• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perbandingan Pretreatment Lidokain 40 mg Intravena Ditambah Natrium Bikarbonat 1 mEq Dengan Ketamin 100 μg/kgBB Intravena Dalam Mengurangi Nyeri Induksi Propofol

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Perbandingan Pretreatment Lidokain 40 mg Intravena Ditambah Natrium Bikarbonat 1 mEq Dengan Ketamin 100 μg/kgBB Intravena Dalam Mengurangi Nyeri Induksi Propofol"

Copied!
89
0
0

Teks penuh

(1)

PERBANDINGAN PRETREATMENT LIDOKAIN 40 mg INTRAVENA

DITAMBAH NATRIUM BIKARBONAT 1 mEq DENGAN

KETAMIN 100 µg/kgBB INTRAVENA

DALAM MENGURANGI NYERI INDUKSI PROPOFOL

TESIS

FADLI ARMI LUBIS 097114010

(2)

PERBANDINGAN PRETREATMENT LIDOKAIN 40 mg INTRAVENA

DITAMBAH NATRIUM BIKARBONAT 1 mEq DENGAN

KETAMIN 100 µg/kgBB INTRAVENA

DALAM MENGURANGI NYERI INDUKSI PROPOFOL

TESIS

Oleh : Fadli Armi Lubis

Nim : 097114010

Pembimbing I : Dr. dr. Nazarudin Umar, Sp.An, KNA Pembimbing II : dr. Syamsul Bahri Siregar, Sp.An

Untuk memperoleh gelar Magister Kedokteran Klinik di bidang Anestesiologi dan Terapi Intensif / M.Ked (An) pada

Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

PROGRAM MAGISTER KLINIK–SPESIALIS

DEPARTEMEN/SMF ANESTESIOLOGI DAN TERAPI INTENSIF

FAKULTAS KEDOKTERAN USU/RSUP. H. ADAM MALIK

(3)

Telah diuji pada

Tanggal : 16 Januari 2015 Penguji Tesis :

Ketua Departemen / SMF Anestesiologi dan Terapi Intensif FK USU – RSUP. H. Adam Malik Medan

Prof. dr. Achsanuddin Hanafie, Sp.An, KIC, KAO

Ketua Program Studi Anestesiologi dan Terapi Intensif FK USU – RSUP. H. Adam Malik Medan

dr. Hasanul Arifin, Sp.An, KAP, KIC Penguji I

dr. Chairul M. Mursin, Sp.An, KAO

Penguji III

dr. Hasanul Arifin, Sp.An, KAP, KIC NIP. 19510423 197902 1 003

Penguji II

(4)

LEMBAR PENGESAHAN

Judul : PERBANDINGAN PRETREATMENT LIDOKAIN 40 mg

INTRAVENA DITAMBAH NATRIUM BIKARBONAT 1 mEq DENGAN KETAMIN 100 µg/KgBB INTRAVENA DALAM MENGURANGI NYERI INDUKSI PROPOFOL

Nama : Fadli Armi Lubis

NIM : 097114010

Program : Magister Kedokteran Klinik

Konsentrasi : Anestesiologi dan Terapi Intensif Menyetujui:

Komisi Pembimbing

Pembimbing I

Dr. dr. Nazaruddin Umar, SpAn, KNA NIP : 19510712 198103 1 002

Pembimbing II

dr. Syamsul Bahri Siregar, SpAn NIP : 19500614 198206 1 001

Sekretaris Program Studi

Program Magister Kedokteran Klinik FK USU

dr. Murniati Manik, M.Sc, Sp.KK, Sp.GK

Dekan

Fakultas Kedokteran USU

(5)

KATA PENGANTAR

Bismillaahirrahmaanirrahiim,

Alhamdulillahirabbil’aalamin saya sampaikan rasa syukur kehadirat Allah SWT

atas rahmat dan karunia-Nya saya dapat menyelesaikan penelitian ini sebagai

syarat untuk memperoleh gelar spesialis dalam bidang Anestesiologi dan Terapi

Intensif Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara/ RSUP H. Adam Malik

Medan.

Saya menyadari bahwa tulisan ini jauh dari sempurna baik isi maupun

bahasanya, namun demikian saya berharap bahwa tulisan ini dapat menambah

perbendaharaan bacaan tentang Perbandingan Pretreatment Lidokain 40 mg Intravena ditambah Natrium Bikarbonat 1 mEq dengan Ketamin 100 µg/KgBB

dalam Mengurangi Nyeri Induksi Propofol.

Pada kesempatan yang berbahagia ini, perkenankan saya menyampaikan

penghargaan dan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Bapak Rektor

Universitas Sumatera Utara, yang telah memberi kesempatan kepada saya untuk

mengikuti Program Pendidikan Dokter Spesialis I di Departemen Anestesiologi

dan Terapi Intensif Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Medan.

Bapak Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara yang telah

memberikan kesempatan kepada saya untuk mengikuti Program Pendidikan

Spesialis di Fakultas Kedokteran ini.

Direktur RSUP. Haji Adam Malik, Direktur RSUD dr. Pirngadi, Direktur

RSU Haji Mina, dan Direktur RSU Rumkit DAM I BB Medan, yang telah

mengizinkan dan memberikan kesempatan kepada saya untuk belajar, bekerja dan

melakukan penelitian di lingkungan rumah sakit ini.

Yang terhormat Prof. dr. Achsanuddin Hanafie, Sp.An. KIC. KAO sebagai

Kepala Departemen Anestesiologi dan Terapi Intensif FK-USU/RSUP H. Adam

(6)

Anestesiologi dan Terapi Intensif yang telah banyak memberi petunjuk,

pengarahan serta nasehat dan keikhlasan telah mendidik selama saya menjalani

program ini sebagai guru bahkan orangtua, selama saya mengikuti pendidikan di

Departemen Anestesiologi dan Terapi Intensif FK-USU/RSUP H. Adam Malik

Medan.

Dengan penuh rasa hormat, saya mengucapkan terima kasih dan

penghargaan yang setinggi-tingginya kepada Dr. dr. Nazaruddin Umar,

Sp.An.KNA dan dr. Syamsul B. S, Sp.An, sebagai pembimbing tesis saya, dimana

telah banyak memberikan petunjuk, perhatian serta bimbingan sehingga saya

dapat menyelesaikan tesis ini tepat pada waktunya.

Dengan penuh rasa hormat, saya mengucapkan terima kasih dan

penghargaan yang setinggi-tingginya kepada guru-guru saya di jajaran

Departemen Anestesiologi dan Terapi Intensif FK-USU/RSUP H. Adam Malik

Medan, saya mengucapkan rasa terima kasih yang tidak terhingga, dr. A. Sani P.

Nasution, Sp.An. KIC ; dr. Chairul M. Mursin, Sp.An. KAO ; Prof. dr.

Achsanuddin Hanafie, Sp.An. KIC. KAO ; dr. Hasanul Arifin, Sp.An. KAP. KIC ;

DR. dr. Nazaruddin Umar, Sp.An. KNA ; dr. Akhyar H Nasution, Sp.An. KAKV ;

dr. Asmin Lubis, DAF, Sp.An. KAP. KMN ; dr. Ade Veronica HY, Sp.An. KIC ;

dr. Soejat Harto, Sp.An. KAP ; dr. Yutu Solihat, Sp.An. KAKV ; Alm. dr.

Muhammad AR, Sp.An. KNA ; dr. Syamsul Bahri Siregar, Sp.An ; dr. Tumbur,

Sp.An ; dr. Nugroho Kunto Subagio, Sp.An ; dr. Dadik W. Wijaya, Sp.An ; dr. M.

Ihsan, Sp.An. KMN ; dr. Guido M. Solihin, Sp.An, KAKV ; dr. Qodri F. Tanjung,

Sp.An. KAKV ; dr. Rommy F. Nadeak, Sp.An ; dan dr. Rr. Shinta Irina, Sp.An ;

yang telah banyak memberikan bimbingan dalam bidang ilmu pengetahuan di

Bidang Anestesiologi dan Terapi Intensif, baik secara teori maupun keterampilan

sehingga menimbulkan rasa percaya diri, baik dalam bidang keahlian maupun

pengetahuan umum lainnya yang kiranya sangat bermanfaat bagi saya di

kemudian hari.

Sembah sujud, rasa syukur dan terima kasih yang tak terhingga saya

(7)

upaya telah mengasuh, membesarkan dan membimbing dengan penuh kasih

sayang semenjak kecil hingga saya dewasa agar menjadi anak yang berbakti

kepada kedua orangtua, agama, bangsa dan negara. Dengan memanjatkan doa

kehadirat Allah SWT ampunilah dosa kedua orangtua saya serta sayangilah

mereka sebagaimana mereka menyayangi saya semenjak kecil.

Yang terhormat kedua mertua saya, H. Zulpan Arief Ritonga dan Hj.

Rosnah Siregar, yang telah memberikan dorongan semangat kepada saya sehingga

laporan penelitian ini dapat diselesaikan.

Kepada istriku tercinta dr. Gustina Mery Ritonga, dan anakku tersayang

Denisya alifiya Gusfa Lubis, Rizky Aldafa Gusfa Lubis dan Daiyana Putri Gusfa

Lubis yang selalu menyayangi serta dengan penuh cinta kasih mendampingi saya

selama ini. Tiada kata yang lebih indah diucapkan selain ucapan terima kasih

yang setulus-tulusnya atas pengorbanan, kesabaran, ketabahan dan dorongan

semangat yang tiada henti-hentinya, sehingga dengan ridho Allah SWT akhirnya

kita sampai pada saat yang berbahagia ini.

