dan fikasi N. Jadi bakteri dapat dianggap sebagai tenaga besar yang

hebat dalam tanah.

Pembuatan pupuk kompos kotoran ternak P4S Bumi Lestari Sragen dengan

bantuan EM (Efektif Mikroorganisme) disajikan dalam gambar 3.

Digundukkan dan ditutup terpal

Gambar 3. Pembuatan Pupuk Kompos Kotoran Ternak Produk P4S Bumi Lestari Sragen

Hubungan Karakteristik Petani dan Persepsi Petani Terhadap Inovasi Teknologi

Meskipun seseorang atau beberapa orang berada dalam tempat yang sama

mengalami kejadian yang sama serta mengalami stimulan yang sama, kemungkinan

terjadi penerimaan, penafsiran yang berbeda terhadap obyek atau peristiwa yang

mereka alami. Persepsi seperti juga sensasi yang dikatakan Rakhmat (2004)

ditentukan oleh faktor personal dan faktor situasional. Faktor–faktor personal yang

secara langsung mempengaruhi kecermatan persepsi adalah : (1) pengalaman, yang

tidak selalu diperoleh lewat belajar formal, (2) motivasi, (3) kepribadian.

Soekartawi (1988) menjabarkan bahwa alasan petani mengadopsi inovasi

disebabkan oleh faktor situasi yaitu situasi di mana mereka mendapatkan dirinya

sendiri dalam proses difusi inovasi, yang termasuk faktor ini di antaranya pendapatan

usahatani, ukuran usahatani, status pemilikan tanah, prestise masyarakat,

sumber-sumber informasi yang digunakan dan tingkat kehidupan.

(26)

Hubungan karakteristik petani dengan persepsinya terhadap inovasi teknologi

telah banyak diteliti, beberapa hasil penelitian dan pendapat para ahli diuraikan di

bawah ini :

(1) Umur

Umur berhubungan dengan cepat tidaknya adopsi teknologi oleh petani, hal

ini sesuai dengan yang dikatakan Soekartawi (1988) bahwa petani yang lebih

tua tampaknya cenderung kurang melakukan divusi inovasi pertanian

dibandingkan dengan mereka yang umurnya relatif muda.

(2) Pendidikan

Tingkat pengetahuan seseorang berhubungan dengan tingkat penilaian dan

keputusan adopsi inovasi, seperti yang dikatakan oleh Rogers (1983) bahwa

orang-orang yang mengadopsi inovasi lebih awal dalam proses difusi,

cenderung lebih berpendidikan. Hal yang sama dikatakan oleh Soekartawi

(1988) bahwa mereka yang berpendidikan lebih tinggi relatif lebih cepat

melaksanakan adopsi.

(3) Pengalaman bertani

Faktor pengalaman mempunyai hubungan positif dengan kecepatan adopsi

inovasi. Menurut Soekartawi (1988) petani yang berpengalaman lebih cepat

mengadopsi teknologi dibandingkan dengan petani yang belum atau kurang

berpengalaman.

(4) Pendapatan

Menurut Soekartawi (1988) petani yang berpenghasilan rendah lambat untuk

melakukan difusi inovasi, sebaliknya petani yang berpenghasilan tinggi

mampu untuk melakukan percobaan-percobaan dan perubahan.

(5) Status dan luas pemilikan lahan

Status dan luas lahan menentukan petani untuk dapat mengambil keputusan

secepatnya dalam upaya menerapkan suatu unsur inovasi. Menurut

Soekartawi (1988) ukuran lahan usahatani berhubungan positif dengan

adopsi. Penggunaan teknologi pertanian yang lebih baik akan menghasilkan

(27)

METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu

Penelitian dilaksanakan di Desa Gondang Kecamatan Gondang Kabupaten

Sragen, pada petani yang menggunakan pupuk kompos produk P4S Bumi Lestari

Sragen. Penelitian di lakukan selama bulan November 2006.

Populasi dan Sampel Populasi

Populasi penelitian adalah petani yang menggunakan pupuk kompos produk

P4S Bumi Lestari Sragen yang berada di Desa Gondang, Kecamatan Gondang,

Kabupaten Sragen. Populasi petani seluruhnya berjumlah 120 orang dan menyebar di

Desa Gondang.

Sampel

Pengambilan sampel dalam penelitian ini diawali dengan penentuan lokasi

yang dilakukan secara sengaja (purposive). Selanjutnya dari desa yang terpilih diambil sampel responden secara random sampling untuk memastikan bahwa segmen dari populasi dapat terwakili dalam sampel, sebanyak 25 persen dari

populasi yang ada. Mengingat populasi petani lebih dari seratus orang, maka

dilakukan sampling dengan prosedur pengambilannya merujuk prosedur yang

dikemukakan oleh Arikunto (1998), bahwa apabila populasi lebih dari seratus orang,

dapat diambil sampel sebanyak antara 10-25 persen dan apabila populasi sama atau

kurang dari seratus orang harus diambil semua. Berdasarkan pertimbangan tersebut,

maka dalam penelitian ini dari 120 orang populasi petani, ditetapkan sampel 25

persen yaitu sebanyak 30 orang petani

Desain Penelitian

Penelitian dirancang sebagai survai yang bersifat deskriptif korelasional.

