• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS NILAI TAMBAH DAN KELAYAKAN USAHA PENGOLAHAN LIMBAH PADAT UBI KAYU (ONGGOK) DI KECAMATAN PEKALONGAN KABUPATEN LAMPUNG TIMUR

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "ANALISIS NILAI TAMBAH DAN KELAYAKAN USAHA PENGOLAHAN LIMBAH PADAT UBI KAYU (ONGGOK) DI KECAMATAN PEKALONGAN KABUPATEN LAMPUNG TIMUR"

Copied!
73
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS NILAI TAMBAH DAN KELAYAKAN USAHA PENGOLAHAN LIMBAH PADAT UBI KAYU (ONGGOK) DI KECAMATAN

PEKALONGAN KABUPATEN LAMPUNG TIMUR

Oleh

CAHYA NISA DIACH MAHARANI

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA PERTANIAN

Pada

Jurusan Agribisnis

Fakultas Pertanian Universitas Lampung

FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS LAMPUNG

(2)

ABSTRAK

ANALISIS NILAI TAMBAH DAN KELAYAKAN USAHA PENGOLAHAN LIMBAH PADAT UBI KAYU (ONGGOK) DI KECAMATAN

PEKALONGAN KABUPATEN LAMPUNG TIMUR

Oleh

Cahya Nisa Diach Maharani1, Dyah Aring Hepiana Lestari2, Eka Kasymir 2

Penelitian ini bertujuan untuk : (1) Mengetahui besarnya nilai tambah yang dihasilkan dari usaha pengolahan onggok di Kecamatan Pekalongan Kabupaten Lampung Timur. (2) Menganalisis kelayakan usaha pengolahan onggok di Kecamatan Pekalongan Kabupaten Lampung Timur.

Penelitian dilakukan di Kecamatan Pekalongan Kabupaten Lampung Timur. Penentuan lokasi dilakukan secara sengaja (purposive). Berdasarkan kriteria UMKM (Usaha Mikro Kecil dan Menengah), diambil 2 (dua) sampel pengolah onggok dengan skala usaha menengah dan skala usaha kecil untuk mewakili 6 (enam) orang pengolah onggok lain di Kecamatan Pekalongan Kabupaten Lampung Timur. Data penelitian yang digunakan adalah data primer dan data sekunder. Analisis yang dilakukan meliputi analisis nilai tambah, kelayakan usaha yang dihitung melalui NPV, IRR, gross B/C ratio, net B/C ratio, payback period, dan analisis sensitivitas dengan kemungkinan kenaikan biaya, penurunan harga jual, serta penurunan jumlah produksi pada usaha pengolahan onggok.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa : (1) Usaha pengolahan onggok skala kecil dapat memberikan nilai tambah yang lebih besar daripada skala menengah. (2) Berdasarkan aspek pasar, sosial dan lingkungan serta finansial, usaha pengolahan onggok memberikan keuntungan dan layak dikembangkan. Usaha pengolahan onggok merupakan unit usaha yang kurang stabil apabila terjadi kenaikan biaya produksi dan penurunan produksi karena hasil analisis sensitivitas menunjukkan bahwa usaha pengolahan onggok menjadi peka atau sensitif terhadap perubahan yang terjadi.

Kata kunci : nilai tambah, kelayakan usaha, limbah padat, ubi kayu, onggok. 1. Sarjana Jurusan Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Lampung

(3)
(4)
(5)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR GAMBAR ... xvi

I. PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang dan Masalah ... 1

B. Tujuan Penelitian ... 11

C. Kegunaan Penelitian ... 12

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN ... 13

A. Tinjauan Pustaka ... 13

1. Karakteristik ubi kayu dan proses pengolahan onggok ... 13

2. Analisis nilai tambah ... 18

3. Analisis proyek... 22

4. Analisis sensitivitas ... 27

B. Hasil Penelitian Terdahulu ... 29

C. Kerangka Pemikiran ... 37

III. METODE PENELITIAN ... 41

A. Konsep Dasar dan Definisi Operasional ... 41

B. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 46

C. Metode Penelitian dan Jumlah Responden ... 46

D. Prosedur Pengumpulan Data ... 47

E. Metode Analisis Data ... 47

1. Analisis nilai tambah ... 48

2. Analisis kelayakan usaha ... 50

a. Analisis finansial ... 50

b. Analisis aspek-aspek usaha ... 55

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN ... 56

A. Kondisi Geografi dan Topografi Lokasi Penelitian ... 56

(6)

4. Potensi usaha pengolahan onggok di Kecamatan

Pekalongan ... 61

V. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 63

A. Profil Usaha ... 63

1. Identitas responden... 63

2. Kegiatan usaha ... 64

3. Proses produksi onggok kering ... 66

4. Ketenagakerjaan ... 71

B. Penggunaan Faktor Produksi ... 73

C. Analisis Nilai Tambah ... 73

D. Analisis Kelayakan Usaha Pengolahan Onggok ... 85

1. Aspek finansial ... 85

a. Analisis net present value ... 93

b. Analisis internal rate of return ... 94

c. Analisis gross B/C ratio ... 95

d. Analisis net B/C ratio ... 96

e. Analisis payback period ... 97

f. Analisis sensitivitas ... 99

2. Aspek pasar ... 105

3. Aspek teknis ... 110

4. Aspek organisasi dan manajemen ... 111

5. Aspek sosial dan lingkungan ... 111

VI. KESIMPULAN DAN SARAN ... 113

A. Kesimpulan ... 113

B. Saran ... 114

DAFTAR PUSTAKA ... 115

(7)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang dan Masalah

Perekonomian nasional tidak terlepas dari berkembangnya sumber daya alam yang dimiliki oleh suatu negara. Indonesia merupakan negara berkembang yang memiliki sumber daya alam yang berlimpah. Salah satu sektor yang paling menunjang perencanaan pembangunan di Indonesia adalah sektor pertanian. Pertanian di Indonesia hingga saat ini masih memegang peranan penting bagi perekonomian nasional. Hal ini didasarkan pada peranannya sebagai penyedia bahan pangan bagi penduduk, bahan baku bagi industri pertanian, sumber pendapatan bagi jutaan petani yang tersebar di seluruh Indonesia, serta sebagai sumber penghasil devisa negara setelah sektor minyak dan gas.

Pembangunan di bidang pangan merupakan upaya untuk mewujudkan sistem pangan yang meliputi rangkaian kegiatan produksi, pengolahan dan distribusi yang saling berkaitan. Upaya perbaikan gizi menekankan pentingnya

persediaan pangan untuk dikonsumsi oleh masyarakat dalam jumlah dan mutu gizi yang seimbang. Rendahnya laju peningkatan produksi pangan dan terus menurunnya produksi di Indonesia antara lain disebabkan oleh

(8)

peningkatan luas areal penanaman yang stagnan bahkan terus menurun, khususnya di lahan pertanian pangan produktif. Kombinasi dari dua faktor di atas memastikan laju pertumbuhan produksi pertanian dari tahun ke tahun cenderung terus menurun (Soekartawi, 2003).

Komoditas ubi kayu berperan sebagai pemenuhan kebutuhan sumber karbohidrat untuk substitusi beras, juga sebagai bahan untuk diversifikasi pangan. Selain itu, komoditas ini juga digunakan sebagai bahan baku berbagai produk industri seperti industri makanan, farmasi, tekstil dan lain-lain. Pemanfaatan terhadap komoditas ubi kayu secara luas dapat kita temukan pada beberapa kegiatan yang dapat menunjang sektor pertanian seperti sebagai sumber pakan dan bahan baku bioetanol. Industri makanan dari ubi kayu cukup beragam mulai dari makanan tradisional seperti getuk, keripik, gemblong, dan berbagai jenis makanan lain yang memerlukan proses lebih lanjut. Dalam industri makanan, pengolahan ubi kayu dapat

digolongkan menjadi tiga yaitu hasil fermentasi ubi kayu (tape/peuyem), ubi kayu yang dikeringkan (gaplek) dan tepung ubi kayu atau tepung tapioka. Tingginya angka pemakaian tepung tapioka dapat pada Tabel 1.

Tabel 1. Perkembangan konsumsi pangan pokok (kg/kapita/th)

Tahun

(9)

Konsumsi beras cenderung mengalami penurunan dari tahun 2005 sebesar 115,5 kg/kapita/tahun menjadi 104,9 kg/kapita/tahun pada tahun 2008. Angka tersebut masih sangat tinggi karena rata-rata konsumsi beras dunia hanya 60 kg/kapita/tahun, sedangkan Malaysia dan Thailand masing- masing hanya 80 kg dan 90 kg/kapita/tahun (Ariani, 2010).

Konsumsi ubi kayu menempati posisi ke dua setelah beras. Perkembangan konsumsi ubi kayu dari tahun 2002 – 2008 mengalami fluktuasi, akan tetapi tetap lebih banyak mengalami kenaikan dan tertinggi terdapat pada tahun 2007 sebesar 16,5 kg/kapita/tahun. Pertumbuhan rata-rata konsumsi pangan dalam kg/kapita/tahun untuk komoditas ubi kayu memiliki tingkat

pertumbuhan sebesar 0,022%. Kecenderungan pertumbuhan rata-rata konsumsi pangan pokok untuk komoditas ubi kayu dalam kg/kapita/tahun bernilai positif. Hal ini mengindikasikan bahwa tingkat konsumsi pangan pokok untuk komoditas ubi kayu terus mengalami peningkatan dari tahun 2002 – 2008.

