• Tidak ada hasil yang ditemukan

Metode Komunikasi Pendiseminasian Teknologi Budidaya Padi Berbasis Pemetaan Pengguna

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Metode Komunikasi Pendiseminasian Teknologi Budidaya Padi Berbasis Pemetaan Pengguna"

Copied!
115
0
0

Teks penuh

(1)

METODE KOMUNIKASI PENDISEMINASIAN TEKNOLOGI

BUDIDAYA PADI BERBASIS PEMETAAN PENGGUNA

NURHAYATI

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi berjudul Metode Komunikasi Pendiseminasian Teknologi Budidaya Padi Berbasis Pemetaan Pengguna adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi lain. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir disertasi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Juli 2016

(4)
(5)

RINGKASAN

NURHAYATI. Metode Komunikasi Pendiseminasian Teknologi Budidaya Padi Berbasis Pemetaan Pengguna. Dibimbing oleh AIDA VITAYALA S. HUBEIS, AMIRUDDIN SALEH dan BASITA GINTING SUGIHEN.

Produktivitas padi sangat dipengaruhi oleh teknologi yang digunakan seperti paket komponen teknologi dasar dan paket komponen teknologi pilihan. Oleh karena itu, kedua paket perlu diupayakan pada masa yang akan datang untuk menjamin ketahan pangan secara nasional diseminasi produksi padi. Keberadaan budidaya padi seperti komponen teknologi dasar dan komponen teknologi pilihan menjadi fokus perhatian utama yang perlu dipertimbangkan atau diupayakan. Tujuan penelitian untuk (1) menganalisis metode komunikasi pendiseminasian inovasi teknologi budidaya padi; (2) menganalisis faktor-faktor dominan pada metode komunikasi pendiseminasian teknologi budidaya padi; (3) menentukan strategi metode komunikasi pendiseminasian inovasi teknologi budidaya padi berbasis pemetaan pengguna; (4) menganalisis hubungan metode komunikasi pendiseminasian dan kualitas layanan lembaga dengan kategori adopsi teknologi budidaya padi; (5) memetakan faktor-faktor dominan pada metode komunikasi pendiseminasian dikaitkan kualitas layanan lembaga dengan kategori adopsi teknologi budidaya padi. Penelitian dilakukan di Kabupaten Sidrap dan Maros Provinsi Sulawesi Selatan, bulan Juni-Desember 2014 menggunakan metode survei deskriptif eksplanatori. Sampel penelitian diambil secara proporsional dari setiap desa/kelurahan, dengan total responden 200 orang, masing-masing Kabupaten 100 orang, menggunakan teknik penarikan sampel acak sederhana (simple random sampling). Analisis data menggunakan analisis statistik deskriptif berupa frekuensi, persentase, rataan skor; sedangkan analisis statistik inferensial dengan uji beda dan uji korelasi rank Spearman.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa metode komunikasi pendiseminasian teknologi budidaya padi adalah penggunaan media interpersonal (temuwicara, demplot/percontohan, musyawarah, dialog/tukar pendapat, ceramah, kunjungan usaha tani, kujungan petani ke petugas, instruksi pemerintah, himbauan) tergolong tinggi; sedangkan penggunaan media massa tergolong sedang sampai rendah. Penggunaan siaran radio, poster dan pamplet tergolong sedang, penggunaan media surat kabar, televisi dan majalah tergolong rendah dan belum memanfaatkan internet. Hasil uji beda menunjukkan terdapat perbedaan metode pendiseminasian yang digunakan petani padi di Kabupaten Sidrap dan Kabupaten Maros (pvalue =

(6)

Faktor-faktor yang berkaitan dengan penggunaan metode komunikasi pendiseminasian inovasi teknologi budidaya padi adalah (a) karakteristik petani (umur, pendidikan, status kepemilikan, luas lahan, motivasi, etos kerja, dan kekosmovolitan) (b) Ciri inovasi: keuntungan relatif, kesesuaian, kerumitan, dapat diamati dan dapat dicoba (c) karakteristik lingkungan fisik: potensi lahan, ketersediaan saran prasarana dan informasi, keterjangkauan sarana prasarana dan informasi, (d) karakteristik lingkungan sosial: dukungan keluarga, dukungan kelembagaan,dukungan sistem sosial, mitra usaha dan kearifan lokal.

Hubungan faktor-faktor dominan dengan metode komunikasi pendiseminasian inovasi, menunjukkan bahwa karakteristik petani: kosmopolitan berhubungan nyata positif terhadap media komunikasi dan pola komunikasi. Status petani, luas lahan dan motivasi berhubungannyata negatif terhadap media komunikasi dan pola komunikasi. Karakteristik inovasi: keuntungan relatif, kesesuaian, kerumitan, dapat diamati berhubungan nyata positif terhadap media komunikasi dan pola komunikasi. Lingkungan fisik potensi lahan, berhubungan nyata positif pada media komunikasi. Ketersediaan saprodi dan informasi berhubungan nyata positif pada pola komunikasi. Lingkungan fisik: sistem sosial serta berfungsinya kearifan lokal berhubungan nyata positif pada media komunikasi, mitra usaha berhubungan nyata negatif pada media komunikasi.

Secara keseluruhan kualitas layanan lembaga di dua kabupaten pada aspek teknis termasuk kategori sangat tinggi, aspek ekonomi kategori sedang, dan aspek waktu kategori tinggi. Hasil uji beda menunjukkan terdapat perbedaan sangat nyata (p≤0,01) kualitas layanan lembaga yang diterima petani responden di Kabupaten Sidrap dan Kabupaten Maros. Untuk layanan teknis di Kabupaten Sidrap tergolong sangat tinggi, sedangkan di Kabupaten Maros kategori tinggi. Kualitas layanan lembaga pada aspek ekonomi di dua kabupaten tersebut juga berbeda dimana Kabupaten Sidrap lebih tinggi dibandingkan dengan Kabupaten Maros, walaupun keduanya tergolong kategori sedang (rataan skor masing-masing 2,1 dan 1,9). Bagian terakhir adalah kualitas layanan lembaga pada aspek waktu dimana dukungan ketepatan waktu di Kabupaten Sidrap lebih baik dibandingkan dengan Kabupaten Maros dimana rataan skor masing-masing kabupaten sebesar 3,0 dan 2,6.

Metode komunikasi pendiseminasian yang berhubungan dengan kategori adopsi teknologi di Kabupaten Maros dan Kabupaten Sidrap adalah media komunikasi dan pola komunikasi. Sedangkan kualitas layanan yang berhubungan dengan kategori adopsi teknologi budidaya padi di Kabupaten Maros adalah aspek teknis dan untuk Kabupaten Sidrap, yang berhubungan dengan kategori adopsi adalah aspek teknis dan aspek waktu. Sedangkan faktor dominan layanan lembaga yang paling berpengaruh di Kabupaten Maros adalah aspek teknis, sedangkan di Kabupaten Sidrap adalah aspek waktu dan aspek teknis.

(7)

SUMMARY

NURHAYATI. Dissemination Communication Method of Rice Cultivation Technology Based on User Mapping. Advisor committee AIDA VITAYALA S. HUBEIS, AMIRUDDIN SALEH and BASITA GINTING SUGIHEN.

The existence of rice cultivation, such as basic and selected technology components becomes the main concern that needs to be considered and sought. The aims of this research were to (1) analyze the dissemination communication method of rice cultivation technology innovation; (2) analyze the dominant factors of the dissemination communication method of rice cultivation technology; (3) determine the strategy of dissemination communication method of rice cultivation technology innovation based on user mapping; (4) analyize the relationship of dissemination communication method and the quality of services given by the institution with the category of rice cultivation technology adoption; (5) map the dominant factors of dissemination communication method associated with the service quality of the institution with the category of rice cultivation technology. The research was conducted in Sidrap and Maros Regencies, South Sulawesi Province, from June-December 2014. The method used was explanatory descritive survey method. The sample of this research was taken proportionally from every village/ district with the total respondents of 200 people, 100 people each. The technique of sampling was simple random sampling. The data analysis used was descriptive statistic analysis, like frequence, percentage, scores average. While the inferential statistic analysis used the different test and correlation test, rank Spearman.

The result of the research showed that the method of dissemination communication of rice cultivation technology was the use of interpersonal media (colloquium, demplot/ pilot, discussion, dialog, lecture, farm visit, farmers visiting the officers, government instruction, suggestion) which was very high. However, the use of mass media was categorized into moderate to low. The use of radio broadcast, poster and pamplet was categorized into low in which the internet had not been used yet. The result of different test indicated that there was a different dissemination method used by the farmers in Sidrap and Maros Regencies (pvalue =

0,07). The farmers in Sidrap Regency mostly used communication media, for example a dialog among farmers or a dialog between farmers and agricultural extension. The farmers in Maros Regency mostly used demplot/ pilot to get information about rice cultivation technology innovation. There were four media of communication that were in the second position, namely, discussion, lecture, farm visit, farmers visiting the officers. Farmers in Maros Regency placed the communication media of lecture in the second position, whereas the three media – discussion, dialog and farmers visiting the officers were in the third position.

(8)

The relationship of dominant factors with the innovation dissemination communication method showed that the characteristics of farmers, cosmopolitan, had a really positive relationship towards the communication media and communication pattern. The status of farmers, land area and motivation had a really negative relationship towards the media and pattern of communication. The innovation characteristics – relative benefit, compliance, complexity showed a really positive relationship towards the media and pattern of communication. The physical environment characteristic, land potencial category, had a really positive relationship towards the media of communication. The availability of saprodi and information had a positif relationship towards the pattern of communication. The physical environment – social system as well as local wisdom, had a really positive relationship towards communication media, business partner that had a really negative relationship towards the media of communication.