Peubah bebas adalah karakteristik internal dan eksternal petani dan peubah tidak

bebas adalah persepsi petani terhadap penggunaan pupuk kompos kotoran ternak

(28)

Data dan Intrumentasi

Data yang dikumpulkan meliputi data primer dan data sekunder. Data primer

diperoleh melalui wawancara terstruktur dengan responden, sedangkan data sekunder

adalah data tentang keadaan umum dan data yang diperoleh dari P4S Bumi Lestari.

Instrumen penelitian adalah kuesioner yang dibagi menjadi dua yaitu : (1) bagian

yang berisi pertanyaan untuk mengukur karakteristik internal dan eksternal petani,

dan (2) bagian yang berisi pertanyaan untuk mengukur persepsi petani terhadap

inovasi untuk menggunakan pupuk kompos kotoran ternak produk P4S Bumi Lestari.

Pengumpulan Data Data dikumpulkan melalui :

1. Pengamatan langsung di lapangan dan wawancara dengan menggunakan

kuesioner

2. Pengumpulan data sekunder dari bahan rujukan, buku dan data yang

diperoleh dari P4S Bumi Lestari dan dari Kecamatan Gondang dan dari

dinas-dinas yang terkait.

Analisis Data

1. Analisis deskriptif

Analisis deskriptif di lakukan untuk mengetahui karateristik petani yang

meliputi umur, pengalaman bertani, pendidikan, tingkat pendapatan, status

lahan, luas lahan, jumlah tanggungan keluarga, media informasi dan interaksi

dengan petani lain.

2. Analisis rataan skor untuk melihat persepsi petani terhadap inovasi untuk

menggunakan pupuk kompos kotoran ternak

3. Analisis korelasional

(29)

(

1

)

d = Selisih dua jenjang untuk indikator yang sama n = Banyak jenjang

rs = Koefisien korelasi rank Spearman

Definisi Istilah

Definisi operasional dan beberapa istilah yang dipergunakan dalam penelitian

ini adalah sebagai berikut :

1. Karakteristik internal dan eksternal petani : beberapa ciri petani yang meliputi umur, pendidikan formal, pendidikan non formal, pengalaman berternak, tingkat

pendapatan keluarga, status lahan,luas lahan, jumlah tanggungan keluarga, media

informasi dan interaksi dengan petani lain.

Umur : usia jumlah tahun sejak responden dilahirkan sampai saat menjadi responden dalam penelitian. Dikategorikan dalam : umur muda, yaitu umur

responden yang sama atau di bawah umur rata-rata dan umur tua yaitu umur

responden di atas umur rata-rata.

Pendidikan Formal: lamanya responden duduk di bangku sekolah formal yang terakhir ditempuh responden. Dikategorikan : tidak tamat SD dan tamat

SD yang didasarkan pada sebaran populasi.

Pendidikan Non Formal: kursus atau pelatihan yang pernah diikuti responden. Dikategorikan tidak pernah mengikuti kursus dan pernah

mengikuti kursus.

Tingkat Pendapatan: jumlah penghasilan bersih yang diterima petani dari usaha pertanian dan usaha sampingan yang diperoleh responden setiap

bulannya. Dikategorikan : rendah, apabila penghasilan bersih responden yang

nilainya di bawah atau sama dengan pendapatan rata-rata. Tinggi, apabila

jumlah penghasilan bersih responden yang nilainya di atas pendapatan

rata-rata.

Status Lahan: sifat kepemilikan lahan garapan yang digunakan untuk usaha tani/ternaknya. Dikategorikan pemilik dan penyewa didasarkan pada sebaran

(30)

Luas Lahan: hamparan areal tanah yang digarap responden yang dinyatakan dalam ha yang didasarkan dalam sebaran populasi, dikategorikan : lahan

sempit dan lahan luas.

Pengalaman Bertani adalah lamanya (tahun) responden bekerja di bidang pertanian sampai saat diwawancara. Dikategorikan : rendah yaitu pengalaman

bertani sama atau kurang dari rata-rata dan tinggi yaitu pengalaman bertani

diatas rata-rata, didasarkan pada sebaran populasi.

Interaksi dengan petani lain adalah hubungan yang menimbulkan proses komunikasi, interaksi yang dimaksud adalah aksi dan reaksi yang membahas

masalah pertanian. Dikategorikan : rendah yaitu interaksi dengan petani lain

sama atau kurang dari rata-rata dan tinggi yaitu interaksi dengan petani lain di

atas rata-rata, didasarkan pada sebaran populasi.

Media Informasi adalah sarana yang ada pada P4S Bumi Lestari. Dikategorikan tersedia yaitu jika media informasi mengenai pupuk kompos

itu ada dan tidak tersedia jika media informasi mengenai pupuk kompos tidak

ada.

2. Persepsi petani terhadap Inovasi untuk menggunakan pupuk kompos kotoran ternak adalah penilaian dan pernyataan responden tentang inovasi untuk menggunakan pupuk kompos kotoran ternak yang meliputi : keuntungan

relatif (relative advantage), tingkat kesesuaian (compatibility), tingkat kerumitan

(complexity), tingkat kemudahan untuk dicoba (triability), dan mudah diamati

atau dirasakan (observability). dilihat lima indikator.

Keuntungan Relatif (relative advantage), adalah tingkatan di mana suatu ide baru dapat dianggap suatu yang lebih baik daripada ide-ide yang ada

sebelumnya dan secara ekonomis menguntungkan.