Tabel 2. Komposisi gizi ubi kayu dan tepung ubi kayu

Zat Gizi

Ubi Kayu Tepung ubi kayu

Energi (kal) 157 363

Protein (gram) 0,8 1,1

Lemak (gram) 0,3 0,5

Karbohidrat (gram) 34,9 88,2

Ca (mg) 33 84

P (mg) 40 125

Fe (mg) 0,7 1

Vit. A (RE) 48 0

Vit. B (mg) 30 0

Air (gram) 60 9,1

BDD (%) 75 100

(10)

Tingginya angka konsumsi ubi kayu disebabkan karena pengetahuan masyarakat akan informasi komposisi gizi ubi kayu ataupun produk turunannya yaitu tepung tapioka seperti yang terlihat pada Tabel 2 juga berpengaruh terhadap peningkatan konsumsi ubi kayu sebagai bahan pangan. Semakin banyak masyarakat yang mengetahui komposisi gizi ini maka

semakin banyak masyarakat yang akan menjadikannya sebagai bahan pangan.

Provinsi Lampung merupakan salah satu sentra produksi ubi kayu di

Indonesia. Produksi ubi kayu Provinsi Lampung selama kurun waktu 6 tahun terakhir mengalami kenaikan rata-rata sebesar 10,82 persen per tahun dari 5.499.403 ton pada tahun 2006 menjadi 9.193.676 ton pada tahun 2011, sedangkan laju peningkatan produktivitas baru mencapai 5,18 persen per tahun dan luas panen mengalami peningkatan sebesar 5,37 persen per tahun. Produksi ubi kayu yang dihasilkan Provinsi Lampung pada tahun 2011 mencapai 38,24 persen dari produksi ubi kayu nasional.

Fluktuasi produksi yang terjadi secara umum disebabkan adanya serangan hama, penyakit, dan faktor-faktor lainnya, sehingga mengakibatkan penurunan produktivitas ubi kayu per hektar, sedangkan kenaikan produktivitas ubi kayu per hektar disebabkan petani mulai menggunakan benih unggul untuk bercocok tanam ubi kayu (Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Provinsi Lampung, 2007).

(11)

Tabel 3. Perkembangan luas panen, produksi, dan produktivitas komoditas ubi kayu nasional dan Provinsi Lampung tahun 2006-2011

Keterangan Tahun Luas Panen (Ha)

Produktivitas

(Ku/Ha) Produksi (Ton)

Nasional 2006 1.227.459 163,00 19.986.640

2007 1.201.481 166,36 19.988.058

2008 1.204.933 180,57 21.756.991

2009 1.175.666 187,46 22.039.145

2010 1.183.047 202,17 23.918.118

2011 1.184.696 202,96 24.044.025

Pertumbuhan (%/th) -0,71 4,48 3,76

Sumber : Badan Pusat Statistik, 2011.

Ubi kayu (Manihot esculenta) berperan penting dalam pengembangan agribisnis dan agroindustri. Komoditas pertanian potensial ini dapat digunakan sebagai bahan baku agroindustri dan bahan pangan masa depan pendukung dalam pengembangan agribisnis. Ubi kayu berperan cukup besar dalam mencukupi bahan pangan nasional, bahan pakan (ransum) ternak, serta bahan baku berbagai industri baik industri besar maupun kecil.

Adanya faktor pendorong seperti potensi pengembangan produk berbahan baku ubi kayu, pasar ubi kayu, serta meningkatnya kebutuhan penduduk dan industri akan bahan baku ubi kayu menjadi alasan pengembangan agribisnis ubi kayu pada tiap kabupaten di Propinsi Lampung. Luas panen, produksi, dan produktivitas tanaman ubi kayu di Propinsi Lampung menurut

(12)

Tabel 4. Luas panen, produksi, dan produktivitas tanaman ubi kayu Propinsi Lampung menurut Kabupaten/Kota tahun 2008

No. Kota/Kabupaten Luas panen (Ha)

Propinsi Lampung 318.969 7.721.882 24,21 Sumber : Badan Pusat Statistik Propinsi Lampung, 2009.

Berdasarkan produksi dan produktivitas Kabupaten Lampung Timur menempati urutan ke empat setelah Kabupaten Tulang Bawang, Lampung Utara, dan Lampung Tengah dengan produksi dan produktivitas sebesar 932.307 ton dan 23,79 ton/ha. Meskipun demikian Kabupaten Lampung Timur berpotensi untuk dikembangkannya agroindustri berbahan baku ubi kayu. Industri tapioka mengolah ubi kayu menjadi tepung tapioka.

Keberadaan pabrik tapioka menimbulkan ketidaknyamanan bagi penduduk, karena proses produksi tepung tapioka menghasilkan limbah berupa onggok yang jika tidak diolah lebih lanjut akan menimbulkan bau yang busuk dan menyengat.

(13)

sangat berguna sehingga onggok memiliki nilai ekonomi yang cukup tinggi. Onggok banyak tersedia pada pabrik-pabrik yang mengolah ubi kayu menjadi tepung tapioka dan Kecamatan Pekalongan memiliki banyak perusahaan tapioka potensial sehingga secara langsung dapat membuka peluang yang besar bagi para pengolah onggok di wilayah tersebut.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Balitnak (Balai Penelitian Ternak) jika onggok dapat dimanfaatkan dengan baik maka onggok tersebut dapat dijadikan pakan ternak yang memiliki nilai protein dan karbohidat tinggi. Kandungan karbohidratnya mencapai 51.8 % . Namun tingginya kandungan karbohidrat tersebut tidak diimbangi dengan kandungan proteinnya yang hanya memiliki nilai tidak lebih dari 5%.

Peningkatan kandungan protein dapat dilakukan melalui proses fermentasi. Proses ini dijadikan peluang bisnis yang dapat memberikan tambahan

(14)

Pengolahan onggok selain menjadi pakan ternak juga dapat menjadi minyak yang merupakan cara alternatif penanganan limbah secara efektif untuk

mengurangi pencemaran lingkungan dan meningkatkan nilai ekonomis onggok. Minyak atau lemak sebagai bahan pangan dibagi menjadi 2 golongan, yaitu : 1. Lemak atau minyak yang siap dikonsumsi tanpa dimasak (edible fat

consumed uncooked)

2. Lemak atau minyak yang dimasak bersama bahan pangan, atau dijadikan sebagai medium penghantar panas dalam memasak bahan pangan.

Di samping kegunaannya sebagai bahan pangan, lemak atau minyak onggok juga berfungsi sebagai bahan pembuat sabun, bahan obat nyamuk, bahan

kertas, bahan pelumas, sebagai obat-obatan, dan sebagai pengkilat cat (Ketaren, 1986 dalam Virlandia, Nurwidyasari, dan Anggraeni, 2005).

Onggok yang didapat dari pabrik-pabrik pembuat tepung tapioka merupakan onggok basah yang masih belum dapat dimanfaatkan sebagai campuran makanan ternak. Onggok pertama-tama dikeringkan terlebih dahulu sampai kadar kekeringannya maksimal menjadi 20%.

(15)

ternak. Kadar karbohidrat yang dimiliki oleh onggok kering ini mencapai 51,8%.

Gambar 1. Bagan pengolahan limbah onggok (Data Primer, 2013)

Menurut Rasyid dkk. (1996), onggok merupakan sumber energi yang mempunyai kadar protein kasar rendah, tetapi kaya akan karbohidrat dalam bentuk bahan ekstrak tanpa nitrogen (BETN) yang mudah dicerna bagi ternak serta penggunaannya dalam ransum mampu menurunkan biaya ransum.

Produksi onggok dari pabrik tepung tapioka kepada pengolah onggok merupakan kerjasama yang saling menguntungkan satu sama lain. Pabrik tepung tapioka mendapatkan keuntungan dari proses jual beli yang terjadi. Kegiatan ini sebelumnya telah disetujui dengan kesepakatan yang telah

Pabrik Tepung Tapioka

Proses Penjemuran

Onggok Kering; Kadar d kekeringan sampai 20%

Limbah Onggok/Onggok Basah (Kandungan Air Tinggi)

Alami; Dijemur Teknologi; Dryer

(16)

disepakati secara bersama antara pabrik tepung tapioka dengan pengolah onggok. Pengolah onggok mendapatkan bahan sisa olahan tepung tapioka dari pabrik sesuai perjanjian yang telah disepakati yang kemudian proses ini berulang terus-menerus. Setelah mendapatkan bahan baku dari pabrik tepung tapioka, pengolah onggok melakukan proses pengolahan sehingga dapat memberikan nilai tambah agar usaha pengolahan onggok layak untuk diusahakan. Dengan adanya proses pengolahan onggok tersebut diharapkan dapat meningkatkan pendapatan pengolah onggok khususnya pengolah onggok.

Di Kecamatan Pekalongan Kabupaten Lampung Timur terdapat pengolah onggok yang termasuk kedalam kriteria UMKM. Pengertian tentang usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) di Indonesia menurut BPS adalah jika suatu usaha memiliki tenaga kerja kurang dari 5 orang maka termasuk

kedalam usaha mikro, apabila suatu usaha memiliki tenaga kerja 5 sampai 19 orang maka termasuk usaha kecil, dan apabila suatu usaha memiliki tenaga kerja 20 sampai dengan 99 orang maka usaha tersebut termasuk kedalam usaha menengah.

Berdasarkan uraian di atas, tumbuh dan berkembang unit-unit usaha

(17)

tentang nilai tambah onggok di suatu perusahaan dalam jumlah yang sangat besar sedangkan penelitian ini meneliti tentang nilai tambah onggok yang diolah oleh masyarakat di sekitar pabrik dan kelayakan usaha pengolahan onggok yang dilihat dari beberapa kriteria analisis proyek yang berlangsung di tingkat pengolah yang memiliki perbedaan dalam skala usaha yang dilakukan.

Berdasarkan uraian di atas dan hasil penelitian terdahulu, maka permasalahan dirumuskan sebagai berikut :

(1.) Berapa besar nilai tambah yang dapat diciptakan dari usaha pengolahan onggok di Kecamatan Pekalongan Kabupaten Lampung Timur?