Overall, the quality of services given by the institution in both regencies, Maros and Sidrap, in a technical aspect was categorized into very high, whereas in the aspects of economy was categorized into moderate, the aspect of time was categorized into high. The result of different test showed that there was a real difference (p≤ 0,01) of the institution service quality accepted by the respondents in Sidrap and Maros Regencies. For the technical service in Sidrap Regency, this was categorized into very high, while in the Maros Regency, this was categorized into high. The quality of institution service in the aspect of economy in both regencies was also different in which Sidrap Regency was higher compared to Maros Regency. Even though both were categorized into moderate (each score average was 2,1 and 1,9). The last part was the quality of institution service in the aspect of time in which the support of punctuality in Sidrap Regency which was better compared to Maros Regency. The average score of each regency was 3,0 and 2,6.

The method of dissemination communication related to the adoption category of technology in Maros and Sidrap Regencies was the media and pattern of communication. Whereas the quality of services related to the adoption category of rice cultivation technology in Maros Regency was the technical aspect. Meanwhile in Sidrap Regency, technical and time aspects were the most significant aspects related to adoption category.

The dominant factor of communication method related to the adoption category of rice cultivation technology in Maros Regency was the media of communication, while in Sidrap Regency, the communication method factor that was dominant was the pattern of communication. Moreover, the dominant factor of institution service that was the most influential in Maros Regency was technical aspect, while in Sidrap Regency, the aspects of time and technical were the significantly dominant factors.

(9)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB.

(10)
(11)

Disertasi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor

pada

Program Studi Komunikasi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan

METODE KOMUNIKASI PENDISEMINASIAN TEKNOLOGI

BUDIDAYA PADI BERBASIS PEMETAAN PENGGUNA

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2016

(12)

Penguji pada Ujian Tertutup: 1. Prof (Ris) Dr Djoko Susanto, SKM

(Dosen Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, IPB)

2. Dr Ir Lukman Effendy

(Dosen STTP Bogor, Kementerian Pertanian) Penguji pada Ujian Terbuka: 1. Prof (Ris) Dr Djoko Susanto, SKM

(Dosen Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, IPB) 2. Dr Ir Fadjry Djufry, MSi

(13)
(14)
(15)

PRAKATA

Puji dan syukur yang tiada terhingga penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT, karena hanya dengan limpahan rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan disertasi penelitian ini. Judul penelitian ini adalah: Metode Komunikasi Pendiseminasian Teknologi Budidaya Padi Berbasis Pemetaan Pengguna.

Ungkapan rasa terima kasih yang sedalam-dalamnya penulis haturkan kepada Ibu Prof Dr Ir Aida Vitayala S. Hubeis, Dr Ir Amiruddin Saleh, MS dan Dr Ir Basita Ginting Sugihen, MA selaku Komisi Pembimbing yang selalu dengan sabar dan tiada lelah memberikan bimbingan dan berbagai saran perbaikan. Rasa terima kasih juga disampaikan kepada para dosen dan staf administrasi pada Program Studi Komunikasi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan serta kepada keluarga dan teman-teman yang telah meluangkan waktu dan tenaga untuk mendukung dan membantu sampai disertasi ini dapat diselesaikan.

(16)
(17)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL xvii

DAFTAR GAMBAR xix

DAFTAR LAMPIRAN xix

1 PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 4

Tujuan Penelitian 4

Kegunaan dan Manfaat Penelitian 5

Kebaruan Penelitian 5

2 TINJAUAN PUSTAKA 6

Komunikasi Inovasi Pertanian 6

Konvergensi Komunikasi melalui Pemanfaatan Media Peta

Diseminasi 8

Dampak Komunikasi 10

Teknologi Budidaya Padi 12

Diseminasi Teknologi Pertanian 15

Metode Komunikasi Diseminasi 17

Lingkungan Fisik dan Lingkungan Sosial Pengguna 21 Proses Transfer Teknologi Budidaya Padi ke Pengguna 22

Sistem Informasi Geografis (SIG) 22

Karakteristik Petani 25

Penelitian Terdahulu dan State of the Art Penelitian 27

3 KERANGKA PIKIR DAN HIPOTESIS 32

Kerangka Pikir 32

Hipotesis Penelitian 35

4 METODE PENELITIAN 35

Desain Penelitian 35

Lokasi dan Waktu Penelitian 36

Populasi dan Sampel Penelitian 36

Data dan Instrumentasi 37

Konseptualisasi dan Definisi Operasional 37

Validitas dan Reliabilitas Instrumentasi 40

Teknik Pengumpulan Data 42

Analisis Data 43

5 DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN 43

Sulawesi Selatan 43

Kabupaten Maros 47

(18)

6 HASIL DAN PEMBAHASAN 51

Karakteristik Petani 51

Karakteristik Inovasi 56

Metode Komunikasi Pendiseminasian 59

Faktor-faktor Dominan yang Menentukan pada Metode Komunikasi

Pendiseminasian Teknologi Budidaya Padi 62

Hubungan Faktor-Faktor Dominan dengan Metode Komunikasi

Pendiseminasian Teknologi Budidaya Padi 66

Hubungan Karakteristik Inovasi Teknologi dengan Metode

Komunikasi Pendiseminasian 73

Hubungan antara Karakteristik Lingkungan Fisik dengan Metode

Komunikasi Pendiseminasian 76

Hubungan Lingkungan Sosial dengan Metode Komunikasi

Pendiseminasian 79

Hubungan Metode Komunikasi Pendiseminasian dan Kualitas

Layanan Lembaga dengan Kategori Adopsi Teknologi Budidaya Padi 82 Faktor Dominan Metode Komunikasi Pendiseminasian dan Kualitas

Layanan Lembaga dengan Kategori Adopsi Teknologi Budidaya Padi 86

7 SIMPULAN DAN SARAN 88

Simpulan 88

Saran 89

DAFTAR PUSTAKA 89

(19)

DAFTAR TABEL

1. Penelitian terdahulu dan State of the Art Penelitian 27

2. Jumlah populasi dan sampel penelitian 36

3. Operasionalisasi peubah dan kategorisasi pengukuran 38

4. Reliabilitas instrumen 42

5. Validitas instrumen penelitian 42

6. Sebaran sampel menurut karakteristik petani di Provinsi Sulawesi

Selatan 52

7. Deskripsi rataan skor karakteristik inovasi teknologi budidaya padi di

Kabupaten Sidrap dan Kabupaten Maros, 2014 56

8. Deskripsi rataan skor metode komunikasi diseminasi inovasi teknologi budidaya padi di Kabupaten Sidrap dan Kabupaten Maros, 2014 61 9. Deskripsi rataan skor karakteristik lingkungan fisik di Kabupaten Sidrap

dan Kabupaten Maros, 2014 63

10. Deskripsi rataan skor karakteristik lingkungan sosial di Kabupaten

Sidrap dan Kabupaten Maros, 2014 64

11. Deskripsi rataan skor kualitas layanan lembaga di Kabupaten Sidrap dan

Kabupaten Maros, 2014 65

12. Deskripsi Rataan Skor Kategori Adopsi di Kabupaten Sidrap dan

Kabupaten Maros, 2014 66

13. Hubungan karakteristik petani dengan metode komunikasi diseminasi di

Kabupaten Sidrap dan Kabupaten Maros, 2014 67

14. Hubungan karakteristik inovasi dengan metode komunikasi pendiseminasian di Kabupaten Sidrap dan Kabupaten Maros, 2014 73 15. Hubungan lingkungan fisik dengan metode komunikasi pendiseminasian

di Kabupaten Sidrap dan Kabupaten Maros, 2014 76

16. Hubungan antara lingkungan sosial dengan metode komunikasi pendiseminasian di Kabupaten Sidrap dan Kabupaten Maros, 2014 79 17. Hubungan metode komunikasi pendiseminasian dengan kategori adopsi

di Kabupaten Sidrap dan Kabupaten Maros, 2014 82

18. Hubungan kualitas layanan lembaga dengan kategori adopsi teknologi di

Kabupaten Sidrap dan Kabupaten Maros, 2014 83

DAFTAR GAMBAR

1. Tahapan adopsi inovasi (Rogers & Shoemaker 1971) 11 2. Pembangunan sebagai proses penerapan diseminasi 16 3. Pengelompokkan media diseminasi (van den Ban & Hawkins 1999) 18

4. Kerangka konseptual penelitian 33

(20)
(21)

1

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Tuntutan pasar dan persaingan perdagangan bebas akhir-akhir ini semakin terasa tekanannya. Masuknya produk-produk pertanian dari negara-negara lain, khususnya negara-negara tetangga seperti Thailand, Malaysia dan Cina dengan kualitas yang lebih baik dan harga lebih rendah, berdampak sangat merugikan pada pendapatan dan kesejahteraan petani lokal, khususnya impor beras yang dilakukan hampir setiap tahunnya. Menghadapi keadaan tersebut berbagai upaya telah dilakukan agar pembangunan pertanian dapat menempati hakikatnya, yaitu menyejahterakan kehidupan petani, memiliki daya jual yang tinggi, mengurangi kemiskinan dan mampu memenuhi kebutuhan petani, lebih jauh lagi ikut berkontribusi dalam ketahan pangan nasional. Era globalisasi dan pasar bebas membawa Indonesia ke dalam situasi yang sangat serius memperhatikan kemajuan para petani yang umumnya bermukim di pedesaan. Salah satu wujud tanggung jawab terhadap keberlangsungan kehidupan petani yang lebih berkeadilan, serta mengarahkan pembangunan pertanian menuju pembangunan berkelanjutan.

