LAMPIRAN
Lampiran 1. Data Luas Panen, Produksi dan Produktivitas Sumatera Utara Tahun 2000 - 2014
Tahun Luas Panen
(Ha)
Produksi (Ton)
Produktivitas (Ton/Ha)
2000 3.015 35.725 11,8
2001 2.917 35.397 12,1
2002 4.521 36.760 8,1
2003 3.866 1,7 9,7
2004 1,4 12,1
2005 1,2 9,1
2006 1,5 8,1
2007 1,5 9,1
2008 1,7 9,8
2009 1,6 9,2
2010 1,7 6,9
2011 1,9 8,9
2012 1,3 8,9
2013 1,2 7,9
2014 7,7
Lampiran 2. Impor dan Nilai Impor Bawang Merah Sumatera Utara Tahun
Sumber : Badan Pusat Penelitian Sumatera Utara
Case Processing Summary
Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
Pro 15 100,0% 0 0,0% 15 100,0%
Tests of Normality
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Statistic Df Sig. Statistic Df Sig.
Pro ,190 15 ,151 ,897 15 ,086
Model Summaryb
95,0% Confidence Interval for B Correlations Collinearity Statistics
Lower Bound Upper Bound Zero-order Partial Part Tolerance VIF
8,041 10,731
,000 ,000 -,057 -,057 -,057 1,000 1,000
a. Dependent Variable: pro
Lampiran 4. Hasil Output Paired Sample T- test
Paired Samples Test
Paired Differences
t df Sig.(2
-tailed) Mean Std.
Deviation
Std.
Error
Mean
95% Confidence Interval
of the Difference
Lower Upper
Pair
1
Sebelum -
Sesudah
2,500 1,931 1,115 -2,298 7,298 2,242 2 ,154
DAFTAR PUSTAKA
Akhmad. 2014. Dampak Kebijakan Tarif Impor Beras Terhadap Surplus Produsen Dan konsumen.
Bonar Kariyasa dan Dedi Sintya. 2013. Impact Of Maize Import Tariff Policy Changes On Production And Consumption In Indonesia.
Fengqen, Zhao. 2001. The Economic Effects of Tariff Rate Quotes and Trade
Liberalization An Application to China’s Wto Accession (jurnal). Washington: Washington State University.
Gujarati, D. 2009. Ekonometrika Dasar. Ahli bahasa: Sumarno Zain. Erlangga: Jakarta.
http://www.litbang.pertanian.go.id/special/komoditas/b3bawang.
http://regionalinvestment.bkpm.go.id/newsipid/displayberita.php?in=527&ia=12.
http://sumut.bps.go.id/frontend/Subjek/view/id/8#subjekViewTab3|accordion daftar-subjek2
Kuncoro,Mudrajat. 2009. Metode Riset untuk Bisnis dan Ekonomi. Erlangga: Jakarta.
Mankiw. 2003. Teori Makroekonomi. Edisi ke-5. Erlangga: Jakarta.
Salvatore, D.1997. Ekonomi Internasional. Edisi V. Erlangga. Jakarta.
__________ 1997. Ekonomi Internasional. Edisi VII. Cetakan III. Jakarta : Erlangga.
Sinulingga, Sukaria. 2011. Metode Penelitian, Edisi 1. USU Press.
Tambunan, Tulus. 2003. Perkembangan Sektor Pertanian Di Indonesia. Ghalia Indonesia: Jakarta.
BAB III
METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian
Penelitian tentang Analisis pengaruh penerapan tarif impor bawang merah
terhadap jumlah produktivitas bawang merah di Sumatera Utara, ini menggunakan
metode penelitan Deskriptif Kuantitatif. Metode deskriptif merupakan suatu
metode dalam meneliti status sekelompok manusia, suatu objek, suatu set kondisi,
suatu sistem pemikiran ataupun suatu kelas peristiwa pada masa sekarang. Tujuan
dari penelitian deskriptif ini adalah untuk membuat deskripsi, gambaran, atau
lukisan secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta
hubungan antarfenomena yang diselidiki (Nazir 1988)
3.2 Tempat dan Waktu Penelitan
Ruang lingkup penelitian ini yaitu seluruh konsumsi bawang merah baik
yang di produksi maupun bawang merah impor di Sumatera Utara. Dimana
seluruh konsumsi bawang merah yang di teliti memiliki kontribusi terhadap
jumlah produktivitas bawang merah di Sumatera Utara pada periode 2000-2014.
3.3 Definisi dan Batasan Operasional
Berbagai istilah kata digunakan dalam penulisan ini untuk memperoleh
persamaan pengertian, maka diperlukan definisi yang jelas terhadapa berbagai
konsep. Secara ringkas definisi masing-masing konsep dinyatakan sebagian
sebagai berikut ini:
1. Tarif impor bawang merah merupakan bea masuk terhadap komoditi
2. Produktivitas bawang merah merupakan jumlah keseluruhan produksi bawang merah dibagi dengan luas panen bawang merah yang dinyatakan
dalam satuan ton per hektar (ton/ha).
3. Luas areal tanaman bawang merah merupakan luas seluruh areal produktif
tanaman bawang merah dan dinyatakan dalam satuan hektar (ha).
4. Impor bawang merah merupakan jumlah total impor bawang merah yang
berasal dari luar negeri lalu masuk ke Indonesia yang dinyatakan dalam
satuan (ton).
3.4 Jenis dan Sumber Data
Penelitian ini menggunakan data skunder dengan deret waktu tahunan
(time series) dari tahun 2000 sampai 2014. Data di peroleh dari Badan Pusat
Statistik (BPS), Skripsi, Jurnal, Website yang relevan serta buletin-buletin
penelitian dan hal-hal lain yang mendukung penelitian ini.
3.5 Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data adalah teknik yang dilakukan untuk
mengumpulkan data dalam penelitian ini. Dalam penelitian ini menggunakan
metode dokumentasi, yaitu pengumpulan data dengan melakukan pencatatan dari
buku atau literature untuk memperoleh data yang dibutuhkan (Suharsimi, 2010)
3.6 Teknik Analisis Data 3.6.1 Uji Asumsi Klasik
Uji asumsi klasik adalah persyarata statistic yang harus di penuhi pada
analisis regresi linier berganda. Setidaknya ada empat uji asumsi klasik yaitu uji
asumsi klasik penting dilakukan untuk menghasilkan estimator yang linier tidak
bias dengan varian yang minimum (Best Linier Unbiased Estimator = BLUE)
yang berarti model regresi tidak mengandung masalah. Tidak ada ketentuan yang
pasti tentang urutan yang harus di penuhi terlebih dahulu.
a. Uji Normalitas
Uji normalitas bertujuan untuk mengetahi apakah masing-masing variabel berkontribusi normal atau tidak. Uji normalitas diperlukan karena untuk
melakukan pengujian-pengujian variabel lainnya dengan mengasumsikan bahwa
nilai residual mengikuti distribusi normal. Jika asumsi dilanggar maka uji statistik
menjadi tidak valid dan statistik parametrik tidak dapat digunakan (Imam Ghozali
2007).
Angka signifikan (sig) > α = 0,005 maka data berdistribusi normal
Angka signifikan (sig) < α = 0,005 maka data tidak berdistribusi normal
b. Uji Multikolinearitas
Uji multikolinearitas bertujuan untuk menguji apakah model regresi
ditemukan adanya korelasi antara variabel bebas. Karena model regresi yang baik
seharusnya tidak terjadi korelasi diantara variabel independen (Imam Ghozali
2005)
Uji multikolinearitas dilakukan dengan melihat tolerance value atau dengan
menggunakan variance Inflation Factors (VIF) dari hasil analisis dengan
menggunakan SPSS. Nilai VIF dapat dihitung dengan rumus yaitu sebagai
berikut.
Uji multikolinearitas dilakukan dengan melihat tolerance value dan variance
inflation faktor (VIF). Multikolinearitas terjadi bila nilai VIF diatas nilai 10 atau
tolerance value dibawah 0,10. Multikolinearitas tidak terjadi bila nilai VIF
dibawah nilai 10 atau tolerance value diatas 0,10 (Santoso, 2002)
c. Uji Autokorelasi
Uji autokorelasi bertujuan menguji apakah model regresi linier ada korelasi
antara kesalahan penggangu pada periode t dengan kesalahan penggangu pada
periode sebelumnya (t-1). Autokorelasi terjadi karena disebabkan beberapa hal,
yaitu :
Inertia, yaitu adanya momentum yang masuk kedalam variabel-variabel
bebas yang terus-menerus sehingga mempengaruhi nilai-nilai variabel
bebasnya
Terjadi penyimpangan spesifikasi karena adanya variabel-variabel bebas
dan tidak dimasukkan dalam model
Bentuk fungsi yang salah
Adanya lags (tenggang Waktu)
Manipulasi data yang mengakibatkan data tidak akurat
Dalam penelitian ini untuk mendeteksi ada tidaknya autokorelasi digunakan
uji statitik Durbin-Watson.Setelah nilai d atau DW didapat,kemudian nilai d
tersebut dibandingkan dengan nilai-nilai kritis dari dL dan dU dari table statistic
Durbin-Watson. Secara umum,kriteria yang digunakan adalah.
