• Tidak ada hasil yang ditemukan

HUBUNGAN ANTARA KEPATUHAN MINUM OBAT DENGAN FUNGSI SOSIAL PASIEN SKIZOFRENIA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "HUBUNGAN ANTARA KEPATUHAN MINUM OBAT DENGAN FUNGSI SOSIAL PASIEN SKIZOFRENIA"

Copied!
110
0
0

Teks penuh

(1)

i

KARYA TULIS ILMIAH

HUBUNGAN ANTARA KEPATUHAN MINUM OBAT

DENGAN FUNGSI SOSIAL PASIEN SKIZOFRENIA

Disusun untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh Derajat Sarjana Kedokteran pada Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan

Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Disusun Oleh :

AHMAD ZAKI ROMADLON

20120310180

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

(2)

KARYA TULIS ILMIAH

HUBUNGAN ANTARA KEPATUHAN MINUM OBAT

DENGAN FUNGSI SOSIAL PASIEN SKIZOFRENIA

Disusun untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh Derajat Sarjana Kedokteran pada Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan

Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Disusun Oleh :

AHMAD ZAKI ROMADLON

20120310180

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

(3)

ii

HALAMAN PENGESAHAN KTI

HUBUNGAN ANTARA KEPATUHAN MINUM OBAT

DENGAN FUNGSI SOSIAL PASIEN SKIZOFRENIA

Disusun Oleh:

AHMAD ZAKI ROMADLON 20120310180

Telah disetujui dan diseminarkan pada tanggal: 27 Juni 2016

Dosen Pembimbing Dosen Penguji

dr. Warih Andan Puspitosari, M.Sc.,Sp.KJ dr. Ida Rochmawati, M.Sc.,Sp.KJ NIK: 19700417200010173042 NIK : 196912122006042011

Mengetahui

Kaprodi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan

Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

(4)

iii

PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN

Saya yang bertanda tangan dibawah ini : Nama : Ahmad Zaki Romadlon NIM : 20120310180

Program Studi : Pendidikan Dokter

Fakultas : Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan

Menyatakan dengan sebenarnya bahwa Karya Tulis Ilmiah yang saya tulis ini benar-benar merupakan hasil karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir Karya Tulis Ilmiah ini.

Apabila dikemudian hari terbukti atau dapat dibuktikan Karya Tulis Ilmiah ini hasil jiplakan, maka saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan tersebut.

Yogyakarta, 27 Juni 2016 Yang membuat pernyataan,

Tanda tangan

(5)

iv

KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr. Wb.

Puji syukur penulis ucapan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan nikmat, rahmat, karunia dan anugerah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan Karya Tulis Ilmiah dengan judul “Hubungan Antara Kepatuhan

Minum Obat Dengan Fungsi Sosial Pasien Skizofrenia”.

Penilitian ini bertujuan untuk apakah ada hubungan antara kepatuhan minum obat dengan fungsi sosial pada pasien skizofrenia. Seperti yang kita ketahui bahwa bila seseorang kehilangan fungsi sosialnya maka kualitas hidup orang itu akan terganggu. Kita perlu mengetahui kepatuhan minum obat dan fungsi sosial dapat berpengaruh pada kesembuhan pasien skizofrenia. Semoga penelitian ini bermanfaat.

Karya Tulis Ilmiah ini merupakan salah satu tugas untuk memenuhi kurikulum di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta dan memenuhi syarat kelulusan untuk mencapai derajat Sarjana Kedokteran (S.Ked) di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah.

1. dr. H. Ardi Pramono, Sp.An, M.Kes selaku dekan di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta yang telah mengizinkan pelaksanaan penelitian ini dalam rangka penyusunan Karya Tulis llmiah.

2. dr. Warih Andan Puspitosari, M.Sc.,Sp.KJ selaku Pembimbing dalam penulisan Karya Tulis Ilmiah yang telah memberikan banyak waktu, pengarahan, bimbingan, saran dan motivasi kepada penulis.

3. dr. Ida Rochmawati, M.Sc.,Sp.KJ selaku penguji dalam penulisan Karya Tulis Ilmiah yang telah memberikan pengarahan, dan saran kepada penulis.

(6)

v

5. Sahabat-sahabat Andi Bagus Pribadi, Achmad Yasin Mustamin, Bagus Ridho Setiadi, Ibrahim Fattah Hudiya, Ray Ramadahan, Ayudia Mayang Puteri, FirdaAthiya Rahmi, yang memberi semangat dan ilmunya untuk menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah.

6. Teman-teman satu kelompok bimbingan Karya Tulis Ilmiah Ibrahim Fattah Hudiya dan Firda Athiya Rahmi yang telah berjuang bersama-sama dalam mengerjakan Karya Tulis Ilmiah ini.

Penulis menyadari sepenuhnya dalam penulisan Karya Tulis Ilmiah ini masih jauh dari sempurna maka dengan segenap hati penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun.

Wassalamualaikum Wr. Wb.

Yogyakarta, 27 Juni 2016 Penulis

(7)

vi

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL i

HALAMAN PENGESAHAN ii

HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN iii

KATA PENGANTAR iv

B. Perumusan Masalah 3

C. Tujuan Penelitian 3

D. Manfaat Penelitian 4

E. Keaslian Penelitian 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Pustaka

1. Skizofrenia 6

2. Kepatuhan Minum Obat 31

3. Fungsi Sosial 35

B. Kerangka Konsep 38

C. Hipotesis 38

BAB III METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian 39

B. Populasi dan Sampel 39

C. Lokasi dan Waktu Penelitian 41

D. Variabel Penelitian 42

E. Definisi Operasional 42

F. Alat dan Bahan Penelitian 43

G. Jalannya Penelitian 46

H. Uji Validitas dan Reliabilitas 47

I. Analisis Data 49

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian 50

1.Gambaran Lokasi Penelitian 50

2.Karakteristik Subjek Penelitian 50 3.Analisis Uji Statistik Korelasi 52

(8)

vii

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan 59

B. Saran 59

DAFTAR PUSTAKA 59

(9)

viii

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Keaslian penelitian 5

Tabel 2. Liabilitas skizofrenia berdasarkan kerabat 9 Tabel 3. Gejala-gejala utama pada skizofrenia 15

Tabel 4. Distribusi responden 51

(10)

ix

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1: Lembar Persetujuan untuk Menjadi Responden 66

Lampiran 2: Kuesioner Identitas Pribadi 67

(11)

x

HUBUNGAN ANTARA KEPATUHAN MINUM OBAT DENGAN FUNGSI SOSIAL PASIEN SKIZOFRENIA

Ahmad Zaki Romadlon1, Warih Andan Puspitosari2

1. Mahasiswa Program Studi Pendidikan Dokter, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta,

Email: zakiermd@gmail.com

2. Dosen Program Studi Pendidikan Dokter, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

INTISARI

Latar belakang: Skizofrenia adalah suatu sindrom dengan variasi penyebab dan perjalanan penyakit yang luas, serta sejumlah akibat yang tergantung pada perimbangan pengaruh genetik, fisik dan budaya. Skizofrenia merupakan satu gangguan psikotik yang kronik, sering mereda, namun timbul hilang dengan manifestasi klinik yang amat luas variasinya penyesuaian pramorbid, gejala dan perjalanan penyakit yang amat bervariasi, masih kurangnya penelitian yang membahas terkait hubungan kepatuhan minum obat dengan fungsi sosial pasien skizofrenia, sehingga studi ini perlu dilakukan untuk mengevaluasi adanya hubungan antara kepatuhan minum obat dengan fungsi sosial pasien skizofrenia.

Metode: Digunakan desain spearman’s correlation. Pengambilan sampel dengan teknik consecutive sampling. Instrumen yang digunakan adalah Kuesioner Data Pribadi, Morinsky Medication Adherence Scale (MMAS), Personaland Social Performance Scale (PSP). Analisis data yang digunakan adalah cross sectional.

Hasil: Subjek penelitian adalah laki-laki sebanyak 63 (63,6%) dan perempuan sebanyak 36(36,3%). Usia subjek sebagian besar berusia antara 20-40 tahun sebanyak 61 (61,6%). Sebagian besar subjek penelitian tidak bekerja sebanyak 74 (74,7%).Status pernikahan subjek penelitian sebagian besar adalah sudah menikah sebesar 60 (60,6%). Lama sakit subjek penelitian sebagian besar adalah > 10 tahun (52,5%). Sedangkan riwayat keluarga pada subjek penilitian yang paling besar adalah tidak ada (70,7%).Hasil analisis spearman’s correlation ditemukan korelasi variabel kepatuhan minum obat dengan fungsi sosial nilai p adalah 0.961, yang berarti nilai p > 0,05.

Kesimpulan: Tidak terdapat hubungan antara kepatuhan minum obat dengan fungsi sosial pasien skizofrenia.

