SKRIPSI
Oleh:
Jumaida Aulia Abidsyah NPM: 20120720196
FAKULTAS AGAMA ISLAM
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
i
PRINSIP PENDIDIKAN RASULULLAH KEPADA ‘ABDULLAH BIN UMMI MAKTUM DAN RELEVANSINYA TERHADAP PENDIDIKAN
TUNANETRA
SKRIPSI
Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat guna memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Islam (S.Pd.I) Strata Satu pada Program Studi Pendidikan Agama Islam (Tarbiyah)
Fakultas Agama Islam Universitas Muhammadiyah Yogyakarta
Oleh:
Jumaida Aulia Abidsyah NPM: 20120720196
FAKULTAS AGAMA ISLAM
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM (TARBIYAH) UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
ii Hal : Persetujuan
Kepada Yth
Dekan Fakultas Agama Islam Universitas Muhammadiyah Yogyakarta
Assalamu’alaikum wr. wb
Setelah menerima dan mengadakan perbaikan seperlunya, maka saya berpendapat bahwa skripsi saudara:
Nama : Jumaida Aulia Abidsyah NPM : 20120720196
Judul : PRINSIP PENDIDIKAN RASULULLAH KEPADA ‘ABDULLAH BIN UMMI MAKTUM DAN
RELEVANSINYA TERHADAP PENDIDIKAN TUNANETRA
telah memenuhi syarat untuk diajukan pada akhir tingkat Sarjana pada Fakultas Agama Islam Program Studi Pendidikan Agama Islam Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.
Bersama ini saya sampaikan naskah skripsi tersebut, dengan harapan dapat diterima dan segera dimunaqasyahkan.
Atas perhatiannya diucapkan terima kasih. Wassalamu’alaikum Wr. Wb.
Pembimbing,
iii
PENGESAHAN
Judul Skripsi
PRINSIP PENDIDIKAN RASULULLAH KEPADA ‘ABDULLAH BIN UMMI MAKTUM DAN RELEVANSINYA TERHADAP PENDIDIKAN
TUNANETRA
Yang dipersiapkan dan disusun oleh:
Nama : Jumaida Aulia Abidsyah
NPM : 20120720196
telah dimunaqasyahkan di depan Sidang Munaqasyah Program Studi Pendidikan Agama Islam pada tanggal 29 Agustus 2016 dan dinyatakan memenuhi syarat untuk diterima.
Sidang Dewan Munaqasyah
Ketua Sidang : Sadam Fajar Shodiq, M.Pd.I. ( ) Pembimbing : Nurwanto, M.A., M.Ed. ( ) Penguji : Dr. Abd. Madjid, M.Ag. ( )
Yogyakarta, 05 September 2016 Fakultas Agama Islam
Universitas Muhammadiyah Yogyakarta Dekan,
iv Nama Mahasiswa : Jumaida Aulia Abidsyah Nomor Mahasiswa : 20120720196
Program Studi : Pendidikan Agama Islam (Tarbiyah)
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi ini merupakan karya sendiri dan belum pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu Perguruan Tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya dalam skripsi ini tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.
Yogyakarta, 08 Agustus 2016 Yang membuat pernyataan
v MOTTO
ىَثنُأَو ٍرَكَذ نّم مُكاَْقَلَخ انِإ ُسا لا اَه يَأ اَي
اوُفَراَعَ تِل َلِئاَبَ قَو اًبوُعُش ْمُكاَْلَعَجَو
ۚ
نِإ
ْمُكاَقْ تَأ ِللا َد ِع ْمُكَمَرْكَأ
ۚ
[ ٌرِبَخ ٌميِلَع َللا نِإ
٩٤
:
٣١
]
vi
Ayahanda Juma’ Aziz, ibunda Ida Herliana, adinda Khorunnisa Al Atiqoh, dan seluruh keluarga besar saya.
Dosen-dosen Universitas Muhammadiyah Yogyakarta yang tidak hanya mencerdaskan akal namun juga mencerdaskan hati.
Almamater yang selalu kubanggakan, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta
Fakultas Agama Islam
vii
KATA PENGANTAR
ْيــــــــــــــــــــــــــــــحَ ْحَ ه ــــــــــــــــــــــــــــــْ
َيِمَلاَعْلا ّبَر ِلِل ُدْمَْْا
َكْيِرَش َا َُدْحَو ُها اِإ ََلِإ َا ْنَأ ُدَهْشَأ
َُل
ُُلْوُسَرَو ُُدْبَع اًدمَُُ نَأ ُدَهْشَأَو
Segala puji bagi Allah Swt. yang telah melimpahkah nikmat, rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis bisa menyelesaikan skripsi ini tepat pada waktu yang telah ditentukan. Shalawat serta salam semoga senantiasa tercurahkan untuk Nabi Muhammad saw. beserta keluarga, sahabat dan orang-orang yang setia mengikuti jejaknya hingga akhir zaman.
Skripsi dengan judul Prinsip Pendidikan Rasulullah kepada „Abdullah bin Ummi Maktum dan Relevansinya Terhadap Pendidikan Tunanetra, yang disusun
dalam rangka memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Strata Satu (S-1) Program Studi Pendidikan Agama Islam (Tarbiyah), Fakultas Agama Islam, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa hal ini tidak terlepas dari bantuan dan dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis menyampaikan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada:
1. Bapak Prof. Dr. Bambang Cipto, M.A., selaku Rektor Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.
viii
memberikan arahan serta nasehat kepada penulis sehingga skripsi ini dapat selesai dengan baik.
5. Segenap Dosen Fakultas Agama Islam Universitas Muhammadiyah Yogyakarta yang telah mendidik dan memberikan sumbangan ilmu kepada penulis.
6. Segenap Pengurus dan Karyawan Fakultas Agama Islam Universitas Muhammadiyah Yogyakarta yang telah membantu kelancaran dalam penulisan skripsi ini.
7. Segenap Dosen, Pengurus dan Karyawan Pendidikan Ulama Tarjih Muhammadiyah Yogyakarta.
8. Ayahanda Juma’ Aziz, ibunda Ida Herliana, adinda Khorunnisa Al Atiqah, eyang Siti Amini dan seluruh keluarga besar yang telah mencurahkan kasih sayang dan doa demi kesuksesan penulis selama menempuh pendidikan di Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.
9. Seluruh teman-teman angkatan 2012 Pendidikan Ulama Tarjih Muhammadiyah.
ix
Bantuan dari mereka berupa arahan, bimbingan, motivasi dan lain-lain yang tak ternilai harganya semoga menjadi amal saleh di sisi Allah Swt. dan mendapatkan rida-Nya.
Akhirnya penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak, baik penulis maupun pembaca. Saran dan kritik dari pembaca senantiasa penulis harapkan demi perbaikan skripsi ini. Semoga Allah senantiasa meridai kita. Aamiin.
Yogyakarta, 08 Agustus 2016 Penulis,
x
HALAMAN NOTA DINAS ...ii
HALAMAN PENGESAHAN ...iii
HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN ...iv
HALAMAN MOTTO ...v
HALAMAN PERSEMBAHAN ...vi
KATA PENGANTAR ...vii
DAFTAR ISI ...x
ABSTRAK ...xiii
TRANSLITERASI ...xiv
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ...1
B. Rumusan Masalah ...6
C. Tujuan Penelitian ...7
D. Kegunaan Penelitian...7
E. Sistematika Pembahasan ...8
BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA TEORI A. Tinjauan Pustaka ...10
B. Kerangka Teori...15
BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian ...38
xi
C. Teknik Pengumpulan Data ...40
D. Teknik Analisis Data ...40
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Biografi ‘Abdullah bin Ummi Maktum ...42
1. Nama Lengkap ‘Abdullah bin Ummi Maktum ...42
2. Prestasi ‘Abdullah bin Ummi Maktum ...43
3. Ayat-ayat dan Hadis-hadis yang Berkaitan dengan ‘Abdullah bin Ummi Maktum ...46
B. Prinsip Pendidikan Rasulullah kepada ‘Abdullah bin Ummi Maktum ...48
1. Prinsip Tauhid ...50
2. Prinsip Ibadah ...53
3. Prinsip Akhlak ...57
4. Prinsip Kemasyarakatan ...60
5. Prinsip Kepercayaan dan Penghargaan ...61
6. Prinsip Kasih Sayang ...63
C. Relevansi antara Pendidikan Rasulullah kepada ‘Abdullah bin Ummi Maktum dengan Pendidikan Tunanetra ...65
1. Pendidikan Tunanetra ...65
2. Relevansi Prinsip Pendidikan ‘Abdullah bin Ummi Maktum terhadap Pendidikan Tunanetra ...68
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ...72
xiii ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk menerangkan dan merumuskan prinsip pendidikan Rasulullah kepada ‘Abdullah bin Ummi Maktum sebagai hasil kajian terhadap nilai-nilai yang terdapat dalam al-Qur`an, hadis dan sejarah Islam. Kedua, untuk mengetahui relevansi antara prinsip pendidikan Rasulullah kepada ‘Abdullah bin Ummi Maktum dengan pendidikan bagi anak tunanetra.
Penelitian menggunakan pendekatan kualitatif. Data dikumpulkan dengan cara dokumentasi. Data dianalisis secara konten dengan menghimpun dan menganalisis dokumen dan buku, baik yang bersifat teoritis maupun empiris.
