DAFTAR PUSTAKA
Algifari. 2000. Analisis Regresi: Teori, Kasus, dan Solusi Edisi 2. Yogyakarta:
BPFE.
Arsyad, Lincolin. 1999. Ekonomi Pembangunan Edisi Keempat. STIE YKPN.
Yogyakarta.
Badan Pusat Statistik. 2015. Beberapa Data Pokok Kondisi Kesejahteraan Rakyat
dan Ekonomi Provinsi Sumatera Utara Tahun 2015. Sumatera Utara.
Badan Pusat Statistik. 2015. Profil Kemiskinan Sumatera Utara September 2015.
Sumatera Utara.
Badan Pusat Statistik. 2015. Sumatera Utara Dalam Angka. Sumatera Utara.
Gio, P. U. 2013. Belajar Statistika dengan SPSS. USUpress: Medan.
Mantra, I. B. 2009. Demografi Umum. Pustaka Pelajar. Yogyakarta.
BAB 3
PENGOLAHAN DATA DAN HASIL
3.1Pengolahan Data
Data yang dikumpulkan penelitian ini adalah data sekunder yang diperoleh dari
BPS Provinsi Sumatera Utara di Jl. Asrama Medan yaitu; Data Jumlah Penduduk
Miskin, Rata-Rata Lama Sekolah, Jumlah Penduduk, dan Tingkat Pengangguran
di Provinsi Sumatera Utara tahun 2013. Datanya sebagai berikut:
Tabel 3.1 Data jumlah penduduk miskin, rata-rata lama sekolah, jumlah penduduk dan tingkat pengangguran tahun 2013
Kabupaten/Kota
73. Pematangsiantar 26.61 10.97 237.434 6.61
74. Tebing Tinggi 17.98 10.14 149.065 7.36
75. M e d a n 209.69 10.90 2123.21 10.01
76. B i n j a i 17.48 10.08 252.263 6.83
77. Padangsidimpuan 18.44 10.37 204.615 6.80
78. Gunungsitoli 41.10 8.51 129.403 8.36
Sumber: Badan Pusat Statistik Provinsi Sumatera Utara
di mana:
3.2 Persamaan Regresi Linier Berganda
Dari data tersebut akan dibentuk persamaan regresi linier berganda dengan
terlebih dahulu menentukan koefisien-koefisien regresi. Untuk menentukannya
maka diperlukan jumlah-jumlah variabel berikut:
Tabel 3.2 Masukan data
No Y X X X
1 23.28 6.47 133.388 0.87
2 40.69 7.99 413.475 8.02
27
Tabel 3.3 Kuadratik masing-masing data
No Y² X ² X ² X ²
Total 107794.03 2634.36 12270076.02 1257.77
Rata-rata 3266.49 79.83 371820.49 38.11
Tabel 3.4 Perkalian antara variabel Xi
29
Total 122946.46 1630.34 88516.89
Rata-rata 3725.65 49.40 2682.33
No X ×Y X ×Y X ×Y
Total 12722.98 1086961.09 9029.48
Rata-rata 385.54 32938.21 273.62
Untuk membuat persamaan regresi linier dari data diatas maka dibutuhkan
31
Dengan mensubstitusikan angka-angka di atas ke dalam sistem persamaan
normal:
∑Yi = nb0 + b1∑X1ᵢ + b2∑X2i + b3∑X3i ...(1)
∑X1iYi = b0∑X1i + b1∑X1i2 + b2∑X1iX2i + b3∑X1X3 ...(2)
∑X2iYi = b0∑X2i + b1∑X1iX2i + b2∑X2i2 + b3∑X2iX3i ...(3)
∑X3iYi = b0∑X3i + b1∑X1iX3i + b2∑X2iX3i + b3∑X3i2 ...(4)
Dengan demikian terbentuk persamaannya sebagai berikut:
1416.39 = 33b0 + 292.28b1 + 13326.37b2 + 179.68b3
12722.98 = 292.28b0 + 2634.36b1 + 122946.46b2 + 1630.34b3
1086961.09 = 13326.3b0 + 122946.46b1 + 12270076.02b2 + 88516.89b3
9029.48 = 179.68b0 + 1630.34b1 + 88516.890b2 + 1257.77b3
Sistem persamaan ini kemudian dapat ditulis dalam notasi matriks sebagai
berikut:
Untuk dapat memperoleh nilai-nilai dugaan bagi parameter model, maka perlu
ditentukan invers matriks , yaitu:
Diperoleh nilai invers dari matriks yaitu:
Maka, nilai koefisien b adalah:
Sehingga diperoleh nilai koefisien-koefisien linier bergandanya yaitu:
b0 = 52.462
Untuk menghitung kekeliruan baku taksiran diperlukan harga-harga Ŷ
yang diperoleh dari persamaan regresi di atas untuk tiap harga
yang diketahui:
Tabel 3.6 Data dan taksiran kekeliruan baku
33
Lanjutan Tabel 3.6 Data dan kekeliruan taksiran aku
35
Ini berarti bahwa rata-rata tingkat kemiskinan yang terjadi menyimpang
dari rata-rata yang diperkirakan yaitu sebesar 15.95.
3.3 Pengujian Regresi Linier Berganda
Sebelum persamaan regresi yang diperoleh digunakan untuk membuat suatu
kesimpulan, maka perlu diadakan suatu pengujian hipotesa mengenai keberartian
model regresi. Perumusan hipotesanya adalah:
:
Tidak terdapat pengaruh yang signifikan antara variabel bebas yaitu rata-rata lama
sekolah, jumlah penduduk dan tingkat pengangguran dengan variabel tak bebas
yaitu tingkat kemiskinan.
:
Minimal ada satu parameter koefisien regresi yang tidak sama dengan nol.
Terdapat pengaruh yang signifikan antara variabel bebas yaitu rata-rata lama
sekolah, jumlah penduduk dan tingkat pengangguran dengan variabel tak bebas
yaitu tingkat kemiskinan.
Kriteria pengujan hipotesanya:
Jika , maka ditolak dan diterima
Jika , maka diterima dan ditolak
Untuk menguji model regresi yang terbentuk, diperlukan dua macam
jumlah kuadrat (JK) yaitu JK untuk regresi dan JK untuk sisa
yang akan didapatkan setelah mengetahui nilai-nilai berikut:
̅ ̅ ̅
37
Tabel 3.8 Kuadrat deviasi masing-masing variabel
No y² x ² x ² x ²
Jumlah 47001.28 45.65 6888546.98 279.44
39
Tabel 3.10 Perkalian deviasi antara y dengan xi
No x ×y x ×y x ×y
Jumlah 178.05 514983.88 1317.45
Rata-rata 5.40 15605.57 39.92
Dari tabel di atas maka diperlukan harga-harga nilai-nilai berikut:
41
jumlah penduduk dan tingkat pengangguran secara bersama-sama mempengaruhi
terjadinya tingkat kemiskinan.
3.4 Perhitungan Korelasi Linier Berganda
Berdasarkan Tabel 3.8 dapat dilihat harga ∑ ∑ ̅ 47001.28
sedangkan yang telah dihitung adalah . Maka selanjutnya dapat
diperoleh nilai koefisien determinasi dengan rumus:
∑
Dan untuk koefisien korelasi ganda digunakan rumus:
√
√
Dari hasil perhitungan diperoleh korelasi (R) positif yaitu sebesar 0,918 yang
menunjukkan bahwa antara variabel bebas X dengan variabel tak bebas Y
berhubungan secara positif dengan tingkat yang tinggi. Adapun nilai koefisien
determinasi yaitu sebesar 0,843 yang digunakan untuk mengetahui presentase
pengaruh variabel independent terhadap perubahan variabel dependent. Yang
berarti bahwa rata-rata lama sekolah, jumlah penduduk dan tingkat pengangguran
berpengaruh terhadap terjadinya tingkat kemiskinan yaitu sebesar 0,84 atau 84%.
Sedangkan sisanya sebesar 100% - 84% = 16% dipengaruhi oleh faktor-faktor
lain.
3.5 Perhitungan Korelasi antara Variabel Bebas dan Variabel Terikat
Untuk mengukur besarnya pegaruh variabel bebas terhadap variabel terikat, maka
dari Tabel 3.2 dan Tabel 3.3 dapat dihitung besar koefisien korelasinya yaitu:
a. Koefisien korelasi antara tingkat kemiskinan dengan rata-rata lama
∑ ∑ ∑ √{ ∑ ∑ }{ ∑ ∑ }
√{ }{ }
√{ }
√{ }
√
Nilai positif yang menandakan hubungan arah yang searah antara
banyaknya tindak kemiskinan yang terjadi dengan rata-rata lama sekolah.