Kepada seluruh kerabat dan handai taulan yang tidak dapat saya sebutkan

satu persatu, yang telah memberikan bantuan, saya ucapkan terima kasih yang

sebesar-besarnya.

Yang tercinta dan tersayang teman-teman sejawat peserta pendidikan

keahlian Anestesiologi dan Terapi Intensif terutama dr. Rudi Gunawan, Sp.An ;

dr. Zulkarnain Bus, Sp.An; dr. Dody Iskandar, Sp.An; dr. Jeffry Awaluddin Pane;

dr. Hamonangan Pane; dr. Tasrif Hamdi dan teman-teman lain yang tidak bisa

saya sebutkan namanya disini, yang telah bersama-sama baik dalam suka maupun

duka, saling membantu sehingga terjalin rasa persaudaraan yang erat dengan

harapan teman-teman lebih giat lagi sehingga dapat menyelesaikan studi ini.

Semoga Allah SWT selalu memberkahi kita semua.

Kepada seluruh paramedis dan pegawai Departemen Anestesiologi dan

(8)

Dan saya ucapkan banyak terima kasih kepada seluruh pasien yang secara

sukarela berperan serta didalam penelitian ini dan semua pihak yang telah banyak

membantu yang tidak bisa saya sebutkan satu persatu disini.

Akhirnya izinkanlah saya memohon maaf yang setulus-tulusnya atas

kesalahan dan kekurangan selama mengikuti pendidikan ini. Semoga bantuan dan

dorongan serta petunjuk yang diberikan kepada saya selama mengikuti pendidikan

kiranya mendapat balasan yang berlipat ganda dari Allah SWT, Yang Maha

Pengasih, Maha Pemurah dan Maha Penyayang. Amin, Amin Ya Rabbal’alamin.

Medan, Januari 2015

Penulis

(9)
(10)

2.3.2 Indikasi ... 15 2.3.3 Pengaruh natrium bikarbonat pada anestesi lokal lidokain ...

2.4. Ketamin ... 2.6.1. Skala nyeri berdasarkan observasi profesi kesehatan ... 2.7. Penggunaan torniquet ...

4.1. Karakteristik Responden Penelitian ...

(11)

4.2. Perbedaan Karakteristik Hemodinamik antara Kelompok A dan

Kelompok B ... 4.3. Perbedaan Skor CBNPS antara kelompok A dan B ... 4.4. Perbedaan Karakteristik Hemodinamik pada Kelompok A dan B

antara Sebelum dan Sesudah Penyuntikan Propofol ... Lampiran 3 Lembaran Penjelasan pada Subjek Penelitian ... Lampiran 4 Lembar Persetujuan Setelah Penjelasan ... Lampiran 5 Lembaran Observasi Pasien ... Lampiran 6 Rencana Anggaran Penelitian ... Lampiran 7 Randomisasi Blok Sampel dan Daftar Sampel ...

(12)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Rumus bangun propofol ...

Gambar 2. Struktur bangun lidokain ...

Gambar 3. Struktur bangun ketamin ...

7

11

(13)

DAFTAR TABEL

Tabel 1 FLACC scale ...

Tabel 2 Skor BPS ...

Tabel 3 Skala CBNPS ...

Tabel 4.1. Karakteristik Responden Penelitian ...

Tabel 4.2. Perbedaan Karakteristik Hemodinamik antara Kelompok A dan

Kelompok B ...

Tabel 4.3. Perbedaan Skor CBNPS antara Kelompok Adan B ...

Tabel 4.4. Perbedaan Karakteristik Hemodinamik pada Kelompok A antara

Sebelum dan Sesudah Penyuntikan Propofol ...

Tabel 4.5. Perbedaan Karakteristik Hemodinamik pada Kelompok B antara

Sebelum dan Sesudah Penyuntikan Propofol ...

Tabel 5.1. Kejadian nyeri antara lidokain 40 mg ditambah natrium

bikarbonat 1 mEq dengan ketamin 100 µg/kgBB ...

7

11

16

44

45

46

48

50

(14)

DAFTAR SINGKATAN

1. dkk : dan kawan kawan

2. LCT : Long Chain Triglycerides 3. MCT : Medium Chain Triglycerides 4. mg/kgBB : milligram per kliogram berat badan 5. µg/kgBB : mikrogram per kilogram berat badan 6. CBNPS : Colorado Behavioral Numeric Pain Scale 7. GABA : Gama Amino Butyric Acid

8. IVRA : Intra Venous Regional Anesthesia 9. NMDA : N Methyl D Aspartate

10.FLACC : Faces Legs Activity Cry Consolability 11.BPS : Behavioral Pain Scale

12.BMI : Body Mass Index 13.EKG : Elektro Kardio Gram 14.mEq : milliequivalent

(15)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Riwayat Hidup Peneliti ...

Lampiran 2 Jadwal Tahapan Penelitian ...

Lampiran 3 Lembar Penjelasan Kepada Subjek Penelitian ...

Lampiran 4 Lembar Persetujuan Setelah Penjelasan ...

Lampiran 5 Lembaran Observasi Pasien ...

Lampiran 6 Rencana Anggaran Penelitian ...

60

61

62

65

67

(16)

Abstrak

Latar belakang masalah: Nyeri penyuntikan propofol masih ditemukan sekitar 28-90% dengan intensitas ringan sampai berat.Mekanisme yang menimbulkan nyeri ini sebenarnya masih belum jelas. Banyak cara yang dicoba untuk mengurangi nyeri penyuntikan propofol ini termasuk penggunaan lidokain, tourniquet, ketamin dan sebagainya.

Metode: Penelitian saya diikuti oleh sebanyak 96 pasien dengan metode acak tersamar ganda, ASA 1 dan 2, yang dibagi menjadi dua kelompok dalam jumlah yang sama yaitu masing-masing 48 pasien di tiap kelompok. Kelompok A diberikan lidokain 40 mg + natrium bikarbonat 1 ml + dekstrose 5% intravena sedangkan kelompok B diberikan ketamin 100 µ g/kgBB + dekstrose 5% intravena.

Hasil: Skor CBNPS pada kedua kelompok kebanyakan berada pada kategori tidak nyeri, sebanyak 30 orang (62,5%) di kelompok A dan 26 orang ( 54,2%) di kelompok B. Dengan menggunakan uji chi square ditemukan perbedaan yang tidak signifikan untuk skor nyeri (CBNPS) antara kelompok A dan B (p=0,512).

Kesimpulan: Penambahan lidokain 40 mg intravena yang ditambahkan natrium bikarbonat 1 mEq memiliki efektivitas yang sama dengan ketamin 100 µg/kgBB intravena dalam mengurangi nyeri akibat penyuntikan propofol.

(17)

Abstract

Background: Pain after propofol injection is still found about 28-90% with mild to moderate pain intensity. Mechanism of propofol pain injection actually not fully understood. There is a lot of attempt to minimize propofol pain injection including using lidocaine, tourniquet, ketamine and etc.

Method: This research has been done to 96 patients with double blind randomized study, ASA 1 and 2. These patients were separated into two groups (A and B) each 48 patients. Group A were given lidocaine 40 mg + Sodium Bicarbonat 1 ml + Dexstrose 5% intravenous meanwhile group B were given Ketamine 100 µ g/kg body weight + Dekstrose 5% intravenous.

Results: Based on CBNPS (Colorado Behavioral Numerical Pain Scale) score for two groups A and B classified in no pain category. No pain in group A has 30 patients and group B has 26 patients ( 54,2%). Using chi square test, there is no significance (significance if p < 0,05) difference between two groups (p=0,512).

Conclusion: Lidocaine 40 mg added to Sodium Bicarbonat 1 mEq to intravenous has the same effectivity with ketamine 100 µ g/kg body weight intravenous to reduce propofol pain injection.

(18)

Abstrak

Latar belakang masalah: Nyeri penyuntikan propofol masih ditemukan sekitar 28-90% dengan intensitas ringan sampai berat.Mekanisme yang menimbulkan nyeri ini sebenarnya masih belum jelas. Banyak cara yang dicoba untuk mengurangi nyeri penyuntikan propofol ini termasuk penggunaan lidokain, tourniquet, ketamin dan sebagainya.

Metode: Penelitian saya diikuti oleh sebanyak 96 pasien dengan metode acak tersamar ganda, ASA 1 dan 2, yang dibagi menjadi dua kelompok dalam jumlah yang sama yaitu masing-masing 48 pasien di tiap kelompok. Kelompok A diberikan lidokain 40 mg + natrium bikarbonat 1 ml + dekstrose 5% intravena sedangkan kelompok B diberikan ketamin 100 µ g/kgBB + dekstrose 5% intravena.

Hasil: Skor CBNPS pada kedua kelompok kebanyakan berada pada kategori tidak nyeri, sebanyak 30 orang (62,5%) di kelompok A dan 26 orang ( 54,2%) di kelompok B. Dengan menggunakan uji chi square ditemukan perbedaan yang tidak signifikan untuk skor nyeri (CBNPS) antara kelompok A dan B (p=0,512).

Kesimpulan: Penambahan lidokain 40 mg intravena yang ditambahkan natrium bikarbonat 1 mEq memiliki efektivitas yang sama dengan ketamin 100 µg/kgBB intravena dalam mengurangi nyeri akibat penyuntikan propofol.

