HUKUM PIDANA
HUKUM PIDANA
HPI 10102
HPI 10102
3 SKS
3 SKS
TOPO SANTOSO, SH.MH
Pengertian
Pengertian
Hukum
Hukum
Pidana
Pidana
(1)(1) Prof.Prof. MoeljatnoMoeljatno
• Hukum Pidana adalah bagian dari keseluruhan hukum yg berlaku di suatu negara, yg mengadakan dasar-dasar dan aturan untuk :
1) menentukan perbuatan-perbuatan mana yg tidak boleh dilakukan, yg dilarang, dg disertai ancaman atau sanksi berupa pidana tertentu bagi barangsiapa melanggar larangan tsb; Æ Criminal Act
2) menentukan kapan dan dalam hal-hal apa kepada mereka yg
telah melanggar larangan-larangan itu dapat dikenakan atau dijatuhi pidana sebagaimana yg telah diancamkan ; Æ Criminal Liability/ Criminal Responsibility
1) dan 2) = Substantive Criminal Law / Hukum Pidana Materiil 3) menentukan dengan cara bagaimana pengenaan pidana itu dapat dilaksanakan apabila ada orang yang disangka telah
Pengertian
Pengertian
Hukum
Hukum
Pidana
Pidana
(2)(2) Prof.Prof. PompePompe
•
Hukum Pidana adalah semua
aturan-aturan hukum yang menentukan terhadap
perbuatan-perbuatan apa yang
Pengertian
Pengertian
Hukum
Hukum
Pidana
Pidana
(3)(3) Prof. SimonsProf. Simons
•
Hukum Pidana adalah kesemuanya
perintah-perintah dan larangan-larangan
yang diadakan oleh negara dan yang
diancam dengan suatu nestapa (pidana)
barangsiapa yang tidak mentaatinya,
kesemuanya aturan-aturan yg
menentukan syarat-syarat bagi akibat
hukum itu dan kesemuanya aturan-aturan
untuk mengadakan (menjatuhi) dan
Pengertian
Pengertian
Hukum
Hukum
Pidana
Pidana
(4)(4) Prof. Van HamelProf. Van Hamel
•
Hukum Pidana adalah semua dasar-dasar
dan aturan-aturan yang dianut oleh suatu
negara dalam menyelenggarakan
ketertiban hukum (rechtsorde) yaitu
dengan melarang apa yang bertentangan
dengan hukum dan mengenakan suatu
nestapa kepada yang melanggar
Pembagian
Pembagian
Hukum
Hukum
Pidana
Pidana
•
Hukum Pidana
Materiil (Hukum
Pidana)
•
Hukum Pidana Formil
(Hukum Acara
Ilmu
Ilmu
Hukum
Hukum
Pidana
Pidana
&
&
Ilmu
Ilmu
-
-
ilmu
ilmu
lainnya
lainnya
•
Kriminologi :
0byek studinya
-->
kejahatan,
penjahat, reaksi masyarakat terhadap kejahatan &
penjahat
•
Kriminalistik :
•
Ilmu Forensik:
•
Psikiatri Kehakiman :
KUHP
KUHP
dan
dan
Sejarahnya
Sejarahnya
•
Andi Hamzah
- Jaman VOC
- Jaman Hindia
Belanda
- Jaman Jepang
- Jaman Kemerdekaan
•
Utrecht
-Jaman VOC
-Jaman Daendels
-Jaman Raffles
-Jaman Komisaris
Jenderal
-Tahun 1848-1918
KUHP tahun 1915
Jaman
Jaman
VOC
VOC
•
Statuten van Batavia
•
Hk. Belanda kuno
•
Asas2 Hk. Romawi
•
Di da e ra h la innya be rla k u
H uk um Ada t
Jaman
Jaman
Hindia
Hindia
Belanda
Belanda
•
Dualisme dalam H. Pidana
1. Putusan Raja Belanda 10/2/1866 (S.1866 no.55)
--> Orang Eropa
2. Ordonnantie 6 Mei 1872 (S.1872) --> Orang
Indonesia & Timur Asing
•
Unifikasi :
Wetboek van Strafrecht voor Nederlandsch - Indie
- Putusan Raja Belanda 15/10/1915 Berlaku 1/1/1918
disertai
- Putusan Raja Belanda 4/5/1917 (S.1917 no. 497) :
mengatur peralihan dari H. Pidana lama --> H.
Jaman
Jaman
Jepang
Jepang
•
WvSI masih berlaku
•
Osamu Serei (UU) No. 1
Tahun 1942, berlaku
7/3/1942
•
H. Pidana formil yang
mengalami banyak
Jaman
Jaman
Kemerdekaan
Kemerdekaan
(1)
(1)
•
UUD 1945 Ps. II Aturan
Peralihan
Segala Badan Negara
dan Peraturan yang
ada masih berlaku
selama belum diadakan
yang baru menurut
Jaman
Jaman
Kemerdekaan
Kemerdekaan
(2)
(2)
•
UU No. 1 Tahun 1946 : Penegasan tentang Hukum
Pidana yang berlaku di Indonesia
•
Berlaku di Jawa-Madura (26/2/1946)
•
PP No. 8 Tahun 1946 : Berlaku di Sumatera
•
UU No. 73 Tahun 1958 : “ Undang-undang tentang
menyatakan berlakunya UU No. 1 Tahun 1946
SUMBER
SUMBER
-
-
SUMBER HUKUM
SUMBER HUKUM
PIDANA DI INDONESIA
PIDANA DI INDONESIA
•
KUHP (beserta UU
yang merubah &
menambahnya)
•
UU Pidana di luar
KUHP
•
Ketentuan Pidana
dalam Peraturan
KUHP
KUHP
•
Buku I : Ketentuan Umum (
ps 1 – ps 103)Pasal 103
Æ
Ketentuan-ketentuan dalam Bab I sampai Bab VIII buku I juga berlaku bagi perbuatan-perbuatan yang olehketentuan perundang-undangan lainnya diancam dengan pidana, kecuali jika oleh undang-undang ditentukan lain
•
Buku II : Kejahatan (ps 104 – 488)
Beberapa
Beberapa
UU yang
UU yang
merubah
merubah
&
&
menambah
menambah
KUHP (1)
KUHP (1)
•
UU No.1/1946 : berlakunya KUHP, perubahan
beberapa istilah, penghapusan beberapa pasal,
penambahan pasal-pasal baru : Bab IX - XVI
•
UU No. 20/1946 : tambahan jenis pidana Ps 10 a KUHP
--> pidana Tutupan
•
UU drt No. 8/1955 : menghapus Ps 527
•
UU No. 73/1958 : menyatakan UU No. 1/1946 berlaku
di seluruh Indonesia, tambahan Ps 52a, 142a, 154a
Beberapa
Beberapa
UU yang
UU yang
merubah
merubah
&
&
menambah
menambah
KUHP (2)
KUHP (2)
•
Perpu No. 16/1960 : penambahan nilai terhadap
beberapa kejahatan ringan : Ps 364, 373, 379, 384, 407
(1)
•
Perpu No. 18/1960 : pidana denda dilipatgandakan 15 X
•
UU No. 1/PNPS/1965 : tambahan Ps 156 a
•
UU No. 7/1974 : tambahan sanksi untuk judi Ps 303
menjadi 10 juta & denda 25 juta, Ps 542 (1) menjadi
Kejahatan, Ps 303 bis pidana menjadi 4 tahun, denda 10
juta.
