PERBANDINGAN PRETREATMENT LIDOKAIN 40 mg INTRAVENA
DITAMBAH NATRIUM BIKARBONAT 1 mEq DENGAN
KETAMIN 100 µg/kgBB INTRAVENA
DALAM MENGURANGI NYERI INDUKSI PROPOFOL
TESIS
FADLI ARMI LUBIS 097114010
PERBANDINGAN PRETREATMENT LIDOKAIN 40 mg INTRAVENA
DITAMBAH NATRIUM BIKARBONAT 1 mEq DENGAN
KETAMIN 100 µg/kgBB INTRAVENA
DALAM MENGURANGI NYERI INDUKSI PROPOFOL
TESIS
Oleh : Fadli Armi Lubis
Nim : 097114010
Pembimbing I : Dr. dr. Nazarudin Umar, Sp.An, KNA Pembimbing II : dr. Syamsul Bahri Siregar, Sp.An
Untuk memperoleh gelar Magister Kedokteran Klinik di bidang Anestesiologi dan Terapi Intensif / M.Ked (An) pada
Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara
PROGRAM MAGISTER KLINIK–SPESIALIS
DEPARTEMEN/SMF ANESTESIOLOGI DAN TERAPI INTENSIF
FAKULTAS KEDOKTERAN USU/RSUP. H. ADAM MALIK
Telah diuji pada
Tanggal : 16 Januari 2015 Penguji Tesis :
Ketua Departemen / SMF Anestesiologi dan Terapi Intensif FK USU – RSUP. H. Adam Malik Medan
Prof. dr. Achsanuddin Hanafie, Sp.An, KIC, KAO
Ketua Program Studi Anestesiologi dan Terapi Intensif FK USU – RSUP. H. Adam Malik Medan
dr. Hasanul Arifin, Sp.An, KAP, KIC Penguji I
dr. Chairul M. Mursin, Sp.An, KAO
Penguji III
dr. Hasanul Arifin, Sp.An, KAP, KIC NIP. 19510423 197902 1 003
Penguji II
LEMBAR PENGESAHAN
Judul : PERBANDINGAN PRETREATMENT LIDOKAIN 40 mg
INTRAVENA DITAMBAH NATRIUM BIKARBONAT 1 mEq DENGAN KETAMIN 100 µg/KgBB INTRAVENA DALAM MENGURANGI NYERI INDUKSI PROPOFOL
Nama : Fadli Armi Lubis
NIM : 097114010
Program : Magister Kedokteran Klinik
Konsentrasi : Anestesiologi dan Terapi Intensif Menyetujui:
Komisi Pembimbing
Pembimbing I
Dr. dr. Nazaruddin Umar, SpAn, KNA NIP : 19510712 198103 1 002
Pembimbing II
dr. Syamsul Bahri Siregar, SpAn NIP : 19500614 198206 1 001
Sekretaris Program Studi
Program Magister Kedokteran Klinik FK USU
dr. Murniati Manik, M.Sc, Sp.KK, Sp.GK
Dekan
Fakultas Kedokteran USU
KATA PENGANTAR
Bismillaahirrahmaanirrahiim,
Alhamdulillahirabbil’aalamin saya sampaikan rasa syukur kehadirat Allah SWT
atas rahmat dan karunia-Nya saya dapat menyelesaikan penelitian ini sebagai
syarat untuk memperoleh gelar spesialis dalam bidang Anestesiologi dan Terapi
Intensif Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara/ RSUP H. Adam Malik
Medan.
Saya menyadari bahwa tulisan ini jauh dari sempurna baik isi maupun
bahasanya, namun demikian saya berharap bahwa tulisan ini dapat menambah
perbendaharaan bacaan tentang Perbandingan Pretreatment Lidokain 40 mg Intravena ditambah Natrium Bikarbonat 1 mEq dengan Ketamin 100 µg/KgBB
dalam Mengurangi Nyeri Induksi Propofol.
Pada kesempatan yang berbahagia ini, perkenankan saya menyampaikan
penghargaan dan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Bapak Rektor
Universitas Sumatera Utara, yang telah memberi kesempatan kepada saya untuk
mengikuti Program Pendidikan Dokter Spesialis I di Departemen Anestesiologi
dan Terapi Intensif Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Medan.
Bapak Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara yang telah
memberikan kesempatan kepada saya untuk mengikuti Program Pendidikan
Spesialis di Fakultas Kedokteran ini.
Direktur RSUP. Haji Adam Malik, Direktur RSUD dr. Pirngadi, Direktur
RSU Haji Mina, dan Direktur RSU Rumkit DAM I BB Medan, yang telah
mengizinkan dan memberikan kesempatan kepada saya untuk belajar, bekerja dan
melakukan penelitian di lingkungan rumah sakit ini.
Yang terhormat Prof. dr. Achsanuddin Hanafie, Sp.An. KIC. KAO sebagai
Kepala Departemen Anestesiologi dan Terapi Intensif FK-USU/RSUP H. Adam
Anestesiologi dan Terapi Intensif yang telah banyak memberi petunjuk,
pengarahan serta nasehat dan keikhlasan telah mendidik selama saya menjalani
program ini sebagai guru bahkan orangtua, selama saya mengikuti pendidikan di
Departemen Anestesiologi dan Terapi Intensif FK-USU/RSUP H. Adam Malik
Medan.
Dengan penuh rasa hormat, saya mengucapkan terima kasih dan
penghargaan yang setinggi-tingginya kepada Dr. dr. Nazaruddin Umar,
Sp.An.KNA dan dr. Syamsul B. S, Sp.An, sebagai pembimbing tesis saya, dimana
telah banyak memberikan petunjuk, perhatian serta bimbingan sehingga saya
dapat menyelesaikan tesis ini tepat pada waktunya.
Dengan penuh rasa hormat, saya mengucapkan terima kasih dan
penghargaan yang setinggi-tingginya kepada guru-guru saya di jajaran
Departemen Anestesiologi dan Terapi Intensif FK-USU/RSUP H. Adam Malik
Medan, saya mengucapkan rasa terima kasih yang tidak terhingga, dr. A. Sani P.
Nasution, Sp.An. KIC ; dr. Chairul M. Mursin, Sp.An. KAO ; Prof. dr.
Achsanuddin Hanafie, Sp.An. KIC. KAO ; dr. Hasanul Arifin, Sp.An. KAP. KIC ;
DR. dr. Nazaruddin Umar, Sp.An. KNA ; dr. Akhyar H Nasution, Sp.An. KAKV ;
dr. Asmin Lubis, DAF, Sp.An. KAP. KMN ; dr. Ade Veronica HY, Sp.An. KIC ;
dr. Soejat Harto, Sp.An. KAP ; dr. Yutu Solihat, Sp.An. KAKV ; Alm. dr.
Muhammad AR, Sp.An. KNA ; dr. Syamsul Bahri Siregar, Sp.An ; dr. Tumbur,
Sp.An ; dr. Nugroho Kunto Subagio, Sp.An ; dr. Dadik W. Wijaya, Sp.An ; dr. M.
Ihsan, Sp.An. KMN ; dr. Guido M. Solihin, Sp.An, KAKV ; dr. Qodri F. Tanjung,
Sp.An. KAKV ; dr. Rommy F. Nadeak, Sp.An ; dan dr. Rr. Shinta Irina, Sp.An ;
yang telah banyak memberikan bimbingan dalam bidang ilmu pengetahuan di
Bidang Anestesiologi dan Terapi Intensif, baik secara teori maupun keterampilan
sehingga menimbulkan rasa percaya diri, baik dalam bidang keahlian maupun
pengetahuan umum lainnya yang kiranya sangat bermanfaat bagi saya di
kemudian hari.
Sembah sujud, rasa syukur dan terima kasih yang tak terhingga saya
upaya telah mengasuh, membesarkan dan membimbing dengan penuh kasih
sayang semenjak kecil hingga saya dewasa agar menjadi anak yang berbakti
kepada kedua orangtua, agama, bangsa dan negara. Dengan memanjatkan doa
kehadirat Allah SWT ampunilah dosa kedua orangtua saya serta sayangilah
mereka sebagaimana mereka menyayangi saya semenjak kecil.
Yang terhormat kedua mertua saya, H. Zulpan Arief Ritonga dan Hj.
Rosnah Siregar, yang telah memberikan dorongan semangat kepada saya sehingga
laporan penelitian ini dapat diselesaikan.
Kepada istriku tercinta dr. Gustina Mery Ritonga, dan anakku tersayang
Denisya alifiya Gusfa Lubis, Rizky Aldafa Gusfa Lubis dan Daiyana Putri Gusfa
Lubis yang selalu menyayangi serta dengan penuh cinta kasih mendampingi saya
selama ini. Tiada kata yang lebih indah diucapkan selain ucapan terima kasih
yang setulus-tulusnya atas pengorbanan, kesabaran, ketabahan dan dorongan
semangat yang tiada henti-hentinya, sehingga dengan ridho Allah SWT akhirnya
kita sampai pada saat yang berbahagia ini.