Hasil penelitian menunjukkan prinsip pendidikan Rasulullah kepada ‘Abdullah bin Ummi Maktum mencakup enam prinsip, yaitu prinsip tauhid, ibadah, akhlak, kemasyarakatan, kepercayaan dan penghargaan, serta prinsip kasih sayang. Hasil penelitian juga menunjukkan adanya relevansi antara pendidikan Rasulullah kepada ‘Abdullah bin Ummi Maktum dengan pendidikan anak tunanetra. Pendidikan Rasulullah kepada ‘Abdullah bin Ummi Maktum menekankan pada pendidikan tauhid, mencakup akidah, akhlak, ibadah dan sosial, yang semuanya dikemas dengan kasih sayang dan kepercayaan serta penghargaan. Kesadaran terhadap pendidikan tauhid inilah yang selanjutnya memunculkan pengertian pada diri anak tunanetra untuk mampu mandiri, swasembada, bersikap ekstrover, dan mampu bersosialisasi secara wajar dengan lingkungannya.
xiv
Transliterasi kata Arab-Latin yang dipakai dalam penyusunan Skripsi ini berpedoman pada Surat Keputusan Bersama Menteri Agama dan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia No: 158/1987 dan 0543b/U/1987 tertanggal 22 Januari 1988.
I. Konsonan Tunggal
Huruf
Arab Nama Huruf Latin Keterangan
أ Alif tidak dilambangkan tidak dilambangkan
Ba’ B -
Ta T -
Sa s (dengan titik di atas)
ج Jim J -
Ha h (dengan titik di bawah)
Kha’ KH -
د Dal D -
ذ Zal z (dengan titik di atas)
Ra’ R -
Za’ Z -
Sin S -
Syin SY -
ص Sad s (dengan titik di bawah)
ض Dad d (dengan titik di bawah)
ط Ta t (dengan titik di bawah)
xv
ع ‘Ain „ koma tebalik ke atas
غ Gain G -
ف Fa’ F -
Qaf Q -
Kaf K -
Lam L -
Mim M -
Nun N -
Wawu W -
Ha’ H -
ء Hamzah „ Apostrof
Ya’ Y -
II. Konsonan rangkap karena Syaddah ditulis rangkap
َ
ditulis rabbanāَ
ditulis nazzalaIII. Ta Marbūṭ di akhir kata a. Bila dimatikan tulis h
ضْ
ditulis rauḍahْ ط
ditulis alḥah(Ketentuan ini tidak diperlukan bagi kata-kata Arab yang sudah terserap ke dalam bahasa Indonesia, seperti zakat, salat dan sebagainya, kecuali bila dikehendaki lafal aslinya).
b. Bila ta-marbu diikuti dengan kata sandang “al” serta bacaan kedua itu
xvi
__َ___ fatḥaḥ ditulis A
_____ kasrah ditulis I
_____ ḍammah ditulis U
V. Vokal Panjang
. ...
. ....
fatḥatau ya aḥ dan alif ditulis ā. ....
kasrah dan ya ditulis ī. ....
ḍammah dan wawu ditulis ūContoh:
ق
ditulis qāladitulis ramā
ْيق
ditulis qīlaْ ي
ditulis yaqūluVI. Vokal Rangkap
....
fatḥaḥdan ya’ mati ditulis ai....
fatḥaḥ dan wawu mati ditulis auContoh:
xvii
ْي
ه
ditulis yażhabuس
ditulis su‟ilaVII. Kata sandang (لا)
Dalam transliterasi ini kata sandang dibedakan atas kata sandang yang diikuti oleh huruf syamsiyah dan kata sandang yang diikuti oleh huruf qamariyah.
a. Kata sandang yang diikuti oleh huruf syamsiyah ditransliterasikan sesuai bunyinya, yaitu huruf /1/ diganti dengan huruf yang langsung mengikuti kata sandang itu.
b. Kata sandang yang diikuti oleh huruf qamariyah ditransliterasikan sesuai dengan aturan yang digariskan di depan dan sesuai pula dengan bunyinya. Contoh:
جَ
ditulis ar-rajuluْ
ditulis al-qamaruVIII. Penulisan kata-kata dalam rangkaian kalimat Ditulis menurut bunyi atau pengucapannya
ق َ ْيخ ه َ إ
ْي
ditulis Wa innallāha lahuwa khair ar-rāziqīn.
ْي ْ ْي ْ ْ فْ أف
Ditulis Wa aufū al-kaila wa al-mīzān.xiii
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk menerangkan dan merumuskan prinsip pendidikan Rasulullah kepada ‘Abdullah bin Ummi Maktum sebagai hasil kajian terhadap nilai-nilai yang terdapat dalam al-Qur`an, hadis dan sejarah Islam. Kedua, untuk mengetahui relevansi antara prinsip pendidikan Rasulullah kepada ‘Abdullah bin Ummi Maktum dengan pendidikan bagi anak tunanetra.
Penelitian menggunakan pendekatan kualitatif. Data dikumpulkan dengan cara dokumentasi. Data dianalisis secara konten dengan menghimpun dan menganalisis dokumen dan buku, baik yang bersifat teoritis maupun empiris.
Hasil penelitian menunjukkan prinsip pendidikan Rasulullah kepada ‘Abdullah bin Ummi Maktum mencakup enam prinsip, yaitu prinsip tauhid, ibadah, akhlak, kemasyarakatan, kepercayaan dan penghargaan, serta prinsip kasih sayang. Hasil penelitian juga menunjukkan adanya relevansi antara pendidikan Rasulullah kepada ‘Abdullah bin Ummi Maktum dengan pendidikan anak tunanetra. Pendidikan Rasulullah kepada ‘Abdullah bin Ummi Maktum menekankan pada pendidikan tauhid, mencakup akidah, akhlak, ibadah dan sosial, yang semuanya dikemas dengan kasih sayang dan kepercayaan serta penghargaan. Kesadaran terhadap pendidikan tauhid inilah yang selanjutnya memunculkan pengertian pada diri anak tunanetra untuk mampu mandiri, swasembada, bersikap ekstrover, dan mampu bersosialisasi secara wajar dengan lingkungannya.
Kata Kunci: Prinsip; Pendidikan; Rasulullah; Tunanetra. ABSTRACT
This research aims at explaining and formulating the education principles of Rasulullah for ‘Abdullah bin Ummi Maktum as the result of studying Islamic values in Al Qu’ran, hadith, and Islam history. In addition, it is to find out the relevance of educational principles of Rasulullah for ‘Abdullah bin Ummi Maktum using education for blind children.
This research employed qualitative approach. The data were collected using documentation, and then the content was analyzed by collecting documents and books, whether theoretically or empirically.
The research result shows that the education principles of Rasulullah for ‘Abdullah bin Ummi Maktum comprises six principles – monotheism, worship, moral, social, trust and appreciation, and affection. The research finding shows that there is relevance between Rasulullah’s education for ‘Abdullah bin Ummi Maktum through education for blind children. Rasulullah’s education for ‘Abdullah bin Ummi Maktum emphasizes education of monotheism, aqidah, moral, worship and social, which are wrapped with affection, trust, and appreciation. The awareness for having monotheism education generates understanding for blind children to be independent, self-supporting, extrovert, and able to socialize normally with the society.
A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan Islam mempunyai sejarah yang panjang dan berkembang seiring dengan kemunculan Islam itu sendiri. Kemunculan Islam lengkap dengan usaha-usaha pendidikan merupakan transformasi besar dalam budaya masyarakat Arab. Sebab, masyarakat Arab pra-Islam pada dasarnya tidak memiliki sistem pendidikan formal (Azra, 2000: vii).
Pendidikan yang berlangsung pada masa awal perkembangan Islam umumnya bersifat informal, dan lebih berkaitan dengan upaya-upaya dakwah Islamiyyah, seperti penyebaran, dan penanaman dasar-dasar kepercayaan dan ibadah Islam. Oleh karena itu, dapat difahami alasan mengapa proses pendidikan Islam pertama kali berlangsung di rumah sahabat tertentu. Tetapi ketika masyarakat Islam sudah terbentuk, maka pendidikan Islam diselenggarakan di masjid. Pendidikan formal Islam baru muncul pada masa lebih belakangan yakni dengan kebangkitan madrasah (Azra, 2000: vii).
2
Tugas utama pendidikan Islam adalah meningkatkan sumber daya manusia. Sarana strategis untuk melahirkan manusia yang terbina seluruh potensi dirinya (fisik, psikis, akal, spiritual, fitrah, talenta, dan sosial). Hal ini dimaksudkan agar mereka dapat melaksanakan fungsi pengabdiannya dalam rangka beribadah kepada Allah serta mencapai kebahagiaan hidup di dunia dan di akhirat (Nata, 2010: 31).
Sistem pendidikan Islam pada masa Rasulullah terbagi dalam dua periode, yakni: periode pembangunan insan di Mekkah dan periode pembangunan material di Madinah. Pembangunan insaniah (spiritual), yakni melahirkan manusia-manusia yang mengabdikan diri mereka hanya kepada Allah. Setelah pendidikan spiritual terwujud, barulah Rasulullah memulai pembangunan material, yakni menghidupkan tugas manusia sebagai khalifah Allah. Mengatur dan memeriahkan bumi Allah sesuai dengan yang Allah kehendaki (At-Tamimi, 2004: 3-22).
Sejarah Islam mengungkapkan bahwa terdapat salah seorang sahabat tunanetra yang karenanya beberapa ayat al-Qur`an diturunkan. Sebut saja
misalnya QS. „Abasa: 1-12 dan QS. An-Nisa: 95. Dia bernama „Abdullah bin
Ummi Maktum. Seorang sahabat dengan keterbatasan penglihatan (tunanetra).