•
UU No. 4/1976 perubahan dan penambahan tentang
Kejahatan penerbangan : Ps 3, Ps 4 angka 4, Ps 95a,
95b,95c, Bab XXIX A.
Pembaharuan
Pembaharuan
Hukum
Hukum
Pidana
Pidana
RUU KUHP
RUU KUHP
Nasional
Nasional
•
Sejarah Penyusunan
•
Metode & Sumber
penyusunan
•
Beberapa asas yg berubah
•
Tindak pidana2 baru
UU
UU
Pidana
Pidana
di
di
luar
luar
KUHP
KUHP
•
UU Anti Subversi, UU No. 11/PNPS/1963
(Sudah dihapus)
•
UU Pemberantasan T.P. Korupsi, UU No.
20/2001 jo UU No. 31/1999
•
UU Tindak Pidana Ekonomi, UU No.
7/drt/1955
•
Perpu 1/2002
Æ
UU 15/2003 Anti
Terorisme
Contoh
Contoh
UU non
UU non
pidana
pidana
yang
yang
memuat
memuat
sanksi
sanksi
pidana
pidana
•
UU Lingkungan
•
UU Pers
•
UU Pendidikan Nasional
•
UU Perbankan
•
UU Pajak
•
UU Partai Politik
•
UU pemilu
•
UU Merek
Hukum
Hukum
Pidana
Pidana
Umum
Umum
&
&
Khusus
Khusus
•
H. Pidana Umum
1. H.Pidana non militer
2. KUHP & UU yg
merubah &
menambahnya
3. H. Pidana yg. Berlaku
umum (KUHP,
TPE,TPK, TPS, dll)
•
H. Pidana Khusus
1. H. Pidana militer
2. TPE,TPK,TPS, H.Pid.
militer, H.Pid. Fiskal
Pasal
Pasal
1 KUHP
1 KUHP
(1) Tiada suatu perbuatan dapat dipidana,
kecuali berdasarkan kekuatan ketentuan
perundang-undangan pidana yang telah
ada sebelumnya.
(2) Jika ada perubahan dalam
perundang-undangan sesudah perbuatan dilakukan,
maka terhadap terdakwa diterapkan
ASAS YG TERCAKUP DLM
ASAS YG TERCAKUP DLM
PASAL 1 (1) KUHP
PASAL 1 (1) KUHP
•
Nullum delictum, nulla poena sine praevia
lege poenali :
•
Tiada delik, tiada hukuman tanpa suatu
peraturan yg terlebih dahulu menyebut
perbuatan yang bersangkutan sebagai
suatu delik dan yang memuat suatu
Asas
Asas
-
-
asas
asas
dalam
dalam
Pasal
Pasal
1
1
ayat
ayat
(1 ) KUHP
(1 ) KUHP
1. Asas
1. Asas
Legalitas
Legalitas
2. Asas
2. Asas
Larangan
Larangan
berlaku
berlaku
surut
surut
3. Asas
3. Asas
Larangan
Larangan
penggunaan
ASAS LARANGAN BERLAKU
ASAS LARANGAN BERLAKU
SURUT
SURUT
•
Undang-undang pidana berjalan ke depan
dan tidak ke belakang :
Larangan
Larangan
berlaku
berlaku
surut
surut
(
(
dan
dan
pengecualiannya
pengecualiannya
)
)
dalam
dalam
berbagai
berbagai
ketentuan
ketentuan
Nasional
•
Ps 28i UUD 1945
•
Ps 18 (2) dan Ps 18 (3) UU No. 39 Tahun 1999
•
Ps 43 UU No. 26 Tahun 2000
•
Perpu 1/2002 & 2/2002
Æ
UU 15/2003 ; UU 16/2003
Internasional
Ps 28i UUD 1945
Ps 28i UUD 1945
•
“… hak untuk tidak dituntut atas dasar
hukum yang berlaku surut adalah hak
UU No. 39/ 1999
UU No. 39/ 1999
ttg
ttg
HAM
HAM
•
Ps 18 (2)
Setiap orang tidak
boleh dituntut untuk
dihukum atau dijatuhi
pidana, kecuali
berdasarkan suatu
peraturan
perundang-undangan yang
sudah ada sebelum
tindak pidana itu
dilakukan
•
Ps 18 (3)
Setiap ada perubahan
dalam peraturan
perundang-undangan
maka berlaku ketentuan
yang paling
UU No. 26/ 2000
UU No. 26/ 2000
ttg
ttg
Pengadilan
Pengadilan
HAM
HAM
(
(
bisa
bisa
berlaku
berlaku
surut
surut
?)
?)
(1) Pelanggaran hak asasi
manusia yg. Berat yg.
Terjadi sebelum
diundangkannya UU ini,
diperiksa dan diputus
oleh pengadilan HAM ad
hoc.
(2) Pengadilan HAM ad hoc
sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) dibentuk
atas usul DPR Indonesia
berdasarkan peristiwa
tertentu dg. Keputusan
presiden.
•
Penjelasan Ps 43 (2)
“ Dalam hal DPR Indonesia
mengusulkan
dibentuknya Pengadilan
HAM ad hoc, DPR
Indonesia mendasarkan
pada dugaan telah
terjadinya pelanggaran
HAM yang berat yg
dibatasi pada locus dan
tempus delicti tertentu yg
terjadi sebelum
UU Anti
UU Anti
Terorisme
Terorisme
dan
dan
Putusan
Putusan
MK
MK
•
MK membatalkan ketentuan berlaku surut
dalam UU Anti Terorisme krn
PENAFSIRAN & ANALOGI
PENAFSIRAN & ANALOGI
•
Penafsiran :
Otentik
Sistematis
Gramatikal
Historis
Sosiologis
Teleologis
Ekstensif
Penafsiran Ekstensif Vs
Analogi ?