Kementerian Pertanian dalam hal ini Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian (Litbang) dituntut untuk menjawab tantangan dan mengatasi permasalahan tersebut. Salah satu upayanya adalah menghasilkan teknologi pertanian yang spesifik lokasi, menghasilkan benih unggul, melakukan pendampingan, membentuk kelembagaan-kelembagaan petani dalam Kelompok Tani (Poktan), Asosiasi Petani atau Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) dan Koperasi Tani (Koptan). Keseluruhan upaya ini bertujuan mendongkrak produksi hasil pertanian yang berkualitas dan memiliki daya jual yang tinggi. Dari tahun ke tahun Badan Litbang Pertanian telah banyak menghasilkan teknologi, dan langkah berikutnya adalah upaya transfer teknologi dengan cepat agar petani yang ada di pedesaan meningkat pemahamannya terhadap suatu teknologi yang bersifat spesifik lokasi dan membantu petani agar lebih mudah menetapkan sikap dalam mengadopsi teknologi dan akhirnya melakukan teknologi tersebut ke dalam usaha taninya, sebagai wujud bentuk perubahan perilaku petani (Rogers 2003).

Badan Litbang Pertanian dalam hal ini Balai Besar Padi (BB Padi) telah banyak menghasilkan varietas unggul bermutu dan sudah sesuai secara spesifik lokasi yang dilakukan oleh Balai Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian (BPTP) yang ada di setiap provinsi. Beberapa kegiatan besar Kementerian Pertanian yang berkaitan dengan diseminasi sebagai upaya transfer teknologi yang dilakukan sejak tahun 2005-2013, khususnya berkaitan dengan proses adopsi inovasi teknologi budidaya padi antara lain Program Rintisan dan Akselerasi Pemasyarakatan Inovasi Teknologi Pertanian (Primatani) dan Sekolah Lapang Pengelolaan Tanaman Terpadu (SL-PTT) Padi, Sistem Diseminasi Multi-Chanel (SDMC).

(22)

2

Litbang Pertanian. Komponen teknologi dasar, antara lain adalah: (1) Varietas unggul baru, inhibrida atau hibrida; (2) Benih bermutu dan berlabel; (3) Pemberian bahan organik melalui pengembalian jerami ke sawah atau dalam bentuk kompos atau pupuk kandang; (4) Pengaturan populasi tanaman secara optimum; (5) Pemupukan berdasarkan kebutuhan tanaman dan status hara tanah; dan (6) Pengendalian OPT (organisme pengganggu tanaman) dengan pendekatan PHT (pengendalian hama terpadu). Adapun komponen pilihan, antara lain berupa: (1) Pengolahan tanah sesuai musim dan pola tanam, (2) Penggunaan bibit muda, (3) Tanam bibit 1-3 batang per rumpun, (4) Pengairan secara efektif dan efisien, (5) Penyiangan dengan Landak dan Gasrok, (6) Panen tepat waktu dan gabah segera dirontok.

Kedua Program Nasional tersebut dilakukan hampir di semua kabupaten di Sulawesi Selatan. Provinsi Sulawesi Selatan kaitannya dengan produksi padi nasional dapat menyumbangkan ketersediaan stok beras sebesar 13 persen dari seluruh ketersediaan stok Sulawesi Selatan. Produksi padi Sulawesi Selatan tahun 2011 sebesar 4 511 707 ton yang dipanen dari lahan sawah areal seluas 889 232 ha atau rata-rata 5,07 ton per hektar. Meski produksi padi di Sulawesi Selatan mengalami peningkatan dari tahun sebelumnya sebanyak 2,95 persen, tetap saja produksi tersebut tidak sesuai produksi yang diharapkan. Beberapa hasil penelitian mengatakan bahwa potensi hasil padi sawah irigasi dapat mencapai 7-9 ton/ha, bahkan beberapa lokasi mampu memproduksi lebih tinggi. Keadaan ini membuktikan adanya suatu penyebab atau penghambat.

Salah satu solusi permasalahan tersebut, pemerintah menginisiasi Primatani pada tahun 2004, dan pelaksanaannya di mulai Tahun 2005-2007. Saat ini Primatani sudah dialihkan menjadi tanggung jawab sepenuhnya pemerintah daerah (Pemda) untuk meneruskan program tersebut. Proses transfer teknologi mengedepankan acuan, juklak, juknis yang disiapkan oleh Tim Pakar dari tingkat pusat. Pelaksanaan transfer pengetahuan dilakukan dengan sosialisasi, melakukan Training of Trainer (TOT) kepada pemandu lapang dan selanjutnya pemandu lapang yang mensosialisasikan ke level berikutnya, hingga pemandu yang berhubungan langsung ke petani.

Selain Primatani dilaksanakan pula Sekolah Lapang Pengendalian Tanaman Terpadu (SL-PTT) Padi. Program ini diluncurkan Kementerian Pertanian tahun 2008, yang bertujuan mempercepat transfer teknologi dengan mengandalkan model pelatihan di setiap level pemandu, selanjutnya terstruktur dan berjenjang sampai pemandu yang langsung berhubungan dengan petani. Kegiatan SL-PTT Padi diharapkan mampu mempercepat penyebaran teknologi PTT Padi dari peneliti ke petani dan kemudian berdifusi secara alamiah dari petani yang cepat mengadopsi inovasi PTT ke petani di sekitarnya yang tidak pernah mengikuti SL-PTT Padi. Petani diharapkan merasa memiliki teknologi PTT Padi yang dikembangkan, mau menerapkan dan mendiseminasikan teknologi tersebut.

(23)

3 Pengawasan dalam konteks monitoring dan evaluasi senantiasa dilakukan sebagai upaya pembobotan terhadap program yang dilakukan, selain itu dapat menjaring umpan balik dari petani dan sebaliknya dari pihak pelaksana program ke petani. Pelaksanaan monitoring dan evaluasi dapat diketahui permasalahan petani dalam mengadopsi program yang sedang diluncurkan. Selain monitoring, beberapa jurnal dan laporan yang menilai kemajuan dan kegagalan yang terjadi pada pelaksanaan program yang selama ini dilakukan antara lain oleh BBP2TP (2009) yang menemukan sebagian besar petani belum mengadopsi teknologi pertanian dengan baik dan benar, adopsi teknologi pertanian khususnya wilayah timur Indonesia relatif lebih kecil apabila dibandingkan dengan adopsi wilayah Barat Indonesia. Perbedaan ini banyak disebabkan oleh keterbatasan aksesibilitas terhadap sumber informasi, media diseminasi, dan tidak kalah pentingnya budaya dan kebiasaan-kebiasaan setempat (BBP2TP 2009).

Beragam program yang telah dilakukan oleh Kementerian Pertanian dimulai dari penciptaan teknologi, uji lokasi, pemberdayaan, pendampingan, pembiayaan dan sebagainya. Keseluruhan Program Kementerian Pertanian yang dilakukan dan mendapat pembiayaan dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) nampaknya menggunakan pola sosialisasi secara bersama, serempak dan diperlakukan sama untuk semua provinsi. Pola sosialisasi berdasarkan Pedum, Juklak dan Juknis. Pedoman umum, Juklak dan Juknis merupakan produk tim pakar yang ada di Kementerian Pertanian yang difungsikan sebagai acuan oleh pelaksana di lapangan. Acuan tersebut dibuat agar memudahkan pemahaman pada pelaksana yang bersentuhan langsung dengan pengguna, akan tetapi kebijakan ini sekaligus membatasi atau mengikat pelaksanaan dan dampaknya mengabaikan kondisi-kondisi lokal yang sesungguhnya menjadi penghambat dari adopsi inovasi teknologi itu sendiri.

Indonesia sangat kaya akan sumber daya alam dan memiliki posisi yang sangat strategis, namun beberapa daerah sangatlah tertinggal, mengingat perbedaan topografi dari beberapa daerah seperti topografi yang tinggi dan yang rendah, berlereng atau berbukit, maupun di antara laut, pulau, dan pegunungan mengakibatkan sulitnya petani mengakses informasi yang memadai untuk kebutuhannya. Selain kondisi alam, budaya, tingkat pendidikan, kultur, ekonomi, rendahnya kualitas sumber daya manusia, serta terbatasnya sarana-prasarana yang sangat berbeda dari satu kabupaten dengan kabupaten lainnya. Keadaan ini berperan nyata terhadap tinggi rendahnya tingkat adopsi. Oleh sebab itu, diperlukan perubahan pendekatan pembangunan (perubahan pendekatan diseminasi) yang berbeda pula, sesuai keadaan karakteristik masyarakat dan wilayah setempat.

(24)

4

maka petani kembali menggunakan cara-cara lama. Hal itu dipandang perlu suatu pendekatan khusus agar informasi teknologi pertanian dapat diterima dan dilakukan dalam kehidupan petani sehari-hari. Keberagaman budaya, sosial, politik, etos kerja, ekonomi yang sangat berbeda dari satu kabupaten ke kabupaten lainnya bahkan antar kecamatan, maka selayaknya melakukan program diseminasi juga berbeda, menyesuaikan pada keadaan karakteristik masyarakat dan wilayah setempat. Dari penjelasan di atas, dipandang perlu untuk melakukan penelitian Metode Komunikasi Pendiseminasian Teknologi Budidaya Padi Berbasis Pemetaan Pengguna, yang dapat berfungsi sebagai informasi awal, dan sekaligus pengarah dalam melaksanakan sosialisasi dan diseminasi di masa mendatang.

