• Tidak ada hasil yang ditemukan

Optimalisasi kondisi ekstraksi kurkuminoid temulawak: waktu, suhu, dan nisbah

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Optimalisasi kondisi ekstraksi kurkuminoid temulawak: waktu, suhu, dan nisbah"

Copied!
30
0
0

Teks penuh

(1)

OPTIMALISASI KONDISI EKSTRAKSI

KURKUMINOID TEMULAWAK: WAKTU, SUHU,

DAN NISBAH

RAHMAT SULAEMAN BASALMAH

DEPARTEMEN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

OPTIMALISASI KONDISI EKSTRAKSI

KURKUMINOID TEMULAWAK: WAKTU, SUHU,

DAN NISBAH

RAHMAT SULAEMAN BASALMAH

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains pada

Departemen Kimia

DEPARTEMEN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(3)

ABSTRAK

RAHMAT SULAEMAN BASALMAH. Optimalisasi Kondisi Ekstraksi Kurkuminoid Temulawak: Waktu, Suhu, dan Nisbah. Dibimbing oleh GUSTINI SYAHBIRIN dan BAMBANG SRIJANTO.

Temulawak merupakan salah satu jenis tanaman yang paling banyak digunakan sebagai bahan baku pembuatan jamu dan obat. Khasiat temulawak dalam menyembuhkan berbagai penyakit terutama disebabkan oleh adanya senyawa kurkuminoid. Bermacam-macam perlakuan digunakan dalam mengoptimalkan ekstraksi kurkuminoid yang terdapat dalam temulawak. Dalam penelitian ini, temulawak direfluks dalam etanol dengan nisbah bahan baku terhadap pelarut 1:4, 1:6, dan 1:8 selama 1, 2, 3, dan 4 jam dengan pemanasan pada suhu 35, 45, dan 55 °C. Setelah itu, ekstrak dipekatkan dengan penguap putar pada suhu 40 °C dan diukur kadar kurkuminoidnya. Nilai kadar kurkuminoid optimum diperoleh pada suhu 35 °C, nisbah bahan baku-pelarut 1:4.8799, dan waktu ekstraksi 1.4 jam. Hasil validasi kadar kurkuminoid dalam ekstrak etanol temulawak dengan metode permukaan respons adalah 19.8815% sementara dengan spektrofotometri sinar tampak diperoleh kadar kurkuminoid sebesar 20.3%.

ABSTRACT

RAHMAT SULAEMAN BASALMAH. Extraction Condition Optimization of Temulawak Curcuminoid: Time, Temperature, and Ratio. Supervised by GUSTINI SYAHBIRIN and BAMBANG SRIJANTO.

(4)

OPTIMALISASI KONDISI EKSTRAKSI

KURKUMINOID TEMULAWAK: WAKTU, SUHU,

DAN NISBAH

RAHMAT SULAEMAN BASALMAH

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains pada

Departemen Kimia

DEPARTEMEN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(5)

Judul : Optimalisasi Kondisi Ekstraksi Kurkuminoid Temulawak: Waktu, Suhu, dan Nisbah

Nama : Rahmat Sulaeman Basalmah NIM : G44201051

Disetujui:

Pembimbing I, Pembimbing II,

Dra. Gustini Syahbirin, M.S. Ir. Bambang Srijanto

NIP 131842414 NIP 680003303

Diketahui:

Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Pertanian Bogor

Dr.Ir. Yonny Koesmaryono, M.S.

NIP 131473999

(6)

Alhamdulillahirrabbil’aalamiin, penulis hanturkan ke hadirat Allah SWT atas segala rahmat, kasih sayang, dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah ini. Karya ilmiah ini disusun berdasarkan hasil penelitian yang dilaksanakan mulai Juli 2005 sampai Maret 2006 di Laboratorium Kimia Organik FMIPA IPB dan Laboratorium Farmasi BPPT dengan judul Optimalisasi Kondisi Ekstraksi Kurkuminoid Temulawak: Waktu, Suhu, dan Nisbah.

Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada Ibu Dra. Gustini Syahbirin, MS dan Bapak Ir. Bambang Srijanto selaku pembimbing yang baik atas segala bimbingan, dorongan semangat, dan ilmu yang diberikan kepada penulis selama penelitian dan penyusunan karya ilmiah ini. Terima kasih tak terhingga kepada kedua orang tua tercinta dan adikku tersayang yang selalu memberikan doa, dorongan semangat, bantuan materi, kesabaran, dan kasih sayang kepada penulis.

Terima kasih juga tak lupa penulis ucapkan kepada Tommy, Endang dan Emil, atas bantuannya dalam mencari pustaka; kepada Mas Dwi atas bantuannya dalam analisis RSM; kepada para laboran di Kimia Organik, khususnya Bapak Sabur, yang selalu mau berdiskusi untuk mencari solusi bagi masalah yang penulis temui dalam penelitian di Lab Organik; kepada Kak Riki atas bantuannya dalam analisis kurkuminoid, kepada Bang Salim, Mbak Ani, Mbak Inul, Tika, dan Om Farid atas bantuannya mengolah rimpang temulawak, kepada Mas Indra, Kang Agung, Joe, Mas Zaim, Mbak Etta atas kerjasama yang baik dalam laboratorium. serta kepada Mas Heri , Bapak Nano, M. Faisal Ismail dan Ilkomers’38 atas segala fasilitas dan kemudahan yang telah diberikan. Penghargaan yang tak terhingga tak lupa penulis sampaikan kepada alm. Ibu Zuraida Fatma, Kak Budi, Kak Ian, Mbak Ega, Bang Ucup dan Dedy atas segala bantuannya, serta kepada teman-teman Kimia 38 atas persaudaraan yang terjalin selama ini.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, April 2006

(7)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 30 Januari 1985 dari ayah Daud Basalmah dan ibu Mulyani. Penulis merupakan putra pertama dari dua bersaudara.

Pendidikan formal penulis sampai dengan tingkat SMU diselesaikan di Jakarta. Pada tahun 2001 penulis lulus dari SMU SULUH Jakarta dan pada tahun yang sama lulus dari seleksi masuk IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB. Penulis memilih Program Studi Kimia, Departemen Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Bidang yang diminati penulis ialah kimia organik.

(8)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL... viii

DAFTAR GAMBAR ... viii

DAFTAR LAMPIRAN... viii

PENDAHULUAN ... 1

TINJAUAN PUSTAKA Botani Temulawak... ... 1

Kompisisi Kimia Temulawak ... 2

Ekstraksi... 2

Optimalisasi Kondisi Operasi ... 4

Analisis Kuantitatif Kurkuminoid... 4

BAHAN DAN METODE Bahan dan Alat ... 5

Metode... 5

HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Proksimat Temulawak ... 6

Perlakuan Pendahuluan ... 6

Ekstraksi ... 6

Analisis Kuantitatif Kurkuminoid ... 7

Optimalisasi Kadar Kurkuminoid... 8

Validasi Ekstrak... 10

SIMPULAN DAN SARAN Simpulan... 10

Saran ... 10

DAFTAR PUSTAKA ... 10

(9)

DAFTAR TABEL

Halaman

1 Komposisi kimia temulawak ... 2

2 Perbandingan teknik metamodeling... 4

3 Kadar proksimat temulawak kering ... 6

4 Presentase ukuran butir temulawak ... 6

5 Hasil validasi ekstrak optimum... 10

DAFTAR GAMBAR

Halaman 1 Tanaman temulawak ... 1

2 Rimpang temulawak ... 2

3 Struktur kurkuminoid... 2

4 Kurva rendemen ekstrak temulawak... 7

5 Kurva hubungan antara absorbansi dan konsentrasi standar kurkumin ... 7

6 Kurva kadar kurkuminoid ekstrak ... 8

7 Kurva 2 dimensi pengaruh waktu dan suhu pada nisbah 1:4 terhadap kadar kurkuminoid... 8

8 Kurva 2 dimensi pengaruh waktu dan suhu pada nisbah 1:4 terhadap kadar kurkuminoid... 9

9 Kurva 2 dimensi pengaruh waktu dan suhu pada nisbah 1:4 terhadap kadar kurkuminoid... 9

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman 1 Diagram alir penelitian ... 13

2 Prosedur analisis proksimat rimpang temulawak ... 14

3 Data hasil rendemen ekstraksi temulawak ... 16

4 Data kadar kurkuminoid ekstrak temulawak ... 17

5 Kurva 3 dimensi pengaruh waktu dan suhu terhadap kadar kurkuminoid... 18

6 Hasil analisis ANOVA dan koefisien kuadratik ... 20

(10)

PENDAHULUAN

Hampir setiap menit kita ditawari berbagai iklan obat–obatan suplemen di televisi, mulai dari produk lokal sampai impor. Semua menjanjikan aman untuk dikonsumsi. Obat-obatan ini merupakan adopsi dari suplemen yang banyak dipajang di apotek dan toko obat ternama. Masyarakat seolah tersihir oleh produk-produk pabrik itu dan tanpa pikir panjang menghabiskan banyak dana untuk membelinya. Padahal lebih baik jika kita ’kembali ke alam’ dengan obat-obatan herbal, yakni memanfaatkan tanaman tradisional sebagai obat. Selain lebih murah, keamanannya lebih terjaga.