„Abdullah bin Ummi Maktum merupakan salah satu sahabat istimewa
Rasulullah. Keistimewaan itu terlihat dari beberapa ayat al-Qur`an yang turun berkenaan dengannya. Bahkan, karena „Abdullah bin Ummi Maktum Rasulullah pernah mendapat teguran langsung oleh Allah, yang kemudian diabadikan dalam QS. „Abasa: 1-12. Sejak itu, berkata a - auri, ketika Rasulullah melihat Abdullah bin Ummi Maktum datang, beliau menggelar baju luarnya seraya bersabda,”Selamat datang sahabat, yang aku dicela
Tuhanku karenanya! Apa kau memerlukan sesuatu?” (Umairah, 2000: 95).
Selain itu, Rasulullah menjadikan „Abdullah bin Ummi Maktum sebagai muazin disamping Bilal bin Rabbah, sehingga keduanya mendapat julukan Mua in li Rasūlillah (Aż-Ẑahabī, 1982: 360). Rasulullah pernah pula
mengangkat „Abdullah bin Ummi Maktum sebagai wali kota Madinah tatkala
Rasulullah meninggalkan kota. Sebanyak 13 kali jabatan tersebut dipercayakan kepada „Abdullah bin Ummi Maktum dari total 27 gazwah (perang yang diikuti Rasulullah) (Al-Maqrazī, 1999: 133).
4
pengajaran, guru, dan lainnya tidak dibakukan secara formal (Nata, 2010: 192). Konteks pendidikan dan pengajaran tersebut tidak hanya berlaku bagi
„Abdullah bin Ummi Maktum saja. Namun juga dapat dijadikan pembelajaran
bagi orang-orang dengan kondisi yang sama seperti „Abdullah bin Ummi Maktum. Beberapa istilah muncul untuk menyebut “orang berkelainan” diantaranya, Difabel, Penyandang Ketunaaan, Anak Berkebutuhan Khusus (ABK), dan Penyandang Disabilitas (Sholeh, 2015: 302).
Saat ini, pendidikan bagi ABK disediakan dalam tiga macam lembaga pendidikan, Sekolah Berkelainan (SLB), Sekolah Dasar Luar Biasa (SDLB) dan Pendidikan Terpadu. SLB, sebagai lembaga pendidikan khusus tertua, menampung anak dengan jenis kebutuhan khusus yang sama. Sementara pendidikan terpadu adalah sekolah biasa yang juga menampung ABK, dengan kurikulum, guru, sarana pengajaran dan kegiatan belajar mengajar yang sama. Namun, dalam perkembangannya kurang menggembirakan, karena banyak sekolah umum yang keberatan menerima ABK, dan juga saat ini baru menampung anak tunanetra (Ilahi, 2013: 18).
mencapai 1%, di India 0,7%, di Thailand 0,3%, Jepang dan AS berkisar 0,1-0,3%. Gsianturi, et.al. (2004) dalam Tarsidi (2011).
Menurut data statistik dari Kementerian Pendidikan tahun 2008, di Indonesia terdapat 32 SLB/A. Di samping itu, terdapat juga 1036 Sekolah Khusus yang mengakomodasi anak-anak dari bermacam-macam kategori ABK termasuk tunanetra, dan banyak siswa tunanetra yang belajar di sekolah-sekolah inklusif. Data sensus penduduk Indonesia tahun 2010 menyatakan bahwa populasi Indonesia >237 juta orang, dan populasi anak usia sekolah (7-17 tahun) diperkirakan sebanyak 49.6 juta orang (atau >20%). Beberapa sumber menyatakan bahwa populasi tunanetra diperkirakan antara 1-1.5% dari jumlah penduduk Indonesia. Ini menunjukkan bahwa jumlah tunanetra di Indonesia diperkirakan >3 juta orang, sehingga jumlah anak tunanetra usia sekolah diperkirakan +600 ribu orang (Tarsidi, 2016).
Data-data di atas menunjukkan tingginya jumlah penyandang tunanetra di Indonesia. Para penyandang tunanetra jelas butuh pendampingan dan pendidikan. Namun, dalam kehidupan sehari-hari tidak jarang kita temui diskriminasi terhadap penyandang tunanetra. Mulai dari dunia kerja sampai dunia pendidikan. Sebut saja misalnya dalam pelaksanaan Ujian Nasional (UN) 2016.
6
diperkirakan Rp 500 ribu/soal. Menurut Retno, selama ini penyadang tunanetra harus dibacakan soalnya oleh pengawas. Jika terdapat soal-soal yang disertai gambar, simbol, dan grafik, maka peserta tunanetra dipaksa untuk berimajinasi, sebab pengawas kesulitan untuk menjelaskannya (Fizriyani, Murdaningsih dan Hakim, 2016).
Skripsi ini merupakan penelitian lanjutan dari penelitian yang telah
dilakukan oleh penulis terkait pendidikan Rasulullah terhadap „Abdullah bin
Ummi Maktum. Fokus penelitian sebelumnya ialah penelitian kualitas dan orisinalitas hadis-hadis yang berkaitan dengan „Abdullah bin Ummi Maktum. Menganalisis dan merumuskan nilai-nilai yang terkandung dalam hadis-hadis tersebut.
Penelitian ini dimaksudkan untuk mengkaji lebih jauh pendidikan
Rasulullah terhadap „Abdullah bin Ummi Maktum dengan referensi yang
lebih lengkap. Diharapkan mampu memunculkan atau menyusun secara sistematik prinsip-prinsip pendidikan yang Rasulullah terapkan kepada
„Abdullah bin Ummi Maktum dan relevansinya terhadap pendidikan
tunanetra saat ini.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka timbul permasalahan yang hendak dikaji dalam penelitian ini sebagai berikut:
2. Adakah relevansi antara prinsip pendidikan Rasulullah kepada „Abdullah bin Ummi Maktum dengan pendidikan bagi anak tunanetra?
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini sebagai berikut:
1. Menerangkan dan merumuskan prinsip pendidikan Rasulullah kepada
„Abdullah bin Ummi Maktum sebagai hasil kajian terhadap nilai-nilai
yang terdapat dalam al-Qur`an, hadis dan sejarah Islam.
2. Mengetahui relevansi antara prinsip pendidikan Rasulullah kepada
„Abdullah bin Ummi Maktum dengan pendidikan bagi anak tunanetra.
D. Kegunaan Penelitian
Mengacu pada permasalahan di atas, maka diharapkan penelitian ini dapat memberikan manfaat sebagai berikut:
1. Kegunaan Praktis
Menambah informasi dan pengembangan keilmuan Islam, khususnya pada bidang Pendidikan Islam bagi akademisi dan masyarakat.
2. Kegunaan Teoritik
8
E. Sistematika Pembahasan
Penulisan hasil penelitian ini disusun dalam lima bagian yang masing-masing bagian akan dijabarkan secara lebih mendalam. Sistematika pembahasannya dapat dilihat sebagai berikut:
1. Bab Pertama: Pendahuluan. Bagian ini merupakan bagian yang paling umum pembahasannya karena berisi dasar-dasar dari penelitian. Isi dari bagian pertama ini terdiri dari: latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan dan kegunaan penelitian, dan sistematika pembahasan.
2. Bab Kedua: Tinjauan Pustaka dan Kerangka Teori. Pada bagian ini memuat uraian tentang penelitian-penelitian pendidikan Islam pada masa Rasulullah, pendidikan bagi Anak Berkebutuhan Khusus (ABK), dan pendidikan bagi anak tunanetra, serta kerangka teori yang relevan dan terkait dengan prinsip pendidikan Rasulullah kepada „Abdullah bin Ummi Maktum.
3. Bab Ketiga: Metode Penelitian. Pada bab ini memuat secara rinci metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini beserta pertimbangannya. 4. Bab Keempat: Hasil dan Pembahasan. Merupakan inti dari penelitian
yang memuat hasil penelitian dan pembahasan mengenai prinsip
pendidikan Rasulullah kepada „Abdullah bin Ummi Maktum dan
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA TEORI
A. Tinjauan Pustaka
Kajian pustaka dilakukan agar penelitian yang akan dilakukan tidak terjadi pengulangan tema, masalah, dan tujuannya dengan penelitian-penelitian sebelumnya (Ismail, 2015: 54). Berikut akan ditampilkan beberapa penelitian yang terkait:
1. Penelitian Hamim Hafiddin (2015) tentang Pendidikan Islam pada Masa Rasulullah. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif, dengan
kebijakan pendidikan terlihat pada pembangunan masjid sebagai pusat kegiatan pendidikan dan dakwah, serta dibuatnya piagam Madinah dengan maksud mempersatukan berbagai potensi yang pada mulanya berserakan dan saling bermusuhan. Kelima, metode yang dikembangkan oleh Nabi. Pada bidang keimanan dengan metode tanya jawab, bidang ibadah dengan metode demonstrasi dan peneladanan, lalu pada bidang akhlak dengan metode peneladanan.