(2.) Apakah usaha pengolahan onggok di Kecamatan Pekalongan Kabupaten Lampung Timur layak dikembangkan?

B. Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang dan masalah, tujuan dilakukannya penelitian ini yaitu:

(1.) Mengetahui besarnya nilai tambah yang dihasilkan dari usaha pengolahan onggok di Kecamatan Pekalongan Kabupaten Lampung Timur

(18)

C. Kegunaan Penelitian

Hasil penelitian ini dihara pkan dapat berguna bagi:

(1.) Pengolah onggok sebagai bahan informasi dan pertimbangan dalam melakukan investasi usaha pengolahan onggok.

(2.) Dinas atau instansi terkait sebagai bahan masukan dan pertimbangan dalam pengembangan usaha pengolahan onggok.

(19)

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

A. Tinjauan Pustaka

1. Karakteristik ubi kayu dan proses pengolahan onggok

Ubi kayu (Manihot esculenta Crant) digolongkan ke dalam keluarga Euphorbiaceae. Batangnya tegak setinggi 1,5-4 m. Bentuk batang bulat dengan diameter 2,5-4 cm, berkayu dan bergabus. Batang berwarna kecoklatan atau keunguan dan bercabang ganda tiga.

Daun singkong termasuk daun majemuk menjari dengan anak daun berbentuk elips yang berujung runcing. Warna daun muda hijau

kekuningan atau hijau keunguan. Tangkai daun panjang, dengan warna hijau, merah, kuning atau kombinasi dari ketiganya. Bunga muncul pada setiap ketiak percabangan.

Bunga betina tumbuh lebih dulu dan matang pada saat tanaman berumur 3-4 minggu. Bila tidak dibuahi dalam waktu 24 jam, bunga akan layu dan gugur. Bunga jantan akan matang dalam waktu sebulan kemudian, sehingga penyerbukannya terjadi secara silang.

(20)

ukurannya terus membesar mengalahkan ukuran akar lainnya. Akar yang besar inilah yang disebut sebagai umbi sigkong. Ubi singkong

mempunyai kulit ari berwarna coklat atau kelabu. Kulit dalammnya berwarna kuning kemerahan dan putih, dengan warna daging putih atau kuning.

Meskipun tanaman singkong sangat mudah beradaptasi dengan berbagai kondisi lingkungan, akan tetapi untuk tumbuh dan berproduksi secara optimum diperlukan sinar matahari setiap hari, tumbuh baik pada ketinggian 0-880 m dpl. Drainase harus baik karena tanah yang tergenang akan menyebabkan akar dan umbi membusuk. Ubi kayu membutuhkan tanah yang tidak terlalu padat atau keras dan curah hujan antara 760-2500 mm/tahun, dengan bulan kering tidak lebih dari 6 bulan.

Tanaman ubi kayu tumbuh di daerah antara 300 lintang selatan dan 300 lintang utara, yaitu daerah dengan suhu rata-rata lebih dari 180C dengan curah hujan di atas 500 mm/tahun. Namun demikian, tanaman ubi kayu dapat tumbuh pada ketinggian 2.000 m dpl atau di daerah sub-tropika dengan suhu rata-rata 160C. Di ketinggian tempat sampai 300 m dpl tanaman ubi kayu dapat menghasilkan umbi dengan baik, tetapi tidak dapat berbunga. Namun, di ketinggian tempat 800 m dpl tanaman ubi kayu dapat menghasilkan bunga dan biji.

(21)

Gambar 2. Pohon industri ubi kayu (Pusat Pengembangan Agribisnis, 1994 dalam Zakaria W. A, 2000)

Penggunaan onggok untuk bahan baku penyusunan pakan ternak masih sangat terbatas, terutama untuk hewan monogastrik. Hal ini disebabkan

(22)

kandungan proteinnya yang rendah disertai dengan kandungan serat kasarnya yang tinggi (lebih dari 35%). Dengan proses bioteknologi dengan teknik fermentasi dapat meningkatkan mutu gizi dari bahan-bahan yang bermutu rendah. Misalnya, produk fermentasi dari umbi ubikayu (Cassapro/Cassava protein tinggi), memiliki kandungan protein 18-24%, lebih tinggi dari bahan asalnya ubikayu, yang hanya mencapai 3%. Demikian juga, onggok terfermentasi juga memiliki kandungan protein tinggi yakni 18% dan dapat digunakan sebagai bahan baku ransum ayam ras pedaging (Tarmudji, 2004).

Onggok adalah pakan sumber energi yang berasal dari sisa pengolahaan singkong menjadi tepung tapioka. Kandungan pada onggok antara lain: protein kasar (2,89%); serat kasar (14,73%); abu (1,21%); beta-N

(80,80%); lemak kasar (0,38%); dan air (20,31%).

Permasalahan utama pada onggok adalah onggok memiliki kandungan protein yang rendah sekitar < 15% dan memiliki kandungan serat kasar yang tinggi. Solusi untuk meningkatkan kualitas dari onggok ini adalah dengan melalui proses fermentasi menggunakan Aspergillus niger secara inokulum dan campuran urea dan ammonium sulfat sebagai sumber nitrogen anorganik (Nursiam, 2009).

(23)

antinutrisi pada onggok. Melalui teknologi fermentasi dengan Aspergillus niger diharapkan akan meningkatkan nilai gizi dan

menurunkan kandungan zat antinutrisi HCN pada onggok terolah. Proses fermentasi ini berlangsung selama empat hari. Setelah terbentuk

miselium yang terlihat seperti fermentasi tempe, maka onggok

terfermentasi dipotong-potong, diremas-remas dan dikeringkan dalam oven pada suhu 600C dan selanjutnya digiling.

Tabel 5. Komposisi gizi onggok

Gizi Tanpa ferementasi (%BK)

Fermentasi (% BK)

Protein kasar 2,2 18,6

Karbohidrat 51,8 36,2

Abu 2,4 2,6

Serat Kasar 10,8 10,46

Fermentasi onggok dengan aspergillus niger sampai 4 minggu secara statistik sangat nyata (p<0,01) meningkatkan kandungan protein kasar onggok terolah dan menurunkan (p<0,01) kandungan HCN onggok terolah serta cenderung meningkatkan kandungan GE onggok terolah (Supratman, 2009).

Ransum sapi perah rakyat biasanya terdiri atas jerami atau rumput gajah, ampas tahu, dan pakan konsentrat masing-masing sebanyak 20 kg, 5 kg, dan 5 kg. Substitusi setiap kilogram konsentrat dengan onggok

(24)

12,14%. Perhitungan ekonomis menunjukkan bahwa penggunaan onggok terfermentasi sebagai pengganti pakan konsentrat 20% dapat menekan harga pakan sapi perah hingga Rp300,00/kg. Bila harga susu mencapai Rp1.300,00/liter, maka nilai tambah yang dapat diperoleh dari susu mencapai Rp5.083,00/hari (Supriyati dalam Balai Penelitian

Ternak).

Kegunaan akan ubi kayu sangat banyak selain sebagai bahan pangan dapat juga dijadikan bahan kimia. Pohon industri onggok dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3. Pohon industri onggok (Ketaren, 1986 dalam Virlandia, Nurwidyasari, dan Anggraeni, 2005)

2. Analisis nilai tambah

Nilai tambah adalah pertambahan nilai suatu komoditas karena

mengalami proses pengolahan, pengangkutan, penyimpanan dalam suatu proses produksi. Menurut Hayami (1987) definisi dari nilai tambah

Onggok

Pakan Ternak

Bahan Pangan

Minyak

Bahan Pembuat Sabun

Bahan Pelumas

Obat-obatan

(25)

adalah pertambahan nilai suatu komoditas karena adanya input

fungsional yang diberlakukan pada komoditi yang bersangkutan. Input fungsional tersebut berupa proses pengubahan bentuk (form utility), pemindahan tempat (place utility), maupun proses penyimpanan (time utility).

Hayami (1987) menyatakan bahwa nilai tambah adalah selisih antara komoditas yang mendapat perlakuan pada tahap tertentu dengan nilai korbanan yang digunakan selama proses berlangsung. Sumber -sumber dari nilai tambah tersebut adalah dari pemanfaatan faktor – faktor seperti tenaga kerja, modal, sumberdaya manusia dan manajemen.

(26)

Suhu ± 300C selama 7 – 12 hari

Grade A, Grade B, dan Grade C Kriteria pada tiap grade

berdasarkan bentuk dan warna

Kadar air maksimal 20% Gambar 4. Neraca bahan baku pengolahan onggok (Tarmudji, 2004)

Menurut Hayami (1987) dalam Kusuma (2011), tujuan dari analisis nilai tambah adalah untuk menaksir balas jasa yang diterima oleh tenaga kerja langsung dan pengelola. Analisis nilai tambah Hayami memperkirakan perubahan bahan baku setelah mendapatkan perlakuan. Analisis nilai tambah Hayami mempunyai kelebihan dan kekurangan.

Kelebihan dari metode Hayami yaitu :

1) Dapat diketahui besarnya nilai tambah dan output.

2) Dapat diketahui besarnya balas jasa terhadap pemilik faktor-faktor produksi, seperti tenaga kerja, modal, sumbangan input lain dan keuntungan.

Penguapan air ± 70 % Onggok Basah (1 Kg)

Penjemuran

Onggok Kering (0,3 Kg)

Grading

Pengemasan

(27)

3) Prinsip nilai tambah menurut Hayami dapat digunakan untuk subsistem lain selain pengolahan, seperti analisis nilai tambah pemasaran.

