• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perbandingan Obat Kumur Benzydamine Hydrochloride 22,5 Mg dan ketamin 40 Mg Dalam Mengurangi Nyeri Tenggorok Dan Suara Serak Akibat Intubasi Endotrakeal

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Perbandingan Obat Kumur Benzydamine Hydrochloride 22,5 Mg dan ketamin 40 Mg Dalam Mengurangi Nyeri Tenggorok Dan Suara Serak Akibat Intubasi Endotrakeal"

Copied!
112
0
0

Teks penuh

(1)
(2)
(3)
(4)
(5)

KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim

Alhamdulillahirabbil ‘alamin, puji syukur saya sampaikan kehadirat Allah

SWT karena dengan rahmat dan karunia – Nya, saya berkesempatan menyelesaikan penelitian ini sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar magister klinik spesialis dalam bidang Anestesiologi dan Terapi Intensif Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara / RSUP H. Adam Malik Medan.

Saya menyadari bahwa tulisan ini masih jauh dari sempurna baik isi maupun bahasanya, namun demikian saya berharap bahwa tulisan ini dapat menambah perbendaharaan bacaan tentang perbandingan obat kumur Ketamin 40 mg dan Benzydamine Hydrochloride 22,5 mg dalam mencegah nyeri tenggorok dan suara serak akibat intubasi endotrakeal.

Dengan penuh rasa hormat saya mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tinginya kepada Dr. dr. Nazaruddin Umar, SpAn,. KNA, dr. Muhammad Ihsan, SpAn, KMN, Dr. Ir Erna Mutiara, SKM sebagai pembimbing proposal Tesis saya, yang telah banyak memberikan petunjuk, perhatian serta bimbingan sehingga saya dapat menyelesaikan proposal Tesis ini.

Yang terhormat Prof.dr. Achsanuddin Hanafie, SpAn, KIC, KAO sebagai Kepala Departemen/SMF Anestesiologi dan Terapi Intensif FK USU/RSUP H.Adam Malik Medan, dr. Hasanul Arifin, SpAn, KAP, KIC sebagai Ketua Program Studi Anestesiologi dan Terapi Intensif, dr. Akhyar H. Nasution, SpAn, KAKV sebagai Sekretaris Program Studi Anestesiologi dan Terapi Intensif, DR.dr.Nazaruddin Umar, SpAn, KNA sebagai Sekretaris Departemen Anestesiologi dan Terapi Intensif yang telah banyak memberi petunjuk, pengarahan serta nasehat dan keihklasan telah mendidik selama saya menjalani penelitian ini.

(6)

Nadi Zaini Bakri, SpAn, dr. Yutu Solihat, SpAn, KAKV, dr. Soejat Harto, SpAn, KAP, Dr. Muhammad AR, SpAN, KNA, dr. Ade Veronica, SpAN, KIC,dr. Syamsul Bahri Siregar, SpAn, Dr.Walman Sihotang, SpAn, dr. Tumbur, SpAn, dr. Nugroho Kunto Subagio, SpAn, dr.Dadik W Wijaya, SpAn, dr.M.Ihsan, SpAn, KMN, dr.Guido M Solihin, SpAn, dr.Qodri F.Tanjung, SpAn, KAKV, dr.RR Shinta Irina, SpAn, yang telah banyak memberikan bimbingan dalam bidang ilmu pengetahuan di bidang Anestesioogi dan Terapi Intensif, baik secara teori maupun keterrampilan sehingga menimbulkan rasa percaya diri baik dalam bidang keahlian maupun pengetahuan umum lainnya yang kiranya sangat bermamfaat bagi saya di kemudian hari.

Sembah sujud, rasa syukur dan terima kasih yang tidak terhingga saya sembahkan kepada kedua orang tua saya tercinta (alm) H.T. Ghazali, SH dan Ibunda Hj.Nurfatmi yang dengan segala upaya telah megasuh, membesarkan dan membimbing dengan penuh kasih sayang semenjak kecil hingga saya dewasa agar menjadi anak yang berbakti dengan orang tua, agama, bangsa dan negara. Dengan memanjatkan doa kehadirat Allah SWT ampunilah dosa kedua orang tua saya serta sayangilah mereka sebagaimana mereka menyayangi saya sewaktu kecil. Terima kasih juga saya tunjukan kepada kakak dan abang saya, Ir. Meizar Alfian, dr. Cut Elfina Zuhra, SpOG, Ir. Cut Desina Linda, Ir. T. Zahrial Fauza, Ir. T. Zufian Mirza serta adik saya drg T. Nolli Iskandar yang telah memberikan dorongan semangat selama saya menjalani pendidikan ini.

Yang terhormat kedua mertua saya, (alm) Arifin Suria dan Zainur Ismail, serta abang dan adik-adik ipar yang telah memberikan dorongan semangat kepada saya selama pendidikan.

(7)

Kepada seluruh kerabat dan handai taulan yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu, yang telah memberikan bantuan, saya ucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya.

Yang tercinta teman-teman sejawat peserta pendidikan keahlian Anestesiologi dan Terapi Intensif khususnya dr. Rudi Gunawan, dr.Bastian Lubis, dr.Fadly Armi Lubis, dr.Ariati Isabella Siahaan, dr.Yunita Dewani, dr. Jefri Awaluddin Pane, dr.Dody Iskandar, dr. M.Zulkarnain Bus, dr Vera Muharrami yang telah bersama-sama baik dalam suka maupun duka, saling membantu sehingga terjalin rasa persaudaraan yang erat dengan harapan teman-teman lebih giat lagi sehingga dapat menyelesaikan studi ini. Semoga Allah SWT selalu memberkahi kita semua.

Kepada paramedis dan karyawan Departemen/SMF Anestesiologi dan Terapi Intensif FK USU/RSUP H.Adam Malik Medan, RS H.Mina Medan, RSUP Pirngadi Medan, dan RS Kodam I Bukit Barisan Medan yang telah banyak membantu dan banyak bekerjasama selama saya menjalani pendidikan dan penelitian ini.

Akhirnya izinkanlah saya mohon maaf yang setulus – tulusnya atas kesalahan dan kekurangan selama mengikuti pendidikan ini. Semoga segala bantuan, dorongan, petunjuk yang diberikan kepada saya selama saya mengikuti pendidikan kiranya mendapat balasan yang berlipat ganda dari Allah SWT, Yang Maha Pengasih, Maha Pemurah dan Maha Penyayang. Amin, Amin ya

Rabbal’alamin.

Medan, Desember 2013 Penulis

(8)

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI... i

ABSTRAK... iv

BAB I PENDAHULUAN... 1

1.1. Latar Belakang... 1

1.2. Rumusan Masalah... 6

1.3. Hipotesa ... 6

1.4. Tujuan Penelitian ... 6

1.4.1.Tujuan Umum ... 6

1.4.2. Tujuan Khusus ... 6

1.5. Manfaat Penelitian ... 7

1.5.1.Bidang Akademis ... 7

1.5.2.Bidang PelayananMayarakat ... 7

1.5.3. Bidang Peneitian... 7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 8

2.1. Sejarah Intubasi Trakea... 8

2.2. Pipa Endotrakeal ... 9

2.3.Hubungan Antara Nyeri Tenggorok dan Suara Serak dengan Pipa Endotrakeal ... 10

2.4 Persiapan Untuk intubasi Endotrakeal ... 14

2.5. Intubasi Endotrakeal ... 15

2.6. Persyarafan dan vaskularisaasi laring... 16

2.7. Nyeri tenggorok dan Suara Serak... 19

2.8. PenilaianNyeriTenggorok dan Suara Serak... 20

2.9. Etiologi Nyeri tenggorok dan Suara Serak ... 21

2.10. Faktor Resiko Nyeri Tenggorok dan Suara Serak ... 22

2.11. Komplikasi Intubasi Trakea ... 25

2.12.Mekanisme Nyeri Tenggorok dan Suara Serak ... 26

2.12.1. Inflamasi... 27

(9)

2.13. Pencegahan Nyeri Tengorok dan Suara Serak ... 29

2.14. Obat Kumur... 30

2.14.1. Benzydamine HCl ... 32

2.14.2. Ketamin... 37

2.15. Obat Tambahan... 43

2.16. Kerangka Teori ... 44

2.17. Kerangka Konsep ... 45

BAB III METODOLOGI PENELITIAN... 46

3.1. Ruang Lingkup Penelitian ... 46

3.2. Desain Penelitian... 46

3.3. Tempat dan Waktu... 46

3.4 Populasi dan Sampel Penelitian ... 46

3.4.1. Populasi ... 46

3.4.2. Sampel... 46

3.5. Perkiraan Besar Sampel... 48

3.6. Informed Concern... 50

3.7. Bahan dan Cara Kerja ... 50

3.8. Alur Penelitian... 54

3.9. Batasan Operasional ... 55

3.10. Analisa Data ... 56

3.11. Masalah Etika... 57

BAB IV HASIL PENELITIAN ... 58

4.1. Hasil Penelitian... 58

4.2. Karakter Subyek Penelitian ... 59

4.3. Insiden Nyeri Tenggorok dan Suara Serak Berdasarkan Pemberian Obat 61 BAB V PEMBAHASAN ... 69

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN ... 76

6.1. Kesimpulan... 76

6.2. Saran ... 76

(10)

LAMPIRAN ... 82

Lampiran 1 ... 82

Lampiran 2 ... 83

Lampiran 3 ... 84

Lampiran 4 ... 87

Lampiran 5 ... 88

Lampiran 6 ... 91

Lampiran 7 ... 92

Lampiran 8 ... 94

(11)

ABSTRAK

Latar Belakang. Nyeri tenggorok dan suara serak merupakan komplikasi yang

sering muncul pada anestesi umum dengan intubasi endotrakeal yang mempengaruhi kenyamanan dan kepuasan pasien setelah operasi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui keefektifan dari obat kumur ketamin dan Benzydamine Hydrochloride dalam mengurangi nyeri tenggorok dan suara serak setelah anestesi umum dengan intubasi endotrakeal.