(12)

xi

RELATIONSHIP BETWEEN MEDICATION ADHERENCE WITH SOCIAL FUNCTION OF PATIENT SCHIZOPHRENIA

Ahmad Zaki Romadlon1

, Warih Andan Puspitosari2

1. Student of Medical Education, University of Muhammadiyah Yogyakarta, Email: zakiermd@gmail.com

2. Lecturer in Medical Education Program, University of Muhammadiyah Yogyakarta

ABSTRACT

Background: Schizophrenia is a syndrome with a variety of causes and course of the disease is widespread, as well as some of the consequences that depend on the balance of influence of genetic, physical and cultural. Schizophrenia is a psychotic disorder that is chronic, often subside, but the signage is missing with clinical manifestations very wide variation adjustment pramorbid, symptoms and course of the disease vary widely There is still a lack of studies that discuss related to the relationship of cognitive function with social functioning of patients with schizophrenia, this study needs performed to evaluate the relationship between cognitive function with social functioning of patients with schizophrenia.

Methods: Used the design of Spearman’s correlation. Sampling with consecutive sampling technique. The instrument used is the Personal Data Questionnaire,Morinsky Medication Adherence Scale (MMAS), Personaland Social Performance Scale (PSP). Analysis of the data used is cross sectional.

Results: In the group of patients with schizophrenia the study subjects were males 63 (63,6%) and females 36 (36,3%). Age subjects mostly aged between 20- 40 years were 61 (61.6%). Most of the research subjects did not work as much as 74 (74.7%). Marital status of research subjects are mostly married by 60 (60.6%). Long illness most of the research subject is> 10 years (52.5%). While family history on the subject of the greatest sample is no (70.7%). The results of Spearman’s correlation analysis found medication adherence variables with p values of social function is 0.961, which means that the value of p>0.05.

Conclusion: There is no relationship between medication adherence with social functioning of patients with schizophrenia.

(13)
(14)

HUBUNGAN ANTARA KEPATUHAN MINUM OBAT DENGAN FUNGSI SOSIAL PASIEN SKIZOFRENIA

Ahmad Zaki Romadlon1, Warih Andan Puspitosari2

1. Mahasiswa Program Studi Pendidikan Dokter, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta,

Email: zakiermd@gmail.com

2. Dosen Program Studi Pendidikan Dokter, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

INTISARI

Latar belakang: Skizofrenia adalah suatu sindrom dengan variasi penyebab dan perjalanan penyakit yang luas, serta sejumlah akibat yang tergantung pada perimbangan pengaruh genetik, fisik dan budaya. Skizofrenia merupakan satu gangguan psikotik yang kronik, sering mereda, namun timbul hilang dengan manifestasi klinik yang amat luas variasinya penyesuaian pramorbid, gejala dan perjalanan penyakit yang amat bervariasi, masih kurangnya penelitian yang membahas terkait hubungan kepatuhan minum obat dengan fungsi sosial pasien skizofrenia, sehingga studi ini perlu dilakukan untuk mengevaluasi adanya hubungan antara kepatuhan minum obat dengan fungsi sosial pasien skizofrenia.

Metode: Digunakan desain spearman’s correlation. Pengambilan sampel dengan teknik consecutive sampling. Instrumen yang digunakan adalah Kuesioner Data Pribadi, Morinsky Medication Adherence Scale (MMAS), Personaland Social Performance Scale (PSP). Analisis data yang digunakan adalah cross sectional.

Hasil: Subjek penelitian adalah laki-laki sebanyak 63 (63,6%) dan perempuan sebanyak 36(36,3%). Usia subjek sebagian besar berusia antara 20-40 tahun sebanyak 61 (61,6%). Sebagian besar subjek penelitian tidak bekerja sebanyak 74 (74,7%).Status pernikahan subjek penelitian sebagian besar adalah sudah menikah sebesar 60 (60,6%). Lama sakit subjek penelitian sebagian besar adalah > 10 tahun (52,5%). Sedangkan riwayat keluarga pada subjek penilitian yang paling besar adalah tidak ada (70,7%).Hasil analisis spearman’s correlation ditemukan korelasi variabel kepatuhan minum obat dengan fungsi sosial nilai p adalah 0.961, yang berarti nilai p > 0,05.

Kesimpulan: Tidak terdapat hubungan antara kepatuhan minum obat dengan fungsi sosial pasien skizofrenia.

(15)

RELATIONSHIP BETWEEN MEDICATION ADHERENCE WITH SOCIAL FUNCTION OF PATIENT SCHIZOPHRENIA

Ahmad Zaki Romadlon1

, Warih Andan Puspitosari2

1. Student of Medical Education, University of Muhammadiyah Yogyakarta, Email: zakiermd@gmail.com

2. Lecturer in Medical Education Program, University of Muhammadiyah Yogyakarta

ABSTRACT

Background: Schizophrenia is a syndrome with a variety of causes and course of the disease is widespread, as well as some of the consequences that depend on the balance of influence of genetic, physical and cultural. Schizophrenia is a psychotic disorder that is chronic, often subside, but the signage is missing with clinical manifestations very wide variation adjustment pramorbid, symptoms and course of the disease vary widely There is still a lack of studies that discuss related to the relationship of cognitive function with social functioning of patients with schizophrenia, this study needs performed to evaluate the relationship between cognitive function with social functioning of patients with schizophrenia.

Methods: Used the design of Spearman’s correlation. Sampling with consecutive sampling technique. The instrument used is the Personal Data Questionnaire,Morinsky Medication Adherence Scale (MMAS), Personaland Social Performance Scale (PSP). Analysis of the data used is cross sectional.

Results: In the group of patients with schizophrenia the study subjects were males 63 (63,6%) and females 36 (36,3%). Age subjects mostly aged between 20- 40 years were 61 (61.6%). Most of the research subjects did not work as much as 74 (74.7%). Marital status of research subjects are mostly married by 60 (60.6%). Long illness most of the research subject is> 10 years (52.5%). While family history on the subject of the greatest sample is no (70.7%). The results of Spearman’s correlation analysis found medication adherence variables with p values of social function is 0.961, which means that the value of p>0.05.

Conclusion: There is no relationship between medication adherence with social functioning of patients with schizophrenia.

(16)

BAB I PENDAHULUAN

Latar Belakang Masalah

Skizofrenia menurut Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa III (PPDGJ III, 2001) adalah suatu sindrom dengan variasi penyebab dan perjalanan penyakit yang luas, serta sejumlah akibat yang tergantung pada perimbangan pengaruh genetik, fisik dan budaya. Skizofrenia merupakan satu gangguan psikotik yang kronik, sering mereda, namun timbul hilang dengan manifestasi klinik yang amat luas variasinya. Penyesuaian pramorbid, gejala dan perjalanan penyakit yang amat bervariasi (Kaplan &Sadock, 2010).

The lifetime risk skizofrenia di dunia adalah antara 15 sampai 19 per 1.000 populasi sedangkan point prevalence adalahantara 2 sampai 7 per 1000.Ada beberapa perbedaan antara negara-negara, namun tidak signifikan ketika dibatasi oleh gejala-gejala utama skizofrenia. Insidensi skizofrenia di UK dan US adalah 15 kasus baru per 100.000 penduduk, dengan laki-laki memiliki onset lebih awal dibandingkan perempuan (Sample & Smyth, 2013; Tianli et, al., 2014).

Gangguan jiwa merupakan gangguan yang merata dan hampir ada di setiap wilayah di dunia. Prevalensi gangguan jiwa berat pada penduduk Indonesia 1,7 per mil. Gangguan jiwa berat terbanyak di DI Yogyakarta (2,7 per mil), Aceh (2,7 per mil), Sulawesi Selatan (2,6 per mil), Bali (2,3 per mil), dan Jawa Tengah 2,3 per mil) (Riskesdas, 2013).

(17)

Obat-obat anti psikotik merupakan lini pertama yang digunakan untuk meredakan gejala-gejala pasien skizofrenia. Seiring berjalannya waktu, kepatuhan minum obat pasien skizofrenia menurun, sehingga menyebabkan terhentinya proses pengobatan pasien (Anthony, et. al., 2014). Kepatuhan minum obat pada pasien juga berbanding lurus dengan kekambuhan yang dialami pasien. Dibutuhkan pengawasan dan dukungan agar pasien selalu mengkonsumsi obat agar tidak mengalami kekambuhan (Nurjanah, 2004).

Kepatuhan adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan perilaku pasien dalam minum obat secara benar tentang dosis, frekuensi dan waktunya (Nursalam, 2007). Kepatuhan pada pasien skizofrenia terdiri dari kepatuhan terhadap terapi setelah pengobatan (kontrol), penggunaan obat secara tepat, mengikuti anjuran perubahan perilaku (Kaplan & Sadock, 2010). Dapat disimpulkan bahwa pasien dikatakan patuh minum obat jika meminum obat sesuai dosis, frekuensi, waktu dan benar obat.

Pada umumnya pasien dengan skizofrenia akan mengalami penurunan fungsi kognitif. Sebagai konsekuensinya, mereka akan mengalami gangguan fungsi sosial dalam kehidupan penderita, dan menjadi beban bagi keluarga (Durand & Barlow, 2010). Sebuah penelitian yang dilakukan di enam negara di Eropa mendapatkan, lebih dari 80 % pasien skizofrenia dewasa mengalami masalah fungsi sosial yang menetap (Hunter, et, al., 2010).

