• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Pengaruh Penerapan Tarif Impor Bawang Merah terhadap Jumlah Produktivitas Bawang Merah di Provinsi Sumatera Utara

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis Pengaruh Penerapan Tarif Impor Bawang Merah terhadap Jumlah Produktivitas Bawang Merah di Provinsi Sumatera Utara"

Copied!
62
0
0

Teks penuh

(1)

LAMPIRAN

Lampiran 1. Data Luas Panen, Produksi dan Produktivitas Sumatera Utara Tahun 2000 - 2014

Tahun Luas Panen

(Ha)

Produksi (Ton)

Produktivitas (Ton/Ha)

2000 3.015 35.725 11,8

2001 2.917 35.397 12,1

2002 4.521 36.760 8,1

2003 3.866 1,7 9,7

2004 1,4 12,1

2005 1,2 9,1

2006 1,5 8,1

2007 1,5 9,1

2008 1,7 9,8

2009 1,6 9,2

2010 1,7 6,9

2011 1,9 8,9

2012 1,3 8,9

2013 1,2 7,9

2014 7,7

(2)

Lampiran 2. Impor dan Nilai Impor Bawang Merah Sumatera Utara Tahun

Sumber : Badan Pusat Penelitian Sumatera Utara

(3)

Case Processing Summary

Cases

Valid Missing Total

N Percent N Percent N Percent

Pro 15 100,0% 0 0,0% 15 100,0%

Tests of Normality

Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk

Statistic Df Sig. Statistic Df Sig.

Pro ,190 15 ,151 ,897 15 ,086

(4)

Model Summaryb

95,0% Confidence Interval for B Correlations Collinearity Statistics

Lower Bound Upper Bound Zero-order Partial Part Tolerance VIF

8,041 10,731

,000 ,000 -,057 -,057 -,057 1,000 1,000

a. Dependent Variable: pro

Lampiran 4. Hasil Output Paired Sample T- test

(5)

Paired Samples Test

Paired Differences

t df Sig.(2

-tailed) Mean Std.

Deviation

Std.

Error

Mean

95% Confidence Interval

of the Difference

Lower Upper

Pair

1

Sebelum -

Sesudah

2,500 1,931 1,115 -2,298 7,298 2,242 2 ,154

(6)

DAFTAR PUSTAKA

Akhmad. 2014. Dampak Kebijakan Tarif Impor Beras Terhadap Surplus Produsen Dan konsumen.

Bonar Kariyasa dan Dedi Sintya. 2013. Impact Of Maize Import Tariff Policy Changes On Production And Consumption In Indonesia.

Fengqen, Zhao. 2001. The Economic Effects of Tariff Rate Quotes and Trade

Liberalization An Application to China’s Wto Accession (jurnal). Washington: Washington State University.

Gujarati, D. 2009. Ekonometrika Dasar. Ahli bahasa: Sumarno Zain. Erlangga: Jakarta.

http://www.litbang.pertanian.go.id/special/komoditas/b3bawang.

http://regionalinvestment.bkpm.go.id/newsipid/displayberita.php?in=527&ia=12.

http://sumut.bps.go.id/frontend/Subjek/view/id/8#subjekViewTab3|accordion daftar-subjek2

Kuncoro,Mudrajat. 2009. Metode Riset untuk Bisnis dan Ekonomi. Erlangga: Jakarta.

Mankiw. 2003. Teori Makroekonomi. Edisi ke-5. Erlangga: Jakarta.

Salvatore, D.1997. Ekonomi Internasional. Edisi V. Erlangga. Jakarta.

__________ 1997. Ekonomi Internasional. Edisi VII. Cetakan III. Jakarta : Erlangga.

Sinulingga, Sukaria. 2011. Metode Penelitian, Edisi 1. USU Press.

Tambunan, Tulus. 2003. Perkembangan Sektor Pertanian Di Indonesia. Ghalia Indonesia: Jakarta.

(7)

BAB III

METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian

Penelitian tentang Analisis pengaruh penerapan tarif impor bawang merah

terhadap jumlah produktivitas bawang merah di Sumatera Utara, ini menggunakan

metode penelitan Deskriptif Kuantitatif. Metode deskriptif merupakan suatu

metode dalam meneliti status sekelompok manusia, suatu objek, suatu set kondisi,

suatu sistem pemikiran ataupun suatu kelas peristiwa pada masa sekarang. Tujuan

dari penelitian deskriptif ini adalah untuk membuat deskripsi, gambaran, atau

lukisan secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta

hubungan antarfenomena yang diselidiki (Nazir 1988)

3.2 Tempat dan Waktu Penelitan

Ruang lingkup penelitian ini yaitu seluruh konsumsi bawang merah baik

yang di produksi maupun bawang merah impor di Sumatera Utara. Dimana

seluruh konsumsi bawang merah yang di teliti memiliki kontribusi terhadap

jumlah produktivitas bawang merah di Sumatera Utara pada periode 2000-2014.

3.3 Definisi dan Batasan Operasional

Berbagai istilah kata digunakan dalam penulisan ini untuk memperoleh

persamaan pengertian, maka diperlukan definisi yang jelas terhadapa berbagai

konsep. Secara ringkas definisi masing-masing konsep dinyatakan sebagian

sebagai berikut ini:

1. Tarif impor bawang merah merupakan bea masuk terhadap komoditi

(8)

2. Produktivitas bawang merah merupakan jumlah keseluruhan produksi bawang merah dibagi dengan luas panen bawang merah yang dinyatakan

dalam satuan ton per hektar (ton/ha).

3. Luas areal tanaman bawang merah merupakan luas seluruh areal produktif

tanaman bawang merah dan dinyatakan dalam satuan hektar (ha).

4. Impor bawang merah merupakan jumlah total impor bawang merah yang

berasal dari luar negeri lalu masuk ke Indonesia yang dinyatakan dalam

satuan (ton).

3.4 Jenis dan Sumber Data

Penelitian ini menggunakan data skunder dengan deret waktu tahunan

(time series) dari tahun 2000 sampai 2014. Data di peroleh dari Badan Pusat

Statistik (BPS), Skripsi, Jurnal, Website yang relevan serta buletin-buletin

penelitian dan hal-hal lain yang mendukung penelitian ini.

3.5 Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data adalah teknik yang dilakukan untuk

mengumpulkan data dalam penelitian ini. Dalam penelitian ini menggunakan

metode dokumentasi, yaitu pengumpulan data dengan melakukan pencatatan dari

buku atau literature untuk memperoleh data yang dibutuhkan (Suharsimi, 2010)

3.6 Teknik Analisis Data 3.6.1 Uji Asumsi Klasik

Uji asumsi klasik adalah persyarata statistic yang harus di penuhi pada

analisis regresi linier berganda. Setidaknya ada empat uji asumsi klasik yaitu uji

(9)

asumsi klasik penting dilakukan untuk menghasilkan estimator yang linier tidak

bias dengan varian yang minimum (Best Linier Unbiased Estimator = BLUE)

yang berarti model regresi tidak mengandung masalah. Tidak ada ketentuan yang

pasti tentang urutan yang harus di penuhi terlebih dahulu.

a. Uji Normalitas

Uji normalitas bertujuan untuk mengetahi apakah masing-masing variabel berkontribusi normal atau tidak. Uji normalitas diperlukan karena untuk

melakukan pengujian-pengujian variabel lainnya dengan mengasumsikan bahwa

nilai residual mengikuti distribusi normal. Jika asumsi dilanggar maka uji statistik

menjadi tidak valid dan statistik parametrik tidak dapat digunakan (Imam Ghozali

2007).

Angka signifikan (sig) > α = 0,005 maka data berdistribusi normal

Angka signifikan (sig) < α = 0,005 maka data tidak berdistribusi normal

b. Uji Multikolinearitas

Uji multikolinearitas bertujuan untuk menguji apakah model regresi

ditemukan adanya korelasi antara variabel bebas. Karena model regresi yang baik

seharusnya tidak terjadi korelasi diantara variabel independen (Imam Ghozali

2005)

Uji multikolinearitas dilakukan dengan melihat tolerance value atau dengan

menggunakan variance Inflation Factors (VIF) dari hasil analisis dengan

menggunakan SPSS. Nilai VIF dapat dihitung dengan rumus yaitu sebagai

berikut.

(10)

Uji multikolinearitas dilakukan dengan melihat tolerance value dan variance

inflation faktor (VIF). Multikolinearitas terjadi bila nilai VIF diatas nilai 10 atau

tolerance value dibawah 0,10. Multikolinearitas tidak terjadi bila nilai VIF

dibawah nilai 10 atau tolerance value diatas 0,10 (Santoso, 2002)

c. Uji Autokorelasi

Uji autokorelasi bertujuan menguji apakah model regresi linier ada korelasi

antara kesalahan penggangu pada periode t dengan kesalahan penggangu pada

periode sebelumnya (t-1). Autokorelasi terjadi karena disebabkan beberapa hal,

yaitu :

Inertia, yaitu adanya momentum yang masuk kedalam variabel-variabel

bebas yang terus-menerus sehingga mempengaruhi nilai-nilai variabel

bebasnya

Terjadi penyimpangan spesifikasi karena adanya variabel-variabel bebas

dan tidak dimasukkan dalam model

Bentuk fungsi yang salah

Adanya lags (tenggang Waktu)

Manipulasi data yang mengakibatkan data tidak akurat

Dalam penelitian ini untuk mendeteksi ada tidaknya autokorelasi digunakan

uji statitik Durbin-Watson.Setelah nilai d atau DW didapat,kemudian nilai d

tersebut dibandingkan dengan nilai-nilai kritis dari dL dan dU dari table statistic

Durbin-Watson. Secara umum,kriteria yang digunakan adalah.