Perumusan Masalah

Badan Litbang Pertanian dalam hal ini Balai Besar Padi telah banyak menghasilkan teknologi pertanian, khususnya teknologi yang berkaitan dengan budidaya padi, juga banyak melakukan diseminasi untuk transfer pengetahuan. Upaya tersebut dilakukan secara bersamaan untuk semua kabupaten yang ada di Provinsi Sulawesi Selatan, meski diketahui bahwa karakteristik masyarakat tani di Sulawesi Selatan tidak sama untuk semua kabupaten. Beberapa perbedaan atau keberagaman budaya yang mewarnai masyarakat di Sulawesi Selatan, misalnya Suku Bugis dan Suku Makassar. Keberagaman tersebut diduga berpengaruh pada proses diseminasi teknologi budidaya padi yang berimplikasi pada cepat dan lambatnya, tinggi rendahnya adopsi inovasi teknologi budidaya padi di Provinsi Sulawesi Selatan. Berdasarkan fakta yang diuraikan tersebut, maka muncul beberapa pertanyaan penelitian yang dirumuskan sebagai berikut:

1. Bagaimana metode komunikasi pendiseminasian teknologi budidaya padi selama ini di Sulawesi Selatan?

2. Faktor-faktor dominan apa saja yang menentukan pada metode komunikasi pendiseminasian teknologi budidaya padi di Sulawesi Selatan?

3. Sejauh mana hubungan faktor-faktor dominan (basis pemetaan pengguna: karakteristik petani, inovasi, dan lingkungan) dengan metode komunikasi pendiseminasian teknologi budidaya padi di Sulawesi Selatan?

4. Sejauh mana hubungan metode komunikasi diseminasi dan kualitas layanan lembaga dengan kategori adopsi teknologi budidaya padi di Sulawesi Selatan? 5. Bagaimana memetakan faktor-faktor dominan pada metode komunikasi pendiseminasian dikaitkan kualitas layanan lembaga dengan kategori adopsi teknologi budidaya padi di Sulawesi Selatan?

Tujuan Penelitian

Secara umum penelitian ini bertujuan memetakan model metode komunikasi pendiseminasian inovasi teknologi budidaya padi. Adapun tujuan khusus penelitian diarahkan untuk:

(25)

5 2. Menentukan faktor-faktor dominan pada metode komunikasi pendiseminasian

inovasi teknologi budidaya padi di Sulawesi Selatan.

3. Menentukan hubungan faktor-faktor dominan (basis pemetaan pengguna: karakteristik petani, inovasi, dan lingkungan) dengan metode komunikasi pendiseminasian teknologi budidaya padi di Sulawesi Selatan.

4. Menganalisis hubungan metode komunikasi diseminasi dan kualitas layanan lembaga dengan kategori adopsi teknologi budidaya padi di Sulawesi Selatan. 5. Memetakan faktor-faktor dominan pada metode komunikasi pendiseminasian

dikaitkan kualitas layanan lembaga dengan kategori adopsi teknologi budidaya padi di Sulawesi Selatan.

Kegunaan dan Manfaat Penelitian

Penelitian diharapkan mampu menghasilkan rumusan strategi pemanfaatan metode komunikasi pendiseminasian teknologi budidaya padi berbasis pemetaan pengguna di Sulawesi Selatan. Secara spesifik kegunaan penelitian ini disajikan sebagai berikut:

1. Bagi lingkungan akademis, hasil penelitian ini diharapkan dapat memperkaya khasanah keilmuan tentang proses komunikasi inovasi teknologi pertanian dengan pendekatan Sistem Informasi Geografis (SIG) dalam pemahaman melakukan diseminasi inovasi pada masyarakat yang heterogen. Hasil penelitian juga dapat dijadikan pertimbangan dalam penyempurnaan metode diseminasi dengan pendekatan SIG sebagai media baru dalam komunikasi inovasi teknologi budidaya padi.

2. Bagi pengambil kebijakan (lingkup Kementerian Pertanian), hasil penelitian dapat menjadikan pertimbangan dalam menyusun sistem Komunikasi Inovasi (diseminasi) Pertanian di waktu mendatang, yaitu dapat dijadikan sebagai bahan perbandingan dalam melihat kelancaran arus informasi teknologi pertanian dari lembaga riset ke masyarakat pengguna (user), dan sebaliknya dari masyarakat tani kepada lembaga riset.

3. Kegunaan praktisnya ialah diharapkan agar: (a) penelitian Metode Komunikasi Pendiseminasian Teknologi Budidaya Padi Berbasis Pemetaan Pengguna di Sulawesi Selatan dapat menjadi prototype diseminasi, yang selanjutnya dapat dikembangkan dan direplikasi ke provinsi lain dengan penyesuaian pada keadaan dan kondisi setempat; (b) penelitian ini dapat dijadikan norma dan standar kerja terkait diseminasi, sangat berkaitan dengan tugas dan fungsi BBP2TP sebagai institusi yang mengkordinir seluruh Balai Pengkajian Pengembangan Teknologi Pertanian (BP2TP) yang ada di setiap provinsi.

Kebaruan Penelitian

Penelitian ini memiliki beberapa novelty, atau kebaruan sebagai berikut:

1. Metode komunikasi diseminasi teknologi budi daya padi berbasis pemetaan

(26)

6

2. Metode komunikasi diseminasi teknologi budi daya padi berbasis pemetaan pengguna melalui komunikasi partisipatif yang bersifat bottom-up merupakan metode yang mampu mengatasi kesulitan adopsi inovasi teknologi budi daya padi berdasarkan kebutuhan petani.

3. Adopsi inovasi teknologi budi daya padi oleh petani memerlukan jajaran diseminator spesialis yang memiliki kompetensi komunikasi multi-arah untuk menjembatani kebutuhan program pemerintah dengan petani.

4. Pemetaan individu atau kelompok individu yang layak diposisikan sebagai ahli pemetaan pengguna terkait dengan selera setempat merupakan prasayrat keberhasilan pendiseminasian teknologi budidaya padi berbasis pemetaan pengguna

2

TINJAUAN PUSTAKA

Komunikasi Inovasi Pertanian

Arti dan Proses Komunikasi

Satu hal yang termasuk esensial dalam kehidupan manusia adalah kebebasan berbicara dan berpendapat. Sebab berbicara, selain merupakan kekayaan manusia, juga menjadi salah satu ciri yang membedakannya dari makhluk Tuhan lainnya. Berbicara juga merupakan salah satu bentuk ekspresi manusia berpikir. Komunikasi berhubungan dengan seluruh kehidupan manusia dan setiap studi terhadap aktivitas manusia harus menyentuhnya. Beberapa pakar memperlakukan komunikasi sebagai sentral, sementara pakar yang lain melihatnya tak lebih hanya sebagai pelengkap, namun komunikasi selalu berada di sana, dengan komunikasi manusia mengekspresikan dirinya, membentuk jaringan interaksi sosial dan mengembangkan kepribadiannya. Kegagalan dalam berkomunikasi berakibat fatal baik secara individu maupun secara sosial. Secara individual, kegagalan berkomunikasi menimbulkan rasa frustasi, sedangkan secara sosial kegagalan komunikasi menghambat saling pengertian, kerja sama, toleransi dan merintangi pelaksanaan norma sosial. Tujuan dari komunikasi manusia adalah untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu agar lebih efektif.

Proses komunikasi pada hakekatnya adalah proses penyampaian pikiran atau perasaan oleh seseorang (komunikator) kepada orang lain (komunikan). Pikiran bisa merupakan gagasan, informasi dan opini yang muncul dari benaknya. Perasaan bisa berupa keyakinan, kepastian, keragu-raguan, kekhawatiran, kemahiran, keberanian, kegairahan, dan sebagainya yang timbul dari lubuk hati. Secara

etimologis perkataan komunikasi berasal dari bahasa latin “communicare” yang mempunyai arti berpartisipasi atau memberitahukan. Perkataan communis berarti milik bersama atau berlaku di mana-mana. Beberapa pengertian secara definitif dikemukakan oleh beberapa pakar komunikasi, di antaranya Hovland et al. (1965)

menyatakan sebagai berikut: “Communication is the process which an individual transmit stimuly (usually verbal symbols) to modify the behavior of another individuals.”

(27)

7 lambang-lambang yang berarti, berupa lambang kata untuk mengubah tingkah laku. Rakhmat (2001) menyebutkan komunikasi sebagai proses penyampaian informasi, ide, gagasan, emosi, keterampilan, dan seterusnya melalui simbol-simbol kata, angka, gambar dan grafik. Proses aksi komunikasi tersebut dikatakan efektif, apabila para pihak yang berkomunikasi memiliki “kesamaan makna” akan pesan yang disampaikan, baik pada tataran kognitif, afektif maupun konatif. Tubbs dan Moss (2005) mengemukakan bahwa tanda-tanda komunikasi yang efektif paling tidak menimbulkan lima hal yaitu: (1) pengertian, (2) suasana senang, (3) mempengaruhi sikap, (4) hubungan sosial yang baik, dan (5) tindakan.