Metode. 58 pasien berusia 16 – 60 tahun yang akan menjalani anestesi umum dengan intubasi endotrakeal secara acak tersamar ganda dibagi dalam 2 kelompok yang sama besar. 10 menit sebelum masuk kamar operasi, pasien menerima obat kumur Ketamin atau Benzydamine Hydrochloride sebanyak 15 ml untuk dikumur selama 60 detik. Pasien di premedikasi dengan Midazolam 0,05 mg/kgBB dan Fentanyl 2 ug/KgBB, induksi dengan Propofol 2 – 3 mg/kgBB dan Rokoronium 0,6 mg/KgBB, Intubasi dilakukan dengan menggunakan ETT 7,0 untuk perempuan dan 7,5 untuk laki – laki. Pemeliharaan anestesi dengan N2O:O2=2:2

dan isofluran. Setelah operasi pasien diberikan ketorolak. Penilaian nyeri tenggorok dan suara serak dilakukan pada jam 1, 6, 12, 24 setelah selesai operasi.

Hasil. 6 pasien dikeluarkan dari penelitian. Insiden nyeri tenggorok pada jam I pada kelompok Ketamin 53,8% dan Benzydamine Hydrochloride 69,2% Sedangkan insiden suara serak pada jam I pada kelompok Ketamin 61,5% dan Benzydamine Hydrochloride 69,2%. Secara umum Benzydamine Hydrochloride lebih baik dibanding Ketamine, namun dengan uji chi square secara statistic didapat p-value > 0,05 yang berarti tidak bermakna diantara kedua kelompok obat.

Kesimpulan. Pemberian obat kumur Ketamin dan Benzydamine Hydrochloride

sebelum pemasangan pipa endotrakeal dapat mengurangi insiden nyeri tenggorok dan suara serak pasca operasi.

(12)

ABSTRACT

Background. Sore throat and hoarseness is a frequent complication in general anesthesia with endotracheal intubation affecting the comfort and satisfaction of patients after surgery. This study aims to determine the effectiveness of Ketamine and Benzydamine Hydrochloride mouthwash in reducing sore throat and hoarseness following general anesthesia with endotracheal intubation.

Method. 58 patients aged 16-60 years undergoing general anesthesia with

endotracheal intubation double – blind randomized divided into 2 equal groups. 10 minutes before entering the operating room, patients received Ketamine or Benzydamine Hydrochloride mouthwash as much as 15 ml for gargled for 60 seconds. Patients in premedication with midazolam 0.05 mg/kg and fentanyl 2 ug/kg, induced with propofol 2–3mg/kg and Rokoronium0.6 mg/kg, ETTintubation performed using 7.0 for women and 7.5 for men. Maintenance of anesthesia with N2O:O2 = 2:2 and isoflurane. After surgery the patient was given

ketorolac. Assessment sore throat and hoarseness performed at 1, 6, 12, 24 after the completion of surgery.

Results. 6 patients were excluded from the study. The incidence of sore throat in

the first hour on both group of Ketamine 53.8 % and Hydrochloride Benzydamine 69.2%, while the incidence of hoarseness in the first hour on both groups are 61.5 % and 69.2 %. In general Benzydamine Hydrochloride better than Ketamine, but the chi square test was statistically obtained p-value > 0.05, which means not significant between the two groups of drugs.

Conclusion. Giving Ketamine mouthwash and Benzydamine Hydrochloride

before endotracheal intubation may reduce the incidence of sore throat and hoarseness postoperatively.

Keywords. Benzydamine Hydrochloride, Endotracheal Intubation, Ketamine,

(13)

ABSTRAK

Latar Belakang. Nyeri tenggorok dan suara serak merupakan komplikasi yang

sering muncul pada anestesi umum dengan intubasi endotrakeal yang mempengaruhi kenyamanan dan kepuasan pasien setelah operasi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui keefektifan dari obat kumur ketamin dan Benzydamine Hydrochloride dalam mengurangi nyeri tenggorok dan suara serak setelah anestesi umum dengan intubasi endotrakeal.

Metode. 58 pasien berusia 16 – 60 tahun yang akan menjalani anestesi umum dengan intubasi endotrakeal secara acak tersamar ganda dibagi dalam 2 kelompok yang sama besar. 10 menit sebelum masuk kamar operasi, pasien menerima obat kumur Ketamin atau Benzydamine Hydrochloride sebanyak 15 ml untuk dikumur selama 60 detik. Pasien di premedikasi dengan Midazolam 0,05 mg/kgBB dan Fentanyl 2 ug/KgBB, induksi dengan Propofol 2 – 3 mg/kgBB dan Rokoronium 0,6 mg/KgBB, Intubasi dilakukan dengan menggunakan ETT 7,0 untuk perempuan dan 7,5 untuk laki – laki. Pemeliharaan anestesi dengan N2O:O2=2:2

dan isofluran. Setelah operasi pasien diberikan ketorolak. Penilaian nyeri tenggorok dan suara serak dilakukan pada jam 1, 6, 12, 24 setelah selesai operasi.

Hasil. 6 pasien dikeluarkan dari penelitian. Insiden nyeri tenggorok pada jam I pada kelompok Ketamin 53,8% dan Benzydamine Hydrochloride 69,2% Sedangkan insiden suara serak pada jam I pada kelompok Ketamin 61,5% dan Benzydamine Hydrochloride 69,2%. Secara umum Benzydamine Hydrochloride lebih baik dibanding Ketamine, namun dengan uji chi square secara statistic didapat p-value > 0,05 yang berarti tidak bermakna diantara kedua kelompok obat.

Kesimpulan. Pemberian obat kumur Ketamin dan Benzydamine Hydrochloride

sebelum pemasangan pipa endotrakeal dapat mengurangi insiden nyeri tenggorok dan suara serak pasca operasi.

(14)

ABSTRACT

Background. Sore throat and hoarseness is a frequent complication in general anesthesia with endotracheal intubation affecting the comfort and satisfaction of patients after surgery. This study aims to determine the effectiveness of Ketamine and Benzydamine Hydrochloride mouthwash in reducing sore throat and hoarseness following general anesthesia with endotracheal intubation.

Method. 58 patients aged 16-60 years undergoing general anesthesia with

endotracheal intubation double – blind randomized divided into 2 equal groups. 10 minutes before entering the operating room, patients received Ketamine or Benzydamine Hydrochloride mouthwash as much as 15 ml for gargled for 60 seconds. Patients in premedication with midazolam 0.05 mg/kg and fentanyl 2 ug/kg, induced with propofol 2–3mg/kg and Rokoronium0.6 mg/kg, ETTintubation performed using 7.0 for women and 7.5 for men. Maintenance of anesthesia with N2O:O2 = 2:2 and isoflurane. After surgery the patient was given

ketorolac. Assessment sore throat and hoarseness performed at 1, 6, 12, 24 after the completion of surgery.

Results. 6 patients were excluded from the study. The incidence of sore throat in

the first hour on both group of Ketamine 53.8 % and Hydrochloride Benzydamine 69.2%, while the incidence of hoarseness in the first hour on both groups are 61.5 % and 69.2 %. In general Benzydamine Hydrochloride better than Ketamine, but the chi square test was statistically obtained p-value > 0.05, which means not significant between the two groups of drugs.

Conclusion. Giving Ketamine mouthwash and Benzydamine Hydrochloride

before endotracheal intubation may reduce the incidence of sore throat and hoarseness postoperatively.

Keywords. Benzydamine Hydrochloride, Endotracheal Intubation, Ketamine,

(15)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang

Nyeri tenggorok dan suara serak merupakan salah satu komplikasi yang timbul pasca operasi, khususnya operasi dengan anestesi umum yang memakai inhalasi endotrakeal. Komplikasi tersebut merupakan komplikasi minor yang menjadi keluhan utama pasien pasca anestesi dengan intubasi endotrakeal, bahkan pada anestesi yang singkat sekalipun.1,2 Komplikasi ini belum dapat dicegah sepenuhnyadan masih dicari bagaimana cara penanganannya.Walaupun komplikasi ini akan pulih dalam waktu 72 jam2,3 dan bukan merupakan suatu kegawat-daruratan serta tidak menimbulkan kecacatan, namun nyeri tengorok dan suara serak pasca operasi bisa merupakan keluhan utama jika nyeri luka operasi dapatdiatasidengan baik, misalnya dengan analgetik epidural.2,4 Komplikasi ini bisa menyebabkan ketidak puasan dan ketidak nyamanan pasien pasca operasi serta bisa memperlambat kembalinya aktifitas rutin pasien setelah pulang dari rumah sakit.2,5

(16)

melaporkan insiden nyeri tenggorok pasca operasi dengan intubasi endotrakeal sebesar 100 %.9 Novia dkk mendapatkan insiden nyeri tenggorok pasca operasi dengan anestesi umum teknik intubasi endotrakeal sebesar 51 %.10 Mandoe dkk dalam penelitiannya melaporkan insiden nyeri tenggorok pasca operasi dengan anastesi umum teknik intubasi endotrakeal menggunakan pipa endotrakeal Mallinckrodt sebesar 60 %, sedangkan dengan menggunakan pipa edotrakeal Brandt sebesar 15 %.11 Higgins dkk mendapatkan insiden nyeri tenggorok pasca operasi pada pasien rawat jalan sebesar 12,1 % dimana insiden nyeri tenggorok terbesar pada pasien yang dilakukan intubasi endotrakeal 45,5% diikuti pasien dengan LMA yaitu 17,5%.5 Ahmed dkk mendapatkan insiden nyeri tenggorok pasca operasi pada pasien yang menjalani prosedur pembedahan elektif sebesar 26%, dimana insiden terbesar pada pasien yang dilakukan intubasi endotrakeal sebesar 28%.12

Berbagai macam usaha pencegahan telah dilakukan baik secara non farmakologik maupun farmakologik untuk mengurangi nyeri tenggorok dan suara serak pasca operasi dengan hasil yang bervariasi. Metode non farmakologik yang dilakukan untuk mengurangi insiden nyeri tenggorok pasca operasi seperti penggunaan pipa endotrakeal ukuran yang lebih kecil, lumbrikasi pipa endotrakeal dengan water-soluble jelly, instrumentasi jalan nafas yang hati – hati, intubasi setelah relaksasi penuh, suctioning orofaringdengan hati – hati, meminimalkan tekanan intrakaf dan ekstubasi apabila kaf pipa endotrakeal telah benar – benar kempes.7

Secara farmakologik dapat berupa pemberian obat anestesi lokal seperti spray, obat kumur, atau tablet hisap yang diberikan sebelum atau setelah

induksi.13 Beberapa upaya telah dilakukan sebelumnya oleh beberapa peneliti untuk mencegah terjadinya gejala tenggorok.