(11)

 Jika dU < d < 4 - dU, berarti tidak ada autokorelasi positif atau

negatif.

 Jika dL ≤ d ≤ dU atau 4 - dU ≤ d ≤ 4 - dL, berarti pengujian tidak

meyakinkan.

Apabila terdapat autokorelasi cara menanggulangi masalahnya yaitu

dengan cara mentransformasikan data atau bisa juga dengan mengubah model

regresi kedalam bentuk persamaan beda umum. Selain itu dapat dilakukan dengan

memasukkan variabel lag dari variabel variabel terikat menjadi salah satu variabel

bebas, sehingga data observasi menjadi berkurang 1.

d. Uji Heterokedastitas

Uji Heterokedastitas bertujuan untuk melihat apakah terdapat ketidaksamaan

varians dari residual satu pengamatan yang lain. Dalam regresi linier diasumsikan

bahwa varians bersyarat dari E( (homokedastisitas), apabila

varians bersyarat Untuk setiap 1, ini berarti variansnya homogen atau

homokedastitas.

Untuk mendeteksi ada tidaknya Heterokedastitas dalam model regresi bisa

dilihat dari pola yang berbentuk pada titik-titik yang terdapat pada grafik

scaterplot.

Lebih lanjut dasar pengambil keputusan adalah sebagai berikut ( Santoso, 2002):

 Jika ada pola tertentu seperti titik- titik yang ada membentuk suatu pola

tertentu yang teratur (bergelombang, melebar, kemudian menyempit) maka

(12)

 Jika tidak ada pola yang jelas secara titik-titik menyebar diatas dan

dibawah angka nol pada sumbu Y, maka tiSdak terjadi Heterokedastitas.

3.6.2 Uji Paired sample T-test

Pembuktian hipotesis ini menggunakan analisis statistik deskriptif dengan

metode Pengujian Sampel Berpasangan (Paired sample T-test), yaitu untuk

menguji ada atau tidaknya perbedaan rata-rata antara dua kelompok sampel yang

berpasangan (berhubungan). Dengan demikian maka pada penelitian ini

pembuktian hipotesis dilakukan dengan pengujian terhadap perbedaan

produktivitas bawang merah sebelum penerapan tarif impor dan setelah tarif

impor.

Penarikan kesimpulan pada uji ini di dasarkan pada :

- Jika t hitung > t table atau probabilitas pada kolom sig.(2-tailed) < 0,05

maka Ha diterima berarti perbedaan produktivitas bawang merah

sebelum penerapan tariff impor dan setelah tariff impor.

- Jika t hitung < t table atau probabilitas pada kolom sig.(2-tailed) < 0,05

maka Ho diterima berarti tidak terdapat perbedaan produktivitas

bawang merah sebelum penerapan tariff impor dan setelah tariff impor

Selanjutnya pengolahan data untuk pengujian hipotesis dalam penelitian

(13)

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Produk Hortikultura Sumatera Utara

Provinsi Sumatera Utara berada di bagian barat Indonesia, terletak pada

garis 1o- 4o Lintang Utara dan 98o- 100o Bujur Timur. Sebelah utara berbatasan

dengan Provinsi Nanggro Aceh Darussalam, sebelah timur dengan negara

Malaysia dan Selat Malaka, sebelah barat berbatasan dengan Provinsi Riau, dan

Sumatera Barat dan di sebelah barat berbatasan dengan Samudera Hindia.

Luas Provinsi Sumatera Utara sebesar 71.680,68 km2, sebagian besar

berada di daratan Pulau Sumatera dan sebagian kecil berada di pulau Nias, pulau-

pulau Batu, serta beberapa pulau kecil, baik di bagian barat maupun bagian timur

pantai pulau Sumatera. Berdasarkan konsisi letak dan kondisi alam tersebut,

Sumatera dibagi dalam tiga kelompok wilayah yaitu pantai Barat, daratan Tinggi,

dan Pantai Timur.

Provinsi Sumatera Utara tergolong ke dalam daerah beriklim tropis, karena

terletak dekat garis khatulistiwa permukaan daratan Provinsi Sumatera Utara

sangat bervariasi, sebagai daerahnya datar dan beberapa meter diatas permukaan

laut beriklim cukup panas bisa menvapai 35,8 oC, sebagai daerah berbukut

dengan kemiringan yang landai, beriklim sedang, dan sebagian lagi berada pada

daerah ketinggian dengan suhu minimalnya bisa mencapai 13 oC.

Produksi sector pertanian Sumatera Utara pada Tahun 2009 sebesar 148,44

yang dalam hal ini mengalami peningkatan dari tahun sebelumnya. Peningkatan

(14)

menunjukkan bahwa sektor ini memiliki perkembangan yang cukup baik, yaitu

naik sebesar 12,21 poin dibandingkan tahun sebelumnya

Provinsi Sumatera Utara termasuk salah satu daerah penghasil produk

hortikulura yang potensial. Tercatat pada tahun 2003 daerah sentra tanaman

bawang merah terdapat di Kabupaten Simalungun, Toba Samosir dan Karo yang

menyumbang produksi sebesar 97,14 persen dari total produksi, komoditi cabe

disumbangakan oleh Kabupaten Karo, Simalungun, dan Deli Serdang yang

berkontribusi sebesar 80,55 persendari total produksi cabe dan bawang merah

merupakan komoditi yang paling strategis dan paling banyak dibutuhkan oleh

masyarakat terutama pada hari-hari besar.

Untuk Komoditi kentang Kabupaten Simalungun, Karo dan Dairi

menyumbang sebesar 97,75 persen dari total produksi kentang di Sumatera Utara.

Begitu juga untuk komoditi tomat Kabupaten Tapanuli Selatan dan Simalungun

menyumbang 94,58 dari total produksi tomat. Produksi wortel terbesar

disumbangkan oleh Kabupaten Karo, Simalungun dan Tapanuli Utara yang

menyumbang sebesar 99,55 persen dari total produksi wortel di Sumatera Utara.

Produksi bawang putih di Sumatera Utara dikontribus oleh Kabupaten

Simalungun, Tobasa dan Dairi yang berkontribusi sebesar 99,8 persen dari

prosuksi bawang putih di Sumatera Utara.

4.2 Deskripsi Bawang Merah

Bawang merah (Allium ascalonicum L) merupakan sejenis tanaman yang

menjadi bumbu berbagai masakan di dunia, berasal dari Asia Tengah yaitu

(15)

dimakan mentah, untuk bumbu masakan, acar, obat tradisonal, kulit umbinya

dapat dijadikan zat pewarna dan daunya dapat pula digunakan untuk campuran

sayur.

Bunga bawang merah merupakan bunga majemuk berbentuk tandan yang

tangkai dengan 50-200 kuntum bunga. Pada ujungnya dan pangkal tangkainya

mengecil dan dibagian tengan mengembung, bentuknya seperti pipa yang

berlubnag di dalam. Tangkai tandan bunga ini sangat panjang, lebih tinngi dari

daunya sendiri dan mencapai 30-50 cm. Bunga bawang merah termasuk bunga

sempurna yang tiap bunga terdapat benang sari dan kepala putik. Bakal buah

sebenarnya terbentuk dari tiga daun buah yang disebut carpel, yang membetuk

tiga buah ruang dann dalam tiap ruang tersebut terdapat dua calon biji. Buah

berbentuk bulat dengan ujung tumpul. Biji bawang merah dapat digunakan

sebagai bahan perbanyakan tanaman secara generative.

Bawang merah mengandung vitaman C, Kalium, Serat, dan Asam Folat.

Selain itu bawang merah juga mengandung Kalsium dan Zat besi. Bawang merah

juga mengandung zat pengatur tumbuh alami berupa hormone auksin dan

(16)

4.3 Luas Panen Bawang Merah Sumatera Utara

Gambar 4.1 Diagram Balok Luas Panen Bawang Merah di Sumatera Utara Pentingnya bawang merah dalam konsumsi sehari-hari di tambah komoditas ini

menjadi salah satu komoditas import, sehingga bawang merah menjadi penting

dalam perkembangnya. Di dataran rendah pada umumnya bawang merah di tanam

pada musim kemarau di daerah sawah bekas tanaman pada, karena pada musim

hujan dipergunakan untuk tanaman padi. Namun dalam perjalannyan luas panen

bawang merah di Sumatera Utara terus berkurang dalam beberapa tahun

belakangan.