• Putusan HR 23 Mei 1921 (kasus pencurian listrik di Gravenhage)
• Putusan Rechtbank Leeuwarden, 10 Des 1919 (pencurian sapi)
Pendapat
Pendapat
Scholten
Scholten
(
(
dan
dan
juga
juga
Utrecht) (1)
Utrecht) (1)
•
Pada hakekatnya tidak ada perbedaan antara penafsiran
ekstensif dan analogi. Dalam kedua hal itu hakim
membuat konstruksi , yaitu membuat (mencari) suatu
pengertian hukum yang lebih tinggi. Hakim membuat
suatu kaidah yang lebih tinggi dan yang dapat dijadikan
dasar beberapa ketentuan yang mempunyai kesamaan.
Mis.
Pendapat
Pendapat
Scholten
Scholten
(
(
dan
dan
juga
juga
Utrecht) (2)
Utrecht) (2)
•
PENAFSIRAN
EKSTENSIF
•
Hakim meluaskan
lingkungan kaidah
yang lebih tinggi
sehingga perkara
yang bersangkutan
termasuk juga di
dalamnya
•
ANALOGI
•
Hakim membawa
perkara yang harus
diselesaikan ke dalam
lingkungan kaidah
Pasal
Pasal
1
1
ayat
ayat
(2) KUHP
(2) KUHP
--
+
+
---
---
+
+
---
---
+
+
----
----
>
>
UU
UU PerbuatanPerbuatan PerubahanPerubahan UUUU
•
• PerubahanPerubahan UU ?UU ? ……….. Teori
Teori : (1) : (1) TeoriTeori formilformil (2) (2) TeoriTeori materiilmateriil terbatasterbatas (3) (3) Teori
Teori materiilmateriil tidaktidak terbatasterbatas
•
• Paling Paling menguntungkanmenguntungkan ? ? ……….. .. •
• TerserahTerserah padapada praktekpraktek & & hanyahanya dapatdapat ditentukanditentukan untuk
untuk masing2 masing2 perkaraperkara sendirisendiri (in (in concretoconcreto). Hal ). Hal iniini tidak
tidak dapatdapat ditentukanditentukan sec. sec. UmumUmum (in (in abstractoabstracto) ) •
Perubahan
Perubahan
UU
UU
yg
yg
dimaksud
dimaksud
Pasal
Pasal
1 (2) KUHP
1 (2) KUHP
• Teori Formil :Ada perubahan undang kalau redaksi undang-undang pidana berubah (simons)
Æ ditolak oleh Putusan HR 3 Des 1906 , kasus ps 295 sub 2 KUHP, batas dewasa 23 Æ 21 tahun dlm BW
• Teori Materiil Terbatas : Tiap perubahan sesuai dg suatu perubahan perasaan (keyakinan) hukum pada pembuat undang-undang (jadi tidak boleh diperhatikan perubahan keadaan karena waktu)
• Teori Materiil tidak Terbatas : tiap perubahan – baik dalam perasaan hukum dari pembuat undang-undang maupun dalam keadaan
karena waktu – boleh diterima sebagai suatu perubahan dalam undang-undang
Tempus
Tempus
delicti
delicti
penting
penting
diketahui
diketahui
dalam
dalam
hal
hal
2
2
:
:
•
Kaitannya dg Ps 1 KUHP
•
Kaitannya dg aturan tentang Daluwarsa
•
Kaitannya dg ketentuan mengenai pelaku
Teori
Teori
2
2
Tempus
Tempus
Delicti
Delicti
•
1. Teori Perbuatan fisik
(de leer van
de lichamelijke daad)
•
2. Teori bekerjanya alat yg digunakan
(de leer van het instrumen)
•
3. Teori Akibat
(de leer van het
gevolg)
•
4. Teori waktu yg jamak
(de leer van
Teori
Teori
2
2
Locus
Locus
Delicti
Delicti
•
1. Teori Perbuatan fisik
(de leer van de
lichamelijke daad)
•
2. Teori bekerjanya alat yg digunakan
(de
leer van het instrumen)
•
3. Teori Akibat
(de leer van het gevolg)
•
4. Teori Tempat yg jamak
(de leer van
Locus
Locus
delicti
delicti
penting
penting
diketahui
diketahui
dalam
dalam
hal2 :
hal2 :
•
Hukum pidana mana yang akan
diberlakukan
- H. Indonesia atau H. negara lain
•
Kompetensi relatif suatu pengadilan
Teori
Teori
mana
mana
yg
yg
dipilih
dipilih
?
?
•
Van Hamel, Simons :
Bergantung sifat dan corak perkara
konkret yang hendak diselesaikan
•
Hazewinkel-Suringa, Zevenbergen,
Noyon-Langemejer :
Mempergunakan 3 teori sec
teleologis
Surabaya
Surabaya
Semarang
Semarang
Cirebon
Cirebon
---
racun
racun
--
--
>
>
----
----
diminum
diminum
---
---
>
>
---
---
mati
mati
A
A
--
--
> B
> B
B
B
B
B
Meervoudige
Meervoudige
locus
locus
delicti
delicti
•
•
Hakim
Hakim
diberi
diberi
kemerdekaan
kemerdekaan
memilih
memilih
diantara
diantara
3 locus
3 locus
delicti
delicti
ini
ini
•
•
Lihat
Lihat
--
--
>
>
Keputusan
Keputusan
Hoge
Hoge
Raad
Raad
2/1/1923
Asas
Asas
2
2
Berlakunya
Berlakunya
Hukum
Hukum
Pidana
Pidana
(1)(1)•
Asas Teritorialitas/ wilayah :
Ps 2 --> Ps 3 KUHP --> Ps 95 KUHP , UU No 4/1976
•
Asas Nasionalitas Pasif/ perlindungan : Ps 4 :1,2 dan
4 --> Ps 8 KUHP , UU No. 4/1976 , Ps 3 UU No. 7/
drt/ 1955 Lihat Ps 16 UU 31/1999
•
Asas Personalitas/ Nasionalitas Aktif :
Ps 5 KUHP --> Ps 7 KUHP --> Ps 92 KUHP
•
Asas Universalitas :
Ps 4 :2 , Ps 4 sub 4 , Ps 1 UU 4/ 1976
Asas2
Asas2
berlakunya
berlakunya
H.
H.
Pidana
Pidana
:
:
Beberapa
Beberapa
masalah
masalah
!
!
•
Wilayah Indonesia ?
•
Kapal :
a) kapal Indonesia
b) kapal perang
c) kapal dagang
•
Prinsip
ius passagii innoxii
•
Asas Universalitas :
Asas2
Asas2
Berlakunya
Berlakunya
H.