Hubungan keduanya tergolong sangat rendah, ini ditandai dengan nilai r = 0.122.
b. Koefisien korelasi antara tingkat kemiskinan dengan jumlah penduduk
∑ ∑ ∑ √{ ∑ ∑ }{ ∑ ∑ }
√{ }{ }
√{ }
√{ }
√
Nilai positif yang menandakan hubungan arah yang searah antara banyaknya
tingkat kemiskinan yang terjadi dengan jumlah penduduk. Artinya banyaknya
tingkat kemiskinan yang terjadi dikarenakan banyaknya jumlah penduduk.
Hubungan keduanya tergolong sangat kuat, ini ditandai dengan nilai r = 0,905.
43
Nilai positif yang menandakan hubungan arah yang searah antara banyaknya
tingkat kemiskinan yang terjadi dengan tingkat pengangguran. Hubungan
keduanya tergolong rendah, ini ditandai dengan nilai r = 0.364.
3.6 Perhitungan Korelasi antara Variabel Bebas
a. Koefisien korelasi rata-rata rama sekolah dengan jumlah penduduk
∑ ∑ ∑
b. Koefisien korelasi antara rata-rata lama sekolah dengan tingkat pengangguran
∑ ∑ ∑
√{ ∑ ∑ }{ ∑ ∑ }
√{ }
√{ }
√
c. Koefisien korelasi antara jumlah penduduk dengan tingkat pengangguran
∑ ∑ ∑
√{ ∑ ∑ }{ ∑ ∑ }
√{ }{ }
√{ }
√{ }
√
BAB 4
IMPLEMENTASI DATA
4.1 Pengertian Implementasi Sistem
Implementasi sistem adalah prosedur yang dilakukan untuk menyelesaikan desain
sistem yang ada dalam desain yang telah disetujui, menginstal dan memulai
sistem baru atau sistem yang diperbaiki. Tahapan implementasi sistem adalah
tahapan penerapan hasil desain tertulis kedalam programming. Dalam pengolahan
data pada Tugas Akhir ini penulis menggunakan perangkat lunak (softwere)
sebagai implementasi sistem yaitu SPSS Inc Statistics 17 for windows dalam
masalah memperoleh perhitungan.
4.2 SPSS dalam Stastistika
SPSS (Statistical Package for the Social Sciences) merupakan salah satu paket
program komputer yang digunakan dalam mengolah data statistik. SPSS
merupakan software yang paling populer, dan banyak digunakan sebagai alat
bantu dalam berbagai riset. SPSS pertama kali diperkenalkan oleh tiga mahasiswa
Standford University pada tahun 1968. SPSS sebelumnya dirancang untuk
pengolahan data statistik pada ilmu-ilmu sosial, sehingga SPSS merupakan
singkatan dari Statistical Package for the Social Sciences. Namun, dalam
perkembangan selanjutnya penggunaan SPSS diperluas untuk berbagai jenis user,
sehingga SPSS yang sebelumnya disingkat dari Statistical Package for the Social
Sciences berubah menjadi Statistical Product and Service Solutions. Penggunaan
SPSS dimaksudkan untuk melakukan analisis dengan praktis, cepat dan akurat.
4.3 Cara Kerja SPSS
Cara kerja komputer dan SPSS pada prinsipnya adalah sama, yaitu meliputi 3
bagian yaitu :
1. Input
Pada komputer, input berupa data yang akan diolah dengan komputer. Proses
statistik, input berupa data yang telah dikumpulkan, diedit, dan ditabulasi dan
kemudian dianalisis. Pada SPSS input berupa data yang telah ditabulasi pada
data editor bagian vew data, sedangkan proses coading dan pendefinisian
variabel pada view variabel.
2. Proses
Pada komputer proses berupa eksekusi program komputer menjalankan
perintah-perintah sesuai dengan apa yang telah diprogramkan. Pada statistik
proses berupa analisis perhitungan, baik secara deskriptif maupun inferensi,
baik statistik parametrik maupun statistik nonparametrik. Pada SPSS proses
berupa eksekusi program SPSS untuk menganalisis input yang ada di data
editor sesuai dengan perintah dari operator.
3. Output
Pada komputer, output berupa hasil pengolahan yang telah diproses dengan
program komputer yang sesuai. Bentuk output komputer bias dalam bentuk
cetakan, tampilan, gambar, damn suara. Pada statistik output berupa hasil
analisis, baik dalam bentuk penyajian data maupun dalam bentuk grafik atau
tabel serta kesimpulan yang diperoleh dari hasil analisis. Pada SPSS, bentuk
output disajikan dalam bentuk output navigator.
4.4 Langkah-Langkah Pengolahan Data dengan SPSS
Adapun langkah-langkah pengolahan data dengan menggunakan program SPSS,
yaitu :
1. Aktifkan program SPSS pada window dengan perintah:
47
Gambar 4.1 Tampilan saat membuka SPSS Inc Statistic 17.0
2. Cara Memasukan Data
Langkah-langkah dalam pengentrian data dengan menggunakan SPSS yaitu:
buka lembar kerja baru dari menu file, pilih new, lalu klik data. Pada
pemasukan data view isilah kolom dengan ketentuan data yang akan diolah.
Cara mengentri datanya adalah sebagai berikut:
1. Input Variabel Y (Jumlah Penduduk Miskin)
a. Name
Letakan pointer pada kolom name, double klik pada kolom tersebut
dan ketik Y
b. Type
Karena Y berupa angka, maka klik kotak kecil pada kanan sel
tersebut, yaitu pilih numeric.
c. Width
Untuk keseragaman pada SPSS, ketik 8
d. Decimals
Berhubung datanya berkoma, maka ketik 2
e. Label
Label adalah keterangan untuk nama variabel yang bersangkutan.
2. Input variabel (Rata-Rata Lama Sekolah)
tersebut, yaitu pilih numeric.
c. Width
Untuk keseragaman pada SPSS, ketik 8
d. Decimals
Berhubung datanya berkoma, maka ketik 2
e. Label
Label adalah keterangan untuk nama variabel yang bersangkutan.
Maka untuk ketik Rata-Rata Lama Sekolah.
tersebut, yaitu pilih numerik.
c. Width
Untuk keseragaman pada SPSS, ketik 8
d. Decimals
Berhubung datanya berkoma, maka ketik 3
e. Label
Label adalah keterangan untuk nama variabel yang bersangkutan.
Maka untuk ketik Jumlah Penduduk.
49
Letakan pointer pada kolom name, double klik pada kolom tersebut dan
ketik
b. Type
Karena berupa angka, maka klik kotak kecil pada kanan sel
tersebut, yaitu pilih numeric.
c. Width
Untuk keseragaman pada SPSS, ketik 8
d. Decimals
Berhubung datanya berkoma, maka ketik 2
e. Label
Label adalah keterangan untuk nama variabel yang bersangkutan.
Maka untuk ketik Tingkat Pengangguran.
Untuk variabel view dapat dilihat pada gambar berikut ini:
Gambar 4.2 Tampilan ada pengentrian data di variabel view
Setelah proses variabel view telah selesai, klik pada bagian data view dan
isikan pada kolom sesuai dengan variabelnya. Tampilannya adalah sebagai
Gambar 4.3 Tampilan saat di data view
3. Analisis regresi dengan SPSS
Langkah-langkah untuk mencari analisis regresi linier berganda dengan
menggunakan SPSS adalah sebagai berikut:
1. Buka data view, pilih analyze, regression, linier maka akan muncul
51
Gambar 4.4 Tampilan saat membuka persamaan regresi
2. Langkah selanjutnya adalah masukan Y ke kolom dependent, dan
variabel ke kolom independent. Maka tampilannya adalah
sebagai berikut:
Gambar 4.5 Tampilan untuk menentukan nilai linier regression
3. Langkah selanjutnya pada kolom statistic dengan mengklik tab statistic
dan member tanda ceklist pada kotak estimate, model fit, descriptivees,
kemudian pada residuals dikosongkan, kemudian klik continue sehingga
Gambar 4.6 Tampilan pada pengentrian linier regression statistics
4. selanjutnya klik plot dan berikan tanda ceklist pada pilihan normal
probability plot, lalu klik tombol continue. Akan tampil seperti di bawah
ini:
Gambar 4.7 Tampilan pengentrian linier pada regression plot
5. Langkah selanjutnya klik save dan klik unstandardized pada residual, lalu
53
Gambar 4.8 Tampilan pada pengentrian linier regression save
6. Selanjutnya adalah klik OK untuk mengakhiri pengisian prosedur
analisis.