Nama temulawak pasti tidak asing lagi bagi masyarakat di pulau Jawa. Di daerah Jawa Tengah, tanaman bernama Latin

Curcuma xanthorhiza Roxb. ini dikenal

sebagai minuman eksotik dengan cita rasa khas. Temulawak yang dicampurkan dengan gula dan kunyit, lalu diseduh dengan air panas dapat menghasilkan rasa tersendiri. Masyarakat Jawa Tengah biasanya memberikan ramuan ini kepada anak-anak untuk meningkatkan nafsu makan mereka (Darma 1980).

Sebagian besar obat tradisional disajikan dalam bentuk ekstrak karena penyajiannya dinilai lebih efisien dan praktis. Penyajiannya pada umumnya dilakukan dengan merendam rajangan atau serbuk bahan dengan air panas. Hal ini merupakan pilihan yang menguntungkan karena biaya produksi yang murah. Khasiat temulawak dalam menyembuhkan berbagai penyakit terutama disebabkan adanya senyawa kurkuminoid. Berdasarkan sifat kelarutannya, kurkuminoid tidak larut sempurna dalam air, maka penggunaan pelarut organik merupakan salah satu pilihan yang perlu mendapatkan perhatian meskipun biaya produksi menjadi lebih mahal. Salah satu upaya yang dilakukan untuk mengurangi besarnya biaya produksi ialah dengan mengoptimalkan ekstrak yang diperoleh.

Kondisi ekstraksi yang berbeda dapat menghasilkan senyawa kurkuminoid dalam jumlah yang berbeda pula. Oleh karena itu, perlu dilakukan optimalisasi kondisi operasi ekstraksi rimpang temulawak agar jumlah kurkuminoid yang dihasilkan meningkat, sekaligus menghasilkan pengetahuan baru yang dapat diaplikasikan dalam industri obat-obatan. Pada penelitian ini, dilakukan ekstraksi rimpang temulawak menggunakan pelarut etanol dengan variasi waktu, suhu, dan

perbandingan jumlah bahan baku-pelarut, kemudian ekstrak dengan kadar kurkuminoid terbesar divalidasi dengan standar kurkuminoid.

TINJAUAN PUSTAKA

Botani Temulawak

Temulawak (Curcuma xanthorhiza Roxb.) merupakan tanaman yang memiliki klasifikasi sebagai berikut: divisi Spermatophyta, sub-divisi Angiospermae, kelas Monocotyledonae, bangsa Zingiberaceae, marga Curcuma, dan jenis Curcuma xanthorrhiza Roxb. Curcuma berasal dari kata arab kurkum yang berarti kuning. Xanthorrhiza berasal dari kata Yunani: xanthos berarti kuning dan rizha

berarti umbi akar. Dalam bahasa Indonesia disebut temulawak (Liang et al 1985). Di Indonesia temulawak dikenal dengan berbagai nama daerah, misalnya temulawak (Sumatera, Jawa), koneng gede (Sunda), di Madura dikenal sebagai temolabak (Dalimartha 2000).

Gambar 1 Tanaman temulawak.

Temulawak termasuk tumbuhan berbatang semu yang batangnya berasal dari pelepah-pelepah daun yang saling menutup membentuk batang. Batang semu ini tumbuh dari rimpang (Sidik 1985). Tinggi tumbuhan dapat mencapai 2 m, berwarna hijau cokelat. Tiap tumbuhan berdaun antara 2 dan 9 helai, bentuk daunnya bulat memanjang atau lanset. Daun berwarna hijau terang sampai hijau gelap dengan ukuran panjang 31–84 cm, lebar 10–18 cm. Daun termasuk tipe daun sempurna, artinya tersusun dari pelepah daun, tangkai daun, dan helai daun. Kadang-kadang terdapat lidah daun (ligula). Pada sisi kiri dan kanan ibu tulang daun, terdapat semacam pita memanjang dengan warna merah keunguan (Dalimartha 2000).

Curcuma xantorrhiza Robx. merupakan

(11)

2

Jawa (Dharma 1980). Temulawak dapat tumbuh di dataran rendah dan dataran tinggi sampai ketinggian 750 m di atas permukaan laut. Sudarman dan Harsono (1980) menyatakan bahwa temulawak dapat tumbuh hingga ketinggian 1800 m di atas permukaan laut. Temulawak dapat tumbuh di tanah-tanah berkapur, tanah ringan berpasir, atau tanah liat yang keras, dengan curah hujan rata-rata 1500–4000 mm/tahun (Djakamiharja 1985).

Sebagai obat tradisional, temulawak paling umum dipakai untuk gangguan hati dan penyakit kuning, baik berupa air perasan ataupun rebusan. Menurut Sidik et al. (1992), penggunaan temulawak dalam ramuan obat tradisional sebagai bahan utama (remedium

cardinale), bahan penunjang (remedium

adjuvans), korigensia warna (corrigentia coloris), dan korigensia aroma (corrigentia odoris).

HO

R1 R2

OH

O OH

Komposisi Kimia Temulawak

Rimpang temulawak segar mengandung minyak atsiri, lemak, zat warna (pigmen), protein, resin, selulosa, pentosa, pati, mineral, dan sebagainya. Kadar masing-masing zat tersebut bergantung pada umur rimpang yang dipanen, selain dipengaruhi oleh letak dan ketinggian tempat temulawak (Sidik 1985).

Gambar 2 Rimpang temulawak.

Kandungan kimia rimpang temulawak dapat dibedakan menjadi beberapa fraksi, yaitu fraksi pati, kurkuminoid, dan minyak atsiri (Sidik et al. 1992). Kandungan senyawa rimpang temulawak tersebut disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1 Komposisi kimia temulawak Komponen senyawa Kadar (%)

Pati 27.62 Lemak 5.38 Minyak Atsiri 10.96

Kurkumin 1.93 Protein 6.44 Serat Kasar 6.89

Sumber: Suwiah 1991. Berdasarkan bobot rimpang kering dengan kadar air 10%.

Fraksi kurkuminoid merupakan komponen yang memberi warna kuning pada rimpang temulawak. Fraksi ini juga digunakan sebagai zat warna dalam makanan, minuman, atau kosmetika. Komponen kurkuminoid diketahui mempunyai berbagai aktivitas hayati dalam spektrum yang luas. Fraksi kurkuminoid dalam rimpang temulawak terdiri atas dua komponen, yaitu kurkumin dan desmetoksikurkumin. Hal ini berbeda dengan kandungan kurkuminoid pada rimpang kunyit (Curcuma domestica Val.) yang mengandung sebuah komponen lainnya, yaitu bis-desmetoksikurkumin (Sidik et al. 1992).

R1 R2

Ome OMe : Kurkumin

Ome H : Desmetoksikurkumin H H : Bis–Desmetoksikurkumin

Gambar 3 Struktur kurkuminoid.