(18)

hamba-hambaNya. Keimanan yang dimiliki haruslah membuahkan kesabaran dan ketabahan atas cobaan tersebut, seperti dijelaskan dalam ayatdibawah ini: "Dan sesungguhnya akan kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa, dan buah-buahan dan berikanlah kabar gembira kepada orang-orang yang sabar" (QS. Al-Baqarah, 2:155)

Kita juga terus berikhtiar dan terus berusaha dalam melakukan upaya pemulihan pasien serta tidak berputus asa agar dimudahkan oleh Allah SWT, seperti dijelaskan dalam ayat dibawah ini:

"Jangan kamu berputus asa dari rahmat Allah" (QS. Yusuf, 12:87)

Kondisi inilah yang membuat peneliti ingin mengetahui apakah ada hubungan antara kepatuhan obat dengan fungsi sosial pada pasien skizofrenia. Penelitian ini diharapkan mampu memberikan masukan dan kontribusi agar jumlah pasien skizofrenia mengalami penurunan, baik dari jumlah maupun keparahannya.

Perumusan Masalah

Berdasarkan latarbelakang di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah:

Apakah ada hubungan antara kepatuhan minum obat dengan fungsi sosial pada pasien skizofrenia ?

Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum:

(19)

2. Tujuan Khusus:

a. Untuk mengetahui kepatuhan minum obat pada penderita skizofrenia. b. Untuk mengetahui fungsi sosial pada penderita skizofrenia.

Manfaat Penelitian

1. Teoritis

a. Untuk mengembangkan ilmu pengetahuan yang berkaitan dengan kepatuhan minum obat dan fungsi sosial penderita skizofrenia.

b. Untuk memberikan masukan atau pertimbangan bagi penelitian skizofrenia selanjutnya.

2. Praktis

a. Bagi peneliti

1) Untuk mengembangkan ilmu pengetahuan yang berkaitan dengan kepatuhan minum obat dan fungsi sosial penderita skizofrenia. 2) Untuk memberikan masukan atau pertimbangan bagi penelitian

skizofrenia selanjutnya. a. Bagi keluarga

Untuk memberikan pengetahuan bahwa peran keluarga sangat diperlukan sehingga keluarga akan memberikan perhatian yang lebih lagi kepada penderita terutama kepatuhan dalam minum obat.

b. Bagi tenaga kesehatan

(20)

c. Bagi pemerintah

Memberikan masukan dalam pemberian pelayanan kepada masyarakat, khususnya pasien skizofrenia sehingga meningkatkan peran pemerintah.

Keaslian Penelitian

Penelitian yang pernah dilakukan berkaitan dengan penelitian ini adalah: Tabel 1. Keaslian Penelitian

Peneliti Tahun

(21)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Pustaka

1. Skizofrenia

a. Definisi

Skizofrenia menurut Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa III (PPDGJ III, 2001) adalah suatu sindrom dengan variasi penyebab dan perjalanan penyakit yang luas, serta sejumlah akibat yang tergantung pada perimbangan pengaruh genetik, fisik dan budaya. Skizofrenia merupakan satu gangguan psikotik yang kronik, sering mereda, namun timbul hilang dengan manifestasi klinik yang amat luas variasinya. penyesuaian pramorbid, gejala dan perjalanan penyakit yang amat bervariasi (Kaplan & Sadock, 2010).

b. Epidemiologi

Skizofrenia adalah gejala neuropsikiatri yang tidak diketahui secara pasti penyebabnya.Skizofrenia mempengaruhi laki-laki dan perempuan secara seimbang. Saat ini diperkirakan ada 2,2 juta pasien hidup dengan skizofrenia di Amerika Serikat, dan sekitar 300.000 pasien dirawat di rumah sakit. Penyakit ini biasanya terjadi di usia produktif yaitu masa remaja akhir atau awal dewasa (18-25 tahun) (Sontheimer, 2015).

The lifetime risk skizofrenia di dunia adalah antara 15 sampai 19 per 1.000 populasi sedangkan point prevalence adalah antara 2 sampai

(22)

7 per 1000.Ada beberapa perbedaan antara negara-negara, namun tidak signifikan ketika dibatasi oleh gejala-gejala utama skizofrenia. Insidensi skizofrenia di UK dan US adalah 15 kasus baru per 100.000 penduduk (Sample & Smyth, 2013).

Penelitian di China menunjukkan bahwa total penderita skizofrenia adalah 0,41% dari jumlah penduduk. Analisis umur bertingkat menunjukkan bahwa perbandingan prevalensi antara laki-laki dan perempuan bervariasi. Prevalensi lebih tinggi pada laki-laki-laki-laki dikelompok usia muda (18-29 tahun) dan prevalensi lebih tinggi pada wanita dikelompok usia yang lebih tua (40 tahun atau lebih) (Tianli, et, al., 2014).

Prevalensi lebih banyak penderita laki-laki usia muda juga ditunjukkan dalam penelitian lain. Dua jenis pengelompokan digunakan, yaitu dengan menggunakan usia pada saat gejala pertama muncul dan usia saat konsultasi pertama. Usia pasien saat gejala pertama muncul memiliki perbedaan 1,63 tahun lebih awal pada laki-laki dan usia saat konsultasi pertama, menunjukkan laki-laki-laki-laki lebih awal yaitu 1,22 tahun dari perempuan. Perbedaan tersebut menunjukkan bahwa onset pada kelompok laki-laki perlu lebih diperhatikan daripada kelompok wanita (Eranti, et, al., 2013).

(23)

terbanyak di DI Yogyakarta (2,7 per mil), Aceh (2,7 per mil), Sulawesi Selatan (2,6 per mil), Bali (2,3 per mil), dan Jawa Tengah 2,3 per mil) (Riskesdas,2013).

c. Etiologi

1) Faktor Genetik

Faktor Genetik terhitung menjadi liabilitas mayor untuk penyakit skizofrenia. Kemampuan menurun pada generasi selanjutnya skizofrenia secara genetik berkisar 60-80%. Penelitian genetika molekuler telah mengidentifikasi gen yang terbukti paling berperan antara lain :

a) Neuregulin (NRG1) pada kromosom 8p21-22 yang memiliki peran ganda dalam perkembangan otak, plastisitas sinaptik dan sinyal glutamat.

b) Dysbindin (DTNBP1) pada kromosom 6p22 yang membantu mengatur pelepasan glutamat.

c) DISC1 (Disrupted In SChizophrenia) yaitu sebuah kromosom translokasi seimbang (1,11) (q42;q14.3) yang memiliki peran ganda dalam sinyal sinaptik dan fungsi sel.

(24)

Tabel 2. Liabilitas skizofrenia berdasarkan kerabat yang terkena Skizofrenia

Anggota keluarga (s) yang menderita skizofrenia Resiko (kira-kira)

Kembar Identik 46%

Satu saudara atau kembar fraternal 12-15%

Kedua Orangtua 40%

Salah satu orang tua 6%

Tidak ada kerabat yang terkena skizofrenia 0,5-1%

2) Faktor Biokimia

a) Aktivitas berlebihan dopaminergik.

Formulasi sederhana dari hipotesis dopamin pada pasien skizofrenia adalah bahwa skizofrenia merupakan hasil dari aktivitas dopaminergik yang berlebihan. Teori ini timbul dari dua pengamatan. Pertama, efikasi dan potensi dari obat-obatan anti-psikotik (yaitu, antagonis reseptor dopamin (DRAs) yang memiliki kemampuan bertindak sebagai antagonis dari reseptor Dopamin tipe 2 (D2) (Kaplan & Sadock, 2015; Blum et, al., 2014). Kedua, obat-obatan yang meningkatkan aktivitas dopaminergik, terutama kokain dan amfetamin merupakan psikotomimetik yang berarti cenderung menghasilkan manifestasi seperti gejala psikosis, seperti halusinasi visual, distorsi persepsi, dan perilaku mirip skizofrenia (Kaplan & Sadock, 2015).

(25)

Pelepasan secara berlebihan senyawa dopamin pada pasien skizofrenia telah dihubungkan dengan beratnya gejala positif pada pasien.Hasil Position Emission Tomography (PET) Scan pada reseptor dopamin menunjukkan peningkatan reseptor D2 di nukleus kaudatus dari pasien skizofrenia yang bebas obat. Penelitian lain menunjukkan peningkatan konsentrasi dopamin di amygdala dan peningkatan jumlah reseptor dopamin tipe 4 di korteks entorhinal (Kaplan & Sadock, 2015).

b) Serotonin

Serotonin merupakan sistem neurotransmitter yang berfungsi sebagai pusat pengatur emosi, perilaku dan akan bermasalah pada pasien skizofrenia (Bonnin, et, al., 2011). Penelitian terkini menyatakan bahwa jumlah serotinin yang berlebih menyebabkan gejala positif dan negatif skizofrenia (Li et, al., 2013). Serotinin yang kuat menjadi antagonis dari clozapine dan obat-obat generasi kedua yang memiliki fungsi menurunkan gejala positif dan negatif skizofrenia (Kaplan & Sadock, 2015).

c) Norepinefrin

(26)

dari terganggunya kepuasaan emosi dan mengalami penurunan akan kesenangan) telah lama menjadi ciri utama dari skizofrenia. Degenerasi selektif bagian norepinefin dapat menjelaskan gejala-gejala yang muncul pada skizofrenia (Kaplan & Sadock, 2015).

d) GABA

Penelitian menunjukkan bahwa beberapa pasien skizofrenia kehilangnya neuron-neuron GABAergik di Hippocampus.GABA memiliki peran regulasi pada aktivitas dopamin, dan hilangnya peran inhibisi terhadap neuron dopaminergik pada neuron GABAergik dapat menyebabkan hiperaktivitas pada neuron dopaminergic (Kaplan & Sadock, 2015).

