PEMANFAATAN GAS KARBON
TUNGKU SEKAM UNTUK PENGEMBANGAN
KOMPOR DENGAN BAHAN BAKAR CAMPURAN AIR DAN
BAHAN BAKAR NABATI/BAHAN BAKAR FOSIL
DENGAN METODE KAVITASI
C A S N A N
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatan bahwa tesis Pemanfaatan Gas Karbon Tungku Sekam untuk Pengembangan Kompor dengan Bahan Bakar Campuran Air dan Bahan Bakar Nabati/Bahan Bakar Fosil dengan Metode Kavitasi adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka dibagian akhir tesis ini.
Bogor, Juni 2011
ABSTRACT
C A S N A N. The Utilization of Carbon Gas Rice Husk Burned for Developing Stove by Mixed Fosil Fuel/Bio Fuel and Water with Cavitation Method. Under direction of IRZAMAN and PUDJI UNTORO.
The world's population continuously grows at a quarter million people per day. This fast growing population has raised the world energy consumption up to 474x1018 J per year with 80 to 90 percent derived from the combustion of fossil fuels. It is estimated that the fossil energy will be lasted in 42 years. Rice husk is an alternative of non-fossil energy that may be utilized in traditional way of cooking (burning it in a traditional stove). One of the renewable energy has great potential to overcome the energy crisis was utilization of rice husk to husk stove. However, the utilization of rice husks to generate carbon gas stove that quite a lot. Excessive concentration of carbon in the air is not a good for the environment, because the excees carbon released into the air can make climate change will complicate things even further. So, we need a new alternative to utilize carbon gases from burning the husk. The purpose of the utilization of carbon gases from burning rice husk is to create alternative energy that can reduce the release of carbon into the air as part of efforts to reduce global warming impact method used in the manufacture of alternative energy is the method by cavitation. In order to
reduce the gas pollution the gas may be mixed with kerosene and water using sonochemical technique to produce dry steam, so the dry steam from cavitation process can be used as fuel. The process result can be done to boil 1 liter water with energy efficiency between 11.44% - 18.16%. The stove with fuel of water-bio ethanol using cavitation method can be used to boil 1 liter water with energy efficiency between 13.25% - 17.50%. Carbon flown on stove interfered toward energy efficiency and can accelerate boiling time of 1 liter water.
RINGKASAN
C A S N A N. Pemanfaatan Gas Karbon Tungku Sekam untuk Pengembangan Kompor dengan Bahan Bakar Campuaran Air dan Bahan Bakar Nabati/Bahan Bakar Fosil dengan Metode Kavitasi. Dibimbing oleh IRZAMAN dan PUDJI UNTORO.
Pertumbuhan populasi dunia menyebabkan peningkatan konsumsi energi juga meningkat. Produksi energi yang ada saat ini, diperkirakan hanya bertahan sampai 42 tahun sampai energi tersebut habis. Oleh karena itu, banyak Negara di seluruh dunia meningkatkan penggunaan dan pengembangan energi terbarukan. Salah satu energy yang memiliki potensi besar untuk mengatasi krisis energi adalah pemanfaatan sekam padi untuk kompor sekam. Namun, pemanfaatan sekam padi menjadi kompor menghasilkan gas karbon yang cukup banyak. Sehingga diperlukan suatu alternatif baru untuk memanfaatkan gas karbon hasil pembakaran sekam padi. Tujuan pemanfaatan gas karbon hasil pembakaran sekam padi adalah untuk menciptakan energi alternatif yang dapat mengurangi pelepasan karbon ke udara sebagai salah satu upaya untuk mengurangi dampak global warming Metode yang digunakan dalam pembuatan energi alternatif ini adalah metode kavitasi.
Kavitasi didefinisikan sebagai pembentukan suatu gelembung dalam zat cair, yang diakibatkan karena perubahan tekanan. Fenomena kavitasi diakibatkan oleh gelombang ultrasonik yang menimbulkan gaya vibrasi pada cairan yang mengubah cairan menjadi droplet-droplet atau uap kering. Ukuran droplet-droplet tersebut ditentukan oleh frekuensi gelombang ultrasonik yang dibangkitkan.
Penggunaan generator pembangkit gelombang yang menghasilkan getaran ultrasonik pada air- minyak/bioetanol menghasilkan uap kering. Setelah itu, gas karbon (asap) yang dihasilkan dari pembakaran sekam padi dialirkan pada hasil kavitasi campuran minyak dan air. Hasil proses tersebut dapat digunakan untuk mendidihkan air sebanyak 1 liter. Campuran air-minyak-gas karbon (asap) menghasilkan efisiensi energi antara 11,36% sampai 18,16%. Campuran air-bioetanol-gas karbon (asap) menghasilkan efisiensi energi antara 13,25% sampai 17,50%. Hal ini menunjukan bahwa penggunaan gas karbon dari hasil pembakaran sekam padi dapat mengefisienkan penggunaan minyak/bioetanol yang cukup besar dengan panas yang relatif tinggi.
© Hak Cipta Milik IPB, tahun 2011 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB
PEMANFAATAN GAS KARBON
TUNGKU SEKAM UNTUK PENGEMBANGAN
KOMPOR DENGAN BAHAN BAKAR CAMPURAN AIR DAN
BAHAN BAKAR NABATI/BAHAN BAKAR FOSIL
DENGAN METODE KAVITASI
C A S N A N
Tesis
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada
Program Studi Biofisika
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr. Ir. Irmansyah, M.Si.
Judul Tesis : Pemanfaatan Gas Karbon Tungku Sekam untuk Pengembangan Kompor dengan Bahan Bakar Campuaran Air dan Bahan Bakar Nabati/Bahan Bakar Fosil dengan Metode Kavitasi
Nama : C a s n a n NIM : G751090101
Disetujui Komisi Pembimbing
Dr. Ir. Irzaman, M.Si. Ketua
Dr-ing. Drs. Pudji Untoro, B.Sc. Anggota
Diketahui
Ketua Program Studi Biofisika
Dr. Ir. Agus Kartono, M.Si.
Dekan Sekolah Pascasarjana
Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc.Agr
“Allah meninggikan orang yang beriman di antara kamu
dan orang-orang yang menuntut ilmu dan diberi ilmu pengetahuan,
beberapa derajat…”(QS. Al-Mujaadilah: 11)
PRAKATA
Dengan menyebut Asma Allah yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang. Segala puja dan puji hanyalah milik Allah Rabb semesta alam yang telah melimpahkan nikmat, rahmat, dan petunjuknya sehingga karya ilmiah ini dapat diselesaikan. Shalawat dan salam semoga tercurah limpahkan kepada Nabi Muhammad SAW, kepada keluarganya, sahabat dan umatnya. Penelitian dilaksanakan dari bulan November 2010 sampai April 2011 di Laboratorium Fisika Material IPB. Tema yang dipilih dalam penelitian ini ialah Pemanfaatan Gas Karbon Tungku Sekam untuk Pengembangan Kompor dengan Bahan Bakar Campuaran Air dan Bahan Bakar Nabati/Bahan Bakar Fosil dengan Metode Kavitasi.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr. Irzaman, M.Si dan
Bapak Dr-ing. Drs. Pudji Untoro, B.Sc selaku pembimbing yang baik dan senantiasa menyempatkan waktu untuk berkonsultasi, serta senantiasa memberi dorongan semangat. Penulis menyampaikan penghargaan kepada Yayasan Bhakti Tanoto “TANOTO FOUNDATION” yang telah memberikan dukungan baik moril maupun materil dalam menyelesaikan pendidikan di IPB. Ungkapan terima kasih tak terhingga juga disampaikan kepada kedua orang tua atas doa yang senantiasa dipanjatkan, semangat, dan kasih sayang yang diberikan. Ungkapan terima kasih tak terhingga juga disampaikan kepada Kakek dan Nenek atas doa yang senantiasa dipanjatkan, dorongan moril, dan kasih sayang yang diberikan.
Terima kasih juga tak lupa penulis ucapkan kepada Pak Musiran dan Pak Yani sebagai staf laboratorium yang telah membantu dalam melaksanakan penelitian ini, teman-teman biofisika yang telah memberikan dukungan dan semangat untuk menyelesaikan pendidikan di IPB.
Akhir kata, semoga karya ilmiah ini bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan.
Bogor, Juni 2011
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Kuningan pada tanggal 15 Oktober 1985 dari ayah Tardi dan ibu Umyati. Penulis merupakan putra pertama dari satu bersaudara.
Tahun 2004 penulis lulus dari SMA Negeri 3 Kuningan dan pada tahun yang sama lulus seleksi masuk IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB di Departemen Fisika, Fakultas Matematika dan Ilmu Penegetahuan Alam. Penulis menyelesaikan studi strata satu (S1) pada tahun 2009.
