• Tidak ada hasil yang ditemukan

EVALUASI PELAKSANAAN JAMINAN KESEHATAN NASIONAL (Studi Tentang Hubungan Stakeholder, Model Pembiayaan dan Outcome JKN di Kabupaten Bantul Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "EVALUASI PELAKSANAAN JAMINAN KESEHATAN NASIONAL (Studi Tentang Hubungan Stakeholder, Model Pembiayaan dan Outcome JKN di Kabupaten Bantul Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta)"

Copied!
189
0
0

Teks penuh

(1)

i

EVALUASI PELAKSANAAN JAMINAN KESEHATAN NASIONAL (Studi Tentang Hubungan Stakeholder, Model Pembiayaan dan Outcome JKN

di Kabupaten Bantul Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta)

“Diajukan Kepada Program Pascasarjana Universitas Muhammadiah Yogyakarta Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar

Dalam Magister Ilmu Pemerintahan”

TESIS

Disusun Oleh :

ARIP SUPRIANTO 20141040026

PROGRAM STUDI

MAGISTER ILMU PEMERINTAHAN UNIVERSITAS MUHAMMADIAH YOGYAKARTA

(2)

i

EVALUASI PELAKSANAAN JAMINAN KESEHATAN NASIONAL (Studi Tentang Hubungan Stakeholder, Model Pembiayaan dan Outcome JKN

di Kabupaten Bantul Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta)

“Diajukan Kepada Program Pascasarjana Universitas Muhammadiah Yogyakarta Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar

Dalam Magister Ilmu Pemerintahan”

TESIS

Disusun Oleh :

ARIP SUPRIANTO 20141040026

PROGRAM STUDI

MAGISTER ILMU PEMERINTAHAN UNIVERSITAS MUHAMMADIAH YOGYAKARTA

(3)

ii

PERNYATAAN KEASLIAN

Yang bertanda tangan di bawah ini : Nama : Arip Suprianto

NIM : 20141040026 Jenjang : Pascasarjana (S2)

Menyatakan bahwa Tesis dengan berjudul EVALUASI

PELAKSANAAN JAMINAN KESEHATAN NASIONAL (Studi

Tentang Hubungan Stakeholder, Model Pembiayaan dan Outcome JKN di

Kabupaten Bantul Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta) adalah benar-benar hasil penelitian saya sendiri, kecuali pada bagian-bagian yang dirujuk sumbernya.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenar-benarnya dan penuh kesadaran.

Yogyakarta, Desember 2016 Yang Menyatakan

(4)

iii

PENGESAHAN PEMBIMBING

EVALUASI PELAKSANAAN JAMINAN KESEHATAN NASIONAL (Studi Tentang Hubungan Stakeholder, Model Pembiayaan dan Outcome JKN

di Kabupaten Bantul Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta)

TESIS

Nama : Arip Suprianto NIM : 20141040026

Telah disetujui oleh :

Dosen Pembimbing

Dr. Dyah Mutiarin, M.Si

Yogyakarta, Desember 2016

Mengetahui, Ketua Program Studi Magister Ilmu Pemerintahan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Dr. Dyah Mutiarin, M.Si

(5)

iv

PENGESAHAN REVISI

Telah melaksanakan ujian tesis pada hari senin, Tanggal 26 Desember 2016, Jam 12.00, bertempat di Gedung Pascasarjana Lantai I Ruang Tutorial II Universitas Muhammadiyah Yogyakarta untuk diberikan persetujuan revisi tesis, oleh :

Ditulis Oleh : Arip Suprianto

NIM : 20141040026

Tesis Berjudul : EVALUASI PELAKSANAAN JAMINAN

KESEHATAN NASIONAL (Studi Tentang

Hubungan Stakeholder, Model Pembiayaan dan

Outcome JKN di Kabupaten Bantul Provinsi Daerah

Istimewa Yogyakarta)

Dosen Pembimbing : Dr. Dyah Mutiarin, M.Si (...)

Tim Penguji I : Dr. Suranto, M.Pol (...)

(6)

v

PENGESAHAN PROGRAM STUDI

Tesis Berjudul : EVALUASI PELAKSANAAN JAMINAN

KESEHATAN NASIONAL (Studi Tentang

Hubungan Stakeholder, Model Pembiayaan dan

Outcome JKN di Kabupaten Bantul Provinsi Daerah

Istimewa Yogyakarta)

Ditulis Oleh : Arip Suprianto NIM : 20141040026

Diajukan Kepada Program Pascasarjana Universitas

Muhammadiyah Yogyakarta Untuk Memenuhi Salah Satu

Syarat Memperoleh Gelar Dalam Magister Ilmu Pemerintahan

Yogyakarta, Desember 2016

Ketua Program Studi Magister Ilmu Pemerintahan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Dr. Dyah Mutiarin, M.Si

(7)

vi

MOTO DAN PERSEMBAHAN

MOTTO

Kecerdasan Bukan Satu-Satunya Menuju Kesuksesan,

Kebodohan Bukan Salah Satu faktor Kegagalan,

Tetapi Doa di Sertai Dengan Kerja Keras dan

Keuletan Insya ALLAH Salah Satu Menuju Kesuksesan

Tesis ini saya persembahkan kepada kedua

orang tua saya dan keluarga beser Magister Ilmu

(8)

vii

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala limpahan Rahmat dan Hidayahnya sehingga penulis dapat menyelesaikan proses penyusunan Tesis ini. Penyelesaian Tesis ini banyak mendapatkan bantuan dari berbagai pihak. Penghargaan setinggi-tingginya penulis sampaikan kepada pembimbing dalam penyusunan Tesis ini yaitu Dr. Dyah Mutiarin, M.Si. selaku dosen pembimbing yang telah memberikan bimbingan dan saran hingga terselesainya Tesis ini. Dengan selesainya penyusunan Tesis ini, maka penulis menyampaikan rasa terima kasih yang tulus kepada :

1. Dr. Gunawan Budiyanto, M.P selaku Rektor Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

2. Dr. Achmad Nurmandi, M.Sc selaku Direktur Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

3. Dr. Dyah Mutiarin, M.Si selaku dosen pembimbing tesisyang telah memberikan saran sehingga tesis ini dapat selesai.

4. Kepada Ayah tercinta Poniran terimakasih atas doa dan dukungan kasih sayang dan pejuangannya/pengorbanan selama ini.

(9)

viii

6. Segenap staf Program Magister Ilmu Pemerintahan (MIP) Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

7. Kepada semua teman MIP yang saya sayangi, terimakasih atas kerja samanya selama menempuh di bangku perkuliahan.

8. Seluruh reponden penelitian yang telah memudahkan penyusun dalam mengumpulkan data selama penelitian.

Penulis menyadari bahwa Tesis ini jauh dari sempurna, untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca. Penulis berharap Tesis ini dapat bermanfaat bagi semua pihak dan penulis memohon maaf apabila terdapat kekurangan dan kesalahan dalam penulisan Tesis ini.

Yogyakarta , Januari 2016 Penulis,

(10)

ix

PENGESAHAN PROGRAM STUDI ... v

MOTO DAN PERSEMBAHAN ... vi

KATA PENGANTAR ... vii II.1. Kajian Pustaka ... 11

II.2. Landasan Teori ... 22

II.2.1. Universal Health Coverage ... 22

II.2.2. Pengertian Lembaga ... 26

II.2.3. Stakeholder ... 28

II.2.4. Pembiayaan Kesehatan ... 31

II.2.5. Outcome Program Jaminan Kesehatan Nasional ... 36

II.2.6. Evaluasi Kebijakan Publik ... 37

II.3. Kerangka Pikir Teoritis ... 44

II.4. Definisi Konsep ... 45

II.5. Definisi Operasional dan Variabel/Indikator Penelitian ... 45

BAB III METODE PENELITIAN III.1. Tipe dan Pendekatan ... 47

III.2. Lokasi Penelitian ... 48

III.3. Jenis/Sumber Data ... 48

III.4. Teknik Pengumpulan Data ... 51

III.5. Unit Analisis Data ... 54

III.6. Teknik Pengambilan Sampel ... 54

III.7. Tekhnik Analisa Data ... 56

(11)

x

BAB IV DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN

IV.1. Letak Geografis dan Batas Wilayah Administrasi ... 60

IV.2. Profil Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan ... 61

IV.2.1. Pengertian BPJS Kesehatan ... 61

IV.2.2. Visi dan Misi BPJS Kesehatan ... 68

IV.3. Program Jaminan Kesehatan (JKN) Badan Penyeleggara Jamian Sosial (BPJS) Kesehatan ... 70

IV.4. Jenis-Jenis Layanan BPJS Kesehatan ... 76

IV.5. Visi dan Misi Pemerintah Kabupaten Bantul ... 80

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN V.1. Penyelenggaraan Jaminan Kesehatan Nasional ... 82

V.2. Hubungan Stakeholder ... 83

V.2.1. Hubungan Kerja Sama Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Dengan Rumah Sakit ... 83

V.2.2. Hubungan Kerja Sama Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Dengan puskesmas ... 87

