Sedangkan pandangan lain mengatakan bahwa percobaan (pogging/percobaan) adalah delik yang belum selesai/tidak berdiri sendiri sebagaimana percobaan. Menurut aliran peradilan subyektif, pemidanaan sidang adalah karena adanya niat jahat dari pelaku, oleh karena itu pelaku yang baru saja menyatakan niat jahatnya dalam bentuk perbuatan eksekusi awal harus sudah dipidana sedapat-dapatnya. meskipun tidak ada kerugian kepentingan hukum sesuai dengan pasal-pasal acara pidana. Selain memuat apa yang dimaksud dalam rencana tersebut, juga berisi gambaran tentang bagaimana pelaksanaannya dan konsekuensi tambahan yang tidak diinginkan yang juga diperkirakan akan terjadi.
Secara obyektif, apa yang dilakukan harus lebih dekat dengan delik yang dimaksud (berpotensi menimbulkan delik). Yang tidak selesai adalah kejahatan atau kejahatan itu tidak dilakukan sesuai dengan ketentuan undang-undang. Niat pelaku untuk melakukan kejahatan tertentu ditunjukkan dengan berhenti sebelum kejahatan selesai. Teori ini didasarkan pada tindakan yang mengancam kepentingan hukum yang dilindungi undang-undang.
Pengadilan tidak mungkin dilakukan, yaitu apabila niat pelaku telah dinyatakan sebelum dimulainya pelaksanaan perbuatan, maka pelaksanaan tidak selesai karena di luar kehendak pelaku, karena sarana untuk menyelesaikan perbuatan atau dia tidak mampu bertindak. Moeljatno sependapat dengan MvT, jika percobaan tidak memungkinkan karena objeknya tidak mampu (tidak tersedia), maka tidak boleh ada percobaan.
Percobaan dikwalifisir
Jika dengan alat ini perbuatan yang dikehendaki tidak pernah dapat ditimbulkan oleh pelakunya, maka ketidakmampuan alat itu mutlak. Karena kesalahan apoteker yang memberinya sebungkus gula (seharusnya arsenik), maka ketika A memasukkan bungkusan gula itu ke dalam minuman B dan B meminumnya, tidak terjadi apa-apa. Jika suatu kejahatan tidak terjadi dengan alat ini karena keadaan tertentu di mana kejahatan itu dilakukan, atau karena keadaan objek (sasaran) yang dituju, maka di sini ketidakmampuan alat itu bersifat relatif.
Artinya, penulis telah melakukan segalanya agar efek yang diinginkan terjadi, tetapi efek yang diinginkan tidak terjadi. Mahasiswa setelah mempelajari materi mata kuliah ini diharapkan mampu menjelaskan pengertian deelneming (keterlibatan) dan hakikatnya. Lebih lanjut Marpaung mengemukakan, pencabutan undang-undang lebih tepat jika diartikan sebagai perbuatan yang dilakukan oleh lebih dari satu orang yang dapat dimintai pertanggungjawaban.
Deelneming, yaitu tidak mandiri, artinya tanggung jawab peserta satu kepada peserta lainnya saling bergantung. Orang yang menggunakan kekuasaan atau pengaruh secara tidak wajar dengan memberikan persetujuan, dengan kekerasan, ancaman atau penipuan, atau dengan memberikan kesempatan, usaha atau informasi, dengan sengaja membujuk mereka untuk bertindak.
KUHP berbunyi
PENGERTIAN
- PIDANA MATI
- PIDANA PENJARA
- PIDANA KURUNGAN
- PIDANA DENDA
Menurut sistem ini, hanya pidana maksimum yang dijatuhkan untuk pidana yang paling berat, dengan pengertian bahwa pidana maksimum bagi orang lain (serupa atau tidak sama) diserap oleh yang lebih tinggi. penjara seumur hidup atau penjara paling lama 20 tahun. Dalam hal seseorang melakukan beberapa tindak pidana, dan di antara tindak pidana yang dilakukannya diancam dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara selama-lamanya, maka tidak boleh dijatuhkan pidana lain (yang diancam dengan tindak pidana lain yang dilakukan olehnya), kecuali lebih lanjut. denda . Dalam hal hakim dapat memilih di antara beberapa kalimat pokok, hanya putusan yang paling berat yang diputuskan.