(17)

( 37.0%) dan saline ( 40.8% ). Benzydamine secara bermakna menurunkan insiden nyeri tenggorok dibandingkan lidokain.16 Pemakaian Lidokain spray sangat berhubungan dengannyeri tenggorok dan suara serak pasca operasi. Lidokain spray mengandung adiktif etanol dan mentol yang dapat menyebabkan nyeri tenggorok dan suara serak.6

Upaya lain untuk mengurangi nyeri tenggorok dan suara serak adalah melalui obat kumur. Pemberian obat kumur langsung pada tempat kerjanya dan membuat konsentrasi menjadi maksimal pada tempat kerja.

Adnyana IN melakukan penelitian efek pemberian obat kumur Ketamin sebelum intubasi endotrakea untuk mengurangi nyeri tenggorok pasca operasi. Dari penelitian diperoleh hasil bahwa bahwa insiden nyeri tenggorok dan suara serak pada kelompok kontrol ( placebo ) sebesar 78.6% sedangkan pada kelompok ketamin sebesar 31.9%.2

Canbay dkk, melakukan penelitian di Turki pada pasien yang menjalani operasi septorhinoplasty elektif dengan anestesi umum membandingkan dua kelompok : kelompok C ( kontrol ), larutan NaCl 0,9% 30 ml; kelompok K ( Ketamin ), Ketamin 40 mg dalam larutan NaCl 0,9% 30 ml. Pasien diminta untuk berkumur selama 30 detik, 5 menit sebelum induksi anestesi. Nyeri tenggorok terjadi lebih sering di kelompok C bila dibandingkan dengan kelompok K pada jam ke - 0, ke - 2, dan ke - 24 dengan insidensi berturut-turut 35% : 73%, 40% : 73%,dan 30% : 61% serta secara signifikan lebih banyak pasien menderita nyeri tenggorok berat di kelompok C pada jam ke-4 dan ke-24 dibandingkan dengan kelompok K(p<0,05).7

(18)

turut sebesar 40% : 85%, 35% : 75%, dan 25% ; 60% serta secara signifikan lebih banyak pasien menderita nyeri tenggorok berat digrup C pada jam ke-8 dan ke-24 jam dibandingkan dengan grup K (p<0,05).14

Bahkan Kulsum, membandingkan obat kumur Ketamin dan Aspirin dalam mencegah nyeri tenggorok dan suara serak akibat intubasi endotrakeal. Dari penelitian dilaporkan hasil pada kelompok Ketamin didapati tidak nyeri dan tidak serak 59,5%. Pada kelompok Aspirin didapati tidak nyeri dan tidak serak 50%, namun tidak berbeda bermakna perbandingan nyeri tenggorok dan suara serak antar dua kelompok (P> 0,05%). Sehingga disimpulkan bahwa tidak berbeda bermakna secara statistik antara obat kumur Ketamin dan Aspirin dalam mencegah nyeri tenggorok dan suara serak akibat intubasi endotrakeal.15Pada penelitian ini obat kumur Aspirin yang digunakan adalah tablet aspirin 300 mg yang dilarutkan dalam 30 ml NaCl 0,9%. Walaupun obat ini sangat murah, namun penggunaannya kurang praktis dibandingkan dengan Ketamin.

Ketamin adalah salah satu obat anestesi intravena yang sering dan sudah lama digunakan dalam bidang anestesiologi. Akhir – akhir ini data eksperimental menunjukkan bawa pemberian Ketamin secara perifer memiliki efek analgetik dan anti inflamasi. Ketamin dengan receptor N-Methyl-D-Aspartat (NMDA) terdapat di susunan syaraf pusat dan perifer, maka pemberian secara perifer antagonis reseptor NMDA seperti Ketamin memiliki efek analgetik dan anti inflamasi. Ketamin merupakan obat anestesia yang mudah didapat di kamar operasi.Dengan potensi analgetik dan anti inflamasi pemberian Ketamin kumur sebelum intubasi ETT dapat mencegah nyeri tenggorok.Ketamin aman digunakan, efek samping minimal, ditoleransi dengan baik, dan tersedia di kamar operasi.2

(19)

kontrol pada jam ke-0 dan ke-2 sebesar 80% dan60 % (p <0,05). Aspirin kumur dan Benzydamine HCl kumur secara signifikan mengurangi insidensi dan keparahan nyeri tenggorok dengan insiden 5% dan 0%pada jam ke-24 (p< 0,05).16

Penggunaan Benzydamine HCl dapat dilakukan dengan cara lain. Kati dkk, melaporkan penggunaan Benzydamine HCl 0,15% spray dibandingkan air sebagai kontrol yang disemprotkan 5 menit sebelum intubasi.Benzydamine HCL bisa menurunkan insiden nyeri 35% dibanding 80% padajam ke-4 dan 25% dibanding 75% pada jam ke-8.17 Supriatin melakukan penelitian pemberian tablet hisap BenzydamineHCl sebelum pemasangan LMA untuk mengurangi nyeri tenggorok pasca operasi. Hasilnya pemberian tablet hisap Benzydamine HCl sebelum pemasangan LMA dapat mengurangi nyeri tenggorok pasca operasi.18

Benzydamine HCl yang merupakan obat anti inflamasi yang digunakan secara luas untuk pengobatan daerah mulut termasuk golongan Non Steroid Anti Inflamatory Drug (NSAID) secara topikal. Benzydamine HCl menunjukkan pengaruh menghambat efek stimulasi TNF-α pada produksi prostaglandin PGE dan PGI dalam fibroblas ginggiva manusia, sehingga Benzydamine HCl ini menghambat produksi prostaglandin secara tidak langsung. Selain sebagai anti inflamasi, Benzydamine HCl juga mempunyai efek analgesi, lokal anestesi yang tidak mengubah fungsi mukosa oral dan lebih lanjut Benzydamine HCl berperan sebagai proteksi mukosa untuk mengurangi morbiditas nyeri tenggorok karena kerusakan mukosa.18 Benzydamine HCl 0,15 % mengandung arti setiap 15 ml mengandung 22,5 mg Benzydamine Hidrochloride.19

(20)

Ketamin kumur 40 mg dan Benzydamine HCl 22,5 mg ( = 0,15 % ) untuk mengurangi nyeri tenggorok dan suara serak pasca intubasi.

Dari uraian diatas, tingginya insiden nyeri tenggorok dan suara serak pasca operasi terutama akibat intubasi endotrakeal. Ketersediaan alat bantu airway berupa pipa endotrakeal diruang operasi baik di Rumah Sakit Haji Adam Malik Medan, maupun di rumah sakit daerah dibandingkan alat bantu airway lainnya ( LMA ), kepraktisan dan keunggulan yang dimiliki oleh Ketamin dan Benzydamine HCl 22,5 mg, membuat peneliti ingin membandingkan pemberian obat kumur Ketamin dan Benzydamine HCl 22,5 mg sebelum intubasi endotrakeal untuk mengurangi nyeri tenggorok dan suara serak pasca operasi pada pasien.

1.2.Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang di atas peneliti merumuskan masalah penelitian sebagai berikut: apakah obat kumur Benzydamine Hydrochloride 22,5 mg lebih efektif dibanding obat kumur Ketamin 40 mg dalam mencegah nyeri tenggorok dan suara serak akibat intubasi endotrakeal ?

1.3.Hipotesa

Obat kumur Benzydamine Hydrochloride 22,5 mg lebih efektif dibanding obat kumur Ketamin 40 mg dalam mencegah nyeri tenggorok dan suara serak akibat intubasi endotrakeal

1.4. Tujuan Penelitian

1.4.1. Tujuan Umum

Untuk mendapatkan alternatif obat dalam mencegah nyeri tenggorok dan suara serak akibat intubasi endotrakeal

1.4.2. Tujuan Khusus

(21)

2. Untuk mengetahui insiden nyeri tenggorok dan suara serak setelah menggunakan obat kumur Benzydamine Hydrochloride22,5 mgakibat intubasi endotrakeal.

3. Untuk membandingkan insiden dan derajat nyeri tenggorok dan suara serak setelah menggunakan obat kumur Ketamin 40 mg dan obat kumur Benzydamine Hydrochloride 22,5 mgakibat intubasi endotrakeal.

1.5. Manfaat Penelitian

1.5.1. Bidang Akademis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan untuk menambah khasanah keilmuan dalam usaha mengurangi insiden nyeri tenggorok dan suara serak akibat intubasi endotrakeal.

1.5.2. Bidang Pelayanan Masyarakat

1. Hasil dari penelitian ini diharapkan meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan sehari–hari.

2. Menjadi alternatif obat untuk mengurangi nyeri tenggorok dan suara serak setelah intubasi endotrakeal.

1.5.3. Bidang Penelitian

1. Dalam bidang penelitian, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan data untuk penelitian selanjutnya dalam bidang penanganan nyeri tenggorok dan suara serak paska intubasi endotrakeal.

