• Tidak ada hasil yang ditemukan

Multiperan Capung Dalam Lingkungan Kita

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Multiperan Capung Dalam Lingkungan Kita"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

MULTIPERAN CAPUNG DALAM LINGKUNGAN KITA

Ameilia Zuliyanti Siregar

Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara

Pendahuluan

Capung (Jawa: Kinjeng/Gantrung/Kutrik/Coblang, Sunda: Papatong/Kini-Kini, Batak: Anakni Siri-Siri, Padang: Sipasin, Anak Sipatuang dan Banjarmasin: Kasasiur) selalu berada dekat genangan air, aliran sungai, ataupun rawa-rawa. Capung menyukai cuaca yang cerah dan terik matahari. Ada dua jenis yang biasa kita temui di alam, yaitu capung biasa (dragonfly) dan capung jarum (damselfly), keduanya termasuk dalam ordo Odonata. Menurut Lieftinck (1984) dan Askew (1988), capung jarum tubuhnya lebih kecil dan ramping, terbang dengan lemah dengan luas jelajah terbatas, saat hinggap sayapnya tegak menyatu diatas punggungnya. Manakala capung biasa tubuhnya cenderung besar, terlihat lebih kokoh, terbang cepat, saat hinggap dengan sayap yang terbuka atau terbentang ke samping.

Capung (bangsa Odonata) adalah kelompok serangga yang mudah dikenali karena beberapa jenis sering terlihat beterbangan di sekitar pemukiman, terutama yang berdekatan dengan habitat perairan seperti lahan pertanian, sawah, sungai, kolam, danau, atau kubangan air. Bahkan ada jenis capung yang sering datang ke teras atau masuk ke dalam rumah pada malam hari, hinggap mendekati lampu karena tertarik sinar. Capung tersebut baru akan terbang keluar rumah setelah matahari memancarkan sinarnya. Sejauh ini para ilmuwan telah mendeskripsi 6.500 jenis capung yang ada di seantero dunia. Keragaman jenis capung dapat dibedakan dari ukuran tubuh, panjang sayap, warna dan corak sayap maupun tubuhnya yang sangat bervariasi.Ukuran panjang tubuh capung bervariasi dari kecil hingga sedang (20–60 mm) dengan panjang sayap 10 – 53 mm. Menurut Orr (2005), terdapat limabelas famili Odonata dari Malaysia, terdiri dari 10 famili Zygoptera dan lima famili Anisoptera. Dalam urutan klasifikasi, jumlah jenis dari suku Libellulidae paling

(2)

Capung Dominan Famili Libellulidae

Orthetrum sabina

Capung jenis ini sangat umum, pada pagi hingga siang hari sering terlihat terbang di sekitar pemukiman atau pekarangan rumah, kebun, kolam, semak-semak, lahan pertanian, bahkan sampai kawasan hutan. Ketika sore hari mempunyai kebiasaan menggantung vertikal pada ranting tanaman. Capung berukuran sedang ini, mempunyai panjang abdomen (perut) bervariasi 30 – 36 mm, sama dengan panjang sayap belakang. Tubuh capung, baik jantan maupun betina berwarna kombinasi hijau kekuningan dengan hitam kecoklatan dan bercorak. Larvanya berkembang didalam danau, kolam, rawa, genangan bekas sawah, sungai atau selokan yang mengalir lambat. Serangga pemangsa ini larva dan dewasanya sangat rakus, larva memangsa hewan yang hidup di air, terutama serangga air. Capung dewasa sambil terbang menyambar mangsanya, antara lain nyamuk, lalat, kupu berukuran kecil (Lycaenidae), berbagai jenis capung bahkan berkompetisi dengan sesama jenisnya (Watanabe and Higahsi, 1989; Orr, 2005; Siregar dkk., 2008; Aswari, 2012).