Kepada seluruh kerabat dan handai taulan yang tidak dapat saya sebutkan
satu persatu, yang telah memberikan bantuan, saya ucapkan terima kasih yang
sebesar-besarnya.
Yang tercinta dan tersayang teman-teman sejawat peserta pendidikan
keahlian Anestesiologi dan Terapi Intensif terutama dr. Rudi Gunawan, Sp.An ;
dr. Zulkarnain Bus, Sp.An; dr. Dody Iskandar, Sp.An; dr. Jeffry Awaluddin Pane;
dr. Hamonangan Pane; dr. Tasrif Hamdi dan teman-teman lain yang tidak bisa
saya sebutkan namanya disini, yang telah bersama-sama baik dalam suka maupun
duka, saling membantu sehingga terjalin rasa persaudaraan yang erat dengan
harapan teman-teman lebih giat lagi sehingga dapat menyelesaikan studi ini.
Semoga Allah SWT selalu memberkahi kita semua.
Kepada seluruh paramedis dan pegawai Departemen Anestesiologi dan
Dan saya ucapkan banyak terima kasih kepada seluruh pasien yang secara
sukarela berperan serta didalam penelitian ini dan semua pihak yang telah banyak
membantu yang tidak bisa saya sebutkan satu persatu disini.
Akhirnya izinkanlah saya memohon maaf yang setulus-tulusnya atas
kesalahan dan kekurangan selama mengikuti pendidikan ini. Semoga bantuan dan
dorongan serta petunjuk yang diberikan kepada saya selama mengikuti pendidikan
kiranya mendapat balasan yang berlipat ganda dari Allah SWT, Yang Maha
Pengasih, Maha Pemurah dan Maha Penyayang. Amin, Amin Ya Rabbal’alamin.
Medan, Januari 2015
Penulis
2.3.2 Indikasi ... 15 2.3.3 Pengaruh natrium bikarbonat pada anestesi lokal lidokain ...
2.4. Ketamin ... 2.6.1. Skala nyeri berdasarkan observasi profesi kesehatan ... 2.7. Penggunaan torniquet ...
4.1. Karakteristik Responden Penelitian ...
4.2. Perbedaan Karakteristik Hemodinamik antara Kelompok A dan
Kelompok B ... 4.3. Perbedaan Skor CBNPS antara kelompok A dan B ... 4.4. Perbedaan Karakteristik Hemodinamik pada Kelompok A dan B
antara Sebelum dan Sesudah Penyuntikan Propofol ... Lampiran 3 Lembaran Penjelasan pada Subjek Penelitian ... Lampiran 4 Lembar Persetujuan Setelah Penjelasan ... Lampiran 5 Lembaran Observasi Pasien ... Lampiran 6 Rencana Anggaran Penelitian ... Lampiran 7 Randomisasi Blok Sampel dan Daftar Sampel ...
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Rumus bangun propofol ...
Gambar 2. Struktur bangun lidokain ...
Gambar 3. Struktur bangun ketamin ...
7
11
DAFTAR TABEL
Tabel 1 FLACC scale ...
Tabel 2 Skor BPS ...
Tabel 3 Skala CBNPS ...
Tabel 4.1. Karakteristik Responden Penelitian ...
Tabel 4.2. Perbedaan Karakteristik Hemodinamik antara Kelompok A dan
Kelompok B ...
Tabel 4.3. Perbedaan Skor CBNPS antara Kelompok Adan B ...
Tabel 4.4. Perbedaan Karakteristik Hemodinamik pada Kelompok A antara
Sebelum dan Sesudah Penyuntikan Propofol ...
Tabel 4.5. Perbedaan Karakteristik Hemodinamik pada Kelompok B antara
Sebelum dan Sesudah Penyuntikan Propofol ...
Tabel 5.1. Kejadian nyeri antara lidokain 40 mg ditambah natrium
bikarbonat 1 mEq dengan ketamin 100 µg/kgBB ...
7
11
16
44
45
46
48
50
DAFTAR SINGKATAN
1. dkk : dan kawan kawan
2. LCT : Long Chain Triglycerides 3. MCT : Medium Chain Triglycerides 4. mg/kgBB : milligram per kliogram berat badan 5. µg/kgBB : mikrogram per kilogram berat badan 6. CBNPS : Colorado Behavioral Numeric Pain Scale 7. GABA : Gama Amino Butyric Acid
8. IVRA : Intra Venous Regional Anesthesia 9. NMDA : N Methyl D Aspartate
10.FLACC : Faces Legs Activity Cry Consolability 11.BPS : Behavioral Pain Scale
12.BMI : Body Mass Index 13.EKG : Elektro Kardio Gram 14.mEq : milliequivalent
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Riwayat Hidup Peneliti ...
Lampiran 2 Jadwal Tahapan Penelitian ...
Lampiran 3 Lembar Penjelasan Kepada Subjek Penelitian ...
Lampiran 4 Lembar Persetujuan Setelah Penjelasan ...
Lampiran 5 Lembaran Observasi Pasien ...
Lampiran 6 Rencana Anggaran Penelitian ...
60
61
62
65
67
Abstrak
Latar belakang masalah: Nyeri penyuntikan propofol masih ditemukan sekitar 28-90% dengan intensitas ringan sampai berat.Mekanisme yang menimbulkan nyeri ini sebenarnya masih belum jelas. Banyak cara yang dicoba untuk mengurangi nyeri penyuntikan propofol ini termasuk penggunaan lidokain, tourniquet, ketamin dan sebagainya.
Metode: Penelitian saya diikuti oleh sebanyak 96 pasien dengan metode acak tersamar ganda, ASA 1 dan 2, yang dibagi menjadi dua kelompok dalam jumlah yang sama yaitu masing-masing 48 pasien di tiap kelompok. Kelompok A diberikan lidokain 40 mg + natrium bikarbonat 1 ml + dekstrose 5% intravena sedangkan kelompok B diberikan ketamin 100 µ g/kgBB + dekstrose 5% intravena.
Hasil: Skor CBNPS pada kedua kelompok kebanyakan berada pada kategori tidak nyeri, sebanyak 30 orang (62,5%) di kelompok A dan 26 orang ( 54,2%) di kelompok B. Dengan menggunakan uji chi square ditemukan perbedaan yang tidak signifikan untuk skor nyeri (CBNPS) antara kelompok A dan B (p=0,512).
Kesimpulan: Penambahan lidokain 40 mg intravena yang ditambahkan natrium bikarbonat 1 mEq memiliki efektivitas yang sama dengan ketamin 100 µg/kgBB intravena dalam mengurangi nyeri akibat penyuntikan propofol.
Abstract
Background: Pain after propofol injection is still found about 28-90% with mild to moderate pain intensity. Mechanism of propofol pain injection actually not fully understood. There is a lot of attempt to minimize propofol pain injection including using lidocaine, tourniquet, ketamine and etc.
Method: This research has been done to 96 patients with double blind randomized study, ASA 1 and 2. These patients were separated into two groups (A and B) each 48 patients. Group A were given lidocaine 40 mg + Sodium Bicarbonat 1 ml + Dexstrose 5% intravenous meanwhile group B were given Ketamine 100 µ g/kg body weight + Dekstrose 5% intravenous.
Results: Based on CBNPS (Colorado Behavioral Numerical Pain Scale) score for two groups A and B classified in no pain category. No pain in group A has 30 patients and group B has 26 patients ( 54,2%). Using chi square test, there is no significance (significance if p < 0,05) difference between two groups (p=0,512).
Conclusion: Lidocaine 40 mg added to Sodium Bicarbonat 1 mEq to intravenous has the same effectivity with ketamine 100 µ g/kg body weight intravenous to reduce propofol pain injection.
Abstrak
Latar belakang masalah: Nyeri penyuntikan propofol masih ditemukan sekitar 28-90% dengan intensitas ringan sampai berat.Mekanisme yang menimbulkan nyeri ini sebenarnya masih belum jelas. Banyak cara yang dicoba untuk mengurangi nyeri penyuntikan propofol ini termasuk penggunaan lidokain, tourniquet, ketamin dan sebagainya.
Metode: Penelitian saya diikuti oleh sebanyak 96 pasien dengan metode acak tersamar ganda, ASA 1 dan 2, yang dibagi menjadi dua kelompok dalam jumlah yang sama yaitu masing-masing 48 pasien di tiap kelompok. Kelompok A diberikan lidokain 40 mg + natrium bikarbonat 1 ml + dekstrose 5% intravena sedangkan kelompok B diberikan ketamin 100 µ g/kgBB + dekstrose 5% intravena.
Hasil: Skor CBNPS pada kedua kelompok kebanyakan berada pada kategori tidak nyeri, sebanyak 30 orang (62,5%) di kelompok A dan 26 orang ( 54,2%) di kelompok B. Dengan menggunakan uji chi square ditemukan perbedaan yang tidak signifikan untuk skor nyeri (CBNPS) antara kelompok A dan B (p=0,512).
Kesimpulan: Penambahan lidokain 40 mg intravena yang ditambahkan natrium bikarbonat 1 mEq memiliki efektivitas yang sama dengan ketamin 100 µg/kgBB intravena dalam mengurangi nyeri akibat penyuntikan propofol.