(19)

Abstract

Background: Pain after propofol injection is still found about 28-90% with mild to moderate pain intensity. Mechanism of propofol pain injection actually not fully understood. There is a lot of attempt to minimize propofol pain injection including using lidocaine, tourniquet, ketamine and etc.

Method: This research has been done to 96 patients with double blind randomized study, ASA 1 and 2. These patients were separated into two groups (A and B) each 48 patients. Group A were given lidocaine 40 mg + Sodium Bicarbonat 1 ml + Dexstrose 5% intravenous meanwhile group B were given Ketamine 100 µ g/kg body weight + Dekstrose 5% intravenous.

Results: Based on CBNPS (Colorado Behavioral Numerical Pain Scale) score for two groups A and B classified in no pain category. No pain in group A has 30 patients and group B has 26 patients ( 54,2%). Using chi square test, there is no significance (significance if p < 0,05) difference between two groups (p=0,512).

Conclusion: Lidocaine 40 mg added to Sodium Bicarbonat 1 mEq to intravenous has the same effectivity with ketamine 100 µ g/kg body weight intravenous to reduce propofol pain injection.

(20)

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Propofol adalah obat anestesi yang sering dipakai sebagai induksi anestesi maupun

rumatan. Hal ini dikarenakan propofol memiliki mula kerja yang cepat dan lama kerja

yang singkat sehingga menjadi pilihan.1 Tetapi, saat ini yang menjadi masalah adalah

nyeri yang ditimbulkan oleh propofol. Propofol dosis induksi menimbulkan nyeri

antara 28 sampai 90 % dengan intensitas nyeri yang ringan sampai berat.2,3 Pada

anestesi modern, nyeri penyuntikan propofol menempati urutan ke tujuh pada

permasalahan klinis yang paling utama.4 Nyeri yang timbul ini sebaiknya dicegah

karena akan berdampak kepada peningkatan stres respon yang dapat berdampak

buruk pada pasien-pasien yang memiliki masalah jantung sebelum operasi.

Sebenarnya mekanisme munculnya nyeri akibat penyuntikan propofol belum

jelas. Beberapa cara dan metode dilakukan untuk mengurangi dan mencegah

terjadinya nyeri akibat penyuntikan propofol. Sejumlah cara farmakologis telah

dicoba untuk mengurangi nyeri misalnya pretreatment dengan lidokain, ondansetron, ketorolak, nafamostat, ketamin, opioid, nitrogliserin topikal dengan propofol,

melarutkan propofol dengan dekstrosa telah digunakan dengan hasil yang bervariasi

dan penelitian agen yang ideal untuk mengurangi nyeri injeksi propofol masih

berlangsung misalnya dengan menggunakan tourniquet.3,4,5

Tahun 2007 Sundarathiti melakukan penelitian terhadap 110 pasien yang

menjalani prosedur operasi obstetri dan ginekologi minor pada anestesi umum intra

vena. Hasil penelitian ini didapati insiden nyeri 98,2% pada grup propofol LCT

(p<0,001) dan 74,5% pada grup propofol MCT/LCT (p<0,001). Dimana insidensi

nyeri ringan 22 orang (40%) dan nyeri sedang sampai berat sebanyak 33 orang (60%)

(21)

dibandingkan propofol-LCT dalam mengurangi nyeri penyuntikan propofol.6 Namun

masih ada insiden nyeri akibat pemberian propofol MCT/LCT dengan insiden 28%

sampai 67% dan ini sesuai penelitian yang pernah dilakukan oleh Sethi dan

kawan-kawan (2009).6,7

Systematic review dan metaanalysis oleh Jalota tahun 2011 menyimpulkan bahwa metode intervensi yang paling handal dalam mencegah nyeri akibat

penyuntikan propofol adalah penyuntikan pada vena fossa antekubiti atau

pretreatment lidokain dengan penutupan vena ( occlusion vein ).8 Namun,

pemasangan infus dijalur vena fossa antekubiti tidak lazim dilakukan, karena jika

terjadi hematom, maka vena yang lebih distal tidak dapat berfungsi baik.

Penambahan natrium bikarbonat ke dalam lidokain juga dinilai dapat

mengurangi nyeri penyuntikan propofol dengan mekanisme alkalinisasi anestesi

lokal. Ozgul dkk (2013), melakukan studi pada pasien yang menjalani operasi elektif

tanpa premedikasi dengan menggunakan natrium bikarbonat 84 mg kedalam lidokain

2% 5 ml, disuntikkan sebanyak 0.05 mL/kgBB dengan menggunakan tekanan

tourniquet 50 mmHg untuk mencegah nyeri injeksi propofol, dengan insiden nyeri pada injeksi propofol sebanyak 6% (n=100).9

Iskandar D (2014) melakukan penelitian dengan penambahan natrium

bikarbonat 1 mEq terhadap lidokain 40 mg dengan pemakaian tourniquet dengan tekanan sistol selama 30 detik sebelum penyuntikan propofol dapat mempercepat

efek anestesi lokal dan terbukti dapat mengurangi nyeri penyuntikan propofol

MCT/LCT.10 Dari hasil peneltian ini didapati pasien yang mendapat penyuntikan

lidokain dengan bikarbonat hanya 3,7% pada nyeri ringan.

(22)

tersebut dapat memberikan hasil yang bervariasi. Ini terbukti dengan adanya sejumlah

sampel yang nyeri.

Munculnya hasil yang bervariasi dengan penggunaan tourniquet dapat diakibatkan masih adanya kebocoran agen anestesi lokal. Forster A dkk (1995),

meneliti kebocoran agen anestesi menggunakan zat radioaktif dengan tourniquet sampai 300 mmHg selama 20 menit, didapati kebocoran zat radioaktif ke sirkulasi

sistemik. Sehingga penulis berkesimpulan bahwa untuk mendapatkan efek yang

diinginkan maka aliran darah harus berhenti total agar tidak terjadi kebocoran dan

obat anestesi lokal lidokain dapat bekerja, tetapi tidak mungkin dilakukan. Penulis

berpendapat bahwa penelitian dapat dilakukan dengan menggunakan obat yang lain

tanpa tourniquet.11

Koo SW dkk (2006), meneliti pada 200 pasien yang menggunakan ketamin

sebelum penyuntikan propofol, terbukti bahwa ketamin dosis 100 µg/kgBB dapat

mengurangi nyeri penyuntikan propofol. Tetapi pada penelitian ini dengan ketamin

dosis 100 µ g/kgBB masih menimbulkan nyeri pada penyuntikan propofol sebanyak

46,7 % (n=30).12 Penggunaan ketamin disarankan dapat menurunkan kejadian nyeri

propofol pada dosis 5-10 mg. Ketamin bekerja pada susunan saraf pusat sebagai

antagonis NMDA reseptor dan dinilai efektif dalam mengurangi nyeri akibat

penyuntikan propofol.

Hasil yang sama juga ditunjukkan oleh penelitian yang dilakukan oleh

Saadawy dkk (2007) dengan membandingkan pretreatment ketamin 0,4 mg/kg, thiopental 0,5 mg/kg, meperidin 0,4 mg/kg, lidokain 1 mg/kg. Didapati bahwa

pretreatment dengan ketamin dapat mengurangi nyeri akibat penyuntikan propofol sebanyak 92% tetapi penelitian ini menggunakan tourniquet.13

Zahedi H dkk (2009), membandingkan lidokain dengan ketamin dalam

mengurangi nyeri akibat penyuntikan propofol yang dilakukan pada 500 pasien. Dari

(23)

efektif dari pada lidokain 1 mg/kgBB yang diberikan sebelum propofol dengan p value < 0,05 (<0,0001). Dimana nyeri didapati pada lidokain 1 mg/kgBB (65%), ketamin 50 µ g/kgBB (60%), ketamin 75 µg/kgBB (55%), ketamin 100 µ g/KgBB

(45%).14

Ketamin dapat dijadikan alternatif lain dalam mengurangi nyeri penyuntikan

propofol dengan mekanisme kerja yang belum banyak diketahui. Tetapi, berdasarkan

review artikel yang dilakukan oleh Petrenko Ab dan kawan-kawan tahun 2003 ditemukan adanya NMDA reseptor di perifer sehingga memungkinkan untuk

terjadinya antagonisasi reseptor tersebut di perifer.15

Efektifitas ketamin juga diteliti oleh Hwang J dan kawan-kawan tahun 2009

pada 188 pasien. Penelitian dilakukan dengan memberikan ketamin pretreatment 10 mg dan ketamin 10 mg yang dicampur dengan propofol. Penelitian ini menggunakan

tourniquet selama 30 detik. Didapati bahwa ketamin pretreatment 10 mg memiliki angka kejadian nyeri yang rendah (28,3%) dibanding ketamin 10 mg yang dicampur

dengan propofol (48,51%).16

Semua modalitas yang digunakan untuk mengurangi nyeri propofol dari

beberapa penelitian ternyata masih memiliki hasil yang bervariasi. Penambahan

natrium bikarbonat ke dalam lidokain ataupun lidokain sendiri memang memiliki

manfaat. Ketamin juga dinilai memiliki fungsi menurunkan insidensi nyeri propofol.