2. Penelitian Iskandar dan Najmuddin (2013) tentang Pola Pendidikan Islam pada Periode Rasulullah di Mekkah dan Madinah. Penelitian ini
menggunakan pendekatan kualitatif, dengan metode analisis isi. Secara garis besar penelitian ini berisi tentang sosiokultural masyarakat Mekkah dan Madinah, tahapan dan materi pendidikan Islam pada fase Mekkah dan Madinah, metode, kurikulum dan lembaga pendidikan Islam pada saat itu. Pola pendidikan yang diterapkan Rasulullah sejalan dengan tahapan-tahapan dakwah kepada kaum Quraisy, yakni tahapan pendidikan Islam secara rahasia dan perorangan, secara terang-terangan, dan tahapan pendidikan Islam untuk umum. Metode yang digunakan Rasulullah dalam mendidik para sahabat antara lain, metode ceramah, dialog, diskusi atau tanya jawab, perumpamaan, kisah, pembiasaan, dan terakhir metode hafalan.
3. Penelitian Akhmad Sholeh (2015) tentang Islam dan Penyandang Disabilitas: Telaah Hak Aksesibilitas Penyandang Disabilitas dalam
12
penelitian ini adalah metode kualitatif. Pada penelitian ini diterangkan tentang pergeseran istilah-istilah penyebutan dan pendekatan disabilitas. Paradigma lama menggunakan istilah ”penyandang cacat” untuk
menyebut disabilitas (orang berkelainan). Model pendekatan yang digunakan diantaranya medical model, tradisional model, dan individual model. Sedang, sifat pendekatannya ialah charity (belas kasihan).
Berbeda dengan paradigma baru yang menyebut disabilitas dengan istilah
”difabel, penyandang ketunaan, anak berkebutuhan khusus, dan
penyandang disabilitas”. Sedang model pendekatan yang digunakan ialah
social model, dan sifat pendekatannya melalui human rights approach
(hak asasi). Pandangan Islam terhadap penyandang disabilitas dijelaskan secara singkat dengan mengungkapkan sejarah sahabat ’Abdullah bin Ummi Maktum dan Amr ibn al-Jamuh, serta perumusan Universal Islamic Declaration of Human Right oleh para ahli hukum Islam pada
tahun 1981. Deklarasi HAM tersebut berisi dua puluh tiga bab, enam puluh tiga pasal, yang meliputi segala aspek kehidupan dan penghidupan manusia.
4. Penelitian Syamsul Huda Rohmadi (2012) tentang Kurikulum Berbasis Inklusi di Madrasah (Landasan Teori dan Desain Pembelajaran
Perspektif Islam). Sebuah makalah pada Conference Proceedings Annual
kurikulum inklusi mempunyai prinsip holistik, artinya pendidikan lebih memperhatikan faktor-faktor yang memengaruhi perkembangan peserta didik. Anak akan dipandang secara keseluruhan fisik, mental, sosial, dan spiritual. Lebih lanjut, hendaknya sistem pendidikan lebih berpusat pada peserta didik. Artinya sistem pengelolaannya harus dirumuskan dan dilaksankan demi kepentingan peserta didik, bukan demi kepentingan guru, sekolah atau lembaga lain. Hal tersebut meliputi kurikulum, administrasi, kegiatan ekstrakurikuler maupun kokurikuler.
5. Penelitian Sitriah Salim Utina (2014) tentang Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif
kualitatif. Penelitian ini memaparkan beberapa istilah yang digunakan sebagai variasi dari kebutuhan khusus, seperti disability, impairment dan handicap serta perbedaan istilah disability dan handicap. Disability ialah keadaan aktual, fisik, mental, dan emosi, sedang handicap ialah suatu kondisi yang dibebankan pada seseorang yang memiliki keterbatasan. Kondisi ini dapat dibebankan oleh masyarakat, lingkungan fisik, atau sikap orang itu sendiri. Penelitian ini menghasilkan kesimpulan bahwa terdapat beberapa prinsip pendidikan yang dapat digunakan bagi anak disability, yaitu prinsip kasih sayang, prinsip layanan individual, prinsip kesiapan, prinsip keperagaan, prinsip motivasi, prinsip keterampilan, prinsip penanaman dan penyempurnaan sikap.
14
Motivasi Diri Pada Penyandang Tunanetra. Jenis penelitian ini adalah
penelitian lapangan (field research) dengan menggunakan pendekatan kualitatif dengan analisa deskriptif komparatif. Penelitian ini menghasilkan kesimpulan bahwa pelaksanaan BKI dengan media Braille dalam meningkatkan motivasi diri pada penyandang Tunanetra adalah dengan melibatkan diri dengan klien, perilaku sekarang, menilai diri sendiri, merencanakan tindakan yang bertanggung jawab, tidak menerima alasan, dan tidak ada hukuman. Pelaksanaan tersebut dapat dikatakan berhasil, hal ini dapat dibuktikan dengan adanya perubahan pada peningkatan motivasi yang nampak pada diri klien setelah mendapatkan BKI menuju ke arah yang positif dan lebih baik lagi dari peningkatan motivasi diri klien sebelum dan sesudah mendapatkan BKI dengan media Braille.
7. Penelitian Muhammad Jafar Shodiq (2014) tentang Problematika Pembelajaran Bahasa Arab Bagi Mahasiswa Tunanetra di Fakultas Ilmu
Tarbiyah dan Keguruan UIN Sunan Kalijaga. Jenis penelitian ini adalah
saran untuk Dosen dan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan dalam mengatasi problem non linguistik, yakni dosen memberikan perhatian khusus bagi mahasiswa tunanetra, menyelingi proses pembelajaran dengan memberikan motivasi, membuat soal UTS dan UAS yang aksesible bagi mahasiswa tunanetra, menyelenggarakan workshop dan seminar tentang metodologi pembelajaran bagi mahasiswa tunanetra, melengkapi sarana dan prasarana, dan menyelenggarakan sosialisasi pembelajaran khusus bagi mahasiswa tunanetra.
Penelitian ini tidak megulang penelitian-penelitian sebelumnya. Sebab fokus penelitian ini terletak pada menemukan prinsip pendidikan yang Rasulullah terapkan kepada ‘Abdullah bin Ummi Maktum dan relevansinya terhadap pendidikan tunanetra. Penelitian-penelitian yang telah ada menjelaskan pendidikan Islam pada masa Rasulullah secara umum, teori dan praktik pendidikan inklusif, termasuk pendidikan tunanetra dari segi ilmu pendidikan, sedang pembahasan dari perspektif Islam masih jarang ditemukan.
B. Kerangka Teori
1. Pengertian Pendidikan Islam
16
a. At-Tarbiyyah
Kata “tarbiyah” berasal dari kata rabba atau rabā dengan tiga
bentuk yang berbeda dalam bahasa Arab, yakni rabā-yarbū -tarbiyatan, rabā-yurbī-tarbiyatan, dan rabba-yarubbu-tarbiyatan.
1) Rabā-yarbū-tarbiyatan, yang bermakna tambah dan berkembang.
Pengertian ini sebagai contoh terdapat dalam QS. Ar-Rum: 39. Maknanya adalah proses menumbuhkan dan mengembangkan apa yang ada pada diri peserta didik, baik secara fisik, sosial, maupun spiritual.
2) Rabā-yurbī-tarbiyatan, dengan makna tumbuh dan menjadi besar atau dewasa. Artinya usaha menumbuhkan dan mendewasakan peserta didik, baik secara fisik, sosial, maupun spiritual.
3) Rabba-yarubbu-tarbiyatan, yang mengandung arti memperbaiki, menguasai urusan, memelihara dan merawat, memperindah, memberi makna, mangasuh, memiliki, mengatur dan menjaga kelestarian maupun eksistensinya. Maksudnya adalah usaha memelihara, mangasuh, merawat, memperbaiki, dan mengatur kehidupan peserta didik, agar dapat bertahan lebih baik dalam kehidupannya.
Berdasar pengertian di atas, Nata (2010: 8) mendeskripsikan at-tarbiyah sebagai proses menumbuhkan dan mengembangkan potensi
melalui cara memelihara, mengasuh, merawat, memperbaiki, dan mengaturnya secara terencana, sistematis, dan berkelanjutan.
b. At-Ta’līm
Asal kata at-ta‟līm adalah „allama-yu‟allimu-ta‟līman, yang berarti mengajar, memberi tanda, dan mendidik (Munawwir, 1997: 965). Sedang arti kata sendiri at-ta‟līm ialah information (pemberitahuan tentang sesuatu), advice (nasihat), instruction (perintah), direction (pengarahan), teaching (pengajaran), training (pelatihan), schooling (pembelajaran), education (pendidikan), dan apprenticeship (pekerjaan sebagai magang, masa belajar suatu
keahlian) (Wehr, 1976: 636). Menurut Nata (2010: 14), kata at-ta‟līm termasuk kata yang paling tua dan banyak digunakan dalam kegiatan nonformal dengan tekanan utama pada pemberian wawasan, pengetahuan, atau informasi yang bersifat kognitif.
c. At-Ta`dīb
Kata at-ta`dīb berasal dari kata addaba-yuaddibu-ta`dīban yang berarti mendidik, memperbaiki, melatih berdisiplin, menghukum, mengambil tindakan (Munawwir, 1997: 12). Arti at-ta`dīb sendiri ialah education (pendidikan), discipline (disiplin, patuh, dan tunduk pada aturan), punishment (peringatan atau hukuman), dan chastisement (hukuman-penyucian) (Wehr, 1976: 10). Al-Naquib
18
bersumber pada ajaran agama ke dalam diri manusia, serta menjadi dasar bagi terjadinya proses islamisasi ilmu pengetahuan.