Dalam rentan waktu dari tahun 2000 sampai 2014 luas panen bawang merah di

Sumatera Utara tertinggi terdapat pada tahun 2002 yang tercatat sebesar 4.521 Ha,

namun hal ini tidak dapat dilihat lagi dalam beberapa tahun terakhir. Bahkan

keadaan ini di perparah dalam 5 tahun terakhir dimana luas panen bawang merah

rata-rata hanya 1.275 Ha. Pada tahun 2013 dimana tercatat bahwa luas panen

(17)

bawang merah sebesar 1.048 tentu hal ini di ikuti dengan besarnya jumlah impor

pada tahun tersebut, dimana impor bawang merah sebesar 21.876.509 kg.

Pengalihan lahan yang semula di tanami bibit bawang merah beralih menjadi

beberapa komoditi pertanian yang menguntungkan bagi kalangan petani.

4.4 Produksi bawang merah Sumatera Utara

Gambar 4.2 Diagram Balok Produksi Bawang Merah di Sumatera Utara Di iklim seperti Sumatera Utara tanaman bawang merah sulit untuk

berbunga, untuk berbunga tanaman bawang merah tersebut diperlukan beberapa

suhu rendah antara 5-10 oC. Namun pada dataran tinggi pada musim tertentu

yang pada malam hari dingin beberapa kultivar bawang merah mampu berbunga.

Tetapi pada musim biasa, pembungaan sulit terjadi. Hal ini menunjukkan bahwa

tanaman bahwa pembungaan tanaman bawang merah sulit diharapkan yang berarti

sukar diperoleh bijinya. Untuk mengatasi kesulitan pembijian bawang merah

tersebut dilakukan dengan pendinginan umbi bibitnya pada suhu rendah 5-10 oC 0

5000 10000 15000 20000 25000 30000 35000 40000

(18)

(dalam lemari pendingin) selama 3 - 4 minggu, kemudian menanamnya di daerah

sejuk.

Bawang merah termasuk tanaman yang sulit di produksi, hal ini pun

menjadi salah satu alasan mengapa produksi bawang merah di Sumatera Utara

terus menurun. Rata-rata produksi pada tahun 2000 sampai 2014 sebesar 17.906

Ton. Penurun produksi bawang merah yang drastis terjadi pada tahun 2004

dimana pada tahun sebelumnya produksi bawang merah Sumatera Utara tercatat

sebesar 37.651 Ton turun menjadi 16.079 Ton pada tahun 2004. Penurunan

produksi bawang merah di Sumatera Utara di ikuti pada tahun – tahun

selanjutnya.

Sebagaimana dalam mengembangkan produksi bawang merah di Sumatera

Utara pada periode 2007 – 2012 luas panen bawang merah mengalami

peningkatan pertahunnya. Hal ini dapat dikatakan sukses di karenakan produksi

bawang merah ikut mengalami kenaikan pada periode tersebut.

Di Sumatera Utara terdapat 9 daerah kabupaten yang memproduksi

komoditi bawang merah, pada tahun 2011 kabupaten paling besar dan luas

panennya adalah Simalungun dengan luas panen 403 ha, dan yang luas panenya

(19)

4.5 Kinerja Produktivitas Bawang Merah di Sumatera Utara

Gambar 4.3 Diagram Balok Produktivitas Bawang Merah di Sumatera Utara

Produktivitas bawang merah tidak terlepas dari hasil produksi dan luas

panen bawang merah. Produktivitas bawang merah di Sumatera Utara terus

mengalami kemunduran hal ini tentu di pengaruhi oleh luas panen bawang merah

dan produksi bawang merah yang terus menurun. Selama periode 2000 sampai

2014 terjadi penurunan produktivitas bawang merah dimana produktivitas

terburuk di alami pada tahun 2010 yang hanya mencapai 6,9 Ton/Ha. Sedangkan

produktivitas bawang merah di Sumatera Utara tertinggi terdapat pada tahun 2001

dan 2004 dengan rata-rata produktivitas 12,1 Ton/Ha. Menurut Pitojo (2005)

produktivitas bawang merah yang di kembangkan di Sumatera Utara mencapai 74

Kw/Ha. Hal ini di implikasikan kepada 9 kabupaten di Sumatera Utara diataranya

Kabupaten Tapanuli Selatan, Tapanuli Utara, Toba Samosir, Dairi, Karo,

Humbang Hasundutan, Simalungun, Samosir dan Padang Lawas Utara. 0

2 4 6 8 10 12 14

(20)

4.6 Kebijakan Impor Produk Hortikultura

Dalam beberapa tahun terakhir impor produk hortikultura cenderung meningkat seiring peningkatan permintaan domestik dan situasi produksi dalam

negeri belum mencukupi. Peningkatan impor produk hortikultura secara langsung

dan tidak langsung mempengaruhi agribisnis hortikultura domestik.

Dalam rangka memaksimalkan dampak positif dan meminimumkan

dampak negatif impor produk hortikultura kementrian pertanian menerbitkan

Rekomendasi Impor Produk Hortikultura (RIPH) dan Kementrian perdagangan

menerbitkan Ketentuan Impor Produk Hortikultura (KIPH) . Kebijakan impor

tersebut mengalami beberapa kali revisi dan terakhir direvisi pada tahun 2013.

Dimana Permentan no 47/2013 tentang Rekomendasi Impor Produk Hortikultura

(RIPH) diterbitkan pada tanggal 19 April 2013 sebagai penyempurnaan

Permentan sebelumnya (No. 60/2012). Permendag No 60/2012 juga direvisi

menjadi Permendag No. 47/2013. Permentan No. 60/2012 direvis karena ada

berbagai klausul yang bertentangan dengan WTO. Permentan 60/2012 secara

eksplisit tidak menyebut untuk melindungi kepentingan Nasional, khusunya

petani hortikultura tetapi untuk member kepastian layanan bagi calon importir

produk hortikultura tentang impor produk sejenis di dalam negeri, konsumsi

domestik, ketersedian produk di dalam negeri, potensi mendistrorsi pasar, dan

waktu panen.

Permentan No. 47/2013 direvisi lagi pada tanggal 30 agustus 2013

menjadi Permentan No 86/2013. Permendag no 47/2013 direvisi menjadi

(21)

adanya harga referensi untuk impor cabe dan bawang merah yang ditetapkan oleh

Menteri perdagangan. Keputusan Direktur Jendral Perdagangan Dalam Negeri

No.118/2013 tentang penetapan Harga Referensi Produk Hortikultura. Harga

referensi bawang merah di tetapakan sebesar Rp. 25.700 per kg. Harga referensi

cabai merah dan cabai keriting sebesar Rp. 26.300 per kg. Harga referensi cabai

rawit sebesar Rp.28.000 per kg.

Kebijakan RIPH disertai dengan pengaturan pelabuhan masuk untuk

produk hortikultura. Permentan No. 42/2012 mengatur tentang tindakan karantina

tumbuhan untuk impor buah dan sayuran segar kedalam wilayah Indonesia.

Permentan No. 43/ 2012 mengatur tindakan karantina tumbuhan untuk pemasukan

sayuran umbi lapis segar. Aspek yang menonjol dalam peraturan ini adalah

ketentuan pelabuhan impor produk hortikultura, yakni pelabuhan laut Belawan

(Medan), Tanjung Perak (Surabaya), Soekarno-Hatta (Makassar), dan pelabuhan

udara Soekarno-Hatta (Jakarta). Walaupun demikian hal ini tidak berlaku bagi

produk hortikultura dari Amerika Serikat, kanada, New Zealand, dan Australian

karena memperoleh MRA (Mutual Recognition Agreement) sehingga bisa masuk

melalui pelabuhan Tanjung Priok Jakarta.

Importir atau pedagang besar umumnya kurang menyetujui kebijakan ini

karena persyaratan impor yang lebih banyak dan produksi dalam negeri kurang

berkelanjutan serta kualitas kurang baik. Penjual sempat mengalami kesulitan

dalam memasarkan produk impor. Konsumen menyambut baik kebijakan ini

dengan catatan produksi dan kualitas hortikultura domestik ditingkatkan.

(22)

berupaya meningkatkan produksi maupun kualitas dan berharap pemerintah

memfasilitasi ketersedian sara produksi, fasilitas pemasaran serta penyuluhan.

4.7 Tarif Impor Bawang Merah

Untuk memberikan dukungan bagi penigkatan produksi bawang merah

dan pendapatan petani pemerintah mengimplementasikan berbagai kebijakan

dalam pertanian hortikultura. Pemerintah telah menimplemntasikan kebijakan

harga dasar produk hortikultura, kebijakan subsidi benih, kebijakan subsidi pupuk,

kebijkan kredit usaha tani serta kebijakan tarif impor bawang merah. Tarif

merupakan bentuk perlindungan tertua yang bertujuan untuk mensejahterakan

produsen dalam memproduksi. Penetapan tarif impor Hortikultura terus

mengalami perkembangan dari waktu ke waktu. Tarif impor diatur dalam Buku

Tarif Kepabeanan Indonesia (BTKI). Buku BTKI bawang merah sebagai salah

satu produk hortikultura di tetapkan sebesar 20%. Produk hortikulutara dianggap

penting karena karena jumlah konsumsi masyarakat yang terus meningkat di

tambah dengan produksi yang belum dapat memenuhi.

