• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA PELAKU TINDAK PIDANA PELANGGARAN PASAL 30 UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2008 TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA PELAKU TINDAK PIDANA PELANGGARAN PASAL 30 UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2008 TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK"

Copied!
36
0
0

Teks penuh

(1)

PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA

PELAKU TINDAK PIDANA PELANGGARAN PASAL 30

UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2008 TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum

Bagian Studi Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Sriwijaya

Oleh :

Nama : Kartika Ulan Sari NIM : 02011281621158

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SRIWIJAYA

INDRALAYA 2020

(2)

iii

UNIVERSITAS SRIWIJAYA FAKULTAS HUKUM

INDRALAYA

LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI

NAMA : KARTIKA ULAN SARI

NIM : 02011281621158

JURUSAN : ILMU HUKUM

JUDUL SKRIPSI

PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA PELAKU TINDAK PIDANA TERHADAP PELANGGARAN PASAL 30 UNDANG-UNDANG NOMOR 11

TAHUN 2008 TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK Telah diuji dan lulus dalam sidang ujian komprehensif

pada tanggal 11 April 2020 dan dinyatakan memenuhi syarat untuk memperoleh gelar sarjana hukum

pada Program Studi Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Sriwijaya Indralaya, 2020

(3)

iv

SURAT PERNYATAAN

Nama : Kartika Ulan Sari

Nomor Induk Mahasiswa : 02011281621158

Tempat/Tanggal Lahir : OKU SELATAN, 05 Mei 1998

Fakultas : Hukum

Strata Pendidikan : S1

Program Studi : Ilmu Hukum

Program Kekhususan : Hukum Pidana

Dengan ini menyatakan bahwa skripsi ini tidak memuat bahan-bahan yang sebelumnya telah diajukan untuk memperoleh gelar di perguruan tinggi manapun tanpa mencantumkan sumbernya. Skripsi ini juga tidak memuat bahan-bahan yang sebelumnya telah dipublikasikan atau ditulis oleh siapapun tanpa mencantumkan sumbernya dalam teks.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya, apabila terbukti bahwa saya telah melakukan hal-hal yang bertentangan dengan pernyataan ini, saya bersedia menanggung segala akibat yang timbul dikemudian hari sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

Indralaya, 2020

Kartika Ulan Sari NIM. 02011281621158

(4)

v

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur senantiasa penulis ucapkan atas kehadirat Allah SWT. Karena atas nikmat dan karunia-Nya, Penulis dapat menyusun dan menyelesaikan skripsi ini yang berjudul “Pertanggungjawaban Pidana Pelaku Tindak Pidana Terhadap Pelanggaran Pasal 30 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik”. Yang merupakan syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum pada Program Studi Ilmu Hukum Program Kekhususan Hukum Pidana di Fakultas Hukum Universitas Sriwijaya.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih terdapat kekurangan. Namun, dengan segala kekurangannya, Penulis berharap skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi siapa saja yang membacanya terutama mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Sriwijaya serta berguna bagi perkembangan ilmu hukum khususnya di bidang Hukum Pidana.

Indralaya, 2020

(5)

vi DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL

HALAMAN PENGESAHAN……….. ii

SURAT PERNYATAAN………. iii

MOTTO DAN PERSEMBAHAN……… iv

KATA PENGANTAR……….. v

UCAPAN TERIMAKASIH………. vi

DAFTAR ISI………. ix

ABSTRAK……… xi

BAB I PENDAHULUAN……… 1

A. Latar Belakang Masalah……… 1

B. Rumusan Masalah………. 16

C. Tujuan Penelitian………... 16

D. Manfaat Penelitian………. 17

E. Kerangka Teori……….. 17

F. Ruang Lingkup Penelitian………. 20

G. Metode Penelitian……….. 21

H. Sistematika Penulisan……… 24

BAB II TINJAUAN PUSTAKA……… 26

A. Tinjauan Umum Tentang Tindak Pidana Informasi dan Transaksi Elektronik………... 26

1. Pengertian dan Ruang Lingkup Tindak Pidana Informasi dan Transaksi Elektronik………. 26

2. Pertanggungjawaban Pidana Dalam Tindak Pidana Informasi dan Transaksi Elektronik……….. 29

3. Kebijakan Penetapan Sanksi Pidana Dalam Tindak Pidana Informasi dan Transaksi Elektronik………. 33

B. Tinjauan Umum Tentang Pertanggungjawaban Pidana………. 40 1. Teori Pertanggungjawaban Pidana Atas Dasar

(6)

vii

Kesalahan……….. 40

2. Teori Pertanggungjawaban Pidana Mutlak………... 46

3. Teori Pertanggungjawaban Pidana Pengganti……….. 48

C. Tinjauan Umum Tentang Penegakan Hukum……… 51

1. Pengertian Penegakan Hukum Pidana……….. 51

2. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Penegakan Hukum……….. 55

3. Teori Penegakan Hukum……….. 59

BAB III PEMBAHASAN……… 62

A. Pertanggungjawaban Pidana Pelaku Tindak Pidana Terhadap Pelanggaran Pasal 30 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik……….. 62

B. Penerapan Unsur-Unsur Pertanggungjawaban Pidana Dalam Tindak Pidana Pelanggaran Pasal Pasal 30 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik………... 94 BAB IV PENUTUP………. 102 A. Kesimpulan………. 102 B. Saran………... 104 DAFTAR PUSTAKA……….. 105 LAMPIRAN

(7)

viii ABSTRAK

Tindak pidana merupakan tindakan yang dilarang oleh suatu aturan hukum yang disertai dengan ancaman sanksi berupa pidana tertentu bagi pelanggarnya. Peretasan yang dilakukan dengan menjebol, melampaui atau menerobos sistem elektronik yang digunakan oleh pemerintah atau untuk informasi publik merupakan tindak pidana yang dilakukan untuk ketenaran maupun keisengan hacker, yang diakomodir dalam Pasal 46 Ayat (3) Jo Pasal 30 Ayat (3) Undang-Undang RI No. 19 Tahun 2016 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang RI No. 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Dengan latar belakang tersebut penulis mengangkat judul tentang Pertanggungjawaban Pidana Pelaku Tindak Pidana Pelanggaran Pasal 30 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Dengan rumusan masalah Bagaimana pertanggungjawaban pidana dan Bagaimana penerapan unsur-unsur pertanggungjawaban pidana dalam tindak pidana pelanggaran Pasal 30 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Untuk menjawab masalah tersebut penulis menggunakan metode penelitian normatif, hasil dari penelitian ini menyatakan kesimpulan bahwa pertangungjawaban pidana pelaku penjebolan keamanan sistem elektronik dalam bentuk pertanggungjawaban pidana atas dasar kesalahan didasarkan pada Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik serta penerapan unsur-unsur pertanggungjawaban pidana meliputi unsur subjektif dan unsur objektif dari tindak pidana tersebut telah terpenuhi sehingga hakim menjatuhkan putusan pidana penjara dan pidana denda kepada pelaku dengan pemberatan berupa pidana pokok ditambah sepertiga karena dilakukan terhadap sistem elektronik milik pemerintah.