3) Model diatesis-stress

(27)

keluarga yang penuh tekanan atau kematian kerabat dekat).Dasar biologis diatesis dapat tebentuk lebih lanjut oleh pengaruh epigenetik, seperti penyalahgunaan zat, stres psikososial, dan trauma (Kaplan & Sadock, 2010).

4) Faktor psikososial

a) Teori Psikoanalitik dan Psikodinamik

(28)

b) Teori Belajar

Anak-anak yang nantinya mengalami skizofrenia mempelajari reaksi dan cara berfikir yang tidak rasional dengan mengintimidasi orang tua yang juga memiliki masalah emosional yang signifikan. Hubungan interpersonal yang buruk dari pasien skizofrenia berkembang karena pada masa anak-anak mereka belajar dari model yang buruk.

c) Teori Tentang Keluarga

Pasien skizofrenia sebagaimana orang yang mengalami penyakit non psikiatri berasal dari keluarga dengan disfungsi, perilaku keluarga yang pagtologis yang secara signifikan meningkatkan stress emosional yang harus dihadapi oleh pasien skizofrenia.

d) Teori Sosial

(29)

d. Gejala Klinis

Pasien skizofrenia biasanya menunjukkan gelala positif, negatif dan terdisorganisasi (Lambert & Naber, 2012) :

1) Gejala positif merujuk pada gejala yang muncul pada proses mental abnormal (Hales, et, al., 2011) yang dapat berupa tambahan gejala atau penyimpangan dari fungsi-fungsi normal (Lieberman, et, al., 2012). Gejala positif terdiri dari fenomena yang tidak muncul pada individu sehat (Santosh, et, al., 2013) antara lain halusinasidan delusi/waham (kepercayaan yang tidak sesuai sosiokultural) (Lambert & Naber, 2012).

2) Gejala negatif merujuk pada hilang atau berkurangnya fungsi mental normal (Hales, et, al., 2011). Gejala negatif juga dapat diartikan sebagai hilang atau berkurangnya beberapa fungsi yang ada pada individu sehat (Santosh, et, al., 2013) antara lain penurunan ketertarikan sosial atau personal, anhedonia, penumpulan atau ketidaksesuaian emosi, dan penurunan aktivitas. Orang dengan skizofrenia sering memperlihatkan gejala negatif jauh sebelum gejala positif muncul (Lambert & Naber, 2012). 3) Gejala terdisorganisasi yang terdiri dari pikiran, bicara dan perilaku

(30)

Tabel. 3 Gejala-gejala utama pada skizofrenia

Positive Halusinasi . Persepsi pengalaman sensori yang nyata tanpa adanya sumber eksternal

a. Paling seiring auditorik, namun dapat muncul pada jenis sensori lain

b. Sifat umum halusinasi auditorik : . Sumber Eksternal

a. Komentar tentang tindakan atau pikiran pasien

b. Dialog antara dua atau lebih suara

Delusi - Keyakinan salah yang menetap Negatif Afek - Ekpresi emosi berkurang (misal

afek tumpul), apatis atau tanpa motivasi

Sosial - Penarikan

- Kurangnya keinginan kontak sosial

Kognitif - Alogia/miskin bicara

Terdisorganisasi Bicara - Gangguan cara berpikir formal atau Formal Thought Disorder (misal tangentiality atau arah pembicaraan penderita yang menyimpang jauh dari topik

- Gerakan atau serangkaian tindakan yang tidak bertujuan

(31)

e. Klasifikasi Skizofrenia

Skizofrenia dapat dibedakan menjadi beberapa tipe menurut PPDGJ III (2001), yaitu :

1) Skizofrenia paranoid (F 20. 0) a) Memenuhi kriteria skizofrenia.

b) Halusinasi dan/atau waham harus menonjol : halusinasi auditori yang memberi perintah atau auditorik yang berbentuk tidak verbal; halusinasi pembauan atau pengecapan rasa atau bersifat seksual;waham dikendalikan, dipengaruhi, pasif atau keyakinan dikejar-kejar.

c) Gangguan afektif, dorongan kehendak, dan pembicaraan serta gejala katatonik relative tidak ada.

2) Skizofrenia hebefrenik (F 20. 1) a) Memenuhi kriteria skizofrenia.

b) Pada usia remaja dan dewasa muda (15-25 tahun). c) Kepribadian premorbid : pemalu, senang menyendiri. d) Gejala bertahan 2-3 minggu.

(32)

f) Perilaku yang tidak bertanggung jawab dan tak dapat diramalkan, mannerism, cenderung senang menyendiri, perilaku hampa tujuan, dan hampa perasaan.

g) Afek dangkal (shallow) dan tidak wajar (in appropriate), cekikikan, puas diri, senyum sendiri, atau sikap tinggi hati, tertawa menyeringai, mengibuli secara bersenda gurau, keluhan hipokondriakal, ungkapan kata diulang-ulang. h) Proses pikir disorganisasi, pembicaraan tak menentu,

inkoheren.

3) Skizofrenia katatonik (F 20. 2)

a) Memenuhi kriteria diagnosis skizofrenia.

b) Stupor (amat berkurang reaktivitas terhadap lingkungan, gerakan, atau aktivitas spontan) atau mutisme.

c) Gaduh-gelisah (tampak aktivitas motorik tak bertujuan tanpa stimuli eksternal).

d) Menampilkan posisi tubuh tertentu yang aneh dan tidak wajar serta mempertahankan posisi tersebut.

e) Negativisme (perlawanan terhadap perintah atau melakukan ke arah yang berlawanan dari perintah).

f) Rigiditas (kaku).

(33)

h) Command automatism (patuh otomatis dari perintah) dan pengulangan kata-kata serta kalimat.

i) Diagnosis katatonik dapat tertunda jika diagnosis skizofrenia belum tegak karena pasien yang tidak komunikatif.

4) Skizofrenia tak terinci atau undifferentiated (F 20. 3) a) Memenuhi kriteria umum diagnosis skizofernia. b) Tidak paranoid, hebefrenik, katatonik.

c) Tidak memenuhi skizofren residual atau depresi pasca- skizofrenia.

5) Skizofrenia pasca-skizofrenia (F 20. 4)

a) Memenuhi kriteria umum diagnosis skizofernia selama 12 bulan terakhir ini.

b) Beberapa gejala skizofrenia masih tetap ada (tetapi tidak lagi mendominasi gambaran klinisnya).

c) Gejala – gejala depresif menonjol dan mengganggu, memenuhi paling sedikit kriteria untuk episode depresif (F32.-), dan telah ada dalam kurun waktu paling sedikit 2 minggu.

(34)

6) Skizofrenia residual (F 20.5)

a) Gejala “negatif” dari skizofrenia yang menonjol, misalnya perlambatan psikomotorik, aktifitas yang menurun, afek yang menumpul, sikap pasif dan ketiadaan inisiatif, kemiskinan dalam kuantitas atau isi pembicaraan, komunikasi non verbal yang buruk seperti dalam ekspresi muka, kontak mata, modulasi suara dan posisi tubuh, erawatan diri dan kinerja sosial yang buruk.

b) Sedikitnya ada riwayat satu episode psikotik yang jelas dimasa lampau yang memenuhi kriteria untuk diagnosis skizofrenia; c) Sedikitnya sudah melewati kurun waktu satu tahun dimana

intensitas dan frekuensi gejala yang nyata seperti waham dan halusinasi telah sangat berkurang (minimal) dan telah timbulsindrom “negatif” dari skizofrenia;

d) Tidak terdapat dementia atau penyakit/gangguan otak organik lain, depresi kronis atau institusionalisasi yang dapat menjelaskan disabilitas negatif tersebut.

7) Skizofrenia simpleks (F 20. 6)

(35)

(1) Gejala “negatif” yang khas dari skizofrenia residual tanpa didahului riwayat halusinasi, waham, atau manifestasi lain dari episode psikotik.

(2) Disertai dengan perubahan – perubahan perilaku pribadi yang bermakna, bermanifestasi sebagai kehilangan minat yang mencolok, tidak berbuat sesuatu, tanpa tujuan hidup, dan penarikan diri secara sosial.

b) Gangguan ini kurang jelas gejala psikotiknya dibandingkan subtipe skizofrenia lainnya.

8) Skizofrenia lainnya (F.20.8)

Termasuk skizofrenia chenesthopathic (terdapat suatu perasaan yang tidak nyaman, tidak enak, tidak sehat pada bagian tubuh tertentu), gangguan skizofreniform YTI.

9) Skizofrenia tak spesifik (F.20.7)

Merupakan tipe skizofrenia yang tidak dapat diklasifikasikan kedalam tipe yang telah disebutkan.

f. Penegakan Diagnosis

(36)

1) ICD-10

a) Setidaknya salah satu dari gejala berikut:

(1) Adanya pikiran yang bergema (though echo), penarikan pikiran atau penyisipan (though insertion atau thugh withdrawal, dan penyiaran pikiran (broadcasting).