H.
Pidana
Pidana
:
:
Pengecualian
Pengecualian
(2)
(2)
• Ps 9 KUHP : Hukum publik internasionalmembatasi berlakunya Ps 2,3,4,5, 7, dan 8 KUHP
• Termasuk yg memiliki imunitas h.pidana : Sesuai perjanjian Wina 18/4/1961
• Yg memiliki imunitas :
1) Kepala-kepala negara & keluarganya (sec. resmi, bukan incognito/singgah) 2) Duta negara asing & keluarganya --> konsul : tergantung traktat antar negara. 3) Anak buah kapal perang asing :
termasuk awak kapal terbang militer
Tindak
Tindak
Pidana
Pidana
(1)
(1)
•
Istilah, Definisi, & jenis2
Tindak Pidana
•
Subyek Tindak Pidana
Tindak
Tindak
Pidana
Pidana
(2)
(2)
I st ila h
I st ila h
•
Strafbaar feit
•
Perbuatan pidana
•
Peristiwa pidana
•
Tindak pidana
•
Delict / Delik
•
Criminal act
Tindak
Tindak
Pidana
Pidana
(3)
(3)
Definisi
Definisi
•
Simons :
“kelakuan yg diancam dg pidana, yg bersifat melawan hukum yg berhubungan dg kesalahan &dilakukan oleh orang yg mampu bertanggung jawab”
•
Van Hamel
: “kelakuan manusia yg dirumuskan dalam UU, melawan hukum, yg patut dipidana & dilakukan dg kesalahan”•
Vos
: “suatu kelakuan manusia yg oleh per UU an diberi pidana; jadi suatu kelakuan manusia yg pada umumnya dilarang & diancam dengan pidana”•
Aliran Monistis ………...
Tindak
Tindak
Pidana
Pidana
(4)(4) PembagianPembagian TindakTindak PidanaPidana ((JenisJenis DelikDelik) )
• Delik Kejahatan & Delik pelanggaran
• Delik Materiil & Delik Formil
• Delik Komisi & Delik Omisi
• Delik Dolus & Delik Culpa
• Delik Biasa & Delik Aduan
• Delik yg Berdiri sendiri & Delik Berlanjut
• Delik Selesai & Delik yg diteruskan
• Delik Tunggal & Delik Berangkai
• Delik Sederhana & Delik Berkualifikasi; Delik Berprivilege
• Delik Politik & Delik Komun (umum)
• Delik Propia & Delik Komun (umum)
Jenis
Jenis
Delik
Delik
(1)(1)Kejahatan
(
misdrijf)
• dlm. MvT : sebelum ada UU sudah dianggap tidak baik (recht-delicten)
• Hazewinkel-Suringa : tidak ada perbedaan kualitatif, hanya perbedaan kuantitatif a) Percobaan : dipidana
b) Membantu : dipidana
c) Daluwarsa : lebih panjang d) Delik aduan : ada
e) Aturan ttg Gabungan berbeda
• KUHP : Buku II
Pelanggaran
(
overtreding)
• dlm MvT : baru dianggap tidak baik setelah ada UU (wet delicten)
• Perbedaan dg kejahatan:
a) Percobaan : tidak dipidana b) Membantu : tidak dipidana c) Daluwarsa : lebih pendek d) Delik aduan : tidak ada
e) Aturan ttg Gabungan berbeda
Jenis
Jenis
Delik
Delik
(2)
(2)
• D. Materiil : Yang
dirumuskan akibatnya --> Ps 338, Ps 187, dll
• D. Komisi : melanggar
larangan dg perbuatan aktif
• D. Dolus : delik dilakukan dg sengaja, mis. Ps 338, Ps 351
• D. Formil : yang dirumuskan bentuk perbuatannya --> Ps 362, Ps 263, dll
• D. Omisi : melakukan delik dg perbuatan pasif
a) D. Omisi murni : melanggar perintah dg tidak berbuat, mis. Ps 164, Ps 224 KUHP b) D. Omisi tak murni :
melanggar larangan dg tidak berbuat, mis Ps 194 KUHP
Jenis
Jenis
Delik
Delik
(3)
(3)
•
D. Biasa :
penuntutannya tidak
memerlukan pengaduan, mis. Ps 340, Ps 285
•
D. Aduan :
penuntutannya
memerlukan
Tindak
Tindak
Pidana
Pidana
(5)
(5)
Subyek
Subyek
•
Manusia (natuurlijk
personen)
a) syarat merumuskan :
“Barangsiapa ….”
b) hukuman : mati, penjara,
kurungan, dll (Ps 10
KUHP)
c) Hukum Pidana
disandarkan pada
kesalahan orang
•
Korporasi
•
UU TPE
•
UU Pemberantasan T.P.
Korupsi
•
Draft RUU KUHP
•
adanya kebutuhan untuk
memidana korporasi
•
Korporasi ?
Tindak
Tindak
Pidana
Pidana
(6)
(6)
Cara
Cara
Merumuskan
Merumuskan
Tindak
Tindak
Pidana
Pidana
•
Disebutkan unsur-unsurnya &
disebut kualifikasinya --> mis,
Ps 362 KUHP
•
disebutkan kualifikasinya
tanpa disebut unsur-unsurnya
--> mis. Ps 184, Ps 297, Ps
351
Tindak
Tindak
Pidana
Pidana
(6)
(6)
Unsur
Unsur
-
-
unsur
unsur
(van
(van
Bemmelen
Bemmelen
)
)
• Di dalam perumusan (bagian) • dimuat dalam surat dakwaan
• semua syarat yg dimuat dalam rumusan delik merup-akan bagian-bagian,
sebanyak itu pula, yg apabila dipenuhi membuat tingkah laku menjadi tindakan yg melawan hukum
1. Tingkah laku yg dilarang
2. Bagian subyektif : kesalahan, maksud, tujuan, niat, rencana, ketakutan
3. Bagian obyektif : secara melawan hukum, kausalitas, bagian2 lain yg menentukan dapat dikenakan pidana (syarat
tambahan; keadaan)
4. Bagian yg mempertinggi dapatnya dikenakan pidana
•
Di luar
Tindak
Tindak
Pidana
Pidana
(7)(7)Unsur
Unsur
-
-
unsur
unsur
(Prof.
(Prof.
