• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perbanyakan Vegetatif Kamper (Dryobalanops aromatica) Melalui Stek Pucuk

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Perbanyakan Vegetatif Kamper (Dryobalanops aromatica) Melalui Stek Pucuk"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

TINJAUAN PUSTAKA

Taksonomi Dryobalanops aromatica

Menurut (Sutrisna, 2008) Dryobalanops aromatica memiliki nama lokal: kamper, kapur singkil dan sintok. Dalam dunia perdagangan dikenal sebagai borneol kamper. Berdasarkan taksonomi, deskripsi jenis ini adalah sebagai berikut:

Kingdom : Plantae

Sub divisi : Spermatophyta

Divisi : Magnoliophyta

Kelas : Dikotiledonae

Ordo : Theales

Famili : Dipterocarpaceae

Genus : Dryobalanops

Spesies : Dryobalanops aromatica Gaertn Deskripsi Morfologi

Pohon kamper mempunyai ukuran yang besar dan tinggi. Diameter batangnya mencapai 70 cm bahkan 150 meter dengan tinggi pohon mencapai 60 meter. Kulit pohon berwarna coklat dan coklat kemerahan di daerah dalam. Pada batangnya akan mengeluarkan aroma kapur bila dipotong. Batang sedikit beralur, mengelupas besar, kulit hidup berwarna kuning-merah.

(2)

putih berlilin, dan memiliki 30 benang sari. Pohon Kamper memiliki buah agak besar, mengkilap, dan bersayap sebanyak 5 helai (Sutrisna, 2008).

Kamper tumbuh di hutan dipterocarpa campuran hingga ketinggian 300 meter dpl. Persebaran tumbuhan langka ini mulai dari Indonesia (pulau Sumatera dan Kalimantan) dan Malaysia (Semenanjung Malaysia, Sabah, dan Serawak). Manfaat

Kamper adalah salah satu jenis pohon yang diketahui pasti mengandung borneol. Unsur yang dimanfaatkan dari pohon kamper ini adalah kristal kapur dan minyak kamper. Kristal kamper diperoleh pada bagian tengah (dalam) batang pohon. Kedua unsur tersebut tidak selalu ada pada pohon kamper terutama pada pohon yang berusia ratusan tahun atau pada pohon yang masih terlalu muda (Sutrisna, 2008).

Kamper mempunyai kualitas borneol yang baik.Minyak kamper banyak digunakan untuk produk kosmetik, dengan sasaran pada pembuatan lilin aromaterapi, sabun antijerawat. Berdasarkan uji organoleptik, kamper juga berpotensi sebagai bahan parfum yang disukai. Minyak dan kristal kamper berpotensi sebagai obat karena aktivitas antimikroba minyak dan kristal sangat baik menghambat pertumbuhan mikroba S. aureus dan C. albicans

(Gusti et al., 2014). Kandungan borneolnya juga dianggap sebagai bio medicine

(3)

Permasalahan Dryobalanops aromatica

Di Sumatera Utara pohon kamper semakin sulit ditemukan di habitatnya.Pohon ini termasuk salah satu tanaman langka di Indonesia. Bahkan IUCN Redlist memasukkannya dalam status konservasi Critically Endangered

atau kritis (IUCN, 2007). Status ini merupakan status keterancaman dengan tingkatan paling tinggi sebelum status punah.Tumbuhan ini kebanyakan tumbuh di hutan Dipterocarpaceae campuran hingga ketinggian 300 m.

Akibat degradasi dan deforestasi hutan yang terjadi setiap tahun, populasi kamper semakin lama semakin menurun, tidak terkecuali di habitat aslinya di Barus (Prasetyo, 2013).Konversi hutan menjadi areal perkebunan sawit menjadi ancaman nyata bagi keberadaan kamper. Permasalahan lain adalah kelangkaan dan terancam punahnya spesies tanaman ini diakibatkan oleh penebangan yang membabi buta untuk mendapatkan kristal kapur barus di dalamnya. Padahal kandungan kapur dalam setiap pohon tidak sama, bahkan terkadang sangat kurang.