Inovasi Pertanian

Unsur pesan (message) dalam suatu proses komunikasi dapat diterima atau tidak, atau memunculkan makna yang sama, sejauh isi pesan itu dapat dimengerti, diterapkan, dan berguna. Oleh karena itu, menurut Maydiana dan Saleh (2012) strategi komunikasi yang baik diperlukan dalam menyampaikan informasi. Di mana pesan harus dirancang dan disesuaikan dengan kemampuan dan kebutuhan sasaran (target audience).

Rogers dan Shoemaker (1995) memberikan definisi inovasi sebagai ide-ide baru, atau obyek-obyek yang dapat dirasakan sebagai sesuatu yang baru oleh individu atau masyarakat sasaran penyuluhan. Inovasi adalah sesuatu ide atau gagasan yang dianggap baru meski bagi orang lain bukan lagi informasi baru (Rogers 2003). Nilai kebaharuan inovasi dilihat dari sudut pandang penerimanya, jika informasi tersebut baru untuk diri seseorang maka hal itulah inovasi baginya.

Kebaruan tidak berarti benar-benar baru akan tetapi baru bagi penerimanya. Lionberger dan Gwin (1982) mengartikan inovasi tidak sekedar hal yang baru tetapi lebih luas dari itu, yakni sesuatu yang dinilai baru atau dapat mendorong terjadinya pembaruan dalam masyarakat atau pada lokalitas tertentu. Makna baru dapat mengandung makna bukan sekedar baru diketahui oleh pikiran (cognitive). Akan tetapi juga baru karena belum diterima secara luas oleh masyarakat dalam arti sikap, baru karena belum dilaksanakan/diterapkan oleh seluruh masyarakat setempat. Pesan-pesan pertanian yang dirancang sebagai sesuatu yang baru atau relatif baru, disebut inovasi pertanian. Bentuk khusus komunikasi yang menyampaikan pesan inovasi dikenal sebagai difusi (Rogers 2003). Inovasi pertanian tersebut disebarkan kepada individu atau kelompok pada suatu sistem sosial tertentu dalam proses yang disebut komunikasi inovasi pertanian.

(28)

8

Relative advantage adalah derajat ketika suatu inovasi dirasakan lebih baik dari pada ide yang digantikannya, derajat keuntungan dapat diukur, secara ekonomis, tetapi faktor sosial kenyamanan dan kepuasan menjadi suatu pertimbangan. Semakin terasa lebih menguntungkan maka makin besar pula peluang terjadinya adopsi. Compatibility adalah derajat di mana inovasi yang dirasakan sesuai dan tetap konsisten dengan nilai-nilai yang ada, nilai-nilai yang dianutnya. Complexity atau derajat kerumitan inovasi, yang oleh Leeuwis (2004) diganti dengan konsep Less complexity yaitu derajat kemudahan inovasi untuk dipahami dan digunakan. Inovasi yang lebih sederhana untuk dipahami akan lebih cepat diadopsi daripada inovasi yang mengharuskan adopter mengembangkan keahlian dan pemahaman baru. Trialability adalah derajat kemudahan inovasi untuk diujicoba sesuai dengan kondisi yang ada. Observability ialah derajat kemudahan inovasi segera untuk dilihat dengan kasat mata dan dirasakan hasilnya.

Tantangan pembangunan pertanian makin berat dan beragam. Bukan saja karena alam yang begitu cepat mengalami perubahan, tetapi tuntutan kebutuhan manusia di era serba cepat, tepat dan akurat dewasa ini menjadikan teknologi bekerja tidak hanya untuk menjawab permasalahan akan tetapi harus mampu memberi solusi terhadap permasalahan yang dihadapi bahkan menjadi alat untuk mencapai tujuan.

Secara umum teknologi (inovasi) pertanian dapat berupa produk (varietas benih), pengetahuan (knowledge), maupun alat dan mesin pertanian. Ketiga jenis teknologi pertanian ini memiliki karakteristik yang berbeda, sehingga membutuhkan penanganan strategi penyampaian kepada petani dengan tahapan dan teknik yang berbeda pula (IRRI 1998). Beberapa inovasi (teknologi) pertanian yang telah dihasilkan dan menunjukkan hasil adopsi yang tinggi namun tidak sedikit inovasi yang dihasilkan dan tidak diadopsi bahkan tidak dikenal oleh petani. Berdasarkan fakta tersebut maka perlu adanya suatu mitra yang kuat dan kerjasama yang baik agar yang dihasilkan dapat dikenal serta diterapkan di lahan petani. Inovasi yang dilepas dan diperkenalkan kepada petani adalah inovasi yang telah mengalami uji coba. Inovasi yang dihasilkan seringkali merupakan penggunaan khusus di daerah tertentu.

Konvergensi Komunikasi melalui Pemanfaatan Media Peta Diseminasi

Sebuah model komunikasi tidak akan sempurna apabila model komunikasi tersebut hanya memberikan analisis dari sebuah pemahaman pesan dari partisipan tunggal. Komunikasi selalu terjadi secara terus-menerus secara berkesinambungan dan merupakan sebuah proses berbagi informasi secara menguntungkan antara dua atau lebih orang atau partisipan. Jaringan komunikasi terdiri atas interkoneksi secara individual yang dihubungkan oleh aliran informasi yang terpola. Seperti aktivitas berbagi informasi yang dari waktu ke waktu akan membawa individu untuk memusat atau menyimpang pada pengertian masing-masing terhadap realitas.

(29)

9 informasi simbolik yang diciptakan dan dibagikan adalah sebuah prasyarat untuk aktivitas sosial dan kolektivitas lainnya (Rogers & Kincaid 1981).

Meskipun pemahaman bersama adalah tujuan atau fungsi utama komunikasi, namun tidak pernah dapat dicapai dalam pengertian absolut manapun karena tidak bisa terpisahkan dengan ketidakpastian dari pertukaran informasi. Beberapa siklus berbagi informasi (information sharing) tentang sebuah topik mungkin meningkatkan pemahaman bersama, tetapi tidak sempurna. Oleh karena itu, untuk sebagian besar tujuan, pemahaman bersama yang sempurna tidaklah diperlukan. Umumnya, komunikasi berhenti ketika sebuah tingkatan dari pemahaman bersama telah dapat dicapai untuk melaksanakan tugas-tugas yang ada. Sejumlah pemahaman bersama yang dihasilkan dapat dilukiskan sebagai seperangkat dari dua atau lebih overlapping lingkaran yang merepresentasikan setiap estimasi partisipan terhadap makna lainnya sebagai overlapping dengan makna aktual lainnya.

Konvergensi pemahaman dari tiap partisipan terhadap pemahaman dari partisipan lainnya tidak pernah lengkap, tidak pernah sempurna. Kode-kode dan konsep-konsep yang seseorang akan pahami dipelajari melalui pengalaman, sehingga sistem konseptual “konvergensi pemahaman” partisipan hanya dapat mendekati satu sama lain dalam beberapa keterbatasan terhadap kesalahan atau ketidakpastian (Rogers & Kincaid 1981). Adapun model dari proses komunikasi konvergen sebagai siklus dari pertukaran informasi menuju proses pemahaman bersama. Proses komunikasi pada jaringan komunikasi merupakan suatu proses dua arah dan interaktif di antara partisipan-partisipan yang terlibat.

Berlo (1960) menganggap partisipan-partisipan ini sebagai transciever, karena keduanya mengirim dan menerima pesan-pesan. Jadi tidak hanya menjalankan satu fungsi sebagai penerima atau pengirim pesan belaka. Model konvergensi proses komunikasi yang terjadi dalam jaringan komunikasi dapat dijelaskan sebagai berikut (Berlo 1960; Rogers & Kincaid 1981):

1. Informasi dapat mengandung beberapa pengertian bergantung pada

konteksnya, dan untuk mengambil pengertian bergantung pada “frame of reference.”

2. Terciptanya kesamaan makna akan suatu informasi antar komunikator-komunikan merupakan tujuan utama berkomunikasi.

3. Hubungan interaktif antar komunikator menggunakan jaringan komunikasi, yaitu saluran untuk menyampaikan pesan dari satu orang kepada orang lain. 4. Proses komunikasi akan terjadi apabila ada kesamaan pengertian terhadap

informasi dari pelaku-pelaku yang berkomunikasi dengan menggunakan jaringan komunikasi yang menghubungkan individu dengan individu, atau individu dengan kelompok atau proses komunikasi untuk menciptakan

kebersamaan, memunculkan “mutual understanding” dan persetujuan yang sama sehingga terbentuk tindakan dan perilaku yang sama (yang melandasi jaringan komunikasi).

Lebih lanjut Rogers dan Kincaid (1981) menjelaskan bahwa analisis jaringan komunikasi adalah metode penelitian untuk mengidentifikasi struktur komunikasi dalam suatu sistem, di mana data hubungan mengenai arus komunikasi dianalisis menggunakan beberapa tipe hubungan-hubungan interpersonal sebagai unit analisis.

(30)

10

adalah: (a) mengidentifikasi klik dalam suatu sistem, (b) mengidentifikasi peranan khusus seseorang dalam jaringan komunikasi, misalnya sebagai liaisons, bridges dan isolated, dan (c) mengukur berbagai indikator (indeks) struktur komunikasi, seperti keterhubungan klik, keterbukaan klik, keintegrasian klik, dan sebagainya. Klik dalam jaringan komunikasi adalah bagian dari sistem (sub sistem) di mana anggota-anggotanya relatif lebih sering berinteraksi satu samalain dibandingkan dengan anggota-anggota lainnya dalam sistem komunikasi (Rogers & Kincaid 1981).