Moeljatno
Moeljatno
)
)
•
a. kelakuan dan akibat ( = perbuatan)
•
b. hal ikhwal atau keadaan yg menyertai
perbuatan
•
c. keadaan tambahan yg memberatkan
•
d. unsur melawan hukum yg obyektif
Tindak
Tindak
pidana
pidana
(8)
(8)
Unsur
Unsur
-
-
unsur
unsur
•
Unsur2 dalam
perumusan
A. Unsur Obyektif
- perbuatan (aktif/pasif) - akibat
- melawan hukum - syarat tambahan - keadaan
B. Unsur Subyektif - kesalahan :
(a) sengaja (b) kealpaan - keadaan
•
Unsur2 di luar
perumusan
- secara melawan hukum - dapat dipersalahkan
Contoh
Contoh
unsur
unsur
2
2
dalam
dalam
rumusan
rumusan
tindak
tindak
pidana
pidana
(1)
(1)
Pasal 362 KUHP
• barangsiapa
• mengambil
• barang
- yg sebagian/ seluruhnya kepunyaan orang lain
• dengan maksud memiliki
• secara melawan hukum
Pasal 338 KUHP
•
barangsiapa
•
dengan sengaja
•
menghilangkan
Contoh
Contoh
unsur2
unsur2
dalam
dalam
rumusan
rumusan
tindak
tindak
pidana
pidana
(2)
(2)
Pasal 285
•
barangsiapa
•
dengan kekerasan atau
•
ancaman kekerasan
•
memaksa
•
seorang wanita
•
bersetubuh dengan dia
•
di luar perkawinan
Pasal 259
•
barangsiapa
•
karena kealpaannya
Contoh
Contoh
unsur2
unsur2
dalam
dalam
rumusan
rumusan
tindak
tindak
pidana
pidana
(3)
(3)
KESALAHAN
KESALAHAN
Pengertian
Pengertian
•
1. Dapat dipersalahkan
Dolus
Dolus
/
/
opzet
opzet
/
/
sengaja
sengaja
(1)(1)•
Apakah sengaja itu ?
Sengaja = willens (dikehendaki) en wetens (diketahui) (MvT- 1886)
•
Teori2 “sengaja” :
(
a) teori kehendak (wils theorie)
“ opzet ada apabila perbuatan & akibat suatu delik dikehendaki si pelaku”
(b) teori bayangan (voorstellings-theorie)
“opzet ada apabila si pelaku pada waktu mulai melakukan perbuatan, ada bayangan yg terang bahwa akibat yg
Dolus
Dolus
/
/
opzet
opzet
/
/
sengaja
sengaja
(2)
(2)
istilah2
istilah2
dalam
dalam
rumusan
rumusan
tindak
tindak
pidana
pidana
•
Dengan sengaja : Ps 338 KUHP
•
Mengetahui bahwa : Ps 220 KUHP
•
tahu tentang : Ps 164 KUHP
•
dengan maksud : Ps 362, 378, 263 KUHP
•
niat : Ps 53 KUHP
•
dengan rencana lebih dahulu : Ps 340, 355 KUHP
- dengan rencana : (a) saat pemikiran dg tenang ; (b)
berpikir dg tenang; ( c ) direnungkan lebih dahulu.
Dolus
Dolus
/
/
opzet
opzet
/
/
sengaja
sengaja
(3)(3)Macam
Macam
2
2
opzet
opzet
•
Sengaja sebagai maksud/ tujuan
(opzet als oogmerk)
•
Sengaja sebagai kesadaran
(keinsyafan) kepastian (opzet bij
zekerheidsbewustzijn)
•
Sengaja sebagai kesadaran
Dolus/opzet/sengaja
Dolus/opzet/sengaja
(4)
(4)
macam
macam
2
2
opzet
opzet
• Sengaja sebagai maksud/ tujuan :
- apabila pembuat menghendaki akibat perbuatannya;
- tidak dilakukan perbuatan itu jika pembuat tahu akibat perbuatannya tidak terjadi (Vos)
• Sengaja sebagai keinsyafan kepastian :
- pembuat yakin bahwa akibat yg dimaksudkannya tidak akan tercapai tanpa terjadinya akibat yg tidak dimaksud
• Sengaja sebagai keinsyafan kemungkinan:
- pembuat sadar bahwa mungkin akibat yg tidak dikehendaki akan terjadi untuk mencapai akibat yg dimaksudnya
• 2 macam sengaja sbg keinsyafan kemungkinan ( Hazewinkel-Suringa) :
(a) sengaja dg kemungkinan sekali terjadi
Dolus
Dolus
/
/
opzet
opzet
/
/
sengaja
sengaja
(5)
(5)
Dolus
Dolus
eventualis
eventualis
•
Teori “inkauf nehmen” :
untuk mencapai apa
yang dimaksud , resiko akan timbulnya akibat
atau keadaan disamping maksudnya itu pun
diterima
•
Prof. Moeljatno : “teori apa boleh buat” :
kalau resiko yg diketahui kemungkinan akan
adanya itu sungguh-sungguh timbul (disamping
hal yg dimaksud), apa boleh buat, dia juga
Culpa
Culpa
(1)
(1)
Istilah
Istilah
2
2
• Culpa (dalam arti luas) : berarti kesalahan pada umumnya
• Culpa (dalam arti sempit) : bentuk kesalahan yg berupa kealpaan
• Istilah2 :
- culpa - schuld - nalatigheid - sembrono - teledor
• istilah 2 yg digunakan dalam rumusan : - kelalaian
- kealpaan - kesalahan
Culpa
Culpa
(2)
(2)
pengertian
pengertian
,
,
jenis
jenis
,
,
syarat
syarat
•
KUHP :
tidak ada definisi•
MvT :
kealpaan di satu pihak berlawanan benar2 dg kesengajaan dan di fihak lain dengan hal yg kebetulan•
Macam2 Culpa
: (a) culpa levis ; culpa lata(b) culpa yg disadari (bewuste) : culpa yg tidak disadari (on bewuste)
• Syarat adanya kealpaan :
(a) Hazewinkel-Suringa : 1) kekurangan menduga-duga; 2) kekurangan berhati-hati
(b) van Hamel : 1) tidak menduga-duga sebagaimana diharuskan hukum; 2) tidak berhati-hati sebagaimana diharuskan hukum ( c) Simons : pada umumnya “schuld” (kealpaan) mempunyai 2
KESALAHAN
KESALAHAN
Beberapa
Beberapa
masalah
masalah
!
!
• Apa beda dolus eventualis dg culpa yg disadari ?
