ABSTRAK
IDENTIFIKASI TINDAK PIDANA DALAM UNDANG-UNDANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK
(UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2008)
Oleh Arina Fersa
Sistem eletronik adalah sistem komputer yang mencakup perangkat keras lunak komputer, juga mencakup jaringan telekomunikasi dan system komunikasi elektronik, digunakan untuk menjelaskan keberadaan sistem informasi yang merupakan penerapan teknologi informasi yang berbasis jaringan telekomunikasi dan media elektronik yang berfungsi merancang, memproses, menganalisis, menampilkan, dan mengirimkan atau menyebarkan informasi elektronik. Berkaitan dengan itu perlu diperhatikan sisi keamanan dan kepastian hukum dalam pemanfaatan teknologi informasi, media, dan komunikasi agar dapat berkembang secara optimal. Maka terdapat tiga pendekatan untuk menjaga keamanan di cyberspace, yaitu pendekatan aspek hukum, aspek teknologi, serta aspek social budaya dan etika. Perkembangan pesat pemanfaatan jasa internet ternyata menimbulkan dampak negatif lainnya yaitu dalam bentuk perbuatan kejahatan dan pelanggaran yang kemudian disebut dengan cybercrime, yang sering terjadi didalam masyarakat luas adalah penyalahgunaan kartu kredit, pembobolan rekening sesorang dan Hacking.
Berdasarkan hal di atas maka permasalahan yang diangkat dalam skripsi ini adalah apa sajakah perbuatan yang termasuk dalam tindak pidana berdasarkan Undang – Undang Nomor 11 Tahun 2008, apakah barang bukti elektronik yang dapat dijadikan sebagai alat bukti yang sah dan bagaimanakah ketentuan hukum pidana terhadap pelaku kejahatan cybercrime.
penegak hukum dari Polda Lampung, Kejaksaan Negeri Bandar Lampung, dan dua orang akademisi Universitas Lampung.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa perbuatan yang termasuk dalam tindak pidana berdasarkan Undang – Undang Nomor 11 Tahun 2008 adalah yang tertera dalam Pasal 27-37 undang-undang ini, barang bukti elektronik dapat dijadikan sebagai alat bukti yang sah menurut Undang – Undang Nomor 11 Tahun 2008 yaitu : Real Evidence, Hearsay Evidence, Derived Evidence, sedangkan ketentuan pidana yang dapat menjerat pelaku tindak pidana cybercrime yaitu : Kitab Undang Undang Hukum Pidana (Pasal 362, Pasal 378, Pasal 335, Pasal 311, Pasal 303, Pasal 282 dan 311, Pasal 378 dan 262, Pasal 406), Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta Pasal 1 angka (8), Undang-Undang No 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi Pasal 1 angka (1), Undang-Undang No 8 Tahun 1997 tentang Dokumen Perusahaan, Undang-Undang No 25 Tahun 2003 tentang Perubahan atas Undang-Undang No. 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang, Undang-Undang No 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme, Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi & Transaksi Elektronik.
I. PENDAHULUAN
A.Latar Belakang
Sistem eletronik adalah system computer yang mencakup perangkat keras lunak komputer , juga mencakup jaringan telekomunikasi dan system komunikasi elektronik, digunakan untuk menjelaskan keberadaan sistem informasi yang
merupakan penerapan teknologi informasi yang berbasis jaringan telekomunikasi dan media elektronik yang berfungsi merancang, memproses, menganalisis,
menampilkan, dan mengirimkan atau menyebarkan informasi elektronik.
Kegiatan melalui media sistem elektronik, yang disebut juga cyberspace,
meskipun bersifat virtual namun dapat dikategorikan sebagai perbuatan hukum yang nyata. Kegiatan dalam cyberspace adalah kegiatan virtual yang berdampak
sangat nyata, meskipun alat buktinya bersifat elektronik.