Kata Kunci : Pelaku Tindak Pidana Peretasan, Pertanggunjawaban Pidana, Sistem Elektronik Milik Pemerintah

(8)

1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi telah menyebabkan hubungan dunia menjadi tanpa batas (borderless) dan menyebabkan perubahan sosial, ekonomi dan budaya secara signifikan berlangsung demikian cepat. Teknologi informasi mencakup masalah sistem yang mengumpulkan (collect), menyimpan (save), memproses, memproduksi dan mengirimkan informasi dari dan ke industri ataupun masyarakat secara efektif dan cepat.1

Terjadi perpindahan realitas kehidupan manusia dari aktivitas dunia nyata beralih ke aktivitas dunia maya atau dunia virtual akibat adanya perkembangan teknologi informasi ini. Dalam The Third Wave yang merupakan buku kedua dari Triloginya, Alvin Toffler menyatakan bahwa seiring waktu, masyarakat telah dan terus berkembang. Perkembangan tersebut telah terjadi dalam tiga gelombang tahap perkembangan, yaitu dimulai dari tahap masyarakat agraris (agricultural society) sebagai tahap pertama, selanjutnya berkembang menjadi masyarakat industri (industrial society), dan pada tahap ketiga berkembang lagi menjadi masyarakat informasi (information society).2

Teknologi informasi utamanya internet merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia. Internet sendiri merupakan kependekan dari

1 Raida L. Tobing, Efektifitas UNDANG-UNDANG No. 11 Tahun 2008 Tentang Informasi

Dan Transaksi Elektronik, (Jakarta: Badan Pembinaan Hukum Nasional Kementrian Hukum Dan HAM RI, 2010), hlm. 1, https://www.bphn.go.id

(9)

2

interconnection-networking yang digambarkan sebagai kumpulan jaringan komputer yang terdiri sejumlah jaringan yang lebih kecil yang mempunyai sistem jaringan yang berbeda-beda,3 dan berbasis pada sebuah protokol yang disebut TCP/IP (Tranmission Control Protocol / Internet Protocol). Internet sendiri berawal pada tahun 1969, yaitu dengan lahirnya ARPANET, suatu proyek eksperimen dari Kementrian Pertahanan Amerika Serikat bernama DARPA (Departemen of Defense Advanced Research Projects Agency). Pada mulanya baru menghubungkan empat buah komputer utama pada beberapa universitas dibagian south-western (barat daya) Amerika Serikat, yaitu UCLA Stanford Research Institute, UCSB dan University of Utah. Kontrak tersebut dilaksanakan oleh BBN Of Cambridge, MA dibawah Bob Kahn dan menjadi online pada Desember 1969. Pada Juni 1970, MIT, Harvard, BBN dan System Development Corp (SDC) di Santa Monica, California bergabung pula. Pada Januari 1971, menyusul bergabung Stanford, Lincoln Labs dari MIT, Carnegie Mellon, dan Case Western Reserve University. Setelah itu diikuti oleh banyak industri besar lainnya.4

Di Indonesia, Internet mulai dirintis oleh komunitas amatir pengguna radio yang disebut paguyuban network yakni pada tahun 1990. Berdasarkan catatan whois ARIN dan APNIC, protokol internet (IP) pertama dari Indonesia, UI-NETLAB (192.41.206/24) didaftarkan oleh Universitas Indonesia pada 24 Juni

3Kenny Wiston, The Internet: Issues Of Jurisdictio and Controversies Surrounding Domain

Names, (Bandung:Citra Aditya, 2002), hlm. VII

4 Sutan Remy Syahdeini, Kejahatan dan Tindak Pidana Komputer (Jakarta: PT Pustaka

(10)

3

1988. RMS Ibrahim, Suryono Adisoemarta, Muhammad Ihsan, Robby Soebiakto, Putu, Firman Siregar, Adi Indrayanto, dan Onno W. Purbo merupakan beberapa nama-nama legendaris di awal pembangunan Internet Indonesia pada tahun 1992 hingga 1994.5

Di sekitar tahun 1994 mulai beroperasi IndoNet yaitu ISP komersial pertama Indonesia. Sambungan awal ke Internet dilakukan menggunakan dial-up oleh IndoNet dimana lokasi IndoNet masih di daerah Rawamangun. Pada awalnya Indonet diakses menggunakan mode teks dengan shell account, browser lynx dan email client pine serta chatting dengan conference pada server AIX. Kemudian pada tahun 1995, pemerintah Indonesia melalui Departemen Pos Telekomunikasi menerbitkan izin untuk ISP yang diberikan kepada IndoNet dan Radnet. Dengan memakai remote browser Lynx di AS, maka pemakai Internet di Indonesia bisa akses Internet (HTTP).

Hingga saat ini Indonesia memiliki dari total populasi sebanyak 264 juta jiwa, dan terdapat sebanyak 171,17 juta jiwa atau sekitar 64,8 persen yang sudah terhubung ke internet. Angka ini meningkat dari tahun 2017 saat angka penetrasi internet di Indonesia tercatat sebanyak 54,86 persen. Berdasarkan hasil studi Polling Indonesia yang bekerja sama dengan Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia ( APJII), jumlah pengguna internet di Indonesia tumbuh 10,12 persen.6

Kehadiran teknologi Internet yang secara signifikan memberikan perubahan berbagai bidang kehidupan ini tentunya membawa dampak yang juga demikian

5 https://stei.itb.ac.id/id diakses pada tanggal 26 Agustus 2019 Pukul 20.23 WIB

6 Buletin APJII (Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia), Mengawali Integritas Era Digital 2019 edisi 33, (Jakarta:APJII, 2019) , Hlm. 3-4

(11)

4

signifikan bagi manusia. Pemanfaatannya tidak saja dalam pemerintahan, dunia swasta/perusahaan, akan tetapi sudah menjangkau seluruh sektor kehidupan, termasuk segala keperluan rumah tangga (pribadi).7 Selain memberikan keuntungan yang menjanjikan, teknologi khususnya teknologi informasi saat ini menjadi pedang bermata dua karena selain memberikan kontribusi bagi kemajuan, memudahkan manusia, peningkatan kesejahteraan namun juga menjadi sarana efektif dilakukannya perbuatan melawan hukum. Keuntungan internet ini dalam bidang ekonomi misalnya, teknologi bermanfaat dalam percepatan pertumbuhan ekonomi, kemudahan pemasaran suatu produk bagi pelaku bisnis dan lain-lain. Sedangkan dalam dunia pemerintahan teknologi menjadikan kinerja sistem pemerintahan semakin ringan karena pendataan yang lebih terstruktur dalam bentuk database file dimana system ini lebih dikenal dengan e-government, yakni penggunaan teknologi informasi dalam hal ini untuk pelayanan masyarakat. Tujuannya adalah untuk menciptakan hubungan yang bersifat lebih efisien, efektif dan responsif dalam tata pemerintahan (governance) yang melibatkan pemerintah, pelaku bisnis dan masyarakat. Internet telah membuka cakrawala baru dalam kehidupan manusia baik dalam konteks sarana komunikasi dan informasi yang menjanjikan menembus batas-batas negara maupun penyebaran dan pertukaran ilmu pengetahuan dan gagasan dikalangan ilmuwan diseluruh dunia.8