Tingkat Kesesuaian (compatibility), menunjukkan kesesuaian inovasi pupuk kompos kotoran ternak dengan nilai-nilai, kepercayaan masyarakat,

kebiasaan yanag telah ada, pengalaman sebelumnya dan kebutuhan petani. • Tingkat Kerumitan (complexity), menggambarkan tingkat kesukaran dari

inovasi penggunaan pupuk kompos kotoran ternak. Indikator tingkat

kerumitan adalah tingkat kesukaran memahami dan melaksanakan inovasi

(31)

Tingkat Kemudahan untuk Dicoba (triability), menggambarkan derajat kemungkinan pupuk kompos kotoran ternak untuk dicoba.

Tingkat Kemudahan di Lihat Hasilnya (observability), menggambarkan derajat kemungkinan hasil inovasi dari penggunaan pupuk kompos kotoran

(32)

GAMBARAN UMUM LOKASI

Desa Gondang secara administratif terletak di Kecamatan Gondang,

Kabupaten Daerah Tingkat II Sragen, Jawa Tengah. Batas wilayah sebelah utara

berbatasan dengan Kecamatan Sambung Macan, sebelah timur Propinsi Jawa Timur,

sebelah selatan berbatasan dengan Desa Glonggong dan sebelah barat berbatasan

dengan Desa Plosorejo dan Desa Bumiaji. Desa Gondang memiliki luas wilayah

sebesar 388.100 ha, wilayah ini berada 85 meter di atas permukaan air laut. Curah

hujan Desa Gondang rata-rata 2.084,2 mm per tahun atau 173,63 mm per bulan dan

suhu udara rata-rata 20-27oC.

Usaha tani di desa ini merupakan mata pencarian utama bagi sebagian besar

penduduk. Data yang tercatat pada profil Desa Gondang tahun 2005 yaitu sebanyak

530 orang yang berprofesi sebagai petani dari jumlah penduduk sebanyak 7.614

orang.

Wilayah Gondang beriklim tropis sangat bagus untuk dijadikan lahan

pertanian dan setiap tahunnya dapat tiga kali panen, sehingga kebutuhan akan suplai

pupuk sangat tinggi. Selama berpuluh tahun yang lalu petani senang menggunakan

pupuk kimia untuk menyuburkan tanamannya, tetapi lama kelamaan tanah menjadi

rusak.

Tanah yang sekian lama rusak akibat kebanyakan menggunakan pupuk kimia

bisa pulih kembali setelah menggunakan pupuk kompos kotoran ternak. Hasil

tanaman yang menggunakan pupuk kompos kotoran ternak untuk tanah yang sudah

lama tercemar pupuk kimia bisa terlihat hasilnya setelah enam kali panen dan

menggunakan pupuk kompos kotoran ternak murni.

Pada saat ini petani yang ada di Kabupaten Sragen khususnya yang berada di

Desa Gondang sudah beralih menggunakan pupuk kompos kotoran ternak, karena di

nilai lebih menguntungkan daripada pupuk kimia.

Peternakan yang ada di Kecamatan Gondang di bagi dalam ternak besar (sapi

dan kerbau), ternak kecil (kambing dan domba), sedangkan populasi unggas

diantaranya: ayam kampung, ayam ras, itik, itik manila dan angsa. Sebagian besar

petani yang ada di Kecamatan Gondang juga merangkap sebagai peternak, karena

(33)

ternak. Jenis pemilikan ternak yang mereka budidayakan diantaranya sapi, kambing,

angsa dan ayam.

Pusat Pelatihan Pertanian dan Pedesaan Swadaya (P4S) Bumi Lestari Sragen

berdiri sejak tahun 1998 yang berada di Kecamatan Gondang. Melihat peluang

banyak peternakan yang ada di Kecamatan Gondang maka timbul keinginan untuk

membuat inovasi pupuk kompos kotoran ternak. P4S Bumi Lestari adalah salah satu

pelopor bagi petani untuk menggunakan pupuk kompos kotoran ternak, karena selain

menyuburkan tanaman, pupuk kompos kotoran ternak juga ramah lingkungan. Pupuk

produk P4S Bumi Lestari Sragen merupakan pupuk majemuk yang mengandung

unsur makro dan mikro yang cocok digunakan pada berbagai jenis tanaman

diantaranya : padi, jagung, kedelai, kacang-kacangan, tomat, cabai, kobis, semangka,

melon, buah-buahan, salak, pisang, kentang, bawang putih, bawang merah, dan

persemaian padi.

Pupuk produk P4S Bumi Lestari diproduksi menggunakan bahan baku

diantaranya : limbah hewan, kotoran kambing atau ayam ras, arang sekam, serbuk

gergaji, limbah organik, dolomit, bekatul, aktivatur, tetes tebu dan air sumur. Pupuk

kompos kotoran ternak Bumi Lestari Sragen mempunyai sifat utama dalam

memperbaiki struktur tanah yaitu: menyuburkan lapisan tanah permukaan,

meningkatkan populasi jasad permukaan, mempertinggi daya serap akar dan daya

simpan air, memperbaiki drainase tata udara sehingga suhu stabil, dan tidak

meninggalkan sisa asam organik di dalam tanah, dapat menetralkan tanah, baik tanah

(34)

HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Petani

Karakteristik petani yang diamati dalam penelitian ini adalah karakteristik

internal dan karakteristik eksternal yang meliputi : 1) umur, 2) pendidikan formal, 3)

pendidikan non formal, 4) pendapatan, 5) luas lahan, 6) status lahan, 7) pengalaman

bertani, 8) jumlah tanggungan keluarga, 9) interaksi dengan petani lain, 10) Media

informasi. Sebaran petani menurut karakteristik petani dapat disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1. Sebaran petani menurut karakteristik petani