4.8 Hasil Pengujian dan Pengolahan Data 4.8.1 Uji Asumsi Klasik

1. Uji Normalitas

Pengujian normalitas dilakukan untuk menguji apakah dalam model

regresi, variabel pengganggu/residual memiliki distribusi normal. Model regresi

yang baik bila memiliki distribusi normal atau mendekati normal, jika asumsi ini

dilanggar maka uji satistik ini dikatakan tidak valid. Pengujian normalitas

(23)

diagonal menunjukkan adanya penyebaran datayang mendekati normal. Hasil

pengujian normalitas ini dapat dilihat pada gambar berikut ini.

Gambar 4.4 Hasil Uji Normalitas

Gambar tersebut menunjukkan bahwa titik-titik residual model regresi

sudah berdistribusi normal karena titik-titik tersebut yang menyebar di sekitar

garis diagonal. Dengan demikian syarat kenormalan sebagai pengujian statistik

menggunakan regresi dapat terpenuhi.

2. Uji Autokorelasi

Uji autokorelasi bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi

(24)

pengganggu pada t-1 sebelumnya. Metode pengujian yang sering digunakan

adalah dengan uji Durbin-Watson dengan ketentuan sebagai berikut :

a. Jika d lebih kecil dari dL atau lebih besar dari (4-dL) maka hipotesis nol

ditolak yang berarti terdapat autokorelasi.

b. Jika d terletak antara dU dan 4-dU, maka hipotesis nol diterima, yang berarti

tidak ada autokorelasi.

akan kita bandingkan dengan nilai tabel signifikan 5%, jumlah sampel N = 15 dan

jumlah variabel independen 2 (K=2) dl = 0,95 maka diperoleh du=1,54. Nilai DW

= 1,132 lebih kecil dari batas atas (du) yakni 1,54 dan kurang dari (4-du). 4-1,54 =

2,46 sehingga dapat disimpulkan tidak terdapat autokorelasi.

3. Uji Multikoleniaritas

Menurut Rahayu (2004) umumnya multikoleniaritas dapat diketahui dari

nilai dari Variance Inflation Factor (VIF) atau tolerance value. Batas tolerance

(25)

dan tolerance value diatas nilai 0,10 maka tidak terjadi multikoleniaritas sehingga

model reliable sebagai dasar analisis.

Tabel 4.2

Hasil Uji Multikoleniaritas

Collinearity Statistics

Tolerance VIF

1,000 1,000

Sumber: Hasil Uji SPSS

Hasil pengujian dalam tabel 4.2 menunjukkan bahwa semua variabel yang

digunakan sebagai prediktor model regresi menunjukkan nilai VIF yang cukup

kecil, dimana semuanya berada di bawah 10 dan nilai tolerance semua variabel

berada diatas 0,10. Hal ini berarti bahwa variabel-variabel bebas yang digunakan

dalam penelitian tidak menunjukkan adanya gejala multikolinieritas, yang berarti

bahwa semua variabel tersebut dapat digunakan sebagai variabel yang saling

independen

4. Uji Heteroskedastisitas

Pengujian ini digunakan untuk menguji apakah dalam model regresi

terdapat ketidaksamaan variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan

lain. Uji heteroskedastisitas yang dilakukan adalah uji Glejser dengan meregres

(26)

Tabel 4.3

Hasil Uji Heteroskedastisitas Coefficientsa

Model Unstandardized Coefficients Standardized

Coefficients

Berdasarkan hasil estimasi yang dilakukan maka dapat disimpulkan bahwa

tarif impor sebesar 0,841 artinya tidak terjadi heteroskedastisitas pada variabel

pendidikan.

4.8.2 Uji Paired sample T-test

Untuk dapat menganalisa jumlah produktivitas bawang merah sebelum

penerapan tarif impor dan sesudah tarif impor adalah dengan membandingkan

tingkat produktivitas bawang merah sebelum dan sesudah terkena tarif impor.

Rumusan hipotesis penelitian dalam analisis statistik adalah :

Ho = Tidak terdapat perbedaan tingkat produktvitas bawang merah sebelum dan

sesudah terkena tarif impor.

Ha = Terdapat perbedaan tingkat produktivitas bawang merah sebelum dan

sesudah terkena tarif impor.

Uji analisa dua sampel berpasangan maka yang perlu diketahui adalah

apakah terdapat perbedaan tingkat produktivitas bawang merah sebelum dan

sesudah terkena tarif impor.

Berdasarkan Probabilitas maka kriteria pengambilan keputusan adalah:

(27)

Ha diterim jika t hitung < t tabel pada α = 5%

Berdasarkan hasil uji Paired Sample T-test dapat dilihat pada tabel di bawah ini

Tabel 4.4

Hasil Uji Hipotesis Paired Sample T-test

Perbandingan t tabel t hitung Sig Keterangan

Produktivitas Sebelum dan

Sample T-test dengan tingkat signifikansi 0,05.

Sehingga dari tabel output SPSS diperoleh :

1. Nilai t hitung adalah 2,242 dan nilai signifikansi adalah 0,154

2. Nilai t table dapat dilihat pada table statistik pada signifikasi 0,05 dengan

derajat kebebasan (df)n – 1 atau 15 – 1 = 14. Maka hasil yang di peroleh

untuk t table adalah 2,145

4.9 Pembahasan Hasil Penelitian

Berdasarkan hasil perhitungan uji Paired sample T-test diketahui bahwa

t hitung = 2,242 dan t tabel = 2,145 sehingga berdasarkan kriteria ini t hitung >

t table dimana Ho ditolak atau hipotesis penelitian ini (Ha) diterima yaitu terdapat

tingkat produktivitas bawang merah di Sumatera Utara antara sebelum dan

sesudah penerapan tarif impor bawang merah. Hal ini menunjukkan bahwa

penerapan tarif impor pada bawang merah berdampak pada produktivitas bawang

(28)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan

Berdasarkan Hasil Uji beda dan pembahasan, maka dapat disimpulkan

bahwa :

1. Terdapat perbedaan produktivitas bawang merah di Sumatera Utara

antara sebelum dan sesudah penerapan tarif impor. Oleh karena itu

Hipotesis penelitian (Ha) diterima.

2. Penerpan tarif impor bawang merah perpengaruh positif dalam

pertumbuhan produktivitas bawang merah di Sumatera Utara.

5.2 Saran

1. Perkembangan Produktivitas bawang merah penting di tingkatkan

mengingat Indonesia saat ini adalah negara agraris. Penerapan kebijakan

tarif impor bawang merah berpengaruh positif terhadap perkembangan

produktivitas bawang merah di Sumatera Utara. Pemerintah sebagai

penentu besaran tarif impor di harapakan mampu menentukan tarif impor

yang sesuai serta diikuti dengan kebijakan- kebijakan lain yang mampu

menjaga produsen dalam memproduksi bawang merah terutama dalam

perdagangan Internasional.

2. Untuk peneliti selanjutnya, diharapkan untuk menambah variabel lain yang

dapat dijadikan indikator dalam penelitian lanjutan. Hal ini karena masih

adanya variabel-variabel yang belum ditemukan penulis yang masih

memiliki hubungan yang berkaitan dengan Tingkat Produktivitas Bawang

(29)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori Produksi

Menurut Sugiarto (2007), produksi adalah suatu kegiatan yang mengubah input menjadi output. Kegiatan tersebut dalam ekonomi biasa dinyatakan dalam

fungsi produksi. Fungsi produksi menunjukkan jumlah maksimum output yang

dapat dihasilkan dari pemakaian sejumlah input dengan menggunakan teknologi

tertentu. Secara matematika fungsi produksi dapat dituliskan sebagai berikut:

Q= F(K, L, X, E)

Dimana:

Q= Output

K=Kapital

L= Tenaga kerja

X= Bahan Baku

E= Keahlian keusahawan

Sedangkan menurut Lipsey (1995) Produksi merupakan tindakan dalam

membuat komoditas, baik barang maupun jasa. Funsi produksi adalah hubungan

fungsi yang memperlihatkan output maksimum yang dapat di produksi oleh setiap

input dan oleh kombinasi berbagai input. Fungsi produksi memperlihatkan jumlah

(30)

Sebuah fungsi produksi dapat digambarkan dalam bentuk

persamaan aljabar. Secara sistematis fungsi produksi sebagai berikut:

Q=f(K,T,…)

Dimana:

Q = Output yang dihasilkan selama suatu periode tertentu

f= Gambaran bentuk hubungan dari perubahan input menjadi output

K= Kapital

T= Tenaga Kerja

2.2 Teori Produktivitas

Pengertian produktivitas sangat berbeda dengan produksi. Tetapi produksi

merupakan salah satu komponen dari usaha produktivitas, selain kualitas dan hasil

keluarannya. Produksi adalah suatu kegiatan yang berhubungan dengan hasil

keluaran dan umumnya dinyatakan dengan volume produksi, sedangkan

produktivitas berhubungan dengan efisiensi penggunaan sumber daya (masukan

dalam menghasilkan tingkat perbandingan antara keluaran dan masukan).

Produktivitas adalah hubungan antara berapa output yang dihasilkan dan berapa

input yang dibutuhkan untuk memproduksi output tersebut ( Blocher, 2000).