V.2.3. Alur Pelayanan Peserta BPJS Kesehatan ... 93

V.3. Model Pembiayaan Asurasi BPJS Kesehatan ... 96

V.3.1. Pembiayaan Peserta BPJS Kesehatan ... 96

V.3.2. Skema Pembayaran BPJS Kesehatan Kepada ... 108

V.3.3. Skema Pembayaran BPJS Kesehatan Kepada Puskesmas .... 112

V.4. Outcome Program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) ... 114

V.4.1. Persentase Terjaminnya Kesehatan ... 115

V.4.2. Terjaminnya Pelayanan Kesehata ... 119

V.4.3. Ringannya Biaya Kesehatan ... 133

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN VI.1. Kesimpulan ... 150

VI.2. Saran ... 152

(12)

xi

DAFTAR GAMBAR

Gambar II.1 Dimensi Universal Health Coverage ... 23

Gambar II.2 Trasformasi BPS Kesehatan dan Ketenagakerjaan ... 26

Gambar II.3 Kerangka Pikir Teoritis ... 44

Gambar V.1 Kerja Sama BPJS Kesehatan Dengan Fasilitas Kesehatan di Kabupaten Bantul ... 90

Gambar V.2 Alur Pelayanan Kesehatan ... 94

Gambar V.3 Cakupan Peserta BPJS Kesehatan ... 118

(13)

xii

DAFTAR TABEL

Tabel I.1 Perubahan Iuran Jaminan Kesehatan Nasional Untuk Peserta Pekerja Bukan Penerima Upah

dan Peserta Bukan Pekerja ... 3

Tabel I.2 Daftar Faskes I Dan Faskes II di Wililah/Kecamatan Yang Bekerja Sama Dengan BPJS Kab. Bantul ... 5

Tabel II.1 Ringkasan Hasil Penelitian Terdahulu ... 14

Tabel II.2 Model Evaluasi ... 43

Tabel II.3 Variabel dan Indikator Penelitian ... 46

Tabel III.1 Data Primer ... 49

Table III.2 Data Sekunder ... 50

Tabel III.3 Kategori Interpretasi ... 53

Tebel III.4 Unit Analisis Data ... 54

Table IV.1 Mutasi Penuduk Tahun 2011……… .. 60

Tabel V.1 Daftar Faskes II di Wilayah/Kabupaten Yang Bekerja Sama Dengan BPJS Provinsi DIY ... 86

Tabel V.2 Daftar Faskes I di Wilayah/Kabupaten Yang Bekerja Sama Dengan BPJS Provinsi DIY ... 89

Tebel V.3 Daftar Fasilitas Kesehatan Yang Bekerja Sama Dengan BPJS Kesehatan di Kabupaten Bantul ... 91

Tebel V.4 Besaran Iuran Yang Harus Dibayar Peserta JKN ... 99

Tabel V.5 Distribusi Frekuensi Jawaban Responden Terhadap Besaran Iuran Memberatkan Peserta BPJS ... 99

Tabel V.6 Distribusi Frekuensi Jawaban Responden Tentang Pembayaran Iuran Sesuai Manfaat Yang Diterim ... 101

Tabel V.7 Distribusi Frekuensi Jawaban Responden Tentang Kemudahan Sistem Pembayaran BPJS ... 103

Tabel V.8 Distribusi Frekuensi Jawaban Responden Tentang Kemudahan Penggunaan BPJS ... 105

Tabel V.9 Ringkasan Variabel Model Pembiayaan BPJS Kesehatan ... 106

Tabel V.10 Komfirmasi Pembayaran BPJS Kesehatan Kepada RSUD Panembahan Senopati Pada Tanggal 21 Juli 2016 ... 111

Tabel V.11 Cakupan Pembiayaan Kapitasi di Faskes Tingkat Pertama ... 113

(14)

xiii

Tabel V.13 Cakupan Kepesertaan Jaminan Kesehatan

Nasional (JKN) ... 117 Tabel V.14 Distribusi Frekuensi Jawaban Responden Terhadap

Prosedur Pelayanan BPJS... 126 Tabel V.15 Distribusi Frekuensi Jawaban Responden Terhadap

Fasilitas Memenuhi Kebutuhan Kesehatan

di Puskesmas ... 128 Tabel V.16 Distribusi Frekuensi Jawaban Responden Terhadap

Terjaminya Pelayanan Pengobatan Peserta BPJS

di Puskesmas ... 129 Tabel V.17 Distribusi Frekuensi Jawaban Responden Terhadap

Tenaga Kesehatan Mencukupi Pelayanan

di Puskesmas ... 131 Tabel V.18 Ringkasan Variabel Berdasarkan Kualitas Pelayanan

Peserta BPJS Kesehatan di Faskes 1 ... 132 Tabel V.19 Kelebihan Asuransi Sosial di Banding Asuransi

Komersial ... 134 Tabel V.20 Distribusi Frekuensi Jawaban Responden Tentang

Terjaminnya Kesehatan Dengan Menjadi Peserta JKN .. 139 Tabel V.21 Distribusi Frekuensi Jawaban Responden Terhadap

Kesehatan Lebih Baik Dengan Menjadi Peserta JKN ... 141 Tabel V.22 Distribusi Frekuensi Jawaban Responden Tentang

Pelayanan Pengobatan Menjadi Baik Dengan Menjadi Peserta JKN ... 143 Tabel V.23 Distribusi Frekuensi Jawaban Responden Tentang

Pembiayaan Kesehatan Menjadi Ringan Dengan

(15)

xiv

ABSTRAK

Pelayanan kesehatan adalah salah satu hak mendasar masyarakat yang diselenggarakan pemerintah sebagaimana telah diamanatkan dalam UUD 1945 Pasal 28 H Ayat (1) setiap orang berhak hidup sejahtera lahir batin, bertempat tinggal dan mendapat lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan. Badan Penyelenggara Jaminan Sosial terdiri dari BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan yang nantinya mencakup seluruh penduduk Indonesia paling lambat 1 Januari 2019. Pelayanan BPJS Kesehatan banyak dipersoalkan masyarakat. Menurut Asisten ORI Perwakilan D.I.Y. Laporan keluhan prosedur pelayanan BPJS Kesehatan cukup tinggi pada tahun 2015. Keluhan masyarakat diantaranya dalam pengurusan birokrasi, pendaftaran, hingga antrian yang lama dan juga terkait pembayarannya. Dari permasalahan yang ada peneliti bertujuan untuk mengetahui pelaksanaan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang difokuskan pada Hubungan Stakeholder, Model Pembiayaan dan Outcome JKN di Kabupaten Bantul.

Pendekatan penelitian ini menggunakan metode kombinasi. Lokasi penelitian di Kabupaten Bantul. Sumber data dalam penelitian adalah data primer dan data sekunder. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan metode wawancara, koesioner dan dokumentasi. Unit analisis data dalam penelitian ini adalah Badan Penyelenggara Jaminan Sosial. Teknik pengambilan sampel menggunakan rumus Slovin. Teknik analisis data dalam penelitian ini menggunakan reduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan.

Berdasarkan hasil penelitian ada hubungan antara BPJS dengan Fasilitas Kesehatan yang diatur dalam PP No.85 Tahun 2013 tentang kerja sama dalam meningkatkan pelayanan kesehatan. Rumah Sakit dan Puskesmas yang bekerja sama dengan BPJS selama ini berjalan cukup positif. Sebanyak 90 Fasilitas Kesehatan di Kabupaten Bantul yang bekerja sama dengan BPJS. Dari model pembiayaan asuransi kesehatan dirasa sudah cukup ideal yang dinilai dari indek rata-rata sebesar 2.74 termasuk dalam kategori baik. Prinsip JKN salah satunya gotong-royong yang berarti saling membantu satu perserta kepada peserta lain. Sedangkan dari outcome JKN yang dinilai dari persentase terjaminnya kesehatan di Indonesia (52.5%) di provinsi D.I.Y. (64.6%) dan di Kabupaten Bantul (73%). Tinkat kesadaran masyarakat Kabupaten Bantul merepon positif dengan menjadi peserta BPJS. Pelayanan yang dijamin adalah pelayanan tingkat pertam dan tingkat lanjut yang diatur dalam Perpres No. 19 Tahun 2016. Dan biaya kesehatan yang ringan bagi masyarakat yang kurang mampu. Dari nilai indek rata-rata outcome JKN sebesar 3.06 masuk kategori baik yang bisa diartiakan bahwa program JKN mempunyai manfaat yang cukup baik bagi pesertanya. Kata Kunci : Jaminan Kesehatan Nasional, Kebijakan Kesehatan dan

(16)

xv

ABSTRACT

Health services is kind of basic right for society which is provided by government as implementation from UUD 1945 article 28 H verse (1) every human have to physically and mentally lived prosperous, reside in and obtain proper and healthy life, and have right to acquire health service. Badan Penyelengara Jaminan Sosial consist of BPJS Kesehatan and BPJS Ketenagakerjaan that will be covered indonesian resident in 1 January 2019. BPJS Kesehatan service is have many issues from people. According to ORI assistant of D.I.Y representation, in 2015, reports on service procedure complaint of BPJS Kesehatan is peek level. People mostly complain in bureaucracy proceccing, registration, long queue, and sometimes related to payment. From that problem, researcher aim to undertand the implementation of JKN (Jaminan Kesehatan Nasional) that focus on stakeholders relation, financial model, and JKN outcome in Bantul Region.