Berkaitan dengan itu perlu diperhatikan sisi keamanan dan kepastian hukum dalam pemanfaatan teknologi informasi, media, dan komunikasi agar dapat
berkembang secara optimal. Maka terdapat tiga pendekatan untuk menjaga keamanan di cyberspace, yaitu pendekatan aspek hukum, aspek teknologi, serta
Dengan dikeluarkan dan diberlakukannya pengaturan Undang-Undang Nomor 11
Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik maka pengelolaan, penggunaan, dan pemanfaatan informasi dan transaksi eletronik harus terus dikembangkan melalui infrastruktur hukum dan pengaturannya sehingga
pemanfaatannya dapat dilakukan secara aman utntuk mencegah penyalahgunaannya.
Perkembangan pesat pemanfaatan jasa internet ternyata menimbulkan dampak
negative lainnya yaitu dalam bentuk perbuatan kejahatan dan pelanggaran yang kemudian disebut dengan cybercrime. Cybercrime yang sering terjadi didalam
masyarakat luas adalah penyalahgunaan kartu kredit, pembobolan rekening sesorang dan Hacking. dan baru-baru ini terjadi kasus yang sempat menghebohkan dunia hukum adalah kasus yang dialami seorang ibu rumah tangga
yang bernama Prita Mulyasari. Kasus tersebut bermulai karena Prita merasa kecewa oleh pelayanan Rumah Sakit Omni Internasional, lalu Prita mengirimkan
posting curahan hatinya (curhat) melalui media internet dan ajang social facebook.
Curhat di dunia maya yang akhirnya membawa Prita Mulyasari mendekam dalam penjara. Semula Prita hanya ingin menyampaikan keluhannya mengenai layanan
kesehatan yang dialaminya. Layanan kesehatan itu sangat mengecewakannya sehingga beliau membuat posting email kepada teman-temannya melalui internet dan facebook. Rumah sakit yang dimaksud merasa difitnah oleh Prita dan telah
Oleh karena fitnah tersebut disebarkan melalui internet, pihak Kejaksaam Negeri
Tanggerang menganggap Prita telah melanggar Pasal 27 Ayat (3) UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik,
Adapun isi Pasal 27 Ayat (3) UU Nomor 11 Tahun 2008 adalah sebagai berikut : “Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau
mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik.”
Disamping Pasal 27 UU Nomor 11 Tahun 2008, Prita juga telah dianggap melanggar ketentuan Pasal 310, 311 KUHP. Prita diancam hukuman kurungan 6
(enam) tahun dan denda Rp 1 miliar (satu miliar rupiah), Prita dijebloskan ke dalam penjara wanita di Tanggerang. (Niniek Suparni, SH, MH, Cyberspce,
Problematika dan Antisipasi Pengaturannya; 143)
Didalam beberapa cybercrime terdapat beberapa tindak pidana yang tentunya dapat dipidanakan menurut KUHP. Perbuatan pidana yang digunakan untuk menjerat pelakunya didakwa adalah penipuan, kecurangan, pencurian, perusakan
dan lainnya. Peristiwa diatas tentunya sangat menarik untuk dipahami oleh masyarakat luas, agar masyarakat dapat lebih memahami tentang tindak pidana di
B.Permasalahan dan Ruang Lingkup 1. Permasalahan
Yang dijadikan masalah dalam penulisan skripsi ini adalah :
a. Apa sajakah perbuatan yang termasuk dalam tindak pidana berdasarkan
Undang – Undang Nomor 11 Tahun 2008 ?
b. Apakah barang bukti elektronik dapat dijadikan sebagai alat bukti yang
sah ?
c. Bagaimanakah ketentuan hukum pidana terhadap pelaku kejahatan cybercrime ?
2. Ruang Lingkup
Untuk membahas masalah tersebut, maka pokok bahasan dibatasi pada jenis – jenis perbuatan yang termasuk tindak pidana berdasarkan UU Nomor 11 Tahun
2008, Identifikasi barang bukti yang terjadi dalam tindak pidana tersebut dan sanksi pidana menurut UU Nomor 11 Tahun 2008.