d. At-Tazkiyyah
Asal kata at-tazkiyyah ialah zakkā-yuzakkī-tazkiyyatan, dengan arti berkembang, tumbuh, bertambah, haus, dahaga, mengembangkan, menumbuhkan, menyucikan, membersihkan, memperbaiki, menguatkan, dan memuji (Munawwir, 1997: 577). Kata at-tazkiyyah sendiri bermakna purification (pemurnian atau pembersihan),
chastening (kesucian dan kemurnian), pronouncement of
(pengumuman atau pernyataan), integrity or credibility (ketulusan hati, kejujuran, atau dapat dipercaya), attestation of a witness (pengesahan atas kesaksian), honorable record (catatan yang dapat dipercaya atau dihormati) (Wehr, 1976: 380). Kata at-tazkiyyah atau
yuzakkī telah digunakan oleh para ahli dalam kaitannya dengan
menyucikan atau pembersihan jiwa seseorang dari sifat-sifat yang buruk, dan mengisinya dengan akhlak yang baik. Singkatnya kata at-tazkiyyah digunakan dalam arti pendidikan yang bersifat pembinaan
mental spiritual dan akhlak mulia.
e. Al-Muwā’iẓah
Al-ẑaw‟i ah berasal dari kata wa‟a a, yang bermakna to preach
(mengajar), conscience (kata hati, suara hati, atau hati nurani), to admonish (memperingatkan atau mengingatkan), exhort (mendesak),
al-ẑaw‟i ah adalah pendidikan dengan cara memberikan penyadaran
dan pencerahan batin, agar timbul kesadaran untuk berubah menjadi orang yang baik.
f. At-Tafaqquh
Asal kata dari at-tafaqquh ialah tafaqqaha-yatafaqqahu-tafaqquhan, yang berarti mengerti, memahami, dan mempelajari ilmu
fiqih (Munawwir, 1997: 1067). Kata at-tafaqquh dalam kaitannya dengan pendidikan dan pengajaran ialah kegiatan memahami dalam rangka memperoleh pengertian tentang sesuatu secara mendalam. Selanjutnya kata at-tafaqquh lebih digunakan untuk menunjukkan pada kegiatan pendidikan dan pengajaran ilmu agama Islam.
g. At-Tahżīb
Asal kata at-tahżīb ialah hażżaba-yuhażżibu-tahżīban, yang mempunyai arti membetulkan, memperbaiki, membersihkan dari hal-hal yang tidak perlu/patut, mendidik, dan memperbaiki akhlaknya (Munawwir, 1997: 1497). Pada arti at-tahżīb sendiri mengandung pengertian expurgation (menghilangkan bagian-bagian yang tidak patut dari buku, surat, dan sebagainya), emendation (perbaikan atau perubahan), correction (perbaikan), rectification (pembetulan), revision (perbaikan), training (latihan), instruction (perintah
20
kata at-tahżīb terkait dengan perbaikan mental spiritual, moral dan akhlak, yaitu memperbaiki mental seseorang yang tidak sejalan dengan ajaran atau norma kehidupan menjadi sejalan dengan ajaran atau norma, memperbaiki perilakunya agar menjadi baik dan terhormat serta memperbaiki akhlak dan budi pekertinya agar menjadi berakhlak mulia.
h. Al-Irsyād
Kata al-irsyād berasal dari kata arsyada-yursyidu-irsyādan, yang berarti mengajar, memimpin, membimbing, menunjukkan, dan memberi nasehat/petunjuk (Munawwir, 1997: 499). Makna al-irsyād sendiri mengandung arti guidance (bimbingan), conducting (melakukan sesuatu), showing the way (menunjukkan jalan), guiding hand (penolong), care (perhatian), spiritual guidance (bimbingan rohani), instruction (perintah), direction (pengarahan), information (pemberitahuan), dan advising (nasihat) (Wehr, 1976: 341).
i. At-Tabyīn
sebagai salah satu arti pendidikan. Namun, pada umumnya kata at-tabyīn diartikan menerangkan atau menjelaskan tentang ayat-ayat Allah sebagaimana terdapat di dalam al-Qur`an dan kitab-kitab lainnya yang diwahyukan Tuhan.
j. Ar-Riyāḍah
Ar-Riyāḍah berasal dari kata rauḍa, yang bermakna to tame
(menjinakkan), domesticate (menjinakkan), to break in (mendobrak atau membongkar), train (latihan), to train (melatih), coach (melatih),
to pacify (menenangkan atau menentramkan), placate (mendamaikan,
menenteramkan), to practice (memperagakan), exercise (melatih), regulate (mengatur), to seek to make tractable (menemukan untuk membuat mudah dikerjakan), dan try to bring round (mencoba membawa keliling) (Wehr, 1976: 367). Di kalangan para ahli tasawuf ar-riyāḍah diartikan sebagai latihan spiritual rohaniah dengan cara
khalwat dan uzlah (menyepi dan menyendiri) disertai perasaan batin yang takwa dan sebagainya. Sedang dalam arti pendidikan ar-riyāḍah dimaksudkan dengan mendidik atau melatih mental spiritual agar senantiasa mematuhi ajaran Allah.
k. At-Talqīn
22
(pengimlaan atau perintah), dictate (mendikte atau memerintah), inspiration (ilham, inspirasi), insinuation (sindiran atau tuduhan tidak
langsung), suggestion (dorongan), dan suborning of a witness (pengimlaan atau perintah) (Wehr, 1976: 875).
l. At-Tadrīs
Asal kata at-tadrīs ialah darrasa-yudarrisu-tadrīsan, yang mengandung makna melatih, dan mengajar (Munawwir, 1997: 397). At-Tadrīs sendiri bermakna teaching (pengajaran atau mengajarkan), instruction (perintah), dan tution (kuliah, uang kuliah) (Wehr, 1976:
278). Kata at-tadrīs berarti pengajaran. Artinya menyampaikan ilmu pengetahuan kepada peserta didik yang selanjutnya memberi pengaruh dan menimbulkan perubahan pada dirinya.
m. At-Tażkirah
Kesimpulan yang dapat ditarik dari ketiga belas kosakata tersebut ialah bahwa kata-kata tersebut termasuk dalam rumpun pendidikan. Pendidikan dalam Islam mengandung pengertian yang sangat luas, yaitu kegiatan dalam bentuk arahan, bimbingan, pembinaan, perintah, peringatan, pemberian pengetahuan, penjelasan, pendalaman pemahaman, pencerahan akal dan spiritual, pencerdasan, pengajaran, dan penyucian diri. Seluruh kegiatan tersebut berkaitan dengan pembinaan dan pemberdayaan seluruh potensi manusia, baik fisik, intelektual, psikis, spiritual, dan sosial. Singkatnya, pendidikan Islam mengarahkan pembinaan manusia seutuhnya. Pendalaman terhadap seluruh kosakata tersebut merupakan sebuah keharusan bagi setiap pendidik (Nata, 2010: 26).
2. Nilai-nilai Pendidikan Islam
Arti “nilai” dalam KBBI secara ringkas dapat diartikan sebagai
sifat-sifat penting dan berguna yang menyempurnakan manusia sesuai dengan hakikatnya, mencakup nilai budaya, moral atau etik, dan agama. Zulkarnain (2008: 26-29) menyatakan bahwa setiap aspek pendidikan Islam mengandung beberapa unsur pokok yang mengarah kepada pemahaman dan pengamalan doktrin Islam secara menyeluruh. Pokok-pokok yang harus diperhatikan oleh pendidikan Islam mencakup:
a. Tauhid/Aqidah
24
yang melekat pada diri manusia sejak penciptaannya. Pada akhirnya, pendidikan Islam ditunjuk untuk menjaga dan melaksanakan potensi ketauhidan melalui berbagai upaya edukatif yang tidak bertentangan dengan ajaran Islam.
b. Ibadah (‘Ubudiyah)
Ibadah yang dimaksud ialah pengabdian ritual sebagaimana diperintahkan dan diatur di dalam al-Qur`an dan Sunnah. Muatan ibadah dalam pendidikan Islam berorientasi pada bagaimana manusia mampu menjalin hubungan utuh dan langsung dengan Allah (vertikal). Kedua, mampu menjaga hubungan dengan sesama insan (horizontal), dan ketiga, mampu menjaga dan menyerahkan dirinya sendiri (internal). Dengan demikian, aspek ibadah merupakan alat yang digunakan dalam rangka memperbaiki akhlak dan mendekatkan diri kepada Allah.
c. Akhlak
Akhlak menjadi masalah yang penting dalam perjalanan hidup manusia. Hal tersebut dikarenakan akhlak menjadi barometer norma-norma baik dan buruk kualitas pribadi seseorang. Islam tidak merekomendasi kebebasan manusia untuk menentukan norma-norma akhlak secara otonom. Sebab, norma-norma baik dan buruk telah ditentukan oleh al-Qur`an dan Sunnah.
membedakan antara amal yang baik dan buruk. Taufiq, perbuatan yang sesuai dengan tuntunan Rasulullah dengan akal sehat. Hidayah, gemar melakukan perbuatan baik dan terpuji serta menghindari yang buruk dan tercela.
d. Kemasyarakatan
Bidang kemasyarkatan ini mencakup pengaturan pergaulan hidup manusia di atas bumi. Seperti pengaturan tentang benda, ketatanegaraan, hubungan antarnegara, hubungan antarmanusia dalam dimensi sosial, dan lain-lain.