Tahun 2009 penulis melanjutkan pendidikan ke strata dua (S2) Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor Program Studi Biofisika. Penulis mendapat beasiswa dari Yayasan Bhakti Tanoto “TANOTO FOUNDATION”, lulus pada bulan Juni 2011. Penulis aktif dalam organisasi kesnian dan kebudayaan Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) Lingkung Seni Sunda (LISES) Gentra Kaheman IPB yang bertujuan untuk melestarikan dan mengembangkan kesenian dan
DAFTAR ISI
4.2 Efisiensi Energi Tungku Sekam ... 24
4.3 Kompor Dengan Bahan Bakar Minyak dan Air Dengan Metode Kavitasi ... 25
4.4 Kompor Dengan Bahan Bakar Minyak-Air-Gas Karbon (Asap) Dengan Metode Kavitasi ... 27
4.5 Kompor Dengan Bahan Bakar Bioetanol dan Air Dengan Metode Kavitasi ... 28
4.6 Kompor Dengan Bahan Bakar Bioetanol-Air-Gas Karbon (Asap) Dengan Metode Kavitasi ... 31
xi
DAFTAR TABEL
Halaman 1. Tabel 1. Potensi Biomassa Dalam Jutaan Ton dibeberapa
Negara ASEAN ... 4 2. Tabel 2. Karakteristik dari Karbon ... 5 3. Tabel 3. Faktor Emisi dan Nilai Kalor Bahan Bakar ... 7 4. Tabel 4. Potensi Pengurangan Emisi CO2 dari Penggunaan Biodiesel ... 8 5. Tabel 5. Proses Destilasi Bertingkat ... 13 6. Tabel 6. Hasil Akhir dan Perkiraan Analisis Bahan Bakar Sekam Padi ... 24
DAFTAR GAMBAR
1. Gambar 1. Struktur dan Rumus Kimia Etanol ... 8 2. Gambar 2. Pembuatan Alkohol secara Enzimatik ... 9 3. Gambar. 3. Ikatan Hidrogen Pada Etanol Padat Pada −186 °C ... 10 4. Gambar 4. Model Kavitasi Persamaan Keller-Miskis ... 16 5. Gambar 5. Ilustrasi Vibrasi Cairan Menjadi Droplet-droplet oleh
Gelombang Ultrasonik. ... 17 6. Gambar. 6. Desain Kompor ... 18 7. Gambar 7. Diagram Alir Penelitian ... 20 8. Gambar 8. Grafik Suhu Air Terhadap Waktu Pada Pada Penggunaan
Kompor Sekam Untuk mendidihkan 1 liter air ... 21 9. Gambar 9. Grafik Efisiensi Energi Tungku Sekam ... 25 10. Gambar 10. Grafik Suhu Air Terhadap Waktu Pada Pada Kompor Bahan
Bakar Air-Minyak Untuk Mendidihkan 1 liter air ... 26 11. Gambar 11. Grafik Suhu Air Terhadap Waktu Pada Pada Kompor Bahan
Bakar Air-Minyak-Asap (Gas Karbon) Untuk Mendidihkan 1 liter air ... 28 12. Gambar 12. Grafik Suhu Air Terhadap Waktu Pada Pada Kompor Bahan
Bakar Air-Bioetanol Untuk Mendidihkan 1 liter air ... 30 13. Gambar 13. Grafik Suhu Air Terhadap Waktu Pada Pada Kompor Bahan
Bakar Air-Bioetanol-Asap (Gas Karbon) Untuk Mendidihkan 1 liter air ... 31 14. Gambar 14. Grafik Efisiensi Energi Kompor Bahan Bakar Minyak-Air
Dengan Metode Kavitasi Untuk Mendidihkan 1 Liter Air ... 32 15. Gambar 15. Grafik Waktu Pada Kompor Bahan Bakar Minyak-Air
Dengan Metode Kavitasi Untuk Mendidihkan 1 Liter Air ... 32 16. Gambar 16. Grafik Efisiensi Energi Kompor Bahan Bakar Bioetanol-Air
Dengan Metode Kavitasi Untuk Mendidihkan 1 Liter Air ... 33 17. Gambar 17. Waktu Mendidihkan Air Pada Kompor Bahan Bakar
xii
DAFTAR LAMPIRAN
1. Lampiran 1. Kompor Bahan Bakar Campuran
Air-Minyak/Bioetanol-Asap (Gas Karbon) ... ... 40 2. Lampiran 1. Penggunaan Tungku Sekam
Untuk Mendidihkan 1 Liter Air ... 41 3. Lampiran 2. Kompor Bahan Bakar Minyak-Air
Dengan Metode Kavitasi Untuk Mendidihkan 1 Liter Air
Dengan Beberapa Perbandingan ... 42 4. Lampiran 3. Kompor Bahan Bakar Minyak-Air-Asap (Gas Karbon)
Dengan Metode Kavitasi Untuk Mendidihkan 1 Liter Air Dengan
Beberapa Perbandingan... 45 5. Lampiran 4. Kompor Bahan Bakar Bioetanol-Air
Dengan Metode Kavitasi Untuk Mendidihkan 1 Liter Air
Dengan Beberapa Perbandingan ... 47 6. Lampiran 5. Kompor Bahan Bakar Bioetanol-Air-Asap (Gas Karbon)
Dengan Metode Kavitasi Untuk Mendidihkan 1 Liter Air Dengan
Beberapa Perbandingan... 49 7. Lampiran 6. Efisiensi Energi Kompor Bahan Bakar Minyak-Air-Asap
(Gas Karbon) Dengan Metode Kavitasi Untuk Mendidihkan 1 Liter Air Dengan Beberapa Perbandingan ... 51 8. Lampiran 7. Efisiensi Energi Kompor Bahan Bakar Bioetanol-Air-Asap
(Gas Karbon) Dengan Metode Kavitasi Untuk Mendidihkan 1 Liter Air Dengan Beberapa Perbandingan ... 52
1
1. PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Pertumbuhan ekonomi dan pertambahan penduduk yang terus meningkat di
Indonesia menyebabkan pertambahan konsumsi energi di segala sektor kehidupan
seperti transportasi, listrik, dan industri. Hal ini mengingat pemakaian energi per
kapita masih rendah dibandingkan dengan negara lainnya. Konsumsi per kapita
pada saat ini sekitar 3 SBM (setara barel minyak) yang setara dengan kurang lebih
sepertiga konsumsi per kapita rerata negara ASEAN. Pertumbuhan populasi dunia
diperkirakan dapat menyebabkan krisis energi di tahun 2030. Konsumsi energi
dunia meningkat sebesar 49 persen atau 1.4 persen per tahun dari 495 x 1015 Btu
di tahun 2007 menjadi 739 x 1015 Btu di tahun 2035 (IEO, 2010). Di Indonesia
diperkirakan kebutuhan energi nasional akan meningkat dari 674 juta SBM tahun
2002 menjadi 1680 juta SBM pada tahun 2020, meningkat sekitar 2,5 kali lipat
atau naik dengan laju pertumbuhan rerata tahunan sebesar 5,2% (KNRT, 2006).
Sedangkan cadangan energi nasional semakin menipis apabila tidak ditemukan
cadangan energi baru. Sehingga perlu dilakukan berbagai terobosan untuk
mencegah terjadinya krisis energi.
Untuk mengantisipasi hal tersebut Pemerintah Indonesia telah mengeluarkan
blueprint pengelolaan energi nasional tahun 2005-2025. Penyusunan Kebijakan Energi Nasional dimulai dengan dituangkannya dokumen Kebijakan Umum
Bidang Energi (KUBE). KUBE yang telah dirumuskan oleh Badan Koordinasi
Energi Nasional (BAKOREN) mulai tahun 1981 hingga yang terakhir tahun 1998
terdiri dari lima prinsip pokok, yaitu : diversifikasi energi, intensifikasi energi,
konservasi energi, mekanisme pasar dan kebijakan lingkungan. Kemudian
dilanjutkan dengan Kebijakan Energi Nasional tahun 2003 dengan kebijakan
utama meliputi intensifikasi, diversifikasi, dan konservasi energi.
Kebijakan energi ini khususnya ditekankan pada usaha untuk menurunkan
ketergantungan penggunaan energi hanya pada minyak bumi. Dalam Peraturan
Presiden Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2006 Tentang Kebijakan Energi
2
energi baru dan sumber energi terbarukan. Sasaran Kebijakan Energi Nasional
adalah tercapainya elastisitas energi lebih kecil dari satu pada tahun 2025 dan
terwujudnya energy mix yang optimal meliputi penggunaan minyak bumi menjadi kurang dari 20%. Termasuk di dalamnya adalah energi baru dan terbarukan
(termasuk biomassa) menjadi lebih dari 5%.
Salah satu energi yang terbarukan yang mempunyai potensi besar di
Indonesia adalah pemanfaatan sekam padi untuk kompor sekam. Kisaran industri
padi di Indonesia dapat memproses lebih dari 40 juta ton padi menjadi beras
dengan rendemen 60% - 80% (Irzaman et al, 2008).
Budidaya padi menghasilkan tiga produk yaitu jerami padi, vegetatif residu
setelah panen, dan sekam padi/beras dedak setelah penggilingan padi.
Berdasarkan produksi tahunan gabah 2,2 juta ton, output sekam padi adalah 0.44
juta ton di Malaysia dan potensi bimassa sekam padi di Indonesia adalah 14,3 juta
ton (Irzaman et al, 2008). Residu sekam memiliki berbagai aplikasi diantaranya sebagai pupuk, sumber energi, abu sekam (silika), semen dan keramik manufaktur
dan sebagai filler di lignoselulosa komposit serat termoplastik. Silika (20% dari
abu) hadir dalam epidermis luar sel-sel yang tebal. Dengan meningkatnya biaya
telah mendorong upaya untuk mengembangkan teknologi yang efisien tidak hanya
potensi penuh sekam padi sebagai bahan bakar untuk produksi energi, tetapi juga
sebagai sumber seperti amorphous silika, silika karbon campuran, kalium silikat
dan karbon aktif (Jain, 1995).