(22)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Sejarah Intubasi Trakea

Insuflasitrakea pada binatang pertama sekali dilakukan oleh Vesalius pada tahun 1555 dan Robert Hooke pada tahun 1667. Kite pada tahun1788 melakukan intubasi oral dan nasal untuk menolong korban tenggelam, Jhon Snow pada tahun 1858 melakukan intubasi melalui lubang trakeostomi pada binatang, sedangkan Trendelenberg pada tahun 1871 melakukan hal serupa pada manusia. W. Mac Ewen dari Glaslow pada tahun 1878 melakukan intubasi endotrakeal lewat mulut dengan mengunakan jari-jarinya pada pasien sadar, hal tersebut dilakukan untuk mencegah aspirasi pneumonia pada pembedahan di daerah rongga mulut dan hidung.21

Pada tahun 1893 Eisenmenger merupakan orang pertama yang menemukan pipa endotrakeal dengan kaf. Karl Maydl dan J.P.O. Dwyer pada tahun 1898 mengunakan pipa endotrakeal untuk pasien difteri yang mengalami gagal nafas.Franz Kuhn pada tahun 1901 menemukan pipa endotrakeal metal. Pada tahun 1907 Barthelemy menemukan pipa endotrakeal karet. Rowbotham dan Magill pada tahun 1921 menggunakan pipa endotrakeal karet tanpa kaf untuk operasi didaerah leher dan kepala.21

(23)

endotrakeal yang cukup ideal tetapi tata laksana yang baik harus selalu diperhatikan untuk menghindari terjadinya hal–hal yang tidak diinginkan.21

Pemakaian pipa endotrakeal memiliki beberapa keuntungan seperti terpeliharanya jalan nafas, kemungkinan nafas kontrol atau alat bantu. Pengurangan ruang rugi dan mencegah aspirasi pneumonia serta memudahkan pembersihan pada tenggorok dan mencegah mengedan akibat spasme laring. Penggunaan pipa endotrakeal yang non kinking sangat membantu ahli anestesiologi untuk mencegah pipa endotrakeal tertekuk pada pembedahan kepala, leher atau posisi telungkup.22

Kerugiannya terutama bersifat mekanik dan kesalahan teknik, juga karena iritasi atau reaksi alergik lokal alat yang digunakan seperti pipa endotrakeal, pelumas. Pipa endotrakeal menyebabkan saluran nafas menjadi lebih sempit, sehingga tahanan aliran udara nafas menjadi lebih besar. Hal tersebut berbahaya terutama untuk anak – anak. Oleh karena itu kita selalu berusaha agar pipa endotrakeal yang dipasang sebesar mungkin tetapi tidak sampai melukai laring.22

2.2. Pipa Endotrakea

(24)
(25)

terbuat dari bahan ini umumnya lebih lunak, tidak iritasi terhadap jaringan, kecenderungan untuk mudah tertekuk kecil, termoplastik sehingga mudah menyesuaikan dengan anatomi jalan nafas, permukaan rata dan licin. Pipa endotrakeal PVC dibuat untuk sekali pakai, namun untuk mengurangi biaya ada rumah sakit yang menggunakan lebih dari sekali. Karena PVC tidak tahan panas maka biasanya untuk sterilisasi digunakan etilen oksid, hal tersebut dapat mengakibatkan reaksi toksik. Oleh karena itu produsen selalu mencantumkan

pada pipa tersebut “ Dilarang dipakai ulang “, “Hanya sekali pakai”dan

sebagainya.21, 22

Sprangue membandingkan antara pipa endotrakeal Magill ( terbuat dari karet ) dengan Mallincrodt ( terbuat dari polivinilklorid ) volume besar tekanan rendah pada 100 pasien, hasilnya kekerapan nyeri tenggorok jenis Magill adalah 60 % danMallincrodt28% .21

Ukuran Pipa Endotrakeal

Ada beberapa cara untuk menentukan ukuran pipa Endotrakeal, dahulu sering dipakai ukuran skalaFrench, ukuran ini merupakan kelipatan tiga dari pada diameter eksterna dalam milimeter. Sekarang umumnya pabrik menggunakan ukuran diameter interna dalam milimeter. Meskipun demikian pada katalok atau pembungkus pipa masih sering dicantumkan ukuran skalaFrench.21, 22

Ukuran pipa Endotrakeal meliputi ukuran diameter dalam dan panjang pipa. Para peneliti menghubungkan penggunaan pipa dengan diameter dalam yang lebih besar akan memperbesar resiko penekanan pipa pada laring dan trakea.23Sementara bila digunakan pipa endotrakeal dengan diameter yang lebih kecil, sistem kaf lebih cenderung dikembangkan berlebihan sehingga akan memperbesar resiko penekanan kaf pada trakea. Untuk mengurangi resiko akibat ukuran pipa endotrakeal ini para peneliti menganjurkan penggunaan nomor 7 –

(26)

dari 50 kg memakai pipa nomor 7 ID sedangkan berat badan lebih dari 50 kg memakai pipa nomor 7,5 ID.23Ada juga peneliti yang menganjurkan untuk menentukan ukuran pipa endotrakeal dengan menyesuaikannya terhadap diameter jari kelingking atau jari manis penderita.23

Panjang Pipa Endotrakeal

Penentuan panjang pipa endotrakeal merupakan masalah sulit, penggunaan pipa endotrakeal terlalu panjang akan meningkatkan ruang rugi dan kemungkinan pipa tertekuk, intubasi endobronkial atau ujung pipa menempel dikarina, sedangkan pipa yang terlalu pendek dapat mengakibatkan ekstubasi tidak sengaja atau tekanan kaf pada struktur laring.21, 22,23

Sistem Kaf

Sistem ini meliputi katup pengembang ( inflating valve ), ronga pengembang ( inflating lumen ) yang berada pada dinding pipa pengembang sebelah luar (external inflating tube ), pilot balon dan kaf. Tujuan dari sistem kaf yaitu menyumbat rongga antara pipa tendorakea dengan dinding mukosa trakea untuk mencegah atau mengurangi kebocoran gas, cairan maupun benda–benda asing kedalam atau keluar trakea. Rancangan dari pada kaf ada bermacam –

macam, tetapi pada dasarnya dibagi dalam 2 jenis, yaitu :

1. Kaftekanantinggi (high pressure cuff /small resting diameter cuff /low compliance high pressure cuff /low residual volume cuff/ low volume cuff /small cuff/conventional cuff ). Dengan kaf tekanan tinggi, maka tekanan kaf dan tekanan dinding trakea akan naik sesuai dengan udara yang dimasukkan kedalam kaf. Oleh karena itu dianjurkan memakai pipa endotrakeal sebesar mungkin agar udara yang dimasukkan kedalam kaf lebih sedikit dan tekanan kaf maupun tekanan dinding tidak terlalu tinggi. Diperlukan tekanan kaf yang tinggi untuk dapat menutup trakea, rata–rata 200 cmH2O. Sifat lain daripada kaf tekanan tinggi yaitu condong untuk

(27)

jangka lama akan menimbulkan kerusakan pada trakea. Sering kali kaf mengembang eksentris sehingga tekanan trakea lebih tinggi dibandingkan dengan kaf tekanan rendah yaitu pada pemakaian jangka pendek.21, 22,23 2. Kaf tekanan rendah( low pressure cuff / large resting diameter cuff /

large residual volume cuff / high volume cuff / large cuff / floppy cuff ). Penggunaannya tidak terbatas untuk intubasi lama tetapi juga utuk intubasi jangka pendek. Jenis ini biasanya disebut dengan tekanan rendah baku ( standart low pressure ). Keuntungan dari kaf tersebut yaitu tekanan kaf kira – kira sama dengan tekanan pada dinding trakea sehingga dengan pemantauan tekanan kaf maka tekanan dinding trakea dapat diatur sesuai dengan tekanan kaf. Beberapa masalah dari penggunaan pipa kaf jenis ini yaitu kekerapan nyeri tenggorok lebih tinggi, kecuali dipakai kaf dengan rancangan tertentu. Aspirasi lebih sering terjadi karena kaf tidak mengembang sempurna, untuk mencegah aspirasi maka tekanan kaf harus lebih besar dari pada tekanan untuk sekedar menutup trakea terutama pada ventilasi dengan tekanan positif. Atas dasar tersebut dianjurkan pemakaian pipa endotrakeal tekanan kaf rendah dengan ukuran tidak terlalu besar, karena kaf tidak akan mengembang sempurna. Tekanan dalam kaf harus diukur kira–kira 20–30 cmH2O.21, 22Tekanan kaf kurang dari 30cmH2O

pada dinding trakea adalah lebih rendah dari pada tekanan perfusi kapiler. Hal ini dapat mengurangi terjadinya nyeri tenggorok, suara serak, ulkus, stenosis, trakeomalasia, fistel trakeoesofagus, akibat gangguan mikrosirkulasi mukosa trakea,27 tujuannya untuk mencegah kerusakan mukosa.21, 22

(28)

tekanan tinggi, volume kecil.24Jensen dkk menyatakan bahwa kaf yang terlalu besar akan mengakibatkan trauma pada laring waktu intubasi maupun saat ekstubasi.25

Mekanisme Difusi N2O

Difusi adalah perpindahan zat yang melewati membran dari konsentrasi tinggi ke konsentrasi rendah. Difusi suatu gas melewati membran ke suatu cairan dipengaruhi oleh kelarutan gas tersebut kedalam cairan.23Koefisien partisi N2O

adalah 0.46, kurang lebih 34 x lebih besar dari koefisien partisi dari nitrogen (0,014), ini artinya N2O akan berdifusi 34 x lebih cepat kerongga yang ada udara

dibandingkan nitrogen meninggalkan rongga tersebut.23 Besarnya volume difusi N2O tergantung dari tekanan partial N2O aliran darah kerongga yang berisi udara,

dan lamanya pemberian N2O.23

Difusi N2O kedalam kaf pipa endotrakeal mengakibatkan peningkatan tekanan intra kaf. Tekanan intra kaf yang berlebihan akan mengganggu perfusi mukosa dan menyebabkan kerusakan trakea sehingga menimbulkan nyeri tenggorok. Penelitian pada binatang menunjukkan bahwa mukosa trakea akan mengalami iskemik pada tekanan intrakaf endotrakeal lebih dari 30 cmH2O.