4. Uji normalitas dengan spss
Langkah-langkah mencari uji asumsi normalitas dengan menggunakan spss
sebagai berikut:
1. Kemudian klik analyze lalu pilih non parametric test, selanjutnya klik
1-sample-K-S
2. Langkah selanjutnya pada kotak one sample Kolmogorov-Smirnov test
masukkan unstandardized residual pada test variable list kemudian pada
test distribution klik normal, lalu klik OK.
Gambar 4.10 Tampilan untuk menentukan nilai kolmogorov-smirnov
4.5 Output Pengolahan Data dengan SPSS Regression
Tabel 4.1 Variables Entered/Removed
Model
Variables Entered
Variables
Removed Method
1 Tingkat
Pengangguran , Rata-Rata Lama Sekolah, Jumlah Penduduka
. Enter
55
Jumlah Penduduk 403.82748 463.968849 33 Tingkat Pengangguran 5.4448 2.95505 33
Tabel 4.3 Model Summaryb
a. Predictors: (Constant), Tingkat Pengangguran, Rata-Rata Lama Sekolah, Jumlah Penduduk
b. Dependent Variable: Jumlah Penduduk Miskin
Tabel 4.4 ANOVAb
a. Predictors: (Constant), Tingkat Pengangguran, Rata-Rata Lama Sekolah, Jumlah Penduduk
b. Dependent Variable: Jumlah Penduduk Miskin
Tabel 4.5 Residuals Statisticsa
Minimum Maximum Mean
Std.
Deviation N
Predicted Value 13.0135 167.8462 42.9209 35.18980 33
Residual -61.53114 41.84380 .00000 15.18118 33
Std. Predicted Value
-.850 3.550 .000 1.000 33
Std. Residual -3.858 2.624 .000 .952 33
57
a. Dependent Variable: Jumlah Penduduk Miskin
Uji Normalitas
Tabel 4.8 One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
Unstandardize d Residual
N 33
Normal Parametersa,,b Mean .0000000
BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Dari hasil analisis dan pengolahan data yang dilakukan, maka dapat diambil
kesimpulan bahwa:
1. Persamaan regresi linier berganda yang didapatkan adalah:
Ŷ = 52.462 – 5.219X1 + 0.076X2 + 1.106X3
2. Hasil uji koefisien determinasi (R2) adalah 0.843 dan koefisien korelasi (R)
yaitu 0.918. Yang artinya, 84% variabel dependen kemiskinan dapat
dijelaskan dengan baik oleh ketiga variabel independen yakni rata-rata lama
sekolah, jumlah penduduk dan tingkat pengangguran. Sedangkan, 16%
sisanya dijelaskan oleh faktor-faktor lainnya.
3. Berdasarkan perhitungan uji F diketahui bahwa (51.99) >
(2.93) sehingga referensi yang diambil adalah menerima H1 dan menolak H0. Dengan demikian, hipotesa yang berbunyi bahwa “ terdapat pengaruh yang
signifikan antara rata-rata lama sekolah, jumlah penduduk dan tingkat
pengangguran terhadap tingkat kemiskinan” diterima pada kepercayaan 95%.
4. Pada analisis korelasi antara variabel bebas dengan variabel tidak bebas,
korelasi yang cukup tinggi terjadi antara jumlah penduduk dan jumlah
penduduk miskin yaitu sebesar 0.905. Yang artinya tingginya tingkat
kemiskinan dikarenakan jumlah penduduk yang sangat besar.
5.2 Saran
1. Pendidikan yang tercermin dari rata-rata lama sekolah memiliki pengaruh
negatif terhadap tingkat kemiskinan. Untuk itu, kebijakan wajib belajar 12
tahun perlu lebih ditingkatkan, dan juga memberikan jaminan pendidikan
bagi orang miskin serta meningkatkan fasilitas-fasilitas pendidikan secara
merata tidak hanya terpusat pada satu daerah, tetapi merata ke seluruh daerah
2. Pengendalian jumlah penduduk, misalnya denggan terus menggalakkan program
Keluarga Berencana (KB) dan perlu terus dilakukannya penyuluhan-penyuluhan
akan pentingnya KB serta produk KB yang dapat dijangkau kaum miskin
khususnya di desa-desa.
3. Tingkat pengangguran berpengaruh positif terhadap tingkat kemiskinan. Untuk
menurunkan tingkat kemiskinan, maka perlu tingkat pengangguran juga
diturunkan. Untuk itu, pemerintah harus mampu membuka lapangan pekerjaan
dan juga mempermudah pemberian izin pendirian usaha agar kesempatan kerja
BAB 2
LANDASAN TEORI
2.1 Kemiskinan
2.1.1 Defenisi Kemiskinan
Berdasarkan Undang-Undang No. 24 Tahun 2004, kemiskinan adalah kondisi
sosial ekonomi seseorang atau sekelompok orang yang tidak terpenuhinya
hak-hak dasarnya untuk mempertahankan dan mengembangkan kehidupan yang
bermartabat. Kebutuhan dasar yang menjadi hak seseorang atau sekelompok
orang meliputi kebutuhan pangan, kesehatan, pendidikan, pekerjaan, perumahan,
air bersih, pertanahan, sumber daya alam, lingkungan hidup, rasa aman dari
perlakuan atau ancaman tindak kekerasan, dan hak untuk berpartisipasi dalam
penyelenggaraan kehidupan sosial dan politik. Laporan Bidang Kesejahteraan
Rakyat yang dikeluarkan oleh Kementrian Bidang Kesejahteraan (Kesra) tahun
2004 menerangkan pula bahwa kondisi yang disebut miskin ini juga berlaku pada
mereka yang bekerja akan tetapi pendapatannya tidak mencukupi untuk
memenuhi kebutuhan pokok/dasar.
Kemiskinan merupakan kondisi ketika seseorang atau sekelompok orang
tidak mampu memenuhi hak-hak dasarnya untuk mempertahankan dan
mengembangkan kehidupan yang bermartabat. Hak-hak dasar tersebut antara lain:
terpenuhinya kebutuhan pangan, kesehatan, pendidikan, pekerjaan, perumahan, air
bersih, pertanahan, sumberdaya alam lingkungan hidup, rasa aman dari perlakuan
atau ancaman tindak kekerasan dan hak untuk berpartisipasi dalam kehidupan
sosial-politik (Bappenas, 2004).
Menurut World Bank (Bank Dunia) dalam World Bank Institute (2005),
kemiskinan adalah deprivasi dalam kesejahteraan. Berdasarkan defenisi tersebut
kemiskinan dapat dipandang dari beberapa sisi. Dari pandangan konvensional
kemiskinan dipandang dari sisi moneter, yaitu kemiskinan diukur dengan
membandingkan pendapatan /konsumsi individu dengan batasan beberapa
tertentu, jika mereka berada di bawah batasan tersebut, maka mereka dianggap
Pandangan mengenai kemiskinan berikutnya adalah bahwa kemiskinan
tidak hanya sebatas ukuran moneter, tetapi juga mencakup miskin nutrisi yang
diukur dengan memeriksa apakah pertumbuhan anak-anak terhambat. Selain itu,
juga bisa dari miskin pendidikan, misalnya dengan menggunakan indikator angka
buta huruf. Selanjutnya pandangan yang lebih luas mengenai kemiskinan adalah
kemiskinan ada jika masyarakat kekurangan kemampuan dasar, sehingga
pendapatan dan pendidikan yang dimiliki tidak memadai atau kesehatan yang
buruk, atau ketidakamanan, atau kepercayaan diri yang rendah, atau rasa
ketidakberdayaan, atau tidak adanya hak bebas berpendapat. Definisi kemiskinan
yang digunakan di berbagai negara bermacam-macam. Kemiskinan sering
dipandang sebagai ketidakmampuan untuk membayar biaya hidup minimal (Bank
Dunia, 1990) walaupun beberapa ahli berpendapat bahwa kemiskinan juga
merupakan kurangnya akses terhadap jasa-jasa seperti pendidikan, kesehatan,
informasi, serta kurangnya akses masyarakat terhadap partisipasi pembangunan
dan politik.