Tabel 6. Prosedur perhitungan nilai tambah metode Hayami

No Variabel Nilai

Output, Input dan Harga 1 Tenaga Kerja (HOK/bulan) Faktor Konversi

Koefisien Tenaga Kerja Harga Output (Rp/Kg)

Upah Rata-rata Tenaga Kerja (Rp/HOK)

A

Harga Bahan Baku (Rp/Kg) Sumbangan Input lain (Rp/Kg) Nilai Output Presentase Faktor Produksi Terhadap Margin

14

Kelemahan dari metode Hayami yaitu :

1) Pendekatan rata-rata tidak tepat jika diterapkan pada unit usaha yang menghasilkan banyak produk dari satu jenis bahan baku.

2) Tidak dapat menjelaskan nilai output produk sampingan. 3) Sulit menentukan pembanding yang dapat digunakan untuk

(28)

3. Analisis proyek

Proyek adalah suatu rangkaian aktivitas yang direncanakan untuk mendapatkan benefit atau manfaat dalam jangka waktu tertentu. Untuk mencapai tujuan tersebut diperlukan pengorbanan dari resources yang dimiliki, karenanya dalam pemilihan suatu proyek yang akan dikerjakan harus diadakan penilaian, baik dari segi teknis maupun ekonomis agar penanaman modal/investasi jatuh pada pilihan proyek paling tepat. Kegiatan suatu proyek selalu ditujukan untuk mencapai suatu tujuan (objective) dan mempunyai suatu titik tolak (starting point) dan suatu titik akhir (ending point), baik biaya maupun hasilnya (Ibrahim, 2004).

Tujuan analisis proyek adalah untuk memperbaiki pemilihan investasi. Oleh karena sumber-sumber yang tersedia bagi pembangunan terbatas, maka perlu diadakan pemilihan antara barbagai macam proyek. Kesalahan dalam pemilihan proyek dapat mengakibatkan pengorbanan sumber-sumber yang langka (Kadariah, 2001).

Manfaat proyek dilihat dari evaluasi proyek adalah penerimaan (revenue) yang dihasilkan suatu proyek sebelum dikurangi dengan biaya yang dikeluarkan. Manfaat proyek dapat digolongkan menjadi manfaat

(29)

sebagai dampak yang bersifat multiplier effects dari proyek yang dibangun terhadap kegiatan pembangunan lainnya. Manfaat tidak kentara sebuah proyek adalah manfaat dari pembangunan proyek yang sulit diukur dalam bentuk uang, seperti perubahan pola pikir masyarakat, perbaikan lingkungan, berkurangnya pengangguran, dan lain sebagainya (Ibrahim, 2004).

Studi kelayakan proyek adalah studi atau penelitian dalam rangka untuk menilai layak tidaknya proyek investasi yang akan dilakukan dengan berhasil dan menguntungkan secara ekonomis (Suratman, 2002). Menurut Sutojo (2002), fokus utama studi kelayakan proyek terpusat pada empat macam aspek, yaitu:

a) Pasar dan pemasaran barang dan jasa yang akan dihasilkan proyek, b) Produksi, teknis dan teknologis,

c) Manajemen dan sumber daya manusia d) Keuangan dan ekonomi.

Menurut Ibrahim (2004) ada beberapa tahap yang perlu diperhatikan dalam pengembangan suatu proyek. Tahapan-tahapan tersebut antara lain tahapan pengujian dan tahapan evaluasi. Tahapan pengujian digolongkan dalam beberapa aspek antara lain sebagai berikut: a. Aspek finansial

Aspek finansial mencakup perkiraan biaya operasional dan

(30)

(NPV, IRR, gross B/C, net B/C, payback period), dan analisis sensitifitas.

Tahap evaluasi dilakukan dengan perhitungan kelayakan dengan proses sebagai berikut:

1) Net present value (NPV)

Net present value (NPV) atau nilai tunai bersih, merupakan kelayakan metode yang menghitung selisih antara manfaat atau penerimaan dengan biaya atau pengeluaran. Perhitungan ini diukur dengan nilai uang sekarang dengan kriteria sebagai berikut:

a) Bila NPV > 0, maka investasi dinyatakan layak (feasible) b) Bila NPV < 0, maka investasi dinyatakan tidak layak (no

feasible)

c) Bila NPV = 0, maka investasi berada pada posisi break event point

2) Internal rate of return (IRR)

Internal Rate of Return (IRR) merupakan suatu tingkat bunga yang menunjukkan nilai bersih sekarang (NPV) sama dengan jumlah seluruh investasi proyek atau dengan kata lain tingkat bunga yang menghasilkan NPV sama dengan nol. Kriteria penilaiannya sebagai berikut:

a) Bila IRR > 1, maka investasi dinyatakan layak (feasible) b) Bila IRR < 1, maka investasi dinyatakan tidak layak (no

(31)

c) Bila IRR = 1, maka investasi berada pada posisi break event point.

3) Gross benefit cost ratio (Gross B/C)

Gross benefit cost ratio (gross B/C) merupakan perbandingan antara penerimaan atau manfaat dari suatu investasi dengan biaya yang telah dikeluarkan. Kriteria pengukuran pada analisis ini adalah: a) Jika gross B/C > 1, maka investasi dinyatakan layak (feasible) b) Jika gross B/C < 1, maka investasi dinyatakan tidak layak (no

feasible)

c) Jika gross B/C = 1, maka investasi berada pada posisi break event point

4) Net benefit cost ratio (Net B/C)

Net benefit cost ratio (net B/C) merupakan perbandingan antara net benefit yang telah didiscount positif dengan net benefit yang telah didiscount negatif. Kriteria pengukuran pada analisis ini adalah: a) Jika net B/C > 1, maka investasi dinyatakan layak (feasible) b) Jika net B/C < 1, maka investasi dinyatakan tidak layak (no

feasible)

(32)

5) Payback period (Pp)

Payback period merupakan penilaian investasi suatu proyek yang didasarkan pada pelunasan biaya investasi berdasarkan manfaat bersih dari proyek. Kriteria penilaiannya adalah sebagai berikut: a) Bila masa pengembalian lebih pendek dari umur ekonomis

proyek, maka proyek tersebut layak untuk dilanjutkan

b) Bila masa pengembalian lebih lama dari umur ekonomis proyek, maka proyek tersebut dinyatakan tidak layak untuk dilanjutkan.

b. Aspek pasar

Aspek pasar dan pemasaran melingkupi peluang pasar,

perkembangan pasar, penetapan pangsa pasar, dan langkah–langkah yang perlu dilakukan dalam mengambil kebijakan yang diperlukan.

c. Aspek teknis

Aspek teknis mencakup lokasi proyek yang diusahakan, sumber bahan baku, jenis teknologi yang digunakan, kapasitas produksi, dan jumlah investasi yang diperlukan serta membuat rencana produksi selama umur ekonomis proyek.

d. Aspek organisasi dan manajemen

(33)

e. Aspek sosial dan lingkungan

Aspek sosial dan lingkungan mencakup pengelolaan yang dapat diterima oleh masyarakat sekitar tentang limbah yang dihasilkan, dan pengaruh yang ditimbulkan oleh usaha tersebut.

4. Analisis sensitivitas

Analisis sensitivitas adalah suatu kegiatan menganalisis kembali suatu proyek untuk melihat apakah yang akan terjadi pada proyek tersebut bila suatu proyek tidak berjalan sesuai rencana. Analisis sensitivitas mencoba melihat realitas suatu proyek yang didasarkan pada kenyataan bahwa proyeksi suatu rencana proyek sangat dipengaruhi unsur-unsur ketidakpastian mengenai apa yang akan terjadi. Semua proyek harus diamati melalui analisis sensitivitas.

Dalam bidang pertanian, proyek-proyek sensitif untuk berubah yang diakibatkan oleh empat masalah utama yaitu :

a) Harga, terutama perubahan dalam harga hasil produksi yang disebabkan oleh turunnya harga dipasaran.

b) Keterlambatan pelaksanaan proyek, dalam proyek-proyek pertanian dapat terjadi karena adanya kesulitan-kesulitan dalam melaksanakan teknis atau inovasi baru yang diterapkan atau karena keterlambatan dalam pemesanan dan penerimaan peralatan.

(34)

d) Kenaikan hasil, dalam hal ini kesalahan perhitungan hasil per hektar.

Ketidakpastian dalam pelaksanaan proyek yang diakibatkan hubungan harga input, keterlambatan pelaksanaan proyek, kenaikan biaya dan hasil, berarti menunjukan makin banyak kemungkinan yang akan terjadi

(Gittinger,1986).

Analisis sensitivitas dilakukan dengan tujuan untuk melihat apakah yang akan terjadi dengan analisis apabila ada perubahan dalam dasar

perhitungan biaya atau penerimaan. Perubahan yang terjadi meliputi kenaikan biaya investasi, perubahan dalam biaya produksi, harga jual, dan keterlambatan pelaksanaan proyek. Untuk menghitung dan melihat

seberapa jauh dampak kenaikan atau penurunan harga faktor finansial yang paling dominan. Bahan baku merupakan komponen biaya yang paling dominan, sedangkan harga jual produksi merupakan komponen tunggal yang paling dominan terhadap komponen pada produksi (Djamin, 1993).

Tingkat kenaikan biaya suatu produksi yang akan menyebabkan nilai NPV, IRR, gross B/C, net B/C, dan payback period tidak lagi

(35)

B. Hasil Penelitian Terdahulu

No. Nama Peneliti Judul Metode Analisis Hasil Penelitian

1 Alamsyah, I. (2007) Analisis nilai tambah dan - Analisis nilai tambah - Kemplang yang diproduksi adalah kemplang pendapatan usaha industri - Analisis pendapatan ikan sarden dan kemplang ikan kakap yang kemplang rumah tangga - Analisis harga pokok memiliki nama dagang “Cap Ikan Belido”. berbahan baku utama sagu - Analisis BEP Kemplang ikan sarden dikemas dalam dan ikan - Analisis deskriptif kemasan 0,2 kg sedangkan kemplang ikan

kakap dikemas dalam kemasan 0,5 kg. - Nilai tambah yang diperoleh dari kemplang ikan sarden adalah sebesar Rp583,60/kg dan kemplang ikan kakap sebesar Rp6.795,83/kg.