Jika dU < d < 4 - dU, berarti tidak ada autokorelasi positif atau
negatif.
Jika dL ≤ d ≤ dU atau 4 - dU ≤ d ≤ 4 - dL, berarti pengujian tidak
meyakinkan.
Apabila terdapat autokorelasi cara menanggulangi masalahnya yaitu
dengan cara mentransformasikan data atau bisa juga dengan mengubah model
regresi kedalam bentuk persamaan beda umum. Selain itu dapat dilakukan dengan
memasukkan variabel lag dari variabel variabel terikat menjadi salah satu variabel
bebas, sehingga data observasi menjadi berkurang 1.
d. Uji Heterokedastitas
Uji Heterokedastitas bertujuan untuk melihat apakah terdapat ketidaksamaan
varians dari residual satu pengamatan yang lain. Dalam regresi linier diasumsikan
bahwa varians bersyarat dari E( (homokedastisitas), apabila
varians bersyarat Untuk setiap 1, ini berarti variansnya homogen atau
homokedastitas.
Untuk mendeteksi ada tidaknya Heterokedastitas dalam model regresi bisa
dilihat dari pola yang berbentuk pada titik-titik yang terdapat pada grafik
scaterplot.
Lebih lanjut dasar pengambil keputusan adalah sebagai berikut ( Santoso, 2002):
Jika ada pola tertentu seperti titik- titik yang ada membentuk suatu pola
tertentu yang teratur (bergelombang, melebar, kemudian menyempit) maka
Jika tidak ada pola yang jelas secara titik-titik menyebar diatas dan
dibawah angka nol pada sumbu Y, maka tiSdak terjadi Heterokedastitas.
3.6.2 Uji Paired sample T-test
Pembuktian hipotesis ini menggunakan analisis statistik deskriptif dengan
metode Pengujian Sampel Berpasangan (Paired sample T-test), yaitu untuk
menguji ada atau tidaknya perbedaan rata-rata antara dua kelompok sampel yang
berpasangan (berhubungan). Dengan demikian maka pada penelitian ini
pembuktian hipotesis dilakukan dengan pengujian terhadap perbedaan
produktivitas bawang merah sebelum penerapan tarif impor dan setelah tarif
impor.
Penarikan kesimpulan pada uji ini di dasarkan pada :
- Jika t hitung > t table atau probabilitas pada kolom sig.(2-tailed) < 0,05
maka Ha diterima berarti perbedaan produktivitas bawang merah
sebelum penerapan tariff impor dan setelah tariff impor.
- Jika t hitung < t table atau probabilitas pada kolom sig.(2-tailed) < 0,05
maka Ho diterima berarti tidak terdapat perbedaan produktivitas
bawang merah sebelum penerapan tariff impor dan setelah tariff impor
Selanjutnya pengolahan data untuk pengujian hipotesis dalam penelitian
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Produk Hortikultura Sumatera Utara
Provinsi Sumatera Utara berada di bagian barat Indonesia, terletak pada
garis 1o- 4o Lintang Utara dan 98o- 100o Bujur Timur. Sebelah utara berbatasan
dengan Provinsi Nanggro Aceh Darussalam, sebelah timur dengan negara
Malaysia dan Selat Malaka, sebelah barat berbatasan dengan Provinsi Riau, dan
Sumatera Barat dan di sebelah barat berbatasan dengan Samudera Hindia.
Luas Provinsi Sumatera Utara sebesar 71.680,68 km2, sebagian besar
berada di daratan Pulau Sumatera dan sebagian kecil berada di pulau Nias, pulau-
pulau Batu, serta beberapa pulau kecil, baik di bagian barat maupun bagian timur
pantai pulau Sumatera. Berdasarkan konsisi letak dan kondisi alam tersebut,
Sumatera dibagi dalam tiga kelompok wilayah yaitu pantai Barat, daratan Tinggi,
dan Pantai Timur.
Provinsi Sumatera Utara tergolong ke dalam daerah beriklim tropis, karena
terletak dekat garis khatulistiwa permukaan daratan Provinsi Sumatera Utara
sangat bervariasi, sebagai daerahnya datar dan beberapa meter diatas permukaan
laut beriklim cukup panas bisa menvapai 35,8 oC, sebagai daerah berbukut
dengan kemiringan yang landai, beriklim sedang, dan sebagian lagi berada pada
daerah ketinggian dengan suhu minimalnya bisa mencapai 13 oC.
Produksi sector pertanian Sumatera Utara pada Tahun 2009 sebesar 148,44
yang dalam hal ini mengalami peningkatan dari tahun sebelumnya. Peningkatan
menunjukkan bahwa sektor ini memiliki perkembangan yang cukup baik, yaitu
naik sebesar 12,21 poin dibandingkan tahun sebelumnya
Provinsi Sumatera Utara termasuk salah satu daerah penghasil produk
hortikulura yang potensial. Tercatat pada tahun 2003 daerah sentra tanaman
bawang merah terdapat di Kabupaten Simalungun, Toba Samosir dan Karo yang
menyumbang produksi sebesar 97,14 persen dari total produksi, komoditi cabe
disumbangakan oleh Kabupaten Karo, Simalungun, dan Deli Serdang yang
berkontribusi sebesar 80,55 persendari total produksi cabe dan bawang merah
merupakan komoditi yang paling strategis dan paling banyak dibutuhkan oleh
masyarakat terutama pada hari-hari besar.
Untuk Komoditi kentang Kabupaten Simalungun, Karo dan Dairi
menyumbang sebesar 97,75 persen dari total produksi kentang di Sumatera Utara.
Begitu juga untuk komoditi tomat Kabupaten Tapanuli Selatan dan Simalungun
menyumbang 94,58 dari total produksi tomat. Produksi wortel terbesar
disumbangkan oleh Kabupaten Karo, Simalungun dan Tapanuli Utara yang
menyumbang sebesar 99,55 persen dari total produksi wortel di Sumatera Utara.
Produksi bawang putih di Sumatera Utara dikontribus oleh Kabupaten
Simalungun, Tobasa dan Dairi yang berkontribusi sebesar 99,8 persen dari
prosuksi bawang putih di Sumatera Utara.
4.2 Deskripsi Bawang Merah
Bawang merah (Allium ascalonicum L) merupakan sejenis tanaman yang
menjadi bumbu berbagai masakan di dunia, berasal dari Asia Tengah yaitu
dimakan mentah, untuk bumbu masakan, acar, obat tradisonal, kulit umbinya
dapat dijadikan zat pewarna dan daunya dapat pula digunakan untuk campuran
sayur.
Bunga bawang merah merupakan bunga majemuk berbentuk tandan yang
tangkai dengan 50-200 kuntum bunga. Pada ujungnya dan pangkal tangkainya
mengecil dan dibagian tengan mengembung, bentuknya seperti pipa yang
berlubnag di dalam. Tangkai tandan bunga ini sangat panjang, lebih tinngi dari
daunya sendiri dan mencapai 30-50 cm. Bunga bawang merah termasuk bunga
sempurna yang tiap bunga terdapat benang sari dan kepala putik. Bakal buah
sebenarnya terbentuk dari tiga daun buah yang disebut carpel, yang membetuk
tiga buah ruang dann dalam tiap ruang tersebut terdapat dua calon biji. Buah
berbentuk bulat dengan ujung tumpul. Biji bawang merah dapat digunakan
sebagai bahan perbanyakan tanaman secara generative.
Bawang merah mengandung vitaman C, Kalium, Serat, dan Asam Folat.
Selain itu bawang merah juga mengandung Kalsium dan Zat besi. Bawang merah
juga mengandung zat pengatur tumbuh alami berupa hormone auksin dan
4.3 Luas Panen Bawang Merah Sumatera Utara
Gambar 4.1 Diagram Balok Luas Panen Bawang Merah di Sumatera Utara Pentingnya bawang merah dalam konsumsi sehari-hari di tambah komoditas ini
menjadi salah satu komoditas import, sehingga bawang merah menjadi penting
dalam perkembangnya. Di dataran rendah pada umumnya bawang merah di tanam
pada musim kemarau di daerah sawah bekas tanaman pada, karena pada musim
hujan dipergunakan untuk tanaman padi. Namun dalam perjalannyan luas panen
bawang merah di Sumatera Utara terus berkurang dalam beberapa tahun
belakangan.