Dianjurkan tekanan intrakaf harus dimonitor 20–30cmH2O. Pada tekanan kurang

dari 30 cmH2O ini tidak terjadi gangguan aliran darah kapiler sehingga tidak

merusak mukosa jalan nafas.2

2.4. Persiapan Untuk Intubasi Endotrakeal

(29)

kemungkinan terlepas, jika mandren digunakan ini harus dimasukan ke dalam ETT dan ini ditekuk menyerupai stik hoki. Bentuk ini untuk intubasi dengan posisi laring ke anterior.Bladeharus terkunci di atas gagang laringoskop dan bola lampu dicoba berfungsi atau tidak, dan mandren harus disediakan. Suction diperlukan untuk membersihkan jalan nafas pada kasus dimana sekresi jalan nafas tidak diinginkan, darah, atau muntah.26

Keberhasilan intubasi tergantung dari posisi pasien yang benar. Kepala pasien harus sejajar atau lebih tinggi dengan pinggang dokter anestesi untuk mencegah ketegangan bagian belakang yang tidak perlu selama laringoskopi. Rigid laringoskop memindahkan jaringan lunak faring untuk membentuk garis langsung untuk melihat dari mulut ke glotis yang terbuka. Elevasi kepala sedang (sekitar 5-10 cm diatas meja operasi) dan ekstensi dari atlantoocipito join menempatkan pasien pada posisi sniffing yang diinginkan. Bagian bawah dari tulang leher adalah fleksi dengan menepatkan kepala diatas bantal.26

Persiapan untuk induksi dan intubasi juga meliputi preoksigenasi rutin. Preoksigenasi dengan beberapa kali nafas dalam dengan 100% oksigen memberikan ekstra margin of safety pada pasien yang tidak mudah diventilasi setelah induksi. Preoksigenasi dapat dihilangkan pada pasien yang mau di face mask, yang bebas dari penyakit paru, dan yang tidak memiliki jalan nafas yang

sulit.26

2.5. Intubasi Endotrakeal

(30)

atas tapi diluar laring. Langingoskop ditarik dengan hati- hati untuk menghindari kerusakan gigi. Balon dikembungkan dengan sedikit udara yang dibutuhkan untuk tidak adanya kebocoran selama ventilasi tekanan positif, untuk meminimalkan tekanan yang ditransmisikan pada mukosa trakea. Merasakan pilot balon bukan metode yang dapat dipercaya untuk menentukan tekanan balon yang adekuat.26

Setelah intubasi, dada dan epigastrium dengan segera diauskultasi untuk memastikan ETT ada di intratracheal. Jika ada keragu-raguan tentang apakah pipa dalam esophagus atau trakhea, cabut lagi ETT dan ventilasi pasien dengan face mask. Sebaliknya, pipa diplester atau diikat untuk mengamankan posisi. Lokasi

pipa yang tepat dapat dikonfirmasi dengan palpasi balon pada sternal notch sambil menekan pilot balon dengan tangan lainnya. Balon jangan ada diatas level kartilago cricoid, karena lokasi intralaringeal yang lama dapat menyebabkan suara serak pada post operasi dan meningkatkan resiko ekstubasi yang tidak disengaja.26

2.6. Persyarafan dan vaskularisasai laring

Laring adalahsuatu rangka kartilago yang diikat oleh ligamen dan otot. Laring disusun oleh 9 kartilago: tiroid, krikoid, epiglotis, dan (sepasang) aritenoid, kornikulata dan kuneiforme. Saraf sensoris dari saluran nafas atas berasal dari saraf kranial. Membran mukosa dari hidung bagian anterior dipersarafi oleh bagian ophthalmic saraf trigeminal (saraf ethmoidalis anterior) dan di bagian posterior oleh bagian maxila (sarafsphenopalatina). Saraf palatinus mendapat serabut saraf sensori dari saraf trigeminus untuk mempersarafi permukaan superior dan inferior dari palatum molle dan palatum durum. Saraf lingual (cabang dari saraf bagian mandibula saraf trigeminal) dan saraf glosofaringeal (saraf kranial yang ke 9) untuk sensasi umum pada dua pertiga bagian anterior dan sepertiga bagian posterior lidah.27

(31)

jalan nafas dibawah epiglotis. Laring dipersarafi oleh cabang N. Vagus yaitu Nn. Laringeus Superior dan Nn. Laringeus Inferior ( Nn. Laringeus Rekuren ) kiri dan kanan.27

1. N. Laringeus Superior.28

Meninggalkan N. vagus tepat di bawah ganglion nodosum, melengkung ke depan dan medial di bawah arteri karotis interna dan eksterna yang kemudian akan bercabang dua, yaitu :

• Cabang Interna ; bersifat sensoris, mempersarafi vallecula, epiglotis, sinus pyriformis dan mukosa bagian dalam laring di atas pita suara sejati.

• Cabang Eksterna ; bersifat motoris, mempersarafi m. Krikotiroid dan m. Konstriktor inferior.

2. N. Laringeus Inferior (N. Laringeus Rekuren).27

Berjalan dalam lekukan diantara trakea dan esofagus, mencapai laring tepat di belakang artikulasio krikotiroidea. N. laringeus yang kiri mempunyai perjalanan yang panjang dan dekat dengan Aorta sehingga mudah terganggu. Merupakan cabang N. vagus setinggi bagian proksimal arteri subklavia dan berjalan membelok ke atas sepanjang lekukan Antara trakea dan esofagus, selanjutnya akan mencapai laring tepat di belakang artikulasio krikotiroidea dan memberikan persarafan :

• Sensoris, mempersarafi daerah sub glotis dan bagian atas trakea • Motoris, mempersarafi semua otot laring kecuali m. Krikotiroidea Cabang vagus yang lainnya yaitu saraf laringeal rekuren, mempersarafi laring dibawah pita suara dan trakhea. Nervus laringeal rekurens mempersarafi motorik dari semua otot-otot intrinsik dari laring kecuali otot Cricothyroid.

(32)

Gambar 2. Persyarafan laring

Hyoid cartilage

Thyroid cartilage

Sup Thyroid arthery

Sup Thyroid vein

Inf Thyroid arthery

Internal Jugular vein

Common Carotid arthery Cricothyroid membrane

Inf Thyroid vein

(33)

1. Arteri Laringeus Superior Berjalan bersama ramus interna N. Laringeus Superior menembus membrana tirohioid menuju ke bawah diantara dinding lateral dan dasar sinus pyriformis.28

2. Arteri Laringeus Inferior Berjalan bersama N. Laringeus Inferior masuk ke dalam laring melalui area Killian Jamieson yaitu celah yang berada di bawah m. Konstriktor Faringeus Inferior, di dalam laring beranastomose dengan A. Laringeus Superior dan memperdarahi otot-otot dan mukosa laring.28

2.7. Nyeri Tenggorok danSuara Serak

Gejala tenggorok berupa nyeri tenggorok dan suara serak yang disebut jugaSore throat atau lebih dikenal dengan post operative sore throat( POST ) merupakan keluhan yang jarang diungkapkan oleh pasien, akan tetapi komplikasi ini sering dijumpai pasca operasi. Walaupun komplikasi ini bersifat minor dan biasanya pulih dalam waktu 72 jam.3 Namun, komplikasi ini bisa menyebabkan ketidak puasan dan ketidak nyamanan pasien pasca operasi serta mempengaruhi aktifitas pasien setelah pulang dari rumah sakit.

Istilah sore throat adalah salah satu bentuk dari suatu sindroma yang mana Conway dan Miler tahun 1960 menggunakan sore throat untuk suatu sindrom yang terdiri dari hilangnya suara, suara serak dan stridor akibat efek samping intubasi.13,22 Loeser, Ohr dkk mengatakan sindroma sore throat pasca intubasi terdiri dari radang leher dan suara serak yang biasanya berakhir hanya beberapa hari pasca bedah dan ini sebagai efek pasca bedah yang paling ringan oleh karena dapat sembuh dengan sendirinya.13,22 Boies, Hilger dan Priest mengatakan sore throat adalah tenggorokan yang nyeri karena lamanya anestesi menyebabkan mukosa didaerah faring menjadi kering.13,22

(34)

menghubungkan sore throat ini dengan adanya cidera faring dengan gejala rasa tidak enak sewaktu menelan dan trauma laring dengan gejala suara serak (hoarseness) ataudisfonia.22

2.8. Penilaian Nyeri Tenggorok dan Suara Serak

Nyeri merupakan suatu pengalaman dan tidak hanya sekedar hasil dari suatu indra saja. The International Assosiation for the Study of Pain ( IASP ) mendefinisikan Nyeri dapat didefenisikan sebagai pengalaman sensori dan emosional yang tidak menyenangkan yang diakibatkan oleh adanya kerusakan jaringan yang aktual maupun potensialnya. Hal ini menggambarkan hubungan obyektif antara proses fisiologi nyeri dengan faktor subyektif yaitu emosi dan psikologi yang bersifat individual.30, 31 Secara individual rasa nyeri ini sulit di nilai secara obyektif, walaupun dokter telah melakukan observasi atau menggunakan alat monitor. Standar baku untuk mengetahui seseorang berada dalam kondisi nyeri atau tidak adalah dengan menanyakannya secara langsung.32

Penilaian nyeri tenggorok dapat dilakukan dengan anamnesis secara langsung maupun tidak langsung, atau dari keluhan spontan penderita post-operative. Penilaian dapat dilakukan denganVisual Analogue Score (VAS). Skala yang pertama sekali dikemukakan oleh Keele pada tahun 1948 yang merupakan skala dengan garis lurus 10 cm, dimana awal garis (0) penanda tidak ada nyeri dan akhir garis (10) menandakan nyeri hebat. Pasien diminta untuk membuat tanda digaris tersebut untuk mengekspresikan nyeri yang dirasakan.15, 32

Dalam kajian pustakanya Coll dkk merekomendasikan VAS sebagai alat ukur nyeri pascaoperasi, bahkan untuk operasi rawat sehari (day surgery). Rekomendasi ini dikeluarkan mengingat alat ini telah digunakan secara luas, kualitasnya secara metodologis baik dan penggunaannya mudah, hanya menggunakan beberapa kata, sehingga kosakata tidak menjadi persoalan.15,32,33

(35)
(36)

2.9. Etiologi Nyeri Tenggorok dan Suara Serak

Secara garis besar terdapat beberapa penyebab timbulnya nyeri tenggorok dan suara serak, yaitu35:

1. Trauma pada mukosa

Tindakan laringoskopi, pemasangan pipa nasogastrikatausuctioning yang bersifat traumatik yang bisa melukai mukosa faring-laring.