• Apa yg dimaksud dg :
(a) pro parte dolus proparte culpa (b) dolus directus; dolus indirectus (c ) dolus determinatus; dolus
indeterminatus
(d) dolus premeditatus; dolus repentinus (e) dolus malus
KAUSALITAS
KAUSALITAS
•
1. Pengertian ?
•
2. Kapankah diperlukan ajaran kausalitas ?
•
3. Ajaran Kausalitas ?
Ilustrasi :
B
pinjam uang ke rumah
A, karena kedatangan B, maka A
terlambat
; karena terlambat A mengendarai mobil
Pengertian
Pengertian
Kausalitas
Kausalitas
•
Hal sebab-akibat
•
Hubungan logis antara sebab dan akibat
•
Persoalan filsafat yang penting
•
Setiap peristiwa selalu memiliki penyebab sekaligus
menjadi sebab peristiwa lain
•
Sebab dan akibat membentuk rantai yang bermula di
suatu masa lalu
•
Yang menjadi fokus perhatian ahli hukum pidana (bukan
makna di atas), tetapi makna yang dapat dilekatkan
Kapankah
Kapankah
diperlukan
diperlukan
ajaran
ajaran
Kausalitas
Kausalitas
?
?
• Delik Materiil : perbuatan yang menyebabkan
konsekuensi-konsekuensi tertentu, dimana perbuatan tersebut kadang tercakup dan kadang tidak tercakup sebagai unsur dalam perumusan delik, mis. Ps. 338, Ps 359, Ps 360
• Delik Omisi tak murni/semu (delicta commissiva per omissionem/ Oneigenlijke Omissiedelicten) : Pelaku tidak melakukan kewajiban yang dibebankan padanya dan dengan itu menciptakan suatu akibat yang sebenarnya tidak boleh ia ciptakan. Ia sekaligus melanggar suatu larangan dan perintah; ia sesungguhnya harus menjamin bahwa suatu akibat tertentu tidak timbul.
• Delik yang terkualifikasi/dikwalifisir : tindak pidana yang karena situasi dan kondisi khusus yang berkaitan dengan pelaksanaan
tindakan yang bersangkutan atau karena akibat-akibat khusus yang dimunculkannya, diancam dengan sanksi pidana yang lebih berat ketimbang sanksi yang diancamkan pada delik pokok tersebut. (pengkualifikasian delik juga dapat dilakukan atas dasar akibat yang
Ajaran
Ajaran
Kausalitas
Kausalitas
•
Conditio Sine Qua Non/ Ekuivalensi (Von
Buri)
•
Teori-teori Individualisasi / Causa Proxima
: Birkmeyer , Mulder
•
Teori-teori menggeneralisasi : teori
Adekuat (Von Kries, Simons, Pompe,
Rumelink)
Ajaran
Ajaran
Conditio
Conditio
Sine Qua Non
Sine Qua Non
•
Semua faktor yaitu semua syarat, yang
turut serta menyebabkan suatu akibat dan
yang tidak dapat dihilangkan dari
rangkaian faktor-faktor ybs. Harus
dianggap causa (sebab) akibat itu.
•
Semua syarat nilainya sama (ekuivalensi)
•
Ada beberapa sebab
Pembatasan
Pembatasan
Ajaran
Ajaran
Von
Von
Buri
Buri
•
Pembatasan ajaran Von Buri oleh Van Hamel
[dibatasi dg ajaran kesalahan (dolus/culpa)]
•
Pengkesampingan semua sebab yang terletak
di luar dolus atau culpa; dalam banyak
kejahatan dolus atau culpa merupakan
unsur-unsur perumusan delik.
Teori
Teori
-
-
teori
teori
Individualisasi
Individualisasi
/
/
Causa
Causa
Proxima
Proxima
•
Birkmeyer :
Teori ini berpangkal dari teori Conditio Sine Qua
Non . Di dalam rangkaian syarat-syarat yang
tidak dapat dihilangkan untuk timbulnya akibat,
lalu dicari syarat manakah yang dalam keadaan
tertentu itu, yang paling banyak membantu
untuk terjadinya akibat.
•
G.E Mulder :
Teori
Teori
-
-
teori
teori
menggeneralisasi
menggeneralisasi
(1)
(1)
•
Von Bar
: teori ini tidak menyoal tindakan
mana atau kejadian mana yang in
concreto memberikan pengaruh
(fisik/psikis) paling menentukan. Yang
dipersoalkan adalah apakah satu syarat
yang secara umum dapat dipandang
mengakibatkan terjadinya peristiwa seperti
yang bersangkutan mungkin ditemukan
Teori
Teori
-
-
teori
teori
menggeneralisasi
menggeneralisasi
(2)
(2)
• Von Kries (Teori Adequat Subjectif) : Sebab adalah keseluruhan faktor positif & negatif yang tidak dapat dikesampingkan tanpa sekaligus meniadakan akibat. Namun pembatasan demi
kepentingan penetapan pertanggungjawaban pidana tidak dicari dalam nilai kualitatif/kuantitatif atau berat/ringannya faktor dalam situasi konkret, tetapi dinilai dari makna semua itu secara umum, kemungkinan dari faktor-faktor tersebut untuk memunculkan akibat tertentu. Sebab = syarat-syarat yang dalam situasi dan kondisi tertentu memiliki kecenderungan untuk memunculkan akibat tertentu, biasanya memunculkan akibat itu, atau secara objectif memperbesar kemungkinan munculnya akibat tersebut.
• Apakah suatu tindakan memiliki kecenderungan memunculkan akibat tertentu hanya dapat diselesaikan apabila kita memiliki 2 bentuk pengetahuan :
(a) hukum umum probabilitas dalam peristiwa yg terjadi / pengetahuan Nomologis yg memadai
Teori
Teori
-
-
teori
teori
menggeneralisasi
menggeneralisasi
(3)
(3)
• Rumelink (Teori Adequat Objectif) :
Faktor yang ditinjau dari sudut objektif , harus (perlu) ada untuk terjadinya akibat. Ihwal probabilitas tidak berdasarkan pada apa yang diketahui atau mungkin diketahui pada waktu melakukan
tindakannya, melainkan pada fakta yang objektif pada waktu itu ada, entah diketahuinya atau tidak – jadi pada apa yang kemudian
terbukti merupakan situasi dan kondisi yang melingkupi peristiwa tersebut.
• Simons :
Sebab adalah tiap-tiap kelakuan yang menurut garis-garis umum pengalaman manusia dapat menimbulkan akibat
• Pompe :
Teori
Teori
Relevansi
Relevansi
•
Langemeijer
Teori ini ingin menerapkan ajaran von Buri
dengan memilih satu atau lebih sebab dari
sekian yang mungkin ada, yang dipilih
sebab-sebab yang relevan saja , yakni
Sifat
Sifat
Melawan
Melawan
Hukum
Hukum
•
Arti :
- tanpa hak sendiri (zonder eigen recht)
- bertentangan dg hak orang lain (tegen eens anders recht)
-
tanpa alasan yg wajar
-
Bertentangan dengan hukum positif
•
Melawan hukum : formil & materiil
- aliran formil : melawan hukum = melawan UU, sebab
hukum adalah UU.