Abstract
Background: Pain after propofol injection is still found about 28-90% with mild to moderate pain intensity. Mechanism of propofol pain injection actually not fully understood. There is a lot of attempt to minimize propofol pain injection including using lidocaine, tourniquet, ketamine and etc.
Method: This research has been done to 96 patients with double blind randomized study, ASA 1 and 2. These patients were separated into two groups (A and B) each 48 patients. Group A were given lidocaine 40 mg + Sodium Bicarbonat 1 ml + Dexstrose 5% intravenous meanwhile group B were given Ketamine 100 µ g/kg body weight + Dekstrose 5% intravenous.
Results: Based on CBNPS (Colorado Behavioral Numerical Pain Scale) score for two groups A and B classified in no pain category. No pain in group A has 30 patients and group B has 26 patients ( 54,2%). Using chi square test, there is no significance (significance if p < 0,05) difference between two groups (p=0,512).
Conclusion: Lidocaine 40 mg added to Sodium Bicarbonat 1 mEq to intravenous has the same effectivity with ketamine 100 µ g/kg body weight intravenous to reduce propofol pain injection.
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Propofol adalah obat anestesi yang sering dipakai sebagai induksi anestesi maupun
rumatan. Hal ini dikarenakan propofol memiliki mula kerja yang cepat dan lama kerja
yang singkat sehingga menjadi pilihan.1 Tetapi, saat ini yang menjadi masalah adalah
nyeri yang ditimbulkan oleh propofol. Propofol dosis induksi menimbulkan nyeri
antara 28 sampai 90 % dengan intensitas nyeri yang ringan sampai berat.2,3 Pada
anestesi modern, nyeri penyuntikan propofol menempati urutan ke tujuh pada
permasalahan klinis yang paling utama.4 Nyeri yang timbul ini sebaiknya dicegah
karena akan berdampak kepada peningkatan stres respon yang dapat berdampak
buruk pada pasien-pasien yang memiliki masalah jantung sebelum operasi.
Sebenarnya mekanisme munculnya nyeri akibat penyuntikan propofol belum
jelas. Beberapa cara dan metode dilakukan untuk mengurangi dan mencegah
terjadinya nyeri akibat penyuntikan propofol. Sejumlah cara farmakologis telah
dicoba untuk mengurangi nyeri misalnya pretreatment dengan lidokain, ondansetron, ketorolak, nafamostat, ketamin, opioid, nitrogliserin topikal dengan propofol,
melarutkan propofol dengan dekstrosa telah digunakan dengan hasil yang bervariasi
dan penelitian agen yang ideal untuk mengurangi nyeri injeksi propofol masih
berlangsung misalnya dengan menggunakan tourniquet.3,4,5
Tahun 2007 Sundarathiti melakukan penelitian terhadap 110 pasien yang
menjalani prosedur operasi obstetri dan ginekologi minor pada anestesi umum intra
vena. Hasil penelitian ini didapati insiden nyeri 98,2% pada grup propofol LCT
(p<0,001) dan 74,5% pada grup propofol MCT/LCT (p<0,001). Dimana insidensi
nyeri ringan 22 orang (40%) dan nyeri sedang sampai berat sebanyak 33 orang (60%)
dibandingkan propofol-LCT dalam mengurangi nyeri penyuntikan propofol.6 Namun
masih ada insiden nyeri akibat pemberian propofol MCT/LCT dengan insiden 28%
sampai 67% dan ini sesuai penelitian yang pernah dilakukan oleh Sethi dan
kawan-kawan (2009).6,7
Systematic review dan metaanalysis oleh Jalota tahun 2011 menyimpulkan bahwa metode intervensi yang paling handal dalam mencegah nyeri akibat
penyuntikan propofol adalah penyuntikan pada vena fossa antekubiti atau
pretreatment lidokain dengan penutupan vena ( occlusion vein ).8 Namun,
pemasangan infus dijalur vena fossa antekubiti tidak lazim dilakukan, karena jika
terjadi hematom, maka vena yang lebih distal tidak dapat berfungsi baik.
Penambahan natrium bikarbonat ke dalam lidokain juga dinilai dapat
mengurangi nyeri penyuntikan propofol dengan mekanisme alkalinisasi anestesi
lokal. Ozgul dkk (2013), melakukan studi pada pasien yang menjalani operasi elektif
tanpa premedikasi dengan menggunakan natrium bikarbonat 84 mg kedalam lidokain
2% 5 ml, disuntikkan sebanyak 0.05 mL/kgBB dengan menggunakan tekanan
tourniquet 50 mmHg untuk mencegah nyeri injeksi propofol, dengan insiden nyeri pada injeksi propofol sebanyak 6% (n=100).9
Iskandar D (2014) melakukan penelitian dengan penambahan natrium
bikarbonat 1 mEq terhadap lidokain 40 mg dengan pemakaian tourniquet dengan tekanan sistol selama 30 detik sebelum penyuntikan propofol dapat mempercepat
efek anestesi lokal dan terbukti dapat mengurangi nyeri penyuntikan propofol
MCT/LCT.10 Dari hasil peneltian ini didapati pasien yang mendapat penyuntikan
lidokain dengan bikarbonat hanya 3,7% pada nyeri ringan.
tersebut dapat memberikan hasil yang bervariasi. Ini terbukti dengan adanya sejumlah
sampel yang nyeri.
Munculnya hasil yang bervariasi dengan penggunaan tourniquet dapat diakibatkan masih adanya kebocoran agen anestesi lokal. Forster A dkk (1995),
meneliti kebocoran agen anestesi menggunakan zat radioaktif dengan tourniquet sampai 300 mmHg selama 20 menit, didapati kebocoran zat radioaktif ke sirkulasi
sistemik. Sehingga penulis berkesimpulan bahwa untuk mendapatkan efek yang
diinginkan maka aliran darah harus berhenti total agar tidak terjadi kebocoran dan
obat anestesi lokal lidokain dapat bekerja, tetapi tidak mungkin dilakukan. Penulis
berpendapat bahwa penelitian dapat dilakukan dengan menggunakan obat yang lain
tanpa tourniquet.11
Koo SW dkk (2006), meneliti pada 200 pasien yang menggunakan ketamin
sebelum penyuntikan propofol, terbukti bahwa ketamin dosis 100 µg/kgBB dapat
mengurangi nyeri penyuntikan propofol. Tetapi pada penelitian ini dengan ketamin
dosis 100 µ g/kgBB masih menimbulkan nyeri pada penyuntikan propofol sebanyak
46,7 % (n=30).12 Penggunaan ketamin disarankan dapat menurunkan kejadian nyeri
propofol pada dosis 5-10 mg. Ketamin bekerja pada susunan saraf pusat sebagai
antagonis NMDA reseptor dan dinilai efektif dalam mengurangi nyeri akibat
penyuntikan propofol.
Hasil yang sama juga ditunjukkan oleh penelitian yang dilakukan oleh
Saadawy dkk (2007) dengan membandingkan pretreatment ketamin 0,4 mg/kg, thiopental 0,5 mg/kg, meperidin 0,4 mg/kg, lidokain 1 mg/kg. Didapati bahwa
pretreatment dengan ketamin dapat mengurangi nyeri akibat penyuntikan propofol sebanyak 92% tetapi penelitian ini menggunakan tourniquet.13
Zahedi H dkk (2009), membandingkan lidokain dengan ketamin dalam
mengurangi nyeri akibat penyuntikan propofol yang dilakukan pada 500 pasien. Dari
efektif dari pada lidokain 1 mg/kgBB yang diberikan sebelum propofol dengan p value < 0,05 (<0,0001). Dimana nyeri didapati pada lidokain 1 mg/kgBB (65%), ketamin 50 µ g/kgBB (60%), ketamin 75 µg/kgBB (55%), ketamin 100 µ g/KgBB
(45%).14
Ketamin dapat dijadikan alternatif lain dalam mengurangi nyeri penyuntikan
propofol dengan mekanisme kerja yang belum banyak diketahui. Tetapi, berdasarkan
review artikel yang dilakukan oleh Petrenko Ab dan kawan-kawan tahun 2003 ditemukan adanya NMDA reseptor di perifer sehingga memungkinkan untuk
terjadinya antagonisasi reseptor tersebut di perifer.15
Efektifitas ketamin juga diteliti oleh Hwang J dan kawan-kawan tahun 2009
pada 188 pasien. Penelitian dilakukan dengan memberikan ketamin pretreatment 10 mg dan ketamin 10 mg yang dicampur dengan propofol. Penelitian ini menggunakan
tourniquet selama 30 detik. Didapati bahwa ketamin pretreatment 10 mg memiliki angka kejadian nyeri yang rendah (28,3%) dibanding ketamin 10 mg yang dicampur
dengan propofol (48,51%).16
Semua modalitas yang digunakan untuk mengurangi nyeri propofol dari
beberapa penelitian ternyata masih memiliki hasil yang bervariasi. Penambahan
natrium bikarbonat ke dalam lidokain ataupun lidokain sendiri memang memiliki
manfaat. Ketamin juga dinilai memiliki fungsi menurunkan insidensi nyeri propofol.