Penggunaan tourniquet juga dinilai dapat membantu walaupun dari hasil penelitian masih dapat terjadi kebocoran obat dan dapat menimbulkan ketidaknyamanan. Untuk

ini peneliti mencoba meneliti efektifitas lidokain 40 mg intravena yang ditambahkan

natrium bikarbonat 1 mEq yang dibandingkan dengan ketamin 100 µg/kgBB

(24)

1.2 Rumusan Masalah

Apakah efektifitas lidokain 40 mg ditambah natrium bikarbonat 1 mEq intravena

lebih baik dibandingkan dengan ketamin 100 µg/kgBB intravena sebagai

pretreatment dalam mengurangi nyeri akibat penyuntikan propofol tanpa menggunakan tourniquet ?

1.3 Hipotesa

Efektifitas lidokain 40 mg intravena yang ditambahkan natrium bikarbonat 1 mEq

lebih baik dibandingkan dengan ketamin 100 µg/kgBB intravena dalam mengurangi

nyeri akibat penyuntikan propofol.

1.4 Tujuan Penelitian

Tujuan Umum

Untuk mendapat alternatif obat yang dapat mengurangi nyeri akibat penyuntikan

propofol.

Tujuan khusus

1. Untuk mengetahui score CBNPS setelah pemberian natrium bikarbonat kedalam lidokain dalam mengurangi nyeri saat penyuntikan propofol tanpa menggunakan

tourniquet.

(25)

1.5 Manfaat Penelitian

- Manfaat akademik

Mendapatkan cara lain untuk mengurangi nyeri pada penyuntikan propofol.

-Manfaat pelayanan

Meningkatkan kenyamanan dan keamanan pasien tanpa komplikasi yang

membahayakan.

-Pengembangan penelitian

(26)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Propofol

Propofol diperkenalkan pada awal tahun 1980. Propofol adalah salah satu obat

anestesi yang memiliki mula kerja dan lama kerja yang relatif lebih singkat sehingga

menjadi pilihan dalam anestesi modern baik untuk anestesi ataupun terapi

pemeliharaan.17,18

2.1.1. Struktur fisika dan kimia

Propofol, dengan struktur kimia C12H18O, terdiri dari cincin fenol dengan dua ikatan

kompleks isopropil dengan stabilitas kimiawi yang tinggi dengan biotoksisitas yang

rendah dengan nama kimia 2,6-di-isopropylphenol. Perubahan yang dilakukan pada

panjang rantai ikatan mengubah karakteristik, potensi, induksi dan pemulihan.

Oleh karena propofol memiliki gugus fenol, propofol dapat mengiritasi kulit

dan membran mukosa sehingga potensial menimbulkan nyeri saat disuntikkan.2,19

Gambar 1. Rumus bangun propofol

2.1.2 Propofol LCT

Propofol mempunyai berat molekul 178 Da.3 Pertama kali diperkenalkan dengan

konsentrasi 2% dalam 16% kromofor EL, namun karena kromofor EL menyebabkan

reaksi alergi dan nyeri yang hebat, maka komposisi ini diperbarui dalam formula

emulsilemak yang mengandung 10 % Long - Chain Triglycerides ( LCT ) soybean

(27)

bentuk emulsi Medium-Chain Triglycerides / Long-Chain Triglycerides (MCT/LCT).

Konsentrasi propofol bebas dalam formula MCT/LCT 26% - 40% lebih rendah

dibandingkan dengan formula LCT, atau 0,2% - 0,14% dari total konsentrasi

propofol.3

pH propofol adalah 6-8.5 dan pKa dalam air adalah 11.3 Walaupun

konsentrasi trigliserida pada plasma selama sedasi tidak ada perbedaan antara kedua

formula propofol, tetapi ada kecenderungan eliminasi setelah pemberian formula

MCT/LCT lebih cepat dibandingkan dengan formula LCT.2,3

2.1.3 Mekanisme kerja

GABA adalah neurotransmiter penghambat utama dalam susunan saraf pusat.

Propofol mengikat GABAA reseptor tetapi juga bisa memiliki mekanisme lain yang

melibatkan berbagai reseptor protein. Efek sedasi dan hipnotik yang ditimbulkan oleh

propofol di susunan saraf pusat muncul diakibatkan oleh interaksi propofol dengan

reseptor GABAA. Interaksi ini akan menyebabkan konduksi klorida transmembran

meningkat dan mengakibatkan hiperpolarisasi membran sel sehingga hantaran saraf

tidak terjadi.19

2.1.4 Farmakokinetik

Sifat kelarutannya yang tinggi di dalam lemak menyebabkan mula kerja yang cepat

dan konsentrasi puncak di otak diperoleh dalam 30 detik dan efek maksimum

diperoleh dalam 1 menit. Konsentrasi di dalam darah meningkat cepat setelah

penyuntikan dosis intravena, sementara peningkatan konsentrasi pada serebral

propofol sangat lambat (T1/2 = 2,9 menit). Waktu untuk sadar ditentukan oleh jumlah

dosis yang diberikan. Pulih sadar dari dosis tunggal juga cepat oleh karena waktu

(28)

Clearence propofol dari plasma melebihi aliran darah hepatik, menegaskan

bahwa ambilan jaringan (mungkin ke dalam paru), sama baiknya dengan

metabolisme oksidatif hepatik oleh sitokrom P-450, dan ini penting dalam eliminasi

obat dari plasma. Propofol dengan cepat di metabolisme di hati melalui konjugasi

glukoronidase dan sulfat untuk menghasilkan senyawa aktif yang larut dalam air,

yang diekskresikan oleh ginjal. Metabolisme hepatik cepat dan luas, menghasilkan

sulfat yang tidak aktif dan larut dalam air serta metabolit asam glukoronit yang

diekskresikan oleh ginjal. Propofol juga menjalani hidroksilasi cincin oleh sitokrom

P-450 membentuk 4-hidroksipropofol. Meskipun glukuronida dan konjugasi sulfat

dari propofol terlihat tidak aktif secara farmakologi, 4-hidroksipropofol memiliki

sepertiga aktivitas hipnotik dari propofol. Kurang dari 0.3% dari dosis yang

diekskresikan tidak berubah dalam urine dengan waktu paruh untuk eliminasi

propofol berkisar 0,5 sampai 1,5 jam.19,20,21

2.1.5 Farmakodinamik

Propofol menimbulkan sedasi dan hipnosis pada sistem saraf pusat. Propofol juga

menurunkan cerebral metabolic rate untuk oksigen, aliran darah otak dan tekanan

intrakranial. Efek kardiovaskular yang dapat timbul adalah penurunan tahanan

pembuluh darah sistemik, dan tekanan darah. Penurunan tahanan pembuluh darah

oleh propofol diakibatkan oleh relaksasi dari otot polos pembuluh darah akibat dari

kerja propofol dalam menghambat aktivitas vasokonstriksi dari saraf. Propofol juga

memiliki efek inotropik negatif terhadap otot jantung dengan cara menghambat

influks kalsium di sel otot jantung.

Untuk paru-paru, propofol dapat menyebabkan depresi pernapasan sampai

henti napas berkisar 24% sampai 30% dan efek ini tergantung dari dosis yang

diberikan. Propofol memiliki efek bronkodilatasi dan menurunkan risiko munculnya

wheezing selama operasi pada pasien dengan asma.Propofol menekan respon tubuh

(29)

chemoreceptor di otak.Propofol kurang mengganggu fungsi ginjal tetapi penggunaan

jangka panjang dapat mengakibatkan kerusakan hati.20

2.1.6 Nyeri lokal penyuntikan propofol

Mekanisme yang tepat dari nyeri akibat penyuntikan propofol intravena tidak

diketahui. Penyuntikan propofol intravena menyebabkan rasa sakit di tempat

suntikan, kejadian bervariasi kurang dari 10% pada fossa antecubital sampai 90% di

bagian belakang tangan.2,3,10 Ukuran vena merupakan faktor yang berpengaruh

terhadap nyeri. Nyeri berkurang jika penyuntikan di vena antecubital. Hal ini

dikarenakan efek iritasi penyuntikan propofol dengan konsentrasi yang tinggi pada

bagian dinding vena yang sensitif. Tingginya angka kejadian nyeri pada saat

penyuntikan adalah berkaitan dengan formula LCT tradisional. Nyeri pada injeksi

propofol dikaitkan langsung dengan adanya efek iritasi dari obat oleh adanya

stimulasi reseptor nociceptive dengan ujung saraf bebas di vena. Efek ini mungkin

terkait dengan konsentrasi bebas propofol.10 Obat bebas dalam 10 % lipid dan 90 %

fasa air dari propofol yang tersedia dalam bentuk emulsi dianggap terkait dengan rasa

sakit di tempat suntikan. Nyeri yang disebabkan oleh propofol disebabkan oleh

aktivasi sistem kallikrein - kinin, yang menginduksi pelebaran vena dan menyebabkan

hiperpermeability vena, sehingga mungkin meningkatkan kontak antara propofol

yang bebas dan ujung saraf bebas (free nerve ending) di dalam dinding pembuluh

darah, yang mengakibatkan rasa sakit.2,10

Konsentrasi bradikinin lebih tinggi secara signifikan ditemukan dalam darah

dengan LCT dibandingkan dengan propofol MCT/LCT. Bradikinin sebagai sebab

timbulnya nyeri tempat suntikan propofol. Prostanoid, terutama prostaglandin E2,

baru-baru ini ditemukan pada plasma setelah pemberian propofol intravena dan

dinilai sebagai faktor penyebab nyeri propofol. Faktor-faktor yang dapat

(30)