Pantala flavescens

Capung ini berukuran panjang abdomen 29 – 35 mm, panjang sayap belakang 38 - 41 mm. Kepalanya besar, pangkal sayap belakang melebar, ini merupakan karakter yang mudah dibedakan dari jenis lainnya. Warna abdomen bervariasi dari kuning hingga coklat

(3)

Karakteristik Capung

Menurut Orr (2005), keunikan capung adalah sebagai berikut ini:

1. Capung merupakan salah satu serangga purba yang ada di bumi sejak 300 juta tahun yang lalu. Fosil capung terbesar yang pernah ditemukan di bumi mempunyai ukuran lebar sayap lebih dari 3 meter.

2. Badan beruas-ruas dengan 3 pasang kaki beruas-ruas, sepasang mata, sepasang antena di kepala, dua pasang sayap yang tumbuh setelah ukuran tubuh mencapai 1.5 cm, dengan rahang seperti gayung atau sabit bergerigi yang berfungsi sebagai tangan untuk memotong mangsa.

3. Bentuk perut oval dengan perbandingan ukuran panjang dan lebar tubuh 2 : 1 atau 3 : 1. Kita mungkin sering melihat seekor capung berada di atas permukaan air. Mengapa demikian? Ternyata di atas permukaan air capung meletakkan telur-telurnya yang kemudian akan menetas menjadi larva. Capung akan menjaga perkembangan komunitas dengan mempertahankan wilayah kekuasaannya.

4. Sejak menetas dari telur, capung adalah predator/prey yang mengkonsumsi plankton, ikan-ikan kecil, serta larva hewan lainnya (Siregar dkk., 2005). Di saat sayap mereka mulai berkembang, capung muda memiliki bagian tubuh khusus yang berada di sekitar kepalanya yang berfungsi sebagai tongkat untuk memudahkan menangkap ikan-ikan kecil. Di saat dewasa, capung merupakan predator alami dari nyamuk, sehingga populasi capung yang banyak bisa menjadi pengontrol yang efektif dalam menanggulangi penyebaran nyamuk pada suatu tempat. Bahkan sekarang capung digunakan sebagai pemangsa hama-hama tanaman dominan pertanian seperti hama tanaman padi (Siregar dkk., 2005; Siregar dkk., 2008), tanaman hortikultura dan lainnya.

(4)

bermetamorfosis untuk menemukan pasangan hidup agar bisa kawin dan mendapatkan keturunan.

6. Sayap capung bagian depan lebih panjang daripada sayap capung bagian belakang. Bentuk sayap seperti ini membuat capung dapat terbang sangat cepat hingga 50 km/jam, serta dapat melakukan variasi manuver di udara (bergerak ke samping, belakang sampai menyusuri suatu permukan benda).

7. Salah satu hal paling menarik yang ada pada capung adalah bentuk matanya. Serangga ini memiliki mata yang besar dengan ribuan lensa yang bersegi-segi seperti pada lebah. Dengan mata yang besar dan bersegi-segi tersebut, capung dapat melihat ke segala arah. Hal inilah yang membuat kita agak kesulitan ketika ingin menangkap serangga ini.

Capung Berkaitan Dengan Perikanan

Tanpa kita sadari, sebagian serangga air sebenarnya merupakan predator benih ikan yang tidak kalah berbahayanya. Meskipun berukuran kecil, serangga air umumnya memiliki populasi yang besar di kolam benih atau kolam pendederan, sehingga menimbulkan ancaman kerugian yang tidak kecil bagi usaha pembenihan dan pendederan ikan. Terutama jika pembenih ikan tidak menyadari kehadiran serangga air ini di kolamnya. Umumnya, serangga air yang menjadi predator benih ikan adalah capung yang salah satu fase hidupnya (biasanya fase larva) di dalam air. Selanjutnya setelah post larva (nimfa atau serangga muda) dan kemudian menjadi dewasa hidup di darat. Pada fase

dewasa, serangga tersebut bukan lagi predator langsung benih ikan, Beberapa jenis serangga air yang menjadi predator benih mematikan adalah ucrit; kini-kini; notonecta dan lintah. Capung pada fase larva merupakan predator benih ikan yang sangat ganas (Chowdhury and Rahman, 1984). Larva capung menjadi salah satu faktor ketakutan bagi usaha pembenihan ikan di beberapa daerah sentra perikanan budidaya.