Dalam proses difusi, untuk mendapatkan informasi bagi anggota kelompok,dalam jaringan komunikasi terdapat peranan-peranan sebagai berikut (Rogers & Kincaid 1981): (a) Laison officer (LO), yaitu orang yang menghubungkan dua atau lebih kelompok/sub kelompok, akan tetapi LO bukan anggota salah satu kelompok/ sub kelompok, (b) Gate keeper, yaitu orang melakukan filterisasi terhadap informasi yang masuk sebelum dikomunikasikan kepada anggota kelompok/sub kelompok, (c) Bridge, yaitu anggota suatu kelompok/sub kelompok yang berhubungan dengan kelompok/sub kelompok lainnya, (d) Isolate, yaitu mereka yang tersisih dalam suatu kelompok/sub kelompok, (e) Cosmopolite, yaitu seseorang dalam kelompok/sub kelompok yang menghubungkan kelompok/sub kelompok dengan kelompok/sub kelompok lainnya atau pihak luar, dan (f) Opinion leader, yaitu orang yang menjadi pemuka pendapat dalam suatu kelompok/sub kelompok.

Dampak Komunikasi

Seperti penjelasan sebelumnya di atas, banyak pengertian tentang komunikasi sebagai suatu proses. Berlo (1960) lebih menekankan komunikasi sebagai usaha membangkitkan respons melalui lambang verbal. Adapun Rogers (2003) dalam komunikasi inovasi melihatnya sebagai proses penyampaian pesan (baru) melalui saluran interpersonal, maupun secara tidak langsung melalui media massa tertentu dari komunikator ke komunikan. Komunikasi tidak langsung ini umumnya memanfaatkan kekuatan karakteristik media massa, baik media elektronik maupun media cetak, antara lain: dapat mencapai cakupan khalayak atau komunikan/sasaran yang luas dalam waktu serentak, dan relatif seragam pesannya, atau tidak ada kemungkinan terjadinya bias pesan dari sumber kepada penerima. Komunikasi massa ini pun efektif pada hal-hal tertentu, tetapi kurang efektif pada hal-hal lain. Berbeda dengan komunikasi interpersonal, komunikasi massa kurang memanfaatkan respons atau feed-back dari komunikan. Padahal feed-back ini penting bagi sumber untuk memperbaiki strategi maupun pesan komunikasi. Selain itu, komunikasi massa juga hanya efektif untuk peningkatan kognitif, atau untuk meningkatkan awareness (kesadaran) komunikan agar berkembang minatnya (interest) lebih lanjut untuk mencari informasi (Rogers & Shoemaker 1995).

(31)

11 adopsinya. Jadi bisa saja kategori adopter yang terlihat sebagai dampak, sudah pada tingkatan adopsi penuh, adopsi sebagian, atau petaninya malah merijeksi (menolak inovasi).

Seringkali suatu inovasi berhasil diciptakan dan sangat mahal dan apabila digunakan sama halnya memberatkan petani oleh karena harga bahan-bahan yang digunakan sangat tinggi akibatnya tidak dapat terjangkau oleh petani. Kalau keadaan harga dirasakan oleh petani sangat tinggi maka suatu teknologi tidak akan digubrisnya lagi.

Lamanya waktu yang dibutuhkan petani mengadopsi suatu teknologi sangat tergantung dari jenis teknologi yang diintroduksikan. Jenis teknologi Alsintan, pengetahuan masing-masing memiliki kekhasan yang berbeda. Inovasi berupa pengetahuan (teknologi produksi, prosedur/cara, sistem pemasaran, model kelembagaan dan analisis kebijakan) perlu dilakukan, dengan kompleksitas inovasi berupa pengetahuan seringkali masih sangat ilmiah, membutuhkan penyesuaian agar menjadi lebih sederhana di lapangan. Dalam proses penyederhanaan sebaiknya telah mengikutkan pengguna dalam rangka mempercepat proses transfer teknologi ke pada petani.

Gambar 1 Tahapan adopsi inovasi (Rogers & Shoemaker 1995)

(32)

12

penerima inovasi atau adopter sendiri didefinisikan oleh Rogers (2003) sebagai seseorang yang memutuskan untuk menggunakan secara penuh inovasi sebagai pilihan terbaik.

Teknologi Budidaya Padi

Teknologi budidaya padi yang sering dijumpai dan dilakukan oleh masyarakat bervariasi antar lokasi, sebagaimana komponen teknologi yang diterapkan dalam program PTT, SL-PTT. Teknologi tersebut dikelompokkan ke dalam dua komponen antara lain komponen teknologi dasar dan komponen teknologi pilihan. Komponen teknologi dasar sangat dianjurkan untuk diterapkan di semua lokasi padi sawah. Penerapan komponen pilihan disesuaikan dengan kondisi, kemauan, dan kemampuan petani setempat. Komponen teknologi dasar antara lain: (1) Varietas unggul baru, inbrida atau hibrida, (2) Benih bermutu dan berlabel, (3) Pemberian bahan organik melalui pengembalian jerami ke sawah atau dalam bentuk kompos atau pupuk kandang, (4) Pengaturan jarak tanaman secara optimum, (5) Pemupukan berdasarkan kebutuhan tanaman dan status hara tanah, dan (6) Pengendalian OPT (organisme pengganggu tanaman) dengan pendekatan PHT (pengendalian hama terpadu). Penjelasan komponen dasar sebagai berikut: 1. Varietas unggul baru

Varietas unggul baru (VUB) umumnya berdaya hasil tinggi, tahan terhadap hama penyakit utama atau toleran deraan lingkungan setempat dan juga memiliki sifat khusus tertentu. Inovasi VUB dapat berupa padi inbrida seperti Ciherang, dan Mekongga atau padi hibrida seperti Rakon, Hipa 3, Bernas Super dan Intani. Pemilihan Varietas inbrida disesuaikan dengan kondisi setempat, dan dianjurkan yang tahan hama penyakit endemik seperti wereng coklat dan tungro, dan memenuhi permintaan pasar. Inovasi VUB yang sesuai dengan kondisi setempat diperoleh dari hasil uji varietas di lahan SL-PTT atau lahan BPP yang diamati bersama oleh penyuluh dan petani. Selain daya hasil yang tinggi dan ketahanan terhadap hama penyakit, aspek cita rasa nasi, umur panen, bentuk gabah, rendeman, dan kebeningan beras juga sering menjadi penentu dalam pemilihan varietas oleh petani. Hindari penanaman varietas yang sama secara terus-menerus di satu lokasi untuk mengurangi serangan hama dan penyakit. Penggunaan varietas unggul baru, baik jenis inbrida maupun hibrida, diperlukan untuk memperoleh hasil yang tinggi.

2. Benih bermutu dan berlabel

Benih bermutu adalah benih dengan tingkat kemurnian dan daya tumbuh yang tinggi. Pada umumnya benih bermutu dapat diperoleh dari benih berlabel yang sudah lulus proses sertifikasi. Benih bermutu akan menghasilkan bibit yang sehat dengan akar yang banyak. Mutu benih padi inbrida dapat diuji dengan teknik pengapungan, dengan menggunakan larutan garam 2-3 persen atau larutan pupuk ZA 20-30 gram/liter air. Benih yang tenggelam dipakai, sedangkan yang terapung dibuang. Mutu benih padi hibrida diuji dengan daya kecambah. Benih bermutu menghasilkan bibit yang sehat dengan perakaran lebih banyak, sehingga pertumbuhan tanaman lebih cepat dan merata.

3. Pemberian bahan organik

(33)

13 atau cair. Bahan organik bermanfaat untuk memperbaiki kesuburan fisik, kimia dan biologi tanah. Oleh karena itu, jerami perlu dikembalikan ke lahan sawah dengan cara dibenam atau diolah menjadi kompos atau dijadikan pakan ternak yang kotorannya diproses menjadi pupuk kandang. Persyaratan teknis pupuk organik pengacu kepada Permentan No. 40/2006, kecuali diproduksi untuk keperluan sendiri. Takaran pupuk organik dan pupuk anorganik mengacu pada Permentan No. 40/2007 tentang pemupukan spesifik lokasi. Pemberian pupuk organik dan pupuk kimia dalam takaran dan waktu yang tepat memang peran yang penting dalam menyangga keberlanjutan sistem produksi padi sawah. 4. Pengaturan populasi tanaman

Pengaturan populasi tanaman ini bisa melalui pengaturan jarak tanam dan jajar legowo. Sampai batas tertentu, semakin tinggi populasi tanaman semakin tinggi jumlah malai per satuan luas sehingga berpeluang menaikkan hasil panen. Tanam jajar legowo merupakan salah satu cara untuk menaikkan populasi tanaman dan cukup efektif mengurangi serangan hama tikus, keong mas dan keracunan besi. Jajar legowo adalah pengosongan satu tanaman setiap dua atau lebih baris dan merapatkan dalam barisan tanaman, sehingga dikenal dengan legowo 2:1 apabila satu baris kosong diselingi oleh dua baris tanaman padi, atau 4:1 bila diselingiempat baris tanaman. Pertumbuhan tanaman yang sehat dan seragam mempercepat penutupan permukaan tanah sehingga penekan pertumbuhan gulma dan meningkatkan ketahanan tanaman terhadap hama dan penyakit. Pengaturan populasi dapat melalui tanam dengan cara tegel, maupun jajar legowo.