(2) Waham dikendalikan (delusion of control), waham dipengaruhi (delusion of being influenced), atau

“passivity”, yang jelas merujuk pada pergerakan tubuh, anggota gerak, atau pikiran, perbuatan dan perasaan. (3) Halusinasi berupa suara yang berkomentar tentang

perilaku pasien atau sekelompok orang yang sedang mendiskusikan tentang pasien, atau bentuk halusinasi suara lainnya yang datang dari beberapa bagian tubuh. (4) Waham-waham menetap jenis lain yang menurut

budayanya dianggap tidak wajar serta sama sekali mustahil, seperti misalnya mengenai identitas keagamaan

atau politik, atau kekuatan dan kemampuan “manusia

super” (tidak sesuai dengan budaya dan sangat tidak

(37)

b) Atau, setidaknya ada dua gejala dari berikut:

(1) Halusinasi yang menetap pada berbagai modalitas, apabila disertai baikoleh waham yang mengambang/melayang maupun yang setengah berbentuk tanpa kandungan afektif yang jelas, ataupun oleh ide-ide berlebihan (overvalued ideas) yang menetap, atau apabila terjadi setiap hari selama berminggu-minggu atau berbulan-bulan terus menerus (2) Arus pikiran yang terputus atau yang mengalami sisipan

(interpolasi) yangberakibat inkoheren atau pembicaraan tidak relevan atau neologisme.

(3) Perilaku katatonik, seperti keadaan gaduh gelisah (excitement), sikaptubuh tertentu (posturing), atau fleksibilitas serea, negativisme, mutisme, dan stupor.

(4) Gejala-gejala negatif, seperti sikap masa bodoh (apatis), pembicaraan yang terhenti, dan respon emosional yang menumpul atau tidak wajar, biasanya yang mengakibatkan penarikan diri dari pergaulan sosial dan menurunnya kinerja sosial, tetapi harus jelas bahwa semua hal tersebut tidak disebabkan oleh depresi atau medikasi neuroleptika.

(38)

sikap berdiam diri (self absorbed attitude) dan penarikan diri secara sosial (Sample & Smyth, 2013).

2) DSM V

Berikut Kriteria Diagnostik Skizofrenia yang lengkap dalam DSM-V :

a) Karakteristik Gejala

Terdapat 2 atau lebih dari kriteria dibawah ini, masing-masing terjadi dalam kurun waktu yang signifikan selama 1 bulan (atau kurang bila telah berhasil diobati). Paling tidak salah satu harus ada (delusi), (halusinasi), atau (bicara kacau ): (1) Delusi/Waham

(2) Halusinasi

(3) Bicara Kacau (sering melantur atau inkoherensi) (4) Perilaku yang sangat kacau atau katatonik

(5) Gejala negatif (ekspresi emosi yang berkurang atau kehilangan minat)

b) Disfungsi Sosial/Pekerjaan

(39)

pencapaian hubungan interpersonal, akademik, atau pekerjaan yang diharapkan).

c) Durasi

Tanda kontinu gangguan berlangsung selama setidaknya 6 bulan. Periode 6 bulan ini harus mencakup setidaknya 1 bulan gejala (atau kurang bila telah berhasil diobati) yang memenuhi kriteria A (yi. gejala fase aktif) dan dapat mencakup periode gejala prodromal atau residual. Selama periode gejala prodromal atau residual ini, tanda gangguan dapat bermanifestasi sebagai gejala negatif saja atau 2 atau lebih gejala yang terdaftar dalam kriteria A yang muncul dalam bentuk yang lebih lemah (keyakinan aneh, pengalaan perseptual yang tidak lazim).

d) Eksklusi gangguan mood dan skizoafektif

Gangguan skizoafektif dan gangguan depresif atau bipolar dengan ciri psikotik telah disingkirkan baik karena: (1) Tidak ada episode depresif manik, atau campuran mayor

yang terjadi bersamaan dengan gejala fase aktif.

(40)

e) Eksklusi kondisi medis umum/zat

Gangguan tersebut tidak disebabkan efek fisiologis langsung suatu zat (obat yang disalahgunaan, obat medis) atau kondisi medis umum.

f) Hubungan dengan keterlambatan perkembangan global

Jika terdapat riwayat gangguan autistik atau keterlambatan perkembangan global lainnya, diagnosis tambahan skizofrenia hanya dibuat bila waham atau halusinasi yang prominen juga terdapat selama setidaknya satu bulan (atau kurang bila telah berhasil diobati) (Kaplan & Sadock, 2015).

g. Terapi Skizofrenia

(41)

1) Gejala Akut Skizofrenia

Pasien yang didiagnosis skizofrenia kemudian mengikuti terapi rawat inap sedini mungkin akan lebih baik daripada pasien lainnya. Terapi awal skizofrenia diberikan untuk menghindari dampak yang lebih buruk dari skizofrenia. Terapi awal skizofrenia memiliki beberapa tujuan, yaitu:

a) Mengurangi potensi bahaya

b) Menurunkan agitasi dan ketidakkooperatifan

c) Mengurangi keparahan gejala positif dan negatif pasien d) Meningkatkan kualitas tidur dan perawatan diri pasien.

Pada beberapa hari pertama, dokter fokus pada gejala-gejala yang muncul pada pasien, sehingga akan mudah tertangani. Standar yang biasa digunakan adalah pemberian kombinasi obat generasi lama dan baru, pemberian haloperidol dan lorazepam serta obat-obat seperti risperidon, olanzapine yang memiliki efek samping lebih kecil.

2) Stabilisasi

Setelah tujuan terapi untuk fase akut telah tercapai, terapi dilanjutkan ke tahap selanjutnya, yaitu tahap stabilisasi, yang merupakan fase transisi dari terapi rawat inap dan rawat jalan. Tujuan pengobatan fase ini adalah sebagai berikut:

(42)

b) Kepatuhan obat, medikasi selama 6 bulan diawal dapat mengurangi risiko kekambuhan sebesar 30% dibandingkan dengan tidak mengambil obat sama sekali.

c) Terapi Insight untuk membantu pasien memahami penyakit mereka dan kebutuhan atas obat.

Ini adalah tahap yang paling penting dari pengobatan, karena kesadaran pasien berkaitan erat dengan proses perawatan dan hasil dari pengobatan. Pasien dituntut untuk memahami resiko buruk jika tidak patuh mengikuti proses pengobatan, disamping itu pasien juga perlu tahu efek samping dari pengobatan yang sedang dilakukan.

3) Pemeliharan

Fase ini dilakukan saat rawat jalan, dan merupakan fase yang terus-menerus. Tujuan pengobatan adalah untuk meningkatkan kualitas hidup pasien, meningkatkan kepatuhan minum obat dan menghindari kambuhnya gejala-gejala pasien.

4) Obat-obatan yang digunakan

(43)

paling terlihat pada kedua kelompok tersebut adalah kelompok anti psikotik lama lebih banyak memiliki efek samping daripada kelompok baru (Killackey, et, al., 2009). Beberapa contoh dari anti psikotik adalah (Frederick, 2007):

a) Haloperidol: Anti psikotik kelompok lama, efektif digunakan untuk menurunkan gejala positif skizofrenia

b) Risperidone : Efikasi dari risperidone lebih kuat daripada haloperidol dalam mengobati gejala positif dan negatif skizofrenia. Tidak menyebabkan gejla ekstrapiramidal

c) Olanzapine: Olanzapine lebih efektif daripada haloperidol dalam mengobati gejala negatif skizofrenia. Tidak menyebabkan gejala ekstrapiramidal

d) Clozapine: Clozapine adalah agen prototype generasi kedua. Lebih efektif 30-50% pada pasien skizofrenia.

e) Aripiprazole : Aripiprazole merupakan antagonis dopamin di post sinaps reseptor D2 dan agonis reseptor dopamin pre sinaps.

f) Ziprasidone : Ziprasidone menghambat serotinin dan norepinefrin reuptake dan memberikan efek anti depresan. h. Prognosis

(44)

kemakmuran negara tersebut. Pasien skizofrenia masih sangat memungkinkan mengalami kekambuhan yang muncul dalam periode 2 tahun, sehingga membutuhkan terapi selain farmakoterapi (Kazadi, 2008).

Maramis & Maramis (2009) menyebutkan bahwa 1/3 dari pasien skizofrenia yang datang berobat dalam tahun pertama setelah serangan pertama akan sembuh sama sekali (full remission/recovery), 1/3 yang lain dapat dikembalikan ke masyarakat walaupun masih didapati cacat sedikit dan masih harus sering diperiksa dan diobati selanjutnya dan sisanya biasanya, mereka tidak dapat berfungsi didalam masyarakat dan menuju kemunduran mental, sehingga mungkin menjadi penghuni tetap rumah sakit jiwa.

Pasien yang menghentikan pengobatan disebutkan 60-70% akan mengalami kekambuhan dalam satu tahun, dan 85% dalam 2 tahun, dibandingkan dengan pasien yang tetap aktif melaksanakan pengobatan yaitu 10-30% (Puri, et, al., 2014).