pelumas di dalam jarum suntik plastik, pencampuran formula dengan darah,

kecepatan penyuntikandan cairan infus.2,10

Teknik yang berguna secara klinis diusulkan untuk mengurangi rasa sakit

propofol mengacu pada modifikasi komposisi obat dan teknik pemberian. Namun,

mengurangi pH atau meningkatkan suhu formula berbeda dengan pencampuran

dengan lidokain atau pendinginan yang telah dilaporkan dapat mengurangi

konsentrasi propofol bebas dalam formula.2,10

2.2 Lidokain

2.2.1 Struktur, rumus bangun

Lidokain merupakan obat anestesi lokal dari golongan amida. Di sintesa pertama

sekali dengan nama dagang xylocaine oleh Nils Lofgren tahun 1943. Rekan kerjanya

Bengt Lundqvist melakukan eksperimen pertama sekali tahun 1948.22,23

Gambar 2. Struktur bangun lidokain

Lidokain terdiri dari satu gugus lipofilik (merupakan suatu cincin aromatik)

yang dihubungkan suatu rantai perantara (jenis amida) dengan suatu gugus yang

mudah terionisasi (amine tersier). Anestesi lokal merupakan basa lemah. Dalam

penerapan terapeutik, mereka umumnya disediakan dalam bentuk garam agar lebih

(31)

bermuatan atau sebagai suatu kation. Perbandingan relatif dari dua bentuk ini

ditentukan oleh harga pKa-nya dan pH cairan tubuh, sesuai dengan persamaan

Henderson-Hasselbalch. 22,23

2.2.2 Famakokinetik

Lidokain efektif bila diberikan secara intravena. Pada pemberian intravena mula kerja

45-90 detik. Kadar Puncak plasma dicapai dalam waktu 1-2 menit dan waktu paruh

30-120 menit. Lidokain hampir semuanya dimetabolisme di hati menjadi

monoethylglcinexcylidide melalui oksidatif dealkylation, kemudian diikuti dengan

hidrolisis menjadi xylidide. Monoethylglcinexcylidide mempunyai aktivitas sekitar

80% dari lidokain sebagai antidisritmia sedangkan xylidide hanya mempunyai

aktifitas antidisritmia 10%. Xylidide dieksresi dalam urin sekitar 75% dalam bentuk

4-hydroxy-2,6-dimethylaniline. Lidokain dalam plasma 50% terikat oleh albumin. 22,23

2.2.3 Mekanisme kerja

Mekanisme lidokain sebagai analgesi menghambat suatu enzim yang mensekresi

kinin atau memblok C nosiseptor lokal secara langsung. Penghambatan saluran ion

natrium dan blokade yang bersifat reversibel sepanjang konduksi akson perifer dari

serabut saraf Aδ dan digambarkan oleh Carlton tahun 1997 dengan tujuan target analgesi pada dorsal horn medulla spinalis. 22,23

Sebagai anestesi lokal, lidokain menstabilisasi membran saraf dengan cara

mencegah depolarisasi pada membran saraf melalui penghambatan masuknya ion

natrium. Obat anestesi lokal mencegah transmisi impuls saraf (blokade konduksi)

dengan menghambat perjalanan ion sodium (Na+) melalui saluran ion selektif Na+

dalam membran saraf. Saluran Na+ sendiri merupakan reseptor spesifik untuk

(32)

depolarisasi sehingga ambang potensial tidak dicapai dan dengan demikian potensial

aksi tidak dialirkan. 22,23

Saluran Na+ ada dalam keadaan aktif terbuka, tidak aktif tertutup dan

istirahat-tertutup selama berbagai fase aksi potensial. Pada membran saraf istirahat,

saluran Na+ di distribusi dalam keseimbangan diantara keadaan istirahat–tertutup dan

tidak aktif-tertutup. 22,23

Dengan ikatan yang selektif terhadap saluran Na+ dalam keadaan tidak

aktif-tertutup, molekul anestesi lokal menstabilisasi saluran dalam konfigurasi ini dan

mencegah perubahan mereka menjadi dalam keadaan istirahat-tertutup dan tidak

aktif-terbuka terhadap respon impuls saraf. Saluran Na+ dalam keadaan tidak

aktif-tertutup tidak permiabel terhadap Na+ sehingga konduksi impuls saraf dalam bentuk

penyebaran potensial aksi tidak dapat terjadi. Hal ini diartikan bahwa ikatan obat

anestesi lokal pada sisi yang spesifik yang terletak pada bagian sebelah dalam saluran

Na+ sebaik penghambatan saluran Na+ dekat pembukaan eksternalnya sehingga

anestesi lokal ini mempertahankan saluran dalam keadaan tidak aktif-tertutup. 22,23

Bila konsentrasi anestesi lokal meningkat pada serabut saraf, maka nilai

ambang eksitasi akan meningkat, konduksi impuls lambat, kecepatan peningkatan

potensial aksi menurun, amplitudo potensial berkurang, dan akhirnya kemampuan

untuk membangkitkan potensial aksi akan hilang. Efek ini diakibatkan oleh adanya

ikatan antara anestesi lokal dengan saluran ion natrium yang semakin meningkat.

Pada setiap saluran ion, menghasilkan ikatan penghambatan saluran Na+. Apabila

saluran Na+ dihambat disepanjang serabut saraf maka impuls yang melewati daerah

yang dihambat tidak terjadi. Pada dosis minimum yang diperlukan untuk

(33)

2.2.4 Toksisitas

2.2.4.1 Efek terhadap jantung

Pada kardiovaskular, lidokain menekan dan memperpendek periode refrakter efektif

dan lama potensial aksi dari sistem His-Purkinje dan otot ventrikel secara bermakna,

tetapi kurang berefek pada atrium. Lidokain menekan aktifitas listrik jaringan

aritmogenik yang terdepolarisasi, sehingga lidokain sangat efektif untuk menekan

aritmia yang berhubungan dengan depolarisasi, tetapi kurang efektif terhadap aritmia

yang terjadi pada jaringan dengan polarisasi normal (fibrilasi atrium). 22,23

Efek toksisitas jantung yang diakibatkan oleh tingginya konsentrasi plasma

obat anestesi lokal dapat terjadi karena obat-obatan ini menghambat saluran Na+

jantung. Obat anestesi lokal pada konsentrasi rendah, efek pada saluran Na+ ini

mungkin memperbesar sifat antidisritmia. Tetapi jika konsentrasi plasma obat

anestesi lokal berlebihan, saluran Na+ jantung akan dihambat sehingga konduksi dan

automatisasi menjadi terhambat. Terhambatnya impuls jantung ditunjukkan dengan

pemanjangan interval P-R dan komplek QRS pada elektrokardia. Toksisitas pada

jantung dihubungkan terhadap efek langsung pada otot jantung yaitu kontraktilitas,

automatisasi, ritme dan konduktivitas jantung. 22,23

2.2.4.2 Efek terhadap SSP

Gejala awal dari komplikasi pada SSP adalah rasa tebal lidah, agitasi, disorientasi,

euphoria, pandangan kabur, dan mengantuk kemudian bila kadar lidokain menembus

sawar darah otak timbul gejala seperti vertigo, tinnitus, twitching otot dan jika

konsentrasi plasma melebihi dari 5 µg/ml, kejang umum dapat terjadi. Kejang biasanya berlangsung singkat dan berespon baik dengan diazepam, dan sangat

penting untuk mencegah hypoxemia. Dalam mencegah nyeri lidokain mempunyai dua

(34)

neural di dorsal horn, kemudian memodulasi pelepasan neurotransmitter

excitatory. 22,23

2.3 Natrium bikarbonat 2.3.1 Farmakologi

Natrium bikarbonat adalah senyawa kimia dengan rumus NaHCO3. Dalam

penyebutannya kerap disebut dengan bicnat. Senyawa ini merupakan kristal yang

sering terdapat dalam bentuk serbuk. Natrium bikarbonat larut dalam air dengan pH

7,5-9,5.25

2.3.2 Indikasi

Indikasi natrium bikarbonat adalah untuk mengobati asidosis metabolik (hypoksia

berat, henti jantung), hyperkalemia, keracunan obat golongan trisiklik serta

phenobarbital,dan sebagai obat tambahan untuk menaikkan pH anestesi lokal.10

2.3.3 Pengaruh natrium bikarbonat pada anestesi lokal lidokain

Penambahan natrium bikarbonat ke dalam lidokain akan meningkatkan pH dari

anestesi lokal. Ketika terjadi peningkatan pH mendekati nilai pKa-nya maka jumlah

basa yang tidak bermuatan (bebas) dari lidokain juga meningkat. Hal ini akan

mempermudah kerja anesetesi lokal untuk berdifusi ke membran sel saraf sehingga

akan mempercepat kerjanya. Dengan penambahan natrium bikarbonat diduga juga

menurunkan konduksi saraf secara non spesifik dan mempunyai efek anestesi lokal

langsung yang berikatan dengan kanalnatrium.26

Lidokain yang biasa digunakan mempunyai pKa 7,9 dengan pH berkisar 6,5

(5,0 sampai 7,0) sehingga pada pH ini hanya 5-20% dalam bentuk basa bebas.21,27

Penambahan natrium bikarbonat menyebabkan kenaikan pH anestesi lokal dan

menghasilkan bentuk nonionisasi sekitar 17% - 33%. Dengan jumlah basa bebas yang

(35)

penambahan natrium bikarbonat menambah persentase dari keberadaan anestesi lokal

yang larut dalam lemak, mampu menembus membran sel saraf sehingga

mempercepat mula kerja dari blokade saraf perifer dan blokade epidural menjadi 3

sampai 5 menit. Dosis natrium bikarbonat yang digunakan yaitu 1 ml natrium

bikarbonat (1 mEq/ml) ditambahkan tiap 10 ml obat anestesi lokal menjadi

konsentrasi 0,1 mEq/ml.29,30

Durasi anestesi tidak tergantung dari jenis anestesi lokal saja, tetapi

ditentukan oleh lamanya tourniquet dikembangkan. Mekanisme anestesi lokal

menghasilkan anestesi regional intravena (IVRA) masih belum diketahui, tetapi

diduga obat tersebut bekerja pada ujung saraf serta batang saraf. Sensasi normal dari

otot rangka akan kembali dengan cepat pada saat tourniquet dilepaskan oleh karena,

terjadi pengenceran konsentrasi anestesi lokal oleh darah yang mengalir. Lidokain

merupakan obat yang paling sering digunakan untuk teknik IVRA.20

2.4 Ketamin

Gambar 3. Sruktur bangun ketamin34

Saat ini banyak para klinisi khususya praktisi nyeri untuk memulai penelitian

baru terhadap ketamin yang saat ini digunakan sebagai multimodal analgesia dalam

(36)