C.Tujuan dan Kegunaan Penulisan 1. Tujuan Penulisan
Berdasarkan latar belakang, rumusan masalah dan pokok bahasan di atas, maka
tujuan penelitian ini adalah:
1. Mengetahui apa sajakah perbuatan yang termasuk dalam tindak pidana
berdasarkan Undang – Undang Nomor 11 Tahun 2008.
2. Mampu mendeskripsikan apakah barang bukti elektronik dapat dijadikan
3. Mengetahui dan menganalisis Bagaimana ketentuan hukum pidana
terhadap pelaku kejahatan cybercrime.
2. Kegunaan Penulisan a. Kegunaan Teoritis
Kegunaan Teoritis dari hasil penelitian ini untuk memberikan sumbangan
pengetahuan bagi perkembangan disiplin ilmu hukum khususnya yang
berada dalam tindak pidana cybercrime menurut Undang – Undang Nomor
11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.
b. Kegunaan Praktis
Kegunaan praktis dari penelitian ini adalah sebagai acuan atau referensi
bagi pendidikan ilmu hukum dan penelitian hukum lanjutan, sumber
bacaan baru di bidang hukum khususnya mengenai tentang tindak pidana
cybercrime menurur Undang – Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang
Informasi dan Transaksi Elektronik.
D.Kerangka Teori dan Konseptual.
1. Kerangka Teori.
Kejahatan dalam arti kriminologis adalah perbuatan manusia yang menyalahi
norma yang hidup dalam masyarakat secara konkret.
Menurut Moeljanto (Moeljanto, 1987:54), yang dimaksud dengan tindak
“Perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan hukum, larangan mana disertai
ancaman (sanski) yang berupa pidana tertentu, bagi barangsiapa melanggar
larangan tersebut”
Menurut Simons, dalam merumuskan pengertian tindak pidana, beliau
memberikan unsur – unsur tindak pidana sebagai berikut :
1. Perbuatan manusia (positif atau negatif; berbuat sesuatu atau tidak berbuat
atau membiarkan);
2. Diancam dengan pidana
3. Melawan hukum
4. Dilakukan dengan kesalahan
5. Orang yang mampu bertanggung jawab (Sudarto, 1990: 40)
Rumusan unsur–unsur tindak pidana menurut Moeljanto sebagai berikut :
1. Perbuatan (manusia)
2. Yang memenuhi rumusan dalam undang – undang (ini merupakan syarat
formil) dan
3. Bersifat melawan hukum.
Pada pasal 184 ayat (1) kitab Undang–Undang Hukum Acara Pidana
(KUHAP) menyebutkan bahwa :
Alat bukti yang sah ialah :
1. Keterangan saksi ;
2. Keterangan ahli ;
3. Surat ;
5. Keterangan terdakwa .
Pada pasal 5 Undang – Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan
Transaksi Elektronik menyebutkan bahwa :
(1)Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dan/atau hasil
cetaknya merupakan alat bukti hukum yang sah.
(2)Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dan/atau hasil cetaknya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan perluasan dari
alat bukti yang sah sesuai dengan Hukum Acara yang berlaku di Indonesia.
(3)Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dinyatakan sah apabila menggunakan Sistem Elektronik sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang ini.
(4)Ketentuan mengenai Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku untuk: a) surat yang
menurut Undang-Undang harus dibuat dalam bentuk tertulis; dan b) surat beserta dokumennya yang menurut Undang-Undang harus dibuat dalam bentuk akta notaril atau akta yang dibuat oleh pejabat pembuat akta.
Pertanggungjawaban pidana pada hakiktanya mengandung makna pencelaan pembuat (subjek hukum) atas tindak pidana yang telah dilakukannya. Artinya, secara objektif si pembuat telah melakukan tindak
atas tindak pidana yang dilakukannya itu (asas culpabilitas/kesalahan)
sehingga ia patut unutk dipidana.