Kurkumin mempunyai rumus molekul C21H20O6 dengan bobot molekul 368,

sedangkan desmetoksikurkumin mempunyai rumus molekul C20H18O5 dengan bobot

molekul sebesar 338. Dengan membandingkan struktur kimia kurkumin, desmetoksikurkumin, dan bis-desmetoksikurkumin, dan berdasarkan aktivitas kurkumin sinergisme dengan desmetoksikurkumin, gugusan aktif pada kurkuminoid diduga terletak pada gugus metoksil, karena pada bis-desmetoksikurkumin, kedua gugus metoksil telah tersubstitusi oleh atom hidrogen.

Menurut Rismunandar (1988), rimpang temulawak mengandung kurkumin 1,4–4%, sedangkan menurut Suwiah (1991), temulawak mengandung kurkumin sebesar 1,93%. Pigmen kurkumin larut dalam pelarut polar seperti etanol, karena tingkat kepolaran kurkumin hampir sama dengan etanol 95%.

Ekstraksi

(12)

Menurut Purseglove et al. (1981), ekstraksi rimpang temulawak untuk memperoleh oleoresin dapat dilakukan menggunakan pelarut polar. Somaatmadja (1981) menyatakan bahwa etilena diklorida merupakan pelarut yang paling banyak digunakan, tetapi etanol pelarut paling aman karena tidak beracun. Etanol dapat mengekstraksi oleoresin lebih banyak dibandingkan dengan pelarut organik lainnya, seperti aseton dan heksana.

Perlakuan pendahuluan sebelum ekstraksi dilakukan bergantung pada sifat senyawa dalam bahan yang akan diekstraksi (Robinson 1995). Perlakuan pendahuluan untuk bahan yang mengandung minyak dapat dilakukan dengan beberapa cara, di antaranya dengan pengeringan bahan baku sampai kadar air tertentu dan penggilingan untuk mempermudah proses ekstraksi dengan memperbesar kontak antara bahan dan pelarut (Harborne 1996).

Menurut List (1989), perendaman suatu bahan dapat menaikkan permeabilitas dinding sel melalui tiga tahapan: (1) masuknya pelarut ke dalam dinding sel tanaman dan membengkakkan sel; (2) senyawa yang terdapat pada dinding sel tanaman akan lepas dan masuk ke dalam pelarut; (3) difusi senyawa yang terekstraksi oleh pelarut keluar dari dinding sel tanaman. Proses ekstraksi padat-cair dipengaruhi oleh banyak faktor, di antaranya lamanya ekstraksi, suhu yang digunakan, pengadukan, dan banyaknya pelarut yang digunakan (Harborne 1996).

Ria (1989) dalam penelitiannya mengekstraksi rimpang temulawak dengan metode maserasi menggunakan 400, 600, dan 800 mL pelarut, selama 1, 3, dan 5 jam, serta berukuran partikel 40 dan 60 mesh untuk melihat pengaruh jumlah pelarut, lama ekstraksi, dan ukuran partikel terhadap rendemen dan mutu oleoresin. Bahan baku diekstrak pada suhu 50 °C dengan kecepatan pengadukan 700 rpm dan menggunakan pelarut metanol, didapatkan bahwa rendemen ekstrak yang diperoleh berkisar antara 15.70 dan 19.19%. Rendemen terbesar diperoleh pada saat jumlah pelarut 600 mL, waktu ekstraksi 3 jam, dan ukuran partikel 40 mesh. Kadar kurkumin yang diperoleh 1.86–3.06%. Suwiah (1991) melakukan ekstraksi rimpang temulawak dengan metode refluks pada suhu 70 °C untuk pelarut etanol 50 dan 95% serta 100 °C untuk pelarut air untuk mendapatkan pengaruh perlakuan bahan dan jenis pelarut pada pembuatan temulawak instan terhadap rendemen dan mutunya.

Ekstraksi dilakukan dengan kecepatan pengadukan magnetik skala 7, lama ekstraksi 3 jam, dan ukuran partikel 60 mesh, dari metode ini didapatkan rendemen sebesar 21.87–66.74%, sementara kadar kurkumin yang diperoleh 0.54–1.94%.

Widyastuti (1995) melakukan ekstraksi kurkumin menggunakan metode maserasi dengan pengadukan untuk melihat pengaruh perbandingan pelarut dan lama ekstraksi terhadap kadar kurkumin yang diperoleh. Kondisi ekstraksi yang digunakan sebagai berikut: perbandingan bahan dengan pelarut 1:5, 1:6, dan 1:7, serta lama ekstraksi 3, 4, dan 5 jam dengan pelarut aseton. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa ekstraksi selama 5 jam menghasilkan rerata rendemen sebesar 10.99% lebih besar dibandingkan dengan 3 jam (8.59%) dan 4 jam (9.92%). Sementara itu, kadar kurkumin ekstrak yang diperoleh untuk waktu ektraksi 3, 4, dan 5 jam berturut–turut sebesar 67.30%, 72.62% dan 77.52%.

Sidik (1985) mengisolasi kurkuminoid menggunakan beberapa metode ekstraksi dengan 9 sistem yang berbeda. Sistem ke-1, menggunakan metode Soxhletasi dengan pelarut eter minyak bumi. Residu diekstraksi ulang dengan alkohol. Sistem ke-2, menggunakan teknik maserasi menggunakan pelarut alkohol. Sistem ke-3, 4, dan 5 menggunakan teknik Soxhletasi berturut-turut dengan aseton, heksana, dan eter minyak bumi sebagai pelarut. Residu di sistem ke-5 disoxhletasi ulang dua kali berturut–turut dengan heksana dan aseton, diuapkan pada tekanan rendah, lalu dibiarkan mengendap. Sistem ke-6, 7, dan 8 menggunakan teknik refluks berturut-turut dengan aseton, heksana dan etanol sebagai pelarut. Sistem ke-9, menggunakan teknik Soxhletasi dengan eter minyak bumi sebagai pelarut. Residu disoxhletasi ulang dengan benzena. Hasil penelitian isolasi kurkuminoid dengan berbagai ekstraksi ini menghasilkan bahwa sistem isolasi ke-3 dan 8 menunjukkan hasil yang lebih baik dibandingkan dengan sistem-sistem lainnya.

(13)

4

dibandingkan dengan waktu lainnya. Nisbah pelarut 1:8 menghasilkan rendemen rerata yang lebih banyak (9.05–10.1%) dibandingkan dengan nisbah pelarut 1:5 (8.64–9.85%). Kadar kurkumin rerata yang terekstraksi dengan nisbah pelarut 1:8 (0.99– 1.39%) lebih tinggi dibandingkan dengan nisbah 1:5 (0.93–1.25%). Suhu 35 °C menghasilkan rendemen ekstrak lebih banyak (9.34–10.01%) dibandingkan dengan suhu 27 °C (8.64–9.85%). Suhu 35 °C menghasilkan kadar kurkumin terekstraksi relatif lebih besar (1.13–1.52%) dibandingkan dengan suhu 27 °C (0.8–1.2%). Kadar kurkumin optimum diperoleh pada saat ekstraksi berlangsung 18 jam pada suhu 35 °C, dan nisbah pelarut 1:8. Yusro (2004) melakukan ekstraksi kurkumin menggunakan metode maserasi dengan pengadukan 100 rpm untuk melihat pengaruh waktu, suhu, dan nisbah pelarut pada ekstraksi kurkumin dari temulawak dengan pelarut etanol. Ekstraksi dilakukan pada suhu ruang dan 35 °C, dengan nisbah pelarut 1:5 dan 1:8, selama 2, 6, 12, 18, dan 24 jam. Diperoleh kadar kurkumin sebesar 0.73–1.58%. Kondisi ekstraksi terbaik terjadi pada suhu 35 °C, nisbah bahan baku dengan pelarut 1:5, dan waktu ekstraksi 18 jam dengan nilai rerata kurkumin yang terekstrak sebesar 1.58%, efisiensi sebesar 44.38– 93.49%.