2.4.1 Farmakologi ketamin

Ketamin, 2-(o-chlorophenyl)-2-(methylamine)-cycloexanone pertama kali disintesa

pada tahun 1963 dan digunakan pada manusia pada tahun 1965 oleh Corssen dan

Domino. Obat ini larut dalam lemak dengan berat molekul 238 dalton pKa 7,5 dan

digunakan dalam bentuk rasemik atau isomer levogyrous s (+) ketamin.32

S (+) ketamin 3 sampai 4 kali lebih poten dari isomer (R-ketamin) untuk

penanganan nyeri, sedikit menimbulkan agitasi dari pada yang bentuk rasemik dan

dextrogyrous. S(+) ketamin dua kali lebih poten dari rasemik dalam mencegah spinal

cord central sensitization.32

Ketamin dapat diberikan melalui oral, intramuskular, intravena bahkan saat ini

berkembang penelitian ketamin epidural. Ketamin memiliki bioavailibilitas 93% dan

waktu paruh sampai 186 menit.31 Volume distribusi diperkirakan mencapai 3 L/kg.30

Plasma puncak setelah pemberian intravena terjadi dalam waktu 1 menit,

intramuskular dalam waktu 5 menit dan pemberian secara oral dalam waktu 30

menit.33 Ketamin terdistribusi ke organ yang memiliki perfusi yang tinggi seperi otak

dengan empat sampai lima kali dari kadar plasma dengan eliminasi obat melalui

redistribusi obat dari organ yang perfusinya baik ke tempat yang kurang baik.

Ketamin mengalami metabolisme konjugasi di hati melalui enzim sitokrom P 450.34

Norketamin adalah hasil metabolit ketamin yang masih aktif tetapi

potensiasinya sepertiga sampai seperlima dari ketamin dan pada akhirnya metabolit

tadi dikonjugasikan menjadi larut air dan pada akhirnya diekskresikan melalui urin.

Ketamin memiliki kelarutan lemak yang tinggi sehingga obat ini mudah melewati

sawar darah otak. Ketamin memiliki ikatan dengan protein plasma 12% dan waktu

(37)

2.4.2 Mekanisme kerja ketamin

Ketamin bekerja pada susunan saraf pusat dan menurut beberapa penelitian ketamin

memiliki aktivitas perifer. Mekanisme ini didasarkan adanya NMDA reseptor di

jaringan somatik termasuk pembuluh darah pada serabut saraf yang bermielin dan

tidak bermielin. Oleh karena alasan ini maka ketamin tidak hanya bekerja di otak dan

sumsum tulang belakang tetapi juga di perifer.15 Efek kerja ketamin bekerja pada

reseptor NMDA (N-methyl-D-aspartate) pada bagian kutub kalsium. Aktivasi

reseptor NMDA menyebabkan hambatan influks kalsium ekstraseluler ke

intraseluler.35,37 Peran kalsium adalah sebagai second messenger untuk reaksi nyeri

selanjutnya melalui pelepasan neurotransmitter nyeri yang lain.

Blok pada NMDA reseptor adalah cara kerja utama dari ketamin di susunan

saraf pusat dan medulla spinalis.Sebagai tambahan bahwa ketamin juga menghambat

pelepasan dari glutamat yang bertindak sebagai neurotransmitter eksitatori yang

berperan sebagai neurotransmitter nyeri. Mekanisme yang lain ketamin berikatan

dengan reseptor opioid yaitu mu dan kappa. Interaksi ini terjadi sangat kompleks.

Afinitas ketamin terhadap reseptor opioid ini 10 kali lebih lemah dari ikatannya

terhadap reseptor NMDA dengan adanya bukti bahwa naloxon yang merupakan

antagonis opioid tidak mengantagonis efek analgetik dari ketamin.1,34 Ada bukti juga

bahwa reseptor seperti monoaminergik, muskarinik dan nikotinik menjadi tempat

ikatan ketamin sekaligus ketamin menimbulkan efek takikardi dan bronkodilator.

2.4.3 Preemptive ketamin

Transmisi sinyal nyeri yang ditimbulkan oleh kerusakan jaringan menyebabkan

sensitisasi dari jalur nyeri perifer dan sentral. Analgesia preemptive adalah

(38)

timbul. Konsep preemptive sebenarnya mengacu kepada penghambatan sinyal nyeri

sehingga tidak terjadi sensitisasi sentral yang berujung kepada nyeri kronik sehingga

nyeri lebih sulit untuk diatasi.37 Untuk itulah istilah preemptive menjadi populer.

Sehingga konsep preemptive memiliki penanganan nyeri yang efektif dibandingkan

dengan konsep yang lain.

Trauma jaringan selama pembedahan merubah jalur sentral persepsi nyeri.

Terjadi perubahan sensitisasi sentral melalui peningkatan sensitivitas terhadap

rangsang nyeri. Anestesi umum tidak mencegah tansmisi impuls nosiseptif dari

tempat operasi ke medula spinalis. Nyeri paska bedah memanjang karena reaksi

inflamasi akibat kerusakan jaringan lebih dominan daripada rangsangan intraoperatif

jangka pendek pada rangsang medula spinalis. Adanya nyeri akan memperlambat

pemulihan atau memperpanjang waktu rawat inap.38

Salah satu penyebab timbulnya sensitisasi sentral dari nyeri adalah N-methyl-

D-aspartate (NMDA). Ketamin suatu antagonis reseptor NMDA dapat diberikan

untuk mencegah nyeri paska bedah serta mencegah sensitisasi sentral akibat

pembedahan yang dapat diberikan sebelum pembedahan. Efek preemptive ketamin

masih kontroversi, beberapa peneliti melaporkan adanya efek analgesi terhadap

pemberian ketamin namun peneliti lain tidak. Perbedaan ini disebabkan variasi

prosedur pembedahan, dosis pemberian dan waktu pemberian.38 Meskipun beberapa

studi menunjukkan tidak ada efektivitas analgetik preemptive yang diberikan.

Sebenarnya satu-satunya cara untuk mencegah sensitisasi nosiseptif adalah langsung

memblokir sinyal nyeri yang berasal dari luka bedah dari waktu sayatan sampai akhir

(39)

2.4.4 Efek ketamin pada fungsi organ

Ketamin memiliki kombinasi unik dari efek kardiovaskular, biasanya dikaitkan

dengan takikardi, peningkatan tekanan darah, dan cardiac output. Mekanisme yang

tepat munculnya respon simpatik masih belum diketahui. Namun, dengan tidak

adanya kontrol otonom, ketamin memiliki efek depresi miokard langsung, yang

biasanya diganti oleh respon sentral. Hal ini dimungkinkan untuk mengurangi efek

yang tidak diinginkan dari kardiovaskular dengan memberikan ketamin sebagai infus

berkala dan bersama benzodiazepin.34

Ketamin memiliki efek minimal pada pusat pernapasan, meskipun penurunan

ventilasi dapat terjadi sementara setelah pemberian bolus. Ketamin menyebabkan

relaksasi otot polos bronkus, sehingga memiliki peran khusus pada pasien asma.