Penggunaan tourniquet juga dinilai dapat membantu walaupun dari hasil penelitian masih dapat terjadi kebocoran obat dan dapat menimbulkan ketidaknyamanan. Untuk
ini peneliti mencoba meneliti efektifitas lidokain 40 mg intravena yang ditambahkan
natrium bikarbonat 1 mEq yang dibandingkan dengan ketamin 100 µg/kgBB
1.2 Rumusan Masalah
Apakah efektifitas lidokain 40 mg ditambah natrium bikarbonat 1 mEq intravena
lebih baik dibandingkan dengan ketamin 100 µg/kgBB intravena sebagai
pretreatment dalam mengurangi nyeri akibat penyuntikan propofol tanpa menggunakan tourniquet ?
1.3 Hipotesa
Efektifitas lidokain 40 mg intravena yang ditambahkan natrium bikarbonat 1 mEq
lebih baik dibandingkan dengan ketamin 100 µg/kgBB intravena dalam mengurangi
nyeri akibat penyuntikan propofol.
1.4 Tujuan Penelitian
Tujuan Umum
Untuk mendapat alternatif obat yang dapat mengurangi nyeri akibat penyuntikan
propofol.
Tujuan khusus
1. Untuk mengetahui score CBNPS setelah pemberian natrium bikarbonat kedalam lidokain dalam mengurangi nyeri saat penyuntikan propofol tanpa menggunakan
tourniquet.
1.5 Manfaat Penelitian
- Manfaat akademik
Mendapatkan cara lain untuk mengurangi nyeri pada penyuntikan propofol.
-Manfaat pelayanan
Meningkatkan kenyamanan dan keamanan pasien tanpa komplikasi yang
membahayakan.
-Pengembangan penelitian
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Propofol
Propofol diperkenalkan pada awal tahun 1980. Propofol adalah salah satu obat
anestesi yang memiliki mula kerja dan lama kerja yang relatif lebih singkat sehingga
menjadi pilihan dalam anestesi modern baik untuk anestesi ataupun terapi
pemeliharaan.17,18
2.1.1. Struktur fisika dan kimia
Propofol, dengan struktur kimia C12H18O, terdiri dari cincin fenol dengan dua ikatan
kompleks isopropil dengan stabilitas kimiawi yang tinggi dengan biotoksisitas yang
rendah dengan nama kimia 2,6-di-isopropylphenol. Perubahan yang dilakukan pada
panjang rantai ikatan mengubah karakteristik, potensi, induksi dan pemulihan.
Oleh karena propofol memiliki gugus fenol, propofol dapat mengiritasi kulit
dan membran mukosa sehingga potensial menimbulkan nyeri saat disuntikkan.2,19
Gambar 1. Rumus bangun propofol
2.1.2 Propofol LCT
Propofol mempunyai berat molekul 178 Da.3 Pertama kali diperkenalkan dengan
konsentrasi 2% dalam 16% kromofor EL, namun karena kromofor EL menyebabkan
reaksi alergi dan nyeri yang hebat, maka komposisi ini diperbarui dalam formula
emulsilemak yang mengandung 10 % Long - Chain Triglycerides ( LCT ) soybean
bentuk emulsi Medium-Chain Triglycerides / Long-Chain Triglycerides (MCT/LCT).
Konsentrasi propofol bebas dalam formula MCT/LCT 26% - 40% lebih rendah
dibandingkan dengan formula LCT, atau 0,2% - 0,14% dari total konsentrasi
propofol.3
pH propofol adalah 6-8.5 dan pKa dalam air adalah 11.3 Walaupun
konsentrasi trigliserida pada plasma selama sedasi tidak ada perbedaan antara kedua
formula propofol, tetapi ada kecenderungan eliminasi setelah pemberian formula
MCT/LCT lebih cepat dibandingkan dengan formula LCT.2,3
2.1.3 Mekanisme kerja
GABA adalah neurotransmiter penghambat utama dalam susunan saraf pusat.
Propofol mengikat GABAA reseptor tetapi juga bisa memiliki mekanisme lain yang
melibatkan berbagai reseptor protein. Efek sedasi dan hipnotik yang ditimbulkan oleh
propofol di susunan saraf pusat muncul diakibatkan oleh interaksi propofol dengan
reseptor GABAA. Interaksi ini akan menyebabkan konduksi klorida transmembran
meningkat dan mengakibatkan hiperpolarisasi membran sel sehingga hantaran saraf
tidak terjadi.19
2.1.4 Farmakokinetik
Sifat kelarutannya yang tinggi di dalam lemak menyebabkan mula kerja yang cepat
dan konsentrasi puncak di otak diperoleh dalam 30 detik dan efek maksimum
diperoleh dalam 1 menit. Konsentrasi di dalam darah meningkat cepat setelah
penyuntikan dosis intravena, sementara peningkatan konsentrasi pada serebral
propofol sangat lambat (T1/2 = 2,9 menit). Waktu untuk sadar ditentukan oleh jumlah
dosis yang diberikan. Pulih sadar dari dosis tunggal juga cepat oleh karena waktu
Clearence propofol dari plasma melebihi aliran darah hepatik, menegaskan
bahwa ambilan jaringan (mungkin ke dalam paru), sama baiknya dengan
metabolisme oksidatif hepatik oleh sitokrom P-450, dan ini penting dalam eliminasi
obat dari plasma. Propofol dengan cepat di metabolisme di hati melalui konjugasi
glukoronidase dan sulfat untuk menghasilkan senyawa aktif yang larut dalam air,
yang diekskresikan oleh ginjal. Metabolisme hepatik cepat dan luas, menghasilkan
sulfat yang tidak aktif dan larut dalam air serta metabolit asam glukoronit yang
diekskresikan oleh ginjal. Propofol juga menjalani hidroksilasi cincin oleh sitokrom
P-450 membentuk 4-hidroksipropofol. Meskipun glukuronida dan konjugasi sulfat
dari propofol terlihat tidak aktif secara farmakologi, 4-hidroksipropofol memiliki
sepertiga aktivitas hipnotik dari propofol. Kurang dari 0.3% dari dosis yang
diekskresikan tidak berubah dalam urine dengan waktu paruh untuk eliminasi
propofol berkisar 0,5 sampai 1,5 jam.19,20,21
2.1.5 Farmakodinamik
Propofol menimbulkan sedasi dan hipnosis pada sistem saraf pusat. Propofol juga
menurunkan cerebral metabolic rate untuk oksigen, aliran darah otak dan tekanan
intrakranial. Efek kardiovaskular yang dapat timbul adalah penurunan tahanan
pembuluh darah sistemik, dan tekanan darah. Penurunan tahanan pembuluh darah
oleh propofol diakibatkan oleh relaksasi dari otot polos pembuluh darah akibat dari
kerja propofol dalam menghambat aktivitas vasokonstriksi dari saraf. Propofol juga
memiliki efek inotropik negatif terhadap otot jantung dengan cara menghambat
influks kalsium di sel otot jantung.