This research use combination method. Research location take in Bantul Region. Data source in this research is primary data and secondary data. Data collection use interview, survei and documentation. Unit analysis in this research is Badan Penyelengara Jaminan Sosial. Research use Solvin formula in sampling method. At last, analizing method in this research use data reduction, data presentation, and coclution.

According to research result, therse relation between Variable BPJS Kesehatan with Variable Health Facilites that be regulated in PP No.85 2013 cooperation to improve health service. Hospital either Puskesmas cooporating with BPJS Kesehatan have oparate ideal cooperation. There are 90 health facilites in Bantul have coorporate with BPJS Kesehatan. Financial model rated quite ideal with 2.74 index. JKN principal is everyone had the mutual assistant that help each other. Furhermore, JKN outcome acquire health assurance 52.5% in Indonesia, 64.6% in D.I.Y District, and 73% in Bantul Region. The level of public awerness in Bantul increase with be entrant in BPJS. Guaranteed service is first rate service and contiuned service that regulated n Perpres No.19/2016, Indeed, low payment on health service for underprivileged. Index value for JKN outcome is 3.06 that cotegorized good that defined as JKN programm have many benefit for their participant.

(17)
(18)
(19)
(20)

xiv

ABSTRAK

Pelayanan kesehatan adalah salah satu hak mendasar masyarakat yang diselenggarakan pemerintah sebagaimana telah diamanatkan dalam UUD 1945 Pasal 28 H Ayat (1) setiap orang berhak hidup sejahtera lahir batin, bertempat tinggal dan mendapat lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan. Badan Penyelenggara Jaminan Sosial terdiri dari BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan yang nantinya mencakup seluruh penduduk Indonesia paling lambat 1 Januari 2019. Pelayanan BPJS Kesehatan banyak dipersoalkan masyarakat. Menurut Asisten ORI Perwakilan D.I.Y. Laporan keluhan prosedur pelayanan BPJS Kesehatan cukup tinggi pada tahun 2015. Keluhan masyarakat diantaranya dalam pengurusan birokrasi, pendaftaran, hingga antrian yang lama dan juga terkait pembayarannya. Dari permasalahan yang ada peneliti bertujuan untuk mengetahui pelaksanaan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang difokuskan pada Hubungan Stakeholder, Model Pembiayaan dan Outcome JKN di Kabupaten Bantul.

Pendekatan penelitian ini menggunakan metode kombinasi. Lokasi penelitian di Kabupaten Bantul. Sumber data dalam penelitian adalah data primer dan data sekunder. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan metode wawancara, koesioner dan dokumentasi. Unit analisis data dalam penelitian ini adalah Badan Penyelenggara Jaminan Sosial. Teknik pengambilan sampel menggunakan rumus Slovin. Teknik analisis data dalam penelitian ini menggunakan reduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan.

Berdasarkan hasil penelitian ada hubungan antara BPJS dengan Fasilitas Kesehatan yang diatur dalam PP No.85 Tahun 2013 tentang kerja sama dalam meningkatkan pelayanan kesehatan. Rumah Sakit dan Puskesmas yang bekerja sama dengan BPJS selama ini berjalan cukup positif. Sebanyak 90 Fasilitas Kesehatan di Kabupaten Bantul yang bekerja sama dengan BPJS. Dari model pembiayaan asuransi kesehatan dirasa sudah cukup ideal yang dinilai dari indek rata-rata sebesar 2.74 termasuk dalam kategori baik. Prinsip JKN salah satunya gotong-royong yang berarti saling membantu satu perserta kepada peserta lain. Sedangkan dari outcome JKN yang dinilai dari persentase terjaminnya kesehatan di Indonesia (52.5%) di provinsi D.I.Y. (64.6%) dan di Kabupaten Bantul (73%). Tinkat kesadaran masyarakat Kabupaten Bantul merepon positif dengan menjadi peserta BPJS. Pelayanan yang dijamin adalah pelayanan tingkat pertam dan tingkat lanjut yang diatur dalam Perpres No. 19 Tahun 2016. Dan biaya kesehatan yang ringan bagi masyarakat yang kurang mampu. Dari nilai indek rata-rata outcome JKN sebesar 3.06 masuk kategori baik yang bisa diartiakan bahwa program JKN mempunyai manfaat yang cukup baik bagi pesertanya. Kata Kunci : Jaminan Kesehatan Nasional, Kebijakan Kesehatan dan

(21)

xv

ABSTRACT

Health services is kind of basic right for society which is provided by government as implementation from UUD 1945 article 28 H verse (1) every human have to physically and mentally lived prosperous, reside in and obtain proper and healthy life, and have right to acquire health service. Badan Penyelengara Jaminan Sosial consist of BPJS Kesehatan and BPJS Ketenagakerjaan that will be covered indonesian resident in 1 January 2019. BPJS Kesehatan service is have many issues from people. According to ORI assistant of D.I.Y representation, in 2015, reports on service procedure complaint of BPJS Kesehatan is peek level. People mostly complain in bureaucracy proceccing, registration, long queue, and sometimes related to payment. From that problem, researcher aim to undertand the implementation of JKN (Jaminan Kesehatan Nasional) that focus on stakeholders relation, financial model, and JKN outcome in Bantul Region.

This research use combination method. Research location take in Bantul Region. Data source in this research is primary data and secondary data. Data collection use interview, survei and documentation. Unit analysis in this research is Badan Penyelengara Jaminan Sosial. Research use Solvin formula in sampling method. At last, analizing method in this research use data reduction, data presentation, and coclution.

According to research result, therse relation between Variable BPJS Kesehatan with Variable Health Facilites that be regulated in PP No.85 2013 cooperation to improve health service. Hospital either Puskesmas cooporating with BPJS Kesehatan have oparate ideal cooperation. There are 90 health facilites in Bantul have coorporate with BPJS Kesehatan. Financial model rated quite ideal with 2.74 index. JKN principal is everyone had the mutual assistant that help each other. Furhermore, JKN outcome acquire health assurance 52.5% in Indonesia, 64.6% in D.I.Y District, and 73% in Bantul Region. The level of public awerness in Bantul increase with be entrant in BPJS. Guaranteed service is first rate service and contiuned service that regulated n Perpres No.19/2016, Indeed, low payment on health service for underprivileged. Index value for JKN outcome is 3.06 that cotegorized good that defined as JKN programm have many benefit for their participant.

(22)

1

BAB I

PENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang

Pelayanan kesehatan adalah salah satu hak mendasar masyarakat yang penyediannya wajib diselenggarakan oleh pemerintah sebagaimana telah diamanatkan dalam Undang-undang Dasar 1945 pasal 28 H ayat (1) Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan dan Pasal 34 ayat (3) Negara bertanggung jawab atas penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan dan fasilitas pelayanan umum yang layak.

(23)

2

kepentingan masyarakat/umum dan memberikan service kepada masyarakat ketimbang kepentingan sendiri.

Pelayanan adalah suatu aktifitas yang bersifat tidak kasat mata (tidak dapat diraba) yang terjadi sebagai akibat adanya interaksi antara konsumen dengan kariawan atau hal-hal lain yang disediakan oleh perusahaan pemberi pelayanan yang dimaksudkan untuk memecahkan permasalahan konsumen atau pelanggan (Gronroos dalam Ratminto dan Winarsih 2015:2).

(24)

3

Kepesertaan PT Askes Sri Endang Tidarwati (Tempo.Com, Senin, 30 Desember 2013, 17:07 Wib).

Berdasarkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas Perpres Nomor 12 Tahun 2013 tentang Jaminan Kesehatan. Perubahan iuran jaminan kesehatan nasional untuk peserta pekerja bukan penerima upah dan peserta bukan pekerja. Perpres tentang naiknya iuran bagi para peserta Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan tersebut ditetapkan Presiden Joko Widodo pada 29 Februari 2016.

Tabel I.1

Perubahan Iuran Jaminan Kesehatan Nasional Untuk Peserta Pekerja Bukan Penerima Upah dan Peserta Bukan Pekerja

Ruang Perawatan Iuran Lama Iuran Baru

Kelas I Rp 59.500 Rp 80.000

Kelas II Rp 42.500 Rp 51.000

Kelas III Rp 25.500 Rp 30.000

Sumber: Perpres No 19 Tahun 2016

(25)

4

Pelayanan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan banyak yang dikeluhkan dan dipersoalkan masyarakat. Layanan Kesehatan milik pemerintah banyak dilaporkan kelembaga Ombudsman Republik Indonesia (ORI). Menurut Asisten ORI Perwakilan D. I. Yogyakarta (Bapak Jaka Susila Wahyuana) laporan keluhan tentang prosedur pelayanan BPJS Kesehatan cukup tinggi pada tahun 2015. Laporan yang masuk kelembaga Ombudsman Republik Indonesia (ORI) di antaranya dalam hal pengurusan birokrasi, pendaftaran, hingga antrian yang lama dan juga terkait pembayarannya (Economy.Okezone.Com/ 2016).