(5)

menetas. Setelah menetas, larva meninggalkan cangkang berlendirnya yang berada di permukaan air dan hidup melayang-layang dalam air.

Untuk menjamin kelangsungan hidup telur dan anakannya, capung meletakkan telur-telurnya di air yang dianggapnya aman dan tidak tercemar racun yang mematikan. Selain itu, mereka sepertinya punya insting untuk meletakkan telurnya di lokasi yang banyak tersedia makanan. Sehingga tidak heran bila telur-telur capung banyak ditemukan di areal persawahan yang banyak serangga airnya dan juga perkolaman yang banyak benih ikannya. Setelah menetas, larva (tempayak) dan nimfa (post larva) capung hidup dan berkembang di dasar perairan, mengalami metamorfosis, dan akhirnya keluar dari air sebagai capung dewasa. Sebagian besar siklus hidup capung adalah di dalam air. Seealh bermetamorfosis, capung dengan panjang total 2 - 3 cm mulai memanjat tonggak-tonggak kayu atau pematang kolam yang tak jauh dari permukaan air. Metamorfosis didahului terbukanya kulit atau cangkang di sekitar pangkal sayap atau tengkuknya. Selanjutnya kepala muncul secara perlahan-lahan. Seterusnya badan dan bagian ekor akan menyusul sehingga seluruh tubuhnya keluar, termasuk kaki dan sayapnya.

Ciri Morfologis Larva Capung

Meski menjadi penyebab penurunan komoditas pembenihan ikan, namun sampai saat ini belum banyak tulisan membahas kehidupan capung dalam memangsa benih ikan. Menurut Orr (2004), ciri-ciri morfologis capung adalah sebagai berikut:

1. Capung menghabiskan masa hidupnya di dalam air sejak dari telur, menetas menjadi larva hingga mencapai panjang 2 cm. Setelah itu bermetamorfosa menjadi nimfa dan selanjutnya akan melepaskan diri dari kulit (karapas) menjadi anak capung. Setelah periode ini masa hidupnya pun beralih ke darat.

2. Larva capung bernafas di dalam air menggunakan insang internal.

3. Larva dan capung nimfa mampu hidup di luar air apabila ditaruh di darat berjam lamanya.

4. Larva capung memiliki kemampuan berenang cepat yang digerakkan oleh alat renang di bagian ujung ekornya.

(6)

6. Larva capung memangsa benih ikan dengan cara menyergap secepat kilat dengan tangannya.

7. Capung memiliki sifat membunuh sesamanya (kanibal) dan capung suka berjingkrak-jingkrak dengan mengangkat bagian perutnya.

Menurut pengamatan Folsom (1980) dan Khairul dan Toguan (2008) di lapangan menunjukkan ada beberapa jenis capung yang menjadi ancaman serius bagi benih ikan, yaitu:

- Jenis 1. Capung ini tergolong paling banyak ditemukan. Berasal dari induk-induk capung yang beraneka warna seperti kuning, merah, cokelat dan biru. Larva capung ini memiliki mata dengan posisi tepat di kiri-kanan bagian atas kepalanya. Bentuk kepalanya mirip segitiga meruncing ke bawah jika dilihat dari depan. Warna dominan tubuhnya agak kuning-kecokelatan. Bentuk rahang mirip gayung air berfungsi sebagai tangan menangkap dan memotong mangsa. Contohnya capung dari famili Aeshnidae, Libellulidae, Calopteygidae, Coenagrionidae dan famili lain.

- Jenis 2. Jenis capung kedua ini tergolong sering ditemukan saat pengeringan dan panen benih ikan dalam kolam. Namun jenis yang ditemui tidak sebanyak jumlah jenis pertama. Berasal dari induk yang memiliki mata menyerupai tanduk menyembul dengan posisi di bagian depan kiri-kanan kepala. Warna dominan tubuhnya agak kuning-kecokelatan. Pembeda dengan jenis pertama adalah ukuran tubuhnya lebih besar serta kaki-kakinya lebih panjang. Selain itu, memiliki rahang bentuk

sabit bergerigi kuat yang berfungsi sebagai tangan dan pemotong mangsa. Contohnya capung dari famili Aeshnidae, Libellulidae, Gomphidae, dan famili lainnya.