No Karakterisitk Internal dan Eksternal

2 Pendidikan formal Tidak sekolah – Tidak tamat SD

Tamat SD – Tamat SMA

3

27

10

90

3 Pendidikan non Formal Tidak pernah

Pernah

10

20

33

67

4 Pendapatan Rendah (Rp. 1.075.000- Rp.2.384.150)

Tinggi (Rp.2.384.151- Rp.8.000.000)

7 Pengalaman bertani Rendah (2- 20 tahun)

Tinggi (21- 45 tahun)

16

14

53

47

8 Jumlah tanggungan keluarga

9 Interaksi dengan petani lain

10 Media Informasi Tersedia

(35)

Umur

Tabel 1 menunjukkan umur petani yang menggunakan pupuk kompos

berkisar antara 31-48 tahun dan termasuk dalam kategori muda ( 60%) dan (40%)

berkategori tua. Secara umum Tabel 1 menunjukkan bahwa petani sebagian besar

termasuk ke dalam kelompok berusia muda. Mayoritas anggota petani yang

menggunakan pupuk kompos kotoran ternak P4S Bumi Lestari berusia antara 31-48

tahun dan sebagian kecil berusia tua antara 49-65 tahun. Semakin muda petani

biasanya mempunyai semangat untuk ingin tahu apa yang belum mereka ketahui.

Dengan demikian mereka berusaha untuk lebih cepat melakukan adopsi inovasi

walaupun mereka sebenarnya masih belum berpengalaman dalam adopsi inovasi

tersebut (Soekartawi, 1988). Mengacu pada pendapat tersebut, petani yang

menggunakan pupuk kompos kotoran ternak mayoritas berusia muda sehingga dapat

dikatakan berpotensi untuk menerima inovasi dengan cepat.

Pendidikan Formal

Tingkat pendidikan formal petani umumnya tergolong tinggi (90%) tamat

SD. Latar belakang pendidikan formal petani yang relatif dapat baca tulis ini sangat

potensial untuk dikembangkan dan dibina sumberdayanya lebih lanjut yang

merupakan modal mereka untuk lebih terbuka terhadap adopsi inovasi. Tingkat

pendidikan responden tersebut akan mempengaruhi persepsi mereka terhadap

inovasi. Seperti yang diungkapkan Hadi dalam Witjaksono (1990) menyatakan bahwa semakin tinggi pendidikan formal, akan semakin tinggi pula kemampuannya

untuk menerima, menyaring, dan menerapkan inovasi yang dikenalkan kepadanya.

Pendidikan Non Formal

Sebagian besar petani (67%) pernah mengikuti pendidikan non formal,

sebagian kecil ( 33%) yang tidak pernah mengikuti pendidikan non formal. Dengan

demikian mayoritas petani memiliki pengalaman mengikuti pendidikan non-formal

yang didapat adalah dengan mengikuti kursus atau pelatihan pembuatan pupuk

kompos kotoran ternak, selain itu mereka juga pernah mengikuti pelatihan

menjalankan traktor, sehingga hal tersebut akan memberi pengetahuan yang baru

(36)

Pendapatan

Tingkat pendapatan petani sebagian besar (73%) dengan rata-rata pendapatan

Rp. 2.384.150 kisaran terendah Rp. 1.075.000 dan tertinggi Rp. 8.000.000. Hasil

tersebut memperlihatkan adanya variasi pendapatan. Variasi pendapatan tersebut

menurut Hermawanto (1993) sangat tergantung oleh berbagai faktor antara lain : 1)

faktor yang berhubungan dengan luas penguasaan lahan garapannya, yang

mempunyai lahan lebih luas akan mampu memproduksi lebih besar dan

penghasilannya juga relatif lebih tinggi, 2) status pemilikan lahannya, yang

mempunyai status pemilik akan lebih besar penghasilannya, 3) faktor yang

berhubungan dengan jenis cabang usahatani atau usahaternak yang dikerjakan akan

mempunyai penghasilan yang lebih besar, 4) macam pekerjaan tambahan yang

diperoleh oleh petani, faktor ini memberikan penghasilan yang besarnya bergantung

pada skala usaha yang dijalankan.

Luas Lahan

Rata-rata luas lahan yang digarap untuk usahatani dan ternaknya 0,5039 ha,

dengan kisaran luas lahan paling sempit 0,175 ha dan terluas 1,65 ha. Pada umumnya

petani mempunyai luas lahan yang sempit (73%) dan selebihnya memiliki luas lahan

yang luas (27%). Kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa petani yang

menggarap lahan yang luas umumnya mempunyai status sosial ekonomi yang lebih

baik dan lebih banyak dapat memanfaatkan lahannya untuk usaha tani sehingga

produksi yang dihasilkan lebih tinggi

Status Lahan

Status lahan yang digarap sebagian besar (83%) adalah pemilik, sisanya

sebanyak (17%) adalah lahan sewaan. Faktor ini dapat menjadi salah satu pendukung

tambahan mereka, karena yang mempunyai status pemilik lahan akan relatif lebih

besar penghasilannya.