Karakter benih yang bersifat rekalsitran serta sistem pembuahan mass fruiting menyebabkan sedikit anakan yang mampu tumbuh juga menyebabkan kemampuan regenerasi alaminya rendah (Prasetyo, 2013). Habitat yang spesifik juga berperan menyumbang kepunahan jenis.Seperti diketahui kamperdapat tersebar di hutan gambut, pantai, kerangas, rawa air tawar, tepi sungai, dan lahan pamah.Adapun pengaruh ketinggian tempat terhadap sebaran marga

(4)

Hasil kajian berbagai pustaka tentang data populasi pohon kamper di wilayah Indonesia tidak tercatat secara baik dan benar, dikarenakan nilai ekonomi pohon tersebut sudah sangat rendah untuk diperdagangkan. Namun dari hasil pengamatan beberapa ahli tumbuhan menduga bahwa telah terjadi penurunan populasi pohon kapur paling sedikit 80% selama 10 tahun terakhir atau tiga generasi. Hal ini dapat terjadi karena tingkat eksploitasi yang dilakukan masyarakat terhadap pohon kamper sangat berlebihan. Tingginya eksploitasi pohon kapur tersebut diantaranya disebabkan oleh tingginya harga dan permintaan komoditas kamper di pasar dunia pada waktu itu, aktivitas illegal logging, kebakaran hutan, serta produksi kayu bulat oleh beberapa perusahaan yang memiliki Hak Pengusahaan Hutan.

Perbanyakan vegetatif pohon langka dengan stek pucuk

Stek pucuk telah banyak digunakan untuk produksi bibit secara masal di beberapa Hutan Tanaman Industri (HTI) yang ada di Indonesia dengan jenis

Tectona grandis (jati), Eucalyptus pellita (ekaliptus), dan Acacia mangium

(5)

persilangan terkendali, misalnya hybrid atau sterile hybrid yang tidak dapat bereproduksi secara seksual, perbanyakan masal tanaman terseleksi.

Stek pucuk juga memberikan harapan yang cukup luas untuk penyelamatan jenis pohon komersil yang menjadi target ilegall logging dan jenis yang mengalami kendala dalam regenerasi alami. Sebagai contoh jenis-jenis dari suku

Dipterocarpaceae. Pembukaan hutan untuk perkebunan sawit, karet dan pemukiman menyebabkan keterbukaan kanopi hutan, dan menjadi ancaman bagi kelompok Dipterocarpaceae. Pada fase anakan, hampir semua anakan

Dipterocarpacea membutuhkan naungan untuk dapat hidup optimal, adanya kanopi yang terbuka menyebabkan regenerasi alaminya mati dan menyebabkan kelangkaan jenis. Peranan stek pucuk dalam penyelamatan jenis telah dilaporkan pada D. cinereus (Rahmat&Subiakto, 2015), Ramin (Evelin et al., 2014), Gaharu (Sumarna, 2008), Taxus (Rahmat et al. 2010), Ulin (Basir, 2008), Pasak bumi (Susilowati et al., 2012), Merawan (Wulandari et al.,2015) dan Kempas (Rayan, 2011).

Beberapa jenis Dipterocarpaceae juga dapat di selamatkan dengan teknik ini, mengacu pada keberhasilan teknik tersebut, maka tidak menutup kemungkinan jenis-jenis yang diambang kepunahan seperti Dipterocarpus cinereus Sloot (berdasar pernyataan IUCN sudah punah), Dipterocarpus caudatus

Foxw.s.sp.penangianus (Foxw.) Ashton, Dipterocarpus kunstleri King (sangat terancam punah), Vatica perakensis King (terancam punah), Vatica pauciflora

Blume (terancam punah), Dryobalanops aromatica C.F.Gaertn (sangat terancam punah), Dryobalanops oblongifolia Dyer, Shorea parvifolia ssp. parvifolia,

(6)

(Boerl.) Sloot (sangat terancam punah) dapat mendapatkan upaya penyelamatan sesegera mungkin.Konservasi ex situ dengan memanfatkan teknik stek pucuk menjadi hal yang penting dan prospektif untuk dilakukan.

Media Tanam

Faktor tanaman yang mempengaruhi keberhasilan hidup dan berakar

antara lain adalah bahan stek, kandungan bahan makanan, umur bahan stek dan kandungan zat tumbuh. Cadangan makanan yang dimiliki oleh tanaman telah mencukupi untuk pertumbuhan stek hingga mampu berakar. Hal ini dapat terjadi karena stek pucuk masih menyisakan daun yang merupakan organ pembentuk karbohidrat melalui proses fotosintesis (Rochiman dan Haryadi, 1973).

Teknik stek pucuk memanfaatkan potongan bagian pucuk juvenil dengan menyertakan bagian daunnya. Daun diperlukan sebagai tempat berlangsungnya proses fotosintesa yang menghasilkan karbohidrat yang diperlukan untuk pembentukan akar (Rochimi, 2008).

Faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan stek antara lain faktor dalam (tanaman). Menurut (Kramer dan Kozlowski, 1960) faktor-faktor dalam yang mempengaruhi kemampuan stek membentuk akar adalah: ketersediaan air, kandungan bahan makanan, umur bahan stek, jenis tanaman, bagian tanaman yang diambil, musin dan waktu pengambilan bahan stek, serta hormon dan zat pengatur tumbuh. Faktor luar (lingkungan) yang mempengaruhi pertumbuhan stek antara lain: media perakaran, suhu, kelembaban dan cahaya (Hartmann et al., 1990).