Optimalisasi Kondisi Operasi

Optimalisasi bertujuan menemukan nilai peubah dalam proses yang menghasilkan nilai terbaik pada syarat–syarat kondisi yang digunakan. Penyelesaian optimalisasi terfokus pada pemilihan peubah terbaik di antara keseluruhan dan proses metode kuantitatif yang efisien termasuk komputer, serta perangkat lunak program komputasi yang termasuk dalam pemilihan yang tepat dan hemat biaya. Selain itu, untuk menjalankan komputer membutuhkan analisis yang kritis, pemahaman pada kesesuaian suatu objek, dan pengalaman sebelumnya yang kadang disebut

engineering judgement” sebelum

menghasilkan informasi yang berguna.

Konsep desain optimalisasi adalah memperlihatkan semua kemungkinan analisis percobaan. Response surface metamodels, metode desain percobaan (dikenal sebagai

response surface methods (RSM)) lebih

menjanjikan. Metode ini terkenal dalam kimia dan teknik industri, desain percobaan ini merupakan bagian dari metode statistika yang digunakan sebagai “kecerdasan” karena

dengan simulasi ataupun percobaan dapat memberikan hasil yang tidak jauh berbeda. Desain percobaan bergantung pada analisis ragamnya atau ANOVA, untuk memilih beberapa titik di luar dari data peubah yang dimiliki memerlukan data yang lebih banyak lagi. Metamodels dapat memberikan hasil yang lebih cerdas untuk memilih data berdasarkan metode regresi standar berupa model polynomial dengan memberikan input untuk mendapatkan output yang diinginkan.

Keuntungan menggunakan RSM sangat banyak. Berikut adalah ringkasan dari kemampuan RSM dibandingkan teknik modeling lainnya yang dapat dilihat kualitas yang diinginkan.

Tabel 2 Perbandingan teknik metamodeling

Tipe Desain Response Surface Methods Neural Networks Traditional Model Reduction Methods Model dinamik

linear Ya Ya Ya Model dinamik

non–linear Ya Ya Tidak Model

fenomena stokastik

Ya Ya Tidak

Data yang dibutuhkan terhadap output yang diberikan

Rendah Tinggi Sedang

Kemampuan untuk menghancurkan identifikasi

Variabel

pembalik Mudah

Variabel pembalik

Sumber: Amanda L. Cundy 2003

Analisis Kuantitatif Kurkuminoid

Analisis kurkuminoid dapat dilakukan dengan beberapa cara, misalnya spektroskopi sinar tampak, titrasi volumetri, dan kromatografi. Analisis kuantitatif kurkuminoid dapat dilakukan dengan spektroskopi sinar tampak berdasarkan pada reaksi pembentukan rubrokurkumin atau rososianin pada panjang gelombang 420 nm (Sidik et al. 1992).

(14)

tipis (KLT). Ekstrak THF memunculkan 5 noda yang berarti memiliki jenis zat yang terekstrak lebih banyak dibandingkan dengan ekstrak etil asetat yang hanya membentuk 4 noda. Selain itu, intensitas warna kurkuminoid yang terbentuk pada lempeng KLT pada ekstrak THF lebih pekat dibandingkan dengan ekstrak etil asetat.

BAHAN DAN METODE

Bahan dan Alat

Bahan–bahan yang digunakan ialah rimpang temulawak berumur 9 bulan berasal dari Biofarmaka, akuades, NaOH 0.02N, NaOH 45%, KI, HCl 0.02N, HCl 25%, larutan Luff Schrool, larutan H2SO4,

CuSO4·5H2O, indikator amilum, etanol teknis,

THF (Unichrom), metanol GR untuk HPLC (Scharlau ME 0315), dan standar kurkumin (sigma).

Alat–alat yang digunakan ialah alat-alat kaca, spektronic20D+, perangkat Kjeltech®, oven, eksikator, perangkat refluks, dan penguap putar Buchi R-114.

Metode

Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kimia Organik, Departemen Kimia FMIPA IPB dan Laboratorium Farmasi, Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), Serpong. Bagan alir penelitian secara umum terdapat pada Lampiran 1.

Perlakuan Pendahuluan

Perlakuan pendahuluan yang dilakukan meliputi pengecilan ukuran rimpang temulawak yang diperoleh dari Pusat Studi Biofarmaka sampai ketebalan ±5–7 mm, kemudian dikeringkan dalam oven pada suhu 50 °C sampai kadar air kurang dari 10% dan digiling. Setelah itu, sampel diayak menggunakan pengayak berukuran 20, 40, 60, 80, dan 100 mesh. Serbuk yang dipisahkan dihitung persen jumlahnya berdasarkan pemisahan pengayakan dan disimpan dalam lemari pendingin. Selain itu, dilakukan juga analisis kandungan proksimat terhadap rimpang segar temulawak (Lampiran 2).

Ekstraksi

Etanol terlebih dahulu dipanaskan dalam labu refluks berukuran 500 mL sampai kondisi operasi yang diinginkan, kemudian sebanyak 25 g serbuk temulawak dimasukkan

ke dalamnya dengan waktu, suhu, dan nisbah pelarut sesuai dengan kondisi operasi.

Ekstraksi dilakukan sebanyak tiga kali ulangan dengan berbagai ukuran mesh dan pengadukan pada putaran 100 rpm adalah:

a.Variabel waktu a. Waktu1 = 1 jam

b. Waktu2 = 2 jam

c. Waktu3 = 3 jam

d. Waktu4 = 4 jam

b.Variabel suhu a. Suhu1 = 35 °C

b. Suhu2 = 45 °C

c. Suhu3 = 55 °C

c.Variabel nisbah pelarut a. Nisbah Pelarut 1 = 1:4

b. Nisbah Pelarut 2 = 1:6

c. Nisbah Pelarut 3 = 1:8

Setelah ekstraksi selesai, ekstrak disaring. Filtrat dimasukkan ke dalam botol untuk selanjutnya dipekatkan dengan penguap putar untuk menentukan besarnya rendemen.

Penguapan dilakukan menggunakan suhu 40 °C sampai tidak ada distilat yang menetes. Rendemen ditentukan dengan membanding-kan bobot ekstrak yang diperoleh setelah dipekatkan terhadap bobot sampel kering yang diekstraksi. Ekstrak yang telah dipekatkan selanjutnya dianalisis kandungan kurkuminoidnya dengan cara mengukur serapannya menggunakan spektrofotometer pada 420 nm.

Analisis Kuantitatif Kurkuminoid

Pembuatan kurva standar kurkuminoid. Standar kurkuminoid dibuat dengan cara melarutkan standar kurkumin ke dalam metanol dengan konsentrasi 1000 ppm dan kemudian dilakukan pengenceran sampai didapatkan konsentrasi 0.2, 0.4, 0.8, 1.6, dan 3.2 ppm. Setelah itu dilakukan pengukuran serapan menggunakan spektrofotometer sinar tampak pada panjang gelombang 420 nm.

(15)

6

Rancangan Percobaan

Hasil penelitian diolah dengan software

Modde 5 dengan program Response Surface

Metamodels (RSM) untuk mengetahui

konsentrasi optimum ekstrak temulawak, serta melihat pengaruh dari perubahan waktu, suhu, dan nisbah pelarut terhadap kandungan kurkuminoid ekstrak temulawak.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Analisis Proksimat Temulawak

Analisis proksimat rimpang temulawak dilakukan untuk mengetahui komposisi kimia rimpang temulawak yang digunakan. Hasil analisis proksimat diketahui bahwa kandungan kurkuminoid yang terdapat dalam rimpang sebesar 2.98%. Hasil ini tidak berbeda jauh dengan beberapa hasil penelitian yang telah dilakukan. Sidik et al. (1992) mendapatkan bahwa kadar kurkuminoid di dalam temulawak sebesar 3.16%. Secara lengkap hasil analisis proksimat rimpang temulawak dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3 Kadar proksimat temulawak kering Komponen senyawa Kadar (%)

Air 10.11 Abu 3.61 Lemak 7.77 Pati 7.33 Protein 6.45 Kurkuminoid 2.98

Perbedaan nilai kandungan kurkuminoid yang diperoleh dapat disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya umur rimpang, tempat tumbuh, dan metode analisis yang digunakan. Rimpang temulawak memiliki kandungan kurkuminoid terbesar pada saat berumur sembilan bulan sejak masa tanam.