5. Pemupukan berdasarkan kebutuhan tanaman dan status hara tanam

Pemberian pupuk berbeda antar lokasi, musim tanam, pola tanam, dan pengelolaan tanaman. Penggunaan pupuk spesifik lokasi meningkatkan hasil dan menghemat pupuk. Kebutuhan N tanaman dapat diketahui dengan cara mengukur tingkat kehijauan warna daun padi dengan BWD (bagan warna daun), sedangkan kebutuhan P dan K tanaman dengan PUTS (perangkat uji tanah sawah). Selain itu kebutuhan tanaman akan pupuk juga dapat diketahui melalui: Uji petak omisi atau minus satu unsur. Pengujian langsung di lahan sawah petanidengan petak perlakuan NPK (lengkap), NP (minus K), NK (minus P) dan PK (minus N). Di lokasi tertentu, perlakuan serupa dapat dilakukan untuk menentukan apakah tanaman memerlukan hama lain seperti S, Mg, dan ZN. Modul PuPS (pemupukan padi sawah) spesifik lokasi, peta status hara P dan K skala 1:50 000 untuk pemupukan P da K, Permentan No 40/2007 tentang pemupukan spesifik lokasi.

6. Pengendalian OPT dengan pendekatan PHT

(34)

14

Komponen teknologi pilihan adalah: (1) pengolahan tanah sesuai musim dan pola tanam, (2) penggunaan bibit muda (≤ 21 hari), (3) tanam bibit 1-3 batang per rumpun, (4) pengairan secara efektif dan efisien, (5) penyiangan dengan landak atau dengan gasrok, (6) panen tepat waktu dan gabah segera dirontok. Penjelasan teknologi pilihan adalah sebagai berikut:

1. Pengolahan tanah sesuai musim dan pola tanam

Pengolahan tanah hingga berlumpur dan rata dimaksudkan untuk menyediakan media pertumbuhan yang baik dan seragam bagi tanaman padi serta mengendalikan gulma. Pada kondisi tertentu seperti mengejar waktu tanam dan kekurangan tenaga kerja, pengolahan tanam minimal atau bahkan tanpa olah tanah dapat pula diterapkan. Pengolahan tanah dapat dilakukan dengan traktor atau ternak, menggunakan bajak singkal dengan kedalaman olah ≥ 20cm. Tunggul jerami, gulma dan bahan organik yang telah dikomposkan dibenamkan ke dalam tanah, bersamaan dengan pengolahan tanah pertama. Pembajakan biasanya dilakukan dua kali diikuti dengan penggaruan/pengglebekan untuk perataan lahan dan pelumpuran. Pengolahan tanah sempurna (bajak, garu, dan peralatan) diperlukan untuk tanam padi yang dibudidayakan pada musim tanam pertama.

2. Penggunaan bibit muda (≤ 21 hari)

Keuntungan tanam pindah menggunakan bibit muda (≤ 21 hari) adalah

tanaman tidak stres akibat pencabutan bibit dipersemaian, pengangkutan, dan penanaman kembali di sawah, dibandingkan dengan bibit yang lebih tua. Untuk mendapatkan bibit yang baik usahakan bibit berasal dari benih bermutu dan sebelum disemai direndam selama 24 jam, lalu ditiriskan selama 48 jam. Tambahkan bahan organik seperti kompos, pupuk kandang, dan abu pada persemaian untuk memudahkan pencabutan bibit. Lindungi bibit padi di persemaian dari serangan hama. Bila perlu, pasang pagar plastik dan bubu perangkap untuk mengendalikan tikus. Di daerah endemi keong emas, gunakan bibit yang berumur lebih tua. Persemaian dibuat sedemikian rupa agar bibit terhindar dari penggunaan ternak dan rendaman air pada saat hujan.

3. Tanam bibit 1-3 batang per rumpun

Bibit ditanam 1-3 batang per rumpun, lebih dari itu akan meningkatkan persaingan antar bibit dalam rumpun yang sama. Rumpun yang hilang karena tanaman mati atau rusak dan diserang hama segera disulam, paling lambat 14 hari setelah tanam. Di daerah endemi keong emas, tanam bibit 2-3 batang per rumpun. Penanaman bibit 1-3 batang per rumpun mengurangi penggunaan benih, mengurangi persaingan bibit pada rumpun yang sama, dan menghasilkan anakan yang produktif.

4. Pengairan secara efektif dan efisien

(35)

15 5. Penyiangan dengan landak atau gasrok

Penyiangan awal gulma menjelang 21 hari setelah tanam, penyiangan selanjutnya berdasarkan kepadatan gulma. Manfaatnya adalah: ramah lingkungan, hemat tenaga kerja, meningkatkan jumlah udara di dalam tanah, merangsang pertumbuhan akar. Penyiangan gulma dengan landak atau gasrok menghemat penggunaan tenaga kerja.

6. Panen tepat waktu dan gabah segera dirontok

Tanaman dipanen jika sebagian besar gabah (90-95%) telah bernas dan berwarna kuning. Panen terlalu awal, banyak gabah hampa, gabah hijau, dan butir kapur. Terlambat panen, terjadi kehilangan hasil karena gabah rontok di lapang dan jumlah gabah patah pada proses penggilingan meningkat. Panen tepat waktu berperang penting dalam menekan kehilangan hasil pada saat panen. Perontokan gabah 1-2 hari setelah panen, menggunakan alat perontok. Gabah segera dijemur untuk mendapatkan beras dengan mutu yang lebih baik dan harga yang tinggi. Perontokan gabah dengan alat perontok (thresher) mempercepat proses perontokan dan mengurangi kehilangan hasil yang disebabkan oleh masih adanya gabah yang tidak terontok jika perontokan dilakukan secara gebot.

Diseminasi Teknologi Pertanian

Diseminasi inovasi teknologi pertanian dapat diartikan secara parsial menurut unsur kata pembentuknya yang terdiri dari kata diseminasi dan rangkaian kata inovasi pertanian. Diseminasi, sudah menjadi istilah umum yang digunakan sebagai sinonim dari “penyebaran.” Istilah tersebut dapat digunakan dalam berbagai bidang, baik di sektor pertanian maupun sektor di luar pertanian. Secara etimologi kata diseminasi bisa dilihat dalam Merriam Webster Online Dictionary (2010). Dalam kamus tersebut dijelaskan bahwa diseminasi berasal dari bahasa Latin disseminatus yang mengandung makna to spread a broad dan to disperse throughout. Pengertian tersebut sejalan dengan istilah dissemination yang juga bermakna to spread atau to distribute (Hornby 1974).

Konsep dasar diseminasi menjadi modal dasar pemahaman yang harus dikuasai ketika akan melakukan kegiatan diseminasi. Kegiatan diseminasi teknologi pertanian bertujuan meningkatkan adopsi dan difusi pertanian hasil Litkaji melalui berbagai kegiatan komunikasi, promosi dan komersialisasi serta penyebaran paket teknologi unggul yang dibutuhkan dan menghasilkan nilai tambah bagi berbagai khalayak pengguna dan menyelenggarakan kegiatan penyebarluasan materi penyuluhan baik secara tercetak maupun media elektronik (Sulaiman 2003).

(36)

16

Konteks pembangunan pertanian, diseminasi diartikan secara praktis sebagai cara dan proses penyampaian hasil-hasil pengkajian teknologi kepada masyarakat atau pengguna untuk diketahui dan dimanfaatkan (Permentan No 20 tahun 2008). Permentan Nomor 03/ Kpts/HK.060/1/2005, menjelaskan bahwa hasil-hasil pengkajian teknologi di bidang pertanian tersebut merupakan inovasi yang mengandung ilmu pengetahuan baru atau cara baru untuk menerapkan pengetahuan dan teknologi ke dalam produk atau proses produksi. Inovasi yang dimaksud mencakup teknologi pertanian dan kelembagaan agribisnis unggul mutakhir hasil temuan atau ciptaan Badan Litbang Pertanian (Simatupang 2004).

Diseminasi inovasi pertanian di Kementerian Pertanian berlandaskan pada Peraturan Menteri Pertanian Nomor 03/Kpts/HK.060/1/2005 tentang Pedoman Penyiapan dan Penerapan Teknologi Pertanian. Dalam peraturan tersebut, kegiatan diseminasi diposisikan mendukung Tahap Pengembangan Teknologi atau berada pada Tahap III setelah Tahap Penelitian dan Tahap Pengkajian Teknologi, sebelum tahap penerapan dan umpan balik. Secara teoritis illustrasi pentahapan tersebut tersaji pada Gambar 2. Mengingat adanya harapan berupa respons terhadap materi yang didiseminasikan, maka praktek penyebarluasan inovasi itu harus didasarkan pada kondisi khalayak sasaran (user). Hal ini terdapat lima prinsip yang harus ditempuh yang dikenal Prinsip AIDDA. Pada prinsipnya diseminasi harus mampu membangkitkan perhatian (attention), kemudian pada tahap berikutnya mampu membangkitkan minat (interest), membangkitkan hasrat (desire), mendorong proses pengambilan keputusan (decision) dan pada akhirnya sampai pada upaya untuk mendorong tindakan (action) penerapan teknologi. Penerapan prinsip AIDDA tersebut berimplikasi pada penggunaan media diseminasi, karena setiap media memiliki karakteristik yang unik.