Pengukuran produktivitas berhubungan dengan perubahan produktivitas

sehingga usaha-usaha untuk meningkatkan produktivitas dapat dievaluasi.

Pengukuran dapat juga bersifat propektif dan sebagai masukan untuk pembuatan

(31)

kemajaun dan perubahan teknologi. Adopsi teknologi pertanian padat karya

(penggunaan benih unggul,pupuk, dan pestisida) serta teknologi mekanis yang

padat modal (pengunaan traktor sederhana dan pembagunan sarana irigasi

teknis,dan sebagainya) secara langsung atau tidak langsung telah mewarnai

produktivitas itu sendiri (Arifin, 2001)..

2.3 Teori Impor

Perdagangan internasional adalah perdagangan yang dilakukan oleh

penduduk suatu negara dengan penduduk negara lain atas dasar kesepakatan

bersama. Perdagangan internasional dalam arti sempit merupakan suatu masalah

yang timbul akibat adanya pertukaran komoditas suatu negara (Salvatore, 1997).

Suatu negara akan mengekspor komoditas yang produksinya lebih banyak

menyerap faktor produksi yang relatif melimpah dan murah di negara tersebut dan

dalam waktu bersamaan negara tersebut akan mengimpor komoditas yang

produksinya memerlukan sumberdaya yang relatif langka dan mahal di negara

tersebut (Salvatore, 1997). Secara teoritis, negara A akan mengekspor komoditas

X kepada negara B apabila harga domestic komoditas tersebut (sebelum

terjadinya perdagangan) relatif lebih rendah dibandingkan dengan harga domestic

di negara B. Hal ini terjadi karena adanya kelebihan penawaran (excess supply) di

negara A, yaitu produksi domestik lebih tinggi dari pada konsumsi domestik. Hal

ini menggambarkan bahwa negara A memiliki faktor produksi yang relatif

melimpah. Kondisi ini menciptakan peluang bagi negara A untuk menjual

kelebihan produksinya kepada negara lain. Di lain pihak, negara B mengalami

(32)

domestiknya (excess demand) sehingga tingkatharga domestik menjadi tinggi.

Keadaan ini meninnulkan negara B berkeinginan untuk membeli komoditas X dari

negara lain yang harganya lebih murah. Jika terjadi komunikasi antara kedua

negara tersebut maka akan menyebabkan adanya perdagangan, dalam hal ini

negara A mengekspor komoditasnya ke negara B.

Panel A Panel B Panel C

Pasar di negara 1 Hubungan perdagangan Pasar di Negara 2

Untuk komoditi X Internasional komoditi X Untuk komoditi X

Gambar 2.1 Proses Perdagangan Internasional (Keseimbangan Parsial) Salvatore 1997

Keterangan:

Px/Py : Harga relatif komoditi X

P1 : Harga domestik komoditi X di Negara 1 tanpa perdagangan

internasional

P2(E*) : Harga komoditi setelah terjadi perdagangan internasional

P3 : Harga domestik komoditi X di negara 2 tanpa perdagangan

internasional

A : Keseimbangan di Negara 1

(33)

B-E : Jumlah yang diekspor oleh Negara 1

B’ E’ : Jumlah yang diimpor oleh Negara 2

Secara spesifik panel A pada gambar memperlihatkan bahwa dengan

adanya perdagangan internasional, negara 1 akan mengadakan produksi dan

konsumsi di titik A berdasarkan harga relatif komoditi X sebesar P1, Sedangkan

negara 2 akan berproduksi dan mengkonsumsi di titik A’ berdasarkan harag relatif

P3. Setelah hubungan perdagangan berlangsung diantara keduanya, harga relatif

komoditi X akan berkisar antara P1 dan P3 seandainya kedua negara tersebut

cuckup besar (kekuatan ekonominya). Jika harga yang berlaku di atas P1, maka

negara 1 akan memasok atau memproduksi komoditi X lebih banyak daripada

tingkat permintaan domestik.

Kelebihan produksi tersebut selanjutnya akan diekspor (panel A) ke negara

2. Jika harga yang berlaku lebih kecil dari P3 maka negara 1 akan mengalami

peningkatan permintaan sehinnga tingkatnya lebih tinggi daripada produk

domestik. Hal tersebut akan mendorong negara 2 untuk mengimpor kekurangan

kebutuhan atas komoditi X itu dari negara 1 (panel C).

Panel A memperlihatkan bahwa berdasarkan harga relatif P1, kuantitas

komoditi X yang ditawarkan (QSx) akan sama denagn kuantitas komoditi yang

diminta (QDx) oleh konsumen di negara 1, dan demikian pula halnya dengan

negara 1 (Negara ini tidak akan mengekspor komoditi X sama sekali). Hal

tersebut memunculkan titik A* pada kurva S pada panel B (yang merupakan

kurva penawaran ekspor negara 1). Panel A juga memperlihatkan bahwa

(34)

dibandingkan dengan tingkat permintaan untuk komoditi X (QDx), dan kelebihan

itu sebesar BE.Kuantitas BE itu merupakan kuantitas komoditi X yang akan di

ekspor oleh negara 1 pada harga relatif P2. BE sama dengan B*E* dalam panel B,

dan ditulah terletak titik E* yang berpotong dengan kurva penawaran ekspor

komoditi X dari negar 1 atau S.

Sementara itu, panel C memperlihatkan bahwa berdasarkan harga relatif P3

maka penawaran dan permintaan untuk komoditi X akan sama besarnya atau

QDx=QSx(titik A’), Sehingga negara 2 tidak mengimpor komoditi X sama sekali.

Hal tersebut dilambangkan dengan titik A’ yang terletak pada kurva permintaan

impor komoditi X negara 2 (D) yang berada di panel B. Panel C itu juga

menunjukkan bahwa berdasarkan harga relatif P2 akan terjadi kelebihan

permintaan (QDx lebih besar dari pada QSx) sebesar B’E’. Kelebihan itu sama

artinya dengan kuantitas komoditi X yang akan diimpor oleh negara 2 berdasarkan

haraga relatif P2. Lebih lanjut, jumlah itu sama dengan B*E* pada panel B yang

menjadi kedudukan E*. Titik ini sendiri melambangkan jumlah atau tingkat

permintaan impor komoditi X dari penduduk di negara 2 (D).

Berdasarkan harga relatif P2, Kuantitas impor komoditi X yang diminta

oleh negara 2 (yakni B’E’ dalam panel C) sama dengan kuantitas ekspor komoditi

X yang ditawarkan oleh negara 1 (yaitu BE dalam panel A). Hal tersebut di

perlihatkan oleh perpotongan anatara kurva D dan S setelah komoditi X

diperdagangkan anatara kedua negara tersebut (panel B). Dengan demikian

P2merupakan harga relatif ekuilibrium untuk komoditi X setelah perdagangan

(35)

Px/Py lebih besar dari P2, maka kuantitas ekspor komoditi X yang ditawarkan akan

melebihi tingkat impor sehingga lambat laun harga relatif komoditi X itu (Px/Py)

akan mengalami penurunan sehinggan pada akhirnya akan sama dengan P2. Dilain

pihak apabila Px/Py lebih kecil dari P2, maka kuantitas impor komoditi X yang

diminta akan melebihi kuantitas ekspor komoditi X yang di tawarkan sehingga

Px/Py akan meningkat dan akhirnya akan sama denga P2.

2.4 Teori Tarif

Hampir setiap negara masih menerapkan berbagai hambatan-hambatan

perdagangan internasional. Penerapan hambatan perdagangan internasional

bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan nasional baik memprokteksi

produksi dalam negeri atau menunjang industry dalam negeri agar mampu

bersaing di dunia global.

Bentuk hamabatan perdagangan yang paling menojol secara historis

adalah tarif. Tarif adalah pajak atau cukai yang di kenakan untuk suatu komoditi

yang di perdagangkan lintas-batas territorial (Salvatore,1996). Tarif merupakan

bentuk kebijakan perdagangan yang paling tua dan secara tradisional telah

digunakan sebagai sumber penerimaan pemerintah sejak lama (Salvatore,1996).

Ditinjau dari aspek asal komoditi ada dua macam tarif yakni tarif impor

(import tariff) yaitu pajak yang dikenakan untuk setiap komoditi yang di impor

dari negara lain dan tarif ekspor (export tariff) yaitu pajak untuk suatu komoditi

yang diekspor.

(36)

1. Tarif spesifik (specific tariffs) merupakan pajak yang yang dikenakan

sebagai beban tetap barang yang diimpor.

2. Tarif ad valorem (ad valorem tariffs) merupakan pajak yang dikenakan

berdasarkan angka presentase tertentu dari nilai barang-barang impor.

3. Tarif campuran (Compound tariff) merupan gabungan dari tarif spesifik

dengan tarif ad valorem.