Karbon atau zat arang merupakan salah satu unsur yang berbentuk padat,
cair, maupun gas yang terdapat di dalam perut bumi, di dalam batang pohon,
ataupun di udara (atmosfir). Sumber terciptanya karbon yang berada di udara
dapat berasal dari pembakaran minyak dan gas dari kendaraan, industri,
pembakaran hutan, asap yang keluar dari letusan gunung berapi, kayu yang
dibakar, ataupun proses pelapukan tumbuh-tumbuhan.
Konsentrasi karbon yang berlebihan di udara bukanlah merupakan suatu hal
yang baik bagi kondisi lingkungan, karena karbon yang terlepas ke udara secara
berlebihan dapat mengakibatkan peningkatan suhu bumi atau pemanasan global
3
lapisan yang dapat menahan panas bumi keluar dari atmosfer sehingga
menyebabkan suhu udara di bumi semakin panas (Sugiono, 2008).
Gelombang ultrasonik merupakan gelombang suara yang berada pada
wilayah di atas wilayah pendengaran manusia, frekuensi di atas 20 kHz.
Sedangkan batas atas dari frekuensi ultrasonik tidak terdefinisikan dengan baik,
namun biasa digunakan batas frekuensi 5 MHz untuk gas dan batas frekuensi
500 MHz untuk zat cair dan zat padat (Cheeke, 2002).
Dengan pemanfaatan gelombang ultrasonic teknik-teknik baru selalu
ditambahkan untuk pengolahan air salah satunya melalui teknik kavitasi untuk
aplikasi pengolahan air (Gogate, 2002). Kavitasi didefinisikan sebagai
pembentukan suatu gelembung dalam zat cair, yang diakibatkan karena perubahan
tekanan. Pada awal pembentukannya akan mengalami pertumbuhan hingga
mencapai ukuran maksimum yang kemudian akan diikuti oleh keruntuhan ukuran
gelembung secara drastis, siklus refraksi-kompresi ini akan berlangsung secara
berulang bergantung kondisi dari cairan yang digunakan. Namun, secara umum
kavitasi yang muncul dalam cairan hanya mengalami satu atau dua kali siklus
sebelum akhirnya gelembung tersebut terpecah menjadi gelembung-gelembung
kecil lainnya.
Dengan metode kavitasi ini, pemanfaatan asap (gas karbon) dari tungku
sekam merupakan salah satu upaya pencarian energi alternatif, dalam penelitian
ini akan dikembangkan metode baru untuk pemanfaatan karbon yang dihasilkan
dari tungku sekam sebagai salah satu energi alternatif yang ramah lingkungan, dan
sebagai upaya mengurangi pemanasan global.
1.2 Tujuan
Menciptakan energi alternatif baru dengan bahan campuran
4
1.3 Objek Penelitian
Penggunaan generator pembangkit yang menghasilkan getaran ultrasonik
pada air dan minyak/bioetanol menghasilkan uap kering. Setelah itu, gas karbon
(asap) dari tungku sekam dialirkan pada hasil kavitasi campuran air dan
minyak/bioetanol. Akibat pecahnya kavitasi akan timbul uap kering dengan
molekulnya sangat kecil yang akan bercampur dengan asap (gas) karbon yang
5
2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tungku Sekam
Industri padi di Indonesia dapat memproses lebih dari 40 juta ton padi
menjadi beras dengan rendemen 60% - 80%. Jika kondisi hasil panen padi sesuai
kapasitas, ada 8 juta ton sekam padi yang akan diproduksi, dan menjadi masalah
lingkungan. Menurut data BPS tahun 2004 total produksi sekam padi mencapai
53.7 juta ton atau setara dengan 33.92 ton beras (Irzaman et al, 2009).
Sekam padi merupakan lapisan keras yang membungkus kariopsis butir
gabah, yang terdiri dari dua belahan yang disebut lemma dan palea yang saling
bertauatan. Sekam sebagai limbah penggilingan padi jumlahnya mencapai 20-30%
dari gabah. Jika produksi Gabah Kering Giling (GKG) mencapai 54 juta ton,
maka jumlah sekam yang dihasilkan di Indonesia sekitar 10.8 juta ton
(LPPM IPB, 2009). Sekam padi dapat dimanfaatkan untuk bahan bakar alternatif.
Dengan teknologi tungku sekam, sekam padi segar bisa digunakan untuk
memasak.
Tabel 1. Potensi biomassa dalam jutaan ton dibeberapa Negara ASEAN
Biomass Type ASEAN Member Country
Indonesia Philippines Thailand
Sugar cane bagasse
6.5 7.0367 15.61
Rice husk 14.3 1.939 4.936
Coconut shells/fibres
2.1 5.638
-Palm oil residues 8.5 - -.
6
Dari aspek ekonomi perbandingan harga saat ini menunjukkan bahwa elpiji
Rp. 5.000 per kg, harga minyak tanah per liter Rp. 9.000, sedangkan batu bara
Rp. 2.000/ kg. Sedangkan sekam yang melimpah relatif tidak memiliki nilai jual
secara ekonomi. Kalaupun dihargai untuk pembuatan bata merah adalah sekitar
Rp. 0 – Rp. 10 per kg. Sehingga penggunaan sekam sebagai sumber energi panas
selain memberi nilai ekonomis, juga membantu mengurangi pencemaran
lingkungan terutama di sekitar penggilingan padi.
Panas pembakaran sekam dapat mencapai 3300 Kkal dan bulk density 0,100 g/ml serta konduktivitas panas 0,068 Kkal (Irzaman et al, 2009). Hal ini menunjukkan bahwa penggunaan kompor sekam cukup prospektif untuk
digunakan pada skala rumah tangga petani di pedesaan, karena selain mudah
mendapatkan sekamnya, juga harga kompornya relatif terjangkau. Namun masih
ada kelemahan pada kompor sekam yaitu masih banyak asap (gas karbon) yang
dihasilkan dari kompor sekam yang belum termanfaatkan dan menjadi masalah
untuk lingkungan.
2.2 Karbon
Karbon atau zat arang merupakan salah satu unsur yang berbentuk padat,
cair, maupun gas yang terdapat di dalam perut bumi, di dalam batang pohon,
ataupun di udara (atmosfir). Sumber terciptanya karbon yang berada di udara
dapat berasal dari pembakaran minyak dan gas dari kendaraan, industri,
pembakaran hutan, asap yang keluar dari letusan gunung berapi, kayu yang
dibakar, ataupun proses pelapukan tumbuh-tumbuhan (Armestoa, 2002).
Konsentrasi karbon yang berlebihan di udara bukanlah merupakan suatu
hal yang baik bagi kondisi lingkungan, karena karbon yang terlepas ke udara
secara berlebihan dapat mengakibatkan peningkatan suhu bumi atau pemanasan
global (global warming). Bersama gas-gas hasil pencemaran lain, gas karbon membentuk lapisan yang dapat menahan panas bumi keluar dari atmosfer
7
Tabel 2. Karakteristik dari Karbon
Carbon
Sumber: (Shinogi, 2002).
Di Eropa, jumlah karbon lebih besar dari pada arang. Terutama, karbon
yang terbesar dari limbah ternak, sementara itu dari kotoran lumpur adalah yang
terkecil. kapasitas air maksimum untuk karbon dari limbah ternak merupakan
jumlah yang terbesar, dan terkecil dari kotoran sludge. ini berarti bahwa produk karbon dari limbah ternak dapat terus meningkat sekitar tiga kali lipat volume air
sendiri. Akibatnya, karbonisasi dari produk limbah harus ditangani untuk
mengurangi jumlah volume karbon dan bau (Shinogi, 2002).
2.3 Bahan Bakar Nabati
Bahan Bakar Nabati merupakan salah satu bentuk green energy, secara garis besar dapat dikelompokkan menjadi tiga, yaitu: biodiesel, bioetanol, dan Pure Plant Oil (PPO) atau sering disebut bio oil.
Biodiesel merupakan bentuk ester dari minyak nabati. Bahan baku dapat berasal dari kelapa sawit, jarak pagar, kedelai dan kelapa. Dalam pemanfaatanya
dicampur dengan minyak solar dengan perbandingan tertentu. Contohnya B5
merupakan campuran 5% biodiesel dengan 95% minyak solar yang dijual secara
komersil oleh Pertamina dengan nama dagang biosolar.
8
konsumsi premium. Contohnya E5 merupakan campuran 5% bioetanol dengan
95% premium yang telah dipasarkan Pertamina dengan nama dagang biopremium.
PPO (Pure Plant Oil) merupakan minyak nabati murni tanpa perubahan sifat kimiawi dan dimanfaatkan secara langsung untuk mengurangi konsumsi solar
industri, minyak diesel, minyak tanah dan minyak bakar. Contohnya O15
merupakan campuran 15% PPO dengan 85% minyak diesel dan dapat digunakan
tanpa tambahan peralatan khusus untuk bahan bakar peralatan industri (Sugiono,
2008).
Perhitungan emisi yang ditimbulkan dari semua sumber pembakaran dapat
dihitung berdasarkan kuantitas bahan bakar dan faktor emisi rata-rata.
Dengan pendekatan ini, emisi CO2 dihitung dengan menggunakan rumus:
... ... ... (1)
dengan:
Emisi = Emisi CO2 dalam (kg)
Fuela = Kuantitas Bahan Bakar (TJ)
EFa = Faktor Emisi (kg/TJ)
a = Jenis Bahan Bakar (minyak solar, minyak diesel, dan sebagainya)
Faktor emisi untuk setiap bahan bakar ditunjukkan pada Tabel 3. Potensi
pengurangan emisi CO2 untuk penggunaan biodiesel ditunjukkan pada Tabel 4.
9
Tabel 4. Potensi Pengurangan Emisi CO2 dari Penggunaan Biodiesel
Sumber : (Sugiono, 2008).