- Pendapatan dari usaha industri kemplang rumah tangga sebesar Rp979.535,88/bulan. - Harga pokok yang diperoleh dari kemplang ikan sarden sebesar Rp8.116,58/kg dan pada kemplang ikan kakap sebesar Rp10.380,85/kg.

- BEP mix dicapai ketika penjualan kemplang ikan sarden sebanyak 573,70 kg atau senilai Rp4.876.479,88/bulan dan penjualan kemplang ikan kakap sebanyak 42,50 kg atau senilai Rp637.448,35/bulan.

(36)

2 Zakaria, W. A. (2007) Analisis nilai tambah dan - Analisis nilai tambah; - Agroindustri tahu dan tempe skala kecil di kelayakan finansial agro- Metode Mott Kota Metro merupakan unit usaha yang industri tahu dan tempe di - Analisis finansial; menguntungkan, memiliki nilai tambah yang Kota Metro NPV, IRR, net B/C, besar, dan secara finansial layak untuk

payback period dikembangkan.

- Secara relatif agroindustri tahu memiliki nilai tambah, keuntungan, dan kinerja kelayakan finansial yang lebih besar (baik) dan lebih tahan terhadap gejolak internal dan eksternal (kurang sensitif) dibandingkan dengan agrindustri tempe. Kinerja tersebut sangat ditentukan oleh nilai bahan baku dan harga produk yang dihasilkan serta faktor produktivitas tenaga kerja.

- Dari hasil penelitian yang dilakukan tentang analisis nilai tambah dan kelayakan finansial agroindustri tahu dan tempe di Kota Metro, diharapkan kepada para pengolah agro- industri tahu dan tempe disarankan agar terus meningkatkan kemampuan manajemen bisnis terutama dalam pengawasan mutu produk dan peningkatan upah kerja.

3 Ismini. (2010) Analisis nilai tambah dan - Analisis nilai tambah - Proses pengolahan keripik singkong “Mickey strategi pemasaran keripik - Analisis faktor ling- Mouse” berlangsung dengan tahap yang singkong di perusahaan kungan eksternal dan pendek dan pengawasan mutu yang baik.

(37)

“Mickey Mouse” di Malang Internal; SWOT, tipe Analisis nilai tambah yang diperoleh dari bisnis, dan daur hidup penelitian ini dapat menghasilkan tingkat produk (matrik BCG keuntungan sebesar 68,15%/kg keripik

dan PLC) singkong.

- Faktor lingkungan usaha secara umum berpengaruh nyata terhadap strategi yang akan dilakukan oleh perusahaan keripik singkong dalam memasarkan produknya. Dapat dilihat bahwa setiap strategi yang dite- rapkan merupakan antisipasi dari faktor lingkungan yang ada.

4 Tirta, P. (2012) Analisis kelayakan finansial - Analisis kelayakanan - Nilai NPV yang positif menunjukan bahwa pengembangan usaha kecil finansial; NPV, IRR, proyek layak untuk diusahakan sementara menengah (UKM) Nata De ratio B/C,payback nilai NPV negatif berarti proyek tidak layak Coco di Sumedang, Jawa period, BEP untuk diusahakan. Pada penelitian ini dida-

Timur. patkan nilai NPV produksi nata de coco

untuk periode tiga tahun dengan nilai Rp119.278.467,41.

- Dari hasil perhitungan diperoleh nilai IRR usaha produksi nata de coco adalah sebesar 71,2% dan MARR yang digunakan adalah 12%, dengan merujuk pada penelitian

terdahulu yang menetapkan nilai MARR 12%. Nilai MARR juga bisa ditetapkan

(38)

Bank walaupun belum ada penetapan secara pasti. Mengingat nilai IRR jauh lebih besar daripada nilai MARR yang ditetapkan (12%), maka pengembangan usaha nata de coco ini tetap layak untuk dikembangkan.

- Dari hasil perhitungan diperoleh nilai ratio B/C pada tahun pertama adalah 1,13 dan untuk tahun kedua serta tahun ketiga mengalami kenaikan senilai 22%, sehingga dapat dikatakan bahwa untuk tahun kedua dan ketiga dari setiap satuan biaya yang dikeluarkan akan terjadi peningkatan benefit sebesar 22%.

- Suatu usaha dikatakan layak jika nilai payback period lebih kecil atau sama bila dibandingkan dengan umur investasi usaha. Pada penelitian ini didapatkan hasil payback period selama tiga bulan dari masa

pengembalian pinjaman selama tiga tahun. - BEP produksi nata de coco sebanyak 15.560

kg atau senilai Rp21.783.556,00.

- Pengembangan usaha nata de coco memiliki potensi ekonomi yang cukup bagus dan layak untuk dikembangkan. Selain dapat memberi keuntungan, pengembangan usaha ini juga dapat meningkatkan kapasitas produksi untuk

(39)

5 Patty, Z. (2011) Analisis produktivitas dan - Analisis produktivitas - Produktifitas kelapa berkisar antara 0,520 nilai tambah kelapa rakyat - Analisis nilai tambah; ton kopra/ha sampai dengan 0,853 ton

di Kabupaten Halmahera Metode output input kopra/ha, dengan nilai agregat sebesar 0,731

Utara ton kopra/ha.

- Pengolahan kelapa menjadi kopra di daerah penelitian memberikan nilai tambah kelapa yang relatif kecil yakni Rp106,00/kg kopra yang dihasilkan.

- Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, diperlukan upaya pemerintah untuk mendorong peningkatan produkstifitas kopra rakyat salah satunya dengan melakukan peremajaan terhadap tanaman kelapa yang lama.

6 Oktoviantini, V. (2010) Analisis kelayakan ekonomi - Analisis pendapatan - Pendapatan agroindustri emping jagung pada agroindustri emping jagung - Analisis titik impas produksi emping setengah jadi lebih tinggi dalam rangka pengembangan - Analisis nilai tambah dibandingkan dengan proses jadi. Akan tetapi usaha di Kelurahan Pandan - Analisis produktivitas jika dilihat pada perhitungan analisis

Wangi Kecamatan Blimbing pendapatan/unit/kg produksi emping yang

Kotamadya Malang telah jadi lebih menguntungkan daripada

produksi emping setengah jadi.

- Persyaratan produk minimum untuk proses produksi ½ jadi lebih tinggi dibandingkan dengan produksi jadi. Ini artinya kebutuhan modal untuk memproduksi emping jagung pada produksi ½ jadi lebih besar

dibandingkan produksi jadi. Dengan

(40)

demikian dapat disimpulkan bahwa produksi jadi lebih baik untuk pengembangan usaha karena membutuhkan modal yang lebih kecil dan menghasilkan pendapatan yang lebih besar.

- Agroindustri emping jagung dengan proses produksi jadi memperoleh nilai tambah yang lebih tinggi dibandingkan dengan proses produksi setengah jadi.

- Agroindustri emping jagung dengan proses produksi setengah jadi memperoleh

produktivitas tenaga kerja dan produktivitas mesin produksi lebih tinggi dibandingkan dengan proses produksi jadi.

7 Syahza, A. Dan Caska Analisis nilai tambah dan - Analisis nilai tambah - Komoditas bebuahan yang dapat dijadikan (2007) peluang pengembangan - Analisis deskriptif; komoditas unggulan Kabupaten Karimun

bebuahan sebagai komoditas pendekatan ekonomi adalah durian, manggis, pisang, rambutan, unggulan agribisnis di kerakyatan jeruk, dan nanas.

Kabupaten Karimun - Pilihan strategi pengembangan yang dapat

Propinsi Riau dilakukan antara lain melalui peningkatan

jumlah dan mutu penyempurnaan sub-sistem pengembangan agribisnis melalui penyediaan sarana produksi, keefisienan usaha tani, akses pasar, pemberdayaan lembaga penunjang serta penyediaan infrastruktur untuk

meningkatkan produktivitas dan pendapatan

(41)

8 Ahmad, U. (2004) Analisis nilai tambah onggok - Analisis nilai tambah; - Usaha pengolahan onggok menjadi pakan sebagai bahan baku ransum Metode Hayami ternak dapat memberikan nilai tambah yang ternak sapi pada PT. Sentosa cukup besar. Untuk pakan basah bernilai

Agrindo sebesar Rp875,18 atau 60,65% dari nilai

yang terdistribusi pada modal. Sedangkan nilai produk yang terdistribusi pada manajemen sebesar 59,96% dan bagian tenaga kerja memiliki nilai sebesar 11,78%. - Nilai tambah yang dihasilkan untuk pakan

kering sebesar Rp1.746,06 atau 62,10% dari nilai produk yang terdistribusi pada modal dan untuk nilai produk yang terdistribusi pada manajemen memiliki nilai sebesar 60,42% serta bagian tenaga kerja memiliki nilai sebesar 33,89%.

9 Rosyanni, R. (2011) Analisis pendapatan usaha - Analisis pendapatan - Saluran pemasaran ubi kayu di Desa Cikeas tani, pemasaran, dan nilai usaha tani hanya mempunyai satu saluran pemasaran tambah ubi kayu di Desa - Analisis nilai tambah; yaitu dari petani ke pengolah tapioka. Cikeas Kecamatan Sukaraja Metode Hayami - Berdasarkan hasil penelitian yang telah

Kabupaten Bogor dilakukan pendapatan atas biaya tunai pada

petani pemilik lahan di Desa Cikeas adalah sebesar Rp12.932.506,00/ha dan pendapatan atas biaya total adalah Rp6.301.356,00/ha, sedangkan pendapatan atas biaya tunai pada petani penggarap adalah sebesar

Rp3.786.722,00/ha dan pendapatan atas biaya total adalah Rp1.572.095/ha.