(26)

5

Tabel I.2

Daftar Faskes I dan Faskes II di Wililah/Kecamatan Yang Bekerja Sama Dengan BPJS Kesehatan Kabupaten Bantul

No Wilayah/

Kecamatan Faskes I Jumlah Faskes II Jumlah

1 Bambang 2 Banguntapan 1. Puskesmas

Banguntapan I 11 Piyungan 1. Puskesmas Piyungan

1 - -

12 Pleret 1. Puskesmas Pleret

1 1. RS Kbia Permata

Husada 1

13 Pundong 1. Puskesmas Pundong

1 - -

14 Sanden 1. Puskesmas Sanden 1 - -

15 Sedayu 1. Puskesmas Sedayu

2. Puskesmas Sedayu 2 - -

(27)

6

Dari tabel diatas tampak bahwa jumlah Puskesmas dan Rumah Sakit yang bekerja sama dengan BPJS Kabupaten Bantul berjumlah 27 Puskesmas, dan 13 Rumah Sakit. Jumlah ini terbagi atas kecamatan terbanyak, dan jumlah puskesmas paling sedikit terdapat di kecamatan Bambang Lipuro, Kretek, Pajangan, Piyungan, Pleret, Pundong, Sanden, Srandakan.

Di Kabupaten Bantul yang mendaftar sebagai peserta anggota BPJS Kesehatan berjumlah 676.276 jiwa (Koran Sindo Daerah, 13 Januari 2016). Dan total peserta JKN mandiri tercatat sebanyak 46.316 jiwa (Harian Jogja, Senin Kliwon, 25 April 2016). Kanit Keuangan BPJS Kesehatan DIY Musdaliza menuturkan di tingkat kabupaten provinsi D. I. Yogyakarta yang membayar premi peserta BPJS Mandiri hanya 70% dari anggota yang tercat. Hal ini tentu berakibat lebih tinggi klaim yang dibayarkan oleh BPJS ke Rumah Sakit. Bahakan tidak sedikit pasien dari luar DIY yang di rawat di rumah sakit DIY. Tetapi klaim BPJS dari rumah sakit yang menanggung adalah BPJS Kesehatan D. I. Yogyakarta.

(28)

7

Kesehatan. (Kepala BPJS DIY, Upik Handayani, Harianjogja.Com, Minggu, 24 Januari 2016-01:20 Wib).

Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan mengalami pembengkakan biaya klaim, salah satu penyebabnya banyak pasien yang meminta dirujuk ke Rumah Sakit (Harianjogja.com). Jumlah iuran yang diterima Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) tidak sebanding dengan biaya klaim dari peserta. Di Kabupaten Bantul sendiri jumlah klaim sangat besar dibandingkan dengan premi yang di bayarkan oleh masyarakat pengguna Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).

(29)

8

Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan menghentikan pelayanan terhadap 1.400 peserta JKN mandiri. Menurut Kepala BPJS Bantul pada tahun 2016 banyak peserta Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) mandiri yang tidak membayar iuran. Rata-rata yang tidak membayar iuran sudah dari satu tahun. Sesuai dengan aturan atau toleransi tunggakan premi angsuransi maksimal enam bulan. Bila pembayaran iuran lewat dari toleransi maka BPJS Kesehatan akan menghentikan layanan kesehatan. Peserta BPJS Kesehatan di Kabupaten Bantul yang tidak membayar iuran yang dibebankan banyak didominasi oleh peserta JKN mandiri, karena pembayaran iuran dilandaskan atas dasar kesadaran peserta (Harian Jogja, Senin Kliwon, 25 April 2016).

Pasal 22 ayat (1) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional yang menjelaskan bahwa Manfaat jaminan kesehatan bersifat pelayanan perseorangan berupa pelayanan kesehatan yang mencakup pelayanan promotif, kuratif, dan rehabilitatif, termasuk obat dan bahan medis habis pakai yang diperlukan.

(30)

9

Studi ini difokuskan pada pelaksanaan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN), yaitu dari sisi Hubungan Stakeholder, Model Pembiayaan dan Outcome JKN. Pertanyaan penting yang dianalisis dalam studi ini berkaitan dengan evaluasi pelaksanaan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) terhadap tingkat kepuasan bagi peserta BPJS Kesehatan di Kabupaten Bantul Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.

Berdasarkan permasalahan-permasalahan tersebut serta melihat kenyataan yang terjadi di program asuransi kesehatan, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian lebih lanjut dengan judul “Evaluasi Pelaksanaan Jaminan Kesehatan Nasional (Studi Tentang Hubungan

Stakeholder, Model Pembiayaan dan Outcome JKN di Kabupaten Bantul

Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta 2016)”.

I.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas maka dirumuskan permasalahan sebagai berikut:

1. Bagaimana Hubungan Stakeholder dalam BPJS, Rumah Sakit, Puskesmas di Kabupaten Bantul ?

(31)

10

I.3. Tujuan dan Manfaat

I.3.1. Tujuan Penelitian

1. Mengevaluasi pelaksanaan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN), yaitu dari sisi Hubungan Stakeholder, Model Pembiayaan, dan Outcome di Kabupaten Bantul provinsi D. I. Yogyakarta.

2. Mengetahui secara mendalam pelaksanaan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN), yaitu dari sisi Hubungan Antar Stakeholder, Model Pembiayaan dan Outcome di Kabupaten Bantul provinsi D. I. Yogyakarta.

I.3.2. Manfaat Penelitian

I.3.2.1. Manfaat Akademik

Hasil penelitian ini bermanfaat bagi para peneliti, mahasiswa dan semua pihak yang terkait untuk mengkaji tentang pelaksanaan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) di Kabupaten Bantul Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.

I.3.2.2. Manfaat Praktis

(32)

11

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI

II.1. Kajian Pustaka

Menurut Mu’rifah (2007:14) Kesehatan adalah segala usaha dan

tindakan seseorang untuk menjaga, memelihara, dan meningkatkan derajat kesehatannya sendiri dalam batas-batas kemampuannya agar mendapatkan kesenangan hidup dan mempunyai tenaga kerja yang sebaik-baiknya.

Pelayanan kesehatan menurut Azwar (2010:21) yaitu menunjuk pada tingkat kesempurnaan penampilan pelayanan kesehatan yang dapat memuaskan setiap pemakai jasa pelayanan kesehatan sesuai dengan tingkat kepuasan rata-rata penduduk, tata cara penyelenggaraannya sesuai dengan standar dan kode etik profesi yang telah ditetapkan (ejournal Administrasi Negara Volume 4 Nomor 1 2016 : 2127 - 2140).

(33)

12

dari pengeluaran pemerintah dan juga kualitas perawatan medis dengan layanan terhormat dan bertanggung jawab kepada orang-orang miskin perlu ditingkatkan.

Menurut Yandrizal dkk (2015) dalam analisis kemampuan dan kemauan membayar iuran terhadap pencapaian JKN yang mana nantinya wajib bagi seluruh rakyat yang mampu maupun tidak mampu. Penduduk Kota Bengkulu 356.253 jiwa yang menjadi peserta tercatat sekitar 230.576 orang. Kunjungan di Puskesmas Basuki Rahmat tahun 2014 sebanyak 33.336 pasien, belum menggunakan JKN yaitu 21.245 pasien (63,73%). Warga yang belum menjadi peserta 87%, menjadi peserta 13%, pendapatan 5%. Warga sebagian besar 82% kurang dari iuran terendah Rp. 25.500,- atau tidak mampu. Warga tidak mampu membayar 86,59% belum menjadi peserta. Warga yang mampu tetapi belum peserta 88,89%. Warga yang merokok 81,2% tidak mampu.

Menurut Noormalasari dkk (2015) dalam penelitiannya terhadap Kemampuan Membayar Iuran Jaminan Kesehatan Nasional Bagi Nelayan di Kabupaten Jember menunjukkan bahwa sebagian besar pendapatan per bulan responden tergolong sedang yakni berada pada interval

(34)

13

membayar iuran Jaminan Kesehatan Nasional. Sebagian besar responden hanya memiliki kemampuan membayar iuran untuk rawat inap kelas 3 (Rp.25.500,- per orang per bulan).

Menurut Sumpri (2015) dalam pelayanan kesehatan ruang rawat inap peserta pengguna BPJS di RSUD Dr. Soedarso Kalimantan Barat menunjukkan bahwa pelayan kesehatan di lihat dari 4 aspek, (1) adanya kemudahan dalam pengurusan kepentingan dengan pelayanan yang cepat sudah cukup, (2) pelayanan yang wajar masih kurang baik, (3) untuk mendapatkan perlakuan yang sama masih kurang baik, (4) dan untuk mendapatkan pelayanan yang jujur dan terus terang sudah cukup baik.

(35)

14

dan upaya pemerintah melakukan percepatan dengan pembentukan Badan Penyelenggara Jaminan Kesehatan (BPJS) pada Januari 2014, masih terdapat tantangan yang harus dihadapi. Hal ini perlu kesiapan semua unsur untuk mendukung pelaksanaan jaminan kesehatan nasional.