2. Iskemik pada mukosa

Tekanan intrakaf dan desain kaf mengurangi perfusi kapiler mukosa trakea sehingga menyebabkan iskemia pada mukosa trakea

3. Mukosa dehidrasi

Pemakaian obat – obat golongan antikolinergik yang dapat mengurangi sekresi kelenjar sehingga mukosa tenggorok menjadi lebih kering. Demikian pula pemakaian gas – gas anestesi perlu diperhatikan kelembabannya, karena gas yang kurang kelembabannya dapat mengakibatkan keringnya mukosa

4. Inflamasi

Segala penyebab diatas dapat mengakibatkan inflamasi yang akhirnya dapat menimbulkan nyeri tenggorok dan suara serak

2.10. Faktor Resiko Nyeri Tenggorok dan Suara Serak

Faktor yang mempengaruhi terjadinya nyeri tenggorok dan suara serak adalah : 1. Faktor dari pasien :

a. Jenis kelamin

Dari beberapa penelitian didapatkan insiden pada wanita lebih besar dari pada laki laki. Hal ini disebabkan wanita memiliki mukosa yang lebih tipis sehingga lebih mudah mengalami edem. Selain itu juga kemungkinan wanita lebih sering diintubasi dengan pipa endotrakeal yang sedikit lebih besar.15,35

b. Umur

(37)

diabetes mellitus atau penyakit vaskuler. Insiden nyeri tenggorok lebih sering ditemukan pada usia yang lebih tua (>60 tahun) daripada usia di bawahnya (18-60 tahun).15,35

c. Pasien dengan penyakit kronis yang berat

Pada hal ini terjadi penurunan perfusi jaringan, sehingga intubasi pada pasien ini mudah sekali mengalami trauma jaringan, mudah terjadi nekrosis dan ulserasi jaringan.15,35

d. Kebiasaan merokok

Merokok meningkatkan resiko terjadinya komplikasi jalan nafas pada pasien akibat operasi. Untuk pasien perokok berat perlu persiapan pra anestesi yang baik area komplikasi pada jalan nafas atas, dimana diketahui angka kekerapannya enam kali dibandingkan dengan yang tidak merokok.15,20,35

e. Pasien dengan perkiraan kesulitan intubasi.

Penatalaksaan jalan nafas menjadi lebih sulit sehingga lebih mudah terjadi ciderajalan nafas yang menyebabkan nyeri teggorok pasca operasi.2

2. Faktor anestesi

a. Besar ukuran peralatanairway

Penggunaan ETT yang lebih kecil secara terus menerus telah dibuktikan dapat menurunkan insiden nyeri tenggorok dan suara serak tanpa ada masalah pada ventilasi pada pasien. Penelitian mencatat pengunaan ETT 6,5 mm untuk wanita dan 7,0 mm ETT untuk laki –

(38)

sebagai alternatif yang lebih baik untuk wanita. Kenyataannya, beberapa penelitian sepertinya mendukung ukuran ETT mm untuk pasien wanita dan 7,5 mm untuk pria.2,35

b. Tinginya tekanan kaf

Banyak bukti yang mendukung bahwa tekanan kaf ETT yang terbatas akan menurunkan insiden nyeri tenggorok dan suara serak. Bahkan kaf dengan volume tinggi, tekanan rendah yang umumnya digunakan bila diberikan secara over inflasi dapat meningkatkan tekanan yang menyebabkan iskemia mukosa dan nyeri tenggorok. Beberapa penelitian menyarankan penggunaan manometri untuk monitor dan pemeliharaan tekanan intrakaf kurang dari 30 cmH2O, tetapi

manometer kemungkinan tidak tersedia di semua institusi. Hal ini penting untuk menentukan inisial poin kaf seal setelah intubasi trakea dan untuk mengukur secara terus menerus dan menyesuaikan tekanan kaf minimum yang dibutuhkan untuksealyang adekuat.35

c. Pengunaan anestesisprayatau pelumas

Pemakain lidokain spray sangat berhubungan dengan terjadinya nyeri tenggorok. Lidokain spray yang mengandung etanol dan menthol dan polyethilenglikol yang mengiritasi mukosa dan bisa menyebabkan nyeri tenggorok.2 Walaupun jeli anestesi lokal memiliki sifat lumbrikatif yang dapat mengurangi cidera trakea namun perannya dalam mencegah nyeri tenggorok pasca operasi tidak konsisten bahkan tidak ada karena anestesi lokal tidak memiliki kemampuan sebagai anti inflamasi intrinsik.2,21,35

d. Trauma

(39)

3. Faktor pembedahan

Christensen melaporkan insiden nyeri tenggorok lebih besar setelah operasi tiroid disebabkan oleh pergerakan yang lebih besar daripipa endotrakeal dalam trakea.2,15

2.11.Komplikasi Intubasi Endotrakea

Komplikasi tindakan intubasi endotrakea ini dapat terjadi pada waktu intubasi, selama pemeliharaan anestesi atau pasca anestesi. Dari penyelidikan patologi anatomi pada penderita yang meninggal sesudah pembedahan didapatkan hampir separuhnya menunjukkan berbagai tingkat perubahan morfologis yang disebabkan oleh intubasi. Secara makroskopis dan mikroskopis didapatkan pendarahan, peradangan, ulserasi, eksudasi dan pembentukan serta pemisahan pseudomembran. Tampaknya semua perubahan ini disebabkan oleh trauma. Oleh karena itu harus diingat pada setiap penderita dapat terjadi komplikasi ini walau dengan trauma ringan sekalipun. Komplikasi yang terjadi pasca intubasi endotrakea dapat berupa laringitis trakeitis, karena trauma oleh tekanan pipa endotrakeal yang berlebihan antara pipa terhadap laring yang kemudian berkembang menjadi laringitis.21,22

Baron dan Khalmogh, dua orang ahli THT dari San Fransisco (california) pada tahun 1951 mendapatkan berbagai kemerahan di kartilago aritenoid pada sebagian besar penderita yang diintubasi yang menderita berbagai tingkat perubahan suara mulaiafonialengkap sampai berbagai derajat suara serak. Edema laring atau edem subglotis dapat timbul ½ sampai 1 jam pasca intubasi akibat reaksi berlebihan pada mukosa laring yang diakibatkan oleh trauma sehingga dapat timbul penyempitan / edem lumen laring yang akhirnya menjadi obstruksi jalan nafas.21,22

(40)

aritenoid atau pada pita suara sesudah trauma. Ulkus ini dapat menjadi kronis akibat trauma yang berulang dan infeksisuper imposedyang berkembang menjadi granuloma jika tidak diberikan pengobatan yang adekuat pada stadium dini. Granuloma ini timbul dalam beberapa minggu sampai beberapa bulan. Gejala klinisgranulomaialah suara serak dandisfagia.22,22

Stenosis trakea merupakan komplikasi yang gawat dan disebabkan intubasi yang lama. Gejala dimulai dengan batuk kering selanjutnya semakin berat sampai timbul gejala obstruksi jalan nafas.21,22

2.12.Mekanisme Nyeri Tenggorok dan Suara Serak

Mekanisme terjadinya nyeri tenggorok dan suara serak pasca intubasi masih belum jelas. Nyeri tenggorok merupakan keluhan paling sering pasca intubasi dengan pipa endotrakeal. Lesi yang terjadi yaitu abrasi fokal, perdarahan, ulkus, granuloma, laserasi laring biasanya jarang terjadi. Penyulit paling berat yaitu pseudomembran laringotrakeitis, bila tidak mendapatkan pertolongan dan pengobatan yang cepat biasanya dapat menimbulkan kematian mendadak. Ini tidak hanya merupakan akibat trauma tetapi justru akibat adanya infeksi saluran nafas atas yang tidak terditeksi sebelum anestesi.36

Lesi paling ringan yaitu kerusakan epitel vokal dan vestibular folds, biasanya lebih sering terjadi pada perempuan dibandingkan laki – laki. Ini disebabkan karena epitel vestibular folds/ false cord pada perempuan lebih tipis kira–kira 85 um untukvokal foldsedangkan laki–laki 95 um. Untukvokal fold / true cord kira – kira 59 um dan 97 um dan subglotik sekitar 70 dan 80 um. Lesi laring paling sering terjadi di daerah posterior subglotis. Perdarahan dan reaksi radang dapat dideteksi 3 jam pasca ekstubasi.21,26Derajat trauma tergantung dari beberapa faktor yaitu ukuran, bentuk dan elastisitas pipa endotrakeal, lama intubasi, posisi kepala dan keahlian dari dokter spesialis anestesiologi yang melakukan intubasi. 21,26