Perlakuan Pendahuluan

Perlakuan pendahuluan sebelum ekstraksi menjadi penting artinya untuk mempermudah proses ekstraksi. Perlakuan pendahuluan yang dilakukan bergantung pada sifat senyawa dalam bahan yang akan diekstraksi (Robinson 1995). Perlakuan pendahuluan yang dilakukan pada penelitian ini meliputi pengeringan rimpang dan pengecilan ukuran rimpang. Persentase kadar ukuran butir yang digunakan dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4 Persentase ukuran butir temulawak Ukuran butir (mesh) Kadar (%) 20 26.31 40 41.39 60 23.87 80 7.64 100 0.79 Ekstraksi

Ekstraksi serbuk temulawak dilakukan menggunakan metode refluks dengan bantuan pengadukan pada kecepatan tetap. Ekstraksi dilakukan dengan bantuan pengaduk, kondensor, dan pengatur suhu pada kondisi tertutup. Perancangan alat ekstraksi didasarkan pada efektifitas ekstraksi. Etanol merupakan pelarut yang volatil, sehingga tidak memungkinkan ekstraksi dilakukan dalam keadaan terbuka karena akan mengakibatkan kehilangan pelarut dalam jumlah yang cukup banyak. Kondensor berfungsi menghindari terjadinya penguapan pelarut. Pengadukan berfungsi meningkatkan efektifitas ekstraksi. Penggunaan etanol sebagai pelarut disebabkan karena beberapa hal di antaranya kepolaran, toksisitas, dan penelitian–penelitian sebelumnya.

Kurkuminoid merupakan senyawa yang bersifat polar, kepolarannya disebabkan oleh gugus –OH yang terdapat pada struktur kurkuminoid. Kurkuminoid larut dalam pelarut–pelarut mempunyai kepolaran yang hampir sama. Etanol memliki kepolaran mirip dengan kurkuminoid sehingga cocok digunakan untuk mengekstrak kurkuminoid. Hasil penelitian Sidik (1985) sebelumnya memperlihatkan kadar kurkuminoid terbesar yang terekstrak terdapat dalam pelarut aseton dan etanol.

Ekstraksi dilakukan dengan menggunakan empat faktor waktu, yaitu 1, 2, 3, dan 4 jam, tiga faktor suhu, yaitu 35, 45, dan 55 °C, serta tiga faktor perbandingan bahan baku–pelarut, yaitu 1:4, 1:6, dan 1:8. Pada umumnya ekstraksi menggunakan refluks tidak membutuhkan waktu yang cukup lama agar diperoleh hasil yang maksimal karena pelarut langsung bersatu dengan ekstrak. Adanya pengadukan dapat mempercepat ekstraksi sehingga refluks dengan pengadukan diperkirakan dapat maksimal dalam waktu yang lebih cepat.

(16)

9.0000 11.0000 13.0000 15.0000 17.0000

1 2 3 4

Waktu (jam) R e nd em en ( % )

35; 1:4 35; 1:6 35; 1:8 45; 1:4 45; 1:6 45; 1:8 55; 1:4 55; 1:6 55; 1:8

yang digunakan. Metode refluks pada umumnya dilakukan pada suhu tinggi tanpa perlakuan pengadukan. Pemilihan suhu 55 °C didasarkan pada pertimbangan bahwa etanol memiliki titik didih sekitar 78 °C dan bersifat volatil meskipun pada suhu ruang sehingga perlakuan suhu yang terlalu tinggi dapat mengakibatkan penguapan pelarut yang lebih besar dan dapat merusak senyawa yang tidak tahan panas. Pemilihan nisbah bahan baku– pelarut 1:4, 1:6, dan 1:8 didasarkan pada hasil penelitian sebelumnya. Widyastuti (1995) melakukan ekstraksi kurkumin dengan nisbah pelarut yang digunakan 1:5, 1:6, dan 1:7. Hasil penelitiannya mempelihatkan bahwa nisbah pelarut 1:5 menghasilkan kadar kurkumin yang jauh berbeda dengan 1:6 dan 1:7. Pemilihan nisbah 1:4 dan 1:8 diharapkan menghasilkan kadar kurkuminoid yang berbeda nyata dibandingkan 1:5.

y = 0.1844x + 0.0035 R2 = 0.9998

0.0000 0.1000 0.2000 0.3000 0.4000 0.5000 0.6000 0.7000

0.0 0.5 1.0 1.5 2.0 2.5 3.0 3.5

Konsentrasi (ppm) Ab s o rb an si

Rendemen yang dihasilkan untuk berbagai macam waktu, suhu, dan nisbah cenderung meningkat selaras dengan peningkatan waktu (Lampiran 3). Hal ini disebabkan semakin lama waktu ekstraksi, semakin lama waktu kontak antara pelarut dan bahan baku sehingga proses penetrasi pelarut kedalam sel bahan baku akan semakin baik yang menyebabkan semakin banyaknya senyawa yang berdifusi keluar sel. Hasil yang diperoleh memperlihatkan bahwa waktu ekstraksi 4 jam (11.55–16.26%) menghasilkan rendemen ekstrak yang lebih banyak dibandingkan waktu 1 jam (9.91–11.67%), 2 jam (10.35– 12.46%), dan 3 jam (11.29–14.35%).

Peningkatan rendemen juga terjadi untuk suhu maupun nisbah bahan baku–pelarut. Suhu 55 °C (10.77–16.26%) memberikan rendemen yang lebih banyak dibandingkan suhu 45 °C (10.06–15.72%) dan suhu 35 °C (9.91–15.81%). Peningkatan ini dikarenakan fleksibilitas dinding sel bahan baku bertambah dengan naiknya suhu yang digunakan sehingga pelarut lebih mudah bergerak ke dalam sel dan membawa senyawa yang terlarut.

Faktor perbandingan bahan baku–pelarut 1:8 menghasilkan rendemen rata–rata yang lebih besar dari nisbah 1:6 dan 1:4. Hal ini terlihat dari Gambar 4, nisbah 1:8 (10.27– 16.26%) senantiasa memberikan nilai yang lebih tinggi dibandingkan dengan nisbah 1:6 (9.91–13.46%) dan nisbah 1:4 (10.05– 12.31%). Semakin banyak jumlah pelarut yang digunakan, semakin besar kesetimbangan konsentrasi yang terbentuk pada saat ekstraksi sehingga jumlah ekstrak yang diperoleh semakin banyak.

Gambar 4 Kurva rendemen ekstrak temulawak

Rendemen ekstrak yang diperoleh dari hasil penelitian ini lebih kecil jika dibandingkan dengan hasil yang diperoleh Ria (1989) dan Suwiah (1991), yakni sebesar 15.70–19.19% dan 21.81–66.74%. Hal ini disebabkan karena beberapa hal di antaranya ukuran serbuk, suhu, dan kecepatan pengadukan yang digunakan berbeda. Suwiah (1991) melakukan ekstraksi dengan ukuran serbuk yang digunakan 60 mesh, suhu 70 °C, dan kecepatan pengadukan dengan pengaduk magnet skala 7, sedangkan pada penelitian ini ukuran butir yang digunakan bervariasi dari 20–100 mesh, suhu dari 35–55 °C dan kecepatan pengadukan pada 100 rpm.

Hasil rendemen ekstraksi yang diperoleh cenderung mengalami peningkatan sampai waktu ekstraksi 4 jam sehingga jika waktu ekstraksi ditambah, rendemen kemungkinan masih mengalami kenaikan. Hasil penelitian ini menunjukkan rendemen hasil ekstraksi rerata terbesar diperoleh saat ekstraksi 4 jam sebesar 13.66%.

Analisis Kuantitatif Kurkuminoid

Pembuatan Kurva Standar Kurkuminoid

Kurva standar kurkuminoid diukur pada panjang gelombang 420 nm. Kurva standar untuk larutan kurkuminoid memiliki linieritas yang tinggi dan ditunjukkan dengan nilai R2 yang hampir mendekati 1 (Gambar 5). Dari grafik diperoleh persamaan garis y = 0,1844x + 0,0035 dengan R2 = 99,98%.