Tabel II.1 mempengaruhi kepuasan pasien antara lain: pendaftaran lancar, waktu tunggu, pelayanan cepat, ramah, sopan, keterampilan dan perawatan medis bagus, profesional, ruangan bersih dan fasilitas lengkap. Sebaliknya, hal-hal yang menjadi hambatan kepuasan pasien antara lain: karyawan pendaftaran datang terlambat, lambat, dan mengobrol sendiri, waktu tunggu lama, nada suara petugas medis tinggi, keramahan kurang, ruangan kurang luas, tidak memakai

Hasil penelitian menunjukkan ada hubungan yang bermakna antara Persepsi responden tentang JKN, akses layanan dan persepsi responden terhadap tindakan petugas dengan pemanfaatan pelayanan kesehatan di puskesmas. Kesimpulan dari penelitian yang telah dilakukan di Puskemas Paniki Bawah Kota Manado maka dapat disimpulkan sebagai berikut:

1. Terdapat hubungan yang bermakna antara Persepsi tentang Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) dengan Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan di Puskesmas.

(36)

15

antara Akses Layanan dengan Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan di Puskesmas.

3. Terdapat hubungan yang bermakna antara Persepsi terhadap Tindakan Petugas Kesehatan dengan Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan di Puskesmas.

4. Secara Faktor Persepsi tentang Jaminan Kesehatan Nasional, Akses Layanan serta Persepsi terhadap Tindakan Petugas Kesehatan memiliki hubungan bermakna dan dengan Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan di Puskesmas, dan yang paling dominan hubungannya adalah Persepsi terhadap tindakan petugas.

Hasil Penelitian: Kebijakan Jamkeskot Bengkulu dilaksanakan belum menerapkan prinsip asuransi, dimana penyelenggara berfungsi mengendali kan mutu dan biaya pelayanan keseha tan yang diberikan baik di pelayanan dasar/primer maupun di pelayanan rujukan.

(37)

16

Model penelitian yang digunakan yaitu kualitatif bersifat deskriptif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kualitas pelayanan kesehatan di puskesmas simpang tiga belum optimal dalam pelaksanaannya. Dikarenakan belum adanya alat Rongent, belum adanya tenaga farmasi dan tenaga analisis kesehatan, masih ada yang kurang ramah, masih kurang mampu untuk menangani pasien secara cepat, masih kurang mampu membuat masyarakat lebih percaya, kurang tanggap dan cepat melayani pasien. penelitian komparatif yaitu penelitian yang bersifat membandingkan, dalam hal ini adalah membandingkan hasil perhitungan premi asuransi BPJS badan usaha dengan premi asuransi kesehatan swasta, dimana hasilnya akan diturunkan untuk melihat adanya kelebihan dan kekurangan masing-masing. Hasil perbandingan perhitung- an premi asuransi kesehatan BPJS badan usaha dan asuransi kesehatan swasta menghasilkan premi asuransi kesehatan BPJS badan usaha yang jauh lebih

Kesimpulan dari analisis penelitian sebagai berikut:

(38)

17

keluarga, teman maupun kondisi lingkungan sosial dimana masyarakat itu tinggal.

2. Masyarakat yang ekonominya cukup semuanya memiliki motivasi yang tinggi karena mereka mempunyai pekerjaan tetap dan secara otomatis mereka terdaftar sebagai angggota BPJS.

3. Ada keterkaitan antara motivasi dengan pelayanan kesehatan baik di dirumah sakit ataupun puskesmas dibuktikan dengan pelayanan yang kurang baik mempengaruhi motivasi masyarakat mendaftar menjadi anggota JKN yaitu pengalaman dari anggota masyarakat yang kurang memuaskan karena ada perbedaan pelayananan di rumah sakit antara yang menggunakan kartu JKN dengan yang tidak menggunakan kartu JKN sehingga mempengaruhi motivasi masyarakat.

(39)

18 besar pasien JKN (69,6%) puas terhadap mutu layanan pada FKTP dengan tingkat kepuasan tertinggi (90%) di dokter umum dan terendah di klinik swasta (47,5%). Berdasarkan dimensi mutu, kepuasan tertinggi pada dimensi

(40)

19 kepuasan keluarga pasien pengguna BPJS terhadap aspek bukti fisik adalah puas dengan indeks tanggapan : 80,92. Tingkat kepuasan keluarga pasien pengguna BPJS terhadap aspek keandalan adalah puas dengan indeks tanggapan : 80,92. Tingkat kepuasan keluarga pasien pengguna BPJS terhadap aspek daya tangkap adalah puas dengan indeks tanggapan : 85,54. Tingkat kepuasan keluarga pasien pengguna BPJS terhadap aspek jaminan adalah puas dengan indeks tanggapan : 84,99. Tingkat kepuasan keluarga pasien pengguna BPJS terhadap aspek empati adalah puas dengan indeks tanggapan : 81,64. 10 Rismawati1.

(41)

20

Hasil penelitian ini, implementasi kebijakan BPJS Kesehatan di Kabupaten Bantul dilaksanakan dengan sangat baik. Setelah dilakukan penelitian diperolehan hasil nilai indeks dimensi komunikasi 4,44 (sangat baik), dimensi sumber daya 4,59 (sangat baik), dimensi disposisi 4,44 (sangat baik) dan dimensi struktur birokrasi 4,57 (sangat baik). Variabel yang mempengaruhi implementasi Badan Penyelenggaraan Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan di Kabupaten Bantul adalah Konteks Kebijakan (X2) yakni sebesar 0.839 (sangat kuat). Sementara itu variabel Isi Kebijakan (X1) korelasinya signifikan terhadap variabel Implementasi (Y) lebih kecil yakni sebesar 0.768 (sangat kuat). Selanjutnya, ada perbedaan pengaruh Implementasi Kebijakan BPJS Kesehatan terhadap peserta PBI Jaminan Kesehatan dan peserta bukan PBI Jaminan Kesehatan pada semua dimensi yakni dimensi kepesertaan dengan nilai Fh=100, dimensi pelayanan dengan nilai Fh=100 dan dimensi finansial dengan nilai Fh=100. 12 Herman

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa persepsi masya- rakat terhadap layanan BPJS kesehatan di RSUD Morangan Sleman DIY berda- sarkan Pasal 10 undang-undang No 24 tahun 2011 yang terdiri dari.

1. Melakukan dan/atau menerima pendaf- taran Peserta.

2. Memungut dan mengumpulkan Iuran dari Peserta dan Pemberi Kerja.

3. Menerima Bantuan Iuran dari Pemerintah.

4. Mengumpulkan dan mengelola data Peserta program Jaminan Sosial.

(42)

21

membiayai pelayanan kesehatan sesuai dengan ketentuan program Jaminan Sosial dan

6. Memberikan informasi mengenai penyelenggaraan program Jaminan Sosial kepada Peserta dan masyarakat sudah baik dengan rentang nilai indeks 2,78 s/d 3,43.

Hasil penelitian ini dapat disimpulkan sebagai berikut:

1. tidak ada perbedaan persepsi yang siginifikan antara golongan masyarakat penerima bantuan iuran dan masyarakat non penerima bantuan iuran berdasarkan pelaksanaan dan atau menerima pendaftaran peserta BPJS Kesehatan di Sleman. 2. tidak ada perbedaan persepsi

yang siginifikan antara golongan masyarakat penerima bantuan iuran dan masyarakat non penerima bantuan iuran berdasarkan pengelolaan data peserta BPJS Kesehatan di Sleman.

3. ada perbedaan persepsi yang siginifikan antara golongan masyarakat penerima bantuan iuran dan masyarakat non penerima bantuan iuran berdasarkan pembayaran manfaat atau membiayai pelayanan kesehatan BPJS Kesehatan di Sleman dan

(43)

22

II.2. Landasan Teori

II.2.1. Universal Health Coverage

Universal Health Coverage menurut Mundiharno (2012:209) dapat diartikan sebagai cakupan menyeluruh. Istilah universal coverage berasal dari WHO (World Health Organisation), lebih tepatnya universal health coverage.

Mundiharno (2012:209) menjelaskan lebih jauh lagi mengenai tiga dimensi universal health coverage yakni bahwa:

1. Dimensi Cakupan Kepesertaan

Dari dimensi ini universal coverage dapat diartikan sebagai

“kepesertaan menyeluruh”, dalam arti semua penduduk dicakup menjadi peserta jaminan kesehatan. Dengan menjadi peserta jaminan kesehatan diharapkan mereka memiliki akses terhadap pelayanan kesehatan. Namun tidak semua penduduk yang telah menjadi peserta jaminan kesehatan dapat serta merta mengakses pelayanan kesehatan. Jika di daerah tempat penduduk tinggal tidak ada fasilitas kesehatan, penduduk akan tetap sulit menjangkau pelayanan kesehatan.

2. Akses Yang Merata

(44)

23

fasilitas dan tenaga kesehatan agar penduduk yang menjadi peserta jaminan kesehatan benar-benar dapat memperoleh pelayanan kesehatan.

3. Pembiayaan Yang Ringan

Universal coverage juga berarti bahwa proporsi biaya yang dikeluarkan secara langsung oleh masyarakat (out of pocket payment) makin kecil sehingga tidak mengganggu keuangan peserta (financial catastrophic) yang menyebabkan peserta menjadi miskin.

Dari uraian-uraian tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa semua masyarakat berhak mendapatkan pelayanan kesehatan, fasilitas kesehatan yang dibutuhkan tanpa ada kesulitan dan masyarakat tidak harus memikirkan bagaimanan cara membayarnya. Hal ini sesuai dengan kerangka konsep yang disebutkan oleh World Health Organization

(WHO) bahwa “The WHO’s conceptual framework suggests three broad

dimensions of UHC: population coverage, service coverage, and financial

coverage”.