Untuk paru-paru, propofol dapat menyebabkan depresi pernapasan sampai
henti napas berkisar 24% sampai 30% dan efek ini tergantung dari dosis yang
diberikan. Propofol memiliki efek bronkodilatasi dan menurunkan risiko munculnya
wheezing selama operasi pada pasien dengan asma.Propofol menekan respon tubuh
chemoreceptor di otak.Propofol kurang mengganggu fungsi ginjal tetapi penggunaan
jangka panjang dapat mengakibatkan kerusakan hati.20
2.1.6 Nyeri lokal penyuntikan propofol
Mekanisme yang tepat dari nyeri akibat penyuntikan propofol intravena tidak
diketahui. Penyuntikan propofol intravena menyebabkan rasa sakit di tempat
suntikan, kejadian bervariasi kurang dari 10% pada fossa antecubital sampai 90% di
bagian belakang tangan.2,3,10 Ukuran vena merupakan faktor yang berpengaruh
terhadap nyeri. Nyeri berkurang jika penyuntikan di vena antecubital. Hal ini
dikarenakan efek iritasi penyuntikan propofol dengan konsentrasi yang tinggi pada
bagian dinding vena yang sensitif. Tingginya angka kejadian nyeri pada saat
penyuntikan adalah berkaitan dengan formula LCT tradisional. Nyeri pada injeksi
propofol dikaitkan langsung dengan adanya efek iritasi dari obat oleh adanya
stimulasi reseptor nociceptive dengan ujung saraf bebas di vena. Efek ini mungkin
terkait dengan konsentrasi bebas propofol.10 Obat bebas dalam 10 % lipid dan 90 %
fasa air dari propofol yang tersedia dalam bentuk emulsi dianggap terkait dengan rasa
sakit di tempat suntikan. Nyeri yang disebabkan oleh propofol disebabkan oleh
aktivasi sistem kallikrein - kinin, yang menginduksi pelebaran vena dan menyebabkan
hiperpermeability vena, sehingga mungkin meningkatkan kontak antara propofol
yang bebas dan ujung saraf bebas (free nerve ending) di dalam dinding pembuluh
darah, yang mengakibatkan rasa sakit.2,10
Konsentrasi bradikinin lebih tinggi secara signifikan ditemukan dalam darah
dengan LCT dibandingkan dengan propofol MCT/LCT. Bradikinin sebagai sebab
timbulnya nyeri tempat suntikan propofol. Prostanoid, terutama prostaglandin E2,
baru-baru ini ditemukan pada plasma setelah pemberian propofol intravena dan
dinilai sebagai faktor penyebab nyeri propofol. Faktor-faktor yang dapat
pelumas di dalam jarum suntik plastik, pencampuran formula dengan darah,
kecepatan penyuntikandan cairan infus.2,10
Teknik yang berguna secara klinis diusulkan untuk mengurangi rasa sakit
propofol mengacu pada modifikasi komposisi obat dan teknik pemberian. Namun,
mengurangi pH atau meningkatkan suhu formula berbeda dengan pencampuran
dengan lidokain atau pendinginan yang telah dilaporkan dapat mengurangi
konsentrasi propofol bebas dalam formula.2,10
2.2 Lidokain
2.2.1 Struktur, rumus bangun
Lidokain merupakan obat anestesi lokal dari golongan amida. Di sintesa pertama
sekali dengan nama dagang xylocaine oleh Nils Lofgren tahun 1943. Rekan kerjanya
Bengt Lundqvist melakukan eksperimen pertama sekali tahun 1948.22,23
Gambar 2. Struktur bangun lidokain
Lidokain terdiri dari satu gugus lipofilik (merupakan suatu cincin aromatik)
yang dihubungkan suatu rantai perantara (jenis amida) dengan suatu gugus yang
mudah terionisasi (amine tersier). Anestesi lokal merupakan basa lemah. Dalam
penerapan terapeutik, mereka umumnya disediakan dalam bentuk garam agar lebih
bermuatan atau sebagai suatu kation. Perbandingan relatif dari dua bentuk ini
ditentukan oleh harga pKa-nya dan pH cairan tubuh, sesuai dengan persamaan
Henderson-Hasselbalch. 22,23
2.2.2 Famakokinetik
Lidokain efektif bila diberikan secara intravena. Pada pemberian intravena mula kerja
45-90 detik. Kadar Puncak plasma dicapai dalam waktu 1-2 menit dan waktu paruh
30-120 menit. Lidokain hampir semuanya dimetabolisme di hati menjadi
monoethylglcinexcylidide melalui oksidatif dealkylation, kemudian diikuti dengan
hidrolisis menjadi xylidide. Monoethylglcinexcylidide mempunyai aktivitas sekitar
80% dari lidokain sebagai antidisritmia sedangkan xylidide hanya mempunyai
aktifitas antidisritmia 10%. Xylidide dieksresi dalam urin sekitar 75% dalam bentuk
4-hydroxy-2,6-dimethylaniline. Lidokain dalam plasma 50% terikat oleh albumin. 22,23
2.2.3 Mekanisme kerja
Mekanisme lidokain sebagai analgesi menghambat suatu enzim yang mensekresi
kinin atau memblok C nosiseptor lokal secara langsung. Penghambatan saluran ion
natrium dan blokade yang bersifat reversibel sepanjang konduksi akson perifer dari
serabut saraf Aδ dan digambarkan oleh Carlton tahun 1997 dengan tujuan target analgesi pada dorsal horn medulla spinalis. 22,23
Sebagai anestesi lokal, lidokain menstabilisasi membran saraf dengan cara
mencegah depolarisasi pada membran saraf melalui penghambatan masuknya ion
natrium. Obat anestesi lokal mencegah transmisi impuls saraf (blokade konduksi)
dengan menghambat perjalanan ion sodium (Na+) melalui saluran ion selektif Na+
dalam membran saraf. Saluran Na+ sendiri merupakan reseptor spesifik untuk
depolarisasi sehingga ambang potensial tidak dicapai dan dengan demikian potensial
aksi tidak dialirkan. 22,23
Saluran Na+ ada dalam keadaan aktif terbuka, tidak aktif tertutup dan
istirahat-tertutup selama berbagai fase aksi potensial. Pada membran saraf istirahat,
saluran Na+ di distribusi dalam keseimbangan diantara keadaan istirahat–tertutup dan
tidak aktif-tertutup. 22,23
Dengan ikatan yang selektif terhadap saluran Na+ dalam keadaan tidak
aktif-tertutup, molekul anestesi lokal menstabilisasi saluran dalam konfigurasi ini dan
mencegah perubahan mereka menjadi dalam keadaan istirahat-tertutup dan tidak
aktif-terbuka terhadap respon impuls saraf. Saluran Na+ dalam keadaan tidak
aktif-tertutup tidak permiabel terhadap Na+ sehingga konduksi impuls saraf dalam bentuk
penyebaran potensial aksi tidak dapat terjadi. Hal ini diartikan bahwa ikatan obat
anestesi lokal pada sisi yang spesifik yang terletak pada bagian sebelah dalam saluran
Na+ sebaik penghambatan saluran Na+ dekat pembukaan eksternalnya sehingga
anestesi lokal ini mempertahankan saluran dalam keadaan tidak aktif-tertutup. 22,23
Bila konsentrasi anestesi lokal meningkat pada serabut saraf, maka nilai
ambang eksitasi akan meningkat, konduksi impuls lambat, kecepatan peningkatan
potensial aksi menurun, amplitudo potensial berkurang, dan akhirnya kemampuan
untuk membangkitkan potensial aksi akan hilang. Efek ini diakibatkan oleh adanya
ikatan antara anestesi lokal dengan saluran ion natrium yang semakin meningkat.
Pada setiap saluran ion, menghasilkan ikatan penghambatan saluran Na+. Apabila
saluran Na+ dihambat disepanjang serabut saraf maka impuls yang melewati daerah
yang dihambat tidak terjadi. Pada dosis minimum yang diperlukan untuk
2.2.4 Toksisitas
2.2.4.1 Efek terhadap jantung
Pada kardiovaskular, lidokain menekan dan memperpendek periode refrakter efektif
dan lama potensial aksi dari sistem His-Purkinje dan otot ventrikel secara bermakna,
tetapi kurang berefek pada atrium. Lidokain menekan aktifitas listrik jaringan
aritmogenik yang terdepolarisasi, sehingga lidokain sangat efektif untuk menekan
aritmia yang berhubungan dengan depolarisasi, tetapi kurang efektif terhadap aritmia
yang terjadi pada jaringan dengan polarisasi normal (fibrilasi atrium). 22,23
Efek toksisitas jantung yang diakibatkan oleh tingginya konsentrasi plasma
obat anestesi lokal dapat terjadi karena obat-obatan ini menghambat saluran Na+
jantung. Obat anestesi lokal pada konsentrasi rendah, efek pada saluran Na+ ini
mungkin memperbesar sifat antidisritmia. Tetapi jika konsentrasi plasma obat
anestesi lokal berlebihan, saluran Na+ jantung akan dihambat sehingga konduksi dan
automatisasi menjadi terhambat. Terhambatnya impuls jantung ditunjukkan dengan
pemanjangan interval P-R dan komplek QRS pada elektrokardia. Toksisitas pada
jantung dihubungkan terhadap efek langsung pada otot jantung yaitu kontraktilitas,
automatisasi, ritme dan konduktivitas jantung. 22,23
2.2.4.2 Efek terhadap SSP
Gejala awal dari komplikasi pada SSP adalah rasa tebal lidah, agitasi, disorientasi,
euphoria, pandangan kabur, dan mengantuk kemudian bila kadar lidokain menembus
sawar darah otak timbul gejala seperti vertigo, tinnitus, twitching otot dan jika
konsentrasi plasma melebihi dari 5 µg/ml, kejang umum dapat terjadi. Kejang biasanya berlangsung singkat dan berespon baik dengan diazepam, dan sangat
penting untuk mencegah hypoxemia. Dalam mencegah nyeri lidokain mempunyai dua
neural di dorsal horn, kemudian memodulasi pelepasan neurotransmitter