2.4 Etanol
Etanol, disebut juga etil alkohol, alkohol murni, alkohol absolut, atau
alkohol, adalah sejenis cairan yang mudah menguap, mudah terbakar, tak berwarna, dan merupakan alkohol yang paling sering digunakan dalam kehidupan
sehari-hari. Etanol termasuk ke dalam alkohol rantai tunggal, dengan rumus kimia
C2H5OH dan rumus empiris C2H6O. Etanol merupakan isomer konstitusional dari
dimetil eter. Alkohol merupakan salah satu nama yang diberikan ke kelompok zat
organik yang mengandung unsur karbon, hydrogen dan oksigen. Etanol umumnya
digunakan secara industri sebagai pelarut untuk cat, parfum, tinta cetak dan
sebagai bahan pembasmi kuman. Alkohol dapat juga digunakan sebagai bahan
bakar tetapi penggunaannya terbatas kaitannya dengan biaya produksi yang tinggi.
Etanol dapat di produksi dengan dua cara :
a) Dengan fermentasi gula dalam anggur dan biji-bijian pembuat bir.
b) Dengan tambahan uap (air) ke eten yang mana produk minyak
dipersiapkan dari ethanol.
10
Gambar 2. Pembuatan Alkohol secara Enzimatik
2.4.1 Sifat Fisika Etanol
Sifat-sifat fisika etanol utamanya dipengaruhi oleh keberadaan gugus
hidroksil dan pendeknya rantai karbon etanol. Gugus hidroksil dapat berpartisipasi
ke dalam ikatan hidrogen, sehingga membuatnya cair dan lebih sulit menguap dari
pada senyawa organik lainnya dengan massa molekul yang sama.
Etanol adalah pelarut yang serbaguna, larut dalam air dan pelarut organik
lainnya, meliputi asam asetat, aseton, benzena, karbon tetraklorida, kloroform,
dietil eter, etilena glikol, gliserol, nitrometana, piridina, dan toluena. Etanol juga
larut dalam hidrokarbon alifatik yang ringan, seperti pentana, heksana, dan larut
dalam senyawa klorida alifatik seperti trikloroetana dan tetrakloroetilena.
Campuran etanol-air memiliki volume yang lebih kecil dari pada jumlah
kedua cairan tersebut secara terpisah. Campuran etanol dan air dengan volume
yang sama akan menghasilkan campuran yang volumenya hanya 1,92 kali jumlah
volume awal. Pencampuran etanol dan air bersifat eksotermik dengan energi
sekitar 777 J/mol dibebaskan pada 298 K. Campuran etanol dan air akan
membentuk azeotrop dengan perbandingkan kira-kira 89 mol% etanol dan
11 mol% air. Perbandingan ini juga dapat dinyatakan sebagai 96% volume etanol
dan 4% volume air pada tekanan normal dan T = 351 K. Komposisi azeotropik ini
sangat tergantung pada suhu dan tekanan. Ia akan menghilang pada temperatur di
11
Gambar. 3. Ikatan hidrogen pada etanol padat pada −186 °C
Ikatan hidrogen menyebabkan etanol murni sangat higroskopis,
sedemikiannya ia akan menyerap air dari udara. Sifat gugus hidroksil yang polar
menyebabkannya dapat larut dalam banyak senyawa ion, utamanya natrium
hidroksida, kalium hidroksida, magnesium klorida, kalsium klorida, amonium
klorida, amonium bromida, dan natrium bromida. Natrium klorida dan kalium
klorida sedikit larut dalam etanol. Oleh karena etanol juga memiliki rantai karbon
nonpolar, etanol larut dalam senyawa nonpolar, minyak atsiripewarna, dan obat
(Tambun, 2009).
Penambahan beberapa persen etanol dalam air akan menurunkan tegangan
permukaan air secara drastis. Campuran etanol dengan air yang lebih dari 50%
etanol bersifat mudah terbakar dan mudah menyala. Campuran yang kurang dari
50% etanol juga dapat menyala apabila larutan tersebut dipanaskan terlebih
dahulu.
2.4.2 Sifat Kimia Etanol
Etanol termasuk dalam alkohol primer, yang berarti bahwa karbon yang
berikatan dengan gugus hidroksil paling tidak memiliki dua atom hidrogen yang
12
2.4.2.1 Reaksi asam-basa
Gugus hidroksil etanol membuat molekul ini sedikit basa. Etanol netral
dalam air, dengan pH 100% etanol adalah 7,33. Etanol dapat diubah menjadi
konjugat basa ion etoksida (CH3CH2O−), dengan mereaksikan logam alkali
seperti natrium:
2CH3CH2OH + 2Na → 2CH3CH2ONa + H2 ... ... ... (2)
ataupun dengan basa kuat seperti natrium hidrida:
CH3CH2OH + NaH → CH3CH2ONa + H2 ... ... (3)
Reaksi seperti ini tidak dapat dilakukan dalam larutan akuatik, karena air
lebih asam daripada etanol, sehingga pembentukan hidroksida lebih mudah dari
pada pembentukan etoksida.
2.4.2.2 Halogenasi
Etanol bereaksi dengan hidrogen halida dan menghasilkan etil halida seperti
etil klorida dan etil bromida:
CH3CH2OH + HCl → CH3CH2Cl + H2O ... ... (4)
Reaksi dengan HCl memerlukan katalis seperti seng klorida. Hidrogen
klorida dengan keberadaan seng klorida dikenal sebagai reagen Lucas.
CH3CH2OH + HBr → CH3CH2Br + H2O ... ... (5)
Reaksi dengan HBr memerlukan proses refluks dengan katalis asam sulfat.
Etil halida dapat dihasilkan dengan mereaksikan alkohol dengan agen
halogenasi yang khusus, seperti tionil klorida untuk pembuatan etil klorida,
ataupun fosforus tribromida untuk pembuatan etil bromida.
13
2.4.2.3Pembentukan ester
Dengan kondisi di bawah katalis asam, etanol bereaksi dengan asam
karboksilat dan menghasilkan senyawa etil eter dan air:
RCOOH + HOCH2CH3→ RCOOCH2CH3 + H2O ... ... (7)
Agar reaksi ini menghasilkan rendemen yang cukup tinggi, air perlu dipisahkan
dari campuran reaksi ketika etil eter terbentuk.
Etanol juga dapat membentuk senyawa ester dengan asam anorganik. Dietil
sulfat dan trietil fosfat dihasilkan dengan mereaksikan etanol dengan asam sulfat
dan asam fosfat. Senyawa yang dihasilkan oleh reaksi ini sangat berguna sebagai
media etilasi dalam sintesis organik.
2.4.2.4Dehidrasi
Asam kuat yang sangat higroskopis seperti asam sulfat akan menyebabkan
dehidrasi etanol dan menghasilkan etilena maupun dietil eter:
2 CH3CH2OH → CH3CH2OCH2CH3 + H2O (pada 120'C) .... ... (8)
CH3CH2OH → H2C=CH2 + H2O (pada 180'C) ... ... (9)
2.4.2.5Oksidasi
Etanol dapat dioksidasi menjadi asetaldehida, yang kemudian dapat
dioksidasi lebih lanjut menjadi asam asetat. Dalam tubuh manusia, reaksi oksidasi
ini dikatalisis oleh enzim tubuh. Pada laboratorium, larutan akuatik oksidator
seperti asam kromat ataupun kalium permanganat digunakan untuk mengoksidasi
etanol menjadi asam asetat. Proses ini akan sangat sulit menghasilkan
asetaldehida karena terjadinya over oksidasi. Etanol dapat dioksidasi menjadi asetaldehida tanpa oksidasi lebih lanjut menjadi asam asetat menggunakan
piridinium kloro kromat (Pyridinium chloro chromate, PCC) (Wang, 1997).
C2H5OH + 2[O] → CH3COOH + H2O ... ... (10)
Produk oksidasi etanol, asam asetat, digunakan sebagai nutrien oleh tubuh
14
2.4.2.6Pembakaran
Pembakaran etanol akan menghasilkan karbon dioksida dan air:
C2H5OH(g) + 3 O2(g) → 2 CO2(g) + 3 H2O(l) ... ... (11)
2.5 Minyak Bumi
Minyak mentah (petroleum) adalah campuran kompleks yang terdiri dari
hidrokarbon dengan sejumlah kecil komponen yang mengandung sulfur, oksigen
dan nitrogen dan sangat sedikit komponen yang mengandung logam.
Struktur hidrokarbon yang ditemukan dalam minyak mentah adalah Alkana
(parafin), Siklo alkana (napten), dan Aromatik. Ketiga tipe hidrokarbon tersebut
sangat tergantung pada sumber dari minyak bumi. Pada umumnya alkana
merupakan hidrokarbon yang terbanyak tetapi kadang-kadang mengandung
sikloalkana sebagai komponen yang terbesar, sedangkan aromatik selalu
merupakan komponen yang paling sedikit.
Pengilangan/penyulingan (refining) adalah proses perubahan minyak mentah menjadi produk yang dapat dijual (marketeble product) melalui kombinasi proses fisika dan kimia.
Proses pertama dalam pemrosesan minyak bumi adalah fraksionasi dari
minyak mentah dengan menggunakan proses destilasi bertingkat, adapun hasil
yang diperoleh sesuai table 5:
Tabel 5. Proses Destilasi Bertingkat
Keterangan:
Sisa : - Minyak bisa menguap : Minyak-minyak pelumas, lilin, parafin dan vaselin
-Bahan yang tidak bisa menguap : Aspal dan arang minyak bumi
Sumber: (Zahro, 2003).