3. Pendidikan Rasulullah Kepada Para Sahabat
Pendidikan Islam pada masa ini lebih menekankan pemahaman dan penghafalan al-Qur`an. Metode pembelajaran yang digunakan pun masih sangat sederhana, yakni dengan berhadap-hadapan langsung antara pendidik dan peserta didik, sehingga pelajaran lebih cepat dipahami, langsung ke sanubari sahabat (Hafiddin, 2015: 18). Pendidikan Islam pada masa Rasulullah terbagi dalam dua periode, yakni: periode pembangunan insan di Mekkah dan periode pembangunan material di Madinah (at-Tamimi, 2014: 12).
a. Pendidikan di Mekkah (Sebelum Hijrah)
Visi
Unggul dalam bidang akidah dan akhlak sesuai dengan nilai-nilai Islam.
26
kepribadian Muhammad sebagai Nabi dan Rasulullah.
2) Membimbing Nabi Muhammad dalam melaksanakan tugasnya sebagai pendidik dan pengemban misi kebenaran.
3) Memberikan peringatan dan bimbingan akhlak mulia kepada keluarga dan kerabat dekat Rasulullah.
Tujuan
Membentuk manusia yang beriman, bertakwa, dan berakhlak mulia, sebagai landasan bagi mereka dalam menjalani kehidupannya dalam bidang sosial, ekonomi, politik, dan budaya.
(Nata, 2014: 78-81). b. Pendidikan di Madinah (Sesudah Hijrah)
Visi
Unggul dalam bidang keagamaan, moral, sosial ekonomi, dan kemasyarakatan, serta penerapannya dalam kehidupan.
Misi
1) Memberikan bimbingan kepada kaum Muslimin menuju jalan yang diridhai Tuhan.
2) Mendorong kaum Muslimin untuk berjihad di ajalan Allah.
keadaan mereka dalam bermacam-macam situasi.
4) Mengajak kelompok di luar Islam (Yahudi dan Nasrani) agar mematuhi dan menjalankan agamanya dengan saleh, sehingga mereka dapat hidup tertib dan berdampingan dengan umat Islam.
5) Menyesuaikan didikan dan dakwah dengan keadaan masyarakat saat itu.
Tujuan
Membentuk masyarakat yang memiliki kesadaran dan tanggung jawab yang besar dalam mewujudkan cita-cita Islam.
(Nata, 2014: 91-94) Abuya Syeikh Imam Ashaari Muhammad At-Tamimi, dalam karyanya yang berjudul Pendidikan Rasulullah (2004: 123) mengemukakan sistem pendidikan yang Rasulullah terapkan kepada para sahabat sehingga lahir zaman peradaban manusia yang gilang-gemilang. a. Bahan atau ilmu yang digunakan sebagai pendidikannya adalah ilmu
yang tepat, yakni al-Qur`an dan Sunnah.
28
c. Pendidikan Rasulullah menekankan sikap hidup bersama atau bergaul di tengah-tengah masyarakat yang hendak dididik, sehingga anak-anak didikan melihat langsung pribadi contoh yang dikehendaki.
d. Rasulullah menjadikan hikmah dan akhlak mulia sebagai daya tarik untuk menyakinkan para sahabat tentang kebenaran dan keindahan Islam.
e. Rasulullah menjadikan perkataan/percakapannya dan sikapnya keseluruhannya menuju kepada tujuan pendidikan yang dilaksanakan. f. Rasulullah mendidik dan mengajar tidak melihat tempat. Artinya di
mana saja beliau berada bersama manusia, percakapannya, gerak-geriknya, dan sikapnya bersifat mengajar dan mendidik.
4. Pendidikan bagi Anak Berkebutuhan Khusus (ABK)
Hidup manusia senantiasa dinamis. Sebab, manusia sejak lahir hingga meninggal dunia selalu mengalami perubahan. Menurut Somantri (2012: 1), terdapat dua macam perubahan yang itu bergantung pada hal-hal yang dialami sebelumnya dan memengaruhi hal-hal-hal-hal yang terjadi sesudahnya yakni;
Pertama, pertumbuhan yang diartikan sebagai perubahan yang bersifat kuantitatif, yakni bertambahnya ukuran dan struktur. Kedua, perkembangan yang diartikan sebagai perubahan kualitatif, yaitu perubahan yang progresif, koheren, dan teratur.
Masih menurut Somantri (2012: 2) yang mengemukakan terdapat dua faktor yang menentukan terjadinya perubahan yakni;
pembawaan yang merupakan sifat keturunan. Kedua, faktor belajar yang merupakan hasil pengalaman dan latihan.
Pada anak biasa, pertumbuhan dan perkembangan dapat berjalan dinamis, namun pada diri Anak Berkebutuhan Khusus (selanjutnya ditulis ABK) pertumbuhan dan perkembangan tersebut bersifat lambat.
ABK menurut E. Kosasih (Utina, 2014: 73) dapat diartikan sebagai ‘anak yang mengalami gangguan fisik, mental, inteligensi, dan emosi
sehingga membutuhkan pembelajaran secara khusus.’ ABK memiliki cara dan metode tersendiri dalam proses pembelajaran, namun tetap diberikan perlakuan yang sama seperti anak-anak lainnya. Inilah hal yang harus diperhatikan oleh para guru.
Dhelphie (Utina, 2014: 73) mengemukakan secara rinci ruang lingkup pendidikan bagi ABK meliputi,
30
cedera pada otak. Secara umum anak Autistik mengalami kelainan berbicara di samping mengalami gangguan kemampuan intelektual dan fungsi saraf. Kelainan pada anak Autistik meliputi kelainan berbicara, kelainan fungsi saraf dan intelektual, serta perilaku yang ganjil. Anak Autistik mempunyai kehidupan sosial yang aneh dan terlihat seperti orang yang selalu sakit, tidak suka bergaul, dan sangat terisolasi dari lingkungan hidupnya. Ketujuh, Hiperaktif. Anak dengan hendaya hiperaktif. Hiperaktif bukan merupakan penyakit tapi suatu gejala atau symtoms. Symtoms terjadi disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu kerusakan pada otak, kelainan emosional, kurang dengar, atau tunagrahita. Ciri-ciri yang dapat terlihat antara lain, selalu berjalan, tidak mau diam, suka mengganggu teman, suka berpindah-pindah, sulit berkonsentrasi, sulit mengikuti perintah atau suruhan, bermasalah dalam belajar, dan kurang atensi terhadap pelajaran. Kedelapan, Kesulitan belajar. Anak dengan hendaya belajar ditunjukkan bagi siswa yang mempunyai prestasi rendah dalam bidang akademik tertentu, seperti membaca, menulis, dan kemampuan matematika. Dalam bidang kognitif umumnya mereka kurang mampu mengadopsi proses informasi yang datang pada dirinya melalui penglihatan, pendengaran, maupun persepsi tubuh. Kondisi kelainan disebabkan oleh hambatan persepsi, luka pada otak, ketidakberfungsian sebagian fungsi otak, disleksia, dan afasia perkembangan. Kesembilan, Tunaganda. Anak dengan hendaya kelainan perkembangan ganda. Kelainan perkembangan tersebut mencakup hambatan-hambatan perkembangan neurologis. Hal ini disebabkan oleh satu atau dua kombinasi kelainan kemampuan pada aspek inteligensi, gerak, bahasa atau hubungan pribadi di masyarakat. Kelainan perkembangan ganda juga mencakup kelainan perkembangan dalam fungsi adaptif. Mereka umumnya memerlukan layanan-layanan pendidikan khusus dengan modifikasi metode secara khusus.
secara khusus pula, yang dapat dijadikan dasar dalam upaya mendidik ABK, di antaranya,
32
mereka mempunyai sikap yang baik serta tidak selalu menjadi perhatian orang lain.
5. Nilai-nilai Pendidikan Inklusif bagi Anak Tunanetra dalam Islam (Studi
Ma’āni al-Ḥadīṡ: Hadis-hadis tentang ‘Abdullah bin Umi Maktum)
Studi ma‟āni al-ḥadī merupakan kegiatan dalam penelitian hadis. Sebelum mengetahui makna atau kandungan dalam suatu hadis, terlebih dahulu dilakukan kritik atau penelitian terhadap hadis (naqd al-ḥadī ). Kegiatan ini dilakukan untuk mengetahui kualitas dan orisinalitas suatu hadis.
Terdapat dua bagian yang menjadi objek penelitian hadis. Pertama, rangkaian para periwayat yang menyampaikan kita kepada matn hadis, yang dikenal dengan istilah sanad. Kedua, matn yaitu materi (teks) hadis itu sendiri (Ismail, 2007: 21). Dalam ilmu sejarah, penelitian matn atau naqdul-matn dikenal dengan istilah kritik intern, atau an-naqdud-dakhili,
atau an-naqdul-batini. Untuk penelitian sanad atau naqdus-sanad, istilah yang biasa dipakai dalam ilmu sejarah adalah kritik ekstern, atau an-naqdul-khariji, atau an-naqduz-zahiri (Ismail, 2007: 4).
akan dapat diketahui apakah ada periwayat yang lain ataukah tidak ada untuk bagian sanad hadis yang dimaksud (Ismail, 2007: 49). Selanjutnya ialah meneliti pribadi periwayat dan metode periwayatannya melalui pemaparan penilaian para kritikus hadis terhadap para rawi hadis. Rawi adalah orang yang menyampaikan atau menuliskan dalam suatu kitab apa-apa yang pernah didengar dan diterimanya dari seseorang (gurunya) (Thahan, 1997: 20).