(17)

8

Analisis kurkuminoid temulawak

Analisis kadar kurkuminoid yang terekstraksi ditentukan secara kuantitatif menggunakan spektroskopi sinar tampak. Data kurva standar yang diperoleh digunakan untuk mengetahui kadar kurkuminoid pada ekstrak temulawak. Kandungan kurkuminoid dalam sampel temulawak sebesar 2.98%, sedangkan kandungan kurkuminoid pada masing–masing perlakuan terdapat pada Gambar 6. 0.00 5.00 10.00 15.00 20.00 25.00 30.00 35.00

1 2 3

waktu (jam) K dr k ur k um inoi d e ks tr ak ( % ) 4 35; 1:4 35; 1:6 35; 1:8 45; 1:4 45; 1:6 45; 1:8 55; 1:4 55; 1:6 55; 1:8

Gambar 6 Kurva kadar kurkuminoid ekstrak.

Kadar kurkuminoid yang diperoleh dari hasil analisis ekstrak hasil perlakuan ekstraksi seperti terlihat pada Lampiran 4. Pengaruh perlakuan ekstraksi terhadap kadar kurkuminoid yang terekstrak terlihat pada Gambar 6. Hasil yang diperoleh memperlihatkan bahwa kadar kurkuminoid yang terekstraksi berkurang dengan bertambahnya suhu, waktu, dan nisbah pelarut yang digunakan. Suhu 35 °C menghasilkan kadar kurkuminoid yang relatif lebih besar (9.02–24.45%) dibandingkan dengan suhu 45 °C (5.18–15.72%) dan suhu 55 °C (1.87– 18.09%). Hal ini disebabkan karena semakin tinggi suhu, semakin tinggi permeabilitas dinding sel sehingga kurkuminoid yang terdapat pada sampel diduga mengalami kerusakan. Kadar kurkuminoid rerata yang terekstraksi dengan nisbah 1:4 (3.96–23.30%) lebih besar dibandingkan nisbah 1:6 (2.73– 24.45%) dan nisbah 1:8 (1.87–18.43%). Perbandingan bahan baku 1:4 yang memberikan nilai lebih besar dibandingkan 1:8 dapat diakibatkan pada nisbah 1:8 yang terekstrak lebih besar senyawa–senyawa bukan kurkuminoid.

Waktu berpengaruh cukup nyata disebabkan semakin lama waktu ekstraksi, semakin lama waktu kontak antara pelarut dengan bahan baku sehingga proses penetrasi pelarut ke dalam sel bahan baku akan semakin baik yang berakibat semakin banyaknya senyawa yang berdifusi keluar sel. Kadar kurkuminoid rerata yang terekstrak cenderung

meningkat selaras dengan peningkatan waktu namun pada saat waktu ekstraksi 4 jam terjadi penurunan kadar kurkuminoid yang terekstrak, seperti terlihat pada Gambar 6. Kadar kurkuminod yang terekstrak pada waktu 1 jam (1.86–23.30%), 2 jam (7.64– 17.13%), 3 jam (8.30–24.45%) dan 4 jam (2.73–20.45%). Kadar kurkuminoid yang menurun setelah waktu 3 jam diduga diakibatkan karena kerusakan kurkuminoid. Sifat kurkuminoid yang fotosensitif menyebabkan kurkuminoid dapat mengalami dekomposisi oleh cahaya membentuk asam ferulat (Tonnesen dan Karlsen 1985 dalam Sidik 1992). Penurunan kadar kurkuminoid setelah waktu ekstraksi 3 jam diakibatkan semakin lama waktu kontak kurkuminoid dengan cahaya, semakin banyak kurkuminoid yang mengalami kerusakan.

Optimalisasi Kadar kurkuminoid

Kondisi operasi ekstraksi yang meliputi waktu, suhu, dan nisbah bahan baku–pelarut diamati untuk melihat pengaruhnya terhadap kandungan kurkuminoid yang terekstrak pada sampel temulawak. Pengaruh waktu dan suhu terhadap kadar kurkuminoid dalam ekstrak pada nisbah 1:4 terdapat pada Gambar 7 (Kurva 3 dimensi pada Lampiran 5).

Gambar 7 Kurva 2 dimensi pengaruh waktu dan suhu pada nisbah 1:4 terhadap kadar kurkuminoid.

(18)

Waktu yang digunakan juga memberikan pengaruh yang sama dengan suhu, semakin lama waktu ekstraksi, semakin sedikit kadar kurkuminoid. Kadar kurkuminoid menurun diduga diakibatkan karena adanya kerusakan kurkuminoid.

Gambar 8 Kurva 2 dimensi pengaruh waktu dan suhu pada nisbah 1:6 terhadap kadar kurkuminoid.

Waktu dan suhu ekstraksi pada nisbah 1:6 (Gambar 8) berpengaruh sama dengan nisbah 1:4, yaitu semakin lama waktu dan semakin tinggi suhu ekstraksi menurunkan kadar kurkuminoid yang dihasilkan. Kadar kurkuminoid yang dihasilkan pada nisbah 1:6 lebih baik dari nisbah 1:4 karena semakin banyak jumlah pelarut yang digunakan, semakin besar kesetimbangan konsentrasi yang terbentuk saat ekstraksi sehingga kadar kurkuminoid yang diperoleh semakin banyak. Pengaruh waktu dan suhu terhadap kadar kurkuminoid dalam ekstrak pada nisbah 1:6 terdapat pada Gambar 8 (Kurva 3 dimensi pada Lampiran 5).

Gambar 9 memperlihatkan kandungan kurkuminoid yang semakin menurun dengan bertambahnya suhu ekstraksi pada nisbah 1:8. Hal ini serupa dengan nisbah 1:4 dan 1:6, namun pengaruh suhu pada nisbah 1:8 tidak sebaik nisbah 1:4 dan 1:6. Kadar kurkuminoid yang dihasilkan pada nisbah 1:8 lebih rendah dari nisbah lainnya yang dapat diakibatkan pada nisbah 1:8 yang terekstrak lebih besar senyawa–senyawa bukan kurkuminoid.

Pengaruh waktu pada nisbah 1:8 berbanding terbalik dengan nisbah 1:4 dan nisbah 1:6. Semakin bertambahnya waktu ekstraksi, semakin besar kadar kurkuminoid yang terekstrak. Hal ini disebabkan oleh semakin lama waktu ekstraksi, semakin lama waktu kontak antara pelarut dan bahan baku

pada nisbah 1:8 sehingga proses penetrasi pelarut ke dalam sel bahan baku semakin baik yang berakibat semakin banyak senyawa yang berdifusi keluar sel

Gambar 9 Kurva 2 dimensi pengaruh waktu dan suhu pada nisbah 1:8 terhadap kadar kurkuminoid.

Hasil Analisis keragaman atau ANOVA (Lampiran 6) menghasilkan persamaan suhu ekstraksi, nisbah bahan baku-pelarut, waktu ekstraksi, dan interaksinya terhadap respons yang diukur, yaitu kadar kurkuminoid. Menurut Edgar TF dan Himmelblau DM (1988) optimalisasi bertujuan mencari atau menemukan nilai pada variabel dalam proses yang menghasilkan nilai terbaik dari syarat– syarat kondisi yang digunakan. Nilai optimum dari ekstraksi kurkuminoid yang diperoleh dengan menggunakan software Modde 5.0 dengan program RSM adalah saat suhu 35 °C, nisbah bahan baku–pelarut 1:4.8799, dan waktu ekstraksi 1.4 jam.

Persamaan suhu ekstraksi, nisbah bahan baku–pelarut, dan waktu ekstraksi terhadap kadar kurkuminoid adalah:

Y = 11.3818 – 3,50588 a + 0,0565855 b – 0,322026 c + 1,28143 a2 + 0,809143 b2 – 1,44786 c2 – 0,045 ab + 0,0784025 ac + 1,63284 bc + 0,498978abc

Keterangan:

a = suhu ekstraksi

b = nisbah bahan baku pelarut

c = waktu ekstraksi

a2 = interaksi antar suhu

b2 = interaksi antar nisbah

c2 = interaksi antar waktu

ab = interaksi antara suhu ekstraksi dan nisbah bahan baku–pelarut

(19)

10

bc = interaksi antara nisbah bahan baku pelarut dan waktu ekstraksi

abc = interaksi antara suhu ekstraksi, nisbah bahan baku–pelarut dan waktu ekstraksi

Persamaan diatas memberikan pengaruh nyata terhadap kadar kurkuminoid ekstrak dengan nilai peluang (P) 0.027 (Lampiran 6) yang lebih kecil daripada taraf α (5%). Hal ini berarti perbedaan nilai suhu, nisbah, dan waktu mempengaruhi kadar kurkuminoid yang diperoleh.