Perkiraan perjalanan penyakit dan prognosis pasien skizofrenia pada penelitian kohort dengan follow-up selama 13 tahun (Mason, et, al., 1995) dalam (Semple & Smyth, 2013) antara lain :

1) Sekitar 15-20% dari episode pertama tidak akan kambuh. 2) Beberapa orang akan tetap bekerja

(45)

5) 55% menunjukkan fungsi sosial yang baik atau cukup baik

Prognosis dapat ditetapkan juga dengan mempertimbangkan berbagai faktor, antara lain (Maramis & Maramis, 2009):

1) Kepribadian prepsikotik. Bila skizoid dan hubungan antar manusia memang kurang memuaskan maka prognosis lebih jelek.

2) Bila skizofrenia timbul secara akut, maka prognosis lebih baik daripada bila penyakit itu mulai secara pelan-pelan.

3) Jenis: Prognosis jenis katatonik yang paling baik dari semua jenis. Sering penderita dengan skizofrenia katatonik sembuh dan kembali ke kepribadian prepsikotik. Kemudian menyusul prognosis jenis paranoid. Banyak dari penderita ini dapat dikembalikan ke masyarakat. Skizofrenia hebefrenik/terdisorganisasi dan skizofrenia simplek mempunyai prognosis yang sama jelek, biasanya jenis skizofrenia ini menuju kearah kemunduran mental. 4) Umur: makin muda umur permulaannya, makin jelek prognosis. 5) Pengobatan: makin lekas diberikan pengobatan, makin baik

prognosisnya.

6) Dikatakan bahwa bila terdapat faktor pencetus, seperti penyakit badaniah atau stres psikologis, maka prognosisnya lebih baik. 7) Faktor keturunan: prognosis menjadi lebih berat bila didalam

(46)

2. Kepatuhan minum obat

a. Definisi Kepatuhan minum obat

Kepatuhan minum obat didefinisikan sebagai sejauh mana pasien mengikuti instruksi yang diberikan oleh tenaga medis, mencari perhatian medis, meminum obat secara tepat, melakukan imunisasi dan modifikasi gaya hidup menuju lebih baik seperti menjaga kebersihan, menghindari rokok dan melakukan aktivitas fisik yang cukup (WHO, 2003). Kepatuhan adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan perilaku pasien dalam minum obat secara benar tentang dosis, frekuensi dan waktunya (Nursalam, 2007)

Kepatuhan pada pasien skizofrenia terdiri dari kepatuhan terhadap terapi setelah pengobatan (kontrol), penggunaan obat secara tepat, mengikuti anjuran perubahan perilaku (Kaplan & Sadok, 2010). Dapat disimpulkan bahwa pasien dikatakan patuh minum obat jika meminum obat sesuai dosis, frekuensi, waktu dan benar obat.

Menurut Niven (2002) faktor-faktor yang mempengaruhi kepatuhan obat, adalah:

1) Penderita atau individu

a). Sikap atau motivasi pasien ingin sembuh

(47)

berhubungan dengan perilaku penderita dalam kontrol penyakitnya

b) Keyakinan

Penderita yang memiki keyakinan yang kuat dan tidak mudah putus asa menerima keadaan sakitnya merupakan perilaku yang baik. Keyakinan yang kuat dari penderita meningkatkan kepatuhan dalam meminum obat.

2) Dukungan keluarga

Dukungan keluarga merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari penderita. Penderita akan merasa tentram apabila mendapatkan perhatian dan dukungan yang cukup dari keluarga. Dukungan yang diberikan akan menimbulkan kepercayaan diri penderita untuk menghadapi dan mengelola penyakitnya dengan lebih baik, serta menuruti saran-saran yang diberikan untuk menunjang pengelolaan penyakitnya.

3) Dukungan sosial

Dukungan sosial dalam bentuk dukungan emosional merupakan faktor penting dalam kepatuhan terhadap program-program medis. Dukungan sosial yang diberikan kepada pasien mampu meningkatkan kepatuhan meminum obat

4) Dukungan petugas kesehatan

(48)

sehat yang diberikan oleh petugas kesehatan mampu mempengaruhi perilaku hidup penderita, sehingga penderita dapat beradaptasi dengan program pengobatan penyakitnya.

Kepatuhan pengobatan berhubungan dengan perilaku pengobatan pasien dan secara khusus mengacu pada sejauh mana pasien mengikuti rencana pengobatan yang telah disepakati bersama. Ketidakpatuhan terhadap pengobatan yang diketahui terkait dengan hasil pengobatan yang lebih buruk khususnya dalam pengelolaan penyakit kronis (Alene et al., 2012).

Kepatuhan pengobatan pasien skizofrenia sangat penting terhadap perbaikan keadaan pasien. Ketidakpatuhan pasien terhadap pengobatan yang seharusnya dijalani dapat meningkatkan jumlah pasien skizofrenia yang harus diberikan perawatan lebih lanjut. Penelitian yang pernah dilakukan di California menjelaskan bahwa semakin rendah pemenuhan pengobatan pasien skizofrenia akan meyebabkan semakin tingginya kemungkinan pasien tersebut untuk dilakukan rawat inap.

b. Metode untuk menilai kepatuhan minum obat pasien

(49)

pasien sendiri, skrining urin dan saliva, pembaruan resep (kerutinan kontrol) dan jumlah pil yang diambil, atau skrining serum. Hanya saja hal ini memang sulit untuk dilakukan karena mungkin akan dipengaruhi pada kesalahan dalam dosis dan waktu pemberian, meminum obat yang seharusnya tidak boleh, dan kesalahan dalam pemberian resep (Fenton et al., 1997).

(50)

3. Fungsi Sosial

a. Definisi Fungsi Sosial

Keberfungsian sosial adalah kemampuan individu dalam melakukan kegiatan-kegiatan yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan dasar diri dan menjalankan tugas-tugas serta peran sosialnya. Keberfungsian sosial pasien Skizofrenia diungkap melalui skala keberfungsian sosial yang disusun berdasarkan aspek kebefungsian sosial dari Suharto (2009) yaitu memenuhi/merespon kebutuhan dasarnya, melaksanakan peran sosial sesuai dengan status dan tugas-tuganya, serta menghadapi goncangan dan tekanan.

Ballerini (2002) menyatakan bahwa gangguan keberfungsian sosial dialami oleh pasien Skizofrenia mengakibatkan perubahan pada kemampuan sosial. Kenyataan tersebut ditandai dengan perilaku yang tidak berorientasi pada kenyataan, adanya pemikiran/ide yang kaku dan tidak adaptif serta ketidakmampuan dalam pergaulan sosial.

(51)

Menurut Achlis (2011) keberfungsian sosial adalah kemampuan seseorang dalam melaksanakan tugas dan peranannya selama berinteraksi dalam situasi sosial tertentu yang bertujuan untuk mewujudkan nilai dirinya demi pencapaian kebutuhan hidup.Indikator peningkatan keberfungsian sosial dapat dilihat dari ciri-ciri seperti yang diungkapkan Achlis (2011):

1) Individu mampu melaksanakan tugas-tugas kehidupan, peranan dan fungsinya

2) Individu intens menekuni hobi serta minatnya

3) Individu memiliki sifat afeksi pada dirinya dan orang lain atau lingkungannya

4) Individu menghargai dan menjaga persahabatan

5) Individu mempunyai daya kasih sayang yang besar serta mampu mendidik

6) Individu semakin bertanggung jawab terhadap tugas dan kewajibannya

7) Individu memperjuangkan tujuan hidupnya

8) Individu belajar untuk disiplin dan memanajemen diri 9) Individu memiliki persepsi dan pemikiran yang realistik. b. Penilaian Fungsi Sosial

(52)
(53)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Penelitian ini menggunakan desain penelitian observasional analitik dengan rancangan cross sectional, untuk mengetahui hubungan antara kepatuhan minum obat dengan fungsi sosial pasien skizofrenia. Penelitian cross-sectional merupakan suatu penelitian dimana pengukuran atau observasi variabel-variabel dilakukan hanya satu kali dan dalam satu waktu (Sastroasmoro, 2002).

B. Populasi Dan Sampel Penelitian

1. Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah pasien dan keluarga pasien skizofrenia yang tinggal di wilayah Puskesmas Gondomanan, Puskesmas Bambanglipuro, Puskesmas Wates, Puskesmas Godean 1, Puskesmas Gedang Sari, Puskesmas Kraton, Puskesmas Srandakan, Puskesmas Temon 1, Puskesmas Tempel 1 dan Puskesmas Playen 2 Yogyakarta. 2. Sampel

Sampel dalam penelitian ini adalah pasien dan keluarga pasien skizofrenia yang tinggal di wilayah Puskesmas Gondomanan, Puskesmas Bambanglipuro, Puskesmas Wates, Puskesmas Godean 1, Puskesmas Gedang Sari, Puskesmas Kraton, Puskesmas Srandakan, Puskesmas

(54)

Temon 1, Puskesmas Tempel 1 dan Puskesmas Pleyen 2. Pengambilan sampel penelitian menggunakan metode consecutive sampling yang merupakan salah satu jenis dari non probality sampling, dengan cara memilih sampel diantara populasi yang dikehendaki, sehingga sampel dapat mewakili karakteristik dari populasi yang telah dikenal sebelumnya (Nursalam, 2003).