(41)

Penyebabnya dapat karena trauma karena kesulitan intubasi, posisi kepala hiperekstensi atau mungkin karena tekanan kaf pipa endotrakeal. Saraf rekuren laring letaknya tidak terlindung kira–kira 0,5–1 cm dibawah pita suara sehingga bagian ini merupakan bagian rawan dan mudah tertekan oleh kaf pipa endotrakeal bila kaf pipa endotrakeal waktu intubasi letaknya pada daerah tersebut. Sebaiknya jarak kaf sekitar 1,5 cm dibawah pita suara sehingga tidak terjadi penekanan saraf rekuren laring. Paresis bilateral lebih jarang terjadi. Gejalanya yaitu timbul keluhan sesak nafas mendadak segera sesudah ekstubasi diikuti stridor dan takipnoe. Biasanya diperlukan tindakan intubasi ulang dan akan sembuh dalam

beberapa bulan.21,26

Penyebab suara serak pasca intubasi lainnya adalah perdarahan submukosa, ulkus karena lamanya kontak dengan kaf, subglotik edem, laringitis dan sebagainya. Pipa nasogastrik dapat juga menyebabkan suara serak, diduga terjadi gangguan pada cabangposteriorsarafrekurenlaring.21,26

2.12.1. Inflamasi

Inflamasi adalah sekumpulan perubahan yang terjadi dalam jaringan sebagai reaksi dari kerusakan jaringan. Pada awalnya semata – mata peristiwa lokal, dengan manifestasi nyeri, pembengkakan atau keduanya, dan menimbulkan rasa panas dan berdenyut pada bagian yang luka. Pada tempat inflamasi timbul kemerahan dan licin, meradang dan nyeri, bila disentuh sebagai hasil perubahan pembuluh darah lokal dan limfatik. Jaringan dapat kembali normal atau menjadi jaringan parut.34,37,38

(42)

Inflamasi umumnya dibagi dalam 3 fase : akut, respon imun, dan kronis.34,37,38

1. Inflamasi akut adalah respon awal dari luka jaringan yang diperantarai oleh pelepasan autokoid( histamin, serotonin, bradikinin, prostaglandin, leukotrien) yang biasanya melalui respon imun.

2. Respon imun terjadi bila sel yang memiliki kemampuan imunologik diaktifasi untuk menimbulkan respon terhadap organisme asing atau zat antigenik yang dilepaskan selama respon inflamasi akut atau kronis.

3. Inflamasi kronis melibatkan pelepasan sejumlah mediator yang tidak menonjol pada respon akut seperti interleukin 1,2,3, granulosit macrophaq-colony stimulating factor ( GM-CSF ), tumor nekrosis factor

alpha ( TNF alpha ), interferon, platelet derived growt factor ( PDGF).

Pengobatan penderita inflamasi meliputi 2 sasarn utama : (1) menghilangkan rasa sakit dan (2) perlambatan ( mengistirahatkan proses kerusakan jaringan). Pengurangan inflamasi dengan obat – obat anti inflamasi sering mengakibatkan perbaikan rasa sakit selama periode yang bermakna.

2.12.2. Prostaglandin

(43)

siklooksigenase disebabkan peningkatan dari norepinefrin serta hambatan terhadap sintesis vasodilator endotel (PGE2 dan PGI2).34,37

Respon mekanisme seluler untuk membentuk prostaglandin ada di semua organ dari tubuh. Prostaglandin dan tromboksan dibentuk oleh jalur siklooksigenase serta leukotrien dan asam hidroperoksieikosatetraenoat dihasilkan melalui jalur lipooksigenase. Reaksi siklooksigenase dihambat oleh obat – obat anti inflamasi non steroid, terdapat 2 siklooksigenase ( COX 1 dan COX 2).34,37Benzydamine HCl menghambat pembentukan prostaglandin E2.F2,

D2dan produk NMDA non prostaglandin.

2.13. PencegahanNyeri Tengorok dan Suara Serak

Pencegahan terhadap terjadinya nyeri tenggorok dan suara serak pasca operasi merupakan langkah yang sudah seharusnya dipertimbangkan sebelum kita melakukan intubasi. Hal ini penting karena akan menurunkan angka kekerapan nyeri tenggorok dan suara serak pasca intubasi sehingga pasien akan merasa lebih nyaman. Langkah yang harus dipertimbangkan adalah :

1. Pemakaian obat premedikasi golongan antikolinergik sebaiknya dihindari, karena obat – obat tersebut dapat mengakibatkan berkurangnya sekresi kelenjar sehingga mukosa tenggorok menjadi lebih kering. Demikian pula pemakaian gas anestesi perlu diperhatikan kelembabannya karena gas yang kurang lembab dapat mengakibatkan keringnya mukosa.21

2. Pemakaian pelumpuh otot seperti golongan suksametonium, walaupun sampai saat ini masih kontroversial perlu juga diperhatikan. Ada yang mengatakan bahwa nyeri tenggorok dapat terjadi pada penggunaan obat tersebut sedang peneliti lain mengatakan tidak ada perbedan angka kekerapan nyeri tenggorok pada pemakaian suksametoniumdan pankuronium.21

(44)

mukosa tenggorok. Christine menganjurkan untuk mengurangi kekerapan nyeri tenggorok dan suara serak sebaiknya tidak digunakanlumbrikan.21 4. Trauma yang terjadi saat intubasi, selama pipa endotrakeal terpasang

maupun waktu ekstubasi sebaiknya dihindarkan, karena faktor ini akan menambah kekerapan nyeri tenggorok maupu suara serak.Perlu diperhatikan pemakaian alat alat untuk intubasi. Dan sebagainya. Laringoskop yang terlalu besar dapat mengakibatkan traumadi daerah orofaring. Stilet yang tidak sesuai dengan panjang pipa endotrakeal sehingga ujung stilet terlalu menonjol keluar juga mengakibatkan trauma pada mukosa. Intubasi setelah relaksasi penuh, suctioning orofaringdengan hati–hati, meminimalkan tekanan intrakaf dan ekstubasi apabila kaf pipa endotrakeal telah benar – benar kempis Penggunaan orofaring / nasofaring, pipa nasogastrik tampon nasofaring dapat merangsang mukosa orofaring. Ukuran pipa endotrakeal, tekanan dan volume kaf juga harus diperhatikan karena memegang peranan penting terjadinya nyeri tenggorok dan suara serak.21

2.14.Obat Kumur

(45)

Karena mulut adalah tempat masuknya makanan dan juga merupakan bagian dari saluran pernafasan membran mukosa mulut diinervasi secara padat sehingga membran mukosa dapat memonitor semua materi yang masuk. Inervasi yang sangat memadai juga berfungsi untuk inisiasi dan juga memelihara berbagai macam aktivitas voluntari dan aktivitas reflek yang terlibat dalam mastikasi, salivasi, menelan, gagging, dan berbicara.39

Terdapat supai darah yang banyak pada oral mukosa yang didapat dari arteri yang berjalan paralel ke permukaan submukosa. Aliran darah pada mukosa mulut paling banyak pada ginggiva. Tidak seperti pada kulit, oral mukosa manusia kekurangan arteriovenous, tetapi memiliki anastomosis yang banyak dari arteriol dan kapiler. Hal ini menyebabkan penyembuhan jaringan di oral mukosa akan lebih cepat daripada di kulit.39

Proses penyembuhan adalah suatu proses perbaikan jaringan yang merupakan suatu proses yang kompleks dan dinamis. Penyembuhan jaringan terdiri dari rangkaian reaksi inflamasi dan perbaikan jaringan yang berlanjut dimana terjadi infiltrasi dan interaksi antara sel epitel, sel endotel, sel radang, trombosit dan sel fibroblastsecara perlahan untuk kembali berfungsi normal.40

Terdapat dua fase pada tahap inflamasi, Yang pertama adalah fase vaskular yang dimulai dengan vasokonstriksi pembuluh darah akibat dari normal vascular tone. Vasokonstriksi ini memperlambat aliran darah ke area injuri dan menyebabkan koagulasi darah. Dalam beberapa menit mediator radang seperti histamin dan prostaglandin E1 serta E2 bergabung dengan sel darah putih, menyebabkan vasodilatasi dan peningkatan permeabilitas vaskular, sehingga plasma keluar dan leukosit bermigrasi ke dalam jaringan intertisial.41

(46)

Ketamin

(47)

Benzydamine HCl merupakan nama dari 1-benzyl-3-(3-dimetihylaminoproposy)-H-indazole hdrochloride. Berbeda dengan NSAID lainnya, Benzydamine HCl bersifat basa.18,19

Benzydamine HCL pertama sekali di sintesa di Italia pada tahun 1966, yang merupakan obat dengan struktur yang berbeda sama sekali dengan obat lain.. Benzydamine HCl awalnya digunakan secara sistemik memiliki kemampuan anti inflamasi selektif terhadap proses lokal dari inflamasi. Selektifitas inilah yang menyebabkan Benzydamine HCl disebut sebagai obat anti inflamasi primer, yang berarti berkemampuan menghambat proses inflamasi tanpa mempengaruhi proses reaksi fisiologi dari jaringan dan tanpa menimbulkan efek samping seperti yang timbul pada penggunaan kortikosteroid dan aspirin. Saat ini Benzydamine HCl telah digunakan secara topikal dengan hasil yang memuaskan.18,19

Penelitian farmakologi menunjukkan bahwa Benzydamine HCl memiliki berbagai aktifitas meliputi analgesik, anti inflamasi, antipiretik, anestesi lokal dan aktifitas anti bakterial. Benzydamine HCl secara spesifik berpengaruh pada mekanisme lokal dari proses inflamasi. Aktifitasnya terutama terhadap nyeri, edema dan granuloma yang terjadi pada mekanisme lokal dari proses inflamasi. Berbeda dengan obat sejenis, Benzydamine HCl tidak bersifat ulserogenik dan timolisis. Pada pemberian sistemik maupun topikal, Benzydamine HCl akan

berada dalam konsentrasi yang tinggi di jaringan yang mengalami inflamasi sedangkan pada jaringan normal konsentrasinya sangat rendah, dengan demikian pemberian topikal akan meningkatkan efektifitasnya.18

Mekanisme Kerja Benzydamine HCl

Pengaruh pada sintesa prostaglandin.