Interval titik didih (0C)
Banyaknya atom
karbon Nama Penggunaan
Dibawah 30 1 – 4 Fraksi Gas Bahan Bakar Pemanas
15
Pemakaian kerosin sebagai penerangan di negara-negara maju semakin
berkurang, sekarang kerosin digunakan untuk pemanasan. Contoh pemakaian
kerosin antara lain:
a. Minyak lampu
Kerosin sebagai minyak lampu dihasilkan dengan jalan penyulingan
langsung, sifat sifat yang harus diperhatikan bila kerosin digunakan sebagai
minyak lampu adalah Warna (Water spirit (tidak berwarna), Prime spirit, Standar
spirit), Sifat bakar (jika mengandung banyak aromatik maka apinya tidak dapat
dibesarkan karena apinya mengandung berarang), Viskositas.
b. Bahan bakar untuk pemanasan untuk memasak
Macam-macam alat pembakar kerosin adalah Alat pembakar dengan sumbu
gepeng (baunya tidak enak), Alat pembakar dengan sumbu bulat
(mempunyai lubang pengisian yang dipusatkan), Alat pembakar dengan
pengabutan tekan (merek dagang primus).
c. Bahan bakar motor
Motor-motor yang menggunakan kerosin sebagai bahan bakarnya adalah
Alat-alat pertanian (traktor), Kapal perikanan, Pesawat penerangan listrik kecil.
d. Bahan pelarut untuk bitumen
Kerosin jenis white spirit sering digunakan sebagai pelarut untuk bitumen aspal.
e. Bahan pelarut untuk insektisida
Bubuk serangga dibuat dari bunga Chrysant (Pyerlhrum cinerarieotollum) yang telah dikeringkan dan dihaluskan, sebagai bahan pelarut digunakan kerosin.
Untuk keperluan ini kerosin harus mempunyai bau yang enak atau biasanya obat
16
2.6 Kavitasi
Kavitasi didefinisikan sebagai pembentukan suatu gelembung dalam zat
cair, yang diakibatkan karena perubahan tekanan. Pada awal pembentukannya
akan mengalami pertumbuhan hingga mencapai ukuran maksimum yang
kemudian akan diikuti oleh keruntuhan ukuran gelembung secara drastis, siklus
refraksi-kompresi ini akan berlangsung secara berulang bergantung kondisi dari
cairan yang digunakan. Namun, secara umum kavitasi yang muncul dalam cairan
hanya mengalami satu atau dua kali siklus sebelum akhirnya gelembung tersebut
terpecah menjadi gelembung-gelembung kecil lainnya, hal ini diakibatkan karena
adanya pengaruh dari zat-zat yang terlarut di dalamnya.
Secara umum, kavitasi diklasifikasikan ke dalam empat jenis yaitu
a. Akustik kavitasi merupakan proses kavitasi dengan variasi tekanan dalam
cairan yang dilakukan dengan menggunakan gelombang suara (gelombang
ultrasonik), dengan frekuensi 16 kHz - 100 MHz . Perubahan kimia yang
terjadi karena kavitasi disebabkan oleh berlalunya gelombang suara
biasanya dikenal sebagai sonochemistry.
b. Hidrodinamik kavitasi merupakan proses kavitasi dengan variasi tekanan
yang diperoleh dengan menggunakan sistem geometri untuk menciptakan
variasi kecepatan. Sebagai contoh, pertukaran tekanan dan energi kinetik
dapat dicapai dengan menggunakan lubang terbatas, aliran venturi dalam
pipa, dan lain-lain.
c. Optik kavitasi meruapakan proses kavitasi yang dihasilkan oleh pecahnya
foton akibat tingginya intensitas cahaya laser pada cairan kontinum.
d. Partikel kavitasi merupakan proses kavitasi yang dihasilkan oleh setiap
jenis berkas partikel dasar, misalnya proton, pecahnya cairan seperti dalam
17
Dari cara menghasilkannya, kavitasi dapat dibedakan menjadi dua jenis,
kavitasi hidrodinamik dan kavitasi akustik. Kavitasi hidrodinamik merupakan
suatu fenomena kavitasi yang dihasilkan melalui pergerakan hidrodinamik cairan
tersebut sedangkan kavitasi akustik dihasilkan melalui aplikasi gelombang akustik
terhadap cairan, dan gelombang yang digunakan berada pada daerah frekuensi
ultrasonik (Alipi, 1992).
Karena perbedaan yang dimiliki dalam cara menghasilkannya, kedua
fenomena kavitasi ini memiliki beberapa perbedaan. Perbedaan paling mencolok
diperlihatkan dalam waktu yang dibutuhkan oleh kedua fenomena kavitasi ini
untuk menghasilkan satu siklus refraksi-kontraksi, dimana pada kavitasi
hidrodinamik waktu yang dibutuhkannya jauh lebih lama dibandingkan kavitasi
akustik, yang perbedaannya dapat mencapai hingga tiga orde (Arrojo, 2008).
Waktu yang lebih lama untuk mengalami satu siklus akan menghasilkan
gelembung kavitasi yang lebih banyak dibandingkan dengan kavitasi akustik,
namun karena kavitasi hidrodinamik muncul diakibatkan oleh pergerakan dari
cairan dengan kecepatan yang tidak konstan, menyebabkan studi yang dibutuhkan
menjadi jauh lebih kompleks dibandingkan dengan kavitasi akustik.
Pada gambar 3 diperlihatkan salah satu contoh model dari pergerakan
kavitasi akustik untuk nilai frekuensi (f) gelombang 500 kHz dan amplitudo
tekanan (A) sebesar 141 kPa, dengan gelembung awal (R0) 10 µm.
18
Generator pembangkit merupakan suatu alat yang menggunakan transduser
piezo elektrik yang berosilasi pada frekuensi 16 kHz – 100 MHz. Gelombang
yang mengenai cairan menghasilkan droplet-droplet. Pada pengoperasiannya,
cairan dialirkan dalam kristal, membentuk lapisan tipis cairan antara permukaan
kristal dan lubang. Pembangkitan listrik kristal tersebut menyebabkan vibrasi
permukaan kristal yang terjadi pada frekuensi tersebut. Adanya gaya vibrasi pada
cairan yang melalui lubang, mengubah cairan menjadi droplet. Ukuran
droplet-droplet tersebut ditentukan oleh frekuensi gelombang ultrasonik yang
dibangkitkan. Gambar 4 adalah skema pembangkitan aerosol oleh gelombang
ultrasonik (Mason and Lorimer, 2002).
Gambar 5. Ilustrasi vibrasi cairan menjadi droplet-droplet oleh gelombang ultrasonik.
Ukuran partikel-partikel droplet bergantung pada tensi permukaan (T ),
kerapatan fluida (ρ ), dan frekuensi ( f ). Hubungan ketiga besaran tersebut
secara matematis ditulis melalui persamaan:
... (12)
Untuk air, T=0.0729N/m, ρ =1000kg/m3, and f=2.4mHz, menghasilkan ukuran
19
3. METODOLOGI PENELITIAN
3.1. Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan sejak bulan November 2010 sampai dengan
April 2011 di Laboratorium Biofisika-IPB.
3.2. Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah air (H2O), minyak tanah,
etanol, dan asap (gas karbon) dari pembuangan tungku sekam.
Alat yang digunakan pada penelitian ini adalah tungku sekam, generator
pembangkit gelombang ultrasonik (humnidifier dengan frekuensi ultrasonik
17 + 43 kHz, ukuran membrane keramik 16 mm, batas temperature 0-40 oC),
Termometer digital.
3.3. Metode Penelitian
Penelitian ini dibagi dalam beberapa tahap:
1. Mendisain kompor untuk bahan bakar campuran air, Bioetanol dan
Asap (gas karbon).
Gambar. 6. Desain Kompor
Sumber: (Irzaman et al, 2009).
Ultrasonik
20
2. Analisis kompor untuk bahan bakar campuran air, Minyak Tanah
dan Asap (gas karbon).
3. Perhitungan Efisiensi Energi Kompor
Untuk mengetahui nilai efisiensi yang dihasilkan dari pemanfaatan karbon ini menggunakan persamaan berikut :
η = m c ∆t
Ein ... (13)
Ket:
21
Gambar 7. Diagram Alir Penelitian
Persiapan Alat dan Bahan
Air Minyak/Alkohol Karbon dari
pembuangan tungku
Metode kavitasi dengan
menggunakan sonokimia
Kompor dengan bahan bakar campuran air + minyak/alcohol + karbon
Analisis Data
Laporan Disain Rekayasa
Ya
23
4. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Tungku Sekam
Pembakaran merupakan suatu proses kimia yang terjadi karena kombinasi
yag sangat cepat antara oksigen dan elemen atau campuran kimia yang
menghasilkan pelepasan panas (Gultom, 2000). Sekam padi dapat dimanfaatkan
untuk bahan bakar alternatif. Dengan teknologi kompor sekam bisa digunakan
untuk memasak. Energi alternatif dengan menggunakan sekam padi lebih murah
dibandingkan dengan energi yang lain (Irzaman et al, 2009). Kompor sekam masih mempunyai kekurangan yaitu masih banyaknya karbon yang terbuang ke
udara dari hasil pembakaran sekam padi yang belum termanfaatkan dan menjadi
masalah bagi lingkungan.