(42)

- Rata-rata nilai tambah pada pengolahan tapioka adalah sebesar Rp359,00/kg bahan baku ubi kayu dengan rasio nilai tambah yaitu sebesar 26,52 persen. Rata-rata margin dari hasil analisis nilai tambah ubi kayu adalah sebesar Rp476,93/kg, yang terdiri atas 34,44% pendapatan tenaga kerja, 24,72% sumbangan input lain, dan 40,84% keuntungan pengolah tapioka.

- Marjin keuntungan pengolahan tapioka merupakan marjin yang terbesar. Marjin keuntungan pengolah tapioka lebih besar dibandingkan dengan marjin pendapatan tenaga kerja. Hal tersebut menunjukkan bahwa usaha pengolahan ubi kayu menjadi aci merupakan usaha padat modal.

- Fungsi pemasaran yang dilakukan oleh petani adalah fungsi pertukaran berupa fungsi penjualan dan fungsi fasilitas berupa penanggungan risiko dan informasi harga. - Industri kecil yang mengolah hasil-hasil

pertanian seperti industri aci perlu mendapatkan perhatian dari semua pihak terkait seperti pembinaan dan dukungan modal demi kelancaran usahatani yang dilakukan.

Sumber : Jurnal dan Skripsi, Tahun 2004 - 2012

(43)

C. Kerangka Pemikiran

Setiap usaha yang dikelola oleh pengolah merupakan serangkaian kegiatan yang meliputi pembelian input, proses produksi, dan pemasaran hasil. Tujuan dari setiap usaha tersebut pada umumnya bertujuan untuk mencapai

keuntungan maksimum terhadap biaya-biaya yang telah dikeluarkan dengan pengelolaan sebaik-baiknya, demikian pula dengan usaha pengolahan onggok di Kecamatan Pekalongan Kabupaten Lampung Timur.

Pada beberapa tahun silam para pabrik tepung tapioka cenderung membuang limbah tersebut daripada memanfaatkannya. Para pengolah sebelumnya tidak mengetahui manfaat dari onggok. Terbuangnya limbah dari pabrik tepung tapioka sangat mencemari lingkungan di daerah sekitar.

(44)

onggok dengan pabrik tepung tapioka lebih lanjut diharapkan mampu mengatasi pencemaran lingkungan yang ditimbulkan oleh limbah tepung tapioka serta dapat meningkatkan pendapatan pengolah onggok khususnya pengolah yang ada di Kecamatan Pekalongan Kabupaten Lampung Timur.

Perubahan bentuk onggok basah menjadi onggok kering tidak terlepas dari sumbangan input lain seperti kemasan dan campuran bahan lainnya. Apabila input tersebut dikalikan dengan masing-masing harga input disebut dengan biaya korbanan dan biaya produksi. Output dalam bentuk onggok kering bila dikalikan dengan harga jual disebut penerimaan, dan produk yang dihasilkan memberikan balas jasa atau nilai tambah.

Nilai tambah pada usaha pengolahan onggok adalah nilai produk dikurangi dengan nilai bahan baku dan input lain di luar tenaga kerja. Dengan demikian nilai tambah sama dengan pendapatan usaha atau keuntungan perusahaan ditambah dengan upah tenaga kerja. Untuk mendapatkan nilai produk harus lebih besar dari pada nilai bahan baku dan bahan tambahan.

(45)

Tujuan dari setiap usaha, termasuk usaha pengolahan onggok adalah untuk mendapatkan keuntungan sehingga perlu diperhitungkan besarnya biaya yang telah dikorbankan dan pendapatan yang diperoleh. Untuk mengetahui apakah usaha pengolahan onggok ini menguntungkan atau tidak, maka dilakukan suatu analisis. Dalam analisis ini dilakukan perhitungan yang diukur dari besarnya penerimaan dan biaya bagi usaha pengolahan onggok.

Kelayakan usaha dari usaha pengolahan onggok akan dilihat dari analisis

finansial jangka panjang antara lain NPV yang mempunyai nilai lebih besar

daripada nol, IRR yang memiliki nilai lebih daripada tingkat suku bunga, net B/C

dan gross B/C yang mempunyai nilai lebih besar daripada satu, serta payback

period dimana masa pengembalian lebih pendek daripada umur ekonomis proyek.

Penggunaan analisis sensitivitas meninjau kelayakan usaha dari dampak-dampak

perubahan yang terjadi pada kelayakan usaha. Aspek-aspek yang digunakan

untuk menjelaskan secara kualitatif antara lain aspek pasar, aspek teknis, aspek

organisasi dan manajemen, aspek sosial dan lingkungan. Kelayakan usaha dapat

tercapai dan memiliki prospek pengembangan usaha yang baik bila

kriteria-kriteria analisis-analisis tersebut dapat terpenuhi. Kerangka pemikiran analisis

nilai tambah dan kelayakan usaha pengolahan onggok di Kecamatan Pekalongan

(46)

Pengolah Onggok

Input Proses Produksi

-Lahan -Gudang -Onggok Basah

-Alat Pengolah Onggok -Tenaga Kerja

Output Onggok Kering

1. Aspek Finansial

Net Present Value (NPV), Internal Rate of Return (IRR), Gross Benefit - Cost Ratio (Gross B/C), Net Benefit Cost Ratio (Net B/C), Payback Period (PP),dan Analisis Sensitivitas.

2. Aspek Pasar

3. Aspek Teknis

4. Aspek Organisasi dan Manajemen 5. Aspek Sosial dan Lingkungan

Kelayakan Usaha

Layak Tidak Layak

Analisis Nilai Tambah

Gambar 5. Kerangka pemikiran analisis nilai tambah dan kelayakan

usaha pengolahan onggok di Kecamatan Pekalongan Kabupaten Lampung Timur

Pabrik Tepung Tapioka

Limbah Padat (Onggok)

Harga Input

Penerimaan Harga Output

(47)

III. METODE PENELITIAN

A. Konsep Dasar dan Definisi Operasional

Konsep dasar dan definisi operasional mencakup pengertian yang

dipergunakan untuk mendapatkan dan menganalisis data sesuai dengan tujuan penelitian.

Usaha pengolahan onggok adalah suatu rangkaian aktifitas pengolahan

onggok yang direncanakan untuk mendapatkan manfaat dengan menggunakan sumber-sumber yang mempunyai titik waktu berakhirnya aktifitas.

Onggok adalah hasil buangan pabrik tepung tapioka yang berasal dari sisa-sisa proses produksi.

Pengolah onggok adalah semua pengolah yang mengelola onggok dengan tujuan memperoleh keuntungan maksimum.

(48)

Proses produksi adalah suatu proses interaksi antara berbagai faktor produksi untuk menghasilkan onggok dalam jumlah tertentu yang diukur dalam satu kali proses pengolahan onggok.

Output adalah onggok yang dihasilkan selama satu kali proses produksi.

Produksi usaha pengolahan onggok adalah jumlah produksi onggok yang dihasilkan selama proses produksi berlangsung pada satu periode proses produksi yang diukur dalam satuan kilogram (kg).

Harga produk merupakan harga onggok yang diterima oleh pelaku usaha pengolahan onggok dari hasil penjualan kepada pembeli yang diukur dalam satuan rupiah (Rp/kg).

Biaya adalah semua pengeluaran yang dikeluarkan dalam usaha pengolahan onggok, yang terdiri dari biaya investasi dan biaya produksi terdiri dari biaya variabel dan biaya tetap diukur dalam satuan rupiah (Rp).

Biaya investasi adalah sejumlah uang yang dikeluarkan untuk membantu produksi dan bersifat jangka panjang serta mengalami penyusutan setiap tahunnya yang diukur dalam satuan rupiah (Rp).

Biaya produksi adalah biaya yang dikeluarkan untuk menghasilkan produk yang diukur dalam satuan rupiah (Rp).

(49)

Bahan baku adalah bahan utama yang digunakan dalam proses produksi, yang diukur dalam satuan kilogram (Kg).

Harga bahan baku adalah harga onggok yang diterima oleh pengolah onggok dari hasil pembelian yang diukur dalam satuan rupiah (Rp/kg).

Jumlah tenaga kerja adalah banyaknya tenaga kerja yang dicurahkan baik dari dalam keluarga maupun luar keluarga selama satu minggu proses produksi, diukur dalam satuan hari orang kerja (HOK).

Upah rata-rata tenaga kerja adalah biaya upah yang dikeluarkan untuk tenaga kerja per satu hari orang kerja (HOK), yang diukur dalam satuan Rp/HOK.

Biaya tetap adalah biaya yang besar kecilnya tidak tergantung pada volume produksi. Pengolah harus membayar biaya ini berapapun jumlah produksi yang dihasilkan, diukur dalam satuan rupiah (Rp).

Peralatan adalah alat-alat yang digunakan dalam proses produksi onggok, yaitu gerobak, sekop, penggaruk, terpal, jarum jahit, dan timbangan.

Umur ekonomis peralatan adalah jumlah tahun peralatan selama digunakan, terhitung sejak tahun pembelian sampai peralatan tersebut tidak dapat digunakan lagi, diukur dalam satuan tahun.

(50)

Penerimaan (revenue) usaha pengolahan onggok adalah jumlah penerimaan yang diperoleh dari penjualan produk selama satu tahun dikalikan dengan harga diukur dalam satuan rupiah (Rp).

Nilai tambah merupakan selisih antara nilai produksi dikurangi nilai bahan baku dan nilai input lainnya selain tenaga kerja. Pengukurannya dalam satuan rupiah per kilogram (Rp/kg).

Faktor konversi adalah banyaknya produk yang dapat dihasilkan dari satu satuan bahan baku.