Dalam rentan waktu dari tahun 2000 sampai 2014 luas panen bawang merah di
Sumatera Utara tertinggi terdapat pada tahun 2002 yang tercatat sebesar 4.521 Ha,
namun hal ini tidak dapat dilihat lagi dalam beberapa tahun terakhir. Bahkan
keadaan ini di perparah dalam 5 tahun terakhir dimana luas panen bawang merah
rata-rata hanya 1.275 Ha. Pada tahun 2013 dimana tercatat bahwa luas panen
bawang merah sebesar 1.048 tentu hal ini di ikuti dengan besarnya jumlah impor
pada tahun tersebut, dimana impor bawang merah sebesar 21.876.509 kg.
Pengalihan lahan yang semula di tanami bibit bawang merah beralih menjadi
beberapa komoditi pertanian yang menguntungkan bagi kalangan petani.
4.4 Produksi bawang merah Sumatera Utara
Gambar 4.2 Diagram Balok Produksi Bawang Merah di Sumatera Utara Di iklim seperti Sumatera Utara tanaman bawang merah sulit untuk
berbunga, untuk berbunga tanaman bawang merah tersebut diperlukan beberapa
suhu rendah antara 5-10 oC. Namun pada dataran tinggi pada musim tertentu
yang pada malam hari dingin beberapa kultivar bawang merah mampu berbunga.
Tetapi pada musim biasa, pembungaan sulit terjadi. Hal ini menunjukkan bahwa
tanaman bahwa pembungaan tanaman bawang merah sulit diharapkan yang berarti
sukar diperoleh bijinya. Untuk mengatasi kesulitan pembijian bawang merah
tersebut dilakukan dengan pendinginan umbi bibitnya pada suhu rendah 5-10 oC 0
5000 10000 15000 20000 25000 30000 35000 40000
(dalam lemari pendingin) selama 3 - 4 minggu, kemudian menanamnya di daerah
sejuk.
Bawang merah termasuk tanaman yang sulit di produksi, hal ini pun
menjadi salah satu alasan mengapa produksi bawang merah di Sumatera Utara
terus menurun. Rata-rata produksi pada tahun 2000 sampai 2014 sebesar 17.906
Ton. Penurun produksi bawang merah yang drastis terjadi pada tahun 2004
dimana pada tahun sebelumnya produksi bawang merah Sumatera Utara tercatat
sebesar 37.651 Ton turun menjadi 16.079 Ton pada tahun 2004. Penurunan
produksi bawang merah di Sumatera Utara di ikuti pada tahun – tahun
selanjutnya.
Sebagaimana dalam mengembangkan produksi bawang merah di Sumatera
Utara pada periode 2007 – 2012 luas panen bawang merah mengalami
peningkatan pertahunnya. Hal ini dapat dikatakan sukses di karenakan produksi
bawang merah ikut mengalami kenaikan pada periode tersebut.
Di Sumatera Utara terdapat 9 daerah kabupaten yang memproduksi
komoditi bawang merah, pada tahun 2011 kabupaten paling besar dan luas
panennya adalah Simalungun dengan luas panen 403 ha, dan yang luas panenya
4.5 Kinerja Produktivitas Bawang Merah di Sumatera Utara
Gambar 4.3 Diagram Balok Produktivitas Bawang Merah di Sumatera Utara
Produktivitas bawang merah tidak terlepas dari hasil produksi dan luas
panen bawang merah. Produktivitas bawang merah di Sumatera Utara terus
mengalami kemunduran hal ini tentu di pengaruhi oleh luas panen bawang merah
dan produksi bawang merah yang terus menurun. Selama periode 2000 sampai
2014 terjadi penurunan produktivitas bawang merah dimana produktivitas
terburuk di alami pada tahun 2010 yang hanya mencapai 6,9 Ton/Ha. Sedangkan
produktivitas bawang merah di Sumatera Utara tertinggi terdapat pada tahun 2001
dan 2004 dengan rata-rata produktivitas 12,1 Ton/Ha. Menurut Pitojo (2005)
produktivitas bawang merah yang di kembangkan di Sumatera Utara mencapai 74
Kw/Ha. Hal ini di implikasikan kepada 9 kabupaten di Sumatera Utara diataranya
Kabupaten Tapanuli Selatan, Tapanuli Utara, Toba Samosir, Dairi, Karo,
Humbang Hasundutan, Simalungun, Samosir dan Padang Lawas Utara. 0
2 4 6 8 10 12 14
4.6 Kebijakan Impor Produk Hortikultura
Dalam beberapa tahun terakhir impor produk hortikultura cenderung meningkat seiring peningkatan permintaan domestik dan situasi produksi dalam
negeri belum mencukupi. Peningkatan impor produk hortikultura secara langsung
dan tidak langsung mempengaruhi agribisnis hortikultura domestik.
Dalam rangka memaksimalkan dampak positif dan meminimumkan
dampak negatif impor produk hortikultura kementrian pertanian menerbitkan
Rekomendasi Impor Produk Hortikultura (RIPH) dan Kementrian perdagangan
menerbitkan Ketentuan Impor Produk Hortikultura (KIPH) . Kebijakan impor
tersebut mengalami beberapa kali revisi dan terakhir direvisi pada tahun 2013.
Dimana Permentan no 47/2013 tentang Rekomendasi Impor Produk Hortikultura
(RIPH) diterbitkan pada tanggal 19 April 2013 sebagai penyempurnaan
Permentan sebelumnya (No. 60/2012). Permendag No 60/2012 juga direvisi
menjadi Permendag No. 47/2013. Permentan No. 60/2012 direvis karena ada
berbagai klausul yang bertentangan dengan WTO. Permentan 60/2012 secara
eksplisit tidak menyebut untuk melindungi kepentingan Nasional, khusunya
petani hortikultura tetapi untuk member kepastian layanan bagi calon importir
produk hortikultura tentang impor produk sejenis di dalam negeri, konsumsi
domestik, ketersedian produk di dalam negeri, potensi mendistrorsi pasar, dan
waktu panen.
Permentan No. 47/2013 direvisi lagi pada tanggal 30 agustus 2013
menjadi Permentan No 86/2013. Permendag no 47/2013 direvisi menjadi
adanya harga referensi untuk impor cabe dan bawang merah yang ditetapkan oleh
Menteri perdagangan. Keputusan Direktur Jendral Perdagangan Dalam Negeri
No.118/2013 tentang penetapan Harga Referensi Produk Hortikultura. Harga
referensi bawang merah di tetapakan sebesar Rp. 25.700 per kg. Harga referensi
cabai merah dan cabai keriting sebesar Rp. 26.300 per kg. Harga referensi cabai
rawit sebesar Rp.28.000 per kg.
Kebijakan RIPH disertai dengan pengaturan pelabuhan masuk untuk
produk hortikultura. Permentan No. 42/2012 mengatur tentang tindakan karantina
tumbuhan untuk impor buah dan sayuran segar kedalam wilayah Indonesia.
Permentan No. 43/ 2012 mengatur tindakan karantina tumbuhan untuk pemasukan
sayuran umbi lapis segar. Aspek yang menonjol dalam peraturan ini adalah
ketentuan pelabuhan impor produk hortikultura, yakni pelabuhan laut Belawan
(Medan), Tanjung Perak (Surabaya), Soekarno-Hatta (Makassar), dan pelabuhan
udara Soekarno-Hatta (Jakarta). Walaupun demikian hal ini tidak berlaku bagi
produk hortikultura dari Amerika Serikat, kanada, New Zealand, dan Australian
karena memperoleh MRA (Mutual Recognition Agreement) sehingga bisa masuk
melalui pelabuhan Tanjung Priok Jakarta.
Importir atau pedagang besar umumnya kurang menyetujui kebijakan ini
karena persyaratan impor yang lebih banyak dan produksi dalam negeri kurang
berkelanjutan serta kualitas kurang baik. Penjual sempat mengalami kesulitan
dalam memasarkan produk impor. Konsumen menyambut baik kebijakan ini
dengan catatan produksi dan kualitas hortikultura domestik ditingkatkan.
berupaya meningkatkan produksi maupun kualitas dan berharap pemerintah
memfasilitasi ketersedian sara produksi, fasilitas pemasaran serta penyuluhan.
4.7 Tarif Impor Bawang Merah
Untuk memberikan dukungan bagi penigkatan produksi bawang merah
dan pendapatan petani pemerintah mengimplementasikan berbagai kebijakan
dalam pertanian hortikultura. Pemerintah telah menimplemntasikan kebijakan
harga dasar produk hortikultura, kebijakan subsidi benih, kebijakan subsidi pupuk,
kebijkan kredit usaha tani serta kebijakan tarif impor bawang merah. Tarif
merupakan bentuk perlindungan tertua yang bertujuan untuk mensejahterakan
produsen dalam memproduksi. Penetapan tarif impor Hortikultura terus
mengalami perkembangan dari waktu ke waktu. Tarif impor diatur dalam Buku
Tarif Kepabeanan Indonesia (BTKI). Buku BTKI bawang merah sebagai salah
satu produk hortikultura di tetapkan sebesar 20%. Produk hortikulutara dianggap
penting karena karena jumlah konsumsi masyarakat yang terus meningkat di
tambah dengan produksi yang belum dapat memenuhi.