excitatory. 22,23
2.3 Natrium bikarbonat 2.3.1 Farmakologi
Natrium bikarbonat adalah senyawa kimia dengan rumus NaHCO3. Dalam
penyebutannya kerap disebut dengan bicnat. Senyawa ini merupakan kristal yang
sering terdapat dalam bentuk serbuk. Natrium bikarbonat larut dalam air dengan pH
7,5-9,5.25
2.3.2 Indikasi
Indikasi natrium bikarbonat adalah untuk mengobati asidosis metabolik (hypoksia
berat, henti jantung), hyperkalemia, keracunan obat golongan trisiklik serta
phenobarbital,dan sebagai obat tambahan untuk menaikkan pH anestesi lokal.10
2.3.3 Pengaruh natrium bikarbonat pada anestesi lokal lidokain
Penambahan natrium bikarbonat ke dalam lidokain akan meningkatkan pH dari
anestesi lokal. Ketika terjadi peningkatan pH mendekati nilai pKa-nya maka jumlah
basa yang tidak bermuatan (bebas) dari lidokain juga meningkat. Hal ini akan
mempermudah kerja anesetesi lokal untuk berdifusi ke membran sel saraf sehingga
akan mempercepat kerjanya. Dengan penambahan natrium bikarbonat diduga juga
menurunkan konduksi saraf secara non spesifik dan mempunyai efek anestesi lokal
langsung yang berikatan dengan kanalnatrium.26
Lidokain yang biasa digunakan mempunyai pKa 7,9 dengan pH berkisar 6,5
(5,0 sampai 7,0) sehingga pada pH ini hanya 5-20% dalam bentuk basa bebas.21,27
Penambahan natrium bikarbonat menyebabkan kenaikan pH anestesi lokal dan
menghasilkan bentuk nonionisasi sekitar 17% - 33%. Dengan jumlah basa bebas yang
penambahan natrium bikarbonat menambah persentase dari keberadaan anestesi lokal
yang larut dalam lemak, mampu menembus membran sel saraf sehingga
mempercepat mula kerja dari blokade saraf perifer dan blokade epidural menjadi 3
sampai 5 menit. Dosis natrium bikarbonat yang digunakan yaitu 1 ml natrium
bikarbonat (1 mEq/ml) ditambahkan tiap 10 ml obat anestesi lokal menjadi
konsentrasi 0,1 mEq/ml.29,30
Durasi anestesi tidak tergantung dari jenis anestesi lokal saja, tetapi
ditentukan oleh lamanya tourniquet dikembangkan. Mekanisme anestesi lokal
menghasilkan anestesi regional intravena (IVRA) masih belum diketahui, tetapi
diduga obat tersebut bekerja pada ujung saraf serta batang saraf. Sensasi normal dari
otot rangka akan kembali dengan cepat pada saat tourniquet dilepaskan oleh karena,
terjadi pengenceran konsentrasi anestesi lokal oleh darah yang mengalir. Lidokain
merupakan obat yang paling sering digunakan untuk teknik IVRA.20
2.4 Ketamin
Gambar 3. Sruktur bangun ketamin34
Saat ini banyak para klinisi khususya praktisi nyeri untuk memulai penelitian
baru terhadap ketamin yang saat ini digunakan sebagai multimodal analgesia dalam
2.4.1 Farmakologi ketamin
Ketamin, 2-(o-chlorophenyl)-2-(methylamine)-cycloexanone pertama kali disintesa
pada tahun 1963 dan digunakan pada manusia pada tahun 1965 oleh Corssen dan
Domino. Obat ini larut dalam lemak dengan berat molekul 238 dalton pKa 7,5 dan
digunakan dalam bentuk rasemik atau isomer levogyrous s (+) ketamin.32
S (+) ketamin 3 sampai 4 kali lebih poten dari isomer (R-ketamin) untuk
penanganan nyeri, sedikit menimbulkan agitasi dari pada yang bentuk rasemik dan
dextrogyrous. S(+) ketamin dua kali lebih poten dari rasemik dalam mencegah spinal
cord central sensitization.32
Ketamin dapat diberikan melalui oral, intramuskular, intravena bahkan saat ini
berkembang penelitian ketamin epidural. Ketamin memiliki bioavailibilitas 93% dan
waktu paruh sampai 186 menit.31 Volume distribusi diperkirakan mencapai 3 L/kg.30
Plasma puncak setelah pemberian intravena terjadi dalam waktu 1 menit,
intramuskular dalam waktu 5 menit dan pemberian secara oral dalam waktu 30
menit.33 Ketamin terdistribusi ke organ yang memiliki perfusi yang tinggi seperi otak
dengan empat sampai lima kali dari kadar plasma dengan eliminasi obat melalui
redistribusi obat dari organ yang perfusinya baik ke tempat yang kurang baik.
Ketamin mengalami metabolisme konjugasi di hati melalui enzim sitokrom P 450.34
Norketamin adalah hasil metabolit ketamin yang masih aktif tetapi
potensiasinya sepertiga sampai seperlima dari ketamin dan pada akhirnya metabolit
tadi dikonjugasikan menjadi larut air dan pada akhirnya diekskresikan melalui urin.
Ketamin memiliki kelarutan lemak yang tinggi sehingga obat ini mudah melewati
sawar darah otak. Ketamin memiliki ikatan dengan protein plasma 12% dan waktu
2.4.2 Mekanisme kerja ketamin
Ketamin bekerja pada susunan saraf pusat dan menurut beberapa penelitian ketamin
memiliki aktivitas perifer. Mekanisme ini didasarkan adanya NMDA reseptor di
jaringan somatik termasuk pembuluh darah pada serabut saraf yang bermielin dan
tidak bermielin. Oleh karena alasan ini maka ketamin tidak hanya bekerja di otak dan
sumsum tulang belakang tetapi juga di perifer.15 Efek kerja ketamin bekerja pada
reseptor NMDA (N-methyl-D-aspartate) pada bagian kutub kalsium. Aktivasi
reseptor NMDA menyebabkan hambatan influks kalsium ekstraseluler ke
intraseluler.35,37 Peran kalsium adalah sebagai second messenger untuk reaksi nyeri
selanjutnya melalui pelepasan neurotransmitter nyeri yang lain.
Blok pada NMDA reseptor adalah cara kerja utama dari ketamin di susunan
saraf pusat dan medulla spinalis.Sebagai tambahan bahwa ketamin juga menghambat
pelepasan dari glutamat yang bertindak sebagai neurotransmitter eksitatori yang
berperan sebagai neurotransmitter nyeri. Mekanisme yang lain ketamin berikatan
dengan reseptor opioid yaitu mu dan kappa. Interaksi ini terjadi sangat kompleks.
Afinitas ketamin terhadap reseptor opioid ini 10 kali lebih lemah dari ikatannya
terhadap reseptor NMDA dengan adanya bukti bahwa naloxon yang merupakan
antagonis opioid tidak mengantagonis efek analgetik dari ketamin.1,34 Ada bukti juga
bahwa reseptor seperti monoaminergik, muskarinik dan nikotinik menjadi tempat
ikatan ketamin sekaligus ketamin menimbulkan efek takikardi dan bronkodilator.
2.4.3 Preemptive ketamin
Transmisi sinyal nyeri yang ditimbulkan oleh kerusakan jaringan menyebabkan
sensitisasi dari jalur nyeri perifer dan sentral. Analgesia preemptive adalah
timbul. Konsep preemptive sebenarnya mengacu kepada penghambatan sinyal nyeri
sehingga tidak terjadi sensitisasi sentral yang berujung kepada nyeri kronik sehingga
nyeri lebih sulit untuk diatasi.37 Untuk itulah istilah preemptive menjadi populer.
Sehingga konsep preemptive memiliki penanganan nyeri yang efektif dibandingkan
dengan konsep yang lain.
Trauma jaringan selama pembedahan merubah jalur sentral persepsi nyeri.
Terjadi perubahan sensitisasi sentral melalui peningkatan sensitivitas terhadap
rangsang nyeri. Anestesi umum tidak mencegah tansmisi impuls nosiseptif dari
tempat operasi ke medula spinalis. Nyeri paska bedah memanjang karena reaksi
inflamasi akibat kerusakan jaringan lebih dominan daripada rangsangan intraoperatif
jangka pendek pada rangsang medula spinalis. Adanya nyeri akan memperlambat
pemulihan atau memperpanjang waktu rawat inap.38
Salah satu penyebab timbulnya sensitisasi sentral dari nyeri adalah N-methyl-
D-aspartate (NMDA). Ketamin suatu antagonis reseptor NMDA dapat diberikan
untuk mencegah nyeri paska bedah serta mencegah sensitisasi sentral akibat
pembedahan yang dapat diberikan sebelum pembedahan. Efek preemptive ketamin
masih kontroversi, beberapa peneliti melaporkan adanya efek analgesi terhadap
pemberian ketamin namun peneliti lain tidak. Perbedaan ini disebabkan variasi
prosedur pembedahan, dosis pemberian dan waktu pemberian.38 Meskipun beberapa
studi menunjukkan tidak ada efektivitas analgetik preemptive yang diberikan.
Sebenarnya satu-satunya cara untuk mencegah sensitisasi nosiseptif adalah langsung
memblokir sinyal nyeri yang berasal dari luka bedah dari waktu sayatan sampai akhir
2.4.4 Efek ketamin pada fungsi organ
Ketamin memiliki kombinasi unik dari efek kardiovaskular, biasanya dikaitkan
dengan takikardi, peningkatan tekanan darah, dan cardiac output. Mekanisme yang
tepat munculnya respon simpatik masih belum diketahui. Namun, dengan tidak
adanya kontrol otonom, ketamin memiliki efek depresi miokard langsung, yang
biasanya diganti oleh respon sentral. Hal ini dimungkinkan untuk mengurangi efek
yang tidak diinginkan dari kardiovaskular dengan memberikan ketamin sebagai infus
berkala dan bersama benzodiazepin.34
Ketamin memiliki efek minimal pada pusat pernapasan, meskipun penurunan
ventilasi dapat terjadi sementara setelah pemberian bolus. Ketamin menyebabkan
relaksasi otot polos bronkus, sehingga memiliki peran khusus pada pasien asma.