Selain itu, dimensi-dimensi kemiskinan saling berkaitan, baik secara
langsung maupun tidak langsung. Hal ini berarti bahwa kemajuan dan atau
kemunduran pada salah satu aspek dapat mempengaruhi kemajuan atau
kemunduran aspek lainnya. Dan aspek lainnya dari kemiskinan ini adalah bahwa
yang miskin itu adalah manusianya, baik secara individual maupun kolektif.
Secara ekonomi, kemiskinan dapat dilihat dari tingkat kekurangan
sumberdaya yang dapat digunakan memenuhi kebutuhan hidup serta
meningkatkan kesejahteraan sekelompok orang. Secara politik, kemiskinan dapat
dilihat dari tingkat akses terhadap kekuasaan yang mempunyai pengertian tentang
sistem politik yang dapat menentukan kemampuan sekelompok orang dalam
menjangkau dan menggunakan sumber daya. Secara sosial psikologi, kemiskinan
dapat dilihat dari tingkat kekurangan jaringan dan struktur sosial yang mendukung
dalam mendapatkan kesempatan peningkatan produktivitas.
2.1.2 Penyebab Kemiskinan
Tujuan melakukan pembangunan adalah agar alokasi sumberdaya dapat dinikmati
12
ekonomi negara semakin lemah, maka kebijakan nasional umumnya diarahkan
untuk memecahkan permasalahan jangka pendek. Sehingga kebijakan pemerintah
belum berhasil memecahkan persoalan kelompok ekonomi di tingkat bawah.
Selain itu, kebijakan dalam negeri seringkali tidak terlepas dengan keadaan yang
ada di luar negeri yang secara tidak langsung mempengaruhi kebijakan antara lain
dari segi pendanaan pembangunan.
Dengan demikian, kemiskinan dapat diamati sebagai kondisi anggota
masyarakat yang tidak/belum ikut serta dalam proses perubahn karena tidak
mempunyai kemampuan, baik kemampuan dalam pemilikan faktor produksi
maupun kualitas faktor produksi yang memadai sehingga tidak mendapaatkan
manfaat dari hasil proses pembangunan. Ketidakikutsertaan dalam proses
pembangunan ini dapat disebabkan karena secara alamiah tidak/belum mampu
mendayagunakan faktor produksi, dan dapat pula terjadi secara tidak alamiah.
Pembangunan yang direncanakan oleh pemerintah tidak sesuai dengan
kemampuan masyarakat yang bersangkutan untuk berpartisipasi berakibat
manfaat pembangunan tidak menjangkau masyarakat.
Oleh karena itu, kemiskinan di samping merupakan masalah yang muncul
dalam masyarakat bertalian dengan pemilikan faktor produksi, produktivitas dan
tingkat pengembangan masyarakat sendiri, juga bertalian dengan kebijakan
pembangunann nasional yang dilaksanakan. Dengan kata lain, masalah
kemiskinan bisa selain ditimbulkan oleh hal yang sifatnya alamiah/kultural juga
disebabkan oleh miskinnya strategi dan kebijakan pembangunan yang ada,
sehingga para pakaar berfikir tentang kemiskinan kebanyakan melihat sabagai
masalah kultural. Dan pada akhirnya timbul istilah kemiskinan kultural yakni
kemiskinan yang diderita oleh suatu golongan masyarakat karena struktur sosial
tersebut tidak dapat ikut menggunakan sumber-sumber pendapatan yang tersedia
bagi masyarakat.
2.1.3 Teori Kemiskinan
Beberapa penyebab kemiskinan dipandang dari sisi ekonomi. Pertama, secara
mikro kemiskinan muncul karena adanya ketidaksamaan pada kepemilikan
sumberdaya yang menyebabkan distribusi pendapatan yang timpang. Penduduk
rendah. Kedua, kemiskinan muncul akibat perbedaan dalam kualitas sumberdaya
manusia. Kualitas sumberdaya manusia rendah berarti produktivitasnya rendah,
yang pada gilirannya upahnya rendah. Rendahnya kualitas sumberdaya manusia
ini karena rendahnya pendidikan, nasib kurang beruntung, adanya diskriminasi
atau karena keturunan. Ketiga, kemiskinan muncul akibat perbedaan akses dalam
modal.
Ketiga penyebab kemiskinan ini bermuara pada teori lingkaran setan
kemiskinan (Vicious circle of poverty). Adanya keterbelakangan, ketidak
sempurnaan pasar, dan kurangnya modal menyebabkan rendahnya produktivitas.
Rendahnya produktivitas mengakibatkan rendahnya pendapatan yang mereka
terima. Rendahnya pendapatan akan berimplikasi pada rendahnya tabungan dan
investasi. Rendahnya investasi berakibat pada keterbelakangan. Oleh karena itu,
setiap usaha untuk mengurangi kemiskinan seharusnya diarahkan untuk
memotong lingkaran dan perangkap kemiskinan ini. Berikut gambar lingkaran
setan kemiskinan (Vicious circle of poverty):
Gambar 2.1 Lingkaran setan kemiskinan (Vicious circle of poverty)
Ada dua lingkaran perangkap kemiskinan, yaitu dari segi penawaran
(supply) dimana tingkat pendapatan masyarakat yang rendah yang diakibatkan
oleh tingkat produktivitas yang rendah menyebabkan kemampuan masyarakat
untuk menabung rendah. Kemampuan untuk menabung rendah, menyebabkan
tingkat pembentukan modal yang rendah, tingkat pembentukan modal (investasi)
yang rendah menyebabkan kekurangan modal, dan dengan demikian tingkat Ketidaksempurnaan pasar,
keterbelakangan, ketertinggalan
Kekurangan modal
Produktivitas rendah Investasi rendah
14
negara-negara yang miskin perangsang untuk menanamkan modal adalah sangat
rendah, karena luas pasar untuk berbagai jenis barang adanya terbatas, hal ini
disebabkan oleh karena pendapatan masyarakat sangat rendah. Pendapatan
masyarakat sangat rendah karena tingkat produktivitas yang rendah, sebagai
wujud dari tingkatan pembentukan modal yang terbatas di masa lalu.
Pembentukan modal yang terbatas disebabkan kekurangan perangsang untuk
menanamkan modal dan seterusnya.
2.1.4 Ukuran Kemiskinan
Ukuran kemiskinan menurut Nurkse (dalam Lincolin Arshad, 1999), secara
sederhana dan yang umum digunakan dapat dibedakan menjadi dua pengertian:
1. Kemiskinan Absolut
Seseorang termasuk golongan miskin absolut apabila hasil pendapatannya berada
di bawah garis kemiskinan dan tidak cukup untuk menentukan kebutuhan dasar
hidupnya. Konsep ini dimaksudkan untuk menentukan tingkat pendapatan
minimum yang cukup untuk memenuhi kebutuhan fisik terhadap makanan,
pakaian, dan perumahan untuk menjamin kelangsungan hidup. Kesulitan utama
dalam konsep kemiskinan absolut adalah menentukan komposisi dan tingkat
kebutuhan minimum karena kedua hal tersebut tidak hanya dipengaruhi oleh adat
kebiasaan saja, tetapi juga iklim, tingkat kemajuan suatu negara, dan faktor-faktor
ekonomi lainnya. Walaupun demikian, untuk dapat hidup layak, seseorang
membutuhkan barang-barang dan jasa untuk memenuhi kebutuhan fisik dan
sosialnya.
Kebutuhan dasar dapat dibagi menjadi dua golongan yaitu kebutuhan
dasar yang diperlukan sekali untuk mempertahankan hidupnya dan kebutuhan lain
yang lebih tinggi. United Nation Research Institute for Social Development
(UNRISD) menggolongkan kebutuhan dasar manusia atas tiga kelompok yaitu:
1. Kebutuhan fisik primer yang terdiri dari kebutuhan gizi, perumahan, dan
kesehatan.
2. Kebutuhan kultural yang terdiri dari pendidikan, waktu luang (leisure),
Kelebihan pendapatan untuk mencapai kebutuhan lain yang lebih tinggi.
Kebutuhan dasar tidak hanya meliputi kebutuhan keluarga, tetapi juga meliputi
kebutuhan fasilitas lingkungan kehidupan manusia, seperti yang dikemukakan
oleh Internasional Labor Organization (ILO, 1976) sebagai berikut:
Kebutuhan dasar meliputi 2 unsur: pertama, kebutuhan yang meliputi
tuntutan minimum tertentu dari suatu keluarga konsumsi pribadi seperti makanan
yang cukup, tempat tinggal, pakaian, juga peralatan dan perlengkapan rumah
tangga yang dilaksanakan. Kedua, kebutuhan meliputi pelayanan sosial yang
diberikan oleh dan untuk masyarakat seperti air minum yang bersih, pendidikan,
dan kultural.