4.8 Hasil Pengujian dan Pengolahan Data 4.8.1 Uji Asumsi Klasik
1. Uji Normalitas
Pengujian normalitas dilakukan untuk menguji apakah dalam model
regresi, variabel pengganggu/residual memiliki distribusi normal. Model regresi
yang baik bila memiliki distribusi normal atau mendekati normal, jika asumsi ini
dilanggar maka uji satistik ini dikatakan tidak valid. Pengujian normalitas
diagonal menunjukkan adanya penyebaran datayang mendekati normal. Hasil
pengujian normalitas ini dapat dilihat pada gambar berikut ini.
Gambar 4.4 Hasil Uji Normalitas
Gambar tersebut menunjukkan bahwa titik-titik residual model regresi
sudah berdistribusi normal karena titik-titik tersebut yang menyebar di sekitar
garis diagonal. Dengan demikian syarat kenormalan sebagai pengujian statistik
menggunakan regresi dapat terpenuhi.
2. Uji Autokorelasi
Uji autokorelasi bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi
pengganggu pada t-1 sebelumnya. Metode pengujian yang sering digunakan
adalah dengan uji Durbin-Watson dengan ketentuan sebagai berikut :
a. Jika d lebih kecil dari dL atau lebih besar dari (4-dL) maka hipotesis nol
ditolak yang berarti terdapat autokorelasi.
b. Jika d terletak antara dU dan 4-dU, maka hipotesis nol diterima, yang berarti
tidak ada autokorelasi.
akan kita bandingkan dengan nilai tabel signifikan 5%, jumlah sampel N = 15 dan
jumlah variabel independen 2 (K=2) dl = 0,95 maka diperoleh du=1,54. Nilai DW
= 1,132 lebih kecil dari batas atas (du) yakni 1,54 dan kurang dari (4-du). 4-1,54 =
2,46 sehingga dapat disimpulkan tidak terdapat autokorelasi.
3. Uji Multikoleniaritas
Menurut Rahayu (2004) umumnya multikoleniaritas dapat diketahui dari
nilai dari Variance Inflation Factor (VIF) atau tolerance value. Batas tolerance
dan tolerance value diatas nilai 0,10 maka tidak terjadi multikoleniaritas sehingga
model reliable sebagai dasar analisis.
Tabel 4.2
Hasil Uji Multikoleniaritas
Collinearity Statistics
Tolerance VIF
1,000 1,000
Sumber: Hasil Uji SPSS
Hasil pengujian dalam tabel 4.2 menunjukkan bahwa semua variabel yang
digunakan sebagai prediktor model regresi menunjukkan nilai VIF yang cukup
kecil, dimana semuanya berada di bawah 10 dan nilai tolerance semua variabel
berada diatas 0,10. Hal ini berarti bahwa variabel-variabel bebas yang digunakan
dalam penelitian tidak menunjukkan adanya gejala multikolinieritas, yang berarti
bahwa semua variabel tersebut dapat digunakan sebagai variabel yang saling
independen
4. Uji Heteroskedastisitas
Pengujian ini digunakan untuk menguji apakah dalam model regresi
terdapat ketidaksamaan variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan
lain. Uji heteroskedastisitas yang dilakukan adalah uji Glejser dengan meregres
Tabel 4.3
Hasil Uji Heteroskedastisitas Coefficientsa
Model Unstandardized Coefficients Standardized
Coefficients
Berdasarkan hasil estimasi yang dilakukan maka dapat disimpulkan bahwa
tarif impor sebesar 0,841 artinya tidak terjadi heteroskedastisitas pada variabel
pendidikan.
4.8.2 Uji Paired sample T-test
Untuk dapat menganalisa jumlah produktivitas bawang merah sebelum
penerapan tarif impor dan sesudah tarif impor adalah dengan membandingkan
tingkat produktivitas bawang merah sebelum dan sesudah terkena tarif impor.
Rumusan hipotesis penelitian dalam analisis statistik adalah :
Ho = Tidak terdapat perbedaan tingkat produktvitas bawang merah sebelum dan
sesudah terkena tarif impor.
Ha = Terdapat perbedaan tingkat produktivitas bawang merah sebelum dan
sesudah terkena tarif impor.
Uji analisa dua sampel berpasangan maka yang perlu diketahui adalah
apakah terdapat perbedaan tingkat produktivitas bawang merah sebelum dan
sesudah terkena tarif impor.
Berdasarkan Probabilitas maka kriteria pengambilan keputusan adalah:
Ha diterim jika t hitung < t tabel pada α = 5%
Berdasarkan hasil uji Paired Sample T-test dapat dilihat pada tabel di bawah ini
Tabel 4.4
Hasil Uji Hipotesis Paired Sample T-test
Perbandingan t tabel t hitung Sig Keterangan
Produktivitas Sebelum dan
Sample T-test dengan tingkat signifikansi 0,05.
Sehingga dari tabel output SPSS diperoleh :
1. Nilai t hitung adalah 2,242 dan nilai signifikansi adalah 0,154
2. Nilai t table dapat dilihat pada table statistik pada signifikasi 0,05 dengan
derajat kebebasan (df)n – 1 atau 15 – 1 = 14. Maka hasil yang di peroleh
untuk t table adalah 2,145
4.9 Pembahasan Hasil Penelitian
Berdasarkan hasil perhitungan uji Paired sample T-test diketahui bahwa
t hitung = 2,242 dan t tabel = 2,145 sehingga berdasarkan kriteria ini t hitung >
t table dimana Ho ditolak atau hipotesis penelitian ini (Ha) diterima yaitu terdapat
tingkat produktivitas bawang merah di Sumatera Utara antara sebelum dan
sesudah penerapan tarif impor bawang merah. Hal ini menunjukkan bahwa
penerapan tarif impor pada bawang merah berdampak pada produktivitas bawang
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan
Berdasarkan Hasil Uji beda dan pembahasan, maka dapat disimpulkan
bahwa :
1. Terdapat perbedaan produktivitas bawang merah di Sumatera Utara
antara sebelum dan sesudah penerapan tarif impor. Oleh karena itu
Hipotesis penelitian (Ha) diterima.
2. Penerpan tarif impor bawang merah perpengaruh positif dalam
pertumbuhan produktivitas bawang merah di Sumatera Utara.
5.2 Saran
1. Perkembangan Produktivitas bawang merah penting di tingkatkan
mengingat Indonesia saat ini adalah negara agraris. Penerapan kebijakan
tarif impor bawang merah berpengaruh positif terhadap perkembangan
produktivitas bawang merah di Sumatera Utara. Pemerintah sebagai
penentu besaran tarif impor di harapakan mampu menentukan tarif impor
yang sesuai serta diikuti dengan kebijakan- kebijakan lain yang mampu
menjaga produsen dalam memproduksi bawang merah terutama dalam
perdagangan Internasional.
2. Untuk peneliti selanjutnya, diharapkan untuk menambah variabel lain yang
dapat dijadikan indikator dalam penelitian lanjutan. Hal ini karena masih
adanya variabel-variabel yang belum ditemukan penulis yang masih
memiliki hubungan yang berkaitan dengan Tingkat Produktivitas Bawang
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori Produksi
Menurut Sugiarto (2007), produksi adalah suatu kegiatan yang mengubah input menjadi output. Kegiatan tersebut dalam ekonomi biasa dinyatakan dalam
fungsi produksi. Fungsi produksi menunjukkan jumlah maksimum output yang
dapat dihasilkan dari pemakaian sejumlah input dengan menggunakan teknologi
tertentu. Secara matematika fungsi produksi dapat dituliskan sebagai berikut:
Q= F(K, L, X, E)
Dimana:
Q= Output
K=Kapital
L= Tenaga kerja
X= Bahan Baku
E= Keahlian keusahawan
Sedangkan menurut Lipsey (1995) Produksi merupakan tindakan dalam
membuat komoditas, baik barang maupun jasa. Funsi produksi adalah hubungan
fungsi yang memperlihatkan output maksimum yang dapat di produksi oleh setiap
input dan oleh kombinasi berbagai input. Fungsi produksi memperlihatkan jumlah
Sebuah fungsi produksi dapat digambarkan dalam bentuk
persamaan aljabar. Secara sistematis fungsi produksi sebagai berikut:
Q=f(K,T,…)
Dimana:
Q = Output yang dihasilkan selama suatu periode tertentu
f= Gambaran bentuk hubungan dari perubahan input menjadi output
K= Kapital
T= Tenaga Kerja
2.2 Teori Produktivitas
Pengertian produktivitas sangat berbeda dengan produksi. Tetapi produksi
merupakan salah satu komponen dari usaha produktivitas, selain kualitas dan hasil
keluarannya. Produksi adalah suatu kegiatan yang berhubungan dengan hasil
keluaran dan umumnya dinyatakan dengan volume produksi, sedangkan
produktivitas berhubungan dengan efisiensi penggunaan sumber daya (masukan
dalam menghasilkan tingkat perbandingan antara keluaran dan masukan).