Validasi Ekstrak

Suhu 35 °C, nisbah bahan baku–pelarut 1:4.8799, dan waktu ekstraksi 1.4 jam hasil optimalisasi dari software Modde 5.0 dengan program RSM, kemudian diperiksa dengan melakukan validasi terhadap hasil ekstraksi yang diperoleh. Hasil validasi ekstrak dapat dilihat pada Tabel 5 (Lampiran 7).

Tabel 5 Hasil validasi ekstrak optimum

Respon RSM Validasi

Kadar

kurkuminoid 19.8815 20.3

Dari hasil validasi menunjukkan bahwa nilai respons mendekati nilai dari program RSM. Hal ini berarti nilai optimum kadar kurkuminoid sesuai antara hasil ekstraksi dan olahan data RSM.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Nilai optimalisasi kadar kurkuminoid temulawak terjadi saat suhu 35 °C, nisbah bahan baku–pelarut 1:4.8799, dan waktu ekstraksi 1.4 jam adalah 20.3%. Perubahan suhu ekstraksi, nisbah bahan baku–pelarut, dan waktu ekstraksi memengaruhi kadar kurkuminoid yang diperoleh.

Saran

Disarankan untuk meneliti lebih lanjut dugaan adanya senyawaan kurkuminoid yang rusak selama ekstraksi berlangsung.

DAFTAR PUSTAKA

AOAC. 1984. Official Methods of Analysis of The Association of Official Analytical Chemist. Virginia USA: AOAC

Aan. 2004. Pengaruh waktu, suhu dan nisbah bahan baku–pelarut pada ekstraksi kurkumin dari temulawak dengan pelarut aseton [skripsi]. Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor.

Batubara I, Yusnira, Darusman LK. 2004. Penentuan Kadar Kurkuminoid pada Temulawak Menggunakan Metode Spektroskopi dan Kromatografi Cairan Kinerja Tinggi. Di dalam: Seminar Nasional Hasil Penelitian MIPA 2004; Semarang: FMIPA Universitas Diponegoro. Hlm 57–60.

Cundy L, Amanda. 2003. Use of Response Surface Metamodels in Damage Identification of Dynamic Structures. Virginia: Blacksburg.

Dalimartha S. 2000. Atlas Tumbuhan Obat

Indonesia. Jilid 2. Jakarta: Trubus

Agriwidya.

Darma AP. 1980. Tanaman Obat Tradisional Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.

Djakamiharja S. Setyadiredja P, Sudjono I. 1985. Budidaya Tanaman Temulawak (Curcuma xanthorriza Roxb.) dan Prospek Pengembangan di Indonesia. Di dalam Simposium Nasional Temulawak, Bandung: Lembaga Penelitian Universitas Padjajaran. Hlm 49–58.

Edgar TF, Himmelblau DM. 1988.

Optimization of chemical processes. Chemical Engineering Series. New York: McGraw–Hill International Editions.

Harborne JB. 1996. Metode Fitokimia: Cara

Menganalisis Tanaman. Terjemahan K.

Padmawinata, I Sudiro. Bandung: Institut Teknologi Bandung.

(20)

Liang OB, Widjaja Y, Puspa S. 1985. Beberapa Aspek Isolasi, Identifikasi, dan Penggunaan Komponen–komponen Curcuma xantorriza Roxb. dan Curcuma domestica. Proseding Simposium Nasional Temulawak. Bandung: Institut Teknologi Bandung.

List PH, Schmidt PC. 1989.

Phytopharmaceutical Technology. Boston: CRC Pr.

Montgomery DC. 1991. Design and Analysis of Experiments. New York: John Wiley & Sons.

Purseglove JW, EG Brown, GL Green, Robbins SRG. 1981. Spices Vol. II. New York: Longman.

Ria EB. 1989. Pengaruh jumlah pelarut, lama ekstraksi, dan ukuran bahan terhadap rendemen dan mutu oleoresin temulawak [skripsi]. Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Rismunandar. 1988. Rempah–rempah

Komoditi Ekspor Indonesia. Bandung:

Sinar Baru.

Robinson T. 1995. Kandungan Organik

Tumbuhan Tinggi. Bandung: Institut

Teknologi Bandung.

Somaatmadja D. 1981. Prospek Perkembangan Industri Oleoresin di Indonesia.[Komunikasi]. BBIHP no. 201.

Sidik, Mulyono MW, Muhtadi A. 1992.

Temulawak (Curcuma xanthorriza Robx.).

Jakarta: Yayasan Pengembangan Obat Bahan Alam Phytomedica.

Suwiah A. 1991. Pengaruh perlakuan bahan dan jenis pelarut yang digunakan pada pembuatan temulawak instant terhadap rendemen dan mutunya [skripsi]. Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Widyastuti. 1995. Mempelajari pengaruh perbandingan serbuk kunyit dan lama ekstraksi terhadap produksi kurkumin [skripsi]. Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

(21)
(22)

Lampiran 1 Diagram alir penelitian

Rimpang Temulawak segar

Pemotongan (ketebalan ± 5–7 mm)

Pengeringan (suhu ± 50 °C)

Kadar air ≤10%

Penggilingan

Pemekatan (rotavapour) Ekstraksi EtOH Analisis proksimat:

Kadar Air Kadar Abu Kadar Lemak Kadar Pati Total Nitrogen

Analisis Kurkuminoid

Analisis data RSM

Kondisi Optimal

(23)

14

Lampiran 2 Prosedur analisis proksimat rimpang temulawak

Analisis Kadar Air

Penentuan kadar air temulawak dilakukan dengan metode gravimetri. Sebanyak ± 1,0000 g temulawak dimasukkan ke dalam cawan porselen yang telah diketahui bobotnya, kemudian cawan beserta isinya dimasukkan ke dalam oven dengan suhu 105 oC sampai bobotnya konstan. Setelah itu, dimasukkan ke dalam desikator dan ditimbang.

Kadar air temulawak dihitung dengan persamaan:

Kadar air = 100%

X Y)

-(X ×

keterangan: X = berat sampel mula–mula (g) Y = berat sampel kering (g)

Analisis Kadar Abu

Penentuan kadar abu Temulawak dilakukan dengan metode gravimetri. Cawan porselen dibersihkan dan dimasukkan ke dalam tanur untuk menghilangkan sisa–sisa kotoran yang menempel dalam cawan, kemudian didinginkan dalam desikator dan ditimbang. Sebanyak ± 0,5000 g temulawak dimasukkan ke dalam cawan tersebut dan dipanaskan sampai tidak berasap, kemudian dibakar dalam tanur pengabuan dengan suhu 600 oC sampai diperoleh abu berwarna putih. Setelah itu, cawan beserta isinya dimasukkan ke dalam desikator dan ditimbang. Kadar abu temulawak dihitung dengan persamaan:

Kadar abu =

100

%

(g)

cuplikan

Berat

(g)

abu

Berat

×

Analisis Kadar Lemak

Labu lemak yang bersih yang ditambahkan beberapa batu didih ditimbang bobot kosongnya. Labu lemak ini diisi dengan pelarut petroleum benzin. Sebanyak 3 g temulawak kering dibungkus dengan kertas saring yang dibuat dengan bentuk selongsong. Selongsong ini ditempatkan dalam alat soklet yang disambungkan dengan radas refluks dan labu lemak. Ekstraksi dilakukan selama ± 6 jam. Setelah larutan lemak dalam pelarut disulingkan, diperoleh kembali pelarut yang semula dipakai dan lemak dalam labu lemak.