Seiring dengan adanya dampak positif tersebut tentu juga memiliki konsekuensi negatif atas penggunaannya. Banyak terjadi penyalahgunaan fungsi

7Maskun, Kejahatan Siber (cyber crime), (Jakarta : Kencana, 2013) hlm.47

8 Widyopramono Hadi Widjojo, Cybercrime dan Pencegahannya, Jurnal Hukum Teknologi,

(12)

5

dari internet itu sendiri, hal ini lebih dikenal dengan cybercrime atau kejahatan siber. Cybercrime merupakan kegiatan memanfaatkan komputer sebagai media yang didukung oleh sistem telekomunikasi baik itu dial up system, menggunakan jalur telepon ataukah wireless system yang menggunakan anthena khusus yang nirkabel.9

Menurut Susan W. Branner :10

“Cybercrime is one of the terms used to denote the use of computer technology to engage in unlawful activity”.

Dalam beberapa kepustakaan, cybercrime sering diidentikan sebagai computer crime. Menurut The U.S Department of Justice, Computer crime sebagai “Any illegal act requiring knowledge of computer technology for its perpetration, investigation, or presecution.”11

Sedangkan menurut pandangan Indra Safitri, yang menyebut cybercrime sebagai kejahatan dunia mendefinisikan sebagai jenis kejahatan yang berkaitan dengan pemanfaatan sebuah teknologi informasi tanpa batas serta memiliki karakteristik yang kuat dengan sebuah rekayasa teknologi yang mengandalkan kepada tingkat keamanan yang tinggi dan kredibilitas dari sebuah informasi yang disampaikan dan diakses oleh pelanggan internet.12

Cybercrime sendiri terdiri dari berbagai macam bentuk yang menyerang berbagai sistem informasi dalam internet. Misalnya economic cyber crime, EFT

9Judhariksawan, Pengantar Hukum Telekomunikasi, (Jakarta: Rajawali Press, 2005), hlm.

12-13

10 Branner, Susan W, Cybercrime: Re-Thinking Crime Control Strategies (Milan Publishing,

2007), p 13

11 Maskun, Loc Cit, hlm.47

12 Indra Safitri, Tindak Pidana di Dunia Cyber, Legal Journal From Indonesian Capital And

(13)

6

(Electronic Funds Transfer) Crime, Cybank crime, Internet Banking crime, On-line Business Crime, Cyber Electronic Money Laundering, Hitech WWC (white collar crime), Internet Fraud (antara lain Bank Fraud), Credit card fraud, On-Line fraud, cyber terrorism, cyber stalking, cyber sex, cyber pornography, cyber defamation, cyber-criminals, Business Email Compromise, dan sebagainya.

Dalam kaitannya dengan cybercrime, pemerintah yang saat ini sudah mulai mengalihkan aktivitasnya menggunakan sistem e-government dan menjalankan sistem pelayanan publik melalui internet sering menjadi cyber attack. Penggunaan e-government yang masih terhubung secara langsung dengan penyedia jasa layanan internet untuk publik menjadi salah satu penyebab mengapa situs-situs milik pemerintah dijadikan sasaran. Sehubungan dengan tindak pidana diatas, penulis akan menjelaskan beberapa kasus sebagai berikut :

Kasus 1 :

Pada tahun 2017 lalu, telah terjadi defacing terhadap website POLRI dengan alamat http://bareskrim.sipp.polri.go.id/_sisbinkar_/backup/wso.php. yang dilakukan oleh Trisna Handryanto alias MR.Bl4ckr053. kejadian bermula dari perkenalan Trisna dengan seorang bernama Herman melalui Facebook yang menjual akses backdoor website sehingga dapat masuk sebagai admin. Mengetahui hal tersebut Trisna membeli beberapa akses backdoor seharga pulsa Rp. 10.000,- (Sepuluhribu Rupiah). Setelah dilakukan transaksi, Herman mengirimkan script backdoor kepada Trisna. Pada saat itulah Trisna masuk kedalam website Polri dengan memasukkan password yang diberikan oleh

(14)

7

Herman sehingga ia dapat mengakses seluruh database website tersebut dan menaruh script didalam salah satu folder di database website tersebut sehingga apabila ada orang yang mengakses website tersebut tampilannya akan menjadi tulisan hacked by Bl4CKR053 … kemudian Trisna menginformasikan hal tersebut pada website defacer.id dan mengunggah hal tersebut melalui akun facebook miliknya dengan nama Trizna. Hal ini diketahui oleh anggota Polri pada saat dia akan melakukan pengisian data anggota Polri melalui website tersebut. Berdasarkan tindakan ini Trizna dituntut menggunakan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Transaksi dan Informasi Elektronik.

Kasus 2 :

Pada tahun 2014 lalu, terjadi hacking exploitasi celah keamanan terhadap website -website yang memiliki celah keamanan (bug) menggunakan mesin pencari google.com dengan perintah “inurl:.php?mod=”+”site:go.id”. yang dilakukan oleh Harison yang menamai dirinya dengan CHMOD 755, setelah didapati website yang memiliki kelemahan yaitu website milik Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu yaitu www.dkpp.go.id. Harison menggunakan aplikasi Havij untuk mengetahui kelemahan website tersebut. Kemudian Harison melakukan SQL Injection dan mencari table-table yang ada diwebsite tersebut. Setelah menemukan table admin dari website tersebut Harison menaruh script backdoor agar dapat mengubah file-file yang ada didalam website tersebut dengan ekstensi PHP dengan tampilan tulisan “setan dari surga”. Harison juga mengunggah hasil

(15)

8

deface dari web www.dkpp.go.id tersebut ke website zone-h.org dan juga facebook. Berdasarkan kasus ini Harison dijerat dengan Undang-Undang Nomor 19 19 Tahun 2016 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Transaksi dan Informasi Elektronik.

Kasus 3 :

Agustus 2019 ini, situs Pengadilan Negeri Negara, Bali kembali diretas. Website resmi PN Negara, https://www.pn-negara.go.id/, yang sebelumnya memuat informasi tentang pengadilan termasuk jadwal sidang, sejak dua hari terakhir tidak bisa dibuka. Justru yang muncul halaman warna hitam dengan kata-kata yang ditulis oleh peretas. Peretas menulis agar menghubungi alamat email yang tertera dalam gambar yang berubah warna hitam. Di bawahnya tertulis dengan huruf kapital Hak Cipta Resmi Yang Kuat dan kata -kata yang lain salah satunya es jeruk. Pada pojok kanan bawah tertulis kalimat kamu kalah? Haha, Bagaimana? Mengapa. Sedangkan pada pojok atas tertulis tanggal 31 Juli/Revemaskunn. Peretasan terhadap PN Negara ini sudah terjadi untuk keduakalinya dalam kurun waktu dua tahun terakhir. Hal ini mengindikasikan lemahnya situs-situs resmi milik pemerintah. Terhadap kasus tersebut, tidak terdapat tindak lanjut dari para penegak hukum untuk menangkap pelaku.