Perkiraan besar sampel dalam penelitian ini menggunakan rumus besar sampel untuk koefisien korelasi. Rumus yang digunakan adalah:

{ [ ]}

{ [ ]}

Keterangan :

n : Besar sampel

Ζα : nilai pada distribusi normal standar yang sama dengan tingkat

kemaknaan α (untuk α=0,05 adalah 1,960).

Ζβ : nilai pada distribusi normal standar yang sama dengan kuasa (power) sebesar diinginkan (untuk β = 0,10 adalah 1,282).

R : nilai koefisien korelasi (0,5 didapatkan dariDestiny, (2012) pada penelitian sebelumnya).

(55)

Sampel yang diambil tersebut dapat mewakili populasi pasien skizofrenia di wilayah Puskesmas Yogyakarta dengan kriteria:

a. Kriteria inklusi

Subyek dapat diikutsertakan dalam penelitian ini apabila memenuhi kriteria sebagai berikut:

1) Pasien yang didiagnosa sebagai penderita skizofrenia 2) Pasien skizofrenia pada fase maintenance

3) Pasien skizofrenia yang memiliki care-giver yang tinggal serumah. 4) Keluarga pasien atau pasien skizofrenia yang kooperatif dan

bersedia menjadi responden penelitian.

5) Pasien skizofrenia terkontrol yang mengonsumsi antipsikotik. b. Kriteria eksklusi

Subyek tidak diikutsertakan dalam penelitian apabila: 1)Pasien skizofrenia dengan cacat fisik bawaan 2)Pasien skizofrenia dengan penyakit fisik berat 3)Pengisian kuesioner tidak lengkap.

C. Lokasi Dan Waktu Penelitian

(56)

D. Variabel Penelitian

Dalam penelitian ini terdapat 2 variabel, yaitu: 1. Variabel tergantung

Variabel tergantung dalam penelitian ini adalah fungsi sosial pasien skizofrenia

2. Variabel bebas

Variabel bebas dalam penelitian ini adalah kepatuhan minum obat pasien skizofrenia

Variabel penganggu

Variabel penganggu dalam penelitian ini antara lain:

a. Faktor Sosio-demogafi yaitu usia, onset, jenis kelamin, tingkat pendidikan status perkawinan, pekerjaan dan tingkat penghasilan. b. Faktor klinis yaitu jenis dan dosis obat, efek samping obat dan

komorbiditas medis.

E. Definisi Operasional

Definisi operasional dalam penelitian ini adalah: 1. Kepatuhan minum obat

(57)

dikatakan patuh minum obat apabila memenuhi 4 kriteria, yaitu : dosis yang diminum sesuai dengan yang dianjurkan, durasi waktu minum obat diantara dosis sesuai dengan yang dianjurkan, jumlah obat yang diambil pada satu waktu sesuai dengan yang ditentukan, dan tidak mengganti dengan obat yang lain. Pada penelitian ini diukur dengan Morisky Medication Adherence Scale-8 (MMAS-8)

2. Fungsi sosial

Keberfungsian sosial adalah kemampuan individu dalam melakukan kegiatan-kegiatan yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan dasar diri dan menjalankan tugas-tugas serta peran sosialnya. Keberfungsian sosial pasien Skizofrenia diungkap melalui skala keberfungsian sosial yang disusun berdasarkan aspek kebefungsian sosial dari Suharto (2009) yaitu memenuhi/merespon kebutuhan dasarnya, melaksanakan peran sosial sesuai dengan status dan tugas-tuganya, serta menghadapi goncangan dan tekanan. Pada penelitian ini diukur dengan Personal and Social Performance Scale (Skala PSP)

F. Alat Dan Bahan Penelitian

Penelitian ini menggunakan kuisioner, yaitu : 1. Kuisioner Data Pribadi

(58)

2. MMAS-8 (Morisky Medication Adherence Scale-8)

MMAS-8 merupakan kuisioner yang terdiri dari 8 pertanyaan dengan jawaban ya dan tidak , untuk mengukur tingkat kepatuhan subjek dalam menggunakan obat. Skor penilaian MMAS-8 dibagi menjadi 3 kategori, yaitu:

a. Nilai > 2 = kepatuhan rendah b. Nilai 1-2 = kepatuhan sedang c. Nilai 0 = kepatuhan tinggi

Kelemahan penilaian melalui kuesioner ini adalah jawaban yang diberikan oleh pasien bersifat subjektif dan belum tentu sesuai dengan kondisi sebenarnya.

3. Personal and Social Performance Scale (Skala PSP)

Instrumen PSP dikembangkan pada tahun 1999 dan dipublikasikan pada tahun 2000 oleh Morosini dkk untuk mengukur fungsi sosial dan personal pasien skizofrenia. Skala PSP terdiri dari penilaian terhadap 4 (empat) ranah, yaitu (1) merawat diri dengan 6 komponennya, (2) aktivitas sosial yang berguna dengan 3 komponennya, (3) hubungan personal dan sosial dengan 2 komponennya, serta (4) perilaku agresif dan mengganggu dengan 5 komponennya. Instrumen PSP terdiri dari 4 ranah dengan 19 butir pertanyaan terstruktur dan penilaiannya sebagai berikut:

a. Skor 100-70 menunjukkan hanya ada kesulitan fungsi yang ringan b. Skor 69-31 menunjukkan adanya disabilitas yang bermanifestasi dalam

(59)

c. Skor yang kurang atau sama dengan skor 30 menunjukkan fungsi pasien sangat buruk dan memerlukan bantuan atau supervise.

( Reverger, 2012; Wolff, et al., 2010; Patterson & Mausbach, 2010) Skala PSP dikembangkan dengan alasan di antaranya adalah guna menciptakan alat ukur yang praktis. Kepraktisan PSP tampak dalam beberapa hal:

a. PSP hanya terdiri dari 4 ranah yang mencakup 16 komponen terukur dibantu 19 butir pertanyaan dalam bentuk wawancara terstruktur; b. Jawaban atas setiap butir pertanyaan digunakan untuk menilai derajat

setiap ranah. Masing-masing ranah diwakili oleh 6 derajat;

c. Indeks ini tidak membebani subyek yang diukur, karena hanya perlu menjawab 19 butir pertanyaan dengan jawaban sederhana;

d. Kalkulasi skor totalnya juga sederhana yaitu dengan mencocokkan derajat masing-masing ranah dengan tabel skor dalam bentuk interval 10 poin seperti skoring GAF, dan kemudian menentukan skor akhir di antara 10 poin interval tersebut;

e. Waktu yang diperlukan untuk melakukan seluruh proses ini dalam praktik klinis sehari-hari adalah antara 5 – 10 menit.

(60)

G. Jalannya Peneitian

Pelaksanaan penelitia dibagi menjadi 3 tahap, yaitu : 1. Tahap Persiapan Penelitian

Tahap ini peneliti mengajukan judul penelitian, melakukan bimbingan dan konsultasi dalam penyusunan proposal sampai dengan ujian proposal penelitian, kemudian peneliti mempersiapkan instrumen penelitian berupa kuesioner data data pribadi, kuesioner kepatuhan minum obat dan fungsi sosial pasien skizofrenia.

2. Tahap Pelaksanaan

(61)

ke peneliti. Pengisian kuesioner juga dapat dilakukan dengan cara melakukan wawancara kepada responden.

3. Tahap Penyelesaian

Pengolahan data diawali dengan menghitung hasil skor dari kuesioner-kuesioner yang telah diisi oleh responden, selanjutnya data yang diperoleh dari hasil penelitian akan dianalisis menggunakan program dari komputer yaitu SPSS (Statistical Product and Service Solution) dengan menggunakan deskriptif statistik dan uji korelasi pearson. Pembahasan hasil dari penelitian dilakukan setelah melakukan analisis data, kemudian dilakukan revisi dan presentasi dengan dosen pembimbing dan dosen penguji.

H. Uji Validitas Dan Reliabilitas

Uji validitas adalah alat ukur untuk mengetahui suatu instrumen penelitian yang digunakan benar-benar valid sesuai dengan yang diharapkan. Secara teori ada 3 macam validitas instrumen, yaitu: validitas isi, validitas konstruk, dan validitas berdasarkan kriteria (Suryabrata, 2010).

(62)

melakukan uji validitas dan reliabilitas karena kuisioner yang digunakan peneliti ini sebelumnya sudah pernah digunakan.

1. MMAS-8 (Morisky Medication Adherence Scale-8)

MMAS-8 merupakan kuisioner yang terdiri dari 8 pertanyaan dengan jawaban ya dan tidak , untuk mengukur tingkat kepatuhan subjek dalam menggunakan obat. Skor penilaian MMAS-8 dibagi menjadi 3 kategori, yaitu:

a. Nilai > 2 = kepatuhan rendah b. Nilai 1-2 = kepatuhan sedang c. Nilai 0 = kepatuhan tinggi

Kelemahan penilaian melalui kuesioner ini adalah jawaban yang diberikan oleh pasien bersifat subjektif dan belum tentu sesuai dengan kondisi sebenarnya.

2. Personal and Social Performance Scale(PSP Scale)

(63)

I. Analisis Data

Analisis data dilakukan memalui tahap-tahap sebagai berikut: 1. Editing

Editing dilakukan dengan cara memeriksa kelengkapan data, kesinambungan dan kesesuaian data. Editing dilakukan segera setelah peneliti menerima kuisioner yang telah diisi oleh responden, sehingga apabila terjadi kesalahan dapat segera diklarifikasi.