(37)

17 Metode Komunikasi Diseminasi

Liliweri (2011) menjelaskan bahwa metode komunikasi adalah cara terbaik dan praktis yang membimbing setiap orang untuk dapat memperoleh informasi tentang sesuatu, atau membimbing cara berkomunikasi secara efektif. Metode praktis ini membimbing dan mengarahkan kerja komunikator untuk memilih dan menetapkan penggunaan cara dan teknik komunikasi tertentu untuk mencapai komunikasi yang efektif. Salah satu aplikasinya dalam hal ini adalah cara atau teknik seorang komunikator untuk berpidato dengan baik, menyusun pesan-pesan, memilih dan menggunakan media komunikasi, memilih dan menetapkan kelompok sasaran (penerima), bagaimana mengatasi hambatan, serta cara dan teknik menetapkan konteks komunikasi. Metode komunikasi ini bertujuan untuk mengintegrasikan beberapa prinsip atau teknik yang berstandar tertentu sehingga memudahkan komunikasi.

Selanjutnya, Liliweri menjelaskan bahwa ada tiga metode utama dalam komunikasi, meliputi informative communication, persuasive communication dan instructive communication. Berdasarkan metode utama tersebut di atas para praktisi komunikasi kemudian mengembangkan berbagai metode komunikasi praktis, seperti metode penggunaan media, metode presentasi, metode komunikasi non verbal, metode 7K (kejelasan, kelengkapan, koherensi, ringkas dan padat, kredibilitas, kebenaran dan kontinuitas), metode SOLER (Sit squarely in relaxation to the patient atau duduk melingkar dengan sopan, Open position atau posisi terbuka, Lean slightly towards the patient atau bersandar dan tampil ramah, Eye contact atau kontak mata, Relax atau relaks) dan metode Makaton (metode komunikasi untuk orang-orang tuna-rungu).

Beberapa peneliti di berbagai bidang keilmuan menggunakan istilah metode komunikasi dalam judul penelitian mereka untuk menggambarkan pentingnya penggunaan cara dan teknik komunikasi yang tepat untuk mencapai komunikasi yang efektif, serta betapa pentingnya peran metode komunikasi untuk keberhasilan suatu program atau konsep yang didesiminasikan kepada masyarakat (pengguna). Dalam bidang komunikasi diseminasi teknologi pertanian misalnya, Apata (2010) melakukan studi yang berjudul “Analysis of Traditional Information Dissemination and Communication among Rural Farmers, Evidence from Traditional Communities in Nigeria” serta Riesenberg (1998) melakukan studi

dengan judul “Farmer’s Preferences for Method of Receiving Information on New or Innovative Farming Practices”, dalam bidang kesehatan, Hickman, S.E et al

(2010) dengan judul penelitian “A Comparison Methods to Communicate Treatment Preferences in Nursing Facilities: Traditional Practices Versus the Physician Orders for Life-Sustaing Treatment Program.

Media Komunikasi

Keberadaan media telah mengalami perkembangan yang sangat pesat, dimulai dari awal kemunculannya dinegara asalnya yaitu surat kabar di Eropa,

tepatnya Prancis tahun 1881 yang menyatakan tentang “kebebasan pers” surat kabar

(38)

18

hingga masalah keagamaan. Sejak perang dunia ke II, topik yang dibahas surat kabar mulai berkurang, dan sirkulasinya menjadi terhenti pada tahun 1940-an. Di Jerman terdapat tiga jenis surat kabar yaitu surat kabar terkait politik, yang muncul setelah revolusi tahun 1848. Kedua surat kabar lokal yang dikembangkan di provinsi dengan editorial non-politik dan periklanan. Ketiga, surat kabar beredar di jalan-jalan raya yang berbasis dikota-kota yang berisi berita sensasional. Kemudian di tahun 1930-an muncul kerajaan surat kabar di bawah pimpinan Alfred Hugenberg, dengan anti demokratik, sekaligus terlibat dalam keruntuhan Republik Weimar. Inggris dan Prancis mendirikan surat kabar partai tunggal, sedangkan Amerika memberikan lisensi kepada kelompok yang memiliki beraneka ragam pandangan politik.

Media massa memiliki banyak ragam dan jenis dimana penggunaannya berkesesuaian dengan kondisi atau realitas kelompok. Media massa dan pemiliki biasanya wujud kerja yang saling berkaitan artinya selalu mengutamakan pihak yang terkait langsung dengan pendanaan. Media massa memiliki keunggulan dapat menjangkau areal yang sangat luas namun memiliki kelemahan dibanyak sisi. Media massa secara prinsip melakukan komunikasi yang searah sulit memantau akan keberhasilan dan respon penerimanya. Media massa adalah media yang menggunakan beragam perantara antara yang menyampaikan dan yang menerimanya. Dahulu kala banyak dikenal, dirasakan media tradisional misalnya dongeng dari ibunda saat menjelang tidur, cerita rakyat yng seringkali diputarkan di lingkungan kantor desa, pertunjukan rakyat yang banyak dilakukan dibalai desa. Semua media tradisional tersebut mulai ditinggalkan masyarakat, berkurangnya minat masyaarakat pada media tradisional ini ada hubungannya dengan pola pembangunan yang dianut oleh negara-negara berkembang seperti Indonesia. Ideologi yang modernisasi seperti ini mendorong negara dalam hal ini pemerintah menggunakan komunikasi yang yang dianjurkan, seperti media tradisional telah digantikan oleh media yang berbasis teknologi. Sebagai akibatnya komunikasi menjadi linier dan satu arah.

Gambar 3 Pengelompokkan media diseminasi (van den Ban & Hawkins 1999) Media yang ada selama ini kurang difungsikan untuk kepentingan petani yang ada di pedesaan, mungkin karena penggagasnya tidak berpikir tentang kepentingan

(39)

19 pertanian. Oleh sebab itu untuk mempercepat proses adopsi maka perlu pemanfaatan secara optimal, dengan menyesuaikan kondisi dan kemampuan penerima. Media diseminasi yang ada selama ini dibedakan menjadi dua kelompok besar, yaitu media interpersonal dan media massa. Pemilihan media ditentukan dari khalayak yang menjadi tujuan. Era sekarang adalah era informasi. Informasi sudah menjadi kebutuhan manusia yang esensial untuk mencapai tujuan.

Pola Komunikasi

Pola komunikasi adalah suatu tingkatan atau level-level komunikasi yang terjadi pada saat melakukan komunikasi. Pendapat Wenburg et al. yang dikutip Mulyana (2007) mengemukakan bahwa perkembangan komunikasi meliputi tiga kerangka konsep yaitu komunikasi sebagai tindakan satu arah, sebagai interaksi dan sebagai transaksi.

Pertama, komunikasi sebagai tindakan satu arah atau proses linier adalah pesan dari pengirim kepada penerima (source oriented communication). Mulyana (2007) menghimpun definisi komunikasi menurut Hovland et al. (1965) adalah proses yang memungkinkan seseorang (komunikator) menyampaikan rangsangan (biasanya lambang verbal) untuk mengubah perilaku orang lain (communicate). Menurut Lasswell (1976) cara yang baik untuk menjelaskan komunikasi adalah menjawab pertanyaan sebagai berikut, ”Who says what in which channel to whom with what effect.” Berlo (1960) mendefinisikan komunikasi sebagai proses penyampaian pesan dari sumber kepada penerima, model yang dikenal adalah SMCR. Rogers (2003) mendefinisikan komunikasi sebagai proses di mana suatu ide dialihkan dari sumber kepada satu penerima atau lebih, dengan tujuan untuk mengubah tingkah laku.

Dapat disimpulkan bahwa tujuan komunikasi dengan pendekatan linier adalah terjadinya perubahan perilaku. Hal ini dapat digambarkan pada model Adler dan Rodman (2006), di mana dalam model ini komunikator memberikan suatu stimuli dan komunikan melakukan respons yang diharapkan tanpa mengadakan seleksi dan interpretasi. Pada level ini proses komunikasi yang dilakukan bersifat monolog.

Gambar

Gambar 1 Tahapan adopsi inovasi (Rogers & Shoemaker 1995)
Gambar 2 Pembangunan sebagai proses penerapan diseminasi
Tabel 1 Penelitian terdahulu dan State of the Art Penelitian
Tabel 1 (Lanjutan)
+7

Referensi

Dokumen terkait

asosiasi berdasarkan kepemilikan dari unit tersebut (MUKISI, PERDHAKI, PELKESI). Sebagian besar BP dan klinik merupakan milik perorangan,dan tidak ber- himpun dalam

komunikasi nonverbal dan menerapkannya baik dalam kehidupan sehari – hari maupun kehidupan organisasi agar komunikasi menjadi efektif dan dapat memahami dan

Berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui bahwa variabel Peningkatan Pelayanan (X1), Penertiban Administrasi (X2), dan Pengawasan (X3) secara simultan memiliki

Surat bukti sebagai ahli waris bagi warganegara Indonesia keturunan Tionghoa, adalah akta keterangan hak mewaris dari Notaris, peraturan tersebut tidak menentukan apakah

Teknik analisis data dilakukan dengan cara (1) mengidentifikasi setiap kriteria kualitas buku teks pelajaran muatan lokal bahasa Gorontalo, yang meliputi kelayakan isi, bahasa,

(3) Penilaian barang milik daerah selain tanah dan/atau bangunan dalam rangka pemanfaatan atau pemindahtanganan dilakukan oleh Tim yang ditetapkan oleh Bupati, dan

Dalam operasional Koperasi Sahabat Sakinah (KAS), ditemukan beberapa permasalahan yang dialami diantaranya pelayanan yang masih dilakukan secara manual seperti pendaftaran

Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan di SD Al-Hidayah Medan, peneliti memperoleh nilai rata-rata ulangan IPA sebelumnya hanya mencapai rata-.. Sedangkan dari