Kasus 4:

Bawaslu atau Badan Pengawas Pemilu menjadi sasaran peretasan dalam bentuk defacing pada tahun 2018 lalu. Pelaku peretasan tersebut bernama Dendi Syaiman. Bawaslu bukan merupakan situs pertama yang berhasil ia retas.

(16)

9

Sebelumnya ia telah berhasil beberapa situs pemerintah seperti situs DPRD Provinsi Banten, Dinas Pedesaan Banten, dan Universitas Brawijaya. Hal ini ia lakukan karena menurutnya situs pemerintah sangat lemah sehingga mudah untuk dibobol. Dendi meretas situs Bawaslu dengan merubah tampilan pada website tersebut menjadi tampilan dengan tulisan “Zaman Dulu Korupsi Merupakan Hal yang Memalukan, namun Sekarang menjadi sesuatu yang dicita-citakan”. Dalam melakukan peretasan ini ia menggunakan nama samaran Mister Cakil. Dendi ditangkap oleh Bareskrim Polri Jakarta Pusat. Terhadap kasus ini Dendi dijerat dengan Pasal 30 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Transaksi dan Informasi Elektronik.

Dari keempat kasus tersebut, terhadap kasus 1 dan 2 telah dijatuhi putusan oleh Pengadilan Negeri. Dimana terhadap kasus 1 hakim, berdasarkan Putusan Nomor 86/Pid.Sus/2018/PN.Lmg. menjatuhkan vonis berupa pidana penjara selama 1 (satu) tahun dan 4 (empat) bulan dan denda sebesar Rp.100.000.000,- (seratus juta rupiah) dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar oleh Terdakwa maka diganti dengan pidana kurungan selama 1 (satu) bulan. Dan terhadap kasus 2 hakim berdasarkan Putusan Nomor : 76 /Pid.Sus/2014/PN.LT. menjatuhkan vonis berupa pidana penjara selama : 10 (sepuluh) Bulan dengan denda sebesar Rp. 1.000.000,- (satu juta rupiah) dengan ketentuan apabila tidak dibayar, maka diganti dengan pidana kurungan selama : 1 (satu) Bulan. Sedangkan terhadap kasus 3 dan kasus 4 diatas, aparat penegak hukum belum menangkap pelaku sehingga belum terdapat pertanggungjawaban pidana.

(17)

10

Peretasan dalam kasus diatas dilakukan terhadap sistem e-government milik pemerintah yang menggunakan sarana website. Penggunaan e-government (electronic government) atau pemerintah digital dalam mewujudkan pelayanan publik di Indonesia sudah berjalan beberapa tahun terakhir ini. Selain karena memang untuk memberikan kemudahan kepada pemerintah juga masyarakat, penggunaan e-government ini bertujuan untuk :

1. Mendorong pemerintah responsif terhadap kebutuhan dan aspirasi masyarakat;

2. Mendorong sisi kemanfaatan dan keterbukaan informasi; dan

3. Mendorong tingkat partisipasi publik didalam sistem penyelenggaraan pemerintahan.

Pengembangan e-government di Indonesia didukung oleh Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2003 tentang Kebijakan dan Strategi Nasional Pengembangan e-government dan didukung pula oleh regulasi yang terkait seperti Undang-Undang Nomor 14 tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik, serta Peraturan Pemerintah Nomor 61 tahun 2010 tentang Implementasi Undang-Undang Keterbukaan Informasi Publik.13 Pemanfaatan

e-government ini mewujudkan hubungan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah menjadi terintegrasi. Selain ini e-government juga melahirkan hubungan baru yakni :14

1. Government to Citizens (G-to-C)

13 Vita Elysia, Ake Wihadanto, Sumartono, Implementasi E-Government Untuk Mendorong

Pelayanan Publik Yang Terintegrasi Di Indonesia, 2017 hlm. 354

(18)

11

Aplikasi e-government dalam tipe G-to-C ini merupakan aplikasi yang paling umum, dimana pemerintah membangun dan menerapkan berbagai portofolio teknologi informasi untuk berinteraksi dengan masyarakat.

2. Government to Business (G-to-B)

Tipe G-to-B adalah bentuk penyediaan pelayanan informasi bagi kalangan bisnis. Kalangan bisnis semacam perusahaan swasta membutuhkan data dan informasi dari pemerintah.

3. Government to Government (G-to-G)

Aplikasi e-government juga diperlukan dalam berinteraksi antara satu pemerintah dengan pemerintah lainnya (government to government) untuk memperlancar kerjasama, baik antar negara atau kerjasama antar entiti-entiti negara dalam melakukan hal-hal yang berkaitan dengan administrasi perdagangan, proses-proses politik, mekanisme hubungan sosial dan budaya, dan lain sebagainya.

4. Government to Employees (G-to-E)

Tipe aplikasi G-to-E diperuntukkan secara internal bagi para staf di instansi pemerintahan.

Untuk melancarkan sistem e-government tersebut, pemerintah memanfaatkan salah satu aplikasi yang disediakan oleh internet berupa website, yaitu sekumpulan halaman yang terdiri dari beberapa laman yang berisi informasi dalam bentuk data digital baik berupa text, gambar, video, audio, dan animasi lainnya yang disediakan melalui jalur internet. (Rohi Adulloh,2016). Dari sekitar 28 juta serangan cyber yang terjadi di Indonesia pada tahun 2015, domain yang

(19)

12

paling banyak diserang adalah situs dengan ekstensi go.id, yang dimiliki oleh Pemerintah Indonesia. Data ini berasal dari Indonesia Cyber Security Report 2015 yang dirilis oleh Indonesia Security Incident Response Team of Internet Infrastructure (Id SIRTII), yaitu organisasi yang bertugas untuk pengamanan pemanfaatan jaringan telekomunikasi berbasis protokol internet.15

Serangan ini disebut dengan cyber grafitty atau web defacing yaitu suatu aktifitas menodai atau merubah isi suatu halaman web dengan kalimat, image atau link tertentu yang tidak ada sangkut pautnya dengan misi web tersebut, biasanya hacker

men-deface suatu halaman web dengan maksud supaya eksistensinya diketahui oleh khalayak

ramai.16 Web deface terdiri dari dua tahap, yaitu mula-mula melakukan hacking ke

dalam web server dan tahap kedua adalah mengubah atau mengganti halaman web (web page) dengan halaman baru yang memuat pesan-pesan pendek.17 Pengubahan situs yang dilakukan tersebut adakalanya mengandung pesan-pesan politik, pesan tersebut biasanya berisi kritik terhadap organisasi yang berhasil dibobol atau kritik terhadap organisasi lain yang berkaitan dengan organisasi yang berhasil dibobol tersebut.