Jika orang yang dituduh melakukan kejahatan meninggal dunia, tuntutan itu tidak dapat diteruskan kepada ahli warisnya, kecuali sebagaimana diatur dalam pasal 367 dan 368 H.I.R. pendapatan dan cukai, tuntutan boleh dikemukakan kepada waris pihak yang bersalah. 14) (3) Sekiranya penalti dinaikkan kerana membuat berulang. kesalahan juga boleh dikenakan sekiranya hak untuk menuntut hukuman bagi kesalahan terdahulu telah habis di bawah ayat pertama dan kedua artikel itu. Dengan konkursus kesalahan yang dilakukan sebelum ini belum dibicarakan (belum disabitkan), manakala dengan residivisme kesalahan sebelumnya telah pun disabitkan (sudah mempunyai kesan yang berkekalan), maka orang yang berkenaan melakukan kesalahan itu semula.
Dilihat dari penjatuhan pidana dari segi konkursus itu meringankan bagi pelaku, sedangkan dari segi pengulangan memberatkan bagi pelaku. KUHP mengatur pengulangan dalam pasal-pasal khusus dari delik yang bersangkutan (Buku II), sedangkan KUHP 2007 memasukkan pengulangan dalam ketentuan umum (buku I). Dalam menjatuhkan pidana harus ada keseimbangan antara pidana yang dijatuhkan dengan kejahatan yang dilakukan, dan hal itu juga memenuhi rasa puas bagi hakim, terpidana dan masyarakat.
BAB VII Tentang Pengajuan dan Pencabutan Pengaduan Dalam Hal Pidana Yang Dituntut Hanya Untuk Pengaduan BAB VIII Tentang Penghapusan Di Negeri Belanda, hukuman mati telah dihapuskan sejak tahun 1970 dari Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (WVS). Sedangkan KUHP yang merupakan turunan dari WVS masih memiliki pidana mati. Deklarasi Stockholm tanggal 11 Desember 1977 menyerukan penghapusan hukuman mati di seluruh dunia, namun hingga tahun 1979 masih ada 117 negara yang menggunakan hukuman mati.
Dalam penangguhan pidana mati, pidana mati dimungkinkan menjadi pidana seumur hidup, atau pidana penjara paling lama dua puluh tahun. Jika belas kasihan ditolak dan hukuman mati tidak dilaksanakan selama sepuluh tahun, hukuman mati dapat diubah menjadi penjara seumur hidup. Selain pidana penjara, pidana penjara juga merupakan bentuk kejahatan yang membatasi kemerdekaan dan kebebasan terpidana.
Sehingga hukuman penjara maksimum sebagai pengganti denda ialah lapan bulan (dalam hal persetujuan, pengulangan dan kesalahan rasmi. Dalam kes di mana hakim memerintahkan keputusannya diterbitkan mengikut buku undang-undang biasa yang lain, dia juga menentukan bagaimana untuk melaksanakan perintah itu dengan perbelanjaan mahkamah”.
DAFTAR ISI
HUKUM PIDANA INDONESIA
Alhamdulillah, buku teks yang berjudul “Hukum Pidana Indonesia (Persidangan, Kehadiran, Penghakiman, Pemulangan, Alasan Penundaan Penuntutan dan Pemberantasan Eksekusi Pidana, serta Hukum Pidana)” dapat diselesaikan tepat waktu. Isi buku ini terkait dengan unit program Hukum Pidana, sehingga siswa dapat memahami materi pelajaran secara detail setelah membaca buku ini. Buku ini juga sangat berguna tidak hanya untuk mahasiswa hukum tetapi juga untuk pengacara.
Materi/substansi buku ajar ini masih banyak kekurangan, maka untuk lebih menuju kesempurnaan, penulis mengharapkan beberapa saran dan masukan ilmiah untuk perbaikan pada edisi berikutnya. Demikian pula penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah banyak membantu dalam hal pengetikan, koreksi substansi/materi dan penerbitannya. Dengan puji syukur kepada Tuhan, buku teks berjudul “Hukum Pidana Indonesia (Persidangan, Partisipasi, Persetujuan, Pengulangan, Dasar Penghapusan Penuntutan dan Pemberantasan Eksekusi Pidana, serta Hukum Pidana)” dapat diselesaikan dengan baik.