Produktivitas adalah hubungan antara berapa output yang dihasilkan dan berapa
input yang dibutuhkan untuk memproduksi output tersebut ( Blocher, 2000).
Pengukuran produktivitas berhubungan dengan perubahan produktivitas
sehingga usaha-usaha untuk meningkatkan produktivitas dapat dievaluasi.
Pengukuran dapat juga bersifat propektif dan sebagai masukan untuk pembuatan
kemajaun dan perubahan teknologi. Adopsi teknologi pertanian padat karya
(penggunaan benih unggul,pupuk, dan pestisida) serta teknologi mekanis yang
padat modal (pengunaan traktor sederhana dan pembagunan sarana irigasi
teknis,dan sebagainya) secara langsung atau tidak langsung telah mewarnai
produktivitas itu sendiri (Arifin, 2001)..
2.3 Teori Impor
Perdagangan internasional adalah perdagangan yang dilakukan oleh
penduduk suatu negara dengan penduduk negara lain atas dasar kesepakatan
bersama. Perdagangan internasional dalam arti sempit merupakan suatu masalah
yang timbul akibat adanya pertukaran komoditas suatu negara (Salvatore, 1997).
Suatu negara akan mengekspor komoditas yang produksinya lebih banyak
menyerap faktor produksi yang relatif melimpah dan murah di negara tersebut dan
dalam waktu bersamaan negara tersebut akan mengimpor komoditas yang
produksinya memerlukan sumberdaya yang relatif langka dan mahal di negara
tersebut (Salvatore, 1997). Secara teoritis, negara A akan mengekspor komoditas
X kepada negara B apabila harga domestic komoditas tersebut (sebelum
terjadinya perdagangan) relatif lebih rendah dibandingkan dengan harga domestic
di negara B. Hal ini terjadi karena adanya kelebihan penawaran (excess supply) di
negara A, yaitu produksi domestik lebih tinggi dari pada konsumsi domestik. Hal
ini menggambarkan bahwa negara A memiliki faktor produksi yang relatif
melimpah. Kondisi ini menciptakan peluang bagi negara A untuk menjual
kelebihan produksinya kepada negara lain. Di lain pihak, negara B mengalami
domestiknya (excess demand) sehingga tingkatharga domestik menjadi tinggi.
Keadaan ini meninnulkan negara B berkeinginan untuk membeli komoditas X dari
negara lain yang harganya lebih murah. Jika terjadi komunikasi antara kedua
negara tersebut maka akan menyebabkan adanya perdagangan, dalam hal ini
negara A mengekspor komoditasnya ke negara B.
Panel A Panel B Panel C
Pasar di negara 1 Hubungan perdagangan Pasar di Negara 2
Untuk komoditi X Internasional komoditi X Untuk komoditi X
Gambar 2.1 Proses Perdagangan Internasional (Keseimbangan Parsial) Salvatore 1997
Keterangan:
Px/Py : Harga relatif komoditi X
P1 : Harga domestik komoditi X di Negara 1 tanpa perdagangan
internasional
P2(E*) : Harga komoditi setelah terjadi perdagangan internasional
P3 : Harga domestik komoditi X di negara 2 tanpa perdagangan
internasional
A : Keseimbangan di Negara 1
B-E : Jumlah yang diekspor oleh Negara 1
B’ E’ : Jumlah yang diimpor oleh Negara 2
Secara spesifik panel A pada gambar memperlihatkan bahwa dengan
adanya perdagangan internasional, negara 1 akan mengadakan produksi dan
konsumsi di titik A berdasarkan harga relatif komoditi X sebesar P1, Sedangkan
negara 2 akan berproduksi dan mengkonsumsi di titik A’ berdasarkan harag relatif
P3. Setelah hubungan perdagangan berlangsung diantara keduanya, harga relatif
komoditi X akan berkisar antara P1 dan P3 seandainya kedua negara tersebut
cuckup besar (kekuatan ekonominya). Jika harga yang berlaku di atas P1, maka
negara 1 akan memasok atau memproduksi komoditi X lebih banyak daripada
tingkat permintaan domestik.
Kelebihan produksi tersebut selanjutnya akan diekspor (panel A) ke negara
2. Jika harga yang berlaku lebih kecil dari P3 maka negara 1 akan mengalami
peningkatan permintaan sehinnga tingkatnya lebih tinggi daripada produk
domestik. Hal tersebut akan mendorong negara 2 untuk mengimpor kekurangan
kebutuhan atas komoditi X itu dari negara 1 (panel C).
Panel A memperlihatkan bahwa berdasarkan harga relatif P1, kuantitas
komoditi X yang ditawarkan (QSx) akan sama denagn kuantitas komoditi yang
diminta (QDx) oleh konsumen di negara 1, dan demikian pula halnya dengan
negara 1 (Negara ini tidak akan mengekspor komoditi X sama sekali). Hal
tersebut memunculkan titik A* pada kurva S pada panel B (yang merupakan
kurva penawaran ekspor negara 1). Panel A juga memperlihatkan bahwa
dibandingkan dengan tingkat permintaan untuk komoditi X (QDx), dan kelebihan
itu sebesar BE.Kuantitas BE itu merupakan kuantitas komoditi X yang akan di
ekspor oleh negara 1 pada harga relatif P2. BE sama dengan B*E* dalam panel B,
dan ditulah terletak titik E* yang berpotong dengan kurva penawaran ekspor
komoditi X dari negar 1 atau S.
Sementara itu, panel C memperlihatkan bahwa berdasarkan harga relatif P3
maka penawaran dan permintaan untuk komoditi X akan sama besarnya atau
QDx=QSx(titik A’), Sehingga negara 2 tidak mengimpor komoditi X sama sekali.
Hal tersebut dilambangkan dengan titik A’ yang terletak pada kurva permintaan
impor komoditi X negara 2 (D) yang berada di panel B. Panel C itu juga
menunjukkan bahwa berdasarkan harga relatif P2 akan terjadi kelebihan
permintaan (QDx lebih besar dari pada QSx) sebesar B’E’. Kelebihan itu sama
artinya dengan kuantitas komoditi X yang akan diimpor oleh negara 2 berdasarkan
haraga relatif P2. Lebih lanjut, jumlah itu sama dengan B*E* pada panel B yang
menjadi kedudukan E*. Titik ini sendiri melambangkan jumlah atau tingkat
permintaan impor komoditi X dari penduduk di negara 2 (D).
Berdasarkan harga relatif P2, Kuantitas impor komoditi X yang diminta
oleh negara 2 (yakni B’E’ dalam panel C) sama dengan kuantitas ekspor komoditi
X yang ditawarkan oleh negara 1 (yaitu BE dalam panel A). Hal tersebut di
perlihatkan oleh perpotongan anatara kurva D dan S setelah komoditi X
diperdagangkan anatara kedua negara tersebut (panel B). Dengan demikian
P2merupakan harga relatif ekuilibrium untuk komoditi X setelah perdagangan
Px/Py lebih besar dari P2, maka kuantitas ekspor komoditi X yang ditawarkan akan
melebihi tingkat impor sehingga lambat laun harga relatif komoditi X itu (Px/Py)
akan mengalami penurunan sehinggan pada akhirnya akan sama dengan P2. Dilain
pihak apabila Px/Py lebih kecil dari P2, maka kuantitas impor komoditi X yang
diminta akan melebihi kuantitas ekspor komoditi X yang di tawarkan sehingga
Px/Py akan meningkat dan akhirnya akan sama denga P2.
2.4 Teori Tarif
Hampir setiap negara masih menerapkan berbagai hambatan-hambatan
perdagangan internasional. Penerapan hambatan perdagangan internasional
bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan nasional baik memprokteksi
produksi dalam negeri atau menunjang industry dalam negeri agar mampu
bersaing di dunia global.
Bentuk hamabatan perdagangan yang paling menojol secara historis
adalah tarif. Tarif adalah pajak atau cukai yang di kenakan untuk suatu komoditi
yang di perdagangkan lintas-batas territorial (Salvatore,1996). Tarif merupakan
bentuk kebijakan perdagangan yang paling tua dan secara tradisional telah
digunakan sebagai sumber penerimaan pemerintah sejak lama (Salvatore,1996).