Proses penggunaan tungku sekam untuk mendidihkan 1 liter air
membutuhkan waktu 7 – 10 menit, dengan penggunaan sekam sebanyak 0.1 kg
seperti terlihat pada gambar 8. Hal ini menunjukan bahwa pengunaan sekam
untuk bahan bakar mempunyai harga yang murah di bandingkan dengan minyak
tanah atau LPG. Tungku sekam masih mempunyai kekurangan yaitu masih
banyaknya karbon yang terbuang ke udara dari hasil pembakaran sekam padi yang
belum termanfaatkan dan menjadi masalah bagi lingkungan.
Gambar 8. Grafik Suhu Air Terhadap Waktu Pada Pada Penggunaan Kompor
Sekam Untuk mendidihkan 1 liter air
24
Tabel 6. Hasil Akhir dan Perkiraan Analisis Bahan Bakar Sekam Padi
Sumber : (Albino, 2006).
Tabel 6 menunjukan bahwa karbon yang dihasilkan dari proses pembakaran
sekam padi sebesar 41,44%. Angka tersebut cukup besar menyumbangkan karbon
yang dilepas ke udara. Jika penggunaan sekam padi semakin meningkat
dikhawatirkan akan meningkatnya jumlah karbon di atmosfir yang dapat
menyebabkan perubahan suhu sebagai awal terjadinya global warming. Gas karbon hasil pembakaran sekam saat ini dapat dimanfaatkan sebagai energi
alternatif dengan metode kavitasi.
4.2. Efisiensi Energi Tungku Sekam
Energi alternatif dengan menggunakan sekam padi lebih murah
dibandingkan dengan energi yang lain. Nilai efisiensi tungku sekam untuk
mendidihkan 1 liter air dengan tiga kali pengulangan berkisar antara
14.34% - 21.21% dengan waktu untuk mendidihkan air tersebut antara
7 – 13 menit. Pada penelitian sebelumnya, tungku sekam yang digunakan untuk
mendidihkan air sebanyak 6 liter mempunyai efisiensi energi sebesar 18 %, nilai
efisiensi tungku sekam untuk mendidihkan 1 liter air mendekati nilai efisiensi
25
Gambar 9. Grafik Efisiensi Energi Tungku Sekam
Panas pembakaran sekam dapat mencapai 3300 Kkal dan bulk density
0,100 g/ml serta konduktivitas panas 0,068 Kkal (Irzaman et al, 2009). Hal ini menunjukkan bahwa penggunaan kompor sekam cukup prospektif untuk
digunakan pada skala rumah tangga petani / pedesaan ataupun industri.
4.3. Kompor Bahan Bakar Minyak dan Air dengan Metode Kavitasi
Dalam pembakaran bahan bakar atau limbah dimana komponen utamanya
terdiri dari karbon dan hidrogen, pelepasan panas yang terjadi ditunjukan oleh
reaksi berikut:
C + O2 CO2 + Energi ... (14)
2H2 + O2 2H2O + Energi ... (15)
Dari reaksi di atas terlihat bahwa produk utama dari pembakaran bahan
bakar adalah CO2, H2O dan energi (Panas) (Maulana, 2009).
Kompor bahan bakar minyak-air dengan metode kavitasi dapat dijadikan
sebagai salah satu energi alternatif, metode ini dapat menghemat bahan bakar
minyak karena ada penambahan air yang dicampur dengan minyak. Kompor
dengan bahan bakar minyak-air dengan metode kavitasi mempunyai perbandingan
maksimum antara minyak dan air adalah 240 ml : 460 ml atau 4 : 6, seperti pada
gambar 10, kompor yang digunakan untuk memanaskan air sudah mati dalam
waktu 18 menit dan suhu air hanya mencapai 72 oC. Hal ini menunjukan bahwa,
26
minyak yang terlalu banyak dalam campuran minyak-air, tidak dapat teruraikan
oleh gelombang ultrasonik yang dihasilkan oleh generator pembangkit
gelombang, sehingga campuran minyak-air tersebut tidak dapat digunakan untuk
bahan bakar karena pada perbandingan ini kompor kekurangan oksigen yang
menyebabkan kompor mati..
Kompor dengan bahan bakar minyak-air dengan metode kavitasi
mempunyai perbandingan minimum antara minyak dan air adalah 66 ml : 534 ml
atau 1 : 8, seperti pada gambar 10 kompor yang digunakan untuk memanaskan air
sudah mati pada waktu 20 menit dan suhu air hanya mencapai 75oC. Hal ini
menunjukan bahwa, Jika campuran air terlalu banyak kompor akan kelebihan
oksigen dan kompor kekurangan minyak tanah sebagai pemicu proses
pembakaran sehingga kompor tidak akan menyala.
Pada Penelitian ini, kompor dengan bahan bakar minyak-air dengan
metode kavitasi dibuat dengan perbandingan yang berbeda-beda untuk
mengetahui perbandingan yang paling baik, dari hasil penelitian diperoleh
perbandingan yang paling baik yaitu perbandingan minyak dan air (150 ml : 450
ml) karena dapat mendidihkan 1 liter air (95oC) dalam waktu 13 menit.
Gambar 10. Grafik Suhu Air Terhadap Waktu Pada Pada Kompor Bahan Bakar
Air-Minyak Untuk mendidihkan 1 liter air
27
4.4. Kompor Bahan Bakar Minyak, Air dan Asap (Gas Karbon) dengan Metode Kavitasi
Sekam padi memiliki potensi besar untuk digunakan sebagai bahan bakar
dalam memproduksi energi alternatif (Jain, 1995). Bagian yang dapat dijadikan
sebagai energi alternatif adalah gas karbon hasil pembakaran sekam padi.
Penggunaan gas karbon sebagai energi alternatif menjadi salah satu upaya untuk
mengurangi jumlah karbon di udara karena gas karbon yang terlepas dalam
jumlah yang berlebih memiliki dampak negatif bagi lingkungan dan menjadi salah
satu penyebab untuk meningkatkan suhu bumi yang mengakibatkan pemanasan
global, karena karbon yang terlepas ke udara secara berlebihan bersama gas-gas
hasil pencemaran lain, gas karbon membentuk lapisan yang dapat menahan panas
bumi keluar dari atmosfer sehingga menyebabkan suhu udara di bumisemakin
panas.
Gas karbon hasil pembakaran sekam padi saat ini dapat dimanfaatkan
sebagai energi alternatif dengan menggunakan metode kavitasi. Gas karbon yang
dihasilkan tidak lagi dilepas ke alam sehingga dapat mengurangi pelepasan karbon
ke udara yang dapat menyebabkan perubahan suhu bumi. Gas karbon hasil
pembakaran sekam padi dialirkan pada kompor bahan bakar minyak-air hasil
kavitasi oleh sonokimia. Dari data hasil penelitian diperoleh bahwa penambahan
gas karbon dapat meningkatkan energi panas kompor sehinggga kompor yang
sudah ditambahkan gas karbon dapat mendidihkan 1 liter air lebih cepat
dibandingkan dengan kompor yang belum ditambahkan dengan gas karbon.
Kompor dengan perbandingan minyak-air 150 ml : 450 ml (1 : 3) dan
ditambahkan gas karbon dapat mendidihkan 1 liter air dalam waktu 11 menit, hal
ini menunjukan bhwa penambahan gas karbon dapat mempercepat mendidihkan
1 liter air dibandingkan dengan kompor bahan minyak-air yang belum
ditambahkan gas karbon. Pada kompor bahan minyak-air yang belum
ditambahkan gas karbon untuk mendidihkan 1 liter air membutuhkan waktu
28
Gambar 11. Grafik Suhu Air Terhadap Waktu Pada Pada Kompor Bahan Bakar
Air-Minyak-Asap (Gas Karbon) Untuk mendidihkan 1 liter air
Gas karbon hasil pembakaran sekam padi yang dialirkan ke kompor hasil
kavitasi dapat mempersingkat waktu pendidihan 1 liter air karena penambahan gas
karbon pada kompor hasil kavitasi dapat menambah energy panas.
4.5. Kompor Bahan Bakar Bioetanol dan Air dengan Metode Kavitasi
Masalah yang berkenaan dengan energi nasional adalah adanya
kecenderungan konsumsi energi fosil yang semakin besar, energi mix yang masih
timpang, dan harga minyak dunia yang tidak menentu. Ketimpangan energi mix
adalah terjadinya penggunaan salah satu jenis energi yang terlalu dominan, yaitu
penggunaan minyak bumi sebesar 54,4% (Sugiono, 2008). Ketimpangan energi
mix dan penggunaan energi yang masih boros mengakibatkan beban nasional
semakin berat. Khusus untuk minyak tanah, subsidi pemerintah khusus masih
mencapai sekitar 34,51 triliun rupiah. Oleh karena itu, perlu upaya-upaya lain, di
antaranya adalah penggunaan bahan bakar nabati (BBN), untuk mengurangi
subsidi, sekaligus memenuhi kebutuhan masyarakat bawah berupa pengganti
minyak tanah. Bahan bakar nabati (BBN) adalah semua bahan bakar yang berasal
29
dari minyak nabati, dan dapat berupa biodiesel, bioetanol, bio-oil (minyak nabati murni) (Prastowo, 2007).
Salah satu energi alternatif yang menjanjikan adalah bioetanol. Bioethanol
adalah ethanol yang bahan utamanya dari tumbuhan dan umumnya menggunakan
proses farmentasi. Bioetanol dapat dibuat dari singkong. Singkong (Manihot
utilissima) merupakan tanaman yang sangat populer di seluruh dunia, khususnya
di negara-negara tropis. Di Indonesia, singkong memiliki arti ekonomi terpenting
dibandingkan dengan jenis umbi-umbian yang lain Selain itu kandungan pati
dalam singkong yang tinggi sekitar 25-30% sangat cocok untuk pembuatan energi
alternative (Prastowo, 2007). Dengan demikian, singkong adalah jenis
umbi-umbian daerah tropis yang merupakan sumber energi paling murah sedunia dan
dapat dioptimalkan untuk mengatasi krisis energi.