Pengalaman Bertani

Keseluruhan responden dalam penelitian ini mayoritas (53%) memiliki

pengalaman yang rendah ( 2-20 tahun). Sedangkan yang berada dalam kisaran (21-45

(37)

yang mempengaruhi persepsi berasal dari kebutuhan, pengalaman masa lalu dan

hal-hal lain yang termasuk ke dalam faktor pribadi ( Rakhmat, 2004)

Jumlah Tanggungan Keluarga

Mayoritas petani (67%) memiliki jumlah tanggungan keluarga yang masuk

kategori kecil, sementara (33%) memiliki jumlah tanggungan keluarga yang besar.

Besar kecilnya jumlah tanggungan keluarga akan mempengaruhi petani dalam

mempertimbangkan keputusan dalam menjalankan usaha taninya. Seperti

diungkapkan oleh Soekartawi (1988) bahwa anggota keluarga sering dijadikan

sebagai bahan pertimbangan dalam pengambilan keputusan untuk menerima suatu

inovasi.

Interaksi dengan Petani Lain

Interaksi dengan petani lain sebagian besar tergolong rendah sebanyak 70%,

sedangkan 30 % tergolong tinggi, ini dikarenakan mereka kumpul dengan petani lain

dalam kelompok tani hanya setiap dua minggu sekali. Interaksi yang dimaksud

adalah petani membicarakan masalah bidang pertanian dengan petani lain, disini

mereka saling tukar pikiran atau tukar informasi.

Media Informasi

Sebagian besar petani mengetahui akan pupuk kompos kotoran ternak sebesar

(97%) dari media yang disediakan yaitu berupa leaflet, dan hanya (3%) yang tidak

mengetahuinya.

Persepsi Petani terhadap Inovasi Untuk Menggunakan Pupuk Kompos Kotoran Ternak

Persepsi petani terhadap inovasi untuk menggunakan pupuk kompos kotoran

ternak dalam penelitian ini terdiri dari lima butir, yaitu : 1) persepsi terhadap

keuntungan relatif (manfaat ekonomis, manfaat/ kelebihan teknis), 2) persepsi petani

terhadap tingkat kesesuaian (kondisi lingkungan, adat istiadat, kebutuhan), 3)

persepsi petani terhadap tingkat kerumitan ( penggunaan), 4) persepsi petani terhadap

tingkat kemudahan dapat dicobanya suatu inovasi (di coba dalam skala kecil), 5)

persepsi petani terhadap tingkat kemudahan untuk dilihat hasilnya (produksi (hasil),

kualitas produksi (mutu)). Rogers (1983) menyebutkan bahwa kelima ciri inovasi

tersebut sama-sama penting. Persepsi petani terhadap inovasi untuk menggunakan

(38)

Tabel 2. Rataan skor persepsi petani terhadap inovasi untuk menggunakan pupuk kompos kotoran ternak

No Variabel Dimensi variabel Rataan skor

1 Keuntungan relatif 1.1Manfaat ekonomis

1.2Manfaat kelebihan teknis

2,73

2,42

2 Kesesuaian 2.1 Kondisi lingkungan

2.2 Kebiasaan / adat istiadat

2.3 Kebutuhan

3,00

2,73

2,90

3 kerumitan 3.1 Penggunaan 2,90

4 T.Kdapat dicoba 4.1 Dicoba dalam skala kecil 2,90

5 T.Kdapat dilihat

Persepsi Petani terhadap Keuntungan Relatif

Rogers (1983) beranggapan bahwa keuntungan relatif suatu tidak hanya

dalam soal keuntungan finansial, tetapi juga segi-segi sosial (gengsi), preferensi

(rasa enak dan kurang enak), teknis, dan kepraktisan (mudah sulitnya digunakan).

Keuntungan relatif suatu inovasi adalah tingkatan dimana suatu ide baru dapat

dianggap suatu hal yang lebih baik daripada ide-ide yang ada sebelumnya, dan secara

ekonomis menguntungkan. Keuntungan relatif dibedakan menjadi dua macam, yaitu

1) manfaat ekonomis adalah keuntungan atau pendapatan yang diperoleh dengan

adanya inovasi, 2) manfaat/ kelebihan teknis adalah keuntungan dari peningkatan

hasil dan dari segi biaya. Suatu inovasi akan cepat diadopsi apabila inovasi tersebut

memberikan keuntungan yang lebih baik dibanding teknologi yang ada sebelumnya.

Berdasarkan pada Tabel 2, rataan skor mengenai manfaat ekonomis adalah

2,73. Nilai tersebut mempunyai arti petani menyatakan bahwa dari manfaat

ekonomis inovasi untuk menggunakan pupuk kompos kotoran ternak dianggap

(39)

menggunakan pupuk kimia. Satu kwintal pupuk kompos kotoran ternak produk P4S

Bumi Lestari seharga Rp.35.000,-, sedangkan pupuk Urea Rp.1.200,-/kg, ZA Rp.

1.050,-/kg, SP-36 Rp.1.550,-/kg, NPK Phonska Rp.1.750,-/kg, NPK Pelangi

Rp.2.500,-/kg dan NPK Mutiara Rp.4.000,-/kg. Rataan skor mengenai manfaat atau

kelebihan teknis adalah 2,42. Nilai tersebut menunjukkan petani menganggap bahwa

inovasi untuk menggunakan pupuk kompos kotoran ternak sama saja dengan

penggunaan pupuk kimia.