Pemerintah dalam menunjukkan komitmennya mengatasi cybercrime telah mengeluarkan produk regulasi yang khusus membahas terkait kejahatan teknologi dan informasi yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Transaksi dan Informasi Elektronik. Komitmen ini juga sekaligus sebagai bentuk

15

https://inet.detik.com/security/d-3371759/kenapa-situs-pemerintah-indonesia-mudah-diretas

16 Slamet Risnanto, Deface Halaman Web Menggunakan Web Folder, 2010. Hlm. 1 17 Sutan Remy Syahdeini, Op. Cit., Hlm.124

(20)

13

pertanggungjawaban pemerintah terhadap masyarakat yang juga perwujudan tugas negara untuk memberikan perlindungan terhadap warga negaranya.

Tindakan pembobolan situs-situs pemerintah sebagaimana terdapat dalam beberapa contoh kasus diatas merupakan tindakan yang diakomodir dalam Pasal 30 Undang Nomor 19 Tahun 2016 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Transaksi dan Informasi Elektronik. Pasal 30 ini terdiri dari 3 ayat yang menyebutkan :

Pasal 3018

(1) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum mengakses Komputer dan/atau Sistem Elektronik milik Orang lain dengan cara apa pun. (2) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum mengakses

Komputer dan/atau Sistem Elektronik dengan cara apa pun dengan tujuan untuk memperoleh Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik. (3) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum mengakses

Komputer dan/atau Sistem Elektronik dengan cara apa pun dengan melanggar, menerobos, melampaui, atau menjebol sistem pengamanan.

Konstruksi pasal ini dengan jelas menyebutkan bahwa tindak illegal yang dilakukan seseorang (criminal) terhadap sistem elektronik orang lain dengan tujuan untuk memperoleh informasi/dokumen elektronik dan/atau upaya pembobolan, penerobosan, dan penjebolan yang melanggar dan melampaui sistem pengamanan adalah sesuatu yang terlarang.19

Pelaku tindak pidana Pasal tersebut dikenakan sanksi pidana berdasarkan pasal 46 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 Tentang Perubahan Atas

18 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor

11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.

(21)

14

Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Transaksi dan Informasi Elektronik, yang menyebutkan :

Pasal 46

(1) Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah).

(2) Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp700.000.000,00 (tujuh ratus juta rupiah).

(3) Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 8 (delapan) tahun dan/atau denda paling banyak Rp800.000.000,00 (delapan ratus juta rupiah).

Kasus-kasus yang penulis jelaskan diatas hanya segelintir kasus yang menggambarkan terjadinya peretasan terhadap situs-situs pemerintah, dimana berdasarkan pengamatan penulis melalui berbagai sumber berita, tidak banyak kasus peretasan situs pemerintah yang dimintai pertanggungjawaban pidana oleh penegak hukum. Padahal peretasan ini tidak hanya terjadi terhadap satu atau dua situs pemerintah. Namun terjadi terhadap banyak situs milik pemerintah dalam beberapa tahun terakhir. Dalam Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Transaksi dan Informasi Elektronik, pelaku harus dimintai pertanggungjawaban pidana, sehingga tidak semakin merejalela dan menganggap enteng sistem pemerintahan. Berdasarkan fenomena yang terurai terkait inkonsistensi permintaan pertanggungjawaban pidana peretasan terhadap situs-situs pemerintah tersebut,

penulis tertarik untuk melakukan penelitian terkait

PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA PELANGGARAN PASAL 30 UNDANG-UNDANG NOMOR 11

(22)

15

TAHUN 2008 TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI

ELEKTRONIK”. Semoga dapat bermanfaat bagi penegak hukum dan para pembaca sehingga dapat dijadikan referensi dalam mewujudkan kepastian hukum dalam dunia siber di Indonesia.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana pertanggungjawaban pidana pelaku tindak pidana terhadap pelanggaran Pasal 30 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik?

2. Bagaimana penerapan unsur-unsur pertanggungjawaban pidana dalam tindak pidana pelanggaran Pasal 30 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik?

C. Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui pertanggungjawaban pidana pelaku tindak pidana terhadap pelanggaran Pasal 30 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik;

2. Untuk mengetahui penerapan unsur-unsur pertanggungjawaban pidana tindak pidana terhadap Pasal 30 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik.

(23)

16 D. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat yang diharapkan dan akan diperoleh dari penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut :

1. Manfaat Teoritis :

Sebagai bahan informasi dan sumbangan pemikiran dalam usaha untuk meningkatkan kesadaran terhadap bahaya tindak pidana peretasan (hacking) yang penulis dapatkan setelah melalui serangkaian studi pustaka.

2. Manfaat Praktis :

a. Sebagai sumbangan pemikiran bagi pengembangan ilmu hukum pidana pada umumnya, maupun terhadap pengaturan hukum pidana pada khususnya di bidang cybercrime;

b. Sebagai sumbangan pemikiran kepada pihak aparat penegak hukum, dalam menanggulangi hal-hal yang menjadi penghalang penerapan pertanggungjawaban pidana pelaku pelanggaran Pasal 30 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronikserta sebagai pencegahan terjadinya kembali tindak pidana pasal tersebut terhadap situs-situs milik pemerintah pada khususnya dan situs swasta maupun pribadi pada umumnyadi Indonesia.

E. Kerangka Teoritis

1. Teori Pertanggungjawaban Pidana

Dalam hukum pidana konsep “pertanggungjawaban” merupakan konsep sentral yang dikenal dengan ajaran kesalahan. Dalam bahasan latin

(24)

17

ajaran kesalahan dikenal dengan sebutan mens rea.20 Doktrin mens rea dilandaskan bahwa suatu perbuatan tidak mengakibatkan seseorang bersalah kecuali jika pikiran orang itu jahat.21 Dalam bahasa inggris doktrin tersebut dirumuskan dengan an act does not make a person guilty, unless the mind is legally blameworthy. Berdasarkan asas tersebut ada dua syarat yang harus dipenuhi untuk dapat memidanakan seseorang, yaitu ada perbuatan lahiriah yang terlarang/perbuatan pidana (actus reus), dan ada sikap batin jahat/tersela (mens rea).22

Pertanggungjawaban pidana adalah pertanggungjawaban orang terhadap tindak pidana yang dilakukannya.23 Artinya pembuat perbuatan

pidana hanya akan dipidana jika ia mempunyai kesalahan dalam melakukan perbuatan pidana tersebut, kapan seseorang dinyatakan memiliki kesalahan menyangkut masalah pertanggungjawaban pidana.24

Azas dalam pertanggungjawaban hukum pidana adalah “Tidak dipidana jika tidak ada kesalahan (Geen Straf Zonder Schuld; Actus Non Facit Reum Nisi Mens Sir Rea)”.25 Asas kesalahan ini merupakan asas paling

fundamental dalam hukum pidana sehingga menjadi sumber seluruh ajaran hukum pidana.