2. Coding

Kegiatan yang dilakukan pada tahap ini antara lain memberikan kode berupa angka pada masing-masing item pertanyaan, selanjutnya dimasukan dalam lembaran tabel kerja untuk mempermudah pengolahan. 3. Analiting

Data yang telah terkumpul dianalisis, diantaranya yaitu : a. Analisis Univariate

Analisis univariate merupakan analisa yang dilakukan terhadap tiap variable dari hasil penelitian dan pada umumnya hanya menghasilkan distribusi dari tiap variabel (Notoatmodjo, 2003). Analisa ini digunakan untuk mendapatkan gambaran distribusi frekuensi responden serta untuk menganalisa karakteristik responden meliputi jenis kelamin, usia, tempat tinggal dan pendidikan.

b. Analisa Bivariate

Analisa bivariate merupakan analisa yang dilakukan terhadap dua variabel yang diduga mempunyai pengaruh. Analisis dilakukan dengan menggunakan uji test non-parametric spearman’s dengan

(64)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian

1. Gambaran Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Puskesmas DIY, yaitu Puskesmas Gondomanan, Puskesmas Bambanglipuro, Puskesmas Wates, Puskesmas Godean 1, Puskesmas Gedang Sari, Puskesmas Kraton, Puskesmas Srandakan, Puskesmas Temon 1, Puskesmas Tempel 1 dan Puskesmas Playen 2 Yogyakarta.

2. Karakteristik Subjek Penelitian

Jumlah sampel keseluruhan di 10 Puskesmas daerah Yogyakarta adalah 106 pasien skizofrenia beserta keluarga pasien skizofrenia. Sesuai dengan kriteria inklusi dan kriteria ekslusi maka ditetapkan 99 pasien skizofrenia beserta keluarga pasien skizofrenia sebagai subjek penelitian pada penelitian ini.

Gambaran karakteristik subjek penelitian dari data primer didapatkan sebagai berikut: Jumlah responden dalam penelitian ini ada 99 orang yang dikelompokkan sebagai berikut:

(65)

Tabel 4. Distribusi responden (n=99)

Tabel 5. Distribusi responden menurut kepatuhan obat

Kepatuhan minum obat Jumlah Presentase

Rendah

Tabel 6. Distribusi responden menurut fungsi sosial

Fungsi sosial Jumlah Presentase

(66)

Gambaran tingkat fungsi sosial dikategorikan menjadi 3 tingkatan, yaitu fungsi sosial rendah dengan skor < 30, fungsi sosial sedang dengan skor 31-69, dan fungsi sosial tinggi dengan skor 70-100. Berdasarkan data diatas mayoritas responden memiliki kesulitan fungsi sosial yang berat.

Tabel 7. Hubungan antara kepatuhan minum obat dan fungsi sosial pasien skizofrenia.

Variabel Fungsi sosial

Ringan Sedang Berat Sig (p)

Kepatuhan minum obat

Rendah 35 19 0 0, 961

35% 19% 0%

Sedang 28 15 1

28% 15% 1%

Tinggi 1 0 0

1% 0% 0%

Total 64 34 1

Berdasarkan data tersebut mayoritas responden patuh minum obat rendah fungsi sosial ringan (35%) dan mayoritas responden patuh minum obat sedang fungsi sosial ringan (28%).

3. Analisis uji statistik korelasi

(67)

sebesar 0,961 (p>0,05) yang berarti tidak terdapat hubungan antara kepatuhan minum obat dengan fungsi sosial pasien skizofrenia.

B. Analisa Hasil Dan Pembahasan

Berdasarkan tabel karakteristik responden didapat bahwa ada perbedaan jumlah antara kelompok responden, jumlah responden laki-laki sebanyak 63 orang (63,6%) dan perempuan sebanyak 36 orang (36,3%) penelitian ini sesuai dengan Ochoa et al (2012) yang menunjukkan bahwa skizofrenia lebih banyak ditemukan pada kelompok laki-laki dibandingkan kelompok perempuan.

Pendapat ini dikuatkan oleh penelitian Weinberger & Harrison (2011) yang menyebutkan bahwa gejala-gejala skizofrenia lebih banyak ditemukan pada kelompok laki-laki dibandingkan kelompok perempuan. Sementara menurut Kaplan and Sadock (2015) menunjukkan bahwa jumlah prevalensi skizofrenia antara laki-laki dan perempuan adalah sama.

(68)

Kelompok yang tidak memiliki pekerjaan mengalami kesulitan dalam keuangan dan kehidupan sehari-hari sehingga memberikan efek pada status kesehatan mentalnya, pengangguran yang berkepanjangan memberikan dampak yang lebih buruk bagi kesehatan mental orang tersebut. Gejala yang sering muncul pada orang yang tidak memiliki pekerjaan yaitu tekanan psikologi, penurunan kondisi kejiwaan, kecemasan dan depresi (Chatteriji et al, 2007)

Data karakteristik lainnya yaitu status perkawinan didapat hasil mayoritas menikah yaitu sebanyak 60% hal ini berlawanan dengan penelitian yang dilakukan oleh Lia et al (2015) hasilnya adalah hubungan yang buruk, perceraian dan tidak menikah akan meningkatkan jumlah prevalensi skizofrenia yang hidup di komunitas. Sementara hubungan yang baik dan pernikahan akan meningkatkan kualitas hidup dan mengurangi kemungkinan terjadinya skizofrenia. Pernikahan juga menjadi bagian dari faktor pelindung kesehatan dan mengurangi kemungkinan terjadinya skizofrenia (Nakamura et al, 2014). Berdasarkan data yang diperoleh didapatkan 54 (54,5 %) subjek penelitian memiliki kepatuhan rendah.

(69)

Pasien dikatakan patuh minum obat jika meminum obat sesuai dosis, frekuensi, waktu dan benar obat.

Kepatuhan minum obat pada pasien juga berbanding lurus dengan kekambuhan yang dialami pasien. Dibutuhkan pengawasan dan dukungan agar pasien selalu mengkonsumsi obat agar tidak mengalami kekambuhan (Nurjanah,2004). Obat-obat anti psikotik merupakan lini pertama yang digunakan untuk meredakan gejala-gejala pasien skizofrenia. Seiring berjalannya waktu, kepatuhan minum obat pasien skizofrenia menurun, sehingga menyebabkan terhentinya proses pengobatan pasien (Anthony, et. al., 2014).

Stuar & Laraia (2005) menambahkan bahwa sebagian besar pasien skizofrenia cenderung memiliki perilaku tidak patuh dalam pengobatan karena efek samping dari pengobatan yang diberikan. Ketidakpatuhan ini akan berdampak pada onset kekambuhan yang tinggi dengan gejala yang parah. Hasil penelitian ini juga didukung oleh hasil penelitian sebelumnya Yoga (2011), yang mengatakan bahwa paling banyak pasien skizofrenia memiliki perilaku tidak patuh dalam meminum obat sebanyak 27 orang (62,5%). Berdasarkan data yang diperoleh didapatkan 64 (64%) subjek penelitian memiliki masalah fungsi sosial yang berat. Hal ini ditunjukkan dengan kesulitan pasien skizofrenia untuk berfungsi secara sosial.

Gambar

Tabel 1. Keaslian Penelitian
Tabel 2. Liabilitas skizofrenia berdasarkan kerabat yang terkena Skizofrenia
Tabel 6. Distribusi responden menurut fungsi sosial
Tabel 7. Hubungan antara kepatuhan minum obat dan fungsi sosial pasien
+3

Referensi

Dokumen terkait

Tabel 4.8 Tanggapan anggota keluarga atas keterliatan pemilik dalam mengikuti jaringan sosial terhadap kesuksesan usaha ... 44 Tabel 4.9 Hasil perhitungan tanggapan responden

Yang dimaksud dengan “asas ketertiban dan kepastian hukum” adalah bahwa setiap Materi Muatan Peraturan Daerah harus dapat menimbulkan ketertiban dalam masyarakat melalui

Untuk dapat mengatasi permasalahan yang terjadi pada pendaftaran siswa baru di MTsN 2 Kota Tangerang dibuatlah perancangan aplikasi Sistem Informasi Penerimaan

Menurut Asmad, istilah “adat” dari segi bahasa membawa maksud: peraturan atau perkara yang biasa dilakukan. Dari sudut kebudayaan pula istilah adat bermaksud: peraturan yang telah

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada hari biasa, ibu dengan beban kerja berat hampir seluruhnya (81.25%) termasuk dalam kuantitas pengasuhan sedang dan sisanya

Artikel pertama ditulis oleh Ida Bagus Putu Prajna Yogi memaparkan tentang lanskap pertambangan penambang tiongkok di monterado, kalimantan barat: pendekatan arkeologi sejarah,

Berdasarkan pendapat di atas, dapat dinyatakan bahwa nilai adalah suatu keyakinan seseorang yang menjadi pertimbangan sebelum ia bertindak dalam menentukan

Pada kegiatan mengkaji materi modul kelompok kompetensi KK D Metodologi Pembelajaran di Sekolah Dasar, fasilitator memberi kesempatan kepada guru sebagai peserta untuk