Dalam menentukan besarnya tarif yang berlaku bagi setiap barang atau

komoditi yang diperdagangkan secara internasional, para pelaku perdagangan

internasional (eksportir-importir) menggunakan pedoman berdasarkan sistem tarif

yang berlaku dianataranya: Tarif Tunggal (Single Column Tariff) yang merupakan

Pengenaan satu tarif untuk satu jenis barang atau komoditi yang besarnya

(prosentasenya) berlaku sama untuk impor komoditi tersebut dari tiap negara

mana saja tanpa terkecuali. Tarif Umum/Konvensional (General

Conventional/Tariff) merupakan Dikenal juga dengan istilah tarif berganda

(double coloum tariff) yaitu pengenaan satu tarif untuk satu komoditi yang besar

prosentase tarifnya berbeda antara satu negara dengan negara lain . Tarif

Preferensi (Preferensi Tariff) merupakan Tarif yang ditentukan oleh lembaga tarif

internasional GATT yang persentasenya diturunkan, bahkan untuk beberapa

komoditi sampai menjadi 0% yang diberlakukan oleh negara terhadap komoditi

yang diimpor dari negara-negara tertentu karena adanya hubungan khusus antara

(37)

2.5 Dampak Kebijakan Perdagangan Internasional

Kebijakan perdagangan internasional merupakan suatu keputusan

pemerintah yang berfungsi untuk melindungi petani dalam negeri. Kebijakan

tersebut meliputi pengenaan pajak masuk kepadan barang yang masuk dalam

negeri (Tarif) dengan harapan akan mengurangi persaingan yang akan terjadi

apabila produk tersebut juga dihasilkan oleh petani dalam negeri.

Menurut Mankiw (2003) kebijakan perdagangan yang didefinisikan secara

luas merupakan kebijakan yang dirancang untk mempengaruhi secara langsung

jumlah barang dan jasa yang diekspor maupun diimpor. Biasanya kebijakan

perdagangan berbentuk perlindungan pada industry dalam negeri dari pesaing

asing, baik dengan menerapkan pajak impor (Tarif) atau membatasi jumlah barang

dan jasa yang diimpor (kouta).

Kenaikan harga barang domestik relatif terjadi terhadap

barang-barang luar negeri cenderung mengurangi ekspor karena akan mendorong impor

dan menekan ekspor. Jadi apresiasi menghapus kenaikan ekspor yang langsung

bisa dikaitakan dengan hambatan perdagangan. Kebijakan perdagangan

proteksionis mempengaruhi jumlah perdagangan. Karena kurs riil terapresiasi

maka barang dan jasa yang di produksi menjadi relatif lebih mahal terhadap

barang dan jasa luar negeri.

Penurunan jumlah perdagangan total merupakan alasan yang selalu

digunakan para ekonomi untuk menentang kebijakan proteksionis. Perdagangan

internasional menguntungkan semua negara dengan memberikan kebebasan pada

(38)

barang dan jasa yang lebih beragam. Kebijakan proteksionis mengurangi manfaat

perdagangan internasional meskipun kebijakan ini menguntungkan

kelompok-kelompok tertentu dalam masyarakat.

2.6 konsep Perdagangan Internasional

Perdagangan internasional diperlukan untuk mendapatkan manfaat yang

dimungkinkan oleh spesialisasi. Masing-masing negara akan memproduksi barang

dan jasa yang di dapat dilakukan secara efisien sementara negara tersebut akan

berdagang dengan negara lain untuk memperoleh barang dan jasa yang tidak di

produksinya (Lipsey, 1997)

Adapun faktor yang mendorong suatu negara melakukan perdagangan

internasional, diantaranya sebagai berikut:

1. Untuk memenuhi kebutuhan barang dan jasa dalam negeri.

2. Adanya perbedaan kemampuan penguasaan ilmu pengetahuan dan

teknologi dalam mengolah sumber daya ekonomi.

3. Adanya kelebihan produk dalam negeri sehingga perlu pasar baru

untuk menjual produk tersebut.

4. Keinginan memperoleh keuntungan dan meningkatkan pendapatan

negara.

5. Keinginan membuka kerja sama, hubungan politik dan dukungan dari

negara lain dan terjadinya era globalisasi sehingga tidak satu

negarapun di dunia dapat hidup sendiri.

(39)

Menurut Salvatore (1997) pada dasarnya model perdagangan internasional

harus berlandaskan empat hubungan utama yaitu:

1. Hubungan antar batas-batas kemungkinan produksi dengan kurva

penawaran relatif.

2. Hubungan antara barang-barang relatif.

3. Penentuan keseimbangan dunia dengan penawaran relatif dunia dan

permintaan relatif dunia.

4. Dampak-dampak atau pengaruh nilai tukar perdagangan yakni harga

ekspor dari suatu negara dibagi denagan harga impornya terhadap

kesejahteraan suatu negara.

2.7 Penelitian Terdahulu

Menurut Bonar, Kariyasa, Dedi dan Sintya (2013) dalam penelitiannya

Impact Of Maize Import Tariff Policy Changes On Production And Consumption

In Indonesia, telah meneliti tentang dampak tarif impor jagung terhadap produksi

dan konsumsi Indonesia dengan mengunakan metode analisis model multimarket

hasil penelitian menunjukan bahwa perubahan tarif impor jagung mempengaruhi

produksi ternak di Indonesia. Ketika pemerintah meningkatkan tarif impor jagung

sebesar 10 persen permintaan jagung baik oleh budidaya ayam pedaging skala

besar dan kecil masing-masing akan turun 0,511 dan 0,359 persen. Akibatnya

produksi untuk broiler dari pembudidaya ayam pedaging mengalami penurunan

sebesar 0,456 persen. Fenomena yang sama juga terjadi di lapisan bisnis.

Sebaliknya penurunan kebijakan tariff impor pada jagung menyebabkan harga

(40)

pertanian baik skala besar maupun kecil dari 0,244 dan 0,264 persen. Kondisi ini

memicu peningkatan produksi dari pertanian skala besar maupun kecil.

Menurut Akhmad (2014), dalam penelitiannya yang mengambil judul

Dampak Kebijakan Tarif Impor Beras Terhadap Surplus Produsen Dan Konsumen

yang telah meneliti pengaruh tarif impor terhadap surplus produsen maupun

konsumen. Analisis dalam penelitian ini menggunakan penghitungan distribusi

manfaat (gains) dan kerugian (losses) yang di peroleh dari produsen, konsumen,

pemerintah dan masyarakat keseluruhan. Dalam penelitiannya penulis

menggunakan angka elastisitas permintaan dan penawaran beras. Hasil penelitian

ini menunjukan bahwa kebijakan tarif impor apabila hanya dilihat dari sisi

produsen, menunjukkan bahwa semakin tinggi tarif impor yang di tetapkan

pemerintah akan menyebabkan tingginya harga beras di dalam negeri, yang

berdampak terhadap naiknya harga gabah di tingkat petani sehingga memacu

produsen untuk meningkatkan produksi beras dalam negeri sehingga

kesejahteraan produsen terpenuhi. Kebijakan tarif impor beras jika hanya dilihat

dari sisi konsumen maka akan semakin tinggi tarif impor yang dikenakan terhadap

komoditas beras akan menyebabkan tingginya harga beras sehingga memaksa

konsumen untuk mengurangi konsumsinya yang tentunya mengakibatkan

permintaan beras dalam negeri berkurang dan kesejahteraan konsumen menurun.

Menurut Wayan,Susila dan Bonar (2005) dalam penelitiannya Analisis

Kebijkan Industri Gula Indonesia kebijakan yang dianalisis dalam penelitian ini

menvakup kebijkan produksi,harga dan perdagangan. Dalam kebijakan

(41)

(TRQ). Hasil penelitian ini menunjukan kebijakan tarif impor dan TRQ

mempunyai pengaruh signifikan terhadap industry gula dalam negeri dengan

tingkat efektivitas yang bervariasi secara umum. Kebijakan tersebut cukup efektif

untuk meningkatkan areal, produksi dan mengurangi impor. Berbagai kombinasi

kebijakan tarif impor dan TRQ merukapan instrumen kebijakan yang efektif untuk

mengembangkan indstri gula dan impor gula.

2.8 Kerangka Konseptual

Bawang merah merupakan salah satu komoditi sayur-sayuran yang

selalu mengalami fluktuasi harga. Fluktuasi harga tidakk dapat dihindari dan

selalu menjadi masalah rutin baik ketika harga bawang merah naik ataupun turun

drastis. Kebijakan yang dianut pemerintah saat ini belum merupakan kebijakan

jangka panjang dalam pengertiannya kebijakan tersebut masih sering dilakukan

revisi. Revisi dilakukan karena alasan ekonomi,social,bahkan tekananan dari

kelompok berkepentingan seperti petani ataupun industri-industri pengelola

bawang merah tersebut.

Dalam permentan 86/2013 yang mengatur tentang pengendalian impor

produk hortikultura baik tentang penetapan harga referensi produk maupun

mekanisme impor produk hortikultura. Hal ini diikuti dengan penetapan Buku

Tarif Kebapean Indonesia tahun 2012 yang menetapakan Bea Masuk impor

bawang merah yang ditetapakan sebesar 20%.

Permintaan bawang merah cenderung merata setiap saat sementara

produksi bawang merah bersifat musiman. Kondisi ini menyebabkan terjadinya

(42)

menyebabkan gejolak harga antar waktu. Permintaan bawang merah terus

meningkat sejalan dengan peningkatan jumlah penduduk dan kebutuhan konsumsi

bawang merah pada masyarakat.