Gambar II.1

Dimensi Universal Health Coverage

(45)

24

World Health Organization (WHO) menambahkan bahwa tiga dimensi dalam pencapaian Universal Health Coverage yang digambarkan melalui kubus/gambar di atas. Ketiga dimensi Universal Health Coverage dapat diterjemahkan sebagai berikut yaitu:

1. seberapa besar persentase penduduk yang dijamin, maksudnya yaitu jumlah penduduk yang dijamin.

2. seberapa lengkap pelayanan yang dijamin maksudnya layanan kesehatan yang dijamin apakah hanya layanan di rumah sakit atau termasuk juga layanan rawat jalan.

3. seberapa besar proporsi biaya langsung yang masih ditanggung oleh penduduk maksudnya semakin banyak dana yang disediakan, maka semakin banyak pula penduduk yang terlayani, sehingga semakin komprehensif paket pelayanannya serta semakin kecil proporsi biaya yang harus ditanggung oleh penduduk.

(46)

25

agar setiap orang dapat memenuhi kebutuhan medis. Dan terakhir adalah peningkatan biaya medis yang dijamin sehingga semakin kecil jumlah biaya langsung yang ditanggung penduduk.

Cepat tidaknya pencapaian Universal Health Coverage melalui jaminan sosial (social security) dipengaruhi oleh beberapa faktor. (1) Tingkat pendapatan penduduk. (2) Struktur ekonomi negara terutama berkaitan dengan besarnya proporsi sektor formal dan informal. (3) Distribusi penduduk negara. (4) Kemampuan negara dalam mengelola asuransi kesehatan sosial. (5) Tingkat solidaritas sosial di dalam masyarakat (Carrin dan James dalam Mundiharno 2012).

(47)

26

Gambar II.2

Trasformasi BPJS Kesehatan dan Ketenagakerjaan

Sumber: Diadaptasi dari Peraturan BPJS No 1 2014

II.2.2. Pengertian Lembaga

Dalam dekade sosiologi klasik, Spencer misalnya melihat masyarakat sebagai sebuah sistem organis yang terbentuk oleh proses waktu. Sementara bagi Sumner, lembaga berisi konsep (ide, notion, dokrin, interest) dan sebuah struktur (Sumner dalam Soemardjan dan Soemardi, 1964:67), sementara Cooley dalam Mitchell (1968:173) melihat pada kesalinghubungan antara individu dengan lembaga dalam konteks self dan structure. Perilaku individu terbentuk atau terpengaruh oleh lembaga tempat dimana ia hidup (Scott, 2008:10). Dalam kurun ini pula, durkheim menjelaskan masyarakat dengan memberi perhatian terhadap lembaga yang menghasilkan keteraturan kolektif yang didasarkan pada tindakan-tindakan rasional (Durkheim dalam Scott, 2008). Bagi

PT Askes (persero)

Program

1. Kecelakaan Kerja 2. Jaminan Hari

Tua 3. Jaminan

Jaminan 4. Pensiun 5. Jaminan Kematian

Program

Jaminan Kesehatan

PT Jamsostek

Bertrasformasi

(48)

27

Durkheim, lembaga sosial adalah sistem simbol yang berisi pengetahuan, kepercayaan dan otoritas moral (Jurnal Lembaga dan Organisasi Petani Dalam Pengaruh Negara Dan Pasar, Forum Penelitian Argo Ekonomi. Volume 28 No. 1, Juli 2010 :35-53).

Menurut Ostrom dalam Djogo dkk (2003:2) yaitu aturan dan rambu-rambu sebagai panduan yang dipakai oleh para anggota suatu kelompok masyarakat untuk mengatur hubungan yang saling mengikat atau saling tergantung satu sama lain. Penataan institusi (institutional arrangements) dapat ditentukan oleh beberapa unsur: aturan operasional untuk pengaturan pemanfaatan sumber daya, aturan kolektif untuk menentukan, menegakan hukum atau aturan itu sendiri dan untuk merubah aturan operasional serta mengatur hubungan kewenangan organisasi.

Berdasarkan defenisi diatas dapat disimpulkan bahwa lembaga adalah suatu konsep pola perilaku sosial yang sudah berlangsung secara terus menerus dan peraturan suatu lembaga yang berprinsif pada norma-norma yang positif.

(49)

28

anggota masyarakat dan merupakan penata interaksi dalam situa tertentu yang berulang (jurnal Teori dan Model Pengembangan Kelembagaan Pendidikan Tinggi Islam, Media Akademika, Vol. 28, No. 3, Juli 2013).

Berdasarkan atas bentuknya (tertulis/tidak tertulis) menurut North dalam Syarif (2013) kelembagaan dibagi menjadi dua yaitu:

1. Kelembagaan informal adalah kelembagaan yang keberadaannya di masyarakat umumnya tidak tertulis: adat istiadat, tradisi, pamali, kesepakatan, konvensi dan sejenisnya dengan beragam nama dan sebutan dikelompokan sebagai kelembagaan informal.

2. kelembagaan formal adalah peraturan tertulis seperti perundang-undangan, kesepakatan (agreements), perjanjian kontrak, peraturan bidang ekonomi, bisnis, politik dan lainlain. Kesepakatan-kesepakatn yang berlaku baik pada level international, nasional, regional maupun lokal termasuk ke dalam kelembagaan formal.

II.2.3. Stakeholder

Stakeholders menurut Freeman (1984: 2) merupakan sebuah kelompok atau individu yang dipengaruhi oleh atau dapat mempengaruhi pencapaian tujuan sebuah organisasi (Jurnal Administrasi Publik (JAP), Vol 2, No.3, Hal. 407-413).

(50)

29

untuk kepentingannya sendiri namun harus memberikan manfaat bagi stakeholdernya (shareholders, kreditor, konsumen, supplier, pemerintah, masyarakat, analis dan pihak lain). Dengan demikian, keberadaan suatu perusahaan sangat dipengaruhi oleh dukungan yang diberikan oleh stakeholder kepada perusahaan tersebut (dalam Tesis Sains Akuntansi 2009).

Menurut Freeman dalam Susanto dan Tarigan (2013)

memperkenalkan konsep stakeholder dalam dua model yaitu:

1. Model kebijakan dan perencanaan bisnis

Model pertama, fokusnya adalah mengembangkan dan

mengevaluasi persetujuan keputusan strategis perusahaan dengan

kelompok-kelompok yang dukungannya diperlukan untuk

kelangsungan usaha perusahaan. Dapat dikatakan bahwa, dalam

model ini, stakeholder theory berfokus pada cara-cara yang dapat

digunakan oleh perusahaan untuk mengelola hubungan perusahaan

dengan stakeholder-nya.

2. Model tanggung jawab sosial perusahaan dari manajemen stakeholder

Sementara dalam model kedua, perencanaan perusahaan dan

analisis diperluas dengan memasukkan pengaruh eksternal yang

mungkin berlawanan bagi perusahaan. Kelompok-kelompok yang

(51)

30

kepentingan khusus yang memiliki kepedulian terhadap permasalahan

sosial.

Kasali dalam Wibisono (2007) membagi stakeholders menjadi sebagai berikut:

1. Stakeholders Internal dan stakeholders eksternal

Stakeholders internal adalah stakeholders yang berada di dalam lingkungan organisasi. Misalnya karyawan, manajer dan pemegang saham (shareholder). Sedangkan stakeholders eksternal adalah stakeholders yang berada di luar lingkungan organisasi, seperti penyalur atau pemasok, konsumen atau pelanggan, masyarakat, pemerintah, pers, kelompok social responsible investor, licensing partner dan lain-lain.

2. Stakeholders primer, sekunder dan marjinal

(52)

31

3. Stakeholders tradisional dan stakeholders masa depan

Karyawan dan konsumen dapat disebut sebagai stakeholders tradisional, karena saat ini sudah berhubungan dengan organisasi. Sedangkan stakeholders masa depan adalah stakeholders pada masa yang akan datang diperkirakan akan memberikan pengaruhnya pada organisasi seperti mahasiswa, peneliti dan konsumen potensial.

4. Proponents, opponents, dan uncommitted

Diantarastakeholders ada kelompok yang memihak organisasi (proponents), menentang organisasi (opponents) dan ada yang tidak peduli atau abai (uncommitted). Organisasi perlu mengenal stakeholders yang berbeda-beda ini agar dapat melihat permasalahan, menyusun rencana dan strategi untuk melakukan tindakan yang proposional.

5. Silent majority dan vokal minority

Dilihat dari aktivitas stakeholders dalam melakukan komplain atau mendukung perusahaan, tentu ada yang menyatakan pertentangan atau dukungannya secara vokal (aktif) namun ada pula yang menyatakan secara silent (pasif).

II.2.4. Pembiayaan Kesehatan

(53)

32

Hammer (1991:23) adalah sebagai cost as an exchange, a forgoing made to secure benefit. Cost sinonim dengan expense yang digunakan untuk mengukur pengeluaran (outflow) barang atau jasa yang disandingkan dengan pendapatan untuk mengukur pendapatan (Akdon dkk, 2015: 5).