20 Mahrus Ali, Dasar-Dasar Hukum Pidana Cet 2, (Jakarta: Sinar Grafika, 2012), Hlm. 155 21 Ibid, hlm. 55-56

22 Hanafi, Reformasi Sistem Pertanggungjawaban Pidana, Jurnal Hukum Vol. 6 No. 11

Tahun 1999, hlm. 27.

23 Mahrus Ali, Op. Cit., hlm. 156

24 Roeslan Saleh, Perbuatan Pidana dan Pertanggungjawaban Pidana: Dua Pengertian

Dasar dalam Hukum Pidana, Cetakan ke-3, (Jakarta: Aksara Baru, 1983) Hlm. 75

(25)

18

Menurut D. Simons, mengenai hal pertanggungjawaban pidana pembuat terhadap perbuatan harus dianggap sebagai syarat untuk terdapatnya kesalahan. Ini berarti bahwa walaupun hal dapat dipertanggungjawabkannya seseorang terhadap perbuatannya itu dapat dikatakan ada, karena menurut ketentuan hal itu memang ada, sehingga hanya apabila terdapat keragu-raguan sajalah pertanggungjawaban seperti itu harus diisyaratkan, tetapi sebenarnya hal dapat dipertanggungjawabkan seseorang pada perbuatannya itu merupakan unsur dari setiap tindak pidana (Simons, 1992:217).

Masalah kemampuan bertanggungjawab ini diatur dalam Pasal 44 Ayat 1 KUHP: “Barangsiapa melakukan perbuatan yang tidak dapat dipertanggungjawabkan kepadanya karena jiwanya cacat dalam pertumbuhan atau terganggu karena cacat, tidak dipidana”.

2. Teori Penegakan Hukum

Penegakan hukum adalah proses dilakukannya upaya tegaknya atau berfungsinya norma-norma hukum secara nyata sebagai pedoman pelaku dalam lalu lintas atau hubungan-hubungan hukum dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara.

Menurut Satjipto Rahardjo, bahwa penegakan hukum tidak hanya untuk mendapatkan kepastian hukum akan tetapi juga untuk mendatangkan kemanfaatan sosial dan keadilan.26 Kepastian hukum dapat mencegah

26 Tonny Rompis, Kajian Sosiologi hukum tentang Menurunnya Kepercayaan Masyarakat

(26)

19

seseorang dari dan melakukan tindakan sewenang-wenang; Kemanfaatan sosial berkaitan dengan hasil dari penegakan hukum yang tidak menimbulkan keresahan ditengah masyarakat; sedangkan keadilan berkaitan dengan berbagai kepentingan masyarakat.27 Selain itu dalam menegakkan hukum perlu terdapat sinergi antara aturan hukum, penegak hukum, fasilitas dalam penegakan hukum, masyarakat dan juga kebudayaan.

Sebagai suatu proses yang bersifat sistemik, maka penegakan hukum pidana menampakkan diri sebagai penerapan hukum pidana (criminal law application) yang melibatkan pelbagai sub sistem struktural berupa aparat kepolisian, kejaksaan, pengadilan dan pemasyarakatan. Termasuk didalamnya tentu saja lembaga penasehat hukum. Dalam hal ini penerapan hukum haruslah dipandang dari 3 dimensi:

1. Penerapan hukum dipandang sebagai sistem normatif (normative system) yaitu penerapan keseluruhan aturan hukum yang menggambarkan nilai-nilai sosial yang didukung oleh sanksi pidana.

2. Penerapan hukum dipandang sebagai sistem administratif (administrative system) yang mencakup interaksi antara pelbagai aparatur penegak hukum yang merupakan sub sistem peradilan diatas.

3. Penerapan hukum pidana merupakan sistem sosial (social system), dalam arti bahwa dalam mendefinisikan tindak pidana harus pula diperhitungkan pelbagai perspektif pemikiran yang ada dalam lapisan masyarakat.

http://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/ lexcrimen/article/view/10302/9888 diakses Pada 20 September 2019 Pukul 20.11 WIB

(27)

20 F. Ruang Lingkup Penelitian

Berdasarkan uraian rumusan masalah diatas maka yang menjadi ruang lingkup penulisan proposal penelitian ini terbatas pada pertanggungjawaban pidana pelaku tindak pidana terhadap Pasal 30 ayat (3) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik terkait peretasan terhadap situs internet atau website milik pemerintah dengan sanksi pidana yang diatur dalam Pasal 46 (3) Undang Nomor 19 Tahun 2016 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik.

G. Metode Penelitian 1. Jenis Penelitian

Dalam penulisan ini, penulis menggunakan jenis penelitian normatif yaitu penelitian hukum kepustakaan.28 Pokok kajiannya adalah hukum yang dikonsepkan sebagai norma atau kaidah yang berlaku dalam masyarakat dan menjadi dan menjadi acuan perilaku semua orang.29

2. Sumber Bahan Hukum a. Bahan hukum Primer

1) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1946 Tentang Peraturan Hukum Pidana;

28 Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif (Jakarta: Raja Graffindo

Persada, 2012), hlm. 23

29 Abdulkadir Muhammad, Hukum dan Penelitian Hukum Cet 1, (Bandung: PT Citra Aditya

(28)

21

2) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana;

3) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2016 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Infomasi dan Transaksi Elektronik;

4) Peraturan Pemerintah Nomor 81 Tahun 2012 Tentang Penyelenggaran Sistem dan Transaksi Elektronik;

5) Putusan Hakim. b. Bahan Hukum Sekunder

Bahan hukum sekunder yang digunakan ialah publikasi tentang hukum yang bukan merupakan dokumen resmi.30 Bahan hukum tersebut terdiri dari :

1) Buku-buku Hukum; 2) Jurnal Hukum;

3) Artikel Hukum Ilmiah; 4) Kamus Hukum.

c. Bahan Hukum Tersier

Bahan hukum yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder, terdiri dari :

1) Ensiklopedia hukum;

2) Kamus Besar Bahasa Indonesia;

30 Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum edisi revisi, (Jakarta:Prenadamedia Group,

(29)

22 3) Internet.