Persepsi Petani terhadap Kesesuaian

Hanafi (1987) mengatakan bahwa suatu inovasi adalah sejauh mana inovasi

dianggap konsisten dengan nilai-nilai yang ada, pengalaman masa lalu dan

kebutuhan penerima. Kesesuaian suatu inovasi dibedakan menjadi tiga macam, yaitu

1) kondisi lingkungan adalah keadaan tempat tinggal petani, 2) adat istiadat adalah

tata cara, nilai budaya atau kebiasaan petani, 3) kebutuhan adalah keinginan yang

cocok dengan kondisi petani. Ide yang tidak sesuai dengan ciri-ciri sistem sosial yang

menonjol akan tidak diadopsi secepat ide yang sesuai. Berdasarkan Tabel 2, rataan

skor untuk kesesuaian inovasi dalam menggunakan pupuk kompos kotoran ternak

terhadap kondisi lingkungan adalah 3,00. hal ini menunjukkan kondisi lingkungan

sangat sesuai dalam penerapan inovasi pupuk kompos kotoran ternak. Sangat

cocoknya kondisi lingkungan ini didukung oleh bahan baku pembuatan pupuk

kompos kotoran ternak yaitu kotoran ternak yang sangat melimpah di daerah

tersebut. Selain itu dalam pengolahannya dapat meningkatkan nilai tambah kotoran

ternak juga mengurangi tingkat pencemaran yang ditimbulkan oleh kotoran ternak.

Rataan skor mengenai adat istiadat adalah 2,73. hal ini menunjukkan bahwa

inovasi pupuk kompos kotoran ternak merupakan inovasi yang konsisten dengan

nilai budaya serta tidak bertentangan dengan adat kebiasaan masyarakat.

Rataan skor mengenai kebutuhan adalah 2,90. hal ini menunjukkan dalam

penggunaan pupuk kompos kotoran ternak sangat sesuai dengan kebutuhan

masyarakat atau petani setempat. Sehingga ketersediaan pupuk kompos kotoran

ternak sangat dibutuhkan untuk meningkatkan hasil produksi tanamannya.

Persepsi Petani terhadap Tingkat Kerumitan

Rogers (1983), menyebutkan tingkat kerumitan inovasi adalah kesulitan yang

(40)

adopters-nya. Tingkat kerumitan untuk menggunakan pupuk kompos kotoran ternak di antaranya yaitu penggunaan. Berdasarkan pada Tabel 2, rataan skor inovasi untuk

menggunakan pupuk kompos terhadap pengoperasian adalah 2,9. Hal ini

menunjukkan bahwa penggunaan pupuk kompos kotoran ternak mudah untuk

dilakukan. Hal tersebut menunjukkan bahwa pupuk kompos kotoran ternak

merupakan inovasi yang sederhana untuk dilakukan, cara penggunaannya tidak sulit.

Persepsi Petani terhadap Tingkat Kemudahan Untuk Dicoba

Menurut Hanafi (1987), tingkat kemudahan untuk dicoba adalah suatu tingkat

di mana suatu inovasi dapat dicoba dengan skala kecil. Ide baru yang dapat dicoba

biasanya diadopsi lebih cepat daripada inovasi yang tidak dapat dicoba lebih dulu.

Berdasarkan pada Tabel 2, rataan skor inovasi untuk menggunakan pupuk kompos

kotoran ternak tentang dapat dicobanya inovasi dalam skala kecil adalah 2,90. Hal

tersebut menunjukkan bahwa pupuk kompos kotoran ternak merupakan inovasi yang

dapat dicoba dalam skala kecil.

Persepsi terhadap Tingkat Kemudahan Untuk Dilihat Hasilnya

Rogers (1983) mengemukakan bahwa tingkat kemudahan suatu inovasi untuk

dilihat hasilnya adalah derajat di mana hasil inovasi itu dapat dilihat atau dirasakan

oleh penganut yang berpotensi( potential adopter). Tingkat kemudahan untuk dapat diamati dibedakan menjadi dua macam, yaitu 1) produksi adalah hasil yang diperoleh

dari penggunaan pupuk kompos kotoran ternak, 2) kualitas produksi adalah mutu

yang dihasilkan dari produksi.

Berdasarkan Tabel 2, rataan skor inovasi untuk menggunakan pupuk kompos

kotoran ternak tentang produksi adalah 2,8. Hal tersebut menunjukkkan bahwa

produksi (hasil) sangat terlihat, karena dalam tiap musim panen produksi mereka

mengalami peningkatan dibandingkan sebelum menggunakan pupuk kompos kotoran

ternak.

Rataan skor mengenai kualitas produksi (mutu) adalah 2,73. Hal ini

menunjukkan bahwa pupuk kompos kotoran ternak dari kotoran ternak mempunyai

mutu yang sangat baik dibandingkan pemberian pupuk dengan menggunakan pupuk

(41)

Hubungan Antara Karakteristik Petani dengan Persepsi Petani Terhadap Inovasi Untuk Menggunakan Pupuk Kompos Kotoran Ternak

Hasil analis uji rank Spearman antara karakteristik internal dan eksternal petani dengan persepsi petani terhadap inovasi untuk menggunakan pupuk kompos

kotoran ternak disajikan pada Tabel 3.