Bioetanol adalah etanol yang bahan utamanya dari tumbuhan dan umumnya
menggunakan proses farmentasi. Etanol atau etil alkohol C
2H5OH berupa cairan
bening tak berwarna, terurai secara biologis (biodegradable), toksisitas rendah dan tidak menimbulkan polusi udara yg besar bila bocor. Etanol yang terbakar
menghasilkan karbondioksida (CO
2) dan air (Rikana, 2006).
Etanol adalah bahan bakar beroktan tinggi dan dapat menggantikan timbal
sebagai peningkat nilai oktan dalam bensin. Dengan mencampur ethanol dengan
bensin, akan mengoksigenasi campuran bahan bakar sehingga dapat terbakar lebih
sempurna dan mengurangi emisi gas buang (seperti karbonmonoksida/CO)
(Prastowo, 2007. Sugiono, 2008).
Kompor bahan bakar bioetanol-air dengan metode kavitasi dapat dijadikan
sebagai salah satu energi alternatif, metode ini dapat menghemat bahan bakar
bioetanol karena ada penambahan air yang dicampur dengan bioetanol. Kompor
dengan bahan bakar bioetanol-air dengan metode kavitasi mempunyai
perbandingan maksimum antara bioetanol dan air adalah 500 ml : 0 ml. karena
gelombang ultrasonik yang dihasilkan oleh sonokimia dapat memecahkan larutan
bioetanol tersebut menjadi droplet-droplet atau uap kering sehingga dapat
30
Gambar 12. Grafik Suhu Air Terhadap Waktu Pada Pada Kompor Bahan Bakar
Air-Bioetanol Untuk mendidihkan 1 liter air
Kompor dengan bahan bakar bioetanol-air dengan metode kavitasi
mempunyai perbandingan minimum antara bioetanol dan air adalah
208 ml : 292 ml atau 2 : 3. Jika air terlalu banyak maka kompor mati, karena
oksigen terlalu banyak dan bioetanol sebagai pemicu dalam proses pembakaran
kurang yang menyebabkan api tidak menyala.
Pada Penelitian ini, kompor dengan bahan bakar bioetanol-air dengan
metode kavitasi dibuat dengan perbandingan yang berbeda-beda untuk
mengetahui perbandingan yang paling baik, dari hasil penelitian diperoleh
31
4.6. Kompor Bahan Bakar Bioetanol, Air dan Asap (Gas Karbon) dengan Metode Kavitasi
Gas karbon hasil pembakaran sekam padi dialirkan pada kompor bahan
bakar bioetanol-air hasil kavitasi oleh sonokimia. Dari data hasil penelitian
diperoleh bahwa penambahan gas karbon dapat meningkatkan energi panas
kompor sehinggga kompor yang sudah ditambahkan gas karbon dapat
mendidihkan 1 liter air lebih cepat dibandingkan dengan kompor yang belum
ditambahkan dengan gas karbon. Kompor dengan perbandingan bioetanol -air
278 ml : 222 ml (1 : 1) dan ditambahkan gas karbon dapat mendidihkan 1 liter air
(97 oC) dalam waktu 14 menit, hal ini menunjukan bahwa penambahan gas
karbon dapat mempercepat mendidihkan 1 liter air dibandingkan dengan kompor
bahan minyak-air yang belum ditambahkan gas karbon. Pada kompor bahan
bioetanol -air yang belum ditambahkan gas karbon untuk mendidihkan 1 liter air
(95 oC) membutuhkan waktu 17 menit, seperti ditunjukan pada gambar 13.
Gambar 13. Grafik Suhu Air Terhadap Waktu Pada Pada Kompor Bahan Bakar
Air-Bioetanol-Asap (Gas Karbon) Untuk mendidihkan 1 liter air
32
Gas karbon hasil pembakaran sekam padi yang dialirkan ke kompor hasil
kavitasi dapat mempersingkat waktu pendidihan 1 liter air karena penambahan gas
karbon pada kompor hasil kavitasi dapat menambah energi panas.
4.7. Efisiensi Energi Kompor Bahan Bakar Minyak-Air dan Kompor Bahan Bakar Bioetanol-Air dengan Metode Kavitasi
Penggunaan generator pembangkit gelombang menghasilkan getaran
ultrasonik yang berguna untuk mengubah campuran air dan minyak menghasilkan
uap kering. Sehingga uap kering hasil kavitasi dapat digunakan sebagai bahan
bakar. Hasil proses tersebut dapat digunakan untuk mendidihkan air sebanyak
1 liter dengan efisiensi energi antara 11.49% - 18.16%, sedangkan Kompor
dengan bahan bakar bioetanol-air dengan metode kavitasi dapat digunakan untuk
mendidihkan 1 liter air dengan efisiensi energi antara 13.25% - 17.50%.
Gambar 14. Grafik Efisiensi Energi Kompor Bahan Bakar Minyak-Air Dengan
Metode Kavitasi Untuk Mendidihkan 1 Liter Air
Gambar 15. Grafik Waktu Pada Kompor Bahan Bakar Minyak-Air Dengan Metode Kavitasi Untuk Mendidihkan 1 Liter Air
0
Sebelum dialirkan karbon
Setelah dialirkan karbon
0
Sebelum dialirkan karbon
33
Gambar 16. Grafik Efisiensi Energi Kompor Bahan Bakar Bioetanol-Air Dengan
Metode Kavitasi Untuk Mendidihkan 1 Liter Air
Gambar 17. Waktu Mendidihkan Air Pada Kompor Bahan Bakar Etanol-Air dengan Metode Kavitasi
Karbon hasil pembakaran kompor sekam dapat dimanfaatkan sebagai
energi alternatif dengan bantuan alat sonokimia. Penggunaan sonokimia
menghasilkan getaran ultrasonic yang berguna untuk mengubah campuran air dan
minyak menghasilkan uap kering. Setelah itu, gas karbon (asap) yang dihasilkan
dari pembakaran sekam padi dialirkan pada hasil kavitasi campuran minyak dan
air. Hasil proses tersebut dapat digunakan untuk mendidihkan air sebanyak 1 liter
dengan efisiensi energy antara 11.36% - 17.28%.
0
Sebelum dialirkan karbon
setelah dialirkan karbon
0
Sebelum dialirkan karbon
34
Kompor dengan bahan bakar bioetanol-air-asap (gas karbon) dengan
metode kavitasi dapat digunakan untuk mendidihkan 1 liter air dengan efisiensi
energi antara 13.34% - 17.50%.
Hal ini menunjukan bahwa penggunaan gas karbon dari hasil pembakaran
sekam padi dapat mengefisienkan penggunaan bioetanol dan minyak yang cukup
35
5. SIMPULAN DAN SARAN
5.1. Simpulan
Salah satu energi alternatif yang memiliki potensi besar adalah dengan
memanfaatkan gas karbon hasil pembakaran tungku sekam padi. Dari hasil
penelitan yang sudah dilakukan, Karbon dapat meningkatkan energi panas karena
dengan penambahan karbon sebagai bahan bakar akan menghasilkan energi yang
lebih banyak. Pemanfaatan asap (gas karbon) dengan metode kavitasi dari hasil
pembakaran sekam padi untuk pengembangan kompor dengan bahan bakar
campuran air-minyak tanah/bioetanol mudah diterapkan dalam kegiatan rumah
tangga dan industri. Campuran air-minyak-gas karbon (asap) menghasilkan
efisiensi energi antara 11,36% sampai 18,16%. Campuran air-bioetanol-gas
karbon (asap) menghasilkan efisiensi energi antara 13,25% sampai 17,50%. Hal
ini menunjukan bahwa penggunaan gas karbon dari hasil pembakaran sekam padi
dapat mengefisienkan penggunaan minyak tanah/bioetanol yang cukup besar
dengan panas yang relatif tinggi.
Dengan peralatan sederhana dan bahan baku yang cukup murah diharapkan
hasil penelitian ini dapat bermanfaat bagi semua kalangan dan diharapkan di masa
depan tidak hanya karbon hasil pembakaran sekam padi yang dapat dijadikan
energi alternatif tetapi juga jenis karbon dari hasil pembakaran apapun dapat
dijadikan bahan baku. Sehingga selain menghasilkan energi alternatif tetapi juga
dapat melestarikan lingkungan.
5.2. Saran
Bila penelitan ini akan dilanjutkan disarankan:
1. Menggunakan Bahan bakar selain minyak tanah dan bioetanol.
2. Asap (Gas karbon) yang berbeda tidak hanya dari tungku sekam.
37
DAFTAR PUSTAKA
Albino D O. 2006 Emissions from multiple-spouted and spout-fluid fluidized beds using rice husks as fuel. School of Engineering and Architecture, Mindanao Polytechnic State College, Cagayan de Oro City 9000, Philippines
Alipi A, Cataldo F, Galbato A. 1992. Ultrasound cavitation in sonochemistry: decomposition of carbon tetrachloride in aqueous solutions of potassium iodide.Ultrasonic Vol 30 No 3.
Armestoa L, Bahilloa A, Veijonenb K, Cabanillasa A, Oteroa J. 2002. Combustion behaviour of rice husk in a bubbling uidised bed. Elsevier Science Ltd. All rights reserved
Arrojo S, Benitto Y. 2008. A theoretical study of hydrodynamic cavitation. Ultrasonics Sonochemistry 15, 203-211.