Ketamin meningkatkan sekresi saliva, yang dapat menghasilkan potensial masalah
pada anak-anak dengan menyebabkan obstruksi jalan nafas atas. Meskipun refleks
menelan, batuk, bersin, dan refleks muntah relatif utuh dengan ketamin, tetapi
aspirasi dapat terjadi selama pasien terbius dengan ketamin.34
Sering dilaporkan adanya bunyi nyaring pada penggunaan ketamin yang
disangkakan laringospasme. Hal ini sebenarnya terjadi karena posisi saluran napas
yang tidak bebas, dan masalah tersebut dapat dikelola hanya dengan reposisi kepala
pasien. Laringospasme dapat terjadi pada penggunaan ketamin yang disebabkan oleh
stimulasi dari pita suara oleh instrumentasi atau sekresi. Sekret dapat dikurangi
dengan memberikan premedikasi glycopyrolate.34
Emergence reaction merupakan sensasi psikis setelah penggunaan ketamin
yaitu sensasi mengambang, mimpi atau ilusi dan sesekali delirium. Mimpi-mimpi dan
ilusi biasanya menghilang pada saat pulih. Namun penting untuk mendiskusikan pada
yang cepat dan dosis besar. Ketamin dapat mengaktifkan psikosis pada pasien dengan
skizofrenia. Namun, belum terlihat adanya reaksi psikotik jangka panjang pada pasien
tanpa penyakit kejiwaan. Premedikasi dapat diberikan untuk mengurangi emergence
reaction seperti midazolam (0,07-0,1 mg /kgBB), diazepam ( 0,15 - 0,3 kg/bb ), dan
lorazepam ( 2-4 mg) intravena yang telah terbukti efektif. Insiden ini juga menurun
bila digunakan bersama dengan hipnotik sedatif lain dan anestesi umum.34
Ketamin menghasilkan apa yang disebut “disosiatif' anestesia” yang telah
digambarkan sebagai disosiasi fungsional dan elektrofisiologi antara sistem
thalamo-neokorteks dan limbik. EEG menunjukkan aktivitas theta yang dominan dengan
penghapusan irama alfa. Keadaan klinis yang unik yang dihasilkan oleh ketamin
adalah biasanya keadaan ayan di mana mata tetap terbuka dengan memperlambat
tatapan nystagmus, sedangkan refleks kornea dan cahaya tetap utuh. Berbagai tingkat
hipertonus dan sesekali gerakan yang tidak terkait dengan stimulus yang menyakitkan
dicatat di hadapan anestesi bedah. Studi telah menunjukkan rangsang aktivitas baik
di thalamus dan sistem limbik tanpa bukti klinis aktivitas kejang setelah pemberian
ketamin. Dengan demikian, ketamin tidak akan mungkin dapat menyebabkan kejang
pada pasien dengan gangguan kejang dan, pada kenyataannya, data eksperimen
menunjukkan bahwa ketamin memiliki antikonvulsif dan bahkan saraf properties.34
Analgesia terjadi pada konsentrasi darah lebih rendah daripada induksi. Hal
ini berlaku untuk ketamin yang rasemik dan untuk S (+) ketamin. Ketamin
meningkatkan metabolisme otak, aliran darah otak, dan tekanan intrakranial.
Pengaruh S (+) ketamin pada ICP belum diketahui. Ketamin belum terbukti memiliki
efek buruk pada hati dan sistem ginjal. Tekanan intraokular sedikit meningkat setelah
pemberian ketamin. Ketamin menghasilkan peningkatan tonus otot dan
kadang-kadang kejang otot, meskipun telah digunakan dengan aman pada miopati dan
hipertermia ganas. Efek yang dijumpai bervariasi yaitu kontraksi uterus serta emesis,
2.4.5 Penggunaan klinis ketamin
Campuran rasemik komersial ketamin adalah campuran R (-) dan S (+) isomer
tersedia sebagai 10, 50, dan 100 mg/ml dengan pengawet, benzathonium
hidroklorida. Isomer optik S (+) ketamine tersedia dalam 5 dan 25 mg/ml (tidak
berlisensi di Inggris, saat ini). Ketamin dapat diberikan intravena, intramuskular, oral,
rektal, dan sediaan bebas pengawet untuk epidural. Dosis tergantung pada rute
pemberian dan efek terapi yang diinginkan. Benzodiazepin dapat diberikan baik
secara oral (diazepam 10-30 mg, lorazepam 2-5 mg) 60-90 menit sebelum induksi
atau dosis intravena yang lebih kecil segera sebelum induksi.Induksi anestesi dengan
dosis 0.5–1.5 mg/kgBB intravena atau 4–10 mg/kgBB intramuskular. Dosis
pemeliharaan untuk anestesi 10-30 µg/kgBB/menit intravena.Sedasi analgesia 0.2–
0.75 mg/kgBB intravena atau 2–4 mg/kgBB intramuskular diikuti infus berkala 5–20
mg/kgBB/menit. 34
Ketamin dapat digunakan untuk sedasi sekaligus analgesia pada prosedur
singkat. Munculnya reaksi pada anak-anak yang kurang intens, sehingga dapat
digunakan untuk obat penenang dan anestesi umum dalam prosedur seperti
kateterisasi jantung, radioterapi, radiologi investigasi, dan luka bakar.
Ketamin dapat digunakan sebagai suplemen (intravena atau intramuskular)
selama anestesi regional. Hal ini juga dapat diberikan melalui rute epidural sebagai
tambahan untuk anestesi lokal untuk memperpanjang durasi analgesia. Ketamin dosis
rendah juga telah digunakan bersama dengan propofol untuk meningkatkan kualitas
sedasi. NMDA antagonis mencegah sensitisasi sentral terhadap rangsangan yang
menyakitkan. Ketamin adalah satu-satunya NMDA antagonis dan penelitian telah
menunjukkan bahwa dosis rendah ketamin dapat megurangi kebutuhan analgetik
dewasa. Namun hati-hati dengan reaksi intoleran pada pasien dengan penggunaan
ketamin berulang. Pasien dengan gangguan kardiorespirasi (kecuali penyakit jantung
iskemik) merupakan kandidat utama untuk diberikan ketamin. Pengalaman yang luas
dengan ketamin pada anak dengan kateterisasi jantung telah menunjukkan efektifitas
penggunaan ketamin dengan kejadian aritmia yang kurang dari anestesi umum
lainnya.34
Ketamin mungkin berbahaya pada pasien dengan peningkatan tahanan di
ventrikel kanan. Pada pasien dengan penyakit saluran napas reaktif, ketamin
(rasemik) dapat berguna karena menghasilkan bronkodilatasi dan analgesia yang
dapat meningkatkan inspirasi oksigen. Ketamin jika dikombinasikan dengan
benzodiazepin atau benzodiazepin dengan opioid, melemahkan takikardia yang tidak
diinginkan, hipertensi dan juga reaksi psikomimetik paska operasi. Teknik ini
menghasilkan gangguan hemodinamik minimal, analgesia yang mendalam, amnesia
dan pemulihan yang baik. 34
Ketamin bebas pengawet telah ditambahkan ke bupivacaine untuk
meningkatkan durasi analgesia, tanpa mempengaruhi intensitas analgesi.27,34 Minat
penggunaan ketamin tumbuh pesat dan dalam survei terbaru di Negara Inggris, 32%
dari anestesi pediatrik melaporkan penggunaan ketamin epidural.34
Secara historis, telah diyakini bahwa ketamin kontraindikasi pada pasien
dengan peningkatan tekanan intrakranial, namun adanya laporan tentang efek neuro
regeneratif telah dihasilkan dari penelitian ini. Ketamin dapat mencegah influks ion
kalsium abnormal atau glutamat melalui interaksi dengan reseptor NMDA. S (+)
ketamin mempertahankan metabolisme serebral pada sebagian besar wilayah otak
(percobaan studi).34
Meskipun ketamin memiliki sedikit efek pada endotel vaskular, penelitian
telah menunjukkan penurunan yang signifikan dalam aktivasi leukosit selama
darah seluruh manusia in vitro. Dalam sebuah studi tentang efek isomer berbeda pada
hati babi, S (+) ketamin efektif dalam mengurangi adhesi neutrofil, sedangkan R (-)
ketamin memiliki efek negatif yaitu memperburuk kebocoran dari pembuluh darah
koroner sekitar jaringan.34
2.5 Refleks menghindar
Refleks menghindar pada bagian tubuh yang mengalami nyeri atau iritasi untuk
menjauhkan diri dari stimulus. Jaras yang dipakai untuk menimbulkan refleks ini
tidak secara langsung melewati neuron motoric anterior, namun mula-mula berjalan
menuju ke kumpulan interneuron dan selanjutnya ke neuron motoric. Lingkaran yang
terpendek yang memungkinkan adalah lengkungan yang hanya terdiri dari tiga
sampai empat neuron dan akan meliputi tipe dasar dari lingkaran berikut yaitu: (1)
lingkaran bercabang (diverging circuit) untuk menyebarkan reflek ke otot-otot yang
diperlukan untuk menarik diri, (2) lingkaran untuk menghambat otot-otot antagonis,
disebut lingkaran penghambat timbal- balik (reciprocal inhibition circuits) dan (3)
lingkaran yang menyebabkan after discharge yang berlangsung lama dan beruntun,
bahkan dapat timbul walaupun stimulus sudah dihentikan.42
2.5.1 Nyeri pada vena
Vena perifer manusia semakin nyeri ketika iritasi oleh tusukan atau penarikan, oleh
penyuntikan intravena media kontras atau formulasi obat dengan osmolalitas non
fisiologis atau pH, dan juga oleh penyuntikan salin yang dingin.39,40 Vena tangan
manusia dipersarafi oleh nosiseptor polimodal, dengan dipersarafi oleh serabut saraf
afferen yang bermielin dari A-delta. Penyebab mekanisme nyeri ini merupakan
aktivasi langsung dari ujung saraf C nosiseptor. Kedua serabut saraf ini merupakan
sinyal sakit tajam yang akut, dengan kecepatan konduksi 12-30 m/det. Lokalisasi
jelas tetapi tidak dirasakan di jaringan dalam tubuh sebelah dalam. Serat saraf tipe C
merupakan serat saraf yang tidak bermielin dengan diameter 0,4-1,2 µm yang
berfungsi sebagai penjalaran rasa sakit tipe lambat, dengan kecepatan konduksi
0,5-2,3 m/det. Nyeri lambat ini dirasakan satu detik setelah rangsangan yang
mengganggu, dan lokalisasi yang kurang jelas dengan kualitas seperti terbakar,
berdenyut atau pegal. Karena sistem persarafan nyeri yang ganda ini, maka cedera
jaringan sering menimbulkan dua sensasi nyeri yang tersendiri yaitu nyeri tajam yang
lebih awal (disalurkan A-delta) diikuti nyeri tumpul (disalurkan oleh serat nyeri C).