Kelayakan adalah kriteria dimana secara pasar, organisasi dan manajemen, serta sosial dan lingkungan dapat dilaksanakan, secara teknis dapat dideteksi, dan secara finansial menguntungkan.

Analisis finansial menilai proyek dari sudut badan-badan atau orang-orang yang menanam modalnya dalam proyek atau yang berkepentingan langsung dengan proyek. Analisis finansial memperhatikan hasil untuk modal saham yang ditanam dalam proyek. Harga yang digunakan dalam analisis finansial adalah harga pasar.

Nilai tunai bersih (Net Present Value) adalah selisih antara present value pada benefit dan present value dari biaya, diukur dalam satuan rupiah (Rp).

(51)

investasi proyek atau dengan kata lain tingkat bunga yang menghasilkan NPV sama dengan nol.

Gross B/C ratio adalah merupakan perbandingan antara penerimaan manfaat dari suatu investasi (gross benefit) dengan biaya yang telah dikeluarkan (gross cost).

Net B/C ratio adalah merupakan perbandingan antara net benefit yang telah didiscount positif dengan net benefit yang telah didiscount negatif.

Periode kembali modal (payback period) adalah jangka waktu yang

diperlukan untuk mengembalikan modal investasi, diukur dalam satuan waktu (tahun, bulan).

Analisis pasar merupakan analisis terhadap aspek pasar dan pemasaran yang mencakup tentang peluang pasar, perkembangan pasar, penetapan pangsa pasar, dan langkah-langkah yang perlu dilakukan dalam mengambil kebijakan yang diperlukan.

Analisis teknis merupakan analisis terhadap aspek perusahaan yang mencakup lokasi perusahaan yang diusahakan, sumber bahan baku, jenis teknologi yang digunakan, kapasitas produksi, jenis dan jumlah investasi.

(52)

Analisis sosial dan lingkungan merupakan analisis terhadap aspek sosial kemasyarakatan dan lingkungan usaha yang mencakup dampak usaha terhadap keberlangsungan hidup penduduk sekitar dan pencemaran yang ditimbulkan.

Analisis sensitivitas adalah analisis yang digunakan untuk mengetahui apa yang terjadi dengan hasil analisis proyek jika ada suatu kesalahan atau perubahan dalam dasar perhitungan biaya dan manfaat.

B. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Pekalongan Kabupaten Lampung Timur. Penentuan lokasi dilakukan secara sengaja (purposive) dengan pertimbangan bahwa daerah tersebut merupakan daerah potensial pengembangan usaha pengolahan limbah menjadi onggok di Kabupaten Lampung Timur karena berdasarkan data yang diperoleh dari Dinas Pertanian Kabupaten Lampung Timur, Kecamatan Pekalongan memiliki jumlah

perusahaan tepung tapioka terbanyak dibandingkan dengan kecamatan lain. Dengan demikian akan banyak tersedia limbah onggok dan masyarakat yang mengolah onggok di Kecamatan Pekalongan Kabupaten Lampung Timur. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari 2013 - Februari 2013.

C. Metode Penelitian dan Jumlah Responden

(53)

Kecamatan Pekalongan Kabupaten Lampung Timur. Berdasarkan kriteria UMKM (Usaha Mikro Kecil dan Menengah), pengolah onggok yang berada di Kecamatan Pekalongan berjumlah 6 (enam) orang dimana 5 (lima)

pengolah onggok tersebut termasuk kedalam kriteria usaha kecil dan 1 (satu) pengolah onggok termasuk kedalam kriteria usaha menengah. Kemudian diambil 2 (dua) sample pengolah onggok dengan skala usaha menengah dan skala usaha kecil untuk mewakili 6 (enam) orang pengolah onggok lainnya yang berada di Kecamatan Pekalongan Kabupaten Lampung Timur.

D. Prosedur Pengumpulan Data

Data penelitian yang digunakan adalah data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh melalui wawancara bersama responden (pengolah onggok) dengan menggunakan kuisioner (daftar pertanyaan) yang telah dipersiapkan terlebih dahulu. Data sekunder diperoleh dari lembaga atau instansi terkait seperti BPS Propinsi Lampung, Dinas Pertanian Lampung Timur, laporan-laporan, publikasi, dan pustaka lainnya yang berhubungan dengan penelitian ini.

E. Metode Analisis Data

(54)

1. Analisis nilai tambah

Pengertian nilai tambah adalah pertambahan nilai suatu komoditi karena adanya input fungsional yang diberikan pada komoditi yang bersangkutan. Input fungsional tersebut berupa proses mengubah bentuk (form utility), memindahkan tempat (place utility), maupun menyimpan (time utility) (Hayami,1987).

Analisis nilai tambah metode Hayami merupakan metode yang memperkirakan perubahan nilai bahan baku setelah mendapatkan

perlakuan. Nilai tambah yang terjadi dalam proses pengolahan merupakan selisih dari nilai produk dengan biaya bahan baku dan input lainnya. Beberapa faktor penentu dalam analisis nilai tambah yaitu :

(1). Faktor teknis, mencakup kapasitas produksi dari satu unit usaha, jumlah waktu kerja yang digunakan dan tenaga kerja yang dikerahkan.

(2). Faktor pasar, mencakup harga output, upah tenaga kerja, harga bahan baku, dan nilai input lain.

Konsep pendukung dalam analisis nilai tambah metode Hayami pada subsistem pengolahan adalah :

(1). Faktor konversi, menunjukkan banyaknya output yang dapat dihasilkan satu satuan input.

(55)

(3). Nilai output, menunjukkan nilai output yang dihasilkan dari satu- satuan input.

Tabel 7. Prosedur perhitungan nilai tambah metode Hayami

Sumber : Hayami (1987) dalam Zakaria (2007)

Kriteria nilai tambah (NT) adalah :

(1). Jika NT > 0, berarti usaha pengolahan onggok memberikan nilai tambah (positif).

(2). Jika NT < 0, berarti usaha pengolahan onggok tidak memberikan nilai tambah (negatif).

No Variabel Nilai

Output, Input dan Harga 1 Bahan Baku (Kg/ Minggu) Tenaga Kerja (HOK/ Minggu) Faktor Konversi Pendapatan dan Keuntungan (Rp/Kg)

8 Balas Jasa Pemilik Faktor – Faktor Produksi

(56)

2. Analisis kelayakan usaha

a) Analisis finansial

Metode analisis yang digunakan pada analisis finansial antara lain net present value (NPV), internal rate of return (IRR), nisbah manfaat biaya (benefit-cost ratio), dan periode kembali modal (pay-off period). Metode-metode analisis yang digunakan dalam analisis finansial dijelaskan sebagai berikut:

a) Net present value (NPV)

Metode ini dihitung berdasarkan selisih antara benefit dengan cost ditambah dengan investasi, yang dihitung sebagai berikut:

NPV = Kriteria pengambilan keputusan, jika:

i) NPV > 0, maka usaha pengolahan onggok menguntungkan ii) NPV = 0, maka usaha pengolahan onggok dalam keadaan

impas

(57)

b) Internal rate of return (IRR) Kriteria pengambilan keputusan, jika:

i) IRR > i, maka usaha pengolahan onggok menguntungkan ii) IRR = i, maka usaha pengolahan onggok dalam keadaan impas iii) IRR < i, maka usaha pengolahan onggok tidak menguntungkan

c) Gross benefit cost ratio(Gross B/C)

Metode ini melihat perbandingan antara nilai tunai penerimaan dengan nilai tunai pengeluaran atau biaya.

(58)

 

Kriteria pengambilan keputusan, jika:

(i) gross B/C > 1, maka usaha pengolahan onggok menguntungkan

(ii) gross B/C = 1, maka usaha pengolahan onggok dalam keadaan impas

(iii) gross B/C < 1, maka usaha pengolahan onggok tidak menguntungkan

d) Netbenefit cost ratio(Net B/C)

Net B/C =

Hasil dari perhitungan netB/C digunakan sebagai alat untuk menganalisis menguntungkan atau tidaknya usaha pengolahan onggok, dengan ketentuan sebagai berikut, jika:

i) net B/C > 1, maka usaha pengolahan onggok menguntungkan ii) net B/C = 1, maka usaha pengolahan onggok dalam keadaan

impas

iii) net B/C < 1, maka usaha pengolahan onggok tidak menguntungkan

e) Payback periode (Pp)

(59)

Diformulasikan sebagai berikut:

b 0

A I

Pp x 1 tahun

Keterangan:

Pp = payback periode I0 = investasi awal

Ab = manfaat (benefit) yang diperoleh setiap periode

Kriteria pengambilan keputusan, jika:

i) nilai Pp < dari umur ekonomis usaha pengolahan onggok maka proyek layak untuk diusahakan

ii) nilai Pp > dari umur ekonomis usaha pengolahan onggok maka proyek tidak layak untuk diusahakan

f. Analisis sensitivitas

Analisis sensitivitas bertujuan menganalisis kembali suatu proyek untuk melihat apa yang akan terjadi pada proyek tersebut apabila ada sesuatu yang tidak sejalan dengan rencana. Analisis

sensitivitas mencoba melihat realita dari analisis suatu proyek yang didasarkan pada kenyataan bahwa proyeksi atau rencana suatu proyek sangat dipengaruhi unsur ketidakpastian mengenai apa yang akan terjadi (Gittinger, 1993).