Kadar lemak =

100

%

(g)

Contoh

Bobot

(g)

Lemak

Bobot

×

Analisis Kadar Pati

(24)

Lanjutan Lampiran 2

Analisis Kadar Total Nitrogen

(25)

16

Lampiran 3 Data hasil rendemen ekstraksi temulawak

Rendemen (%) Suhu Nisbah Waktu

Ulangan 1 Ulangan 2 Ulangan 3 Rataan 35 1:4 1 10.32 9.83 10.01 10.05

2 10.35 10.36 10.36 10.36

3 11.28 11.28 11.30 11.29

4 11.54 11.55 11.56 11.55

1:6 1 22.33 9.92 9.91 9.91

2 30.79 10.72 10.71 10.71

3 18.40 12.47 12.50 12.49

4 29.07 12.54 13.39 12.97

1:8 1 48.89 10.66 10.67 10.66

2 11.95 11.97 11.97 11.96

3 13.21 13.24 13.26 13.24

4 15.80 15.79 15.84 15.81

45 1:4 1 10.07 10.01 10.09 10.06

2 10.60 10.60 10.63 10.61

3 11.43 11.40 11.43 11.42

4 12.11 12.11 12.14 12.12

1:6 1 10.15 10.19 10.18 10.17

2 10.90 10.89 10.88 10.89

3 12.40 12.39 12.42 12.40

4 12.70 12.71 12.72 12.71

1:8 1 10.26 10.27 10.28 10.27

2 11.37 11.36 11.38 11.37

3 13.97 14.01 14.02 14.00

4 15.70 15.73 15.73 15.72

55 1:4 1 11.62 10.36 10.35 10.77

2 12.05 10.83 10.85 11.24

3 12.89 11.60 11.61 12.03

4 13.02 11.95 11.96 12.31

1:6 1 12.01 11.00 11.03 11.35

2 13.01 11.23 11.25 11.83

3 13.39 12.40 12.41 12.73

4 14.06 13.16 13.16 13.46

1:8 1 12.26 11.37 11.37 11.67

2 12.76 12.33 12.31 12.46

3 14.34 14.37 14.36 14.35

(26)

Lampiran 4 Data kadar kurkuminoid ekstrak temulawak

Suhu Nisbah Waktu Rataan

Kadar Kurkuminoid (%) 35 1:4 1 26.21

2 17.11

3 10.48

4 8.71

1:6 1 13.29

2 17.21

3 29.02

4 20.89

1:8 1 16.85

2 15.33

3 17.85

4 9.41

45 1:4 1 6.93

2 8.04

3 12.37

4 15.27

1:6 1 6.98

2 9.32

3 13.36

4 5.42

1:8 1 6.68

2 13.18

3 16.08

4 15.50

55 1:4 1 17.48

2 12.93

3 8.62

4 3.83

1:6 1 8.49

2 2.35

3 5.45

4 2.86

1:8 1 2.00

2 14.55

3 13.14

(27)

18

Lampiran 5 Kurva 3 dimensi pengaruh waktu dan suhu terhadap kadar kurkuminoid ekstrak temulawak

Pengaruh waktu dan suhu pada nisbah 1:4 terhadap kadar kurkuminoid

(28)

Lanjutan Lampiran 5

(29)

20

Lampiran 6 Hasil analisis ANOVA dan koefisien kuadratik

Analisis ANOVA untuk kadar kurkuminoid

kadar DF SS MS F p SD

(variance)

Total 36 6549.79 181.939

Constant 1 5189.76 5189.76

Total Corrected 35 1360.03 38.8579 6.23361

Regression 10 617.901 61.7901 2.08153 0,027 7.86067

Residual 25 742.125 29.685 5.44839

Lack of Fit 25 –– –– –– –– ––

(Model Error)

Pure Error 0 –– –– ––

(Replicate Error)

N = 36 Q2 = 0.104 Cond. no. = 5.9315

DF = 25 R2 = 0.454 Y–miss = 0

Comp. = 1 R2 Adj. = 0.236 RSD = 5.4484

Analisis Koefisien Kuadratik untuk kadar kurkuminoid

kadar Coeff. SC Std. Err. P Conf. int(±)

Constant 11.3818 2.32623 4.91901e–005 4.79096

suh –3.50588 0.920947 0.000812317 1.89673

nis 0.0565855 0.920947 0.951496 1.89673

wak –0.322026 0.920947 0.729516 1.89673

suh*suh 1.28143 1.32089 0.341276 2.72043

nis*nis 0.809143 1.32089 0.54569 2.72043

wak*wak –1.44786 1.16751 0.226444 2.40454

suh*nis –0.045 0.93401 0.961951 1.92363

suh*wak 0.0784025 0.93401 0.933773 1.92363

nis*wak 1.63284 0.93401 0.0927012 1.92363

suh*nis*wak 0.498978 0.947259 0.603003 1.95092

N = 36 Q2 = 0.104 Cond. no. = 5.9315

DF = 25 R2 = 0.454 Y–miss = 0

Comp. = 1 R2 Adj. = 0.236 RSD = 5.4484

(30)

Lampiran 7 Hasil uji Duncan pada validasi kadar kurkuminoid optimum

The SAS Sy s t em 23: 38 Tues day , May 13, 1997 1

The GLM Pr oc edur e

Dunc an' s Mul t i pl e Range Tes t f or k k mn

NOTE: Thi s t es t c ont r ol s t he Ty pe I c ompar i s onwi s e er r or r at e, not t he ex per i ment wi s e er r or r at e.

Conf i denc e I nt er v al f or Mean

Mean Lev el ( %) Lower Li mi t Upper Li mi t 19. 8815 99. 0000 19. 6827 20. 0803 19. 8815 95. 0000 18. 8874 20. 8756

Si gned Rank Tes t f or Loc at i on

Par amet er ( Mu) N ^ = Mu N > Mu St at i s t i c P- Val ue 19. 8815 1 1 0. 5000 1. 0000

Si gned Rank Tes t f or Loc at i on

Par amet er ( Mu) N ^ = Mu N > Mu St at i s t i c P- Val ue 20. 3 1 1 0. 5000 1. 0000

Means wi t h t he s ame l et t er ar e not s i gni f i c ant l y di f f er ent .

Dunc an Gr oupi ng Mean

A 18. 8874

A B 19. 6827 B

B 19. 8815 B

C B 20. 0803 B

C B 20. 3000 B

C B D 20. 8756

Gambar

Gambar 1  Tanaman temulawak.
Gambar 3  Struktur kurkuminoid.
Tabel 2 Perbandingan teknik metamodeling
Tabel 4 Persentase ukuran butir temulawak
+5

Referensi

Dokumen terkait

Sebagian kecil pertanyaaan dijawab dengan jawaban yang berkualitas (didukung dengan penjelasan yang rasional).Dapat mempertahankan argumen secara rasional dan tetapi kurang

Hal tersebut terjadi karena kandungan didalam mentimun yaitu kalium, magnesium, dan fosfor yang menyebabkan penghambatan pada Sistem Renin Angiotensin dan juga

Oleh karena itu, wanita dewasa khususnya yang berumur lebih dari 40 tahun perlu mendapat perhatian terkait kemungkinan terjadinya obesitas sejalan dengan tingginya prevalensi

Penelitian ini dilakukan di Kota Pacitan yang mempunyai lokasi sangat dekat dengan daerah subdaksi Lempeng Indian-Australian dan Lempeng Eurasia. Penelitian ini bertujuan untuk 1)

Maka dari itu, lebih mudah bagi pembeli untuk memasok pasar lain di mana persyaratan pembeli lebih rendah, baik dengan harga yang relatif sama atau lebih tinggi. Daya pembeli

Pergerakan bursa Asia ditopang oleh rilis data Manufacturing PMI Tiongkok versi Caixin untuk bulan Agustus yang diumumkan sebesar 53,1, lebih tinggi dari bulan

Dimensi karakteristik dari 120 subjek penelitian dilihat menurut jenis kelamin, usia menikah ibu, lingkar lengan atas saat hamil, berat badan lahir, usia

Analisis faktor pada Kesadaran akan Konsekuensi (KK), Norma Subyektif (NS), Faktor Situasional (FS) dan Kontrol Perilaku yang Dipersepsikan (KP) menunjukkan bahwa,