Jika pemerintah bermaksud mengatasi masalah tersebut secara jangka

panjang, pemerintah harus mengambil kebijakan yang bersifat fundamental

(mendasar). Kebijakan tersebut akan memerlukan biaya yang cukup besar, namun

diyakini mampu menyelesaikan masalah secara lebih mendasar dan jangka

panjang. Investasi biaya yang mahal tersebut akan terbayar jika masalah fluktuasi

harga dan produktivitas bawang marah dalam negeri mampu menghasilkan.

Kerangka konseptual kebijakan penerapan tarif impor terhadap

produktivitas impor bawang merah terdapat pada gambar 2.

Gambar 2.2 Kerangka Konseptual 2.9 Hipotesis

Menurut Erwan Agus Purwanto dan Dyah Ratih Sulistyastuti (2007:137),

hipotesis adalah pernyataan atau dugaan yang bersifat sementara terhadap suatu

masalah penelitian yang kebenarannya masih lemah (belum tentu kebenarannya)

sehingga harus diuji secara empiris. Terdapat dua hipotesis yaitu hipotesis

negative (Ho) yang merupakan hipotesis yang menyangkal jawaban sementara

(43)

statistik dan hipotesis statistik (Ha) merupakan hipotesi yang akan diuji

kebenarannya melalui perhitungan statistik.

Berdasarkan perumusan masalah maka peneliti menetapkan hipotesis di

dalam penelitiannya yaitu:

1. Adanya perbedaan produktivitas bawang merah di Sumatera Utara terhadap

(44)

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Bawang merah (Allium ascalonicum L) merupakan Salah satu komoditas

sayuran yang termasuk ke dalam kelompok rempah tidak bersubstitusi yang

berfungsi sebagai bumbu masakan. Bawang merah kerap kali menjadi bumbu

wajib pada masakan, karena bawang merah menjadi semacam penguat rasa bagi

masakan. Selain itu, bawang merah adalah makanan padat nutrisi yang berarti

yang rendah kalori dan tinggi nutrisi bermanfaat seperti vitamin, mineral dan

antioksidan. Komoditas ini juga merupakan sumber pendapatan dan kesempatan

kerja yang memberikan kontribusi cukup tinggi terhadap perkembangan ekonomi

wilayah (Balitbang Pertanian, 2005).

Tanaman Bawang Merah Berasal dari Asia Tengah yaitu disekitar

Palestina (Sunarjono Dan Soedarmo, 1989). Tanaman ini merupakan tanaman

tertua dari silsilah budidaya tanaman oleh manusia. Hal ini ditunjukan pada zaman

I dan II (3200-2700 sebelum masehi) bangsa Mesir sering melukiskan bawang

merah pada patung dan tugu-tugu mereka. Di Israel tanaman bawang merah

dikenal tahun 1500 sebelum masehi (Rukman Rahmat, 1994). Pada tahun 2100

sebelum masehi bawang merah telah dikembangkan di Yunani kuno sebagai

(45)
(46)

Gambar 1.1 Diagram Garis Produktivitas Bawang Merah di Sumatera Utara

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), produktivitas tanaman

bawang merah di Sumatera Utara mengalami penurunan dari tahun ke tahun.

Adapun produktivitas tanaman bawang merah di Sumatera Utara pada tahun 2011

adalah 8,9 ton/ha dengan produksi 12.449 ton dan luas panen 1384 ha. Pada tahun

2012 produktivitas tanaman bawang merah adalah 8,9 ton/ha dengan produksi

14.156 ton dan luas panen 1581 ha, sedangkan pada tahun 2013 produktivitas

tanaman bawang merah adalah 7,9 ton/ha dengan produksi 8305 ton dan luas

panen 1048 ha. Dari data tersebut dapat dilihat bahwa terjadi penurunan

produktivitas tanaman bawang merah di setiap tahunnya.

Pada saat ini peningkatan produksi bawang merah umumnya sangat

tergantung pada pupuk anorganik yang memberikan hasil yang tinggi tetapi

ternyata banyak menimbulkan masalah kerusakan lingkungan. Pupuk anorganik

(47)

dekomposisi bahan organik, yang kemudian menyebabkan degradasi struktur

tanah, kerentanan yang lebih tinggi terhadap kekeringan dan keefektifan yang

lebih rendah dalam menghasilkan panenan (Reijntjes et al., 2005). Oleh karena itu

perlu dilakukan usaha untuk tetap menjaga dan memperbaiki agregasi tanah, salah

satu usaha yang penting adalah dengan memberikan pupuk organik pada tanah

sehingga kecukupan unsur hara tergantikan dari yang diserap tanaman, komposisi

tanah tidak mengalami pemadatan dengan adanya bahan organik serta pengikatan

air lebih baik sehingga pengikisan air berkurang (Isnaini, 2006).

Peningkatan produksi yang lambat sementara konsumsi terus meningkat

seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk dan pendapatan menjadikan

ketersediaan bawang merah untuk keperluan rumah tangga dan industri makanan

seringkali kurang dari kebutuhan belum lagi seringnya menipis pasokan bawang

merah menambah masalah dan hal ini mendorong naiknya harga komoditas

tersebut. Sebagai tanaman musiman, puncak produksi bawang merah terjadi pada

bulan-bulan tertentu, sementara konsumsi bawang merah hampir digunakan setiap

hari dan bahkan pada hari-hari besar keragamaan permintaannya cenderung

melonjak. Adanya perbedaan pola produksi dan permintaan menyebabkan

terjadinya gejolak harga pada waktu tertentu, berupa lonjakan kenaikan harga ada

saat permintaan lebih tinggi dari pasokan, atau harga merosot pada saat pasokan

(48)

Tabel 1.2 Luas panen,Produksi dan Produktivitas bawang merah

Humbang Hasundutan 105 824 80,19

Simalungun 403 5.915 146,7

Samosir 217 1.358,40 62,6

Padang Lawas 7 5 7,1

Jumlah 1335 13.203,92 98,9

Sumber : Sumatera Utara Dalam Angka 2012

Berdasarkan data yang diperoleh dari Badan pusat Statistik tahun 2011 di

Sumatera Utara terdapat 9 kabupaten yang memproduksi bawang merah yang

paling luas panennya adalah kabupaten Simalungun 403 ha sedangkan Kabupaten

Dairi merupakan penghasil bawang merah terbanyak sekitar 2.714 ton, diikuti

Simalungun 5.915 ton, Samosir 1.358 ton.

Bawang merah sudah lama dikembangkan di kabupaten Dairi khususnya

di kecamatan Silahisabungan. Namun terjadi penurunan perluasan panen dalam

beberapa tahun terakhir. Penurunan jumlah luas panen inipun diikuti dibeberapa

kabupatan/kota di Sumatera Utara. Penurunan jumlah luas panen bawang merah

pada beberapa tahun terakhir di Sumatera Utara dikarenakan banyaknya lahan

(49)

Tabel 1.3 Perbedaan Produksi dan Konsumsi bawang merah di

konsumsi bawang merah di Sumatera Utara. Oleh karena itu impor bawang merah

selalu harus dilakukan untuk memenuhi kebutuhan konsumsi ini.

Tabel 1.4 Impor Bawang Merah Di Sumatera Utara

Tahun Berat Bersih

(50)

Gambar 1.2 Diagram Garis Impor Bawang Merah di Sumatera Utara

Kebutuhan bawang merah sangat begitu besar, Hampir semua masakan

pada umumnya menggunakan bawang merah sebagai sebagai bumbu penyedap

(Estu dan Nur Berlian 1996). Berdasarkan data pada tahun 2011, produksi bawang

merah di Sumatera utara hanya 13.203,92 ton dengan konsumsi 38.681,51

Artinya, ada kekurangan produksi 25.477,59 ton. Untuk memenuhi kekurangan

produksi tersebut maka mengharuskan pemerintah melakukan impor bawang

merah. Menurut data yang diperoleh dari Badan Pusat Statistika Provinsi

Sumatera Utara, jumlah impor bawang merah yang masuk ke Provinsi Sumatera

Utara terus mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Menurut Badan Pusat

Statistik Pada tahun 2012 impor bawang merah ke Sumatera Utara sebesar

8.931.962 kg namun pada Tahun 2013 impor bawang merah ke Sumatera Utara

semakin meningkat sebesar 21.876.509 kg . 0

(51)

Dalam perdagangan internasional pemerintah perlu melakuan

proteksionisme untuk menjaga produksi dalam negeri serta produk dalam negeri

mampu bersaing secara domestik maupun global. Salah satu bentuk proteksionime

tersebut ialah penentukan tarif impor. Ibrahim Pranoto K (1997:55)

mendefinisikan tarif sebagai berikut: tarif disebut juga bea atau duty yaitu sejenis

pajak yang dipungut atas barang-barang yang melewati batas negara. Bea yang

dibebankan pada impor barang disebut bea impor atau bea masuk (import tarif,

import duty) dan bea yang dibebankan pada ekspor disebut bea ekspor, sedangkan

bea yang dikenakan pada barang-barang yang melewati daerah pabean negara

pemungut disebut bea transitu atau transit duty. Tiap barang impor yang masuk

maka akan dikenakan Bea Masuk serta Pajak Pertambahan Nilan (PPN) dan di

atur dalam Buku Tarif kepabeanan Indonesia Tahun 2012 (BTKI). Dalam BTKI

Bea Masuk bawang merah di tetapkan sebesar 20%. Keadaan ini di ikuti dengan

keputusan direktur perdagangan dalam negeri No.118/2013 tentang penetapan

harga Referensi produk Hortikultura. Harga referensi bawang merah di tetapkan

Rp.25.700/kg.