Berikut ini akan dipaparkan hasil penelitian terdahulu secara singkat.
a. Cakupan Hadis-hadis ‘Abdullah bin Ummi Maktum
Hadis-hadis yang dimaksud pada penelitian ini ialah hadis-hadis
yang berkaitan dengan ‘Abdullah bin Ummi Maktum sebagai mua in
li rasūlillah. Metode takhrij yang digunakan ialah takhrijul-ḥadī
bil-laf . Artinya, takhrij berdasarkan lafal. Adakalanya hadis yang akan diteliti hanya diketahui sebagian saja dari matn-nya. Bila demikian, maka takhrij melalui penelusuran lafal matn lebih mudah dilakukan (Ismail, 2007: 44).
Dari hasil penelusuran dengan kata kunci
موتكم مأ نبا
,
يداني
,
dan
نذؤي
, ditemukan delapan belas hadis dengan tiga redaksi (matn)
34
al-Kubrā dan al-Musnad lil-Imam `Aḥmad bin Muḥammad bin anbal (Abidsyah, 2015: 31-36). Namun, yang akan ditampilkan hanya tiga hadis pokok saja.
1) Berdasarkan lafal
نذؤي
(Yu`ażżin)َةَمَلْسَم ُنْب ِها ُدْبَع اَنَ ثَدَح
,
ْنَع
ِنْبا ِِِاَس ْنَع , ٍباَهِش ِنْبا ِنَع ,ٍكِلاَم
ًً ََِب َنِإُ :َلاَق َمَلَسَو ِهْيَلَع ُها ىَلَص ِها َلوُسَر َنَأ :ِهيِبَأ ْنَع ,ِها ِدْبَع
َناَكَو :َلاَق َُُ .ٍَموُتْكَم ِمُأ ُنْبا َيِداَنُ ي َََح اوُبَرْشاَو اوُلُكَف ,ٍلْيَلِب ُنِذَؤُ ي
َتْحَبْصَأ َتْحَبْصَأ ُهَل :َلاَقُ ي َََح يِداَنُ ي ًَ ,ىَمْعَأ ًَُجَر
Telah menceritakan kepada kami ‘Abdullah bin Maslamah, dari Malik, dari Ibnu Syihab, dari Salim bin ‘Abdillah, dari ayahnya(berkata) bahwasannya Rasulullah Saw. bersabda,’Sesungguhnya
Bilal azan pada malam hari, maka makan dan minumlah kalian hingga ‘Abdullah bin Ummi Maktum mengumandangkan azan.’ Kemudian (‘Abdullah [ayah Salim bin ‘Abdillah]) berkata,’dan
adalah dia (‘Abdullah bin Ummi Maktum) itu seorang laki-laki
yang buta, dia tidak akan azan hingga diberitahukan
kepadanya,’Engkau telah Subuh, Engkau telah Subuh.’ (HR.
Al-Bukhari (2005: 74), No. 617) 2) Berdasarkan lafal
يداني
(Yunādī)َفُسوُي ُنْب ِها ُدْبَع اَنَ ثَدَح
:
ْبا ,ٍراَنيِد ِنْب ِها ِدْبَع ْنَع ,ٌكِلاَم اَنَرَ بْخَأ
ِن
,ٍلْيَلِب يِداَنُ ي ًً ََِب َنِإُ :َلاَق َمَلَسَو ِهْيَلَع ُها ىَلَص ِها َلوُسَر َنَأ :َرَمُع
.ٍَموُتْكَم ِمُأ ُنْبا َيِداَنُ ي َََح اوُبَرْشاَو اوُلُكَف
Telah menceritakan kepada kami ‘Abdullah bin Yusuf, (dia berkata) telah mengabarkan kepada kami Malik, dari ‘Abdullah bin Dinar, (dari) Ibnu Umar bahwasannya Rasulullah Saw. bersabda,’Sesunggguhnya Bilal azan pada malam hari, maka makan dan minumlah kalian sampai ‘Abdullah bin UmmiMaktum azan.’ (HR. Al-Bukhari (2005: 74), No. 620)
,َرَمُع ِنْبا ِنَع .ٍعِفاَن ْنَع ِهَللا ُدْيَ بُع اَنَ ثَدَح , َِِأ اَنَ ثَدَح ,ٍْرََُ ُنْبا اَنَ ثَدَح
ِهَللا ِلوُسَرِل َناَك :َلاَق
-ملسو هيلع ها ىلص
ِمُأ ُنْباَو ٌلََِب :ِناَنِذَؤُم
ىَمْعَْا ٍموُتْكَم
.
ْنَع .ُمِساَقْلا اَنَ ثَدَح ,ِهَللا ُدْيَ بُع اَنَ ثَدَح َِِأ اَنَ ثَدَح ,ٍْرََُ ُنْبا اَنَ ثَدَح
هلثم ,َةَشِئاَع
.
Telah menceritakan kepada kami Ibnu Numair, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami ‘Ubaidullah dari Nafi’, dari Ibnu ‘Umar, ia berkata,’Rasulullah Saw. memiliki dua muazin yakni, Bilal dan ‘Abdullah bin Ummi Maktum yang tunanetra.’
Telah menceritakan kepada kami Ibnu Numair, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada
kami ‘Ubaidullah, telah menceritakan kepada kami al-Qasim dari
‘Aisyah seperti hadis di atas.’ (HR. Muslim (2005: 815), No. 380)
Penelitian terdahulu menunjukkan bahwa hadis-hadis yang
berkaitan dengan ‘Abdullah bin Ummi Maktum sebagai mua in li
rasūlillah memenuhi syarat sebagai hadis sahih (Abidsyah, 2015:
63-65). Kriteria hadis sahih yakni sanad (mata rantai periwayat) bersambung sejak awal hingga akhir, rawi yang meriwayatkan hadis tersebut „adil, rawinya bersifat abit atau akurat (kredibel), tidak terdapat sya (kejanggalan), dan tidak ada „illat atau caca (Ismail, 2007: 44).
b. Nilai-nilai Pendidikan Inklusif bagi Anak Tunanetra dalam
Hadis-hadis tentang ‘Abdullah bin Umi Maktum.
36
prinsip yang dapat digunakan sebagai petunjuk dalam proses pendidikan bagi anak-anak tunanetra yakni, pengalaman konkret (concrete experience), kesatuan pengalaman (unifying experience) dan belajar dengan bertindak (learning by doing). Sedang, hasil penelitian terhadap hadis-hadis ‘Abdullah bin Ummi Maktum menghasilkan empat prinsip pendidikan inklusif anak tunanetra dalam Islam yakni, pengalaman konkret (concrete experience), kesatuan pengalaman (unifying experience), belajar dengan bertindak (learning by doing) dan penghargaan serta kepercayaan (appreciation and reliance). 6. Pendidikan bagi Anak Tunanetra
Persatuan Tunanetra Indonesia (Pertuni) (Tarsidi, 2011) mendefinisikan ketunanetraan sebagai berikut:
Orang tunanetra adalah mereka yang tidak memiliki penglihatan sama sekali (buta total) hingga mereka yang masih memiliki sisa penglihatan tetapi tidak mampu menggunakan penglihatannya untuk membaca tulisan biasa berukuran 12 point dalam keadaan cahaya normal meskipun dibantu dengan kaca mata (kurang awas).
Pengertian “12 point” pada kalimat di atas adalah ukuran huruf
standar pada komputer di mana pada bidang selebar satu inci memuat 12 buah huruf (Tarsidi, 2011).
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian pustaka (library research). Suatu penelitian yang menggunakan buku-buku sebagai sumber datanya. Studi pustaka pada penelitian ini ialah studi teks yang seluruh inti pokoknya memerlukan olahan teoretik dan terkait pada nilai atau values (Muhadjir, 1996: 159).
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian kualitatif. Penelitian kualitatif dimaksudkan sebagai penelitian yang temuan-temuannya tidak diperoleh melalui prosedur statistik atau bentuk hitungan lainnya (Strauss and Corbin, 2003: 4). Penelitian ini ditujukan untuk menggambarkan, mengungkapkan, menjelaskan dan menganalisis pendidikan yang diterapkan oleh Rasulullah kepada para sahabat, khususnya ’Abdullah
bin Umi Maktum (Sukmadinata, 2012: 60). B. Sumber Penelitian
1. Data Primer
Buku utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah kitab-kitab yang berkaian dengan ’Abdullah bin Ummi Maktum dan buku tentang
Taqiyyuddin A mad bin ‘Alī bin ‘Abdil-Qādir Mu ammad Al-Maqrazī,
Sīr A‟lām an-Ẓubalā` karya Syamsuddin Mu ammad bin A mad bin
‘Uṡman Aż-Ẑahabī, Al-`I ābah fī Tamyīzi A - aḥābah karya A mad bin
‘Alī bin Ḥajar Al-’Asqalanī, `Asad al-Gābah fī ẑa‟rifat A - aḥābah
karya ’Izzuddin Abi al-Ḥasan ’Ali bin Muhammad al-Juzrī, `At-Tārīkh al
-Kabīr lil-Bukhārī karya Muhammad ibn Ismail Al-Bukhari, Jāmi‟u al
-Masānīd wa as-Sunan karya Ismail bin Umar ibnu Kasir Asy-Syafi’i,
Pendidikan Rasulullah karya Abuya Syeikh Imam Ashaari Muhammad
At Tamimi, Tokoh-tokoh yang Diabadikan Al-Qur`an karya Abdurrahman Umairah, Psikologi Anak Luar Biasa karya Sutjihati Somantri, Didi Tarsidi: Counseling and Blindness, dengan alamat website
http://d-tarsidi.blogspot.co.id/ dan penelitian yang dilakukan oleh Sitriah Salim Utina dengan judul Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus.