Ketamin meningkatkan sekresi saliva, yang dapat menghasilkan potensial masalah

pada anak-anak dengan menyebabkan obstruksi jalan nafas atas. Meskipun refleks

menelan, batuk, bersin, dan refleks muntah relatif utuh dengan ketamin, tetapi

aspirasi dapat terjadi selama pasien terbius dengan ketamin.34

Sering dilaporkan adanya bunyi nyaring pada penggunaan ketamin yang

disangkakan laringospasme. Hal ini sebenarnya terjadi karena posisi saluran napas

yang tidak bebas, dan masalah tersebut dapat dikelola hanya dengan reposisi kepala

pasien. Laringospasme dapat terjadi pada penggunaan ketamin yang disebabkan oleh

stimulasi dari pita suara oleh instrumentasi atau sekresi. Sekret dapat dikurangi

dengan memberikan premedikasi glycopyrolate.34

Emergence reaction merupakan sensasi psikis setelah penggunaan ketamin

yaitu sensasi mengambang, mimpi atau ilusi dan sesekali delirium. Mimpi-mimpi dan

ilusi biasanya menghilang pada saat pulih. Namun penting untuk mendiskusikan pada

(40)

yang cepat dan dosis besar. Ketamin dapat mengaktifkan psikosis pada pasien dengan

skizofrenia. Namun, belum terlihat adanya reaksi psikotik jangka panjang pada pasien

tanpa penyakit kejiwaan. Premedikasi dapat diberikan untuk mengurangi emergence

reaction seperti midazolam (0,07-0,1 mg /kgBB), diazepam ( 0,15 - 0,3 kg/bb ), dan

lorazepam ( 2-4 mg) intravena yang telah terbukti efektif. Insiden ini juga menurun

bila digunakan bersama dengan hipnotik sedatif lain dan anestesi umum.34

Ketamin menghasilkan apa yang disebut “disosiatif' anestesia” yang telah

digambarkan sebagai disosiasi fungsional dan elektrofisiologi antara sistem

thalamo-neokorteks dan limbik. EEG menunjukkan aktivitas theta yang dominan dengan

penghapusan irama alfa. Keadaan klinis yang unik yang dihasilkan oleh ketamin

adalah biasanya keadaan ayan di mana mata tetap terbuka dengan memperlambat

tatapan nystagmus, sedangkan refleks kornea dan cahaya tetap utuh. Berbagai tingkat

hipertonus dan sesekali gerakan yang tidak terkait dengan stimulus yang menyakitkan

dicatat di hadapan anestesi bedah. Studi telah menunjukkan rangsang aktivitas baik

di thalamus dan sistem limbik tanpa bukti klinis aktivitas kejang setelah pemberian

ketamin. Dengan demikian, ketamin tidak akan mungkin dapat menyebabkan kejang

pada pasien dengan gangguan kejang dan, pada kenyataannya, data eksperimen

menunjukkan bahwa ketamin memiliki antikonvulsif dan bahkan saraf properties.34

Analgesia terjadi pada konsentrasi darah lebih rendah daripada induksi. Hal

ini berlaku untuk ketamin yang rasemik dan untuk S (+) ketamin. Ketamin

meningkatkan metabolisme otak, aliran darah otak, dan tekanan intrakranial.

Pengaruh S (+) ketamin pada ICP belum diketahui. Ketamin belum terbukti memiliki

efek buruk pada hati dan sistem ginjal. Tekanan intraokular sedikit meningkat setelah

pemberian ketamin. Ketamin menghasilkan peningkatan tonus otot dan

kadang-kadang kejang otot, meskipun telah digunakan dengan aman pada miopati dan

hipertermia ganas. Efek yang dijumpai bervariasi yaitu kontraksi uterus serta emesis,

(41)

2.4.5 Penggunaan klinis ketamin

Campuran rasemik komersial ketamin adalah campuran R (-) dan S (+) isomer

tersedia sebagai 10, 50, dan 100 mg/ml dengan pengawet, benzathonium

hidroklorida. Isomer optik S (+) ketamine tersedia dalam 5 dan 25 mg/ml (tidak

berlisensi di Inggris, saat ini). Ketamin dapat diberikan intravena, intramuskular, oral,

rektal, dan sediaan bebas pengawet untuk epidural. Dosis tergantung pada rute

pemberian dan efek terapi yang diinginkan. Benzodiazepin dapat diberikan baik

secara oral (diazepam 10-30 mg, lorazepam 2-5 mg) 60-90 menit sebelum induksi

atau dosis intravena yang lebih kecil segera sebelum induksi.Induksi anestesi dengan

dosis 0.5–1.5 mg/kgBB intravena atau 4–10 mg/kgBB intramuskular. Dosis

pemeliharaan untuk anestesi 10-30 µg/kgBB/menit intravena.Sedasi analgesia 0.2–

0.75 mg/kgBB intravena atau 2–4 mg/kgBB intramuskular diikuti infus berkala 5–20

mg/kgBB/menit. 34

Ketamin dapat digunakan untuk sedasi sekaligus analgesia pada prosedur

singkat. Munculnya reaksi pada anak-anak yang kurang intens, sehingga dapat

digunakan untuk obat penenang dan anestesi umum dalam prosedur seperti

kateterisasi jantung, radioterapi, radiologi investigasi, dan luka bakar.

Ketamin dapat digunakan sebagai suplemen (intravena atau intramuskular)

selama anestesi regional. Hal ini juga dapat diberikan melalui rute epidural sebagai

tambahan untuk anestesi lokal untuk memperpanjang durasi analgesia. Ketamin dosis

rendah juga telah digunakan bersama dengan propofol untuk meningkatkan kualitas

sedasi. NMDA antagonis mencegah sensitisasi sentral terhadap rangsangan yang

menyakitkan. Ketamin adalah satu-satunya NMDA antagonis dan penelitian telah

menunjukkan bahwa dosis rendah ketamin dapat megurangi kebutuhan analgetik

(42)

dewasa. Namun hati-hati dengan reaksi intoleran pada pasien dengan penggunaan

ketamin berulang. Pasien dengan gangguan kardiorespirasi (kecuali penyakit jantung

iskemik) merupakan kandidat utama untuk diberikan ketamin. Pengalaman yang luas

dengan ketamin pada anak dengan kateterisasi jantung telah menunjukkan efektifitas

penggunaan ketamin dengan kejadian aritmia yang kurang dari anestesi umum

lainnya.34

Ketamin mungkin berbahaya pada pasien dengan peningkatan tahanan di

ventrikel kanan. Pada pasien dengan penyakit saluran napas reaktif, ketamin

(rasemik) dapat berguna karena menghasilkan bronkodilatasi dan analgesia yang

dapat meningkatkan inspirasi oksigen. Ketamin jika dikombinasikan dengan

benzodiazepin atau benzodiazepin dengan opioid, melemahkan takikardia yang tidak

diinginkan, hipertensi dan juga reaksi psikomimetik paska operasi. Teknik ini

menghasilkan gangguan hemodinamik minimal, analgesia yang mendalam, amnesia

dan pemulihan yang baik. 34

Ketamin bebas pengawet telah ditambahkan ke bupivacaine untuk

meningkatkan durasi analgesia, tanpa mempengaruhi intensitas analgesi.27,34 Minat

penggunaan ketamin tumbuh pesat dan dalam survei terbaru di Negara Inggris, 32%

dari anestesi pediatrik melaporkan penggunaan ketamin epidural.34

Secara historis, telah diyakini bahwa ketamin kontraindikasi pada pasien

dengan peningkatan tekanan intrakranial, namun adanya laporan tentang efek neuro

regeneratif telah dihasilkan dari penelitian ini. Ketamin dapat mencegah influks ion

kalsium abnormal atau glutamat melalui interaksi dengan reseptor NMDA. S (+)

ketamin mempertahankan metabolisme serebral pada sebagian besar wilayah otak

(percobaan studi).34

Meskipun ketamin memiliki sedikit efek pada endotel vaskular, penelitian

telah menunjukkan penurunan yang signifikan dalam aktivasi leukosit selama

(43)

darah seluruh manusia in vitro. Dalam sebuah studi tentang efek isomer berbeda pada

hati babi, S (+) ketamin efektif dalam mengurangi adhesi neutrofil, sedangkan R (-)

ketamin memiliki efek negatif yaitu memperburuk kebocoran dari pembuluh darah

koroner sekitar jaringan.34

2.5 Refleks menghindar

Refleks menghindar pada bagian tubuh yang mengalami nyeri atau iritasi untuk

menjauhkan diri dari stimulus. Jaras yang dipakai untuk menimbulkan refleks ini

tidak secara langsung melewati neuron motoric anterior, namun mula-mula berjalan

menuju ke kumpulan interneuron dan selanjutnya ke neuron motoric. Lingkaran yang

terpendek yang memungkinkan adalah lengkungan yang hanya terdiri dari tiga

sampai empat neuron dan akan meliputi tipe dasar dari lingkaran berikut yaitu: (1)

lingkaran bercabang (diverging circuit) untuk menyebarkan reflek ke otot-otot yang

diperlukan untuk menarik diri, (2) lingkaran untuk menghambat otot-otot antagonis,

disebut lingkaran penghambat timbal- balik (reciprocal inhibition circuits) dan (3)

lingkaran yang menyebabkan after discharge yang berlangsung lama dan beruntun,

bahkan dapat timbul walaupun stimulus sudah dihentikan.42

2.5.1 Nyeri pada vena

Vena perifer manusia semakin nyeri ketika iritasi oleh tusukan atau penarikan, oleh

penyuntikan intravena media kontras atau formulasi obat dengan osmolalitas non

fisiologis atau pH, dan juga oleh penyuntikan salin yang dingin.39,40 Vena tangan

manusia dipersarafi oleh nosiseptor polimodal, dengan dipersarafi oleh serabut saraf

afferen yang bermielin dari A-delta. Penyebab mekanisme nyeri ini merupakan

aktivasi langsung dari ujung saraf C nosiseptor. Kedua serabut saraf ini merupakan

(44)

sinyal sakit tajam yang akut, dengan kecepatan konduksi 12-30 m/det. Lokalisasi

jelas tetapi tidak dirasakan di jaringan dalam tubuh sebelah dalam. Serat saraf tipe C

merupakan serat saraf yang tidak bermielin dengan diameter 0,4-1,2 µm yang

berfungsi sebagai penjalaran rasa sakit tipe lambat, dengan kecepatan konduksi

0,5-2,3 m/det. Nyeri lambat ini dirasakan satu detik setelah rangsangan yang

mengganggu, dan lokalisasi yang kurang jelas dengan kualitas seperti terbakar,

berdenyut atau pegal. Karena sistem persarafan nyeri yang ganda ini, maka cedera

jaringan sering menimbulkan dua sensasi nyeri yang tersendiri yaitu nyeri tajam yang

lebih awal (disalurkan A-delta) diikuti nyeri tumpul (disalurkan oleh serat nyeri C).