(7)

- Jenis 4. Capung golongan ini jarang ditemukan. Merupakan larva dari capung yang badannya lebih kecil dan ukurannya 0,25 kali ukuran tubuh capung jenis pertama, kedua dan ketiga. Memiliki mata yang tergolong besar jika dibandingkan dengan besar kepalanya. Bentuk badannya kecil memanjang dengan perbandingan panjang total dan lebar total badannya adalah 13 : 1. Warna badannya cokelat kekuning-kuningan. Contohnya capung dari famili Coenagrionidae dan Calopterygidae.

Kebiasaan Memangsa Capung

Capung yang berukuran besar dapat memburu dan memangsa berudu dan anak ikan. Capung memangsa benih ikan dengan jalan mengisap darah benih ikan. Sebagai pernangsa, kini-kini dilengkapi alat khusus berupa rahang yang kuat dan besar serta "tangan" yang digunakan untuk memotong mangsanya. Mangsa dipotong agar mudah dimakan dengan cepat. Pergerakan kini-kini sangat cepat karena dilengkapi tangan dan kaki serta alat bantu renang yang terdapat di bagian ekornya. Selain itu, capung bisa juga melakukan penyamaran dengan bersembunyi di dasar kolam maupun di dinding bak atau pematang dengan jalan menempel pada tanaman air atau benda lain seperti ranting kayu/tanaman air yang ada kolam.

Capung mulai memangsa benih ikan sejak ukuran panjang badannya 5 mm. Capung menjadi lebih ganas jika ukuran panjang total badannya sudah mencapai 1,5 - 2,0 cm hingga menjelang masa metamorfosis menjadi anak capung. Keganasannya ini dipengaruhi

oleh daya renangnya, daya cengkeramannya dan ukuran tubuhnya yang semakin besar sehingga mampu melumpuhkan benih ikan dalam jumlah lebih banyak. Benih yang lebih mudah dimangsa adalah larva ikan yang masih berusia muda di bawah 1 bulan. Dari pengalaman di lapangan menunjukkan bahwa benih ikan mas, ikan gurami, ikan sepat merupakan mangsa favorit capung. Benih ikan nila jarang dimangsa kini-kini karena memiliki duri dan sisik yang keras serta pergerakan yang lincah.

(8)

panen. Jika saat panen di antara benih terdapat larva capung, predator ini harus segera ditangkap dan dipindahkan kelokasi perairan agar tumbuh menjadi capung dewasa yang berguna sebagai predator bagi bidang pertanian dan perkebunan.

Indikator Keberadaan Capung

Jika banyak capung beterbangan di sekitar kolam, dipastikan terdapat larva capung yang banyak disekitar perairan kolam tersebut. Makin banyak capung beterbangan di lokasi, makin banyak pula populasi larva capung. Masa pergantian kulit (molting) capung mirip proses perkembangan jenis udang-udangan. Pada saat ini kondisinya sangat lemah dan tubuhnya lunak. Kondisi seperti ini merupakan masa bahaya baginya dari serangan musuh. Alat pemangsanya pun tidak berfungsi. Saat berganti kulit ini ia akan mengalami pertambahan besar yang cepat, seakan-akan ia mengembang dan hari demi hari kulitnya akan mengeras. Begitu selanjutnya hingga ia mengalami pergantian kulit beberapa kali. Sisa kulit atau karapasnya itu biasanya terapung di permukaan kolam. Ini bisa menjadi indikator bahwa di kolam terdapat larva capung. Semakin banyak larva dan capung dewasa di temukan di suatu ekosistem perairan menandakan kawasan perairan dikategorikan bersih dan belum tercemar karena capung tidak toleran hidup diperairan tercemar (Siregar dkk., 1999; Siregar dkk., 2004).