2. Kemiskinan Relatif
Seseorang termasuk golongan miskin relatif apabila telah dapat memenuhi
kebutuhan dasar hidupnya, tetapi masih jauh lebih rendah dibandingkan dengan
keadaan masyarakat sekitarnya. Berdasarkan konsep ini, garis kemiskinan akan
mengalami perubahan bila tingkat hidup masyarakat berubah sehingga konsep
kemiskinan ini bersifat dinamis atau akan selalu ada. Oleh karena itu, Kincaid
(1975) mengatakan bahwa kemiskinan dapat dilihat dari aspek ketimpangan sosial
yang berarti semakin besar ketimpangan antara tingkat penghidupan golongan
atas dan golongan bawah, maka akan semakin besar pula jumlah penduduk yang
dapat dikategorikan selalu miskin.
Indonesia melalui BPS mengadopsi defenisi kemiskinan secara absolut
yaitu dengan menggunakan konsep kemampuan memenuhi kebutuhan dasar
(basic needs approach) untuk mengukur tingkat kemiskinan. Dengan pendekatan
ini, kemiskinan dipandang sebagai ketidakmampuan dari sisi ekonomi untuk
memenuhi kebutuhan dasar makanan dan bukan makanan yang diukur dari sisi
pengeluaran. Jadi penduduk miskin adalah penduduk yang memiliki rata-rata
pengeluaran per kapita per bulan di bawah garis kemiskinan.
2.1.5 Indikator Kemiskinan
Persepsi mengenai kemiskinan telah berkembang sejak lama dan sangat bervariasi
16
tertentu dan konsep normatif mengenai kesejahteraan. Namun pada umumnya saat
negara-negara menjadi lebih kaya, persepsi mengenai tingkat konsumsi minimum
yang bisa diterima, yang merupakan garis batas kemiskinan akan berubah. Garis
kemiskinan adalah suatu ukuran yang menyatakan besarnya pengeluaran untuk
memenuhi kebutuhan dasar minimum makanan dan kebutuhan non makanan, atau
standar yang menyatakan batas seseorang dikatakan miskin bila dipandang dari
sudut konsumsi. Garis kemiskinan yang digunakan setiap negara berbeda-beda,
sehingga tidak ada satu garis kemiskinan yang berlaku umum. Hal ini disebabkan
karena adanya perbedaan lokasi dan standar kebutuhan hidup.
2.2 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kemiskinan 2.2.1 Rata-Rata Lama Sekolah
Hampir tidak ada yang membantah bahwa pendidikan adalah pionir dalam
pembangunan masa depan suatu bangsa. Jika dunia pendidikan suatu bangsa
sudah jeblok, maka kehancuran bangsa tersebut tinggal menunggu waktu. Sebab,
pendidikan menyangkut pembangunan karakter dan sekaligus mempertahankan
jati diri manusia suatu bangsa. Sehingga, setiap bangsa yang ingin maju maka
pembangunan dunia pendidikan selalu menjadi prioritas utama.
Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003
Tentang Sistem Pendidikan, pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk
mewujutkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara
aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan sepiritual
keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta
ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara.
Rata-rata lama sekolah mengindikasikan makin tingginya pendidikan yang
dicapai oleh masyarakat di suatu daerah. Semakin tinggi rata-rata lama sekolah
berarti semakin tinggi jenjang pendidikan yang dijalani. Asumsi yang berlaku
secara umum bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang maka semakin
tinggi pula kualitas seseorang, baik pola pikir maupun pola tindakannya.
Seseorang yang memiliki tingkat pendidikan lebih tinggi, diukur dengan lamanya
waktu untuk sekolah akan memiliki pekerjaan dan upah yang lebih baik dibanding
rata-rata jumlah tahun yang dihabiskan oleh penduduk yang berusia 15 tahun ke
atas untuk menempuh semua jenis pendidikan formal yang pernah dijalani. Batas
maksimum untuk rata-rata lama sekolah adalah 15 tahun dan batas minimum
sebesar 0 tahun (standar UNDP). Batas maksimum 15 tahun mengindikasikan
tingkat pendidikan maksimum yang ditargetkan adalah setara Sekolah Menengah
Atas (SMA).
2.2.2 Jumlah Penduduk
Pada umumnya perkembangan penduduk di negara sedang berkembang sangat
tinggi dan besar jumlahnya. Masalah pertumbuhan penduduk bukanlah sekedar
masalah jumlah, masalah penduduk juga menyangkut kepentingan pembangunan
serta kesejahteraan umat manusia secara keseluruhan. Dalam konteks
pembangunan, pandangan terhadap penduduk terpecah dua, ada yang
menganggapnya sebagai pendorong pembangunan, ada pula yang menganggap
sebagai penghambat pembangunan.
Perkembangan jumlah penduduk bisa menjadi faktor pendorong dan
penghambat pembangunan. Faktor pendorong karena, pertama, memungkinkan
semakin banyaknya tenaga kerja. Kedua, perluasan pasar, karena luas pasar
barang dan jasa ditentukan oleh dua faktor penting, yaitu pendapatan masyarakat
dan jumlah penduduk. Sedangkan penduduk disebut faktor penghambat
pembangunan karena akan menurunkan produktivitas, dan akan terdapat banyak
pengangguran. Negara sedang berkembang kebanyakan mengalami dengan laju
pertumbuhan penduduk yang tinggi, fakta menunjukkan tiga per empat penduduk
dunia tinggal di Negara-negara sedang berkembang. Masalah kependudukan yang
dihadapi yaitu tingginya tingkat kelahiran dan tinggi pula angka kematiannya,
akan tetapi masih besar angka kelahirannya. Kelahiran yang tinggi salah satunya
disebabkan oleh usia pernikahan yang masih dini, dan kurangnya pengetahuan
akan KB. Sementara itu angka kematian yang tinggi disebabkan oleh masih
rendahnya kualitas kesehatan yang dimiliki penduduk Negara sedang
18
Meskipun terdapat pertentangan mengenai konsekuensi positif dan negatif
yang ditimbulkan oleh laju pertumbuhan penduduk, namun selama beberapa
dekade mulai muncul gagasan baru berupa:
1. Pertumbuhan penduduk bukan merupakan penyebab utama rendahnya
taraf hidup masyarakat, kesenjangan pendapatan atau terbatasnya
kebebasan dalam membuat pilihan yang merupakan masalah pokok dalam
suatu negara.
2. Persoalan kependudukan tidak semata-mata menyangkut jumlah akan
tetapi juga meliputi kualitas hidup dan kesejahteraan materiil.
Namun, pertumbuhan penduduk yang cepat memang mendorong
timbulnya masalah keterbelakangan dan membuat prospek pembangunan menjadi
semakin jauh. Laju pertumbuhan penduduk yang terlampau cepat, meskipun
bukan merupakan penyebab utama dari keterbelakangan, harus disadari hal itu
merupakan salah satu faktor penting penyebab keterbelakangan di banyak negara.
Untuk menghitung pertumbuhan penduduk tiap tahunnya dapat dihitung
penduduk yang meninggal dunia (D) dan yang meninggalkan wilayah tersebut
(OM).
2.2.3 Pengangguran
Dalam standar pengertian yang sudah ditentukan secara internasional, yang
dimaksudkan dengan pengangguran adalah seseorang yang sudah digolongkan
dalam angkatan kerja yang secara aktif sedang mencari pekerjaan pada suatu
tingkat upah tertentu, tetapi tidak dapat memperoleh pekerjaan yang
diinginkannya.
Menurut Edwards, 1974 (dikutip dari Lincolin,1997), bentuk-bentuk
pengangguran adalah:
1. Pengangguran terbuka (open unemployment), adalah mereka yang mampu
dan seringkali sangat ingin bekerja tetapi tidak tersedia pekerjaan yang
cocok untuk mereka.
2. Setengah pengangguran (under unemployment), adalah mereka yang
secara nominal bekerja penuh namun produktivitasnya rendah sehingga
pengurangan dalam jam kerjanya tidak mempunyai arti atas produksi
secara keseluruhan.