Kedua serabut saraf ini akan ditransmisikan ke tingkat medula spinalis, tingkat otak
bagian bawah dan tingkat otak bagian atas atau tingkat korteks.41,42
2.6 Pengukuran nyeri
Penilaian nyeri pada pasien yang mendapat sedasi sangat sulit dilakukan karena
ketidakmampuan melaporkan penilaian nyeri. Pada pasien yang mendapat sedasi
biasanya digunakan pengukuran nyeri non verbal. Biasanya digunakan untuk pasien
yang mengalami keterbatasan verbal baik karena usia, kognitif, maupun karena
berada dibawah pengaruh obat sedasi dan di dalam mesin ventilator. Berdasarkan
guidelines yang dikeluarkan AHCPR tahun 1992 menyatakan bahwa penggunaan
baik fisiologis dan respon tingkah laku terhadap nyeri untuk dilakukan penilaian
ketika self-report tidak bisa dilakukan.43
2.6.1 Skala nyeri berdasarkan observasi profesi kesehatan
Profesi kesehatan dapat menilai nyeri dengan observasi. Ada beberapa penilaian skala
nyeri yang telah di validasi oleh pelaku profesi kesehatan seperti skala FLACC,
Skala FLACC44 CRY Tidak menangis Mengerang, merintih Menangis, menjerit
CONSOLABILITY Rileks Sesekali menyentuh,
memeluk Sulit untuk tenang
Behavioral Pain Scale42
Penggunaan indikator tingkah laku dan fisiologis untuk menilai nyeri pada pasien
dewasa yang tidak respon, tidak komunikatif, yang telah dikemukakan oleh Payen
pada tahun 2001. Pada suatu penelitian prospektif Payen membandingkan 30 pasien
yang berada dalam ventilator mekanik dan mendapat sedasianalgesi. BPS digunakan
untuk menilai rasa nyeri yang dialami pasien pada prosedur menyakitkan seperti
tracheal suctioning ataupun mobilisasi tubuh. Skala yang sudah divalidasi ini terdiri
dari tiga penilaian, yaitu ekspresi wajah, pergerakan ekstremitas, dan komplians
maksimal). Skor BPS sama dengan 6 atau lebih dipertimbangkan sebagai nyeri yang
tidak dapat diterima (unacceptable pain).
Tabel 2. Skor BPS
Colorado Behavioral Numerical Pain Scale (CBNPS)45
CBNPS dikembangkan dari skala BPS oleh Salmore tahun 2002 untuk menilai nyeri
pada pasien yang tersedasi yang menjalani pemeriksaan saluran cerna, baik
endoscopy maupun colonoscopy. Rasa nyeri pada pasien dinilai dengan skala yang
lebih mudah, tanpa harus menggunakan ekspresi verbal. Skala CBNPS dibentuk
berdasarkan keadaan yang dinilai sesuai dengan penilaian nyeri oleh Agency of
Health Care (USA) tahun 1992. CBNPS menilai tingkah laku yang dideskripsikan
dengan skala 0-5, yang berkorelasi dengan peningkatan nyeri. Pada penelitian
Salmore juga dikemukakan persamaan skor dalam numerik, dengan nilai 0 (tidak ada
Tabel 3. Skala CBNPS
Tingkat nyeri berdasarkan CBNPS
Skor 0 = tidak nyeri
Skor 1 = nyeri ringan
Skor 2 = nyeri sedang
Skor ≥3 = nyeri berat (berhubungan dengan perubahan tingkah laku)
Wong Baker Face pain Scale10
Banyak digunakan untuk pasien yang mengalami keterbatasan verbal. Diobservasi
2.7 Penggunaan tourniquet
Sebenarnya sudah banyak penelitian yang menyebutkan kegunaan torniquet
untuk mengurangi nyeri penyuntikan propofol. Pemakaian torniquet dalam rangka
mengisolasi vena di tangan didapatkan dengan tekanan 50-100 mmHg diatas tekanan
sistolik (maksimal 200-250 mmHg pada ekstremitas atas dan 300 mmHg pada
ekstremitas bawah) atau paling rendah dengan menggunakan rumus (1,68 x mean
atrial pressure ) + 50 mmHg.46
Pemberian tourniquet menyebabkan anestesi lokal memiliki kesempatan
untuk bekerja disekitar pembuluh darah vena dan tidak cepat masuk ke sirkulasi
sistemik. Tetapi, penggunaan tourniquet sendiri bukan tanpa komplikasi. Penggunaan
tourniquet dapat menyebabkan abrasi kulit, dan nekrosis kulit akibat tekanan.
Kerusakan saraf juga bisa terjadi akibat tekanan yang ditimbulkan. Kerusakan
jaringan saraf terjadi pada daerah yang dilakukan tourniquet sehingga memicu
anoksia sel saraf. Efek tersebut memang tidak selalu dijumpai karena tergantung dari
seberapa besar tekanan yang diberikan, serta lamanya penggunaan tourniquet
tersebut. Nyeri akibat penggunaan tourniquet tersebut bisa muncul akibat adanya
hambatan aliran darah di daerah tersebut sehingga memicu lepasnya mediator
2.8 Kerangka Teori
Propofol IV
Iritasi Pembuluh darah vena
Pelepasan mediator inflamasi, prostaglandin, bradikinin
Sensitisasi ujung saraf di pembuluh vena
Transmisi : Penjalaran dari potensial aksi dari perifer ke sentral Transduksi : Muncul potensial
aksi dari stimulus kimia
Modulasi : Modulasi potensial aksi dari eferen di medula spinalis
Persepsi : Fenomena kimiawi dan psikologik kompleks ekspresi nyeri (perubahan perilaku : keluhan, komplain,
rintihan, ekspresi wajah)
Lidokain
Menghambat permeabilitas membran sel saraf terhadap natrium
Ketamin
NMDA antagonis
2.9 Kerangka Konsep
= VARIABEL INDEPENDENT
= VARIABEL DEPENDENT
GENERAL
ANESTESI ETT
LIDOCAIN 40 MG + NATRIUM BICARBONAT 1 mEq
Skor CBNPS
KETAMIN 100 µg/kgBB
BAB 3
METODE PENELITIAN
3.1 Desain
Penelitian ini menggunakan uji klinis acak tersamar ganda, untuk mengetahui
perbedaan efek pemberian lidokain 40 mg intravena yang ditambah natrium
bikarbonat 1 mEq dibandingkan dengan ketamin 100 µg/kgBB intravena untuk
mengurangi nyeri pada saat penyuntikan propofol 2 mg/kgBB tanpa
menggunakan premedikasi.
3.2 Tempat dan Waktu
Tempat
Kamar Instalasi Bedah Pusat RSUP. HAM Medan
Waktu
Juli 2014 – November 2014.
3.3 Populasi dan Sampel Penelitian
Populasi
Populasi adalah pasien bukan wanita hamil yang menjalani pembedahan
elektif dengan anestesi umum intubasi endotrakeal yang menggunakan
induksi propofol LCT di RSUP HAM Medan.
Sampel
Sampel penelitian adalah bagian dari populasi penelitian yang telah
memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. Setelah dihitung secara statistik,
seluruh sampel di bagi menjadi dua kelompok yaitu :
a. Kelompok A menerima lidokain 40 mg ( 2 mL lidokain 2% ) + 1
mEq natrium bikarbonat 1 ml + Dextrose 5% intravena = jadi