Pengendalian Capung Dialam Bidang Perikanan

Kehadiran capung di kolam benih ikan dapat dikendalikan sedini mungkin. Pengendalian dapat dilakukan secara mekanis, biologis maupun kimiawi. Pengendalian secara mekanis antara lain dengan mengendalikan perkembangbiakan induk, telur serta larva capung. Pengendalian biologis menekankan pada upaya pemeliharaan benih yang tahan atau bisa terhindar dari larva capung. Sementara pengendalian secara kimiawi umumnya dilakukan dengan pemberantasan menggunakan insektisida.

Pengendalian Secara Mekanis

(9)

pematang atau tanggul kolam baik dari rerumputan/semak maupun perdu. Usahakan rumput/semak di tanggul tidak terlalu tinggi. Kolam atau bak pemeliharaan benih yang berukuran kecil (< 50 ml) dapat ditutup dengan kain waring/jaring sehingga capung tidak bisa meletakkan telurnya ke dalam bak. Jika di dalam kolam ditemukan telur capung, langsung ciduk menggunakan seser atau serokan halus. Telur yang berhasil disero dibuang ke tanah dengan cara mengempas-empaskan seser agar lendir yang menempel terlepas.

Jika populasi larva capung di kolam cukup banyak, lakukan perburuan. Memburu larva capung lebih efektif jika dilakukan pada malam hari karena saat itu larva capung lebih aktif, dan keberadaan manusia tidak mudah diketahui. Perburuan dilakukan memakai senter yang terang, baskom penampung yang diisi sedikit air dan seser halus sebagai penangkap. Untuk lebih mudahnya, gunakan senter yang ditaruh di kepala. Larva capung pada malam hari biasanya sering berada di sekitar dasar kolam atau tebing pematang dan jelas terlihat apabila air kolam tidak keruh, atau pada kolam beton.

Pengendalian Secara Biologis

Pengendalian secara biologis pada dasarnya memanfaatkan kelemahan larva capung dan juga kelebihan benih ikan jenis tertentu. Pengalaman di lapangan menunjukkan bahwa populasi larva capung hanya sedikit di kolam pemeliharaan benih ikan yang memiliki pertumbuhan relatif cepat, gerakan berenang aktif, omnivora seperti ikan mas dan nila atau pemakan hewan-hewan renik (karnivora) seperti lele dumbo. Hal ini kemungkinan karena populasi larva capung terdesak oleh populasi benih ikan di mana ukuran benih ikan lebih

cepat besar dibandingkan denga larva capung sehingga sulit untuk dimangsa. Sebaliknya, banyak larva capung ditemukan pada kolam pemeliharaan benih gurami yang pertumbuhannya lambat, herbivora, serta gerakan berenangnya kurang aktif.

(10)

ditebar di kolam adalah benih yang berukuran lebih besar. Benih yang masih kecil sebaiknya dipelihara lebih lama di dalam wadah tertutup (bak beton permanen, bak fiberglass atau akuarium) dengan pemberian pakan yang berkualitas seperti kutu air, cacing sutera dan artemia, sehingga pertumbuhannya cepat dengan kondisi fisik yang sehat dan kuat. Untuk benih gurami yang pertumbuhannya lambat akan lebih aman ditebar dengan sistem mutasi/pindah dari kolam yang satu ke kolam lainnya setiap 15 hari. Kelihatannya lebih merepotkan tetapi relatif menjadi lebih aman.

Pengendalian Secara Kimiawi

Pengendalian secara kimiawi menggunakan insektisida (racun serangga) merupakan cara terakhir untuk memberantas kini kini. Penyemprotan pertama dilakukan sebelum benih ditebar dan penyemprotan susulan dilakukan setelah benih ditebar. Penyemprotan susulan ini sifatnya optional (hanya dilakukan jika populasi kini-kini sangat banyak) dan dilakukan secara hati-hati. Sebab, pada saat penyemprotan susulan kolam telah berisi benih ikan. Dilemanya, dosis penyemprotan terlalu rendah tidak akan mematikan larva capung. Sebaliknya, jika dosis dinaikkan, benih ikan ikut mati. Ada yang menyarankan, penyemprotan susulan tidak perlu dilakukan. Sebagai gantinya, dilakukan pemberantasan secara mekanis dengan menangkapi larva capung menggunakan tangan/serer dan dibunuh agar benih ikan dapat hidup dengan aman.