Tabel 3. Hubungan Antara Karakteristik Internal dan Eksternal dengan Persepsi Petani Terhadap Inovasi Untuk Menggunakan Pupuk Kompos Kotoran Ternak

Karakteristik internal dan eksternal

Koefisien korelasi rank Spearman (rs)

Persepsi terhadap inovasi penggunaan pupuk kompos kotoran ternak

Keuntungan

Pendidikan non formal -0,131 -0,236 -0,189 0,236 0,279

Pendapatan 0,161 0,193 0,325 -0,173 0,027

Luas lahan -0,118 -0,019 -0,116 -0,148 0,041

Status lahan -0,083 -0,149 -0,120 -0,149 -0,035

Pengalaman bertani 0,097 0,239 0,388* -0,142 -0,211

Jumlah tanggungan keluarga 0,275 0,219 0,066 -0,130 -0,024

Interaksi dengan petani lain 0,049 0,248 0,263 0,022 0,139

Media informasi -0,034 -0,062 -0,050 0,557** 0,337

Keterangan : T.K : Tingkat Kesesuaian *

nyata pada α = 0,05 **

sangat nyata pada α = 0,01

Keeratan hubungan pada kolom persepsi terhadap inovasi untuk menggunakan pupuk kompos kotoran ternak dibagi dalam empat area, yaitu : tidak ada hubungan/hubungan lemah ( rs = 0,00–0,25 ), hubungan cukup erat (rs = 0,26–0,50 ), hubungan erat ( rs = 0,5–0,75 ), hubungan sangat erat (rs = 0,76–1,00) ( Colton dalam Hastono, 2001).

Umur

Hasil analisis korelasi rank Spearman pada Tabel 3 menunjukkan bahwa umur mempunyai hubungan yang cukup erat dengan persepsi terhadap tingkat

kerumitan dan umur memiliki hubungan tidak nyata dengan semua persepsi tentang

penggunaan pupuk kompos kotoran ternak, kecuali pada tingkat kesesuaian. Umur

berhubungan nyata positif dengan persepsi tentang tingkat kesesuaian, artinya seiring

(42)

mendukung pendapat Gonzales ( Jahi,1988) bahwa pengadopsian inovasi yang lebih

cepat mungkin saja berusia muda atau tua.

Pendidikan Formal

Pendidikan formal memiliki hubungan lemah dengan persepsi tentang

penggunaan pupuk kompos kotoran ternak, kecuali pada tingkat kemudahan untuk

dilihat hasilnya yang memiliki hubungan yang cukup erat dan positif. Petani yang

berpendidikan lebih tinggi memiliki persepsi tentang tingkat kemudahan untuk

dilihat hasilnya yang lebih baik dibanding petani yang berpendidikan rendah.

Korelasi tersebut mendukung dengan pendapat Soekartawi (1988) yang

menyebutkan bahwa mereka yang berpendidikan tinggi lebih cepat dalam

melaksanakan adopsi inovasi. Begitu pula sebaliknya, mereka yang berpendidikan

rendah agak sulit melakukan adopsi inovasi dengan cepat.

Pendidikan Non Formal

Pendidikan non formal memilikim hubungan lemah dengan persepsi tentang

penggunaan pupuk kompos kotoran ternak, namun pada tingkat kemudahan untuk

dilihat hasilnya memiliki hubungan yang cukup erat dan positif (rs 0,279). Hal ini

sesuai dengan pengamatan di lapangan bahwa sebagian besar petani baik yang

pernah mendapatkan pendidikan non formal atau tidak semua cenderung

memberikan persepsi yang positif terhadap inovasi penggunaan pupuk kompos

kotoran ternak.

Pendapatan

Pendapatan berkorelasi positif pada persepsi keuntungan relatif, tingkat

kesesuaian, tingkat kemudahan untuk dilihat hasilnya dan berkorelasi negatif pada

persepsi tingkat kemudahan untuk dicoba, dan pada tingkat kerumitan mempunyai

hubungan yang cukup erat dan positif. Artinya besar kecilnya penghasilan tidak

berpengaruh terhadap persepsi tentang penggunaan pupuk kompos kotoran ternak.

Luas Lahan

Luas lahan berkorelasi negatif pada persepsi keuntungan relatif, tingkat

kesesuaian, tingkat kesederhanaan, kemudahan untuk dicoba, dan berkorelasi positif

pada tingkat kemudahan untuk dilihat hasilnya, namun korelasinya lemah sehingga

(43)

hubungan yang tidak nyata di antara petani yang memiliki luas lahan sempit maupun

sebaliknya dengan persepsi terhadap inovasi untuk menggunakan pupuk kompos

kotoran ternak. Hal ini diduga karena penguasaan lahan garapan yang tersebar

merata dengan rata-rata luas lahan 0,5039 ha dan terluas 1,65 ha.

Status Lahan

Status lahan tidak mempunyai hubungan yang nyata dengan persepsi terhadap

inovasi untuk menggunakan pupuk kompos kotoran ternak. Hal ini berarti bahwa

tidak ada perbedaan persepsi terhadap pupuk kompos kotoran ternak diantara petani

yang status lahannya penyewa atau pemilik.

Pengalaman Bertani

Hasil analisis korelasi rank Spearman menunjukkan bahwa pengalaman bertani memiliki hubungan tidak nyata denagn persepsi inovasi untuk menggunakan

pupuk kompos kotoran ternak kecuali pada tingkat kerumitan (rs 0,388). Pengalaman

bertani berhubungan nyata dan positif dengan persepsinya tentang tingkat

kesederhanaan, hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi persepsi tentang tingkat

kesederhanaan seiring dengan bertambahnya pengalaman.