Ditinjau dari aspek asal komoditi ada dua macam tarif yakni tarif impor
(import tariff) yaitu pajak yang dikenakan untuk setiap komoditi yang di impor
dari negara lain dan tarif ekspor (export tariff) yaitu pajak untuk suatu komoditi
yang diekspor.
1. Tarif spesifik (specific tariffs) merupakan pajak yang yang dikenakan
sebagai beban tetap barang yang diimpor.
2. Tarif ad valorem (ad valorem tariffs) merupakan pajak yang dikenakan
berdasarkan angka presentase tertentu dari nilai barang-barang impor.
3. Tarif campuran (Compound tariff) merupan gabungan dari tarif spesifik
dengan tarif ad valorem.
Dalam menentukan besarnya tarif yang berlaku bagi setiap barang atau
komoditi yang diperdagangkan secara internasional, para pelaku perdagangan
internasional (eksportir-importir) menggunakan pedoman berdasarkan sistem tarif
yang berlaku dianataranya: Tarif Tunggal (Single Column Tariff) yang merupakan
Pengenaan satu tarif untuk satu jenis barang atau komoditi yang besarnya
(prosentasenya) berlaku sama untuk impor komoditi tersebut dari tiap negara
mana saja tanpa terkecuali. Tarif Umum/Konvensional (General
Conventional/Tariff) merupakan Dikenal juga dengan istilah tarif berganda
(double coloum tariff) yaitu pengenaan satu tarif untuk satu komoditi yang besar
prosentase tarifnya berbeda antara satu negara dengan negara lain . Tarif
Preferensi (Preferensi Tariff) merupakan Tarif yang ditentukan oleh lembaga tarif
internasional GATT yang persentasenya diturunkan, bahkan untuk beberapa
komoditi sampai menjadi 0% yang diberlakukan oleh negara terhadap komoditi
yang diimpor dari negara-negara tertentu karena adanya hubungan khusus antara
2.5 Dampak Kebijakan Perdagangan Internasional
Kebijakan perdagangan internasional merupakan suatu keputusan
pemerintah yang berfungsi untuk melindungi petani dalam negeri. Kebijakan
tersebut meliputi pengenaan pajak masuk kepadan barang yang masuk dalam
negeri (Tarif) dengan harapan akan mengurangi persaingan yang akan terjadi
apabila produk tersebut juga dihasilkan oleh petani dalam negeri.
Menurut Mankiw (2003) kebijakan perdagangan yang didefinisikan secara
luas merupakan kebijakan yang dirancang untk mempengaruhi secara langsung
jumlah barang dan jasa yang diekspor maupun diimpor. Biasanya kebijakan
perdagangan berbentuk perlindungan pada industry dalam negeri dari pesaing
asing, baik dengan menerapkan pajak impor (Tarif) atau membatasi jumlah barang
dan jasa yang diimpor (kouta).
Kenaikan harga barang domestik relatif terjadi terhadap
barang-barang luar negeri cenderung mengurangi ekspor karena akan mendorong impor
dan menekan ekspor. Jadi apresiasi menghapus kenaikan ekspor yang langsung
bisa dikaitakan dengan hambatan perdagangan. Kebijakan perdagangan
proteksionis mempengaruhi jumlah perdagangan. Karena kurs riil terapresiasi
maka barang dan jasa yang di produksi menjadi relatif lebih mahal terhadap
barang dan jasa luar negeri.
Penurunan jumlah perdagangan total merupakan alasan yang selalu
digunakan para ekonomi untuk menentang kebijakan proteksionis. Perdagangan
internasional menguntungkan semua negara dengan memberikan kebebasan pada
barang dan jasa yang lebih beragam. Kebijakan proteksionis mengurangi manfaat
perdagangan internasional meskipun kebijakan ini menguntungkan
kelompok-kelompok tertentu dalam masyarakat.
2.6 konsep Perdagangan Internasional
Perdagangan internasional diperlukan untuk mendapatkan manfaat yang
dimungkinkan oleh spesialisasi. Masing-masing negara akan memproduksi barang
dan jasa yang di dapat dilakukan secara efisien sementara negara tersebut akan
berdagang dengan negara lain untuk memperoleh barang dan jasa yang tidak di
produksinya (Lipsey, 1997)
Adapun faktor yang mendorong suatu negara melakukan perdagangan
internasional, diantaranya sebagai berikut:
1. Untuk memenuhi kebutuhan barang dan jasa dalam negeri.
2. Adanya perbedaan kemampuan penguasaan ilmu pengetahuan dan
teknologi dalam mengolah sumber daya ekonomi.
3. Adanya kelebihan produk dalam negeri sehingga perlu pasar baru
untuk menjual produk tersebut.
4. Keinginan memperoleh keuntungan dan meningkatkan pendapatan
negara.
5. Keinginan membuka kerja sama, hubungan politik dan dukungan dari
negara lain dan terjadinya era globalisasi sehingga tidak satu
negarapun di dunia dapat hidup sendiri.
Menurut Salvatore (1997) pada dasarnya model perdagangan internasional
harus berlandaskan empat hubungan utama yaitu:
1. Hubungan antar batas-batas kemungkinan produksi dengan kurva
penawaran relatif.
2. Hubungan antara barang-barang relatif.
3. Penentuan keseimbangan dunia dengan penawaran relatif dunia dan
permintaan relatif dunia.
4. Dampak-dampak atau pengaruh nilai tukar perdagangan yakni harga
ekspor dari suatu negara dibagi denagan harga impornya terhadap
kesejahteraan suatu negara.
2.7 Penelitian Terdahulu
Menurut Bonar, Kariyasa, Dedi dan Sintya (2013) dalam penelitiannya
Impact Of Maize Import Tariff Policy Changes On Production And Consumption
In Indonesia, telah meneliti tentang dampak tarif impor jagung terhadap produksi
dan konsumsi Indonesia dengan mengunakan metode analisis model multimarket
hasil penelitian menunjukan bahwa perubahan tarif impor jagung mempengaruhi
produksi ternak di Indonesia. Ketika pemerintah meningkatkan tarif impor jagung
sebesar 10 persen permintaan jagung baik oleh budidaya ayam pedaging skala
besar dan kecil masing-masing akan turun 0,511 dan 0,359 persen. Akibatnya
produksi untuk broiler dari pembudidaya ayam pedaging mengalami penurunan
sebesar 0,456 persen. Fenomena yang sama juga terjadi di lapisan bisnis.
Sebaliknya penurunan kebijakan tariff impor pada jagung menyebabkan harga
pertanian baik skala besar maupun kecil dari 0,244 dan 0,264 persen. Kondisi ini
memicu peningkatan produksi dari pertanian skala besar maupun kecil.
Menurut Akhmad (2014), dalam penelitiannya yang mengambil judul
Dampak Kebijakan Tarif Impor Beras Terhadap Surplus Produsen Dan Konsumen
yang telah meneliti pengaruh tarif impor terhadap surplus produsen maupun
konsumen. Analisis dalam penelitian ini menggunakan penghitungan distribusi
manfaat (gains) dan kerugian (losses) yang di peroleh dari produsen, konsumen,
pemerintah dan masyarakat keseluruhan. Dalam penelitiannya penulis
menggunakan angka elastisitas permintaan dan penawaran beras. Hasil penelitian
ini menunjukan bahwa kebijakan tarif impor apabila hanya dilihat dari sisi
produsen, menunjukkan bahwa semakin tinggi tarif impor yang di tetapkan
pemerintah akan menyebabkan tingginya harga beras di dalam negeri, yang
berdampak terhadap naiknya harga gabah di tingkat petani sehingga memacu
produsen untuk meningkatkan produksi beras dalam negeri sehingga
kesejahteraan produsen terpenuhi. Kebijakan tarif impor beras jika hanya dilihat
dari sisi konsumen maka akan semakin tinggi tarif impor yang dikenakan terhadap
komoditas beras akan menyebabkan tingginya harga beras sehingga memaksa
konsumen untuk mengurangi konsumsinya yang tentunya mengakibatkan
permintaan beras dalam negeri berkurang dan kesejahteraan konsumen menurun.
Menurut Wayan,Susila dan Bonar (2005) dalam penelitiannya Analisis
Kebijkan Industri Gula Indonesia kebijakan yang dianalisis dalam penelitian ini
menvakup kebijkan produksi,harga dan perdagangan. Dalam kebijakan
(TRQ). Hasil penelitian ini menunjukan kebijakan tarif impor dan TRQ
mempunyai pengaruh signifikan terhadap industry gula dalam negeri dengan
tingkat efektivitas yang bervariasi secara umum. Kebijakan tersebut cukup efektif
untuk meningkatkan areal, produksi dan mengurangi impor. Berbagai kombinasi
kebijakan tarif impor dan TRQ merukapan instrumen kebijakan yang efektif untuk
mengembangkan indstri gula dan impor gula.