Pada tahun 2013 Komisi Pengawasan Persainggan Usaha (KPPU) menilai

kenaikkan bea masuk lebih realistis ketimbang penerapan kuota impor bawang

merah. Banyaknya petani yang tidak mau menanam bawang di karenakan bawang

merupakan suatu komoditas yang mahal dan sulit untuk di rawat,begitu juga

dengan margin keuntunggan yang tergolong minim. Kondisi ini tidak bisa diawasi

(52)

mendongkrang produksi bawang merah dalam negeri Hal inilah yang menjadi

pertimbangan bahwa perlu dilakukan penelitian ”Analisis Pengaruh Penerapan

Tarif Impor Bawang Merah Terhadap Jumlah Produktivitas Bawang Merah di Provinsi Sumatera Utara”

1.2

Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang diuraikan diatas, maka peneliti

mencoba merumuskan masalah “Adakah perbedaan produktivitas bawang merah

di Sumatera Utara sesudah dan sebelum tarif impor berlaku?”.

1.3

Tujuan Penelitian

Berdasarkan permasalahan yang hendak dijawab, maka penelitian ini

secara spesifik bertujuan untuk “Untuk mengetahui pengaruh tarif impor bawang

merah terhadap jumlah produktivitas bawang merah di Sumatera utara”.

1.4

Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dari penelitian ini adalah:

1. Membantu pihak-pihak yang berkepentingan dalam proses pengambilan

keputusan maupun kebijakan impor bawang merah di Sumatera Utara dan

Indonesia.

2. Bagi penulis sendiri, dapat menambah wawasan, pengetahuan dan

pengalaman serta latihan sebagai aplikasi ilmu-ilmu yang di peroleh

(53)

3. Informasi bagi masyarakat dalam mengetahui kontribusi kebijakan

pemerintah dalam menentukan tarif impor terhadap keberlangsungan

(54)

ABSTRAK

Perkembangan produktivitas diangap penting mengingat Indonesia

merupakan negara agraris. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis bagaimana perbedaan produktivitas bawang merah sebelum dan sesudah penerapan tarif impor. Penelitian ini menggunakan data skunder dengan metode analisis data yang digunakan adalah Uji paired sample T-test.

Hasil analisi menunjukkan bahwa t hitung > t tabel dimana t hitung = 2,242 dan t tabel = 2,145 yang berarti terdapat perbedaan produktivitas bawang merah sebelum dan sesudah penerapan tarif impor. Pemerintah sebagai penentu besaran tarif impor bawang merah di harapakan mampu menentukan tarif yang sesuai dalam perdaganan Internasional.

(55)

ABSTRACT

The development of productivity may be necessary considering that Indonesia is an agricultural country. This study aims to analyze how differences in the productivity of onion before and after the implementation of import tariffs . This study uses secondary data with the data analysis method used is Test paired samples T-test.

Results of the analysis showed t value > t table in t value = 2.242 and t table = 2.145 which means that there are differences in the productivity of onion before and after the implementation of import tariffs. The government as a determinant of the amount of import tariffs onion expect it was able to determine the appropriate rate of trade in the International

(56)

SKRIPSI

ANALISIS PENGARUH PENERAPAN TARIF IMPOR BAWANG MERAH TERHADAP JUMLAH PRODUKTIVITAS BAWANG MERAH

DI PROVINSI SUMATERA UTARA

OLEH

TANJANI MULAGABE SITUMORANG 120501011

PROGRAM STUDI STRATA-1 EKONOMI PEMBANGUNAN DEPARTEMEN EKONOMI PEMBANGUNAN

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(57)

ABSTRAK

Perkembangan produktivitas diangap penting mengingat Indonesia

merupakan negara agraris. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis bagaimana perbedaan produktivitas bawang merah sebelum dan sesudah penerapan tarif impor. Penelitian ini menggunakan data skunder dengan metode analisis data yang digunakan adalah Uji paired sample T-test.

Hasil analisi menunjukkan bahwa t hitung > t tabel dimana t hitung = 2,242 dan t tabel = 2,145 yang berarti terdapat perbedaan produktivitas bawang merah sebelum dan sesudah penerapan tarif impor. Pemerintah sebagai penentu besaran tarif impor bawang merah di harapakan mampu menentukan tarif yang sesuai dalam perdaganan Internasional.

(58)

ABSTRACT

The development of productivity may be necessary considering that Indonesia is an agricultural country. This study aims to analyze how differences in the productivity of onion before and after the implementation of import tariffs . This study uses secondary data with the data analysis method used is Test paired samples T-test.

Results of the analysis showed t value > t table in t value = 2.242 and t table = 2.145 which means that there are differences in the productivity of onion before and after the implementation of import tariffs. The government as a determinant of the amount of import tariffs onion expect it was able to determine the appropriate rate of trade in the International

(59)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas anugerah dan

penyertaan-Nya dalam penyelesaian skripsi ini. Penulisan skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi dari Program Strata I Departemen Ekonomi Pembangunan pada Fakultas Ekonomi dan Bisnis

Universitas Sumatera Utara.

Penulis menyadari bahwa pengerjaan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan dan dukungan dari berbagai pihak. Teristimewa untuk kedua orang tua terkasih, ayahanda Horas Situmorang Sp,d dan ibunda Samaria Sabina Sinaga beserta seluruh keluargaku yang senantiasa memberikan doa, dukungan dan kasih yang begitu berharga kepada penulis.

Pada kesempatan ini penulis juga menyampaikan terima kasih kepada:

1...Bapak Prof. Dr. Azhar Maksum, M.Ec, Ac, Ak, CA, selaku Dekan Fakultas ,,,,,,,Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Wahyu Ario Pratomo, SE, M.Ec. selaku Ketua Departemen Ekonomi ...Pembangunan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara dan ...Bapak Drs.,Syahrir Hakim Nasution, M.Si., selaku Sekretaris Departemen ...Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera ,,,,,,.Utara.

3. ..Bapak Irsyad Lubis, SE, M.Soc.Sc, Ph.D. selaku Ketua Program Studi S1 ...Ekonomi Pembangunan, dan Bapak Paidi Hidayat, SE, M.Si., selaku

,,,,,..Sekretaris Program Studi S1 Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi dan ,,,,,,,Bisnis.Universitas Sumatera Utara.

4. ..Bapak Prof. Dr. Syaad Afifuddin, SE, MEc selaku Dosen Pembimbing yang konsisten dalam mengarahkan penulis melalui pemikiran dan waktu yang telah diberikan sampai pada penyelesaian skripsi ini.

5. ..Ibu Inggrita Gusti Sari NST, SE, M.Si dan Bapak Wahyu Sugeng Imam Sueparno, SE, M.Si selaku Dosen Pembanding yang telah memberikan petunjuk dan saran bagi penulis dalam penyempurnaan skripsi ini.

Gambar

Gambar 4.1 Diagram Balok Luas Panen Bawang Merah di Sumatera Utara
Gambar 4.2 Diagram Balok Produksi Bawang Merah di Sumatera Utara
Gambar 4.3 Diagram Balok Produktivitas Bawang Merah di Sumatera Utara
Gambar tersebut menunjukkan bahwa titik-titik residual model regresi
+7

Referensi

Dokumen terkait

Penyelenggaraan sistem pelayanan terpadu satu atap sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (2) huruf b dilaksanakan berdasarkan penugasan dari pimpinan Satuan Kerja

Website ini dibuat dengan tahapan, dimulai dari mencari dan mengumpulkan bahan-bahan yang diperlukan, memilih serta merancang struktur navigasi, pembuatan storyboard,

The Infuence of Team-based Learning on the Students Learning. It was an action research project and the results show that: 1) the implementa- tion of Team-based Learning in

Salah satu daerah potensial untuk pertanian adalah Daerah Irigasi Caringin memiliki luas 2776.5 Ha dengan sumber air utama dari sungai Cibareno di Dusun Legok

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka penulis tertarik untuk meneliti lebih jauh mengenai pengaruh motivasi dan kompetensi yang tertuang

4.2.4 Karakteristik Berdasarkan Pekerjaan Berdasarkan hasil survei dan tabulasi data maka diperoleh persentasi dari pekerjaan warga sekitar SMPN 6 Makassar seperti pada Tabel

BAHAGIAN H: AMALAN PEMATUHAN PENSYARAH DAN KAKITANGAN KOLEJ VOKASIONAL TERHADAP GARIS PANDUAN PENGURUSAN REKOD ELEKTRONIK ARKIB NEGARA MALAYSIA Bahagian ini merumus satu

Urutan rencana pelaksanaan tiap siklus adalah sebagai berikut: (1) Peneliti membuat rancangan pembela-jaran topik, membuat kompetensi dasar, indikator, tujuan