Kedua serabut saraf ini akan ditransmisikan ke tingkat medula spinalis, tingkat otak

bagian bawah dan tingkat otak bagian atas atau tingkat korteks.41,42

2.6 Pengukuran nyeri

Penilaian nyeri pada pasien yang mendapat sedasi sangat sulit dilakukan karena

ketidakmampuan melaporkan penilaian nyeri. Pada pasien yang mendapat sedasi

biasanya digunakan pengukuran nyeri non verbal. Biasanya digunakan untuk pasien

yang mengalami keterbatasan verbal baik karena usia, kognitif, maupun karena

berada dibawah pengaruh obat sedasi dan di dalam mesin ventilator. Berdasarkan

guidelines yang dikeluarkan AHCPR tahun 1992 menyatakan bahwa penggunaan

baik fisiologis dan respon tingkah laku terhadap nyeri untuk dilakukan penilaian

ketika self-report tidak bisa dilakukan.43

2.6.1 Skala nyeri berdasarkan observasi profesi kesehatan

Profesi kesehatan dapat menilai nyeri dengan observasi. Ada beberapa penilaian skala

nyeri yang telah di validasi oleh pelaku profesi kesehatan seperti skala FLACC,

(45)

Skala FLACC44 CRY Tidak menangis Mengerang, merintih Menangis, menjerit

CONSOLABILITY Rileks Sesekali menyentuh,

memeluk Sulit untuk tenang

Behavioral Pain Scale42

Penggunaan indikator tingkah laku dan fisiologis untuk menilai nyeri pada pasien

dewasa yang tidak respon, tidak komunikatif, yang telah dikemukakan oleh Payen

pada tahun 2001. Pada suatu penelitian prospektif Payen membandingkan 30 pasien

yang berada dalam ventilator mekanik dan mendapat sedasianalgesi. BPS digunakan

untuk menilai rasa nyeri yang dialami pasien pada prosedur menyakitkan seperti

tracheal suctioning ataupun mobilisasi tubuh. Skala yang sudah divalidasi ini terdiri

dari tiga penilaian, yaitu ekspresi wajah, pergerakan ekstremitas, dan komplians

(46)

maksimal). Skor BPS sama dengan 6 atau lebih dipertimbangkan sebagai nyeri yang

tidak dapat diterima (unacceptable pain).

Tabel 2. Skor BPS

Colorado Behavioral Numerical Pain Scale (CBNPS)45

CBNPS dikembangkan dari skala BPS oleh Salmore tahun 2002 untuk menilai nyeri

pada pasien yang tersedasi yang menjalani pemeriksaan saluran cerna, baik

endoscopy maupun colonoscopy. Rasa nyeri pada pasien dinilai dengan skala yang

lebih mudah, tanpa harus menggunakan ekspresi verbal. Skala CBNPS dibentuk

berdasarkan keadaan yang dinilai sesuai dengan penilaian nyeri oleh Agency of

Health Care (USA) tahun 1992. CBNPS menilai tingkah laku yang dideskripsikan

dengan skala 0-5, yang berkorelasi dengan peningkatan nyeri. Pada penelitian

Salmore juga dikemukakan persamaan skor dalam numerik, dengan nilai 0 (tidak ada

(47)

Tabel 3. Skala CBNPS

Tingkat nyeri berdasarkan CBNPS

Skor 0 = tidak nyeri

Skor 1 = nyeri ringan

Skor 2 = nyeri sedang

Skor ≥3 = nyeri berat (berhubungan dengan perubahan tingkah laku)

Wong Baker Face pain Scale10

Banyak digunakan untuk pasien yang mengalami keterbatasan verbal. Diobservasi

(48)

2.7 Penggunaan tourniquet

Sebenarnya sudah banyak penelitian yang menyebutkan kegunaan torniquet

untuk mengurangi nyeri penyuntikan propofol. Pemakaian torniquet dalam rangka

mengisolasi vena di tangan didapatkan dengan tekanan 50-100 mmHg diatas tekanan

sistolik (maksimal 200-250 mmHg pada ekstremitas atas dan 300 mmHg pada

ekstremitas bawah) atau paling rendah dengan menggunakan rumus (1,68 x mean

atrial pressure ) + 50 mmHg.46

Pemberian tourniquet menyebabkan anestesi lokal memiliki kesempatan

untuk bekerja disekitar pembuluh darah vena dan tidak cepat masuk ke sirkulasi

sistemik. Tetapi, penggunaan tourniquet sendiri bukan tanpa komplikasi. Penggunaan

tourniquet dapat menyebabkan abrasi kulit, dan nekrosis kulit akibat tekanan.

Kerusakan saraf juga bisa terjadi akibat tekanan yang ditimbulkan. Kerusakan

jaringan saraf terjadi pada daerah yang dilakukan tourniquet sehingga memicu

anoksia sel saraf. Efek tersebut memang tidak selalu dijumpai karena tergantung dari

seberapa besar tekanan yang diberikan, serta lamanya penggunaan tourniquet

tersebut. Nyeri akibat penggunaan tourniquet tersebut bisa muncul akibat adanya

hambatan aliran darah di daerah tersebut sehingga memicu lepasnya mediator

(49)

2.8 Kerangka Teori

Propofol IV

Iritasi Pembuluh darah vena

Pelepasan mediator inflamasi, prostaglandin, bradikinin

Sensitisasi ujung saraf di pembuluh vena

Transmisi : Penjalaran dari potensial aksi dari perifer ke sentral Transduksi : Muncul potensial

aksi dari stimulus kimia

Modulasi : Modulasi potensial aksi dari eferen di medula spinalis

Persepsi : Fenomena kimiawi dan psikologik kompleks ekspresi nyeri (perubahan perilaku : keluhan, komplain,

rintihan, ekspresi wajah)

Lidokain

Menghambat permeabilitas membran sel saraf terhadap natrium

Ketamin

NMDA antagonis

(50)

2.9 Kerangka Konsep

= VARIABEL INDEPENDENT

= VARIABEL DEPENDENT

GENERAL

ANESTESI ETT

LIDOCAIN 40 MG + NATRIUM BICARBONAT 1 mEq

Skor CBNPS

KETAMIN 100 µg/kgBB

(51)

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1 Desain

Penelitian ini menggunakan uji klinis acak tersamar ganda, untuk mengetahui

perbedaan efek pemberian lidokain 40 mg intravena yang ditambah natrium

bikarbonat 1 mEq dibandingkan dengan ketamin 100 µg/kgBB intravena untuk

mengurangi nyeri pada saat penyuntikan propofol 2 mg/kgBB tanpa

menggunakan premedikasi.

3.2 Tempat dan Waktu

Tempat

Kamar Instalasi Bedah Pusat RSUP. HAM Medan

Waktu

Juli 2014 – November 2014.

3.3 Populasi dan Sampel Penelitian

Populasi

Populasi adalah pasien bukan wanita hamil yang menjalani pembedahan

elektif dengan anestesi umum intubasi endotrakeal yang menggunakan

induksi propofol LCT di RSUP HAM Medan.

Sampel

Sampel penelitian adalah bagian dari populasi penelitian yang telah

memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. Setelah dihitung secara statistik,

seluruh sampel di bagi menjadi dua kelompok yaitu :

a. Kelompok A menerima lidokain 40 mg ( 2 mL lidokain 2% ) + 1

mEq natrium bikarbonat 1 ml + Dextrose 5% intravena = jadi

Gambar

Gambar 1. Rumus bangun propofol
Gambar 3. Sruktur bangun ketamin34
Tabel 1. Tabel FLACC scale
Tabel 2. Skor BPS
+7

Referensi

Dokumen terkait

Pendahuluan : Nyeri merupakan efek samping yang sering terjadi akibat penyuntikan propofol MCT/LCT walaupun konsentrasi bebas dalam propofolnya lebih rendah

Simpulan penelitian ini adalah penambahan larutan natrium bikarbonat 8,4% ke dalam lidokain HCl 2% dengan perbandingan 1:10 dapat mengurangi nyeri pada saat

Tujuan umum pada penelitian ini adalah untuk menilai pengaruh pemberian bolus Lidokain 2% 1,5 mg/kgBB intravena setelah intubasi endotrakeal pada intensitas

: Didapatkan dari uji statistik dimana terdapat kenaikan glukosa darah yang signifikan pada tikus wistar yang mendapat induksi ketamin 2 mg/KgBB dibandingkan kelompok

Simpulan: Ketamin dosis 1 mg/kgBB intravena memberikan waktu permintaan analgesia pertama yang lebih lama, nilai VAS yang lebih rendah pada 2 jam pertama

Simpulan: Ketamin dosis 1 mg/kgBB intravena memberikan waktu permintaan analgesia pertama yang lebih lama, nilai VAS yang lebih rendah pada 2 jam pertama

Penelitian di Korea pada tahun 2014 mengenai efek propofol dosis subhipnotik 0,3 mg/kgBB terhadap insidensi dan keparahan batuk terhadap 60 subjek penelitian yang menjalani