Perbedaan
Perbedaan
Ajaran
Ajaran
Materiil
Materiil
dan
dan
Formil
Formil
• Materiil :
mengakui adanya
pengecualian / penghapusan dari sifat melawan hukumnya perbuatan menurut hukum yang tertulis dan yang tidak tertulis
• Formil :
hanya mengakui pengecualian yang tersebut dalam undang-undang saja/ mis, Ps. 49.
• Materiil :
sifat melawan hukum adalah unsur mutlak dari tiap-tiap
tindak pidana, juga bagi yang dalam rumusannya tidak
menyebut unsur-unsur tersebut
• Formil :
sifat tersebut tidak selalu
menjadi unsur delik, hanya jika dalam rumusan delik
Pembuktian
Pembuktian
Melawan
Melawan
Hukum
Hukum
•
Dengan mengakui bahwa sifat melawan hukum
selalu menjadi unsur delik, ini tidak berarti
bahwa karena itu harus selalu dibuktikan
adanya unsur tersebut oleh penuntut umum
•
Soal apakah harus dibuktikan atau tidak, adalah
tergantung dari rumusan delik yaitu apakah
dalam rumusan unsur tersebut disebutkan
Alasan
Alasan
Pencantuman
Pencantuman
unsur
unsur
Melawan
Melawan
Hukum
Hukum
•
Pada umumnya dalam perundang-undangan
, lebih banyak delik yang tidak memuat unsur
melawan hukum dalam rumusannya
•
Alasan pencantuman sifat melawan hukum
dalam perumusan tindak pidana
:
Konsekuensi
Konsekuensi
aliran
aliran
Materiil
Materiil
•
Apakah konsekuensi ajaran bahwa sifat
melawan hukum selalu menjadi unsur
tiap-tiap delik ?
Jika unsur melawan hukum tidak tersebut
dalam rumusan delik, maka unsur itu
Arti
Arti
“
“
dan
dan
”
”
diantara
diantara
unsur
unsur
dengan
dengan
sengaja
sengaja
&
&
unsur
unsur
melawan
melawan
hukum
hukum
• Van Hamel, simons, pompe : perbedaan itu mempunyai arti. Mis. Ps 406 KUHP : dengan sengaja dan melawan hukum ; Ps 333 KUHP : dengan sengaja melawan
hukum
• Vos, zevenbergen, langemeijer :
tiadanya kata “dan” tidak berarti apa2, semuanya mesti dibaca “dengan sengaja dan melawan hukum”
• Remelink, van Bemmelen :
PERCOBAAN (POGING)
PERCOBAAN (POGING)
•
PASAL 53
(1) Mencoba melakukan kejahatan dipidana, jika niat untuk itu telah ternyata dari adanya permulaan pelaksanaan, dan tidak
selesainya pelaksanaan itu, bukan semata-mata disebabkan karena kehendaknya sendiri.
(2) Maksimum pidana pokok terhadap kejahatan, dalam hal percobaan dikurangi sepertiga.
(3) Jika kejahatan diancam dengan pidana mati atau pidana
penjara seumur hidup, dijatuhkan pidana penjara paling lama 15 tahun.
(4) Pidana tambahan bagi percobaan sama dengan kejahatan selesai.
• Pasal 54
POGING (PERCOBAAN)
POGING (PERCOBAAN)
• “Permulaan kejahatan yang belum selesai”
• Poging bukan suatu delik, tetapi poging dilarang dan diancam hukuman oleh undang-undang
• Poging adalah perluasan pengertian delik
• Suatu perbuatan dilarang dan diancam dengan hukuman oleh
undang-undang sebab perbuatan itu melanggar kepentingan hukum atau membahayakan kepentingan hukum
• KUHP tidak memberi perumusan/ definisi
• Harus diketahui kapan suatu delik dianggap selesai
• Delik selesai berbeda antara delik formil dan delik materiil
• Pada delik formil : delik selesai apabila perbuatan yang dilarang telah dilakukan
Percobaan
Percobaan
Menurut
Menurut
KUHP:
KUHP:
•
P
ercobaan sebagai Suatu Delik
yang Telah Selesai (
voltooid delict
)
•
Percobaan Melakukan Tindak
Pidana yang Tidak Dilarang
•
Percobaan Melakukan Pelanggaran
P
P
ercobaan
ercobaan
sebagai
sebagai
Suatu
Suatu
Delik
Delik
yang
yang
Telah
Telah
Selesai
Selesai
(
(
voltooid
voltooid
delict
delict
)
)
•
Pasal 104-107, 139a dan 139b KUHP
•
Pasal 110, 116, 125, 139c KUHP
P
P
ercobaan
ercobaan
Melakukan
Melakukan
Tindak
Tindak
Pidana
Pidana
yang
yang
Tidak
Tidak
Dilarang
Dilarang
1.
Pasal
184
KUHP)
2.
Pasal
351 ayat 5 dan 352 ayat 2 KUHP
Percobaan
Percobaan
Menurut
Menurut
Doktrin
Doktrin
•
Percobaan yang Tidak Sempurna
(
Ondeugdelijk Poging
)
•
Percobaan yang Dikualifisir
(Gequalificeerde Poging)
•
Percobaan yang Ditangguhkan
(
Geschorste Poging
)
•
Percobaan yang Selesai / Sempurna
Syarat
Syarat
Percobaan
Percobaan
yg
yg
dapat
dapat
dipidana
dipidana
•
Niat
•
Permulaan Pelaksanaan
•
Tidak selesainya pelaksanaan itu, bukan
NIAT
NIAT
“
“
Voornemen
Voornemen
”
”
•
Menurut doktrin dan yurisprudensi
:”voornemen” harus ditafsirkan sebagai
kehendak, “willen” atau “opzet”
•
Seseorang harus mempunyai kehendak,
yaitu kehendak melakukan kejahatan
•
Karena ada 3 macam opzet, apakah opzet
Permulaan
Permulaan
Pelaksanaan
Pelaksanaan
•
“Niat sudah terwujud dengan adanya permulaan
pelaksanaan”
Æ
een begin van uitvoering
•
Harus ada suatu perbuatan(handeling)
•
apa yang dimaksud “perbuatan sebagai
permulaan pelaksanaan” ?
•
Undang-undang tidak merumuskan pelaksanaan
atau”uitvoering” dan bagaimana bentuknya
Pelaksanaan
Pelaksanaan
Kehendak
Kehendak
atau
atau
Pelaksanaan
Pelaksanaan
Kejahatan
Kejahatan
?