(7)

Media stek merupakan salah satu unsur penentu keberhasilan proses pembentukan akar. Pemilihan media harus diperhatikan tiga karakteristik media yaitu: 1) kandungan kimia, dimana media yang baik harus memiliki kandungan kimia yang minimal agar tidak mengganggu proses penyerapan air oleh stek dari media; 2) sifat fisik, berkaitan erat dengan kemampuan mengikat air dan porositas media. Media stek yang ideal adalah yang memiliki aerasi cukup namun dapat mengikat air; 3) kandungan mikrobiologi, di mana media yang baik adalah media yang higienis atau populasi mikrobanya rendah (Balitbang, 2007).

Akar tanaman yang tumbuh dalam pot ruang geraknya sangat terbatas maka tanah yang ada dalam pot tersebut haruslah dijaga agar bisa memberikan zat makan yang cukup. Selain mengandung zat makan yang cukup, tanah dalam pot juga diusakan mengandung air serta udara dan kegemburannya juga harus sering kita perhatikan. Sebab meskipun zat makanannya tidak kurang, tapi kalau air, udara serta kegemburannya kurang maka pertumbuhan akar juga akan terganggu. Kandungan zat makanan serta kondisi tanah disatu tempat tidak pernah sama dengan tempat lain. Maka sebelumnya tanah-tanah tersebut mestilah diteliti.Apakah bisa langsung digunakan atau perlu campuran lain (Rahardi, 1991).

(8)

Proses pembentukan akar pada stek adalah sebagai berikut: sel-sel meristem yang terletak di luar jaringan pembuluh akan membelah diri kemudian memanjang dan membentuk kembali lebih banyak lagi sel yang nantinya berkembang menjadi bakal akar, sebagian dari sel-sel yang membelah akan membentuk ujung akar (root tip). Sel yang membelah ini akan tumbuh terus sehingga melewati korteks dan epidermis dan akan muncul dibagian batang menjadi akar adventif (Rochiman dan Harjadi, 1973).

ZPT (Zat Pengatur Tumbuh)

Zat pengatur tumbuh atau ZPT pada tanaman adalah senyawa organik yang tidak termasuk unsur hara mineral. Ada lima kelompok ZPT yang terdapat dalam tanaman, yaitu auksin, giberelin, sitokinin, etilen dan inhibitor. Setiap jenis ZPT tersebut. Memiliki cara kerja dan pengaruh yang berlainan. ZPT dibutuhkan tanaman dalam jumlah yang sedikit dan keadaannya dapat mendukung, menghambat, atau mengubah proses fisiologi tanaman. ZPT dibentuk secara alami oleh tanaman untuk menunjang proses fisiologinya, tetapi seiring dengan perkembangan teknologi saat ini telah dibuat tiruannya. Pengaruh dan efektivitas kerjanya sama dengan ZPT alami (Endah, 2002). Hormon endogen hanya diproduksi oleh bagian-bagian tertentu tanaman. Apabila pada suatu tanaman dilakukan stek, maka suplai hormon dari induk akan terputus. Keberadaan hormon endogen terutama auksin diperlukan dalam 11 pembentukan akar dan pembelahan sel lainnya. Jika kandungan hormon endogen mencukupi, maka hormon eksogen tidak perlu diberikan (Kramer dan Kozlowski,1960).

(9)

akar stek pucuk dan diperoleh sistem perakaran yang baik dalam waktu yang tidak terlalu lama (Dwijoseputro, 1990). Pemberian zat pengatur tumbuh dengan konsentrasi yang tepat akan memberikan pengaruh terhadap pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Pada kadar rendah hormon atau zat pengatur tumbuh akan mendorong pertumbuhan, sedangkan pada kadar yang lebih tinggi akan menghambat pertumbuhan, meracuni bahkan mematikan tanaman (Supriyanto dan Prakasa, 2011).

Mudahnya stek untuk berakar tergantung pada spesiesnya, ada yang mudah sekali untuk berakar, cukup dengan media air saja, akan tetapi banyak juga yang sukar untuk berakar walaupun dengan perlakuan khusus. Pada pinus, kulitnya, batangnya memiliki banyak saluran resin yang arahnya vertikal. Resin itu menutupi ujung stek dan melintangi absorbsi air. Hal tersebut memungkinkan perlakuan ZPT yang diberikan tidak berpengaruh nyata pada semua parameter yang diamati (Thomson dan Kelly, 1957).

Referensi

Dokumen terkait