2. Kerangka Konseptual
Konseptual adalah kerangka yang menggambarkan hubungan antara konsep – konsep yang merupakan kumpulan dari arti – arti yang terkait
dengan istilah yang akan diteliti dan juga memberikan arah atau pedoman yang jelas dalam penelitian ini, maka perlu memahami definisi – definisi
sebagai berikut :
a. Identifikasi diartikan sebagai proses psikologi yang terjadi dalam diri seseorang karena secara tidak sadar membayangkan dirinya seperti
orang lain yang dikaguminya, lalu dia meniru tingkah laku orang tersebut. (Kamus Besar Bahasa Indonesia)
b. Tindak pidana diartikan sebagai suatu perbuatan yang sudah memenuhi unsur – unsur pelanggaran atau kejahatan. (Wirjono Prodjodikoro, 1980:1)
c. Undang – Undang diartikan sebagai ketentuan – ketentuan dan peraturan negara yang dibuat oleh pemerintah (menteri, badan
eksekutif, dsb), disahkan oleh parlemen (Dewan Perwakilan Rakyat, Badan Legislatif, dsb), ditandatangani oleh kepala negara (Presiden, Kepala Pemerintahan, Raja) dan mempunyai kekuatan yang mengikat.
(Kamus Besar Bahasa Indonesia)
d. Informasi diartikan sebagai Pemberitahuan, kabar atau berita. (Kamus
e. Transaksi Elekronik diartikan sebagai perbuatan hukum yang
dilakukan dengan menggunakan Komputer, jaringan Komputer, dan/atau media elektronik lainnya. (Pasal 1 Ayat (2) UU No 11 Tahun 2008).
Lebih lanjut, Soerjono Soekanto (1984:124), berpendapat bahwa kerangka konseptual adalah suatu kerangka yang menggambarkan hubungan antara konsep – konsep khusus yang meruapakan kumpulan arti yang berkaitan
dengan istilah yang diteliti, maka terdapat beberapa unsur yang kemudian akan di angkat sebagai istilah – istilah yang akan di gunakan dalam
penulisan dengan tujuan membatasi agar tidak terjadi kesalah pahaman dalam melakukan penelitian.
E. Sistematika Penulisan
Untuk memberikan pendekatan pemikiran mengenai hal – hal apa saja
yang menjadi fokus pembahasan dalam skripsi ini penulis menyusun sistematika penulisan dalam 5 bab, dimana masing – masing bab
berhubungan satu sama lain, yaitu :
I. PENDAHULUAN
Bab ini akan membahas antara lain : latar belakang, pokok permasalahan, kerangka konsepsonial, sistematika penulisan.
II. TINJAUAN PUSTAKA
Bab ini akan membahas antara lain, perbuatan yang termasuk dalam tindak pidana berdasarkan Undang – Undang Nomor 11 Tahun 2008, apakah
III. METODE PENELITIAN
Bab ini akan membahas mengenai metode yang digunakan dalam menyusun skripsi ini antara lain : Pendekatan masalah, sumber dan jenis data, penentuan populasi dan sample, metode pengumpulan dan
pengolahan data, analisis data.
IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Bab ini akan membahas hasil penelitian dan pembahasan terhadap masalah yang ada dalam skripsi ini, yaitu antara lain perbuatan apa saja yang termasuk dalam tindak pidana berdasarkan Undang – Undang Nomor 11
Tahun 2008, apakah barang bukti elektronik dapat dijadikan sebagai alat bukti yang sah, dan apa saja ketentuan hukum pidana terhadap pelaku
kejahatan cybercrime.
V. PENUTUP
V. PENUTUP
A.Kesimpulan
Setelah melakukan pembahasan terhadap data dan informasi yang diperoleh dalam penulisan, maka penulis mengambil kesimpulan antara lain :
1. Perbuatan yang termasuk dalam tindak pidana berdasarkan Undang – Undang
Nomor 11 Tahun 2008 adalah yang tertera dalam Pasal 27-37 undang-undang ini, antara lain :
a. Mendistibusikan dan/atau menstranmisikan dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan yang melanggar kesusilaan, memiliki muatan perjudian, penghinaan dan/atau pencemaran nama baik serta pemerasan
dan/atau pengancaman.