3. Tampaknya bekerja tetapi tidak bekerja secara penuh: yaitu mereka yang
tidak digolongkan sebagai pengangguran terbuka dan setengah
pengangguran, termasuk di sini adalah:
a. Pengangguran tak kentara (disguised unemployment), misalnya
seorang petani yang bekerja di ladang selama sehari penuh, padahal
pekerjaan itu sebenarnya tidak memerlukan waktu selama sehari
penuh.
b. Pengangguran tersembunyi (hidden unemployment), misalnya orang
yang bekerja tidak sesuia dengan tingkat atau jenis pendidikannya.
c. Pensiun lebih awal, fenomena ini merupakan kenyataan yang terus
berkembang di kalangan pegawai pemerintah.
4. Tenaga kerja yang lemah (impaired), adalah mereka yang mungkin
20
5. Tenaga kerja yang tidak produktif, adalah mereka yang mampu bekerja
secara produktif tetapi tidak bisa menghasilkan sesuatu yang baik.
Tingkat pertumbuhan angkatan kerja yang cepat dan pertumbuhan
lapangan kerja yang relatif lambat menyebabkan masalah pengangguran yang ada
di negara yang sedang berkembang menjadi semakin serius. Tingkat
pengangguran terbuka sekarang ini yang ada di negara yang sedang berkembang
seperti Indonesia rata-rata sekitar 10 persen dari seluruh angkatan kerja di
perkotaan. Masalah ini dipandang lebih serius lagi bagi masyarakat yang berusia
antara 15 - 24 tahun yang kebanyakan mempunyai pendidikan yang lumayan.
Ada hubungan yang erat sekali antara tingginya tingkat pengangguran,
luasnya kemiskinan, dan distribusi pendapatan yang tidak merata. Bagi sebagian
besar orang, yang tidak mempunyai pekerjaan yang tetap atau hanya bekerja
paruh waktu (part time) selalu berada diantara kelompok masyarakat yang sangat
miskin. Masyarakat yang bekerja dengan bayaran tetap di sektor pemerintah dan
swasta biasanya termasuk diantara kelompok masyarakat kelas menengah ke atas.
Namun demikan, adalah salah jika beranggapan bahwa setiap orang yang tidak
mempunyai pekerjaan adalah miskin, sedang yang bekerja secara penuh adalah
orang kaya. Hal ini karena kadangkala ada pekerja di perkotaan yang tidak
bekerja
secara sukarela karena mencari pekerjaan yang lebih baik yang lebih sesuai
dengan tingkat pendidikan. Masyarakat menolak pekerjaan yang dirasa lebih
rendah dan bersikap demikian karena mempunyai sumber lain yang bisa
membantu masalah keuangan masyarakat (Lincolin Arsyad, 1997).
Di samping penjelasan tersebut, salah satu mekanisme pokok untuk
mengurangi kemiskinan dan ketidakmerataan distribusi pendapatan di negara
sedang berkembang adalah memberikan upah yang memadai dan menyediakan
kesempatan kerja bagi kelompok masyarakat miskin (Lincolin Arsyad, 1999).
Besarnya dampak krisis terhadap kemiskinan yang menyebabkan menjamurnya
insiden kebangkrutan sebagai akibat tekanan pada kesempatan kerja di sektor
informal perkotaan semakin besar. Hal tersebut menunjukkan ada hubungan yang
erat sekali antara tingginya tingkat pengangguran dengan luasnya kemiskinan.
ketimpangan relatif tetapi juga masalah kenaikan dalam kemiskinan dan tingkat
pengangguran. Besarnya dimensi kemiskinan tercermin dari jumlah penduduk
yang tingkat pendapatan atau konsumsinya berada di bawah tingkat minimum
yang telah ditetapkan. Masyarakat miskin pada umumnya menghadapi
permasalahan terbatasanya kesempatan kerja, terbatasnya peluang
mengembangkan usaha, melemahnya perlindungan terhadap aset usaha,
perbedaan upah, serta lemahnya perlindungan kerja terutama bagi pekerja anak
dan pekerja perempuan seperti buruh migran perempuan dan pembantu rumah
tangga.
2.3. Pengaruh Variabel Indpenden Terhadap Variabel Dependen
2.3.1 Pengaruh Rata-Rata Lama Sekolah Terhadap Tingkat Kemiskinan
Pendidikan memainkan peran kunci dalam membentuk kemampuan sebuah
Negara berkembang untuk menyerap teknologi modern dan untuk
mengembangkan kapasitas agar tercipta pertumbuhan serta pembangunan yang
berkelanjutan. Seseorang yang berpendidikan tinggi dapat menghasilkan gagasan
baru tentang bagaimana pilihan terbaik untuk memproduksi barang dan jasa. Jika
gagasan ini dapat diterima oleh pendudukan luas, maka semua orang dapat
menggunakannya sehingga gagasan tersebut dapat dikatakan sebagai manfaat
eksternal dari pendidikan.
Jika dikaitkan dengan kualitas tenaga kerja, semakin tinggi pendidikan
seseorang maka akan meningkatkan produktivitas. Perusahaan akan memperoleh
hasil yang lebih banyak dengan mempekerjakan tenaga kerja dengan produktivitas
yang lebih tinggi, sehingga perusahaan akan bersedia memberikan upah/gaji yang
lebih tinggi kepada yang bersangkutan. Pada akhirnya seseorang yang memiliki
produktivitas yang tinggi akan memperoleh kesejahteraan yang lebih baik, yang
dapat diperlihatkan melalui peningkatan pendapatan maupunn konsumsinya. Oleh
karena itu, investasi pendidikan akan berpengaruh positif terhadap pengentasan
kemiskinan.
2.3.2 Pengaruh Jumlah Penduduk Terhadap Tingkat Kemiskinan
22
banyaknya tenaga kerja. Kedua, perluasan pasar, karena luas pasar barang dan
jasa ditentukan oleh dua faktor penting, yaitu pendapatan masyarakat dan jumlah
penduduk. Sedangkan penduduk disebut faktor penghambat pembangunan karena
akan menurunkan produktivitas, dan akan terdapat banyak pengangguran.
Dalam kaitannya dengan kemiskinan, jumlah penduduk yang besar justru
akan memperparah tingkat kemiskinan. Fakta menunjukkan, di kebanyakan
Negara dengan jumlah penduduk yang besar tingkat kemiskinannya juga lebih
besar jika dibandingkan dengan Negara dengan jumlah penduduk sedikit. Jika
pertumbuhan penduduk tidak dikendalikan maka suatu saat nanti sumber daya
alam akan habis. Sehingga muncul wabah penyakit, kelaparan dan berbagai
macam penderitaan manusia..
Parahnya kemiskinan absolut serta rendahnya taraf hidup mendorong
terciptanya keluarga-keluarga besar, sedangkan keluarga besar menghambat
pertumbuhan ekonomi, maka pembangunan ekonomi dan sosial yang lebih merata
merupakan syarat untuk meredakan atau menghentikan laju pertumbuhan
penduduk pada tingkat fertilitas dan mortalitas yang rendah.
Semakin banyak jumlah penduduk maka akan meningkatkan jumlah
penduduk miskin. Hal tersebut membuktikan bahwa jumlah penduduk yang besar
akan meningkatkan jumlah penduduk miskin. Oleh karena itu perlu adanya
upaya-upaya untuk mengendalikan jumlah penduduk, seperti dengan melakukan
program Keluarga Berencana (KB).
2.3.3 Pengaruh Pengangguran Terhadap Tingkat Kemiskinan
Lincolind Arsyad (1999) menyatakan bahwa ada hubungan yang erat sekali antara
tingginya tingkat pengangguran dan kemiskinan. Bagi sebagian besar masyarakat,
yang tidak mempunyai pekerjaan tetap atau hanya part-time selalu berada diantara
kelompok masyarakat yang sangat miskin. Masyarakat yang bekerja dengan
bayaran tetap di sektor pemerintah dan swasta biasanya termasuk diantara
kelompok masyarakat kelas menengah keatas. Setiap orang yang tidak
mempunyai pekerjaan adalah miskin, sedangkan yang bekerja secara penuh
adalah orang kaya. Karena kadangkala ada juga pekerja diperkotaan yang tidak
sesuai dengan tingkat pendidika. Masyarakat menolak pekerjaan-pekerjaan yang
dirasa lebih rendah dan bersikap demikian karena mempunyai sumber-sumber lain
yang bisa membantu masalah keuangan masyarakat. Orang-orang seperti ini bisa
disebut menganggur tetapi belum tentu miskin. Sama juga halnya adalah,
banyaknya induvidu yang mungkin bekerja secara penuh per hari, tetapi tetap
memperoleh pendapatan yang sedikit. Banyak pekerja yang mandiri disektor
informal yang bekerja secara penuh tetapi mereka sering masih tetap miskin.