(60)

terhadap NPV, IRR, gross B/C, net B/C, dan payback periode. Ketentuan yang digunakan untuk melihat pengaruh perubahan-perubahan tersebut adalah sebagai berikut :

a. Kenaikan biaya produksi dihitung dengan skenario

berdasarkan rata-rata tingkat inflasi bulanan tertinggi yang terjadi selama lima tahun terakhir yaitu sebesar 12,14%. Inflasi yang terjadi diasumsikan akan menaikkan semua harga input yang digunakan dalam usaha pengolahan onggok. b. Perubahan harga jual onggok dihitung dengan skenario

menurunkan harga jual onggok sebesar 28% untuk usaha skala menengah dan 23% untuk usaha skala kecil. Penurunan harga jual onggok didasarkan pada harga jual onggok terendah tiap grade selama lima tahun terakhir.

(61)

Keterangan:

X1 = NPV/IRR/Net B/C ratio / PP setelah terjadi perubahan X0 = NPV/IRR/Net B/C ratio / PP sebelum terjadi

perubahan

X = rata-rata perubahan NPV/IRR/Net B/C ratio / PP Y1 = harga jual/biaya produksi / produksi setelah terjadi perubahan

Y0 = harga jual/biaya produksi / produksi sebelum terjadi perubahan

Y = rata-rata perubahan harga jual/biaya produksi/produksi

Kriteria laju kepekaan :

1) Jika laju kepekaan >1, maka hasil usaha atau proyek peka / sensitif terhadap perubahan

2) Jika laju kepekaan <1, maka hasil usaha atau proyek tidak peka / tidak sensitif terhadap perubahan

b) Analisis aspek-aspek usaha

(62)

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN

A. Kondisi Geografi dan Topografi Lokasi Penelitian

1. Kabupaten Lampung Timur

Kabupaten Lampung Timur adalah salah satu kabupaten di Provinsi Lampung, Indonesia. Ibu kota kabupaten ini terletak di Sukadana. Kabupaten Lampung Timur memiliki luas wilayah kurang lebih 5.325,03 km2 atau sekitar 15% dari total wilayah Provinsi Lampung dan

berpenduduk sebesar 989.639 jiwa. Secara geografis, Kabupaten Lampung Timur terletak pada posisi 105°15' sampai dengan 106°20' Bujur Timur dan 4°37' sampai dengan 5°37' Lintang Selatan dengan batas wilayah :

1. Sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Rumbia, Seputih Surabaya, dan Seputih Banyak Kabupaten Lampung Tengah, serta Kecamatan Menggala Kabupaten Tulang Bawang.

2. Sebelah Timur berbatasan dengan Laut Jawa.

3. Sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Tanjung Bintang, Ketibung, Palas, dan Sidomulyo Kabupaten Lampung Selatan. 4. Sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Bantul dan Metro Raya

(63)

Dari segi topografi, kabupaten Lampung Timur dapat dibagi menjadi lima daerah, yaitu :

1. Daerah berbukit sampai bergunung terdapat di Kecamatan Jabung, Sukadana, Sekampung Udik, dan Labuhan Maringgai.

2. Daerah berombak dan bergelombang yang dicirikan oleh bukit bukit sempit dengan kemiringan antara 8% hingga 15% serta ketinggian antara 50 sampai dengan 200 meter diatas permukaan laut (dpl). 3. Daerah dataran alluvial mencakup kawasan yang cukup luas meliputi

kawasan pantai pada bagian timur dan daerah-daerah sepanjang sungai Way Seputih dan Way Pengubuan. Ketinggian kawasan tersebut berkisar antara 25 sampai 75 meter dpl dengan kemiringan 0-3%.

4. Daerah rawa pasang surut disepanjang pantai timur dengan ketinggian 0,5 sampai dengan 1 Meter dpl.

5. Daerah aliran sungai (DAS) yaitu, Seputih, Sekampung dan Way jepara.

2. Kecamatan Pekalongan

Kecamatan Pekalongan merupakan bagian wilayah Kabupaten Lampung Timur dengan luas wilayah 100,13 km2. Secara geografis, Kecamatan Pekalongan berbatasan dengan wilayah – wilayah sebagai berikut :

(64)

Ibukota Kecamatan Pekalongan berkedudukan di Desa Pekalongan dengan jumlah penduduk sekitar 45.578 jiwa. Wilayah Kecamatan Pekolangan memiliki 10 (sepuluh) desa, yaitu:

1. Adirejo 6. Tulus Rejo 2. Sidodadi 7. Jojog 3. Gondang Rejo 8. Gantiwarno 4. Siraman 9. Kali Bening 5. Pekalongan 10. Wonosari

Jumlah penduduk Kecamatan Pekalongan menurut jenis kelamin adalah sebesar 45.578 jiwa yang terdiri dari 13.139 jiwa penduduk laki-laki dan 10.976 jiwa penduduk perempuan. Jumlah penduduk berdasarkan jenis kelamin dewasa dan anak-anak per desa di Kecamatan Pekalongan Tahun 2011 dapat dilihat pada Tabel 8.

Tabel 8. Jumlah penduduk menurut jenis kelamin dewasa dan anak- anak/desa di Kecamatan Pekalongan tahun 2011

Desa Dewasa Anak-anak Jumlah

(Orang)

(65)

Kecamatan Pekalongan memiliki potensi sebagai tenaga kerja produktif dalam aspek tenaga kerja.

3. Potensi Pertanian di Kabupaten Lampung Timur Kecamatan Pekalongan

Kabupaten Lampung Timur merupakan daerah pertanian, lebih dari sepertiga daerahnya merupakan kawasan pertanian dari total luas

kabupaten secara keseluruhan sebesar 5.325,03 km2. Selain itu mayoritas profesi penduduk di Kabupaten Lampung Timur adalah sebagai petani, yakni mencapai 75,4 persen (BPS Lampung Timur). Sektor pertanian merupakan salah satu sektor unggulan di Kabupaten Lampung Timur. Jagung dan ubi kayu merupakan komoditi yang diunggulkan di

Kabupaten Lampung Timur.

Tabel 9. Produksi padi dan palawija di Kabupaten Lampung Timur tahun 2008 – 2011 (ton)

Jenis Tahun

Tanaman 2008 2009 2010 2011

Padi 382.387 435.541 449.662 460.358 Jagung 568.846 621.254 644.243 442.579

Kedelai 809 1.431 716 1.341

Kacang Tanah 1.203 1.162 1.024 1.149

Ubi Kayu 932.307 897.411 1.058.097 1.360.303

Ketela Rambat 5.236 4.226 3.622 4.292

Kacang Hijau 408 338 370 330

Sumber: BPS Lampung Timur

(66)

ini menunjukkan bahwa akan tersedia banyak pabrik tepung tapioka di Kabupaten Lampung Timur yang akan menghasilkan limbah onggok dimana limbah tersebut akan diperlukan sebagai bahan baku untuk melakukan usaha pengolahan onggok.

Berdasarkan hasil survey lapangan yang dilakukan oleh Disperindag Propinsi Lampung menunjukkan bahwa Kabupaten Lampung Timur memiliki banyak pabrik tapioka potensial yang keberadaannya dapat menguntungkan bagi sektor pertanian pada umumnya dan masyarakat di Kabupaten Lampung Timur pada khususnya.

Jumlah pabrik tapioka yang tercatat pada Dinas Pertanian Lampung Timur saat ini sebanyak 31 pabrik dengan kapasitas 56.927,08 ton yang tersebar di beberapa kecamatan. Kecamatan Pekalongan menempati urutan pertama dengan jumlah pabrik terbanyak yang berada di wilayah Kabupaten Lampung Timur yaitu sebanyak sembilan pabrik kemudian disusul oleh Kecamatan Batanghari yang memiliki delapan pabrik. Banyaknya pabrik tapioka yang beroperasi di wilayah Kecamatan Pekalongan secara langsung membuka peluang bisnis yang besar bagi pengolah onggok di kecamatan tersebut.

(67)

Tabel 10. Nama pabrik tapioka di Kabupaten Lampung Timur, kapasitas produksi, dan sumber dana pabrik

Kecamatan Nama Pabrik Kapasitas(ton) Sumber Dana

Batanghari PT Wira Kencana Adi Perdana 6,500.00 Swasta

Sumber : Dinas Pertanian Lampung Timur, 2007

4. Potensi usaha pengolahan onggok di Kecamatan Pekalongan

(68)

Gambar

Tabel 1. Perkembangan konsumsi pangan pokok (kg/kapita/th)
Tabel 2. Komposisi gizi ubi kayu dan tepung ubi kayu
Tabel 3.  Perkembangan luas panen, produksi, dan produktivitas komoditas                  ubi kayu nasional dan Provinsi Lampung tahun 2006-2011
Tabel 4.  Luas panen, produksi, dan produktivitas tanaman ubi kayu Propinsi                 Lampung menurut Kabupaten/Kota tahun 2008
+7

Referensi

Dokumen terkait

Vestibular neuritis ditandai dengan vertigo, mual, ataxia dan nystagmus. Hal ini berhubungan dengan infeksi virus lada nervus vestibularis. Labirinitis terjadi dengan

Dalam menyusun penulisan ilmiah ini penulis menetapkan batasan permasalahan yaitu mengenai perbandingan perhitungan harga jual yang dilakukan CV.Mardonuts dan perhitungan harga

[r]

Berdasarkan hasil analisis teknis dan ekonomis yang telah dilakukan, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: 1) Muatan kapal 3-in-1 terdiri dari 488 orang

Berdasarkan analisis faktor yang dilakukan dapat ditarik kesimpulan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan usaha kecil sektor industri pengolahan di

Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa mayoritas nasabah menyatakan setuju terhadap instrumen kesigapan petugas frontliner dalam menangani masalah nasabah telah

Prosiding Seminar Nasional Geografi UMS 2015 | Peran Geograf dan Peneliti dalam Menghasilkan I Penelitian dan Pengabdian yang Berdayaguna Bagi Masyarakat I. ISSN:

Bila hal ini terjadi terus menerus, anak merasa tidak disayangi oleh orang tuanya dan dia akan bertingkah macam-macam untuk mendapatkan perhatian sesuai dengan pikiran