Jenis insektisida yang sering digunakan pembenih adalah Ripcord 50 EC dengan

(11)

Manfaat Capung Dalam Kehidupan

Kita boleh senang kalau masih bisa bertemu banyak capung. Kenapa? Karena telur dan nimfa capung hanya bisa berkembang biak dan bertahan hidup di perairan air yang tidak tercemar. Sudah pasti kalau air tercemar karena limbah industri atau obat-obat pembasmi hama, maka capung tidak bisa berkembang biak dengan baik. Capung berfungsi sebagai biondikator suatu lingkungan yang tercemar karena capung sangat menyukai lingkungan air yang bersih di danau, kolam dan sungai serta kategori serangga yang anti polutan (Siregar dkk., 1999; Siregar dkk., 2004).

Sungai Brantas merupakan sungai dengan panjang 320 km. Bermata air di Desa Sumber Brantas (Kota Batu), sungai ini mengaliri 16 kabupaten/kota di Jawa Timur seperti Malang, Blitar, Tulungagung, Kediri, Jombang, dan Mojokerto. Sayangnya, sungai sepanjang Brantas pun tak luput dari pencemaran yang berasal dari pestisida, limbah pertanian, limbah pemukiman sampai limbah industri. Padahal masyarakat di sepanjang aliran sungai Brantas sangat bergantung dalam hal irigasi untuk areal persawahan dan untuk bahan baku air minum. Sama juga dengan capung yang kena imbasnya karena habitat mereka makin lama makin tidak layak untuk dijadikan sebagai tempat hidup. Tak jauh beda dengan nasib Sungai Deli, Sungai Babura, Sungai Wampu, Sungai Denai, dan sungai-sungai lainya di kota Medan mengalami nasib yang sama seperti yang dialami Sungai/Kali Brantas.

Disamping itu, jenis-jenis capung bermanfaat dalam menekan populasi hama disuatu lahan pertanian. Capung yang dikategorikan sebagai predator diidentifikasi pada

lahan pertanaman padi di Desa Manik Rambung, Sumatera Utara, khususnya dari jenis Agriocnemis pygmaea, A. femina, Ishnura senegalensis, Orthetrum sabina, Pantala flavescens dan species lainnya yang memakan hama-hama dominan tanaman padi, seperti Nephotetix, Nilaparvata lugens, Sogatella furcipera, Scircophaga innotata, Chilo supressalis, Nymphula depunctalis, Valanga, Oxya, Lepidoptera dan hama-hama padi lainnya (Folsom 1980; Watanabe 1989; Baehaki, 1992; Schaffner and Bradley, 1998. Che Salmah 1996; Anna and Bradley 2007).

(12)

Daftar Pustaka

Askew, R.R. 1988. The Dragonflies of Europe. Harley Books, Colchester, England. 291pp. Aswari, Pudji. 2012. Capung Peluncur (Orthtrum sabina dan Pantala flavesecens)

(Odonata: Anisoptera, Libelulidae). Warta Konservasi Lahan Basah 20 (4):14-15. Anna, K.S. and Bradley, R.A. 2007. Influence of predator presence and prey density on

behaviour and growth of damselfly larvae (Ishnura elegans) (Odonata: Zygoptera). Journal of insect Behaviour 11 (6): 793-809.

Baehaki. 1992. Berbagai Hama Serangga Tanaman Padi. Angkasa, Bandung.1-44pp. Che Salmah, M.R. 1996. Some Aspect of Biology and Ecology of Neurothemis tullia

(Drury) (Odonata: Libellulidae) in Laboratory and Rainfed Rice Field in Peninsular Malaysia. Ph.D thesis, Universiti Pertanian Malaysia, Serdang, Selangor.

Chowdhury, S.H. and Rahman, E. 1984. Food preference and rate of feeding in some dragonfly larvae (Anisoptera Odonata) Ann. Ent. 2:(1):1-6.

Folsom, T.C. 1980. Predation ecology and food of the larval dragonfly Anax junius (Aeshenidae). Ph.D Thesis, University of Toronto, Canada.