Efek buruk dari pengangguran adalah mengurangi pendapatan masyarakat
yang pada akhirnya mengurangi tingkat kemakmuran yang telah dicapai
seseorang. Semakin turunnya kesejahteraan masyarakat karena menganggur
tentunya akan meningkatkan peluang mereka terjebak dalam kemiskinan karena
tidak memiliki pendapatan. Apabila pengangguran di suatu negara sangat buruk,
kekacauan politik dan sosial selalu berlaku dan menimbulkan efek yang buruk
bagi kepada kesejahteraan masyarakat dan prospek pembangunan ekonomi dalam
jangka panjang.
2.4 Kerangka Pemikiran
Untuk memudahkan kegiatan penelitian yang akan dilakukan serta untuk
memperjelas akar pemikiran dalam penelitian ini, berikut ini gambar kerangka
pemikiran yang skematis:
Gambar 2.2 Kerangka pemikiran
2.5 Hipotesa Penelitian
Hipotesis adalah suatu pernyataan yang bersifat sementara tentang adanya suatu
hubungan tertentu antara variabel-variabel yang digunakan. Sifat sementara pada
hipotesis ini berarti bahwa hipotesis dapat diubah, diganti dengan hipotesis lain Pendidikan
Jumlah Penduduk
Pengangguran
24
Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Diduga pendidikan Rata-Rata Lama Sekolah berpengaruh negatif terhadap
Tingkat Kemiskinan.
2. Diduga Jumlah Penduduk berpengaruh positif terhadap Tingkat
Kemiskinan.
3. Diduga Tingkat Pengangguran berpengaruh positif terhadap Tingkat
1.1 Latar Belakang
Salah satu tujuan pembangunan nasional adalah meningkatkan kinerja
perekonomian agar mampu menciptakan lapangan kerja dan menata kehidupan
yang layak bagi seluruh rakyat yang pada gilirannya akan mewujudkan
kesejahteraan penduduk Indonesia. Salah satu sasaran pembangunan nasional
adalah menurunkan tingkat kemiskinan. Kemiskinan merupakan masalah dalam
pembangunan yang bersifat multidimensial karena dalam menanggulanginya
masalah yang dihadapi bukan saja terbatas pada hal-hal yang menyangkut
hubungan sebab-akibat timbulnya kemiskinan tetapi melibatkan juga preferensi
nilai dan politik.
Kemiskinan terus menjadi masalah fenomenal sepanjang sejarah
Indonesia, karena selama ini pemerintah belum memiliki strategi dan kebijakan
pengentasan kemiskinan yang tepat yakni program pemberdayaan masyarakat
miskin yang benar-benar berpihak kepada lapisan yang paling miskin. Kebijakan
pembangunan dan berbagai program penanggulangan kemiskinan yang
dikembangkan seringkali kurang memperhatikan karakteristik dan konteks lokal
masyarakat miskin.
Dalam menelah kebijakan pemerintah daerah dalam menanggulangi
kemiskinan, perlu terlebih dahulu diperhatikan faktor-faktor penyebab
kemiskinan. Kebijakan pemerintah daerah yang berorientasi pada program
pengentasan kemiskinan sudah seharusnya didasarkan pada faktor-faktor yang
mempengaruhi kondisi kemiskinan tersebut. Faktor-faktor penyebab kemiskinan
dapat berupa karakteristik makro, sektor, komunitas, rumah tangga, dan individu.
Hampir tidak ada yang membantah bahwa pendidikan adalah pionir dalam
pembangunan masa depan suatu bangsa. Pendidikan memainkan peran utama
dalam membentuk kemampuan sebuah negara berkembang untuk menyerap
2
jeblok, maka kehancuran bangsa tersebut tinggal menunggu waktu. Sebab,
pendidikan menyangkut pembangunan karakter dan sekaligus mempertahankan
jati diri manusia suatu bangsa. Banyak orang miskin yang mengalami kebodohan.
Karena itu, penting untuk dipahami bahwa kemiskinan bisa mengakibatkan
kebodohan, dan kebodohan jelas identik dengan kemiskinan. Oleh karena itu,
tingkat pendidikan dapat diukur salah satunya dengan rata-rata lama sekolah.
Semakin tinggi pendidikan yang diperoleh maka peluang untuk mendapatkan
pekerjaan akan semakin besar.
Faktor lain yang mempengaruhi tingkat kemiskinan adalah populasi
penduduk. Perkembangan jumlah penduduk bisa menjadi faktor pendorong dan
penghambat pembangunan. Faktor pendorong karena, pertama, memungkinkan
semakin banyaknya tenaga kerja. Kedua, perluasan pasar, karena luas pasar
barang dan jasa ditentukan oleh dua faktor penting, yaitu pendapatan masyarakat
dan jumlah penduduk. Sedangkan penduduk disebut faktor penghambat
pembangunan karena akan menurunkan produktivitas, dan akan terdapat banyak
pengangguran. Dalam kaitannya dengan kemiskinan, jumlah penduduk yang besar
justru akan memperparah tingkat kemiskinan. Fakta menunjukkan, di kebanyakan
Negara dengan jumlah penduduk yang besar tingkat kemiskinannya juga lebih
besar jika dibandingkan dengan Negara dengan jumlah penduduk sedikit. Secara
teori dapat diartikan jika pertumbuhan penduduk tidak dikendalikan maka suatu
saat nanti sumber daya alam akan habis. Sehingga muncul wabah penyakit,
kelaparan dan berbagai macam penderitaan manusia.
Selain faktor-faktor di atas, ada pula indikator lain yang digunakan untuk
mengukur jumlah penduduk miskin yaitu seberapa besar jumlah pengangguran
yang ada. Pengangguran bisa disebabkan oleh bertambahnya angkatan kerja baru
yang terjadi tiap tahunnya, sementara itu penyerapan tenaga kerja tidak
bertambah. Selain itu adanya industri yang bangkrut sehingga harus merumahkan
tenaga kerjanya. Hal ini berarti, semakin tinggi jumlah pengangguran maka akan
meningkatkan jumlah penduduk miskin.
Permasalahan strategis di pemerintahan Provinsi Sumatera Utara tidak
jauh berbeda dengan di pemerintahan pusat (problem nasional), yakni masih
Sumatera Utara merupakan peringkat keempat jumlah penduduk miskin terbanyak
di Indonesia. Hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) yang dilaksanakan
pada bulan September 2014 menunjukkan bahwa jumlah penduduk miskin di
Provinsi Sumatera Utara sebanyak 1.360.600 orang atau sebesar 9,85 persen
terhadap jumlah total penduduk. Kondisi ini lebih buruk jika dibandingkan
dengan kondisi Maret 2014 yang jumlah penduduk miskinnya sebanyak 1.286.700
orang atau sebesar 9,38 persen. Dengan demikian, ada peningkatan jumlah
penduduk miskin sebanyak 73.900 orang serta peningkatan persentase penduduk
miskin sebesar 0,47 poin. Jumlah penduduk miskin di Sumatera Utara kembali
mengalami peningkatan di mana pada bulan Maret 2015 bertambah sebanyak
103.070 orang dan mencapai 1.463.670 orang atau sebesar 10,53 persen terhadap
jumlah total penduduk.
Dari uraian di atas serta pemikiran di atas, maka penulis merasa terdorong
untuk mendalami dan meneliti tentang “Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Tingkat Kemiskinan Di Sumatera Utara Berdasarkan Data Tahun 2013”.
1.2 RUMUSAN MASALAH
Penelitian ini akan menganalisa faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat
kemiskinan di Sumatera Utara berdasarkan data tahun 2013. Penulis akan
mengemukakan beberapa hal sebagai berikut:
1. Bagaimana pengaruh Rata-rata Lama Sekolah terhadap Tingkat Kemiskinan
di Sumatera Utara?
2. Bagaimana pengaruh Jumlah Penduduk terhadap Tingkat Kemiskinan di
Sumatera Utara?
3. Bagaimana pengaruh Tingkat Pengangguran terhadap Tingkat Kemiskinan
di Sumatera Utara?
4. Bagaimana pengaruh Rata-rata Lama Sekolah, Jumlah Penduduk dan
Tingkat Pengangguran terhadap Tingkat Kemiskinan di Sumatera Utara?