2. Data Sekunder
Sumber data sekunder dalam penelitian ini berupa buku-buku atau karya ilmiah lain yang mendukung data primer dan relevan dengan penelitian. Diantaranya, Tafsīr al-ẑanār karya Mu ammad ‘Abduh, Fatḥu al-Bārī Syarḥ aḥiḥ al-Bukhārī karya Ibnu Ḥajar Al-’Asqalanī, aḥiḥ Muslim bi Syarḥ an-Ẓawawī karya Mu yiddin Abu Zakariyyā Ya ya bin Syaraf An-Nawawī, Ensiklopedia Nabi Muhammad SAW Sebagai Pendidik dengan tim editor Nabilah Lubis dan Zaini Puteri,
Sekolah Inklusif: Konsep dan Penerapan Pembelajaran karya J. David
40
Era Rasulullah Sampai Indonesia dengan editor Samsul Nizar, dan
penelitian yang dilakukan oleh Jumaida Aulia Abidsyah dengan judul Nilai-nilai Pendidikan Inklusif bagi Anak Tunanetra dalam Islam (Studi
ẑa‟āni al- adī : Hadis-hadis tentang „Abdullah bin Umi ẑaktum).
C. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah dengan dokumentasi. Suatu cara yang ditempuh dengan menelaah atau melacak data dari dokumen atau sesuatu yang memiliki nilai sejarah yang terkait dengan tema penelitian (Ismail, 2015: 95). Adapun langkah-langkahnya sebagai berikut:
a. Mengumpulkan data-data primer dan sekunder yang berkaitan dengan
’Abdullah bin Ummi Maktum untuk dianalisis kandungannya.
b. Menghimpun data-data yang berkaitan dengan pendidikan bagi anak tunanetra untuk dianalisis ada tidaknya keterkaitan dengan pendidikan ’Abdullah bin Ummi Maktum yang telah dirumuskan.
D. Teknik Analisis Data
untuk selanjutnya mengetahui manfaat, hasil atau dampak dari hal-hal tersebut (Sukmadinata, 2012: 81-82).
Setelah proses pengumpulan data dilakukan, selanjutnya ialah pemaparan langkah-langkah analisis data yang ditempuh dalam penelitian ini, diantaranya:
a. Menelusuri dan mengkaji tafsiran ayat dan hadis yang berkaitan dengan
’Abdullah bin Ummi Maktum pada kitab-kitab tafsir al-Qu`an dan syarah
(penjelas) hadis.
b. Menelusuri dan mengkaji kitab-kitab sejarah yang berkaitan dengan ’Abdullah bin Ummi Maktum.
c. Mengkaji dan menganalisis data-data primer dengan pandangan Abuddin Nata, Zulkarnain, Abuya Syeikh Imam Ashaari Muhammad At-Tamimi, dan Abdurrahman Umairah untuk didapatkan suatu simpulan mengenai prinsip pendidikan Rasulullah kepada ‘Abdullah bin Ummi Maktum. d. Menganalisis pendidikan bagi anak tunanetra dalam pandangan Didi
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Biografi Abdullah bin Ummi Maktum
1. Nama Lengkap Abdullah bin Ummi Maktum
Para ulama berbeda pendapat mengenai nama sebenarnya dari Abdullah bin Ummi Maktum. Dia adalah ‘Amr (Al-Maqrazī, 1999: 133). Penduduk Madinah mengatakan bahwa dia adalah ‘Abdullah bin Qais bin Zaidah bin al-`A m bin Ruwa ah al-Qurasy al-‘Ầmirī. Berbeda dengan penduduk Irak yang menyatakan bahwa nama sebenarnya adalah ‘Umar
(Aż-Ẑahabī, 1982: 360) demikian pendapat Ibnu Sa’ad (Al-Asqalani, t.th:
330). Ibnu Ḥibban menyebutkan nama sebenarnya ialah Ḥusain,
kemudian dirubah oleh Rasulullah menjadi ‘Abdullah (Al-Asqalani, t.th:
330).
Imam Al-Bukhari menyebutkan riwayat dari Ibnu Is aq bahwa nama Abdullah bin Ummi Maktum ialah ‘Abdullah bin ‘Amr bin Syurai
bin Qais bin Zaidah bin al-A am bin Abi ‘Ậmir bin Luay (Al-Bukhari, 1958: 7). Namun, pendapat yang paling terkenal ialah ‘Amr bin Zaidah
atau ‘Amr bin Qais bin Zaidah (Al-Asqalani, 2004: 376). Ibu Abdullah
bin Ummi Maktum bernama ‘Atikah binti ‘Abdillah bin ‘Unkaṡah bin ‘Ầmir bin Makhzum bin Yuqẓah al-Makhzūmiyyah (Aż-Ẑahabī, 1982:
Para ulama sejarah berbeda pendapat mengenai kebutaan Abdullah bin Ummi Maktum. Sebagian ulama mengatakan ‘Abdullah bin Ummi Maktum dilahirkan dalam keadaan buta. Oleh sebab itu ibunya memberi julukan Ummu Maktum, karena tertutupnya pandangan matanya. Namun, yang terkenal bahwa Abdullah bin Ummi Maktum buta dua tahun setelah perang Badar. Pernyataan ini kurang tepat, sebab ayat al-Qur`an menunjukkan bahwa ‘Abdullah bin Ummi Maktum buta sebelum hijrah, dan juga karena QS. ‘Abasa diturunkan di Mekkah (Al-Asqalani, 2001: 119).
‘Abdullah bin Ummi Maktum merupakan salah seorang sahabat
yang memeluk Islam lebih awal (Ad-Dimasyqi, 2006: 437). Keislamannya ia nyatakan saat hadir di majelis Ibnul-Arqam (Umairah, 2000: 90). ‘Abdullah bin Ummi Maktum pernah turut serta dalam peperangan al-Qadisiyah dan syahid pada pertempuran itu. Peperangan tersebut terjadi pada masa pemerintahan ‘Umar bin Khattab. Namun, versi lain menyatakan bahwa ‘Abdullah bin Ummi Maktum sempat kembali ke Madinah dan meninggal di sana (Al-Asqalani, 2001: 119), demikian pendapat kedua menurut Al-Waqidiy (Al-Asqalani, t.th: 332). 2. Prestasi Abdullah bin Ummi Maktum
a. Menjadi Da’I Pertama di Madinah
Rasulullah sebelum hijrah ke Madinah pernah mengutus ‘Abdullah bin Ummi Maktum dan Mu ’ab bin ‘Umair berdakwah
44
termasuk salah satu as-Sabiquna al-Muhajirin (sahabat yang pertama kali hijrah). Sebagaimana riwayat Ibnu Sa`ad dan Al-Ḥakim (Aż
-Ẑahabī, 1982: 361).
Syu’bah berkata, diriwayatkan dari `Abu Is aq bahwa ia
mendengar dari Al-Bara` berkata, orang pertama yang hijrah ke negeri kami ialah Mu ’ab bin ‘Umair dan ‘Abdullah bin Ummi Maktum. Kemudian keduanya mengajarkan al-Qur`an kepada orang-orang.
b. Menjadi Muazin
Rasulullah menjadikan ‘Abdullah bin Ummi Maktum sebagai muazin disamping Bilal bin Rabbah, sehingga keduanya mendapat julukan Mua in li Rasūlillah. Para sahabat yang pernah menjadi muazin diantaranya ialah Bilal bin Rabbah di Madinah, ‘Abdullah bin
Ummi Maktum di Madinah, Sa’ad al-Qurẓ di Quba` dan Abu
Ma żūrah di Mekah (An-Nawawī, 1994: 109).
c. Menjadi Walikota Madinah
Rasulullah pernah pula mengangkat ‘Abdullah bin Ummi
Maktum sebagai wali kota Madinah tatkala Rasulullah meninggalkan kota. Sebanyak 13 kali jabatan tersebut dipercayakan kepada
‘Abdullah bin Ummi Maktum. 13 kali jabatan tersebut terlihat
diantaranya pada saat perang Qarārahu al-Kudr, Ba rān, `U ud,
Ḥamrāu al-`Asad, Banī an-Naḍīr, Khandaq, Banī Quraiẓah, Banī
La yān, Gābah, al-Fat , dan Ḥunain (Al-Maqrazī, 1999: 133).
Ummi Maktum sebagai wali kota pengganti pada perang Tabuk (Aż
-Ẑahabī, 1982: 361).
Prestasi-prestasi yang diperoleh ‘Abdullah bin Ummi Maktum di atas, menunjukkan kemampuan dirinya untuk mampu mandiri dan swasembada. Mandiri artinya dalam keadaan dapat berdiri sendiri; tidak bergantung pada orang lain (KBBI). Swasembada artinya usaha mencukupi kebutuhan sendiri (beras dan sebagainya) (KBBI).
Kemandirian dan keswasembadaan merupakan poin penting dalam pendidikan bagi anak tunanetra saat ini (Tarsidi, 2007). Cara yang
ditempuh oleh ‘Abdullah bin Ummi Maktum untuk mandiri dan
swasembada, dilakukan dengan keyakinan bahwa ia mampu untuk mandiri dan swasembada, menguasai keterampilan-kete