Kandibane, M, Raguraman, S. and Ganapathy, N. 2005. Relative abundance and diversity of Odonata in an irrigated rice field of Madurai, Tamil Nadu. Zoo’s Print Journal 20 (11): 2051-2052.

Khairul Amri dan Toguan Sihombing. 2008. PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Krishnasamy N, Chautian O.P. and Das, R.K. 1984. Some common predators of rice insects pests in Assam, India. Int. Rice Res, Newsl. 9(2): 15-16.

Lieftinck, M,A., J.C. Lien, and T.C. Maa. 1984. Catalogue of Taiwanese Dragonflies (Insecta: Odonata). Asian Ecological Society, Taichung, Taiwan. 81pp.

Orr, A.G. 2004. Dragonflies of Borneo. Natural History Publications (Borneo), Malaysia. Pp.1-125

Orr, A.G. 2005. Dragonflies of Peninsular Malaysia and Singapore. Natural History Publications (Borneo), Malaysia.1-125.

Pritchard, G. 1964. The prey of dragonfly larvae (Odonata: Anisoptera) in ponds in Northern Alberta. Can J Zool 42: 785-800.

Schaffner, A. K., and Bradley, R. A. 1998. Influence of predator presence and prey density on behavior and growth of damselfly larvae (Ischnura elegans) (Odonat: Zygoptera). Insect Behaviour 11 (6): 793-809. Schaffner and Bradley (1998);

Siregar, A.Z. 1999. Komposisi dan Kepelbagaian Serangga Akuatik di Lembangan Sungai Kerian (LSK), Kedah-Perak, Malaysia. Thesis Master. Universiti Sains Malaysia. 256 pp.

Siregar, A.Z. Che Salmah Md.Rawi and A. Hassan Ahmad. 2004. Komunitas Odonata (Serangga: Capung) di Perairan Sungai Tropis, Malaysia. J. Wetland Science 2 (1): 1-8. Siregar, A.Z. Che Salmah Md.Rawi and A. Hassan Ahmad. 2005. The Diversity of

Odonata in Relation to Ecosystem and Land Use in Northern Peninsular Malaysia. Jurnal Ilmiah Pertanian Kultura 40 (2):106-111.

Siregar, A. Z., Che Salmah Md. Rawi, and Zulkifli Nasution. 2008. List of Odonata in Upland Rice Field at Manik Rambung, Siantar, North of Sumatera. Jurnal Kultivar 1(2): 89-93.

(13)

MULTIPERAN CAPUNG DALAM LINGKUNGAN KITA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2013

Ameilia Zuliyanti Siregar, S.Si, M.Sc

Referensi

Dokumen terkait

Tanpa mengabaikan berbagai definisi bahasa dalam berbagai aliran linguistic, dalam tulisan ini bahasa didefinisikan sebagai berikut: Bahasa adalah sistem

Prinsip – prinsip pembelajaran yang harus dipertimbangkan dalam merancang pembelajaran sebagai berikut: (a) Respon baru diulang sebagai akibat dari respon sebelumnya,

Kemudian berdasarkan referensi lokal yang diterima dari remote reference modul maka akan mengaktifkan method untuk berkomunikasi dengan object pada skeleton

Perekonomian Indonesia dalam triwulan III-2005 menunjukkan kinerja yang tidak Perekonomian Indonesia dalam triwulan III-2005 menunjukkan kinerja yang tidak Perekonomian Indonesia

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karuniaNya kepada peneliti, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul “Pengaruh

Setiap pelaku bisnis h m s mampu beradaptasi dengan perubahan lingkungan bisnis, baik lingkungan ekstemal maupun lingkungan internal perusahaan tersebut berdasarkan kondisi

Dalam penelitian ini analisis dilakukan pada variabel-variabel yang telah ditentukan sebelumnya, yaitu analisis perubahan penggunaan lahan dari lahan non perkotaan

Penelitian struktur komunitas mangrove di Kelurahan Moro Timur Kecamatan Moro Kabupaten Karimun ini telah dilaksanakaan pada bulan Juni 2014. Tujuan penelitian ini