2.8 Kerangka Konseptual
Bawang merah merupakan salah satu komoditi sayur-sayuran yang
selalu mengalami fluktuasi harga. Fluktuasi harga tidakk dapat dihindari dan
selalu menjadi masalah rutin baik ketika harga bawang merah naik ataupun turun
drastis. Kebijakan yang dianut pemerintah saat ini belum merupakan kebijakan
jangka panjang dalam pengertiannya kebijakan tersebut masih sering dilakukan
revisi. Revisi dilakukan karena alasan ekonomi,social,bahkan tekananan dari
kelompok berkepentingan seperti petani ataupun industri-industri pengelola
bawang merah tersebut.
Dalam permentan 86/2013 yang mengatur tentang pengendalian impor
produk hortikultura baik tentang penetapan harga referensi produk maupun
mekanisme impor produk hortikultura. Hal ini diikuti dengan penetapan Buku
Tarif Kebapean Indonesia tahun 2012 yang menetapakan Bea Masuk impor
bawang merah yang ditetapakan sebesar 20%.
Permintaan bawang merah cenderung merata setiap saat sementara
produksi bawang merah bersifat musiman. Kondisi ini menyebabkan terjadinya
menyebabkan gejolak harga antar waktu. Permintaan bawang merah terus
meningkat sejalan dengan peningkatan jumlah penduduk dan kebutuhan konsumsi
bawang merah pada masyarakat.
Jika pemerintah bermaksud mengatasi masalah tersebut secara jangka
panjang, pemerintah harus mengambil kebijakan yang bersifat fundamental
(mendasar). Kebijakan tersebut akan memerlukan biaya yang cukup besar, namun
diyakini mampu menyelesaikan masalah secara lebih mendasar dan jangka
panjang. Investasi biaya yang mahal tersebut akan terbayar jika masalah fluktuasi
harga dan produktivitas bawang marah dalam negeri mampu menghasilkan.
Kerangka konseptual kebijakan penerapan tarif impor terhadap
produktivitas impor bawang merah terdapat pada gambar 2.
Gambar 2.2 Kerangka Konseptual 2.9 Hipotesis
Menurut Erwan Agus Purwanto dan Dyah Ratih Sulistyastuti (2007:137),
hipotesis adalah pernyataan atau dugaan yang bersifat sementara terhadap suatu
masalah penelitian yang kebenarannya masih lemah (belum tentu kebenarannya)
sehingga harus diuji secara empiris. Terdapat dua hipotesis yaitu hipotesis
negative (Ho) yang merupakan hipotesis yang menyangkal jawaban sementara
statistik dan hipotesis statistik (Ha) merupakan hipotesi yang akan diuji
kebenarannya melalui perhitungan statistik.
Berdasarkan perumusan masalah maka peneliti menetapkan hipotesis di
dalam penelitiannya yaitu:
1. Adanya perbedaan produktivitas bawang merah di Sumatera Utara terhadap
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Bawang merah (Allium ascalonicum L) merupakan Salah satu komoditas
sayuran yang termasuk ke dalam kelompok rempah tidak bersubstitusi yang
berfungsi sebagai bumbu masakan. Bawang merah kerap kali menjadi bumbu
wajib pada masakan, karena bawang merah menjadi semacam penguat rasa bagi
masakan. Selain itu, bawang merah adalah makanan padat nutrisi yang berarti
yang rendah kalori dan tinggi nutrisi bermanfaat seperti vitamin, mineral dan
antioksidan. Komoditas ini juga merupakan sumber pendapatan dan kesempatan
kerja yang memberikan kontribusi cukup tinggi terhadap perkembangan ekonomi
wilayah (Balitbang Pertanian, 2005).
Tanaman Bawang Merah Berasal dari Asia Tengah yaitu disekitar
Palestina (Sunarjono Dan Soedarmo, 1989). Tanaman ini merupakan tanaman
tertua dari silsilah budidaya tanaman oleh manusia. Hal ini ditunjukan pada zaman
I dan II (3200-2700 sebelum masehi) bangsa Mesir sering melukiskan bawang
merah pada patung dan tugu-tugu mereka. Di Israel tanaman bawang merah
dikenal tahun 1500 sebelum masehi (Rukman Rahmat, 1994). Pada tahun 2100
sebelum masehi bawang merah telah dikembangkan di Yunani kuno sebagai
Gambar 1.1 Diagram Garis Produktivitas Bawang Merah di Sumatera Utara
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), produktivitas tanaman
bawang merah di Sumatera Utara mengalami penurunan dari tahun ke tahun.
Adapun produktivitas tanaman bawang merah di Sumatera Utara pada tahun 2011
adalah 8,9 ton/ha dengan produksi 12.449 ton dan luas panen 1384 ha. Pada tahun
2012 produktivitas tanaman bawang merah adalah 8,9 ton/ha dengan produksi
14.156 ton dan luas panen 1581 ha, sedangkan pada tahun 2013 produktivitas
tanaman bawang merah adalah 7,9 ton/ha dengan produksi 8305 ton dan luas
panen 1048 ha. Dari data tersebut dapat dilihat bahwa terjadi penurunan
produktivitas tanaman bawang merah di setiap tahunnya.
Pada saat ini peningkatan produksi bawang merah umumnya sangat
tergantung pada pupuk anorganik yang memberikan hasil yang tinggi tetapi
ternyata banyak menimbulkan masalah kerusakan lingkungan. Pupuk anorganik
dekomposisi bahan organik, yang kemudian menyebabkan degradasi struktur
tanah, kerentanan yang lebih tinggi terhadap kekeringan dan keefektifan yang
lebih rendah dalam menghasilkan panenan (Reijntjes et al., 2005). Oleh karena itu
perlu dilakukan usaha untuk tetap menjaga dan memperbaiki agregasi tanah, salah
satu usaha yang penting adalah dengan memberikan pupuk organik pada tanah
sehingga kecukupan unsur hara tergantikan dari yang diserap tanaman, komposisi
tanah tidak mengalami pemadatan dengan adanya bahan organik serta pengikatan
air lebih baik sehingga pengikisan air berkurang (Isnaini, 2006).
Peningkatan produksi yang lambat sementara konsumsi terus meningkat
seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk dan pendapatan menjadikan
ketersediaan bawang merah untuk keperluan rumah tangga dan industri makanan
seringkali kurang dari kebutuhan belum lagi seringnya menipis pasokan bawang
merah menambah masalah dan hal ini mendorong naiknya harga komoditas
tersebut. Sebagai tanaman musiman, puncak produksi bawang merah terjadi pada
bulan-bulan tertentu, sementara konsumsi bawang merah hampir digunakan setiap
hari dan bahkan pada hari-hari besar keragamaan permintaannya cenderung
melonjak. Adanya perbedaan pola produksi dan permintaan menyebabkan
terjadinya gejolak harga pada waktu tertentu, berupa lonjakan kenaikan harga ada
saat permintaan lebih tinggi dari pasokan, atau harga merosot pada saat pasokan
Tabel 1.2 Luas panen,Produksi dan Produktivitas bawang merah
Humbang Hasundutan 105 824 80,19
Simalungun 403 5.915 146,7
Samosir 217 1.358,40 62,6
Padang Lawas 7 5 7,1
Jumlah 1335 13.203,92 98,9
Sumber : Sumatera Utara Dalam Angka 2012
Berdasarkan data yang diperoleh dari Badan pusat Statistik tahun 2011 di
Sumatera Utara terdapat 9 kabupaten yang memproduksi bawang merah yang
paling luas panennya adalah kabupaten Simalungun 403 ha sedangkan Kabupaten
Dairi merupakan penghasil bawang merah terbanyak sekitar 2.714 ton, diikuti
Simalungun 5.915 ton, Samosir 1.358 ton.
Bawang merah sudah lama dikembangkan di kabupaten Dairi khususnya
di kecamatan Silahisabungan. Namun terjadi penurunan perluasan panen dalam
beberapa tahun terakhir. Penurunan jumlah luas panen inipun diikuti dibeberapa
kabupatan/kota di Sumatera Utara. Penurunan jumlah luas panen bawang merah
pada beberapa tahun terakhir di Sumatera Utara dikarenakan banyaknya lahan
Tabel 1.3 Perbedaan Produksi dan Konsumsi bawang merah di
konsumsi bawang merah di Sumatera Utara. Oleh karena itu impor bawang merah
selalu harus dilakukan untuk memenuhi kebutuhan konsumsi ini.