Cheeke J D N. 2002. Fundamental and applications of Ultrasonic waves. CRC PRESS
Gogate Parag R. 2002. Cavitation: an auxiliary technique in wastewater treatment schemes. Elsevier Science Ltd. All rights reserved.
Gultom O. 2000. Pengkajian Recovery Energi Hasil Proses Insenerator untuk pemnasan udara Pembakaran. Pusat Pengembangan Pengelolaan Limbah Radioaktif.
(IEO)International Energy Outlook. 2010. World Energy Demand and Economic Outlook.
Irzaman, Darmasetiawan H, Alatas H, Irmansyah, Husni A D, Indro M N. 2008.
Workshop on Renewable Energy Technology Applicaitons to Support E3i Village, 22 – 24 July 2008, Jakarta Indonesia
Irzaman, Darmasetiawan H, Alatas H, Irmansyah, Husni A D, Indro M N, Herdhienata H, Abdullah K, Mandang T, Tojo S. 2009. Optimization of Thermal Efficiency of Cooking Stove withRice-Husk Fuel in Supporting the Proliferation of Alternative Energy in Indonesia
Jain A, Rajeswara Rao T, Sambi S and Grover P D. 1995. Energy and Chemical From Rice Husk. Chemical Enginering Dept, Indian Institut of Technology, Hauz Khas, New Delhi 110 016, India
38
Liherlinah, Muhammad Sanny, Ahmad Rifki Marully, Mikrajuddin Abdullah dan Khairurrijal. 2008. Desain Prototipe Reaktor Steam Reforming Menggunakan Ultrasonik Nebulizer. Laboratorium Sintesis dan Fungsionalisasi Nanomaterial KK Fisika Material Elektronik, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Teknologi Bandung, Jalan Ganesha 10 Bandung 40132
(LPPM) Lembaga Penelitian dan Pemberdayaan Masyarakat IPB. 2009. Tungku Sekam “HEMAT” (Hemat Energi Murah Amat Terjangkau). LPPM IPB dan Departemen Fisika IPB.
Mason T J and Lorimer P J. 2002. Applied Sonochemistry.Uses of Ultrasound in Chemistry and Prosesing. Copyright@2002 Wiley-VCH Verlag Gmbh & Co.KGaA.
Maulana R. 2009. Optimasi Efisiensi Tungku Sekam dengan Variasi Lubang Utama pada Badan Kompor. Departemen Fisika. Institit Pertanian Bogor
Prastowo B. 2007. Bahan Bakar Nabati Asal Tanaman Perkebunan Sebagai Alternatif Pengganti Minyak Tanah Untuk Rumah Tangga. Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan Indonesian Center for Estate Crops Research and Development.
Rikana H, Adam R, Sumarno. 2006. Pembuatan Bioethanol Dari Singkong Secara Fermentasi Menggunakan Ragi Tape. Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Diponegoro.
Shinogi Y, Yoshida H, Koizumi T, Yamaoka M, Saito T. 2002 Basic characteristics of low temperature carbon products from waste sludge. Elsevier Science Ltd. All rights reserved
Sugiono A. 2008. Pengembangan Bahan Bakar Nabati untuk Mengurangi Dampak Pemanasan Global. Peneliti Bidang Perencaan Energi Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi.
Tambun H. 2009. Analisis Pengaruh Temperatur Reaksi dan Konsentrasi Katalis KOH Dalam Media Etanol Terhadap Perubahan Karakteristik Fisika Biodisel Minyak Kelapa.Unuversitas Sumatra Utara.
Wang M, Saricks C, May Wu. 1997. Fuel-Cycle Fosil Energy Use and Greenhouse Gas Emissions of Fuel Ethanol Produced from U.S. Midwest Corn. Center for Transportation Research Argone National Laboratory.
40
Lampiran 1. Kompor Bahan Bakar Campuran Air-Minyak/Bioetanol-Asap
(Gas Karbon)
Gambar 18. Generator Pembangkit Gelombang Ultrasonik
Gambar 19. Proses Perubahan Air Menjadi Uap Kering
Oleh Generator Pembangkit Gelombang Ultrasonik
Gambar 20. Kompor Bahan Bakar Campuran
41
Lampiran 2. Penggunaan Tungku Sekam Untuk Mendidhkan 1 Liter Air
Tebel 7. Penggunaan Tungku Sekam Untuk Mendidihkan 1 Liter Air
Tebel 8. Penggunaan Tungku Sekam Untuk Mendidihkan 1 Liter Air
42
Lampiran 3. Kompor Bahan Bakar Minyak-Air Dengan Metode Kavitasi Untuk
Mendidihkan 1 Liter Air Dengan Beberapa Perbandingan
Tabel 10. Kompor Bahan Bakar Minyak-Air dengan Metode Kavitasi untuk
mendidihkan 1 liter air
Tabel 11. Kompor Bahan Bakar Minyak-Air dengan Metode Kavitasi untuk
mendidihkan 1 liter air
43
Tabel 12. Kompor Bahan Bakar Minyak-Air dengan Metode Kavitasi untuk
mendidihkan 1 liter air
Tabel 13. Kompor Bahan Bakar Minyak-Air dengan Metode Kavitasi untuk
mendidihkan 1 liter air
44
Tabel 14. Kompor Bahan Bakar Minyak-Air dengan Metode Kavitasi untuk
mendidihkan 1 liter air
Minyak/air (ml) Wadah (0C) Air (0C) Kompor (0C)
Waktu (menit)
66 : 534 66 58 308 5
85 62 322 10
98 71 303 15
80 75 155 20
45
Lampiran 4. Kompor Bahan Bakar Minyak-Air-Asap (Gas Karbon) Dengan Metode
Kavitasi Untuk Mendidihkan 1 Liter Air Dengan Beberapa Perbandingan
Tabel 15. Kompor Bahan Bakar Minyak-Air-Asap (Gas Karbon) dengan Metode
Kavitasi untuk mendidihkan 1 liter air
Tabel 16. Kompor Bahan Bakar Minyak-Air-Asap (Gas Karbon) dengan Metode
Kavitasi untuk mendidihkan 1 liter air
46
Tabel 17. Kompor Bahan Bakar Minyak-Air-Asap (Gas Karbon) dengan Metode
Kavitasi untuk mendidihkan 1 liter air
Minyak/air (ml) Wadah (0C) Air (0C) Kompor (0C)
Waktu (menit)
100 : 500 73 70 181 5
87 83 259 10
119 97 219 13
165 98 253 15
102 96 332 17
47
Lampiran 5. Kompor Bahan Bakar Bioetanol-Air Dengan Metode Kavitasi Untuk
Mendidihkan 1 Liter Air Dengan Beberapa Perbandingan
Tabel 18. Kompor Bahan Bakar Bioetanol-Air dengan Metode Kavitasi Untuk
Mendidihkan 1 Liter Air
Tabel 19. Kompor Bahan Bakar Bioetanol-Air dengan Metode Kavitasi Untuk
48
Tabel 20. Kompor Bahan Bakar Bioetanol-Air dengan Metode Kavitasi Untuk
Mendidihkan 1 Liter Air
Bioetanol(90%)/ air (ml)
Wadah (0C)
Air (0C)
Kompor (0C)
Waktu (menit)
222 : 278 66 45 160 5
67 58 198 10
77 67 156 15
76 72 157 20
49
Lampiran 6. Kompor Bahan Bakar Bioetanol-Air-Asap (Gas Karbon) Dengan
Metode Kavitasi Untuk Mendidihkan 1 Liter Air Dengan Beberapa Perbandingan
Tabel 21. Kompor Bahan Bakar Bioetanol-Air-Asap (Gas Karbon) dengan Metode
Kavitasi Untuk Mendidihkan 1 Liter Air
Tabel 22. Kompor Bahan Bakar Bioetanol-Air-Asap (Gas Karbon) dengan Metode
50
Tabel 23. Kompor Bahan Bakar Bioetanol-Air-Asap (Gas Karbon) dengan Metode
Kavitasi Untuk Mendidihkan 1 Liter Air
Bioetanol(90%)/ air (ml)
Wadah (0C)
Air (0C)
Kompor (0C)
Waktu (menit)
389 : 111 65 60 149 5
81 79 277 10
99 82 190 12
110 88 173 13
117 95 196 14
51
Lampiran 7. Efisiensi Energi Kompor Bahan Bakar Minyak-Air-Asap (Gas Karbon)
Dengan Metode Kavitasi Untuk Mendidihkan 1 Liter Air Dengan Beberapa
Perbandingan
Tabel. 24. Efisiensi Energi Kompor Bahan Bakar Minyak-Air dengan Metode
Kavitasi untuk mendidihkan 1 liter air
Tabel. 25. Efisiensi Energi Kompor Bahan Bakar Minyak-Air-Asap (Gas Karbon)
52
Lampiran 8. Efisiensi Energi Kompor Bahan Bakar Bioetanol-Air-Asap (Gas
Karbon) Dengan Metode Kavitasi Untuk Mendidihkan 1 Liter Air Dengan Beberapa
Perbandingan
Tabel. 25. Efisiensi Energi Kompor Bahan Bakar Bioetanol-Air dengan Metode
Kavitasi untuk mendidihkan 1 liter air
Tabel. 26. Efisiensi Energi Kompor Bahan Bakar Bioetanol-Air-Asap (Gas Karbon) dengan Metode Kavitasi untuk mendidihkan 1 liter air