b. Menyebarkan berita bohong dan menyesatkan yang mengakibatkan kerugian konsumen dalam Transaksi Elektronik serta menyebarkan
informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan
atas suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA).
c. Mengirimkan Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang
d. Mengakses Komputer dan/atau Sistem Elektronik milik orang lain dengan
cara apa pun, dengan tujuan untuk memperoleh Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dengan melanggar, menerobos, melampaui,
atau menjebol sistem pengamanan.
e. Melakukan intersepsi atau penyadapan atas Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dalam suatu Komputer dan/atau Sistem Elektronik
tertentu milik orang lain, intersepsi atas transmisi Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang tidak bersifat public dari, ke, dan di
dalam suatu Komputer dan/atau Sistem Elektronik tertentu milik orang lain, baik yang tidak menyebabkan perubahan, dan/atau penghentian
Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang sedang ditransmisikan.
f. Dengan cara apa pun mengubah, menambah, mengurangi, melakukan
transmisi, merusak, menghilangkan, memindahkan, menyembunyikan suatu Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik milik orang lain atau milik public, memindahkan atau mentransfer Informasi Elektronik
dan/atau Dokumen Elektronik kepada Sistem Elektronik orang lain yang tidak berhak.
g. Melakukan tindakan apa pun yang berakibat terganggunya Sistem Elektonik dan/atau mengakibatkan Sistem Elektonik menjadi tidak bekerja sebagaimana mestinya.
Inforamsi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik tersebut dianggap
seolah-olah data yang otentik.
2. Barang bukti elektronik dapat dijadikan sebagai alat bukti yang sah menurut Undang – Undang Nomor 11 Tahun 2008 :
a. Real Evidence, Meliputi kalkulasi-kalkulasi atau analisa-analisa yang dibuat oleh komputer itu sendiri melalui pengaplikasian software dan
penerima informasi dari device lain.
b. Hearsay Evidence, Termasuk dalam hearsay evidence adalah
dokumen-dokumen data yang diproduksi pleh komputer yang merupakan salinan dari informasi yang diberikan oleh manusia kepada komputer.
c. Derived Evidence, adalah informasi yang mengkombinasikan antara bukti
nyata dengan informasi yang diberikan oleh manusia ke komputer dengan tujuan unutk membentuk sebuah data yang tergabung.
3. Ketentuan hukum pidana yang dapat menjerat pelaku kejahatan cybercrime, terbagi menjadi beberapa peraturan perundang-undangan, yaitu:
a. Kitab Undang Undang Hukum Pidana (KUHP), Pasal 362, Pasal 378,
Pasal 335, Pasal 311, Pasal 303, Pasal 282 dan 311, Pasal 378 dan 262, Pasal 406.
b. Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta Pasal 1 angka
(8)
c. Undang-Undang No 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi Pasal 1
angka (1)
e. Undang No 25 Tahun 2003 tentang Perubahan atas
Undang-Undang No. 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang
f. Undang-Undang No 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Terorisme
g. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi & Transaksi Elektronik.
B.Saran
Setelah melakukan pembahasan dan mengambil beberapa kesimpulan maka
saran-saran yang dapat disampaikan oleh penulis adalah :
1. Kelemahan perangkat hukum dalam penegakan hukum pidana khususnya
perkara Cyber Crime banyak memiliki keterbatasan, karena itu sangat dirasa perlu untuk membentuk suatu peraturan perundang-undangan yang lebih spesifik dalam mengatur tentang tindak pidana dunia maya (Cybercrime).
2. Dalam hal Sumber Daya Manusia (SDM), masih banyak aparat penegak hukumnya belum siap bahkan tidak mampu (gagap teknologi), untuk mengusut pelakunya dan alat-alat bukti yang dipergunakan dalam
hubungannya dengan bentuk kejahatan dunia maya ini sulit terdeksi, bahkan banyak pelaku yang tidak dapat dihukum dikarenakan pasal yang menjerat
perbuatan pelaku lemah. Untuk itu perlu diberikan pelatihan-pelatihan kepada penegak hukum perihal dunia maya oleh pakar yang memang berkompeten di