The decrease in net assets as a results of the use of economic services in the reaction of the imposition of taxes by government units, expanse is maesured by the amount of the decrease in assets of increase in liabilities related to the production and delivery of goods and the rendering of services. Expanse in its broadest sense include all expired cost which are deductible from revenues. (Usry dan Hammer, 1991: 23).

1. Definisi pembiayaan kesehatan

(54)

33

Pengertian pembiayaan tersebut merujuk pada dua sudut pandang berikut:

1) Penyedia Pelayanan Kesehatan (health provider) adalah besarnya dana yang harus disediakan untuk dapat menyelenggarakan upaya kesehatan.

2) Pemakaian jasa pelayanan (health consumer) adalah besarnya dana yang harus disediakan untuk dapat memanfaatkan jasa pelayanan.

Sektor pemerintah dan sektor swasta yang menyelengarakan kesehatan sangat mempegaruhi perhitungan total biaya kesehatan suatu negara. Total biaya dari sektor pemerintah dihitung dari besarnya dana yang dikeluarakan oleh pemerintah untuk penyelenggaraan pelayanan kesehatan. Hal yang penting dalam pembiayaan kesehatan adalah cara memanfaatkan biaya tersebut secara efektif dan efisien dari aspek ekonomi dan sosial serta dapat dinikmati oleh seluruh masyarakat yang membutuhkan. Oleh karena itu syarat pokok dalam pembiayaan kesehatan yang harus saling berkesinambungan terdiri dari :

(55)

34

2) Penyebaran harus sesuai dengan kebutuhan untuk penyelenggaraan pelayanan kesehatan dan masyarakat.

3) Pemanfaatan harus diatur setepat mungkin agar tercapai efektifitas dan efisiensi pembiayaan kesehatan.

Cara-cara pembiayaan kesehatan terdiri atas :

1) Out Of Pocket, yakni masyarakat harus mengeluarkan dari kantong sendiri.

2) Perusahan tepat pasien bekerja yang membiayai kesehatan pekerjanya.

3) Perusahan asuransi bagi pasien yang menjadi peserta asuransi tertentu.

4) Charity, yakni sumbangan dari individu atau lembaga sosial, dan 5) Pemerintah yang memberikan melalui alokasi anggaran untuk

pelayanan publik.

Jenis-jenis pembiayaan kesehatan dilihat dari pembagian pelayanan kesehatan tersendiri atas :

(56)

35

2) Biaya pelayanan kesehatan masyarakat yaitu biaya untuk menyelenggarakan dan/atau memanfaatkan pelayanan kesehatan masyarakat yang tujuan utamanya mengarah ke peningkatan kesehatan dan pencegahan dengan sumber dana terutama dari sektor pemerintah.

Pelayanan kesehatan dibiayai dari sumber seperti :

1) Pemerintah, baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah (provinsi dan kabupaten/kota) dengan dana bersal dari pajak umum dan pajak penjualan, pinjaman luar negri (deficil financial), serta asuransi sosial.

2) Swasta, dengan sumber dana dari perusahaan, asuransi kesehatan swasta, sumbangan sosial, pengeluaran rumah tangga, serta communan self help.

(57)

36

II.2.5. Outcome Program Jaminan Kesehatan Nasional - JKN

Outcome adalah hasil nyata dari autput suatu kegitan dan merupakan ukuran kinerja dari suatu program dalam memenuhi sasarannya. Outcome adalah tolak ukur kinerja berdasarkan tingkat keberhasilan yang akan dicapai berdasarkan tujuan program atau kegiatan yang sudah dilaksanakan.

(58)

37

II.2.6. Evaluasi Kebijakan Publik

Bila kebijakan dipandang sebagai suatu pola kegiatan yang berurutan, maka evaluasi kebijakan merupakan tahap akir dalam proses kebijakan. Namun demikian, ada beberapa ahli yang mengatakan sebalinya bahwa evaluasi bukan merupakan tahap akhir dari proses kebijakan publik. Pada dasarnya, kebijakan publik dilakukan dengan maksud tertentu, untuk meraih tujuan-tujuan tertentu yang berangkat dari masalah-masalah yang telah dirumuskan sebelumnya.

Menurut Lester dan Stewart dalam Budi Winarno (2014:228-229) Evaluasi dilakukan karena tidak semua program kebijakan publik meraih hasil yang diinginkan. Seringkali terjadi, kebijakan publik gagal meraih maksud atau tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya. Dengan demikian, evaluasi kebjakan ditujukan untuk melihat sebab-sebab kegagalan suatu kebijakan atau untuk mengetahui apakah kebijakan publik yang telah dijalankan meraih dampak yang diinginkan. Selanjutnya menurul Jones (1975) dalam bahasa yang lebih singkat evaluasi adalah kegiatan yang bertujuan untuk menilai manfaat suatu kebijakan.

(59)

38

suatu kegiatan funsional. Artinya, evaluasi kebijakan tidak hanya dilakukan pada tahap akhir saja, melainkan dilakukan dalam seluruh proses kebijakan. Dengan demikian, evaluasi kebijakan bisa meliputi tahap perumusan masalah-masalah kebijakan, program-program yang diusulkan untuk menyelesaikan masalah kebijakan, implementasi maupun dampak kebijakan.

Menurut Lester dan Stewart dalam Budi Winarno (2014: 229) evaluasi kebijakan dapat dibedakan kedalam dua tugas yang berbeda yaitu:

Tugas pertama adalah untuk menentukan kosekuensi-kosekuensi apa yang ditimbulkan oleh suatu kebijakan dengan cara menggambarkan dampaknya. Tugas pertama mrujuk pada usaha untuk melihat apakah program kebijakan publik mencapai tujuan atau dampak yang diinginkan ataukah tidak. Bila tidak, faktor-faktor apa yang menjadi penyebabnya? Misalnya, apakah karena terjadi kesalahan dalam merumuskan masalah ataukah karena faktor-faktor lain?

(60)

39

kebijakan publik, maka kita dapat mengetahui apakah program kebijakan yang dijalankan sesuai atau tidak dengan dampak yang diinginkan. Dari sini kita dapat melakukan penilaian apakah program yang diinginkan berhasil atukah gagal? Dengan demikian, tugas kedua dalam evaluasi kebijakan adalah menilai apakah suatu kebijakan berhasil atau tidak dalam meraih dampak yang diinginkan.

Dari kedua hal yang dipaparkan diatas, maka kita dapat menarik suatu kesimpulan mengenai arti pentingnya evaluasi dalam kebijakan pubik. Pengetahuan menyangkut sebab-sebab kegagalan suatu kebijakan dalam meraih dampak yang diinginkan dapat dijadikan pedoman untuk mengubah atau memperbaiki kebijakan di masa yang akan datang.

1. Tipe-tipe evaluasi kebijakan publik

Jemes Anderson dalam Budi Winarno (2014: 230) membagi evaluasi kebijakan ke dalam tiga tipe yaitu:

(61)

40

banyak memberi kesan bahwa pertimbangan tersebut didasarkan pada bukti yang terpisah-pisah dan dipengaruhi oleh idiologi, kepentingan para pendukungnya dan kriteria-kriteria lainnya.

Tipe kedua merupakan tipe evaluasi yang memfokuskan diri pada bekerjanya kebijakan atau program-program tertentu. Tipe evaluasi seperti ini berangkat dari pertanyaan-pertanyaan dasar yang menyangkut: Apakah program dilaksanakan dengan semestinya? Berapa biayanya? Siapa yang menerima manfaat (pembayaran atau pelayanan), dan berapa jumlahnya? Apakah terdapat duplikasi atau kejenuhan dalam program-program lain? Apakah ukuran-ukuran dasar dan prosedur-prosedur secara sah diikuti? Dengan mengunakan pertanyaan-pertanyaan seperti ini dalam melakukan evaluasi dan memfokuskan diri pada bekerjanya kebijakan atau program-program, maka evaluasi dengan tipe seperti ini akan lebih membicarakan sesuatu tentang kujujuran atau efisiensi dalam melaksanakan program. Namun demikian, evaluasi dengan menggunakan tipe seperti ini mempunyai kelemahan, yakni kecenderungannya untuk menghasilkan informasi yang sedikit mengenai dampak suatu program terhadap masyarakat.

(62)

41

kebijakan publik. Evaluasi sitematis melihat secara objektif program-program kebijakan yang dijalankan untuk mengukur dampaknya bagi masyarakat dan melihat sejauh mana tujuan-tujuan yang telah dinyatakan tersebut tercapai. Lebih lanjut, evaluasi sitematis diarahkan untuk melihat dampak yang ada dari suatu kebijakan dengan berpihak pada sejauh mana kebijakan tersebut menjawab kebutuhan atau masalah masyarakat. Dengan demikian, evaluasi sistematis akan berusaha menjawab pertanyaan-pertanyaan seperti: Apakah kebijakan yang dijalankan mencapai tujuan sebagaimana yang telah ditetapkan sebelumnya? Berapa biaya yang dikeluarkan serta keuntungan apa yang didapat? Siapa yang menerima keuntungan dari program kebijakan yang telah dijalankan?