?
•
Secara gramatika, harus dihubungkan dengan kata yang
mendahuluinya yaitu “voornemen”/ niat/kehendak
Æ
Niat sudah terwujud dengan adanya permulaan
pelaksanaan.
Jadi : pelaksanaan itu ditafsirkan
sebagai “pelaksanaan kehendak”
Æ
TEORI POGING
SUBYEKTIF
•
Tetapi, jika dihubungkan dengan anak kalimat berikutnya
“… tidak selesainya pelaksanaan itu, bukan
semata-mata disebabkan karena kehendaknya sendiri” maka
secara sistematis maka ditafsirkan sebagai
CONTOH KASUS
CONTOH KASUS
• A menghendaki untuk membunuh B , untuk melaksanakan maksudnya, A harus melakukan beberapa perbuatan, yaitu :
• a. A pergi ke tempat penjualan senjata api
• b. A membeli senjata api
• c. A membawa senjata api ke rumahnya
• d. A berlatih menembak
• e. A menyiapkan sebjata apinya dengan membungkusnya rapat-rapat
• f. A menuju rumah B
• g. Sesampai di rumah B, A mengisi senjata itu dengan peluru
• h. A mengarahkan senjata kepada B
MANA YANG MERUPAKAN PELAKSANAAN ?
MANA YANG MERUPAKAN PELAKSANAAN ?
APAKAH TIAP2 PERBUATAN DALAM KASUS TSB
APAKAH TIAP2 PERBUATAN DALAM KASUS TSB
DAPAT DIHUKUM ?
DAPAT DIHUKUM ?
•
1. Menurut Teori Poging Subyektif :
perbuatan a sudah merupakan
“permulaan pelaksanaan” karena telah
menunjukkan “kehendak yang jahat”
•
2. Menurut Teori Poging Obyektif :
perbuatan a
Æ
f belum merupakan
“permulaan pelaksanaan” karena semua
perbuatan itu “belum membahayakan
Contoh
Contoh
Percobaan
Percobaan
Pembunuhan
Pembunuhan
Berencana
Berencana
KASUS
• A bermaksud menghabisi nyawa B dengan meletakkan bom di mobil B. Bom meledak
sebelum B masuk mobil dan mengakibatkan B luka-luka parah.
PASAL YG DIDAKWAKAN
• Pasal 340 jo Pasal 53 KUHP ( Percobaan pembunuhan berencana)
ANCAMAN PIDANA
PEMBATASAN TERHADAP TEORI SUBYEKTIF
PEMBATASAN TERHADAP TEORI SUBYEKTIF
•
Perbuatan dibedakan :
•
1. tindakan atau perbuatan persiapan
(belum dapat dihukum)
•
2. tindakan atau perbuatan pelaksanaan
(sudah dapat dihukum)
•
Tetapi, pertanyaannya : mana yang
merupakan “perbuatan persiapan” dan
mana yang merupakan “perbuatan
PENDAPAT PARA AHLI DALAM MASALAH TSB
PENDAPAT PARA AHLI DALAM MASALAH TSB
1.Van Hamel : “apabila dari perbuatan itu telah terbukti kehendak yang kuat dari si pelaku untuk melaksanakan perbuatannya”
2.Simons melihat dari jenis deliknya : delik materiil atau delik formil.
• Pada delik formil apabila perbuatan itu merupakan perbuatan yang dilarang dan diancam dengan hukuman oleh UU, apabila perbuatan itu merupakan sebagian dari perbuatan yang dilarang; jika ada
beberapa unsur maka jika sudah melakukan salah satu unsur
• Pada delik materril apabila perbuatan itu dianggap sebagai perbuatan yang menurut sifatnya adalah sedemikian rupa ,
sehingga secara langsung dapat menimbulkan akibat yang dilarang dan diancam dengan hukuman oleh UU
3.Vos : ada “permulaan pelaksanaan” apabila perbuatan itu
mempunyai sifat terlarang terjadap suatu kepentingan hukum.
Pendapat
Pendapat
Hoge
Hoge
Raad
Raad
Ada “permulaan pelaksanaan” apabila antara
perbuatan yang dilakukan dan kejahatan yang
dkehendaki oleh seseorang itu terdapat
hubungan erat langsung; yaitu apabila seorang
melakukan sesuatu perbuatan untuk
melaksanakan kejahatan , perbuatan itu baru
dianggap sebagai permulaan pelaksanaan
apabila disamping perbuatan itu tidak
Macam
Macam
2
2
Percobaan
Percobaan
(
(
Doktrin
Doktrin
)
)
• Percobaan yg Sempurna : Voleindigde Poging -->
apabila seseorang berkehendak melakukan kejahatan, ia telah melakukan semua perbuatan yg diperlukan bagi selesainya kejahatan, tetapi kejahatan tidak selesai karena suatu hal
• Percobaan yg Tertangguh : Geschorte Poging -->
apabila seseorang berkehendak melakukan kejahatan, ia telah melakukan beberapa perbuatan yg diperlukan bagi tercapainya kejahatan, tetapi kurang satu perbuatan ia terhalang oleh suatu hal
• Percobaan yg Tidak Sempurna : Ondeugdelijke Poging --> apabila seseorang berkehendak melakukan suatu kejahatan, dimana ia telah melakukan semua perbuatan yg diperlukan bagi selesainya kejahatan, namun tidak berhasil disebabkan alat (sarana) tidak sempurna atau obyek (sasaran) tidak sempurna.
Penyertaan
Penyertaan
(1)(1)(
(
Deelneming
Deelneming
)
)
• Pengertian penyertaan
• Saat terjadinya
• Macam/ bentuk - melakukan
- menyuruh melakukan - turut serta melakukan
- menggerakkan untuk melakukan - membantu melakukan
• Pengertian & syarat
• Pertanggung jawaban masing-masing
• Penyertaan mutlak perlu
Penyertaan
Penyertaan
:
:
turut
turut
sertanya
sertanya
seorang
seorang
atau
atau
lebih
lebih
pada
pada
waktu
waktu
seorang
seorang
lain
lain
melakukan
melakukan
suatu
suatu
tindak
tindak
pidana
pidana
(
(
Wirjono.P
Wirjono.P
)
)
•
Ps 55 KUHP
a. pelaku
b. penyuruh
c. turut serta
d. pembujuk
--> dipidana sebagaimana
pelaku
•
Ps 56,57 KUHP
e. pembantu
---> ancaman pidana berbeda dg pelaku , maksimum dikurangi : a. penjara --> dikurangi 1/3