1.3 BATASAN MASALAH
4
agar penelitian tidak menyimpang dari tujuan yang diinginkan maka penulis
membatasi ruang lingkup berdasarkan faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat
kemiskinan yaitu pendidikan berupa rata-rata lama sekolah, jumlah penduduk dan
tingkat pengangguran serta populasi yang diambil dibatasi pada Provinsi
Sumatera Utara pada Tahun 2013. Dan untuk menganalisa data penulis
menggunakan metode regresi linier berganda.
1.4 TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN
a. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian adalah untuk menganalisis pengaruh rata-rata lama sekolah,
jumlah penduduk dan tingkat pengangguran terhadap tingkat kemiskinan di
Sumatera Utara.
b. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat dari penelitian adalah:
1. Sebagai bahan masukan atau bahan pertimbangan bagi pemerintah dalam
mengambil keputusan atau menetapkan kebijakan tentang pengentasan
kemiskinan di Sumatera Utara.
2. Semakin banyaknya penelitian akan semakin terbuka informasi dan
cara-cara yang efektif dalam menanggulangi masalah kemiskinan di Sumatera
Utara.
3. Dapat dijadikan kerangka penilaian ke arah pembangunan dalam
memecahkan masalah kemiskinan di Sumatera Utara.
1.5 METODOLOGI PENELITIAN
Metode penelitian yaitu suatu cara yang terdiri dari langkah-langkah atau urutan
kegiatan yang berfungsi sebagai pedoman umum yang digunakan untuk
melaksanaka penelitian sehingga apa yang menjadi tujuan dari penelitian itu
dapat terwujud. Metode penelitian yang digunakan penulis adalah dengan cara
sebagai berikut:
Penelitian kepustakaan yaitu metode pengumpulan data untuk memperoleh
data dan informasi dari perpustakaan, yaitu dengan membaca buku-buku,
referensi dan bahan-bahan yang bersifat teoritis yeng mendukung penulisan
tugas akhir.
2. Metode Pengumpulan Data
Pengumpulan data untuk keperluan riset ini, telah dilakukan oleh penulis
dengan menggunakan data sekunder yang diperoleh dari kantor Badan Pusat
Statistik Provinsi Sumatera Utara. Data yang dikumpulkan tersebut
kemudian disusun dan disajikan dalam bentuk angka-angka dengan tujuan
untuk mendapatkan gambaran yang jelas tentang sekumpulan data tersebut.
3. Metode Pengolahan Data
Data dianalisa menggunakan metode regresi linier berganda untuk melihat
persamaan regresi liniernya dan untuk mengetahui hubungan setiap variabel
digunakan analisis korelasi.
Langkah-langkah yang dilakukan dalam pengolahan data adalah:
a. Mengelompokkan data menjadi variabel bebas dan variabel terikat
.
b. Menentukan hubungan antara variabel bebas dengan variabel
terikat sehingga didapat regresi atas .
c. Uji regresi linier berganda untuk mengetahui besarnya pengaruh
variabel bebas secara bersama-sama terhadap variabel terikat .
d. Uji korelasi untuk megetahui seberapa besar pengaruh hubungan
variabel-variabel bebas tersebut terhadap variabel terikat.
1.6 TINJAUAN PUSTAKA
Perubahan nilai variabel dapat disebabkan oleh berubahnya variabel lain yang
berhubungan dengan variabel tersebut. Untuk mengetahui pola perubahan nilai
suatu variabel yang disebabkan oleh variabel lain diperlukan alat analisis yang
memungkinkan untuk membuat perkiraan nilai variabel tersebut pada nilai
tertentu variabel yang mempengaruhinya (Algifari, 2000).
Dalam ilmu statistika, teknik yang umum digunakan untuk menganalisis
6
pada mulanya bertujuan untuk membuat perkiraan mengenai nilai satu variabel
terhadap satu variabel yang lain. Analisis regresi merupakan teknik untuk
membangun persamaan. Dalam suatu persamaan regresi terdapat dua macam
variabel yaitu variabel dependen (dependent variable) dan variabel independen
(independent variable). Variabel dependen adalah variabel yang nilainya tidak
bebas atau bergantung pada variabel lainnya sedangkan variabel independen
adalah variabel yang nilainya bebas atau tidak tergantung pada variabel lainnya.
Sehingga, persamaan ini dapat menggambarkan hubungan antara dua variabel
atau lebih variabel dan menaksir nilai variabel dependen berdasar pada nilai
tertentu variabel independennya.
Banyak data pengamatan yang terjadi sebagai akibat lebih dari dua
variabel. Secara umum, data hasil pengamatan bisa terjadi karena akibat
variabel-variabel bebas . Akan ditentukan hubungan antara dan sehingga didapat regresi atas . Yang akan ditinjau hanyalah garis regresi sederhana yaitu yang dikenal dengan nama regresi linier
ganda (Sudjana, 1992;347).
Maka persamaan regresi linier berganda adalah:
di mana:
̂ = Jumlah Penduduk Miskin ( Ribu Jiwa) = Rata-Rata Lama Sekolah (Tahun)
= Jumlah Penduduk ( Ribu Jiwa)
= Tingkat pengangguran (%)
Persamaan regresi berganda mengandung makna bahwa dalam suatu
persamaan regresi terdapat satu variabel dependen dan lebih dari satu variabel
independen. Semakin banyak variabel independen yang terlibat dalam suatu
persamaan regresi semakin rumit menentukan nilai statistik yang diperlukan
sehingga diperoleh persamaan regresi estimasi.
Persamaan regresi berganda tiga variabel independen masih mungkin
dibangun secara manual. Dari suatu data observasi yang akan dibangun
persamaan regresi ̂ dapat dibuat dengan
menentukan besarnya dan yang terdapat pada persamaan tersebut.
Besarnya dan dapat ditentukan dengan menggunakan empat
persamaan berikut ini:
∑ ∑ ∑ ∑ ...(1)
∑ ∑ ∑ ∑ ∑ ...(2)
∑ ∑ ∑ ∑ ∑ ...(3)
∑ ∑ ∑ ∑ ∑ ...(4)
Analisis korelasi adalah alat statistik yang dapat digunakan untuk
menegtahui derajat hubungan linier antara satu variabel dengan variabel lainnya.
Umumnya analisis korelasi digunakan, dalam hubungannya dengan analisis
regresi, untuk mengukur ketepatan garis regresi dalam menjelaskan variasi nilai
variabel dependen.
Ukuran statistik yang dapat menggambarkan hubungan antara suatu
variabel dengan variabel lain adalah koefisien determinasi dan koefisien korelasi.
8
a. Koefisien Determinasi
Koefisein determinasi adalah salah satu nilai statistik yang dapat digunakan untuk
mengetahui apakah ada hubungan antara pengaruh dua variabel. Nilai koefisien
determinasi menunjukkan persentase variasi nilai variabel dependen yang dapat
dijelaskan oleh persamaan regresi yang dihasilkan. Besarnya koefisien
determinasi (r2) dapat dicari menggunakan formulasi sebagai berikut:
∑ ∑
Koefisien korelasi merupakan ukuran kedua yang dapat digunakan untuk
mengetahui bagaimana keeratan hubungan anatara suatu variabel dengan variabel
lain. Jika koefisien korelasi berhubungan dengan sampel yang digunakan maka
koefisien korelasi besarnya adalah akar koefisien determinasi. Maka formula
= Variabel terikat
Nilai r selalu terletak antara -1 dan 1, sehingga nilai r tersebut dapat ditulis
. Untuk = +1, berarti ada korelasi positif sempurna antara dan , sebaliknya jika r = -1, berarti korelasi negatif sempurna antara dan , sedangkan
= 0, berarti tidak ada korelasi antara dan .
Jika kenaikan di dalam suatu variabel diikuti dengan kenaikan di dalam
variabel lain, maka dapat dikatakan bahwa kedua variabel tersebut mempunyai
korelasi yang positif. Tetapi jika kenaikan di dalam suatu variabel diikuti oleh
penurunan di dalam variabel lain, maka dapat dikatakan bahwa variabel tersebut
mempunyai korelasi yang negatif. Dan jika tidak ada perubahan pada variabel
walaupun variabel lainnya berubah maka dikatakan bahwa kedua variabel tersebut
tidak mempunyai hubungan. Interpretasi harga r akan disajikan dalam tabel
berikut:
Tabel 1.1 Interpretasi koefisien korelasi Besarnya Nilai � Interpretasi
0,80<�≤1,00 Sangat Tinggi
0,60<�≤0,80 Tinggi
0,40<�≤0,60 Sedang
0,20<�≤0,40 Rendah