Tabel 1.4 Impor Bawang Merah Di Sumatera Utara
Tahun Berat Bersih
Gambar 1.2 Diagram Garis Impor Bawang Merah di Sumatera Utara
Kebutuhan bawang merah sangat begitu besar, Hampir semua masakan
pada umumnya menggunakan bawang merah sebagai sebagai bumbu penyedap
(Estu dan Nur Berlian 1996). Berdasarkan data pada tahun 2011, produksi bawang
merah di Sumatera utara hanya 13.203,92 ton dengan konsumsi 38.681,51
Artinya, ada kekurangan produksi 25.477,59 ton. Untuk memenuhi kekurangan
produksi tersebut maka mengharuskan pemerintah melakukan impor bawang
merah. Menurut data yang diperoleh dari Badan Pusat Statistika Provinsi
Sumatera Utara, jumlah impor bawang merah yang masuk ke Provinsi Sumatera
Utara terus mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Menurut Badan Pusat
Statistik Pada tahun 2012 impor bawang merah ke Sumatera Utara sebesar
8.931.962 kg namun pada Tahun 2013 impor bawang merah ke Sumatera Utara
semakin meningkat sebesar 21.876.509 kg . 0
Dalam perdagangan internasional pemerintah perlu melakuan
proteksionisme untuk menjaga produksi dalam negeri serta produk dalam negeri
mampu bersaing secara domestik maupun global. Salah satu bentuk proteksionime
tersebut ialah penentukan tarif impor. Ibrahim Pranoto K (1997:55)
mendefinisikan tarif sebagai berikut: tarif disebut juga bea atau duty yaitu sejenis
pajak yang dipungut atas barang-barang yang melewati batas negara. Bea yang
dibebankan pada impor barang disebut bea impor atau bea masuk (import tarif,
import duty) dan bea yang dibebankan pada ekspor disebut bea ekspor, sedangkan
bea yang dikenakan pada barang-barang yang melewati daerah pabean negara
pemungut disebut bea transitu atau transit duty. Tiap barang impor yang masuk
maka akan dikenakan Bea Masuk serta Pajak Pertambahan Nilan (PPN) dan di
atur dalam Buku Tarif kepabeanan Indonesia Tahun 2012 (BTKI). Dalam BTKI
Bea Masuk bawang merah di tetapkan sebesar 20%. Keadaan ini di ikuti dengan
keputusan direktur perdagangan dalam negeri No.118/2013 tentang penetapan
harga Referensi produk Hortikultura. Harga referensi bawang merah di tetapkan
Rp.25.700/kg.
Pada tahun 2013 Komisi Pengawasan Persainggan Usaha (KPPU) menilai
kenaikkan bea masuk lebih realistis ketimbang penerapan kuota impor bawang
merah. Banyaknya petani yang tidak mau menanam bawang di karenakan bawang
merupakan suatu komoditas yang mahal dan sulit untuk di rawat,begitu juga
dengan margin keuntunggan yang tergolong minim. Kondisi ini tidak bisa diawasi
mendongkrang produksi bawang merah dalam negeri Hal inilah yang menjadi
pertimbangan bahwa perlu dilakukan penelitian ”Analisis Pengaruh Penerapan
Tarif Impor Bawang Merah Terhadap Jumlah Produktivitas Bawang Merah di Provinsi Sumatera Utara”
1.2
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang diuraikan diatas, maka peneliti
mencoba merumuskan masalah “Adakah perbedaan produktivitas bawang merah
di Sumatera Utara sesudah dan sebelum tarif impor berlaku?”.
1.3
Tujuan Penelitian
Berdasarkan permasalahan yang hendak dijawab, maka penelitian ini
secara spesifik bertujuan untuk “Untuk mengetahui pengaruh tarif impor bawang
merah terhadap jumlah produktivitas bawang merah di Sumatera utara”.
1.4
Manfaat Penelitian
Adapun manfaat dari penelitian ini adalah:
1. Membantu pihak-pihak yang berkepentingan dalam proses pengambilan
keputusan maupun kebijakan impor bawang merah di Sumatera Utara dan
Indonesia.
2. Bagi penulis sendiri, dapat menambah wawasan, pengetahuan dan
pengalaman serta latihan sebagai aplikasi ilmu-ilmu yang di peroleh
3. Informasi bagi masyarakat dalam mengetahui kontribusi kebijakan
pemerintah dalam menentukan tarif impor terhadap keberlangsungan
ABSTRAK
Perkembangan produktivitas diangap penting mengingat Indonesia
merupakan negara agraris. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis bagaimana perbedaan produktivitas bawang merah sebelum dan sesudah penerapan tarif impor. Penelitian ini menggunakan data skunder dengan metode analisis data yang digunakan adalah Uji paired sample T-test.
Hasil analisi menunjukkan bahwa t hitung > t tabel dimana t hitung = 2,242 dan t tabel = 2,145 yang berarti terdapat perbedaan produktivitas bawang merah sebelum dan sesudah penerapan tarif impor. Pemerintah sebagai penentu besaran tarif impor bawang merah di harapakan mampu menentukan tarif yang sesuai dalam perdaganan Internasional.
ABSTRACT
The development of productivity may be necessary considering that Indonesia is an agricultural country. This study aims to analyze how differences in the productivity of onion before and after the implementation of import tariffs . This study uses secondary data with the data analysis method used is Test paired samples T-test.
Results of the analysis showed t value > t table in t value = 2.242 and t table = 2.145 which means that there are differences in the productivity of onion before and after the implementation of import tariffs. The government as a determinant of the amount of import tariffs onion expect it was able to determine the appropriate rate of trade in the International
SKRIPSI
ANALISIS PENGARUH PENERAPAN TARIF IMPOR BAWANG MERAH TERHADAP JUMLAH PRODUKTIVITAS BAWANG MERAH
DI PROVINSI SUMATERA UTARA
OLEH
TANJANI MULAGABE SITUMORANG 120501011
PROGRAM STUDI STRATA-1 EKONOMI PEMBANGUNAN DEPARTEMEN EKONOMI PEMBANGUNAN
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
ABSTRAK
Perkembangan produktivitas diangap penting mengingat Indonesia
merupakan negara agraris. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis bagaimana perbedaan produktivitas bawang merah sebelum dan sesudah penerapan tarif impor. Penelitian ini menggunakan data skunder dengan metode analisis data yang digunakan adalah Uji paired sample T-test.
Hasil analisi menunjukkan bahwa t hitung > t tabel dimana t hitung = 2,242 dan t tabel = 2,145 yang berarti terdapat perbedaan produktivitas bawang merah sebelum dan sesudah penerapan tarif impor. Pemerintah sebagai penentu besaran tarif impor bawang merah di harapakan mampu menentukan tarif yang sesuai dalam perdaganan Internasional.
ABSTRACT
The development of productivity may be necessary considering that Indonesia is an agricultural country. This study aims to analyze how differences in the productivity of onion before and after the implementation of import tariffs . This study uses secondary data with the data analysis method used is Test paired samples T-test.
Results of the analysis showed t value > t table in t value = 2.242 and t table = 2.145 which means that there are differences in the productivity of onion before and after the implementation of import tariffs. The government as a determinant of the amount of import tariffs onion expect it was able to determine the appropriate rate of trade in the International
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas anugerah dan
penyertaan-Nya dalam penyelesaian skripsi ini. Penulisan skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi dari Program Strata I Departemen Ekonomi Pembangunan pada Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Universitas Sumatera Utara.
Penulis menyadari bahwa pengerjaan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan dan dukungan dari berbagai pihak. Teristimewa untuk kedua orang tua terkasih, ayahanda Horas Situmorang Sp,d dan ibunda Samaria Sabina Sinaga beserta seluruh keluargaku yang senantiasa memberikan doa, dukungan dan kasih yang begitu berharga kepada penulis.
Pada kesempatan ini penulis juga menyampaikan terima kasih kepada:
1...Bapak Prof. Dr. Azhar Maksum, M.Ec, Ac, Ak, CA, selaku Dekan Fakultas ,,,,,,,Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara.
2. Bapak Wahyu Ario Pratomo, SE, M.Ec. selaku Ketua Departemen Ekonomi ...Pembangunan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara dan ...Bapak Drs.,Syahrir Hakim Nasution, M.Si., selaku Sekretaris Departemen ...Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera ,,,,,,.Utara.
3. ..Bapak Irsyad Lubis, SE, M.Soc.Sc, Ph.D. selaku Ketua Program Studi S1 ...Ekonomi Pembangunan, dan Bapak Paidi Hidayat, SE, M.Si., selaku
,,,,,..Sekretaris Program Studi S1 Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi dan ,,,,,,,Bisnis.Universitas Sumatera Utara.
4. ..Bapak Prof. Dr. Syaad Afifuddin, SE, MEc selaku Dosen Pembimbing yang konsisten dalam mengarahkan penulis melalui pemikiran dan waktu yang telah diberikan sampai pada penyelesaian skripsi ini.
5. ..Ibu Inggrita Gusti Sari NST, SE, M.Si dan Bapak Wahyu Sugeng Imam Sueparno, SE, M.Si selaku Dosen Pembanding yang telah memberikan petunjuk dan saran bagi penulis dalam penyempurnaan skripsi ini.