3. Pendekatan Penelitian

a. Pendekatan Perundang-undangan (Statue Approach)31

Pendekatan ini dilakukan dengan cara melihat semua Undang-Undang dan regulasi terkait isu hukum yang sedang diteliti.

b. Pendekatan Kasus (Case Approach)32

Pada pendekatan ini yang perlu dipahami adalah ratio decidendi yaitu alasan-alasan hukum yang digunakan oleh hakim untuk sampai pada putusannya.

c. Pendekatan Konseptual (Conceptual Approach)33

Pendekatan ini merujuk pada prinsip-prinsip hukum. Prinsip-prinsip ini dapat dikemukakan dalam pandangan sarjana ataupun doktrin-doktrin hukum.

d. Pendekatan Komparatif

Pendekatan ini merujuk pada perbandingan hukum baik mengenai perbandingan sistem hukum antar negara, maupun perbandingan produk hukum dan karakter hukum antar waktu dalam satu negara.34

31 Soejono dan H Abdurrahman, Metode Penelitian Hukum, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2003)

, hlm. 112

32Nasution, Bahder Johan , Metode Penelitian Ilmu Hukum, (Bandung CV Mandar Maju,

2008), hlm. 93

33 Peter Mahmud Marzuki, Op. Cit., hlm. 178 34 Nasution, Op. Cit., hlm. 96

(30)

23 4. Teknik Pengumpulan Bahan Hukum

Teknik pengumpulan bahan hukum dilakukan melalui studi dokumen dengan penelitian kepustakaan, yakni penelitian berbagai data sekunder yang berkaitan dengan objek penelitian.35

5. Teknik Analisis Bahan Hukum

Pada penelitian hukum normatif, pengolahan data hakikatnya kegiatan untuk mengadakan sistematisasi terhadap bahan-bahan hukum tertulis. Sistematisasi berarti membuat klasifikasi terhadap bahan-bahan hukum tertulis tersebut untuk memudahkan pekerjaan analisis dan konstruksi.36

6. Teknik Penarikan Kesimpulan

Penarikan kesimpulan dilakukan secara induktif yaitu penarikan kesimpulan yang berawal dari suatu pernyataan-pernyataan khusus dan menghasilkan suatu kesimpulan yang bersifat lebih umum.37

H. Sistematika Penulisan

Sistem penulisan skripsi ini terbagi ke dalam bab-bab yang menguraikan permasalahan secara tersendiri, yang dalam berbagai konteks saling berkaitan satu sama lain. Penulis membuat sistematika dengan membagi pembahasan keseluruhan ke dalam 4 (empat) bab, dimana masing-masing bab terdiri dari beberapa sub bab yang bertujuan untuk memperjelas dan mempermudah

35 Hanitijo Ronny Sumitro, Metodologi Penelitian Hukum, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1985),

hlm. 24

36 Soerjono Soekanto, Op. Cit., Hlm. 251-252

(31)

24

penguraian masalah agar dapat lebih dimengerti, sehingga akhirnya sampai pada sebuah kesimpulan.

BAB I : PENDAHULUAN

Pada bagian ini akan diuraikan beberapa hal terkait yang mencakup latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, kerangka teoritis, metode penelitian dan sistematika penulisan.

BAB 2 : TINJAUAN PUSTAKA

Dalam Bab 2 ini akan membahas tiga sub bab yang terdiri dari: Tinjauan tentang teori Pertanggungjawaban pidana, Pengaturan Hukum Pidana terhadap Tindak Pidana Peretasan (hacking) menurut KUHP, Pengaturan Hukum Pidana terhadap Tindak Pidana Peretasan (hacking) menurut Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.

BAB 3 : PEMBAHASAN

Dalam bab ini akan dibahas mengenai posisi kasus dan analisis putusan yang dijatuhkan oleh hakim mengenai tindak pidana peretasan (hacking) terhadap situs pemerintah berdasarkan Putusan Nomor 86/Pid.Sus/2018/PN.Lmg. dan Putusan Nomor : 76 /Pid.Sus/2014/PN.LT.

BAB 4 : KESIMPULAN DAN SARAN

Dalam bab penutup yang berisikan kesimpulan dan saran merupakan kesimpulan diperoleh dari hasil penelitian dan pembahasan mengenai masalah yang dikemukakan. Selanjutnya memberi saran yang mungkin dapat dipergunakan oleh aparat penegak hukum maupun pihak lain yang berkepentingan dikemudian hari.

(32)

25

DAFTAR PUSTAKA BUKU

Ahmad Rifai, 2014. Penemuan Hukum Oleh Hakim. Jakarta: Sinar Grafika.

Abdulkadir Muhammad. 2004. Hukum dan Penelitian Hukum Cet 1. Bandung: PT Citra Aditya Bakti.

Bambang SunggoNomor 2009. Metode Penelitian Hukum. Jakarta: Raja Grafindo. Barda Nawawi Arief. 1990. Perbandingan Hukum Pidana. Jakarta: Raja Grafindo

Persada.

. 2007. Tindak Pidana Mayantara Perkembangan Kajian Cyber Crime di Indonesia, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

. 2008. Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana. Bandung Kencana Prenada Media Grup.

Chairul Huda, 2008. Dari “Tiada Pidana Tanpa Kesalahan” menuju kepada “Tiada Pertanggungjawaban Pidana Tanpa Kesalahan”, Jakarta: Kencana Prenada Media Grup.

D. Schaffmeister, N. Keijzer, PH. Sutorius, 1995. Hukum Pidana. Editor Penerjemah. JE Sahetapy. Yogyakarta: Liberty.

E Utrecht. 1986. Hukum Pidana I. Surabaya: Pustaka Tinta Emas.

Frans Maramis. 2012. Hukum Pidana Umum dan Tertulis di Indonesia. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Freda Adler, 1995. Criminology, Second Edition The Shorter Version, USA: McGraw-Hill Inc.

Garner, Bryan A. 1999. Black’s Law Dictionary, Seventh Edition, West Group, St. Paul Minnesota.

Hanafi, 1997. Strict Liability dan Vicarious Liability dalam Hukum Pidana. Yogyakarta: Lembaga Penelitian Universitas Indonesia.

Hanitijo Ronny Sumitro. 1985. Metodologi Penelitian Hukum, Jakarta: Ghalia Indonesia.

(33)

26

Hamzah Hatrik, 1996. Asas Pertanggungjawaban Korporasi Dalam Hukum Pidana Indonesia (Strict Liability dan Vicarious Liability). Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Hiariej, Eddy O.S. 2014. Prinsip-Prinsip Hukum Pidana Edisi Revisi. Yogyakarta: Cahaya Atma Pustaka.

Iskandar Kamil. 2003. Kode Etik Profesi Hakim dalam Pedoman Perilaku Hakim (Code of Conduct) Kode Etik Hakim dan Makalah Berkaitan. Jakarta: Mahkamah Agung RI.

Judhariksawan. 2005. Pengantar Hukum Telekomunikasi. Jakarta: Rajawali Press Leden Marpaung, 2005. Asas-Teori-Praktik Hukum Pidana, Cetakan kedua Jakarta:

Sinar Grafika.

Maskun. 2013. Kejahatan Siber (cyber crime), Jakarta : Kencana.

Mahrus Ali, 2012. Dasar-Dasar Hukum Pidana Cet 2, Jakarta: Sinar Grafika Moeljatno, 1983. Azas-Azas Hukum Pidana. Jakarta: Bina Aksara

Muladi dan Barda Nawawi Arief. 2010. Teori-teori dan Kebijakan Pidana, Alumni. Bandung.

Muladi. 1995. Kapita Selekta Sistem Peradilan Pidana, Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro.

Nasution, Bahder Johan. 2008. Metode Penelitian Ilmu Hukum. Bandung CV Mandar Maju

P.A.F Lamintang, 1988. Hukum Penitensier Indonesia, Bandung: Armico.