Jumlah Tanggungan Keluarga

Jumlah tanggungan keluarga mempunyai hubungan cukup erat dan positif

dengan persepsinya tentang keuntungan relatif, dan berhubugan lemah dengan

tingkat kesesuaian, tingkat kerumitan, tingkat kemudahan untuk dicoba dan tingkat

kemudahan untuk dilihat hasilnya. Artinya banyak sedikitnya jumlah tanggungan

keluarga ternyata tidak memberikan pengaruh yang berarti pada persepsi petani

untuk menggunakan pupuk kompos kotoran ternak.

Interaksi dengan Petani Lain

Interaksi dengan petasni lain mempunyai hubungan yang cukup erat dan

positif dengan persepsinya tentang tingkat kerumitan, dan berhubungan lemah

dengan tingkat kemudahan untuk dilihat hasilnya, artinya sering tidaknya petani

berinteraksi dengan petani lain tidak memberikan pengaruh yang berarti pada

(44)

Media Informasi

Hasil analisis media informasi mempunyai hubungan sangat nyata dan positif

pada tingkat kemudahan untuk dicoba (rs 0,557), hal ini menunjukkan bahwa

semakin banyak media informasi yang didapat atau diperoleh maka inovasi itu

dianggap mudah untuk dimengerti dan digunakan oleh petani, dan mempunyai

hubungan yang cukup erat dan positif dengan persepsinya tentang tingkat

(45)

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan

Petani yang menggunakan pupuk kompos kotoran ternak P4S Bumi Lestari

Sragen sebagian besar termasuk dalam kelompok usia muda, dengan tingkat

pendidikan formal lulus SD sebanyak (90%) dan petani yang pernah mendapatkan

pendidikan non formal sebanyak (67%). Pendapatan petani sebagian besar

berpenghasilan rendah yaitu antara Rp. 1.075.000,- Rp. 2.384.150,-/bulan. Status

lahan yang mereka garap sebagian besar sebagai pemilik yang rata-rata luas lahan

untuk usaha tani sebesar 0,5039 ha, dengan kisaran luas lahan paling sempit 0,175 ha

dan terluas 1,65 ha. Petani mempunyai pengalaman bertani yang masih rendah yaitu

antara 2-20 tahun. Jumlah tanggungan keluarga masuk kategori sedikit yaitu 1-4

orang. Interaksi dengan petani lain rata-rata rendah yaitu 2 kali/bulan Sebagian besar

responden menyatakan bahwa ada ketersediaan informasi mengenai pupuk kompos

kotoran ternak P4S Bumi Lestari Sragen.

Persepsi petani terhadap inovasi untuk menggunakan pupuk kompos kotoran

ternak cenderung mendukung sepenuhnya inovasi tersebut.

Hasil uji korelasi rank Spearman menunjukkan media informasi mempunyai hubungan sangat nyata dan positif dengan persepsinya terhadap inovasi mengenai

kemudahan untuk dapat dicoba. Umur mempunyai hubungan nyata dan positif

dengan persepsinya terhadap tingkat kesesuaian, pengalaman bertani mempunyai

hubungan nyata dan positif dengan persepsinya terhadap tingkat kesederhanaan.

Karakteristik internal dan eksternal dalam kegiatan inovasi secara keseluruhan

mempunyai hubungan tidak nyata dengan persepsi terhadap inovasi untuk

menggunakan pupuk kompos kotoran ternak.

Saran

Secara umum persepsi tentang inovasi untuk menggunakan pupuk kompos

kotoran ternak produk P4S Bumi Lestari Sragen sudah baik. Oleh karena itu, perlu

dipertahankan interaksi dan komunikasi antara petani dengan P4S Bumi Lestari

Gambar

Gambar 1. Hubungan Karakteristik Petani dengan Persepsi Petani
Gambar 2. Proses Pembentukan Persepsi Berdasarkan Model Solomon
Gambar 3. Pembuatan Pupuk Kompos Kotoran Ternak Produk P4S Bumi Lestari Sragen
Tabel 1. Sebaran petani menurut karakteristik petani
+4

Referensi

Dokumen terkait

Taman Nasional Gunung Merapi (TNGM) merupakan kawasan yang memiliki hutan dengan beberapa tipe perubahan penggunaan lahan akibat aktifitas manusia maupun proses

Strategi pembelajaran yang dirancang berdasarkan pendekatan konstruktivis (teori Bruner) untuk topik geometri khususnya tentang konsep volume bangun- bangun ruang

Menurut Rebber dalam Muhibbin (2006: 121) “kemampuan awal atau prasyarat awal untuk mengetahui adanya perubahan”. Hal ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui situasi

Budidaya polikultur mencakup beberapa tahapan persiapan tambak, perawatan dan pemeliharaan, ketiga hal ini sangat penting dilakukan untuk mendapatkan hasil yang baik pada

mengajar kelas pendidikan khas masalah penglihatan, guru ICT, guru data, guru bestari, warden, penasihat pengakap.. 93 Dapatan kajian dibahagikan kepada tiga tema iaitu

b) Hubungan dengan sekolah Guru dalam menjalankan tugasnya, yakni mendidik dan mengajar anak-anak dalam kelas harus ada hubungan timbal balik, baik dari segi paedagogis ataupun

Dari beberapa sumber literature diatas penulis menyimpulkan bahwa cara yang paling baik untuk menyebarkan kembali pencak silat adalah dengan perancangan sebuah fasilitas

Selain pendekatan saintifik, kegiatan pembelajaran Pendidikan Agama Katolik dan Budi Pekerti menggunakan pendekatan kateketis sebagai ciri pembelajarannya.Pendekatan