(63)

42

2. Beberapa langkah dalam evaluasi kebijakan

Evaluasi dengan menggunakan tipe sistematis atau juga sering disebut sebagai evaluasi ilmiah merupakan evaluasi yang mempunyai kemampuan lebih baik untuk menjalankan evaluasi kebijakan dibandingkan dengan tipe evaluasi yang lain. Menyangkut evaluasi kebijakan dalam pandangan Jones, didorong oleh persyaratan-persyaratan legal untuk evaluasi program dan pembiayaan untuk melakukan kerja, untuk melakukan evaluasi yang baik dengan margin kesalahan yang minimal beberapa ahli mengembangkan langkah-langkah dalam evaluasi kebijakan. Salah satu ahli tersubut adalah Edward A. Suchman.

Suchman dalam Budi Winarno (2014: 233) mengemukakan enam langkah dalam evaluasi kebjakan, yaitu:

1. Mengidentifikasi tujuan program yang akan dievaluasi 2. Analisis terhadap masalah

3. Deskripsi dan standarisasi kegiatan

4. Pengukuran terhadap tingkatan perubahan yang terjadi

5. Menentukan apakah perubahan yang diamati merupakan akibat dari kegiatan tersebut atau karena penyabab yang lain

(64)

43

Menurut Dunn dalam Riant Nugroho (2009: 289) evaluasi adalah menentukan pada penciptaan premis-premis nilai dengan

kebutuhan untuk menjawab pertanyanan: “apa perbedaan yang

dibuat?” kriteria untuk evaluasi diterapkan secara restrospektif (ex post), sementara kriteria untuk rekomendasi diterapkan secara prospektif (ex ante).

Menurut Dunn dalam Riant Nugroho (2009: 289) kriteria kebijakan sama dengan kriteria rekomendasi kebijakan, yang dijabarkan sebagai berikut:

Tabel II.2 Model Evaluasi

Tipe Kriteria Pertanyaan

Efektifitas Apakah hasil yang diinginkan telah tercapai? Efisiensi Berapa banyak dipergunakan sumber daya? Kecukupan Seberapa jauh pencapaian hasil yang diinginkan

telah memecahkan masalah?

Peralatan (equity) Apakah biaya dan mafaat didistribusikan dengan merata pada kelompok target yang berbeda? Responsivitas

Apakah hasil kebijakan memuaskan kebutuhan, preferensi, atau nilai kelompok-kelompok tertentu?

(65)

44

II.3. Kerangka Pikir Teoritis

Kerangka pemikiran sebagai acuan dalam pembahasan tesis dengan maksud untuk pengayaan teori-teori sehingga menghasilkan temuan-temuan baru yang relevan dengan penelitian ini.

Gambar II.3 Kerangka Pikir Teoritis

Dari gambar diatas memperlihatkan bahwa kerangka pemikiran mengenai Program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang dibahas dalam tesis ini adalah bagaimana Evaluasi Pelaksanaan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) dilihat dari Model Pembiayaan, Hubungan Antar Stakeholder dan Outcome.

Evaluasi Pelaksanaan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) merupakan penilaian atas tercapainya tujuan progam tersebut, yang diukur dari parameter meningkatnya derajat kesehatan masyarakat dan meningkatnya pelayanan kepada masyarakat.

EVALUASI JKN

Outcome

(66)

45

II.4. Definisi Konsep

Program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) adalah program yang dirumuskan oleh pemerintah untuk mempermudah dalam mendapatkan pelayan kesehatan, berdasarkan UUD 1945 pasal 28H dan pasal 34, dan diatur dalam UU No. 23/1992 yang kemudian diganti dengan UU 36/2009 tentang Kesehatan. Dalam UU 36/2009 ditegaskan bahwa setiap orang mempunyai hak yang sama dalam memperoleh akses atas sumber daya di bidang kesehatan dan memperoleh pelayanan kesehatan yang aman, bermutu, dan terjangkau. Sebaliknya, setiap orang juga mempunyai kewajiban turut serta dalam program jaminan kesehatan sosial.

Evaluasi pelaksanaan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) adalah untuk menilai ketercapaian dari tujuan dan manfaat suatu progam di Kabupaten Bantul Provinsi Darah Istimewa Yogyakarta.

II.5. Definisi Operasional dan Variabel/Indikator Penelitian

Dalam menjawab pertanyaan rumusan masalah, maka dalam defenisi oprasional dibahas indikator dalam penelitian. Namun sebelum itu peneliti terlebih dahulu mendefenisikan beberapa hal yang menjadi fokus penelitan.

(67)

46

sebuah rencana. Evaluasi pelaksanaan program yang dimaksudkan disini adalah menilai sejauhmana hasil atau capaian atas pelaksanaan Progam Jamianan Kesehatan Nasional (JKN) di Kabupaten Bantul dilihat dari aspek Hubungan Stakeholder, Model Pembiayaan dan Outcome JKN di Kabupaten Bantul Provinsi D. I. Yogyakarta.

Tabel II.3

Variabel dan Indikator Penelitian

Variabel Indikator

Hubungan Stakeholder Hubungan Kerja Sama BPJS Kesehatan

Dengan Rumah Sakit

Hubungan Kerja Sama BPJS Kesehatan Dengan Puskesmas

Alur Pelayanan Peserta BPJS Kesehatan

Model Pembiayaan Pembiayaan Peserta BPJS Kesehatan

Skema Pembayaran BPJS Kesehatan Kepada Rumah Sakit

Skema Pembayaran BPJS Kesehatan Kepada Puskesmas

Outcome JKN Persentase Terjaminnya Kesehatan

(68)

47

BAB III

METODE PENELITIAN

III.1. Tipe dan Pendekatan

Penelitian ini menggunakan metode kombinasi (Mixed Methods). Menurut Creswell dalam Sugiono (2011:404) metode penelitian kombinasi merupakan pendekatan dalam penelitian yang mengkombinasikan atau menghubungkan antara metode penelitian kuntitatif dan kualitatif. Hal itu mencakup landasan filosofis, penggunaan pendekatan kulitatif dan kuantitatif, dan mengombinasikan kedua pendekatan dalam penelitian.

Metode Penelitian kualitatif adalah penelitian yang bermaksud memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subyek penelitian secara holistik dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa pada suatu konteks khusus yang alamiah dengan memanfaatkan berbagai metode alamiah (Moleong, 2012:6). Dalam pedekatan kualitatif, peneliti berusaha mengamati dan mengungkap realitas yang terjadi dilapangan yang berkaitan dengan evaluasi pelaksanaan JKN.

(69)

48

Jaminan Kesehatan Nasional di Kabupaten Bantul di Daerah Istimewa Yogyakarta.

III.2. Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian yang dipilih adalah di Kabupaten Bantul yang berfokus pada program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) dalam Undang-Undang No.40 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN). UU 40/2004 ini mengamanatkan bahwa jaminan sosial wajib bagi seluruh penduduk termasuk Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) melalui suatu Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS). Badan Pelayanan Jaminan Sosial (BPJS), sejak terbentuknya asuransi kesehatan pada tahun 2005 dan hingga sekarang bertransformasi pada Januari 2014 menjadi Badan Pelayanan Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan masih belum terlihat pelayanan dan administrasi yang optimal. Padahal tujuan dari Badan Pelayanan Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan adalah mensejahterakan melalui pelayan kesehatan yang berkualitas, dengan alasan inilah maka lokasi ini dapat dipilih.

III.3. Jenis/Sumber Data

(70)

49

menunjukkan perbedaan dalam bentuk jenjang atau tingkatan, walaupun tidak jelas batasannya (Bungin 2014:103-104). menurut Maleong (2001:157) adalah sumber data yang diperoleh melalui dokumen-primer dalam penelitian ini adalah:

Tabel III.1

Wawancara a. BPJS dengan Rumah Sakit b. BPJS dengan Puskesmas

Gambar

Tabel II.1
Gambar II.2
Tabel II.2
Gambar II.3
+7

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan dari percobaan ini adalah untuk menentukan kadar karbohidrat (pati)  pada suatu bahan sesuai dengan prosedur yang benar, agar mahasiswa dapat menyusun  rangkaian alat

Augmented reality tidak memberi solusi pada masalah penglihatan para pengguna sehingga AR lebih berada pada posisi mempertahankan persepsi penuh terhadap realitas

SPD dan SPW 2014 merupakan rangkaian dari kegiatan Sensus Pertanian 2013 (ST2013) yang dirancang untuk menyediakan informasi mengenai biaya produksi dan struktur

Workload per semester 340 minutes’ lecture is divided into 100 minutes face to face interaction, 120 minutes structured activities and 120 minutes’ independent study

Skripsi berjudul “Peningkatan Minat Baca Anak Melalui Metode Bercerita Dengan Menggunakan Media Di Kelompok B4 Taman Kanak-kanak (TK) AL-Amien Kecamatan

Selain persaingan yang ketat antar pengembang properti dan jumlah bisnis unit yang harus dipertahankan baik citranya, tantangan lain dalam membangun citra dan

Irama tidur yang paling dikenal adalah siklus 24 jam (siang-malam) yang dikenal dengan irama sirkadian (Potter & Perry, 2006).Irama sirkadian mengacu pada perubahan siklus