Salah satu kemampuan obat anti inflamasi adalah menghambat sitesa prostaglandin. Benzydamine HCl diteliti bersama dengan obat lain yaitu meclofenamic acid, indometasin, naproksen, ibuprofen, fenilbutason, asam asetil salisilat dan aminopirin. Keempat obat pertama menghambat pembentukan prostaglandin E2.F2, D2dan produk NMDA non prostaglandin. Benzydamine HCl

(48)

benzydamine HCl untuk PGE 3 kali lebih tinggi dari 3 produk lain bahkan biosintesa PGE 2 akan meningkat menjadi 150 % pada pemberian dosis untuk IC 50 pada 3 produk lainnya. Hal inilah yang dapat menjelaskan kenapa Benzydamine HCl tidak memiliki efekulserogenik.18,19

Dalam menghambat sintesa PGF2, Benzydamine HCl sebanding dengan fenilbutason,2 kali lebih kuat dari naproksen dan 2 kali lemah dari ibuprofen. Pada dosis yang lebih tinggi dari dosis terapi, Benzydamine HCl lebih selektif efektifitas penghambatannya pada tromboksan dari pada endoperoksida yaitu IC 50 masing–masing 100 dan 250 ug / ml.18

Pengaruh pada dekarboksilase asam amino

NSAID menghambat satu atau lebih dekarboksilase asam amino yaitu dekarboksilase ornitin, lisin, histidin, arginin,dantirosin.18

Pengaruh pada reaktifitas grup S-H

Benzydamine HCl tidak aktif pada grup sulphydryl dari protein serum.18

Pengaruh pada tombosit dan agresgasi trombosit

Pada konsentrasi 1,1-4dan 5.10-6Benzydamine HCl menghambat 50–60 % agregasi trombosit yang dipicu oleh ADP, trombin dan kompleks imun, juga agregasi yang dipicu oleh asam arakhidonat. Pada dosis 2 – 5 x 10 -4 Benzydamine HCl menghambat agregasi trombosit yang dipicu oleh fibrinogen, dekstran dan gelatin.18

Stabilisasi membran eritrosit dan lisosom

Benzydamine HCl memiliki afinitas yang nyata pada membran eritrosit dan membran lisosom, hepar. Hal ini menyebabkan stabilisasi membran tersebut.

(49)

Stabilisasi membran sel dan menghambat beberapa sel radang.

Benzydamine HCl menghambat pengeluaran enzim granul dari netrofil yang merupakan cara kerja utamanya dalam aktifitas anti inflamasi dan kunci selektifitasnya terhadap jaringan yang mengalami inflamasi. Pada konsentrasi 1–

10 ug / ml, Benzydamine HCl akan menghambat pengeluaran granul enzim dari netrofil, menghambat agregasi trombosit, stabilisasi membran sel. Pada konsentrasi yang lebih tinggi ( 35 – 100 ug/ml ) Benzydamine HCl akan menghambat produksi superokside dan sintesa tromboksan. Konsentrasi ini dapat dicapai dengan pemberian topikal dalam bentuk krim.18

Farmakokinetik / Farmakodinamik Benzydamine HCl

Absorbsi

Benzydamine HCl diabsorbsi dengan baik di kulit dan mukosa, hal ini menguntungkan karena disamping pengaruh sistemik yang tidak diharapkan menjadi kecil, juga efek pengobatan di jaringan lokal menjadi lebih baik.18

Distribusi jaringan

Dalam hal disribusi obat, hal terpenting dari Benzydamine HCl adalah kecenderungannya untuk terkonsentrasi pada jaringan yang mengalami inflamasi. Pada penelitian yang membandingkan pemberian Benzydamine HCl dengan topikal didapat bukti bahwa konsentrasi obat di jaringan yang mengalami inflamasi lebih tinggi setelah pemberian topikal dan tidak terdapat Benzydamine HCl pada jaringan yang normal. Waktu paruh Benzydamine HCl pada pemberian oral, intra vena maupun kumur adalah 9.4 + 2.9 jam. Konsentrasi plasma tertinggi pada pemberian Benzydamine HCl 100 mg adalah 37 ng/ml yang terjadi 3 jam setelah pemberian.18

Metabolisme

(50)

Ekskresi

Pada pemberian oral ( sistemik ), Benzydamine HCl akan dieksresi oleh ginjal, sedangkan pada pemberian topikal tidak didapatkan kadar Benzydamine HCl di urin. Benzydamine HCl akan terditeksi di urin bila diberikan 5 g / kg Benzydamine HCl krim 3 % setelah 24 jam. Pada manusia setelah pemberian Benzydamine HCl topikal kadar Benzydamine HCl dalam urin sangan kecil.18

Toksikologi

Berdasarkan data penelitian pada binatang, pemberian Benzydamine HCl topikal tidak memberikan resiko intoleransi yang tinggi, namun demikian kontak dengan mata harus dihindari.18

Sediaan Benzydamine HCl

Ada beberapa bentuk sediaan Benzydamine HCl yaitu topikal gel, spray, vaginal douch, tablet hisap dan obat kumur. Di Indonesia ada tiga bentuk sediaan

(51)
(52)

mengandung pengawet benzetonium klorida. Molekul ketamin mengandung atom karbon asimetrik sehingga mengakibatkan adanya 2 isomer optikal yaitu S(+) dan R(-) isomer dalam jumlah yang seimbang dan saling berhubungan dengan rangsangan yang spesifik. Isometri yang S(+) menghasilkan analgesia yang 2– 3 kali lebih poten, kesadaran lebih cepat, dan lebih rendahnya insiden reaksi terbangun dibandingkan isomer R(-). Kedua isometri ketamin mampu menghalangi pengambilan kembali katekolamin ke saraf simpatik postganglion.2,15,38

Gambar 8. Isomer Ketamin

Farmakokinetik

(53)

oleh hepar yang tinggi 1 L/menit dan volume distribusi yang besar 3 L/kgBB yang menyebabkan waktu paruh yang singkat 2 – 3 jam, sehingga perubahan aliran darah hepar dapat mempengaruhi kecepatan bersihan ketamin. Produk hidroksinorketamin terkonjugasi dengan derivat glukoroid menjadi senyawa yang tidak aktif dan larut dalam air selanjutnya diekskresikan melalui ginjal.2,15,38

Mekanisme Kerja

Ketamin berinteraksi dengan reseptorN-methyl-D-aspartate ( NMDA ), menghambat aktivasi reseptor NMDA oleh glutamat sehingga terjadi penurunan pengeluaran glutamat di presinaptik. Ketamin berpotensiasi dengan efekdari neurotransmitter inhibisiGABA.2,15,38

Ketamin juga dilaporkan dapat berinteraksi dengan reseptor opioid yakni antagonis pada reseptor mu, delta dan agonis pada reseptor kappa. Toleransi silang antara ketamin dan opioids suatu reseptor umum untuk induksi analgesia ketamin. Efek antinosiseptif mungkin juga akibat penghambatan jalur monoaminergik. Fakta bahwa ketamin menghasilkan gejala antikolinergik (delirium, bronkodilatasi, reaksi simpatomimetik) menunjukan bahwa ketamin menyebabkan efek antagonis pada reseptor muskarinik. Ketamin pada konsentrasi subanestetik merupakan analgetik poten. Efek anestesia ketamin secara parsial dapat dihilangkan oleh obat-obat antikolinesterase.2,15,38

Efek Ketamin pada Berbagai Organ

Efek pada sistem saraf pusat

(54)

meningkatkan kecepatan tercapainya konsentrasi dalam otak yang tinggi. Ketamin meningkatkankonsumsi oksigen serebral (CMRO2), aliran darah otak dan tekanan

intrakranial. Namun pada penelitian-penelitian terbaru dilaporkan adanya efek neuroprotektif dari ketamin.2,15,38

Efek pada sistem kardiovaskular

Efek ketamin pada sistem kardiovaskular yaitu ketamin memperlihatkan stimulasi kardiovaskular akibat sekunder dan perangsangan langsung dari sistem saraf simpatis, pelepasan katekolamin dan hambatan pengambilan kembali norepinefrin. Induksi anestesia dengan ketamin memperlihatkan peningkatan tekanan darah, denyut jantung dan curah jantung. Perubahan variabel hemodinamik ini menyebabkan kerja jantung dan konsumsi oksigen jantung meningkat. Pemberian obat golongan benzodiazepin sebagai premedikasi dapat mengurangi efek ketamin pada sistem kardiovaskular.2,15,38

Efek pada sistem pernafasan

Efek ketamin pada sistem respirasi yaitu ketamin mempunyai efek yang minimal terhadap pusat pernapasan. Ketamin adalah bronkodilator poten, menjadikannya sebagai agen induksi yang baik untuk pasien asma bronkial. Ketamin untuk induksi dan pemeliharaan anestesia yaitu pasien dengan resiko tinggi dengan gangguan respirasi (gangguan jalan napas bronkospastik) dan kardiovaskular (gangguan hemodinamik baik akibat hipovolemia atau kardiomiopati, bukan penyakit arteri koroner), merupakan sebagian besar

kandidat untuk induksi cepat ketamin.2,15,38

Ketamin Kumur Untuk Mengurangi Nyeri Tenggorok dan Suara Serak.

Gambar

Gambar 2. Persyarafan laring
Gambar 8. Isomer Ketamin
Gambar 9 : Skema Kerangka Teori
Gambar 10 : Skema Kerangka konsep
+5

Referensi

Dokumen terkait