Peter Mahmud Marzuki. 2005. Penelitian Hukum edisi revisi, Jakarta:Prenadamedia Group

Rahardjo, Satjipto. 2007. Hati Nurani Hakim dan Putusannya. Bandung: Citra Aditya Bakti.

Romli Atmasasmita. 2000. Perbandingan Hukum Pidana. Bandung, Mandar Maju. Roni Wiyanto. 2012. Asas-asas Hukum Pidana Indonesia. Bandung: Mandar Maju. Roeslan Saleh, 1983. Perbuatan Pidana dan Pertanggungjawaban Pidana: Dua

Pengertian Dasar dalam Hukum Pidana, Cetakan ke-3. Jakarta: Aksara Baru, Safitri, Indra. Tindak Pidana di Dunia Cyber, Legal Journal From Indonesian.

(34)

27

ShantDellyana. 1988. Konsep Penegakan Hukum. Yogyakarta: Liberty.

Satjipto Raharjo. 1980. Hukum dan Masyarakat, Cetakan Terakhir. Bandung : Angkasa.

Soerjono Soekanto. 1993. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penegakan Hukum. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada Winataputra.

Sudarto. 1986. Hukum dan Hukum Pidana. Alumni, Bandung

Satochid Kartanegara, Hukum Pidana Bagian Satu, Hukum Pidana Bagian Dua. Jakarta: Balai Lektur Mahasiswa, Tanpa Tahun.

Slamet Risnanto, 2010. Deface Halaman Web Menggunakan Web Folder

Soejono dan H Abdurrahman. 2003. Metode Penelitian Hukum, Jakarta: PT Rineka Cipta.

Soekanto, Soerjono dan Sri Mamudji. 2012. Penelitian Hukum Normatif. Jakarta: Raja Graffindo Persada.

Syahdeini, Sutan Remy. 2009. Kejahatan dan Tindak Pidana Komputer. Jakarta: PT Pustaka Utama Grafiti.

Teguh Prasetyo dan Abdul Halim Barkatullah. 2005. Politik Hukum Pidana Kajian Kebijakan Kriminalisasi dan Dekriminalisasi, Cetakan I. Yogyakarta Pustaka Pelajar.

Tolib Setiady. 2010. Pokok-Pokok Hukum Penitensier Indonesia. Bandung: Alfabeta. Tongat. 2008. Dasar-Dasar Hukum Pidana Indonesia dalam Perspektif

Pembaharuan. Malang: UMM Press.

Waluyo, Bambang. 2004. Pidana dan Pemidanaan. Jakarta: Sinar grafika.

Wiston, Kenny. 2002 The Internet: Issues Of Jurisdictio and Controversies Surrounding Domain Names, Bandung:Citra Aditya.

(35)

28 JURNAL

Alvi Syahrin. 2002. Pertanggungjawaban Pidana dalam Tindak Pidana Pencucian Uang (Money Laundering), Makalah pada seminar Nasional tindak Pidana Pencucian Uang (Money Laundering). Medan.

Buletin APJII. 2019. (Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia), Mengawali Integritas Era Digital 2019 edisi 33. Jakarta:APJII,

Fines Fatimah dan Barda Nawawi Arief, Pertanggungjawaban Pengganti dalam Kebijakan Formulasi Hukum Pidana Indonesia, Universitas Diponegoro.

Hanafi, Reformasi Sistem Pertanggungjawaban Pidana, Jurnal Hukum Vol. 6 Nomor 11 Tahun 1999

Mahmud Mulyadi, Sebuah Tulisan dalam Bunga Rampai Hukum Pidana dan kriminologi Serta Kesan Pesan Sahabat Menyambut 70 tahun Prof. H. Muhammad Daud. SH

Mudzakkir dan Tim. 2008. Perencanaan Pembangunan Hukum Nasional Bidang Hukum Pidana Dan Sistem Pemidanaan (Politik Hukum Dan Pemidanaan), Badan Pembinaan Hukum Nasional.

Raida L. Tobing, Efektifitas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik, (Jakarta: Badan Pembinaan Hukum Nasional Kementrian Hukum Dan HAM RI, 2010), hlm. 1, https://www.bphn.go.id

Sudarto. 1998. Hukum Pidana I, ( Semarang: FH UNDIP Badan Penyediaan Bahan-bahan Kuliah.

Vita Elysia, Ake Wihadanto, Sumartono, 2017. Implementasi E-Government Untuk Mendorong Pelayanan Publik Yang Terintegrasi Di Indonesia

Widjojo, Widyopramono Hadi. Cybercrime dan Pencegahannya, Jurnal Hukum Teknologi, Fakultas Hukum Universitas Indonesia

Zulkifli, Fitriadi, Feldi, Penerapan Unsur Tindak Pidana Korupsi Pada Pelaksanaan

Program Kemitraan Dan Bina Lingkungan,

https://media.neliti.com/media/publications/270562-penerapan-unsur-tindak-pidana-korupsi-pa-51d54b6d.pdf

(36)

29 UNDANG-UNDANG

Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Transaksi dan Informasi Elektronik. (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 251, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5952).

INTERNET

https://inet.detik.com/security/d-3371759/kenapa-situs-pemerintah-indonesia mudah-diretas

https://stei.itb.ac.id/id

Capital And Investmen Market, http://business.fortunecity.com https://www.hukumonline.com/

Referensi

Dokumen terkait

Bahwa dasar hukum untuk menentukan pertanggungjawaban pidana pelaku tindak pidana pengeroyokan dapat dilihat dari ketentuan pasal-pasal yang mengatur tindak pidana pengeroyokan

(2) Negara-negara anggota, yang menyadari bahwa negara anggota lain tidak melaksanakan kewajibannya sesuai dengan perjanjian ini yang menghasilkan pengurangan keuntungan bagi

Tujuan penelitian ini adalah untuk mempelajari pengaruh perebusan terhadap perubahan kandungan vitamin C, aktivitas antioksidan, dan kandungan fenol pada caisim ( Brassica

Karbonisasi biomassa atau yang lebih dikenal dengan pengarangan adalah suatu proses untuk menaikkan nilai kalor biomassa dan dihasilkan pembakaran bersih

Demikian pula halnya dengan mayoritas penduduk di Kabupaten Kotawaringin Timur, dimana sekitar 71% penduduknya berada di daerah pedesaan, dengan sektor pertanian

Selain itu, studi lain yang dilakukan oleh Fatmah, menunjukkan hal yang sama yaitu selisih tinggi badan prediksi dari persamaan Chumlea I terhadap tinggi badan

Untuk membantu proses pengeringan gabah yang lebih merata perlu dilakukan proses pembalikan atau pengadukan gabah, pada mesin pengering padi tersebut terdapat pengaduk yang

Sehubungan dengan hal tersebut diatas, sebagai perwujudan pertanggung jawaban keberhasilan / kegagalan pelaksanaan misi organisasi dalam mencapai tujuan dan